Kajian Empiris Beberapa Sekolah di Jawa Tengah: Implementasi Pengembangan Kearifan Lokal sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Berbasis Lesson Study Mei Sulistyoningsih Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP PGRI Semarang
ABSTRAK Lesson study sebagai salah satu program kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kualitas pembelajaran dapat dikembangkan di sekolah sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu. Salah satu
terobosan yang dapat dilakukan sekolah dalam rangka mempercepat peningkatan kualitas pendidikan adalah dengan melaksanakan lesson study. Pendidikan nasional kita cenderung hanya menonjolkan pembentukan kecerdasan berpikir dan memarjinalkan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, dan kecerdasan batin, dan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini memicu terjadinya ketidakpuasan atau kegagalan di dunia pendidikan dalam membentuk manusia dewasa dan berwatak mandiri. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah dan keunggulan sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh semua warga sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut, termasuk di dalamnya kearifankearifan lokal termasuk keunggulan-keunggulan lokal, yang ingin diperkenalkan secara luas dan menjadi citra / ikon sekolah tersebut secara positif di masyarakat luas. Setiap sekolah dapat mengembangkan kearifan lokal dan keunggulan lokal secara lebih optimal, dengan mengembangkan keleluasaan yang dimungkinkan dengan pemberlakuan KTSP semenjak 2007. Lesson study yang berbasis pada kearifan lokal dengan mengedepankan keunggulan dan karakteristik siswa, tentu saja akan berdampak lebih maksimal dalam pencapaian hasil belajar peserta didik yang diharapkan. Pengakuan sekolah terhadap karakteristik siswa yang berbeda akan memberi motivasi yang kuat bagi setiap peserta didik untuk mencapai hasil yang maksimal. Inovasi dan kreativitas model pembelajaran dapat dikembangkan oleh setiap guru dalam lesson study, sesuai dengan kondisi peserta didik, kondisi sarana dan prasarana, kondisi sekolah, kondisi masyarakat sekitar sekolah, kondisi kualitas guru, dan kondisi budaya yang berbeda. _________________________________________________________________ Kata Kunci : Kearifan Lokal, Lesson study 1
A. Pendahuluan Aktivitas lesson study di Indonesia bekerja sama dengan JICA sudah berawal semenjak tahun 1998. Kegiatan berlanjut dengan mengimplementasikan IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project) untuk meningkatkan kualitas pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Indonesia. Sejak tahun 2001, IMSTEP memperluas dengan kegiatan piloting berkolaborasi dengan 4-5 sekolah di beberapa kota untuk mengembangkan pembelajaran MIPA yang berpusat pada peserta didik. Pelaksanaan kegiatan piloting, guru dan dosen secara kolaboratif merancang dan mengembangkan model pembelajaran MIPA berbasis hands-on activity, daily life, dan local materials sesuai dengan kondisi dan permasalahan sekolah. Melalui piloting pembelajaran MIPA, guru dan dosen saling belajar sehingga terbangun kesejawatan antara guru dan dosen. Program ini dikembangkan menjadi program Follow-up IMSTEP pada tahun 2003-2005. Tiga Universitas di Indonesia melakukan diseminasi hasil IMSTEP melalui lesson study bekerja sama dengan MKKS dan MGMP. Lesson study merupakan suatu model alternatif pembinaan guru/profesi pendidik
untuk
meningkatkan keprofesionalan guru
melalui
pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip prinsip kolegalitas, kesejawatan dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sekelompok guru dalam lesson study bertemu secara periodik untuk merancang,
megimplementasikan,
mengujicoba,
dan
mengembangkan
pembelajaran. Melalui lesson study dapat diketahui seberapa efektif dan efisien suatu tampilan pembelajaran (Susilo, 2009, Hendayana, 2007)). Pemerintah , yaitu Dirjen Dikti (Dirjen Pendidikan Tinggi) dan Dirjen PMPTK (Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan) mengakui keunggulan lesson study. Dalam mengembangkan kompetensi dosen dan guru, sehingga dirancang program agar lesson study tersebar ke seluruh pelosok tanah air. Sejak tahun 2008 Dirjen Dikti menyebarluaskan lesson study di 2
