BAHAN KULIAH
MEKANIKA FLUIDA (MEC 3403 P)
Ir. SUDARJA, M.T. JURUSAN TEKNIK MESIN, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
i
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Definisi Fluida Fluida adalah suatu zat yang mengalami perubahan bentuk secara kontinyu apabila terkena tegangan geser (shear stress) betapapun kecilnya. Definisi lain mengatakan bahwa fluida adalah zat yang mampu mengalir, sehingga fluida juga sering disebut zat alir. Perhatikan gambar berikut ini :
Gb. 1.1.1. Deformasi akibat gaya geser
Bayangkan bahwa ada suatu zat yang diletakkan diantara dua plat. Plat bawah ditahan diam (fixed),dan plat atas diberi gaya geser sebesar F ( F cukup kecil ). Kita tinjau elemen abcd. Sesaat setelah F bekerja pada plat atas, maka elemen abcd berubah bentuk menjadi ab'c'd, dan pada saat selanjutnya akan berubah bentuk lagi secara kontinyu selama F masih bekerja pada pelat atas. Apabila gaya F dihilangkan (removed) maka elemen yang kita tinjau tersebut tidak akan kembali lagi ke bentuk semula (abcd). Semua zat yang mempunyai sifat demikian dapat disebut sebagai fluida (fluid).
1
1.2.
Mekanika Fluida dan Lingkup Penerapannya. Mekanika fluida adalah suatu pengetahuan teknik yang mempelajari tingkah laku fluida baik dalam keadaan diam maupun bergerak. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam mekanika fluida adalah : a. Hukum kekekalan massa (hukum kontinyuitas) b. Hukum kekekalan energi (hukum Thermodinamika I) c. Hukum kekekalan momentum (perubahan momentum dan impuls) Penggunaan atau penerapan dari mekanika fluida antara lain adalah pada : a. Pemindahan fluida (fluid transport), dari suatu tempat ke tempat yang lain, contoh: -
Pasokan air minum
-
Pasokan gas alam
-
Pemipaan zat-zat kimia pada pabrik kimia.
Untuk keperluan ini peralatan yang diperlukan antara lain: pompa, kompresor, pipa-pipa, katub (valves) dll. b. Pembangkit Tenaga Listrik Disini fluida digunakan untuk sarana membangkitkan tenaga listrik. Peralatan yang digunakan adalah: Turbin air (fluidanya air) untuk PLTA (Water power Plant Station), turbin uap (fluidanya uap) untuk PLTU (Steam Power Plant Station), atau turbin gas (fluidanya gas hasil pembakaran) untuk PLTG (Gas Power Plant Station ). c. Pengendalian lingkungan (Environmental Control) Prinsip-prinsip mekanika fluida digunakan dalam perencanaan pengaliran refrigeran di dalam sistim pengkondisian udara, pengaliran air panas ke kamar mandi, pengaliran udara panas masuk ke ruang bakar ketel uap dll. d. Transportasi Perencanaan semua peralatan transportasi baik di darat,laut maupun udara menggunakan prinsip-prinsip mekanika fluida, yaitu terbentuknya garis alir (stream line) sedemikian rupa sehingga gaya yang berlawanan arah dengan arah gerakan kendaraan (drag) dapat diminimalkan . Pada
2
transportasi air (laut), gaya apung (buoyant Force) harus diperhitungkan sebaik mungkin supaya kendaraan stabil dan tidak tenggelam. Pada transportasi udara (pesawat terbang), konstruksi pesawat dan profil dari aerofoil harus direncanakan untuk mendapatkan gaya angkat (lift) yang memadai agar pesawat tidak jatuh. Disamping hal- hal diatas, masih banyak lagi penerapan dari prinsipprinsip mekanika fluida dalam kehidupan sehari- hari baik di dalam dunia industri maupun dalam rumah tangga.
1.3.
Dimensi dan Satuan Dimensi dasar yang digunakan dalam mekanika fluida adalah panjang (L), massa (M), waktu (T), temperatur atau suhu ( ), dan gaya (F). Dari dimensi- dimensi dasar tersebut dapat diturunkan menjadi berbagai dimensi atau besaran untuk memenuhi keperluan ilmu teknik, dan disebut besaran turunan (derived dimension), misalnya: kecepatan, percepatan, volume, kerapatan dan lain- lain. Satuan dari besaran- besaran tersebut tergantung dari sistim yang digunakan. Ada beberapa sistim satuan yang digunakan dalam ilmu- ilmu teknik, yaitu: 1. BG (British Gravitational) atau USC (US Costumary) atau sistim British/ Inggris. 2. SI (System Internationale) 3. US Inconsistent 4. Metric, cgs 5. Metric, mks Kita perhatikan satuan dari besaran- besaran pokok dalam berbagai sistim satuan :
3
Tabel 1.3.1. Besaran pokok dan satuannya dalam berbagai sistim satuan Besaran
US Incon
Metric
Metric
sistent
cgs
mks
g
kg
ft
cm
m
dt
dt
dt
dt
R
K
o
K
K
Lb
N
lb
dyne
Kgf
Dimensi
BG
SI
Massa
M
Slug
kg
Lbm
Panjang
L
Ft
m
Waktu
T
Dt
Temperatur
o
Gaya
F
Catatan : pada tahun 1967 satuan (
o
R
K) diganti menjadi (K)
Dari berbagai sistim satuan diatas, yang paling banyak digunakan adalah sistim SI dan BG. Berbagai besaran turunan dalam sistim SI dan BG ditunjukkan pada tabel 1.3.2 di bawah. Dalam sistim satuan SI, gaya merupakan besaran turunan berbentuk MLT -2, satuannya newton, yaitu gaya yang diperlukan untuk mempercepat benda dengan massa 1 kilogram pada tingkat percepatan 1 meter per detik per detik. 1 N = (1kg)(1m/dt2) Sedangkan pada sistim satuan BG (=USC), gaya merupakan besaran pokok dan massa merupakan turunan (F/a) dan berbentuk FL-1T2, satuannya slug, yaitu suatu massa dimana percepatannya 1 ft per detik per detik pada waktu dikenai gaya sebesar 1lb. Di masyarakat cukup populer atau cukup banyak yang menggunakan kg untuk satuan berat (gaya). Ini adalah kesalahan yang lazim terjadi. Sebenarnya yang dimaksudkan adalah kgf ( satuan gaya berat dalam sistim metrik, mks). Bila seseorang membeli 1 kg gula, maka artinya ia membeli gula dengan massa 1 kg, dan gaya dari 1 kg massa tersebut adalah 1 kgf = (1 kg) (9,81m/dt2) ekuivalen dengan 9,81 N. Karena 1 lb berat mempunyai massa sekitar 0,4536 kg, maka faktor konversinya adalah 1,00/0,4536 = 2,205 lb/kgf.
4
Tabel 1.3.2. Besaran- besaran turunan dan satuannya dalam sistim satuan BG dan SI Besaran Luas Kecepatan
Satuan pada
Satuan pada
sistim BG
sistim SI
ft2
m2
LT-1
ft/dt (=fps)
m/dt
Notasi Dimensi A u atau v
L2
Percepatan
a
LT-2
ft/dt2
m/dt2
Volume
V
L3
ft3
m3
Kerapatan
ML-3
slug/ft3
kg/m3
Berat Jenis
FL-3
lb/ft3 (=pcf)
N/m3
Tekanan
P
FL-2
lb/in2 (=psi)
N/m2
Viskositas
FTL-2
lb.dt/ ft2
N.dt/m2
L2 T-1
ft2/dt
m2/dt
Daya
P
FL T-1
ft.lb/dt
N.m/dt (=Watt)
Laju Aliran
Q
L3 T-1
ft3/dt (=cfs)
m3/dt
Energi
E
FL
ft.lb
N.m (=J)
Frekuensi
F
T-1
cycle/dt (=dt-1)
Hz (=hertz= dt-1)
Viskositas Kinematis
Oleh karena itu di dalam ilmu- ilmu teknik kita harus berhati- hati dan konsisten dalam pemakaian konsep massa dan berat, yaitu kg untuk massa dan newton untuk berat atau gaya pada sistim satuan SI, sedangkan dalam sistim satuan BG, slug untuk massa dan lb untuk berat atau gaya.
1.4. Massa (m), dan Berat (W) Massa suatu zat yang dinotasikan dengan m adalah suatu ukuran kelembaman dari zat itu sendiri. Satuan massa adalah: kilogram (kg), slug. Untuk keperluan praktis, 1 kg massa adalah massa dari 1/1000 m3 air suling pada 4 oC. Massa suatu zat tidak berubah dimanapun berada. Berat suatu zat adalah gaya gravitasi yang bekerja pada massa tersebut. W = m.g ; dengan
5
g = percepatan gravitasi. Satuan berat adalah newton ( = N = kg.m/dt 2) dalam sistim satuan SI, dan lb dalam sistim satuan BG . Berat suatu zat akan berubah bila berada pada daerah dengan percepatan gravitasi yang berbeda. Contoh : Suatu benda di daerah A yang percepatan gravitasinya g = 9.806 m/dt
2
mempunyai berat 10 N. Berapa berat benda tersebut seandainya berada di daerah B yang percepatan gravitasinya g = 9,7 m /dt 2 ? Jawab : m = W/g = 10/9,806 kg ; W di B = (10/9,806)(9,7) = 9,892 N
1.5. Skala Tekanan
Gb.1.5.1. Skala pengukuran tekanan
Standard atmospheric pressure adalah tekanan rata-rata pada permukaan air laut.
Untuk titik 2 pabs = pbar + pgage …………………………………………
(1.5.1)
Untuk titik 1 pabs = pbar + (-pgage) = pbar - pgage …………………………
(1.5.2)
Tekanan lokal (local atmospheric pressure) diukur dengan barometer air raksa.
6
Contoh: Tekanan atm lokal = 720 mm Hg Tekanan gage
= 100 mm Hg
Maka tekanan abs = 820 mm Hg
Tekanan atm. lokal =720 mm Hg Tekanan absolut = 460 mm Hg Maka tekanan gage = -260 mm Hg = 260 mm Hg vakum (suction).
1.6. Suhu (Temperature) Satuan temperatur yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari- hari adalah o C dan o
F=
o
C=
o
F. Hubungannya adalah :
9 o ( C) + 32 5 5 o ( C - 32 ) 9
Sedangkan didalam perhitungan- perhitungan teknik, yang digunakan adalah temperatur absolut, yaitu Kelvin ( K ) untuk sistim satuan SI, dan derajat Rankin ( o R ) untuk sistim satuan BG. o
R=
o
F + 460
K =
o
C + 273
7
BAB II SIFAT- SIFAT FLUIDA
2.1. Massa Jenis atau Kerapatan (),Volum Jenis (v), dan Berat Jenis Kerapatan (density) suatu zat adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut dan dinyatakan dengan massa per satuan volume.
= m / V …………………………………………
( 2.1.1)
Satuan kerapatan yaitu : kg/m3, slug/ft3 Kerapatan relatif antara zat 1 dan 2 adalah perbandingan antara kerapatan zat 2 terhadap zat 1. 21 =
2 ………………………………………… 1
( 2.1.2 )
Biasanya kerapatan relatif menggunakan air sebagai acuannya sehingga r =
.air
…………………………..……………
Kerapatan relatif juga sering disebut gravitasi jenis (S) =
( 2.1.3 )
.air
( 2.1.4 )
Volume Jenis (specific volume) dari suatu zat (v) adalah volume yang ditempati oleh satu satuan massa zat tersebut atau merupakan kebalikan dari kerapatan. v = V / m ……………………………..………
( 2.1.5 )
v = 1 / ………………………………………
( 2.1.6 )
Berat jenis (specific weight) dari suatu zat adalah gaya gravitasi terhadap 1 satuan volume zat tersebut. = .g = g / v .…………………………………
( 2.1.7 )
2.2. Viskositas Viskositas adalah ukuran ketahanan fluida terhadap deformasi (perubahan bentuk) akibat tegangan geser ataupun deformasi sudut (angular deformation). Timbulnya viskositas disebabkan oleh gaya kohesi dan pertukaran momentum dari molekul-molekul fluida. 8
Gb 2.2.1. Profil kecepatan dan gradien kecepatan
Menurut Newton, tegangan geser dalam suatu fluida sebanding dengan laju perubahan kecepatan
normal terhadap aliran. Laju kecepatan
ini juga
sering disebut gradien kecepatan. Gradien kecepatan pada setiap harga y didefinisikan du dy
= lim
u …………………………… y
( 2.2.1 )
y0 Tegangan geser yang timbul : =
du ……………………….……………… dy
( 2.2.2 )
Persamaan ( 2.2.2 ) disebut persamaan Newton untuk Viskositas.Fluida yang memenuhi persamaan ini disebut fluida newton (Newtonion fluid) dimana viskositas tidak tergantung pada besarnya deformasi
du ; contoh: dy
air, udara, gas. Zat-zat yang tidak memenuhi persamaan tersebut disebut non Newtonion, dapat bersifat plastis (pasta gigi), shear thinning (kecap) atau shear thickening. Hubungan antara tegangan geser dan deformasi ditunjukkan pada gambar berikut.
Gb 2.2.2. Diagram rheologi
9
Faktor proporsional pada persamaan ( 2.2.2 ) disebut viskositas absolut (absolute Viscosity) atau viskositas dinamis (dynamic viscosity) atau coefficient of viscocity, untuk selanjutnya disebut viskositas. Timbulnya viskositas disebabkan oleh adanya kohesi dan pertukaran momentum dari molekul-molekul fluida. Persamaan ( 2.2.2 ) dapat juga ditulis:
=
=
du dy
…………………………………………
F/A ………………………………………… du dy
( 2.2.3 )
( 2.2.4 )
Perubahan tekanan dan suhu dapat mempengaruhi besarnya viskositas. Dalam perhitungan praktis, perubahan viskositas karena perubahan tekanan bisa diabaikan karena sangat kecil, yang sangat berpengaruh adalah karena perubahan suhu. Untuk zat cair (Liquid) : Viskositas banyak dipengaruhi oleh gaya kohesi antar molekul. Bila suhu naik gaya kohesi akan berkurang sehingga viskositasnya akan berkurang. Jadi kenaikan suhu pada zat cair akan menurunkan viskositasnya. Untuk Gas Viskositas banyak dipengaruhi oleh pertukaran momentum antar molekul. Bila suhu naik, pertukaran momentum antar molekul akan bertambah sehingga viskositasnya juga akan bertambah. Jadi kenaikan suhu pada gas akan menaikkan viskositas. Satuan dan dimensi Viskositas Dari persamaan ( 2.2.3 )
=
du / dy
=
F/A m.a / A = du / dy du / dy
10
Dalam Satuan Britis lb f / ft 2 lb f dt = = 2 ( ft / dt ) / ft ft
; 1 lbf= 1 slug ft /dt 2 , sehingga
F / A F / L2 2 = = L FL T du / dy T L Dalam Satuan metrik, cgs : gr.Cm / dt 2 Cm 2 gr = = ML1T 1 Cm / dt Cm . dt Cm
1 gr = 1
=
dyne.dt 2 cm atau 1 dyne = 1 gr. 2 cm dt
dyne.dt 2 dyne.dt = = Poise atau P cm.cm.dt cm 2
Dalam Satuan SI : kg .(m / dt 2 ) kg m2 = = = ML1T 1 m / dt m.dt m
Viskositas kinematis adalah perbandingan (ratio) antara Viskositas dinamis dengan massa jenisnya.
=
…………………………………………….. ( 2.2.5 )
cm 2 gr /(cm.dt ) Satuan dalam cgs : = = = [Stokes] 3 gr / cm dt
ft 2 Satuan Britis = dt
= L2T 1
air udara
air udara
11
2.3. Gas Ideal (Perfect Gas) Gas ideal adalah zat yang memenuhi persamaan keadaan gas ideal (sempurna) p.v = R T …………….……………………
( 2.3.1 )
dengan ; p: tekanan absolute v : Volume jenis R : Konstanta gas T : Temperatur absolut Gas ideal mempunyai viskositas dan oleh karena itu mampu menimbulkan tegangan geser. Berdasarkan persamaan ( 2.3.1 ), maka gas ideal bersifat mampu mampat (compressible). Karena =
1 , maka persamaan ( 2.3.1 )
dapat ditulis: p = RT ………………………………… R=
p ………………………………… T
( 2.3.2 ) ( 2.3.3 )
kg N Jika p dalam paskal 2 ; dalam 3 dan T dalam K maka satuan R m m
dalam satuan SI adalah : R=
m3 N m.N . = atau m N/kg K 2 kg .K kg .K m
Dalam satuan USC R=
ft 3 lb ft .lb . = 0 2 slug. R ft slug .0 R
Untuk gas dengan massa m ; maka persamaan ( 2.3.1 ) menjadi p V = m RT
; V = m.v ………………………
( 2.3.4 )
Bila dinyatakan dalam berat molekul
dengan:
p.vm = MRT ……………………………………
( 2.3.5 )
p V = n MRT …………………………………
( 2.3.6 )
vm = Volume per mole
12
M = Berat molekuler; misal : 1kg mole O2 = 32 kgf n = jumlah mole n.M = m Dari persamaan ( 2.3.6 ) terlihat bahwa MR konstan, karena
pV = konstan nT
untuk gas ideal. MR disebut konstanta gas universal (universal gas constant), dan sering ditulis dengan Ro
R0 …………………………… M
( 2.3.7 )
8312 m N / Kg K …………… M
( 2.3.8 )
Dalam satuan USC R =
49.709 ft lb / slug 0R ………… M
( 2.3.9 )
Dalam pound massa R =
1545 ft lb/lbm 0R…………….… M
( 2.3.10 )
Ro = MR maka R = Dalam satuan SI
R=
Contoh : Gas dengan berat molekul 44 pada tekanan 0.9 MPa dan suhu 20 0C, Hitung kerapatannya. Penyelesaian : Dari persamaan ( 2.3.8 ) ; R =
8312 = 188.91 mN / kg K 44
Kemudian dari persamaan ( 2.3.2 ); =
P RT
= 0.9(10 6 N / m 2 ) (188.91.mN / kg 0 K )(( 273 20) 0 K )
= 16.26
13
kg m3
2.4.Tekanan Penguapan (Vapor pressure) Cairan menguap disebabkan oleh lepasnya molekul-molekul cairan dari permukaan cairan. Molekul uap itu akan menimbulkan tekanan parsiil dalam ruangan di atas permukan itu, dan inilah yang disebut tekanan uap (Vapor pressure) Jika ruangan di atas permukaan cairan tersebut cukup sempit/ terbatas, setelah beberapa waktu, sejumlah molekul zat cair akan menekan permukaan zat cair dan mulai mengembun sedemikian rupa sehingga pada suatu saat tertentu jumlah bagian yang mengembun sama dengan jumlah bagian
yang
meninggalkan
permukaan
sehingga
tercapai
suatu
keseimbangan. Karena peristiwa ini tergantung pada aktivitas molekul yang merupakan fungsi suhu, maka tekanan uap dari suatu fluida akan tergantung pada suhunya. Tekanan uap akan naik bila suhunya naik. Jika tekanan di atas cairan sama dengan tekanan penguapan dari cairan tersebut, maka cairan tersebut mendidih. Pendidihan air pada suhu kamar dapat terjadi bila tekanannya diturunkan sampai mencapai tekanan penguapannya. Hal ini karena aktivitas molekul naik dengan naiknya suhu dan turunnya tekanan. Sebagai contoh air pada suhu 200 C mempunyai tekanan penguapan 2340 Pa absolut (= 2340 N/m2 absolut) dan untuk air raksa = 0.17 Pa Tabel 2.4.1.Tekanan penguapan dari beberapa jenis cairan pada suhu 20 0C (=68 0F)
Psia
N/m2 abs
m bar abs
0.000025
0.17
0.0017
Air
0.339
2 340
23.4
Mimyak tanah
0.46
3 200
32
Bensin
8.0
55 000
550
Zat Air raksa
14
Penguapan dan pengembunan yang terlalu cepat dari suatu cairan bertekanan rendah disebut Kavitasi (Cavitation). Gelembung-gelembung uap yang terjadi pada proses kavitasi akan berekspansi cepat ketika cairan berpindah ke daerah yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan penguapannya. Hal ini akan mengakibatkan erosi terhadap permukaan zat padat dan vibrasi. Dalam perencanaan pompa dan turbin, kavitasi harus dihindari karena akan sangat mengganggu performencenya. Contoh : Berapa suhu didih air
a). Pada permukaan air laut b). Pada ketinggian 3 km dari permukaan air laut
Penyelesaian : a). Dari tabel terlampir, pada permukaan air laut (elevasi = 0) tekanan atmosfir standard = 101.33 Kpa abs. Suhu didih air pada tekanan atmosfir standard 101.33 Kpa abs adalah 100 oC b). Dari tabel terlampir, pada ketinggian 3 km, tekanan atmosfir standard 70,121 Kpa abs adalah 91 oC.
