Mahardika & Saraswati Page 1
MEMAHAMI GANGGUAN ENDOKRIN PADA MASA PASKA-GENOMIK (PERSPEKTIF BIOLOGI MOLEKULER) 1
I Gusti Ngurah Mahardika dan 2Made Ratna Saraswati
1
Laboratorium Biomedika dan Biologi Molekuler Hewan Universitas Udayana Indonesia Biodiversity Research Center Udayana Jl Sesetan-Markisa No. 6 Denpasar, Bali, 80226 Email:
[email protected];
[email protected] HP: 08123805727 2
Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Program Pasca Sarjana Universitas Udayana; Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Jl PB Sudirman Denpasar. Email:
[email protected].
Pendahuluan Gangguan endokrin termasuk penyakit yang tidak menular (non-communicable disease/NCD) yang kian meningkat di berbagai negara di dunia dalam beberapa dekade belakangan ini. Sejak 2011, diabetes termasuk salah satu NCD yang dipromosikan sebagai prioritas kesehatan global, bersama-sama dengan gangguan kardiovaskuler, chronic respiratory diseases, dan kanker, dengan empat faktor risiko pemicunya yaitu rokok, diet tak sehat, kurangnya olah-raga, dan konsumsi alkohol [1]. Dasarnya adalah jumlah dan penyebaran kasus klinis dan kematian NCD telah mengglobal, faktor risiko utama adalah tingkah laku, serta kasus kematian tinggi terjadi negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah [1]. Seperti untuk NCD yang lain, kemajuan dalam teknologi riset medis seyogyanya memberikan cara pandang baru tentang patogenesis gangguan endokrin, sehingga modalitas untuk pencegahan dan pengobatan dapat lebih tepat sasaran. Dengan penerapan teknologi modern, penanganan setiap kasus klinis dapat sangat unik bagi individu yang bersangkutan. Teknologi modern membuat kedokteran umum menjadi kedokteran pribadi (personalized medicine) [2-4]. . Tulisan ini membahas informasi singkat tentang biologi molekuler dan teknologi mutakhir yang tersedia, dan regulasi gen baik secara genetik maupun epigenetik, serta merekontruksi sintesis dan aksi hormon secara umum untuk dapat menjadi kerangka berpikir kajian gangguan endokrin dalam patogenesis maupun disain obat baru. Endokrinologi molekuler Salah satu basis utama riset medis modern adalah biologi molekuler, yaitu cabang biologi yang mempelajari makromolekul DNA, RNA, dan protein, serta interaksi ketiga molekul itu pada sel, jaringan, dan individu. Beberapa tonggak penting dalam kajian biologi molekuler modern adalah polymerase chain reaction (PCR), DNA sequencing, next-generation sequencing, dan system biology approach. PCR
Mahardika & Saraswati Page 2 memungkinkan kita memperbanyak gen target atau gen tersangka secara in-vitro dalam kuantitas yang tak terbatas [5]. Teknologi DNA sequencing dengan metode chain-termination memungkinkan kita membaca susunan DNA atau RNA tersangka dengan akurasi tinggi [6]. Teknologi paling modern untuk sekuensing adalah next generation sequencing (NGS) yang memungkinkan kita mengetahui sekuens semua DNA dan/atau RNA dalam spesimen secara bersamaan dalam waktu singkat [7]. Dalam NGS, para ahli kemudian mengembangkan teknik metagenomik, transkriptomik, dan metabolomik. Metagenomik adalah kajian semua DNA dalam spesimen, baik DNA host maupun agen lain (virus, bakteri, parasit) yang mungkin terdapat didalamnya [8]. Transkriptomik [9, 10] mempelajari semua ekspresi gen yang dicirikan dengan sintesis mRNA, baik gen host maupun agen infeksius yang ada di dalamnya. Metabolomik [11, 12] mempelajari metabolit yang dihasilkan sebagai produk normal atau kelainan. Sedangkan system biology approach (SBA) adalah teknologi yang berbasis micro-array yang mendeteksi kuantitas seluruh RNA dalam spesimen [13, 14]. SBA terutama sangat bermanfaat untuk menentukan tingkat ekspresi suatu gen dalam suatu kelainan klinis, yaitu gen-gen yang