PERAN KOMUNIKASI MASSA DALAM MODERNISASI Irwanto Akom BSI Jakarta Jl. Kayu Jati V No 2, Pemuda Rawamangun, Jakarta-Timur
[email protected] Abstract Modernization is a process of change in society and culture in all its aspects, from traditional society to a modern society. Modernization that is being waged in developing countries require mass communication media provide an analysis of the political processes and social objective, impartial and neutral and forward the construction of information. It is inevitable however small a mass media was able to move individuals into social elements to carry out the process of modernization. Surely the media as typical with multiplier capable of reaching remote areas with a high level of accuracy of the information. Keywords: mass communication, modernization Abstraksi Modernisasi merupakan proses perubahan masyarakat dan kebudayaan dalam seluruh aspeknya, dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Modernisasi yang sedang dilancarkan di negara-negara berkembang memerlukan media komunikasi massa yang memberikan analisis proses-proses politik dan sosial yang objektif, tidak memihak dan netral serta meneruskan informasi-informasi pembangunan. Tidak dapat dipungkiri betapapun kecilnya suatu media massa ternyata mampu menggerakkan individu yang menjadi elemen masyarakat untuk menjalankan proses modernisasi. Tentunya dengan kekuatan khas media sebagai pengganda ajaib yang mampu menjangkau daerah-daerah terpencil dengan tingkat keakuratan informasi yang tinggi. Kata kunci : komunikasi massa , modernisasi I. Pendahuluan
Sadarkah kita bahwa proses modernisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ekonomi, politik serta transformasi budaya merupakan salah satu hasil dari encoding serta decoding pesan yang diorganisir? Bayangkan bila Guttenberg penemu mesin press (cetak) hanya menaruh blue print dan prototipe mesin cetaknya di rumah tanpa mesosialisasikannya, tentunya tidak akan pernah ada suratkabar. Tidak pernah terpikirkan oleh kita bila Thomas Alfa Edison tidak mengkomunikasikan hasil temuannya yang salah satunya berupa lampu pijar, pastinya suasana malam tidak akan seterang seperti sekarang. Bagaimana pula bila Graham Bell tidak menyampaikan (mengkomunikasikan) kepada orang lain mengenai pesawat telepon yang baru dibuatnya. Pastinya tugas tukang pos akan sebegitu berat karena telepon tidak pernah ada. Kehidupan sosial kita boleh jadi tidak akan pernah seperti sekarang. Begitu pula proses modernisasi dengan perspektif yang luas (Soekanto, 1990). 92
Pasti akan terus ditransformasikan pada khalayak dengan proses komunikasi yang simultan (dibaca komunikasi massa). Modernisasi menjadi mode setelah Perang Dunia II. Setiap negara saat itu berlomba-lomba untuk menjadi negara yang termodern dibanding dengan yang lain. Meskipun modern menurut penafsiran mereka masing-masing. Menurut Belling dan Totten (1980), modernisasi merupakan suatu jenis perubahan sosial sejak abad ke-18 yang terdiri dari kemajuan suatu masyarakat perintis di bidang ekonomi dan politik, serta perubahan-perubahan kemudian yang terjadi di masyarakat-masyarakat pengikut. Modernisasi dan aspirasi-aspirasi modernisasi merupakan hal menarik untuk dibicarakan, karena masyarakat di dunia dewasa ini terkait dengan jaringan modernisasi. Menurut Soekanto (1990), secara historis modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada sistem-sistem sosial, ekonomi dan politik. Menurut para ahli dari Amerika Serikat (Soewarsono
1991), modernisasi lahir sebagai produk sejarah dengan tiga peristiwa penting didunia II. Pertama, munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia, di era 1950-an negara ini mulai mengambil peran sebagai pengendali percaturan dunia. Kedua, hampir bersamaan dengan peristiwa pertama, terjadinya perluasan pemahaman dan gerakan komunis di belahan dunia dan yang terakhir manakala merdekanya negara-negara di Asia, Afrika dan amerika Latin dari cengkraman penjajah-penjajah Eropa. Saat masa sebelum Perang Dunia II para ilmuwan Amerika sangat sedikit sekali menaruh perhatian mengenai persoalan pembangunan di negara-negara dunia ketiga, namun hal ini berubah sebaliknya usai Perang