MASA SIMPAN TEMPE SEGAR BERBUMBU DENGAN METODE VAKUM DAN SUHU PENYIMPANAN
AJIE PAMBUDI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum Dan Suhu Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Ajie Pambudi NIM F24090059
ABSTRAK AJIE PAMBUDI. Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan. Dibimbing oleh MADE ASTAWAN. Tempe merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia. Improvisasi pengolahan tempe diperlukan untuk meningkatkan nilai tempe sebagai komoditas ekspor. Salah satu caranya ialah membuat tempe segar berbumbu. Tempe segar berbumbu dapat dibuat dengan cara mencampurkan bumbu setelah kedelai dimasak untuk kedua kalinya, ketika kedelai masih hangat dan basah, sebelum dilakukan peragian. Ada dua formula bumbu yang terpilih setelah melalui penelitian tahap I. Formula pertama ialah bumbu yang terbuat dari kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan ketumbar bubuk; dan yang kedua ialah bumbu yang terbuat dari kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan cabai bubuk. Masa simpan tempe segar berbumbu yang mendapat perlakuan blansir dan pengemasan vakum dapat diperpanjang hingga 3 hari jika dismpan pada suhu ruang, 8 hari pada suhu refrigerator, dan 28-29 hari pada suhu freezer. Kata Kunci: Masa simpan, Pemvakuman, Suhu Penyimpanan Tempe segar berbumbu.
ABSTRACT AJIE PAMBUDI. Shelf Life of Seasoned Fresh Tempe by Using Vacuum Packaging and Storage Temperature Methods. Supervised by MADE ASTAWAN. Tempe is one of the Indonesian cultural heritage. To support fresh tempe as export product, improvisation of tempe processing is needed to increase the added value. One of the way is making seasoned fresh tempe. Seasoned fresh tempe could be made by mixing the seasoning after the soybean cooked for the second time, when the soybean is still warm and wet. There were two seasoning formulations that selected after first stage research, the first was the seasoning made by combination of salt, garlic powder, and coriander powder; and the second was seasoning made by combination of salt, garlic powder, and chili powder. The shelf life of seasoned fresh tempe that have been blanched and vacuum packaged could be extended until 3 days at room temperature, 8 days at refrigerator, and 28-29 days at freezer. Keyword: Seasoned tempe, Shelf Life, Storage Temperature, Vacuum Packaging.
MASA SIMPAN TEMPE SEGAR BERBUMBU DENGAN METODE VAKUM DAN SUHU PENYIMPANAN
AJIE PAMBUDI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Masa Simpan Tempe Segar Bcrbum bu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan : Ajie Pambudi Nama NIM : F24090059
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Made Astawan, MS
Pembimbing
TanggaJ Lulus:
Judul Skripsi : Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan Nama : Ajie Pambudi NIM : F24090059
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Made Astawan, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan”. Selama penelitian, penulisan skripsi, dan masa studi, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof Dr Ir Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing atas kesabaran, saran, bimbingan, dan evaluasi, selama perkuliahan, penelitian, hingga penyusunan skripsi. 2. Bapak Dr Ir Budi Nurtama, M.Agr dan Ibu Dr Dra Suliantari, MS selaku dosen penguji atas kesedian waktunya dan saran perbaikannya. 3. Pemberi dana penelitian yaitu Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian MP3EI (Master Plan Percepatan Pertumbuhan Pembangunan Ekonomi Indonesia) Nomor: 232/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/VII/2013, tanggal 15 Juli 2013, atas nama Made Astawan. 4. KOPTI Kabupaten Bogor dan Rumah Tempe Indonesia, Pak Heri, Pak Yanto, Mas Abdi, Pak Rikamto, Bu Lis, serta segenap karyawan yang telah mengizinkan dan membantu penelitian. 5. Keluarga tersayang, Papah, Mamah, Mba Ayu, dan Mas Argo atas doa, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan hingga kini. 6. Segenap dosen, staf, dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 7. Rekan sebimbingan, Nadya, Mbak Sani, Kak Mursyid, Bang Prima, Kak Komang yang atas bantuan dan saran yang diberikan. 8. Rekan-rekan panelis tetap, Raden, Rita, Mala, Rachel, Larasati, Rossana, Mutiara, Yanica, Sarida, Cicely, Rizki, Agustin, dan Olga atas bantuaanya. 9. Rekan seperjuangan, Seno, Sobich, Iqbal, Dani, Zaim, Anan, Iyan, Afi, Tika, Trina, Irene, Cora, Yonas, Dini, Idong, Hayyu, Mila, Cici, dan Cicil. Rekan P2, Banu, Ardi, Adri, Defri, Jian, Icha, Ghesi dan lainnya. Keluarga ITP 46 Ayu, Dwi, Suci, Yoga, Ichal, Taufan, Fahmi, Luthfan, Raki, dan rekan-rekan lainnya, atas kebersamaan dan kekeluargaannya. 10. Rekan ITP 45, Kak Iqbal, Kak Hafiz, Kak Dika, Kak Obit, Kak Gita, Kak Bangun, serta rekan ITP 47 Qabul, Andra, Tasya, Furry, As’ad, Blasius, Khalid, Norman, dan Arya, atas saran dan motivasi yang telah diberikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013 Ajie Pambudi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1
1
2
3
4
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan Penelitian
2
METODE
2
2.1 Waktu dan Tempat
2
2.2 Bahan
2
2.3 Alat
2
2.4 Prosedur Analisis Data
3
2.5 Rancangan Percobaan
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
3.1 Penelitian Tahap I
8
3.2 Penelitian Tahap II
10
SIMPULAN DAN SARAN
19
4.1 Simpulan
19
4.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1 Analisis proksimat tempe segar berbumbu berbagai jenis formula 2 Rataan hasil uji organoleptik tempe mentah 3 Rataan hasil uji organoleptik tempe goreng 4 Perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang 5 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu ruang 7 Perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu refrigerator 8 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu refrigerator 9 Perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu freezer 10 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu freezer
12 13 14 15 15 16 17 18 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Diagram alir penelitian Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu Tempe dengan penambahan rempah tunggal Penampakan Tempe Segar Berbumbu
3 5 9 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai rata-rata kandungan gizi basis kering tempe berbagai formula 2 Rekapitulasi data analisis kadar air tempe 3 Rekapitulasi data analisis kadar abu tempe 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein tempe 5 Rekapitulasi data analisis kadar lemak tempe 6 Rekapitulasi data analisis kadar karbohidrat tempe 7 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut warna 8 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut aroma 9 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut tekstur 10 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut penampakan 11 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut overall 12 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut warna 13 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut aroma 14 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut tekstur 15 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut rasa 16 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut overall 17 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu ruang hari ke-3 18 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari ke8 19 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari ke10 20 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu freezer hari ke-28
22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 32 33 34 35 36 37 38 39 39 40
21 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu freezer hari ke-35 22 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu ruang 23 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu refrigerator 24 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu freezer 25 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu ruang 26 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu refrigerator 27 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu freezer 28 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang 29 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu refrigerator 30 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu freezer 31 Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu metode 1 32 Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu metode 3
40 41 41 42 42 43 43 44 45 46 47 48
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton. Berdasarkan data BPS, produksi kedelai 2012 diperkirakan sebesar 783,16 ribu ton biji kering (29% dari total kebutuhan kedelai nasional). Untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri, Indonesia harus mengimpor. Jumlah impor kedelai yang sangat besar tidak diimbangi dengan ekspor produk olahannya. Produk olahan kedelai yang terbanyak diproduksi di Indonesia adalah tempe, sekitar 60% atau sekitar 1,2 juta ton kedelai di Indonesia diolah menjadi tempe (Rosalina 2011). Tempe merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang banyak digemari masyrakat Indonesia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia diduga sekitar 8.50 kg (SUSENAS 2009), hal ini dapat terjadi karena tempe dikenal sebagai salah satu sumber protein yang harganya relatif terjangkau oleh semua lapisan masyrarakat. Tempe adalah pangan hasil fermentasi kacangkacangan yang telah direndam dan direbus untuk memperlunak teksturnya (Astuti et al. 2000). Namun jika tidak diikuti jenis kacang di belakangnya maka yang dimaksud adalah tempe kedelai. Menurut Badan Standardisasi Nasional dalam SNI 3144:2009, tempe kedelai adalah produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe. Untuk menyeimbangkan neraca ekspor-impor kedelai di Indonesia serta menjalankan misi ’tempe for the world’, studi untuk meningkatkan nilai tempe segar agar dapat dijadikan komoditi ekspor dirasa perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai jual tempe segar adalah mengolahnya menjadi tempe segar berbumbu. Tempe segar berbumbu dipilih karena tempe segar berbumbu diharapkan dapat meningkatkan kepraktisan penggunaanya serta dapat meningkatkan nilai jual tempe yang dapat diterapkan di tingkat pengrajin. Tempe dapat menjadi komoditas ekspor yang baik karene produk ini telah banyak dikenal oleh masyarakat mancanegara. Selain itu tempe dapat dijadikan sumber protein nabati untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat vegetarian yang sedang menjadi trend gaya hidup sehat. Hal lain yang perlu dilakukan untuk menunjang tempe sebagai produk ekspor ialah memeperpanjang masa simpannya melalui beberapa perlakuan, yaitu pemblansiran, pengemasan, dan suhu penyimpanannya. Institute of Food Technologist (IFT) dalam Arpah (2001), mendefinisikan masa simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Jenis parameter atau atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis produknya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan formulasi pembuatan tempe segar berbumbu, pemblansiran, metode pengemasan, dan suhu penyimpanan yang dapat diterapkan di tingkat pengrajin untuk memperpanjang masa simpannya.
2
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula dan metode yang tepat dalam memproduksi tempe segar berbumbu untuk memperpanjang masa simpannya.