di-up-regulated (ekspresi meningkat) atau down-regulated (ekspresi menurun). Mempertimbangkan bahwa banyak kasus kelainan klinis bersifat poligenik misalnya pada kasus diabetes dan kanker, yaitu kelainan berasosiasi dengan lebih dari satu gen, basis genetik dari setiap kelainan pada individu dapat berbeda-beda. Idealnya, modalitas terapi untuk setiap individu untuk gangguan klinis yang sama semestinya berbeda-beda. Endokrinologi molekuler adalah bidang ilmu yang berkembang cukup pesat sejalan dengan teknologi dalam analisis DNA, RNA, dan protein [15]. Berbeda dengan biologi molekuler umum, endokrinologi molekuler yang mempelajari makromolekul dan proses dalam jaringan endokrin dan targetnya tidaklah sederhana. Dasarnya adalah variasi berbagai hormon terutama dalam struktur kimia (protein dan non protein, yang dapat berbentuk steroid, metabolit, atau lipid), variasi dalam transport, serta keragaman mekanisme kerjanya. Dalam perspektif biologi molekuler, selalu ada protein atau protein-protein yang bertanggung jawab dalam fenotipe mahluk hidup (termasuk manusia). Fenotipe yang dimaksud dapat sehat atau sakit. Teori dasarnya adalah one gene one protein. Protein-protein itu dapat bekerja sendiri untuk membentuk fenotipe tertentu, akan tetapi yang paling umum terjadi adalah berbagai protein bertanggung-jawab dalam ekspresi satu fenotipe. Para ahli menyebutnya poligenik. Protein-protein ini disandi dalam gen atau gen-gen yang dikemas dengan sempurna dalam kromosom. Ini jelas untuk hormon yang secara biokimiawi adalah protein. Gen atau gen-gen penyandinya dapat dipetakan dalam kromosom. Dalam hal hormon yang bukan protein, proses metabolismenya dikatalisis oleh banyak protein yang bertindak sebagai enzim. Gen atau gen-gen penyandinya juga bisa dilacak pada DNA dalam kromosom. Selain itu, kemiripan satu hormon dengan yang lain adalah bahwa mekanisme kerjanya melibatkan reseptor pada dinding sel, yang juga merupakan protein. Dogma sentral yang berlaku untuk mahluk hidup adalah aliran informasi genetika dari DNA yang disalin menjadi mRNA yang selanjutnya diterjemahkan menjadi protein. DNA mempunyai kapasitas besar untuk mengkopi dirinya sendiri. Prosesnya disebut replikasi. Makromolekul inilah merupakan cetak biru mahluk hidup. Pada mahluk hidup yang lebih tinggi dari bakteri, DNA itu dikemas bersama protein histon dalam kromosom yang berlokasi di inti sel. Spesies DNA yang kedua dalam mahluk biologi eukaryote adalah DNA mitokondria (mtDNA). Organela sel ini merupakan sumber
Mahardika & Saraswati Page 3 energi sel. Jika DNA inti (nuclear DNA/nDNA) diturunkan secara maternal dan faternal, penurunan genetik mtDNA hanya bersifat maternal. Beberapa gen selalu diekspresikan dalam sel, misalnya gen house keeping seperti aktin dan myosin yang berperan dalam arsitektur sel, sementara ekspresi gen yang lain diregulasi. Yang dimaksud ekspresi gen adalah proses pengkopian DNA menjadi mRNA, molekul antara yang menentukan susunan asam amino protein yang disandi gen yang bersangkutan. Berbeda dengan prokaryot, gen-gen yang disandi dalam nDNA eukaryote terpisah-pisah dalam ekson dan intron. Panjang original suatu gen dalam kromosom dapat mencapi puluhan bahkan ratusan ribu nukleotida. Setelah penyalinan DNA itu menjadi pre-mRNA (prosesnya disebut transkripsi), calon mRNA itu diolah terlebih dahulu dengan memotong semua intron dan menyambung semua ekson yang diperlukan. Ini dikenal dengan proses splicing. Struktur mRNA dewasa terdiri dari un-translated region (UTR; daerah yang tidak ditranslasi) di bagian ujung-5’ dan -3’. Bagian yang menentukan protein yang disandinya disebut Open Reading Frame (ORF) atau coding region yang dimulai dari kodon pemula (start codon) dan diakhiri kodon