2.5. Bulk Modulus of Elasticity (K) Apabila cairan dengan volume V diberi tambahan tekanan sebesar dp maka volumenya akan berkurang sebesar dV . K=-
dp …………………………………..… dV / V
( 2.5.1 )
Vdp dV
( 2.5.2 )
Atau K=-
………………………………………
Tanda (-) menunjukkan hubungan berlawanan antara perubahan tekanan dan perubahan volume. Nilai K menunjukkan sifat kompresibilitas suatu fluida.
Contoh : Cairan ditekan pada sebuah silindir dengan volume 1 liter (1 liter = 1000 cm3 ) pada tekanan 1 MN / m2. Pada waktu ditekan 2 MN / m2 , volumenya
15
berkurang menjadi 995 cm3. Berapa Bulk modulus of elasticity dari cairan tersebut ? Penyelesaian : p = 2 MN/m2 - 1 MN/m2 = 1 MN/m2 V = 995 cm3 - 1000 cm3 = -5 cm3
V = 1000 cm3 Dari persamaan ( 2.5.1 ) K
=
1 MN / m2 5 / 1000
= + 200
MN m2
2.6. Tegangan Permukaan dan Kapilaritas Gerakan molekul di dalam cairan menimbulkan sifat kohesi dan adhesi. Kohesi adalah sifat tarik menarik antar molekul pada cairan yang bersangkutan, sedangkan adhesi adalah sifat tarik menarik antara molekul cairan dengan zat yang berbatasan dengannya. Kohesi memungkinkan cairan dapat menahan tegangan tarik dan adhesi mendorong cairan tersebut menempel pada zat yang berbatasan. Pada antar muka cairan dan gas, dan antar muka antara dua cairan yang tidak tercampur (immiscible), perbedaan gaya gerak antar molekul membentuk lapisan imaginer yang dapat menahan tegangan. Sifat fluida demikian ini disebut tegangan permukaan (surface tension).
Gb 2.6.1. Kapilaritas pada tabung gelas
16
Terjadinya kapilaritas (Capilarity) disebabkan oleh tegangan permukaan dan oleh harga relatif antara kohesi cairan dan adhesi anatara cairan dan zat padat. Jika kohesi cairan lebih kecil dari adhesinya maka cairan akan membasahi permukaan zat padat dan permukaannya akan naik pada titik kontaknya. Contoh fluida yang bersifat demikian adalah air. Sebaliknya jika kohesi lebih besar dari adhesinya maka permukaan cairan akan turun pada titik kontaknya, contoh : air raksa (mercury). Permukaan cairan yang melengkung (keatas atau kebawah) disebut meniscus.
Gb 2.6.2. Kapilaritas naik.
Gaya keatas karena tegangan permukaan sama dengan berat kolom zat cair dalam tabung. 2 r cos = r 2 h h=
2 cos …………………………………… .r
( 2.6.1 )
satuan.gaya dengan = tegangan permukaan satuan. panjang
= sudut pembahasan = berat jenis cairan r = jari-jari tabung h = kenaikan kapilaritas (meniscus diukur pada titik pusat tabung)
17
Suatu cairan disebut membasahi (wetting) sebuah permukaan bila < , Apabila >
2
zat tersebut tidak membasahi (non wetting). Sudut kontak 2
antara air, udara dan permukaan kaca yang bersih = 0o dan air raksa sekitar 140o Bila diameter tabung (tube) lebih besar dari 1/2 inchi, efek kapilaritas diabaikan. Untuk air dan gelas = 0 cos = 1 h=
2 …………………….……………………………… .r
Untuk tetesan (droplet) Tinjau
p d 2 = .d 4
4. 2. p= = r d Untuk Pancaran Silindris
pLd = 2L
p =
2. d
=
r
18
( 2.6.2)
Contoh : Sebuah tabung kaca bersih berdiameter 2 mm dimasukkan kedalam air bersuhu 20 oC. Berapa kenaikan air dalam tabung.
Penyelesaian :
air pada suhu 20 oC, adalah 9789 Tegangan permukaan air = 0.074
N m3
N m
Sudut permukaan air pada tabung kaca bersih = 0o cos = 1 h=
2 (2).(0.074 N / m) = .r (9787 N / m 3 ).(0.001m)
= 0,01512 m = 15,12 mm
19
BAB III STATIKA FLUIDA
Bab ini menguraikan tingkah laku fluida dalam keadaan diam (tidak ada gerakan relatif antara lapisan-lapisan fluida) sehingga tegangan geser ( ) = 0. Oleh karena itu gaya yang bekerja pada permukaan -permukaan fluida hanyalah gaya-gaya normal atau gaya-gaya tekan. 3.1. Tekanan Pada Suatu Titik. Tekanan pada suatu titik merupakan limit dari suatu gaya normal per satuan luas, dimana luasnya mendekati ukuran dari titik tersebut. Tinjau elemen kecil dari suatu fluida yang berbentuk segitiga
W = berat elemen = volume x.y = .1 2
=
1 . x y 2
s sin = y
Gb 3.1.1 Diagram benda bebas
s cos = x Persamaan gerak - hukum II Newton F=m.a dengan m =
x.y 2
Karena yang ditinjau adalah fluida statis (tidak ada gerakan) maaka F = 0
Untuk arah - x Fx = px y - ps s sin =
x.y ax = 0 2
karena fluida diam, ax = 0 px y - ps s sin = 0 20
px y - ps y = 0 ………………………………………
px = ps
(3.1.1)
Untuk arah -y Fy = py x - ps s cos -
x.y x.y = ay 2 2
karena fluida diam, maka ay = 0 x.y =0 2
py x - ps x -
x dan y sangat kecil (ukuran suatu titik) maka
x.y 0 (diabaikan) 2
py x - ps x = 0 py = ps
……………………………………………
(3.1.2)
Dari persamaan (3.1.1) dan (3.1.2), py = py = ps
……………………………………
(3.1.3)
Berarti untuk x dan y mendekati 0 (ukuran suatu titik ) maka tekanan pada suatu titik di dalam fluida diam akan sama besarnya pada setiap arah (tidak tergantung pada arah). Untuk fluida bergerak, akan timbul tegangan geser dan gaya normal yang pada setiap arah besarnya belum tentu sama.
Gb. 3.1.2 Distribusi tegangan Notasi : yx : tegangan geser pada bidang yang tegak lurus sumbu y, kearah x.
yy : tegangan normal pada bidang yang tegak lurus sumbu y, kearah y. 21
Tegangan normal, positif jika arahnya meninggalkan bidang. Tekanan positif jika arahnya menuju pusat masa. Harga rata-rata dari tegangan normal disebut Bulk Stress, . Jadi : p = - = -
1 ( 3
xx
+
yy
+ zz) ……………………
(3.1.4)
3.2.Variasi Tekanan Kita tinjau elemen fluida dengan bentuk kubus pada koordinat Cartesian xyz. Ada dua macam gaya yang bekerja pada elemen fluida tersebut yaitu gaya permukaan (surface forces) dan gaya berat elemen (Body forces)
Gb. 3.2.1. Elemen diferensial fluida statis
Fluida yang ditinjau adalah fluida diam, maka kesetimbangan gaya-gayanya sebagai berikut:
22
Pada arah y
Fy = -
p xyz - xyz y
…………………
(3.2.1)
………………………………
(3.2.2)
Pada Arah x
Fx = -
p xyz x
Pada arah z
Fz = -
p xyz z
………………………………
(3.2.3)
Vektor gaya F dari ketiga komponen gaya tersebut
F = i Fx + j Fy + k Fz
dengan i,j dan k adalah vektor satuan, maka p p p j k xyz - j xyz F = - i y z x
……
(3.2.4)
xyz = V sangat kecil, sehingga lim V 0 maka gaya resultan per
satuan volume F j k p-j = - i V y z x j k = sedangkan i y z x
maka
…………………
………………………
F = - ( p) -j ………………………………… V
(3.2.5)
(3.2.6)
(3.2.7)
- p adalah vector field f dari gaya tekan permukaan per satuan volume f = - p F = f -j V
…………………………………………
(3.2.8)
……………………………………
(3.2.9)
Untuk fluida statis (diam) F =0 V
f-j =0
……………………………………
23
(3.2.10)
Persamaan (3.2.10) adalah persamaan umum dari variasi tekanan fluida statis (diam). p p p - i j k - j = 0 y z x p p p - i j k = j y z x
Variasi tekanan kearah x dan z = 0, atau tidak ada perubahan tekanan pada arah horizontal (hukum Pascal) p p 0 , maka : x z
-j
p =j y
p = - y
dp = - dy
………………………………………
(3.2.11)
Persamaan (3.2.11) menunjukkan bahwa variasi tekanan kearah vertikal tergantung pada berat jenis fluida, berlaku untuk fluida compressible dan incompressible. Untuk fluida bergerak yang tanpa viscositas atau fluida yang bergerak sedemikian rupa sehingga di setiap tempat tegangan geser = 0, maka :
F = m.a (hukum II newton )
F m = . a V V dF = a dV
f - j = a
……………………………………
(3.2.12)
Persamaan (3.2.12) merupakan persamaan dasar gerakan fluida tanpa viskositas, digunakan pada keseimbangan relatif dan penurunan persamaan Euler.
24
3.2.1. Variasi Tekanan Pada Fluida tak mampu mampat (incompressible) Jika persamaan (3.2.12) diintegralkan, akan didapat : p = - y+c dengan c adalah konstanta integrasi. Bila fluida homogen( tidak tergantung pada y), maka integrasi dari persamaan(3.2.11) adalah
p2
p1
dp = -
y2
y1
dy
(p2 -p1) = - (y2 -y1)
………………………
(3.2.13)
Jika y diukur dari permukaan cairan y = -h ; h disebut kedalaman. pA = - (-h) + c ; c = P0
Po
h
pA = h + P0 …… (3.2.14)
A Gb.3.2.1. Kedalaman Hukum hidrostatis mengenai variasi tekanan sering ditulis p= h
………………
(3.2.15)
Untuk fluida yang tidak homogen (sebagai contoh air laut) yang berat jenisnya ( ) tergantung y
dp = -
.dy
………………
(3.2.16)
3.2.2. Variasi Tekanan Pada Fluida mampu mampat (Compressible) Jika fluidanya merupakan gas ideal, maka pv = RT p = RT
Dalam keadaan isothermal (T konstan); p p = 0 .0
=
0 .p p0
……………………
25
(3.2.17)
Jika persamaan (3.2.17) masuk ke persamaan (3.2.11)
dp = -
0 .g.p.dy p0
p dy = - 0 g. 0
dp p
p0 = dy y0 g 0 y
p ln p0
p (y -y 0 ) = - 0 g. 0
ln
p ln p0
…………………………
(3.2.18)
…………………………
(3.2.19)
y y0 p p0 p0 g. 0
p e p0
y y0 p .0 g . 0
y y0 p .0 g . 0
p = p 0 .e
atau
y y0 p = p 0 exp p.0 g . p 0
Persamaan (3.2.19) adalah persamaan variasi tekanan gas ideal terhadap ketinggian dalam keadaan isothermal. Untuk atmosfer suhunya akan berubah terhadap ketinggian (jadi tidak isothermal) T = T0 + y = gradien suhu (lapse Rate) = - 0.0065 0C/m = 0.00357 0F/ft.
26
Gb. 3.2.2. Variasi temperatur dan tekanan pada udara standard Amerika Serikat dp = - dy ; = .g = - g dy Udara memenuhi persamaan gas ideal pv = RT p p = RT RT
p R (T0 y)
Sehingga, dp = -
………………………………
pg dy R (T0 y)
dy R dp (T0 . y ) g p
27
(3.2.20)
y
p
dy R dp 1 y (T0 .y) g p p (T0 .y) 0 0
T .y ln 0 T0 . y 0
yo
R p ln p g po
.R p = ln g p0
T .y g ln 0 .R T0 . y 0
p ln = ln p0
y
p ln p0
T0 . y T0 . y 0
T .y p = 0 p0 T0 . y 0
T .y p = p 0 0 T0 . y 0
g
. R g
. R g . R
g
T .y p 0 0 T0 . y 0 R(T0 . y )
………………
(3.2.21)
……………………
(3.2.22)
.R
Kalau ketinggiannya diukur dari permukaan air laut, y 0 = 0 T .y p = p 0 0 T0 y p = p 0 1 T0
g
p0 1 y T0 RT0 . y
p 0 RT0
1 T0
g
.R
g
y
.R
.R
………………………
p0 1 y T0 RT0 1 T0
1 g . R
28
g
.R
y
(3.2.23)
p0 0 RT0
0 1 T.0
y
1 g .R
……………………………
(3.2.24)
3.3. Tekanan dinyatakan dengan ketingian kolom fluida Tekanan fluida pada kedalaman h dari permukaan, sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan (3.2.15),
p = .h
Jika dianggap konstan, maka ada hubungan linier antara p dan h. Maka tekanan (gaya persatuan luas) adalah ekuivalen dengan ketinggian h dari sejumlah fluida dengan berat jenis konstan. Oleh karena itu akan lebih mudah untuk menyatakan tekanan dengan ketinggian kolom fluida dari pada gaya persatuan luas.
Gb 3.3.1 Tekanan dinyatakan dalam ketinggian fluida Dari persamaan (3.2.15), maka h=
p
………………………………………
(3.3.1)
Hubungan antara p dan h pada persamaan (3.3.1) ini bisa digunakan apabila menggunakan sistim satuan yang konsisten. Jika p dalam lb/ ft2, harus dalam lb/ ft3, h akan ketemu dalam ft. Dalam satuan SI, p dinyatakan dalam kilo Paskal (= kN /m2), dalam kN/m3, maka h dalam meter. Apabila tekanan dinyatakan dalam psi maka faktor konvensinya adalah sbb:
29
h (ft H2O) =
144 psi 2,308 psi 62,4
h (m H2O) =
kPa 0,1020 kPa 9,81
pA
yA
pB
yB konstan
…………………
(3.3.2)
3.4. Hidrostatiska Persamaan (3.2.13) dapat juga ditulis daalam bentuk; p1-p2 = (y2-y1) = g (y2-y1) ………………………
(3.4.1)
p .h ……………
(3.4.2)
atau lebih umum dinyatakan sebagai
dengan h beda tinggi antara titik-titik yang akan dihitung beda tekanannya. Suku
p
= pressure head
y
= potential head terhadap suatu datum sembarang
p + y = piezometric head
Jika dituliskan (p2 - p1) / = -(y2 - y1) artinya peningkatan pressure head sama dengan penurunan potensial head Jika dituliskan
p1
y1
p2
y 2 artinya piezometric head dalam zat cair
diam yang homogen selalu konstan. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 3.4.1.a Pressure head pada B adalah p atau pressure head
pB
dan pada A adalah
pA
. Intensitas tekanan
p , tentu saja lebih besar di A dari pada di B. Demikian
pula potential head y lebih besar di B dari pada di A.Akan tetapi jumlah antara Pressure head dan potential head
yang disebut piezometric head
(yang diukur dengan piezometer di B dan A) sama besar. Kalau dalam sebuah wadah terdapat beberapa zat cair dengan kerapatan berbeda dan semua dalam keadaan diam, zat cair yang bermacam-macam tersebut akan membentuk lapisan-lapisan horizontal dengan zat cair yang
30
kerapatannya paling tinggi terdapat di paling bawah. Sedangkan yang kerapatannya paling rendah terletak di paling atas, dengan catatan masingmasing tidak melarutkan yang lainnya. Ini bisa dilihat pada gambar 3.4.1.b
(a)
(b)
Gbr 3.4.1 Piezometric head dalam zat cair diam. (a) Zat cair homogen.(b) Beberapa zat cair dengan kerapatan berbeda. Jika kerapatan zat cair yang paling ringan adalah 1 dan kedalamannya h1 yang berikutnyaa 2 dan h2 dan seterusnya. Tekanan pada antarmuka yang pertama adalah: p1 = p0 + 1 gh1 dengan p0 tekanan pada permukaan zat cair yang lebih atas. Tekanan pada antarmuka kedua adalah: p2 = p1 + 2 gh2 = p0 + 1 gh1 + 2 gh2
31
dan seterusnya.
Contoh: Batas kedalaman yang boleh ditempuh dengan aman oleh seorang penyelam adalah sekitar 50 meter. Berapakah intensitas tekanan pada kedalaman itu dalam (a) air tawar, (b) air laut. Penyelesaian : a.
Dari persamaan (3.4.2), p = gh = (1000)(9.81)(50) = 4.91x 105 pa ukur
b.
Gravitasi jenis air laut 1.025, maka p = (1.025)(1000)(9.81)(50) = 5.03 x 105
pa ukur
3.5. Manometer Manometer adalah alat untuk mengukur perbedaan tekanan antara suatu titik dengan tekanan atmosfir lokal dengan cara mengukur tinggi kolom cairan. 3.5.1.Manometer Standard Type manometer yang paling sederhana adalah piezometer (gb 3.5.1). Manometer tipe ini hanya dapat mengukur tekanan diatas tekanan atmosfir lokal dan tidak dapat mengukur tekanan negatif, karena udara akan mengalir masuk dalam kontainer melalui tabung. Juga tidak praktis untuk mengukur tekanan yang besar karena membutuhkan tabung vertikal yang sangat panjang.
Gb.3.5.1. Manometer sederhana Jika gravitasi jenis cairan S, maka tekanan pada titik A adalah pA = h =
air.Sh
32
Untuk mengukur tekanan positif atau negatif yang kecil digunakan manometer seperti gb. 3.5.1.b,dimana posisi meniscus mungkin berada di bawah A. Karena tekanan pada meniscus sama dengan nol gage, pA + h = patm pA = - h (gage)
pA Sh air
Untuk pengukuran tekanan positif atau negatif yang lebih besar digunakan manometer seperti gambar 3.5.1.c, yang menggunakan fluida kedua yang gravitasi jenisnya lebih besar. pA + 1h2 - 2h1 = patm. pA = patm + 2h1 - 2h1 pA = S2 h1 - S1 h2 air
(abs) (gage)
…………………
(3.5.1)
Jika fluida di A adalah gas, h2 s1<<< h1s2 maka pA = S2 h1 air
(gage)
……………………
(3.5.2)
3.5.2. Manometer Diferensial (Differential Manometer) Manometer jenis ini digunakan hanya untuk mengetahui perbedaan tekanan antara dua titik A dan B, dan tidak mengukur tekanan aktual dari tiap- tiap titik tersebut.
Gb. 3.5.2. Manometer Diferensial
33
Dari gambar a: pA- h1 1 - h2 2 + h3 3 = pB pA - pB = h1 1 + h2 2 - h3
……………………….
