MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239
98
THE EFFECT OF MELON SALES SYSTEM OF FARMER’S INCOME A CASE STUDY IN KABUPATEN NGAWI Oleh : Rudy Bintoro HL Fakults Pertanian Universitas Soerjo Ngawi ABSTRACK This study aims to find out the effect of system in bulk sales of melon farmer’s income, And knowing the bargaining position of farmers in front of traders. Is case study at Ngawi. The hope from this research the farmers are able to take decisions on the underlying with the knowledge of the price information, quality of results and other factors such as the number of results, the cost of farming. Also can make decision where is the most profitable sales system. For policy makers may be used as input to make future policies. The Sample retrieval by random and strata partition as follows: farmers with small land, medium and large. The partition of strata based on the number of plants in the planting area will be converted into land. Research conducted by survey method and questionnaire distributed to farmer’s sample (respondents). Based on the results of research, calculation and discussion about it, the conclusions are: 1. Kilogram sales system can generate greater income than system bulk sales, but also contains risks 2. The bargaining position of farmers is very weak compared with bargaining position of traders 3. The pricing process influenced the market price, the quality of fruit and plant age. Based on the above points it can be suggested that farmers would need to learn the system's most profitable sales, improving the quality of fruit and bargaining power by forming a group together because the individual bargaining position is very weak A. PENDAHULUAN A.1. Latar Belakang Negara melakukan Pembangunan secara nasional tentu bertujuan untuk memperbaiki keadaan, untuk itu sasaran dalam pelaksanaannya harus tepat. Sasaran Pembangunan Nasional adalah terciptanya ekonomi yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, berdasarkan demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang
mantap, bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh serta perdagangan yang maju dengan sistem distribusi yang mantap di dukung oleh kemitraan usaha yang kukuh antara badan usaha, koperasi, negara dan swasta serta pendayagunaan sumber daya alam yang optimal yang kesemuanya di dukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maju, produktif, potensial, iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu penge tahuan dan tehnologi dan terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup.
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 Sektor pertanian masih diharapkan tetap memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, bila partum buhan ekonomi diharapkan tetap 5,0 % per tahun maka sektor pertanian di harapkan mampu tumbuh minimal 3,6 % per tahun dan industri pengolahan hasil pertanian berkembang 8,5 % per tahun. Dalam kondisi seperti itu, di harapkan sektor pertanian masih me megang peranan paling tidak 21,6 % dari nilai PDB dan masih tetap mampu menyediakan lapangan kerja sebesar 51 %. (Soekartawi, 1999). Sebenarnya sektor pertanian sam pai kapanpun akan tetap diusahakan dapat berkembang dikarenakan dari sektor inilah bahan pangan manusia tersedia. Namun usaha-usaha dibidang pertanian yang sering kita samakan dengan agribisnis tetap ada hambatanhambatannya. Hambatan-hambatan ter sebut biasa terjadi pada masalah efisiensi. Juga pada aspek produksi, pengolahan hasil juga pada proses pemasaran. Adanya persaingan yang ketat tentang pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia (world market), menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia menjadi semakin penting. Kemampuan mengantisipasi pasar (market inte ligent), juga menjadi amat penting dan untuk itu bentuk usaha yang skala kecil perlu bergabung dalam skala usaha yang lebih besar agar mampu bersaing di pasaran internasional. Untuk menjaga kelangsungan kemampuan menerobos pasar ini, maka kontinuitas bahan baku pertanian perlu dijamin, bukan saja pada jumlah (kuantitas) bahan baku diperlukan tetapi juga kualitas dan kontinuitasnya. Walaupun sektor pertanian telah mengalami kemajuan yang cukup nyata, namun disana- sini masih terdapat hambatan-hambatan yang masih perlu dibenahi. Menurut PERHEPI (1989),
99
hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek antara lain : a. Pola produksi pada beberapa komo diti pertanian tertentu terletak di lokasi yang terpencar – pecar, sehingga menyulitkan pembinaan dan menyulitkan tercapainya efi siensi pada skala usaha pertanian; b. Sarana dan prasarana, khususnya yang ada di luar Jawa terasa belum memadai, sehingga menyulitkan untuk mencapai efisiesi usaha pertanian; c. Akibat dari kurang memadainya sarana dan prasarana tersebut, maka biaya tranportasi menjadi lebih tinggi. Hal ini terjadi bukan saja dalam satu pulau tetapi juga antar pulau. Hal ini memang merupakan konsekuensi logis dari suatu negara yang terdiri dari banyak pulau; d. Sering dijumpai adanya pemusatan agroindustri yang terpusat di kota – kota besar, sehingga nilai bahan baku pertanian menjadi lebih mahal untuk mencapai lokasi agroindustri tersebut; e. Sistem kelembagaan, terutama di pedesaan terasa masih lemah sehingga kondisi seperti ini kurang mendukung berkembangnya agribisnis. Akibat dari lemahnya kelembagaan ini dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi dan harga komoditi pertanian. Sejalan dengan itu arah kebijakan umum pembangunan pertanian, maka titik berat pembangunan tanaman pangan dan hortikultura difokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia seiring dengan upaya restrukturisasi perekonomian dan kelembagaan melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan. Dengan demikian setiap program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 dan hortikultura pada dasarnya berawal dan berakhir pada upaya member dayakan petani sehingga menjadi pintar, trampil, professional, dinamis dan mampu serta mandiri dalam penge lolaan usahataninya secara mengun tungkan dengan memanfaatkan sumber daya dan peluang secara optimal. Untuk mencapai sasaran tersebut maka tujuan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Ngaw. 1. Meningkatkan sumber daya manusia sektor pertanian dan meningkatkan pendapatan petani melalui diver sifikasi pertanian dengan upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya dan penerapan ilmu penge tahuan teknologi yang berwawasan lingkungan serta peningkatan nilai tambah. 2. Meningkatkan kualitas konsumsi, gizi masyarakat melalui diversifikasi konsumsi dan penyediaan pangan dan gizi. 3. Mendorong dan meningkatkan pen ciptaan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja di pedesaan mela lui peningkatan keterkaitan ekonomi sektoral dalam system agribisnis. 4. Meningkatkan penyediaan bahan baku industri dan peningkatan nilai ekspor hasil pertanian. 5. Meningkatkan kemitraan petani dengan swasta menuju pemba ngunan pertanian ke arah agrobisnis dan agroindustri. 6. Meningkatkan kemitraan petani dengan swasta menuju pembangu nan pertanian ke arah agrowisata. 7. Meningkatkan pemanfaatan lahan secara penuh dengan usaha 4 pokok yaitu; diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. 8. Meningkatkan pemanfaatan lahan kering dengan sistem usahatani konservasi.
