MEKANISME NEFROTOKSISITAS AMINOGLIKOSIDA : DILIHAT DARI TITIK INTEGRATIF Nefrotoksisitas adalah salah satu efek samping yang paling penting dalam keterbatasan terapi antibiotik aminoglikosida, terutama gentamisin. Meskipun pasien dipantau dengan ketat, nefrotoksisitas muncul dalam 10-25% dari program terapi. Dari dahulu, nefrotoksisitas aminoglikosida telah dianggap akibat dari kerusakan tubulus. Hal ini menyebabkan ketoksikan yang bersifat letal dan sub-letal pada perubahan reabsorbsi dalam sel tubulus dan dapat menyebabkan obstruksi tubular yang signifikan. Gejala-gejala penyakit pada kejadian nefrotoksik akibat penggunaan antibiotik aminoglikosida sering dikaitkan dengan berkurangnya filtrasi glomerulus. Pengurangan filtrasi glomerulus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi tubular dan kerusakan tubulus, yang berumpan balik menyebabkan aktivasi tubuloglomerular : vasokonstriksi ginjal dan kontraksi mesangial. Tinjauan ini menyajikan titik integratif interaksi dari tubular, glomerulus, dan pembuluh darah dari efek gentamisin dalam konteks yang paling baru (Lopez dkk, 2011). PENDAHULUAN : A. Aminoglikosida Antibiotika aminoglikosida banyak
digunakan dalam pengobatan berbagai infeksi
misalnya mata, paru, dan infeksi usus yang diakibatkan oleh bakteri gram negatif dan bakteri penyebab endokarditis. Toksisitas dari aminoglikosida diperkirakan berkaitan dengan struktur kationiknya, yang bergantung pada gugus amino dan distribusi molekulnya dalam tubuh. Aminoglikosida sebagian besar mempengaruhi ginjal (nephrotoksisitas) dan pendengaran (ototoksisitas). Terlepas dari efek toksik yang tidak diinginkan, antibiotik aminoglikosida masih digunakan dalam terapi. Hal ini dikarenakan stabilitas kimianya, efek bakterisida yang cepat, sinergisme dengan antibiotik betalaktam, kemungkinan resistensi obat kecil serta harganya murah. Meskipun menjadi salah satu yang paling nefrotoksik gentamisin masih sering digunakan sebagai obat lini pertama dan kedua dalam berbagai pengobatan. Selain itu, aminoglikosida ini telah banyak digunakan sebagai model untuk mempelajari nefrotoksisitas dari golongan obat, baik dalam percobaan hewan dan manusia. Meskipun ada beberapa review tentang mekanisme yang menjelaskan efek toksik dari gentamisin dalam epitel tubulus, pembuluh darah di ginjal dan glomerulus. Namun belum ada 1
yang menjelaskan mekanisme integrasinya. Dengan demikian, tujuan artikel ini adalah untuk meninjau efek dari gentamisin dalam beberapa kompartemen ginjal dengan pendekatan integratif yang menjelaskan lebih lanjut nefrotoksisitasnya (Lopez dkk, 2011) B. Nefrotoksisitas Gentamisin Insidensi dan faktor risiko Efek nefrotoksisitas yang disebabkan oleh antibiotik golongan aminoglikosida telah semakin meningkat sejak diperkenalkan, sampai mencapai 10-25% dari penggunaan,meskipun dilakukan pemantauan dan tindak lanjut pada pasien. Studi klinis mengarah pada kesimpulan bahwa kejadian kerusakan ginjal bervariasi tergantung pada target populasi, yang menunjukkan bahwa beberapa individu tampaknya lebih sensitif daripada yang lain. Manifestasi klinik Manifestasi klinik dari toksisitas aminoglikosida adalah poliuria, proteinuria, enzimuria, asam aminouria, glikosuria, terjadi hiperkalsiuria, hipermagnesuria, hipokalsemia dan hipomagnesia (Lopez dkk, 2011). Tabel . Faktor resiko yang terkait dengan pengobatan antibiotik aminoglikosida dan karakteristik pasien serta pemberian bersama obat lain
Pasien Pengobatan Geriatri Frekuensi pengobatan lama Fungsi ginjal menurun Dosis tinggi Kehamilan Split dosis Dehidrasi Pengurangan massa ginjal Hipotiroidisme Disfungsi hati Metabolik asidosis EFEK TOKSIK PADA TUBULAR
Obat lain NSAID Diuretik Amfoterisin Cisplatin Siklosporin Media kontras iodide Vankomisin Cephalosporin
Toksisitas tubular oleh gentamisin, dapat mengakibatkan dua kemungkinan yaitu : 1. Mematikan sel epitel tubular, terutama pada bagian proksimal, dengan adanya mekanisme inflamasi 2. Tidak mematikan, namun menimbulkan perubahan fungsional komponen sel membran yang
terdiri dari air dan transport zat terlarut. i.