LPTK dan Dirjen PMPTK menyediakan dana untuk memperkenalkan lesson study ke berbagai jenjang sekolah. B. Sekilas Lesson Study Lesson Study bukan metode pembelajaran, juga bukan pendekatan pembelajaran, tetapi kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai metode / strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson study bertujuan untuk melakukan pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar terjadi peningkatan profesionalitas pendidik terus menerus. Profesionalisme guru dapat menurun dengan bertambahnya waktu, bilamana tidak dilakukan pembinaan terus menerus. Pengkajian proses pembelajaran harus dilakukan terus menerus karena beberapa alasan sebagai berikut : 1. Tidak ada proses pembelajaran yang sempurna, dengan berjalannya waktu, seiring dengan perubahan budaya dan zaman. 2. Setiap siswa dengan karakteristik masing-masing yang berbeda memiliki hak untuk belajar. 3. Pembelajaran harus mempertimbangkan keseimbangan antara peningkatan kemampuan berfikir dan peningkatan sikap. 4. Pembelajaran harus berpusat pada siswa. 5. Paradigma multiple intelligences / kecerdasan majemuk, sudah banyak dianut di dunia pendidikan. Setiap siswa memiliki kecerdasan dan gaya belajar yang berbeda. Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Lesson study dapat dilakukan oleh sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Lesson Study pada dasarnya adalah salah satu bentuk kegiatan pengembangan profesional guru yang bercirikan guru membuka pelajaran yang dikelolanya untuk guru sejawat lainnya sebagai observer, sehingga memungkinkan guru-guru dapat membagi 3
pengalaman pembelajaran dengan sejawatnya. Lesson study merupakan proses pelatihan guru yang bersiklus, diawali dengan seorang guru: 1) merencanakan pelajaran melalui eksplorasi akademik terhadap materi ajar dan alat-alat pelajaran; 2) melakukan pembelajaran berdasarkan rencana dan alat-alat pelajaran yang dibuat, mengundang sejawat untuk mengobservasi; 3) melakukan refleksi terhadap pelajaran tadi melalui tukar pandangan, ulasan, dan diskusi dengan para observer. Berdasar hal itu, maka implementasi program lesson study perlu dimonitor dan dievaluasi sehingga akan diketahui bagaimana keefektifan, keefesienan dan perolehan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Lesson study sebagai salah satu program kegiatan untuk
meningkatkan
kompetensi guru dan kualitas pembelajaran dapat dikembangkan di sekolah sebagai studi untuk analisis atas suatu praktik pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran berbasis riset untuk menemukan inovasi pembelajaran tertentu. Cerbin & Bryan Kopp, mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, di mana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.
C. Hambatan Pelaksanaan Lesson Study Menurut Lewis dan Saito (Susilo, 2008), hambatan dan kesulitan pelaksanaan lesson study adalah : 1. Miskonsepsi Lesson Study Banyak kesalahan konsep yang berkembang : bahwa lesson study hanya kegiatan merancang pembelajaran, merancang pembelajaran sejak awal, dan menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang kaku, menulis RPP yang “sempurna”, riset lesson adalah suatu pembelajaran dari para ahli, dan termasuk anggapan bahwa lesson study adalah suatu penelitian dasar.
4
2. Kesulitan dan Permasalahan Pelaksanaan Lesson Study Terkait
penyususnan
RPP
(Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran),
penggunaan LKPD (lembar Kegiatan Peserta Didik) terlalu padat dan materi terlalu banyakj dalam sekali pembelajaran.pemasukkan kegiatan kelompok dalam pembelajaran, dan kegiatan refleksi yang cenderung hanya deskriptif tanpa menganalisis atau member gagasan mengapa suatu kejadian dapat terjadi. 3. Hambatan Budaya dan Biaya Hambatan terbesar adalah kurangnya pemahaman dan komitmen guru mengenai apa, mengapa, dan bagaimana melaksanakannya, seringkali hanya mengetahui lewat tulisan saja. Hambatan budaya, karena kurangnya komitmen untuk melkukan yang terbaik. Hambatan biaya lebih kepada kurangnya sikap “mau belajar sepanjang hayat”. Kemauan belajar sepanjang hayat membuat guru akan mau melaksanakan hal-hal yang baru tanpa harus bertujuan “tertentu”, tetapi menjadi suatu kebiasaan / habit. 4. Kepala Sekolah dan Pengawas kurang terbiasa melakukan rutinitas supervise, dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran. 5. Guru kurang melkukan refleksi diri, hanya menunggu masukan, kritikan, dan informasi bilamana ada. Di Jepang guru terbiasa refleksi, berbeda dengan guru di AS sebagaimana guru di Indonesia. Kurikulum AS yang padat seperti di Indonesia . Kurikulum nasional di jepang lebih sederhana, sehingga guru memiliki waktu untuk membahas setiap topik dengan memadai. Di Indonesia sudah ada perbaikan kurikulum dengan berlakunya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang lebih memberi keleluasaan pihak sekolah untuk menyusun kurikulum sendiri, meski sebenarnya juga tetap masih lebih padat daripada kurikulum di Jepang. D. Pengembangan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) Salah satu terobosan yang dapat dilakukan sekolah dalam rangka mempercepat peningkatan kualitas pendidikan adalah dengan melaksanakan 5
