Land
ISSN 1978-7626
Bulletin LMPDP
9 771978
762634
Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan
Edisi 12, Agustus - Oktober 09
Membangun Sistem Informasi Pertanahan Melalui Komputerisasi Kantor Pertananahan
Sistem LIS dan GIS dalam rangka Penyelenggaraan Pengelolaan Pertanahan
Sistem Informasi Pertanahan untuk Keperluan Perpajakan
Peran Swasta dalam menunjang Program Percepatan Pendaftaran Tanah melalui Penyiapan Data Spasial Pertanahan
Pemanfaatan Peta Desa untuk Mempercepat Sertipikasi Tanah di Kabupaten Klaten
Sistem SIP dan SIG
Keterangan Sampul
Land Bulletin LMPDP
dalam rangka Penyelenggaraan Pengelolaan Pertanahan
ISSN 1978-7626
9 771978
762634
SISTEM INFORMASI adalah suatu sistem yang mengatur cara perolehan, pengolahan, penyimpanan, pengambilan, pemrosesan, manipulasi, presentasi dan pembaharuan DATA, sehingga akan menghasilkan suatu aliran INFORMASI yang sesuai dengan yang dikehendaki. Kemajuan SISTEM INFORMASI tidak ada artinya tanpa didukung oleh kemajuan Teknologi Komputer (TK) dan Teknologi Informasi (TI). Dengan kemajuan TK dan TI maka dimungkinkan adanya interaksi antar KUMPULAN DATA (DATABASE) yang secara fisik terpisah, baik terpisah oleh file sistem (dalam komputer yg sama) ataupun terpisah fisik (dalam komputer berbeda). Interaksi ini tidak terkendala oleh waktu (setiap saat) dan juga tidak terkendala oleh lokasi geografis (dari dan di mana saja), selama Data tersebut terkoneksi dalam jaringan TI.
Media Pengembangan Kebijakan Pertanahan
Edisi 12, Agustus - Oktober 09
6 10 14 19 22 Dengan
85 juta 231 juta PENTING jumlah bidang tanah
dan
jumlah penduduk
maka sistem informasi adalah sangat
ketika kita bicara tentang pengelolaan pertanahan secara nasional
Membangun Sistem Informasi Pertanahan Melalui Komputerisasi Kantor Pertananahan
Sistem LIS dan GIS
dalam rangka Penyelenggaraan Pengelolaan Pertanahan
Sistem Informasi Pertanahan untuk Keperluan Perpajakan
KEBIJAKAN PERTANAHAN bagi
Peran Swasta
KESEJAHTERAAN RAKYAT
dalam menunjang Program Percepatan Pendaftaran Tanah melalui Penyiapan Data Spasial Pertanahan
Pemanfaatan Peta Desa
untuk Mempercepat Sertipikasi Tanah di Kabupaten Klaten
3
Cover Depan Foto : Dok. Bappenas
Cover Belakang Foto : Dok. Bappenas
DARI REDAKSI
Membangun Sistem Informasi Pertanahan Melalui Komputerisasi Kantor Pertananahan
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa stigma tentang pelayanan pertanahan dengan efek yang menyertainya adalah masalah yang harus menjadi tantangan bagi semua insan pertanahan.
Sikap masyarakat semakin kritis dalam menyikapi setiap bentuk pelayanan apapun, terutama yang berkaitan pelayanan publik. Di sisi lain, sebagian aparat beranggapan bahwa menjalankan pelayanan ala bussiness as usual sepanjang masyarakat tidak komplain adalah rutinitas yang biasa dijalankan.
Apapun, bagaimanapun kondisinya, itulah tantangan yang harus dilayani dan dihadapi, karena kejelasan, kelengkapan dan transparansi merupakan kunci utama dalam mewujudkan pelayanan yang memenuhi harapan masyarakat.
Peran Swasta
Sistem Informasi Pertanahan untuk Keperluan Perpajakan
Permasalahan dalam pembangunan basis data pertanahan untuk kepentingan perpajakan khususnya Pajak Bumi dan Bangunan/PBB adalah ketersediaan peta dasar yang terbatas serta kondisi geografi yang sulit dijangkau untuk pelaksanaan kegiatan pendataan dan pemetaan, sehingga menjadi masalah untuk mobilisasi dalam kegiatan pendataan dan pemetaan.
Karenanya tantangan ke depan terkait dengan pembangunan basis data pertanahan untuk kepentingan perpajakan yang harus dipenuhi adalah pengembangan teknik pendataan dan pemetaan untuk mempercepat pembentukan basis data Sistem Informasi Geografi/SIG PBB tersebut agar seluruh wilayah Indonesia dapat terhimpun dalam basis data SIG PBB serta pengembangan teknologi informasi yang mendorong untuk dapat dikembangkan aplikasi Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak/SISMIOP atau SIG PBB lebih lanjut sehingga akses data dapat lebih cepat dengan jumlah data yang lebih besar.
dalam menunjang Program Percepatan Pendaftaran Tanah Pemanfaatan Peta Desa melalui Penyiapan Data Spasial Pertanahan untuk Mempercepat Sertipikasi Tanah
Dari 60 anggota Asosiasi Perusahaan Survey dan Pemetaan (APSPI) tercatat 40 anggota yang aktif dan bermitra dengan pemerintah untuk mendukung program ini. Tercatat tenaga ahli pemetaan sebanyak 450 surveyor (260 orang Surveyor Berlisensi) serta dibantu 250 Asisten Surveyor Berlisensi.
Land
Bulletin LMPDP
di Kabupaten Klaten
Untuk lebih mempercepat pengukuran dan pemetaan bidangbidang tanah di seluruh wilayah desa/kelurahan sebagai unit terkecil dapat memanfaatkan teknologi informasi seperti Google earth, software pemetan dan peralatan seperti pemotretan udara, satelit (citra), GPS dan lain-lain.
Dari Redaksi Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria bertujuan antara lain untuk meletakkan dasar kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Hal itu tercermin dalam pasal-pasal yang mengatur pendaftaran tanah yaitu pasal 23, pasal 32 dan pasal 38 UUPA yang ditujukan kepada pemegang hak sedangkan pasal 19 ditujukan pada pemerintah sebagai suatu amanat. Berbicara mengenai menjamin kepastian hukum hak atas tanah, berarti memberikan kepastian/asas spesialitas terhadap: 1). Obyek Hak (bidang tanah yang bersangkutan), 2). Subyek Hak (pemegang hak/ pemilik), dan 3). Status Hak ( jenis hak yang diberikan). Oleh karena itu dalam kegiatan pendaftaran tanah dikenal adanya AZAS SPESIALITAS. Dalam rangka melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah, diperlukan peta skala besar sebagai sarana informasi yang menggambarkan letak tanah, batas tanah, dan bentuk bidang tanah serta kerangka dasar teknik. Informasi tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam rangka pengukuran bidang-bidang tanah yang kesemuanya disebut sebagai infrastruktur pendaftaran tanah. Mengingat banyaknya jumlah bidang tanah/data pertanahan yang harus dikelola sedangkan data tersebut bersifat dinamis dan selalu harus dimutakhirkan, maka sejak beberapa tahun terakhir BPN telah merintis pelaksanaan Land Office Computerisation (LOC) pada beberapa kantor pertanahan. Tulisan Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional, Ir. Wenny Rusmawar Idrus, menyebutkan bahwa Sistim Informasi Pertanahan adalah sarana / kerangka untuk mengambil keputusan, baik yang bersifat legal administrasi dan ekonomi serta membantu perencanaan dan pembangunan yang terdiri dari, i) sisi basis data tentang data bidang tanah yang bereferensi spasial (memiliki lokasi) untuk suatu wilayah tertentu dan ii) prosedur dan teknik untuk pengumpulan, pembaharuan. penggelolaan dan distribusi data secara sistematik. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa Sistem Informasi Pertanahan (SIP) suatu sistem informasi berbasis bidang tanah dan masing-masing bidang tanah diberikan nomor identitas tunggal (single identity number). Dengan demikian sistem tersebut dimungkinkan untuk berhubungan antar data di dalam sistem dengan data lain yang terkait dengan pertanahan. Selanjutnya Ir. M. Rukhyat Noor, MM., menulis lebih rinci mengenai pengembangan Sistem Informasi Pertanahan melalui komputerisasi kantor pertanahan / LOC. Diuraikan juga tentang Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) sebagai pengembangan dari SIP. Peran swasta dalam program percepatan pendaftaran tanah melalui penyiapan data spasial pertanahan diuraikan dalam tulisan Ir. Sutadi Wiranata, Erry Ryadi dan Moh. Abdul Basyid. Pihak swasta selama ini bersama dengan BPN berperan menyediakan infrastruktur data pertanahan, pembangunan sistem informasi pertanahan serta program pelayanan prima pertanahan seperti Land Administartion Project/LAP, Land Management and Policy Development Project/LMPDP, Proyek Operasi Nasional Pertanahan/PRONA, Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah/LARASITA dan lain lain. Sementara itu Asosiasi Profesi seperti Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) dan Ikatan Surveyor Kadastral Indonesia (ISKI) berperan dalam memberikan rambu-rambu untuk menjaga standard kompetensi sumber daya manusia (SDM). Dari konteks perpajakan, Harry Hartoyo, I Wayan Sukada dan Adhy Pramudya menguraikan sistem informasi pertanahan untuk keperluan perpajakan. Dalam tulisan digarisbawahi peran sistem informasi dan peta digital sebagai sarana pokok dalam pelayanan perpajakan melalui Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Kiranya tulisan yang disajikan dalam bulletin LAND edisi ini dapat memperkaya wawasan para pembaca mengenai peran Sistem Informasi Pertanahan di Indonesia.
