VOLUME 4, NOMOR 2
JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA
JUNI2008
Matriks Massa Segitiga dan Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw Intan Fatimah Hizbullah" dan Agus Purwanto Laboratorium Fisika Teori dan Filsa/at Alam (LaFTIFA), Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknolog; Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sulwlilo, Surabaya 60111
Intisari Kami analisa bauran neutrino dalam model seesaw melalui segitigaisasi matriks massa umum. Asumsi bahwa matriks massa Dirac dan quark-u serupa memberikan hubungan sederhana antara parameter neutrino dan massa Majorana. Dilakukan perhitungan eksplisit bagi parameter terkait masalah defisit neutrino surya sebagai implikasi dari hirarki massa Majorana. KATA KUNCI: osilasi neutrino, matrik bauran dan model seesaw
L PENDABULUAN
Salah satu perburuan paling menantang di dalam fisika partikel adalah penentuan sifat intrinsik neutrino yaitu massa dan sudut baur (mixing angle) neutrino. Eksperimen-eksperimen SuperKamiokande, K2K, SNO dan KamLAND [1] memberi bukti kuat bahwa neutrino bermassa dan, tidak seperti sektor quark, sudut baurannya besar. Model paling menarik untuk membangkitkan massa keeil neutrino adalah mekanisme seesaw [2] yakni dengan memperkenalkan suku tambahan berupa matriks massa Dirac dan Majorana. Matriks massa Dirac dapat diatasi dengan mengikuti gagasan GUT yang menyatakan bahwa matriks ini serupa dengan sektor quark. Tetapi kita tidak mempunyai pengetahuan tentang matriks massa Majorana baik orde maupun strukturnya. Di dalam artikel ini, struktur umum matriks massa seesaw akan dianalisa, dan tanpa harus kehilangan sifat umumnya kita akan bekerja dengan basis yang mana matriks massa diagonal bagi lepton bermuatan dan Majorana. Di dalam artikel ini diasumsikan bahwa matriks massa Dirac menggunakan analogi dengan matriks massa quark mempunyai nilai eigen hirarkis dan sudut baur kiri keeil. Meskipun demikian, di dalam kasus ini bauran "besar dapat terjadi melalui keterkaitan antara matriks Dirac dan Majorana. Di dalam model seesaw matriks massa neutrino efektif mv diberikan oleh hubungan (I) Seeara umum matriks sembarang dapat didekomposisi menjadi perkalian matriks diagonal dan matriks bi-uniter, Uo dan Vo
Untuk penyederhanaan, kita juga mengabaikan efek simpangan CP sehingga semua matriks baf" , dan rotasi adalah riel. di dalam basis matriks Selanjutnya, sesuai asumsi di dep "" Majorana diagonal,
(3)
dengan Mi = 1jWh i=l, 2, 3. Dari hubungan (1) dan (2) tampak bahwa v., juga mengandung kontribusi dari diagonalisasi matriks massa Majorana MN sehingga dapat saja mempunyai sudut baur besar. Meskipun demikian, kita akan membatasi diskusi pada sudut kecil di dalam Vo. Pers.(I), (2) dan (3) dapat ditulis ulang sebagai U;lmvUo = m~a9VoMNl/2 MN1/2VoT mD = N N1(4) ,
.
N
yang mana matriks N akan kita gunakan dalam evaluasi lebih lanjut Matriks Dirac diagonal pers.(2)
(5)
dengan hirarki kuat ml < < m2 < < m3. Massa Dirac neutrino ini pada skala GUT (ml = mu,m2 = mc,m3 = mt) mempunyai nilai m~a9 ~ (0,001; 0,3; lOO)GeV [3], Hirarki ini mereduksi hasil perkaliannya dengan v., menjadi matriks segitiga
( m,VlI
(2)
© Jurusan Fisika FMIPA ITS
m 1 V12
m,V13
m2V21 m2 V22 m2 V23 m3Vin m3Y32 m3 V33
( m,Vu • E-MAIL:
[email protected]
'----..NT
0
m2 V21 m2 V22 m3 V31 m3 V32
)
JJ
(6)
080206-1
INTAN FH, dkk.