3
(3.5.3)
atau hA - hB = h1S1 + h2S2 - h3S3 (kolom air)
…………… (3.5.4)
Dari gambar b: pA+ h1 1 - h2 2 + h3 3 = pB pA- pB = - h1 1 + h2 2 + h3
3
…………………………
(3.5.5)
atau hA - hB = - h1S1 + h2S2 + h3S3 …………………………
(3.5.6)
Manometer diferensal sering digunakan untuk mengukur perbedaan tekanan pada tabung venturi
Gb. 3.5.3. Manometer diferensial pada meter venturi pA + yA - h 1 - (yB -h) = pB pA- pB = h 1 + (yB -h) - yA pA- pB = h ( 1 - ) + (yB - yA) pA pB
= h 1 1 + yB - yA
dengan mengingat
34
…………………
(3.5.7)
……………………
(3.5.8)
1 S1 , maka S pA pB
=h(
S1 -1) + yB - yA ……………………… S
(3.5.9)
3.5.3Manometer Mikro (Micromanometer) adalah alat yang digunakan untuk mengukur perbedaan tekanan yang kecil dengan ketelitian tinggi.
1- 1 : Level cairan pada reservoir pada saat normal (belum dihubungkan ke titik pengukuran) 0 - 0 : Level cairan tabung U (S3) sebelum dihubungkan ke titik pengukuran. A : Luas penampang riservoir a : Luas penampang tabung U
Gb 3.5.4. Manometer Mikro
Bila C" dan D" dihubungkan ke titik pengukuran, maka : Cairan S2 :
kiri
: turun sejauh y
kanan : naik setinggi y Cairan S 3 :
kiri
: turun sejauh
kanan : naik setinggi y.A =
1 2 1 2
R R
R Ra a y = 2A 2
Persamaan untuk manometer, didasarkan dari titik C
35
pC + (k1 + y ) 1+ (k2 - y +
R R ) 2 - R 3 - (k2 - + y ) 2 2
2
- (k1 - y) 1 = pD pC - pD = -2 y 1+ 2 y 2 - R 2 + R pC- pD = R( 3 - 2(1 -
a ) - A
1
3
………… (3.5.10)
a ) ………………… (3.5.11) A
Parameter di dalam kurung bernilai konstante maka perbedaan tekanan proporsional terhadap R pC- pD = (K)R
………………………………………
(3.5.12)
3.5.4. Manometer miring (inclined manometer)
Gb. 3.5.5. Manometer Miring Manometer ini sering dipakai untuk mengukur perbedaan tekanan yang kecil dari tekanan gas. 3.6. Gaya hidrostatis pada bidang datar yang tenggelam
Gb. 3.6.1. Gaya hidrostatis pada bidang datar yang tenggelam 36
Berat jenis fluida dianggap konstan, dan tekanan bervariasi secara linier terhadap kedalaman. Persoalan hidrostatis disederhanakan sedemikian rupa sehingga hanya melibatkan pusat luasan (centroid) dan momen inersia dari luasan penampang bidang yang bersangkutan. Sekarang kita tinjau elemen A dari luasan bidang tersebut dengan kedalaman h, maka tekanan pada titik tersebut adalah p = pa + h Total gaya hidrostatis pada satu sisi plat: F=
p.dA
=
(pa + h) dA
= paA +
h dA
Bentuk integral
had diselesaikan dengan memperhatikan gambar di
……………………………
(3.6.1)
atas. h = l sin dan lCG =
1 A
ldA
ldA = A lCG
maka persamaan (3.6.1) akan menjadi: F = pa A + sin
ldA
= pa A + sin lCGA = pa A + hCG A = pa + hCG) A F = pCG A ………………………………………
(3.6.2)
Jadi gaya hidrostatis pada suatu bidang permukaan yang tenggelam pada fluida yang seragam (uniform) besarnya sama dengan tekanan pada pusat luasan bidang tersebut dikalikan luas bidang dan tidak tergantung pada bentuk bidang dan sudut kemiringan ( ).
37
Akan tetapi titik tangkap gaya resultan F tidak pada sentroid CG tetapi pada titik CP yang disebut pusat penekanan (center of pressure) . Jika koordinat CP terhadap CG adalah xCP dan yCP, maka untuk mendapatkan xCP dan yCP, kita menjumlahkan momen-momen akibat gaya elemen p A dan hasilnya disamakan dengan momen akibat gaya resultan F terhadap sentroid. F yCP = y pdA ………………………………… yCP =
1 F
y pdA
=
1 F
y (pa + h )dA
1 [ pa F
yCP =
y dA +
y hdA
……………..…
(3.6.3)
(3.6.4)
y dA = 0 ; karena terhadap sumbu sentroid
h = l sin yCP =
1 sin F
y ldA
………………………
y ldA =
Tinjau bentuk
= lCG
(3.6.5)
y (lCG - y ) dA
y dA -
y2 dA
= - y2 dA
Ixx = Maka
y2 dA
- y2 dA = -Ixx
Sehingga persamaan (3.6.5) menjadi yCP = atau
yCP= -
1 sin Ixx F
. sin ..Ixx p CG A
………………………………
…………………………………
(-) menunjukkan bahwa CP berada dibawah CG
38
(3.6.6) (3.6.7)
Menentukan xCP F xCP = - xp dA 1 F
xCP =
…………………………………… (3.6.8)
x(pa + h)dA
=
1 [ pa x dA + sin F
=
1 [ sin F
=-
x (lCG -y) dA]
-xy dA]
1 sin Ixy F
Jadi xCP= -
1 sin Ixy …………………………… (3.6.9) F
atau xCP= - sin
Ixy p CG .A
…………………………
(3.6.10)
Ixx selalu positif, sehingga yp selalu negatif. Ini berarti CP selalu berada dibawah CG. Ixy bisa positif, negatif atau nol, sehingga CP bisa di kanan , di kiri atau tepat dibawah CG (sesumbu dengan sumbu y).
Bila ada beberapa lapis zat cair
2>
1
gaya resultan F = F1 + F2 =
Fi F1 = PCG1. A1 F2 = PCG2. A2 F res =
(3.6.11)
39
PCGi. Ai
Gb. 3.6.2. Gaya hidrostatis dari beberapa lapis zat cair Untuk mendapatkan posisi CP dari masing-masing bagian: yCPi =
i . sin .Ixxi p CGi .Ai
……………………………… (3.6.12)
xCPi =
i . sin .Ixyi p CGi .Ai
………………………………… (3.6.13)
CP untuk gaya resultan F dicari dengan menyamakan momen karena gaya F dan jumlah dari momen-momen akibat gaya -gaya Fi terhadap permukaan zat cair. yCP =
F .y
xCP =
F .x
i
CPi
…………………………………
(3.6.14)
CPi
…………………………………
(3.6.15)
F i
F
3.7. Gaya hidrostatis pada bidang lengkung (curved surface)
Gaya horizontal FH : gaya pada bidang proyeksi dari bidang lengkung, pada bidang datar A' B' FH = pCG. AA'B' = hCG A A'B'
…
(3.7.1)
Titik tangkap FH adalah pada jarak yCP dari sentroid bidang CG yp =
. sin .Ixx p CG .A
………….
(3.7.2)
Untuk bidang tegak =900 sin =1 Gb.3.7.1 Gaya hidrostatis pada bidang lengkung
40
Gaya Vertikal dFv = p dA cos Fv =
p cos dA
p =h dA cos = proyeksi bidang lengkung pada bidang horizontal Fv =
h cos dA
Fv =
d V ……………………………………
(3.7.3)
Titik tangkap Fv dicari dengan keseimbangan momen Fv .xCP = xCP =
Fv
x dV
x dV …………………………………
(3.7.4)
Contoh : Tentkan gaya-gaya pada bidang lengkung AB pada gambar berikut:
Penyelesaian :
41
hCG = 24 -
1,5 = 23,25 m. 2
FH = pCG. AA'B' = hCG. AA'B' = 10 (23,25) (1,5 x 1) = 348,8
kN meter lebar
yCP =
=
sin .Ixx pCG . A
; = 900 sin = 1
. sin .Ixx FH 1 )(1)(1,5) 3 12 348,8
(10)(1)(
=
= 0,008 m = 8 mm hCP = 23,25 + 0,008 = 23,258 m 1 kN Fv = 10 (1,5) 2 (22,5)(1,5) x1 = 355 m lebar 4
Fv bekerja pada pusat volume dari bagian ABCDA xCP =
1 xd V V
xCP =
1 A
xdA
xCP A = xCP1 A1+ xCP 2 A2 A1 = luas
1 lingkaran = (1,5)2 4 4
xCP1 = Jarak CG
1 4 r lingkaran terhadap garis Bc = . (meter) 4 3
A2 = luas AA'CDA = (1,5) (22,5) meter xCP2 = Jarak CG dari AA'CDA terhadap garis BC = 0,75 meter
42
4 r (xCP) (355) = (1,5) 2 (0,75).(1,5).(22,5) 3 4
xCP = 0,745 meter FR = =
Fv FH 2
2
(355) 2 (348,8) 2
= 397,68
kN / m lebar
3.8. Tegangan Tarik pada Pipa Bertekanan Jika sebuah pipa silindris mendapat tekanan dari dalam, maka pipa itu akan menderita tegangan tarik pada kelilingnya. Perhatikan gambar berikut ini:
Gb 3.8.1 Tegangan tarik pada pipa bertekanan
FH = p CG.A = p.(2r x 1); FH = 2 r p dengan :
………………………………………
p: tekanan di dalam pipa r : Jari-jari dalam dari pipa
Gaya tarik per satuan panjang pipa (T): T1 = T2 ;
karena FH pada pusat pipa
T1 +T2 = FH 2 T = FH
43
(3.8.1)
FH 2
T =
T = r.p
…………………………………………
(3.8.2)
Jika tebal dinding pipa = e, maka tegangan tarik pada dinding pipa ( ) adalah
=
T rp e e
……………………………………
(3.8.3)
Untuk variasi tekanan yang cukup besar antara bagian atas dan bawah dari pipa, maka pusat penekanan (y) dapat ditentukan dengan dua persamaan sebagai berikut: T1 +T2 = 2rp 2rT1 - 2rpy = 0 Dari dua persamaan tersebut didapatkan: T1 = p y
……………………………………….
(3.8.4)
T2 = p (2r- y)
………………………………………
(3.8.5)
3.9. Tegangan Tarik pada Bola Bertekanan Gaya pada dinding dalam FH = p ( r2) Gaya yang ditahan oleh dinding bola FH' = (2 r) e ; dengan e = tebal dinding bola FH = FH' p ( r2) = (2 r) e
=
rp 2e
……………………………………
(3.9.1)
Jadi untuk tekanan yang sama, tegangan geser pada dinding pipa silindris sama dengan dua kali tegangan geser pada dinding bola.
3.10.Gaya Apung (Buoyancy) Apabila sebuah benda dimasukkan kedalam zat cair maka pada tiap bagian benda yang bersentuhan dengan fluida akan mendapat gaya tekan dari fluida dari segala arah. Besarnya gaya tekan dipengaruhi oleh berat jenis fluida dan
44
jaraknya dari permukaan fluida. Gaya-gaya yang arahnya horizontal saling meniadakan karena besarnya sama tetapi arahnya saling berlawanan, atau dengan kata lain resultan gaya-gaya horizontal bernilai nol. Sedangkan gayagaya yang arahnya vertikal besarnya tidak sama untuk bagian atas dan bagian bawah dari benda tersebut, karena jaraknya dari permukaan fluida tidak sama. Kita perhatikan gambar berikut, dan ditinjau elemen prisma dengan luas penampang A .
Gb. 3.10.1. Gaya vertikal pada benda yang tenggelam atau terapung
Gaya tekanan di bagian atas benda (arahnya ke bawah). F1 = p1 A = g h1 A
………………………
(3.10.1)
Gaya tekan di bagian bawah benda (arahnya ke atas) F2 = p2 A = g h2 A
………………………
(3.10.2)
F2 selalu lebih besar dari F1 karena h2 lebih besar dari h1. Selisih antara gayagaya vertikal bagian bawah dan bagian atas ini disebut gaya apung (FB). FB = + F2 - F1
= g ( h2 - h1) A = h A FB =
hdA = hA = V
……………………
dengan V adalah volume dari benda tersebut.
45
(3.10.3)
Dari persamaan (3.10.3) di atas terlihat bahwa prinsip gaya apung ini sesuai dengan hukum Archimedes: "Gaya apung dari sebuah benda yang dimasukkan ke dalam suatu fluida sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut" Garis kerja gaya apung FB terletak pada jarak xB dari titik referensi O. Harga xB dapat dihitung sbb: xB . FB =
xB
=
1 FB
xB
=
1 V
x dV
V
dV x
V
V
x dV …………………………
(3.10.4)
Titik tangkap dari gaya . FB disebut Center of Buoyancy . Hidrometer adalah suatu alat untuk mengukur specific gravity zat cair dengan menggunakan prinsip-prinsip Buoyancy. Perhatikan gambar berikut ini.
Gb 3.10.2 Hidrometer
Stem dari hidrometer luas penampangnya = a.
Keterangan gb a (kiri) : Cairannya adalah air (S = 1) Hidrometer akan mengapung seimbang jika V0 = W
…………………………………
dengan V0 = volume hidrometer yang tenggelam 46
(3.10.5)
= berat jenis W = berat hidrometer Posisi permukaan air pada stem diberi tanda 1.0 (menunjukkan specific gravity air)
Keterangan gb b (kanan) : Sekarang hidrometer dimasukkan ke fluida yang lain dengan specivic gravity S. Ternyata posisi tanda [1.0] tidak tepat pada permukaan cairan, tetapi terangkat naik sejauh h . Persamaan keseimbangan: ( V0 - V ) S =W
……………………………
(3.10.6)
dengan V = a. h . Dari persamaan (3.10.5) dan (3.10.6) ( V0 - a h) S = V0 h =
………………………
(3.10.7)
…………………………
(3.10.8)
…………………………………
(3.10.9)
V0 S 1 a S
atau S=
V0 V0 ah
3.11.Stabilitas Benda Terapung / Tenggelam Suatu benda yang terapung pada cairan statis (diam) mempunyai stabilitas vertikal. Sedikit pergeseran keatas, akan memperkecil volume cairan yang terpindahkan akibatnya timbul gaya ke bawah untuk mengembalikan benda tersebut ke posisi semula. Sebaliknya sedikit pergeseran kebawah , akan menghasilkan gaya apung keatas yang lebih besar dan mengembalikan benda tersebut ke posisi semula. Suatu benda dikatakan memiliki stabilitas linier jika pada waktu terjadi sedikit pergeseran ke suatu arah, ada gaya yang mengembalikan ke posisi
47
semula. Dan memiliki stabilitas rotasi (rotational stability) jika ada momen kopel yang mengembalikan posisinya pada waktu terkena pergeseran sudut (angular displacement). Dalam hal stabilitas rotasi, ada 3 macam keseimbangan pada benda terapung yaitu: -
Keseimbangan stabil
-
Keseimbangan tidak stabil
-
Keseimbangan netral
Benda dikatakan dalam keadaan keseimbangan tidak stabil apabila dengan sedikit pergeseran sudut, terjadi momen kopel yang akan cenderung akan memperbesar pergeseran sudut tersebut. Sedangkan keseimbangan netral adalah apabila dengan pergeseran sudut tertentu tidak terjadi momen kopel sama sekali, sehingga benda tetap berada pada posisi terakhir, karena tidak ada kopel yang mengembalikan ke posisi semula
maupun kopel yang
meneruskan pergeseran sudut tersebut. Gambar dibawah ini (gb 3.11.1) merupakan ilustrasi dari ketiga macam keseimbangan di atas, yaitu sebatang kayu ringan yang pada ujungnya ditempelkan logam (metal) dan sebuah bola homogen.
Gb 3.11.1 Ilustrasi dari ketiga macam keseimbangan
(a) Jika logam berada dibawah, keseimbangannya stabil (b) Jika logam berada diatas, benda dalam keadaan keseimbangan tidak stabil, karena jika ada sedikit pergeseran sudut maka benda tersebut akan ke posisi (a).
48
(c) Bola padat homogen dalam keseimbangan netral Suatu benda yang tenggelam dalam keadaan stabil secara rotasi hanya jika pusat berat benda
(G) berada dibawah titik apung (B). Tinjau gambar
dibawah ini
Gb 3.11.2 Keseimbangan rotasi benda yang tenggelam
Jika benda diputar sedikit berlawanan arah jarum jam, maka gaya apung dan berat benda akan membentuk kopel searah jarum jam.
Gb 3.11.3 Stabilitas dari sebuah benda berbentuk prisma
Gambar (3.11.3) adalah benda dengan penampang melintang persegi panjang terapung pada suatu cairan. Pusat apung selalu pada sentroid dari volume fluida yang dipindahkan, yaitu sentroid dari luas penampang dibawah permukaan cairan. Jika benda tersebut dimiringkan seperti gambar (b) diatas,
49
pusat apung berada pada B'' yaitu sentroid dari trapesium ABCD. Arah gaya apung ke atas melalui B', arah gaya berat ke bawah melalui G, yaitu pusat berat (center of gravity) dari benda. Apabila dari B' ditarik garis tegak keatas maka akan memotong garis pusat aslinya (melalui G) di titik M. Kopel yang terjadi akan mengembalikan posisi benda ke posisi semula, maka benda tersebut berada pada keseimbangan stabil. Titik M disebut metasenter. Bila M terletak diatas G : keseimbangan stabil Bila M terletak dibawah G : keseimbangan tidak stabil Bila M terletak pada G : keseimbangan netral. Jarak MG disebut tinggi metasenter yang merupakan ukuran stabilitas dari suatu benda. Besarnya kopel yang mengembalikan ke posisi semula sebesar W MG sin , dengan : pergeseran sudut dan W adalah berat benda. Contoh : Sebuah benda berbentuk balok dengan panjang 15 ft, lebar 9 ft dan tinggi 4 ft terbuat dari material yang dengan = 45 lb/ft3. Balok tersebut dimasukkan ke dalam air (lihat gambar dibawah). a. Berapa kedalaman benda yang tenggelam? b. Jika dimiringkan terhadap sumbu memanjang dengan sebuah kopel (tidak ada gaya sisa) pada sudut 120, berapa besar kopel yang mengembalikan ke posisi semula?
Penyelesaian : a. Benda mengapung. Dalam keadaan seimbang (diam) W = FB.
50
(15) (9)(4) (45) = (15) (9) (d) (62,4) d = 2,885 ft ; d : kedalaman benda tenggelam b. Pada kemiringan 120 , AD menjadi garis muka air (water line). Untuk mempermudah perhitungan, gaya apung dibagi menjadi dua komponen yaitu B1 untuk bagian segiempat AEHK dan B2 untuk bagian segitiga ADE. DE = 2e = b tg 120 = 9 tg 120 = 1,913 ft. NI = e = 0,957 ft Karena tidak ada gaya sisa MN = d = 2,885 ft. Oleh karena itu : c = IM = MN-NI = 2,885-0,957 = 1,928 ft B1 adalah sentroid dari AEHK, maka : GB1 = 1/2(h-c) = 1/2(4-1,928) = 1,036 ft a1 = GB1 sin 12O = 0,215 ft F1 = Lbc = (45)(15)(9)(1,928) = 11,710 lb B2 adalah sentroid dari segitiga ADE, maka : JE = b/3 = 3 ft; IJ = b/6 = 1,5 ft ; B2J = 2/3 e = 0,638 ft G adalah sentroid dari segi empat keseluruhan, maka MG = h/2 = 2 ft GI = MG - MI = MG - c = 2 - 1,928 = 0,0719 ft a2 = IJ cos 12o + (B2J - GI) sin 12o = 1,585 ft F2 = Lbe = (45)(15)(9)(0,957) = 5810 lb Momen pada G berlawanan arah jarum jam : = F2a2 - F1a1 = (5810)(1,585) - (11710)(0,215) = 6690 lbft
3.12.Keseimbangan Relatif (Relative Equilibrium) Suatu fluida yang bertranslasi dengan percepatan linier seragam (uniform linear acceleration) atau berrotasi seragam (uniform
rotation) terhadap
sumbu tegak masih dapat mengikuti hukum-hukum variasi tekanan seperti
51
pada fluida statis. Untuk menuliskan persamaan gerak dari fluida ini, maka dapat kita gunakan persamaan dasar pada fluida statis. Gerakan fluida pada dua kasus diatas dikatakan bahwa fluidanya berada dalam keseimbangan relatif. (i) Fluida yang Mengalami percepatan Linier Konstan. Suatu cairan di dalam bejana terbuka diberi percepatan konstan a seperti gambar dibawah. Setelah beberapa waktu cairan berada pada suatu percepatan dimana cairan bergerak seperti benda padat.; dengan demikian jarak antara dua partikel fluida tetap sehingga tidak timbul tegangan geser.