Redaksi
3 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
Bappenas
Land
Edisi 12, Agustus - Oktober 09 ISSN 1978-7626
diterbitkan oleh Komponen-1 LMPDP
Pelindung
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah - Bappenas
Penanggungjawab Direktur Tata Ruang dan Pertanahan
Pemimpin Redaksi
Ir. Rinella Tambunan, MPA
Dewan Redaksi
J. Sudarjanto Wirjodarsono, SH. MA Ir. Salusra Widya, MA Ir. Nana Apriyana, MT Dr. jur. Any Andjarwati Asep Saefudin, SE., ME
Editor
B. Guntarto
Redaksi
Esther Fitrinika Zaenal Arifin Arie Faizal Rajab Idham Khalik Sunardi
Desain & Layout
Dica.H
Distribusi & Administrasi
Nerry.G Nunik P (Sekretariat Komponen-1 LMPDP)
Alamat Redaksi
Jl. Latuharhary No. 9 Jakarta 10310 Phone (021) 310 1885-87 Fax (021) 390 2983 www.landpolicy.or.id E-mail :
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel dari Pembaca. Tulisan/artikel dalam bulletin ini tidak selalu mencerminkan opini pengelola program LMPDP (PIU-Bappenas)
Sangat Mendesak, Kebutuhan Peta Dasar Wenny Rusmawar Idrus, saat ini menjabat sebagai Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan, pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Sebelumnya beliau menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur. Dalam perkumpulan profesi, beliau bertindak sebagai Ketua Umum Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) sejak Oktober tahun 2008. Dalam wawancaranya dengan kami, Wenny Rusmawar Idrus memaparkan tentang pentingnya peta dalam proses pembuatan sertifikat. Berikut cuplikan wawancara Ir. Wenny Rusmawar Idrus (WRI) dengan Dr. Jur. Any Andjarwati (AA) dari Buletin LAND :
Interview : AA : Sebenarnya siapakah yang memerlukan informasi mengenai SIP dan SIG ini dan apakah masyarakat bisa mendapatkan informasi dari SIP dan SIG ini? WRI : Pengelolaan pertanahan sangat membutuhkan informasi. Informasi ini dihasilkan dari SIP (Sistem Informasi Pertanahan / Land Information System) dengan skala besar (1:1500) dengan satuan bidang tanah dan SIG (Sistem Informasi Geografis / Geographic Information System) dengan skala kecil (1:2.500 1:200.000) dengan satuan zona/wilayah berdasarkan kriteria tematik/klasifikasi tanah. Saat ini SIP dan SIG ini bukan hanya untuk bahan pengambilan kebijakan namun juga berfungsi untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Hal ini dituangkan dalam PP no 46 tahun 2003 yang mengatur mengenai biaya pelayanan masyarakat termasuk di dalamnya proses dan biaya peta yang dapat djual kepada masyarakat. AA
: Bagaimana dengan ketersediaan peta itu sendiri terkait dengan pentingnya peta untuk penerbitan sertifikat tanah? WRI : Pendaftaran tanah adalah kegiatan yang mencakup pengukuran/survey pemetaan bidang-bidang tanah untuk menghasilkan peta dasar pendaftaran yang kemudian dipergunakan untuk penerbitan sertifikat. Untuk membuat peta guna membuat SIP dan SIG diperlukan peta dasar untuk pemetaan. Peta dasar skala kecil adalah untuk SIG, berupa Peta Rupa Bumi atau peta fotografi yang didapat dari Bakosurtanal. Peta dasar skala besar dibuat oleh BPN sendiri dengan pengukuran dan
pemetaan. Peta dasar pendaftaran adalah peta untuk plotting bidang-bidang tanah, termasuk sita pemilik, pemilikan dan penggunaan. Peta ini mempunyai informasi legal atau menjadi dasar hukum pemetaan obyek, subjek dan jenis haknya, dan karena peta dasar pendaftaran dibuat dengan proses/prosedur yang juga mempunyai aspek legal. Peta di indonesia masih di bawah 10% sehingga hal ini menjadi kendala dalam meningkatan ketersediaan peta. Hal ini distrategikan dengan adanya citra satelit. Kebanyakan konflik yang terjadi dikasuskan untuk batas bidang tanah yang diukur beberapa tahun lalu, untuk itu peta diperlukan untuk meminimalisir konflik dan sengketa di masa depan. AA
: Bagaimana dengan adanya multi peta yang dibuat oleh instansi yang berbeda yang bisa menimbulkan overlap mapping ? WRI : Masing-masing instansi mempunyai peta tergantung dari tingkat kebutuhan instansi yang kebanyakan lebih berdampak teknis, namun BPN menghasilkan peta yang khas yaitu peta kadaster untuk bidang pertanahan berdasarkan hukum/reskadaster yang dipakai untuk penetapan batas bidang tanah. Dahulu ada ide untuk tukar menukar informasi termasuk peta dengan Direktorat Jendera Pajak, Departemen Keuangan untuk penyatuan ketentuan bidang tanah terkait pembayaran pajak, namun hal ini tidak berjalan dengan baik. BPN sendiri menggunakan peta Land Use dimana salah satu aspek dalam penerbitan sertifikat adalah aspek penatagunaan tanah (terkait tata ruang, aspek lingkungan, infrastruktur,
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
4
kontur tanah, dan lainnya). Penyusunan peta dalam skala kecil dibuat oleh Bakosurtanal sementara peta skala besar dibuat oleh BPN. Hal itu diatur dalam PerPres No. 85 Tahun 2007 mengenai koordinasi antar instansi untuk mensinkronisasi dan penukaran data dan informasi perpetaan yang disebut JDSN (Jaringan Data Spatial Nasional). Koordinasi tersebut berupa pertemuan rutin bulanan yang dihadiri oleh beberapa instansi dan Kapusdatin masing-masing. Simpul jaringan ini juga berfungsi sebagai program pertukaran peta dan informasi serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi secara internal antar instansi. AA
: Apa kendala dalam pembuatan peta itu sendiri ? WRI : Kendala dalam menyusun peta dasar pendaftaran tanah terletak pada integrasi peta dasar pendaftaran yang dibuat di daerah (kartu pertanahan) digunakan di kanwil dan pusat. Integrasi juga diperlukan untuk mengkorelasikan informasi skala kecil ke skala besar dan sebaliknya. Untuk itu sedang disusun beberapa penyesuaian (improvement) desain jaringan. Untuk memperkuat sistem jaringan diadakan diadakan peningkatan dalam pengumpulan data, seperti SDM. Untuk memperkuat integrasi diadakan komunikasi antar kedeputian, khususnya dalam pengarsipan. Untuk itu dibutuhkan komunikasi saling terkait antara kedeputian BPN. Pengalaman berharga adalah ketika tsunami aceh dimana semua peta dan bukti fisik hilang, data yang tersimpan secara teknologi dan tershare itulah yang digunakan sebagai dasar rekonstruksi batas bidang tanah. Reproduksi peta sendiri dilaksanakan sebagai solusi untuk mengatasi hilangnya data dan batas bidang tanah akibat bencana alam. Manfaat SIP dan SIG ditujukan dalam pengembalian batas dan penerbitan kembali buki tanah akibat tsunami/bencana alam. AA
: Bagaimana dengan anggaran dan perpetaan yang dibuat daerah ? WRI : Ada dua cara, pertama adalah APBN dan APBD dikelola oleh pusat namun diserahkan ke Kabupaten/Kota untuk membuat anggarannya, kedua adalah dengan kerjasama dengan daerah dalam rangka pembuatan peta dengan anggaran yang sudah disiapkan. Peta desa dan peta daerah ini kemudian akan di super impose/digabungkan dengan peta dari pusat untuk memperkaya isi dari peta dasar dimana peta bidangnya kebanyakan dipakai oleh pusat dan datanya dipakai oleh daerah untuk penerbitan sertifikat. Untuk
5 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
pendaftaran tanah cakupan desa, yang dihasilan dari proses pendaftaran tanah desa demi desa untuk lebih mempercepat lebih diutamakan kerjasama dengan daerah melalui APBD. AA
: Apakah ada ketidakadilan dalam perbedaan biaya proses serifikasi serta bagaimana mengatasinya ? WRI : Biaya yang dibebankan pada masyarakat adalah termasuk variabel transportasi para juru ukur sehingga justru masyarakat yang sulit dijangkau malah membayar biaya lebih besar dibanding masyarakat yang tinggal di kota. Ketidakadilan ini dieliminir melalui program LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) atau kantor pertanahan berjalan di seluruh kantor pertanahan di Indonesia dimana tersedia mobil, juru ukur, formulir alat dan IT yang terhubung dengan kantor pertanahan yang sudah mempunyai teknologi. Seandainya mobil tidak menjangkau daerah yang dituju, tersedia juga motor dan perahu sebagai alat transportasi alternatif untuk menjangkau masyarakat di pedalaman. Perlu diusahakan agar dalam wilayah desa demi desa sehingga didapat peta dasar pendaftaran tanah sehingga sertifikat dapat dipercepat untuk mencegah adanya overlapping dan sengketa. Program ini ada di seluruh kantor pertanahan di Indonesia dimana tersedia mobil, juru ukur, formulir, alat dan IT yang terhubung dengan kantor pertanahan yang sudah menerapkan teknologi. Di akhir wawancara Ir. Wenny Rusmawar Idrus menekankan harapannya akan peningkatan profesionalisme sumber daya manusia. “Peta dasar pendaftaran merupakan pedoman bagi penerbitan sertifikat, untuk mempercepatnya secara teknologi dilakukan dengan pemanfaatan citra, teknologi informasi dan surveyor berlisensi. Diharapkan BPN nantinya hanya akan bersifat supervisor. Untuk percepatan pemetaan distrategikan dengan merubah pola pengukuran, dimulai dari daerah padat penduduk yang merupakan sumber sengketa untuk meminimalisir konflik yang terjadi; menggunakan/meningkatkan teknologi (contohnya merubah penggunaan theodolit dengan teknologi GPS) yang secara otomatis juga akan mengefisiensi waktu, meminimalisir serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM serta; melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah. Tanpa kualitas sumber daya manusia yang baik, semua GIS dan LIS adalah nol besar”, tutupnya.
Sistem SIP dan SIG dalam rangka Penyelenggaraan Pengelolaan Pertanahan Oleh: Ir. Wenny Rusmawar Idrus*)
Membangun sistem informasi berbasis pertanahan tidaklah lepas dari peran teknologi, perangkat keras, perangkat lunak dan data sebagai sistem demi kecermatan, keakuratan dan kecepatan dalam penyelenggaraan pengelolaan pertanahan. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Sistem Informasi Pertanahan (SIP) yang berbasis pada pertanahan berkontribusi dalam penyelenggaraan pengelolaan pertanahan dengan mengacu pada 4 prinsip, 11 agenda dan 5 program utama BPN-RI. Pemanfaatan SIP maupun SIG oleh BPN-RI telah dimulai semenjak awal perkembangan ilmu dan teknologi informasi, namun dengan keterbatasan yang dihadapi pada setiap era dan aspeknya, SIG maupun SIP belumlah maksimal terlaksana di BPN RI.
I
ndonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia, mempunyai jumlah pulau besar dan kecil sekitar 17.500 pulau, luas area daratan 2 1.919.440 km,2 dan luas lautan 93.000 km (tidak termasuk luas lautan ZEE 200 mil nautikal). Untuk luas sebesar itu, telah tersedia citra maupun peta seluas 60 juta Ha atau 67% dari luas daratan di luar kawasan kehutanan. Dengan jumlah bidang tanah sekitar 85 juta bidang tanah dan jumlah penduduk sekitar 231 juta, maka sistem informasi akan menjadi hal penting ketika kita bicara tentang pengelolaan pertanahan secara nasional.
dengan yang dikehendaki. Kemajuan SISTEM INFORMASI tidak ada artinya tanpa didukung oleh kemajuan Teknologi Komputer (TK) dan Teknologi Informasi (TI). Dengan kemajuan TK dan TI maka dimungkinkan adanya interaksi antar KUMPULAN DATA (DATABASE) yang secara fisik terpisah, baik terpisah oleh file sistem (dalam komputer yg sama) ataupun terpisah fisik (dalam komputer berbeda). Interaksi ini tidak terkendala oleh waktu (setiap saat) dan juga tidak terkendala oleh lokasi geografis (dari dan di mana saja), selama Data tersebut terkoneksi dalam jaringan TI.
Pengertian Umum
SIG atau GIS
DATA adalah fakta yang ada dan melekat pada suatu obyek seperti nilai, ukuran, berat, luas dan lain sebagainya. Informasi adalah sesuatu pengetahuan tambahan setelah dilakukan “proses” terhadap data tersebut. Seperti misalnya DATA ukuran lapangan (jumlah kendaraan yang melintas dalam satu hari) yang setelah diproses akan menjadi grafik yang informatif. Demikian juga halnya dengan DATA sudut, tinggi, jarak dan lain sebagainya yang setelah diproses akan menjadi sebuah INFORMASI berupa peta mengenai permukaan bumi. Data yang dimaksud dapat berupa data alphanumerik (data tekstual) seperti tabel dan lain-lainnya, ataupun data yang berupa gambar atau peta rupabumi (data spasial) SISTEM INFORMASI adalah suatu sistem yang mengatur cara perolehan, pengolahan, penyimpanan, pengambilan, pemrosesan, presentasi dan pembaruan DATA, sehingga akan menghasilkan suatu aliran INFORMASI yang sesuai
Ada beberapa pengertian mengenai Sistem Informasi geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) ini, di antaranya SIG adalah: a. Sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data geografi (Aronoff, 1991) b. Sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk menyimpan dan menggunakan data yang menggambarkan area permukaan bumi (Economic and Social Research Institute/ESRI, 1995) c. Teknologi yang dikembangkan untuk proses pengumpulan data, penyimpanan data dan analisis data dari suatu obyek/fenomena di mana posisi geografi menjadi hal yang sangat penting dalam proses analisis d. Sebagai suatu proses untuk mengolah data (spasial dan atribut) hingga menghasilkan suatu informasi.
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009 6
Secara umum Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah sistem informasi yang mengelola baik data tekstual dan data spasial berupa data peta geografis yang tersimpan dalam media komputer, sehingga interaksi antar tekstual database dan spasial database yang secara file terpisah dapat berjalan dengan baik dengan bantuan suatu sistem perangkat lunak dan menghasilkan suatu informasi baru sesuai dengan yang dikehendaki. Atau dengan kata lain SIG adalah suatu sistem yang memadukan perangkat keras, perangkat lunak dan data yang digunakan untuk mengelola data spasial dan data tekstual, sehingga pengumpulan, pengelolaan, penganalisisan dan penyajian informasi yang mempunyai lokasi spasial geografis dapat dilaksanakan dengan baik. SIG “biasanya” dilekatkan pada suatu sistem yang mengelola peta dengan skala kecil (1:25.000, 1:50.000, 1:100.000, 1:250.000 dan seterusnya). Dengan demikian cakupan geografisnya cukup luas dengan satuan unit petanya cukup luas (wilayah kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun satuan tutupan lahan: wilayah hutan, sawah, kebun, DAS, jenis tanah, wilayah geologis dan sebagainya). Ciri khas dari SIG ini adalah: banyak data, secara umum ada data sungai, jalan, dan kenampakan lain yang ada dipermukaan bumi, dapat digunakan dalam berbagai bidang.