2
METODE
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada dua tempat, yaitu produksi dilakukan di Rumah Tempe Indonesia, Jl. Raya Cilendek, sedangkan perlakuan pengemasan, penyimpanan, dan analisis dilakukan di Laboratorium IPB yang dibagi menjadi tiga tempat; pemblansiran dilakukan di Laboratorium Pilot Plan Seafast Center, pengemasan dilakukan di Laboratorium Pengemasan Teknologi Industri Pertanian, sedangkan penyimpanan dan analisisnya dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Penelitian ini dimulai pada 25 Februari hingga 20 Juli 2013. 2.2 Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kedelai, plastik pembungkus PP, rempah bubuk, bumbu-bumbu, minyak goreng, kertas saring Whatman No. 2, benang bebas lemak, heksana, HCl, akuades, H 2 SO 4 pekat, HgO, K 2 SO 4 , larutan 60% NaOH-5% Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O, H 3 BO 3 jenuh, batu didih, air destilata, indikator metilen red, metilen blue, indikator phenoftalein, NaOH, akuades, dan buffer. 2.3 Alat Alat-alat yang digunakan terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu alat untuk produksi tempe dan alat untuk analisis. Alat untuk produksi tempe meliputi ember, dandang perebus antikarat, mesin pengupas kulit kedelai antikarat, sendok, plastik, rak fermentasi antikarat, dan ruang fermentasi. Adapun alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain oven pengering, tanur listrik, alat ekstraksi Soxhlet berupa kondensor dan pemanas listrik, pemanas dan labu Kjeldahl lengkap, alat destilasi lengkap, buret, mistar, lemari es, vacuum packer, penetrometer, pH-meter, pipet volumetrik, desikator berisi bahan pengering, neraca analitik, penangas air, vortex, cawan alumunium, penjepit cawan (gegep), cawan porselin, labu lemak, gelas ukur, gelas arloji, gelas piala, tabung reaksi, botol semprot, labu Erlenmeyer, dan pipet tetes.
3 2.4 Prosedur Analisis Data Penelitian ini terdiri dari penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Pada penelitian tahap I dilakukan tahapan formulasi tempe segar berbumbu. Penelitian tahap II terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap produksi tempe segar berbumbu; tahap pra-analisis (pemblansiran, pengemasan, dan penyimpanan); serta tahap analisis kimia dan masa simpan. Secara umum alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian Tahap I Seleksi rempah tunggal Formulasi dan seleksi bumbu Seleksi metode pencampuran bumbu Formula tempe segar berbumbu terpilih
Produksi tempe segar berbumbu
Analisis Kimia • Kadar air • Kadar abu • Kadar protein • Kadar lemak • Kadar karbohidrat
Penelitian Tahap II
Analisis sensori
Perlakuan blansir dan tanpa blansir
Pengemasan vakum dan non vakum
Penyimpanan suhu ruang, refrigerator, dan
Analisis umur simpan
Gambar 1 Diagram alir penelitian 2.4.1
Penelitian Tahap I
Tahapan formulasi dilakukan untuk menentukan persentase bumbu dan ragi, serta metode yang tepat untuk mengoptimumkan pertumbuhan kapang pada tempe untuk menghasilkan karakteristik sensori yang baik. Hal ini dilakukan dengan metode trial and error.
4 Seleksi Rempah Tunggal Tahapan awal dari formulasi tempe segar berbumbu adalah menggunakan 9 jenis rempah kering bubuk sebanyak 0.5% dari berat kedelai basah. Masingmasing rempah tunggal ditambahkan kepada kedelai yang akan difermentasi menjadi tempe, untuk mengetahui pengaruh penambahan rempah terhadap pertumbuhan kapang. Selanjutnya diamati pertumbuhan kapang dan dilakukan uji sensori terhadap tempe yang dihasilkan. Rempah bubuk yang digunakan antara lain adalah lada putih, kunyit, biji pala, lengkuas, cabai, jahe, kencur, bawang putih, dan garam. Formulasi dan Seleksi Bumbu Tahap selanjutnya ialah meracik dan mengombinasikan rempah tersebut sehingga tercipta suatu bumbu masakan tradisional Indonesia. Selain bumbu yang diracik sendiri dari rempah bubuk, dilakukan juga pengujian menggunakan bumbu bubuk instan. Formula bumbu yang diujikan antara lain adalah: formula O, yaitu tanpa penambahan bumbu; formula A yaitu kombinasi rempah bawang putih bubuk, ketumbar bubuk, dan garam (1:1:1); formula B, yaitu kombinasi rempah bawang putih bubuk, cabai bubuk, dan garam (1:1:1); formula C, yaitu bumbu rendang bubuk instan; formula D, yaitu bumbu soto ayam bubuk instan; dan terakhir formula E, yaitu bumbu gulai bubuk instan, masing-masing dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% dari berat kedelai basah. Selanjutnya diamati pertumbuhan kapang dan dilakukan uji penerimaan terhadap tempe yang dihasilkan. Seleksi Metode Pencampuran Bumbu Metode pencampuran bumbu yang diujikan antara lain: metode 1, dengan cara bumbu dalam bentuk bubuk kering akan ditambahkan ketika kedelai telah kering dan dingin sesaat akan dicampurkan dengan ragi (Lampiran 31); metode 2, bumbu dalam bentuk kering ditambahkan pada kedelai sesaat setelah melalui pemasakan kedua saat kedelai masih hangat dan basah ; dan yang terakhir metode 3, bumbu dicampurkan saat pemasakan kedua (Lampiran 32). Selanjutnya diamati pertumbuhan kapang dan dilakukan uji sensori terhadap tempe yang dihasilkan. 2.4.2
Penelitian Tahap II
Penelitian tahap II terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap produksi tempe segar berbumbu; tahap pra-analisis, yang terdiri atas pemblansiran, pengemasan, dan peyimpanan; serta tahap analisis kimia dan masa simpan. Produksi Tempe Segar Berbumbu Produksi tempe segar berbumbu mengacu pada proses produksi tempe segar yang diterapkan di Rumah Tempe Indonesia dengan modifikasi sesuai hasil penelitian tahap I. Diagram alir proses pembuatan tempe segar berbumbu dapat dilihat pada Gambar 2.
5 Kedelai
Disortir
Pengotor dan kedelai tak layak pakai
Direndam I, t = 2 jam Dimasak I, T = 100 oC t = 30 menit Direndam II, t = 20-26 jam hingga pH 3-5
Dikupas dan dibelah dengan mesin dehuller
Dicuci dan dipisahkan dari kulit dan lembaga
Kedelai belah bersih tanpa kulit
Dimasak II, disiram air panas dan diaduk T = 100 oC t = 30 menit
Ditiriskan Dicampurkan bumbu
Bumbu bubuk 3%
Didinginkan dan dikeringkan dengan hembusan udara Ragi Raprima 0.2 %
Diinokulasian dengan ragi, T= 28-34 oC
Dikemas dalam plastik yang telah dilubangi berjarak 2cm x 2cm Difermentasi, T = 28-34 oC, t = 30-40 jam, RH 80%
Tempe segar berbumbu
Gambar 2 Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu
6 Analisis Kadar Air (AOAC 2005) Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Penetapan kadar air diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 105 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium tersebut dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama lima jam lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang sampai diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan. Analisis Kadar Abu (AOAC 2005) Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang di dalam cawan porselen tersebut. Selanjutnya cawan porselen berisi sampel dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan sempurna (berat konstan). Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005) Sebanyak 300 mg sampel ditimbang menggunakan neraca analitik. Selanjutnya sampel akan melalui tiga tahap, yaitu tahap digesti, destilasi, dan titrasi. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 1992) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebelum pengukuran kadar lemak, sampel dihidrolisis terlebih dahulu. Hasil hidrolisis kemudian dibungkus dengan selongsong dan diikat dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 4 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai bobot konstan. Analisis Kadar Karbohidrat Metode By Difference Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Analisis Sensori (Adawiyah dan Waysima 2009) Sampel yang digunakan adalah sampel tempe mentah dan goreng. Untuk sampel tempe mentah analisis sensori dilakukan dengan uji penerimaan metode rating hedonik pada atribut warna, aroma, penampakan, tekstur, dan secara
7 keseluruhan. Pada sampel tempe goreng atribut sensori yang diujikan adalah warna, aroma, rasa, tekstur, dan secara keseluruhan. Tempe digoreng dalam minyak dengan suhu 150 oC selama 5 menit dan ditiriskan. Sampel tempe mentah dan tempe goreng disajikan di atas piring secara berturut-turut dalam bentuk potongan, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Skala yang digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Panelis yang diambil responnya sebanyak 37 orang. Perlakuan Pra-Analisis Tempe segar berbumbu diberi perlakuan blansir dan tanpa blansir. Pemblansiran dilakukan dengan steam blancher, pada suhu 80 oC selama 5 menit. Selanjutnya masing-masing tempe mendapatkan perlakuan pengemasan vakum dan tidak vakum. Pemvakuman dilakukan dengan vacuum packer menggunakan plastik PE. Setelah dikemas, selanjutnya tempe akan disimpan pada tiga jenis suhu, yaitu: suhu ruang (26 oC - 29 oC), suhu refrigerator (10 oC - 5 oC), dan suhu freezer (-3 oC hingga -10oC). Analisis Masa Simpan Pengujian masa simpan tempe dilakukan dengan uji penerimaan konsumen oleh 12 orang panelis terlatih. Uji penerimaan ini meliputi parameter warna, aroma, tekstur, penampakan, dan keseluruhan atribut sensori (overall). Penilaian dilakukan dengan 7 skala penilaian, yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Pengujian masa simpan dilakukan pada tempe yang disimpan pada tiga suhu berbeda, yaitu suhu ruang, refrigerator, dan freezer. Tempe yang disimpan pada suhu ruang diuji setiap hari, tempe yang disimpan pada suhu refrigerator diuji tiap 2 hari sekali, sedangkan tempe yang disimpan pada suhu freezer diuji tiap 7 hari sekali. Pengujian dilakukan hingga panelis memberikan nilai rata-rata pada parameter overall di bawah 4. Atribut overall dipilih sebagai penentu masa simpan karena atribut ini dianggap paling mewakili untuk keseluruhan karakteristik sampel. Selanjutnya rataan skor akan diplotkan dalam kurva regresi linier sebagai sumbu x dan hari penyimpanan sebagai sumbu y. Selain diuji secara subjektif, sampel juga diuji secara objeketif selama periode penyimpanan. Parameter yang diuji antara lain adalah perubahan tekstur dengan penetrometer dan perubahan pH dengan pH-meter. Pengukuran tekstur dengan penetrometer diawali dengan pemilihan probe yang sesuai, dalam penelitian ini digunakan probe jarum tanpa beban. Setelah probe dipasang, tombol clutch ditekan untuk mengunci probe. Probe kemudian diturunkan hingga hampir menyentuh sampel dan tombol run ditekan. Setelah lima detik, pangkal besi diangkat dan skala yang tertera pada display dibaca. Hasil dinyatakan dalam kedalaman (mm). Sebelum pengukuran pH, pH meter terlebih dahulu dinyalakan dan distabilkan selama 15-30 menit, kemudian dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pada pH 7. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering. Contoh yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram
8 ditambah dengan 10 ml air destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka yang stabil (Apriyantono et al. 1989). 2.5 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji masa simpan adalah rancangan acak lengkap faktorial yang dilakukan pada masing-masing tiga suhu penyimpanan. Faktor yang digunakan adalah formula (Formula A, Formula B, dan Formula C), pemblansiran (blansir dan non-blansir), serta pengemasan (vakum dan non-vakum). Model matematik tersebut adalah sebagai berikut: Y ijkl = μ + A i + B j + C k + (AB) ij + (AC) ik + (BC) jk + (ABC) ijk + Ɛ ijkl Di mana: Y ijkl = Nilai pengamatan respon μ = Nilai rataan umum Ai = pengaruh formula tempe ke-i Bj = pengaruh pemblansiran tempe ke-j = pengaruh pengemasan tempe ke-k Ck (AB) ij = pengaruh interaksi formula dan pemblansiran (AC) ik = pengaruh interaksi formula dan pengemasan (BC) jk = pengaruh interaksi pemblansiran dan pengemasan (ABC) ijk = pengaruh interaksi formula, pemblansiran, dan pengemasan Ɛ ijkl = galat percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji penerimaan adalah rancangan blok acak lengkap. Faktor yang digunakan adalah formula tempe segar berbumbu (Formula A, B, dan O). Model matematik RBAL tersebut adalah sebagai berikut: Y ij = μ + A i + B j + Ɛ ij Di mana: Y ij = Nilai pengamatan respon μ = Nilai rataan umum Ai = pengaruh formula tempe Bj = pengaruh panelis Ɛ ij = galat percobaan
3
HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penelitian Tahap I
Penelitian tahap ini bertujuan untuk menentukan formula dan presentasi bumbu, ragi, serta metode pembuatan yang tepat untuk mengoptimumkan pertumbuhan kapang pada tempe dan menghasilkan tempe segar berbumbu dengan karakteristik sensori yang baik. Penelitian tahap awal dilakuakan untuk melihat pengaruh penambahan rempah tunggal terhadap pertumbuhan kapang Rizhopus sp. pada produksi tempe. Rempah-rempah dalam konsentrasi tertentu
9 dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Rahayu 2000). Rempah ditambahkan setelah kedelai didinginkan dan dikeringkan, setelah pemasakan II, sesaat sebelum kedelai ditambahkan ragi. Berdasarkan hasil pengamatan secara subjektif, penambahan rempah dengan konsentrasi 0.5% dari berat kedelai basah, tidak menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe tetap berhasil diproduksi. Namun dengan konsentrasi ini, tempe yang dihasilkan memiliki karakteristik sensori yang tidak berbeda secara signifikan dari kontrol (yang tidak ditambahkan rempah) kecuali untuk tempe yang ditambahkan garam dan kencur, baik untuk tempe mentah maupun goreng. Konsentrasi sebesar 0.5% dipilih karena yang digunakan hanya rempah tunggal, yang kemudian dikombinasikan menjadi suatu formula tempe segar berbumbu.