3.12.1 Percepatan dengan permukaan bebas f. -j = - p - j = a
……………………
(3.12.1)
p = - (j + a)
Permukaan-permukaan dengan tekanan konstan termasuk permukaan bebas berada tegak lurus terhadap p. Untuk mendapatkan ekspresi aljabar mengenai variasi tekanan pada arah x, y, dan z; p = p(x, y, z), maka: p = i
p p p +j +k = - j (i.ax + j ay) y x z g
p =ax x g ay p = (1 + ) g y
p =0 z
52
karena p merupakan fungsi dari posisi (x, y, z), total diferensialnya adalah: dp =
p p p dx + dy + dz. y x z
Substitusi untuk diferensial parsiil, didapatkan dp = -
ay ax dx - (1 + )dy g g
…………………
(3.12.2)
Untuk fluida tidak mampat (incompassible) persamaan (3.12.2) dapat diintegralkan: p=-
ay ax x - (1 + )y+c g g
c = konstanta integrasi, dicari dengan syarat batas, misal pada pada x = 0,dan y = 0, harga p = p0 maka c = p0 p = p0 -
ay ax x - (1 + )y g g
……...……………
(3.12.3)
Pada permukaan bebas, p = 0, maka persamaan (3.12.3) dapat dinyatakan dalam bentuk: y=-
ax x+ ay g
p0 .(1
ay g
…………………………
(3.12.4)
)
Persamaan ini adalah persamaan garis linier yang menunjukkan lapisanlapisan fluida dengan tekanan konstan, yang mempunyai kemiringan (sloop) ax ay g
Contoh : Sebuah tanki diisi minyak dengan gravitasi jenis 0,8 dan dipercepat seperti terlihat pada gambar di bawah. Ada lubang kecil pada tangki di titik A a. Hitung tekanan pada titik B dan C b. Hitung percepatan ax yang diperlukan agar tekanan di B sama dengan 0.
53
Gb 3.12.2 Tank diisi penuh dengan cairan
Penyelesaian : a. Titik A sebagai referensi, ay = 0
a p=- x x- y=g
N m )(4,903 2 ) 3 m dt x 0,8(9806 N ) y m m3 9,806 2 dt
(0,8)(9806
atau p = - 3922,4 x - 7844,8 y [Pascal] Pada titik B, x = 1,8 m, y = -1,2m p = 2,36 k Pascal Pada titik C, x = - 0,15 m, y = -1,35m p = 11,18 k Pa c. Untuk tekanan di B = 0, dengan titik referensi di A
N ) m 3 (1, 8) (ax) - (0,8) (9806 N ) (-1,2) m m3 9,806 2 dt
(0,8)(9806 0=0-
ax = 6,537
m dt 2
ii ) Rotasi Uniform terhadap Sumbu Vertikal Rotasi suatu fluida yang bergerak seperti benda padat terhadap suatu sumbu pusaran paksa (Forced vortex). Dalam keadaan ini tiap partikel fluida mempunyai kecepatan sudut yang sama. Hal ini berbeda dengan pusaran bebas (Free Vortex motion) dimana tiap prtikel fluida bergerak dalam lintasan 54
berbentuk lingkaran kecepatan-kecepatannya yang berbeda-beda, berbanding terbalik dengan jaraknya dari pusat putaran. Suatu fluida di dalam suatu kontainer bila diputar terhadap sumbu vertikal dengan kecepatan sudut ( ) konstan akan bergerak seperti gerakan benda padat setelah interval waktu tertentu. Pada gerakan ini tidak terjadi tegangan geser, dan percepatan yang terjadi arahnya menuju sumbu rotasi.
Gb 3.12.3 Rotasi fluida terhadap sumbu vertikal
Sumbu koordinat seperti pada gambar di atas, vektor satuan i arahnya radial dan vektor satuan j arahnya vertikal. Persamaan dasar variasi tekanan fluida statis
p = - j - a Untuk kecepatan sudut yang konstan , mak setiap partikel fluida mempunyai percepatan radial sebesar 2 r , maka a = i 2 r
p = i
p p p +j +k = - j - (i 2 r) = - j + i 2 r y r z
p = 2r r g p = - y
p =0 z
55
Karena p hanya fungsi r dan y, maka diferensial totalnya : dp =
p p dy + dr y r
sehingga dp = - dy +
2 r dr g
……………………
(3.12.5)
untuk fluida dengan konstan, maka hasil integrasinya : 2
r p = 2 2 .y c g
c = konstanta integrasi, dicari dengan syarat batas, yaitu : pada r = 0, y = 0, p = p0 , maka c = p0 2 2 r p = p0 + . 2 - y g
………………………
(3.12.6)
Gb 3.12.4 Rotasi sebuah silinder terhadap sumbunya
Pada suatu bidang horisontal tertentu (y = 0), p0 = 0, maka naiknya permukaan fluida dari vertex pada dinding silinder : h=
2r 2 p = 2g
………………………………
(3.12.7)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa head atau kedalaman vertikal bervariasi sebagai fungsi kuadrat dari radius. Permukaan-permukaan dengan tekanan yang sama berupa bidang paraboloida 56
Volume cairan di atas bidang horisontal lewat vertex sama dengan volume silinder mula-mula di atas bidang horisontal lewat vertex. Volume paraboloida adalah setengah luas alas dikalikan tingginya, maka garis permukaan horisontal aslinya berada tepat ditengah-tengah antara titik tertinggi dan terendah dari permukaan bebas. Penurunan permukaan fluida pada sumbu rotasi h0 2 r 2 2 4g
…………………………..
(3.12.8)
Demikian juga kenaikan permukaan fluida pada dinding silinder mempunyai harga yang sama yaitu
h0 . 2
57
BAB IV KONSEP ALIRAN FLUIDA DAN PERSAMAANPERSAMAAN DASAR. 4.1. Klasifikasi Aliran Aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori sebagai berikut: a. Berdasarkan konfigurasi dari lapisan-lapisan fluida selama bergerak: aliran laminer dan aliran turbulen b. Berdasarkan perubahan variabel di suatu titik pada saat yang berbeda (
var iabel ) : aliran steady dan aliran unsteady. t
c. Berdasarkan perubahan variabel dititik-titik yang berbeda pada saat yang sama (
var iabel ): aliran uniform dan aliran non uniform. s
d. Berdasarkan karakter fluidanya : aliran fluida ideal dan aliran fluida riil. e. Berdasarkan dimensi dari variasi variabel (kecepatan, tekanan dan lainlain). Aliran 1 dimensi, 2 demensi, dan 3 dimensi.
a. Aliran Laminer dan Turbulan Pada aliran laminer partikel fluida bergerak pada lintasan yang halus (smooth) berbentuk lamina-lamina atau lapisan-lapisan dimana satu lapis fluida bergerak secara smooth diatas lapisan yang lain. Dalam aliran laminer pengaruh viskositas akan meredam kecenderungan adanya turbulensi (swirling motion). Aliran laminer menjadi tidak stabil pada kondisi : viskositas rendah dan kecepatan tinggi. Dalam kondisi seperti ini aliran akan cenderung untuk menjadi aliran turbulen. Keadaan aliran turbulen merupakan hal yang paling banyak kita jumpai dalam bidang teknik. Pada aliran turbulen partikel fluida bergerak dalam
58
lintasan yang tidak teratur yang menyebabkan terjadinya pertukaran momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain. Partikel fluida yang bergerak tidak teratur ini bisa dalam ukuran kecil (hanya ribuan molekul fluida saja) sampai ukuran sangat besar (misalnya pusaran air sungai, angin ribut dan lain-lain). Pada aliran turbulen, tegangan geser yang timbul akan relatif lebih besar dari pada aliran laminer, sehingga kerugiannyapun juga lebih besar. Kalau kerugian pada aliran laminer sebanding dengan V, maka pada aliran turbulen sebanding dengan V (1,7 s/d 2 ). Perhitungan tegangan geser pada aliran turbulen t merupakan persoalan yang sangat sulit. Tetapi dengan menganalogikan pada aliran laminer dan hukum Newton mengenai viskositas sesuai dengan konsep dari teori-teori statistik atau kinetik dari gerakan partikel maka pendekatan Boussinesq dapat dan sering digunakan untuk menganalisis aliran turbulen. t =
u = xy ……………………………………… y
(4.1.1)
Disebut viskositas Eddy (Eddy viscossity) Viskositas Eddy bukan merupakan sifat fluida seperti masa jenis, viskositas dan lain-lain, tetapi merupakan faktor yang tergantung dari gerakan dan sifatsifat aliran fluida. Suatu aliran termasuk aliran laminer atau turbulen, tergantung bilangan Reynold (Reynold number)nya. Re =
V.d V.d. = ……………………………
(4.1.2)
Re di bawah 2000 : aliran laminer Re = 2000 sampai dengan 4000 : transisi, cenderung berubah menjadi turbulen Re di atas 4000
: aliran turbulen penuh
b. Aliran stedi (steady flow) dan Aliran tidak stedi (Unsteady flow) Aliran stedi terjadi bila kondisi pada suatu titik dalam suatu fluida (misalnya massa jenis, tekanan, suhu, konsentrasi, kecepatan) tidak berubah terhadap waktu. 59
p T C v =0, = 0, = 0, = 0, =0 t t t t t
Pada aliran yang turbulen, karena gerak partikel fluidanya tidak teratur, maka selalu timbul fluktuasi kecil pada suatu titik. Kecepatan rata-rata pada saat tertentu adalah: v
1 tp
ttp
t
vdt
Contoh aliran steady adalah air yang dipompa dengan kapasitas konstan pada suatu sistim yang tetap. Aliran disebut tidak stedi apabila keadaan pada suatu titik berubah terhadap waktu. p T C v 0, 0, 0, 0, 0 t t t t t
Contoh: Air yang dipompakan pada suatu sistim yang tetap dengan kapasitas yang berubah-ubah.
c. Aliran Seragam (Uniform) dan Aliran Tidak Seragam (Non Uniform) Aliran Seragam terjadi apabila pada setiap titik fluida mempunyai vektor kecepatan atau variabel lain yang sama (besar dan arahnya) pada suatu saat tertentu. Dalam bentuk persamaan
v = 0, dengan s adalah perpindahan pada s
sembarang arah. Aliran yang vektor kecepatannya bervariasi di beberapa titik pada saat yang sama (
v 0) disebut aliran non uniform. s
Dari uraian diatas, sudah dapat dijelaskan beberapa contoh dibawah ini: -
Cairan mengalir melalui pipa panjang dan lurus dengan debit konstan: aliran steady Uniform.
-
Cairan mengalir melalui pipa panjang dan lurus dengan debit berubahubah: aliran unsteady Uniform.
-
Cairan mengalir melalui pipa yang diameternya membesar dengan debit konstan : aliran steady non Uniform.
60
-
Cairan mengalir melalui pipa yang diameternya membesar dengan debit berubah-ubah : aliran Unsteady non Uniform.
d. Aliran Fluida Ideal dan Riil Fluida ideal adalah fluida tanpa gesekan (frictionless) dan tidak mampat (incompressible). Pengasumsian suatu fluida sebagai fluida ideal dimaksudkan untuk membantu menganalisis kondisi aliran yang mengalami ekspansi cukup besar, seperti lautan. Fluida frictionless berarti tidak viskos (nonviscos) dan proses alirannya mampu balik (reversible) atau tanpa kerugian (lossfree). Sedangkan fluida riil adalah fluida yang tidak memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai fluida ideal.
e.
Aliran Satu Dimensi, Dua Dimensi dan Tiga Dimensi Aliran satu dimensi (1D) yaitu aliran yang mengabaikan variasi tekanan, kecepatan, dan lain-lain pada arah selain arah alirannya sendiri. Kondisi pada suatu penampang melintang dinyatakan dengan mengambil harga rata- rata dari kecepatan, tekanan, massa jenis dll diseluruh potongan melintang yang tegak lurus arah aliran utama tersebut. Aliran melewati pipa dapat dianggap sebagai contoh aliran satu dimensi. Pada aliran dua dimensi (2D), semua partikel fluida diasumsikan mengalir pada bidang-bidang paralel yang serupa sepanjang aliran, jadi tidak ada perubahan parameter pada arah normal terhadap bidang-bidang tersebut. Perubahan yang terjadi hanya pada arah vertikal dan horisontal yang searah dengan arah aliran. Sedangkan aliran 3 dimensi (3D) adalah aliran yang mengalami perubahan pada ketiga arah yaitu kearah x, y, dan z. Aliran tiga dimensi merupakan aliran paling kompleks dan paling sulit analisis maupun penyelesaiannya, sehingga diperlukan penyederhanaan- penyederhanaan supaya persoalan aliran dapat diselesaikan dengan satu atau dua dimensi. Contoh aliran tiga dimensi adalah aliran air sungai.
61
4.2. Konsep Aliran Fluida Dari gambar 4.2.1 (a) terlihat bahwa pada gerakan benda padat, jarak dan kedudukan relatif antara partikel-partikelnya konstan. Perubahan posisi, momentum linier, dan energinya dapat didiskripsikan dengan hukum-hukum mekanika zat padat yang sederhana. Sedangkan untuk fluida yang bergerak (gb 4.2.1.b), jarak dan kedudukan relatif antar partikel-partikelnya akan berubah. Yang disebut sisitim dalam aliran fluida adalah fluida yang kita tinjau dan bermassa tetap serta tidak tercampur dengan zat-zat disekelilingnya (surrounding). Antara sistim dan sekeliling dibatasi oleh suatu lapis batas (boundary). Lapis batas dari suatu sistim membentuk suatu permukaan tertutup, dan bidang ini dapat berubah dari waktu ke waktu sedemikian rupa sehingga massa yang terdapat didalam sistim tersebut selalu sama atau konstan.
Gb. 4.2.1 Gerakan zat padat dan fluida.
62
dm 0 …………………………………………… dt
(4.2.1)
Hukum II Newton untuk suatu gerakan biasanya dinyatakan:
dengan
F=
d (mv) ………………………………… dt
(4.2.2)
F = resultan dari seluruh gaya-gaya luar yang bekerja pada sistim,
termasuk gaya berat.
m = massa sistim yang konstan v = kecepatan dari pusat massa sistim.
4.3. Stream Line dan Streak Line Stream line adalah garis kontinyu yang ditarik pada suatu medan aliran, dimana setiap titik pada garis itu menyatakan arah vektor kecepatan dari aliran. Oleh karena itu stream line tidak mungkin saling berpotongan. Pada aliran stedi, karena pada semua titik tidak ada perubahan kecepatan terhadap waktu, maka pola stream line setiap saat bentuknya tetap.
Fig Gb 4.3.1 Streamline untuk aliran stedi di sekitar silinder antara dua dinding paralel
Setiap partikel fluida bergerak (melintas ) pada arah sesuai streamline pada suatu saat, dan berpindah sejauh s . s searah dengan v, maka operasi cross vektor vX s = 0 63
v
= iu + jv +kw
s
= i dx + j dy + k dz
vX s =
i
j
k
u
v
w
=0
dx dy dz
i(v.dz-w.dy)-j(u.dz-w.dx)-k(u.dy-v.dx) = 0 v.dz = w.dy
dz dy = v w
u.dz = w.dx
dz dx = u w
u.dy = v.dx
dy dx = v u
Akhirnya didapatkan dx dy dz …………………………... u v w
(4.3.1)
Persamaan ini merupakan persamaan umum streamline pada aliran tiga dimensi. Bidang yang dibentuk oleh beberapa streamline disebut stream surface. Bila bidang yang dibentuk merupakan bidang tertutup, maka saluran dalam bidang tersebut dinamakan streamtube. Pada streamtube tidak ada komponen kecepatan yang menembus dindingnya, alirannya searah dengan arah saluran. Dengan pengertian ini maka pipa yang dialiri fluida dimana tidak ada komponen fluida yang menembus dindingnya, dapat dipandang sebagai streamtube Streakline adalah tempat kedudukan sesaat semua partikel fluida. Kalau bahan pewarna disuntikkan kedalam sebuah aliran fluida dari sebuah titik tertentu dalam aliran itu dan kemudian difoto, maka gambar yang dihasilkan akan memperlihatkan sebuah streakline. Dan jika alirannya tidak stedi maka foto yang didapat pada saat yang berlainan akan memperlihatkan streakline yang berbeda-beda.
64
4.4 Volume Kendali (Control Volume) Suatu control volume merupakan suatu daerah di dalam ruang dimana aliran dapat masuk dan keluar dari ruangan tersebut. Batas (boundary) dari control volume disebut control surface. Control volume selalu fixed terhadap sistim koordinat xyz. Perhatikan gambar berikut: Jika N adalah suatu besaran (misalnya: massa, energi atau momentum) dari sistim pada saat t, dan adalah besaran N per satuan massa atau
N ,maka m
laju membesarnya N di dalam sistim dapat diformulasikan dalam control volume. N sis ( t t ) N sis ( t ) dV dV dV III II t t II t
dengan dV = elemen volume
Gb. 4.4.1 Control volume pada sebuah sistim
65
Bila ruas kanan ditambah dan dikurangi dengan dV kemudian I t t semua ruas dibagi dengan t , maka :
N sis ( t t ) N sis ( t ) t
dV dV dV I II t t II t t dV dV III t t I t t t t
……….
(4.4.1)
Ruas kiri dari persamaan (4.4.1) menyatakan laju membesarnya N dalam sistim selama t . Untuk t mendekati nol, maka limitnya menjadi
dN . dt
Sedangkan dua integral pertama diruas kanan (A) adalah besaran N dalam cv saat (t + t ), integral ketiga (B) menyatakan besaran N dalam cv saat (t). lim A-B =
t 0
t
..dV cv
Integral keempat (c) adalah laju keluarnya N dari cv saat (t + t ) lim C-D =
t 0
..v.dA cs
maka limit dari persamaan (4.4.1) menjadi dN dt t
..dV + ..v.dA ………………… cv
(4.4.2)
cs
4.5. Konservasi Massa Prinsip konservasi massa adalah: pada suatu sistim, massa tidak pernah berubah terhadap waktu; (4.4.2), adalah :
dm 0 . Maka variabel- variabel pada persamaan dt
N = massa atau m
= massa/massa satuan = 1
= kerapatan
66
V = volume v = kecepatan;
maka:
dm .dV .v.dA 0 …………………….. dt t cv cs
(4.5.1)
Persamaan kontinyuitas untuk control volume menyatakan bahwa laju bertambahnya massa terhadap waktu di dalam suatu control volume ditambah laju massa netto yang meninggalkan control volume lewat permukaan sama dengan nol. Tinjau: aliran stedi lewat suatu streamtube
Gb. 4.5.1. Control volume dari aliran lewat tube
Untuk aliran stedi: ( . dV ) = 0 t cv
Persamaan kontinyuitas : 0+
.v.dA = 0
………………………….
(4.5.2)
CS
Persamaan ini harus digunakan pada setiap control surface dimana massa fluida masuk dan keluar. Oleh karena itu :
v .dA 1
CS!
1
+
v
2
.dA 2 = 0 ; dot product dari vektor- vektor ini
CS 2
:
67
- v1dA1 + CS!
sehingga
v dA 2
2
=0
CS 2
v dA 1
1
v dA
=
2
CS!
2
………………..
(4.5.3)
CS 2
Jika 1 dan 2 konstan pada penampang melintang sisi masuk dan sisi 1 v1dA1 =
keluar, maka
2
CS1
v dA 2
2
CS 2
Akan lebih baik jika dinyatakan dengan kecepatan rata- rata (V), yaitu V= maka
1 A
V1A1 =
v. dA
A
v dA 1
1
dan V2A2 =
CS1
sehingga
v dA 2
2
CS 2
1 V1A1 = 2 V2A2 = m
……………………….
