MODUL PERKULIAHAN
MEDIA & CULTURAL STUDIES FEMINSIME DAN GENDER DALAM PERSPEKTIF MEDIA & CULTURAL STUDIES
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Penyiaran
Tatap Muka
08
Kode MK
Disusun Oleh
MK
A. Sulhardi, S. Sos, M,Si
Abstract
Kompetensi
Feminisme dan gender sering dianggap sebagai pendatang yang terlambat dalam wilayah kajian cultural studies yang telah memaksakan semacam negosiasi ataupun pemetaan ulang. Bila kita berangkat dari perspektif feminisme—alih-alih cultural studies—kisah yang sangat berbeda dari yang sebelumnya akan terungkap. Teori feminis awal hadir sebagai teori penindasan gender dalam budaya. Maka dari itu, sejak dimulai oleh ‘induk’ dari teori feminis, kemudian berlanjut pada eksplorasi Gerakan Pembebasan Perempuan, kita dapat membangun kisah alternatif yang menekankan peran para feminis awal dalam mengonstruksikan konsep cultural studies feminis, serta mentransformasikan pandangan kita tentang ‘hubungan yang belum terdamaikan’ antara feminisme dan cultural studies.
Mengembangkan pemahaman terhadap kajian femisme melalui perspektif cultural studies.
FEMINISME & GENDER DALAM KAJIAN BUDAYA & MEDIA Istilah
feminisme
berasal
dari
kata
Latin “femina” yang
berarti
memiliki
sifat keperempuanan. Tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya, feminisme tidak berasal dari sebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Maka dari itu, tidak ada abstraksi definisi secara spesifik atas pengaplikasian feminisme yang disepakati kalangan pemikir pada umumnya dan kaum feminis pada khususnya. Hingga saa tini, istilah feminisme telah menimbulkan beragam interpretasi, antara lain sebagai sebuah ideologi, gerakan, dapat juga sebuah aliran pemikiran (filsafat) atau bahkan teori pembagian kelas dalam masyarakat. Namun berdasarkan latar belakang kemunculannya, feminisme lebih umum diartikan sebagai sebuah gerakan sosial . Dalam ensiklopedia feminism yang buku aslinya berjudul “Dictionary of Feminist Theories ditulis oleh Maggie Hum mencantumkan “SEX” yang secara langsung diterjemahkan sebagai “jenis kelamin”. Teori feminis mendefinisikan jenis kelamin hanya sebagai kondisi seseorang apakah dia secara anatomi laki – laki atau perempuan. Sementara seksualitas diterangkan sebagai “ proses sosial yang menciptakan, mengorgananisir, dan mengekspresikan serta mengarahkan hasrat” Feminism percaya bahwa bentuk – bentuk seksualitas bukanlah sesuatu yang inheren dalam diri perempuan melainkan merefleksikan institusi politik
dan budaya yang
mempengaruhi kondisi kehidupan dan kesadaran individu. (Prabasmoro,2007) Setiap mahzab feminis memiliki perspektif yang berbeda mengenai hakekat ketidakadilan dan penindasan terhadap wanita. Masing-masing mahzab memiliki pendekatan dan strategi yang beragam pula dalam mengeliminasi ketidakadilan gender ini. Variasi pemikiran ini selain merefleksikan bagaimana feminisme berusaha meres pon terhadap kritik yang dilontarkan setiap mahzab satu sama lain, juga menunjukan bahwa feminisme merupakan sebuah paradigma yang cair, responsif, dan dogmatis. Berikut ini beberapa aliran dalam feminism
‘13
2