Mekanisme Kematian Sel Tubulus
2
Akibat utama dari nefrotoksisitas aminoglikosida adalah sitotoksisitas pada tubular. Pengobatan pada hewan percobaan dengan gentamisin menyebabkan apoptosis serta nekrosis dari sel epitel tubulus. Dalam kultur sel, gentamisin juga menyebabkan apoptosis dan nekrosis dalam sel. Hal ini mungkin bergantung pada konsentrasi obat dari antibiotika gentamisin seperti senyawa sitotoksik lainnya yaitu cisplatin dan H2O2. Selain faktor konsentrasi obat, ketoksikannya bergantung pada faktor pemicu atau faktor predisposisi, seperti terjadinya iskemia pada parenkim ginjal. Apoptosis adalah suatu proses kematian sel secara terprogram yang bergantung pada ATP. Hipoksia menghambat respirasi dari sel, produksi ATP dan menginduksi kematian sel.
Gambar 1. Mekanisme dan jalur signaling pathway yang mendasari efek sitotoksik gentamisin. ATP, Adenosin Trifosfat; CaSR, Extracellular Calsium-Sensing Receptor; Cyto c, sitokrom c; ER, Retikulum Endoplasma; PPARα, Peroksisom Proliferator-Activated Reseptor α; ROS, Reactive Oxigen Species;UPR, Unfolded Protein Respons; ?, mekanisme yang berkontirbusi menimbulkan kematian tetapi tidak sepenuhnya diketahui.
Sitotoksisitas gentamisin terjadi pada sel-sel dimana obat tersebut terakumulasi. Pada ginjal, akumulasi obat terjadi di sel-sel epithelial korteks, terutama bagian tubulus proksimalnya (percobaan dengan hewan uji) serta terjadi pula akumulasi di tubulus distal dan duktus pengumpul (percobaan klinik pada manusia). Adanya akumulasi obat yang tinggi pada sel-sel tersebut menginduksi ekspresi transpoter dan terbentuknya suatu kompleks endositik oleh megalin dan kubulin, yang terbatas pada tubulus proksimal. Kompleks tersebut digunakan untuk memfasilitasi gentamisin masuk ke dalam sel, dikenal dengan proses endositosis. Setelah masuk kedalam kompartemen endosomal, gentamisin terakumulasi pada lisosom, aparatus golgi dan retikulum endoplasma. Gentamisin menimbulkan terjadinya fosfolipidosis 3
diakibatkan pada saat berikatan dengan membran fosfolipid, terjadi suatu perubahan mekanisme dan metabolisme dari fosfolipid. Disamping itu lisosomal fosfolipidosis terjadi akibat adanya perubahan atau gangguan fungsi pada enzim fosfolipase dimana terjadi hambatan pada enzim fosfolipase A1, A2 dan C1. Fosfolipidosis ini berkaitan erat dengan tingkat toksisitas dari antibiotika aminoglikosida. Fosfolipidosis pada lisosom mengaktivasi Cathepsin, Bid dan Bax, suatu enzim protease pada lisosom yang memediasi terjadinya kematian sel melalui proses apoptosis. Pada retikulum endoplasma gentamisin menghambat sintesis protein, merusak proses translasi dan mengaktifkan apoptosis melalui calpains dan caspase 12. Akumulasi gentamisin pada sitosol juga dapat menginduksi proses apotosis melalui aktivasi jalur intrinsik secara langsung maupun tidak langsung pada mitokondria, dengan mengganggu produksi ATP, mengganggu rantai pernafasan dan menghasilkan oksidatif stress akibat terjadinya peningkatan anion superoksida dan hidroksil radikal, yang selanjutnya berkontribusi terhadap kematian sel Gentamisin juga dapat mengaktivasi CaSR sehingga menyebabkan ion kalsium masuk kedalam sel dan terjadi peningkatan konsentrasi ion kalsium. Dengan meningkatnya konsentrasi ion kalsium maka terjadi peningkatan volume cairan dalam sel dan medorong terjadinya kematian sel (Ricarrdi, 2011).