100
9. Mengendalikan
perubahan areal sawah pengairan ke non pertanian sesuai dengan kebijaksanaan peme rintah berdasarkan peraturan yang berlaku. 10. Meningkatkan pemantapan pema - syarakatan pupuk organik. Sebenarnya yang menjadi permasalahan dari petani pada usaha taninya umumnya adalah pada proses produksinya, mulai dari permodalan sampai dengan penanganan pasca panen, lainnya itu adalah permasalahan pemasaran atau penjualan dari hasil usahataninya. Pemasaran dalam arti baru yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan dalam hal ini yaitu memahami kebu tuhan pelanggan, mengembangkan produk, menetapkan harga, men distribusikan dan mempromosikannya dengan baik sehingga produk dapat dengan mudah dijual. (Kotler, 1999). Lebih jauh Kotler mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Jadi termasuk disini istilah-istilah penting : kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk; nilai, kepuasan dan mutu, pertukaran, transaksi dan hubungan; serta pasar. Sedangkan Basu Swastha mende finisikan pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menetukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang, jasa, ide kepada pasar sasaran agar dapat mencapai tujuan organisasi. (Basu Swastha, 1999). Dari definisi tersebut terlihat bahwa proses pemasaran dimulai jauh
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 sejak sebelum barang – barang di produksi, tidak dimulai pada saat produksi selesai, juga tidak berakhir dengan penjualan. Keputusan yang diambil di bidang pemasaran ditujukan untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya, serta promosinya. Yang penting pengusaha dapat memberikan kepuasan kepada kon sumen jika menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen mem punyai pandangan yang baik terhadap usahanya. Jaminan yang lebih baik dilakukan setelah penjualan. Sedangkan penjualan itu hanya merupakan satu kegiatan di dalam pemasaran. Lebih jauh Kotler mende finisikan penjualan adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang / jasa yang ditawarkannya. Dalam usahatani petani berperan sebagai pengelola termasuk pengam bilan keputusan atau penetapan pilihan dari alternative – alternative yang ada. Menurut Mosher, Sejalan dengan majunya pertanian petani harus lebih banyak lagi mengembangkan kecaka pannya dalam berjual beli. Petani harus dapat menentukan berapa banyak hasil tanaman yang perlu disimpan dan berapa banyak yang akan dijual. Kapan harus menjual produknya dan kepada siapa. Tugas berjual beli tidak merupakan bagian dari peranan petani yang pertaniannya sepenuhnya subsisten, dimana tidak ada bahan yang dibeli dan semua hasil dikonsumsi keluarga. Akan tetapi pembangunan pertanian justru tergantung pada usahatani yang sifatnya menjadi lebih komersil, yaitu dengan makin banyaknya sarana produksi yang dibeli serta makin banyaknya produk yang dijual ke pasar. Karena itu penting bagi pemba ngunan pertanian, petani meningkatkan
101
kecakapannya sebagai pengelola, se hingga dapat mengambil manfaat dari setiap kesempatan yang terbuka, berusaha membuat usahataninya se produktif mungkin dengan mendapat keuntungan yang terus bertambah, yaitu selisih positif antara output dan input usahataninya. (Mosher, 1987). A.2. Pembahasan Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka ada permasalahan pada petani yaitu ; adanya berbagai macam sistem dan berbagai macam alternatif pemasaran/penjualan yang dilakukan petani. Permasalahan tersebut dapat dikemukakan dalam rumusan masalah sebagai berikut. 1. Sistem penjualan Melon apakah mempengaruhi tingkat pendapatan petani? 2. Sistem penjualan yang mana pengaruhnya paling besar terhadap pendapatan petani? A.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui/mengkaji; a. Pengaruh berbagai macam sistem penjualan melon terhadap panda - patan petani. b. Sistem penjualan yang paling menguntungkan petani. A.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat memberikan manfaat bagi; a. Universitas Menambah atau melengkapi hasil penelitian sebelumnya. b. Petani Dapat mengetahui sistem pemasaran yang paling menguntungkan dan menerapkannya untuk meningkatkan pendapatan. c. Pribadi Melatih untuk mengkaji kenyataan yang ada dalam kehidupan petani
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 sesuai dengan ilmu yang diterima sewaktu kuliah.
B. TINJAUAN PUSTAKA B.2. Pemasaran dan Penjualan Masalah pemasaran atau marketing merupakan permasalahan yang dihadapi oleh semua orang utamanya apabila seseorang tersebut menghasilkan sesuatu produk. Menurut Downey dan Steven (1987) pemasaran sebagai telaah aliran produk secara fisik dan ekonomis, dari produsen ke konsumen melalui pedagang perantara, pemasaran melibatkan banyak kegiatan yang berbeda, yang menambah nilai produk pada saat produk bergerak melalui sistem tersebut. Jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir disebut saluran pemasaran, jenis dan kerumitan saluran pemasaran berbeda-beda sesuai komoditinya. Tipe-tipe sistem pemasaran yang sama pasti ada dalam industri – industri pemasok usahatani. Pengusaha tani merupakan konsumen dan manufaktur dasar perbekalan tani merupakan produsen. Prosedur pemasaran untuk usahatani dalam banyak hal sama dengan prosedur pemasaran untuk produk pertanian yan dijual kepada konsumen. ( Downey dan Steven, 1987). Lebih jauh menyatakan dalam pemasaran beberapa kegiatan atau fungsi khusus membentuk langkahlangkah yang akan dilaksanakan agar proses pemasaran berhasil. Fungsifungsi pemasaran tidak perlu di selenggarakan dalam urutan yang kaku namun harus dilakukan semuanya. Tata cara pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran berbeda antara produk satu dengan produk yang lain. Ada tiga tipe fungsi pemasaran;
102
1. Fungsi
pertukaran (exchange function); yaitu produk harus dijual dan dibeli sekurang-kurangnya sekali dalam proses pemasaran. 2. Fungsi fisik tertentu harus dilaksanakan, seperti pengangkutan, penggudangan, dan pemrosesan produk. 3. Berbagai fungsi penyediaan sarana harus dilakukan dalam proses pemasaran. Sekurang-kurangnya ada informasi pasar yang tersedia. Soekartawi (1999) berpendapat bahwa aspek pemasaran memang penting. Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karena itu peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir atau lainnya amat penting. Lembaga pemasaran ini khususnya bagi negara berkembang, yang dicirikan oleh lemahnya pema saran hasil pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna, akan menentukan mekanisme pasar. Pada umumnya produk pertanian mempunyai cirri – cirri, diproduksi musiman, selalu segar (freshable), mudah rusak, jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif sedikit (bulky), lokal dan spesifik (tidak dapat diproduksi di semua tempat), Maka ciri ini akan mempengaruhi mekanisme pemasaran. Oleh karena itu sering terjadi harga produk pertanian yang dipasarkan menjadi naik-turun (berfluktuasi), dan yang sering dirugikan adalah pihak petani atau produsen. Karena kejadian itu petani atau produsen memerlukan kekuatan sendiri atau berkelompok dengan yang lain untuk melaksanakan pemasaran (Soekartawi, 1999). Dengan adanya proses pemasaran maka terjadi perpindahan hak dari produsen ke konsumen melalui pihakpihak lain yang terlibat dalam
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 pemasaran sehingga terjadi pertukaran yang dapat memberikan nilai. Di dalam pemasaran, selain meningkatkan kegunaan, maka penentuan harga dan jalur – jalur lembaga tataniaga harus diperhatikan. Penentuan harga harus disesuaikan dengan mutu buah. Pada buah yang tergolong mutu I harus memiliki tingkat harga yang lebih tinggi daripada tingkat harga pada buah yang termasuk dalam mutu II, mutu III dan seterusya. Lembaga-lembaga tataniaga yang berperan di dalam pendistribusian buah melon dari petani produsen sampai ke konsumen adalah: (1) tengkulak, (2) pedagang pengumpul, (3) pedagang besar, (4) industri makanan, (5) pedagang kecil, dan (6) pedagang pengecer (pasar-pasar umum, swalayan atau supermarket). Penyampaian produk hasil panen buah melon dari petani produsen sampai ke kosumen dapat melalui mata rantai pemasaran yang panjang maupun melalui jalur distribusi yang pendek. Tipe pemasaran dengan mata rantai yang panjang akan melibatkan banyak lembaga pemasaran sehingga menjadi tidak efisien karena akan memperbesar margin pemasaran (marketing margin). Marketing margin adalah selisih antara harga yang dibayar oleh komsumen (harga eceran) dengan harga yang diterima oleh petani atau produsen. Keadaan demikian akan menjadi beban bagi komsumen untuk meningkatkan daya belinya dan menyebabkan rendahnya harga pada tingkat petani produsen sehingga mengurangi pen dapatan yang diterima oleh petani produsen. Sebaliknya, dengan jalur rantai pemasaran yang pendek dapat meningkatkan daya beli kosumen pada harga yang layak dan meningkatkan penerimaan petani produsen karena dengan jalur tataniaga yang pendek petani produsen dapat menjual produknya lebih tinggi.