Sistem Informasi Pertanahan (SIP) Definisi dari FIG (Federation de Geometres/The International Federation of Surveyors): Sistem Informasi Pertanahan (SIP) adalah sarana/perangkat untuk pengambilan keputusan baik yang bersifat legal, administrasi dan ekonomi serta membantu untuk perencanaan dan pembangunan. SIP terdiri dari, di satu sisi, basis data tentang data bidang tanah yang bereferensi spasial (memiliki lokasi) untuk suatu wilayah tertentu, dan di sisi lain, prosedur dan tehnik utk pengumpulan, pembaruan, pengolahan dan distribusi data secara sistematik. Basis dari sistem informasi pertanahan adalah sistem referensi spasial yang sama bagi seluruh data dalam sistem tersebut yang memungkinkan hubungan antar data didalam sistem dengan data lain yang masih terkait dengan pertanahan. Untuk satuan daerah dengan luas wilayah yang kecil, seperti satu bidang tanah, dimana agar bidang tanah tersebut tergambarkan di atas peta, maka peta yang dibuat harus dalam skala peta yang besar (SKALA BESAR; 1:500, 1:1000, 1:2500, 1:10.000). Biasanya digunakan untuk kasus kasus pertanahan / kadaster, PLN, PAM, perpajakan PBB. Terdapat beberapa sistem informasi pertanahan yang baik, namun demikian dasar dari setiap SIP adalah referensi spasial yang tunggal sehingga memungkinkan untuk menghubungkan sistem tersebut dengan banyak informasi lainnya.
7 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
Ciri khas SIP adalah: spesifik atau fokus tentang bidang tanah, data tanah dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya (jenis hak, nilai tanah, data transaksi, penggunaan tanahnya, dan lain-lain).
Fungsi SIP dan SIG sebagai aspek Pengelolaan Pertanahan Fungsi SIP dan SIG secara bersama-sama sebagai aspek dari pengelolaan pertanahan selalu mengacu dan bersinergi dengan: 4 (empat) prinsip utama pengelolaan pertanahan yang mewarnai setiap melakukan kegiatan dan menjalankan tugas di BPN RI: a. Berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membangkitkan sumber-sumber kemakmuran, b. Berkontribusi secara nyata untuk mensejahterakan rakyat dan sumbersumber kemakmuran bagi bangsa, c. Berkontribusi secara nyata untuk menjaga keberlangsungan hidup kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan di Indonesia, d. Berkontribusi secara nyata ikut menciptakan kehidupan bersama secara harmoni. 11 (sebelas) Agenda kebijakan BPN RI, di antaranya yang berkaitan langsung dengan penyiapan infrastruktur pemetaan dan sistem informasi, adalah: a. Membangun kepercayaan masyarakat , b. Pelayanan pendaftaran tanah berbasis peta dasar, c. Penyelesaian sengketa pertanahan, d. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan, e. Membangun data base pertanahan. 5 (lima) program utama BPN RI: a. Legalisasi Aset, b. Reforma Agraria, c. Penyelesaian sengketa pertanahan, d. Program tanah terlantar, e. Larasita (Kantor pertanahan berjalan). Pembangunan infrastruktur : a. Mengembangkan perangkat keras dan perangkat lunak untuk administrasi pertanahan, b. Membangun peta dasar untuk mendukung administrasi pertanahan dan agrarian reform, c. Mendigitasi peta-peta, d. Menyiapkan fasilitas untuk Larasita , e. Membangun dan meningkatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi dari kantor pertanahan, f. Membangun pelayanan informasi otomatik.
SIP maupun SIG secara bersama berfungsi dalam mendukung penyelenggaraan tata kelola pertanahan seperti tersebut di atas. Dan dalam pelaksanaannya secara kesisteman SIP dan SIG didasari oleh 4 (empat) unsur utama yang disebut Kadaster, yaitu: Pemetaan Pertanahan (Land Mapping), Penilaian Tanah (Land Value), Pendaftaran Tanah (Land Registration) dan Pembangunan Pertanahan (Land Development), yang semua unsur-unsur tersebut saling berinteraksi dengan tujuan kepada sustainable development. Pada pengelolaan tanah, SIG berperan dalam memberikan arah kebijakan perencanaan peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (land allocation, land-use plan, land utilization plan), sedangkan SIP perannya lebih kepada aspek implementasi. Secara teknis SIP didukung oleh peta dan data sangat rinci pada skala yang sangat besar (1/10.000 sampai 1/1.000 atau lebih besar) sedangkan SIG didukung peta dengan skala peta mulai 1/10.000 atau lebih kecil. Kedua sistem informasi tersebut kini lebih mudah diselenggarakan karena ketersediaan informasi spasial yang lebih teliti, dengan dukungan teknologi komunikasi dan informasi (Information Communication Technologi/ICT) yang canggih dalam hal perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Indonesia dengan jumlah data bidang tanah yang mencapai sekitar 85 juta buah, sudah seharusnya memanfaatkan SIP, agar pengelolaannya menjadi mudah dan cepat. Dengan jumlah data yang begitu besar, tidak bisa lagi pengelolaannya dilaksanakan secara manual. Pengelolaan secara manual akan menghadapi kendala lambatnya pengaksesan data, pemutakhiran data. Namun demikian agar SIP dapat diimplementasikan dengan baik, seluruh data baik tekstual dan spasial harus dikonversi ke bentuk digital. Jumlah tersebut tersebar di 33 propinsi dan 420 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana sistem tersebut diimplementasikan? Apakah tersebar di setiap propinsi atau sentarliasasi di Jakarta?
Upaya membangun SIP dan SIG Dalam perjalanan sejarah, jajaran BPN RI telah mulai memanfaatkan dan mengembangkan SIP dan SIG semenjak awal diperkenalkannya kedua sistem tersebut. Tak kurang, bahwa semenjak pertengahan dekade 1980an Direktorat Jenderal Agraria (yang kemudian menjadi BPN pada tahun 1988) telah berupaya menggunakan SIG dan SIP dalam pekerjaan, yang diawali dengan beberapa proyek percontohan oleh beberapa pejabat dan teknisi yang baru pulang dari pelatihan di luar negeri. Kemudian mereka mendapat dukungan dari segenap pejabat menengah sampai tingkat tertinggi, hingga kini.
Tercatat kini, pemanfaatan SIG berkembang dalam pengelolaan data dan peta sumberdaya tanah P4T (penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, serta berbagai jenis peta tematik lainnya), dan pemanfaatn SIP dalam mengelola data dan informasi serta peta bidang tanah sebagaimana tuntutan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Beberapa proyek yang pernah terlaksana, untuk pengembangan SIG di antaranya, Land Resources Evaluation and Planning/LREP II, LUPAM, dan lain-lain. Sedangkan dalam SIP telah dilaksanakan proyek-proyek Land Administration Project/LAP, Land Management and Policy Development Project/LMPDP, Land Office Computererization/LOC. Upaya yang sedang dibangun saat ini dan rencana pengembangannya ke depan haruslah berorientasi kepada prinsip-prinsip dasar pengelolaan pertanahan dengan cara pembangunan sistem informasi yang mudah, murah, sederhana, informatif, berkelanjutan, akurat, elegan. Untuk itu ada 2 (dua) hal pokok yang menjadi perhatian dalam membangun Sistem Informasi: 1. Pembangunan sistem informasi tidak hanya untuk memberikan informasi semata, tapi juga harus bermakna menjadi acuan kerja dan landasan berfikir ke depan serta berperan sebagai fungsi kontrol atas suatu proses penyelenggaraan pengelolaan pertanahan dan berkontribusi untuk pembangunan berkelanjutan yang berujung pada keadilan dan kesejahteraan rakyat. 2. Pembangunan sistem informasi pertanahan harus memastikan terselenggaranya pemeliharaan data yang baik. Hal ini menjadi penting karena data yang ada di BPN-RI terutama data yang ada pada setiap kantor pertanahan di seluruh wilayah Republik Indonesia ini adalah data aktif, dalam arti kata data ini setiap saat selalu dipakai dan berubah, baik yang berkaitan dengan subyek hak, obyek hak, peralihan maupun yang membebaninya. Selain program di atas, LARASITA (Kantor Pertanahan Berjalan) dan Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan, merupakan contoh upaya BPN-RI membangun Sistem Informasi dengan memanfaatkan Teknologi Komputer, Teknologi Informasi dan peta-peta skala besar maupun skala kecil. Untuk itu langkah-langkah yang sedang dan terus dikerjakan adalah: penyediaan hardware, pengembangan infrastruktur jaringan dan pembangunan aplikasi kendali program pertanahan.
Peta Dasar dalam membangun SIP dan SIG Syarat utama dalam membangun sistem informasi adalah tersedianya data yang lengkap, baik data yang bersifat spasial maupun data tekstual. Jangan
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
8
berharap akan mendapatkan sistem informasi yang baik dan informatif apabila tidak didukung dengan data yang lengkap. Dalam SIG dan SIP tentunya sesuai dengan nama dan fungsinya, data spasial sangat dominan peranannya. Demikian juga untuk data bidang tanah yang dikelola oleh BPN, tentunya harus dilengkapi oleh peta dasar pertanahan. Pada umumnya, peta dasar berupa Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) atau Peta Topografi digunakan sebagai peta dasar dalam membangun SIG; sementara peta skala besar hasil pemotretan udara ataupun terestris lapangan dimanfaatkan dalam membangun SIP. Dengan berkembangnya teknologi satelit pemetaan, kedua sistem informasi tersebut telah memanfaatkan sarana citra satelit sebagai sumber data petanya. BPN-RI telah memanfaatkan citra tersebut, seperti SPOT-5 hingga QuickBird, meskipun untuk beberapa lokasi, pemotretan udara dan survei terestris masih harus tetap dilakukan karena kendala alam dan teknologi. Sampai dengan saat ini jumlah peta dasar yang tersedia dan dimiliki BPNRI masih sangat minimal, atau baru sekitar <10 % dari wilayah daratan Indonesia yang sudah dilakukan pemetaan pertanahannya. Demikian juga dengan jumlah bidang tanah yang sudah diukur secara kadastral dan dipetakan baru mencapai <40% dari total jumlah bidang tanah yang berkisar 85 juta bidang tanah. Bahkan atribut atas bidang tanah yang cukup penting, yaitu nilai bidang tanah dan kawasan baru dimulai sejak tahun 2006.
Permasalahan dalam menyelenggarakan SIP dan SIG Selain kendala atas fundamental data yang akan menjadi tumpuan SIP dan SIG yang belum lengkap, secara umum kendala lainnya yang harus dihadapi adalah Sumber Daya Manusia, Organisasi, serta aturan pendukung yang belum memadai untuk kemajuan Teknologi Informasi dan kinerja SIP/SIG itu sendiri. BPN-RI merupakan instansi vertikal, terdiri dari 33 kantor wilayah provinsi dan sekitar 420 kantor pertanahan kabupaten/kota yang mengelola jutaan informasi pertanahan yang dinamis dan berubah setiap saat (data aktif), memerlukan sistem jaringan besar dan terintegrasi dengan sangat baik. Dan ini tentunya tidak mudah ketika kita melihat adanya keterbatasan anggaran dan keterbatasan kualitas/ kuantitas SDM yang handal, terpercaya dan berdedikasi tinggi.
Jaringan Data Spasial Nasional dan Peran BPN-RI Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN), BPN-RI telah menjadi salah satu simpul dalam Jaringan Geospasial
9 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
Nasional. Tentu saja, BPN-RI dituntut untuk dapat berperan nyata mengisi jaringan dan berkomunikasi dengan setiap simpul yang ada dalam jaringan, yang terdiri dari setiap departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen/LPND yang memproduksi peta dan data spasial. Untuk itu BPN mensosialisasikan beberapa produk BPN RI dalam kaitan dengan SIP dan SIG. Beberapa produk BPN-RI antara lain: a. Peta-peta tematik (Penggunaan Tanah, Gambaran Umum Penguasaan Tanah, Peta Wilayah Kabupaten/Kota, Peta Penggunaan Tanah Wilayah Tertentu, dan sebagainya) b. Peta Bidang Tanah, Peta Dasar Teknik, Peta Dasar Pertanahan, Peta Pendaftaran c. Kerangka Dasar Kadaster Nasional (KDKN), dan sebagainya.