Gambar 3 Tempe dengan penambahan rempah tunggal Zat antimikroba pada rempah sebagian besar merupakan senyawa fenol dan turunannya, seperti gugus vanilamid pada kapsaisin cabe merah dan senyawa kurkumin pada kunyit. Senyawa fenol mampu untuk mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel, karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase air ke fase lemak (Rahayu 2000). Namun senyawa antimikroba ini tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang tempe. Mikroba utama yang berperan dalam fermentasi pembuatan tempe adalah kapang Rhizopus oligosporus (Barus et al. 2008), namun selain R. oligosporus terdapat kapang lain yang turut berperan dalam pembuatan tempe, di antaranya R. oryzae, R. arrhizus, dan R. stolonifer. Menurut Fardiaz (1992), dinding sel eukariotik pada kapang dan khamir pada umumnya lebih tebal daripada sel prokariotik. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab kapang tempe tetap dapat tumbuh walaupun dengan penambahan bumbu. Penampilan tempe yang telah ditambahkan rempah tunggal dapat dilihat pada Gambar 3. Bumbu didefinisikan sebagai campuran rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan bahan lain seperti garam, gula, dan atau asam untuk meningkatkan cita rasa makanan yang ditambahkan selama proses pengolahan pada industri
10 pangan atau selama proses pemasakan pada skala rumah tangga (Hirasa dan Takemasa 1998). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian secara subjektif pada seleksi formula bumbu, tempe berhasil diproduksi pada saat penambahan bumbu dengan konsentrasi 1% dan 2% untuk setiap formula bumbu, namun tidak memunculkan karakteristik sensori yang diinginkan. Penambahan bumbu rendang bubuk instan (formula C), soto ayam bubuk instan (formula D), dan, yaitu bumbu gulai bubuk instan (formula E) sebanyak 3% menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe gagal diproduksi. Gagalnya fermentasi kapang pada formula C, D, dan E yang terbuat dari bumbu bubuk instan diduga karena adanya pengawet yang ditambahkan dalam proses produksinya, selain itu tidak diketahui dengan pasti berapa persentase rempah-rempah dan tambahan bahan sintetik seperti pewarna yang digunakan dalam pembuatan bumbu tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan kapang. Penambahan bumbu kombinasi rempah bawang putih bubuk, ketumbar bubuk, dan garam (formula A), dan bumbu kombinasi rempah bawang putih bubuk, cabai bubuk, dan garam (formula B) sebanyak 3% tidak menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe segar berbumbu berhasil diproduksi. Formula bumbu ini yang selanjutnya dipakai dalam penelitian tahap II. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian secara subjektif untuk metode pencampuran bumbu, metode yang terpilih ialah metode 2, yaitu bumbu dicampurkan saat kedelai masih hangat dan basah segera setelah pemasakan kedua. Metode ini menghasilkan tempe yang pertumbuhan kapangnya baik serta menghasilkan rasa yang diinginkan. Jika dibandingkan dengan metode lainnya metode ini menghasilkan mutu organoleptik yang paling baik dan tidak mengalami susut massa yang signifikan. Hal ini diduga terjadi karena bumbu dapat meresap ke dalam kedelai ketika dicampurkan saat kedelai masih hangat. Tempe yang dihasilkan dengan metode 1, yakni bumbu dicampurkan ketika kedelai sudah didinginkan dan dikeringkan, pertumbuhan kapang tidak sempurna. Hal tersebut dapat terjadi karena sifat bumbu yang bersifat higroskopis, membuat bumbu mengikat air dan menyebabkan kandungan air serta kelembapan kedelai yang akan difermentasi meningkat karena tidak ada proses penirisan dan pengeringan kembali setelah dicampurkan bumbu.. Tempe yang dihasilkan dengan metode 3 memiliki susut massa yang paling tinggi, hal ini tentu saja akan merugikan dari aspek produksi dan sulit diterapkan di tingkat pengrajin. Susut massa ini dapat terjadi karena kedelai dimasak cukup lama bersama bumbu hingga meresap, yang mengakibatkan migrasi bahan pangan saat proses pemasakan (Widaningrum et al. 2008). Selain itu karakteristik sensori dari tempe yang dihasilkan dengan metode 3, kurang terasa untuk parameter rasa dan aromanya. Hal ini dapat terjadi karena bumbu ditambahkan saat pemasakan kedua, yang mengakibatkan beberapa komponen flavor dapat hilang atau rusak karena panas maupun larut dalam air perebusan yang menurunkan penerimaan oragnoleptik produknya (Widaningrum et al. 2008). 3.2 Penelitian Tahap II Tempe adalah pangan hasil fermentasi kapang Rhizopus sp. yang berasal dari Indonesia yang umumnya terbuat dari kacang kedelai (Nout dan Kiers 2005). Tempe segar berbumbu dapat didefinisikan sebagai tempe yang telah memiliki
11 bumbu ketika masih segar, tidak ditambahkan setelah tempe diproduksi. Pembuatan tempe segar berbumbu dengan berbagai formula bumbu dilakukan pada waktu yang sama. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan adanya variasi kondisi proses yang dapat menghasilkan ketidakseragaman pada tempe yang dihasilkan. Tempe yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah tempe formula O (tempe segar tanpa penambahan bumbu), formula A (kombinasi bawang putih, ketumbar, dan garam), dan formula B (kombinasi bawang putih, cabai, dan garam). Penampakan tempe segar berbumbu dapat dilihat pada Gambar 4. Pembuatan tempe segar berbumbu secara garis besar sama dengan pembuatan tempe pada umumnya. Pembuatan tempe segar berbumbu juga melalui tahapan pengupasan, perendaman, pemasakan, penirisan, pendinginan, inokulasi, pengemasan, dan inkubasi (Babu et al. 2009). Modifikasi yang dilakukan adalah penambahan bumbu dalam bentuk bubuk pada kedelai setelah pemasakan II. Pengupasan bertujuan menghilangkan kulit yang bersifat keras. Miselium kapang tidak dapat menembus lapisan kulit ari kedelai karena adanya zat tanduk, sehingga bila tidak dikupas maka produk tempe kurang kompak (Sarwono 2002). Perendaman kedelai dilakukan selama semalam sampai air rendaman berbusa dan berbau asam, hingga pH mencapai 3 - 5. Fungsi utama proses pengasaman adalah mendukung pertumbuhan kapang dan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen dan pembusuk (Nout dan Kiers 2005). Perebusan atau pemasakan kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai yang meningkatkan daya cerna tempe yang dihasilkan, menghilangkan zat antigizi kedelai, menghentikan, dan membunuh semua bakteri yang tidak diinginkan. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), innokulum yang diinokulasikan berbentuk kering untuk menjaga kelembapan kedelai tetap rendah (45-55%). Oleh sebab itu sebelum penginokulasian, kedelai perlu ditiriskan dan didinginkan. Saat inokulasi suhu kedelai maksimal 37-43oC, masa inkubasi yang optimal dengan RH 70-80% selama 24-30 jam pada suhu 30-31oC.