terminal (termination codon). Dalam proses translasi, yaitu sintesis protein berdasarkan ORF, tiga asam nukleat yang berurutan (disebut kodon) diterjemahkan menjadi satu asam amino yang dibaca secara seragam dan universal yang barlaku untuk semua mahluk hidup. Kombinasi empat nukleotida yaitu adenine (A), guanine (G), timin (T) dan citosin (C) dalam triplet kodon (depan, tengah, dan belakang) menghasilkan 64 kombinasi kodon. Tiga kombinasi, yaitu TAA, TAG dan TGA, berfungsi sebagai sinyal atau kodon terminal. Dengan demikian, 61 kodon berfungsi menyandi 20 asam amino. Dua asam amino, yaitu metionin dan triptofan, disandi oleh masing-masing satu kodon, yaitu ATG dan TGG. 18 asam amino yang lain disandi oleh lebih dari satu kodon. Fenomena ini dikenal dengan kodon degeneratif. Dengan dasar ini kita dapat meyakini bahwa perubahan DNA dalam ORF tidak selalu menyebabkan perubahan susunan asam amino dalam protein. Ini dikenal sebagai substitusi sinonimus (synonymous substitution). Kesulitan dalam memetakan gen atau gen-gen yang berasosiasi dengan gangguan endokrin adalah sifat diploid kromosom. Setiap individu eukaryote selalu mempunyai dua kopi gen yang sama pada semua kromosom yang diturunkan secara maternal dan faternal, kecuali kromosom X dan Y pada laki-laki. Gen-gen yang ada pada kromosom X tidak ada pada kromosom Y, demikian sebaliknya. Sifat alami kromosom ini menyebabkan ekspresi fenotipik suatu gangguan tidak akan tampak secara klinis, sekalipun gen yang berasosiasi kuat dengan gangguan itu dapat dideteksi pada individu yang bersangkutan. Pembelahan sel yang meliputi replikasi DNA, transkripsi, dan translasi dikendalikan dengan sangat teliti yang menjamin sel anakan mempunyai DNA yang persis sama dengan sel asal. Sel yang mengalami kelainan diperbaiki atau diprogram mati. Proses pembelahan sel melaui mitosis dan meiosis harus melampaui beberapa check point. Jika terjadi perubahan atau mutasi DNA, perintah dalam sel adalah growth arrest untuk memberikan kesempatan enzim pengkopi DNA (DNA polymerase) untuk memperbaiki DNA itu. Ini disebut proof reading mechanism. Kerusakan yang tidak reversible akan memicu serangkaian reaksi seluler yang memprogram sel itu sendiri bunuh diri. Peristiwanya disebut apoptosis. Kelainan DNA itu letal bagi sel. Mahluk hidupnya tetap normal. Ini yang menyebabkan laju mutasi DNA nuclear sangat rendah. Sebaliknya DNA mitokondria mengalami mutasi dengan kecepatan yang jauh
Mahardika & Saraswati Page 4 lebih tinggi dibandingkan nDNA [16]. Sebabnya karena tidak adanya mekanisme proof reading dan tingginya konsentrasi mutagen radikal bebas superoksida (O2-) akibat fungsi metabolisme yang diperankan organela sel ini. Gangguan pada mitokondria akibat adanya radikal bebas itu perlu mendapat perhatian peneliti dan klinisi. Banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa disfungsi organela ini memicu diabetes mellitus [17-19]. Mekanisme growth arrest dan apotosis ini juga bisa mengalami kelainan. Dua protein yang terlibat dalam proses ini bersama-sama dengan banyak protein lain adalah p53 dan pRB. Kedua protein ini menjadi target oleh protein virus human papilloma (HPV). Pengikatan p53 dan pRB pada infeksi HPV menyebabkan mitosis sel tidak terkendali yang menyebabkan munculnya kanker servik akibat infeksi HPV [20]. Regulasi gen dan epigenetik Regulasi ekspresi gen terjadi dalam semua tahap dari replikasi, transkripsi, dan translasi. Regulasi bahkan terjadi paska-translasi [21, 22]. Dalam ekspresi hormon atau enzim katalisator metabolisme hormon serta reseptor selulernya, stimulus akan memicu inisiasi transkripsi dalam kromosom untuk memproduksi pre-mRNA yang kemudian diproses dengan splicing dan poliadenilasi menjadi mRNA yang akan