J. FIS. DAN APL., VOL. 4, No.2, JUNI 2008
sehingga
(7)
Matriks Massa segitiga ini memungkinkan penyelesaian masalah menjadi lebih sederhana [4] . Matriks ini dapat didiagonalisasi dengan matriks bi-uniter atau matriks rotasi kiri (LH) dan kanan (RH) dan dituliskan sebagai
N= UNdiagp
(8)
[4]. Di sini diperlihatkan terlebih dahulu bahwa setiap matriks 3 x 3 sembarang selalu dapat dirotasi sedemikian rupa sehingga menjadi matriks segitiga. Kita berangkat dari matriks 3 x 3 riel paling umum
(12)
Untuk mengantisipasi pemakaian dalam sektor neutrino kita asumsikan (13)
Uraian ini memberikan
=
(T
Matriks (12) dan elemen-elemennya dapat dipandang sebagai kumpulan tiga vektor sembarang di dalam ruang Cartesian tiga dimensi. Matriks umum 3 x 3 dapat ditransformasi menjadi matriks segitiga atas atau matriks segitiga bawah. Matriks segitiga atas
o m V2
o
1
(U- U;1) mv (UoU) = (N dia 9)2
(9)
Persamaan ini menyatakan bahwa sudut baur untuk Massa keeil neutrino berasal dari UUo, sedangkan nilai eigen dari N merupakan akar kuadrat Massa keeil neutrino ";m Vi ' Kita mempunyai data-data rentang sudut baur dan Massa maka kita akan mengestimasi Massa Majorana, yang terakhir ini diperlukan di antaranya dalam kalkulasi besamya lepton asimetri bagi leptogenesis. Di dalam evaluasi ini akan digunakan bentuk matriks segitiga bagi Massa neutrino. Hasil eksperimen osilasi neutrino surya memberi tiga solusi bagi masalah neutrino surya yakni sudut bauran keeil (small mixing angle, SMA) MSW (Mikheyev-Smirnov-Wolfstein), sudut bauran besar (large mixing angle, LMA) MSW dan osilasi vakum (VO). Orde besaran bagi neutrino surya .6m~ [5] .6m~ ~ 1O-6 eV 2 , sin2 2(} ~ 8 x 10- 3 (SMA) .6m~ ~ 1O-5 eV 2, sin22(}~0,6(LMA)
(10)
* * *) 0** ( 00*
tidak lain merupakan peralihan vektor basis yaitu salah satu vektor, Co diambil sebagai sumbu-z, satu vektor lainoya bberada pada bidang y-z dan vektor sisanya bebas. Seeara kuantitatif proses segitigaisasi matriks Massa 3 x 3 dilakukan dengan memperkenalkan tiga matriks rotasi seeara berurutan. Pertama, matriks rotasi (1-3)
.6m~tm ~ 1O-3 eV
C'R (13) = dengan c3 = (11)
Di bagian n diperlihatkan bahwa matriks 3 x 3 sembarang selalu dapat dirotasi menjadi matriks segitiga baik segitiga atas maupun segitiga bawah dan selanjutnya dieari nilai eigen dari matriks segitiga tersebut. Bagian ill penerapan matriks segitiga untuk matriks Massa neutrino efektif dengan input dari data neutrino surya dan neutrino atmosferik. Akbirnya diberikan diskusi dan kesimpulan pada bagian IV.
(15)
dan kalikan dari kanan dengan matriks Massa (12). Perkalian dengan elemen-elemen baris ketiga memberikan
.6m~ ~ 1O- eV2, (} ~ 11"/4 (VO)
2
cosa 0 sin a ) 0 1 0 ( -sina 0 cosa
R(13) =
10
Sedangkan osilasi atmosferik memberlkan
(14)
(0
C2
c3)
(16)
vic'f + ~ jika Cl
(17)
tan a = - . C3
Hasil perkalian antara matriks Massa dan matriks rotasi (1-3) selanjutnya kalikan dari kanan dengan matriks rotasi (2-3)
R(23) =
(~o -co~fj Si~fj) sinfj .cosfj
(18)
Elemen-elemen baris ketiga menjadi
n.