103
Pemasaran dalam arti baru yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan dalam hal ini yaitu memahami kebu tuhan pelanggan, mengembangkan produk, menetapkan harga, mendis tribusikan dan mempromosikannya dengan baik sehingga produk dapat dengan mudah dijual. (Kotler, 1999). Lebih jauh Kotler mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Jadi termasuk disini istilah-istilah penting : kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk; nilai, kepuasan dan mutu, pertukaran, transaksi dan hubungan; dan pasar. Dari definisi tersebut terlihat bahwa proses pemasaran dimulai jauh sejak sebelum barang-barang di produksi, tidak dimulai pada saat produksi selesai, juga tidak berakhir dengan penjualan. Keputusan yang diambil di bidang pemasaran ditujukan untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya, serta promosinya. Yang penting pengusaha dapat memberikan kepuasan kepada konsumen jika menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen mempunyai pandangan yang baik terhadap usahanya. Jaminan yang lebih baik dilakukan setelah penjualan. Sedangkan penjualan itu hanya merupakan satu kegiatan di dalam pemasaran. Kotler (1999) mende finisikan penjualan adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang ditawarkannya. Jadi adanya penjualan dapat tercipta suatu proses pertukaran barang dan atau jasa antara penjual dengan pembeli. Di dalam perekonomian (ekonomi uang)
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 seseorang yang menjual sesuatu akan mendapatkan imbalan berupa uang. Secara sederhana, transaksi penjualan
Dalam usahatani petani berperan sebagai pengelola termasuk pengam bilan keputusan atau penetapan pilihan dari alternative – alternative yang ada. Menurut Mosher (1987), Sejalan dengan majunya pertanian petani harus lebih banyak lagi mengembangkan kecakapannya dalam berjual beli. Petani harus dapat menentukan berapa banyak hasil tanaman yang perlu disimpan dan berapa banyak yang akan dijual. Kapan harus menjual produknya dan kepada konsumen mana produk tersebut harus dijual. Proses jual beli bukan merupakan bagian dari peranan petani yang usahataninya sepenuhnya subsisten, dimana tidak ada bahan yang dibeli dan semua hasil dikonsumsi keluarga. Akan tetapi pembangunan pertanian justru tergantung pada usahatani yang sifatnya menjadi lebih komersil, yaitu dengan makin banyaknya sarana produksi yang dibeli serta makin banyaknya produk yang dijual ke pasar. Dalam upaya petani untuk meningkatkan produktivitas dan keun tungan sangat tergantung pada motivasi petani. Motivasi ini dipengaruhi oleh pengalaman atau ketrampilannya, pen didikan serta kebiasaan yang berlaku dimana petani berada. Petani yang memiliki kemampuan dan ketrampilan yang lebih tinggi pada umumnya sangat responsife terhadap perubahan variabel ekonomi yang terjadi.
104
yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dapat dilihat sebagai proses pertukaran pada gambar berikut : Kesimpulan dari penelitiannya, Sri Budhi menyatakan bahwa factor – factor sosial petani yang berpengaruh terhadap luas areal kentang di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan adalah modal petani, umur petani, serta pengalaman petani.(Sri Budhi, 1993) Supartini (1994), meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani memilih waktu jual dan kualitas bawang putih dalam usaha maksimasi keuntungan di Kabupaten Lombok Timur. Tujuannya mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi dan kapan waktu jual serta kualitas bawang putih harus dijual untuk mendapatkan keun tungan yang maksimal. Sutopo (1990), mengadakan penelitian factor – factor yang mempengaruhi perilaku petani menjual padi secara tebasan . Adanya berbagai cara dalam penjualan padi/gabah yang dilakukan petani seperti : petani melakukan penjualan padi secara tebasan (petani tidak melakukan panen sendiri), Baik penjualan secara tebasan diatas prosentase rata-rata maupun penjualan secara tebasan dibawah prosentase rata – rata, sudah barang tentu akan memberikan pendapatan yang berbeda-beda atau tidak sama. Bertolak dari kenyataan adanya caracara penjualan padi/gabah yang berbeda, kiranya menarik untuk diamati perihal faktor-faktor sebenarnya yang mempengaruhi perilaku petani menjual padi secara tebasan dan sampai seberapa jauh pengaruhnya terhadap pendapatan yang mereka peroleh. Salah satu jalan bagi petani untuk mem bebaskan dirinya dari sistem bawon adalah dengan cara menjual padinya kepada penebas. Berbagai macam tehnik yang digunakan untuk menentukan harga
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 suatu produk diantaranya melalui perundingan (kesepakatan) secara perorangan. Kesepakatan perseorangan adalah proses tawar menawar yang sederhana antara pembeli dan penjual dalam melakukan transaksi. Penjual berusaha untuk memperoleh harga yang setinggi-tingginya dan pembeli berusaha untuk memperoleh harga yang serendah mungkin. Nuryanti (2001), meneliti faktorfaktor Sosial yang mempengaruhi keputusan petani menjual padi hasil panenan di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Tujuan dari penelitian mengidentifikasikan dan menganalisa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani men jual padi sesudah panen dan menghi tung besarnya keuntungan yang mungkin diraih petani yang menyimpan hasil panen dalam bentuk gabah atau beras dan menjual pada periode yang akan datang. B.2. Produksi dan Kosumsi Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan secara seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, Yaitu: 1. Efisiensi tehnis; 2. Efisiensi alokatif (efisiensi harga); dan 3. Efisiensi ekonomi.