Penutup Sistem Informasi Pertanahan dan Sistem Informasi Geografis sangat berperan dalam penyelenggaraan pengelolaan pertanahan, utamanya dalam memberikan arah kebijakan pertanahan. Dengan jumlah data kelolaan yang mencapai puluhan juta data, serta sebaran data yang mencakup seluruh wilayah Indonesia, sudah seharusnya Sistem Informasi Pertanahan lebih dimanfaatkan dan diimplementasikan oleh BPN-RI. Pemanfaatan Sistem Informasi Pertanahan akan mempercepat proses pengelolaan data pertanahan tersebut. Proses penyimpanan, pencarian, penghitungan dan pembaharuan data pertanahan akan lebih cepat, handal dan terpercaya. Oleh karena itu usaha keras dan konsisten harus terus ditingkatkan agar berbagai kendala dapat diatasi demi terciptanya pengelolaan data pertanahan yang akuntabel.
Daftar Pustaka Aronoff, Stan. 1991, Geographic Information System : A Management Perspective, WDL Publications, USA ESRI, 1995, Understanding GIS-The ARC/INFO Method, Geo Information International UK Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2007, Tentang Jaringan Data Spasial Nasional
*) Deputi Bidang Survey, Pemetaan dan Pengukuran, Badan Pertanahan Nasional
Membangun Sistem Informasi Pertanahan Melalui Komputerisasi Kantor Pertananahan Oleh: Ir. M. Rukhyat Noor, MM*)
Land Administration Systems (LAS) provide the infrastructure for implementation of land policies and land management strategies in support of sustainable development. The insfrastructure includes institutional arrangement, legal framework, processes, standards, land information, management and dissemination systems, and technologies required to support allocation, land markets, valuation, control of use and developmetn of interest in land. (Stig Enemark, FIG President)
S
uatu hal yang tidak dipungkiri bahwa stigma tentang pelayanan pertanahan dengan efek yang menyertainya adalah masalah yang harus menjadi tantangan bagi semua insan pertanahan. Sikap masyarakat semakin kritis dalam menyikapi setiap bentuk pelayanan apapun, terutama yang berkaitan pelayanan publik. Pelayanan yang memadai adalah hak mereka dalam menuntut pertanggungjawaban publik yang mestinya diterima. Sebagian menganggap bahwa itu adalah suatu hal wajar, sebagian lain beranggapan tidak terlayani asal urusan dapat selesai, itu sudah cukup.
Kemajuan teknologi, dengan berbagai 'peripheral'nya, mau tidak mau dan suka tidak suka berada dan mempengaruhi pola kerja dan pola kebiasaan manusia. Kehilangan handphone lebih berharga daripada kehilangan dompet, merupakan salah contoh betapa penggunaan teknologi sangat berpengaruh pada mindset penggunanya. Adalah hal yang bodoh apabila kesempatan seperti ini tidak digunakan untuk menunjang peningkatan kinerja, khususnya yang berkaitan dengan penyampaian 'jualan' data dan informasi.
Basis Data Pertanahan
Di sisi lain, sebagian aparat beranggapan bahwa menjalankan pelayanan ala bussiness as usual sepanjang masyarakat tidak komplain (baca: marah-marah) adalah rutinitas yang biasa dijalankan. Kita lupa bahwa salah satu pencapaian trust building - bagaimana cara merebut simpati dapat diperoleh dengan menyenangkan mereka. Apapun, bagaimanapun kondisinya, itulah tantangan yang harus dilayani dan dihadapi. Karena itulah rutinitas yang sudah, sedang dan akan dihadapi.
Basis data merupakan kumpulan data dalam suatu organisasi, skala kecil, sedang maupun skala besar dalam konteks kelembagaan maupun kenegaraan. Basis data kepegawaian merupakan himpunan data manusia-manusia yang bekerja dan terhimpun dalam suatu organisasi yang meliputi data entitas (masuk dalam divisi yang mana), atribut (nama, nomor kepegawaian, alamat dst) dan nilai/value data (masing-masing nama pegawai, berapa umurnya dan seterusnya).
Berbagai bentuk pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat, bahasa verbal, bahasa tubuh, suasana ruangan, kecekatan dan kecepatan dan sebagainya. Salah satu hal yang menjadi materi pelayanan adalah penyampaian data dan informasi. Kejelasan, kelengkapan dan transparansi merupakan salah satu kunci utama dalam pencapaian bentuk pelayanan yang menjadi harapan masyarakat. Pelayanan pertanahan adalah pelayanan tentang informasi, karena yang 'dijual' adalah database yang ada di kantor untuk disampaikan, dilegitimasi oleh pejabat yang berwenang sehingga masyarakat mempunyai kepastian terhadap suatu aset yang dimiliki.
Merujuk pada Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, terdapat perubahan yang cukup monumental menyangkut tugas-tugas pertanahan. Selain tugas dan fungsi utama yang tertuang dalam regulasi sebelumnya, terdapat perluasan kewenangan yang cukup signifikan yaitu adanya kebijakan dalam penilaian tanah, pengelolaan tanah terlantar dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan. Hal ini bertujuan untuk lebih mengoptimalkan tugas-tugas yang diemban oleh BPN dalam mengelola sumber daya alam, khususnya bidangbidang tanah dan masalah-masalah pertanahan,
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
10
seperti yang yang dimanatkan dalam UUD 45, yaitu untuk sebesar-sebarnya kemakmuran masyarakat Indonesia. Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan: a. survei, pengukuran dan pemetaan b. pelayanan administrasi pertanahan c. pendaftaran tanah d. penetapan hak-hak atas tanah e. penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus f. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah g. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan h. penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Basis data pertanahan secara operasional banyak dikelola oleh Kantor Pertanahan sebagai perwakilan Pemerintah dalam tingkat Kabupaten/Kota, dan sebagian dihasilkan oleh Kantor Wilayah pada tingkat Propinsi, sedangkan pada tingkat Pusat oleh BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data utama pertanahan yaitu: a. Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya b. Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian c. Gambar Ukur, yaitu dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan d. Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah e. Peta Tematik Pertanahan, yaitu gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang menyajikan tema tertentu f. Warkah, yaitu dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut g. Surat Keputusan Pemberian Hak, yaitu penetapan Pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan. Data pertanahan disimpan dalam bentuk daftar, berkas, buku dan peta-peta (paper base). Sertipikat merupakan bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang disimpan pemilik. Sesuai dengan prinsip pendaftaran, mirror principle, pemilik tanah memiliki copy bukti yang aslinya tersimpan di
11 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
Kantor Pertanahan. Dalam skala nasional obyek pendaftaran di tanah air adalah semua wilayah darat di luar wilayah kehutanan. Target jumlah bidang tanah yang harus disertipikatkan adalah ± 85 juta bidang tanah/persil atau setara dengan ± 67,5 juta hektar. Jumlah ini mengacu pada jumlah data obyek pajak PBB. Sejak berlakunya sistem pendaftaran nasional yaitu dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, bidang tanah yang sudah bersertipikat sejumlah ± 38 juta (44,7%). Dengan program percepatan pendaftaran tanah sejumlah 3,5 juta bidang/tahun, maka dalam jangka waktu 15 tahun kedepan semua bidang-bidang yang merupakan obyek pendaftaran tanah sudah bersertipikat. Konsep basis data bermula dari semakin banyak volume yang terhimpun dalam pengelolaan data. Keterbatasan manusia untuk mengolah data-data tersebut secara konvensional memicu kreatifitas dalam pemanfaatan teknologi informasi yang dapat membantu dalam mengelola data tersebut. Biasanya salah satu cirinya adalah datanya terstruktur. Sistem basis data mengacu pada sistem pengumpulan, penyusunan, dan pencatatan (record) serta menyimpan dengan memanfaatkan komputer sebagai mesin mengolah dengan tujuan dapat menyediakan informasi setiap saat untuk berbagai kepentingan. Dengan mengacu pada konsep di atas, komponen basis data meliputi unsur-unsur yang berperan dalam membangun suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak (sistem operasi, aplikasi, database/DBMS) dan pengguna (user).
Komputerisasi Kantor Pertanahan Pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan pada prinsipnya adalah pelayanan data dan informasi pertanahan. Data yang tersimpan di Kantor Pertanahan merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Opersional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaruan data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau obyek hak atas tanah. Karena yang sifatnya yang sangat dinamis, maka data pertanahan mempunyai tingkat pengambilan (retrievel) dan pembaruan (up dated) yang cukup tinggi. Di satu sisi membutuhkan kecepatan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam menarik/mengambil data, di sisi lain akan membutuhkan persyaratan dalam penyimpanan data (storage) yang dapat mendukung proses pengambilan data tersebut. Proses pengambilan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data merupakan proses yang dengan sangat mudah dan cepat dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi. Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data
pertanahan disimpan dalam suatu penyimpanan yang berbasis teknologi informasi (baca: database) sedangkan pengolahan dilakukan dengan kecanggihan aplikasi perangkat lunak, semua proses pelayanan data pertanahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Lebih lanjut dalam salah satu wawancara yang dimuat pada salah satu jurnal FIG (Federation Internationale des Geometres- International Federation of Surveyors) edisi Mei 2009 dikatakan: The key technologies in support of land administration system can be divided into GIS tools and modern measurement tools. Model GIS tools support e-Government in terms of designing and implementing suitable spatial data infastructures and implementing a suitable IT-architecture for organising spatial information that can improve the communication between administration systems and also establish more reliable data due to the use the original data instead of copies. Menurut Stig Enemark (Presdir FIG), kemajuan teknologi merupakan salah satu cara untuk mengakses basis data dalam upaya membentuk terwujudnya pelayanan pemerintah yang berbasis elektronik (eGov). Berbicara tentang kemajuan teknologi dalam optimalisasi pemanfaatan data sangat relevan apabila dikaitkan bahwa abad ke-21 adalah abad informasi. Dari pihak vendor akan melakukan riset pengembangan teknologi yang mempunyai tujuan akhir yaitu memberi kemudahan bagi user dalam mengolah dan mengelola data dan infromasi. Demikian juga dari sisi user, selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memanfaatkan teknologi tersebut untuk berbagai keperluan, usaha meningkatkan pelayanan, perencanaan, informasi dalam pengambilan keputusan dan sebagainya.
Pertanahan di semua wilayah tanah air sudah menerapkan model pelayanan yang berbasis ITeknologi Informasi/ TI. Beberapa keuntungan dalam pelaksanaan KKP antara lain: 1. Transparansi pelayanan, karena masyarakat dapat memperoleh informasi secara langsung dalam hal biaya, waktu pelaksanaan dan kepastian penyelesaian. 2. Efisiensi waktu, prinsip one captured multi used merupakan kunci utama dalam optimalisasi pemanfaatan database elektronik. 3. Kualitas data dapat diandalkan karena pemberian nomor-nomor Daftar Isian dilakukan oleh sistem secara otomatis. 4. Sistem Informasi Eksekutif yang memungkinkan para pengambil keputusan untuk dapat memperoleh dan menganalisa data sehingga menghasilkan informasi yang terintegrasi. 5. Pertukaran data dalam rangka membangun pelayanan pemerintah secara terpadu (one stop services) dan memgembangkan perencanaan pembangunan berbasis data spasial (spatial planning). Pembangunan Komputerisasi Kantor Pertanahan tidak hanya memberikan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara on-line, tetapi sekaligus membangun basis data digital. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir melalui program KKP telah dilakukan digitalasisasi data pertanahan (Buku Tanah, Surat Ukur, Gambar Ukur dan Peta Pendaftaran Tanah) yang mencakup bidang tanah sejumlah ±15 juta bidang (25% dari bidang tanah terdaftar).
