Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
MEDIA DAN KARAKTER PEMBELAJARAAN (Perkembangan Media{Orang Tua, Pendidik, dan Lingkungan}Berbasis Karakter Pembelajaran)
Oleh: Paisal Manurung, S.S.,M.S
Abstract Media has potentials by developing of the study with characters which the lectures, teachers and advisors can be used in the leaning and teaching processes. These processes can be realized by helping some important elements like parents, lectures, teachers, advisor and the last one is society (circle). Because of its potential power, media has been „engineered‟ or designed to solve the learning and teaching processes‟ problem that is the study with characters. Thus, character would be given specifics attentions to the students in their class especially. Therefore, media and study with characters which be able to run these purposes to give the best character are their lectures, teachers, advisors or parents and it is not exception to their society.
1. Pendahuluan Media pembelajaraan pada sebuah pelajaran sangat membantu para dosen, guru ataupun pembimbing untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang baik yang didasarkan kepada kurikulum atau modul pembelajaran. Sehingga pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun individual. Terselenggaranya variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para dosen, guru atau pembimbing. Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan inkuiri. Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa melalui monolog oleh para dosen, guru atau pembimbing perlu diganti dengan modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario pembelajaran yang di dalamnya terkait pendidikan karakter bangsa seperti contoh berikut ini dapat dilaksanakan lebih Page 1
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
bermakna. Penempatan pendidikan karakter bangsa diintegrasikan dengan semua mata pelajaran tidak berarti tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, perlu ada komitmen oleh para dosen, guru atau pembimbing untuk disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen tersebut antara lain sebagai berikut. Pendidikan karakter bangsa (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses (Hasan, 2000) terhadap semua mata pelajaran yang dimuati pendidikan karakter bangsa. Lebih lanjut, Hasan (2000) mengurai bahwa pengembangan ide berkenaan dengan folisifi kurikulum, model kurikulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi. Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format Silabus, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan ide dan dokumen haruslah didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen. Dalam pembelajaran terpadu agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus dimiliki yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni, 1996). Berkaitan dengan Pendidikan karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada perkembangan pendidikan karakter bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.
Sasaran Utama Media Pada Pembelajaran Karakterk Sasaran utama sebuah media pembelajran adalah bagaimana sebuah pembelajaran dapat menggetengahkan metode yang didasarkan kepada alat atau media untuk mencapai sebuah tujun yang baik bagi siswa, sehingga dengan hal ini, para dosen, guru, atau pembimbing dapat mengarahkan para siswa dengan lebih baik. Sehingga, sasaran utama media ini adalah berawal dari para dosen, guru dan pembimbing yang menjadi mediator untuk melakukan pendekatan dalam pendidikan karakter. Hal ini, penulis kutip dari sebuah kutipan (Y. Bahtiat, 2010) menyatakan bahwa ada dua pendekatan dalam pendidikan karakter, yaitu: (1) Karakter yang diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri; dan (2) Karakter yang builtin dalam setiap mata pelajaran. Sampai saat ini, pendekatan pertama ternyata lebih efektif dibandingkan pendekatan kedua. Salah satu alasannya ialah karena para guru mengajarkan masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran mencakup aspek konsep (hakekat), teori (syare‟at), metode (tharekat) dan aplikasi (ma‟rifat). Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara komprehensif melalui konsep, Page 2
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
teori, metodologi dan aplikasi setiap bidang studi, maka kebermaknaan yang diajarkannya akan lebih efektifi dalam menunjang pendidikan karakter. Strategi pembelajaran yang berkenaan dengan moral knowing akan lebih banyak belajar melalui sumber belajar dan nara sumber. Pembelajaran moral loving akan terjadi pola saling membelajarkan secara seimbang di antara siswa. Sedangkan pembelajaran moral doing akan lebih banyak menggunakan pendekatan individual melalui pendampingan pemanfaatan potensi dan peluang yang sesuai dengan kondisi lingkungan siswa. Ketiga strategi pembelajaran tersebut sebaiknya dirancang dengan sistematis agar para siswa dan guru dapat memanfaatkan segenap nilai-nilai dan moral yang sesuai dengan potensi dan peluang yang tersedia di lingkungannya. Dengan demikian, hasil pembelajarannya ialah terbentuknya tabi‟at reflektif dalam arti para siswa memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan dalam berbuat kebaikan.