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara tehnis kalau faktor produksi yang dipakai meng - hasilkan produksi maksimum. Di katakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi
105
yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi tehnis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. ( Soekartawi, 1999). B.3. Produksi dan Konsumsi di Kabupaten Ngawi Di Kabupaten Ngawi usaha peningkatan produksi tanaman pangan adalah dengan penetapan susunan produksi, luas panen serta rata – rata produksi per Ha Kemampuan penyediaan konsumsi sayuran dan buah-buahan tahun 2000 belum berimbang, masih jauh dari kebutuhan anjuran, dimana untuk hidup sehat dibutuhkan sayuran dan buahbuahan sebesar 98,30 Kg/Kapita/Tahun. Dengan asumsi bahwa bahan produksi tersebut terserap secara merata, maka peyediaan sayuran dan buah-buahan dalam tahun 2000 adalah sebagai berikut: Sayuran : 16,38 Kg/Kapita/tahun Buah-buahan :: 20,39 Kg/kapita/tahun Dengan kebijakan Pemerintah dalam hal pembatasan Import buahbuahan, cukup memberikan peluang terhadap hasil/produksi dalam negeri karena permintaan akan buah-buahan dan sayuran cenderung meningkat. Meningkatnya permintaan tersebut disebabkan : - meningkatnya elastisitas permintaan - meningkatnya kesadaran tentang gizi Dalam hal peningkatan produksi pangan di Kabupaten Ngawi, Dinas pertanian memanfaatkan segala sumberdaya dan untuk mencapai satuan yang telah ditentukan dilakukan dengan empat usaha Kemampuan penyediaan konsumsi sayuran dan buah-buahan tahun 2000
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 belum berimbang, masih jauh dari kebutuhan anjuran, dimana untuk hidup sehat dibutuhkan sayuran dan buahbuahan sebesar 98,30 Kg/Kapita/Tahun. Dengan asumsi bahwa bahan produksi tersebut terserap secara merata, maka peyediaan sayuran dan buah-buahan dalam tahun 2000 adalah sebagai berikut: Sayuran : 16,38 Kg/Kapita/tahun Buah-buahan :: 20,39 Kg/kapita/tahun Dengan kebijakan Pemerintah dalam hal pembatasan Import buahbuahan, cukup memberikan peluang terhadap hasil/produksi dalam negeri karena permintaan akan buah-buahan dan sayuran cenderung meningkat. Meningkatnya permintaan tersebut disebabkan : - meningkatnya elastisitas permintaan meningkatnya kesadaran tentang gizi Dalam hal peningkatan produksi pangan di Kabupaten Ngawi, Dinas pertanian memanfaatkan segala sumber daya dan untuk mencapai satuan yang telah ditentukan dilakukan dengan empat usaha yakni : intensifikasi, eks tensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. C. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini dilakukan untuk menemukan sistim penjualan melon yang paling baik dan dapat membantu petani untuk memutuskan dengan sistim tersebut sehingga nantinya pendapatan petani meningkat atau memperoleh keuntungan yang maksimal. Adapun sistim penjualan melon yang selama ini dilakukan petani adalah: 1. Sistim Borongan atau Tebasan Adalah sistim penjualan dimana menjual tanaman yang hampir masak/siap untuk dipanen. Proses diawali dengan memperkirakan
106
hasil, dikalikan harga saat itu, kemudian terjadi tawar menawar dan penentuan harga jadi. Biasanya dilakukan 10 sampai dengan 4 hari sebelum panen. 2. Sistim Penjualan Dengan Kiloan Adalah sistim penjualan dimana petani selaku penjual dan pedagang selaku pembeli mengadakan proses tawar menawar harga sesuai dengan kualitas dan berat hasil panen. Harga ditentukan pada saat tawar menawar dan biasanya dilakukan 10 sampai dengan 4 hari sebelum panen. 3. Sistim Penjualan Langsung Adalah sistim dimana petani menjual hasil panen melonnya langsung kepasar, biasa dilakukan dengan menitipkan kepada pemilik kios atau lapak di pasar-pasar. Dilakukan 1 sampai dengan 4 hari setelah panen.
D. METODE PENELITIAN D.1. Tempat dan Waktu Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Kabupaten Ngawi . Alasan pemilihan lokasi penelitian karena Kabupaten Ngawi sebagai daerah penghasil utama buah
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 melon yang ada di Jawa Timur, bahkan untuk ukuran Nasional Ngawi juga merupakan pemasok utama untuk buah melon ini. Untuk lebih mempersempit dan lebih mudah dalam perolehan data maka sengaja diambil lokasi penelitian di Desa watualang Kecamatan Ngawi dan Desa Ngancar Kecamatan Pitu Kabupaten Ngawi, dengan harapan hasil penelitian ini akan dapat di genera lisasikan untuk Kabupaten Ngawi. D.2. Populasi dan Sampel Populasi adalah petani yang menanam Melon tanpa memper timbangkan waktu penanaman, namun hanya mempertimbangkan panen petani mulai panen tahun 2001 dan 2002. Sampel dipilih secara stratified random sampling dengan jumlah sample 80 responden. Sampel diambil dari masingmasing perlakuan dan dipilih berdasar luas areal tanam yang dikonversikan dengan jumlah tanaman mengingat cara penghitungan tanaman adalah perpohon bukan persatuan luas. Pembagian petani dinyatakan dalam petani dengan areal tanam sempit, sedang dan luas. Perhi tungan dilakukan dengan perhitungan Spearmann dan Selang dibagi 3 (tiga), yaitu Jumlah tanaman terbesar (10.000 bt) dikurangi terkecil ( 3.000 bt) dibagi 3 (tiga). (10.000 - 3.000) : 3 = 2.333 Dengan demikian petani / res ponden yang di jadikan sample dengan klasifikasisebagai berikut: Sempit jumlah tanaman 3.000 s/d 5.333 bt Sedang jumlah tanaman 5.334 s/d 7.666 bt Luas jumlah tanaman 7.666 s/d 10.000 bt Untuk Pedagang tidak diambil / tidak digali informasinya karena selain pedagang banyak yang berasal dari luar daerah juga informasi mengenai pedagang telah dianggap cukup dari petani yang berhubungan dengan
107
pedagang. Pedagang biasanya mem punyai tenaga khusus yang bertugas sebagai intervening atau perantara antara pedagang dengan petani. Peran perantara ini adalah selain sebagai penghubung juga sebagai tenaga pengecek jumlah tanaman, hasil dan kualitas. Perantara cenderung memihak pedagang dengan memperkirakan hasil selalu rendah, karena kaitannya dengan fee yang akan mereka terima dari pedagang. Perantara bertempat tinggal dekat dengan petani bahkan tidak sedikit sebenarnya yang bekerja sebagai tenaga lepas pada petani, namun mereka sambil mencari hubungan dengan petani yang mendekati panen. D.3. Tehnik Pengumpulan dan Jenis Data yang Diperlukan Untuk mendapatkan macammacam data-data yang diperlukan, dilakukan pencarian melalui sumber yang biasa memiliki data yang dimaksud. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer di dapat dari petani dan data sekunder di dapat dari pihak kedua atau instansi terkait misalnya Dinas Pertanian. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tehnik yaitu : 1. Angket (kuesioner) Kuesioner diberikan kepada petani melon dan bila belum mengerti isian dapat bertanya dan diberi penjelasan. 2. Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung berhadapan dengan petani dan pedagang atau tidak langsung yaitu memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain. 3. Observasi Pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi usaha tani dan cara penjualannya.