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Feminisme Liberal Dasar Pemikiran Pengertian umumLiberalisme melihat bahwa hakekat manusia terletak pada kesadaran, keunikan pada setiap individu dan untuk menjadi bebas manusia harus menggunakan rasio karena rasionalitas sangat penting untuk mencapai kebebasan. Penalaran rasio penting unutk mengerti prinsip-prinsip moralitas yang dapat menjamin otonomi manusia dan menjadi bebas.Feminisme Liberal Beberapa tokoh feminis liberal menekankan kesamaan paa kesempatan pendidikan (Wollstonecraft). Dan juga mementingkan terpuaskannya pleasure dan happiness (Mill dan Taylor) Perempuan juga harus sadar sebagai mahluk rasional yang mempunyai hak sipil, ekonomi, benefit dari publik, seperti jaminan sosial, dan sebagainya (Mill) Feminis liberal setuju akan negara kesejahteraan dimana kekuasaan negara dibatasi. Kritik Ada beberapa kesalahan dalam feminisme liberal dimana mereka salah mengemukakan tentang hak individual yang terlalu ideal dan terlalu komit karena selama ini tidka ada masyarakat yang benar-benar bebaas.Asumsi yang diugkapkan feminisme liberal adalah perempuan bisa menjadi seperti laki-laki asalkan mereka menset pikirannya, dan mereka mengatakan bahwa banyak perempuan yang ingin menjadi seperti laki-lali dan juga semua perempuan harus mempunyai keinginan menjadi sepertilaki-laki terutama dalam menganut nilai kelaki-lakiannya. Kritik lainnya adalah perempuan tidak hidupa hanya dengan rasio dan otonomi semata, hal ini terjadi karena perempuan ingin sekali mengadopsi nilai-nilai laki-laki terrutama mengenai konsep diri laki-laki. Feminisme liberal terlalu rasis karean hanya mewakili kulit putih, berkelas artinya hanya mencakup perempuan dari kelas menengah dan heteroseksual Feminisme Radical Dasar Pemikiran Menurut feminisme radikal pemisahan antara sektor publik dan sektor private harus dipisahkan.Menurut aliran ini perempuan secara historis kelompok yang tertindas, bentuk ketertindasan perempuan yang paling luas dan mendalam dari bentuk ‘13
3
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
ketertindasan yang ada. Penindasan terhadap perempuan hal yang paling sulit dan tidak mudah untuk dihilangkan tidak seperti penindasan lain. Penidasan terhadap perempuan menyebabkan secara kuantitatif dan kualitatif penderitaan yang paling hebat dan seringkali penindasan ini tidak terungkap karena dilakukan secara sembunyi (domestic violence). Dan Pemahaman terhadap penindasan perempuan dapat memberikan konsep atau pengertian konsep terhadap bentuk penindasan lain, dengan kata lain dengan memahami penindasan terhadap perempuan maka dapat dengan mudah memahami bentuk penindasan lain. Menurut aliran ini penindasan dapat dihilangkan dengan cara menentang masyarakat
patriarkis.
Persoalan
penindasan
perempuan
didasarkan
atas
hubungan kekuasaan dimana ada kecenderungan laki-laki untuk mengkontrol perempuan. Kegiatan laki-laki dilegitimasi oleh institusi masyarakat yang patriarkis. Kritik Hal yang paling penting adalah dalam feminisme radikal ditekankan sekali tentang laki-laki menindas dan perempuan yang tidak bersalah, mereka terjebak pada esensi dari realitas yang akhirnya mengakibatkan analisa mereka mengalami kebuntutan dan secara politik mereka berbahaya.Mereka juga terlalu menganggap tidak positif terhadap hubungan sex yang heteroseksual karena perempuan lebih banyak dieksploitasi, padahal hubungan ini seharusnya dipelihara dan kedua pihak sesungguhnya hanya ingin mencari kesenangan.
