Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Masa Depan yang Berkelanjutan: Warisan Rekonstruksi Volume 1: Laporan Utama
Foto Sampul dari kiri ke kanan searah jarum jam: 1. Hampir 20.000 rumah dibangun atau diperbaiki oleh MDF dengan menggunakan pendekatan berbasis komunitas, yang memperlihatkan bahwa kemitraan masyarakat-pemerintah dapat meraih hasil secara transparan, hemat biaya, dan berkualitas tinggi. Foto: Koleksi MDF 2. Fitra Cahyadi, pencicip cita rasa kopi, berada di gudang kopi baru di pinggir Takengon yang didukung dana dari EDFF. Subproyek yang dilaksanakan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) ini bertujuan agar petani kecil memiliki kendali dalam kualitas, pemasaran, dan penjualan kopi mereka. Foto: Tarmizy Harva 3. Jembatan Oyo, jembatan gantung terpanjang di Indonesia yang menghubungkan desa-desa terpencil di Lahagu dan Taraha, Nias, dibangun oleh Proyek Akses Perdesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP), dan bahkan kini menjadi tempat tujuan wisata warga setempat. Foto: Koleksi proyek ILO
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Masa Depan yang Berkelanjutan: Warisan Rekonstruksi Volume 1: Laporan Utama
Laporan ini disusun oleh Sekretariat Multi Donor Fund dengan kontribusi dari Badan Mitra (UNDP, WFP, ILO,dan Bank Dunia) serta tim proyek. Sekretariat Multi Donor Fund dipimpin oleh Manajer MDF Shamima Khan, dengan anggota tim: Safriza Sofyan, David Lawrence, Anita Kendrick, Akil Abduljalil, Inayat Bhagawati, Lina Lo, Eva Muchtar, Shaun Parker, dan Nur Raihan Lubis. Tim ini didukung oleh Inge Susilo, Friesca Erwan, Olga Lambey, dan Deslly Sorongan. Cerita oleh Rosaleen Cunningham, Lesley Wright, Nur Raihan Lubis, Shaun Parker, dan Tim ILO. Fotografer: Mosista Pambudi/Kantor Berita Antara , Tarmizy Harva, Maha Eka Swasta, Irwansyah Putra, Akil Abduljalil, Shaun Parker, Andrew Bald, Kristin Thompson, Nur Raihan Lubis, Abbie Trayler-Smith/Panos/Department for International Development (UK), dan tim proyek. Mitra Bestari: Kate Redmond, Rosaleen Cunningham, Lesley Wright, Devi Asmarani, dan Nia Sarinastiti. Penyunting Bahasa Indonesia: Wiyanto Suroso. Alih Bahasa: Yoko Sari. Rancangan & Tata Letak: Studio Rancang Imaji. Percetakan: PT Mardi Mulyo.
Daftar Isi Volume 1
Daftar Isi Sekilas tentang Bencana Tentang Multi Donor Fund Sambutan Ketua-Bersama MDF Perjalanan Waktu MDF
4 6 8 10 12
Ringkasan Eksekutif - Berakhirnya MDF Operasional dan Komunikasi MDF Pencapaian Proyek-Proyek MDF Keuangan MDF di Saat Akhir
14 15 17 19 20
Bab 1 - Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien Tata Kelola dan Operasional MDF Mendukung Agenda Rekonstruksi Pemerintah Mengelola untuk Hasil Komunikasi yang Tepat untuk Meningkatkan Pencapaian Program • Cerita Fitur MDF: Melindungi Mata Pencaharian, Melindungi Hutan
22 25 27 28 30 34
Bab 2 - Pencapaian MDF Sekilas tentang Portofolio MDF Pemulihan Masyarakat Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas Pelestarian Lingkungan
38 39 40 45 50 55
Laporan Utama
Peningkatan Proses Pemulihan Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian Tantangan dan Masalah Lintas Sektoral • Cerita Fitur MDF: Perempuan dalam Rekonstruksi: Mendobrak Penghalang Keikutsertaan Perempuan dalam Dunia Kerja
57 60 63 66
Bab 3 - Keuangan MDF: Mengelola Sumber Dana untuk Pencapaian yang Berkualitas Komitmen Dana Tunai yang Diterima Alokasi Pengeluaran dan Belanja Ringkasan Keuangan pada Penutupan Program • Cerita Fitur MDF: Perbaikan Jalan dan Layanan Air Bersih Menyediakan Peluang Baru di Sabang
70 71 72 72 74 75 76
Bab 4 - Di Penghujung MDF: Warisan Rekonstruksi yang Berhasil Penyebab Keberhasilan MDF Indikator Keberhasilan MDF Kesimpulan • Cerita Fitur MDF: Melestarikan Warisan Budaya Khas Nias
80 81 83 85 88
Aceh dan Nias - Sebelum dan Sesudah Daftar Akronim dan Singkatan
92 96
Sekilas tentang Bencana
Sekilas tentang Bencana
8
Desember 2004—Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia adalah salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia—rawan terhadap gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Bencana paling parah adalah terjadinya tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, yang dipicu oleh gempa bumi kuat di pantai barat Aceh. Gelombang raksasa bergulung di Samudra Hindia dan menerjang 14 negara termasuk Thailand, Sri Lanka, dan India. Aceh, provinsi yang terletak paling utara di Indonesia, terkena dampak paling parah dari tsunami tersebut, yang menewaskan atau menyebabkan hilangnya 220.000 orang dan lebih dari setengah juta warga kehilangan tempat tinggal. Desa yang sebelumnya makmur menjadi hancur. Jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit roboh atau rusak parah. Hingga 750.000 orang kehilangan mata pencaharian mereka—nelayan, petani, dan ribuan usaha kecil. Prasarana transportasi juga hancur berantakan, sehingga perjalanan hampir tidak mungkin dilakukan. Perkiraan nilai kerusakan akhir tercatat AS$6,2 miliar. Kepulauan Nias di Provinsi Sumatra Utara juga mengalami kerusakan berat akibat tsunami ini. Maret 2005—Gempa Bumi Lagi Pada tanggal 28 Maret 2005, kembali terjadi gempa bumi berkuatan besar di Sumatra bagian utara. Kepulauan Nias, di lepas pantai Sumatra Utara, dan Pulau Simeulue, yang berada di wilayah Aceh, dilanda gempa bumi ini. Lebih kurang 1.000 orang tewas dan hampir 50 ribu orang lainnya kehilangan tempat tinggal. Kerusakan fisik sangat parah diperkirakan 30 persen gedung hancur. Jalur perhubungan benar-benar lumpuh, termasuk pelabuhan-pelabuhan utama yang menghubungkan warga pulau terpencil ini dengan pulau induk. Dibutuhkan Tindakan Mendesak Pemerintah Indonesia berinisiatif memimpin proses rekonstruksi di Aceh dan Nias, dengan menyediakan bantuan yang sangat diperlukan dan mengelola upaya rekonstruksi jangka panjang di Aceh dan Nias. Menyadari besarnya pekerjaan rekonstruksi ini, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (BRR) untuk mengelola upaya rekonstruksi. Badan khusus tersebut berpusat di Aceh dan dipimpin pejabat setingkat menteri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Bantuan dari seluruh dunia untuk membantu Aceh dan Nias agar pulih dari bencana dahsyat ini pun mengalir.
9
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Tentang Multi Donor Fund
Tentang Multi Donor Fund
10
Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) dibentuk pada bulan April 2005 sebagai jawaban atas permintaan Pemerintah Indonesia untuk mengkoordinasikan bantuan donor dalam rangka rekonstruksi dan rehabilitasi daerah yang dilanda gempa bumi dan tsunami pada bulan Desember 2004, dan juga gempa bumi yang terjadi pada bulan Maret 2005. MDF merupakan contoh keberhasilan rekonstruksi pascabencana berdasarkan kemitraan antara pemerintah, donor, masyarakat, dan pemangku kepentingan lain. MDF mengelola sumbangan dari 15 donor yang berjumlah AS$655 juta. Jumlah dana ini hampir setara dengan 10 persen biaya usaha rekonstruksi keseluruhan. Atas permintaan Pemerintah Indonesia, Bank Dunia berperan sebagai Wali Amanat MDF. Dana hibah diperuntukkan proyek-proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia, organisasi internasional, LSM, dan masyarakat, dengan pengawasan dari sejumlah badan mitra. Badan Mitra MDF antara lain Program Pembangunan PBB (UNDP), Program Pangan Dunia PBB (WFP), Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO), dan Bank Dunia. Pemerintah Indonesia mengkoordinasikan MDF, pada awalnya melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk Aceh dan Nias (BRR), yang dibentuk untuk mengelola upaya rekonstruksi dan pemulihan. Setelah BRR ditutup pada bulan April 2009, peran koordinator yang penting ini diambil alih oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). MDF dikendalikan oleh Komite Pengarah yang mewakili pemerintah negara donor, Wali Amanat, dan masyarakat madani. Mitra lain diajak untuk ikut serta sebagai pengamat. Komite Pengarah dibantu oleh sekretariat dalam menjalankan tugasnya. MDF mendanai 23 proyek dalam enam bidang, yaitu: (1) Pemulihan Masyarakat; (2) Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar; (3) Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas; (4) Pelestarian Lingkungan; (5) Peningkatan Proses Pemulihan; dan (6) Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian. Proyek ini menggambarkan prioritas Pemerintah Indonesia selama proses rekonstruksi.
11 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Bidang Program MDF SABANG BANDA ACEH ACEH BESAR
LHOKSEUMAWE PIDIE JAYA PIDIE
BIREUEN
ACEH JAYA
ACEH UTARA BENER MERIAH ACEH TENGAH
ACEH BARAT
ACEH TIMUR
LANGSA ACEH TAMIANG
NAGAN RAYA
GAYO LUES ACEH BARAT DAYA
ACEH ACEH SELATAN TENGGARA
SUMATRA UTARA
SIMEULUE
SUBULUSSALAM ACEH SINGKIL
NIAS UTARA
GUNUNG SITOLI NIAS
INDONESIA
NIAS BARAT NIAS SELATAN
Sambutan Ketua-Bersama MDF
Sambutan Ketua-Bersama MDF
12
Beberapa bulan setelah kejadian tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, Pemerintah Indonesia membentuk Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) yang bertugas untuk mengkoordinasikan bantuan dari para donor bagi rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh dan Nias. Hal itu dilakukan dengan membuat kemitraan yang terdiri dari para donor, lembaga internasional, LSM, pemerintah provinsi dan kabupaten, masyarakat, dan menyatukan mereka dalam menyusun strategi rekonstruksi. Bagi banyak pihak, tugas ini sulit dan menantang. Namun, kini tidak diragukan lagi bahwa sumbangan MDF bagi upaya rekonstruksi sangat berhasil. Pada tanggal 31 Desember 2012, delapan tahun setelah terjadinya tsunami, masa tugas MDF berakhir. Kita dapat melihat hasil karyanya dengan perasaan bangga, dan yakin Indonesia akan menggunakan pengalaman ini untuk bersiap siaga dan mengelola bencana alam mendatang dengan baik. MDF menjadi standar tanggap bencana di Indonesia. Pendekatannya adalah untuk memenuhi kebutuhan korban bencana selama proses pemulihan yang terus berubah; pertamatama dengan membangun kembali rumah dan masyarakat, kemudian memusatkan perhatian pada perbaikan prasarana, dan akhirnya meletakkan landasan bagi pertumbuhan ekonomi. Pelestarian alam, jender, pembangunan kapasitas, dan pengurangan risiko bencana sangat menyumbang terhadap keberhasilan ini. Sekarang, pada tahun terakhir, MDF berhasil menyelesaikan seluruh proyek, menerapkan strategi penyelesaian kegiatan, dan membuat landasan bagi kelanjutan pertumbuhan ekonomi. MDF juga mendokumentasikan model, pendekatan, dan pengalamannya. Pengalaman yang telah diujicobakan di Jawa pada tahun 2006 dan 2010 ini akan sangat bermanfaat dalam menghadapi bencana yang mendatang, baik di Indonesia maupun di wilayah lain di dunia. Indonesia, yang menerima manfaat atas kemurahan hati masyarakat dunia, sekarang siap untuk membalas budi tersebut. Indonesia menerapkan hasil pembelajaran ini dengan sepenuh hati. Untuk mengatasi bencana mendatang dengan kecepatan kerja dan efisiensi yang sama, Pemerintah Indonesia mendirikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Dana Bencana Indonesia (Indonesia Disaster Fund), belajar dari pengalaman rekonstruksi yang didapat dari MDF ini.
13 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Pengalaman Indonesia ini memberi harapan bagi negara lain yang berisiko tertimpa bencana alam. Kami merasa terhormat menjadi Ketua-Bersama MDF, dan bangga dengan keberhasilan yang dicapai. Hasil pembelajaran dari MDF, yang didapat dari proses rekonstruksi atas kedahsyatan bencana alam dengan kerugian yang sangat besar ini, memastikan bahwa warisan ketahanan dan kesiapsiagaan akan terus berkelanjutan hingga ke masa mendatang.