Dunia II. Selain itu, sejak abad ke-12 suasana jurang perbedaan antara negara maju dengan negara berkembang jelas sekali perbedaannya. Tidak lain karena pesatnya industrialisasi di Inggris sementara demokratisasi di Prancis. Hal inilah yang menjadi hambatan dan tantangan bagi modernisasi Setelah Perang Dunia II, para ilmuwan terutama ilmuwan Amerika Serikat mulai merintis menjembatani jurang tersebut. Mereka menggunakan saluran komunikasi, yaitu media massa guna menjembataninya. Media massa di Amerika Serikat mulai menyebarkan informasi tentang kegiatan pembangunan yang dapat dijadikan pedoman bagi kemajuan negara-negara berkembang. Peranan media massa sebagai media komunikasi di negara-negara berkembang dioptimalkan. Dengan demikian komunikasi memegang peran utama dalam proses modernisasi. Tanpa komunikasi, dalam hal ini peran media massa, proses modernisasi sulit dicapai bahkan mungkin tidak dapat dicapai sama sekali sesuai dengan keinginan masyarakat dan rencana penyelenggara negara. Tulisan ini akan menguraikan teori modernisasi, syarat-syarat modernisasi, hambatan dan akibatnya serta peranan dan fungsi komunikasi massa dalam modernisasi tersebut. II. PEMBAHASAN
2.1.Teori Modernisasi Proses modernisasi mencakup proses sangat luas, namun secara umum modernisasi diartikan sebagai proses perubahan masyarakat dan kebudayaan dalam seluruh aspeknya, dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Menurut Soekanto (1990), modernisasi mencakup transformasi total kehidupan bersama yang tradisional maupun modern dalam arti tekhnologi serta
organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri-ciri negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi menyangkut aspek sosial ekonomis dan psikologis masyarakat peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku yang terwujud pada aspek kehidupan modern.Lebih jauh Soekanto (1990) mengemukakan, modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial yang terarah (direct change) yang didasarkan pada perencanan (planed change) yang biasa dinamakan social planning. Sudah sejak lama para ahli berpikir mencoba merumuskan modernisasi dalam suatu bentuk teori. Dalam usahanya tersebut perspektif modernisasi dalam negara-negara berkembang banyak menyerap warisan pemikiran teori evolusi dan fungsional. Karena modernisasi menyangkut metamorforsis secara evolusi serta yang tidak kalah pentingnya kegunaan dari hasil proses evolusi tadi. Berbekal pada warisan pemikiran tersebut, maka perlu disimak pemikir-pemikir klasik teori modernisasi dalam membahas persoalan pembangunan di negara-negara sedang berkembang melalui tiga hal penting, yaitu : sosiologi, ekonomi dan politik. 2.2. Tinjauan Sosiologi Sebagai makhluk yang selalu berinteraksi dengan manusia lain, tentunya proses modernisasi tidak terlepas dari aspek yang satu ini. Hubungan kekeluargaan dan kekerabatan antar individu yang ada pada struktur sosial masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya menjadi menjadi sorotan utama pada tinjauan ini. Salah satu ahlinya ialah Smelser. Dengan latar belakang sosiolog yang dimilikinya, ia melihat modernisasi lebih pada diferensiasi struktural (Soewarsono, 1991). Ia beranggapan struktur yang ada pada masyarakat tidak mampu menjalankan fungsinya sekaligus dalam proses modernisasi. Untuk itu dibutuhkan substruktur guna menjalankan fungsi lebih khusus. Sehingga dalam masyarakat modern akan jauh lebih produktif dibanding dengan masyrakat tradisional. Sebagai gambaran klasik diferensiasi struktural, contoh yang paling mudah dipahami adalah keluarga. Pada masa lalu lembaga keluarga memiliki struktur tidak teratur dan rumit. Dalam satu keluarga terdiri dari berbagai generasi dan biasanya jumlahnya banyak. Lembaga keluarga ini mempunyai tanggung jawab yang sangat luas, bahkan diluar kemampuannya. Keluarga tidak hanya bertanggung jawab masalah kekeluargaan. sehingga dipahami masuk pada tatanan masalah keturunan dan ekonomi saja. 93