diekspor ke dalam sitoplasma. Regulasi ekspresi menyebabkan beberapa gen diekspersikan pada jaringan tertentu saja [23]. Contoh kasus ini misalnya melanin hanya diekspresikan di kulit, sebaliknya insulin hanya diekspresikan di pankreas. Lingkungan mikro dalam berbagai jaringan tampaknya berperan penting dalam seleksi gen yang diekspresikan, sementara gen lain harus diinaktifkan. Splicing juga dapat bersifat tissue dependent. Banyak gen, misalnya tropomiosin, di-splice berbeda pada jaringan yang tidak sama [24]. Fenomena ini dikenal sebagai splicing alternatif. Polimorfisme nukleotida yang berlokasi di luar ekson diduga menyebabkan variasi ekresi gen dan splicing [23]. Variasi ekspresi dapat terjadi tanpa perbedaan sekuen gen. Kita sudah lama mengetahui bahwa fenotipe, dalam hal ini kondisi normal dan kelainan, dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Bagaimana lingkungan mempengaruhi ekspresi gen sulit sekali dipelajari. Dalam dekade terakhir penelitian untuk mengungkap pengaruh lingkungan pada fenotipe gencar dilakukan. Fenomena ini dikenal dengan epigenetik, yaitu studi perubahan ekspresi gen yang bersifat menurun yang bukan karena perubahan sekuens DNA [25]. Dalam epigenetik, ekspresi gen dapat diganggu oleh pengaruh lingkungan dan proses penuaan (ageing). Pengaruh epigenetik dalam patogenesis kanker dan penyakit lain semakin diterima para ahli. Proses epigenetik meliputi modifikasi kimiawi DNA dan protein histon yang berasosiasi dengan DNA. Disamping dua makromolekul itu, para ahli semakin yakin bahwa makromolekul antara yaitu RNA juga berperan penting dalam proses epigenetik [26]. Modifikasi kimia pada DNA yang terkenal pada epigenetik adalah CpG-metilasi [27, 28], yaitu penambahan metil pada setiap nukleotide sitosin (C) yang bergandengan dengan guanin (G). Sedangkan modifikasi protein histon dapat berupa substitusi asam amino [29] dan modifikasi kimia melalui asetilasi, fosforilisasi, metilasi, ubiquitinasi, dan ribosilasi [30, 31]. Modifikasi tersebut menyebabkan gen yang bersangkutan tidak bisa diakses oleh sistem transkripsi. Gen tersebut berasosiasi demikian kuatnya dengan histon. Gen itu seolah-olah tersembunyi.
Mahardika & Saraswati Page 5
Epigenetik sebenarnya merupakan bagian mekanisme normal regulasi gen. Fenomena ini bagian dari plastisitas fenotipik [32, 33], yang memungkinkan DNA menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam keadaan abnormal, saklar epigenetik memang bertanggung-jawab pada patogenesis molekuler penyakit pada hewan dan manusia [32]. Fenomena pemrograman-kembali sel akibat regulasi epigenetik kini disebutsebut sebagai patogenesis kanker [34]. Berbagai gangguan kardiovaskuler juga terjadi karena proses epigenetik pada kromosom sel sebagai respon terhadap perubahan lingkungan [35, 36]. Bukti ilmiah sudah cukup banyak yang menunjukkan bahwa gangguan endokrin diabetes mellitus dan komplikasinya terjadi karena kerjasama faktor genetik dan proses epigenetik karena pengaruh lingkungan atau gaya hidup [37-39]. Hal serupa telah terbukti juga pada gangguan tiroid [40-42]. Teknik untuk analisis metilasi meliputi pengayaan DNA yang mengalami metilasi, pemisahan fragmen DNA itu dengan enzim DNA metilasi atau penambahan bisulfit DNA target. Teknik itu sudah diaplikasikan untuk kajian diabetes [37, 43]. Sedangkan teknik analisis fragmen yang “tersembunyi dengan histon” itu dilakukan dengan Chromatin Immunoprecipitation Sequencing (ChIP-Seq) [44-46]. Dalam protokol ini, kompleks protein–DNA diisolasi dengan chromatin immunoprecipitation (ChIP) yang diikuti dengan sequencing DNA yang berasosiasi didalamnya. Dengan argumentasi di atas, gangguan endokrin dapat berasosiasi dengan polimorfisme gen bersama-sama atau saling