Tempe Formula O
Tempe Formula A
Tempe Formula B
Gambar 4 Penampakan Tempe Segar Berbumbu Komposisi Kimia Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air tempe segar untuk tiga jenis formula berkisar antara 61.04% hingga 63.49% (Tabel 1). Jenis formula berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tempe (p<0.01). Tempe formula A memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan tempe formula B dan O, hal ini dapat terjadi karena sifat bumbu yang higroskopis sehingga meningkatkan jumlah
12 kandungan air. Jika dibandingkan SNI Tempe Kedelai (2009) nilai kadar air ini masih sesuai standar, yaitu <65%. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral pada bahan pangan. Kandungan mineral yang cukup banyak berada di dalam tempe antara lain kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan kalium (USDA 1998). Kadar abu tempe segar tiap formula berkisar antara 0.88% sampai 2.06% (b/b). Penambahan bumbu akan meningkatkan kadar abu secara sangat nyata (p<0.01). Nilai kadar abu untuk tempe formula B (2.06% b/b) melebihi standar yang ditetapkan SNI (maks. 1.50% b/b). Peningkatan ini dapat terjadi karena bumbu yang ditambahkan mengandung mineral tambahan, terutama natrium dan klor dari garam. Tabel 1 Analisis proksimat tempe segar berbumbu berbagai jenis formula Parameter Air (%b/b) Abu (%b/b)
Jenis Tempe Segar Berbumbu Formula A Formula B Formula O 63.49b 61.30a 61.04a b
1.50
a
Kadar Protein (%b/b)
18.92
Lemak (%b/b)
10.04a
Karbohidrat (%b/b)
6.06
b
SNI
signifikansi
maks. 65 maks. 1.5
0.000
18.20
18.72
a
min. 16
0.174
10.56a
11.37b
min. 10
0.001
c
2.06
a
a
7.89
a
0.88
7.99
a
0.000
0.016
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi.
Penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar protein tempe. Kadar protein tempe formula O, A, dan B berturut-turut adalah 18.72, 18.92, 18.20% (b/b). Nilai ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI (min. 16% b/b). Kandungan protein yang tinggi ini merupakan salah satu keunggulan produk tempe. Protein pada tempe terutama berasal dari kacang kedelai yang mengandung asam amino yang cukup lengkap. Asam amino essensial pada kedelai meliputi isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, serta asam amino non essensial seperti alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam aspartat dan asam glutamat (Cahyadi 2006). Selain berasal dari kedelai, miselium kapang yang memiliki aktivitas proteolitik juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kuantitas dan kualitas protein pada tempe (Rahayu 2004). Pemecahan oleh enzim protease ini mengubah protein kompleks menjadi peptida dan asam amino berberat molekul rendah yang menyebabkan protein tempe lebih mudah tercerna dibandingkan ketika masih berupa kacang kedelai. Kadar lemak tempe segar tanpa bumbu (11.37% b/b) memiliki nilai yang lebih tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe segar berbumbu, baik untuk formula A (10.04% b/b) dan formula B (10.56% b/b). Hal ini dapat terjadi karena penambahan bumbu meningkatkan kadar mineral tempe, sehingga presentasi lemak yang ada berkurang. Namun kadar lemak ketiga tempe yang dihasilkan masih sesuai dengan SNI tempe yaitu minimal 10% b/b. Lemak pada tempe berasal dari lemak kedelai yang mengandung asam lemak esensial yang cukup, yaitu asam linoleat (Omega 6) serta linolenat (Omega 3). Selama
13 fermentasi, kapang akan mensintesis enzim lipase yang akan menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas (Astuti et al. 2000). Analisis karbohidrat dilakukan dengan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga jenis tempe memiliki kadar karbohidrat berkisar 6.06% hingga 7.99% (b/b). Sebagian besar karbohidrat yang terkandung dalam tempe berasal dari kedelai yang berupa karbohidrat kompleks, meliputi sukrosa, pati dan oligosakarida penyebab flatulensi (Astuti et al. 2000). Namun dalam fermentasinya, kapang juga mencerna karbohidrat kompleks tersebut dengan prinsip penurunan heksosa secara cepat dan hidrolisis stakiosa secara lambat (Rahayu 2004). Penurunan kadar karbohidrat ini diiringi oleh kenaikan kadar total solid (Nuraida et al. 2005). Analisis Sensori Analisis sensori dilakukan terhadap tempe mentah dan tempe goreng dengan metode rating hedonik oleh 37 orang panelis. Bentuk dan ukuran tempe, baik pada tempe mentah maupun tempe goreng dibuat seragam untuk menghindari bias. Tempe mentah disajikan terlebih dahulu untuk dinilai panelis, yang dilanjutkan dengan tempe goreng. Tabel 2 Rataan hasil uji organoleptik tempe mentah Atribut Warna Aroma Tekstur Penampakan Overall
Sampel Tempe Mentah Formula O Formula A Formula B 5.84a 4.00b 4.05b a b 5.49 4.03 4.11b 5.46a 4.51b 4.81ab 6.00a 4.03b 4.41b 5.76a 4.05b 4.24b
Signifikansi 0.000 0.000 0.016 0.000 0.000
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi
Tabel 2 menunjukkan tempe mentah yang tidak diberi bumbu lebih disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe segar berbumbu baik untuk formula A dan formula B untuk setiap atribut sensori, kecuali tekstur (Lampiran 7-11) . Hal ini diduga karena panelis telah memiliki gambaran umum mengenai tempe segar harus sesuai dengan tempe segar yang selama ini telah beredar dan dikonsumsi. Tempe segar berbumbu baik formula A dan B memiliki warna kedelai yang tercampur rempah, aroma khas tempe bercampur rempah, penampakan titik-titik bumbu pada miselium kapang dan bagian dalam tempe, serta tekstur yang sedikit lebih lunak. Perbedaan ini yang memungkinkan panelis memberikan nilai yang lebih rendah dibandingkan tempe segar tanpa bumbu. Namun tempe segar berbumbu masih dapat diterima karena nilai rataan untuk setiap parameter uji berada diatas 4.00 (netral). Hasil analisis sensori pada sampel tempe goreng (Tabel 3), menunjukkan bahwa sampel tempe goreng yang tidak berbumbu lebih disukai pada atribut warna dan aroma. Warna tempe berbumbu goreng, khususnya untuk formula A
14 lebih gelap dan terdapat titik-titik rempah jika dibandingkan formula O, karena adanya penambahan bumbu. Hal ini yang menyebabkan tempe formula A lebih tidak disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe formula O (Lampiran 12). Aroma tempe goreng tanpa penambahan bumbu lebih disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe berbumbu (Lampiran 13). Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma alami khas tempe goreng. Aroma tempe goreng yang bercampur rempah kurang disukai panelis, namun masih dapat diterima dengan tingkat penerimaan sedang. Warna dan aroma tempe berbumbu goreng untuk formula A dan B telah mendapatkan penerimaan yang cukup baik, dengan nilai penerimaan agak suka hingga suka. Tabel 3 Rataan hasil uji organoleptik tempe goreng Atribut Warna Aroma Tekstur Rasa Overall
Sampel Tempe Goreng Formula O Formula A Formula B 5.95a 5.00b 5.51b 6.05a 5.05b 5.30ab 5.54a 5.38a 5.49a 5.27a 5.41a 5.57a 5.65a 5.41a 5.57a
Signifikansi 0.002 0.002 0.845 0.618 0.564
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi
Tempe berbumbu goreng untuk tiap formula menunjukkan nilai penerimaan yang cukup baik untuk atribut tekstur, rasa, dan overall. Nilai penerimaan ini juga tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai penerimaan tempe goreng tanpa bumbu (Lampiran 14-16). Tekstur tempe goreng yang dihasilkan untuk tiap formula relatif seragam. Perbedaan rasa untuk tiap formula tempe tidak memengaruhi penerimaan panelis terhadap tempe goreng. Tiap varian rasa dari tempe berbumbu mendapatkan penerimaan yang cukup baik dengan nilai rataan berkisar 5.41-5.57 (agak suka hingga suka). Hasil ini menunjukkan bahwa panelis telah dapat menerima tempe segar berbumbu yang telah digoreng. Analisis Masa Simpan Penetapan masa simpan dan parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Pada skala industri besar atau komersial, masa simpan ditentukan berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang didukung hasil evaluasi distribusi di lapangan (Herawati 2008). Berkaitan dengan berkembangnya industri pangan skala usaha kecil-menengah seperti tempe, perlu dikembangkan penentuan masa simpan produk sebagai bentuk jaminan keamanan dan kualitas pangan. Penentuan masa simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu sampai produk tersebut menjadi rusak (Spiegel 1992). Penentuan masa simpan dapat dilakukan dengan metode konvensional. Pada umumnya metode ini diterapkan pada produk yang memiliki masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan. Metode ini cukup akurat
15 dan tepat namun memerlukan waktu yang lama. Dalam metode ini dilakukan penyimpanan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya (Arpah 2001). Parameter penurunan mutu yang mudah diamati ialah perubahan faktor organoleptiknya, yang dapat diamati melalui atribut sensori (aroma, warna, tekstur, penampakan, dan overall), yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Gelman et al.1990). Tabel 4 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang
Formula O, non-Blansir, Vakum
0 6.25
1 5.08
Hari ke2 3 4.75 4.08
Formula O, non-Blansir, non-Vakum
6.75
6.33
4.50
Formula O, Blansir, non-Vakum
6.17
5.58
Formula O, Blansir, Vakum
6.25
Formula A, non-Blansir, Vakum
Perlakuan
4 3.25
5 2.75
2.67
-
-
3.33
2.08
-
-
6.25
5.33
4.67
3.75
2.92
6.50
5.67
4.50
3.83
2.92
-
Formula A, non-Blansir, non-Vakum
6.50
5.08
4.25
2.33
-
-
Formula A, Blansir, non-Vakum
6.25
5.00
4.00
2.67
-
-
Formula A, Blansir, Vakum
6.25
5.75
4.83
4.08
2.75
-
Formula B, non-Blansir, Vakum
6.67
5.25
4.50
3.67
2.83
-
Formula B, non-Blansir, non-Vakum
6.58
4.83
3.75
2.17
-
-
Formula B, Blansir, non-Vakum
6.75
4.67
3.25
2.33
-
-
Formula B, Blansir, Vakum
6.42
5.67
4.50
4.00
3.33
2.75
Tabel 5 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu ruang Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