Namun lebih luas dari itu, termasuk diantaranya pendidikan formal dan pekerjaan. Sementara pada masyarakat modern lembaga keluarga mengalami diferensiasi struktural. Keluarga hanya memiliki struktur yang anggotanya hanya keluarga inti saja (nuclear familiy). Dalam keluarga modern tidak lagi mengalami fungsi seperti yang dijalankan keluarga tradisional. Berbagai lembaga telah menyerap tenaga-tenaga kerja yang tadinya ditanggung oleh keluarga. Institusi-institusi pendidikan menyediakan jasa pengajaran yang dalam keluarga tradisional masih dipegang oleh orang tua dalam hal pendidikan formal. Masih menurut pendekatan ini, pada alam modernisasi pemerintah bertanggung jawab melaksanakan tugas tertentu, yang pastinya akan lebih masyarakat tradisional. Namun perlu diperhatikan, meningkatnya kapasitas kelembagaan oleh diferensiasi struktural akan menimbulkan masalah integrasi dan pengkoordinasian dari lembaga yang telah ter sub-struktur itu. Peran lembaga penghubung untuk menjembatani sekaligus mengkoordinir kegiatan masyarakat yang telah terdeferensiasi tadi. 2.3.Tinjauan Ekonomi Dalam karya klasiknya yang dikenal dengan “The Stages of Economic Growth”, ekonom Rostow merumuskan pemikiran pokoknya. Ia menetapkan lima struktur tingkatan tradisional, yaitu : a. Tingkat tradisional. b. Syarat untuk tinggal landas. c. Tinggal landas. d. Dorongam menuju kematangan. e. Tingkat konsumsi massal. Di antara tingkatan-tingkatan itu, Rostow beranggapan tinggal landas merupakan tahapan yang dianggap kritis, sebab pada tingkat itulah tahapan terpenting pembangunan ekonomi, tentunya pergeseran dari tradisional ke modernisasi sudah di mulai pada tingkatan ini. Lebih jauh ia menjabarkan, jika suatu negara ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang otonom dan kontinuitas, maka negara itu harus memiliki secara angka maka negara yang dimaksud harus mampu mencapai tingkat investasi produktif sebesar 10 % dari pendapatan nasionalnya. Jika tidak pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai tidak akan mampu mengimbangi pertambahan penduduk. 94
Menurut Coleman, modernisasi politik merujuk pada diferensiasi struktur politik (Soewarsono, 1991). Ia menggunakan pendekatan yang sama seperti Smelser saat menjabarkan teorinya mengenai modernisasi pada sosiologis. Coleman juga menuangkan idenya tentang sekulerisasi budaya politik yang mengarah pada etos keadilan. Hal ini bertujuan untuk menguatkan pada kapasitas sistem politik. Lebih lanjut dikatakannya modernisasi politik diukur dengan seberapa jauh kapasitas sistem politik berkembang untuk mampu menghadapi dan mengatasi krisis-krisis dalam proses perkembangan negara yang bersangkutan. Dari ketiga pendekatan tersebut kita sudah bisa mengkonkritkan apa yang dimaksud dengan modernisasi itu. Dua hal yang bisa kita cermati mengenai ketiga pendekatan tersebut. Pertama, konsep teori evolusi bermetafora dan membuat turunan. Hasilnya menjadi satu perangkat teori modernisasi. Pada dasarnya teori evolusi ini menjelaskan bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah, linear,progresif dan secara gradual membawa masyarakat berubah dari tahapan primitif ketahapan lebih maju. Selain itu juga membuat berbagai masyarakat memiliki bentuk dan struktur serupa. Dari hal-hal ini maka, modernisasi dibangun dengan ciri-ciri pokok : Modernisasi merupakan proses bertahap. Hal ini dapat dilihat dari teori Rostow yang membedakan berbagai fase pertumbuhan ekonomi yang dilalui masyarakat. Diawali dari masyarakat yang primitif dan sederhana menuju ke tatanan yang maju dan semakin kompleks. Melalui modernisasi juga akan terbentuk masyarakat dengan tendensi dan struktur yang sama. Jadi dengan kata lain modernisasi dapat disebut dengan istilah homogenisasi. Modernisasi tidak pernah bergerak mundur (never step back). Artinya bila terjadi kontak antara negara berkembang dengan negara-negara barat, maka dengan sendirinya negara tersebut tidak akan mampu menolak untuk melakukan upaya modernisaModernisasi merupakan perubahan progresif. Sebagai gambaran, menurut Coleman sistem politik modernisasi memiliki kapasitas lebih besar dan lebih
dibanding dengan sistem politik tradisional. Modernisasi memerlukan proses waktu yang tidak sebentar. Prosesnya lebih pada evolusioner bukan revolusioner. Kedua, modernisasi berasal dari teori fungsionalisme. Teori ini memberikan tekanan pada beberapa hal, seperti keterkaitan dan ketergantungan.
