MODUL PERKULIAHAN
MEDIA & CULTURAL STUDIES Budaya Media dalam Kajian Cultural Studies
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Penyiaran
Abstract
Tatap Muka
05
Kode MK
Disusun Oleh
MK
A. Sulhardi, S. Sos, M,Si
Kompetensi
Budaya media menjadi budaya baru yang Mengembangkan pemahaman menimbulkan banyak diskusi dan kajian dalam mahasiswa tentang ideology media berbagai bidang kehidupan. Sebuah budaya yang dalam perspektif cultural studies. berteknologi tinggi, kompleks dan menyebar dengan sangat cepat. Budaya yang merupakan hasil konvergensi antara budaya dan teknologi dalam bentuk pola baru yang mempunyai aturannya sendiri..
Budaya Media dalam Kajian Cultural Studies Budaya media menjadi budaya baru yang menimbulkan banyak diskusi dan kajian dalam berbagai bidang kehidupan. Sebuah budaya yang berteknologi tinggi, kompleks dan menyebar dengan sangat cepat. Budaya yang merupakan hasil konvergensi antara budaya dan teknologi dalam bentuk pola baru yang mempunyai aturannya sendiri. Sebagai akibat dari pergeseran kebutuhan yang sifatnya fisik ke kebutuhan mental Informasi dan memiliki nilai bargainining yang tinggi dan besar, yang diciptakan, disebar, diterima, disimpan dan “diperjualbelikan” baik secara individual to many ataupun many to many, baik itu informasi yang riil, kontruksi, rekonstruksi, maupun yang sudah didekontruksi sedemikian rupa. Sebaran tersebut berkembang dan menjadi realitasnya sendiri dalam masyarakat dan menjadi realitas baru. Budaya ini mempunyai power yang luar biasa, bahkan mampu menggerakkan berbagai bidang. Masyarakat sudah mempunyai ketergantungan yang sangat besar. Semua pertimbangan, acuan, pedoman, referensi dan keputusan bersumber dari media. Menganalisis sebuah fenomena tidaklah pas jika seseorang tidak berpijak dari “opini” media. Kecenderungan umum opini media menjadi kecenderungan umum opini masyarakat dalam memahami realitas. Menariknya budaya ini tidak hanya berkutat pada hal yang non fiksi namun berkembang dengn sangat luar biasa pada hal-hal yang fiksi, terutama pada media Audio Visual (Film danTelevisi). Media Audio Visual saat ini menjadi industry yang menggiurkan, tidak hanya bagaimana keefektifan kekuatan media ini mempengaruhi masyarakrat dalam memahami realitas namun lebih kepada aspek capital, hasil dari industrialisasi. Keuntungan ekonomi yang bergerak linier, bahkan linear circular, menjadi pendorong dan penentu sebuah produk diciptakan, dijual dan dipertahankan sebagai bagian dari proses produksi. Kellner dalam pembahasaanya melihat media dengan berbagai kacamata yang bergerak melalui berbagai point of view. Pandangan-pandanganya mendiskusikan budaya media dengan berbagai pendekatan cultural studies baik yang kritis, multicultural, dan multiperspektif, juga dengan berbagai kritik diagnostic berbagai kasus dengan konteks barat tentang keresahan sosial, kelas, hiburan massa, perang, fesyen, televisi, film dan orang-orang yang mempunyai power reference. Sisi yang tidak
kalah
menarik
yakni
tentang
bagaimana
berbagai
analisis
tentang
postmodernisme dan identitasnya dan prediksi-prediksi kondisi masyarakat dan budayanya dalam memperlakukan media dan lingkungannya.