Gambar 2. CaSR (Extracellular Calcium-Sensing Receptor)
ii. Perubahan Reabsorpsi Tubular 4
Gentamisin dapat menimbulkan kerusakan pada sel serta menghambat berbagai transporter membran seperti Na-Pi kotransporter, Na-H exchange atau Na-KATPase. Penghambatan transporter ini mempengaruhi tubular reabsorpsi. Defisiensi reuptake kalsium dan magnesium dapat menyebabkan hiperkalsiuria, hipermagnesuria, dan hipomagnesemia.
EFEK TOKSIK PADA GLOMERULUS Glomerulus merupakan bagian pertama dari ginjal yang kontak dengan agen kimia. Gentamisin memiliki efek pada glomerulus dengan mengubah filtrasi dari glomerulus. Gentamisin memberikan efek toksik pada glomerulus dengan beberapa mekanisme. i. Gentamisin menginduksi kontraksi mesangial sehingga terjadi pengurangan GFR ii. Merangsang proliferasi mesangial dan peningkatan apoptosis sel-sel glomerulus iii. Perubahan morfologi dari glomerulus (terjadi pembengkakan atau peningkatan ukuran) iv. Hilangnya barier selektif pada filtrasi glomerulus sehingga menimbulkan proteinuria.
Gambar 3. Efek Toksisitas Gentamisin pada Glomerulus. AP-1, Protein aktivator 1; CaSR, Extracellular Calsium-Sensing Receptor; ET-1, Endothelin-1; GBM, Glomerular Basement Membrane; GFB, Glomerular Filtration Barrier; GFR, Glomerular Filtration Rate; HMW, high molecular weight; Kf, 5
Koefisien ultrafitrasi; MMW, medium molecular weight; NO, Nitrit Oksida; PAF, platelet activating factor; PGE2, prostaglandin E2; PLA2, phospholipase A2; RAS, Sistem Renin-Angiotensin; ROS, reactive oxygen species; TXA2, thromboxane A2; ?, Patofisiologi yang belum diketahui.
Dari gambar 3 diketahui bahwa Gentamisin dapat menimbulkan efek toksik pada glomerulus dengan melibatkan beberapa mediator inflamasi seperti prostaglandin E 2, tromboxan A2 dan PAF. Pelepasan mediator inflamasi menyebabkan kontraksi pada sel mesangial, sehingga terjadi penurunan koefisien ultrafitrasi dan pada akhirnnya menimbulkan penurunan dari kecepatan fitrasi glomerulus. Terlepasnya mediator inflamasi dipicu oleh adanya akumulasi gentamisin pada glomerulus sehingga mengaktifkan sistem renin angiotensin, serta teraktivasinya CaSR. Proses ini akan menimbulkan konsentrasi ion kalsium didalam sel menjadi meningkat dan mengaktifkan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 merupakan enzim yang mengkatalisis pengubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat dan pada akhirnya mengaktivasi sikloksigenase untuk melepaskan mediator inflamasi. Peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam sel glomerulus dapat mengktivasi protein aktivator-1 (AP-1) yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel mesangial. Akumulasi gentamisin pada glomerulus juga dapat meningkatkan senyawa-senyawa radikal/reaktif oksidasi sehingga dapat memicu apoptosis. Selain itu, dengan adanya senyawa-senyawa radikal (ROS, Nitric Oxide) dapat pula memicu peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam sel dan menyebabkan proses seperti yang telah dijelaskan diatas terkait dengan ion kalsium. EFEK TOKSIK PADA VASKULAR Gentamisin dapat menginduksi penurunan aliran darah ginjal (Renal Blood Flow/RBF). Penurunan RBF menyebabkan penurunan koefisien ultrafitrasi dan GFR. Penurunan RBF disebabkan karena: 1. Aktivasi dari TGF(tubuloglomerulus feedback) untuk mencegah pengluaran cairan tubuh dan elektrolit dalam jumlah yang relatif banyak, 2. Aktivasi TGF menyebabkan vasokonstriksi karena mampu memicu agen-agen vasokonstriktor. Agen-agen vasokonstriktor adalah endothelin-1, angiotensin II, tromboxan A2. Selain terjadi peningkatan agen vasokonstriktor juga terjadi penurunan vasodilator seperti prostaglandin. Mekanisme efek toksik pada pembuluh darah di ginjal dapat dilihat gambar 4.