lembaga sosial, pentingnya, variabel kebakuan dan pengukur dalam sistem budaya serta adanya kepastian keseimbangan dinamis dan perubahan sosial. Dari fungsinalisme ini, modernisasi ternyata mengandung beberapa asumsi yang diantaranya : Proses ke arah modernisasi adalah hal yang sistematik. Perubahan ke arah modernisasi mau tidak mau akan mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku sosial di masyarakat. Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi. Artinya bila proses modernisasi sedang berlangsung, apapun yang dikatakan sebagai tradisional tidak memiliki peran berarti lagi. Bahkan dalam banyak hal sudah tidak berguna sama sekali. Sebab itulah pandangan atau prinsip tradisional harus ditransformasikan. Oleh sebab modernisasi sistematik dan transformatik maka proses modernisasi melibatkan perubahan sosial terus menerus dalam sistem sosial. Proses modernisasi yang berlangsung di Indonesia menganut asumsi-asumsi tersebut. Modernisasi berlangsung secara sistematik sebagai proses tranforsmatik dan berlangsung secara simultan. Menurut Rostow (dalam Jahi,1988), evolusi perkembangan ekonomi dianalogikan sebagai pesawat udara yang akan terbang. Pada suatu fase tertentu, pembangunan akan melalui proses tinggal landas (take off). Bagi Indonesia sendiri, upaya pembangunan untuk mengarah pada modernisasi pemerintah orde baru pernah menggunakan konsep pembangunan jangka panjang (kurun 25 tahunan) dan pembangunan jangka pendek (lima tahunan) yang dikenal dengan istilah PELITA. 2.4. Syarat Modernisasi Menurut Soekanto (1990), terjadinya proses perubahan masyarakat dari tradisional ke modern diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni: cara berpikir Ilmiah ( ) yaitu membutuhkan suatu sistem pendidikan dan pengajaran terencana yang baik. Selanjutnya, sistem adaministrasi negara yang baik. Dengan adanya sistem ini diharapkan birokrasi yang berbelit-belit dapat dieleminasi. Lalu sistem pengumpulan data yang baik dan teratur. Semua data terpusat pada suatu lembaga tertentu. Untuk mewujudkan hal ini tentunya memerlukan analisa yang baik dan menciptakan iklim yang kondusif di masyarakat guna mendukung dan berpartisipasi pada proses modernisasi. Dalam hal ini pastinya tidak lain komunikasi massa yang berperan aktif sebagai fasilitatornya. Bahkan mungkin sebagai konseptor ide-ide pengemasan pesan pembangunan. Syarat selanjutnya tingkat organisasi yang tinggi. Disatu pihak pasti membutuhkan kedisiplinan
serta etos kerja sementara di pihak lain otomatis mengurangi kemerdekaan. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial. Jika hal ini tidak dilakukan perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari kepentingan-kepentingan yang ingin merubah perencanaan tersebut untuk kepentingan golongannya saja. Jika kita tinjau negara Indonesia ini, syaratsyarat proses modernisasi tersebut telah dipenuhi jadi idealnya proses menuju modernisasi berjalan dengan lancar. Namun terlalu banyak faktor X yang masih terjadi diantaranya mental korupsi, intervensi hukum oleh invisible hand serta terlalu cepat puas dengan apa yang telah dicapai. 2.5. Hambatan Modernisasi Salah satu faktor psikologis penting bagi modernisasi (Laurer 1989) adalah komitmen masyarakat itu sendiri untuk menjadi modern. Diantaranya : Kebiasaan masyarakat tradisional yang sulit untuk diubah. Perubahan dianggap barang “aneh”. Bahkan harus dilawan. Hal ini terjadi pada penolakan ilmuilmu baru, konsep serta ide-ide yang akan mengubah kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Mereka cenderung statis. Karena ada anggapan perubahan belum tentu bisa menjamin kehidupan mereka akan lebih baik. Dalam modernisasi ritme orang bekerja sangat tinggi sekali. Tekanan psikologis begitu besar menerpa mereka yang menjalankan tugasnya. Akan tetapi ada sebagian besar orang yang tidak mau bersusah payah untuk menerima tekanan psikis demi kemajuan dirinya sendiri. Modernisasi identik dengan negara-negara barat yang cendrung individualistis. Anggapan tersebut tidak mutlak benar karena jika ingin maju bersama meraih kesuksesan dalam menuju modernisasi para pemimpin harus menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bersama tadi. Jadi rasa saling membantu harus tetap ada dalam modernisasi. 2.6. Akibat Modernisasi Suatu proses atau tindakan pastinya akan membawa akibat, begitu juga dengan proses modernisasi. Akibat modernisasi bisa dipahami sebagai perubahan yang menyertai saat atau setelah terjadinya proses modernisasi. Menurut Laurer (1989), mengajukan pendapatnya bahwa modernisasi mengakibatkan perubahan yang meliputi enam bidang besar yang mencakup : de95
sistem keluarga, nilai dan sikap serta kepribadian.