‘13
2
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
sehingga untuk
memudahkan dikenal mashab yang cukup konsen dalam analisis fenomenma ini, yakni:
Mashab Frankfrut dalam Cultural Studies Berfokus pada segala artefak budaya massa dalam konteks produksi industri, di mana dalam komoditi industri budaya dipamerkan dalam bentuk yang sama dengan produk lain dari produksi massal yakni komodifikasi, standardisasi, dan massifikasi. Produkproduk industri budaya memiliki fungsi spesifik, memberikan legitimasi ideologis dari masyarakat kapitalis dan mengintegrasikan individu ke dalam kerangka budaya massa dan masyarakat. Teori ini secara sistematis menganalisis dan mengkritik budaya massa dan komunikasi dalam teori sosial kritis. Melihat apa pentingnya “industri budaya” dalam reproduksi masyarakat kontemporer, budaya massa dan komunikasi. Mashab Frankfurt mempunyai kekhasan dalam dikotomi antara kebudayaan tinggi dan budaya rendah. Model ini mengganti dan mengambil budaya sebagai spektrum dan menerapkan metode kritis serupa dengan semua artefak budaya mulai dari opera ke musik populer, dari sastra modern ke opera sabun. Kajian Frankfurt berpandangan bahwa semua budaya massa itu merendahkan, memiliki efek pembodohan massa (konsumen pasif). Hal lain yang menjadi fokus yakni perbedaan antara encoding dan decoding artefak media, memberi pengakuan bahwa audiens
sering
aktif
menghasilkan
makna
sendiri
dan
digunakan
untuk
mengintrepretasi produk industri budaya. Budaya media berkembang dengan bentuk budaya komersial yang diproduksi untuk mengejar laba dengan produk-produk komoditas khususnya di Negara-negara kapitalis. Kosekuensi logisnya, yakni producer sebagai penghasil produk, harus mampu menghasilkan karya yang popular dan disukai. Sederhananya membuat produk yang mampu menarik minat menonton khalayak, terlepas acara tersebut dibutuhkan (dasar) atau tidak. Seperti layaknya sebuah market dalam industry konvensional, audience media dianggap sebagai konsumen potensial yang akan mendatangkan iklan. Iklan yang akan menjadi nyawa bertahan atau tidaknya sebuah program tertentu atau bahkan kehidupan stasiun televise atau redaksi sebuah surat kabar. Dalam kasus televisi swasta, siapa yang akan disalahkan ketika ada sebuah program acara banyak mengandung pelecehan dan kekerasan didalamnya tetapi tetap diminati dan bertahan hingga kesekian episode. Apakah Pemilik stasiun televisinya,
‘13
3
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Investornya, Producer program, iklan, pemerintah atau justru khalayaknya? Melihat pertanyaan ditersebut tidak bisa dilihat secara parsial, tetapi komprehensif. Ini merupakan kasus yang sirkular, satu elemen mempengaruhi elemen yang lain. Dalam budaya industry, sebuah produk yang berhasil diproduksi wajib menghasilkan keuntungan secara materiil. Keuntungan ini bisa didapatkan ketika produk itu dibeli dengan nilai lebih besar dibanding nilai produksi dasar. Namun intinya produk ini harus “terbeli” lebih dahulu, jika tidak biaya produksi berapapun akan rugi kepada “perusahaan” tersebut. Televisi swasta dengan konsekuensi industry, mau tidak mau menempatkan posisi program acara menjadi sebuah produk yang wajib jual dan laku. Posisi tawar televise dalam aspek independensi sangat lemah. Televise berpihak ke audiens sebagai pasar dan juga berpihak ke pengiklan sebagai penyandang dana. Iklan membutuhkan khalayak untuk menjual produk sebagai calon konsumen dan televise membutuhkan iklan sebagai penyandang dana produksi. Iklan akan terus menerus mencari program dengan rating yang tinggi dan akan berganti program ketika rating mulai turun. Secara tidak langsung sebenarnya kualitas program ditentukan oleh iklan. Televise berlombalomba menghasilkan acara yang high exposure dengan sensasi dan kontroversi yakni dengan melakukan komodifikasi baik itu fiksi maupun non fiksi. Dengan kata lain, proses ini menggantikan budaya tinggi (high culture) menjadi budaya rendah/massa (mass culture). Harvey menyebut bahwa masyarakat telah memasuki masyarakat Post-Fordis yakni ditandai dengan produksi