2. Pembahasan 1. Peranan Media dalam Pembelajaran Karakter Media dan pembelajaran mempunyai sebuah hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan oleh pembelajaran yang didasarkan kepada pembelajaran itu sendiri. Dengan adanya media sebagai pelengkap, pembelajaran dapat tercapai dengan baik yang didasari kepada kurkulum atau modul pembelajaran yang mengarah kepada pembelajaran berkarakter. Dalam hal ini, penulis mencoba mengutip pernyataan Ardiani .M (2008) menyatakan bahwa media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru / fasilitator dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru / fasilitator perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Dari pernyataan diatas dapat penulis sampaikan bahwa dengan media pembelajaran ini para dosen, guru, atau pembimbing dapat menciptakan media pembelajaran banyak jenis dan macamnya. Dari yang palng sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh dosen, guru atau pembimbing sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang. Dengan konsep ini pembelajaran berkarakter yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih baik dan lebih bermamfaat seperti yang dinyatakan dalam UU 20 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan Nasional Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dibawah ini akan diilusterasikan media sebagai pembelajaran karakter: Contoh: Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Tema : Lingkungan Anak Tema : Melakukan sesuatu berdasarakan penjelasan Dalam hal ini, dosen, guru atau pembimbing dapat menyampaikan mulai dari pengertian, aturan-aturan atau jenis-jenis dan sebaginya yang berhubungan dengan Page 3
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
tema tersebut. Jadi, media yang digunakan oleh dosen, guru, atau pembimbing dapat sampaikan kepada anak didik ialah (Joni, 1996) menyatakan bahwa dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects) Berikut ini penulis berikan sebuah contoh pembelajaran utuh yang disiapkan seorang dosen, guru dan pemimbing melalui RPP yang berkarakter. - Mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang disampaikan secara lisan. - Menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami. Dalam hal ini, ada dua hal yang menjadi acuan tercapainya sebuah media yang berdasarkan kepada media: instruksional dan dampak pengiring. A. Dampak Instruksional Melalui pengamatan, tanya jawab, latihan, dan penjelasan guru tentang "membuat surat sederhana kepada seorang teman" para siswa diharapkan dapat: – Siswa dapat menjelaskan petunjuk membuat alat pengukur debu - Siswa dapat membuat pertanyaan tentang cara menggunakan - Siswa dapat menyebutkan nama dan sifat tokoh dalam cerita binatang - Siswa dapat memberikan tanggapan dan alasan tentang tokoh cerita binatang - Siswa dapat menceritakan peristiwa alam melalui pengamatan gambar B. Dampak Pengiring Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini, siswa diharapkan secara berangsur-angsur dapat mengembangkan karakter: Disiplin ( Discipline ) Tekun ( diligence ) Tanggung jawab ( responsibility ) Ketelitian ( carefulness) Kerja sama ( Cooperation ) Toleransi ( Tolerance ) Percaya diri ( Confidence ) Keberanian ( Bravery ) Dari contoh di atas dapat disimak bahwa tujuan utuh dari pengalaman belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak pengiring adalah pendidikan karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung. Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991). Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa yang menempuh ujian Matematika secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal Matematika. Juga dinilai kemampuan pendidikan karakter bangsanya yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia dinilai kemampuan gerakgeriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991).
Page 4
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.
2. Ujung Tombak Media Pembelajaran Karakter Salah satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan telah termuat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia terlihat dengan jelas GBHN mengamanatkan arah kebijakan di bidang pendidikan yaitu: meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan; memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
A. Media Orang Tua Orang tua adalah media yang paling dekat kepada siswa. Media ini merupakan salah satu beberapa media yang sangat berperan aktif dalam kehidupan siswa. Dalam hal ini, orang tua harus mampu memberikan atmosfer kepada kehidupan siswa yang sesuai dengan kearifan dan keadaan disekolah. Dengan hal ini, rumah dan orang tua juga merupakan media pembelajaran yang bersifat pendidikan. Hal in dapat pula dipertegas dengan pernyataan (R.A. Gerungan, 2011) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. Shingga, anak didik dapat menjalankan dan melaksanakan sebagai seorang siswa yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Page 5
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
B. Media Pendidik Pendidik adalah orang mengarahkan, mentrasfer, mendidik, mengawasi, dan memberikan contoh yang baik kepada anak-anak didik. Pendidik dalam hal ini adalah media pembelajaran yang sangat comprehensive dalam menentukan sifat dan karakter siswa disekolah. Dalam tulisannya (A. Sudrajat, 2008) beliau menuliskan bahwa dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima strategi pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry). Dengan beberapa sistem pembelajaran diatas maka media sangat penting dalam menyampaikan visi dan misi pembelajaran karakter ditempat-tempat pendidikan. Seorang pendidik dapat melaksanakan beberapa langkah-langkah yang penulis kutip dari beberap sumber yang dapat membantu para pendidik untuk memulai pembelajaran karakter:
Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dalam konteks kehidupannya (student active learning , contextual learning, inquiry-ased learning, integrated Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (conducive learning community) sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat. Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good. Metoode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan juga 9 aspek kecerdasan manusia. Seluruh pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip Developmentally Appropriate PracticesModel pendidikan ini telah diterapkan di lebih dari 200 lokasi dalam program “Semai Benih Bangsa” (SBB), yaitu kegiatan TK. alternatif untuk anak-anak yang tidak mampu, dan juga dibeberapa TK dan SD swasta dan negeri lainnya.