(4.5.4)
dengan m adalah laju aliran massa (mass flow rate) dalam kg/dt atau slug/dt. Untuk aliran stedi laju aliran massa konstan. Jika laju aliran volumetrik (Q) dedefinisikan sebagai Q = AV dan untuk fluida incompressible, maka Q = V1A1 = V2A2 sehingga persamaan kontinyuitas dapat dinyatakan dalam bentuk: m = 1 Q1 = 2 Q2 ………………………………
(4.5.5)
Contoh : Pada bagian 1 dari sebuah pipa yang dialiri air (gb 4.5.2) kecepatannya adalah 3 ft/dt dan diameternya 2 ft. Pada bagian 2 diameternya 3 ft. Hitung laju aliran volumetrik dan kecepatan pada bagian 2.
68
Gb 4.5.2 Control volume untuk aliran melalui pipa secara seri
Penyelesaian : Q = V1A1 = (3ft) (2ft)2 = 9,42 ft3/dt 4
V2 =
Q 4 = (9,42ft3/dt) = 1,33 ft/dt A2 (3ft ) 2
Gb. 4.5.3. control volume untuk aliran multi inlet
69
Jika ada beberapa sisi masuk (inlet) dan atau sisi keluar (outlet), maka persamaan control volume harus dikembangkan, misalnya pada interseksi berbentuk T pada gambar (4.5.3), persamaan kontinyuitasnya menjadi: - 1V1A1 - 3V3A3 + 2V2A2 = 0 V1A1 + V3A3 = V2A2 ………………………………
(4.5.6)
Q1+ Q3 = Q2 ………………………………………
(4.5.7)
Kesimpulan : pada sebuah control volume debit aliran masuk sama dengan debit aliran keluar. 4.6. Persamaan Momentum Linier Hukum II Newton digunakan untuk dasar perhitungan bentuk control volume dari persamaan momentum linier. Disini variabel N adalah momentum linier dari sistim (mv) dan adalah momentum linier persatuan massa ( =
.v =
v); maka persamaan (4.4.2) akan berbentuk F=
d (mv) v dV + = t cv dt
v v. dA ……………… (4.6.1)
CS
Dari persamaan ini dapat dikatakan bahwa gaya resultan yang bekerja pada suatu control volume sama dengan laju membesarnya momentum linier ditambah laju netto momentum yang meninggalkan control surface. Pernyataan ini dapat digunakan untuk menjabarkan persamaan gerak fluida sepanjang garis alir (persamaan Euler) yang akan diuraikan pada bab berikutnya.
70
Gb. 4.6.1. control volume untuk aliran lewat pipa Gb. (4.6.1) menunjukkan sebuah control volume untuk aliran melalui pipa dengan titik 1 sebagai sisi masuk dan titik 2 sebagai sisi keluar. Jumlah vektor gaya-gaya luarnya: F = W + Fp1 + Fp2 + F o + Fw Dengan : W
= gaya berat = volume dari control volume x berat jenis
Fp1 = gaya tekan pada sisi masuk Fp2 = gaya tekan pada sisi keluar Total vektor gayanya adalah Fp =
p.dA p.n.dA cs
cs
n adalah vektor satuan yang normal terhadap permukaan, positif jika aliran meninggalkan permukaan. Fp = pA
Fo = gaya geser pada dinding
Fw = gaya tekan
71
Pertukaran momentum pada sisi masuk M1 dan sisi keluar M2
dapat
dianalisis dengan asumsi alirannya stedi. Maka ruas kanan dari persamaan (4.6.1) dapat ditulis: M1 + M2 =
v1 ( 1 v1. dA ) +
cs .1
v2 ( 2 v2. dA) ………
(4.6.2)
cs 2
M1 + M2 = -( V1 A1) V1 + ( V2 A2.) V2 ………………
(4.6.3)
M1
= - 1 Q V1 ……………………………………
(4.6.4)
M2
= 2 Q V2 ………………………………………
(4.6.5)
Oleh karena itu pada setiap luasan, M tegak lurus permukaan dan arahnya meninggalkan control surface baik pada sisi masuk maupun sisi keluar. Dari hukum II Newton, bentuk akhir dari control volume yang stedi. W + Fp1 + Fp2 + F = M1 + M2 …………………………
(4.6.6)
Faktor Koreksi Momentum Apabila kecepatan bervariasi pada penampang melintang dari control surface, faktor koreksi momentum harus diperhitungkan, sebelum menggunakan kecepatan rata-rata.
v2 dA = V2 A ……………………………………
(4.6.7)
v2 dA ……………………………………… V
(4.6.8)
A
=
1 A
A
Maka persamaan (4.6.6) akar terkonveksi menjadi W + Fp1 + Fp2 + F = 1 M1 + 2 M2 …………………….. Untuk aliran laminier dalam pipa bulat yang lurus =
(4.6.9)
4 . Dan apabila 3
alirannya uniform = 1. tidak pernah berharga kurang dari 1. Aplikasi dari persamaan momentum linier ini adalah pada analisis aliran yang dibelokkan, fixed and moving vanes, propeler, dsb.
72
4.7. Persamaan Energi Hukum pertama thermodinamika menyatakan bahwa panas QH yang ditambahkan pada suatu sistim dikurangi kerja yang dilakukan oleh sistim (W) hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir dari sistim. QH - W = E2 - E1 ………………………………………
(4.7.1)
Dengan E = energi dalam (internal Energy). Jika energi dalam per massa satuan disebut e maka dalam persamaan (4.4.2), N = E dan = e dE = dt t
edV + CV
ev.dA ……………………….
(4.7.2)
CS
atau dengan menggunakan persamaan (4.7.1) QH W dE = = t t dt t
edV +
ev.dA ….……….
(4.7.3)
CS
CV
Kerja yang dilakukan oleh sistim pada sekeliling dapat diuraikan menjadi dua, yaitu kerja Wpr yang dilakukan oleh gaya-gaya tekan pada lapis batas yang bergerak, dan kerja Ws yang dilakukan oleh gaya-gaya geser seperti torsi yang timbul pada poros yang berputar. Kerja yang dilakukan oleh gayagaya tekan selama t adalah :
Wpr = t
pv. dA ………………………………
( 4.7.4)
Dengan menggunakan definisi kerja, maka persamaan (4.7.3) menjadi : QH Ws = t t t
p
edV + e v.dA …………
CV
(4.7.5)
CS
Jika tidak ada efek nuklir, listrik, magnetik dan tegangan permukaan, energi dalam (e) suatu zat murni adalah jumlah energi potensial, energi kenetik dan inergi intrinsik. Energi intrinsik per satuan massa u disebabkan oleh gaya molekuler (bergantung pada p, atau T). Maka internal energi didefinisikan : e = gz +
V2 + u ………………………………………… (4.7.6) 2
Apabila alirannya stedi, maka persamaan (4.7.5) menjadi : QH Ws = t t
p
e v.dA ……………………………..
CS
73
(4.7.7)
Penerapan persamaan (4.7.6) pada masing-masing control surface: QH Ws p = 1 e1 1 v1 .dA1 t t CS1 1
p2 e 2 CS2 2 2 v 2.dA 2 ….
+
(4.7.8) Vektor kecepatan tegak lurus dengan luasan maka dot product pada sisi masuk v1.dA1 bertanda negatif QH Ws =t t
p1
CS1
1
e1 1 v1 .dA1 +
p2
CS 2
2
e 2 2 v 2. dA 2
Substitusi e (persamaan 4.7.6) ke dalam persamaan diatas didapatkan: 2 p1 QH Ws v1 u 1 1 v1dA1 + =- gz 1 t 2 t CS1 1
CS 2
p2 v2 gz 2 2 u 2 2 v 2 .dA 2 ……………………….. 2 2
(4.7.9)
Persamaan enargi pada keadaan stedi. Asumsi-asumsi yang digunakan : 1. Alirannya uniform, maka u konstan sehingga uv.dA = u v.dA CS
2.
gz v.dA = gzc
CS
(4a)
CS
v.dA ……………………………………
(4b)
CS
zc = ketinggian sentroid dari luasan inlet 3.
CS
4.
CS
p p v.dA =
(
v.dA ……………………………………
(4c)
CS
p p + gz) v.dA = ( + gz)
v.dA ……………………… (4d)
CS
1 v3 5. Faktor koreksi untuk energi kenetik = dA …………… (4e) A V V2 adalah energi kinetik rata-rata per satuan massa yang melewati 2
penampang aliran. 6.
v.dA = VA = m (= laju aliran massa) …………………… (4f)
74
QH
p V2 + 1 gz 1 1 1 u 1 1V1. A1 = Ws + t 1 2 t
p2 v 22 gz2 2 u 2 .2 v 2 .dA2 …………………… 2 .2
(4.7.10)
persamaan ini akan lebih baik jika dinyatakan per laju massa aliran, sehingga persamaannya menjadi : p V2 qH + 1 gz1 1 1 u1 = ws + 2 .1
p2 v2 gz2 2 2 u 2 … (4.7.11) 2 .2
qH = panas yang ditambahkan per massa satuan. ws = kerja poros per massa satuan, positif untuk turbin, negatif untuk pompa. Persamaan (4.7.7) dapat dikembangkan untuk inlet dan atau outlet jamak (multiple inlet and our outlet), maka persamaan (4.7.12) menjadi: QH
p p V2 V2 + 1 gz 1 1 1 u 1 1 V1 A 1 + 3 gz 3 3 3 u 3 3 V3 A 3 t 1 2 2 3 v 22 Ws p 2 gz u 2 2 V2 A 2 ……………. (4.7.13) = + 2 2 2 t 2
Kemampubalikan (Reversibility), Ketakmampubalikan (irreversibility) dan kerugian (losses) Proses biasanya menyebabkan suatu perubahan pada sekelilingnya, misalnya memindahkan panas ke atau dari lapis batasnya. Apabila proses itu dapat balik, yakni kembali ke keadaan awal tanpa perubahan akhir pada sistim dan sekelilingnya, maka proses seperti ini disebut mampu balik (Reversible). Proses mampu balik merupakan keadaan ideal, yang pada aliran nyata dari fluida riil tidak pernah tercapai, dikarenakan adanya gesekan, viskositas dan lain-lain. Setiap proses nyata tidak mampu balik (irreversible). Oleh karena itu di dalam perancangan perlu diusahakan agar keadaannya mendekati mampu balik.
75
Ketakmampubalikkan suatu proses adalah beda antara banyaknya kerja yang dapat dilakukan oleh suatu zat yang berubah dari keadaan satu ke keadaan lainnya melalui suatu lintasan secara mampu balik terhadap kerja nyata yang dihasilkannya
untuk
lintasan
yang
sama.
Dalam
kondisi
tertentu,
ketakmampubalikan suatu proses disebut kerja hilang (losses work). Persamaan energi untuk control volume yang menyertakan kerugian (secara empirik) untuk massa satuan. qH + (u2 - u1) = K
V2 2
(4.8.1)
K disebut koefisian kerugian atau koefisien kehilangan (loss coefficient) yang didapat dari eksperimen laboratorium. Ini merupakan kerugian lokal yang terjadi pada aliran yang mengalami perubahan secara cepat, misalnya pada difuser, elbow dan outlet. Maka persamaan (4.7.11) akan menjadi (dinyatakan dalam bentuk energi per massa satuan): p1 p V2 V2 V2 gz 1 1 1 = ws + 2 gz 2 2 2 u 2 + K …... 2 2 2 1 2
(4.8.2) dengan V: kecepatan rata-rata antara sisi (1) dan sisi (2) dimana kerugian tersebut terjadi. Persamaan diatas juga dapat dinyatakan dalam bentuk energi per berat satuan dengan cara membaginya dengan g. 2
p p1 V2 V V2 + z1 + 1 1 = Hs + 2 + z2 + 2 2 + K ….. 2 1 2g 2g 2g
(4.8.3)
Pada persamaan ini satuannya menjadi N.m/N atau ft.lb/lb. Hs menyatakan kerja poros ws dibagi g, disebut head dari poros. Hs dapat mewakili head pompa (harga negatif) dan head turbin (harga positif).
76
BAB V KONSERVASI ENERGI MEKANIK DAN PERSAMAAN BERNOULLI 5.1. Persamaan Euler Sepanjang Garis Aliran Gambar 5.1.1 di bawah merupakan ilustrasi dari sebuah control volume berbentuk prisma yang berukuran kecil, dengan luas penampang melintang
A dan panjang s . Kecepatan fluida mengikuti garis aliran s.
Gb. 5.1.1. Penerapan persamaan kontinyuitas dan persamaan momentum pada aliran melalui volume kendali pada garis aliran s.
Dengan asumsi bahwa fluida tanpa gesekan (viskositasnya nol), gaya-gaya yang bekerja pada volume kendali dalam arah s hanyalah gaya-gaya ujung (end forces) dan gaya beratnya. Persamaan momentum diterapkan pada volume kendali pada komponen s.
Fs =
(v)sA + t
vv. dA ……………… ( 5.1.1) cs
77
s dan A bukan merupakan fungsi waktu. Gaya-gaya yang bekerja adalah: p
Fs = p A - ( pA s sA ) - gs.A cos =-
p z s.A - g sA …………………… s s
(5.1.2)
Karena bila s bertambah, koordinat vertikal bertambah sedemikian rupa hingga
cos =
z s
Dalam laju bersih aliran momentum s keluar harus memperhitungkan aliran yang melalui permukaan silinder mt, maupun aliran yang melalui permukaan - permukaan ujung (gb.c).
vv. dA = mt v - Av cs
2
+ Av 2 (Av 2 )s … (5.1.3) s
Untuk menentukan nilai mt, kita mempergunakan persamaan kontinyuitas pada volume kendali (gb.d) 0=
As m t (v)A.s ……..………………… ( 5.1.4) t s
Pelenyapan mt pada persamaan (5.1.3) dan ( 5.1.4) serta penyederhanaan, menghasilkan:
v
v v.dA = v s v t A.s …………………
(5.1.5)
cs
Substitusi persamaan (5.1.3) dan persamaan (5.1.5) ke persamaan (5.1.1) menghasilkan : z v v p g v A.s 0 s s t s
setelah pembagian seluruhnya dengan As dan pengambilan limit untuk
A serta s mendekati nol, maka persamaan tersebut menjadi 1 p z v v g v + = 0 ……………………. s s s t
78
(5.1.6)
Kita telah membuat dua asumsi, yaitu (1) bahwa alirannya mengikuti garis aliran dan (2) alirannya tanpa gesekan. Jika aliran tersebut juga stedi, maka persamaan (5.1.6) menjadi lebih sederhana lagi. 1 p z v g v = 0 ……………………………… s s s
( 5.1.7)
Kini s adalah satu satunya variabel bebas, maka diferensial - diferensial parsiil dapat diganti dengan diferensial total.
dp gdz vdv 0 ……………………………………
( 5.1.8)
Persamaan (5.1.8) ini disebut "Persamaan Euler sepanjang garis aliran"
5.2. Persamaan Bernoulli Untuk kerapatan yang konstan, maka integrasi persamaan Euler sepanjang garis aliran (pers 5.1.8) berbentuk: gz +
v2 p = konstan …………………………… 2
( 5.2.1)
Persamaan (5.2.1) ini disebut "Persamaan Bernoulli". Konstanta integrasi (disebut konstanta Bernoulli) berubah dari satu garis aliran ke garis aliran lainnya, tetapi tetap konstan sepanjang garis aliran dalam aliran yang stedi, tanpa gesekan dan tak mampu mampat. Pada waktu menerapkan persamaan ini kita memerlukan serta harus mengingat ke-empat asumsi ini. Masing-masing suku pada persamaan (5.2.1) berdimensi (L/T)2, satuannya meter- newton per kilogram. m.N m.kg .m / dt 2 m 2 2 kg kg dt
karena 1 N = 1 kg. m/dt2
Persamaan (5.2.1) dalam bentuk energi per massa satuan. Bila persamaan ini dibagi dengan g maka akan didapatkan : z+
v2 p = konstan……………………………… 2g
79
(5.2.2)
Persamaan ini dalam bentuk energi per berat satuan, dengan satuan meter Newton per Newton (atau foot- pound per pound). Bentuk tersebut baik sekali untuk menyelesaikan persoalan - persoalan fluida dengan permukaan bebas.
Setiap suku dari persamaan Bernoulli (5.2.2) dapat diinterpretasikan dalam bentuk energi yang tersedia. Persamaan ini juga disebut persamaan konservasi energi mekanis. Jika persamaan (5.2.1) dikalikan dengan , kita memperoleh
z
v 2 2
p = konstan ……………………………
(5.2.3)
yang mudah digunakan untuk aliran gas, karena perubahan ketinggian seringkali tidak penting dan z dapat dihilangkan. Dalam bentuk ini masingmasing suku adalah dalam meter Newton per meter kubik, foot pound per foot kubik atau energi per volume satuan.
Dengan menggunakan persamaan (5.2.2) untuk 2 titik pada streamline 2
z1 +
2
p1 v1 p v = z2 + 2 2 ……………………. 2g 2g
(5.2.4)
atau : p1 p 2 v1 v 2 2g 2
z1 - z2 +
2
= 0 ………………….
(5.2.5)
Persamaan ini menunjukkan bahwa perbedaan energi antara dua titik terdiri dari perbedaan energi potensial, energi aliran dan energi kinetik. (z1 - z2) adalah perbedaan ketinggian antara kedua titik terhadap datum yang sama. Sedangkan
p1 p 2 merupakan perbedaan head tekanan yang dinyatakan
dalam satuan panjang kolom zat yang mengalir.
80
Contoh : Air mengalir pada suatu saluran terbuka (open channel) seperti gambar dibawah dengan kedalaman 2 meter dan kecepatannya 3 meter/detik. Kemudian megalir turun melalui saluran yang miring dan selanjutnya mengalir mendatar lagi. Jika diinginnkan kecepatan kecepatan akhir 10 meter/detik dan kedalaman 1 meter, hitunglah perbedaan ketinggian (y). Asumsikan bahwa aliran tanpa gesekan (frictionless).
Penyelesaian : Kecepatan- kecepatan diasumsikan seragam pada seluruh penampang melintang. Titik 1 dan 2 dapat dipilih sebagai permukaan bebas. Jika perbedaan ketinggiannya adalah y , maka persamaan Bernoulli menjadi : 2
2
V1 p V p 1 z1 = 2 2 z 2 2g 2g
kemudian, z1 = y+2 ; z2 =1 ; V1 = 3 m/dt ; V2 = 10 m/dt dan p1 = p2 = 0 32 10 2 +0+y+2= +0+1 2(9,806 ) 2(9,806 )
maka y = 3,64 meter
5.3
Penerapan Persamaan Bernoulli Persoalan-persoalan mekanika fluida yang menggunakan persamaan Bernouli antara lain: - Pengukuran kecepatan dengan tabung pitot - Pengukuran debit aliran dari reservoir melalui Orifis. - Pengukuran debit aliran dengan meter Venturi. - Pengukuran debit aliran lewat sekat atau bendung (weir).
81
5.3.1. Pengukuran Kecepatan Dengan Tabung Pitot (Pitot Tube).
Pitot tube merupakan alat atau cara paling tepat untuk mengukur kecepatan. Gb 5.3.1.a menggambarkan sebuah pitot tube dengan tabung kaca dengan belokan yang digunakan untuk mengukur kecepatan v di dalam suatu saluran terbuka. Lubang tabung diarahkan ke hulu sehingga fluida mengalir ke dalam tabung tersebut
sampai tekanan di dalam tabung meningkat sedemikian rupa
sehingga cukup untuk menahan dampak kecepatan terhadapnya. Tepat di depan lubang tersebut fluida tidak bergerak. Garis aliran yang melalui 1 melintas ke titik 2 yang disebut titik stagnasi, tempat fluida tidak bergerak, dan di titik 2 aliran melintas di sekitar tabung. Tekanan di titik 2 diketahui dari kolom cairan di dalam tabung.