Persamaan regresi linier y = -0.6760x + 6.0500 y = -1.4070x + 7.1730 y = -1.4520x + 6.4680 y = -0.7089x + 6.6338 y = -0.9000x + 6.4840 y = -1.1740x + 6.2410 y = -1.3340x + 6.5410 y = -0.8670x + 6.4660 y = -0.9260x + 6.4360 y = -1.4310x + 6.4790 y = -1.4680x + 6.4520 y = -0.7391x + 6.2929
R² R² = 0.9818 R² = 0.9432 R² = 0.9580 R² = 0.9645 R² = 0.9945 R² = 0.9973 R² = 0.9776 R² = 0.9758 R² = 0.9840 R² = 0.9927 R² = 0.9696 R² = 0.9838
Masa simpan 3 2 1 3 2 2 2 3 2 1 1 3
Menurut Koswara (1995), kerusakan utama pada produk tempe ialah terbentuknya senyawa amonia (NH 3 ) selama penyimpanan. Aktivitas enzim
16 proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba starter dan kontaminan akan mendegradasi protein menjadi senyawa amonia. Tempe segar yang disimpan dalam suhu ruang dan tidak terkemas dengan baik hanya bertahan maksimal 2 hari. Tempe merupakan produk yang cepat rusak, oleh sebab itu perlu upaya untuk memperpanjang masa simpannya dalam berbagai suhu penyimpanan, antara lain dengan melakukan pemblansiran dan pengemasan vakum. Perlakuan blansir pada tempe bertujuan untuk mematikan pertumbuhan kapang. Selain itu proses blansir juga dapat menginaktivasi lipase sehingga mencegah ketengikan. Pengemasan vakum pada prinsipnya adalah mengeluarkan udara dari dalam kemasan sehingga ketersediaan udara (khususnya oksigen) akan berkurang, kerusakan-kerusakan akan diperlambat, sehingga masa simpannya menjadi lebih panjang (Ali 2008). Tabel 5 menunjukkan, bahwa tempe yang disimpan pada suhu ruang (suhu 26 oC sampai 29 oC) dapat bertahan hingga hari ketiga, untuk setiap formula jika mendapatkan perlakuan blansir dan dikemas vakum. Namun untuk tempe tanpa bumbu pengemasan vakum tanpa blansir terlebih dahulu tetap dapat memperpanjang masa simpan tempe hingga tiga hari. Hasil uji statistik (Lampiran 17) menunjukkan bahwa perlakuan blansir tidak berpengaruh terhadap masa simpan tempe pada suhu ruang. Hal ini diduga dapat terjadi karena pemblansiran dengan uap dapat meningkatkan kadar air tempe yang dapat memepercepat kerusakannya. Selain itu suhu blansir (80oC) dan waktu blansir (5 menit) yang digunakan, belum maksimal dalam menghambat pertumbuhan kapang dan menginaktivasi enzim proteolitik serta lipase. Namun, jika suhu dan waktu ditingkatkan maka tempe tidak lagi menjadi segar (terlihat sebagai tempe rebus) yang dapat menimbulkan bias bagi panelis. Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik dengan biaya termurah untuk menyimpan tempe tanpa penambahan bumbu di suhu ruang ialah pengemasan vakum tanpa blansir. Sedangkan untuk tempe berbumbu, perlu kombinasi blansir dan kemas vakum. Tabel 6 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu refrigerator
Formula O, non-Blansir, Vakum
0 6.25
2 6.25
Hari ke4 6 8 4.50 4.25 3.50
Formula O, non-Blansir, non-Vakum
6.75
5.67
5.25
4.92
4.67
3.92
2.58
Formula O, Blansir, non-Vakum
6.17
5.83
5.58
5.17
4.83
3.58
2.67
Formula O, Blansir, Vakum
6.25
5.08
4.83
4.83
4.83
4.00
2.92
Formula A, non-Blansir, Vakum
6.50
5.75
5.25
4.25
3.67
2.83
-
Formula A, non-Blansir, non-Vakum
6.50
5.67
5.00
4.58
3.67
2.17
-
Formula A, Blansir, non-Vakum
6.25
5.08
4.58
4.00
3.50
2.50
-
Formula A, Blansir, Vakum
6.25
6.00
5.67
5.00
4.17
3.92
2.92
Formula B, non-Blansir, Vakum
6.67
5.83
5.25
4.25
3.08
2.42
-
Formula B, non-Blansir, non-Vakum
6.58
5.00
4.67
4.00
3.17
2.25
-
Formula B, Blansir, non-Vakum
6.75
5.08
4.58
4.00
3.33
2.42
-
Formula B, Blansir, Vakum
6.42
6.00
5.67
5.00
4.08
3.17
2.67
Perlakuan
10 3.33
12 2.92
17
Tabel 7 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu refrigerator Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
Persamaan regresi linier y = -0,3005x + 6,2318 y = -0,2813x + 6,5204 y = -0,2963x + 6,6004 y = -0,2170x + 5,9789 y = -0,3656x + 6,5362 y = -0,4010x + 6,6033 y = -0,3439x + 6,0376 y = -0,2795x + 6,5239 y = -0,4357x + 6,7619 y = -0,3973x + 6,2648 y = -0,3926x + 6,3229 y = -0,3304x + 6,6979
R² R² = 0,9182 R² = 0,9132 R² = 0,9368 R² = 0,8432 R² = 0,9947 R² = 0,9633 R² = 0,9786 R² = 0,9687 R² = 0,9914 R² = 0,9699 R² = 0,9604 R² = 0,9760
Masa simpan 7 8 8 9 6 6 6 8 6 5 6 8
Penyimpanan tempe pada suhu refrigerator dapat mengurangi laju penurunan mutu organoleptiknya. Menurut Springer (2002), penyimpanan pada suhu dingin dapat menurunkan total mikroba pada tempe dari 108 sel/g menjadi 106 sel/g selama 5 hari masa penyimpanan. Hal ini dipertegas oleh Moreno et al. (2002) yang menyatakan penyimpanan suhu dingin tanpa perlakuan pendahuluan dapat memperpanjang masa simpan tempe hingga lima hari. Tempe yang disimpan di refrigerator dikondisikan dahulu pada suhu ruang selama 30 menit, untuk menghindari bias sampel. Kombinasi ketiga perlakuan (formula bumbu, pemblansiran, dan pengemasan) tidak berpengaruh secara signifikan pada penyimpanan di suhu ini (Lampiran 18-19). Namun perlakuan masing-masing, serta kombinasi formula-pengemasan dan pemblansiranpengemasan berpengaruh nyata. Hasil pengujian masa simpan menunjukkan bahwa tempe segar berbumbu dapat disimpan hingga hari ke-8, sedangkan tempe tanpa penambahan bumbu dapat disimpan hingga hari ke-9, jika mendapatkan perlakuan blansir dan pengemasan vakum (Tabel 7). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdjannah dan Sumarlin (2010), yang mengatakan bahwa kombinasi pengemasan vakum dan penyimpanan suhu dingin dapat memperpanjang masa simpan suatu produk pangan. Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis atau pertumbuhan mikroba. Semakin rendah suhu penyimpanan, maka akan memperlambat proses tersebut. Penggunaan suhu beku atau penyimpanan dalam freezer, semakin menghambat penurunan mutu organoletik. Penelitian yang dilakukan Hesseltine (1963) menunjukan penyimpanan tempe pada suhu beku tanpa perlakuan pendahuluan dapat memperpanjang penyimpanan hingga 3 minggu.
18 Tabel 8 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu freezer
Formula O, non-Blansir, Vakum
0 6.25
7 6.25
Hari ke14 21 28 5.00 4.50 4.33
Formula O, non-Blansir, non-Vakum
6.75
6.00
5.25
4.83
4.67
3.75 2.75
Formula O, Blansir, non-Vakum
6.17
5.83
5.67
5.25
5.00
4.00 2.67
Formula O, Blansir, Vakum
6.25
6.00
5.67
5.42
4.92
4.00 2.75
Formula A, non-Blansir, Vakum
6.50
5.75
4.83
4.67
3.83
3.17 2.67
Formula A, non-Blansir, non-Vakum
6.50
6.00
5.25
4.50
3.50
2.58
-
Formula A, Blansir, non-Vakum
6.25
5.83
5.08
4.67
3.42
2.92
-
Formula A, Blansir, Vakum
6.25
6.00
5.67
5.00
4.25
3.25 2.75
Formula B, non-Blansir, Vakum
6.67
5.83
4.92
4.67
3.42
2.83
Formula B, non-Blansir, non-Vakum
6.58
6.00
5.25
4.83
3.92
3.67 2.67
Formula B, Blansir, non-Vakum
6.75
5.58
5.08
4.67
3.08
2.83
Formula B, Blansir, Vakum
6.42
5.83
5.08
4.83
4.00
3.25 2.75
Perlakuan
35 42 3.92 2.50
-
Tabel 9 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu freezer Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
Persamaan regresi linier y = -0,0846x + 6,4550 y = -0,0871x + 6,6871 y = -0,0757x + 6,5304 y = -0,0778x + 6,6354 y = -0,1137x + 6,7110 y = -0,0991x + 6,4300 y = -0,0901x + 6,3796 y = -0,0889x + 6,6050 y = -0,1089x + 6,6290 y = -0,0904x + 6,6014 y = -0,1123x + 6,6300 y = -0,0880x + 6,4425
R² R² = 0,9335 R² = 0,9696 R² = 0,8753 R² = 0,8973 R² = 0,9890 R² = 0,9765 R² = 0,9875 R² = 0,9659 R² = 0,9835 R² = 0,9894 R² = 0,9622 R² = 0,9920
Masa simpan 29 30 33 33 23 24 26 29 24 28 23 28
Tempe yang disimpan dalam freezer (temperatur -3 oC hingga -10oC) terlebih dahulu di-thawing pada suhu ruang selama 1.5 jam untuk mengembalikan tekstur dan menghindari bias dengan sampel lain. Kombinasi ketiga perlakuan tidak berpengaruh secara signifikan berdasarkan hasil uji statistik (Lampiran 2021). Hasil uji masa simpan menunjukkan tempe tanpa bumbu dapat disimpan hingga hari ke-33 (Tabel 9), jika mendapat perlakuan blansir terlebih dahulu baik dikemas vakum atau tidak. Pengemasan vakum tidak berpengaruh secara nyata dalam kondisi ini, karena pada suhu beku di hari ke-35 kemasan tidak lagi vakum, dan akan pecah-pecah saat di-thawing. Tempe segar berbumbu hanya dapat
19 bertahan hingga hari ke-28 dan 29, untuk yang telah mendapatkan perlakuan blansir dan pengemasan vakum. Tempe segar berbumbu lebih cepat rusak dibandingkan dengan tempe segar biasa jika disimpan pada suhu refrigerator dan freezer. Hal ini dapat terjadi karena pada proses pembuatan tempe berbumbu ragi yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan saat membuat tempe biasa agar tempe dapat diproduksi. Lebih banyaknya jumlah ragi yang diinokulasikan diduga menyebabkan jumlah mikroba yang bertahan lebih banyak selama penyimpanan, akibatnya enzim proteolitik yang disintesis menjadi lebih banyak, sehingga penurunan mutu lebih cepat. Tempe segar yang telah ditolak menunjukkan beberapa kerusakan atribut sensori, di antaranya adalah tekstur yang melunak, bau busuk, munculnya lendir dan warna yang menghitam. Menurut Sarwono (2002) bau busuk tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik dalam menguraikan protein menjadi peptida atau asam amino secara anaerobik yang menghasilkan H 2 S, amonia, metil sulfida, amin, dan senyawa -senyawa lain yang berbau busuk. Munculnya lendir dan warna yang menghitam diduga terjadi akibat adanya aktivitas mikroba, baik oleh kapang tempe maupun kontaminan. Parameter objektif yang diamati selama masa simpan ialah perubahan pH dan tekstur. Koswara (1995) menyatakan, selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba starter dan kontaminan akan mendegradasi protein menjadi senyawa amonia. Produksi amonia ini akan berkorelasi positif dengan pembentukan senyawa basa, akibatnya pH meningkat. Perubahan pH tempe selama penyimpanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10-12. Selama penyimpanan tekstur tempe cenderung melunak, nilai tekstur digambarkan oleh kedalaman penetrasi. Perubahan tekstur ini dapat dilihat pada Lampiran 13-15. Semakin dalam nilai penetrasinya maka semakin lunak tempe tersebut. Tekstur tempe yang lunak diperoleh dari perombakan matriks interseluler dalam jaringan biji kedelai oleh kapang R.oligosporus (Ferreira et al. 2011).