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 D.4. Definisi Operasional dan Pengu kuran Variabel Agar terjadi kesamaan persepsi maka perlu adanya batasan-batasan, dalam penelitian ini batasan dan pengukuran variabel sebagai berikut: a. Penjualan adalah pertukaran antara buah melon dari petani dengan uang dari pedagang di tempat / lokasi usahatani. b. Petani adalah orang yang berusaha tani dengan menanam melon dan yang panen tahun 2001 atau 2002. c. Pedagang adalah orang yang membeli melon di atas lahan d. Total produksi adalah jumlah buah melon yang dihasilkan dalam sekali penanaman dinyatakan dalam Kg. e. Total Pendapatan adalah uang yang dihasilkan dari sekali penanaman (Rp). f. Biaya total (Total Cost) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk sekali penanaman (Rp). D.5. Analisa Data Data yang terkumpul kemudian dianalisa. Analisa yang dilakukan adalah Analisa Pendapatan kemudian dilakukan uji beda atau uji T Pendapatan = Total Penerimaan – Total Pengeluaran atau MR = TR – TC
Untuk data yang terkumpul akan dianalisa dengan uji beda atau uji T. Selain itu juga dilakukan analisa deskriptif dari data yang didapat. E. HASIL DAN PEMBAHASAN E.1. Karakteristik Petani Petani di Ngawi berusahatani melon sekarang ini tanpa mengenal waktu, artinya tanpa mempertim bangkan musim. Setiap saat akan ada petani yang mulai menanam maupun
108
yang sedang dan sudah panen, baik di musim hujan maupun musim kemarau. Di musim kemarau memang akan lebih banyak petani yang menanam melon, biasanya mulai bulan mei dimana saat itu usai panen padi musim tanam I. Ini akan berlanjut sampai dengan bulan oktober dimana saat musim hujan petani akan mulai berkurang yang menanam melon namun tidak sedikit yang tetap menanam melon. Bulan-bulan Mei sampai oktober inilah saat sangat banyak tanaman melon ditanam. Hasil investigasi Tabloid Suara Ngawi (2001), hasil panen dalam satu musim ini mencapai 32 ribu ton, itu adalah yang berkualitas super dan bila harga rata-rata Rp. 5.000 per kilogram, maka perputaran uang didaerah bisa mencapai 160 milyar rupiah. Di musim hujan petani yang menanam melon berkurang, ini di sebabkan resiko budidaya lebih tinggi. Resiko meliputi resiko kegagalan sampai dengan kecenderungan hasil yang berkualitas tidak sebaik di musim kemarau dan harga yang relatif menurun. juga masih ada pesaing buah melon di musim hujan yaitu mulai banyak buah lain yang masuk dan ditawarkan ke pasar (Mangga, rambutan). Hal inilah yang menye babkan petani yang menanam melon tinggal kira-kira 30 persen dari musim kemarau. Namun peluang dengan berkurangnya petani yang menanam dimanfaatkan oleh petani lain untuk tetap menanam sehingga karena adanya penurunan jumlah panen akan dapat memperbaiki harga. Mekanisme pasar bila penawaran menurun permintaan tetap maka harga naik. Perbedaan budidaya dimusim kemarau dengan musim hujan adalah pada proses perawatan tanaman. Sedangkan pada proses penjualan mengalami perubahan pada perilaku pedagang dilahan dimana mereka
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 semakin selektif dalam hal penawaran dan pembeliannya. Kalau biasanya pada musim kemarau mereka begitu dihubungi langsung merespon dengan mendatangi dan melakukan penawaran, bila musim hujan mereka akan mempertimbangkan atau tidak langsung mendatangi, itupun kalau datang belum tentu melakukan penawaran harga. E.2. Produksi Dari hasil penelitian melalui daftar pertanyaan yang didapat berdasar pada tiga strata. dapat dijelaskan bahwa motivasi petani untuk menanam melon adalah untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik, dari luas lahan yang tidak begitu luas yang dimiliki oleh petani bila ditanami padi maka tidak akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan lahan yang sama tapi ditanami melon. Petani mempunyai keinginan mening katkan pendapatan. Menanam melon merupakan usahatani yang membutuhkan ketram pilan khusus, seperti usahatani hortikultura umumnya sangat banyak modal yang harus dikeluarkan. Petani harus benar-benar siap dalam pe nyediaan baik sarana maupun prasarana, biaya dan tenaga. Untuk tenaga kerja dimulai dari pengolahan tanah membuat guludan, memberi pupuk dasar, menutup dengan mulsa, memasang ajir, pembenihan dan penanaman. Tenaga kerja paling banyak diperlukan untuk perawatan pasca penanaman. Pekerjaan pasca penanaman adalah pemupukan, wiwil cabang, menali batang pada ajir, penyemprotan, pemangkasan dan penyeleksian buah yang terbaik sehingga tinggal satu buah saja dalam satu batang tanaman. Perawatan dan pemberian zat pengatur tumbuh dan penyubur. Semua pekerjaan tersebut membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan juga memahami caracara melaksanakanya. Selain perlakuan-
109
perlakuan tersebut pekerjaan pengaturan pengairan dan drainasenya juga sangat penting,. Dibutuhkan pengalaman dan latihan yang cukup bagi seseorang yang akan menjadi tenaga yang terampil. Berhasil atau tidaknya usahatani melon sangat tergantung pada tehnisi ini. Ketrampilan dan pengalamannya memang dituntut tinggi. Sistim penggajian seorang tehnisi adalah kontrak dalam satu kali usahatani melon yaitu mulai penyemaian sampai dengan panen. Sedangkan untuk tenaga yang lain biasanya adalah dengan sistim harian tergantung pada perjanjiannya. Biaya untuk keseluruhan tenaga kerja ini dapat mencapai tiga puluh lima sampai dengan empat puluh lima persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani melon. Dari segi sosial ekonomi sebenarnya usahatani melon sangat potensial untuk penyediaan lapangan kerja guna mengurangi angka pengangguran di desa. Jenis melon yang ditanam oleh petani, sebenarnya banyak, namun dari pengamatan awal hanya tiga sampai empat jenis yang pernah ditanam oleh petani di Ngawi, itupun sebenarnya hanya ada satu jenis yang paling dominan. Untuk strata sempit dan strata sedang semua petani menanam jenis yang sama yaitu jenis Action 434 ini terlihat dari 100% menjawab menanam jenis Action 434, Bila tidak ada benih jenis ini petani dari kedua strata tersebut tidak menanam karena tidak mau berspekulasi dan belum tentu mengun tungkan. Sedangkan untuk petani dari strata luas 75% menanam jenis Action 434, yang dua puluh lima persen menanam jenis lain yaitu Sky Rocket. Alasan mereka menanam melon jenis sky rocket adalah karena adanya kelangkaan jenis action 434, selain itu jenis sky rocket sepintas penampilan