MATRIKS MASSA SEGmGA
A.
Segitigaisasi Matriks Sembarang
C'R (13) R (23) = (0 0
C;;)
(19)
dengan Matriks segitiga telah diterapkan untuk penyelesaian masalah eigen matriks Massa quark dan matriks Massa lepton
080206-2
(20)
INTAN FH, dkk.
J. Fls. DAN ApL., VOL. 4, No.2, JUNI2008
Evaluasi terhadap komponen akhir matriks Massa memberikan
jika C2
tan{3 = ~
(21)
a~ = al sin a cos{3 + a2 sin{3 + a3 cosacos{3
= al
Matriks Massa (12) secara umum menjadi
N'
U)
= NR(l3)R(23) = (~
~ ~) =
(22)
= cos a - a3 sin a -al sin a sin {3 + a2 cos {3 - a3 cos a sin {3 al sin a cos {3 + a2 sin {3 + a3 cos a cos {3 (23) b l cos a - b3 sin a -b l sin a sin {3 + ~ cos {3 - b3 cos a sin {3 b l sin a cos {3 + b2 sin {3 + b3 cos a cos al
(3
R (12) =
(
(29)
Serupa untuk b~.
b~ =
a"1 a"2 b"2
(30)
(b x c) /b~ = it· (c x (b xc)) /b~ = Ibx cl it·
(31)
Langkah serupa untuk merubah matriks umum 3 x 3 menjadi matriks segitiga bawah
001
NR'(13)R'(12)R'(23) =
(0 b~ b~)
b·c
Sedangkan tiga komponen lainnya dihitung secara langsung dengan langkah cukup panjang yang akhirnya didapatkan
Kalikan dari kanan terhadap pers.(22) dan baris kedua menjadi b'R(12) =
C
c
ii· c
Vektor c dirotasi sampai berimpit dengan sumbu-z. Selanjutnya, perkenalkan matriks rotasi (1-2) cos,), sin ')' 0) -sin')' cos')' 0
c
Vq+Ci
C3
dengan
= = a~ = bi = b'2 = b'3 =
#t+Ci
#t +Ci +a2C2
+a3 #t +Ci c al Cl + a2 c2 + a3 c3
=
a'1 a'2
Cl
(24)
dengan
(~~~
o ) 32)
c.(bXj)
c·a
Ibxa
dengan matriks rotasi
cosa'
(25)
R' (13) =
jika tan l' =
b'
b}
, R' (12)
(26)
=
(
NR(13)R(23)R(12)
(auo aU a' ) 1
=
o
2
0
R' (23) =
tana'
(27)
a"1 a"2 b"2
= = =
I
•
cos l' - a2 sm ')' sin l' + a~ cos 'Y bi sin l' + b~ cos l' al
ai
=
c
(~o c~{3' -!(3') sin {3' cos (3'
(28)
a3 al
a2
tan 1"
=
tan{3'
= (a¥ + a~) b - a2 (alb + a3ba) l 2
dengan I
(33)
dan sudut-sudut
3
b~ b~
0
cos a'
001
Dengan demikian matriks Massa segitiga atas dari matriks Massa (12) berbentuk
=
-Sina')
(~:~ ~~~n}' ~)
2
Nll.
si~al
o 1 o
vai+a~
(34)
(a l b3 - a3bt) a
Hasil di depan memperlihatkan bahwa setiap matriks sembarang dapat ditransformasi menjadi matriks segitiga.
080206-3
·, INTAN
J. FIS. DAN ApL., VOL. 4, NO.2, JUNI 2008
FH, dkk..