6
Gambar 4. Efek toksik gentamisin pada vaskular. Ade, adenosin; ANG-II, angiotensin-II; ET-1, endothelin-1; GFR, glomerular filtration rate; Kf, koefisien ultrafiltrasi; PAF, platelet-activating factor; PGs, prostaglandins; ROS, reactive oxygen species; TXA2, thromboxane A2
Patofisiologis Nefrotoksisitas Gentamisin secara Integratif Secara sederhana, nefrotoksikitas gentamisin dianggap sebagai tubulopathi di mana kerusakan tubulus dan disfungsi tubulus adalah penyebab utama insufisiensi ginjal. Hal ini mungkin menjelaskan beberapa pengamatan klinis, seperti proteinuria, enzymuria, dan perubahan elektrolitik. Namun, seperti yang dijelaskan dalam bab ‘efek tubulus tidak sematamata dapat menjelaskan pengurangan laju filtrasi glomerulus’, dengan tidak adanya obstruksi tubulus, kerusakan tubulus itu sendiri tidak dapat menjelaskan berkurangnya GFR tanpa adanya faktor extratubular. Pengurangan GFR perlu ditetapkan dalam rangka untuk menjelaskan secara lengkap perubahan fungsi ekskretoris ginjal, yang mengarah ke akumulasi produk metabolisme dalam darah, azotemia, uremia, dan semua sindrom ginjal yang dipicu oleh gentamisin. Perbedaan mekanisme glomerulus dan tubulus terhadap penurunan GFR Disfungsi tubulus menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit sehingga mempercepat respon TGF, yang menurunkan RBF dan GFR ke level yang sesuai. Karena, pada keadaan fisiologis ~99% air dan elektrolit dalam ultrafiltrasi diserap di sepanjang tubulus, penurunan GFR secara drastis harus dicapai untuk mengompensasi penurunan reabsorpsi tubulus yang kecil 7
sehingga mencegah kehilangan air dan elektrolit. Itulah sebabnya cedera ringan pada epitel tubulus dapat menyebabkan penurunan GFR dan gagal ginjal. Namun, kemampuan adaptasi TGF beberapa saat dan kontrolnya terhadap GFR dapat hilang bahkan ketika jumlah tubulus yang rusak meningkat. Akan tetapi pada pengamatan klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa, meskipun adaptasi TGF, GFR tumbuh lebih rendah sebagai proses kerusakan yang diinduksi oleh gentamisin, seperti dijelaskan dalam bagian sebelumnya. Gambar 5, menunjukkan mekanisme yang menyebabkan berkurangnya GFR. Hal ini dapat diamati bahwa kerusakan tubulus yang mengarah ke cacat reabsorpsi adalah satu-satunya mekanisme yang menyebabkan tidak ada pengurangan GFR secara langsung, meskipun mekanisme tersebut menurunkan GFR secara tidak langsung dengan mengaktifkan mekanisme TGF, setidaknya untuk sementara. Obstruksi tubulus secara progresif meningkat seiring dengan kerusakan tubulus, sebagaimana ia berkontribusi terhadap penurunan GFR. Namun mekanisme itu hanya sebagian dari keseluruhan mekanisme yang menjelaskan penurunan GFR, terutama pada fase awal cedera ginjal akut, yang paling relevan dalam situasi klinis. Dalam keadaan ini (Gambar 5), sejumlah faktor dapat memegang peran terhadap penurunan GFR ketika tidak adanya kontrol yang diperantarai oleh TGF. Faktor-faktor yang mempengaruhi diproduksi oleh sel-sel mesangial, pembuluh darah, dan sel tubulus, termasuk ROS, PAF, angiotensin-II, dan endotelin-1 bertindak dalam autokrin dan parakrin dengan cara menginduksi kontraksi glomerulus dan sel mesangial, yang mengurangi RBF dan Kf, masing-masing, dan menurunkan GFR. Pertanyaannya adalah jika bagian dari penurunan GFR yang disebabkan oleh gentamisin masih akan terjadi, seharusnya perubahan tubulus harus diselesaikan dan dicegah, atau, apakah glomerulus dan efek vaskular merupakan bagian terpenting dari kerusakan tubulus. Seperti dijelaskan di atas, induksi gentamisin dalam