Larasita Salah satu usaha untuk mengotimalkan tugas-tugas pelayanan pertanahan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi adalah pembangunan dan pengambangan Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP). Kantor Pertanahan merupakan basis terdepan dalam kegiatan pelayanan. Dikembangkan model pelayanan yang berbasis on-line system. Pembangunan pelayanan on line, membangun data base elektronik, pembangunan infrastruktur perangkat keras dan jaringan koneksi, peningkatan sumber daya manusia dalam kemampuan penguasaan IT serta sosialisasi kegiatan di kalangan internal dan ekstrenal merupakan tahap-tahap kegiatan yang harus dilakukan pada kantor-kantor yang sedang dan sudah menerapkan KKP. Dimulai sejak tahun 1998, setelah mengalami beberapa kali pengembangan aplikasi, implementasi kegiatan KKP sudah berjalan di 125 Kantor Pertanahan. Sampai dengan akhir tahun anggaran 2009 diharapkan dapat mencakup 256 Kantor Pertanahan atau lebih dari 50% Kantor
Pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan yang berbasis elektronik sangat membantu bagi pengguna. Pengguna dari sisi pemberi pelayanan akan memberikan informasi yang berasal satu sumber sehingga akurasinya akan terjamin. Di sisi lain, pengguna yang mendapatkan pelayanan dimanjakan dengan kemudahan dalam mengakses informasi secara on-line melalui fasilitas kios yang berada di loket-loket pelayanan. Namun demikian masih dirasakan adanya kekurangan terhadap segmen 'pelanggan' tertentu, yaitu pemohon atau pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan data pertanahan yang tidak bisa atau terhambat karena tidak mempunyai kemampuan untuk akses secara langsung di Kantor Pertanahan. Bentuk pelayanan seperti apa yang dapat diberikan kepada pelanggan ? Dalam kenyataannya segmen 'pelanggan' seperti disebutkan di atas adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan dan berada jauh dari lokasi kantor pelayanan. Komunikasi data secara elektronik merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
12
yang sangat sangat membantu bagi pengguna. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi pengiriman data dengan koneksi jaringan, merupakan kata kunci dalam inovasi pelayanan berbasis IT yang dikembangkan dalam Larasita. Melalui Larasita pelayanan di kantor pertanahan akan menjadi lebih dekat ke 'pelanggan' yang tidak berada di Kantor Pertanahan. Larasita merupakan program pelayanan yang dikembangkan di Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar Propvinsi Jawa Tengah tahun 2006. Karena banyak manfaat yang akan diperoleh dalam penggunaan metoda ini, program ini dikembangkan dan diperluas penggunaannya menjadi program nasional. Karena karakteristik penggunaan teknologi informasi dalam bentuk pelayanan yang diberikan, program Larasita dilaksanakan pada lokasi kantor pertanahan yang sudah menggunakan pelayanan yang berbasis elektronik. Pada awalnya, pengembangan Larasita menggunakan teknologi komunikasi yang berbasis wifi, memanfaatkan komunikasi gelombang radio yang bekerja pada gelombang dengan frekuensi 2,4 MHz. Kemajuan teknologi yang terus berkembang dan karena alasan lain, saat ini digunakan teknologi koneksi yang berbasis file transfer protocol (FTP) yaitu internet (interconnected network). Operator selular yang berlomba-lomba untuk memberikan penawaran dalam percepatan pelayanan data antar pengguna, semakin memperkuat penggunaan internet dalam koneksi data. Larasita adalah Kantor Pertanahan yang bergerak. Dengan adanya pelayanan ini akan terwujud bentuk persamaan pelayanan untuk semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang rendah aksesibilitas untuk datang ke Kantor Pertanahan. Percepatan pendaftaran diharapkan dapat terwujud apabila bentuk pelayanan Larasita dapat menjangkau semua wilayah tanah air. Tujuan kegiatan pelayanan Larasita antara lain : 1. Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agraria); 2. Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; 3. Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar; 4. Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah; 5. Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan; 6. Menyambungkan program BPN-RI dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat; 7. Meningkatkan legalisasi aset tanah masyarakat
Penutup Pembangunan database untuk target bidang tanah yang sudah bersertipikat merupakan pekerjaan
13 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
raksasa. Rendahnya persentase bidang-tanah yang bersertipikat, rendahnya cakupan areal bidang tanah yang sudah terpetakan dan kualitas data pendaftaran tanah, merupakan kendala lain yang harus dihadapi untuk mewujudkan Sistem Informasi Pertanahan dalam skala nasional (Simtanas). Pembangunan Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (Simtanas) merupakan program pemerintah di bidang pertanahan yang menyediakan basis data pertanahan secara lengkap, terintegrasi dan terstruktur yang akan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan baik dalam skala lokal, regional, sektoral dan nasional. Terwujudnya Simtanas akan semakin memperkuat posisi pemerintah dan stake holder lain dalam mengembangkan berbagai program-program pembangunan yang berbasis pertanahan. Tanah sebagai aset yang selalu mengalami peningkatan nilai merupakan kekuatan yang sangat signifikan dalam setiap proses perencanaan pembangunan atau investasi. Data tersebut tidak akan bernilai apabila tidak diolah dan dikelola dengan profesional, sehingga menghasilkan informasi yang berkualitas, akurat dan up to date. Badan Pertanahan Nasional beserta jajaran di bawahnya ditantang untuk memenuhi permintaan (demand) yang semakin meningkat itu. Semua itu dapat dipenuhi apabila manajemen pengelolaan dikendalikan secara profesional dan berorientasi pada kepuasan pelanggan.
*) Kepala Pusat Data dan Informasi, Badan Pertanahan Nasional
Sistem Informasi Pertanahan untuk Keperluan Perpajakan Oleh: Harry Hartoyo, SE., MPB *); I Wayan Sukada, SE., MSi; Adhi Pramudya, SE
Land Information System which is developed at the Directorate General of Taxes is intended to support the implementation of the basic tasks and functions of the Directorate General of Taxes, especially in carrying out community service activities to the taxpayer. Land information system especially developed to manage the data administration of the object and the subject of land and building tax (PBB). Tax Object Information Management System (SISMIOP) and Geographic Information Systems (GIS PBB) are two information systems were built respectively to manage alpha numeric and spatial data object and subject of the Land and Building Tax. Those two information systems connected with one tax object identification number, called Tax Object Number (NOP), therefore, the tax object data management can be appliedranging from data collection, assessment, imposition, collection, and supervision. In addition to Land and Building Tax data management, land information systems also developed to support the implementation of the intensification and extensification of tax.
S
alah satu jenis pajak yang dikelola Direktorat Jendral Pajak (DJP) adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB dikenakan berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994. Obyek PBB adalah bumi dan/atau bangunan. Bumi didefinisikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Termasuk dalam pengertian permukaan bumi adalah perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Melihat definisi tersebut, maka obyek PBB yang dikelola DJP sangat besar, mengingat luas wilayah Republik Indonesia yang sangat luas. Karakteristik data obyek PBB juga sangat beraneka ragam. Data obyek PBB meliputi data atribut dan data spasial. Data atribut meliputi identitas subyek pajak, identitas obyek pajak, luas tanah, luas bangunan, kondisi bangunan. Data spasial meliputi peta blok, peta desa/kelurahan, peta Zona Nilai Tanah (ZNT). Data obyek PBB perlu dikelola sedemikian rupa sehingga dapat dihasilkan output berupa informasi yang diperlukan untuk pengambilan kebijakan di bidang perpajakan. Output yang dihasilkan meliputi informasi ketetapan besarnya pajak terutang, informasi nilai tanah, informasi status pembayaran pajak dan
informasi lainnya. Tujuan utama dari ketersediaan informasi ini adalah untuk menciptakan pelayanan prima bagi wajib pajak. Perlu diperhatikan, bagaimana pengelolaan atau pengadministrasian data obyek pajak tersebut dapat mengakomodasi setiap perubahan yang terjadi di lapangan, sehingga pengelolaan data obyek PBB dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Basis Data PBB untuk Perpajakan Menurut pengertian di bidang perpajakan khususnya PBB, basis data dapat didefinisikan sebagai kumpulan data obyek dan subyek PBB serta data pendukungnya dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu dan disimpan dalam media penyimpanan data. Berdasarkan jenis data yang dikelola, data obyek PBB dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu data numerik (atribut) dan data keruangan (spasial). Masing-masing jenis data tersebut dikelola dalam Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP) untuk data atribut dan Sistem Informasi Geografi (SIG) PBB untuk data spasial. Nomor Obyek Pajak (NOP) sebagai identitas setiap obyek pajak adalah merupakan sarana untuk mengintegrasikan pengelolaan data tersebut.
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
14
Skema administrasi basis data PBB sebagaimana gambar 1: Gambar 1. Skema Basis Data PBB
SISMIOP dibangun untuk mengadministrasikan data dan informasi obyek dan subyek PBB sejak pengumpulan data, pemberian identitas obyek pajak, perekaman data, pemeliharaan data, pencetakan keluaran, pemantauan penerimaan, pelaksanaan penagihan, dan pelayanan kepada wajib pajak. SISMIOP terdiri dari lima unsur pokok yaitu Nomor Obyek Pajak (NOP), Blok, Zona Nilai Tanah (ZNT), Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB), dan Program Komputer. NOP sebagai elemen kunci (primary key) dalam pengelolaan administrasi PBB. Spesifikasi NOP yaitu: 1. Unik, artinya setiap satu obyek pajak PBB diberikan satu NOP dan berbeda dengan NOP yang diberikan untuk obyek PBB lainnya; 2. Tetap, artinya NOP yang diberikan dalam setiap obyek PBB tidak berubah dalam jangka waktu yang relatif lama; dan 3. Standar, artinya hanya ada satu sistem pemberian NOP yang berlaku untuk seluruh obyek PBB yang ada diseluruh Indonesia. NOP terdiri dari 18 digit, dengan 10 digit pertama merupakan kode wilayah sedangkan 8 digit terakhir kode obyek pajak yang terdiri dari kode blok, nomor urut obyek dan kode khusus. Struktur NOP sebagai mana gambar 2. Kode Wilayah 2
Provinsi
3
4
5
6
ZNT adalah zona geografis yang terdiri dari sekelompok obyek PBB yang mempunyai satu nilai indikasi rata-rata yang dibatasi oleh batas pemilikan obyek PBB dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa atau kelurahan, tanpa terikat pada batas blok. ZNT diperlukan untuk mengetahui nilai jual obyek pajak, terutama bumi/tanah, yang digunakan sebagai dasar pengenaan PBB terutang. ZNT ditentukan bedasarkan hasil penilaian masal (mass appraissal) yang dilakukan dengan pendekatan data pasar (market data approach). Setiap ZNT diberikan satu kode yang terdiri atas kombinasi dua huruf yang dimulai dari kode AA sampai dengan ZZ, dimana untuk setiap kode tersebut mempunyai masingmasing satu indikasi nilai rata-rata yang berbeda. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) adalah daftar yang terdiri dari biaya komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan. DBKB dibuat untuk membantu melakukan penilaian obyek pajak berupa bangunan dengan metode pendekatan biaya (cost approach). DBKB disusun dan berlaku untuk setiap Kota/Kabupaten dan dapat selalu disesuaikan dengan perkembangan harga material bangunan serta upah yang berlaku. Program komputer adalah suatu program aplikasi yang dibangun untuk dapat mengolah basis data obyek dan subyek PBB, menyimpan data dan informasi serta menyajikannya sebagai informasi keluaran baik berupa hard copy, soft copy maupun online. Untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat, aplikasi SISMIOP dibangun bersifat integrated dan internet ready. Integrated, bahwa SISMIOP dapat mengintegrasikan seluruh sistem yang dibangun dalam rangka pengolahan data pajak, khususnya yang berbasis properti (tanah dan bangunan). Internet ready, bahwa SISMIOP mempunyai kemampuan interkoneksi dengan sistem lainnya dengan memanfaatkan teknologi internet. Struktur atau bagan SISMIOP secara umum sebagaimana pada gambar 3.
Gambar 2 . Struktur NOP
1
Pembentukan satu blok dirancang untuk mempermudah melakukan pengawasan dan pengadministrasian data.
Kode NOP 7
Kabupaten/ Kecamatan Kota
8
9
10
Desa/Kel.