Diagonalisasi memberikan
B. Solusi Eigen Matriks Segitiga
Karena matriks massa Majorana adalah matriks simetri maka diagonalisasi dilakukan dengan matriks bi-ortogonal. Untuk mendiagonalisasi matriks Nt:;. pertama diagonalisasi terlebih dahulu submatriks (2-3) dengan matriks ortogonal UL (23) dan UR(23)
~~
1
ULR (23) =
(00
ul (23) Nt:;.UR (23)
_
~~R
cos sin - sin (}~R cos (}f3R
NX =
(
(35)
)
a~
"
a2
cos (}R 23 -
0 J(b~ cos ()~
a~ sin ()~ + a~ cos ()~
, . (}R
sm 23 2 - b~ sin ()~) + & sin2 ()~
o
a3
)
o
(36)
bile
o
(b~ cos6:a-b~ sln6:a)2 +c2 sln 2 6:a
sehingga
telah diambil L
. (}R 23
CSlD
tan (}23
= b"2cOS (}R23- b"3 sm (}R23
(37)
Ud13)NX
~ (aoJ ::0 .~ )
(43)
/-L3
dan
Jika sudut baur (1-3) keeil sekali tan (}f3 ~ sin (}r3 ~ (}t3 (}r3 = £l3 «1
(44)
/-L3
Terakhir diagonalisasi submatriks (1-2) dengan matriks baur Hubungan (37) dan (38) memberikan hubungan lebih lanjut yakni tan 2(}f3 (45) L
tan 2(}23
2b~c
2b· C
= & _ b~12 -1Pa = & _ b2
(39)
yaitu
Nilai eigen massa didapatkan dengan mensubtitusi sudut ()~ pers.(38) ke dalam suku diagonal /-L2 =
J(b~ cos()~ - b~ sin(}~)2 + & sin2 ()~ (40)
L
tan (}12
(12) =
(1' ~ J')
P.2sin(}~ • (}R £l2 SIn 12
=" (}R a cos 12 1
dan /-L3 =
R
J(b~ cos ()~ - b~ sin ()~) 2 + & sin2 ()~
(48)
2
(41)
dan (49)
Selanjutnya, diagonalisasi submatriks (1-3) dengan Ud13)
=
COS (
dan massa eigen
(}[g 0 sin (}f3 )
0 1 0 - sin (}r3 0 cos (}t3
(47)
atau
b~c -r==============~=======
b + c2 1 / 2 1-;;012 = -2-+"2y(b2 +&) -4 bxci
(46)
dengan sudut baur (1-2)
2
b + c2 1 / 2 1-;;012 = - 2 - - 2Y(b 2 + &) - 4 b x ci
ur (12) ur (13) NXU
(42) 111 =
080206-4
(a~cos(}~-/-L2sin(}~)2+J.I.~sin2()~
(50)
INTAN FH, dkk.
J. FIS. DAN APL., VOL. 4, No.2, JUNI 2008
Sedangkan perbandingan
dan
J.L~ =
afJ.L2
--;=====:::::::::======:;;====:==:= (aq cos(J~ - J.L2sin(J~)2 + J.L~sin2 (J~ m.
(51)
DISKUSI DAN BASIL NUMERIK
Di dalam ailalisa berikut ini kita akan menggunakan asumsi adanya hirarki yang kuat bagi massa Majorana. Matriks bauran sektor lepton dikenal sebagai matriks bauran PontecorvoMaki-Nakagawa-Sakata (PMNS)[6]. Hasil-hasil anal isis data eksperimen juga memperlihatkan bahwa massa neutrino surya dan atmosfer memperlihatkan hirarki yang kuat, dan matriks bauran neutrino PMNS Uei [7]mempunyai bentuk U
= U23(¢)U13(€)U12((J)
S: )(52) ct/>
yang mana tan ¢ ~ 1 terkait dengan bauran maksimal dan € < < 1 terkait dengan bauran keeil [8]. Sudut baur (J dapat bernilai keeil sehingga seeara keseluruhan memberi bauran maksimal tunggal atau bernilai besar dan maksimal sehingga memberi bauran bi-maksimal. Kita akan mendiskusikan kedua kasus tersebut, pertama kasus € < < So dan kedua € > >
berimplikasi bahwa b dan c mendekati paralel sampai orde Matriks (54) juga menyatakan bahwa a < < b ~ C sehingga analisis terdahulu juga dapat diterapkan pada kasus N. Matriks (54) dapat dirotasi menjadi matriks segitiga bawah (32) dengan elemen-elemen n2/n3.