tidak terkait dengan proses epigenetik. Bahwa ekspresi gen yang berisiko berhubungan dengan umur dan jenis kelamin, misalnya, merupakan bukti bahwa faktor genetik dan epigenetik bekerja secara bersama-sama. Dalam kasus kelainan yang lain, jika polimorfisme berisiko tidak terlacak, maka epigenetik bekerja sendiri dan tidak berhubungan dengan genetik. Epigenetik menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan dan gaya hidup jangka panjang berperan penting dalam regulasi gen yang akhirnya menyebabkan kelainan atau gangguan. Fenomena kombinasi genetik dan epigenetik dapat menjadi dasar fenotipe yang normal atau kelainan akan bervariasi antar ras, jenis kelamin, umur, dan gaya hidup. Gen hormon atau protein yang mengkatalisis produksi hormon bukan termasuk house keeping gene. Produksinya sesuai kebutuhan. Pada saaat yang tepat, gen atau gengen itu harus ditekan. Regulasi gen endokrin dapat dibayangkan sangatlah kompleks mulai dari jaringan endokrin, transport, sampai jaringan target. Regulasi pada jaringan endokrin melibatkan signal kimia atau fisik, reseptor signal, transduksi signal, aksesibelitas gen, signal transkripsi, pemerosesan mRNA, signal translasi, dan pemerosesan protein paska-translasi. Proses transport melibatkan protein/lipoprotein karier dan metabolisme hormon. Pada jaringan target, aksi hormon dimulai dari reseptor sel, transduksi signal intra-intra seluler, sampai respon aktivasi atau deaktivasi gen target (up- dan down-regulation). Yang terakhir meliputi juga proses yang serupa yaitu aksesibelitas gen, signal transkripsi, pemrosesan mRNA, signal translasi, dan pemrosesan protein paska-translasi. Kompleksitas regulasi endokrin melibatkan banyak gen/protein. Kompleksitasnya semakin rumit dengan fenomena hormone networks, aksi kerja suatu hormon
Mahardika & Saraswati Page 6 dipengaruhi atau bersama-sama dengan hormon yang lain, yang juga dapat memicu sintesis hormone berikutnya [47]. Penutup Perspektif molekuler gangguan endokrin melibatkan banyak gen atau protein yang terbentang dari signal dan proses produksi pada jaringan endokrin, transport dalam vaskuler maupun ekstra-vaskuler, dan aksinya pada jaringan target. Kompleksitas ini diperkaya oleh kenyataan bahwa berbagai jaringan endokrin dipengaruhi oleh produk jaringan endokrin yang lain. Sistem endokrin diregulasi dengan sangat ketat pada tingkat molekuler. Disamping itu, berbagai proses epigenetik, yang berhubungan dengan ras, umur, jenis kelamin, dan gaya hidup yang belakangan mulai mendapat perhatian peneliti dunia, juga berkontribusi dalam orchestra rumit regulasi gen. Aplikasi teknologi modern seperti NGS dan SBA akan sangat membantu peneliti dan klinisi untuk menemukan cara terapi yang baru. Teknologi modern memungkinkan juga peneliti mengidentifikasi proses epigenetik khas pada pasien yaitu dengan mempelajari ada tidaknya modifikasi DNA dan histon serta mengamati gen yang mana yang berubah tersebut dengan teknik cara ChiP-Seq. Kajian NGS dan SBA serta analisis epigenetik yang berhubungan dengan gangguan endokrin masih perlu dilakukan di dunia, lebih-lebih di Indonesia. Kita boleh berharap bahwa bukti-bukti emperis yang akurat dalam patogenesis gangguan endokrin akan semakin banyak dalam tahun-tahun yang akan datang. Dengan pengetahuan itu, penemuan obat baru atau re-purposing obat yang sudah beredar yang secara khas ditargetkan pada gen atau protein tersangka. Tentang re-purposing obat, istilah ini dimaksudkan sebagai kajian penggunaan obat yang sudah diterima untuk suatu terapi digunakan untuk terapi yang lain. Drug re-purposing atau repositioning banyak dilakukan mengingat bahwa proses penerimaan dan persetujuan penggunaan obat baru sering memakan waktu yang sangat lama [48].