Armida S. Alisjahbana Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas
Zaini Abdullah Gubernur Aceh
Stefan Koeberle Direktur Bank Dunia untuk Indonesia
Julian Wilson Kepala Delegasi Uni Eropa
Pada foto di atas, pembelajaran MDF ini akan memastikan bahwa warisan berupa ketangguhan dan kesiapsiagaan akan terus dipertahankan hingga masa depan. Ketua Bersama MDF saat jumpa pers di Jakarta, November 2012.
Foto: Sekretariat MDF
PERJALANAN WAKTU MDF
2004
2005
2007
2006
2008
2004
2005
Desember: • Gempa bumi besar yang terjadi di lepas pantai Aceh menyebabkan tsunami di Asia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan sebagai bencana nasional.
Januari: • Pemerintah Indonesia meminta pembentukan dana perwalian multi donor. Maret: • Gempa bumi di Kepulauan Nias dan sebagian wilayah Aceh menyebabkan kerusakan yang meluas. April: • MDF dibentuk. • BRR didirikan. Mei: • Pertemuan ke-1 Komite Pengarah MDF. Juni: • Proyek RALAS dimulai. • Pertemuan ke-2 Komite Pengarah MDF. • Pertemuan ke-3 Komite Pengarah MDF.
2006 Juli: • TA untuk BRR dan proyek Bappenas dimulai. • Pertemuan ke-4 Komite Pengarah MDF. Agustus: • Proyek PPK dan P2KP dimulai. • Pertemuan ke-5 Komite Pengarah MDF. • Kesepakatan damai mengakhiri konflik Aceh. Oktober: • Proyek Rekompak dimulai • Pertemuan ke-6 Komite Pengarah MDF. Desember: • Proyek TRPRP dan CSO dimulai. • Pertemuan ke-7 Komite Pengarah MDF.
2007
Februari: • Proyek SDLP dimulai. • Pertemuan ke- 8 Komite Pengarah MDF.
Februari: • Proyek P2DTK dimulai. • Pertemuan ke-12 Komite Pengarah MDF.
Maret: • Proyek CBLR3 dimulai. • Pertemuan ke-9 Komite Pengarah MDF.
Maret: • Proyek IRFF dimulai.
April: • Proyek IREP dimulai. Juni: • Pertemuan ke-10 Komite Pengarah MDF. September: • Proyek AFEP dan BAFMP dimulai. • Pertemuan ke-11 Komite Pengarah MDF. Oktober: • Proyek LCRMP dimulai. November: • Proyek PNPM-R2PN dimulai.
Juli: • Pertemuan ke-13 Komite Pengarah MDF. September: • Pertemuan ke-14 Komite Pengarah MDF. Desember: • Proyek LCRMP dan TRPRP ditutup. • Pertemuan ke-15 Komite Pengarah MDF. • Pertemuan ke-16 Komite Pengarah MDF.
2011 2009
2010
2012
2008
2009
2010
2011
2012
Juli: • Proyek AGTP dimulai. • Waktu penutupan MDF diperpanjang hingga Desember 2012.
Maret: • Proyek EDFF dimulai.
April: • Proyek Rekompak ditutup.
Maret: • Pertemuan Komite Pengarah MDF ke-22.
Mei: • Proyek DRR-A ditutup.
Mei: • Proyek CSO ditutup.
Juni: • Proyek PNPM-R2PN ditutup.
September: • Pertemuan ke-21 Komite Pengarah MDF.
Desember: • Proyek IREP, IRFF, dan P2DTK ditutup.
September: • Pertemuan ke-17 Komite Pengarah MDF. November: • Proyek DRR-A dimulai. Desember: • Pertemuan ke-18 Komite Pengarah MDF.
April: • Proyek NITP dimulai. • Pertemuan ke-19 Komite Pengarah MDF. • BRR dibubarkan. Juni: • Proyek RALAS ditutup. Oktober: • Proyek RACBP dimulai. November: • Pertemuan ke-20 Komite Pengarah MDF. Desember: • Proyek BAFMP, PPK, dan P2KP ditutup.
Oktober: • Proyek LEDP dimulai.
Juni: • Pertemuan ke-23 (yang terakhir) Komite Pengarah MDF. • Proyek AGTP, NITP, dan SDLP ditutup. November: • Konferensi internasional menandai penutupan MDF dan JRF. • Proyek EDFF dan CBLR3 ditutup. Desember: • Proyek IRFF-AF, TRWMP, RACBP, AFEP,dan LEDP maupun TA untuk BRR dan Bappenas ditutup. • Program MDF ditutup pada tanggal 31 Desember.
Ringkasan Eksekutif - Berakhirnya MDF
16
Ringkasan Eksekutif
Berakhirnya MDF
Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP), yang dilaksanakan oleh ILO, memperbaiki —akses—jalan kecil, jalan, dan jembatan—di daerah pedesaan Nias. Proyek ini berkoordinasi dengan proyek lain di Nias, Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP), yang memberi bantuan untuk memperbaiki mata pencaharian petani.
Foto: Sekretariat MDF
Multi-Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) berhasil menyelesaikan tugasnya pada tanggal 31 Desember 2012. MDF memberi sumbangan besar bagi pemulihan Aceh dan Nias menyusul gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada bulan Desember 2004 dan Maret 2005, dengan memberi hibah untuk pemulihan masyarakat, pembangunan kembali prasarana penting, dan peletakan landasan bagi pertumbuhan ekonomi. MDF melakukan itu semua dengan membangun kemitraan kerja yang efektif antara pemerintah, lembaga internasional, LSM, dan masyarakat, dengan memadukan pengalaman dunia dan pengetahuan lokal dalam mewujudkan hasil yang bagus di lapangan. Sebagai hasil program MDF ini, para penerima manfaat di Aceh dan Nias sekarang menempati rumah yang lebih baik, menikmati manfaat prasarana modern, dan memiliki hak berpendapat lebih besar dan kesempatan yang lebih berkesinambungan dalam perencanaan masa depan mereka. OPERASIONAL DAN KOMUNIKASI MDF Penyebab utama keberhasilan MDF adalah kepemimpinan Pemerintah Indonesia dan kemitraan para pemangku kepentingan dalam mendukung agenda pemerintah. MDF berhasil membuktikan diri sebagai mekanisme pendanaan pascakrisis yang tepat, menyelaraskan upaya donor dengan strategi pemerintah, dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi upaya rekonstruksi. MDF dibentuk atas permintaan Pemerintah Indonesia untuk mendukung pelaksanaan program rekonstruksi dan rehabilitasi setelah bencana gempa bumi dan tsunami pada bulan Desember 2004 dan gempa bumi lain yang kemudian terjadi pada bulan Maret 2005. MDF mengumpulkan hibah lebih kurang AS$655 juta dari 15 donor: Uni Eropa, Belanda, Inggris, Bank Dunia, Swedia, Kanada, Norwegia, Denmark, Jerman, Belgia, Finlandia, Bank Pembangunan Asia, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Irlandia. Susunan tata kelola MDF yang mencakup semua pihak yang berkepentingan dan efektif juga ikut menyumbang keberhasilannya. MDF dikendalikan oleh Komite Pengarah yang terdiri dari donor, wakil pemerintah pusat dan provinsi, dan wakil masyarakat madani. Komite Pengarah diketuai bersama oleh pemerintah pusat yang diwakili oleh Kepala Badan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) hingga ditutup tahun 2009 dan setelah itu, oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappenas. Ketua Bersama lainnya terdiri dari Pemerintah Aceh, Uni Eropa sebagai wakil
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Berakhirnya MDF
17
Ringkasan Eksekutif - Berakhirnya MDF
18
donor, dan Bank Dunia sebagai Wali Amanat MDF. Sekretariat dibentuk untuk membantu tugas Komite Pengarah dan bertanggung jawab atas koordinasi seluruh program kerja MDF. MDF menyatukan berbagai lembaga dan program dalam pelaksanaan dan pemantauan programnya, dan memanfaatkan keunggulan dan keahlian berbagai organisasi tersebut. Proyek-proyek dilaksanakan oleh instansi pemerintah terkait, organisasi multilateral, dan LSM. Empat organisasi multilateral besar melakukan pemantauan dan supervisi atas proyek-proyek tersebut sebagai Badan Mitra, yaitu: Bank Dunia, Program Pembangunan PBB (UNDP), Program Pangan Dunia PBB (WFP), dan Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO). Komunikasi strategis dan pemantauan yang baik juga berperan penting dalam keberhasilan MDF. MDF menyediakan wadah koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam upaya rekonstruksi, menyatukan pelaksana kunci dari berbagai tingkatan pemerintah, donor, dan masyarakat madani. Komunikasi MDF yang tepat waktu, terbuka, dan strategis dengan para pemangku kepentingan mendorong keterlibatan dan sumbangsih mereka dalam keterbukaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan program dan proyek. Sistem pemantauan hasil dan jaminan kualitas secara tahap demi tahap membantu
pelaksanaan proyek menjadi lebih efektif dengan hasil yang lebih baik. Sewaktu program mendekati akhir masa tugasnya, MDF semakin menekankan pada penilaian hasil keseluruhan dan pendokumentasian pengalaman dan pembelajaran yang didapat. MDF menjadi sumber pengetahuan dan informasi yang berharga bagi program rekonstruksi dan pemulihan pascabencana lainnya. MDF dan proyek-proyeknya menyediakan model dan pendekatan untuk praktik dan pembelajaran yang terbaik. Pada tahun terakhir kegiatannya, MDF berfungsi sebagai tempat berbagi pengetahuan dengan memberi kemudahan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Beberapa langkah komunikasi digunakan untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan pengalaman tersebut seperti penerbitan buku, seminar, konferensi, situs web, dan hubungan dengan media. Untuk memastikan agar pengalaman dan informasi dapat diperoleh, MDF menerbitkan sejumlah bahan informasi tentang program secara keseluruhan, proyek tertentu, dan hasil pembelajaran dari pengalaman pada sektor-sektor tertentu dan juga menyangkut tema lintas sektoral seperti peningkatan kemampuan dan pengarusutamaan jender. Bahan informasi ini telah dibagikan kepada para mitranya dan akan tetap tersedia setelah program MDF berakhir.
19
Konferensi internasional yang menandai penutupan program MDF, “Pembelajaran dari Pengalaman Indonesia dalam Rekonstruksi dan Persiapan Bencana”, menjabarkan peran Indonesia sebagai sumber pengetahuan berharga dalam rekonstruksi pascabencana. Bencana alam pada tahun 2004 dan 2005, dan menyusulnya bencana alam di daerah lain di Indonesia, telah membentuk pendekatan Indonesia dalam hal kesiapsiagaan dan tanggap bencana. Konferensi ini dihadiri oleh lebih dari 500 orang peserta, antara lain wakil negara yang rentan bencana seperti Jepang, Pakistan, dan Haiti. Konferensi ini membicarakan berbagai aspek dalam usaha rekonstruksi dan kesiapsiagaan pascabencana, misalnya pendekatan yang bertumpu pada masyarakat untuk rekonstruksi perumahan, pemulihan mata pencaharian pascabencana, pengembangan jender dan pembangunan kapasitas, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana, dan berbagi pengetahuan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S. Alisjahbana, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Wakil Presiden Regional Bank Dunia Pamela Cox, wakil dari 15 donor MDF dan negara lain menghadiri konferensi yang menandai penutupan program MDF ini. Peserta memuji MDF atas sumbangan pentingnya dalam pemulihan Aceh dan Nias dan keberhasilan kemitraan dalam pelaksanaan kegiatannya.
PENCAPAIAN PROYEK-PROYEK MDF MDF mendanai 23 proyek dalam enam bidang. Pendanaan MDF mendukung proyek dalam bidang pemulihan masyarakat, pemulihan transportasi dan infrastruktur skala besar, penguatan tata kelola dan pembangunan kapasitas, pelestarian lingkungan, peningkatan proses pemulihan secara keseluruhan, dan pembangunan ekonomi dan mata pencaharian. Penerapan pendekatan bertahap dalam pemulihan dan rekonstruksi terbukti berhasil. Selama pelaksanaan kegiatannya, MDF menerapkan strategi bertahap. Tahap pertama untuk memenuhi kebutuhan pemulihan yang mendesak bagi masyarakat dan rehabilitasi jaringan transportasi penting. Tahap kedua mengkhususkan pada pembangunan kembali prasarana infrastruktur besar, pencegahan dampak rekonstruksi terhadap lingkungan dan membantu penguatan kapasitas. Tahap ketiga mengkhususkan pada pembangunan ekonomi dan melanjutkan pembangunan kapasitas daerah. Hal penting yang pantas untuk dicatat dalam strategi ini adalah menyertakan persoalan lintas sektoral ke dalam seluruh proyek, yaitu kepekaan terhadap jender dan konflik, pelestarian lingkungan, dan perhatian pada pengelolaan risiko bencana. Strategi ini memungkinkan kebutuhan mendesak dipenuhi dengan cepat sedangkan investasi yang lebih rumit yang memerlukan kualitas dan
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
MDF bergiat dalam enam bidang: (dari kiri ke kanan) Pemulihan Masyarakat, Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar, Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas, Peningkatan Proses Pemulihan, Pelestarian Lingkungan, Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian.
