MODUL PERKULIAHAN
MEDIA & CULTURAL STUDIES HYPER REALITAS MEDIA & REALITAS GAYA HIDUP
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Penyiaran
Tatap Muka
03
Abstract
Kode MK
Disusun Oleh
MK
A. Sulhardi, S. Sos, M,Si
Kompetensi
Industri media khususnya televisi telah memberikan Mengembangkan pemahaman banyak pengaruh pada manusia, Televisi mampu mahasiswa tentang efek media terhadap perubahan gaya hidup menggiring alam pikiran manusia hingga pada masyarakat. akhirnya bisa merubah pola hidup, baik yang positif dan negatif di tengah-tengah kehidupan manusia.
Hyper Realitas Tayangan Media dan Realitas Gaya Hidup Industri media khususnya televisi telah memberikan banyak pengaruh pada manusia, Televisi mampu menggiring alam pikiran manusia hingga pada akhirnya bisa merubah pola hidup, baik yang positif dan negatif di tengah-tengah kehidupan manusia. Segala macam apa yang ditayangkan televisi akan berdampak pada psikologi manusia yang mempunyai kecenderungan untuk meniru apa saja dari pengalaman mereka lihat, dan korbannyapun tanpa pandang bulu dibuatnya, siapapun sasarannya entah anak-anak, remaja, eksekutif muda ataupun orang tua sekalipun, semua bisa terjebak dalam ikatannya. Jika tidak ada pengontrolan yang terarah terhadap sepak terjang televisi dari pihak berwenang di negeri ini, maka kekhawatiran dari banyak pihak akan dampak dari penayangan program acara hasil ciptaan ala kadarnya itu pada masyarakat luas. “Berbagai macam realitas sosial tersebut telah menimbulkan sejumlah pandangan optimistik dan pesimistik di kalangan para ahli media dalam menanggapi tentang pengaruh media di dalam masyarakat“ (Ahmad Zainal Abar, 1997). Pandangan ini melahirkan asumsi bahwa pengaruh tayangan dari industri media televisi akan mempunyai dampak sisi negatif dan sisi positifnya, namun sebagai manusia yang beradab tentunya fungsi pengontrolan itu setidaknya menurunkan sisi negatifnya seminimal mungkin. Tanpa terasa dampak tayangan dari televisi kini sudah mulai nampak di hadapan kita, bahkan tidak hanya nampak saja, akan tetapi sudah merasuk secara dalam dan menyatu dengan diri kita. Betapa tidak kalau kita amati mutu program dari beberapa stasiun televisi, belakangan ini konsep program acara yang dibuatnya terkesan kurang mendidik, sehingga menimbulkan pengaruh yang cukup besar terutama pada kalangan remaja dan anak-anak. Ditemukannya suatu fakta dewasa ini telah banyak perubahan pola hidup masyarakat yang semakin meningkat intensitasnya ke arah konsumtif, glamour, kehidupan seks bebas, telah tumbuh subur di lingkungan remaja perkotaan, bahkan kini telah mengepidemi sampai ke pelosok pedesaan melalui penyebarannya dengan bantuan jaringan media dan teknologi satelit komunikasi. Dari realitas kehidupan tersebut, apa yang mereka terapkan dalam perilakunya itu adalah hasil dari peniruan para artis yang menjadi idolanya, sering muncul di layar kaca lewat acara infotainment. Melalui tayangan inilah para artis mengumbar perilaku
‘13
2
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
seronok dalam pola hidupnya dan pembicaraan dangkal pemikiran, di mana cara ngomongnya seenak udele dewe… tanpa ada tata krama atau “rasa malu” dalam bergaul. Penguraian materi tayangan hanyalah berkisar pada perselingkuhan, perceraian, intimidasi, dan anehnya pemberitaan itu dianggap oleh pengelolah media ataupun artisnya merupakan hal yang biasa di kalangan artis… , dasar muka gedhek…!!!, mungkin mereka terlalu banyak makan rebung tiap hari… , hingga mukanya tebal malu !!!. Gilanya lagi adalah sistem penyiarannya menguasai jam penayangan tiap hari