o 8 p 80n2 n a
a 80c",n2 n a
a
~
) (58)
-.!!1-. 8 0 8 ",
Orde € akan menentukan suku dominan N. Kesejajaran vektor akan tetap bertahan setelah ketiga vektor dirotasi dan elemen-elemennya membentuk matriks segitiga bawah. Kesejajaran ini memberi pilihan natural bagi parameter € yaitu€ « m ll2 /m lla = ~/m~ dan suku dominan N adalah elemen (2,2) dan (2,3). Dalam limit ini dan tan(J » nI/n2 memberikan
So·
A. Kasus pertama f
2 2
< < 88
n 1 n2
n 22 n23
Untuk kasus
€
2
+ tan2 (J~2 n3
< < So matriks bauran U terseduksi (53)
(59)
Sehingga matriks N tereduksi menjadi
dan matriks N
N= ~
U
(n, 0
o
0 n2
0
( ~n,
!)
(60)
~)
SOn2 -SOCtf>nl C(Jc",n2 St/> n 3 sOs",nl -C(JSt/>n 2 Ct/> n 3
(54)
Untuk sudut bauran maksirnal ¢ = 45°, [9]
Membandingkan matriks diagonal bagi N (54) dan (8) serta pers.(9) didapatkan bahwa massa efektif neutrino keeil
(61)
(55)
Asumsinl
«
n2
«
n3
memberikan b2 ~ s~n~ dan c2 ~
~n~ sehiogga
Untuk rotasi kanan Va mendekati satuan Vii ~ 1 dan Vij 1, i =1= j maka
(56)
080206-5
<<
(62)
INTAN FH, dick.
J. Frs. DAN APL., VOL. 4, No.2, JUNr 2008
Kedua matriks N terakhir dan hubungan massa (55) memberikan 2w.2 m 32 82m 2 2 893 = ...L.1. m Yl = nl = 2 2M3 w.2 m 2 m u2 2 l I (63) m Y2 = n2 = - - 2- = 89 8~Ml
2m~ m Y3 = n32 = 2W.2 2 m 22 = M2 Hasil di atas tidak memperlihatkan keteraturan hubungan antara massa neutrino keeil my; dan Mi baik dalam bentuk my; IX Mi atau m Yi IX I/Mi . Selain itu, m Y3 berskala m~ bukan m~. Hasil lainnya massa skala menengah M2 tidak bergantung pada sudut baur () dan hanya bergantung pada massa neutrino keeil m Y3 dan massa quark m~ sehingga dapat diestimasi terlebih dahulu yakni
M2 =
Sedangkan massa Majorana terkeeil
M1 =
m~
(71)
8~J~m~
Selanjutnya kita estimasi kedua massa Majorana masif dengan input dari tiga solusi defisit neutrino surya yaitu osilasi vakum (VO), sudut besar MSW (LMA) dan sudut keeil MSW (SMA). • VO Sudut baur () = 45° sehingga (72)
dan
2m~
(64)
m Y3
Data-data massa neutrino dari eksperiman neutrino surya dan atmosfer memberikan ~m~ « ~m~tm' Seeara teoritis hasil pengamatan massa kuadrat ini terkait dengan selisih massa eigen kuadrat
~m~
.LMA Dalam kasus ini sin 2 2() :::::: 0,6 maka sin 2 () perhitungan kasus VO diperoleh
::::::
0, 18 seperti
Ml = 1,85 x 106Gev,
(65)
M2 = 4 x 109 GeV, M3 > 8,9 x 1015GeV
Asumsi hirarki kuat ni memberikan
(74)
(66) • SMA sehingga, dari data massa cham-quark, diperoleh
M 2 ::::::
2m~
J~m~tm
= 4 x 109 GeV
(67)
suatu skala yang jauh lebih keeil dari yang diharapkan. Dua massa Majorana masif lainnya bergantung pada solusi atau data neutrino surya. Analisis osilasi neutrino dan asumsi hirarki juga memberikan (68) sedangkan m Yl tidak diketahui. Akibatnya, M3 tidak dapat diketahui keeuali batas bawahnya melalui parameter T = my2 /m Yl » 1 yaitu dari pers.(63) pertama
M3 =
2
2
2
Ml = 5 x 108 GeV, M2 = 4 x 109GeV, M3 > 1,0 x 1013GeV
(75)
Hasil-hasil di depan diperoleh dengan asumsi E ~ 0 tetapi jika E » n2/n3 pers.(54) tidak berlaku. Jugajika E » 89 matriks N pers.(60) tidak berlaku dan matriks yang relevan akan dibahas lengkap berikut. B. Kasus kedua E >> Sf)
2
m t = 8 9 m t m Y2 2mYl 2mY2 m Yl
89