4
SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan
Formula bumbu yang terpilih dalam memproduksi tempe segar berbumbu adalah formula A, yaitu kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan ketumbar bubuk serta formula B, yaitu kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan cabai bubuk dengan konsentrasi masing-masing formula sebanyak 3%. Metode pembuatan tempe segar berbumbu yang terpilih adalah metode 2, yaitu bumbu yang dicampurkan ketika kedelai telah melewati pemasakan kedua saat kedelai masih hangat dan basah. Tempe segar berbumbu dapat diperpanjang masa simpannya jika dilakukan kombinasi perlakuan blansir dan kemas vakum. Setelah melalui perlakuan ini tempe segar berbumbu dapat disimpan hingga 3 hari pada suhu ruang, 8 hari pada suhu refrigerator, dan 28-29 hari pada suhu freezer.
20 4.2 Saran Formula dan metode pembuatan tempe segar berbumbu yang dihasilkan diharapkan dapat diterapkan di tingkat pengrajin untuk meningkatkan nilai jual tempe. Namun diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk menyempurnakan ataupun menemukan formula lain yang lebih dapat diterima konsumen. Penggunaan plastik untuk mengemas vakum perlu diperhatikan kesesuaiannya dan perlu adanya pengujian kevakuman kemasan selama penyimpanan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan guna lebih memperpanjang masa simpan tempe segar berbumbu, serta metode pengujian masa simpan yang lebih tepat, cepat, dan objektif.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Washington DC (US): AOAC. Adawiyah DR, Waysima. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Produk Pangan. ed ke-1. Bogor (ID): Departemen ITP, Fateta, IPB. Ali HM. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis SCL, Pengemasan, Pengepakan, dan Labeling Produk Hasil Ternak. Makassar (ID): Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB. Arpah. 2001. Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Sudi Ilmu Pangan Program Pascasarjana. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Astuti M, A Meliala, FS Dalais, ML Wahlqvist. 2000. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition. 9:322325. Babu PD, R Bhakyaraj, R Vidhyalakshmi. 2009. A Low Cost Nutritious Food “Tempeh”- a review. World Journal of Dairy & Food Sciences. 4(1):22-27. Barus T, Suwanto A, Wahyudi AT, Wijaya H. 2008. Role of Bacteria in Tempe Bitter Taste Formation: Microbiological and Molecular Biological Analysis Based on 16S rRNA Gene. Journal Microbiology Indonesia. Vol. 2 No. 1 IV/2008: 17-21. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik No. 70/11/Th. XV, 1 November 2012. Jakarta (ID): BPS. Cahyadi W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta (ID): PT. Bumi aksara. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka. Ferreira M. 2011. Changes in the Isoflavone Profile and in the Chemical Composition of Tempeh During Processing and Refrigeration. Pesq Agropec Bras. 46(11): 1555-1561. Gelman A, Pasteur R, Rave M. 1990. Quality Change and Storage Life of Cammon Carp (Cyprinus carpio) at various storage temperatures. J. Sci. Food Agric. 52: 231−241. Herawati H. 2008. Penentuan Umur Simpan Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4), 2008.
21 Hesseltine CW. 1963. Fermented Soybean Food Products. Di dalam : Liu K. 1997. Soybean Chemistry, Technology, and Utilization. New York (US): Chapman & Hall, International Thomson Publ. Hirasa K, Takemasa M. 1998. Spice Science and Technology. New York (US): Marcel Dekker Inc. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan. Moreno MRF, Leisner JJ, Tee LK, Key C, Radu S, De Vuyst L. 2002. Microbial Analysis of Malaysian Tempeh and Caracterization of Two Bacteriocins by Isolates of Enterococcus faecium. Jurnal of Applied Microbiology. 92:147-157 Nout MJR, JL Kiers. 2005. A review tempe fermentation, innovation, and fuctionality: update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology. 98:789-805. Nuraida L, Suliantari, Andarwulan N, Adawiyah DR, Noviar R, Denny A. 2005. Evaluation of Soybean Varieties on Production and Quality of Tempe. Bogor (ID): Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Nurdjannah R, Sumarlin R. 2010. Pengaruh Pengemasan Vakum dan Suhu Penyimpanan Terhadap Sifat Mutu Daging Domba Lokal. Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Rahayu WP. 2000. Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. XI.2.200: 42-48. Rahayu K. 2004. Industrialization of tempe fermentation. In KH Steinkraus (ed). Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd Edition. New York (US): Marcel Dekker, Inc. Rosalina. 2011. Swasembada Kedelai Terancam Gagal [internet] [diacu 2013 Juni 8] Tersedia dari: http://www.tempo.co/read/news/2011/07/21/090347618/ swasembada-kedelai-terancam-gagal. Sarwono B. 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Shurtlef W, Aoyagi A. 1979.The Book of Tempe. New York: Harper &Row. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Pedoman Umum Analisis Komponen Pangan. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI Nomor 3144 tahun 2009 tentang Tempe Kedelai. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Spiegel A. 1992. Shelf-Life Testing. Di dalam: Brown WE, editor. Plastics in Food Packaging: Properties, Design, and Fabrication. New York: Marcel Deker, Inc. Springer. 2002. Microbiological Evaluation of Tofu and Tempeh During Processing and Storage (p: 183-189). Netherlands: S. Publisher. [SUSENAS] Survei Konsumsi Nasional. 2009. Data Konsumsi Kedelai Nasional. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [USDA] United States Department of Agriculture. 1998. USDA Nutrient Database for Standard Reference. Tempeh. US: USDA. Widaningrum, Setyawan N, Styabudi DA. 2008. Pengaruh Cara Pembumbuan dan Suhu Penggorengan Vakum terhadap Sifat Kimia dan Sensori Keripik Buncis (Phaseolus Radiatus) Muda. Jurnal Pascapanen 5(2) 2008: 45-54.
22
LAMPIRAN Lampiran 1 Nilai rata-rata kandungan gizi basis kering tempe berbagai formula Parameter Air (%b/b)
Jenis Tempe Segar Berbumbu Formula A Formula B Formula O b a 63.49 61.30 61.04a 1.52b
2.10c
0.89a
Protein (%b/b)
51.81b
47.04a
48.79ab
Lemak (%b/b)
27.50a
27.28a
29.64b
Karbohidrat (%b/b)
16.60a
20.36b
20.48b
Abu (%b/b)
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda sangat nyata (p>0.01)
23 Lampiran 2 Rekapitulasi data analisis kadar air tempe Sampel
Ulangan
Formula A
Formula B
Formula O
1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2
Kadar air (%) BB BK 63.51 174.07 64.04 178.11 63.27 172.26 63.12 171.19 61.42 159.18 61.04 156.70 60.88 155.60 61.85 162.10 61.10 157.10 62.16 164.29 60.50 153.17 60.38 152.37
Rata-rata BB
Standar Deviasi BB
63.49
0.40
61.30
0.43
61.04
0.82
ANOVA K.Air.BB Sum of Squares Between Groups
Mean Square
14.475
2
7.238
3.034
9
.337
17.509
11
Within Groups Total
df
K.Air.BB Duncan Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.01 1
2
Formula O
4
61.0350
Formula B
4
61.2975
Formula A
4
Sig.
63.4850 .539
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
1.000
F 21.469
Sig. .000
24 Lampiran 3 Rekapitulasi data analisis kadar abu tempe Sampel
Ulangan
Formula A
Formula B
Formula O
1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2
Kadar abu (%) BB BK 1.48 1.50 1.49 1.51 1.49 1.51 1.53 1.55 2.02 2.06 2.07 2.11 2.12 2.16 2.02 2.07 0.90 0.91 0.93 0.94 0.82 0.83 0.87 0.88
Rata-rata BB BK
SD BB
BK
1.50
1.52
0.02
0.02
2.06
2.10
0.05
0.05
0.88
0.89
0.05
0.05
ANOVA K.Abu.BB Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
2.775
2
1.388
.015
9
.002
2.790
11
K.Abu.BB Duncan Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.01 1
Formula O
4
Formula A
4
Formula B
4
Sig.