dan konsumsi secara massal, regulasi Negara terhadap ekonomi dan budaya massa yang homogeny dan digantikan berbagai rezim akumulas yang “lebih fleksibel” (Harvey 1989) Mashab Birmingham dalam Cultural studies Fokusnya terletak dalam teori produksi sosial dan reproduksi dan berusaha untuk menganalisis "hegemoni”, kekuatan sosial dan budaya dari dominasi dan mencari "counterhegemonic"). Richard Johnson, dalam diskusi di University of Texas 1990, menekankan bahwa pembedaan harus dibuat antara konsep postmodern perbedaan dan gagasan Birmingham antagonisme, dimana konsep pertama sering mengacu pada konsepsi liberal tentang pengakuan dan toleransi perbedaan, sedangkan pengertian tentang antagonisme mengacu pada dominasi kekuatan struktural, di mana hubungan asimetris kekuasaan ada di lokasi konflik. Dalam hubungan pertentangan, tertindas perjuangan individu untuk mengatasi struktur dominasi dalam berbagai arena. Johnson
‘13
4
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
menekankan bahwa pendekatan Birmingham selalu mendefinisikan dirinya sebagai materialis, menganalisis kondisi sosio-historis dan struktur dominasi dan resistensi. Dengan cara ini, dapat dibedakan dari idealis, textualis, dan teori-teori wacana ekstrem yang hanya mengakui bentuk-bentuk linguistik sebagai konstitutif budaya dan subjektivitas. Selain itu, cultural studies Inggris mengkritisi perbedaan budaya tinggi dan rendah teori postmodern. Raymond Williams dan para anggota Mashab Birmingham bertanggung jawab atas penolakan terhadap istilah "massa budaya", yang cenderung elitis, ada oposisi biner antara tinggi dan rendah, yaitu menghina dari massa dan budaya. Konsep budaya massa juga monolitik dan homogen, dan kontradiksi budaya oposisi di dalam masyarakat kontemporer dan menolak budaya istilah "populer" dalam budaya popular. Multikultural dan Multiperspektif Konsep ideologi adalah sangat penting dalam studi budaya dalam memahami ideologi dominan untuk mereproduksi hubungan sosial dari dominasi dan subordinasi. Membuat ideologi ketidaksetaraan dan subordinasi tampak alami dan adil, dan dengan demikian mendorong persetujuan untuk hubungan dominasi. Masyarakat kontemporer yang terstruktur dengan menentang kelompok yang memiliki ideologi politik yang berbeda (liberal, konservatif, radikal, dll) dan studi budaya ideologi yang berlaku dalam artifak budaya tertentu. Multikulturalisme menjadi kajian yang menarik dalam Studi budaya yang menunjukkan bagaimana budaya mereproduksi bentuk-bentuk tertentu rasisme, seksisme, dan bias terhadap anggota kelas bawah, kelompok sosial, atau alternatif gaya hidup. Multikulturalisme menegaskan nilai dari berbagai jenis budaya dan kelompok budaya, masyarakat kulit hitam hitam, Latin, Asia, Amerika asli, gay, dan lesbian, dan masyarakat-masyarakat marjinal. Kellner memperkenalmu pendekatan multi-perspektif bahwa 1. membahas produksi dan ekonomi politik, 2. melakukan analisis tekstual 3. Mempelajari penerimaan dan penggunaan teks-teks budaya 1. Ekonomi politik dalam studi budaya Ekonomi politik sendiri memegang kunci dan mempunyai peranan besar dalam kajian budaya. Beberapa analisis ekonomi politik mengurangi makna dan efek teks
‘13
5
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
untuk fungsi ideologis agak terbatas dan reduktif, dengan alasan bahwa media hanya mencerminkan budaya ideologi yang berkuasa pada tingkatan elit ekonomi yang menguasai industri budaya dan tidak lebih dari sebuah kendaraan bagi ideologi kapitalis. Memang benar bahwa media sangat mendukung nilai-nilai budaya kapitalis, tetapi juga sebuah situs perjuangan intens antara berbagai ras, kelas, jenis kelamin, dan kelompok sosial. Jadi, untuk memahami sepenuhnya sifat dan efek media budaya. 