Dalam kasus ini sin2 2fJ :::::: 8 x 10-3 maka sin2 fJ :::::: 2 x 10-3 seperti perhitungan kasus VO diperoleh
Untuk kasus E
> > 89 matriks bauran U menjadi
atau
M3/ T =
(76)
(69)
dan matriks N
Dengan kata lain, (70)
080206-6
N::::::
(77)
INTAN FH,
J. FIS. DAN ApL., VOL. 4, No.2, JUNI 2008
Dalam limit ini matriks segitiga bawah bagi N diberikan oleh
Membandingkan matriks segitiga ini dengan pers.(62) diperoleh
J2nl E
~ (CB-
s:) En3
=
m3 W 3
= =
m2 W 2
(79)
ml W I
Setelah mensubtitusi massa quark, massa neutrino surya dan neutrino atmosfer berturut-turut untuk m"l' m"2 dan m"3 serta parameter r = m"2/m"1 diperoleh massa Neutrino masif
Ml = M2 ::::: M3 =
2 m 11.
E2.j~m~tm 2m2 c
(CB - ~)2 J~m~
(80)
E2m~
2J~m~
Data solusi neutrino surya yang memenubi batasan masalah 2 E > > s() adalah kasus sudut baur keeil SMA sin 2(J ::::: 8 x 2 3 3 10- atau sin (J ::::: 2 x 10- . Untuk memberi angka tertentu kita ambil E = 10- 1 • subtitusi nilai-nilai yang relevan pada Mi diperoleb
Ml = 3, 16 x 106 GeV M2 = 5 x lO 11 GeV M3 = 5 x 10 13 GeV
dick.
model seesaw. Model ini memberi struktur matriks massa yang cukup rumit sehingga tidak mudah memperoleh sudut baur neutrino dari komponen-komponen model seesaw seperti massa Dirac mD dan massa Majorana Mi/. Di dalam risalah ini pertama diperlihatkan bahwa setiap matriks sembarang 3 x 3 dapat dirotasi menjadi matriks segitiga baik segitiga atas atau segitiga bawah. Matriks segitiga ini diterapkan dalam proses diagonalisasi matriks neutrino dengan langkah-Iangkah berikut. Pertama. massa Dirac dituliskan sebagai mD = Uom'fjagvo dan neutrino Majorana dipilib g dalam basis diagonal sehingga MN = M')Ja . Selanjutnya massa efektif dituliskan sebagai m" = N N7' sehingga N g hanya bergantung pada komponen-komponen m'fja , Va dan MN 1. Matriks N direduksi menjadi matriks segitiga dan bentuk matriks segitiga bawah muncul seeara alamiahjika m~iag mempunyai hirarki kuat. Matriks segitiga N memberikan hubungan sederhana antara massa keeil neutrino, massa neutrino Majorana, sudut baur dan matriks Dirac. Hubungan ini memungkinkan penentuan bolak-balik antar keempat kuantitas tersebut.Di dalam evaluasi digunakan input berupa hasil eksperimen neutrino surya dan atmosferik. Kolaborasi SuperKamiokande memberi bauran maksimal bagi neutrino at~ mosferik, (J23 ::::: IT / 4. dan eval uasi dibedakan menjadi dua kasus (J13(= E) «sin(J12 dan E» sin (J12. Di dalam kasus E < < sin (J12, massa neutrino massif M2 tidak bergantung pada sudut baur (J12 dan berorde 109 GeV sedangkan M3 banya dapat ditentukan nilai terkecilnya. Orde M1 dan M3 masing-masing untuk data YO, LMA dan SMA adalah 108 , 106 , 108 GeV dan 1017 , 10 16 ,1013 GeV. Orde M3 yang sangat besar untuk solusi VO (> > 10 17 GeV) membuatnya tidak diunggulkan sebagai kandidat solusi. Di dalam kajian ini tidak ditinjau renormalisasi mengingat efek persamaan grup renormalisasi (RGE) sangat keeil [10]. Untuk kasus E > > sin (J12 hanya data SMA neutrino surya yang rei evan dan semua massa neutrino baik neutrino keeil maupun masif bergantung pada sudut baur. Massa neutrino M3 tetap banya dapat ditentukan batas nilai terkeeilnya. Orde Mt. M2 dan M3 masing-masing adalah 106 , 1011 dan 10 13 GeV.