Gb 5.3.1.a Pitot tube sederhana Disini persamaan Bernouli diterapkan antara titik 1 dan titik 2 (titik stagnasi). Kedua titik terletak pada ketinggian yang sama. 2
v1 p p 1 2 h 0 h 2g
karena
p1
h0
2
v1 v2 h ……………………………………… maka = 2g 2g
82
( 5.3.1.a)
v=
2 gh ………………………………….
( 5.3.1.b)
Dalam prakteknya, sangat sulit untuk membaca h dari permukaan bebas. Tabung pitot mengukur tekanan stagnasi. Tekanan total terdiri dari tekanan statik h0 dan tekanan dinamik h yang dinyatakan dalam panjang kolom fluida yang mengalir (gb 5.3.1.a). Tekanan dinamik berkaitan dengan head kecepatan (pers 5.3.1.a). Dengan mengkombinasikan pengukuran tekanan statik dan pengukuran tekanan total, yaitu dengan mengukurmasing- masing tekanan dan menghubungkannya dengan kedua ujung sebuah manometer deferensial, akan didapatkan head tekanan dinamik. Suatu susunan digambarkan pada gambar 5.3.1.b.
Gb 5.3.1.b Tabung pitot dan tabung piezometer
Persamaan Bernoulli yang diterapkan dari titik 1 ke 2 adalah: 2
v1 p p 1 2 …………………………………… 2g
( 5.3.1.c)
Persamaan untuk manometer dalam satuan panjang air. p1 p S kS R ' S0 (k R ' )S 2 S
Jika disederhanakan, akan menghasilkan p 2 p1 S R ' 0 1 ……………………………… S
83
(5.3.1.d)
Substitusi
p 2 p1 pada persamaan (5.3.1.d) ke persamaan ( 5.3.1.c)
menghasilkan :
v1 = v =
S 2gR ' 0 1 …………… S
(5.3.1.e)
Gb. (5.3.1.c) adalah tabung pitot statik yang merupakan gabungan dari tabung statik dan tabung pitot. Analisis pada sistim ini tepat sama dengan yang dilakukan pada tabung pitot sebelumnya. Segala ketidakpastian dalam pengukuran tekanan statik memerlukan diterapkannya koefisien koreksi C, sehingga persamaan (5.3.1.e) menjadi :
S v = C 2gR ' 0 1 …………………………… S
(5.3.1.f)
Gb 5.3.1.c Tabung Pitot Statik Konstanta C untuk setiap jenis tabung pitot berbeda-beda. Untuk suatu bentuk khusus tabung pitot statik dengan hidung tumpul, yaitu tabung Prandtl, yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga gangguangangguan yang disebabkan oleh hidung dan kaki saling meniadakan sehingga dalam persamaan tersebut C = 1.
5.3.2. Pengukuran Debit Aliran Dari Riservoir Melalui Orifis Orifis adalah lubang pada tangki tempat fluida mengalir keluar, dapat terletak di bagian samping atau di bagian bawah tangki, biasanya berpenampang lingkaran yang dapat digunakan untuk mengukur debit aliran 84
yang keluar dari tangki atau reservoir tersebut. Tepi orifis dapat berbentuk siku atau dibulatkan. Luas penampang orifis adalah luas penampang lubang. Dalam orifis yang bertepi siku terjadi penyempitan (kontraksi) jet fluida di sebelah hilir dari lubang sepanjang sekitar setengah kali diameter.Bagian aliran yang datang menyusur dinding tidak dapat membelok 90o pada dinding dan karenanya mempunyai komponen kecepatan radial yang mempersempit luas jet. Penampang yang penyempitannya maksimum disebut Vena kontrakta (vene contracta). Di penampang ini garis- garis aliran sejajar di seluruh jet dan tekanannya adalah tekanan atmosfir. Tinggi tekan H di orifis diukur dari titik pusat orifis sampai permukaan bebas. Tinggi tekan tersebut diasumsikan dipertahankan konstan.
Gb. 5.3.2.a. orifis pada reservoar
Persamaan Bernouli yang diterapkan dari titik 1 pada permukaan bebas sampai titik pusat vena kontrakta, dan 2, dengan tekanan atmosfir lokal sebagai datum dan titik 2 sebagai datum ketinggian (elevasi) dengan mengabaikan kerugian :
2
V1 p V2 p 1 z1 2 2 z 2 2g 2g
85
0+ 0 + H = V2 =
V22 +0+0 2g
2 gH …………………………………………
(5.3.2.a)
Kecepatan ini merupakan kecepatan teoritis Vt, karena mengabaikan kerugian antara kedua titik tersebut. Kecepatan aktual dititik 2 adalah: V2a = Cv 2 gH ………………………………… Dengan Cv =
(5.3.2.b)
Va = koefisien kecepatan. Debit nyata Qa dari Oritis sama Vt
dengan hasil kali kecepatan nyata dari vena kontrakta dan luas jet. Perbandingan luasan jet A2 di vena kontrakta terhadap luasan Orifis A0 disebut koefisien kontraksi Cc Cc =
A2 ………………………………………… A0
(5.3.2.c)
Luas vena kontrakta adalah Cc.A0 sehingga debit nyata Qa = Cv Cc A0
2 gH …………………………
(5.3.2.d)
Cv Cc = Cd disebut koefisien debit, maka : Qa = Cd A0
2 gH ……………...……………
(5.3.2.e)
Cv didapatkan dari eksperimen yang besarnya bervariasi antara 0,95 dan 0,99 untuk orifis bertepi siku maupun yang dibulatkan. Bagi kebanyakan orifis, seperti yang bertepi siku, besarnya kontraksi tidak dapat dihitung dan harus menggunakan hasil percobaan (test). Terdapat beberapa cara untuk memperoleh satu atau lebih koefisien- koefisien tersebut, Dengan mengukur luas penampang Ao, tinggi H dan debit Qa (dengan sarana gravimetrik atau volumetrik) kita memperoleh Cd dari persamaan
(5.3.2.e).
Maka
pentuan
Cv
atau
Cc
memungkinkan
ditentukannya koefisien yang lain dari persamaan (5.3.2.d). Berikut ini beberapa metode tersebut : Metode lintasan. Dengan mengukur posisi sebuah titik pada lintasan jet bebas di sebelah hilir vena kontrakta (gb 5.3.2.a), kita dapat menentukan kecepatan nyata Va jika 86
tahanan udara diabaikan. Komponen x kecepatan tidak berubah, oleh karena itu Va.t = xo, disini t adalah waktu yang diperlukan suatu partikel fluida untuk melintas dari vena kontrakta ke titik 3. Waktu yang diperlukan oleh suatu partikel untuk penurunan sejauh yo karena aksi gravitasi bila tidak mempunyai kecepatan awal dalam arah itu dinyatakan dengan yo = gt2/2. Setelah t dilenyapkan dari kedua persamaan tersebut maka : xo
Va =
2 yo / g
dengan V2t yang ditentukan dari persamaan (5.3.2.a), maka didapatlah perbandingan Va / Vt Pengukuran langsung terhadap Va Dengan tabung pitot yang ditempatkan di vena kontrakta, dapat ditentukan kecepatan nyata Va. Pengukuran langsung terhadaap garis tengah jet Dengan jangka (kaliper) luar, garis tengah jet di vena kontrakta dapat diukur secara kasar. Pengukuran ini tidak teliti dan pada umumnya kurang memuaskan jika dibandingkan dengan metode- metode lain. Menggunakan persamaan momentum Bila reservoar cukup kecil untuk digantung pada mata pisau seperti gambar 5.3.2.b, maka dimungkinkan untuk menentukan gaya F yang menimbulkan momentum di dalam jet. Dengan lubang orifis ditutup, tangki diposisikan mendatar dengan menambahkan atau mengurangka pemberat- pemberat. Dengan orifis mengeluarkan debit, suatu gaya menimbulkan momentum di dalam jet dan suatu gayaa F' yang sama besar tetapi arahnya berlawanan beraksi terhadap tangki. Dengan menambahkan pemberat- pemberat W secukupnya, tangki dibuat mendatar lagi. Dari gambaar, F' = W.xo/yo. Dengan persamaan momentum :
F
x
Q W.xo Qa..Va (Vxout Vxin ) atau g yo g
87
karena Vxin adalah nol dan Va adalah kecepatan akhir. Karena debit nyata tersebut diukur, maka Va merupakan satu- satunya besaran yang belum diketahui pada persamaan itu, sehingga akan dapat dihitung.
Kerugian di dalam aliran Orifis.
Kerugian tinggi tekan di dalam aliran melalui Orifis ditentukan dengan penerapan persamaan energi dengan suku kerugian untuk jarak antara titik 1 dan 2 (gb5.3.2.a) V1 a 2 p1 V2 a 2 p 2 z1 = z 2 + kerugian 2g 2g
Gb 3.5.2.b Metode momentum untuk mendapatkan harga Cv dan Cc
Dengan substitusi nilai- nilai untuk kasus ini menghasilkan: Kerugian = H -
V2 a 2 V a2 1 = H (1- C v2 ) = 2 ( 2 -1)………… (5.3.2.f) 2g 2g Cv
Disini persamaan (5.3.2.c) telah digunakan untuk memperoleh kerugian sebagai fungsi H dan Cv atau V2a dan Cv. Contoh : Sebuah orifis yang bergaris tengah 75 mm di bawah tinggi tekanan sebesar 4,88 mm mengeluarkan debit air sebesar 8900 N dalam waktu 32,6 detik.
88
Lintasan jet telah ditentukan dengan mengukur xo = 4,76 m untuk penurunan sebasar 1,22 m. Tentukanlah
Cv, Cc, Cd, kerugian tinggi
tekanan per berat satuan, dan kerugian daya. Penyelesaian : Kecepatan teoritis V2t adalah : V2t =
2gH =
(2).(9,806 ).(4,88) = 9,783 m/dt
Kecepatan nyata ditentukan dari lintasan. Waktu untuk menurun 1,22 m adalah : t=
2.yo = g
2.(1,22) = 0,499 dt 9,806
dan kecepatan dinyatakan dengan xo = V2a.t V2a =
4,76 = 9,539 m/dt 0,499
Cv =
V2 a 9,539 = = 0,975 V2 t 9,783
Debit nyata Qa adalah : Qa =
8900 = 0,0278 m3/dt (9806 ).(32,6)
Dari persamaan (5.3.2.e) Cd =
Qa Ao. 2gH
0,0278 (0,0375 ) 2.(9,806 ).(4,88) 2
= 0,643
Maka dari persamaan (5.3.2.d) Cc =
Cd 0,643 = 0,659 Cv 0,975
Dari persamaan (5.3.2.f), kerugian tinggi tekanan adalah : Kerugian = H(1-Cv2) = 4,88.(1 - 0,9752) = 0,241 m.N / N Besarnya kerugian daya Q. .(kerugian) = (0,0278).(9806).(0,241) = 65,7 W
89
Aliran Orifis Tak Stedi Dari Reservoar Dalam pembahasan terdahulu, asumsi yang dipakai antara lain adalah bahwa permukaan cairan di reservoar konstan atau dalam keadaan stedi. Tetapi dalam kenyataanya sering dijumpai permukaan cairan turun seiring dengan berkurangnya volume cairan yang tersisa di dalam reservoar, sehingga keadaan alirannya tidak stedi. Padahal secara teoritis persamaan Bernoulli hanya berlaku untuk aliran stedi. Dalam hal penurunan elevasi permukaan cairan yang lambat, maka persamaan Bernoulli dapat diterapkan dengan kesalahan yang kecil dan dapat diabaikan.
Gb 5.3.2.c Notasi untuk tinggi cairan yang menurun Volume yang dilepaskan dari orifis dalam waktu t adalah Q t , yang harus tepat sama dengan perkurangan volume di reservoar dalam inkremen waktu yang sama (gb 5.3.2.c), AR(- y) , dengan AR sebagai luas permukaan cairan pada ketinggian y diatas orifis. Dengan mempersamakan kedua persamaan tersebut kita dapatkan: Q t = -AR y Dengan menyelesaikan t dan mengintegrasi dengan batas- batas y = y1 untuk t = 0 ,dan y = y2 untuk t = t maka diperoleh : t
y2
A R dy Q y1
t = dt 0
Debit orifis Q adalah Cd.Ao 2gy . Setelah persamaan ini dimasukkan, maka
90
t=-
1 Cd A o
y2
A 2g
R
y1 / 2 dy ………………………….
(5.3.2.g)
y1
Bila AR sebagai fungsi y diketahui, maka integral tersebut dapat ditentukan nilainya. Jika luas penampang tangki konstan, maka t=-
1 Cd A o
y2
A 2g
R
2A R
y1 / 2 dy =
Cd.Ao 2g
y1
( y1 y 2 )
(5.3.2.h)
Contoh : Sebuah tangki mempunyai luas penampang horisontal 2 m2 pada ketinggian orifis. Pada 3 m diatas orifis, luas penampangnya 1 m2 , dan luas permukaan linier terhadap ketinggian. Untuk orifis bergaris tengah 100 mm, Cd = 0,65, hitunglah waktu untuk menurunkan permukaan tersebut dari 2,5 m diatas orifis sampai 1m diatas orifis. Penyelesaian : AR =( 2 -
t=
5.3.3.
y ) m2 , maka : 3 1
1 0,65..(0,05 ). 2.(9,806) 2
y
(2 3 ) y
1/ 2
dy = 73,8 dt
2,5
Pengukuran Debit Aliran Dengan Meter Venturi (Venturi Meter) Meter venturi digunakan untuk mengukur laju aliran di dalam pipa. Alat ukur ini terdiri dari : (1) bagian hulu, yang berukuran sama dengan pipa, mempunyai lapisan perunggu, dan mempunyai cincin pizometer guna mengukur tekanan statik, (2) daerah kerucut konvergen, (3) leher yang berbentuk silindris dengan lapisan perunggu yang mempunyai cincin pizometer, dan (4) daerah kerucut yang berdivergensi secara berangsurangsur menjadi bagian yang berbentuk silinder yang berukuran sama dengan pipa. Sebuah manometer deferensial dipasang pada kedua cincin
91
pizometer. Ukuran meter venturi dispesifikasikan dengan diameter pipa dan diameter leher, misalnya 6 x 4 inci, artinya meter venturi cocok untuk pipa berdiameter 6 inci dan diameter lehernya 4 inci. Agar hasilnya tepat maka meter venturi hendaknya dipasang setelah sekurang- kurangnya 10 diameter pipa lurus. Dalam aliran dari pipa ke leher, kecepatan sangat meningkat dan sesuai dengan hal itu tekanan sangat berkurang. Debit dalam aliran tak mampat merupakan fungsi dari pembacaan manometer.
Gb 5.3.3.a. Meter venturi Tekanan di penampang hulu dan leher adalah tekanan aktual, dan kecepatan- kecepatan dari persamaan Bernoulli adalah kecepatan teoritis. Bila dalam persamaan energi kerugian diperhitungkan, maka kecepatankecepatan merupakan kecepatan aktual. Pertama, dengan persamaan Bernoulli (tanpa suku kerugian head) kita memperoleh kecepatan teoritis di leher. Dengan mengalikan kecepatan ini dengan koefisien kecepatan Cv, kita mendapatkan kecepatan aktual. Kemudian kecepatan aktual dikalikan luas aktual dari leher didapatkan debit aktual. Dari gambar 5.3.3.a 2
2
V1t V p p 1 h 2 t 2 ……………………. 2g 2g
92
(5.3.3.a)
Disini datum diambil melalui titik 2. V1 dan V2 adalah kecepatan ratarata di penampang 1 dan 2 berturut- turut. 1 dan 2 diasumsikan sama dengan 1. Dengan persamaan kontinuitas V1D12 = V2D22 2
2
V1 V 2 2g 2g
D2 D1
2
………………………………
(5.3.3.b)
yang berlaku untuk kecepatan aktual maupun kecepatan teoritis. Persamaan (5.3.3.a) dapat diselesaikan untuk V2t : 4 2 V2 t D 2 p 2 p1 1 h 2g D1
dan V2t =
2gh p1 p 2 / 1 D 2 / D1
……………………..
4
(5.3.3.c)
V2a = CvV2t V2a = Cv
2gh p1 p 2 / 1 D 2 / D1
4
…………………….. (5.3.3.d)
Setelah dikalikan dengan A2, Debit aktual Q dapat ditentukan dengan : Q = Cv A2
2gh p1 p 2 / 1 D 2 / D1
4
…………………… (5.3.3.e)
Beda pengukuran R' kini dapat dihubungkan dengan beda tekanan debgan menuliskan persamaan untuk manometer. Dalam satuan panjang kolom air, dimana S1 adalah specific gravity dari fluida yang mengalir dan S0 adalah specific gravity dari fluida manometer : p1 p S1 h k R 'S1 R ' S0 KS1 2 S1
Penyederhanaan persamaan ini menghasilkan : h+
S p1 p 2 R ' 0 1 ………………………. S1
93
(5.3.3.f)
Substitusi persamaan ini ke persamaan (5.3.3.e) Q = CvA2
2gR ' (S0 / S1 1) 1 D 2 / D1
4
……………………
(5.3.3.g)
Persamaan (5.3.3.g) merupakan persamaan meter venturi untuk aliran tak mampu mampat. Koefisien kontraksi sama dengan 1, maka Cv= Cd. Perlu dicatat bahwa h hilang dari persamaan. Besarnya debit dipengaruhi oleh beda pembacaan R' bagaimanapun orientasi meter venturinya, baik horisontal, vertikal atau miring, dan persamaan tersebut tetap berlaku. Cv ditentukan dengan kalibrasi, yaitu dengan mengukur debit serta beda pembacaan (relatif) dan menyelesaikan persamaan untuk memperoleh Cv, yang biasanya digambar terhadap bilangan reynold. Gambar 5.3.3.b menunjukkan hasil percobaan untuk meter venturi, yang berlaku untuk D2/D1 dari 0,25 sampai dengan 0,75 dengan batas toleransi yang ditunjukkan oleh garis titik- titik.
Gb 5.3.3.b Koefisien Cv untuk meter venture
5.3.4.
Pengukuran Debit Aliran Dengan Bendung (Weir) Weir dapat digunakan untuk mengukur debit aliran pada saluran terbuka. Weir adalah rintangan di dalam saluran terbuka yang menyebabkan cairan menggenang di depannya serta mengalir diatasnya atau melaluinya. 94
Dengan mengukur ketinggian permukaan cairan hulu, kta dapat menentukan laju aliran. Bendung yang terbuat dari lembaran logam atau bahan lain sedemikian rupa sehingga jet atau cairan luapan meloncat bebas pada waktu meninggalkan muka hulu disebut bendung bermecu tajam (sharp crested weir). Bendung jenis lain seperti bendung bermercu lebar (broad crested weir) mendukung aliran pada arah membujur yang lebih panjang.
Gb 5.3.4.a Bendung segi empat bermercu tajam
Gb 5.3.4.b Cairan- luapan bendung tanpa kontraksi Bendung segi empat bermercu tajam (gb 5.3.4.a) mempunyai mercu horisontal. Cairan luapannya berkontraksi di bagian atas dan bagian
95
bawahnya seperti ditunjukkan dalam gambar. Persamaan untuk debit dapat diturunkan jika kontraksi tersebut diabaikan. tanpa kontraksi, aliran akan tampak seperti gb 5.3.4.b. Cairan luapan mempunyai garis- garis aliran sejajar dengan tekanan atmosfir di seluruh aliran. Persamaan Bernoulli yang diterapkan antara titik 1 dan 2 menghasilkan : H00
v2 Hy0 2g
Disini head kecepatan di titik 1 diabaikan. Penyelesaian persamaan diatas untuk v adalah : v 2gy
Debit teoritis Qt adalah : Q=
H
H
0
0
1/ 2 vdA vLdy 2g .L y dy
2 2g LH 3 / 2 3
dengan L adalah lebar weir. Jika hasil ini kita bandingkan dengan hasil eksperimen, maka terlihat bahwa eksponen dari H sudah betul, tetapi koefisiennya terlalu besar. Kontraksi dan kerugian memperkecil debit nyata menjadi 62 persen dari debit teoritisnya, atau : Q = 3,33 L H3/2 untuk satuan USC dan Q = 1,84 L H3/2 untuk satuan SI ………………
(5.3.4.a)
Bila bendung tidak terentang sepenuhnya selebar saluran, maka bendung itu mempunyai kontraksi ujung- ujung, seperti terlihat pada gambar 5.3.4.c. Koreksi empiris untuk perkurangan aliran tercapai dengan mengurangi harga L dengan 0,1 H untuk masing- masing kontraksi ujung.