Marxist and Socialist Feminism Dasar Pemikiran Konsep dasar dari feminisme marxis dan sosialis didasarkan pada teori Marx, yang memandang bahwa manusia baru bermakna apabila mereka melakukan kegiatan berproduksi, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia lewat berproduksi mnciptakan masyarakat yang kemudian menciptakan atau membentuk mereka.Dari sudut pandang teori ekonomi dipandang bahwa sistem kapitalisme hanya mendasarkan hubungan pertukaran hubngan dan pertukaran kekuasaan yang nantinya mengharapkan surplus value dari hubungan employer dan employee. Sehingga manusia tidak memiliki kebebasan untuk memilih sebab mereka sebagai pekerja yang tertindas. Dari sudut pandang sosial memnunculkan kesadaran kelas yang dikarenakan trjadinya alienasi baik terhadap produk, terhadap dirinya, terhadap masyarakat dan alam sekitarnya.
‘13
4
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Dari sudut pandang politik dilihat adanya perjuangan kelas dan kesatuan para pekerja. Feminisme Marxis Melihat bahwa keberadaan secara sosial menentukan kesadaran, dan penindasan terhadap perempuan adalah hasil dari produk struktur politik, sosial dan ekonomi. Jadi penekanan pada feminisme marxis lebih pada persoalan kelas (Marx dan Engels) Femiisme Sosialis Penekanannya lebih pada persoalan keterkaitan kapitalisme dalam menumbuhkan patriarki (Habermas, Althusser) Kritik Mereka dalam melihat keluarga adalah laki-laki disektor publik dan perempuan disektor privat dan ini pembagian yang terjadi didalam sistem kapitalis, padahal dalam keluarga tidak sesederhana itu karena didalam keluarga masih merupakan satu-satunya tempat dimana manusia dapat menemukan cinta, keamanan, dan kenyamanan, dan keluarga bukanlah hanya melulu merupakan alat produksi dan hanya melulu membicarakan keuangan semata tetapi juga mereka masih membahas tentang hal-hal penting lainnya yang menyangkut keluarga.Kritk keda yang menyangkut feminisme sosialis adalah cara mereka memandang bahwa feminisme ini
terlalu
sedikit
membicarakan
penindasan
laki-laki
terhadap
perempuan, hal ini dikemukakan oleh feminisme marxis. Feminisme soslialis lebih memperhatikan penindasan utama adalah pada perempuan sebagai pekerja dan juga perempuan sebagai perempuan. Multicultural Feminisme Dasar Pemikiran Multicultural FeminismPada intinya feminisme aliran ini menekankan pada penghargaan terhadap perbedaan nilai dan prinsip pada setiap kelompok dan mereka menyambut baik terhadap pemikiran budaya multikulturalisme.Perlawanan terhadap seksisme harus menjadi prioritas dan isme-isme yang lain seperti rasisme dan lain sebagainya Untuk mengatasi ketertindasan perempuan bukan dengan cara mengambil satu bagian dan menganggap bahwa bagian tersebut telah menjelaskan seluruh persoalan ketertindasan perempuan, tetapi harus dilihat sebagai suatu keseluruhan
‘13
5
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
yang memungkinkan kita untuk bergerak bebas dalam menganalisa dan tidak tersempitkan oleh hanya satu pandangan apalagi dibatasi oleh definisi tertentu. Global Feminism Fokus feminisme aliran ini adalah penindasan dunia pertama karean kebijaksanaan nasional yang mengakibatkan penindasan perempuan di dunia ke tiga. Merekalebih menekankan pada isu kolonialisme, ketimpangan keijakan dunia pertama juga masalah politik dan ekonomi. Mereka sepakat bahwa penindasan politik dan ekonomi lebih diperhatikan. Mereka melihat adanya perbedaan cara pandang anatar feminis dunia pertama dengan dunia ke tiga. Tesis mereka adalah setiap perempuan berbeda, setiap komunitas dimana perempuan itu berada juga berbeda. Penindasan yang terjadi pada perempuan mempunyai keunikan dan kondisi yang berbeda. Feminisme postmodern Dasar Pemikiran Penekanannya pada textdimana realitas adalah text/ intertextual baik yang berbentuk lisan, tulisan dan image,, sehingga yang menjadi perhatian dari aliran feminisme postmodern adalah mereka mengkritik bahwa adanya cara berfikir lakilaki yang diproduksi melalui bahasa laki-laki.Penalaran yang mereka terapkan hanya pada investigasi bahasa. Mereka juga menolak cara berfikir feminis yang fanatik/ tradisional. Dan mereka juga menekankan intrepretasi yang plural dalam kajian perempuan. Feminisme ini dipengaruhi oleh filusuf Perancis, Eksistensialis, Psikoanalisa, Dekonstruksi. Mereka mengatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan harus diterima dan dipelihara. Mereka berusaha membongkar narasi-narasi besar, realitas, konsep kebenaran dan bahasa Mereka menganggap bahwa tiasp masyarakat diatur oleh suatu seri tanda, peranan dan ritual yang saling berhubungan yang disebut aturan simbolik dan internalisasi aturan simbolik dihasilkan lewat bahasa sehingga semakin banyak aturan simbolik masyarakat yang diterima oleh seorang anak semakin tertanam didalam alam bawah sadarnya. Dalam pembongkaran tidak dapat dihancurkan total tetapi bisa diperlemah dengan melakukan pembongkaran tersebut dengan melakukan interpretasi alternatif.