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 luarnya ada kemiripan dengan jenis action 434. Untuk keseluruhan responden jenis melon yang ditanam petani, tujuh puluh lima orang menanam jenis melon Action 434, mencapai 93,75% dari keseluruhan responden. Sisanya sebanyak lima orang atau 6,25% menanam melon jenis Sky Rocket Panen buah melon dipengaruhi oleh varietas, cuaca dan tempat penanaman. Kadar gula pada buah melon akan meningkat pesat pada saat buah akan masak. Pemetikan dilakukan satu kali, karena proses kematangannya bersamaan. Untuk menentukan waktu petik selain diketahui dari umur tanaman dapat juga dilihat ciri-ciri buah melon yang siap panen. Ciri-ciri buah melon yang siap dipanen diantaranya : 1. Terbentuknya rekahan antara pangkal tangkai buah dengan buahnya, sehingga rekahan tersebut menyerupai cincin. 2. Pada buah melon yang berjala, kenampakan jala (net) sudah memenuhi seluruh permukaan buah dan tampak jelas. 3. Menunjukkan aroma harum pada buahnya dan diperkirakan 80 % dari total tanaman telah memenuhi syarat. 4. Kulit buah berwarna kekuningkuningan. 5. Dahan dan daun telah kelihatan menua. 6. Tangkai buah telah retak. Penentuan masak buah utuk panen ini sangat berpengaruh terhadap mutu akhir buah setelah panen dan lamanya penyimpanan buah. Penentuan saat panen yang terlambat dapat memper cepat proses pembusukan buah. Buah melon yang terlalu masak dapat menyulitkan pemasaran dan kalau terjadi kelambatan penjualan akan banyak buah yang rusak dan busuk. Sedangkan apabila buah dipanen terlalu
110
awal akan menurunkan mutu buah. Menurunnya mutu buah disebabkan karena buah belum mengalami kemasakan yang optimal sehingga kadar gulanya masih rendah. Disamping itu ukuran buah belum maksimal dan masih kecil-kecil. Namun pemasakan buah yang disesuaikan dengan permintaan dan untuk mengejar harga dapat dilakukan dengan cara Pengethrelan agar buah dapat masak secara bersamaan dan ini yang dilakukan baik oleh petani maupun pedagang buah melon. Pengetrhrelan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk memberikan pestisida pada buah agar menjadi lebih cepat masak bersamaan dan perlakuannya adalah dengan cara disemprotkan pada buah melon yang sudah tua atau mendekati tua. Dari hasil penelitian petani strata sempit yang dipanen buahnya pada umur antara 55 sampai dengan 60 hari mencapai 26 orang berarti 65% memanen tepat waktu sedangkan 14 orang atau 35 % dipanen lebih lambat. Pada petani strata sedang panen yang dilakukan pada umur 55 sampai dengan 60 hari ada 16 orang atau 80 % dari strata ini, yang panen lebih dari 60 hari adalah 4 orang atau 20 % dari petani strata sedang. Pada strata luas yang memanen tanaman melonnya umur 55 sampai dengan 60 hari ada 19 orang atau 95 % dari petani strata ini, sisanya 1 orang atau 5 % memanen lebih dari 60 hari. Kelambatan ini disebabkan oleh lakunya hasil memang sudah mendekati 60 hari sehingga waktu pengethrelannya lebih lambat. Penyebab lainnya memang pedagang mengulur waktu pemanenan untuk menunggu harga yang lebih baik dibandingkan harga pada waktu kesepakatan. Dari hasil penelitian pada seluruh responden tanpa mempertimbangkan strata, panen yang dilakukan pada umur tanaman mencapai 55 sampai 60 hari
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 sebanyak 61 orang (76,5%) mengin nginkan dan melakukan pemanenan pada umur ini. Sedangkan 19 Orang (23,75%) memanen tanaman pada umur tanaman lebih dari 60 hari. Yang memanen pada umur tanaman kurang dari 55 hari tidak ada karena mutu buah masih rendah. E.3. Penjualan Hasil Hal yang perlu dilakukan petani ketika umur tanaman sudah lebih dari 50 hari atau 10 hari sebelum panen adalah mulai memikirkan penjualan hasil. Pada umur tanaman sudah lebih dari 50 hari petani mulai menghubungi pedagang dan membuat perjanjian kapan pedagang datang dan melihat tanamannya. Cara menghubungi ini dapat melalui telpon atau dipesankan pada petani temannya yang sedang panen dan telah didatangi pedagang, cara lainnya adalah mendatangi perantara dari pedagang. Dari hasil penelitian terlihat bahwa semua hasil dibeli oleh pedagang, dari semua strata sempit, sedang, maupun luas tidak ada hasil yang dibeli langsung oleh konsumen ataupun oleh pabrik makanan atau minuman. Sebanyak 100% responden menjual hasilnya kepada pedagang. Petani dalam menawarkan hasil dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu dengan menghubungi perantara ataupun dengan menghubungi pedagang langsung, ataupun bisa juga dengan menunggu kedatangan pedagang atau perantara. Dapat dijelaskan bahwa yang melakukan cara penawaran dengan menghubungi pedagang sebanyak 36 orang pada strata sempit, ini berarti 90% dari strata ini, sedangkan yang 4 orang dan merupakan 10% dari strata sempit melalui perantara. Pada petani strata sedang 20 orang menghubungi pedagang yang berarti 100% dari petani
111
strata sedang, demikian pula pada strata luas semua sebanyak 20 orang atau 100% menawarkan hasil pada pedagang. Jadi kalau semua petani tanpa memperhatikan strata sebanyak 76 orang atau 95% menawarkan hasil dengan menghubungi pedagang. Disini kelihatan bahwa petani harus aktif dalam menawarkan hasil tanamannya. Proses tawar-menawar dilakukan dilahan setelah pedagang melihat dan mempertimbangkan perkiraan hasil dari seluruh panenan. Tidak semua pedagang yang melihat akan melakukan penawaran harga pembelian bila pertimbangannya bahwa hasil atau kualitas buahnya tidak memadai. Dalam hal melakukan tawar menawar antara pedagang dan petani biasa petani tetap dalam posisi tawar yang lemah, tetapi kalau hasil tanamannya bagus juga umur tanaman masih dibawah 55 hari petani masih mempunyai posisi tawar yang lebih baik. Karena petani masih mempunyai waktu untuk bertahan, juga karena mutu hasil kelihatan bagus maka pedagang yang tahu akan berusaha mendapatkan atau melakukan pena waran yang lebih baik. Proses tawar menawar petani respoden semua strata mengadakan proses tawar menawar diatas lahan dilakukan setelah pedagang melihat dan mempertimbangkan hasil. Bila pedagang menawar, maka dari strata sempit 33 orang atau 82,5% menjual pada pedagang langganan sedang yang 15 orang atau 12,5% masih membandingkan dengan pedagang yang lain jadi dijual kepada pedagang yang menawar dengan harga terbaik. Sisa 2 orang atau 5% responden menjual hasil pada pedagang pertama yang menawar. Pada petani strata sedang yang menjual pada pedagang langganan sebanyak 17 orang atau 85%, 3 orang atau 15% menjual pada pedagang lain yang memberikan harga terbaik. Petani strata luas mejual pada pedagang langgananya