2. Analisis Teks Ada berbagai jenis kritik teks budaya media, mulai dari analisis isi kuantitatif yang melihat kecenderungan jumlah episode kekerasan dalam teks, untuk penelitian kualitatif yang meneliti citra perempuan, kulit hitam, atau kelompok lain, atau yang berlaku berbagai teori kritis untuk membongkar makna dari teks-teks atau untuk menjelaskan bagaimana teks-teks berfungsi untuk menghasilkan makna. Secara tradisional, analisis kualitatif dari teks telah menjadi tugas kritik sastra formalis, yang eksplisit, makna pusat, nilai-nilai, simbol, dan ideologi dalam artefak kebudayaan dengan menghadiri terhadap sifat formal teks-teks sastra imajinatif seperti gaya, citra verbal, karakterisasi, struktur naratif dan sudut pandang, dan elemen formal lainnya artefak tersebut. Analisis tekstual studi budaya mengkombinasikan dengan kritik tentang bagaimana budaya menyampaikan makna ideologi tertentu jenis kelamin, ras, kelas, seksualitas, bangsa, dan dimensi ideologi lain. Analisis ideologi tekstual harus mengerahkan berbagai metode untuk sepenuhnya menjelaskan setiap dimensi dan untuk menunjukkan bagaimana mereka masuk ke dalam sistem tekstual. Setiap metode kritis berfokus pada bentuk-bentuk tertentu dari sebuah teks dari perspektif spesifik. Metode Marxis misalnya lebih cenderung berfokus pada kelas, sementara pendekatan feminis lebih menyoroti jenis kelamin. Sedangkan teori kritis berusaha menggabungkan keduanya dengan menyoroti ras dan etnis,dan lesbian yang akan menjelaskan teori seksualitas. Sehingga misalnya ketika ada teks yang muncul bisa saja tergantung pada beberapa pembacaan perspektif dan posisi subjek pembaca. Anggota gender yang berbeda, kelas, ras, negara, daerah, preferensi seksual dan ideologi politik akan membaca teks secara berbeda. Yang menarik disini, studi budaya dapat menjelaskan mengapa beragam khalayak menafsirkan teks dan kadang-kadang bertentangan. Hal ini memang salah satu manfaat kajian budaya memiliki fokus pada resepsi penonton dalam beberapa ‘13
6
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
tahun terakhir dan fokus ini menyediakan salah satu kontribusi utama, meskipun ada juga beberapa keterbatasan dan masalah dengan pendekatan studi budaya standar untuk penonton 3. Penerimaan dan penggunaan teks-teks budaya Media adalah bentuk-bentuk pedagogi yang mengajarkan bagaimana peran menjadi laki-laki dan perempuan. Media menunjukkan kepada kita bagaimana cara
berpakaian,
berpenampilan
dan
mengkonsumsi,
bagaimana
untuk
berinteraksi terhadap anggota kelompok sosial yang berbeda; bagaimana menjadi populer dan sukses dan bagaimana untuk menghindari kegagalan; dan bagaimana agar sesuai dengan sistem norma yang dominan, nilai-nilai, praktik, dan lembaga. Studi budaya kritis menganalisis lebih dalam tentang seksisme, rasisme, atau bias terhadap kelompok sosial tertentu dan mengkritik teks mengangkat segala jenis dominasi atau penindasan. Sebagai contoh bagaimana pertimbangan produksi, analisis tekstual, dan bacaan yang bermanfaat bagi penonton dapat bertentangan pada kajian budaya, seperti misalnya fenomena Madonna. Madonna pertama kali muncul di saat Reaganisme dan mewujudkan etos materialistis dan konsumen berorientasi tahun 1980-an. Dia juga muncul dalam waktu yang proliferasi gambar dramatis, terkait dengan MTV, demam fashion, dan pemasaran produk intens. Madonna adalah salah satu superstar pertama video MTV diambil gambar untuk menarik audiens. Dia juga mengajak penonton gay dan lesbian, serta khalayak feminis dan akademis, seperti video-nya semakin kompleks dan politis. Popularitas Madonna merupakan kesempatan besar dari fungsi strategi pemasaran dan produksi video musik ditujukan untuk pemirsa yang beragam. Untuk mengkonseptualisasikan makna dan efek dalam musiknya, film-film, konser, dan hubungan masyarakat stunts mengharuskan bahwa artefak itu ditafsirkan dalam konteks produksi mereka dan resepsi, yang melibatkan diskusi dari MTV, industri musik, konser, pemasaran, dan produksi gambar. Memahami popularitas Madonna juga membutuhkan fokus pada khalayak. Namun menilai pengaruh politik dan Madonna juga memerlukan analisis tentang bagaimana pekerjaannya hanya mungkin mereproduksi budaya konsumen yang mendefinisikan identitas dalam hal gambar dan konsumsi. Ini akan membuat sebuah proyek yang menarik untuk mempelajari bagaimana mantan
fans Madonna melihat evolusi dan
reinkarnasi terbaru superstar,.