lesson study, tanpa mengesampingan upaya-upaya yang lain seperti penambahan jam pelajaran, peningkatan sarana prasarana sekolah, serta pengadaan buku buku pelajaran. Implementasi lesson study di sekolah diyakini segera berdampak positif karena yang ditreatmen adalah proses pembelajaran di kelas. Sejak tahun 2007, guru diharapkan mengembangkan KTSP, untuk mengatasi kesulitan dalam implementasi KTSP, guru- guru seringkali secara instan hanya mengacu pada buku- buku yang dijual komersial dengan tulisan “berdasarkan KTSP” di sampul depan. Pelaksanaan lesson study berbasis sekolah bertujuan, agar para guru sebidang studi dapat mengembangkan RPP yang tepat untuk peserta didik, sesuai dengan keunggulan lokal yang ingin dikembangkan, sesuai dengan sarana prasarana yang ada, sesuai dengan kemampuan guru yang membelajarkannya. Setiap kali usai lesson study, guru dapat saling memberi komentar dan saran, bagaimana membantu peserta didik belajar, bagaimana dapat merevisi dan menyempurnakan RPP yang sudah dikembangkan. Diharapkan dengan lesson study KTSP yang cocok untuk setiap sekolah dapat benar-benar diwujudkan. E. Implementasi Pengembangan Kearifan Lokal sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan Berbasis Lesson study, melalui Eksplorasi Kecerdasan Majemuk Pendidikan nasional kita cenderung hanya menonjolkan pembentukan kecerdasan berpikir dan memarjinalkan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, dan kecerdasan batin, dan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini memicu terjadinya ketidakpuasan atau kegagalan di dunia pendidikan dalam membentuk manusia dewasa dan berwatak mandiri., Semua komponen pendidikan terlibat, dalam pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah dan keunggulan sekolah, yaitu nilainilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh semua warga sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut, termasuk di dalamnya 6
kearifan-kearifan lokal termasuk keunggulan-keunggulan lokal, yang ingin diperkenalkan secara luas dan menjadi citra / ikon sekolah tersebut secara positif di masyarakat luas. Setiap sekolah dapat mengembangkan kearifan lokal dan keunggulan lokal secara lebih optimal, dengan mengembangkan keleluasaan yang dimungkinkan dengan pemberlakuan KTSP semenjak 2007. Salah satu proses pengkajian dalam penerapan lesson study adalah paradigma multiple intelligences / kecerdasan majemuk, sudah banyak dianut di dunia pendidikan. Setiap siswa memiliki kecerdasan dan gaya belajar yang berbeda. Howard Gardner, psikolog Harvard, mempersoalkan pengertian “kecerdasan” yang diyakini masyarakat. Dia mengatakan bahwa penafsiran kecerdasan di kebudayaan kita terlalu sempit. Menurut Gardner, sekurangnya ada delapan kecerdasan dasar, yaitu : kecerdasan naturalis, kecerdasan linguistic, kecerdasan matematis logis, kecerdasan
Spasial,
,
kecerdasan
musical,,
kecerdasan
Interpersonal,
kecerdasan Intrapersonal, dan kecerdasan kinestetis jasmani/motorik. Bagi guru, penerapan suatu model pembelajaran di lingkungan sekolah, harus terlebih dahulu menerapkan
model tersebut pada diri sendiri. Apabila tidak memiliki
pemahaman empiris tentang teori tersebut dan menjalaninya sendiri, sulit bagi guru menerapkan model tersebut pada anak didik. Langkah penting yang harus dilakukan guru adalah, pertama memahami konsep kecerdasan majemuk secara teoritis, kemudian menilai sifat dan kualitas kecerdasan diri sendiri serta mencari cara mengembangkannya dalam hidup kita (Sulistyoningsih, 2009; 2010). Perhatian lebih terhadap keunggulan / bakat yang dimiliki secara khas pada setiap anak dan pemberian kesempatan yang luas agar bakat tersebut dapat dikembangkan secara optimal merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan secara umum. Sebagaimana terlihat pada penerapan KTSP di SMP negeri 1 Mrangen Kabupaten Demak Jawa Tengah. Pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal dan keunggulanm lokal berbasis pada kecerdasan majemuk seperti dikemukakan Gardner, yaitu khususnya kecerdasan kinestetis jasmani / kinestetis motorik, dengan dibukanya kelas program bakat Olah Raga sejak tahun ajaran 2010-2011. Program tersebut mendapat perhatian Pemerintah dengan adanya dana Block Grand yang diterima oleh SMP Negeri 1 Mranggen. Kelas Olah Raga di SMP tersebut adalah satu dari 100 sekolah se Indonesia, 7
dan di Jawa Tengah hanya ada 11 sekolah, serta satu-satunya sekolah di Kabupaten Demak yang mendapat legitimasi dari Dirjen Manajemen Dikdasmen dan Kementrian Pendidikan Nasional.