kan kebijaksanaan pembangunan yang perlu dijadikan petunjuk pelaksanaan bagi negara berkembang atau negara dunia ketiga dalam usaha meupaya modernisasi yaitu pertumbuhan pen- modernisasi dirinya. Petunjuk tersebut : duduk, tingkat kematian menurun dan urbanisasi. a. Teori modernisasi mampu memberikan seb. Menurut Tumim (dalam Laurer 1989), pecara implisit pembenaran hubungan kekuatan yang bertolak belakang antara masyarakat tradidi manakala masyarakat bergerak menusonal dan modern. Eropa Barat dan Amerika ju industrialisasi. Perubahan itu berupa : Serikat dianggap sebagai negara-negara maju yang modern. Sementara negara dunia ketiga masih dikatakan sebagai negara tradisional, se2. Pemberian status seseorang cenderung pada hingga perlu dilihat negara Eropa Barat dan prestasi bukan lagi pada asal-usul atau keturunan. Amerika Serikat sebagai model dan panutan. 3. Mengukur pelaksanaan pekerjaan dari orang b. Ideologi komunis dinilai oleh toeri ini seyang terlibat produksi menjadi perhatian utama. bagai ancaman pembangunan negara-negra 4. Peranan pekerjan mulai bergeser dari dunia ketiga, apabila negara yang bersangkegiatan yang memberikan kepuasan kutan akan melakukan modernisasi. Demi yang hakiki menuju ke alat untuk menmencapai tujuan ini teori modernisasi meningkatkan kebutuhan dan kesejahteraan. yarankan agar negara dunia ketiga melakukan 5. Kompensasi hasil kerja (ganjaran) yang dipembangunan ekonomi, mengganti nilai-nilai tradistribusikan semakin meningkat dan didisional serta melembagakan demokrasi politik. distribusikannya atas dasar yang adil se- c. Teori modernissi memberikan legitimasi persuai dengan pekerjaan dan keahliannya. lunya bantuan asing khususnya dari nega6. Pergeseran yang terjadi pada pelura-negara Amerika Serikat dan Eropa Baang hidup di berbagai strata sosial. Darat. Seperti kebutuhan akan tenaga ahli. lam hal ini persaingan hidup semakin ketat. Bila dikaitkan dengan keadaaan di Indone7. Pergeseran pada distribusi kekuasaan. Sesia maka, penjelasan mengenai modernisasi di lain itu gengsi sosial akan turut mengalami atas sesuai dengan realitas kondisi di Indonemengalami pergeseran. Hal-hal yang tadinya sia tidak berbeda jauh dengan negara lain yang bisa dijadikan sesuatu yang patut mendasedang berkembang. Masyarakat Indonesia sepat penghargaan pada masyarakat tradisional cara permisif menerima tata cara hidup negarabisa menjadi hal biasa pada alam modern. negara barat yang dianggap lebih dulu modern. 8. Modernisasi juga dapat menimbulkan peMasyarakat Indonesia melihat kemampuan emrubahan pada pemerintahan. Kepentingan dan loyalitas kedaerahan pada taraf tertentu digansituasi orang lain (negara yang dianggap modtikan oleh kepentingan dan loyalitas nasional. ern) serta tingkat penggunaan media massa yang 9. Aspek pendidikan juga turut berubah secara tinggi, sebagai karakteristik individu modern. kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif terTerkait dengan ideologi negara, Indonejadi pertambahan organisasi pendidikan yang sia yang menganut demokrasi pancasila tidak menonjol dan peningkatan pendaftaran di sekomenerima adanya paham komunis untuk lah-sekolah. Sementara dari segi kualitatif dunia berkembang. Pastinya proses modernisasi di pendidikan sudah semakin terspesialisasi terkait Indonesia berjalan dengan melaksanakan pembangunan ekonomi yang berazaskan ideologi dalam masyarakat. Peristiwa ini tentunya akan demokrasi Pancasila, termasuk sistem politik. memodernisasi seseorang. Sehingga diperlukan sistem pendidikan