‘13
6
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Ada beberapa langkah yang ditawarkan untuk menstrukturkan pengalaman perempuan dalam dunia laki-laki, yaitu : perempuan dapat membentuk bahasanya sendiri, perempuan dapat membuatseksualitasnya sendiri, dan ada usaha untuk menyimpulkan dirinya sendiri (Undo diskursus phallosentris) Kritik Beberapa kritik menolak untuk menjadikan feminisme postmodern sebagai feminisme untuk akademisi, hal ini menunjukkan bahwa ada gerakan untuk menghapuskan feminisme postmodern sebagai epikurus kontemporer.Feminisme postmodern selalu menempatkan diri di sisi yang salah seperti dalam perdebatan kesamaan dan perbedaan hak antara perempuan dan laki-laki, juga tentang anti esensialisme dan esensialisme. Hal ini terjadi karena mereka selalu melihat realitas hanya sebatas text dan terkadang bisa terjadi perempuan yang tidak feminin dan laki-laki yang tidak maskulin. Semua itu terjadi karena semangat mereka mengadakan pembongkaran dan keberagaman (pluralisme) Global Feminisme Fokus feminisme aliran ini adalah penindasan dunia pertama karean kebijaksanaan nasional yang mengakibatkan penindasan perempuan di dunia ke tiga. Merekalebih menekankan pada isu kolonialisme, ketimpangan keijakan dunia pertama juga masalah politik dan ekonomi. Mereka sepakat bahwa penindasan politik dan ekonomi lebih diperhatikan. Mereka melihat adanya perbedaan cara pandang anatar feminis dunia pertama dengan dunia ke tiga. Tesis mereka adalah setiap perempuan berbeda, setiap komunitas dimana perempuan itu berada juga berbeda. Penindasan yang terjadi pada perempuan mempunyai keunikan dan kondisi yang berbeda.