aktivitas mesangial dan kontraksi telah didokumentasikan dalam kultur, sel mesangial terisolasi, menunjukkan bahwa tidak ada stimulasi turunan tubulus yang diperlukan untuk efek ini. Selain itu, penurunan GFR dan RBF dapat berkontribusi untuk memperparah kerusakan induksi gentamisin-tubular, mungkin karena mereka kekurangan oksigen dan nutrisi dalam sel tubulus dan difasilitasi oleh tekanan oksidatif, seperti yang telah ditunjukkan dalam gagal ginjal iskemik. Pusat tekanan oksidatif dan peradangan: penjelasan kerusakan dan hubungan mekanisme antara tubulus dan glomerulus 8
Tekanan oksidatif memiliki peran penting dalam nefrotoksisitas gentamisin. Hal ini terutama didasarkan pada berbagai penelitian yang dilakukan dalam model eksperimental, menunjukkan pengobatan dengan berbagai perlindungan antioksidan dari induksi gentamisin yang menyebabkan kerusakan ginjal, meskipun data klinis tidak begitu meyakinkan. Gentamisin secara langsung meningkatkan produksi ROS mitokondria, yang dapat (i) merusak banyak molekul seluler, termasuk protein, lipid, dan asam nukleat, sehingga merusak fungsi sel dan menyebabkan kematian sel, (ii) berkontribusi pada mesangial dan kontraksi pembuluh darah (seperti yang dijelaskan dalam bagian 'efek Glomerulus 'dan' efek Vaskular '), dan (iii) berpartisipasi dalam peradangan. Nefrotoksisitas gentamisin meliputi respon radang dalam
hewan percobaan
dan
manusia melalui infiltrasi sel, aktivasi sel-sel resident dan peningkatan produksi sitokin dan permeabilitas kapiler yang tinggi.
9
Gambar 5. Gambaran terjadinya mekanisme nefrotoksisitas gentamisin. Bisa dilihat bahwa tidak adanya obstruksi tubulus yang signifikan, mekanisme vaskular dan mesangial sangat penting untuk menjelaskan terjadinya penurunan filtrasi glomerulus (GFR) dan ekskresi ginjal, satu-satunya dengan adaptasi tubuloglomerular feedback (TGF). ANG-II, angiotensin-II; ATP, adenosin trifosfat; ET-1, endothelin-1; GFR, laju filtrasi glomerulus; Kf, koefisien ultrafiltrasi; ∆P, batas tekanan ultrafiltrasi; PAF, faktor aktivasi platelet; Pt, tekanan intratubular; RBF, aliran darah di ginjal.
Nefrotoksisitas gentamisin telah menunjukkan pengaruh respon inflamasi pada hewan uji dan manusia, dengan infiltrasi sel, aktivasi sel resident, meningkatkan produksi sitokin dan 10
hiperpermeabilitas kapiler. Respon inflamasi merupakan inisiasi perlawanan dan perlindungan ketika terjadi kerusakan pada ginjal. Kenyataannya, strategi perlindungan dari induksi gentamisin terhadap kerusakan ginjal biasanya menghambat respon inflamasi. Pada kasus ini, ROS berpartisipasi dalam memicu dan mengenali inflamasi, itu sebabnya kenapa antioksidan sangat efektif pada kerusakan ginjal secara perlahan yang disebabkan oleh gentamisin (Gambar 7) dan umumnya, nekrosis tubular yang diinduksi oleh nefrotoksin. ROS seperti anion superoksida dan hydrogen peroksida mengaktivasi nuclear factor κB, yang menjadi kunci pemicu proses inflamasi. Inhibitor nuclear factor kB melindungi kerusakan ginjal yang diinduksi oleh gentamisin. Nuclear factor kB menginduksi terbentuknya sitokin proinflamasi dan iNOS. Sebagaimana digambarkan dibawah, derivate iNOS NO dapat bereaksi dengan anion superoksida dan memproduksi peroksinitrit, radikal yang reaktif yang berkontribusi terhadap kerusakan sel dan pengurangan relaksasi vaskular
Gambar 6. Perbandingan secara temporer evolusi dari proses terjadinya kerusakan ginjal akut, nekrosis tubular, filtrasi glomerulus, feedback dari tubular glomerulus dan kontraksi vascular dan mesangial pada perlakuan dengan gentamisin.