Hasil yang diharapkan sekolah ini
adalah mampu melaksanakan
pembinaan dan mengembangkan bakat serta potensi atlet sejak dini agar konsisten di daerahnya dan memberikan kesempatan kepada para pelajar potensial untuk dibina dalam suatu wadah kelas olah raga atletik dan olah raga unggulan untuk mencapai prestasi yang maksimal untuk memajukan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Sebagaimana terlihat pada butir-butir tujuan dari kelas olah raga tingkat SMP Negeri 1 Mranggen sbb. : 1. Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam bidang olah raga, 2. Meningkatkan mutu akademis dan prestasi olah raga 3. Meningkatkan kemampuan berkompetisi secara sportif 4. Meningkatkan kemampuan sekolah dalam pembinaan 5. Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani 6. Peningkatan mutu pendidikan sebagai bagian dari pembangunan karakter. Kurikulum khusus yang dikembangkan di kelas Olahraga adalah KTSP ditambah 10 jam per minggu untuk kegiatan Olah raga yang dilaksanakan selepas kegiatan belajar kelas reguler. SMP Negeri 1 Mranggen juga merengkuh FIK UNNES sebagai konsultan olah raga, Dispora untuk pembinaan olah raga, dan KONI yang mendatangkan para pelatih professional di bidangnya. Hal ini sangat sejalan dengan konsep lesson study, yang mengedepankan kesejawatan antara dosen dan guru, antara lembaga Pendidikan Tinggi dan pihak Sekolah. Keberadaan kelas Olahraga di SMP Negeri 1 Mranggen mulai tahun ajaran 20102011, segera menampakkan hasilnya dengan rangkaian prestasi olah raga yang sangat membanggakan. Jika selama kurun waktu 2009 baru dapat meraih 10 kejuaraan tingkat Kabupaten, maka di tahun 2010, telah dapat mengukir kejuaraan sebanyak 47 prestasi, dengan 12 kejuaraan di tingkat Propinsi Jawa Tengah. 8
SMP Negeri 1 Mranggen selain mengembangkan kelas Olah raga, juga terdapat Kantin Kejujuran, sebagai salah bentuk pendidikan karakter dan kearifan lokal yang ingin dikembangkan. Kantin Kejujuran tidak ada penjaga kantinnya. Kantin ini dibuat untuk melatih dan mengolah kejujuran peserta didik. Kantin ini mengembangkan karakter dalam hal ketelitian, logika, kejujuran, taat tata tertib, dan kecintaan serta kepatuhan terhadap Tuhan YME. Di sekolah lain yang juga sudah mengangkat kearifan lokal sebagai keunggulan sekolah antara lain adalah SMA Negeri 10 Genuk Semarang, yang mengembangkan semangat kewirausahaan pada peserta didik diawali dengan mengeksplorasi budidaya Lele. Semangat kewirausahaan adalah sesuatu yang “mahal” di negeri ini, dalam arti sedemikian susahnya menciptakan wirausaha di Indonesia, yang memiliki pasar yang besar dengan 230 juta penduduk. Lulusan sarjana, dari hasil survey, hanya 5 % yang berminat terjun di dunia wirausaha. Sementara data statistik tahun 2010 menunjukkan, lulusan S1 dan S2 hanya terserap 39 % di lapangan pekerjaan, sisanya yang 61 % menganggur. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan ketahanan dan kestabilan berbangsa dan bernegara. Di negara maju seperti Amerika wirausaha ada sebanyak 11,5 % , Singapura 7,2 % dan Indonesia hanya 0,18 % seharusnya minimal 2 % (kenyataan hanya 0,2 %) ( Kompas, Oktober 2008). SMP Negeri 6 Semarang mengembangkan Kantin Kejujuran sebagai salah satu kearifan lokal dalam menerapkan pendidikan karakter bagi peserta didiknya, kemudian juga mengangkat budaya lokal yaitu batik, dengan cara memunculkan ekstra membatik dan penggunaan batik sebagai media berekspresi, termasuk perlengkapan sekolah yang bernuansa batik. Semua itu tidak terlepas dari semangat dan motivasi sekolah untuk menggugah rasa memiliki dan rasa cinta siswa terhadap budaya lokal yang mempunyai keunggulan yang layak diangkat bahkan di tingkat Internasional sekalipun, seperti karya seni batik. Kita masih ingat dengan jelas, bagaimana negara lain ternyata mengangkat batik sebagai budaya lokal mereka. Generasi muda akan kehilangan jejak batik sebagai warisan 9