11 12 13
14 15 16 17
Blok
Nomor Urut Objek
Gambar 3. Struktur/Bagan Umum SISMIOP
18
DARI PENILAIAN LAPANGAN
DARI KEGIATAN PEMBENTUKAN DAN PEMELIHARAAN BASIS DATA
FORMULIR SPOP (NOP)
Kode Khusus PETA Process NILAI TANAH
Blok diartikan sebagai suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok obyek PBB yang dibatasi oleh batas alam dan atau buatan manusia yang bersifat permanen seperti jalan, selokan, sungai dan sebagainya, yang ditentukan untuk kepentingan pengenaan PBB dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa atau kelurahan. Dalam setiap blok terdiri dari kurang lebih 200 bidang obyek pajak atau luas kurang lebih 15 Ha.
TABEL Process HARGA TANAH
MODUL PENDATAAN
MODUL PENILAIAN DAN PENGENAAN
DATA FILE OBYEK PAJAK (NOP)
TABEL HARGA Process BAHAN BANGUNAN
MODUL PELAYANAN SATU TEMPAT
DARI PEKERJAAN PENILAIAN LAPANGAN
LAND 12
MODUL PENAGIHAN MODUL PENERIMAAN
Process STTS
DARI TEMPAT PEMBAYARAN
HASIL KELUARAN PST
15 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
DHKP, STTS, dan SPPT
PENCETAKAN INFORMASI OBYEK PAJAK ON LINE
SIG PBB adalah suatu sistem yang merupakan pengembangan dari SISMIOP. SIG PBB dikembangkan terutama untuk mengadministrasikan jenis data yang bersifat keruangan (spasial), yang tidak dapat dikelola dalam SISMIOP. SIG PBB dibangun dan dikembangkan terintegrasi dengan aplikasi SISMIOP. Masukan SIG PBB dapat diperoleh dari hasil pengukuran bidang obyek pajak. SIG PBB dikembangkan untuk dapat menyediakan informasi grafis secara cepat yang berhubungan dengan seluruh fungsi dalam pengelolaan basis data PBB terutama dalam kegiatan pengenaan, pemantauan, evaluasi kinerja, dan pelayanan kepada masyarakat. Arsitektur SIG PBB sebagaimana gambar 4. Gambar 4. Arsitektur SIG PBB
Pembentukan Basis Data SISMIOP Pembentukan basis data SISMIOP dilakukan dengan tiga cara yaitu pendaftaran, pendataan, dan penilaian. Pendaftaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh subyek/wajib pajak untuk mendaftarkan sendiri obyek pajaknya. Pendataan adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas pajak (fiskus) untuk membantu subyek/wajib pajak mendaftarkan obyek pajaknya. Penilaian adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghitung besarnya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Pendaftaran, pendataan maupun penilaian dilakukan dengan menggunakan suatu formulir pendaftaran obyek dan subyek pajak yang disebut Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) beserta lampiran SPOP (LSPOP). Untuk mendaftarkan obyek pajaknya, formulir SPOP dan LSPOP harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap, serta ditandatangani oleh subyek pajak atau kuasanya. Berdasarkan data dan informasi yang dilaporkan oleh subyek pajak sebagaimana tercantum dalam SPOP dan LSPOP, oleh DJP diberikan NOP serta kode ZNT. NOP dan kode ZNT diberikan berdasarkan pada letak obyek pajak. NOP diberikan sebagai identitas atas obyek pajak. Kode ZNT diberikan untuk menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atas bumi/tanah. Penentuan NJOP atas bangunan dilakukan berdasarkan pada data dan informasi sebagaimana tercantum dalam LSPOP yang dianalisis dengan bantuan DBKB, yang sudah tersedia dalam sistem SISMIOP. Data dan informasi sebagai mana yang tercantum dalam SPOP dan LSPOP direkam kedalam basis data.
Pembentukan Basis Data SIG PBB Data utama yang dipakai dalam basis data SIG PBB adalah data spasial. Untuk menciptakan keseragaman data spasial di lingkungan Ditjen Pajak, data spasial harus mengacu pada Datum Geodesi Nasional (DGN) 1995, yang merujuk pada elipsoid referensi pada datum World Geodetic System (WGS) 1984. Data spasial yang digunakan sebagai input SIG PBB adalah peta blok yang telah berformat digital vektor. Peta blok adalah peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri dari atas sekelompok obyek pajak yang dibatasi oleh batas alam dan/atau batas buatan manusia, seperti: jalan, selokan, sungai dan sebagainya untuk kepentingan pengenaan PBB dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan. Untuk menghasilkan peta blok yang baik sesuai dengan kaidah pemetaan diperlukan peta dasar yang baik. Peta dasar digunakan untuk mengidentifikasi detil-detil yang diperlukan dalam peta blok seperti jalan, unsur perairan, batas desa/kelurahan. Dalam pembentukan peta blok ada beberapa alternatif peta dasar yang digunakan yaitu: 1. Citra satelit atau foto udara Citra satelit atau foto udara yang dapat digunakan adalah citra atau foto dengan resolusi tinggi (resolusi 1 m) dan telah melalui proses koreksi geometrik. Atas detil yang tampak melalui interpretasi visual, maka dilakukan digitasi sehingga diperoleh peta desa/kelurahan dalam format vektor. 2. Peta dasar dari instansi lain Peta dasar yang digunakan dari instansi lain adalah peta yang berisi detil yang diperlukan. Peta dasar yang diperoleh dari instansi lain perlu diolah lebih lanjut untuk memperoleh format peta yang sesuai dengan standar yang digunakan dalam SIG PBB. 3. Pengukuran kerangka desa/kelurahan Kegiatan pengukuran kerangka desa/kelurahan dilakukan jika tidak dapat diperoleh peta dasar berupa citra satelit atau dari instansi lain, sehingga cara untuk memperoleh peta adalah dengan melakukan pengukuran menggunakan alat-alat pemetaan seperti Global Positioning System (GPS) atau Total Station (TS). Peta dasar atau hasil pengukuran peta desa/kelurahan kemudian diolah menjadi peta desa atau kelurahan sehingga dapat ditentukan konsep blok. Untuk menghasilkan peta blok dilakukan kegiatan pengukuran bidang obyek pajak. Alur pembentukan peta blok gambarkan pada gambar 5.
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
16
Gambar 5 . Alur Pembentukan Peta Blok
CITRA SATELIT/ FOTO UDARA
PETA DASAR DR INSTANSI LAIN
PENGUKURAN KERANGKA DESA/KEL
dengan memperbaiki kode ZNT atas obyek pajak yang bersangkutan. Contoh tampilan peta tematik ZNT dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7. Tampilan Peta Tematik ZNT
PETA DESA/ PETA DESA/ KELURAHAN KELURAHAN - ZNT ZNT
PENGUKURAN BIDANG OBJEK PAJAK
PETA BLOK
Informasi yang dapat ditampilkan Informasi yang ditampilkan dalam SIG PBB adalah semua informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan kebijakan perpajakan sekaligus juga untuk kegiatan pelayanan kepada wajib pajak khususnya PBB. Informasi yang dapat ditampilkan dari SIG PBB adalah: 1. Informasi rinci obyek pajak. Informasi yang ditampilkan meliputi informasi subyek pajak, luas tanah, luas bangunan, NJOP tanah dan bangunan, pajak terutang, foto obyek pajak, peta obyek pajak dan informasi lainnya. Dengan melihat foto dan data obyek pajak, maka jika ada kesalahan dalam penetapan pajak terutang dapat segera diketahui. Misalnya pada data obyek pajak tercantum masih berupa tanah kosong, tetapi pada informasi rinci terlihat foto bangunan. Contoh tampilan informasi rinci obyek pajak terlihat pada gambar 6. Gambar 6. Tampilan Informasi Rinci Obyek Pajak SIG PBB
3. Peta tematik status pembayaran PBB. Menampilkan peta tematik dengan warna yang berbeda untuk obyek pajak yang sudah atau belum membayar PBB. Dengan informasi ini dapat dilakukan kebijakan untuk kegiatan penagihan. Contoh tampilan peta tematik status pembayaran PBB dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 8. Tampilan Peta Tematik Status Pembayaran
4. Peta tematik status obyek pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Menampilkan peta tematik yang menunjukan warna status obyek pajak mana yang sudah ber-NPWP dan yang belum ber-NPWP. Dengan informasi ini dapat dilakukan kebijakan untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi perpajakan. Contoh tampilan peta tematik status obyek pajak ber-NPWP dapat dilihat pada gambar 9. Gambar 9. Tampilan Peta Status Obyek Pajak ber-NPWP
2. Peta tematik Zona Nilai Tanah (ZNT). Informasi yang ditampilkan berupa peta blok yang diberi warna. Warna yang berbeda menunjukan ZNT yang berbeda pula, jika ternyata terdapat satu obyek pajak yang memiliki warna yang berbeda di dalam suatu ZNT, maka dapat segera ditindaklanjuti
17
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
Selain yang disebutkan tadi, masih banyak informasi lain yang dapat ditampilkan melalui SIG PBB, misalnya peta tematik klasifikasi nilai tanah dan peta tematik jenis penggunaan bangunan. Aplikasi SIG PBB terus dikembangkan agar informasi yang tersedia dapat ditampilkan lebih informatif sesuai dengan keperluannya.
Permasalahan dan Tantangan Permasalahan dalam pembangunan basis data pertanahan untuk kepentingan perpajakan khususnya PBB adalah: 1. Ketersediaan peta dasar yang terbatas, tidak seluruh wilayah Indonesia telah tersedia peta dasar baik berupa citra satelit, foto udara atau peta garis. Untuk penyediaan peta dasar diperlukan kerjasama dengan instansi lain yang memiliki tugas pokok di bidang pemetaan. 2. Kondisi geografi yang sulit dijangkau untuk pelaksanaan kegiatan pendataan dan pemetaan, sehingga menjadi masalah untuk mobilisasi dalam kegiatan pendataan dan pemetaan. Tantangan ke depan terkait dengan pembangunan basis data pertanahan untuk kepentingan perpajakan adalah : 1. Sampai dengan kondisi 1 Januari 2009, jumlah desa yang telah terhimpun dalam basis data SIG PBB adalah 41,1%. Sehingga perlu dikembangkan teknik pendataan dan pemetaan untuk mempercepat pembentukan basis data SIG PBB tersebut agar seluruh wilayah Indonesia dapat terhimpun dalam basis data SIG PBB. 2. Perkembangan teknologi informasi dari segi hardware dan software yang cukup pesat. Perkembangan teknologi informasi mendorong untuk dapat dikembangkan aplikasi SISMIOP atau SIG PBB lebih lanjut sehingga akses data dapat lebih cepat dengan jumlah data yang lebih besar.
Referensi Barus, B., Wiradisastra, U.S., 2000, Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya, Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor Ditjen Pajak, 2000, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP), Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta. Prahasta, E., 2001, Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis, CV. Informatika, Bandung. Santoso, Palal, M., 1995, Developing Property Tax Administration in Indonesia, Directorate of Land and Building Tax, Directorate General of Taxes, Ministry of Finance of Republic of Indonesia Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang No. 12 Tahun 1994.
*) Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian, Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
18
Peran Swasta dalam Menunjang Program Percepatan Pendaftaran Tanah Melalui Penyiapan Data Spaial Pertanahan Oleh:Sutadi Wirianata*), Erry Ryadi, Moh. Abdul Basyid
Pendaftaran tanah di Indonesia merupakan pekerjaan yang besar cakupannya dan memerlukan waktu penyelesaian yang relatif lama. Untuk itu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak, termasuk perusahaan swasta yang selama ini berkontribusi pada penyelesaian pendaftaran tanah di Indonesia. Peran swasta selama ini bersama dengan BPN menyediakan infrastruktur data pertanahan, pembangunan sistim informasi pertanahan, serta program pelayanan prima pertanahan seperti LAP, LMPDP, PRONA, LARASITA, dan lain-lain . Sementara itu peran Asosiasi Profesi seperti ISI (Ikatan Surveyor Indonesia), Ikatan Surveyor Kadastral Indonesia (ISKI) adalah memberikan rambu-rambu untuk menjaga standar kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang diwujudkan pada penilaian keahlian dalam bentuk sertifikat ketrampilan dan keahlian. Selain itu juga secara rutin mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan anggotanya.