Gb 5.3.4.c Bendung horisontal dengan kontraksi ujung
96
Bendung dalam gambar 5.3.4.a dikatakan mempunyai kontraksi ujungujung yang ditekan (suppressed). Tinggi cairan H diukur di sebelah hulu bendung pada jarak tertentu untuk menghindari kontraksi permukaan. Bila tinggi bendung P (gb 5.3.4.a) kecil, maka head kecepatan di titik 1 tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu perlu ditambahkan faktor koreksi untuk ketinggian tersebut :
V2 Q = CL H 2g
3/ 2
……………………….
(5.3.4.b)
Disini V adalah kecepatan dan lebih besar dari 1, biasanya diambil 1,4; untuk memperhitungkan distribusi kecepatan yang tidak seragam. Bendung takik - V (V-notch weir) seperti gambar 5.3.4.d sangat cocok digunakan untuk debit yang kecil. Kontraksi cairan luapan diabaikan dan debit teoritis dihitung sebagai berikut :
Gb 5.3.4.d V-notch weir
97
Kecepatan pada kedalaman y adalah v =
2gy dan debit teoritisnya :
H
Qt =
vdA vxdy 0
Dengan segitiga- segitiga sebangun, x dapat dihubungkan dengan y x L Hy H
Setelah rumus x dan v dimasukkan, H
Qt =
L 4 L 2g y1 / 2 H y dy 2g H 5 / 2 H0 15 H
Dengan menyatakan L/H sebagai fungsi sudut takit V, yaitu , kiata mendapatkan L tan 2H 2
Maka :
Qt =
8 2g tan H 5 / 2 15 2
Dibadingkan dengan hasil eksperimen, pangkat di dalam persamaan tersebut benar, tetapi koefisiennya harus diperkecil kurang lebih 42 persen karena pengaruh kontraksi yang pada perhitungan diatas masih diabaikan. Sehingga persamaan yang lebih tepat untuk bendung takik 900 adalah: Q = 2,50 H2,50 dalam satuan USC, dan Q = 1,38 H2,50 dalam satuan SI …………………
98
(5.3.4.c)
Bendung bermercu lebar (broad- crested weir) yang ditunjukkan pada gambar 5.3.4.e mendukung cairan luapan sedemikian rupa sehingga variasi tekanan di penampang 2 adalah hidrostatik. Persamaan Bernoulli yang diterapkan antara titik 1 dan 2 dapat digunakan untuk mencari kecepatan v2 pada ketinggian z. 2
H+0+0=
maka :
v2 =
v2 + z + (y-z) 2g
2g(H y)
Dengan hilangnya z pada persamaan diatas berarti kecepatan di penampang 2 adalah konstan. Untuk bendung dengan lebar L yang tegak lurus terhadap bidang gambar, besarnya debit teoritis adalah : Q = v2Ly = Ly 2g(H y) ……………………….. (5.3.4.d)
Gb 5.3.4.e Bendung bermercu lebar Gb 5.3.4.e kanan adalah diagram debit - kedalaman untuk H konstan. Untuk mendapatkan suatu kedalaman yang dapat menghasilkan debit maksimum, dihitung sbb : 99
dQ 1 2g 0 L 2g(H y) Ly dy 2 2g(H y)
maka
y=
2 H dan ini disebut kedalaman kritis (critical depth) 3
Dengan memasukkan nilai H, yaitu 3y/2 ke dalam persamaan untuk v2, maka v2 =
gy
dan dengan memasukkan nilai y ke dalam persamaan (5.3.4.d) diperoleh : Qt = 3,09 LH3/2
untuk satuan USC, dan
Qt = 1,705 LH3/2 untuk satuan SI ………………. (5.3.4.e) Eksperimen menunjukkan bahwa untuk tepi hulu yang dibulatkan dengan baik, besarnya debit adalah : Q = 3,03 LH3/2
untuk satuan USC, dan
Q = 1,67 LH3/2 untuk satuan SI ……………….
(5.3.4.f)
Karena viskositas dan tegangan permukaan mempunyai pengaruh terhadap koefisien debit bendung (walaupun hanya kecil) maka sebaiknya bendung dikalibrasi terlebih dahulu dengan cairan yang akan diukur.
100
BAB VI KESERUPAAN DAN ANALISIS DIMENSIONAL
6.1 Diskripsi dan Penggunaan Perhitungan dan analisis mengenai aliran fluida yang sesungguhnya sangat sulit dilakukan dengan teori fluida secara murni, dan sangat dipengaruhi oleh banyaknya percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai yang akurat. Jumlah percobaan dapat dikurangi dengan penggunaan analisis dimensi dan hukum-hukum keserupaan secara sistimatis., yang berarti dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan. Adanya hukum-hukum keserupaan memungkinkan kita melakukan percobaanpercobaan dengan fluida yang aman dan memenuhi syarat ( air, udara ), dan menggunakan hasilnya untuk fluida-fluida yang kurang aman bagi keselamatan dan kesehatan kita, seperti hydrogen, uap, minyak dll. Juga pada percobaan-percobaan hidraulik dan aeronotik, biaya dapat ditekan dengan menggunakan model skala kecil dari pada ukuran aslinya (prototype). Atau sebaliknya aliran di dalam karburator dapat dipelajari dengan model yang jauh lebih besar. Dengan hukum keserupaan kita dapat memprediksi performa dari sebuah prototype dengan percobaan yang menggunakan model. Tetapi perlu ditegaskan bahwa model tidak harus berbeda dengan prototipenya, bisa jadi model dan prototipenya sama, dalam hal ini variabelnya adalah kecepatan atau sifat - sifat fisik fluida.
6.2. Keserupaan Geometrik (Geometric Similarity) Keserupaan Geometrik adalah kesamaan bentuk antara model dengan prototipenya, tetapi berbeda ukurannya. Selain itu bentuk alirannya juga harus serupa. Jika subskrip p untuk prototype dan m untuk model, maka kita dapat mendefinisikan rasio skala (scale ratio) sebagai berikut :
101
Lr
Lp …………………………………………………………………(6.2.1) Lm
Persamaan di atas adalah perbandingan dimensi linier dari prototype terhadap dimensi yang berkoresponden pada model, misalnya panjang prototype dibagi panjang model. lni akan diikuti dengan dimensi luas dengan rasio skala Lr2 dan volume Lr3. Akan tetapi keserupaan geometris secara sempurna (complete) tidak mudah untuk diterapkan. Sebagai contoh kekasaran permukaan model tidak dapat diperkecil secara proporsional karena akan menghasilkan permukaan yang jauh lebih halus dari prototipenya. Untuk kasus-kasus semacam ini, perlu digunakan model yang didistorsi (distorted model) dalam arti skala vertical lebih besar dari pada skala horizontalnya. Kemudian, jika rasio skala horizontal dinotasikan Lr dan rasio skala vertical Lr', maka rasio luas penampang menjadi Lr.Lr'.
6.3. Keserupaan Kinematis (Kinematic Similarity) Keserupaan kinematis berkaitan dengan kecepatan. Rasio kecepatan pada setiap titik yang berkoresponden dalam suatu aliran selalu sama. Besarnya rasio kecepatan :
Vr
Vp ………………………………………………………………(6.3.1) Vm
Harga perbandingan di atas selalu konstan untuk keserupaan kinematis. Dimensi untuk waktu adalah L/V, maka skala waktu adalah :
Tr
Lr ………………………………………………………………..(6.3.2) Vr
Dan skala percepatan menjadi :
Lr Vr 2 ar 2 ………………………………………………………(6.3.3) Lr Tr 102
6.4. Keserupaan Dinamis (Dynamic Similarity) Dua sistim dikatakan mempunyai keserupaan dinamis apabila perbandingan gaya pada titik - titik yang berkoresponden dari kedua sistim tersebut sama.
Ratio gaya Fr
Fp …………………………………………………..(6.4.1) Fm
Gaya- gaya yang bekerja pada elemen fluida meliputi gaya yang disebabkan oleh gravitasi (FG), tekanan (FP), viskositas (FV), elastisitas (FE) dan juga gaya yang disebabkan oleh tegangan permukaan (F) yaitu jika elemen fluida berada pada antar muka (interface) cair- gas. Apabila jumlah gaya- gaya pada elemen fluida tidak sama dengan nol, maka element fluida tersebut akan berakselerasi berdasarkan hukum Newton. Sistim dengan gaya- gaya tidak seimbang (unbalance) seperti ini dapat diubah menjadi sistim yang seimbang dengan menambahkan gaya inersia FI yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan dengan resultan gaya- gaya yang bekerja. Maka secara umum dapat dituliskan : F = FG + FP + FV + FE + F = resultan FI = - resultan Jadi:
FG+FP+FV+FE+F+FI = 0
Gaya- gaya ini dapat dinyatakan dalam bentuk yang sederhana sbb : Gravitasi
: FG = m.g = .L3g
Tekanan
: FP = (p)A = (p)L2
Viskositas
du du : FV μ A μ L2 μVL dy dy
Elastisitas
: FE = EVA = EvL2
Teg. Permukaan : F = L Inersia
: FI ma ρL3
L ρL4 T 2 ρV2 L2 T2
103
Gb. 6.4.1 Keserupaan dinamik antara prototype dan model Dalam beberapa persoalan aliran, sebagian gaya- gaya diatas tidak ada atau tidak signifikan. Pada gambar di atas ditunjukkan dua sistim aliran yang mempunyai keserupaan geometric dan kinematik. Gaya- gaya yang bekerja pada elemen fluida adalah FG, Fp, Fv, dan Fl. Kemudian keserupaan dinamik terpenuhi jika : FPp FVp FIp FGP Fr FGM FPm FVm FIm
Hubungan inijuga dapat ditulis : FI FG
F p I FG
FI F F F m ; p 1 m ; 1 p I m FP FV FP FV
Semua harga dari perbandingan diatas tanpa dimensi. Dengan 4 gaya yang bekerja, ada 3 persamaan bebas (independent expresion) yang memadai; dengan 3 gaya ada 2 persamaan bebas yang memadai, dan seterusnya.
Bilangan Reynolds(Reynolds Number) Pada aliran fluida melalui konduit, dimana konduit tersebut terisi penuh, gravitasi tidak begitu berpengaruh pada bentuk aliran (flow pattern). Juga karena tidak ada permukaan bebas, maka efek kapilaritas dapat diabaikan. Oleh karena itu gaya yang signifikan adalah inersia dan gesekan fluida karenaa viskositas. Rasio antara gayagaya inersia dengan gaya- gaya viskos disebut bilangan Reynolds ( R ). Rasio dari kedua jenis gaya- gaya tersebut adalah :
104
R
FI L2 V 2ρ LVρ LV ……………………………………….(6.4.2) FV LVμ μ v
L adalah dimensi untuk panjang, jadi untuk pipa yang terisi penuh L adalah diameter atau jari- jari pipa. Dan R = DV / = DV / . Apabila ada dua sistim yaitu model dan prototipe atau dua sistim perpipaan dengan fluida yang berbeda, dengan kondisi gaya- gaya yang dominan adalah gaya inersia dan viskos, maka dua sistem tersebut mempunyai keserupaan dinamik jika harga R nya sama. Jadi untuk kasus di atas, keserupaan dinamik terpenuhi apabila : LV LV Rm Rp ……………………………………….(6.4.3) m p
Bilangan Froud (Froud Number) Bilangan Froud adalah akar dari rasio antara gaya-gaya inersia terhadap gayagaya gravitasi. Perbandingan gaya-gaya tersebut adalah :
ρL2 V 2 V 2 ρgL3 gL
maka Froud Number
F
V gL
…………………………………………..(6.4.4)
Sistim yang melibatkan gaya-gaya inersia dan gravitasi misalnya : aliran air pada saluran terbuka, aliran jet dari orifis, gelombang air akibat kapal yang lewat dan kasus- kasus lain dimana gravitasi merupakan factor dominan. Untuk perhitungan F, panjang L harus merupakan suatu dimensi linier yang sangat signifikan pada bentuk aliran, misalnya pada aliran pada saluran terbuka, L adalah kedalaman dari aliran. Pada suatu kondisi dimana gaya- gaya inersia dan gravitasi dominan, keserupaan dinamik tercapai apabila: 105
V Fm Fp V ……………………………………(6.4.5) gL gL m p
Dari persamaan (6.4.4), V bervariasi sebagai
gL , dan jika g dianggap
sama untuk model dan prototipe, dan dari persamaan (6.3.1), Vr
Vp Vr
Lr l
(untuk F dan yang sama)
dan dari persamaan (6.3.2), rasiowaktu antara prototipe dan model adalah : Tr
dan a r
Tp Lr Lr Tm Vr l
(untuk F dan g yang sama)
Vr 1 (untuk F dan g yang sama) Tr
Karena kecepatan bervariasi sebagai
Lr
dan luas penampang bervariasi
sebagai Lr2 , maka akan diikuti oleh variasi Q berbentuk : Qr
Qp Qm
Lr 5/2 (untuk F dan g yang sama) l
Bilangan Mach (Mach Number) Pada waktu kompresibilitas merupakan suatu hal penting yang harus diperhitungkan, maka perlu mempertimbangkan rasio antara gaya-gaya inersia terhadap gaya-gaya elastik. Bilangan Mach didefinisikan sebagai akar kuadrat dari rasio ini.
ρV2 L2 V V M ……………………………………………(6.4.6) 2 E v /ρ c EvL Dengan Ev adalah modulus elastisitas volume, dan c kecepatan suara. Jadi bilangan Mach adalah rasio antara kecepatan fluida (atau kecepatan suatu benda di dalam fluida diam) terhadap kecepatan suara di dalam media yang sama). Jika M kurang dari 1 alirannya disebut subsonik, jika sama dengan 1 disebut sonik, jika lebih besar
106
dari 1 disebut supersonik dan jika harga M sangat tinggi disebut hipersonik. Kuadrat dari bilangan mach sama dengan bilangan Cauchy.
Bilangan Weber (Weber Number) Fenomena tegangan permukaan merupakan hal yang penting di dalam aliran flu ida, walaupun kadang-kadang diabaikan. Rasio antara gaya-gaya inersia dan tegangan permukaan adalah V2L2 / L . Akar kuadrat dari rasio ini disebut bilangan Weber,
W
V ……………………………………………………..(6.4.7) σ/ρL
Bilangan Euler (Euler Number) Bilangan Euler adalah rasio antara gaya- gaya inersia terhadap gaya- gaya akibat tekanan, E
V
2p /
V p 2 g
…………………………………………(6.4.8)
Jika yang mempengaruhi aliran hanya tekanan dan inersia, bilangan Euler akan konstan. Tetapi apabila ada parameter lain yang mempengaruhi bentuk aliran (viskositas, gravitasi, dsb), E akan berubah. Dari persamaan (6.4.8), dapat dituliskan bentuk 1/E2, yang disebut koefisien tekanan (pressure coefficient),
Cp l/E 2
1 2
Δp ……………………………………………………...(6.4.9) ρV2
Jika p mengacu pada tekanan penguapan pv, koefisien tekanan menjadi bentuk tak berdimensi yang disebut bilangan kavitasi (Cavitation Number).
C
p - pv …………………………………………………………..(6.4.10) 2 1 ρV 2
Dengan catatan kedua tekanan harus absolut. 107
6.5 Ratio Skala (Scale Ratio) Bilangan- bilangan Reynold, Froude dan Mach adalah parameter- parameter tak berdimensi yang paling menonjol di dalam mekanika fluida. Pada pembahasan di depan rasio skala untuk kecepatan, waktu dan percepatan berdasar pada bilangan Reynold dan Froud sudah diformulasikan. Rasio skala untuk parameter- parameter lain dirumuskan dengan cara yang sama dan hasilnya ditunjukkan pada table 6.5.1 di bawah. Tabel ini akan memudahkan untuk mendapatkan dengan cepat rasio skala untuk parameter yang diperlukan, hila diketahui bilangan tak berdimensi yang sama dari prototipe dan model. Jadi aspek terpenting dalam pembuatan model dari fenomena fluida adalah mengetahui bilangan tak berdimensi.
108
109
6.6 Analisis Dimensional (Dimensional Analysis) Analisis dimensional adalah suatu metode untuk menyelesaikan persoalanpersoalan mekanika fluida dengan cara matematis yang menitik beratkan pada peninjauan dimensinya. Analisis dimensional berhubungan erat dengan keserupaan, akan tetapi pendekatannya berbeda. Pada analisis dimensional, dari pengetahuan umum mengenai fenomena yang terjadi pada fluida, pertama- tama diprediksi parameter- parameter fisik yang akan mempengaruhi fenomena tersebut, dan kemudian dengan mengelompokkan parameterparameter tersebut dalam kombinasi tak berdimensi, sehingga akan diperoleh konsep hubungan antar parameter itu menjadi lebih baik. Analisis dimensional sangat membantu dalam kegiatan penelitian (percobaan), karena memberikan petunjuk pada hal- hal yang mempengaruhi fenomena secara signifikan, jadi dapat memberikan indikasi (petunjuk arah) bagaimana seharusnya suatu kegiatan eksperimen dilakukan.
Konsep Dasar Semua persamaan yang berhubungan dengan parameter fisik harus berdimensi sama (homogen). Sebagai contoh dalam dalam pemakaian persamaan Bernoulli semua suku berdimensi panjang (L). Prinsip ini disebut prinsip homogenitas dimensional (Principle of dimensional homogeneitjl or PDH). Karena semua suku dalam sebuah persamaan berdimensi sama, maka apabila dibagi dengan suatu suku atau parameter tertentu yang sama, akan menjadi tak berdimensi. Sebagai
ilustrasi
dari
konsep
dasar
analisis
dimensional,
menyelidikipersamaan untuk kecepatan gelombang V dari suatu benda yang melintas di dalam suatu fluida. Untuk menganalisis hal ini, haruslah terlebih dahulu divisualisasikan persoalan fisiknya untuk menentukan faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan V. Faktor- faktor tersebut adalah : E , dan . Dimensi dari faktor- faktor ini adalah:
110
L2 L F M M V ; Ev 2 2 ; ρ 3 ; v T L LT L T
Terlihat bahwa dengan operasi penjumlahan dan pengurangan saja dari sejumlah parameter, tidak akan menghasilkan persamaan- persamaan yang homogen. Oleh karena itu harus mengalikannya sedemikian rupa sehingga dapat dituliskan : V = C EVa bvd Dengan C adalah konstanta tak berdimensi. Dengan cara mensubstitusikan dimensi- dimensi diatas, diperoleh bentuk : 2 L M M L T LT 2 L3 T a
b
d
Untuk mendapatkan dimensi yang homogen, eksponen dari tiap-tiap dimensi harus sama pada kedua ruas dari persamaan. M:
0=a+b
L:
1 = -a – 3b + 2d
T:
-1 = -2a-d
Penyelesaian dari ketiga persamaan diatas menghasilkan a=½;b=-½;d=0 maka:
VC
EV ρ
Teorema Pi (The Pi Theorem) Metode yang paling banyak dipakai pada analisis dimensional adalah teorema pi atau The Buckingham Pi Theorem. Pada teorema ini variabel tak berdimensi diatur (dikelompokkan) menjadi beberapa grup yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah variabel itu sendiri. Andaikan XI, X2, X3, …..,Xn menunjukkan sejumlah n variabel berdimensi, seperti : kecepatan, kerapatan, viskositas dll yang terlibat dalam suatu fenomena
111
fisika Persamaan homogen dimensional yang berkaitan dengan variable- variable tersebut dapat dituliskan : f(X I ,X2,X3,………,Xn) = 0 dimana tiap- tiap suku mempunyai dimensi yang sama. Persamaan tersebut diatas dapat juga ditulis dalam bentuk: (1 , 2 ………….n-k) = 0 Setiap adalah variabel bebas tak berdimensi hasil pengelompokan dari beberapa variabel X. Pengurang k (dari n menjadi n-k) biasanya sama atau kurang dari jumlah dimensi dasar (fundamental dimension) m yang terlibat pada semua variabel. Untuk penggunaan teorema pi, ada 7 langkah (steps) yang harus dilakukan. Dalam pembahasan tahapan-tahapan berikut, langsung diterapkan pada sebuah contoh persoalan yaitu gaya hambatan (drag forces) Fo yang timbul pada sebuah benda berbentuk bola yang bergerak di dalam fluida viskos.