‘13
7
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Studi Budaya merupakan bagian dari pedagogi media kritis yang memungkinkan individu untuk melawan manipulasi media dan meningkatkan kebebasan dan individualitas. Hal ini dapat memberdayakan masyarakat untuk mendapatkan kedaulatan atas budaya mereka dan berjuang untuk budaya alternatif dan perubahan politik. Mengenali Ideologi Secara Sederhana Diambil dari Teori Marxist tentang masyarakat berdasar konflik kelas, konsep ideologi selalu menjadi alat kunci analisis dalam pelajaran kebudayaan. Saat ini, cultural studies mengembangkan kembali ideologi dalam syarat-syarat wacana. Dalam bahasa saya yang lebih sederhana, ideologi adalah tentang ide-ide yang dimiliki secara umum oleh kelompok-kelompok sosial dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ini juga memberi kesan bahwa ide-ide tersebut diorganisasikan dengan cara-cara tertentu. Ideologi merupakan ide-ide logis yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok yang memegang ideologi yang beragam tersebut merasa dan memahami dunia dalam suatu cara yang konsisten secara relatif. Ideologi adalah proses perwakilan bahan relasi sosial dan usaha untuk meyatakannya dalam wacana. Proses perwakilan tersebut melalui pembentukan tanda-tanda yang tampak jelas dan umum yang merupakan bagian dari struktur sosial (kelompok dan institusi). Untuk memperjelas mekanisme pengoperasian teks dan konteks sosial, sebagai contoh antara lain: ideologi dalam media cetak. Media cetak cenderung menginterpretasikan kejadian-kejadian di dunia seperti pengambilan keputusan, aksi kelompok, dsb dengan terpusat pada otoritas pria. Wacana maupun produksi kalimat yang dihasilkan selalu menekankan pada berperannya otoritas pria. Dari sini dapat dilihat bahwa media cetak menggunakan ideologi patriarki. Pembaca secara tidak langsung diposisikan untuk menerima dan mendukung wacana dari institusi media tersebut. Melalui ideologi, individu dan kelompok-kelompok masyarakat menyatakan dan merespon nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Ideologi mempengaruhi kelompok-kelompok sosial baik dari dalam maupun dari luar. Ideologi selalu memuaskan kepentingan, mengajukan kebutuhan, aspirasi serta nafsu dari salah satu kelompok dan memposisikan kelompok lain sebagai pihak yang tergantung pada kelompok yang satu.
‘13
8
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Ideologi adalah suatu tanda logis yang penuh kekuatan dari cara-cara masyarakat dalam berperilaku dan memformulasikan kepercayaan-kepercayaan. Ideologi memiliki kekuatan untuk membentuk atau mengkonstruksi suatu konteks sosial dalam masyarakat melalui interaksi antara pengirim dan penerima teks. kaitan ideologi dan hegemoni Hegemoni adalah proses sosial dari konsensus di mana kekuatan relasi yang ada mengikuti kepemimpinan kebudayaan dari kelompok yang dominan. Ideologi merupakan
hegemoni
ketika
penerimaan ideologi
tersebut
tersebar
luas,
menyediakan struktur-struktur pemaknaan bagi banyak kelompok dan institusi. Contohnya, stasiun televisi sekarang banyak memproduksi suatu ideologi hegemoni tentang individualisme dalam kelas masyarakat. Dalam memproduksi hal tersebut, institusi media memposisikan dirinya bersama kelompok yang dominan dan kelas masyarakat yang memiliki kuasa untuk memimpin. Wacana yang disajikan oleh media tersebut mendorong masyarakat dari kelas sosialnya masing-masing untuk berhasrat mengikuti gaya hidup masyarakat dari kelompok yang dominan seperti apa yang disajikan melalui wacana media. Ideologi bertujuan agar masyarakat dari semua kelompok dan kelas sosial dikuasai oleh prinsip-prinsip dan pemikiran umum. Sedangkan ideologi itu sendiri merupakan produk dari wacana-wacana institusi yang melayani kepentingan dari kelompok yang dominan. Ini berarti ideologi bertujuan agar kepentingan dari semua kelompok adalah sesuai atau sama dengan kepentingan dari kelompok yang dominan. Dengan demikian, kontradiksi dan konflik sering terjadi karena kepentingan dari tiap kelompok adalah tidak sama. Lalu bagaimana ideologi diejahwantahkan ? tentunya melalui teks. Ingat ideologi berproses secara subtle (=lembut) dan anda tidak akan menyadarinya !
‘13
9
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka Arifin, Eva. 2010. Broadcasting: To Be Broadcaster. Yogyakarta: Graha Ilmu. Baudrillard, Jean. Masyarakat Konsumsi. 2011. Bantul : Kreasi Wacana. Quart, Alissa. Belanja Sampai Mati. 2008. Yogyakarta : Resist Book. Suyanto,
Dr. Bagong. Sosiologi Ekonomi, Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. 2013. Surabaya : Prenada Media Groupa Cipta. Piliang, Yasraf Amir, Hiper-realitas Kebudayaan. 1999. Yogyakarta : LKIS lubiyana khalida, Eksposur Media Massa Televisi Dan Internet Sebagai Stimulant Perilaku Konsumsi Jurnal Sosial Dan Politik, Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Airlangga Mulyana, Dedi, Idi Subandi Ibrahim. 1997. Bercinta dengan Televisi. Bandung: Remaja Rosda Karya. http://www.esaunggul.ac.id/article/budaya-populer-dan-realitas-media/ http://communicationsphere.blogspot.co.id/2010/10/cultural-studies-identitas-danpolitik.html https://yolagani.wordpress.com/2007/10/27/mengenali-ideologi-secara-sederhana/
‘13
10
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id