Dalam sebuah proses pembelajaran yang baik para pendidik harus mengetengahkan beberapa hal yang penulis kutip dari (Y.B. Arianto, 2010; 8) „menyatakan bahwa ada berapa proses pembelajaran dalam pendidikan karakter cukup dilakukan dengan tiga langkah, yaitu: (1) membekali siswa dengan alat dan media untuk memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan; (2) membekali siswa Page 6
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
pemahaman tentang berbagai kompetensi tentang nilai dan moral; (3) membiasakan siswa untuk selalu melakukan keterampilan-keterampilan berperilaku baik. Secara sederhana, keterkaitan setiap langkah pembelajaran tersebut.‟
C. Media Lingkungan Sebuah pepatah lama mengatakan bahwa ”Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonya”. Hal ini, penulis artikan bahwa lingkukngan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik kepada seseorang, atau sebaliknya, lingkungan yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang tidak baik pula. Ini disebabkan karena lingkungan merupakan media terbesar bagi siswa dalam berhubugan dan bertindak. Dalam hal ini, penulis mencoba kembali mengutip sebuah pernyataan dari (.Q. Anwar: 2010) beliau menyatakan bahwa ada beberap hal: 1. Meningkatnya kekerasan di kalangan masyarakat; 2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, cenderung tidak menggunakan kata baku; 3. Pengaruh peer-group (geng) yang kuat dalam tindak kekerasan; 4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas; 5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; 6. Menurunnya etos kerja; 7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; 8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; 9. Membudaya-nya ketidakjujuran; dan 10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Sehinga dengan beberapa masalah ini, tujuan murni adanya pendidikan karakter akan menjadi terhambat dalam proses-proses pendidikan yang mengarah kepada kehidupan anak didik. Hal ini sangat berbeda dengan makna pendidikan itu sendiri. Sebab bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktorfaktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan Page 7
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.
3. Penutup Pilar akhlak (moral) yang dimiliki seseorang dalam diri seseorang sehingga ia menjadi orang yang berkarakter baik (good character) adalah jujur, sabar, rendah hati, tanggung jawab dan rasa hormat, yang tercermin dalam kesatuan organisasi/sikap yang harmonis dan dinamis. Tanpa nilai-nilai moral dasar ini (basic moral values) yang senantiasa mengejewantah dalam diri pribadi kapan dan dimana saja, orang dapat dipertanyakan kadar keimanan dan ketaqwaan. Ciri orang yang kuat imannya, antara lain terlukis dalam beberap hal: a) Secara tulus dia patuh pada Tuhannya; b) Dia tertib dan disiplin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan, secara mahdhoh/ritual; c) Memahami dan menghargai ajaran agama lain, sehingga tercipta kehidupan yang toleran; d) Memperbanyak kerjasama dalam bidang kehidupan social.
Page 8
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
e) Mengedapankan ilmu pengetahuan dan agama sebagia modal kehidupan lebih baik.
Bibliography Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud. Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, www.depdiknas.go.id E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. ________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD. Mulyana, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Genad Senduk, 2004, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang,Universitas negeri Malang. Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7. Sumber http://elementary-education-schools.blogspot.com/2011/08/all-aboutelementary-education-in.html Trianto, 2009, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher. Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Waridjan. 1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press. W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.
Page 9
Edisi 7
September 2013
ISSN 1978-5216
Page 10