Bisa diperkirakan bahwa efek antioksidan mungkin berhubungan dengan kombinasi aksi dari berbagai level, diantaranya: 1) sitotoksik langsung gentamisin (seperti dijelaskan diatas), 11
2)penghambatan vasokontriksi dan konstraksi mesangial, 3) aksi antiinflamasi. Tetapi hanya sedikit informasi tentang kemampuan antioksidan dalam memodulasi efek sitotoksik secara langsung dari gentamisin pada kultur sel-sel tubula. Sejauh yang diketahui, hanya Juan et al., yang melaporkan efek proteksi pada kasus ini. Pada artikel mereka, menyebutkan tetrametilpiperazin mengurangi akumulasi ROS dan apoptosis pada sel NRK-52E ginjal tikus. Disisi lain efek tetrametilpiperazin pada sel viable tidak dilaporkan. Karena banyaknya jalur opotosis dan nekrosis yang memicu kematian sel sebagai akibat dari aksi gentamisin, dan proses terjadinya tidak diketahui maka efek sitoproteksi langsung oleh inhibisi ROS tidak diketahui. Dalam kasus lain, pada gambar 7 aksi respon inflamasi mekanisme menjadi masuk akal dalam mendukung mekanisme kerusakan. Bermula pada kerusakan sel termasuk kematian jaringan yang memicu respon inflamasi. Serpihan jaringan dan sel masuk kedalam area ekstraselular memacu inflamasi, dimana inflamasi yang lebih besar terjadi dan memicu respon inflamasi kembali. Inflamasi juga mengaktivasi sel glomerulus dan sel mesangial, sel podocyte dan epithelial, sel endothelial dan lokasi asal dan infiltrasi leukosit. Ini, pada gilirannya memproduksi sitokin dan growth factor yang berkontribusi pada proses patofisiologi dalam efek yang berbeda-beda (Gambar 7), termasuk pemicuan kerusakan tubulus. Sebagai contoh, inflamasi dan stres oksidatif memberi hubungan antara nekrosis tubular dan aktivasi dan kontraksi glomerular dan vaskular, yang pada akhirnya berkontribusi lanjut pada kerusakan tubulus, utamanya melewati reduksi dalam RBF.
12
Gambar 7. Alur inflamasi pada tubulus, glomerulus dan vascular ginjal yang dipengaruhi oleh gentamisin oleh PAF, faktor aktivasi platelet, RBF, aliran darah pada ginjal, ROS, spesies oksigen yang rektif, TLRs, toll like reseptor
IMPLIKASI KLINIK UNTUK MENCEGAH TERJADINYA NEFROTOKSISITAS Pencegahan terjadinya nefrotoksisitas adalah tujuan dari terapi yang belum terpenuhi yang akan meningkatkan profil dari utilitas farmako-toksikologi dan klinis banyak obat secara signifikan, termasuk golongan aminoglikosida (AG). Dalam banyak kasus, nefrotoksisitas adalah pembatasan paling penting untuk dosis atau intensitas dari cara pengobatan dan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius dan bahkan kematian pada kasus. Nefrotoksisitas merupakan masalah di semua pengaturan klinis, tetapi sangat relevan pada pasien sakit kritis. Diperkirakan bahwa 25% dari 100 obat yang paling umum digunakan dalam unit perawatan intensif yang berpotensi nefrotoksik dan terjadinya nefrotoksisitas tersebut bertanggung jawab selama 10-20% dari kasus gagal ginjal akut. Disamping pemantauan yang baik, pemeliharaan hidrasi pasien dan penerapan dialisis bila diperlukan, tidak ada alat terapi yang tersedia untuk mencegah atau mengurangi nefrotoksisitas obat. Ada strategi pencegahan sedikit atau tidak disesuaikan untuk obat nefrotoksik individu berdasarkan mekanisme spesifik tindakan.. Namun ini merupakan tantangan lain untuk masa depan. Selain identifikasi senyawa yang kurang beracun, beberapa strategi-strategi baru
untuk mencegah nefrotoksisitas
aminoglikosida sedang dalam berbagai tahap perkembangan, khususnya di level praklinis. Penghambatan akumulasi tubulus Sebuah strategi yang diusulkan berfokus untuk menemukan obat yang dapat mencegah akumulasi aminoglikosida dengan mengganggu mekanisme transportasi. Sebuah target yang jelas berhubungan dengan mesin endocytic megalin AG bertanggung jawab untuk transportasi dan akumulasi sel-sel tubulus dan pendengaran. Penghambatan transportasi aminoglikosida dapat diperkirakan oleh jalur (i) adanya kompetitor pada reseptor yang sama menggantikan posisi aminoglikosida untuk berikatan atau (ii) inhibitor spesifik dari jalur endocytic. Protein tertentu, fragmen-fragmennya dan ligan peptida dasar dari megalin mengurangi akumulasi gentamisin di tubulus ginjal dan sel-sel tubulus in vivo dengan menghambat pengikatan obat pada brush border. Golongan statin telah terbukti mengurangi akumulasi gentamisin dalam sel dan kerusakan ginjal melalui mekanisme yang melibatkan isoprenoid geranyl. Endositosis yang 13