Feminisme dan media perempuan telah menjadi bagian industry hiburan yang sulit dipungkiri oleh lembaga manapun yang berjuang tentang penyelamatan gender dari sekedar komoditas. Sosok Perempuan merupakan subjek manusia yang sering dihadirkan sebagai objek oleh media massa, baik itu surat kabar, majalah, televisi, film dan iklan. Perempuan ada dan kemudian dijadikan komoditas oleh media yang berdiri dengan basis ideologi dibalik proses representasi tersebut. Konstruksi sosial dan budaya yang mengkristal sejak lama menjadi ideologi yang bias gender, karena
‘13
7
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
memposisikan perempuan berada dibawah laki-laki. Bias gender tersebut muncul berbarengan dengan ideologi kapitalis dan budaya patriakhi yang kini banyak mewarnai
media
dan
secara
sadar
atau
tidak
sadar
media
kemudian
mensosialisasikan pada publiknya. Ini lah kemudian menjadikan media mempunyai andil yang besar dalam mempertegas persoalan ketidakadilan gender. Menurut pendapat para feminis, pelecehan seksual bukanlah perkara semata – mata perkara seks, melainkan perkara kekuasaan. Ada yang berkuasa oleh karena itu ia dapat melakukan pelecehan. Dalam kajian budaya feminis seperti ditulis oleh Aquarini
Priyatna
Prabasmoro
dalam
bukunya
Kajian
Budaya
Feminis,
Tubuh,Sastra dan Budaya Pop, SEKS dan SEKSUALITAS adalah suatu konstruksi, maka SEKS dan SEKSUALITAS bukanlah wacana mengenai tubuh dan keinginan, atau kebutuhan biologis semata, melainkan juga merupakan wacana kekuasaan. Berbicara mengenai perempuan, perempuan dikonstruksi harus tampil dengan menonjolkan daya tarik seksual, harus bersedia mengalami pelecehan seksual dan harus memaklumi prilaku agresif laki-laki, hal ini jelas tampak pada pemberitaan, sinetron-sinetron dan acara-acara lainnya. Perempuan dan media massa memiliki kaitan yang erat dan saling melengkapi. Perempuan dan media massa ibarat dua sisi
mata yang yang
tidak
dapat dipisahkan. Perempuan
banyak
yang
memanfaatkan jasa media massa untuk meningkatkan popularitasnya, sebaliknya media massa memerlukan sebuah nuansa khas dari seorang perempuan, mulai dari sisi keberhasilan karier dan jabatannya, ketegaran menyikapi sebuah persoalan besar, kenekadannya dalam melakukan sesuatu dan keberaniannya untuk memperlihatkan auratnya. Perempuan memiliki daya pikat tersendiri yang membuatnya menarik. Mungkin itu yang menjadi alasan mengapa segala sesuatu di media mana pun selalu dikaitkan dengan sosok perempuan. Mulai dari sinetron, film, iklan, cover CD (compact disk) atau apa pun itu selalu menempatkan wanita sebagai daya tarik pertama.Saat ini perempuan boleh dengan bebas mengekspresikan ide, kreasi, dan kemampuannya. Namun disadari atau tidak, perempuan kembali ditindas dan dieksploitasi oleh budaya.
‘13
8
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
GENDER Gender merupakan kategorisasi yang memisahkan laki-laki dan perempuan atas dasar asumsi-asumsi prilaku, nilai , sikap, dan kepercayaan. Yang kemudian dikontraskan dengan seks yang lebih mengacu pada pembedaan biologis. Asumsi gender didasarkan atas ideologi sedangkan pembedaan seksual didasarkan atas genitalia (biologis). Peran gender dapat dipahami
salah
satunya
dari
media,
yang
merepresentasikan perempuan dan pembentukan stereotipe mengenai peran berdasarkan jenis kelamin.
Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu kewaktu serta berbeda tempat, maupun kelas yang berbeda itulah yang dikenal dengan konsep gender. Gender sebagai suatu konstruksi sosial, yang melahirkan suatu perbedaan, lahir melalui proses panjang. Proses-proses penguatan perbedaan gender tersebut, termasuk diadalamnya proses sosialisasi, kebudayaan, keagamaan dan kekuasaan negara. Proses ini terjadi akibat bias gender yang esensial yang bersifat nature. Selanjutnya gender mewariskan konsep pemikiran tentang wacana seharusnya laki-laki dan perempuan berpikir dan bertindak yang diwariskan dari generasi ke generasi untuk pembenaran terhadap perbedaan peran sosial antara laki-laki dan perempuan hanya karena perbedaan jenis kelaminnya (Hariyanto, 2009). Dalam kajian cultural studies, seks dan gender dilihat sebagai konstruksi-konstruksi sosial yang secara intrinsik terimplikasi dalam persoalan-persoalan representasi. Seks dan gender lebih merupakan persoalan kultural ketimbang alam. Meski ada juga pemikiran feminis yang menekankan pada perbedaan esensial antara laki-laki dan perempuan, kajian budaya cenderung mengeksplorasi gagasan tentang karakter identitas seksual yang spesifik secara historis, tidak stabil, plastis dan bisa berubah. Tapi bukan berarti kita bisa dengan gampang membuang identitas seksual kita dan menggantinya dengan yang lain, karena meskipun seks adalah suatu konstruksi sosial, ia adalah konstruksi sosial yang mengkonstitusi kita melalui tekanan-tekanan kekuasaan dan identifikasi-identifikasi dalam psikis kita. Dengan kata lain, konstruksi sosial adalah sesuatu yang diregulasi dan memiliki konsekuensi.