Ringkasan Eksekutif - Berakhirnya MDF
20
Jaringan transportasi penting telah diperbaiki dan ditingkatkan dengan hibah dari MDF. Foto ini, menunjukkan pemasangan pondasi jembatan Kuala Bubon yang menjadi bagian penting di ruas jalan raya di pantai barat, yang menghubungkan Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat.
kemampuan yang lebih tinggi dapat diwujudkan dalam jangka waktu yang lebih lama. Proyek-proyek MDF berhasil memenuhi prioritas dan kebutuhan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dan memenuhi kebutuhan mendesak. Sumbangan MDF setara dengan 10 persen dari jumlah dana rekonstruksi keseluruhan. Akan tetapi, MDF berperan penting dalam mengisi kekosongan dalam seluruh upaya rekonstruksi yang dikoordinasikan oleh BRR, Bappenas, dan pemerintah daerah, dengan memberi bantuan dalam bidang yang tidak diisi oleh mitra lain. MDF juga memberi bantuan teknis kepada BRR dan Bappenas, dan pengembangan kemampuan pemerintah daerah guna membantu mereka dalam menjalankan peran selaku koordinator. Dengan demikian,
Foto: Akil Abduljalil
bantuan MDF memberi dampak berlipat ganda dan dampaknya ini melampaui nilai bantuan yang diberikan. Pencapaian fisik kontribusi MDF dalam rekonstruksi telah meningkatkan taraf hidup warga Aceh dan Nias. Hampir 20.000 rumah telah dibangun atau direhabilitasi untuk memenuhi standar tahan gempa bumi dengan keterlibatan aktif penerima manfaatnya. Jaringan transportasi penting, yang berhasil diperbaiki kembali dan ditingkatkan dengan dana hibah dari MDF, mampu membuat masyarakat di Aceh dan Nias leluasa bepergian ke tempat lain di provinsinya maupun ke daerah lain di Indonesia. Proyek ini antara lain berupa pembangunan lima pelabuhan dan perancangan beberapa pelabuhan lain, lebih dari 600 kilometer jalan
21
Produksi pertanian dibantu dengan pembangunan hampir 1.600 kilometer saluran irigasi dan drainase. Kesempatan pendidikan bertambah dengan pembangunan atau perbaikan 677 sekolah. Pemerintah dan masyarakat setempat kini telah menggunakan lebih dari 500 gedung kantor pemerintah daerah atau kantor desa yang dibangun atau diperbaiki oleh MDF. Kesehatan masyarakat pun membaik dengan prasarana penyediaan air bersih dan sanitasi berupa pembuatan hampir 8.000 sumur atau sumber air bersih lain, 1.220 sarana sanitasi, dan 72 klinik kesehatan. Hasil MDF mencakup berbagai pencapaian yang tidak kasat mata. Ini termasuk pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan; peningkatan produktivitas dan pendapatan dalam bidang pertanian dan kegiatan mata pencaharian lain; peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam memberikan serangkaian layanan, mulai dari pembagian sertifikat tanah hingga pengelolaan sampah; penguatan kapasitas masyarakat madani dalam mendukung rekonstruksi dan pembangunan ekonomi; perbaikan kapasitas sektor swasta dalam pemasaran komoditas pertanian penting dan daur ulang sampah; perbaikan hak legal kaum perempuan dalam kepemilikan tanah, pemberdayaan perempuan agar berperan lebih besar dalam penetapan keputusan di kalangan masyarakat, dan keterampilan dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup; serta penyiapan menghadapi bencana serta tanggap bencana. Kesempatan mendapatkan pekerjaan bagi kaum perempuan dan laki-laki pada sektor pertanian dan perikanan—dua sektor produksi penting di Aceh dan Nias—telah ditingkatkan melalui proyek di tahap terakhir MDF.
Kesempatan mendapatkan pekerjaan bagi kaum perempuan dan laki-laki pada sektor pertanian dan perikanan—dua sektor produksi penting di Aceh dan Nias—telah ditingkatkan melalui proyek di tahap terakhir MDF.
Masyarakat Aceh dan Nias lebih siap dalam menghadapi bencana pada masa depan. Pengurangan risiko bencana dan pengelolaan lingkungan hidup secara lestari disertakan ke dalam setiap proyek MDF dan telah diarusutamakan ke dalam agenda pembangunan Aceh dan Nias. Hal tersebut meliputi pembangunan kembali tempat tinggal, gedung dan prasarana yang memenuhi standar tahan gempa, pelatihan tanggap bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana bagi pejabat, masyarakat, dan siswa sekolah di daerah rawan bencana, dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola keadaan bencana. Pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan ini membuat masyarakat lebih tangguh dan siap dalam tanggap bencana pada masa mendatang. KEUANGAN MDF menerima komitmen hibah senilai AS$654,7 juta dari 15 donor. Seluruh bantuan tersebut telah diterima oleh MDF. Jumlah pendapatan dari hasil investasi dana hibah dari donor yang dilakukan oleh Wali Amanat MDF adalah sebesar AS$31,2 juta. Pendapatan dari hasil investasi tersebut ditambahkan pada dana MDF dan dipergunakan untuk pelaksanaan program.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
nasional dan provinsi, sekitar 250 kilometer jalan kabupaten, dan lebih dari 3.000 kilometer jalan desa.
Ringkasan Eksekutif - Berakhirnya MDF
22
Petani di Nias dengan hasil panen padi perdana pada Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP). Proyek ini memberi bantuan teknis dan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas beberapa komoditas penting pertanian, yaitu beras, kakao, dan karet. Petani padi melaporkan kenaikan hasil panen hingga dua atau tiga kali lipat dibandingkan panen sebelumnya.
MDF menjanjikan dan mengalokasikan AS$630 juta untuk 23 proyek dalam portofolionya. Setelah MDF ditutup, sebagian besar dana yang dialokasikan tersebut telah disalurkan dan digunakan dalam pelaksanaan proyek. Sebagian besar biaya administrasi, penilaian, dan pemantauan ditutup dengan pendapatan dari hasil investasi hibah donor sehingga memungkinkan seluruh bantuan donor benarbenar digunakan untuk upaya rekonstruksi. Pada tanggal 30 September 2012, jumlah pengeluaran dana kumulatif MDF kepada proyek-proyek tercatat AS$604,2 juta atau 96% dari dana yang dialokasikan, dari jumlah tersebut, sebesar AS$584,9 juta dari jumlah tersebut telah dibelanjakan oleh proyek-proyek hingga akhir bulan September 2012. Dana yang tidak terpakai oleh proyek akan dikembalikan kepada donor setelah penutupan administrasi MDF pada bulan Juni 2013. Sisa dana tersebut diperkirakan sebesar AS$23,2 juta pada
Foto: Koleksi LEDP
saat program ini ditutup pada bulan Desember 2012. Angka ini kemungkinan besar bertambah karena kemungkinan pengembalian dana tidak terpakai pada saat penutupan proyek-proyek. Dana tidak terpakai tersebut akan dikembalikan kepada donor yang akan menentukan untuk apa penggunaannya. MDF DI SAAT AKHIR Ketika MDF menyelesaikan kegiatannya dalam rangka rekonstruksi Aceh dan Nias yang berlangsung selama delapan tahun, seluruh pemangku kepentingan dapat berbangga hati dengan keberhasilan yang tercapai. Sumbangan besar yang diterima oleh Indonesia dari seluruh dunia untuk membantu rekonstruksi—termasuk dari warga perorangan di negara-negara yang menjadi donor MDF—telah mengubah kehidupan masyarakat Aceh dan Nias. Melalui MDF, hasil yang luar biasa telah dicapai dalam enam bidang. Pelaksanaan program berjalan efektif dan efisien, dan hasilnya diharapkan
23
berkelanjutan. Dana dikelola dengan baik dan digunakan sesuai dengan peruntukannya, dengan tingkat keterbukaan dan pertanggungjawaban yang tinggi. MDF telah berhasil dalam mencapai tujuan pembentukannya. Keberhasilan MDF dicapai berdasarkan kerangka strategis dari tiga faktor yang saling terkait. Kepemimpinan kuat pemerintah terhadap kemitraan yang mencakup seluruh pihak yang berkepentingan merupakan faktor pertama yang terpenting atas keberhasilan MDF. Faktor kedua yang mendorong keberhasilan MDF adalah strategi pelaksanaan bertahap yang memungkinkan program ini memenuhi kebutuhan yang muncul kemudian dan menyeimbangkan tarik menarik antara kebutuhan untuk dilaksanakan secara cepat dan berkualitas. Faktor ketiga adalah perhatian MDF pada persoalan lintas sektoral, seperti penyertaan jender, pengelolaan lingkungan hidup, pengurangan risiko bencana, dan pembangunan kapasitas. Perhatian pada persoalan lintas sektoral tersebut menambah bobot kualitas pencapaian MDF. Kerangka strategis ini didukung oleh sistem yang memungkinkan pertanggungjawaban dan komunikasi terbuka. Pertanggungjawaban dalam penggunaan dan pengelolaan dana, baik di MDF maupun proyek, dan pelaporan atas pencapaian secara jelas membuat para pemangku kepentingan yakin bahwa dana tersebut digunakan secara efisien dan efektif sesuai dengan peruntukannya. MDF menjadi model yang dapat ditiru atau disesuaikan dengan rencana rekonstruksi pasca konflik atau pascabencana lain. Hal ini telah diperlihatkan dengan berhasilnya proyek Java Reconstruction Fund (JRF), yang menyesuaikan model MDF untuk menangani beberapa
bencana yang terjadi di Pulau Jawa. Pengalaman ini berhasil menunjukkan keluwesan model tanggap bencana seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan letusan gunung berapi. Pendekatan Rekompak untuk rekonstruksi perumahan, yang pertama kali diterapkan di Aceh dan kemudian diterapkan di berbagai tempat terjadinya bencana di Jawa dalam kendali JRF, juga telah membuktikan kemampuannya untuk disesuaikan dengan keadaan yang berbeda. Yang paling penting, setelah pengalaman di Aceh dan Nias, Indonesia akan lebih mampu menangani bencana pada masa depan. Lembaga-lembaga dan model-model baru telah dibentuk, konstruksi lebih tahan bencana, dan masyarakat lebih siap dalam menghadapi bencana. Melalui pengalaman bencana di Aceh dan Nias, dan kemudian di Jawa dan beberapa daerah lain, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan untuk memperbaiki pengelolaan, kesiapsiagaan, dan tanggap bencana. Ini berujung pada pendiriaan badan baru, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang bertugas mengkoordinasikan kesiapsiagaan dan tanggap bencana pada masa mendatang. Pemerintah juga mendirikan Dana Bencana Indonesia (IDF), yang meniru model MDF, sebagai mekanisme untuk menyalurkan donor guna membiayai pemulihan dan kesiapsiagaan bencana pada masa depan agar lebih cepat dan efisien. Pengalaman Indonesia dalam tanggap bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, dimana MDF menjadi penyumbang utama, meninggalkan warisan berupa pembelajaran bagi pengelolaan bencana pada masa depan, baik di Indonesia maupun di wilayah lain di dunia.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Pengalaman Indonesia dalam tanggap bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, dimana MDF menjadi penyumbang utama, meninggalkan warisan berupa pembelajaran bagi pengelolaan bencana pada masa depan, baik di Indonesia maupun di wilayah lain di dunia.
Bab 1 - Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
24
Bab 1
Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menerima buku kumpulan foto MDF berjudul “Kekuatan Kemitraan” dari Wakil Presiden Regional Bank Dunia, Pamela Cox, dalam acara penutupan MDF di Jakarta, November 2012. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Koeberle, menyaksikan penyerahan buku tersebut.
Foto: Sekretariat MDF
Pernyataan Misi MDF: “Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias adalah kemitraan masyarakat internasional, Pemerintah Indonesia, dan masyarakat madani untuk mendukung pemulihan setelah terjadi gempa bumi dan tsunami. MDF mendukung proses pemulihan lewat hibah untuk menghasilkan investasi berkualitas berdasarkan praktik yang baik, mengikutsertakan pemangku kepentingan, dan berkoordinasi dengan pihak lain. Dengan melakukan ini, MDF berupaya mengurangi kemiskinan, membangun kapasitas, mendukung tata kelola yang baik, dan meningkatkan pertumbuhan yang berkelanjutan.” 1
Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF), yang dibentuk untuk mendukung rekonstruksi di Aceh dan Nias pascatsunami dan gempa bumi, diakui oleh khalayak luas sebagai salah satu program sejenis ini yang paling berhasil. MDF dibentuk atas permintaan Pemerintah Indonesia untuk mendukung pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan oleh pemerintah setelah gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada bulan Desember 2004, yang disusul dengan gempa bumi pada bulan Maret 2005. Dana yang dihibahkan oleh 15 donor mencapai AS$655 juta. Kelima belas donor itu adalah Uni Eropa, Belanda, Inggris, Bank Dunia, Swedia, Kanada, Norwegia, Denmark, Jerman, Belgia, Finlandia, Bank Pembangunan Asia, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Irlandia. Bantuan MDF dalam pemulihan dan rekonstruksi Aceh dan Nias sangat berhasil. Sejalan dengan Deklarasi Paris mengenai Efektivitas Bantuan2 dan Asas OECD-DAC mengenai Keterlibatan Internasional yang Baik di Negara-
1
Kebijakan Bantuan Pemulihan (RAP) MDF, 2005. Deklarasi Paris mengenai Efektivitas Bantuan (2005) meminta janji dari seluruh penandatangan agar bantuan tepat guna berdasarkan asas: (i) kepemilikan nasional; (ii) kesatuan; (iii) keselarasan; (iv) pengelolaan untuk mencapai tujuan; dan (v) pertanggungjawaban semua pihak. Indonesia mendukung Deklarasi Paris ini bersama 117 negara lain dan organisasi internasional untuk mematuhi asas tersebut.