formal untuk menyiapkan 2.7. Komunikasi dalam Perspektif Modernisasi orang yang akan memegang jabatan tertentu. Modernisasi yang sedang dilancarkan di neg10. Pemindahan sebagian besar fungsi keluarga kepada unit sosial lain seperti sekolah, pemerintah- ara-negara berkembang memerlukan media komuan, badan usaha. Perubahan kehidupan keluarga. nikasi massa yang memberikan analisis proses-proses 11. Perubahan nilai sikap dan ke- politik dan sosial yang objektif, tidak memihak dan pribadian sebagaian besar terhim- netral. Pendapat ini menyatakan secara tidak langsung pun dalam konsep “manuhsia modern”. bahwa pembangunan merupakan upaya-upaya guna 96
mengindustrialisasikan dan sekaligus memodernisasikan masyarakat. Menurut Schramm dalam (Kusumaningrat 2005) Sebuah negara berkembang tidak dapat memilih sisi tekno mekanis kultur barat dan bersamaan dengan itu berharap untuk tetap mempertahankan tradisi dan institusi-institusi kulturalnya sendiri). Bersamaan dengan alih teknologi komunikasi, sebenarnya terdapat keharusan adanya pengalihan model-model profesional barat. Dalam hal ini para pekerja profesional media komunikasi massa (surat kabar, stasiun tv, radio dan production house) seperti bekerja dalam suatu institusi yang sedang mengalami modernisasi. Tugas mereka adalah menulari individu-individu tradisional dengan ”virus modernisasi” (Kusumaningrat, 2005) dan dengan begitu mencapai modernisasi masyarakat secara keseluruhan. Dengan menciptakan personalitas-personalitas modern, suatu modernisasi masyarakat pun dilancarkan. Jadi media komunikasi massa diberi peran aktif dalam mencapai tujuan-tujuan kebijakan pembangunan untuk menjalankan proses modernisasi. Dengan cara merangsang masyarakat untuk mencapai fase standar hidup yang lebih tinggi. Norma-norma yang berlaku untuk masyarakat modern disebarluaskan oleh media massa dalam kampanye-kampanye ideologis. Teori-teori modernisasi, yang dikaitkan dengan paham barat tentang kebebasan mengungkapkan pendapat atau kreativitas melalui media komunikasi massa, dapat diambil sebagai landasan teoritis. Namun perlu diingat, bahwa para ahli teori modernisasi telah memperingatkan sejak pertengahan era 1960-an (Kusumaningrat, 2005). Mengenai komunikasi massa tidak boleh membangkitkan keinginan-keinginan yang berlebihan dari masyarakat atau tidak boleh menawarkan pola-pola perilaku yang konsumeristik. Penyebaran informasi harus benar-benar tepat bagi proses modernisasi. Jangan sampai nantinya modernisasi semu saja yang bisa diadopsi oleh masyarakat dari media masa. Sebab media massa seperti pisau bermata dua, akan selalu ada pesan yang diterima dalam bentuk positif maupun negatif. Selain hal positif disisi lain ia juga menyebarkan pesan-pesan konsumerisme dan budaya-budaya asing yang sebenarnya bukan modern, namun salah kaprah penerimaannya oleh khalayak. Modernisasi bukanlah perubahan berpakaian model pola berpakaian, yang tadinya tradisonal seperti menggunakan kebaya saat ini sudah berubah. Para insan muda lebih suka menggunakan hipster dan tank top. Modernisasi bukanlah makan junk food dan meninggalkan masakan nusantara. Modernisasi bukanlah asik mengeksploitasi gaya hidup bebas dari pada megang nilai- nilai adat ketimuran yang