‘13
9
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
MEDIA dalam Perspektif Gender Membahas media dari segi institusi juga akan menampakkan bahwa media menganut atau bersifat patriakhi. Seringkali terjadi ketimpangan-ketimpangan gender karena terdapatkan nilai-nilai kapitalis dan nilai partiakhi yang saling menguntungkan. Budaya Media (media culture) seperti yang dituturkan oleh Douglas Kellner menunjuk pada suatu keadaan yang menampilkan audio visual atau tontonan-tontonannya telah membantu merangkai kehidupan sehari-hari, membantu proyek-proyek hiburan, membentuk opini publik dan prilaku sosial, bahkan memberikan suplai materi untuk membentuk identitas seseorang (Kellner, 1996) . Media cetak, radio, televisi , internet dan bentuk-bentuk akhir teknologi media lainnya telah menyediakan defenisi untuk menjadi laki-laki atau perempuan dan membedakan status-status seseorang berdasarkan kelas, ras, maupun seks (Hartiningsih, 5 Agustus 2003). Piliang (dalam Ibrahim dan Suranto, 1998:xvi) melihat media massa sebagai arena “perjuangan tanda” . Media adalah arena perebutan posisi, tepatnya antara posisi memandang aktif dan posisi yang diapandang pasif. Yang diperebutkan adalah tanda yang mencerminkan citra tertentu. Satu pandangan yang sangat dekat dengan isu perempuan adalah male gaze, Laura Mulvey (1990).
Mulvey juga menjelaskan konsep male gaze dalam industri
sinematografi, yang menurutnya terlalu menggunakan pandangan laki-laki. Perempuan sendiri tidak diposisikan sebagai subjek yang punya kuasa atas dirinya sendiri melainkan sebagai obyek male gaze. Mata sebuah kamera pun diibaratkan sebagai mata seorang laki-laki sehingga tampilan perempuan didalam media cenderung tunduk pada kontrol tatapan mata laki-laki. Pesan yang ada pun dipengaruhi oleh laki-laki yang kemudian disampaikan kepada penonton laki-laki juga, sementara perempuan hanya menjadi tontonan.
‘13
10
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka https://ahlikomunikasi.wordpress.com/2014/05/04/gender-dalam-prespektif-budayadan-media-by-ir-mustika-ranto-gulo-m-ikom/ Barker, C. (2004). Cultural Studies : Teori & Praktek. Yokyakarta: Kreasi wacana. Hariyanto. (2009). Gender dalam Konstruksi Media. Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol.3 No.2 Juli-Desember 2009 pp.167-183. Hartiningsih, M. (5 Agustus 2003). Gender dan Media Massa. Jakarta. Hollows, J. (2010). Feminisme, Femininitas dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra. Ibrahim, I. S., & Suranto, h. (1998). Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam ruang publik Orde Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kellner, D. (1996). Media Culture : Cultural Studies, Identity and Politics between the modern and Post Modern. USA : Westvie Press. Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2011). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Annastasia, Melliana. 2006. Menjelajah Tubuh dan Mitos Kecantikan, Jogjakarta : Lkis Prabasmoro, Aquarini. 2007. Kajian Budaya Feminis, Tubuh, Sastra dan Budaya Pop. Jogjakarta: Jalasutra.
‘13
11
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id