2
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
25
Bab 1 - Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
26
Negara dalam Keadaan dan Kondisi Rentan3, MDF menjadi bukti dari praktik yang baik dalam mekanisme pendanaan pascakrisis, yang menyelaraskan upaya donor, dan meningkatkan kegiatan rekonstruksi secara efektif dan efisien. Tujuan menyeluruh MDF adalah untuk membantu secara efektif dan efisien dalam rekonstruksi di Aceh dan Nias yang “lebih baik” setelah terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami. Oleh karena itu, proyek yang dilaksanakan tidak hanya merekonstruksi prasarana dan membangun landasan bagi pengembangan ekonomi masa depan, tetapi juga mengatasi persoalan sosial dan lingkungan seperti mengurangi kemiskinan, meningkatkan taraf hidup, meningkatkan kesetaraan jender, dan meningkatkan kepedulian akan lingkungan. Disamping itu, pengurangan risiko bencana
dan pendekatan yang peka terhadap konflik di dalam portofolio MDF merupakan prioritas pemerintah maupun donor. MDF berperan penting dalam memerkuat pemerintah pada berbagai tingkatan, organisasi masyarakat madani, dan masyarakat dengan memasukkan komponen peningkatan kemampuan ke dalam hampir semua proyeknya. MDF mengakhiri keberhasilan program ini pada tanggal 31 Desember 2012. Tanggal penutupan program ini telah diperpanjang, dari semula Juni 2010 menjadi Desember 2012. Perpanjangan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemulihan yang dilakukan berkelanjutan dari sudut kelembagaan, finansial dan sosial, dan memberi MDF waktu untuk memerkuat lembaga-lembaga dan memastikan bahwa proses peralihan berjalan lancar.
Tujuan Menyeluruh Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) Tujuan menyeluruh MDF adalah untuk mendukung secara efektif dan efisien rekonstruksi di Aceh dan Nias yang “lebih baik” setelah gempa bumi dan tsunami. Tujuan menyeluruh ini dicapai dengan: • Mengumpulkan sumber dana (donor) untuk mendukung proyek dan program yang telah disetujui bersama; • Bekerja melalui dan berdasarkan Rencana Induk Pemulihan yang disusun oleh Pemerintah Indonesia; • Memajukan usulan pembangunan ‘dari bawah’ dan bertujuan pada hasil, yang memenuhi syarat pendanaan; • Bermitra dengan Pemerintah dan badan non-pemerintah; • Berperan sebagai forum koordinasi donor; • Mendukung kebijakan bermusyawarah mengenai proses pemulihan secara keseluruhan antara masyarakat internasional, masyarakat madani, dan Pemerintah Indonesia; • Menyalurkan dana melalui APBN jika dipandang efektif atau di luar APBN jika Komite Pengarah menganggapnya lebih efektif; • Mendorong kegiatan yang peka terhadap jender: • Berusaha mencari peluang yang dapat mendukung proses perdamaian (peka terhadap konflik); dan • Menghindari perbedaan antardaerah yang semakin bertambah. Sumber: Kebijakan Bantuan Pemulihan (RAP) MDF yang disetujui oleh Komite Pengarah MDF pada tahun 2005 3
Komite Bantuan Pembangunan (DAC) OECD menyetujui Prinsip-Prinsip Keterlibatan Internasional yang Baik di Negara-Negara dalam Keadaan dan Kondisi Rentan di tahun 2007, yang bertujuan melengkapi dan menginformasikan komitmen-komitmen yang tertera pada Deklarasi Paris tentang Efektivitas Bantuan 2005, yang juga menyatakan perlunya mengatasi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip efektivitas bantuan dalam berbagai situasi, terutama di negara-negara yang berkondisi rentan.
27 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Wakil-wakil Komite Pengarah MDF bertemu muka dengan wartawan di Banda Aceh, Juni 2012. Sebagai salah satu aktifitas berbagi informasi tentang upaya rekonstruksi.
TATA KELOLA DAN OPERASIONAL MDF Struktur tata kelola MDF yang melibatkan semua pihak dan secara tepat mendukung tujuan Deklarasi Paris mengenai efektivitas bantuan dan berperan dalam mencapai keberhasilan. Sejak dibentuk, MDF terlibat secara mendalam dengan para mitra, pemangku kepentingan, dan penerima bantuan melalui berbagai macam cara untuk bermusyawarah yang membantu efektivitas pelaksanaan kegiatannya. Sesuai dengan permintaan Pemerintah Indonesia, Bank Dunia berperan sebagai Wali Amanat, yang bertugas mengelola MDF. MDF dikelola oleh Komite Pengarah yang terdiri dari donor, wakil pemerintah pusat dan daerah, dan masyarakat madani. Komite Pengarah bertemu secara rutin di Jakarta atau Aceh untuk mengkaji ulang dan menerima konsep proyek serta proposal pendanaan, dan juga membicarakan kemajuan proses pemulihan di Aceh dan Nias. Koordinator PBB dan seorang
Foto: Tarmizy Harva
wakil dari masyarakat LSM internasional menjadi pengamat resmi. Mitra rekonstruksi utama lain seperti Australia dan Jepang juga diundang menghadiri pertemuan itu sebagai pengamat, agar penyebaran informasi mengenai kegiatan rekonstruksi secara keseluruhan dapat berjalan dengan lebih baik. Kelompok Pengkaji Teknis melakukan kajian yang lebih terperinci dan membuat rekomendasi bagi Komite Pengarah, dengan meringkas proses rekonstruksi tersebut. Komite Pengarah diketuai bersama oleh pemerintah pusat, pada awalnya diwakili oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh Nias (BRR) yang merupakan badan Pemerintah Indonesia untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias. Peran ini kemudian diambil alih oleh Bappenas. Ketua bersama lainnya adalah Pemerintah Aceh, Uni Eropa sebagai wakil donor, dan Bank Dunia sebagai Wali Amanat MDF. MDF menyatukan berbagai lembaga dalam pelaksanaan dan pengawasan programnya. Tindakan ini memberi kesempatan untuk
Bab 1 - Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
28
Anggota Komite Pengarah, staf proyek, dan badan mitra menyantap makanan tradisional Aceh bersama dengan tokoh masyarakat di Desa Gampong Baru, yang merupakan lokasi percontohan Rekompak, proyek perumahan yang berbasis komunitas di Aceh.
Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF), yang dibentuk untuk mendukung rekonstruksi di Aceh dan Nias pascatsunami dan gempa bumi, diakui oleh khalayak luas sebagai salah satu program sejenis ini yang paling berhasil. memanfaatkan keunggulan dan keahlian komparatif berbagai organisasi. Empat organisasi multilateral, Bank Dunia, Program Pembangunan PBB (UNDP), Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO), dan Program Pangan Dunia PBB (WFP) berperan sebagai Badan Mitra. Badan Mitra bertanggung jawab atas pengawasan
Foto: Tarmizy Harva
dan supervisi proyek secara keseluruhan, dengan menerapkan landasan yang memiliki tanggung jawab secara hukum dan struktur tata kelola masing-masing. Badan Pelaksana bertanggung jawab atas kegiatan pelaksanaan proyek di lapangan, yang memiliki keunggulan berbeda-beda dalam bidang kemampuan dan tata caranya. Pengaturan ini menghasilkan berbagai masukan terhadap agenda pemulihan pemerintah sehingga memungkinkan cakupan dan kecepatannya lebih besar dibandingkan tanpa keadaan semacam itu. Badan Pelaksana meliputi instansi lembaga pemerintah terkait, organisasi multilateral, dan LSM. Kebijakan Bantuan Pemulihan (RAP) MDF menetapkan asas panduan MDF. RAP yang disetujui oleh Komite Pengarah pada tahun 2005 berfungsi sebagai landasan operasional MDF dan menetapkan sektor dan pendekatan prioritas untuk didanai. RAP juga menekankan
29
Komite Pengarah mengalokasikan dana untuk proyek setelah mengkaji proposal yang diajukan oleh pemerintah. Pada tahun-tahun awal MDF menjalankan kegiatannya, proposal diajukan lewat BRR, yang bertanggung jawab atas koordinasi seluruh upaya rekonstruksi. BRR merupakan lembaga yang tepat untuk mengidentifikasi bidang-bidang kebutuhan yang dapat mempertimbangkan MDF untuk dipilih sebagai mitra pendanaan. Setelah BRR ditutup, proposal diajukan lewat Bappenas, yang mengambil alih peran koordinasi dalam rekonstruksi tersebut. Proses dua tahap ini mendorong rasa memiliki pada pihak pemerintah atas proyek MDF dan keselarasan dengan prioritas pemerintah. Fungsi penting lain dari Komite Pengarah adalah memantapkan koordinasi dan musyawarah mengenai kebijakan rekonstruksi agar terjadi keselarasan kegiatan. Pertemuan Komite Pengarah menjadi wadah untuk membicarakan sinergi antar proyek dalam portofolio MDF dan mempertemukan beragam pemangku kepentingan untuk membicarakan agenda rekonstruksi secara keseluruhan dan mencegah tumpang tindih. MDF juga melakukan pertemuan untuk bertukar pikiran mengenai kebijakan dengan pemangku kepentingan kunci terkait dengan masalah lintas sektoral. Pertemuan tersebut memantapkan penyelarasan program dengan prioritas strategis Pemerintah Indonesia. Dengan demikian, MDF juga menawarkan landasan bagi musyawarah mengenai kebijakan dengan cakupan lebih luas, yaitu dengan semua pemangku kebijakan yang terlibat dalam proses rekonstruksi.
Komite Pengarah dan Kelompok Pengkaji Teknis dibantu oleh Sekretariat, yang bertugas mengkoordinasikan keseluruhan kegiatan program MDF. Tugas tersebut termasuk mengawasi pendanaan dan membuat program MDF semakin terlihat, mengkaji proposal proyek, dan ikut menyetujui proyek serta mengevaluasi program. Sekretariat juga menyelenggarakan pertemuan Kajian Teknis dan Komite Pengarah, dan memantau serta melaporkan kemajuan dan pencapaian proyek dan program kepada Komite Pengarah secara rutin. Sekretariat MDF juga bertugas memastikan agar semua ketentuan administrasi dalam pelaksanaan proyek sejalan dengan prosedur dan proses Bank Dunia. Sekretariat ini berkantor di Gedung Bank Dunia di Jakarta dan Aceh. Dukungan dari Sekretariat ini membuat Komite Pengarah tetap mendapatkan informasi terakhir sehingga dapat mengambil keputusan yang terkait dengan program secara tepat. MENDUKUNG AGENDA REKONSTRUKSI PEMERINTAH Faktor utama keberhasilan MDF adalah kepemimpinan Pemerintah Indonesia dan kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam mendukung agenda pemerintah. MDF bekerja erat dengan Pemerintah Indonesia di segala tingkatan. MDF berhasil membina hubungan kerja yang erat dengan BRR, badan setingkat menteri yang dibentuk untuk mengelola kebutuhan rekonstruksi di Aceh dan Nias yang luar biasa besarnya. BRR memimpin rekonstruksi di Aceh dan Nias secara keseluruhan hingga tugasnya berakhir pada bulan April 2009, dan setelah itu tanggung jawab koordinasi proses rekonstruksi dialihkan melalui mekanisme rutin pemerintah, yang dipimpin oleh Bappenas. MDF juga bekerja erat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh, pemerintah provinsi di Sumatra Utara, dan pemerintah kabupaten di Nias.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
serangkaian prasyarat kualitas dan tema lintas sektoral yang perlu dipertimbangkan dalam proyek MDF. Masalah lintas sektoral mencakup antara lain kepekaan terhadap konflik dan jender, kesetaraan antardaerah, dan pengurangan kemiskinan.