mulai dari pagi, siang, sore, petang dan malam hari. Demikian juga tayangan iklan dengan berbagai macam produk kebutuhan mulai dari kebutuhan primer demi kelangsungan hidup sehari-hari sampai dengan kebutuhan mewah demi naiknya identitas diri di mata masyarakat, telah membayang-bayangi dan mencuci otak kita, agar kita ikut larut di dalamnya dan berakhir dengan tindakan untuk membeli dari produk tersebut. Tiap hari dan tiap menit mata kita disuguhi oleh illustrasi dalam kemasan produk yang diiklankan lewat layar kaca itu dan tanpa sadar kita telah terbius oleh rayuan, bujukan serta tipuan yang menggoda pikiran kita untuk membelinya. Perilaku para artis tidak jarang sebagai pemicu tentang tumbuhnya trend center pola hidup di masyarakat. Tayangan-tayangan seperti iklan, gaya hidup dan model pakaian yang dikenakan oleh artis di dalam sinetron, film, iklan yang dibintangi oleh tokoh idola masyarakat, liputan acara kuliner, travelling, fashion Dari tayangan-tayangan yang ada di televisi tersebut, tayangan yang paling sering mempengaruhi perilaku konsumsi atau membeli bagi masyarakat adalah iklan-iklan yang ada di televisi. Menurut masyarakat,tayangan iklan yang ada di televisi ditampilkan atau divisualisasikan secara unik, berlebihan dan nyata dengan kalimat yang sangat persuasif. Sehingga membuat masyarakat penasaran atau tertarik untuk mencoba atau membeli produk dari iklan tersebut. Media dan Hyper realitas Gaya Hidup Seperti kata Baudrillard, masyarakat yang keinginan dan kebutuhannya banyak dikendalikan dan dibentuk tawaran iklan dan ilusi-ilusi yang yang diciptakan kekuatan industri budaya, niscaya akan makin terjerumus ke dalam perilaku konsumsi yang boros dan berlebihan. Selain dunia iklan, tayangan mengenai liputan acara fashion, kuliner, ataupun travelling juga sering mempengaruhi masyarakat untuk melakukan perilaku konsumsinya.
‘13
3
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Di dalam liputan acara tersebut selalu menayangkan trend apa yang sedang happening pada saat itu, seperti trend mengenai model pakaian, warana atau motif pakaian, aksesoris yang lucu, model sepatu dan tas yang unik, trend sebuah makanan dan tempat-empat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Seperti sebuah keharusan untuk mengikuti apa yang ditayangkan di televisi karena apa yang ada di televisi tersebut mereka anggap sebagai sesuatu yang sedang happening dan layak untuk diikuti. Gaya pakaian yang dikenakan artis saat tampil di suatu sinetron, saat manggung atau hadir di acara talkshow juga dapat memepengaruhi masyarakat untuk meniru atau gaya berpakaian dari artis tersebut. Pakaian atau model baju yang dikenakan oleh artis-artis tersebut yaitu model pakaian terkini yang lagi trend di kalangan remaja atau meniru untuk memiliki barang yang sama yang dipakai oleh artis tersebut Begitu pula dalam media massa elektronik yaitu internet. Saat ini semakin majunya teknologi membuat masyarakat dengan mudah mengakses internet. Pada zaman sekarang ini, apapun bisa didapatkan di dalam internet termasuk urusan berbelanja. Tak heran sekarang ini banyak sekali dijumpai onlineshop yang ada di berbagai media sosial, website khusus dari suatu brand, ataupun katalog online dari sebuah produk/brand. Gambar-gambar atau kalimat-kalimat yang ada di dalam internet yang dapat mempengaruhi minat konsumsi masyarakat sangat beragam saat ini, seperti banyaknya onlineshop yang ada di social media seperti facebook, twitter, instagram, banyaknya blog, website khusus sautu brand,thread khusus jual beli, catalog online, maupun style /barang dan