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 19 orang atau 95% yang 1 orang atau 5% menjual pada pedagang lain yang memberi harga terbaik. Dari ketiga strata dapat dijabarkan bahwa rata-rata petani sudah menjalin hubungan kerjasama dengan pedagang langganan, ini terlihat dari 69 orang atau 86,25% tetap menjual pada pedagang langganan. Kerjasama akan terus berlanjut selama kepercayaan antara petani dan pedagang belum hilang dan tidak ada permasalahan antara mereka. Proses tawar menawar dilahan terjadi bila pedagang telah melihat dan mempertimbangkan perkiraan hasil. Kemudian akan terjadi proses penen tuan sistim penjualan hasil oleh petani atau sistim pembelian oleh pedagang. Keuntungan tawar menawar yang dilakukan dilahan adalah petani dan pedagang sama-sama dapat melihat dan membandingkan perkiraan masing – masing, serta baru melihat dan pertim bangan masih bagus karena barang yang dilihat masih di dekatnya. Sedangkan bila dilakukan ditempat lain kemung kinan untuk membandingkan dan memperkirakan akan lebih kurang teliti dan bagus karena kemungkinan tawar menawar terjadi keesokan harinya atau tertunda, padahal perkembangan tanaman melon dilahan akan sangat cepat atau perubahan pada fisik hasil akan berubah kalau tanpa perawatan yang bagus. Tempat tawar menawar yang dilakukan antara pedagang dan petani, bahwa pada strata sempit paling banyak melakukan tawar menawar dilahan yaitu sebesar 92.5% atau sebanyak 37 orang, artinya petani memang banyak yang telah siap di lahan atau tetap menunggui dan bekerja dilahan dibandingkan strata diatasnya. Namun ada juga yang melakukan tawar menawar di rumah sebanyak 3 orang atau sebanyak 7.5%. Pada strata sedang yang paling banyak disbanding strata
112
lain melakukan tawara menawar dirumah yaitu sebesar 25% atau 5 orang, sedang sisanya sebanyak 75% masih melakukan tawar menawar di lahan. Tempat dilakukan dirumah ini ada karena petani sudah pulang ataupun tidak ke lahan pada saat pedagang melihat tanamannya. Pada strata luas petani yang melakukan tawar menawar di lahan ada 80%, sedang yang 20% melakukan di rumah. Penentuan sistim penjualan ini akan dipengaruhi oleh perkiraan hasil, umur tanaman, informasi harga pada saat itu, dan resiko yang harus ditanggung masing-masing pihak. Sistim penjualan yang dikehendaki petani biasanya lebih suka menjual dengan sistim borongan mempunyai pertimbangan bahwa dapat langsung mengetahui hasil (untung atau rugi), resiko penurunan harga, ketenangan selama menunggu panen karena sudah laku, resiko kehilangan atau kerusakan kecil sampai dengan panen, selain itu kebiasaan ini didasari oleh pertim bangan bahwa antara perkiraan berat buah tidak berselisih besar. Juga pembagian resiko antara petani dan pedagang. Pedagang akan sangat berhati-hati dengan perkiraan hasil dan pertimbangan apakah nanti pada saat panen harga tetap, turun atau naik, fluktuasi harga sangat dipertimbangkan oleh pedagang, karena ketepatan perkiraan inilah yang akan menentukan keberhasilannya dalam berdagang. Fluktuasi harga biasanya yang paling berpengaruh adalah keadaan pasar di sentra-sentra pemasaran yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Malang, mengingat bahwa hasil terbesar melon penjualannya ke sentra – sentra tersebut. Petani yang menjual dengan cara kiloan adalah karena tahu mutu buah mana yang masuk mutu super dan mana yang termasuk afkir atau kualitas
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 rendah (BS). Harapan memperoleh keuntungan yang lebih besar, ataupun pedagang tidak ada yang mau membeli dengan cara borongan. Biasanya pembelian dengan cara kiloan dan dilakukan seleksi/grading justru disaat harga buah dilahan sedang rendah. Pedagang bila melihat kualitas buah jelek maka akan cenderung membeli dengan cara diseleksi. Buah ditimbang sesuai dengan mutunya dan disini biasanya sering terjadi ketidaksesuaian antara petani dan pedagang dalam penentuan grade dan mutu buah. Semua responden sama-sama menjual dengan dua sistim penjualan yaitu dengan borongan ataupun kiloan. Semua strata tidak berbeda. Hambatan-hambatan yang sering ditemui di dalam penjualan buah melon adalah apabila pedagang yang di hubungi baik pedagang langganan maupun pedagang lain tidak segera datang dan cenderung megulur waktu maka proses tawar menawar akan semakin memperlemah posisi petani dalam penentuan harganya. Bila tercapai kesepakatan cara penjualan dan harga petani masih belum dapat tenang bila pedagang masih mengulur waktu pengethrelan dan waktu pemetikanpun masih ditunda sehingga petani tidak segera mendapatkan pembayaran.
113
Bahkan banyak kejadian sudah terjadi kesepakatan harga pedagang masih menguranginya pada waktu panen. Dengan demikian posisi tawar petani tetap akan lemah karena keadaan bila terjadi ketidaksesuaian pedagang akan meninggalkan dan petani akan kesulitan menjual padahal sudah terlanjur dipanen sedang pedagang lain tidak akan mau membeli. Yang ada hanya pedagang BS yaitu pedagang yang khusus membeli buah melon dengan mutu rendah (BS) atau buah sisa yang tidak di bawa oleh pedagang yang megirim ke sentra-sentra pemasaran. Selain hambatan-hambatan ada factor-faktor yang dapat membuat lancarnya penjualan oleh petani yaitu makin banyaknya pedagang luar kota yang datang dan mereka bersaing antar pedagang untuk mengadakan pembelian dari hasil tanaman petani, ini akan mulai membantu posisi tawar petani. Juga manfaat-manfaat yang lain adalah pertimbangan petani makin berani mengambil keputusan melakukan keputusan untuk menggunakan salah satu sistim penjualan yang dianggap paling menguntungkan bagi dirinya. Tentang manfaat dan kerugian dari masing-masing sistim penjualan dapat dikemukakan seperti Tabel berikut.