D
ata spasial adalah data grafis yang memberikan informasi tentang lokasi geografik dan karakteristik unsur-unsur alamiah maupun buatan manusia yang ada pada permukaan bumi. Dulu dikenal peta (peta cetak), sekarang dikenal juga peta digital (digital map) dimana cara pengolahan, penyimpanan, manipulasi dan penyajiannya berbasiskan komputer. Seperti diketahui pada peta tersebut mempunyai kemampuan untuk menginformasikan berbagai hal yang sangat berguna diantaranya untuk kepentingan pembangunan atau digunakan untuk para pengambil keputusan/kebijakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasannya. Berbagai instansi menyelenggarakan kegiatan penyediaan data spasial sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi yang bersangkutan, diantaranya: a. Departemen Pekerjaan Umum difokuskan terhadap kebutuhan infrastruktur b. Departemen Kehutanan diantaranya digunakan untuk reboisasi, konservasi, monitoring dan pengawasan, pemanfaatan kawasan hutan c. Departemen Pertanian banyak ditekankan kepada penggunaan untuk perencanaan teknis, pencetakan sawah d. Sedangkan Departemen Kelautan dan Perikanan yang memerlukan peta pantai dan peta laut tentunya diarahkan untuk kebutuhan perencanaan teknis pelabuhan ikan (fishing port), konservasi laut, budidaya perikanan dan lain sebagainya.
19 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
Bakosurtanal sebagai satu-satunya badan yang berkonsentrasi pada survey dan pemetaan sampai saat ini khusus menyediakan peta-peta dasar, baik daratan maupun wilayah laut, dimulai dari skala 1:250.000 hingga 1:25.000. Peta ini tidak hanya berfungsi untuk peta dasar yang digunakan oleh berbagai instansi maupun masyarakat luas, melainkan juga peta yang menyajikan ketersediaan sumberdaya alam. Khusus untuk keperluan yang menyangkut pertanahan penyediaan data spasial berbasis bidang tanah (persil) diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Data Spasial untuk keperluan Pertanahan Pengelolaan Pertanahan tidak terlepas dari kebutuhan data spasial disamping aspek yuridis, dimana tujuannya untuk penataan, penguasaan, pemilikan, dan pengelolaan tanah. Semuanya itu bertujuan untuk kepentingan mensejahterakan rakyat. Data yang ada menunjukan bahwa ± 54 juta persil yang belum disertipikatkan, atau baru ± 30% bidang-bidang yang mempunyai kepastian hukum, pada wilayah daratan, belum termasuk kadaster laut. Hal tersebut tidak hanya menyangkut penyelesaian masalah yuridis, namun juga tersedianya data spasial sebagai peta dasar, sangat diperlukan sehingga bidang-bidang tanah tersebut mempunyai posisi/koordinat (unique), yang merupakan bagian dari sistim informasi berbasis Pertanahan.
Khusus untuk keperluan bidang pertanahan, diperlukan peta skala besar (1:2.500 s/d 1:1.000) dan skala menengah (1:10.000), pada luas wilayah darat (non hutan) ± 130 juta ha. Untuk mengerjakan hal tersebut tentu akan memerlukan waktu, teknologi terpilih, pengerahan SDM, investasi peralatan dan tentunya dana yang memadai.
Peta Dasar Untuk keperluan pendaftaran tanah diperlukan Peta Dasar. Fungsi Peta Dasar tersebut diantaranya di antaranya adalah memposisikan bidang tanah, membuat Peta Bidang Tanah dan Peta Pendaftaran Tanah, mencegah terjadinya surat ukur ganda, dan hal-hal lain seperti mengontrol bentuk bidang sesuai dengan kondisi fisik dilapangan. Sumber data yang diperlukan dapat diperoleh dengan cara Pengukuran Langsung (teristris), Pemotretan Udara (fotogrametris) dan Citra Satelit. Teknologi yang dapat menyesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan adalah cara Fotogrametris & Citra Satelit. Dengan cara itu, Skala Besar (1:1.000) daerah Perkotaan dapat dihasilkan. Sedangkan untuk daerah pemukiman termasuk Pedesaan peta dasar dapat diperoleh dari Citra Satelit yang dapat menghasilkan skala 1:10.000 hingga 1:2.500. Dengan pertimbangan kondisi topografi, cuaca, maupun dana yang dibutuhkan, untuk daerah perkotaan seluas ± 10 juta ha, Teknologi Fotogrametris merupakan pilihan yang belum bisa dihindarkan. Sedangkan untuk daerah pedesaan seluas ± 120 juta ha, teknologi yang dapat kita gunakan adalah pemetaan dengan Citra Satelit. Informasi pada peta sangat berperan dan menentukan pemanfaatan peta tersebut. Misalnya mulai dari perencanaan lokasi, apakah daerah tersebut merupakan pemukiman, pedesaan, ladang, hutan dan sebagainya. Disamping akurasi Peta sesuai dengan skala yang dibuat, perlu diperhatikan pula data spasial ini harus dapat dikelola dan diolah menjadi Sistim Informasi Geografis (SIG) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komputer. Dalam upaya menuju manajemen pertanahan yang handal, maka pengumpulan data khusus yang berkaitan dengan pertanahan harus terus menerus perlu dilakukan dan diperbarui.
Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Pengukuran dan Pemetaan Bidang-bidang Tanah untuk Pembuatan Surat Ukur sebagai lampiran yang tidak dapat dipisahkan dari Sertipikat Tanah, harus memenuhi kaidah teknis kadastral dan kaidah yuridis dimana proses perolehan data ukuran bidang tanah memenuhi azas kontradiktur delimitasi. Selain hal tersebut pada proses sertipikasi harus mengandung azas publisitas seperti untuk pendaftaran pertama kali, peta bidang harus diumumkan terlebih dahulu baik letak/posisi, luas, bentuk dan batas-batas
sekelilingnya kepada umum disekitar lokasi yang bersangkutan, dibuat surat ukurnya sebagai lampiran sertipikat. Data Yuridis
Data Tekstual Peta Pendaftaran, Surat Ukur Sertifikat
Peta Dasar (Foto Udara / Citra Satelit)
Pengukuran Bidang
Peta Bidang
Tahapan untuk Penerbitan Surat Ukur
Kondisi Existing Dalam rangka percepatan pendaftaran tanah tersebut, berbagai cara sudah dilakukan diantaranya melalui proyek Prona, Land Administration Project (LAP), LMPDP, dan LARASITA. Walaupun hasil nyatanya sudah dirasakan masyarakat, namun belum terlihat cukup signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia dan dana yang dibutuhkan, sedangkan aspek teknologi saat ini sudah memadai. Dari lebih 60 juta ha data (citra satelit) yang telah tersedia, pencapaian pembuatan Peta Dasar diperkirakan baru selesai 10-15 juta ha dan pengukuran serta pemetaan bidang selesai ± 30 juta ha. Dari data tersebut, maka dapat kita hitung waktu yang dibutuhkan akan sangat panjang untuk menyelesaikan Pembuatan Peta Dasar dan Pengukuran Bidang Tanah. Seperti kita ketahui bahwa masalah pertanahan tidak hanya persoalan tersebut diatas, masih banyak lagi yang harus diselesaikan Misalnya masalah sengketa, zona nilai tanah, ganti rugi dan sebagainya, yang semuanya memerlukan informasi Pertanahan dan semuanya membutuhkan Peta Dasar maupun Pemetaan Bidangbidang Tanah.
Upaya yang perlu dilakukan Teknologi Diperlukan suatu grand strategi dari mulai inventarisasi data, kemampuan SDM, teknologi, manfaat, peran serta masyarakat, maupun pengerahan segala potensi yang ada. Sampai lima tahun mendatang, teknologi pemetaan Fotogrametri & Pemetaan Citra Satelit, diyakini masih dapat diandalkan. Meskipun demikian masih diperlukan riset dan pengembangan teknik pemetaan seperti metoda Lidar, yang harga satuannya bisa diturunkan dari 15 US$/ha. Meskipun teknologi satelit (citra satelit) memiliki beberapa sisi kekurangan namun dari sisi kecepatan atau sisi data akan memberi nilai positif untuk keperluan pengadaan data baru maupun updating data. Masalah akurasi bukan sesuatu yang harus dikesampingkan, namun saat ini yang lebih diutamakan adalah informasi data (data spasial), yang digunakan untuk pengelolaan pertanahan termasuk inventarisasi data. Sosialisasi Sejalan dengan inventarisasi data yang akurat, perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat luas tentang pentingnya data dan informasi. Tidak hanya untuk
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
20
pembuatan sertipikat tetapi juga untuk menggali potensi daerah untuk pengembangan perekonomian pedesaan dan perkotaan dengan cara meng-agunkan tanahnya untuk permodalan. Hendaknya masyarakat yang masih enggan mendaftarkan tanahnya, yang disebabkan beberapa faktor (anggapan prosesnya berbelit, mahal, tidak/kurang bermanfaat dan sebagainya) segera merespon baik, mengingat besarnya manfaat yang akan diperoleh. SDM dan Peralatan Pemerintah sebagai regulator, memerlukan keterlibatan pihak swasta baik pada pembuatan peta dasar maupun pada pengukuran bidang tanah, sehingga dapat mengoptimalkan keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) maupun peralatan yang dimiliki. Seperti diketahui bahwa sampai saat ini pelaksanaan penyediaan peta dasar sudah dilaksanakan oleh pihak swasta, khususnya oleh perusahaanperusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Survey dan Pemetaan Indonesia (APSPI). Untuk pengukuran dan pemetaan bidang ditempuh dengan 2 pola, yaitu: Sistematik dan Sporadik. Pola sistematik pengukuran dan pemetaan bidangnya dilaksanakan sepenuhnya oleh perusahaan-perusahaan survey dan pemetaan yang tergabung pada APSPI, dimana penanggung jawab teknisnya ialah Surveyor Berlisensi. Untuk mendukung program tersebut di atas, peralatan yang dibutuhkan dapat dikatakan sudah terpenuhi oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Dari aspek SDM dan Peralatan seperti diuraikan diatas, maka potensi swasta sebagai mitra pemerintah dapat diandalkan, untuk mendukung program percepatan pendaftaran tanah tersebut. Kendala yang sering timbul dan mungkin terjadi, yaitu pada proses pembuatan surat ukur, dimana tenaga yuridis masih kurang dan belum bisa dilakukan kemitraan dengan pihak swasta. Estimasi Biaya Harga satuan: Pembuatan Peta Dasar Skala 1:1.000 (Fotogrametris) 10-15 US$/ha Skala 1:2.500 (Citra Satelit) 3,5-5 US$/ha Skala 1:10.000 (Citra Satelit) 0,5-0,7 US$/ha Pengukuran dan Pemetaan Bidang 10-15 US$/bidang Estimasi biaya yang dibutuhkan: Pembuatan Peta Dasar Skala 1:1.000 : 10 juta ha x 10 US$ = 100 juta US$ Skala 1:2.500 : 90 juta ha x 3,5 US$ = 315 juta US$ Skala 1:10.000 : 20 juta ha x 0,5 US$ = 10 juta US$ Pengukuran dan Pemetaan Bidang 54 juta bidang x 15 US$ = 810 juta US$ Waktu yang dibutuhkan Dari SDM dan peralatan yang ada serta potensi ke depan dan didukung dana serta sistim sedang dikaji, pihak swasta optimis dapat menyelesaikan pembuatan peta ± 15 tahun dan pengukuran bidang tanah ± 18 tahun.
21 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
Dari estimasi hitungan waktu tersebut diakui akan banyak kendala dari mulai peraturan/perundangundangan yang berlaku, respon masyarakat, maupun kendala teknis lainnya termasuk faktor cuaca, dan lainlain.