(81)
Hasil-basil di depan menyatakan bahwa kita dapat memperoleh massa Majorana secara langsung jika parameterparameter fisis neutrino diketahui dan massa Dirac diidentifikasi sebagai massa quark.
Ucapao Terima Kasih
IV. SIMPULAN
Penulis (IFH) berterimakasih pada konsorsium fisika teori Indonesia yang memberi kesempatan mendiskusikan sebagian penelitian ini pada Workshop on Theoretical Physics 2008. Penulis (AP) menyampaikan terimakasih kepada Indonesia Center for Theoretical and Mathematical Physics (ICTMP) yang mendukung penelitian ini.
Massa keeil neutrino yang diperlihatkan oleb hasil-basil eksperimen dapat dijelaskan seeara alamiah menggunakan
080206-7
INTAN FH,
J. FIS. DAN APL., VOL. 4, No.2, JUNl2008
[1] Y. Fukuda dkk.., Phys.Rev.Lett. 81, 1158(1998); M.H. Ahn dkk..,Phys.Rev.Lett. 90, 041801(2003); Q.R. Ahmad dkk.., Phys.Rev.Lett 89, 011301; 011302(2002); K.Eguchi dkk.., Phys.Rev.Lett. 90, 021802(2003). [2] M. Gell-Mann, P.Ramond and R. Siansky, in Supergravity, eds. P. van Nieuwenhuizen and D. Freedman (North Hollad, Amsterdam, 1979); T.Yanagida, in Proceedings of the Workshop on Unified Theories and Baryon Number in the Universe, eds. O.Sawada and A. Sugamoto (KEK, Tsukuba, 1979). [3] H. Fusaoka and Y. Koide, Phys. Rev. DS7, 3986 (1998). [4] J. Hashida, T. Morozumi, and A. Purwanto, Prog. Theor. Phys. 103,379 (2000); T.K. Kuo, G.H. Wu and S.W. Mansour, Phys. Rev. D61, 111301 (2000; T. Morozumi, T. Satou, M.N. Rebelo,
dkk.
dan M. Tanimoto, Phys. Lett B410 233 (1997). [5] J.N. Baheal, P.I. Krastev and A. Yu. Smirnov, Phys. Rev. D58, 096016 (1998); D60, 09300 1 (1999). [6] B. Pontecorvo, Zh. Eksp. Teor. Fiz. 33 549 (1957); Z. Maki, M. Nakagawa, and S. Sakata, Prog. Theor. Phys. 28,870 (1962). [7] E. Kh. Akhmedov, Phys. Lett B467, 95 (1999). [8] M.Appolonio dkk.. [CHOOZ Collab.], Phys.Lett B420,397( 1998). [9] Y. Fukuda dkk., Phys.Rev.Lett. 81, 1562(1998). [10] K.S. Babu, C.N. Leung and J. Pantaleone, Phy. Lett B319191 (1993).
080206-8