gaya hidup artis atau pengguna intenrnet lainnya dari foto yang diposting di social media. Dari berbagai paparan dalam dunia internet tersebut, yang paling dapat mempengaruhi masyarakat untuk membeli atau mengkonsumsi suatu barang setelah melihat gambar-gamabar yang di internet yaitu adalah melihat produk-produk yang ada dalam online shop di social media dan website khusus suatu brand. Gambar dari produk-produk yang ditampilkan dalam website dan online shop di social media tersebut dikemas secara menarik dan diberikan keterangan lengkap mengenai detail produk tersebut. Sehingga semakin menarik perhatian siapapun yang melihat produk tersebut untuk membelinya. Trend fashion style yang ada di dunia interenet ini juga lebih up to date dibandingkan di toko.Tidak hanya gambar-gambar di online shop yang ada di social media saja yang mampu membuat masyarakat tertarik untuk mebeli apa yang mereka lihat di sana, tetapi gambar-gambar yang diupload oleh artis ataupun
‘13
4
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
teman masyarakat yang ada di social media juga dapat membuat masyarakat tergoda untuk membeli barang yang sama seperti yang digunakan oleh mereka. Salah satu social media yang sekarang sedang trend adalah instagram. Social media tersebut merupakan suatu wadah untuk berbagi foto yang mereka miliki. Di instagram tersebut tak jarang artis mengupload barang yang sedang mereka pakai atau barang yang mereka miliki. Dan suatu trend baru di dunia online shop yaitu endorse. Endorse adalah suatu simbiosis mutualisme yang dilakukan oleh beberapa online shop dengan para artis. Di sini online shop tersebut memberikan produk mereka secara gratis kepada seorang artis dan artis tersebut harus memakai dan menuliskan nama online shop tersebut di akun social media mereka. Dengan cara ini juga cukup banyak masyarakat yang tertarik untuk memiliki suatu barang yang sama dengan yang digunakan oleh artis tersebut. Selain mengenai fashion, artis-artis tersebut juga sering meng-upload foto-foto makanan yang menarik di akun social media mereka. Hal ini menimbulkan kesadaran bagi masyarakat bahwa apa yang artis tersebut gunakan merupaka sesuatu yang up to date atau sedang booming dan layak untuk diikuti. Selain itu pula, tak sedikit juga teman atau kerabata masyarakat yang senang update mengenai lokasi tempat makan atau tempat nongkrong mereka dengan disertai gambar. Sehingga cukup banayak juga masyarakat yang sering terpengaruh melakukan perilaku konsumsinya karena hal tersebut Sehingga saat ini berbagai tayangan yang ada di televisi dan internet, gambar-gambar dan kode-kode iklan yang ada di berbagai media massa seperti televise, internet tidak lagi sekedar menceritakan produknya, tetapi juga merayu masyarakat untuk mengonsumsi. Animasi-animasi telah membuai masyarakat dengan menciptakan tanda yang tidak harus memiliki keterhubungan dengan realitas dasar. Tanda telah dicerabut dari realitas dasar. Proses rekayasa tanda itu disebut simulasi yang pada akhirnya menimbulkan berbagai macam hiperrealitas yang ada di berbagai media massa Perilaku-perilaku konsumsi masyarakat yang mereka lakukan karena terpengaruh dengan apa yang mereka dapatkan atau lihat melalui media massa sangat beragam. Mulai dari intensitas mereka dalam berbelanja, intensitas mengunjungi mall atau pusat perbelanjaan, merek yang mereka pilih dan tempat makan atau nongkrong yang biasa mereka kunjungi. dari paparan atau tayangan yang ada di dalam media
massa
tersebut, maoritas masyarakat menjadi semakin konsumtif dan hedonistic dalam melakukan perilaku konsumsinya.