diperantarai megalin melibatkan protein lain dengan fungsi mengikat, adaptor dan fungsi tidak dikenal seperti, cubilin, disabled-2, rantai logam myosin nonmuscle IIA dan b-aktin, yang tampaknya untuk berpartisipasi dalam lalu lintas endocytic. Protein-protein ini dan lainnya dihasilkan dari
pengetahuan yang menyeluruh akan mekanisme endocytic, sebagai target
potensial untuk pencegahan farmakologi dari akumulasi aminoglikosida. Memang, gangguan genetik myosin VI atau pengobatan dengan inhibitor blebbistatin dapat mengurangi penyerapan protein yang diangkut oleh kompleks megalin. Knockout myosin VI albuminuria pada tikus tidak menunjukkan perubahan dalam urin yang dikeluarkan atau ekskresi elektrolit. Hasil-hasil awal menunjukkan potensi untuk eksplorasi lebih lanjut. Namun, konsekuensi klinis (misalnya, proteinuria) dapat mengganggu endositosis yang diperatarai megalin sebagai mekanisme nefroprotektif yang akan ditentukan dalam jangka pendek dan panjang. Dalam penelitian ini, myosin VI tikus knockout menunjukkan dilatasi tubulus dan fibrosis, konsisten dengan adanya proteinuria. Cotreatment dengan obat renoprotektif Strategi lain adalah didasarkan pada obat nefroprotektif untuk co-pengobatan dengan aminoglikosida. Tingkat praklinis, beberapa molekul telah menunjukkan untuk memberi efek pelindung dan nefrotoksisitas obat, terutama nefrotoksisitas aminoglikosida. Sejauh ini, kebanyakan studi telah menguji kemampuan antioksidan untuk mengurangi nefrotoksisitas aminoglikosida. Dengan pengecualian pasien yang diteliti, semuanya masing-masing dilakukan pada hewan. Studi praklinis memberikan informasi yang jelas tentang efek menguntungkan dari antioksidan. Namun, hasil ini perlu dieksplorasi lebih lanjut dalam pengaturan klinis, seperti yang dijanjikan, meskipun tidak kompatibel, hasilnya diperoleh perlindungan oleh antioksidan dalam nefrotoksisitas dari obat-obat lain. Dalam kebanyakan studi lain di mana peradangan dievaluasi, dapat disimpulkan bahwa mereka bisa mengerahkan efek mereka melalui aksi antiinflamasi dan sitoprotektif. Peningkatan RBF juga mungkin menipiskan nefrotoksisitas aminoglikosida, bahkan secara independen dari kerusakan tubulus. Sebuah peningkatan RBF oleh preglomerular atau vasodilatasi umum dapat meredam peningkatan GFR dan kerusakan tubulus disebabkan atau diperkuat oleh berkurangnya aliran. Dalam pengertian ini, hasil yang menjanjikan telah diperoleh pada hewan uji dengan inhibitor PAF, meskipun mereka belum diujikan pada manusia. Ini bisa 14
menjadi strategi yang menarik untuk dikembangkan. Secara umum, vasodilator juga mengendurkan sel mesangial dan meningkatkan Kf. Dengan demikian, peningkatan GFR tidak hanya akibat dari perbaikan hemodinamik tetapi juga Kf modulasi. Inhibitor tromboksan A2 telah digunakan dalam sebuah studi dengan hasil proteksi. Antagonis kalsium pelindung juga telah digunakan dengan hasil yang bertentangan di tingkat praklinis. Kami telah menemukan hanya dua studi yang dilakukan pada manusia. Mereka mencatat bahwa proteksi tersebut diberikan oleh saluran kalsium verapamil dan nifedipin blocker pada nefroksisitas gentamisin. Efek dari antagonis kalsium mungkin tergantung pada tingkat relatif kontraksi sel mesangial dan pembuluh preglomerular dan postglomerular dan pada bobot dari vasokonstriksi dan kontraksi mesangial dalam keseluruhan efek dari therapeutic regimen aminoglikosida baik eksperimental ataupun klinis. Hal ini, pada gilirannya, mungkin juga tergantung pada dosis dan durasi akumulasi pengobatan, obat dan sebagainya. Sebuah catatan peringatan juga harus diatur di sini, karena konsekuensi klinis dari GFR meningkat tanpa perbaikan paralel dalam kerusakan tubulus dapat menyebabkan proteinuria masif dan hilangnya air dan elektrolit.