lebih bermoral. dikaitkan dengan motivasi media massa dalam menggerakkan masyarakat agar berperan aktif dalam pembangunan. Ahli-ahli komunikasi pada era tahun 1950-1960-an begitu besar menaruh perhatian pada potensi media komunikasi massa untuk menimbulkan pembangunan sosial ekonomi di daerah pedesaan. Dengan kemampuannya, menyebar pesan pembangunan kepada masyarakat dengan cepat di daerah-daerah terpisah dan terpencil dengan keakuratan yang cukup tinggi. Maka media komunikasi massa disebut sebgai pengganda ajaib oleh Rogers (Jadi 1988). Lebih lanjut Rogers mengungkapkan, bahwa pada Era 60-an keterdedahan media komunikasi massa dianggap perlu bagi khalayak di negara dunia ketiga. Sebab menjadi faktor kunci bagi modernisasi individu dan pembangunan nasional. Dalam kaitan ini ia berpendapat, media komunikasi massa dapat menyediakan informasi pada khalayak dan memotivasi mereka agar mengadopsi inovasi pertanian, kesehatan, keluarga berencana, melanjutkan sekolah anak-anak ke jenjang yang lebih tinggi, dan lebih mengetahui mengenai berita nasioanal dan internasioanal. Selain Rogers, Lerner (dalam Frey 1978) juga mengemukakan kaitan komunikasi dengan modernisasi. Ia menyatakan bahwa terdapat hubungan antara urbanisasi yang merupakan bagian modernisasi dengan literasi, keterdedahan media massa dan partisipasi. Ahli lain yang memperkuat keterkaitan komunikasi dengan modernisasi ialah Stephens dalam Media Exposure and Modernization among the Applachian Poor (1972). Dipenelitian itu ia menyimpulkan proses modernisasi sangat membutuhkan peran komunikasi. Inkeles dan Smith ( Rogers 1989) dalam penelitiannya yang dilakukan di enam negara menyimpulkan, untuk menjadikan warga mayarakat yang modern diperlukan sosialisasi. Cara komunikasi yang penting dalam hal ini tidak lain melalui komunikasi massa, pendidikan massa dan industrialisasi. III. PENUTUP Modernisasi merupakan suatu proses yang berjalan sistematik, transformatik dan simultan. Ketiga proses ini bisa berlangsung bersamaan dalam realisasinya dikehidupan nyata. Supaya tetap berlangsung, modernisasi juga membutuhkan persyaratan tertentu, diantaranya berpikir ilmiah, sistem administrasi yang baik, database yang teratur, kondisi iklim usaha yang baik bagi perkembangan investasi. 97
Adanya modernissasi mengakibatkan perubahan yang tahan, pendidikan, kehidupan keluarga serta perubahan nilai sikap dan kepribadian. Satu hal yang memegang peran begitu penting dalam modernisasi yaitu komunikasi massa. Dengan ciri khasnya yaitu mampu menyampaikan pesan akurat dalam tempo yang relatif singkat ke seluruh penjuru tempat. Maka tidak dapat dipungkiri “virus moderenisasi” mampu ditularkan oleh media ini. Dengan keanekaragaman model pesan yang mampu dikemasnya bisa jadi khalayak tidak mampu me-ngontrol dirinya lagi, apakah ia terjangkit virus modernisasi yang sesungguhnya atau hanya modernisasi semu saja. Perlu dipahami setiap pesan dalam media massa akan diterima khalayak dalam bentuk nilai positif dan negatif. Demikianlah peran media masa dalam modernisasi DAFTAR PUSTAKA Belling, Wilard A. dan Toten George O, 1980, Masalah Model dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga , Penyunting Bur Rasuanto, Jakarta, Rajawali. Kusumaningrat, Hikmat dan Kusumaningrat Purnama, 2005, Jurnalistik Teori & Praktik, Bandung, Rosda. Jahi, Amri (Pen), Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara dunia Ketiga, 1988, Jakarta, Gramedia. Laurer, R, Perspektif Tentang Perubahan Sosial Edisi II, 1989, Jakarta, Bina Aksara. Rogers Everet (Pen), Komunikasi dan Pembangunan : Perspektif Kritis, 1989, Jakarta, LP3ES. Sorjono, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, 1990, Jakarta, Rajawali Pers. Soewarsono, 1991, Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia, Jakarta, LP3ES.
98