‘13
5
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Untuk berbelanja memenuhi kebutuhan primernya seperti pakaian, sepatu, tas mereka cenderung ingin tampil untuk mengikuti perkembangan jaman serta merk dari pakaian tersebut. Model pakaian yang sedang up to date yang sering mereka lihat di media massa seperti televise dan internet menjadikan acuan merke untuk tampil trendy mengikuti zaman, Terlebih untuk berbelanja pakaian, masyarakat sering berbelanja pakaian sampai lebih dari 4 kali setiap bulannya untuk mengikuti trend model atau motif fashion apa yang sedang booming dipakai banyak orang dan tentunya oleh artisartis pula. Selain itu dalam memenuhi kebutuhan primer seperti makan, mereka juga lebih konsumtif dengan selalu penasaran ingin mencoba menu makanan baru yang mereka dapat di media massa. Banyaknya pengguna internet di social media yang mengupload gambar foto atau tempat makan yang sedang mereka kunjungi membuat masyarakat menjadi penasaran dengan makanan tersebut. Dalam segi makanan pun juga sekarang ini ada suatu trend sendiri. Seperti beberapa waktu terakhir ini sedang trend masakan jepang yaitu sushi. Dan tak lama setelah itu muncul cake-cake lucu seperti rainbow cake, macaroon, red velvet dll di media massa. Masyarakat yang melihat gambar tersebut melalui aku social media mereka serasa ingin ikut serta mengikuti suatu trend yang sedang happening. Sehingga mereka menjadi lebih konsumtif dengan pengaruh trend-trend yang sedang berlangsung saat itu Di luar kebutuhan primernya yaitu kebutuhan sekunder, seperti nongkrong di café/coffee shop juga sering dilakukan masyarakat setiap minggunya. Pembangunan café, coffee shop, restaurant maupun berbagai tempat makan lainnya juga marak dikembangkan di Surabaya. Sekarang ini banyak kita jumpai tempattempat untuk nongkrong anak mudah di pinggiran jalan maupun mall atau pusat perbelanjaan. Café/coffee shop tenpat makan atau restaurant didesain semenarik dan senyaman mungkin untuk menarik minat remaja untuk nongkrong dan bersantai disana menghabiskan waktunya begitu saja.
Alasan masyarakat melakukan perilaku konsumsinya dalam mebeli barang-barang tersebut karena mengikuti model atau desain dari barang tersebut yang menarik dan sedang happening di media massa. Dengan mengikuti trend suatu fashion yang sedang happening pada saat itu membuat masyarakat merasa lebih keren dalam menjadi seorang remaja. Selain itu pula cukup banyak masyarakat yang sering membeli suatu barang dikarenakan merk dari barang tersebut sehingga dalam memakai barang tersebut mereka akan merasa lebih percaya diri..
‘13
6
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Selain berbelanja barang-barang tersebut, masyarakat juga senang melakukan perilakukosumtif lainnyanya dengan nongkrong di café/coffee shop, makan di restaurant/
fastfood,
menonton
bioskop.
Alasan
mereka
selalu
melakukan
kegiatantersebut adalah karena hal itu memang sedang happening dan banyak dilakukan oleh para remaja lainnya pula. Sehingga mereka juga berasumsi bahwa suatu remaja harus melakukan kegiatan-kegiatan tersebut agar dapat dikatakan keren, gaul dan selalu mengikut perkembangan trend yang ada . Dengan begitu mereka merasa lebih gaul dan dipandang lebih oleh orang-orang Hal inilah yang mengkhawatirkan sebanyak-banyaknya masyarakat meniru secara mentah-mentah tayangan televisi tanpa ada pengkajian secara mendalam, sebab tingkat pemahaman masyarakat sangat heterogen dan banyak mengandung perbedaan serta pemahamannya “Sebanyak-banyaknya mengandung arti kelompok masyarakat yang memiliki tingkat pemahaman dan pengetahuan yang di bawah ratarata”
(Sapardi,
2009).
Dengan kreatifitas tinggi media televisi dalam mevisualisasikan program tayangannya yang dikemas secara menajubkan dalam alur dramatiknya sebuah cerita, telah mampu menghadirkan suatu realitas dunia maya, menjdi suatu realita baru yang seoalah-olah terlihat dalam kehidupan nyata. Itu semua karena peran media, bagaimana sebuah industri media menciptakan produknya dengan merekonstruksi nilai serta maknanya itu sedemikian rupa berdasarkan misi dari ideologi media tersebut hingga masyarakat tak berkutik dibuatnya. “Dibutuhkan cara dan tehnik untuk menyebarkan dan mempromosikan ideologi. Ideologi bisa disebarkan dengan paksaan dan kekuasaan…” (Ellul. 1973: 194). Kenyataan ini menjelaskan bahwa Ideologi yang disebar luaskan lewat tayangan televisi, adalah melalui sistem kekuasaan. Dengan kekuasan media yang ada dalam genggamannya, maka ideologi yang ditanam lewat tayangan tersebut dapat terserap dengan sendirinya bersamaan dengan penangkapan pesan yang dikomunikasikan kepada masyarakat hingga masyarakat menjadi korbannya atas penyerapan dari tayangannya sebagai representatif dari budaya populer yang di bawa oleh televisi tersebut. Bagi Industri media televisi, tentunya sudah tidak asing lagi menciptakan perangkap acara yang di kemas secara menarik lewat beragam program acara dengan pengkonstruksian nilai dan maknanya serta dilancarkan secara terus-menerus dalam setiap serial komoditas, sehingga pemirsa begitu tergila-gilanya mengikuti apa yang disuguhkan oleh industri media televisi yang pengaksesannya bisa dilakukan kapan saja dengan secara gratis itu.