Bab 1 - Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
30
Dengan menentukan sasaran bantuan dan mengutamakan sumberdaya dan kemampuan, badan-badan di bawah ini didukung dalam melaksanakan tanggung jawab baru pada masa peralihan setelah BRR ditutup. Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BKRAN pada tingkat nasional, BKRA di Aceh, dan BKRN di Nias, Provinsi Sumatra Utara) dibentuk lewat Surat Keputusan Presiden No.3/2009 untuk membantu pelaksanaan upaya rekonstruksi hingga 31 Desember 2009. MDF bekerja erat dengan badan-badan tersebut untuk mempermudah pelaksanaan proyekproyek MDF agar tepat waktu dan lancar. Proyek-proyek MDF diselaraskan dengan Rencana Induk Rekonstruksi Pemerintah Indonesia dan penilaian BRR atas kebutuhan yang paling kritis. Setiap proyek yang dipertimbangkan untuk mendapatkan dana dari
MDF perlu didukung oleh BRR, dan kemudian oleh Bappenas, sebelum diajukan kepada Komite Pengarah untuk dikaji dan ditetapkan. MDF menggunakan strategi bertahap dalam pelaksanaan proyek agar dapat menampung kebutuhan yang muncul kemudian. Pada tahap pertama, bantuan MDF dipusatkan pada pemulihan masyarakat dan bantuan logistik lain seperti perbaikan jaringan prasarana transportasi penting. Pada tahap kedua, dimasukkan upaya rekonstruksi prasarana besar dan pembangunan kapasitas instansi pemerintah daerah. Pada tahap ketiga, MDF membantu pemulihan ekonomi agar berkelanjutan dan proses pengalihan aset dan proyek rekonstruksi. MENGELOLA UNTUK HASIL MDF menerapkan langkah-langkah untuk penjaminan kualitas di berbagai tingkat untuk menyempurnakan pelaksanaan dan hasil
Rosmawar
Koperasi Perempuan Menawarkan Kesempatan Baru Ketika usia kandungan anak bungsunya dua bulan, suami Rosmawar saat sedang bekerja di sawah tewas ditembak. Sejak itu, dia harus menjadi tulang punggung bagi kedua orang putranya. “Saya mempunyai banyak pekerjaan. Saya mencuci pakaian, menjadi buruh tani di sawah, dan membuat kue. Pada dasarnya, apa pun yang diminta oleh orang lain, saya akan lakukan apabila saya mampu,” ujarnya. Kehidupan Ibu Rosmawar membaik setelah dia bergabung dengan koperasi yang membuat emping melinjo. Koperasi Wanita Serba Usaha “Hareukat Poma”, tempat dia menjadi anggota, mendapat bantuan dari Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF) MDF. Anggota koperasi mendapat pelatihan dalam bidang pengelolaan koperasi dan keuangan maupun pelatihan untuk menjaga mutu produksi, pemasaran, dan promosi. Sejak menjadi anggota koperasi ini, pendapatan Ibu Rosmawar bertambah. Dia pun mendapat manfaat lain. “Saya dapat meminjam uang dari koperasi,” jelasnya. “Saya menggunakan uang pinjaman itu untuk menyewa lahan dan membeli bibit. Saya juga dapat membeli alat pembuat emping. Sekarang, saya dapat menjual hasil emping dengan harga yang lebih adil berkat koperasi, saya mengetahui harga yang pantas dan saya merasa lebih dapat mengendalikan harga.”
31
proyek. Pengawasan kualitas pada tahap awal adalah Badan Pelaksana yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan di lapangan. Kegiatan Badan Pelaksana diawasi oleh Badan Mitra yang bertanggung jawab atas kesesuaian penggunaan dana dan melaporkan kemajuan dan hasil proyek kepada Sekretariat MDF. Sekretariat memantau dan mengevaluasi keseluruhan portofolio lewat suatu sistem pelaporan ringkas, menyatukan data hasil dari proyek, dan melengkapinya dengan pengawasan di lapangan selain melalui kajian atas seluruh proyek MDF, dan meminta evaluasi independen atas kinerja seluruh proyek. Masing-masing donor juga meminta evaluasi independen terhadap seluruh proyek MDF. Gabungan antara cara pengawasan dan pelaporan tersebut memberi penjelasan yang lengkap dan terbuka atas pencapaian seluruh portofolio dan tantangan untuk membantu penetapan keputusan dan perbaikan kualitas. MDF mendukung koordinasi yang mantap antara proyek MDF dan kegiatan rekonstruksi secara keseluruhan, serta antarproyek MDF. Koordinasi ini menghasilkan sinergi dan mengurangi tumpang tindih kegiatan dalam proses rekonstruksi. Selain bergabung dalam forum koordinasi rekonstruksi atau kelompok kerja sektoral yang dibentuk, banyak proyek MDF menyatukan pemangku kepentingan paling tepat: pemerintah daerah setempat beserta dinas sektoralnya, LSM dan perguruan tinggi lokal, masyarakat, dan pelaksana penting lain pada sektor yang bersangkutan. Contoh dari sinergi yang diciptakan dalam kegiatan konstruksi adalah Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), yang
bermitra dengan proyek Local Government Support Program yang dibiayai oleh USAID dan The Asia Foundation, dengan mendapat manfaat dari pengalaman dan kemampuannya di lapangan. Sinergi seperti itu menghasilkan efek berlipat ganda diantara dampak keseluruhan rekonstruksi, yang melebihi nilai finansial dari pendanaan rekonstruksi dari MDF. Sekretariat MDF melakukan berbagai kajian untuk menilai kinerja portofolio dan dokumen hasil pembelajaran. Kajian Pertengahan Masa Proyek (MTR) yang lengkap dilakukan untuk menilai kinerja MDF pada setiap proyek, portofolio dan pelaksanaan kegiatannya. Adapun Kajian Keberlanjutan Sosial dan Kajian Kelestarian Lingkungan juga dilakukan secara terpisah; kajian-kajian ini menjadi masukan untuk MTR secara keseluruhan. MTR atas MDF menemukan bahwa program ini sangat diperlukan dan menyimpulkan bahwa MDF yang berhasil untuk rekonstruksi pascabencana, dan memiliki banyak kesempatan untuk membantu dalam keadaan pascabencana pada masa mendatang. Aksi lanjutan MDF terhadap rekomendasi MTR memastikan bahwa proyek diperkuat dengan rekomendasi dari kajian tersebut. Sebagai tanggapan atas rekomendasi MTR tersebut, pada tahun terakhir, MDF semakin menekankan pada upaya untuk mendokumentasikan pengalaman dan hasil pembelajaran dari pemulihan dan rekonstruksi pascabencana. Upaya tersebut menghasilkan pengetahuan yang dapat dibagikan kepada para pengambil keputusan dan pelaksana, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk digunakan pada masa yang akan datang.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Sejak dibentuk, MDF terlibat secara mendalam dengan para mitra, pemangku kepentingan, dan penerima bantuan melalui berbagai macam cara untuk bermusyawarah yang membantu efektivitas pelaksanaan kegiatannya.
Bab 1 - Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
32
Media adalah mitra penting bagi MDF dan proyek-proyeknya. Penjangkauan media antara lain melalui liputan media online dan cetak, siaran radio langsung, pengarahan media, dan liputan acara publik. Pada foto ini, wartawan nasional mewawancarai petani kakao di Kabupaten Nias.
KOMUNIKASI YANG TEPAT UNTUK MENINGKATKAN PENCAPAIAN PROGRAM Kegiatan komunikasi strategis sangat penting untuk keberhasilan MDF. Komunikasi MDF dengan pemangku kepentingan yang tepat, terbuka, dan strategis menambah keterlibatan mereka dan berguna untuk keterbukaan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan proyek dan program. Selama masa pelaksanaannya, MDF melakukan serangkaian kegiatan komunikasi untuk memperbaiki koordinasi dan pelaksanaan kegiatan, menyebarluaskan hasil, memastikan keberlanjutan, dan menyebarluaskan kegiatan terbaik dan hasil pembelajaran dari pengalaman program ini. MDF menjadi landasan koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi. MDF berperan penting dalam mempertemukan tokoh penting dari berbagai tingkatan pemerintah, donor,
Foto: Nur Raihan Lubis
dan masyarakat madani—dimana peran ini semakin menonjol setelah BRR ditutup. Hingga akhir tugasnya, MDF mengikuti kegiatan khusus seperti evaluasi program, pertemuan antar pemangku kepentingan, pameran, dan dialog kebijakan yang diadakan oleh Pemerintah Indonesia, donor, dan badan multilateral lain. Kegiatan ini mendorong keterlibatan khalayak yang lebih luas dalam proses rekonstruksi dan memperlancar bantuan MDF pada prioritas pemerintah. Pada setiap proyek, MDF mewadahi musyawarah yang efektif antara masyarakat dan pemerintah. Rekonstruksi yang bertumpu pada masyarakat merupakan pendekatan inti pada banyak proyek MDF, mulai dari perumahan dan prasarana desa hingga pemulihan mata pencaharian, dan pendekatan ini sangat membantu pencapaian proyek dan tingkat kepuasan penerima manfaat proyek.
33
Media merupakan mitra penting bagi MDF dan proyeknya. Sekretariat MDF menggunakan beragam pendekatan penjangkauan, yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan penerima manfaat proyek dan mengetahui kegiatan yang didanai oleh MDF. Sekretariat MDF dan beberapa proyek memanfaatkan lembaga media resmi untuk menjangkau khalayak yang lebih banyak dan meningkatkan citra MDF. Contohnya adalah memanfaatkan media seperti situs web proyek dan program, siaran langsung radio, dan pemaparan kepada media secara rutin, disamping ikut dalam kegiatan publik lain. Semua ini memastikan bahwa informasi mengenai program dapat diterima oleh masyarakat luas. Sekretariat MDF memantau liputan media untuk memastikan ketepatan dan relevansinya. MDF mendorong keterbukaan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan proyek dan programnya. Seluruh proyek yang didanai oleh MDF wajib membuat mekanisme pengelolaan keluhan melalui umpan balik, pengiriman pertanyaan, keluhan yang terkait dengan bidang dan pelaksanaan proyek dapat ditampung. Hampir semua keluhan dan upaya mencari tahu yang dialamatkan lewat mekanisme ini dapat diatasi oleh setiap proyek melalui kegiatan tukar pikiran dan pembuktian, dan informasi untuk mengatasinya dapat dengan mudah didapat oleh masyarakat. Mekanisme ini dibuktikan dengan tingkat kepuasan penerima manfaat proyek yang secara umum tinggi dan
Pada setiap proyek, MDF mewadahi musyawarah yang efektif antara masyarakat dan pemerintah. menambah tuntutan masyarakat akan layanan yang lebih baik. Konferensi Internasional berjudul Hasil Pembelajaran dari Pengalaman Indonesia dalam Rekonstruksi dan Kesiapan Bencana menyoroti pengalaman rekonstruksi pascabencana di Indonesia. Pengalaman MDF dan Java Reconstruction Fund (JRF), dalam mengelola bencana di Aceh, Nias, dan Jawa, membentuk pendekatan terhadap kesiapan dan tanggap bencana di Indonesia dan dibicarakan oleh para pengambil keputusan dalam konferensi internasional tersebut. Lebih dari 500 orang, yang terdiri dari delegasi tingkat tinggi negara rawan bencana seperti Jepang, Pakistan, dan Haiti, menghadiri konferensi tersebut. Konferensi tersebut membicarakan berbagai aspek rekonstruksi dan kesiapan pascabencana seperti pembangunan rumah oleh masyarakat, pemulihan mata pencaharian pascabencana, peningkatan kemampuan dan jender, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana, dan berbagi pengetahuan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S. Alisjahbana, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Wakil Presiden Bank Dunia Pamela Cox, wakil 15 donor MDF, dan perwakilan lain hadir dan memuji pencapaian program MDF dan JRF. MDF menjadi sumber berharga pengetahuan dan informasi berharga bagi pelaksana program rekonstruksi dan pemulihan pascabencana di tempat lain. Dengan anggapan sebagai salah satu program pendanaan multi-donor untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Komunikasi yang terbuka dan dua arah dan saran mengenai pelaksanaan proyek memungkinkan reaksi yang tepat waktu dan tindakan untuk meningkatkan efektivitas proyek. Sekretariat MDF juga mengatur kunjungan donor dan delegasi tamu lainnya agar dapat berhubungan langsung dengan penerima manfaat proyek dan staf proyek sehingga mereka dapat langsung memahami kebutuhan mereka, cara mengatasi tantangan, dan pencapaiannya.
Bab 1 - Pelaksanaan Multi Donor Fund (MDF) yang Efektif dan Efisien
34
Berbagi Pengalaman MDF Sekretariat MDF memproduksi serangkaian publikasi untuk mendokumentasikan dan menyebarkan pembelajaran pengalaman Indonesia dalam melaksanakan dua program rekonstruksi pascabencana, MDF dan JRF. Produknya berupa antara lain: • Buku dan video dokumenter mengenai proyek perumahan Rekompak, yang mendokumentasikan pendekatan dan pengalaman model rekonstruksi pemukiman dan perumahan yang bertumpu pada masyarakat di Aceh dan Jawa. • Seri yang terdiri dari lima makalah dan catatan pengetahuan mengenai pembelajaran dari bidang utama program MDF, antara lain: o Pendekatan yang bertumpu pada masyarakat dalam rekonstruksi o Rekonstruksi prasarana besar o Pembangunan kapasitas dalam keadaan pascabencana o Pengarusutamaan jender dalam program pascabencana o Kerangka kerja MDF untuk rekonstruksi yang efektif • Buku kumpulan foto, ‘Kekuatan Kemitraan’, yang mendokumentasikan kegiatan MDF di Aceh dan Nias. Buku-buku ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Publikasi ini disebarluaskan oleh para mitra MDF dan akan terus dapat diperoleh setelah MDF ditutup, lewat situs webnya (www.multidonorfund. org) dan juga situs web Bank Dunia (www.worldbank.org).