2
3
.8800 1.4975 2.0575 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
F 835.349
Sig. .000
25 Lampiran 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein tempe Sampel
Ulangan
Formula A
Formula B
Formula O
1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2
Kadar protein (%) BB BK 19.70 53.94 18.18 49.79 19.30 52.87 18.49 50.65 18.11 46.79 17.72 45.78 18.50 47.79 18.50 47.80 18.59 48.44 18.36 47.85 19.18 49.98 18.76 48.89
Rata-rata BB BK
SD BB
BK
18.92
51.81
0.70
1.92
18.20
47.04
0.37
0.97
18.72
48.79
0.34
0.90
ANOVA K.Protein.BB Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
1.076
2
.538
Within Groups
2.263
9
.251
Total
3.340
11
F 2.140
Sig. .174
26 Lampiran 5 Rekapitulasi data analisis kadar lemak tempe Sampel
Ulangan
Formula A
Formula B
Formula O
1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2
Kadar Lemak (%) BB BK 9.81 26.86 10.17 27.85 10.30 28.21 9.88 27.07 10.58 27.33 10.22 26.40 10.51 27.17 10.92 28.22 10.95 28.54 11.68 30.44 11.80 30.75 11.06 28.83
Rata-rata BB BK
SD BB
BK
10.04
27.50
0.23
0.64
10.56
27.28
0.29
0.75
11.37
29.64
0.43
1.12
ANOVA K.Lemak.BB Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
3.610
2
1.805
.965
9
.107
4.575
11
K.Lemak.BB Duncan Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.01 1
2
Formula A
4
10.0400
Formula B
4
10.5575
Formula O
4
Sig.
11.3725 .052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
1.000
F 16.843
Sig. .001
27 Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis kadar karbohidrat tempe Sampel
Ulangan 1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2 1-1 1-2 2-1 2-2
Formula A
Formula B
Formula O
Karbohidrat (%) BB 5.51 6.12 5.64 6.97 7.89 8.96 8.00 6.71 8.46 6.87 7.70 8.93
BK 15.10 17.02 15.36 18.91 20.44 22.99 20.44 17.58 21.74 18.15 19.49 22.55
Rata-rata BB BK
SD BB
BK
6.06
16.60
0.66
1.76
7.89
20.36
0.92
2.21
7.99
20.48
0.90
2.02
ANOVA K.Karbohidrat.BB Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
9.445
2
4.723
Within Groups
6.303
9
.700
15.748
11
Total
K.Karbohidrat.BB Duncan Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.01 1
2
Formula A
4
Formula B
4
7,8900
Formula O
4
7,9900
Sig.
6,0600
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
,870
F 6.743
Sig. .016
28 Lampiran 7 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut warna Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
185,459
a
38
4,881
4,371
,000
Intercept
2380,144
1
2380,144
2131,568
,000
Panelis
104,523
36
2,903
2,600
,000
Sampel
80,937
2
40,468
36,242
,000
Error
80,396
72
1,117
Total
2646,000
111
265,856
110
Corrected Total
a. R Squared = ,698 (Adjusted R Squared = ,538)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
253
37
4,00
309
37
4,05
147
37
Sig.
5,84 ,826
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,117. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = 0,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
29 Lampiran 8 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut aroma
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
170,685
a
38
4,492
3,482
,000
Intercept
2288,432
1
2288,432
1773,924
,000
Panelis
120,901
36
3,358
2,603
,000
Sampel
49,784
2
24,892
19,295
,000
Error
92,883
72
1,290
Total
2552,000
111
263,568
110
Corrected Total
a. R Squared = ,648 (Adjusted R Squared = ,462)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
253
37
4,03
309
37
4,11
147
37
Sig.
5,49 ,760
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,290. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = 0,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
30 Lampiran 9 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut tekstur
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
154,072
a
38
4,055
3,196
,000
Intercept
2695,577
1
2695,577
2124,561
,000
Panelis
136,757
36
3,799
2,994
,000
Sampel
17,315
2
8,658
6,824
,002
Error
91,351
72
1,269
Total
2941,000
111
245,423
110
Corrected Total
a. R Squared = ,628 (Adjusted R Squared = ,431)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
253
37
4,51
309
37
4,81
147
37
Sig.
4,81 5,46
,260
,016
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,269. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = 0,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
31 Lampiran 10 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut penampakan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
208,162
a
38
5,478
3,691
,000
Intercept
2568,973
1
2568,973
1730,841
,000
Panelis
127,027
36
3,529
2,377
,001
Sampel
81,135
2
40,568
27,332
,000
Error
106,865
72
1,484
Total
2884,000
111
315,027
110
Corrected Total
a. R Squared = ,661 (Adjusted R Squared = ,482)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
253
37
4,03
309
37
4,41
147
37
Sig.
6,00 ,186
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,484. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = 0,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
32 Lampiran 11 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut overall
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
161,748
a
38
4,257
3,120
,000
Intercept
2436,036
1
2436,036
1785,801
,000
Panelis
97,297
36
2,703
1,981
,007
Sampel
64,450
2
32,225
23,624
,000
Error
98,216
72
1,364
Total
2696,000
111
259,964
110
Corrected Total
a. R Squared = ,622 (Adjusted R Squared = ,423)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
253
37
4,05
309
37
4,24
147
37
Sig.
5,76 ,488
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,364. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = ,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
33 Lampiran 12 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut warna
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 80,991
a
38
2,131
2,169
,002
3341,270
1
3341,270
3400,845
,000
Panelis
64,396
36
1,789
1,821
,016
Sampel
16,595
2
8,297
8,445
,001
Error
70,739
72
,982
Total
3493,000
111
151,730
110
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,534 (Adjusted R Squared = ,288)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
244
37
5,00
398
37
5,51
136
37
Sig.
5,51 5,95
,029
,065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,982. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = ,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
34 Lampiran 13 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut aroma
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
113,099
a
38
2,976
3,127
,000
Intercept
3319,360
1
3319,360
3486,899
,000
Sampel
20,126
2
10,063
10,571
,000
Panelis
92,973
36
2,583
2,713
,000
Error
68,541
72
,952
Total
3501,000
111
181,640
110
Corrected Total
a. R Squared = ,623 (Adjusted R Squared = ,424)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
244
37
5,05
398
37
5,30
136
37
Sig.
6,05 ,287
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,952. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = 0,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
35 Lampiran 14 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut tekstur
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 90,811
a
38
2,390
2,429
,001
3319,360
1
3319,360
3374,247
,000
Panelis
90,306
36
2,509
2,550
,000
Sampel
,505
2
,252
,256
,775
Error
70,829
72
,984
Total
3481,000
111
161,640
110
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,562 (Adjusted R Squared = ,331)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
244
37
5,38
398
37
5,49
136
37
5,54
Sig.
,513
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is MeanSquare(Error) = ,984. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = ,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
36 Lampiran 15 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut rasa
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 83,910
a
38
2,208
1,574
,049
3254,063
1
3254,063
2319,108
,000
Panelis
82,270
36
2,285
1,629
,040
Sampel
1,640
2
,820
,584
,560
Error
101,027
72
1,403
Total
3439,000
111
184,937
110
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,454 (Adjusted R Squared = ,165)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
136
37
5,27
244
37
5,41
398
37
5,57
Sig.
,314
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,403. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = ,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
37 Lampiran 16 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut overall
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 54,703
a
38
1,440
1,961
,007
3407,432
1
3407,432
4640,798
,000
Panelis
53,568
36
1,488
2,027
,006
Sampel
1,135
2
,568
,773
,465
Error
52,865
72
,734
Total
3515,000
111
107,568
110
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,509 (Adjusted R Squared = ,249)
Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
244
37
5,41
398
37
5,57
136
37
5,65
Sig.
,255
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,734. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000. b. Alpha = ,01.
Keterangan sampel 147 = Tempe formula O 253 = Tempe formula A 309 = Tempe formula B
38 Lampiran 17 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu ruang hari ke-3 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Overall Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
112.243
a
11
10.204
14.018
.000
Intercept
1488.674
1
1488.674
2045.151
.000
Formula
2.681
2
1.340
1.841
.163
Pemblansiran
1.174
1
1.174
1.612
.206
Pengemasan
101.674
1
101.674
139.680
.000
Formula * Pemblansiran
.597
2
.299
.410
.664
Formula * Pengemasan
1.931
2
.965
1.326
.269
1.563
1
1.563
2.147
.145
2.625
2
1.312
1.803
.169
Error
96.083
132
.728
Total
1697.000
144
208.326
143
Pemblansiran * Pengemasan Formula * Pemblansiran * Pengemasan
Corrected Total
a. R Squared = .539 (Adjusted R Squared = .500)
39 Lampiran 18 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari ke-8 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Overall Source
Type III Sum
df
Mean Square
F
Sig.
of Squares 64,389
a
11
5,854
4,021
,000
Intercept
2085,444
1
2085,444
1432,500
,000
Formula
31,056
2
15,528
10,666
,000
Pemblansiran
14,694
1
14,694
10,094
,002
Pengemasan
,444
1
,444
,305
,582
Formula * Pemblansiran
,222
2
,111
,076
,927
Formula * Pengemasan
5,056
2
2,528
1,736
,180
12,250
1
12,250
8,415
,004
,667
2
,333
,229
,796
Error
192,167
132
1,456
Total
2342,000
144
256,556
143
Corrected Model
Pemblansiran * Pengemasan Formula * Pemblansiran * Pengemasan
Corrected Total
a. R Squared = ,251 (Adjusted R Squared = ,189)
Lampiran 19 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari ke-10 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Overall Source
Type III Sum
df
Mean Square
F
Sig.
of Squares 64.250
a
11
5.841
5.690
.000
Intercept
1332.250
1
1332.250
1297.838
.000
Formula
34.042
2
17.021
16.581
.000
Pemblansiran
7.111
1
7.111
6.927
.009
Pengemasan
8.028
1
8.028
7.820
.006
Formula * Pemblansiran
1.764
2
.882
.859
.426
Formula * Pengemasan
7.597
2
3.799
3.700
.027
Pemblansiran * Pengemasan
5.444
1
5.444
5.304
.023
.264
2
.132
.129
.879
Error
135.500
132
1.027
Total
1532.000
144
199.750
143
Corrected Model
Formula * Pemblansiran * Pengemasan
Corrected Total
a. R Squared = .322 (Adjusted R Squared = .265)
40 Lampiran 20 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu freezer hari ke-28 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Overall Source
Type III Sum
df
Mean Square
F
Sig.