‘13
7
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Hal inilah yang dikemukakan oleh Kaum Marxis “… nilai-nilai yang menguntungkan orang-orang yang menjalankan masyarakat, tentang ide-ide yang berkuasa sepanjang masa merupakan hasil dari ide orang yang berkuasa…” (John Storey, 2003). Berbagai macam gaya hidup telah direkonstruksi sedemikian rupa melalui beragam program acara yang mencerminkan kebohongan publik itu, hingga pada akhirnya dapat menimbulkan suatu kebohongan tersembunyi dan tanpa sadar telah menjadi bagian dari realitas kehidupan yang sebenarnya. Suatu penanaman konsep ideologi ke dalam format acara melalui teks-teks media dan makna-makna yang ada di dalamnya serta praktik-praktik budaya telah melahirkan “kesadaran palsu” di dalam persepsi pemirsa. Pola inilah yang menurut Adorno “… sebagai bentuk keberhasilan konspirasi perkawinan antara kapitalisme dengan budaya popular dalam memanpulasi kesadaran masyarakat dengan kesadaran semu. Bagi Adorno, kebudayaan industri merupakan satu bentuk dehumansasi lewat kebudayaan” (Graeme Burton, 2008). Media Sebagai Agen Budaya Popular Dalam
kenyataannya
media
telah
memfasilitasi
atas
tumbuh
subur
dan
berkembangnya budaya populer di tengah masyarakat. Lihatlah beredarnya majalahmajalah yang ada di masyarakat kita, telah memuat keanekaragaman artikel tentang pola hidup dari bangsa-bangsa barat termasuk memuat foto-foto model pakain dan pernik-pernik penunjang gaya hidup ala kebarat-baratan mulai dari tas, kalung, sepatu, jam tangan, cincin serta benda lainnya yang dapat mengundang perilaku para remaja kita cenderung untuk mengkutinya. Para produsen produkpun menyebarkan perangkap melalui iklan media baik cetak maupun elekstronik dengan gambar dan teks yang telah direkonstruksi itu, sehingga membuat target sasaran yang diincar semakin ketagihan dibuatnya. Pada saat yang bersamaan, produsen dan industri media telah menciptakan ajang pentas kaum remaja putri untuk memperebutkan penobatan “Putri Indonesia”, hingga para remaja putri dari seluruh tanah air ini, berlomba-lomba mengikutinya. Kesuksesan ini membuat produsen-produsen lain ikut latah, mereka dengan ideologi dan kekuasaanya telah menciptakan putri yang mengangkat produknya sebagai upaya dalam menciptakan pencitraan brandnya, hingga muncul “Putri Sabun LUX”, “Putri Sabun GIV”, “Putri Martha Tilar”,”Putri Sunslik” dan tidak menutup kemungkinan lahir lagi “Putri-Putri” Remason, Kecap, sambal dan alat penggorengan. Di sisi kaum priapun tak mau ketinggalan, diciptakanlah ajang untuk mereka misalnya “Pria Idaman”, “Prai Kekar”, “Pria Langsing”, “Pria Kribo” dimasa datang mungkin ada “Pria-Pria” Jangkung, cebol, nyentrik, kusam dan dekil. Produk apapun yang di ‘13
8
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
lahirkan oleh industri media, merupakan suatu penciptaan yang bertujuan untuk menyenangkan masyarakat, meskipun produk tersebut tidak memerlukan daya nalar tinggi, hanya semata-mata pencarian popularitas yang mudah dipahami dan ditiru secara instan olah berbagai kalangan serta hanya pencarian sensasi belaka. Bukan tidak mungkin di balik kedok-kedok semua itu, terselip propaganda atau penyusupan ideologinya pada setiap produk yang di sebarluaskan kepada masyarakat luas, hingga masyarakat yang menjadi targetnya terbius dalam bujukan dan rayuan hingga terjerat dalam jebakan ideologinya. Dalam konteks kepentingan bisnis, keberadaan para artis ini diperlakukan tak lebih dari sekadar instrumen komoditas dalam menjalankan fungsi bisnisnya dan sementara itu konsumen hanyalah sebagai obyek sasaran