Langkah 1 Visualisasikan fenomena fisiknya, kemudian tentukan faktor- faktor yang berpengaruh. Didapatkan n variabel. Dalam contoh ini faktor- faktor fisik yang mempengaruhi drag force adalah ukuran dari bola tersebut, kecepatan bola dan sifat-sifat fluidanya, yaitu kerapatan dan viskositas. Jadi dapat dituliskan : f (FD, D, V, , ) = 0. Disini D adalah diameter untuk mewakili ukuran bola dan f menunjukkan suatu fungsi n = 5.
Langkah 2 Tentukan sistim dimensi yang dipakai (MLT atau FLT) dan tuliskan dimensi dari tiap-tiap variabel. Cari jumlah dimensi dasar (m) yang terlibat pada semua variable. Pada contoh ini dipilih sistim ML T, maka dimensi- dimensinya adalah :
112
Untuk FD
ML T
Untuk D L Untuk V
L T
Untuk ρ
M L3
Untuk μ
M LT
terlihat bahwa dimensi- dimensi dasar yang terlibat adalah M,L dan T. Maka m = 3
Langkah 3 Mencari bilangan pengurang k. Biasanya sama dengan atau lebih kecil dari m. Untuk menentukan k, dicoba untuk menghitung m variable berdimensi yang tidak dapat dibentuk menjadi grup tak berdimensi. Jika m didapatkan, maka k = m, dan jika tidak maka k = m-l dan dicoba lagi. Dalam contoh ini ada 3 variabel berdimensi yaitu , D, V dengan dimensi
M L ; L; 3 T L
yang tidak dapat dibentuk
menjadi grup n tak berdimensi karena M dan L tidak dapat saling menghilangkan (cannot cancel among them) ;
maka k = 3
Langkah 4 Hitung n - k = 5 - 3 = 2, artinya akan ada 2 . Maka dapat dituliskan: (1 , 2) = 0
Langkah 5 Dari daftar variabel berdimensi diatas, pilih sejumlah k variabel untuk dijadikan variabel primer (primary or repeating variables). lni harus terdiri dari sejumlah m dimensi dasar, dan harus tidak membentuk sebuah antar variabel tersebut. Dalam hal ini akan lebih menguntungkan jika dipilih variabel primer yang
113
berhubungan dengan massa, geometri dan kinematik. Bentuklah grup- grup n dengan cara perkalian variabel primer berpangkat (exponens) yang belum diketahui, dengan variabel sisa. Dipilih . D,dan (seperti langkah 3) sebagai variable primer, dan persamaan nya adalah : 1 = a1Db1Vc1 2 = a2Db2Vc2FD
Langkah 6 Selesaikan persamaan- persamaan diatas dengan cara menyamakan ruas kanan dengan M0L0T0 supaya menjadi bilangan tak berdimensi.
Pada contoh ini, pada 1 a1
c1
M L M M 0 L0T 0 3 Lb1 L T LT M 0 = A1 + 1 L 0 = -3a1 + b1 + c1-1 T 0 = -c1 -1 Penyelesaian dari persamaan ini menghasilkan : al = -1 b1 = -1 c1 = 1
ρDV μ Jadi Π1 ρ D V μ ρDV μ 1
1
1
1
ρDV adalah bilangan Reynold (R). Perlu dicatat bahwa μ
maka 1 = R-1 114
Dengan cara yang sama,akan didapatkan Π 2
FD ρD2 V 2
Langkah 7 Atur kembali grup-grup pi. Teorema pi menyatakan bahwa pi - pi saling berhubungan dan dapat dinyatakan sebagai f1(p1, p2, ………, pn-k) dsb . Dalam contoh ini, karena yang kita tinjau adalah Fo, maka kita dapat menuliskan 2 = (1-1 ) Atau
FD (R) ρD2 V 2
maka FD = (R) D2V2
Perlu digaris bawahi bahwa analisis dimensional tidak menghasilkan penyelesaian menyeluruh terhadap persoalan- persoalan fluida, tetapi hanya mendapatkan penyelesaian parsial. Tingkat keberhasilan dalam analisis dimensional tergantung sepenuhnya pada kemampuan seseorang dalam menentukan parameter- parameter yang digunakan. Jika seseorang membuang variabel penting, maka hasilnya akan tidak lengkap dan dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah. Sebagai contoh pada fluida kompresibel pada kecepatan tinggi, efek kompresibilitas menjadi signifikan modulus volume Ev dari fluida harus dipertimbangkan sebagai sifat fisik yang penting. Jika Ev dilibatkan pada contoh sebelumnya dan analisis dimensional untuk drag dari bola, maka drag akan tergantung dari bilangan Mach dan bilangan Reynolds. Sebaliknya jika seseorang melibatkan variabel yang sama sekali tidak berkaitan dengan persoalan, maka akan dihasilkan tambahan grup tak berdimensi yang signifikan. Jadi untuk dapat menggunakan analisis dimensional dengan baik, seseorang harus familier dengan fenomena fluida yang terlibat.
115
BAB VII ALIRAN VISKOS DI DALAM PIPA & SALURAN 7.A. Persamaan Navier – Stokes Hukum Viskotas Newton untuk aliran 3 dimensi
xy u v y
x
yz v w zx
z y w u x z
..............................................................(7. A.1)
Indeks pertama : arah tegak lurus terhadap tempat komponen tegangan itu bekerja. Indeks kedua : arah komponen tegangan yang bersangkutan Misal : xy = tegangan geser pada bidang yang tegak lurus sumbu x pada arah y. Persamaan Navier Stokes : persamaan gerakan untuk fluida nyata dengan memperhatikan gaya-gaya yang bekerja pada suatu elemen kecil fluida, termasuk tegangan-tegangan geser fluida yang dibangkitkan oleh gerakan serta viskositas fluida. du 1 p γ h 2 u ………………………………… dt x
(7.A.2)
dv 1 p γ h 2 v ………………………………… dt y
(7.A.3)
dw 1 p γ h 2 w ……………………………….. (7.A.4) dt z
= Viskositas kinematis d = diferensiasi terhadap gerakan dt
116
d u v w dt x y z t
2
2 2 2 x 2 y 2 z 2
Bagi aliran fluida nyata 1 dimensi seperti gambar dibawah dalam arah , dengan h vertikal keatas dan y tegak lurus terhadap , maka : v0 w0 u 0
sehingga persamaan Navier stokes dapat disederhanakan menjadi : 2 u 1 p γh u2 ; t y
p γ h 0 ……………(7.A.5) y
p γ h 0 …………………………………………….. (7.A.6) z
untuk aliran stedi (ajeg) 2u p γh 2 …………………………………………(7.A.7) y
dan p γh fungsi saja.
Karena u merupakan fungsi y saja, maka untuk
aliran 1 dimensi
d d du p γh ……………………………. (7.A.8) dan dy d dy
117
Gambar 7.A.1 Aliran antara plat-plat miring sejajar dengan plat atas yang bergerak
7.B. Aliran stedi, tak mampu mampat, Laminar antara pelat-pelat sejajar
Dalam gambar 7.A.1 pelat atas bergerak sejajar dengan arah aliran, dan terdapat perubahan tekanan dalam arah . Pandang lapisan tipis dengan lebar satuan sebagai suatu benda bebas. Dalam aliran staedi lapisan itu bergerak dengan kecepatan u yang konstan. Persamaan gerakan p py - py y y y sin 0 y
Kalau persamaan diatas disederhanakan, dibagi dengan volume elemen serta mengganti sin dengan
h didapatkan :
p γh y
118
karena u merupakan fungsi y saja,
d dan karena p+ γ h tidak berubah y dy
nilainya dalam arah y (tidak terdapat percepatan) maka p+ γ h adalah fungsi
saja, maka p γ h d p γ h dan d
d d 2u d 2 p γ h ……………………………………(7.B.1) dy d dy
integrasi persamaan (7.B.1) terhadap y menghasilkan
du d y p γ h A dy d
integrasi lagi ke y menghasilkan : 1 d p γ h y 2 A y B 2 d
u
A dan B adalah konstanta integrasi yang dapat dicari dengan syarat batas untuk y =0 u =0 didapatkan B=0 untuk y = a u U U
1 d p γ h a 2 Aa 0 2 d
Aa
U
A
A
y
1 d p γ h a 2 2 d
U 1 d p γ h a 2 a 2 d a
Uy 1 d p γ h ay a 2 d
sehingga : u
Uy 1 d p γ h ay y 2 ……………………………(7.B.2) a 2 d
119
untuk pelat horizontal maka h =C. Dalam kasus tanpa gradien yang disebabkan oleh tekanan atau ketinggian, yaitu distribusi tekanan hidrostatik maka p+ γ h=C dan kecepatan mempunyai distribusi garis lurus. Untuk pelatpelat yang tetap maka U 0 dan distribursi kecepatannya parabolik. Debit melalui suatu penampang tertentu diperoleh dari integrasi persamaan (7.B.2) terhadap y : Q 0a dy
Ua 1 d p γ h a 3 ………………………. (7.B.3) 2 12 d
Contoh Soal : Pada gambar 7.B.1 dibawah, satu pelat bergerak relatif terhadap yang lain.
=0,80 P dan ρ = 850 Kg/m3. Tentukan : - distribusi kecepatan -debit -tegangan geser yang terjadi pada pelat atas
Penyelesaian : Di titik tertinggi p+ γ h= 1400 Pa + (850 Kg/m3)(9,806 m/s2)(3 m) = 26 405 Pa Di titik terendah p+ γ h= 800 Pa
120
Terhadap dentum yang sama, maka : d p γ h 800 Pa - 26405 Pa d 3 2m
= - 6035 N/m3 Dari gambar a= 0,006 m U= -1 m/s Dari persamaan (7.B.2) u
1m / s ym 0,006 m
6035 N/m 3 0,006 y y 2 m 2 20,08 N s/m 2
= 59,646 y -37718 y 2 m/s Kecepatan max terjadi apabila Yaitu u max = 0,0236
du 0 atau y =0,00079 m dy
m s
Debit per meter lebar adalah : Q 00,006 udy 29,823 y 2 12573 y 3
0 , 006 0
0,00164 m 3 / s keatas
Tegangan geser terhadap pelat atas du dy
y 0 , 006
59,646 75436 y
y 0 , 006
392,97 s 1
du 0,08 392,97 31,44 Pa dy
Tegangan geser terhadap pelat tersebut adalah 31,44 Pa yang memberikan tahanan terhadap gerakan pelat itu.
7.C. ALIRAN TAK MAMPAT MELALUI SISTIM PIPA SEDERHANA Kerugian Tinggi Tekan Akibat Gesekan Dalam aliran inkompresibel – stedi di dalam pipa, ketak mampu balikan (irreversibility) dinyatakan dalam kerugian tinggi tekan atau penurunan garis p gredien hidrolik (hydraulic grade line atau HGL). HGL terletak di atas γ
121
p sumbu pipa. Jika Z adalah ketinggian sumbu pipa, maka Z adalah γ p ketinggian suatu titik pada HGL. Harga-harga Z sepanjang jalur pipa γ
menggambarkan garis gradien hidrolik.
Kerugian menyebabkan garis ini
menurun dalam arah aliran. Untuk perhitungan aliran di dalam pipa pada umumnya dipakai persamaan Darcy-Weisbach : hf f
L V2 D 2g
(7.C.1)
Dengan : hf : kerugian tinggi tekan L : Panjang pipa D : Diameter dalam dari pipa V : Kecepatan rata-rata f : factor gesekan hf mempunyai dimensi panjang dan dinyatakan dalam [ft. 1b/1b] atau [M. N/N]. Faktor gesekan f adalah suatu factor tanpa dimensi yang diperlukan untuk membuat persamaan tersebut memberikan harga kerugian yang besar. Semua besaran dalam persamaan (7.C.1) dapat diukur secara eksperimental kecuali f.
Peralatan untuk ekperimen tersebut adalah seperti gambar berikut :
Gbr. 7.C.1. Peralatan Uji Kerugian Tinggi Tekan dalam Pipa
122
Dari ekperimen yang dilakukan oleh Blasius, disimpulkan bahwa untuk pipa licin dalam aliran turbulen, besarnya faktor gesekan adalah
dengan :
f
0,316 R1 / 4
R
VDρ yaitu bilangan Reynolds μ
(7.C.2)
Persamaan (7.C.2) tesebut disebut persamaan Blasius dan hanya berlaku untuk pipa-pipa licin pada aliran dengan bilangan Reynold di bawah 100.000. Sedangkan untuk pipa yang kasar, tingkat kekasaran pipa dinyatakan dengan kekasaran relatif (relative Roughness). Kekasaran relatif = / D . Hal ini diungkapkan oleh Nikuradse. Dengan ε = Ukuran tonjolan kekasaran D = Diameter dalam pipa Faktor gesekan untuk pipa kasar dipengaruhi oleh bilangan Reynold (R) dan kekasaran relatif / D atau dapat dituliskan : f = f (R, / D ) Selanjutnya Moody membuat suatu diagram hubungan antara f, R dan / D yang mudah untuk digunakan. Diagram tersebut disebut diagram Moody (Gbr. 7.C.2)
123
Gbr. 7.C.2. Diagram Moody Pada gambar 7.C.2, garis lurus yang diberikan tanda “aliran laminar” adalah persamaan Hagen – Poiseuille) ΔPro 2 v 8 L v atau P 8 L ro 2
Karena ΔP = γ.hf atau hf Maka : hf
ΔP
V8 μ L 64μ L V 64 L V2 ρD D 2g ρDV/μ D 2g γro 2
hf f f
(7.C.3)
L V 2 64 L V 2 D 2g R D 2g
Catatan / keterangan :
64 R
1 2 D 4 1 γ ρg 2g ρ 2
ro 2
Persamaan ini berupa garis lurus dan dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan aliran laminar dalam pipa.
124
Contoh Soal : Tentukan kerugian tinggi tekan (energi) untuk aliran minyak dengan debit 140
= 0,00001 m2/dt melalui pipa dengan diameter dalam 200 mm
ltr/detik;
sepanjang 400 m. bahan pipa dari besi tuang. Penyelesaian : Pada persoalan semacam ini, kita menggunakan persamaan kontinuitas, persamaan Darcy – Weisbach dan diagram Moody. Q VA V
Q Q 4Q 2 A π/4D πD2
Bilangan Reynold : R
DV
R
4(0,140 m 2 /dt) 89127 π (0,2m) (0,00001m 2 /dt)
D.4Q 4Q 2 πD πD
Bahan pipa dari besi tuang, maka ε = 0,25 mm (tabel pd gbr 7.C.2) Kekasaran relatif ε/D
0,25 mm 0,00125 200 mm
Dari gambar 7.C.2 R
= 89127
Maka didapatkan f = 0,023
ε/D = 0,00125 Dari persamaan 7.C.1 :
0,14 2 2 L V 400 m (ππ/4(0,2 m) hf f . . 0,023. D 2g 0,2 m 2. (9,806 m/dt 2 )
2
hf = 46,58 mN/N. atau hf = 46,58 m
7.D. KERUGIAN – KERUGIAN KECIL (MINOR LOSSES) Yang dimaksud dengan Minor Losses adalah kerugian yang terjadi pada fiting pipa yaitu karena belokan, siku, katup, reducer dsb.
125
Minor Losses yang terjadi pada belokan, katup, siku dsb tersebut didapatkan dari ekperimen, akan tetapi kerugian tinggi tekan yang disebabkan oleh Pembesaran mendadak (sudden expansion) diperoleh dari analisis: 2 2 2 2 (v1 v2 ) 2 v1 A1 v1 D1 1 he 1 2g 2g A2 2g D2
2
2
atau dapat ditulis he K
v1 2g
(7.D.1)
dengan D 2 K 1 1 D 2
2
(7.D.2)
Kerugian tinggi tekan yang disebabkan pembesaran berangsur (termasuk gesekan pipa sepanjang pembesaran) diteliti oleh Gibson dan hasilnya ditunjukan pada gambar 7.D.1. kerugian tinggi tekannya : hl K
(v1 v 2 ) 2 (7.D.3) 2g
Gbr. 7.D.1. Koefisien kerugian pembesaran berbentuk
untuk yang kerucut
(gradual expansion) Kerugian tinggi tekan yang disebabkan oleh penyempitan mendadak (Sudden Contraction) dari penampang pipa yang digambarkan pada gb.7.D.2, dilakukan analisis yang sama seperti pembesaran mendadak asalkan besarnya penyempitan jet diketahui.
hc
(Vo V 1) 2 2g
126
Dengan persamaan kontinuitas Vo . Cc. A2 = V2 A2 dengan Cc sebagai koefisien penyempitan atau kontraksi yaitu luas jet di penampang O dibagi luas penampang di titik 2. 2
1 V2 2 hc 1 Cc 2g
Maka
(7.D.4)
Koefisien penyempitan Cc untuk air telah ditentukan oleh Weisbach : Tabel 7.D.1. Koefisien Kontraksi Cc A2/A1 0,1 Cc
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
0,624 0,632 0,643 0,659 0,681 0,712 0,755 0,813 0,892 1,00
Untuk Lubang masuk pipa dari reservoir hc K
V2 2g
(7.D.5)
harga K tergantung dari bentuk lubang antara pipa dan reservoir seperti ditunjukkan pada Gb. 7.D.3.
(a) Siku K = 0,5
(b) Dibulatkan K = 0,01 – 0,05
(c) Masuk-balik K = 0,8 – 1,0
(Rc entrant)
Gambar. 7.D.3. Koefisien kerugian tinggi tekan K aliran dari reservoir ke pipa
Pada pada perlengkapan pipa (pipe fitting), harga K ditunjukkan pada tabel berikut :
127
Tabel. 7.D.2. Koefisien kerugian tinggi-tekan K yang khas untuk berbagai lengkapan. Lengkapan (Fitting) Katup bola 58) (terbuka penuh) Katup sudut 59) (terbuka penuh) Katup searah ayun 60) (terbuka penuh) Katup gerbang61) (terbuka penuh) Belokan balik berdekatan62) T standar Siku standar Siku Lekuk menengah Siku lekuk panjang63) h fitting K
K 10,0 5,0 2,5 0,19 2,2 1,8 0,9 0,75 0,60
58) globe valve 59) angle valve 60) swing check valve 61) gate valve; “katup stop pelat” 62) close return bend 63) long sweep elbow
V2 2g
(7.D.6)
Kerugian kecil (minor losses) dapat dinyatakan dalam panjang pipa ekvivalen (Le), yang mempunyai kerugian tinggi tekan dalam m N/N atau ft 1b/1b yang sama untuk debit yang sama ; jadi : f.
Le V 2 V2 K D 2g 2g
dengan K yang dapat terkait dengan sebuah kerugian tinggi tekan kecil atau jumlah dari beberapa kerugian.
Le
KD f
(7.D.7)
Contohnya, jika kerugian-kerugian kecil disuatu jalur pipa berdiameter 12 inci (=1ft) berjumlah K = 20, dan jika f = 0,020 untuk jalur tersebut, maka pada jalur pipa yang sebenarnya dapat ditambahkan
20 x 1 1000 ft , dan panjang tambahan 0,020
atau ekuivalen ini menimbulkan tahanan terhadap aliran yang sama besarnya dengan yang disebabkan oleh kerugian-kerugian kecil tersebut.
128