Referens 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Katz AR: Noncommunicable diseases: global health priority or market opportunity? An illustration of the World Health Organization at its worst and at its best. International journal of health services : planning, administration, evaluation 2013, 43(3):437-458. Ginsburg GS, Willard HF: Genomic and personalized medicine: foundations and applications. Translational research : the journal of laboratory and clinical medicine 2009, 154(6):277-287. Holmes MV, Shah T, Vickery C, Smeeth L, Hingorani AD, Casas JP: Fulfilling the promise of personalized medicine? Systematic review and field synopsis of pharmacogenetic studies. PloS one 2009, 4(12):e7960. Chan IS, Ginsburg GS: Personalized medicine: progress and promise. Annual review of genomics and human genetics 2011, 12:217-244. Mullis K, Faloona F, Scharf S, Saiki R, Horn G, Erlich H: Specific enzymatic amplification of DNA in vitro: the polymerase chain reaction. Cold Spring Harbor symposia on quantitative biology 1986, 51 Pt 1:263-273. Sanger F, Nicklen S, Coulson AR: DNA sequencing with chain-terminating inhibitors. 1977. Biotechnology 1992, 24:104-108. Marx V: Next-generation sequencing: The genome jigsaw. Nature 2013, 501(7466):263268.
Mahardika & Saraswati Page 7 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Handelsman J, Rondon MR, Brady SF, Clardy J, Goodman RM: Molecular biological access to the chemistry of unknown soil microbes: a new frontier for natural products. Chemistry & biology 1998, 5(10):R245-249. Wang Z, Gerstein M, Snyder M: RNA-Seq: a revolutionary tool for transcriptomics. Nature reviews Genetics 2009, 10(1):57-63. van Bakel H, Nislow C, Blencowe BJ, Hughes TR: Most "dark matter" transcripts are associated with known genes. PLoS biology 2010, 8(5):e1000371. Kaddurah-Daouk R, Kristal BS, Weinshilboum RM: Metabolomics: a global biochemical approach to drug response and disease. Annual review of pharmacology and toxicology 2008, 48:653-683. Spratlin JL, Serkova NJ, Eckhardt SG: Clinical applications of metabolomics in oncology: a review. Clinical cancer research : an official journal of the American Association for Cancer Research 2009, 15(2):431-440. Wang IM, Stone DJ, Nickle D, Loboda A, Puig O, Roberts C: Systems biology approach for new target and biomarker identification. Current topics in microbiology and immunology 2013, 363:169-199. Tan Y, Wu Q, Xia J, Miele L, Sarkar FH, Wang Z: Systems biology approaches in identifying the targets of natural compounds for cancer therapy. Current drug discovery technologies 2013, 10(2):139-146. Stratakis CA: Applications of genomic medicine in endocrinology and post-genomic endocrine research. Hormones 2005, 4(1):38-44. Haag-Liautard C, Coffey N, Houle D, Lynch M, Charlesworth B, Keightley PD: Direct estimation of the mitochondrial DNA mutation rate in Drosophila melanogaster. PLoS biology 2008, 6(8):e204. Patti ME, Corvera S: The role of mitochondria in the pathogenesis of type 2 diabetes. Endocrine reviews 2010, 31(3):364-395. Newsholme P, Gaudel C, Krause M: Mitochondria and diabetes. An intriguing pathogenetic role. Advances in experimental medicine and biology 2012, 942:235-247. Kim JA, Wei Y, Sowers JR: Role of mitochondrial dysfunction in insulin resistance. Circulation research 2008, 102(4):401-414. Munger K, Scheffner M, Huibregtse JM, Howley PM: Interactions of HPV E6 and E7 oncoproteins with tumour suppressor gene products. Cancer surveys 1992, 12:197-217. Struhl K: Fundamentally different logic of gene regulation in eukaryotes and prokaryotes. Cell 1999, 98(1):1-4. Remenyi A, Scholer HR, Wilmanns M: Combinatorial control of gene expression. Nature structural & molecular biology 2004, 11(9):812-815. Fu J, Wolfs MG, Deelen P, Westra HJ, Fehrmann RS, Te Meerman GJ, Buurman WA, Rensen SS, Groen HJ, Weersma RK et al: Unraveling the regulatory mechanisms underlying tissue-dependent genetic variation of gene expression. PLoS genetics 2012, 8(1):e1002431. Lees-Miller JP, Goodwin LO, Helfman DM: Three novel brain tropomyosin isoforms are expressed from the rat alpha-tropomyosin gene through the use of alternative promoters and alternative RNA processing. Molecular and cellular biology 1990, 10(4):1729-1742. Eccleston A, Cesari F, Skipper M: Transcription and epigenetics. Nature 2013, 502(7472):461. Grewal SI, Elgin SC: Transcription and RNA interference in the formation of heterochromatin. Nature 2007, 447(7143):399-406. Weissbach A, Ward C, Bolden A: Eukaryotic DNA methylation and gene expression. Current topics in cellular regulation 1989, 30:1-21. Antequera F, Boyes J, Bird A: High levels of de novo methylation and altered chromatin structure at CpG islands in cell lines. Cell 1990, 62(3):503-514. Chan KM, Fang D, Gan H, Hashizume R, Yu C, Schroeder M, Gupta N, Mueller S, James CD, Jenkins R et al: The histone H3.3K27M mutation in pediatric glioma reprograms H3K27 methylation and gene expression. Genes & development 2013, 27(9):985-990. Bartova E, Krejci J, Harnicarova A, Galiova G, Kozubek S: Histone modifications and nuclear architecture: a review. The journal of histochemistry and cytochemistry : official journal of the Histochemistry Society 2008, 56(8):711-721. Lennartsson A, Ekwall K: Histone modification patterns and epigenetic codes. Biochimica et biophysica acta 2009, 1790(9):863-868.