35
yang paling berhasil di dunia, MDF dan proyekproyeknya menjadi model bagi praktik dan pembelajaran terbaik. Pada tahun terakhir masa tugasnya, MDF bertindak sebagai tempat berbagi pengetahuan dengan menyebarluaskan pengalaman dan pengetahuan yang didapat. MDF menggunakan beberapa cara untuk melakukannya seperti melalui publikasi, seminar, konferensi, situs web, dan hubungan dengan media. Untuk memastikan kemudahan memperoleh informasi dan pengalaman yang dimiliki, MDF menerbitkan buku mengenai programnya secara keseluruhan, masingmasing proyek secara khusus, dan pengalamanpengalamannya. Ini semua akan dapat terus dipelajari sekalipun tugasnya telah berakhir (lihat kotak). Selain menerbitkan buku program MDF oleh Sekretariat ini, masing-masing proyek di bawah MDF telah menerbitkan berbagai macam buku, dokumentasi video, dan produk pengetahuan lain yang terkait dengan bidang program masing-masing. Sekretariat MDF berfungsi sebagai sumber berbagi pengetahuan di kalangan pelaksana proyek. Pemerintahan negara yang terkena bencana, perguruan tinggi terkemuka, dan badan-badan pembangunan lainnya telah bertukar pikiran, berkunjung ke lapangan, dan mengkaji MDF untuk mendapatkan informasi langsung mengenai kegiatan proyek dan penerapan berbagai cara yang berhasil. Disamping itu, Sekretariat MDF di Aceh menyelenggarakan serangkaian seminar agar pelaksana utama proyek-proyek yang didanai oleh MDF dapat berbagi pengalaman, pencapaian, dan pembelajaran. Seminar ini
diikuti oleh banyak pihak dan diikuti dengan tukar pikiran antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk memperbaiki dan memperbarui tingkat pelayanan maupun program di daerah. Dampak kegiatan komunikasi Sekretariat MDF lebih dari sekadar menunjukkan keberhasilan pelaksanaan program; kegiatan tersebut juga memastikan bahwa pihak lain dapat mendapat manfaat dari pengalaman MDF. Beberapa organisasi, termasuk badan pembangunan dan perguruan tinggi terkemuka, pemerintahan negara yang terkena bencana, dan media memperoleh hasil pembelajaran dan praktik teladan dari Sekretariat MDF, Bank Dunia sebagai Wali Amanat MDF, Pemerintah Indonesia, Pemerintah Daerah Aceh, Sumatra Utara, dan tim proyek. Pencapaian MDF ini telah diliput oleh banyak media internasional seperti Radio BBC dan Washington Post disamping diliput secara terus-menerus oleh media nasional maupun daerah. Selain itu, pengalaman MDF juga telah disoroti dalam acara seperti Konferensi Tingkat Menteri Asia mengenai Pengurangan Risiko Bencana yang diadakan di Yogyakarta pada bulan Oktober 2012, dan lewat situs Bank Dunia serta saluran penjangkauan milik Pemerintah Indonesia dan tiga Badan Mitra PBB. Berkat langkah komunikasi dan publikasi MDF, pembelajaran dan praktik teladan dari pengalaman rekonstruksi di Aceh dan Nias yang dimiliki oleh MDF berhasil disebarluaskan kepada pemangku kepentingan yang lebih luas dan dapat digunakan pada masa mendatang di Indonesia dan negara rentan bencana lainnya.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
MDF adalah mekanisme yang berhasil untuk rekonstruksi pascabencana, dan memiliki banyak kesempatan untuk membantu dalam keadaan pascabencana pada masa mendatang
Cerita Fitur MDF
36
Cerita Fitur MDF 1. Munandar dahulu bekerja sebagai pembalak liar sejak berusia 12 tahun, namun sekarang menjadi Penjaga Hutan dari Masyarakat, yang membantu melindungi hutan dan lahan petani. 2. Jagawana saat melakukan patroli gajah. Satwa liar diusir dari kebun petani dengan menggunakan petasan dan meriam bambu yang tidak berbahaya. Poto: 1. Tarmizy Harva 2. Mosista Pambudi
1
Melindungi Mata Pencaharian, Melindungi Hutan Kawasan hutan Ulu Masen dan Leuser seluas 3,3 juta hektar yang terletak di bagian utara Provinsi Aceh adalah bagian dari wilayah hutan terbesar di Asia Tenggara. Namun, selama bertahun-tahun, kawasan hutan ini terancam oleh pembalakan liar. Seperti kebanyakan laki-laki di kalangan masyarakatnya, Munandar mulai menjadi pembalak liar pada usia 12 tahun. “Saya diperintah mengikuti laki-laki yang lebih tua ke hutan dan membantu mereka. Kami menebang kayu mantuk dan meranti yang lebih keras dari pada kayu jati. Saya tidak tahu berapa pohon yang sudah kami tebang. Pada tahun 2000, pemerintah bersikap lebih tegas dan kami diancam dipenjara. Itu sebabnya kebanyakan dari kami berhenti menebang kayu. Sekarang, saya punya kebun karet dan saya bekerja di sana setiap hari. Pendapatan saya lebih kecil, tetapi saya lebih suka mendapatkan penghasilan tanpa harus menebang kayu secara liar.” Pada tahun 2009, LSM Fauna dan Flora Internasional (FFI) mendirikan sejumlah Unit Tanggap Konservasi (CRU) di pinggir hutan Ulu
Masen. CRU bertugas melatih jagawana, yang kebanyakan adalah pria dari desa setempat dan pernah menjadi pembalak liar sebelumnya, untuk menjaga hutan dan kehidupan satwanya. Mereka juga bertugas mendirikan unit reaksi cepat untuk mengurangi “konflik manusia dan satwa liar” yang berdampak pada kegiatan mata pencaharian warga dan mengancam gajah Sumatra, pada khususnya. Skema ini merupakan bagian dari Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP), yang bertujuan untuk melindungi ekosistem hutan Leuser dan Ulu Masen dari pembalakan liar. Proyek ini didanai melalui hibah MDF. Menciptakan pekerjaan bagi mantan pembalak liar merupakan dampak langsungnya, tetapi tujuan utamanya adalah untuk mendorong seluruh anggota masyarakat berhenti menebang
37 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
2
hutan dan memiliki mata pencaharian yang mengurangi kerusakan lingkungan. CRU, yang berada di daerah-daerah dengan tingkat “konflik” antara manusia dan gajah tertinggi, membentuk sistem reaksi cepat terhadap setiap kejadian. Gajah yang sudah dijinakkan dilatih oleh para jagawana ini dan digunakan dalam kegiatan reaksi cepat, dan dikerahkan untuk mencegah konflik antara gajah dan manusia. Selain itu, patroli gajah dan regu jagawana memantau pembalakan liar dan memberi peringatan kepada calon pembalak liar dan pemburu liar bahwa hutan tersebut telah dijaga. Pak Yusak, Kepala Desa Lujeureunge, menjelaskan mengenai perubahan dalam mata pencaharian masyarakat: “Di desa ini terdapat 85 kepala keluarga. Bertani, misalnya menanam kakao dan karet, adalah sumber utama penghasilan mereka. Dahulu, banyak dari warga desa ini merupakan pembalak liar. Kami mendapat Rp. 100.000 setiap hari. Sekarang, pendapatan kami lebih kecil; mungkin setengahnya.” Perubahan dari pembalak menjadi petani tidaklah mudah bagi semua orang. Ibu Rosa, petani karet setempat, merasa patah semangat,
bukan hanya karena gangguan gajah terhadap kebunnya, melainkan juga pendapatan keluarga yang lebih besar pada masa lalu. “Kami merasa kehilangan pendapatan yang besar itu. Tetapi, harga kakao dan karet sekarang tinggi sehingga kami merasa sudah cukup saat ini.” Ibu Rosa lega dengan keberhasilan program penjagaan hutan oleh masyarakat tersebut. “Sebelum proyek ini dibentuk, kami menghadapi masalah dengan gajah setidaknya tiga kali sebulan. Satu rombongan dapat saja terdiri dari 13 ekor gajah. Kami tidak tahu harus berbuat apa; kami hanya terdiam dan mengamati kedatangan gajah yang menghancurkan tanaman kami. Seekor gajah dapat menghancurkan 10 batang pohon kakao atau karet yang masih kecil dalam semalam. Kami membutuhkan waktu lima tahun untuk menunggu pohon mencapai ukuran itu, tetapi dalam sekejap, hasil jerih payah kami hancur. Kami sangat marah dan patah semangat. Banyak gajah yang dibunuh. Kami sekarang sadar gajah adalah bagian dari alam. Para jagawana menakuti mereka dengan petasan dan meriam bambu.” Pada tahun 2011, FFI mengalihkan tanggung jawab proyek ini kepada pemerintah kabupaten
Cerita Fitur MDF
38
Ibu Rosa dan tetangganya menanam karet, kakao, dan sayuran, namun kebun dan sumber mata pencaharian mereka sering terancam rusak karena gajah liar Sumatra.
dan Dinas Kehutanan. Pak Mukhtarudin, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten di Lamno, Aceh Jaya, sangat mendukung kegiatan CRU. “Saya lahir dan besar di daerah itu sehingga saya tahu benar masalah tersebut. Ini adalah masalah mata pencaharian. Konflik antara satwa dan manusia sudah ada selama bertahuntahun dan berdampak terhadap penghasilan dan mata pencaharian warga. Kami sekarang melihat konflik itu dapat dikelola. Jagawana harus melalui tahap seleksi yang ketat karena harus memiliki kepedulian, kesungguhan, dan pengabdian yang tinggi. Tetapi, sebagian besar warga masyarakat desa belum mencapai tingkat kesadaran sejauh itu. Kami mendukung perubahan sikap itu dengan membayar para mantan pembalak liar untuk pembibitan sehingga mereka punya modal untuk menanam karet atau kakao.” Pak Mukhtarudin menjelaskan bahwa kebun karet seluas dua hektare dapat menghidupi satu
Foto: Tarmizy Harva
keluarga dan mereka dapat membeli makanan dan membiayai kebutuhan rumah tangga dan pendidikan. Disamping itu, tanaman lain dapat dimanfaatkan sewaktu menunggu pohon karet mencapai usia yang cukup untuk diambil getahnya. Akan tetapi sebagai perbandingan, pohon meranti dapat menghasilkan setidaknya 1020 meter kubik kayu, yang dijual dengan harga Rp4 juta per meter kubik. Orang yang bekerja di pemotongan kayu liar dapat memperoleh penghasilan dalam sebulan yang cukup untuk menghidupi keluarga selama empat bulan. Sejumlah perempuan desa juga bekerja dalam usaha pembalakan liar. Mereka tidak memotong kayu, tetapi sebagai buruh yang mengangkut potongan kayu dengan upah Rp50.000 setiap hari. Sekarang, mereka bekerja sebagai petani dan harus bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan. Pak Mukhtarudin memandang sangat wajar jika sebagian mantan pembalak liar lebih memilih mata pencaharian mereka sebelumnya.
39 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Jagawana dari masyarakat menggunakan meriam bambu untuk mengusir kawanan gajah liar dari kebun tanaman petani.
“Proses perubahan itu sedang berjalan. Sejumlah warga belum siap untuk beralih pekerjaan menjadi petani sepenuhnya, tetapi sikap mereka akan berubah sejalan dengan waktu, terutama jika mata pencaharian baru mereka lebih mendatangkan keuntungan. Kami mendorong kaum perempuan untuk mengikuti program penanaman kembali dan membayar Rp500 untuk setiap pohon yang ditanam. Mereka mampu menanam 100 batang dan bahkan 200 batang pohon setiap hari; jadi, sebenarnya ini lebih menguntungkan. Ini merupakan insentif yang diberikan agar perubahan sikap dapat terjadi. Daerah ini memiliki potensi besar, terutama setelah jalan raya di sepanjang pantai dibangun oleh MDF. Jalan itu akan mendatangkan banyak pengunjung; dan wisata alam dapat menguntungkan daerah sekitarnya dan menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi mereka.” Masa depan ekosistem ini tergantung pada penyeimbangan kebutuhan ekonomi masyarakat dengan kelestarian hutan dan satwa liar dalam jangka panjang. Melibatkan masyarakat
Foto: Abbie Trayler-Smith/ Panos/DfID
merupakan kunci dalam melindungi warisan yang luar biasa ini bagi generasi muda Aceh.