budaya bangsa yang tinggi nilainya bilamana, dunia pendidikan sebagai agen pencetak generasi mendatang tidak memperdulikan budaya bangsa yang sangat berharga, seperti batik. SMA Negeri 11 Semarang mengembangkan pemanfaatan limbah kayu yang banyak terdapat di sekitar lingkungan sekolah, menjadi produk yang lebih bernilai dan kompetitif. Kemandirian pribadi sebagai salah satu pilar dan tujuan pendidikan karakter, diharapkan akan terasah dan terbangun melalui optimalisasi kearifan lokal yang berbasis pada eksplorasi dan pengembangan keunggulan sekolah. Lesson study sebagai salah satu kiat meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran, dapat memanfaatkan teori kecerdasan majemuk dan kearifan lokal sebagai basis pengembangan lesson study di setiap sekolah, yang berbeda. Teori kecerdasan adalah model yang sangat tepat, baik untuk melihat kekuatan mengajar maupun untuk mempelajari wilayah-wilayah yang perlu diperbaiki. Seorang guru mungkin menghindar juka harus menggambar, atau menggunakan bahan-bahan grafis. Sebaliknya guru senang pada strategi belajar kelompok atau kegiatan ekologis di lapangan. Karena guru itu adalah jenis pendidik dengan kecerdasan interpersonal dan naturalis yang tinggi. Kecerdasan dapat berkembang bergantung pada tiga hal : 1.
faktor biologis : terdiri dari faktor genetik, trauma selama atau sesudah lahir,
kualitas kesehatan janin dan ibu selama kehamilan. Mozart jelas dilahirkan dengan bakat biologis yang sangat mengagumkan. 2.
faktor sejarah hidup pribadi : pengalaman dengan orang tua, pendidik dan
lingkungan pergaulan. Mozart dilahirkan di keluarga musik, yang rela meninggalkan karier pribadi untuk mendukung perkembangan putranya. 3.
faktor latar belakang kultural dan historis : termasuk waktu dan tempat orang
dilahirkan dan dibesarkan serta sifat dan kondisi perkembangan historis atau kultural di tempat-tempat lain. Contoh Mozart lahir di Eropa ketika seni (termasuk musik) sedang berkembang, dengan dukungan penyandang dana yang kaya 10
raya bagi para composer dan pemain musik. Jelas, kejeniusan Mozart lahir dari pengaruh faktor biologis, pribadi, dan histories/kultural. Hal serupa jelas terlihat pada kecakapan musik anak-anak yang mengikuti Program Pendidikan Bakat Suzuki. Teori KM membuka kemungkinan pada berbagai macam strategi pengajaran yang mudah diterapkan di kelas. Teori KM memberi kesempatan kepada guru untuk mengembangkan strategi pengajaran inovatif yang relative baru di dunia pendidikan. Namun teori KM menegaskan, tidak ada rangkaian strategi pengajaran yang dapat selalu bekerja secara efektif untuk semua siswa. Setiap siswa memiliki kecenderungan tertentu pada ke delapan kecerdasan. F. Manfaat Lesson Study Berbasis Kearifan Lokal Lesson study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan. Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena (1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar, (3) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002). Kedua, lesson study yang didisain dengan baik akan menjadikan guru yang profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran
(lesson)
yang
efektif;
(2)
mengkaji
dan
meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru; (4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para siswa; (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa; (7) 11
mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002).