of Squares 51,056
a
11
4,641
5,070
,000
Intercept
2336,111
1
2336,111
2552,000
,000
Formula
35,931
2
17,965
19,626
,000
Pemblansiran
1,000
1
1,000
1,092
,298
Pengemasan
1,361
1
1,361
1,487
,225
Formula * Pemblansiran
2,042
2
1,021
1,115
,331
Formula * Pengemasan
3,764
2
1,882
2,056
,132
Pemblansiran * Pengemasan
4,694
1
4,694
5,128
,025
2,264
2
1,132
1,237
,294
Error
120,833
132
,915
Total
2508,000
144
171,889
143
Corrected Model
Formula * Pemblansiran * Pengemasan
Corrected Total
a. R Squared = ,297 (Adjusted R Squared = ,238)
Lampiran 21 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu freezer hari ke-35 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Overall Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 33.472
a
11
3.043
3.371
.000
Intercept
1613.361
1
1613.361
1787.108
.000
Formula
24.014
2
12.007
13.300
.000
Pemblansiran
.111
1
.111
.123
.726
Pengemasan
.444
1
.444
.492
.484
Formula * Pemblansiran
1.264
2
.632
.700
.498
Formula * Pengemasan
2.681
2
1.340
1.485
.230
.694
1
.694
.769
.382
4.264
2
2.132
2.362
.098
Error
119.167
132
.903
Total
1766.000
144
152.639
143
Corrected Model
Pemblansiran * Pengemasan Formula * Pemblansiran * Pengemasan
Corrected Total
a. R Squared = .219 (Adjusted R Squared = .154)
41 Lampiran 22 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu ruang Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
0 7.37 7.37 7.39 7.39 7.62 7.55 7.48 7.67 7.32 7.46 7.37 7.28
1 7.55 8.18 7.46 7.38 7.78 7.70 7.89 7.90 7.75 7.56 7.67 7.70
Hari ke2 3 7.47 7.46 8.23 8.27 7.78 8.09 7.42 7.40 7.80 8.00 8.02 8.87 7.90 8.57 7.87 7.89 7.89 8.21 7.89 8.00 7.86 7.98 7.65 7.78
4 7.37 7.41 8.34 8.10 8.02 8.04
5 7.84 7.89 8.12
Lampiran 23 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu refrigerator Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
0 7.37 7.37 7.39 7.39 7.62 7.55 7.48 7.67 7.32 7.46 7.37 7.28
2 7.96 7.70 7.29 7.22 7.58 7.77 7.75 7.51 7.60 7.70 7.80 7.65
4 7.99 7.99 7.30 7.24 7.79 7.88 7.89 7.58 7.79 7.89 7.92 7.88
Hari ke6 7.97 7.88 7.41 7.28 7.88 7.90 7.76 7.79 7.90 7.99 7.78 7.67
8 7.88 7.51 7.44 7.44 8.00 8.09 7.89 7.87 8.12 8.00 8.02 7.89
10 7.79 7.75 7.70 7.64 8.21 8.66 8.54 7.90 8.32 8.31 8.02 8.01
12 7.98 7.89 7.81 7.79 8.02 8.05
42 Lampiran 24 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu freezer Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
0 7.37 7.37 7.39 7.39 7.62 7.55 7.48 7.67 7.32 7.46 7.37 7.28
7 7.91 7.93 8.02 7.97 7.88 7.89 7.67 7.76 7.57 7.68 7.60 7.58
14 7.88 7.95 8.02 8.02 7.90 7.76 8.09 7.89 7.80 7.80 7.97 7.66
Hari ke21 7.90 7.96 7.98 7.95 8.09 7.89 7.78 8.03 7.65 7.75 7.63 7.82
28 7.85 8.00 8.25 8.07 7.78 8.03 8.21 7.99 7.89 7.79 7.84 7.97
35 7.91 8.11 8.21 8.02 8.00 8.37 8.56 8.05 8.03 8.02 7.99 8.09
Lampiran 25 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu ruang Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
0 8.0 6.7 9.8 9.1 10.1 10.6 10.7 10.8 9.8 9.9 10.2 10.5
1 8.6 6.8 10.8 9.5 10.9 11.1 11.8 11.7 10.9 10.7 11.5 11.7
Hari ke2 3 11.6 11.8 7.0 9.2 13.4 13.9 10.2 10.3 12.8 13.7 11.9 12.0 12.2 13.2 12.7 13.0 12.8 13.7 11.9 12.0 11.9 13.2 12.7 13.6
4 11.9 10.3 14.7 14.4 14.7 14.4
5 11.9 10.9 14.50
42 8.03 8.21 8.13 8.05 8.11 8.21 8.23 8.11
43 Lampiran 26 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu refrigerator Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
0 8.0 6.7 9.8 9.1 10.1 10.6 10.7 10.8 9.8 9.9 10.2 10.5
2 7.8 7.8 9.1 7.8 11.2 11.6 10.9 11.8 11.6 10.9 11.6 11.8
4 8.2 7.4 9.0 8.2 12.0 11.8 11.7 12.6 12.1 11.3 12.1 12.7
Hari ke6 9.8 7.3 9.8 8.7 11.8 12.2 12.7 12.8 12.8 11.7 13.1 12.4
8 8.2 7.7 9.8 8.8 12.7 13.2 13.0 13.7 12.6 12.2 13.5 13.8
10 8.8 8.0 10.5 9.9 13.8 13.6 14.4 14.0 13.7 12.3 14.0 13.4
12 9.2 8.3 10.6 10.1 14.0 14.6
35 10.4 11.7 10.6 10.4 11.8 11.6 14.3 14.0 12.2 12.5 11.4 13.8
42 10.5 11.9 11.4 10.7 12.2 14.0 12.3 14.0
Lampiran 27 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu freezer Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
0 8.0 6.7 9.8 9.1 10.1 10.6 10.7 10.8 9.8 9.9 10.2 10.5
7 9.9 10.0 10.2 9.3 10.5 10.7 11.6 11.9 10.9 10.7 11.2 11.7
14 10.3 9.1 10.5 9.2 11.4 11.1 12.6 12.3 11.9 11.9 10.9 12.7
Hari ke21 10.5 11.0 9.1 9.0 10.9 11.3 12.9 12.5 12.1 12.5 11.5 13.6
28 10.9 11.6 10.0 10.0 11.9 11.2 13.9 13.7 11.7 12.6 10.9 13.2
44 Lampiran 28 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang Perlakuan Formula O, non-Blansir, Vakum Formula O, non-Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, non-Vakum Formula O, Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, Vakum Formula A, non-Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, non-Vakum Formula A, Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, Vakum Formula B, non-Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, non-Vakum Formula B, Blansir, Vakum
0 6.25 + 0.45 6.75 + 0.45 6.17 + 0.72 6.25 + 0.45 6.50 + 0.52 6.50 + 0.52 6.25 + 0.45 6.25 + 0.45 6.67 + 0.49 6.58 + 0.51 6.75 + 0.45 6.42 + 0.51
1 5.08 + 1.00 6.33 + 0.78 5.58 + 1.00 6.25 + 0.87 5.67 + 0.78 5.08 + 0.67 5.00 + 0.60 5.75 + 0.62 5.25 + 0.75 4.83 + 0.58 4.67 + 0.65 5.67 + 0.49
Hari ke2 3 4.75 4.08 + 1.22 + 1.31 4.50 2.67 + 1.38 + 0.89 3.33 2.08 + 1.61 + 0.90 5.33 4.67 + 0.65 + 0.78 4.50 3.83 + 1.17 + 1.11 4.25 2.33 + 0.87 + 0.78 4.00 2.67 + 0.43 + 0.49 4.83 4.08 + 0.72 + 0.51 4.50 3.67 + 0.67 + 0.98 3.75 2.17 + 0.62 + 0.83 3.25 2.33 + 0.62 + 0.65 4.50 4.00 + 0.67 + 0.60
4 3.25 + 1.29 -
5 2.75 + 1.06 -
-
-
3.75 + 0.75 2.92 + 0.79 -
2.92 + 0.51 -
-
-
2.75 + 0.45 2.83 + 0.58 -
-
-
-
3.33 + 0.49
2.75 + 0.45
-
-
45 Lampiran 29 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu refrigerasi
46 Lampiran 30 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu freezer
Lampiran 31 Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu metode 1 Kedelai
Disortir
Pengotor dan kedelai tak layak pakai
Direndam I, t = 2 jam Dimasak I, T = 100 oC t = 30 menit Direndam II, t = 20-26 jam hingga pH 3-5
Dikupas dan dibelah dengan mesin dehuller
Dicuci dan dipisahkan dari kulit dan lembaga
Kedelai belah bersih tanpa kulit
Dimasak II, disiram air panas dan diaduk T = 100 oC t = 30 menit
Ditiriskan Didinginkan dan dikeringkan dengan hembusan udara Dicampurkan bumbu Ragi Raprima 0.2 %
Bumbu bubuk 3%
Diinokulasian dengan ragi, T= 28-34 oC
Dikemas dalam plastik yang telah dilubangi berjarak 2cm x 2cm Difermentasi, T = 28-34 oC, t = 30-40 jam, RH 80%
Tempe segar berbumbu
47
48 Lampiran 32 Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu metode 3 Kedelai Pengotor dan kedelai tak layak pakai
Disortir Direndam I, t = 2 jam Dimasak I, T = 100 oC t = 30 menit Direndam II, t = 20-26 jam hingga pH 3-5
Dikupas dan dibelah dengan mesin dehuller
Dicuci dan dipisahkan dari kulit dan lembaga
Kedelai belah bersih tanpa kulit
Dimasak II, dirbus dan dicampurkan bumbu T = 100 oC t = 30 menit
Ditiriskan Bumbu bubuk 3% Didinginkan dan dikeringkan dengan hembusan udara Ragi Raprima 0.2 %
Diinokulasian dengan ragi, T= 28-34 oC
Dikemas dalam plastik yang telah dilubangi berjarak 2cm x 2cm Difermentasi, T = 28-34 oC, t = 30-40 jam, RH 80%
Tempe segar berbumbu
49
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6 April 1991, dari pasangan ayah Eko Hadi Suprapto dan ibu Sulistioweni. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2009, pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) IPB sebagai staff divisi kewirausahaan pada tahun 2011, dan menjabat sebagai ketua divisi kewirausahaan Himitepa pada tahun 2012. Pengalaman kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain adalah anggota dalam International Confrence Future Food Factors (2012), anggota dalam International Food and Hotel Expo (2013), pembawa acara dalam Pelatihan HACCP IX tingkat nasional (2012), dan beberapa kepanitiaan lain baik tingkat nasional maupun regional yang diadakan Himitepa. Beberapa pengalaman kerja yang pernah penulis lakukan adalah, menjadi asisten praktikum Teknik Pangan (2012), pengajar kegiatan Pendidikan Pengenalan Tanaman Obat Keluarga untuk siswa SD SEAFAST Center (20122013), serta pengajar privat mata pelajaran Matetematika dan Ilmu Pengetahuan Alam siswa SMP dan SMA. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan” di bawah bimbingan Prof Dr Ir Made Astawan, MS.