Upaya Swasta dan Asosiasi Profesi Dari 60 anggota Asosiasi Perusahaan Survey dan Pemetaan (APSPI) tercatat 40 anggota yang aktif dan bermitra dengan pemerintah untuk mendukung program ini. Tercatat tenaga ahli pemetaan sebanyak 450 surveyor (260 orang Surveyor Berlisensi) serta dibantu 250 Asisten Surveyor Berlisensi. Dukungan peralatan survey dan Data Prosessing dari mulai Total Station, Receiver GPS, Software Foto/Image Processor, Kamera Udara, dan lain-lain. Pihak swasta secara terusmenerus mengupayakan peningkatan kamampuan teknis maupun manajerial, melalui pelatihan-pelatihan dan kerjasama dengan semua pihak, termasuk perguruan tinggi, baik investasi SDM maupun peralatan. Upaya peningkatan mutu melalui standar kompetensi SDM dilakukan dengan melibatkan lembaga terkait yakni ini Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Ikatan Surveyor Kadastral Indonesia (ISKI), Asosiasi Perusahaan Survey dan Pemetaan Indonesia (APSPI). Khusus untuk pengukuran bidang, tenaga ahli yang bertanggung jawab disyaratkan mempunyai lisensi dan lisensi yang dikeluarkan oleh BPN. Surveyor Berlisensi ini diharapkan segera jumlahnya makin bertambah. Pihak swasta melalui asosiasi profesi maupun perusahaan mendorong lahirnya undang-undang survey pemetaan yang sudah lama dinantikan oleh masyarakat survey dan pemetaan. Sejalan dengan hal tersebut, pihak swasta mengupayakan terwujudnya industri peta sehingga peran swasta akan lebih banyak dan dalam penyelenggaraan pemetaan ini tidak sangat tergantung kepada pemerintah. Khusus untuk penerbitan sertipikat dengan kurangnya tenaga yuridis hendaknya disertakan pihak swasta melalui sertifikasi tenaga yuridis. Dalam upaya efektivitas dan efesiensi hendaknya ada koordinasi antar semua instansi pemerintah, swasta, lembaga, stake holder yang terkait pada penyelenggaraan peta tersebut sehingga dapat berdaya guna dan multifungsi. Program Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) diharapkan segera terwujud sehingga ketersediaan, tukar menukar data, dapat diselenggarakan yang semuanya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat.
*) Ketua BPS APSPI (Asosiasi Perusahaan Survey dan Pemetaan Seluruh Indonesia),
Pemanfaatan Peta Desa untuk Mempercepat Sertipikasi Tanah di Kabupaten Klaten Oleh: Dra. Theresia Widiati *)
K
etentuan pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960 antara lain disebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum (hak atas tanah oleh Pemerintah Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tanah dimaksud antara lain meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah yang tata cara pelaksanannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997.
infrastruktur peta yang dibangun mengarah untuk pembuatan peta PBB di wilayah padat pemukiman atau wilayah perkotaan (urban mapping). Konsekuensi logis, keperluan peta pendaftaran dalam rangka recht cadaster kurang mendapat perhatian, sehingga untuk keperluan dimaskud beberapa Kantor Pertanahan menggunakan peta PBB tersebut sebagai peta acuan (Base Map). Padahal secara teknis peta-peta tersebut memerlukan kerangka dasar teknis sebagai manifestasi jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas, bentuk dan luas.
Sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 disebutkan bahwa tujuan pelaksanaan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum, menyediakan informasi dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, jaminan kepastian hukum tersebut meliputi jaminan kepastian hukum mengenai subyek, jaminan kepastian hukum mengenai obyek dan jaminan kepastian hukum mengenai hubungan antara subyek dan obyek.
Akhir-akhir ini, kesadaran akan pentingnya Peta Dasar Pendaftaran muncul setelah berbagai dinamika masalah seperti adanya sertipikat ganda, bidang tanah yang “melayang-layang”, surat ukur yang overlapping dan lain sebagainya, dimana gambar bidang tanah sebagai lampiran sertipikat tidak dipetakan secara teliti di atas Peta Dasar Pendataran atau bahkan tidak dipetakan sama sekali, sehingga tidak dapat direkonstruksi kembali. Munculnya berbagai dinamika masalah seperti di atas terutama dirasakan dalam kegiatan pendaftaran sporadik, karena banyak bidang-bidang tanah yang diukur belum dipetakan dengan alasan tidak tersedianya Peta Dasar Pendataran. Sebagaimana kita ketahui pendekatan pendaftaran tanah secara sporadis selama ini belum dapat menghasilkan Peta Pendaftaran Tanah secara lengkap dimana secara grafis dapat menunjukkan letak semua bidang tanah yang telah terdaftar pada suatu desa/kelurahan.
Dalam rangka memenuhi jaminan kepastian hukum mengenai obyek salah satu syaratnya adalah bidang tanah yang bersangkutan yang akan didaftar dan dimohon haknya harus diukur dan dipetakan dalam Peta Dasar Pendaftaran. Menurut pasal 1 PP No. 24 trahun 1997 Peta dasar Pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang tanah. Pada dasarnya aspek pengukuran dan pemetaan dalam konteks Pendataran Tanah (Recht Cadaster) untuk menjamin kepastian hukum merupakan sesuatu yang sangat esensial. Pemahamanan tentang pentingnya aspek Peta Dasar Pendaftaran sebagai sarana untuk mendaftarkan atau memetakan obyek pendaftaran yanah yang ditujukan untuk memberikan jaminan kepastian letak, batas, bentuk dan luas, sehingga pada saatnya diperlukan dapat direkonstruksikan kembali. Namun penerapan akan pentingnya peranan Peta dasar Pendaftaran dalam proses pelaksanannya sehari-hari Kantor Pertanahan belum dapat dilaksanakan secara maskimal. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan kebijakan penyediaan peta yang pada awalnya didominasi oleh perspektif fiscal cadaster yaitu untuk meningkatkan pendapatan Negara melalui penyelenggaraan Pajak Bumi dan Bangunan. Sehingga
Solusi atas permasalahan tersebut di atas dalam rangka penyediaan Peta Dasar Pendaftaran untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat khususnya sertipikasi tanah adalah dengan menggunaan Base Map yang sudah ada seperti peta desa, peta garis, peta foto maupun peta citra atau peta-peta lainnya. Dari berbagai peta tersebut di atas khususya di Kabupaten Klaten, Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten memanfaatkan Peta Desa sebagai peta acuan (base map) untuk membuat Peta dasar Pendafataran.
PEMANFAATAN PETA DESA UNTUK MEMPERCEPAT SERTIPIKASI TANAH DI KABUPATEN KLATEN Secara administrasi Wilayah Kabupaten Klaten terdiri dari 26 Kecamatan dan 401 desa/kelurahan, dimana sebagian besar wilayah desa/kelurahan tersebut telah memiliki data tanah desa yang berupa :
LAND 12
AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009 22
a. b. c.
d.
Buku letter C desa yang memuat subyek dan obyek tanah perorangan di desa dan catatan peralihannya, Buku bondo desa yang memuat data-data pemilikan tanah pemerintahan desa yang berupa kas desa, lungguh desa dan catatan peralihannya, Buku rincian desa yang memuat panjangan/angka ukur, luas dan data-data pemilikan tanah di desa untuk masing-masing nomor persil dan nomor patok, Peta desa dalam skala tertentu yang memuat gambar situasi desa dengan mencantumkan nomor persil, nomor patok, jenis penggunaan tanah dan status tanah.
Namun menunjuk surat edaran Kantor Wilayah BPN Propinsi jawa Tengah tanggal 4 Juli 2000 Nomor 600/196/33/2000 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tanggal 10 Juni 1993 No. SE-32/PJ.6/1993 perihal tindak lanjut larangan penerbitan Girik, Kekitir, Petuk D dan Keterangan obyek pajak dimana salah satu butir larangan disebutkan bahwa tidak dibenarkan memberikan pelayanan yang berhubungan dengan penentuan status hukum/hak atas tanah, sehingga dalam rangka penerbitan sertipikat maupin pengurusan hak atas tanah tidak diperlukan lagi girik/kekitir/petuk D/Daftar keterangan obyek pajak. Dengan demikian data-data mengenai tanah di desa yang ada dalam giri/kekitir/petuk D/Daftar keterangan obyek pajak termasuk di dalamnya letter C Desa dan Peta Desa hanya merupakan data-data untuk menarik pajak daerah, sedangkan mengneai status hukum/hak atas tanah adalah kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dari uraian di atas untuk pelaksanaan tugas sehari-hari Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten memanfaatkan data tanah desa khususnya letter C dan peta desa ataupun data lainnya sepanjang mengenai data tanah di desa sebagai acuan data awal mengenai subyek dan obyek tanah. Mengenai subyek tanah sepanjang tidak ada orang yang dapat membuktikan lebih kuat, subyek tanah tersebut secara yuridis formal kami yakini kebenarannya, sedangkan mengenai kebenaran obyek tanah kami jadikan sebagai acuan mengenai letak relatif. Kebenaran mengenai batas, bentuk dan luas adalah berdasarkan hasil penunjukkan batas-batas tanah sesuai kesepakatan tetangga yang berbatasan (kontradiktur delimitasi) dan pengukuran bidang tanah tersebut di lokasi.
Perubahan-perubahan tersebut di atas tidak pernah dipetakan, sehingga Peta Desa sebagian besar tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini. Namuin demikian penggunaan Peta Desa sebagai base map sangat efisien, hemat biaya dan waktu. Untuk mencapai tujuan dimaksud di atas, Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten telah membentuk data spasial secara digital mengenai bidang-bidang tanah di desa sesuai peta desa, dari 401 desa yang telah ada telah kami lakukan digitasi peta sejumlah 307 desa. Data spasial tersebut disusun berbasis bidang tanah yang berisi informasi spasial tentang pesil-persil tanah di dalam wilayah administrasi desa, pengukuran dan pemetaan persil-persil tanah harus direncanakan sesuai dengan data yang ada hasil orientasi lapangan. Dalam pengukuran persil-persil tanah adalah semua bidangbidang yang belum terpetakan, baik bidang-bidang tanah yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar. Jika belum terdapat Peta Dasar Pendaftaran maka semua bidang tanah yang ada harus dipetakan. Dari data peta-peta digital tersebut sebelum diadakan pengukuran bidang-bidang tanah atas permohonan yang masuk, maka terlebih dahulu dilihat letak relatif lokasi tanah berdasarkan nomor persil dan nomor patok. Kemudian petugas ukur merekonstruksi data tersebut pada lokasi sebenarnya. Apabila data dimaksud benar maka petugas ukur memplot kembali (bywerken) pada peta desa digital. Dengan demikian peta desa dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pelayanan sertipikasi tanah dalam hal : 1. Sebagai Base Map mengenai letak relatif dapat diketahui lebih awal, 2. Apabila dilakukan kegiatan Graphical Index Mapping (GIM) lebih mempercepat kegiatan pemetaan bdiang-bidang tanah yang sudah terdaftar tetapi belum terpetakan dengan baik ke dalam Peta Dasar Pendaftaran, 3. Tata Ruang Desa dapat dilihat lebih detail, 4. Untuk kepentingan instansi lain dpaat dimanfaatkan sebagai data pokok.
REKOMENDASI : 1.
2. Dalam rangka pembuatan Peta Dasar Pendaftaran dengan base map Peta Desa terdapat beberapa hal yang sangat mendasar, yaitu : 1. Bagaimana tentang ketelitian Peta Desa tersebut? Sebagaimana kita ketahui bahwa Peta Desa sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, sehingga teknik pengukuran pada saat itu tidak diketahui baik mengenai alat, cara/metode maupun ketelitian. 2. Bagaimana tentang perubahan bentuknya? Sesuai dengan perkembangan jaman, banyak sekali terjadi perubahan di desa, seperti perubahan pengguanaan tanah dari tanah pertanian menjadi tanah non pertanian, adanya normalisasi sungai, adanya penambahan fasilitas umum dan lain-lain.
23 AGUSTUS 2009 - OKTOBER 2009
LAND 12
3.
Bahwa tidak semua desa/kelurahan di wilayah Kabupaten/Kota memiliki peta desa, sehngga untuk mempercepat pelayanan sertipikasi tanah khususnya pemetaan dapat memanfatkan petapeta yang ada secara optimal. Peta desa, peta garis, peta foto, peta citra atau peta lainnya dapat digunakan sebagai peta acuan (base map) untuk membuat Peta Dasar Pendaftaran. Untuk lebih mempercepat pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah di seluruh wilayah desa/kelurahan sebagai unit terkecil dapat memanfaatkan teknologi informasi seperti Google earth, software pemetan dan peralatan seperti pemotretan udara, satelit (citra), GPS dan lain-lain.
*) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten
Dengan
85 juta 231 juta PENTING jumlah bidang tanah
dan
jumlah penduduk
maka sistem informasi adalah sangat
ketika kita bicara tentang pengelolaan pertanahan secara nasional
KEBIJAKAN PERTANAHAN bagi
KESEJAHTERAAN RAKYAT