Proyek Perlindungan Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP) dibentuk untuk memperkuat dan mendukung pemerintah, masyarakat madani sebagai mitra, dan masyarakat untuk menjaga ekosistem penting di hutan Leuser dan Ulu Masen selama rekonstruksi pascatsunami. Proyek ini bertujuan melindungi hutan dari pembalakan liar dan mendorong pengelolaan hutan secara lestari. Lebih dari 600 jagawana, 250 petugas perlindungan/kehutanan, dan hampir 700 pengawas dari masyarakat telah dilatih. Disamping itu, proyek ini membantu kepedulian akan perlindungan hutan melalui sekolah dan kelompok pecinta alam. Proyek ini dilaksanakan oleh FFI dan Yayasan Internasional Leuser (LIF) dengan Bank Dunia sebagai Badan Mitra.
Bab 2 - Pencapaian MDF
40
Bab 2
Pencapaian MDF
Fitra Cahyadi, pencicip cita rasa kopi, berada di gudang kopi baru di pinggir Takengon yang didukung dana dari EDFF. Subproyek yang dilaksanakan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) ini bertujuan agar petani kecil memiliki kendali dalam kualitas, pemasaran, dan penjualan kopi mereka.
Foto: Tarmizy Harva
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan keberhasilan besar dalam mengelola rekonstruksi pascabencana dengan efektif dan efisien. Indonesia telah diakui prestasinya oleh khalayak luas dalam membangun kembali Aceh dan Nias selama delapan tahun setelah bencana dahsyat terjadi. Dengan kerusakan dan kebutuhan yang pada awalnya diperkirakan senilai lebih dari AS$6,2 miliar,1 besarnya cakupan tugas ini belum pernah ada sebelumnya. Multi Donor Fund (MDF) berperan penting dalam membuat berhasilnya proses rekonstruksi tersebut. Kontribusi MDF setara dengan sepuluh persen jumlah dana rekonstruksi keseluruhan. MDF berperan penting dalam mengisi kesenjangan upaya rekonstruksi yang tidak ditangani oleh lembaga lain dan memberi bantuan teknis kepada BRR dan kemudian Bappenas setelah BRR ditutup, dan juga kepada pemerintah daerah dalam meningkatkan peran koordinasi untuk rekonstruksi secara keseluruhan. Dengan demikian, bantuan MDF memberi dampak berlipat ganda, dan dampaknya melebihi nilai bantuannya. MDF juga berperan dalam menyelaraskan upaya donor dan upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi proses rekonstruksi. Proyek-proyek MDF berhasil memenuhi prioritas dan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Keseluruhan program MDF berakhir pada tanggal 31 Desember 2012. Sebagian besar proyek ditutup pada bulan Juni 2012 sebagaimana telah dijadwalkan, tetapi beberapa proyek diizinkan melanjutkan kegiatan rekonstruksi hingga tanggal penutupan program MDF agar tersedia waktu yang cukup untuk menyelesaikan kegiatan mereka. Pada tanggal penutupan resmi, seluruh program yang didanai oleh MDF sudah harus berakhir, dan seluruh proyek MDF ditutup. SEKILAS TENTANG PORTOFOLIO MDF Terdapat 23 proyek MDF dalam enam bidang. Dana MDF mendukung proyek dalam bidang pemulihan masyarakat, pemulihan transportasi dan infrastruktur skala besar, penguatan tata kelola dan pembangunan kapasitas, pelestarian lingkungan, peningkatan proses pemulihan, dan pembangunan ekonomi dan mata pencaharian.
1
Kerusakan dan kebutuhan awal diperkirakan senilai AS$4,9 miliar, namun kemudian direvisi menjadi AS$6,2 miliar.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Pencapaian MDF
41
Bab 2 - Pencapaian MDF
42
Hasil pencapaian seluruh portofolio mengagumkan. Proyek-proyek MDF membangun ribuan rumah, memperbaiki dan menambah prasarana, dan meletakkan landasan bagi pertumbuhan ekonomi. Proyek tersebut telah meningkatkan tata kelola di daerah, mendorong perempuan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan, dan melestarikan lingkungan hidup. MDF merintis pendekatan baru tanggap bencana dengan membina kemitraan secara tepat guna dan menekankan pada kekuatan masyarakat. Kualitas pencapaian MDF secara umum baik dan peluang keberlanjutannya pun menjanjikan. Disamping itu, tingkat kepuasan penerima manfaat atas hasil dan pencapaian proyek juga tinggi. Kemitraan merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan proyek. Proyek-proyek dilaksanakan melalui kemitraan dengan pemerintah dan lembaga non-pemerintah, seperti kementerian terkait, Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, berbagai badan PBB, dan LSM. Pendekatan bertahap MDF dalam rangka pemulihan dan rekonstruksi terbukti berhasil. Selama masa tugasnya, MDF menerapkan strategi bertahap dalam memprioritaskan dan mengalokasikan dana untuk proyek-proyek. Tahap pertama memenuhi kebutuhan mendesak bagi pemulihan ekonomi dan rehabilitasi jaringan transportasi penting. Tahap kedua memusatkan perhatian pada prasarana skala besar, pencegahan dampak rekonstruksi terhadap lingkungan dan pembangunan kapasitas. Tahap ketiga mengkhususkan pada pembangunan ekonomi dan melanjutkan pembangunan kapasitas daerah. Strategi yang patut dicatat adalah menyertakan lintas sektoral penting ke dalam portofolio, misalnya kepekaan terhadap jender dan konflik, pelestarian lingkungan hidup, dan perhatian pada pengelolaan risiko bencana. Strategi ini memungkinan kebutuhan penting dipenuhi dengan segera sedangkan investasi yang lebih rumit yang memerlukan kualitas dan
kemampuan lebih tinggi dapat diwujudkan dalam jangka waktu yang lebih lama. Memastikan keberlanjutan investasi MDF merupakan perhatian utama program pada tahun terakhir pelaksanaan. Seluruh proyek MDF menyertakan pembangunan kapasitas dan strategi penyelesaian proyek yang baik. Disediakan bantuan khusus bagi pemerintah pusat dan pemerintah provinsi untuk membantu proses administrasi dan hukum dalam pengalihan aset rekonstruksi sehingga anggaran pemerintah dapat dialokasikan untuk pengoperasian dan pemeliharaan aset tersebut. Setiap proyek juga memasukkan komponen pembangunan kapasitas untuk membantu memastikan pengoperasian dan pemeliharaan aset terus dilakukan setelah proyek ditutup sehingga aset yang diserahkan kepada pemerintah daerah memiliki peluang lebih besar untuk keberhasilan pemanfaatannya. Bagian ini melaporkan pencapaian MDF dalam enam bidang. Untuk mendapatkan perincian tambahan atas setiap proyek, lihat Lembaran Info Proyek pada Volume 2 laporan ini. PEMULIHAN MASYARAKAT Proyek-proyek dalam Bidang Pemulihan Masyarakat
Alokasi Dana (AS$ juta)
Program Pengembangan Kecamatan (PPK/ PNPM Mandiri Pedesaan)
64,7
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP/ PNPM Mandiri Perkotaan)
17,45
Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak)
84,97
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM –R2PN)
20,21
Proyek Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh (RALAS)
14,83
Jumlah
202,16
43 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Tenaga pendamping lapangan berperan penting atas keberhasilan seluruh proyek MDF yang berbasis masyarakat. Dalam proses rekonstruksi, sering kali dibutuhkan pendamping lapangan lokal yang efektif, tetapi tidak cukup tersedia. Pada foto ini, pendamping lapangan sedang bersama-sama dengan anggota masyarakat menyusun perencanaan rekonstruksi desa mereka.
MDF mendukung pemulihan masyarakat pada tahap pertama program rekonstruksinya. Setelah bencana terjadi, kebutuhan mendesak bagi masyarakat adalah tempat tinggal yang harus dibangun kembali, kepemilikan tanah, dan pembangunan prasarana desa. Kelompok proyek yang pertama disetujui oleh Komite Pengarah MDF memberikan bantuannya dalam pemulihan masyarakat melalui perluasan dan peningkatan program nasional Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community Driven Development, atau CDD) yang ada. Dengan memanfaatkan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan pendekatan yang ada, kelompok yang terdiri dari lima proyek ini meningkatkan program yang sudah ada di Aceh dan Nias (PPK dan P2KP), atau menerapkan model CDD untuk mewujudkan kebutuhan rekonstruksi
Foto: Koleksi proyek PPK
khusus seperti perumahan (Rekompak dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM –R2PN) atau pembuatan sertifikat tanah (Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh - RALAS). MDF menggunakan strategi yang memanfaatkan penyusunan programprogram yang bertumpu pada masyarakat yang ada dengan tujuan untuk mempercepat persiapan dan mulainya pelaksanaan proyek, serta mewujudkan manfaatnya dengan lebih cepat. Tiga dari proyek ini ditutup pada tahun 2010 (PPK, P2KP, dan Rekompak). Proyek yang mendukung penerbitan sertifikat tanah (RALAS) ditutup pada bulan Juni 2009, setelah berhasil memperkuat kemampuan lembaga yang bertanggung jawab dalam menetapkan status tanah. Proyek perumahan Nias, PNPM – R2PN, telah menyelesaikan kegiatannya dan ditutup pada bulan Juni 2011.
Bab 2 - Pencapaian MDF
44
Proyek-proyek dalam bidang Pemulihan Masyarakat mencapai hasil yang mengagumkan dalam pembangunan rumah dan prasarana masyarakat. Hampir 20.000 rumah telah dibangun kembali atau diperbaiki oleh MDF. Proyek tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat dapat berperan di depan dalam mengambil keputusan bagi pemulihan mereka sendiri; bahkan dalam keadaan yang sangat memprihantinkan sekalipun. Program pembangunan perumahan MDF di Aceh selesai pada tahun 2010 dan di Nias pada tahun 2011. Lebih dari 15.000 rumah telah dibangun atau diperbaiki di Aceh dengan angka rata-rata tingkat hunian mencapai 97 persen, sedangkan di Nias 4.500 rumah telah selesai dibangun. Pendekatan pembangunan perumahan yang berbasis masyarakat yang dipelopori oleh proyek Rekompak di Aceh tersebut juga memperlihatkan bahwa kemitraan antara masyarakat dan pemerintah dapat menghasilkan pencapaian yang terbuka, hemat biaya, dan berkualitas tinggi. Tingkat kepuasan penerima manfaat proyek tinggi karena masyarakat memegang kendali langsung atas kualitas konstruksi tersebut. Keterlibatan masyarakat juga membuat para penerima
2
manfaat dapat mengubah kerugian pribadi yang luar biasa tersebut menjadi upaya membangun yang bermanfaat untuk memulai kembali hidup mereka. Proyek-proyek PPK, P2KP, Rekompak, dan PNPM-R2PN juga memberi hasil yang mengagumkan dalam rekonstruksi prasarana masyarakat. Proyek tersebut membantu masyarakat dengan membangun lebih dari 3.000 kilometer jalan desa, 8 kilometer jembatan, dan hampir 1.600 kilometer saluran irigasi dan drainase. Disamping itu, 551 gedung sekolah dan 511 kantor pemerintah daerah atau desa dibangun atau diperbaiki.2 Perbaikan penyediaan air bersih dan sanitasi meliputi lebih dari 7.800 sumur dan 1.220 unit sanitasi. Tingkat kepuasan penerima manfaat proyek tersebut secara umum tinggi, dan telah menegaskan pentingnya rasa memiliki dan pemberdayaan dalam pemulihan masyarakat. RALAS membantu memperbaiki sistem administrasi pertanahan di Aceh dan membagikan lebih dari 220.000 sertifikat tanah.
Secara keseluruhan, 677 sekolah telah dibangun atau diperbaiki oleh MDF, termasuk 126 sekolah tambahan yang dibangun oleh proyek P2DTK. Angka ini disajikan pada tabel pencapaian dalam bidang Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas. Tambahan kantor pemerintah daerah juga dibangun oleh P2DTK sehingga jumlah keseluruhannya 515 unit.