Tabel manfaat dan Kerugian system penjualan Sistim penjualan Manfaat Borongan 1. Kepastian untung/rugi lebih awal 2. Ketenangan dalam menunggu panen 3. Tidak saling ngotot ttg mutu dengan pedagang 4. Semua hasil dibeli 5. Tidak tambah biaya petik 6. Tidak biaya Ethrel 7. Tidak menanggung resiko kerusakan 8. Dibantu pedagang/orangnya dalam pengawasan tanaman
Kerugian 1.Tidak tahu jml produksi yg persis 2. Hilang kesempatan tahu mutu hasil 3. Tingkat keberhasilan tdk diketahui 4. Kesempatan mendptkan hasil yg baik berkurang
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 Sistim penjualan Kiloan
114
Manfaat setelah kesepakatan 1. Pendapatan sesuai hasil akhir 2. Tahu mutu hasil 3. Tahu jml hasil/tkt keberhasilan
Dari data juga dapat dilihat dimana setelah mengalami perhitungan maka margin atau pendapatan yang diperoleh petani dengan sistim penjualan kiloan diseleksi dan didasarkan beratnya Pendapatan rata-rata(MRrk) didapat pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp. 4.573.321,25 Ini diperoleh dari penerimaan total rata-rata (TRrk) dikurangi dengan total biaya produksi rata-rata (TCrk). MRrk = TRrk - Tcrk = 12.407.562,5 - 7.834.241,25 = Rp. 4.573.321,25 Sedangkan untuk penjualan dengan sisitim borongan didapat pendapatan rata-rata (MRrb) sebesar Rp. 3.822.500. didapat dari total penerimaan rata-rata (TRrb) dikurangi total biaya produksi rata-rata (TCrb). MRrb = TRrb - TCrb = 11.316.250 - 7.493.750 = Rp. 3.822.500 Ini berarti pendapatan rata-rata bersih petani yang menjual dengan cara kiloan lebih besar dibandingkan dengan petani yang menjual dengan cara borongan. Ada selisih pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp. 750.821,25. yaitu dari MRrk - MRrb 4.573.321,25 - 3.822.500
Kerugian 1.
Saling ngotot dgn pedagang mengenai mutu/grade 2. Resiko Kerusakan 3. Masih memikir penjualan sisa 4. Posisi tawar rendah 5. pengawasan sendiri s/d petik 6. tidak semua hasil dibeli 7. tambah biaya petik 8. Tambah biaya Ethrel
= Rp. 750.821,25. Dari data yang diperoleh setelah dihitung dan dianalisa dengan uji beda atau uji T didapatkan hasil pada petani strata sempit yang menjual dengan sistim borongan dan sistim kiloan signifikan pada α = 28,5. berarti tidak berbeda nyata. Pada petani strata sedang signifikan pada α = 80,8. Berarti tidak berbeda nyata. Pada petani strata luas signifikan pada α = 58,7. Berarti tidak berbeda nyata. Sedangkan uji pada seluruh responden tanpa membedakan strata antara penjualan sistim borongan dan sistim kiloan signifikan pada α = 48,7. berarti tidak berbeda nyata. Dari hasil uji beda di atas dapat dikatakan bahwa petani yang melakukan penjualan dengan sistim penjualan borongan dan sistim kiloan tidak berbeda nyata sehingga untuk penjualan lebih banyak didasarkan pada resiko dan kredibilitas pedagang yang membeli F. KESIMPULAN DAN SARAN F.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dan mengalami pembahasan maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan.
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239 1. Sistim penjualan berpengaruh terhadap pendapatan petani, dimana dari perhitungan didapat hasil bahwa petani yang menjual dengan sistim kiloan akan memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan petani yang menjual hasil dengan sistim borongan. 2. Alasan petani memilih sistim penjualan borongan adalah karena ingin membagi resiko dengan pedagang, kepastian keuntungan lebih awal, ketenangan, sedangkan bagi petani yang menjual dengan sistim kiloan besar pendapatan yang diperoleh. 3. Keuntungan rata-rata yang didapat petani dari sistim penjualan borongan adalah sebesar Rp.11.908.099,69/Ha. Untuk petani dengan sistim penjualan kiloan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 14.752.649,19/Ha. Sehingga terdapat selisih keuntungan rata-rata sebesar Rp. 2.844.549.5/Ha. 4. Proses penentuan harga masih banyak dipengaruhi oleh harga melon di sentra – sentra pemasaran, pedagang, mutu buah, Umur tanaman. 5. Posisi tawar petani masih sangat lemah dibandingkan dengan posisi tawar pedagang. Pedagang lebih banyak menentukan harga dibandingkan petani yang menerima harga. 6.2. Saran Berdasarkan kesimpulan dapat dikemukakan beberapa saran yaitu: 1. Perlunya petani mengetahui sistim penjualan yang menguntungkan. Juga informasi terutama harga, mutu dan kemauan pasar dengan mene rapkan strategi produksi (pening katan kualitas dan kuantitas) dan strategi harga (sistim penjualan).
115
2. Perlu adanya wadah yang dapat membantu petani untuk menguatkan posisi tawarnya, semisal forum, koperasi atau asosiasi petani karena posisi tawar perseorangan petani yang lemah.. 3. Perlunya pemerintah kabupaten ngawi lebih serius membantu mengangkat produk unggulannya yaitu melon.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2001. Tabloid Suara Ngawi. No. 01 th I Okt 2001. Hal 3 Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2000. Laporan Tahunan . Kabupaten Ngawi. Downey.W.D dan PS.Erickson. 1987. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta. Kotler.P, Armstrong.G. 1999. Dasardasar Pemasaran. PT. Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta. Mosher, AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasa Guna. Jakarta. Nuryanti.S. 2001. Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Padi Hasil Panen di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Tesis. PPS UGM. Jogyakarta. Samadi. 1995. Usahatani Melon. Kanisius. Jogyakarta. Soekartawi. 1989. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Rajawali. Jakarta .1999. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sri budhi.M.K. 1993. Pengaruh Harga Dan Faktor-faktor Sosial Ekonomi Terhadap Keputusan
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi
MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 APRIL 2010 ISSN 1978 – 6239
116
Petani Untuk Meningkatkan Luas Areal Kentang di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan Propinsi Bali. Tesis PPS UGM. Jogyakarta. Sriyono.J, S. 1998. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Petani Menjual Padi Secara Tebasan. Tesis. PPS UGM. Jogyakarta Supartini.N.L.S. 1994. Faktor-faktor Sosial Ekonomi Yang mempengaruhi Keputusan Petani memilih waktu jual dan kualitas Bawang Putih dalam Usaha Maksimisasi Keuntungan di Kabupaten Lombok Timur. Tesis PPS UGM. Jogjakarta. Swastha. B. 1999. manajemen Penjualan. BPFE. Jogyakarta Wahono.T. 2000. Budidaya Melon Sebagai Alternatif dalam Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo. Tesis PPS UGM. Jogyakarta.
Rudi Bintoro HL, The Effect Of Mellon Sales system of Farmer’s Incame a Case Study In Kabupaten Ngawi