Strategi lain Efek lain dari potensi nefroprotektif yang harus dicari adalah blokade dari respon kekebalan. Faktanya penemuan genetik toll-like reseptor-4 telah ditunjukkan untuk mengurangi lesi ginjal yang disebabkan oleh iskemia reperfusion cisplatin dan pada tikus, di mana peradangan memiliki peran patologis pusat. Memang, ROS terlibat dalam toll-like reseptordimediasi inflamasi. Mungkin, campuran yang mengandung beberapa obat yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan tubulus dan peradangan, dan hemodinamik ginjal harus dievaluasi baik di tingkat praklinis dan klinis. KESIMPULAN DAN PERSPEKTIF Integrasi efek tubulus, glomerulus dan vaskular dari aminoglikosida berdasarkan buktibukti yang disajikan dalam paper ini konsisten dengan komponen penting dari kerusakan tubulus. Derajat berat dari gagal ginjal akut disebabkan oleh gentamisin, obstruksi tubulus mungkin menjelaskan, setidaknya sebagian, dalam menurunkan GFR. Namun, dalam kasuskasus ringan dan tahap awal kasus yang parah, yang mengatakan, tanpa adanya obstruksi tubulus 15
yang signifikan, penurunan GFR hanya dapat dijelaskan oleh mekanisme extratubular, yaitu, mesangial dan vaskular kontraksi. Hal ini kemudian dihasilkan dari (i) mekanisme TGF, dengan penjelasan terbatas dan sementara pada bab ‘efek tubulus tidak semata-mata dapat menjelaskan pengurangan laju filtrasi glomerulus’ (ii) kontraksi mesangial dan pembuluh darah langsung, dan mesangial tidak langsung (iii) dan kontraksi pembuluh darah yang diproduksi oleh mediator inflamasi dan parakrin. Peradangan diketahui hasil dari kerusakan jaringan, terutama yang dihasilkan dari nekrosis sel. Namun, masih harus dijelaskan (i) jika semua respon inflamasi adalah konsekuensi dari kerusakan tubulus atau juga sebagian diaktifkan atau diperkuat oleh mekanisme nekrosis tubular independen, dan (ii) apa kontribusi langsung dari efek-efek extratubular terhadap sindrom secara keseluruhan oleh gentamisin, yang benar-benar independen dari kerusakan tubulus, dan mekanisme yang diturunkan dari kerusakan tubulus yang mengubah fungsi glomerulus dan pembuluh darah. Akhirnya, harus ditekankan bahwa strategi nefroprotektif yang sudah dikenal dan yang baru juga harus diuji untuk efek-efek potensialnya pada efek bakterisida dari aminoglikosida. Masalah ini belum dibahas dalam penelitian ginjal. Sebagai contoh, stres oksidatif telah diusulkan untuk berkontribusi terhadap efek bakterisida dari aminoglikosida. Kemudian, pengobatan dengan antioksidan yang bertujuan untuk mengurangi nefrotoksisitas juga dapat mengganggu
aktivitas
antibiotiknya.
Dengan
demikian,
model
gabungan
nefrotoksisitas/nefroprotektif dan sepsis harus dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA Schnellman RG, Kelly Katrina J, Phatophysology of Nefrotoxic Acute Renal Failure,Kidney Atlas Book I, Chapt 15. Ricardi D, 2008, Molecular Physiology of Extracellular Calcium-Sensing, CaR, School of Bioscience, Cardiff University De Souza, V. B.; Oliveira, R. F.; Lucena, H. F, et al , 2009, Gentamicin induces renal morphopathology in Wistar rats. Int. J. Morphol., 27(1):59-63. Lopez-Novoa J.M, Quiros Yaremi,et al, 2010, New Insights Into The Mechanichem of Aminoglycoside Nefrotoxicity: An Intergrative Point of View,Kidney International 79, 33-35
16
17