Mahardika & Saraswati Page 8 32. 33. 34. 35. 36. 37.
38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48.
Feinberg AP: Phenotypic plasticity and the epigenetics of human disease. Nature 2007, 447(7143):433-440. Reik W: Stability and flexibility of epigenetic gene regulation in mammalian development. Nature 2007, 447(7143):425-432. Suva ML, Riggi N, Bernstein BE: Epigenetic reprogramming in cancer. Science 2013, 339(6127):1567-1570. Baccarelli A, Rienstra M, Benjamin EJ: Cardiovascular epigenetics: basic concepts and results from animal and human studies. Circulation Cardiovascular genetics 2010, 3(6):567-573. Baccarelli A, Ghosh S: Environmental exposures, epigenetics and cardiovascular disease. Current opinion in clinical nutrition and metabolic care 2012, 15(4):323-329. Dayeh T, Volkov P, Salo S, Hall E, Nilsson E, Olsson AH, Kirkpatrick CL, Wollheim CB, Eliasson L, Ronn T et al: Genome-wide DNA methylation analysis of human pancreatic islets from type 2 diabetic and non-diabetic donors identifies candidate genes that influence insulin secretion. PLoS genetics 2014, 10(3):e1004160. Fradin D, Bougneres P: T2DM: Why Epigenetics? Journal of nutrition and metabolism 2011, 2011:647514. Pirola L, Balcerczyk A, Okabe J, El-Osta A: Epigenetic phenomena linked to diabetic complications. Nature reviews Endocrinology 2010, 6(12):665-675. Tomer Y: Mechanisms of autoimmune thyroid diseases: from genetics to epigenetics. Annual review of pathology 2014, 9:147-156. Hasham A, Tomer Y: Genetic and epigenetic mechanisms in thyroid autoimmunity. Immunologic research 2012, 54(1-3):204-213. Krupanidhi S, Sedimbi SK, Sanjeevi CB: Epigenetics and epigenetic mechanisms in disease with emphasis on autoimmune diseases. The Journal of the Association of Physicians of India 2008, 56:875-880. Dick KJ, Nelson CP, Tsaprouni L, Sandling JK, Aissi D, Wahl S, Meduri E, Morange PE, Gagnon F, Grallert H et al: DNA methylation and body-mass index: a genome-wide analysis. Lancet 2014. Buro LJ, Shah S, Henriksen MA: Chromatin immunoprecipitation (ChIP) to assay dynamic histone modification in activated gene expression in human cells. Journal of visualized experiments : JoVE 2010(41). Winter N, Nimzyk R, Bosche C, Meyer A, Bullerdiek J: Chromatin immunoprecipitation to analyze DNA binding sites of HMGA2. PloS one 2011, 6(4):e18837. Yamaguchi N, Winter CM, Wu MF, Kwon CS, William DA, Wagner D: PROTOCOLS: Chromatin Immunoprecipitation from Arabidopsis Tissues. The Arabidopsis book / American Society of Plant Biologists 2014, 12:e0170. Younesi E, Hofmann-Apitius M: A network model of genomic hormone interactions underlying dementia and its translational validation through serendipitous off-target effect. Journal of translational medicine 2013, 11:177. Ashburn TT, Thor KB: Drug repositioning: identifying and developing new uses for existing drugs. Nature reviews Drug discovery 2004, 3(8):673-683.