target yang akan di jadikan acuan dalam menciptakan trend pasar dari produk yang dikomersilkan oleh media itu. Suatu bentuk nyata disekitar kita adalah media massa dalam bentuk televisi telah disinyalir sebagai instrumen yang dianggap paling efektif dalam mengakomodir keberlangsungan untuk menghidupkan budaya populer yang disenangi kalangan remaja itu. Sebagai konsekuensinya maka perlu diupayakanlah penyelipan misi propaganda industri ke dalam tayangan televisi, dengan tujuan untuk mencekoki khalayak lewat berbagai macam program acara ala kadarnya yang telah direkonstruksi nilai serta maknanya itu, hingga masyarakat tergila-gila dibuatnya. Etika dalam penyiaran, seharusnya bertujuan untuk pengontrolan acara agar lebih terarah dan mendidik, kini telah dirongrong dengan keputusan praktis dan pragmatis tanpa argumentasi yang kuat dan jelas, hanya demi kepentingan media itu sendiri. Begitu juga tayangan program acara dengan mevisualisasikan tampilan-tampilan yang awalnya santun seperti tampilan kebaya panjang dengan motif visual batik dan tampilan kesenian daerah yang kental dengan budaya ketimurannya, kini tayangan itu telah dilindas oleh program acara dengan menjual tampilan model celana mini ketat yang cenderung seronok sambil mengumbar pusernya terliihat jelas menari-nari di atas stage. Permainan pentas semacam ”festival” seperti Indonesia Idol, Akademi Fantasi, Kontes Dangdut atau unjuk kempuan khusus, itu semua dilakukan dengan cara instan dan prakmatis, tanpa adanya standarisasi kelayakannya sebuah ajang perlombaaan. Jurijuri yang dihadirkan seharusnya berasal dari kalangan akademis dengan penguasaan bidang ilmu tertentu dan standarisasi kriteria penilaian guna menentukan kelayakan juaranya, kini dicomot seenaknya saja tanpa melihat kualifikasi sebagai layaknya seorang juri.
‘13
9
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Juri
hanyalah
sebagai
tukang-tukang
ngomel
ngalor-ngidul
tanpa
kejelasan
argumentasi dan hanya ngomong semaunya sendiri tanpa ada standarisasi yang menjadi acuannya. Anehnya keputusan juara tadinya ditentukan oleh para juri yang dihadirkan, kini ditentukan oleh rating tertinggi berdasarkan poling SMS belaka. Media khususnya televisi kini terjebak dalam suatu permainan membalikkan strata budaya dan tata nilai serta perilaku masyarakat yang sebenarnya, sehingga perancangan program acara ala kadarnya itu, tidak ada lagi standar acuan kebenaran, karena semuanya hanyalah sekedar menciptakan festival, kemeriahan, kemegahan, sensasi,
‘13
10
spektakuler
dengan
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
permainan
kekaburan
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
nilai
dan
makna.
Daftar Pustaka Arifin, Eva. 2010. Broadcasting: To Be Broadcaster. Yogyakarta: Graha Ilmu. Baudrillard, Jean. Masyarakat Konsumsi. 2011. Bantul : Kreasi Wacana. Quart, Alissa. Belanja Sampai Mati. 2008. Yogyakarta : Resist Book. Suyanto,
Dr. Bagong. Sosiologi Ekonomi, Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. 2013. Surabaya : Prenada Media Groupa Cipta. Piliang, Yasraf Amir, Hiper-realitas Kebudayaan. 1999. Yogyakarta : LKIS lubiyana khalida, Eksposur Media Massa Televisi Dan Internet Sebagai Stimulant Perilaku Konsumsi Jurnal Sosial Dan Politik, Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Airlangga Mulyana, Dedi, Idi Subandi Ibrahim. 1997. Bercinta dengan Televisi. Bandung: Remaja Rosda Karya. http://www.esaunggul.ac.id/article/budaya-populer-dan-realitas-media/
‘13
11
Media & Cultural Studies A. Sulhardi,S.Sos, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id