G. Kesimpulan Lesson study yang berbasis pada kearifan lokal dengan mengedepankan keunggulan dan karakteristik siswa, tentu saja akan berdampak lebih maksimal dalam pencapaian hasil belajar peserta didik yang diharapkan. Pengakuan sekolah terhadap karakteristik siswa yang berbeda akan memberi motivasi yang kuat bagi setiap peserta didik untuk mencapai hasil yang maksimal. Inovasi dan kreativitas model pembelajaran dapat dikembangkan oleh setiap guru dalam lesson study, sesuai dengan kondisi peserta didik, kondisi sarana dan prasarana, kondisi sekolah, kondisi masyarakat sekitar sekolah, kondisi kualitas guru, dan kondisi budaya yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, B. 2010. Legitimasi sudah diberikan Pemerintah kepada SMP N 1 Mranggen pada tahun Pelajaran 2010-2011 sebagai Perlaksana Program Kelas Olah Raga. SpenSmart. Edisi 02 tahun 01, Juli-Desember 2010. Hal 6. Armstrong, T. 2004. Sekolah Para Juara (Menerapkan Multiple Intelligences di Dunia Pendidikan). Penerbit Kaifa. Bandung. Cerbin. B. & Bryan Kopp. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project. online: http ://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm Hendayana, S. dkk. 2006. Lesson Study Suatu Strategi Untuk meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMMSTEP-JICA). UPI Press. Bandung. Hendayana, S., D. Suryadi, M.A.Karim, Sukirman, Ariswan, Sutopo, A. Supriatna, Sutiman, Santoso, H. Imansyah, Paidi, Ibrohim, S. Sriyati, A. Permanasari, Hikmat, Nurjanah, R. Joharmawan. 2007. Lesson Study 12
Suatu Strategi untuk Meningkatkan keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA). FPMIPA UPI dan JICA. Bandung. Hendayana, S. dkk. 2009. Lesson Study Pengembangan Profesi Guru. Rizqi Press. Bandung. Kemendiknas. 2010. Buku Panduan Pelaksana Program Kelas Olahraga Tahun 2010. Kemendiknas. Dirjen Manajemen Dikdasmen Dir. Pembinaan SMP. Jakarta. Kompas. 2008. 100th Kebangkitan Nasional Membangun Spirit Kewirausahaan Kaum Muda.13 Okt 2008. Jakarta. Lewis, Catherine C. (2002). Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc. Lewis, C. (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm Lwin, M., A. Khoo, K. Lyen, C. Sim. 2005. How To Multiply Your Child’s Intelligence. Indeks kelompok Gramedia. Jakarta. Mulyana, S. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat. Sudrajat, A. 2008. Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran. Online :http://akhmadsudrajat.wordpress.com /2008/02/ 22/lesson-study-untuk-meningkatkan-proses-dan-hasilpembelajaran/ (didownload 10 Maret 2010) Sulistyoningsih, M. 2009. Implementasi Konsep Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) Sebagai Inovasi Pembelajaran melalui PTK. Prosiding Seminar nasional : Inovasi Pembelajaran. IKIP PGRI Semarang. ISBN : 978.979.704.785-6. Hal 179-192. Sulistyoningsih, M. 2010. The Implementation of Multiple Intelligences as Basic for Active Learning Development. Proceeding International Seminar : Instructional Strategy in Higher Education. Graduate Program of Educational Technology Doctoral Program of Educational Science Sebelas Maret University. ISSN : 2086-7158. p : 266 – 277. Sulistyoningsih, M. 2010. Lesson Study Berbasis KM (Kecerdasan Majemuk). Prosiding Seminar Nasional : Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran melalui Lesson Study. IKIP PGRI Semarang. ISBN : 978-602-8047-24-1. Hal 129 – 140.
13
Susilo, H., H. Chotimah, R. Joharmawan, Jumiati, Y. Dwita Sari, dan Sunarjo, 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah. Bayumedia Publishing. Malang. Yuswatoyo, D. dkk. 2000. Smart Solution Method. Prima Language Center. Yokyakarta. http://madziatul.blogspot.com/2009/04/lesson-study.html ( di download 10 Maret 2010) http://edu-articles.com/menuju-guru-yang-profesional-melauilesson-study/ ----. 2010. Mampukah SMP N 1 Mranggen menerapkan pendidikan karakter ?. SpensaSmart. Edisi 02 tahun 01, Juli – Desember 2010. Hal 3. ----. 2010. Proposal Program Kelas Olahraga SMP Negeri 1 Mranggen.
14