45
Foto: Koleksi MDF
Dari jumlah sertifikat yang diterbitkan tersebut, 63.000 diantaranya diterbitkan atas nama perempuan atau perempuan sebagai pemilik bersama. Meski terdapat sejumlah masalah dalam pengelolaan dan pelaksanaannya, proyek ini memberikan sumbangsihnya dalam perbaikan hak kepemilikan tanah dan membangun kembali sistem administrasi pertanahan di Aceh. Pelatihan dan peningkatan kemampuan dalam penetapan status tanah yang bertumpu pada masyarakat diberikan kepada 700 orang pegawai negeri dan dalam jangka panjang akan terus berdampak terhadap penyelesaian tugas pemerintah dalam layanan pembuatan sertifikat tanah. Tampaknya, yang paling penting adalah peningkatan kesadaran dan pengertian masyarakat mengenai prosedur mendapatkan sertifikat tanah dan hak kepemilikan tanah kaum perempuan, yang akan berdampak terhadap meningkatnya permintaan akan layanan ini pada masa depan, serta tuntutan akan keterbukaan dalam pelayanan tersebut. Proyek-proyek dalam bidang pemulihan komunitas telah menjadi patokan bagi pemberdayaan masyarakat di Aceh dan Nias. Tingkat keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan kembali prasarana tersebut cukup tinggi. Pencapaian tersebut dikarenakan adanya rasa memiliki yang tinggi dan harapan
atas peran masyarakat yang lebih besar dalam perencanaan pembangunan. Pencapaian yang diawali pada tingkat masyarakat di Aceh dan Nias melalui proyek-proyek ini diharapkan akan terus berlangsung setelah proyek PPK, P2KP, dan PNPM-R2PN yang didanai oleh MDF ini disatukan ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Indonesia. Pemberdayaan perempuan dimasukkan ke dalam setiap proyek pemulihan komunitas MDF yang mendorong bertambahnya keikutsertaan dan bobot suara masyarakat. Dengan tolok ukur jender yang mantap, dipastikan bahwa kaum perempuan telah berperan dalam proses penetapan keputusan masyarakat. Proyek ini memelopori upaya-upaya yang tidak hanya meningkatkan keikutsertaan perempuan dalam perencanaan oleh masyarakat, tetapi juga mencari jalan untuk memastikan bahwa suara perempuan ini didengar. PPK mengembangkan komponen peningkatan pemberdayaan perempuan dengan menyisihkan sejumlah dana untuk kegiatan-kegiatan yang dipilih sendiri oleh kaum perempuan. Baik PPK maupun P2KP juga mendukung pemberdayaan perempuan dengan menyediakan kredit mikro khusus untuk perempuan. RALAS berperan penting dalam meningkatkan kesadaran hak kepemilikan tanah
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek-proyek MDF dalam bidang Pemulihan Masyarakat mampu mencapai hasil yang mengagumkan dalam pembangunan rumah dan prasarana desa; hampir 20.000 rumah telah dibangun dalam proyek ini.
Bab 2 - Pencapaian MDF
46
Yati Balaki Dakhi
Dengan Tangan Sendiri Rumah ibu Yati hancur oleh gempa bumi pada tahun 2005, seperti halnya 50 rumah lain di Desa Hilimaenamolo, Nias. Tetapi, program pembangunan kembali rumah rusak yang didanai oleh MDF, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat—Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM–R2PN), memberinya pendanaan dan keterampilan untuk membangun sendiri sebagian besar dari rumahnya. Dia menjelaskan proses pembangunan rumahnya: “Pada waktu itu dibentuk tiga kelompok, yang terdiri dari enam keluarga untuk 18 rumah yang akan dibangun. Pembangunan memakan waktu dua tahun karena dana disalurkan secara bertahap dan semua anggota menerima dana untuk tahapan pembangunan yang sama. Saya ketua kelompok yang diberi nama Kelompok Mawar. Kami menertawai nama itu—indah dan harum, namun penuh duri! Saya adalah satu-satunya perempuan yang menjadi ketua kelompok.” Pada awalnya Yati kesulitan memerintah kaum lelaki dalam kelompoknya untuk melaksanakan pembangunan rumah mereka. “Mereka mengeluh dan saya menjawab, ‘Saya melakukan ini demi semua anggota kelompok. Terserah kepada kalian untuk mengikuti saya atau tidak.’ Ini terkadang menjadi beban. Jika saya tidak mengelola kelompok dengan hati-hati, ada kemungkinan terjadi salah urus proyek. Menurut saya, kepemimpinan saya berhasil mencegah hal itu, dan saya berhasil meyakinkan warga bahwa kami dapat berhasil dan menjadi kelompok pertama yang dapat menyelesaikan proyek. Kami bahkan tidak menunggu dana cair - kami menalangi semuanya dengan uang kami terlebih dahulu.” Rumah Ibu Yati kini lebih besar, lebih banyak ruangan, dan tahan gempa karena pondasi dan tiang rumah diperkuat dan diperkokoh dengan besi. “Saya suka rumah ini karena kami membangunnya sendiri, tanpa kontraktor,” ujarnya dengan bangga. “Dan hingga sekarang tidak ada masalah dinding retak atau masalah yang biasa muncul apabila menggunakan kontraktor.”
perempuan dan dalam mendukung penerbitan sertifikat tanah atas nama bersama. Hampir 30 persen sertifikat tanah yang diterbitkan oleh proyek ini merupakan sertifikat atas nama bersama atau atas nama perempuan. Hasil pembelajaran dari penyertaan jender ke dalam setiap proyek yang bertumpu pada masyarakat dan program kesiapsiagaan menghadapi bencana di Aceh dan Nias ini telah dimasukkan ke dalam program nasional PNPM yang sedang
berjalan dan program-program lain di Aceh dan Nias serta di daerah lain di Indonesia. Proyek-proyek pemulihan komunitas MDF telah memperlihatkan bahwa pendekatan yang berbasis masyarakat dapat berhasil dilaksanakan dalam keadaan pascabencana. Keampuhan pendekatan ini terbukti karena hasil pembelajarannya telah digunakan pada keadaan pascabencana nasional dan internasional lain.
47 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Pencapaian Penting: Pemulihan Masyarakat Hasil dan pencapaian proyek-proyek MDF dalam bidang ini: • Perumahan: - 12.455 rumah dibangun - 6.999 rumah diperbaiki •
Proses Perencanaan Masyarakat dan Prasarana Masyarakat : - 290.000 orang peserta dalam proses perencanaan masyarakat (33% perempuan) - Lebih dari 3.000 km jalan dibangun dan/atau diperbaiki - Lebih dari 18.850 m jembatan dibangun dan/atau diperbaiki - 1.600 km saluran irigasi dan drainase dibangun dan/atau diperbaiki - Hampir 8.000 sumber air bersih dibangun dan/atau diperbaiki
•
Sertifikasi Tanah: - 223.000 sertifikat tanah dibagikan - 63.000 sertifikat tanah diterbitkan untuk perempuan atau dengan perempuan sebagai pemilik bersama
Proyek perumahan Aceh (Rekompak) dijadikan model program rekonstruksi perumahan Pemerintah Indonesia di Jawa setelah terjadi gempa bumi pada tahun 2006. Lebih dari 200.000 rumah tinggal telah dibangun dengan memakai pendekatan tersebut. Model ini dipakai lagi di Sumatra Barat setelah gempa bumi pada tahun 2009. Pemerintah pusat telah memakai pendekatan yang bertumpu pada masyarakat ini sebagai bagian dari kebijakan umum untuk rekonstruksi perumahan pascabencana. Disamping itu, delegasi dari negara lain seperti Haiti, telah berkunjung ke Aceh dan Jawa untuk mempelajari proyek rekonstruksi pascabencana yang bertumpu pada masyarakat ini, dan membawa pulang hasil pembelajaran berharga untuk ditiru. PPK, PNPM-R2PN, dan Rekompak melakukan lokakarya penutupan proyek untuk membahas hasil pembelajaran, tugas pada masa depan, baik di Aceh maupun daerah lain di Indonesia serta keadaan pascabencana lain di dunia. Lokakarya ini memberi kesempatan kepada penerima manfaat untuk bertukar pikiran dengan wakil pemerintah daerah dan pusat mengenai harapan mereka kepada pemerintah.
PEMULIHAN TRANSPORTASI DAN INFRASTRUKTUR SKALA BESAR Proyek-proyek dalam Bidang Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
Alokasi dana (AS$ juta)
Proyek Pencegahan Banjir Banda Aceh (BAFMP)
6,27
Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP)
35,66
Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF)
128,70
Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang (LCRMP)
1,46
Program Angkutan dan Logistik Laut (SDLP)
25,03
Program Rekonstruksi Pelabuhan (TRPRP)
3,78
Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP)
16,00
Jumlah
216,90
Bab 2 - Pencapaian MDF
48
Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) menyediakan dana untuk proyek-proyek rekonstruksi prasarana penting di Aceh dan Nias.
Dalam kemitraannya dengan Pemerintah Indonesia, MDF merupakan penyumbang besar dalam rekonstruksi dan rehabilitasi prasarana besar di Aceh dan Nias. Mengingat luas dan besarnya kerusakan akibat tsunami dan gempa bumi, rekonstruksi prasarana besar menjadi prioritas utama Pemerintah Indonesia. Sejalan dengan prioritas ini, MDF melakukan investasi besar dalam rekonstruksi dan rehabilitasi prasarana dan mengalokasikan sekitar 35 persen dari dana MDF pada sektor ini. Disamping itu, sumbangan besar juga diberikan pada prasarana masyarakat melalui program pemulihan masyarakat MDF.
MDF melakukan tindakan menyeluruh dan strategis dalam pemulihan prasarana dan transportasi setelah tsunami. Investasi awal MDF dalam prasarana memfokuskan pada penanganan kebutuhan logistik dan memperbaiki jaringan perhubungan penting
Foto: Mosista Pambudi
sebagai akses ke daerah bencana, dan kemudian membantu proses pemulihan masyarakat yang mendesak. Setelah tahap tanggap bencana awal ini, MDF mengalihkan perhatian pada rekonstruksi prasarana besar. Pendekatan bertahap ini memungkinkan lebih banyak waktu untuk perancangan dan persiapan kegiatan pembangunan prasarana besar. Investasi dalam prasarana besar ini memerlukan persyaratan penting dalam hal kualitas dan kepemilikan yang melampaui segi kecepatan sehingga perlu perhatian untuk menyeimbangkan antara biaya kecepatan dan penundaan. Dana MDF dialokasikan untuk berbagai proyek rekonstruksi prasarana besar yang meliputi pelabuhan, jalan nasional, provinsi, dan kabupaten, penyediaan dan pengolahan air bersih, jaringan drainase, tempat pembuangan akhir sampah, dan sistem perlindungan pantai. Pada tahap akhir MDF, fokus diperluas dengan memasukkan pembangunan kapasitas lembagalembaga yang nantinya bertanggung jawab atas
49
Gelombang pertama proyek-proyek prasarana berhasil memperbaiki kualitas jalur perhubungan dan prasarana penting secara tepat guna. Program Angkutan dan Logistik Laut (SDLP) memberi layanan pengiriman logistik dari tahun 2005 hingga tahun 2007 sehingga memungkinkan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pemulihan dan rekonstruksi untuk mengirim barang ke daerah di pantai barat Aceh dan daerah terpencil di Kepulauan Nias dan Simeulue. Program Rekonstruksi Pelabuhan (TRPRP) membantu memperbaiki jaringan transportasi penting dengan membuat perancangan fisik dan bantuan teknis bagi rekonstruksi beberapa pelabuhan laut utama dan satu pelabuhan sungai. Pembangunan kembali pelabuhan-pelabuhan ini menjamin pengiriman peralatan dan bahan bangunan ke daerah terpencil sehingga dapat digunakan untuk membangun kembali masyarakat dan mata pencaharian pada tahap awal rekonstruksi. Proyek pemeliharaan Jalan Lamno-Calang (LCRMP) membuat ruas jalan utama di pantai barat Aceh ini dapat terus berfungsi selama dua tahun setelah terjadinya tsunami. Proyek ini ditutup pada bulan Desember 2007 setelah donor lain mengambil alih rekonstruksi ruas jalan di pantai barat tersebut. Proyek transportasi ini melipatgandakan dampak investasi MDF karena membuka jalan ke daerah bencana bagi pihak lain yang terlibat dalam rekonstruksi, seperti Pemerintah Indonesia, LSM, dan donor multilateral serta bilateral. Proyek Pencegahan Banjir Banda Aceh (BAFMP) yang selesai tahun 2009, melindungi kawasan niaga di ibukota provinsi Aceh dari ancaman banjir dan semakin penting dalam menghadapi bencana pada
Melalui investasi besar MDF pada dua proyek ini, telah dibangun sekitar 620 kilometer jalan nasional dan provinsi, lebih dari 100 kilometer jalan kabupaten, 5 pelabuhan, dan 11 sumber air bersih, dan sistem perlindungan pantai. masa mendatang. Proyek ini menjadi pelajaran penting bagi daerah lain dan juga bagi negara lain yang daerahnya rawan terhadap bencana banjir besar. Kontribusi terbesar MDF untuk rekonstruksi infrastruktur skala besar adalah melalui Progam Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP) dan proyek Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF). Kedua proyek ini mendapat alokasi berjumlah hampir AS$165 juta dari MDF. Proyek IRFF, dengan alokasi AS$129 juta, merupakan proyek terbesar diantara proyek-proyek MDF. Jika digabung dengan pendanaan Pemerintah Indonesia yang berjumlah lebih dari AS$100 juta, jumlah dana yang diinvestasikan untuk rekonstruksi prasarana besar melalui IRFF mencapai sekitar AS$230 juta. IREP dan IRFF bekerja bersama-sama dalam membantu perancangan, keuangan, dan pelaksanaan 56 subproyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Pengaturan pembiayaan bersama ini memudahkan penyatuan bantuan donor dan pemerintah dalam hal rekonstruksi prasarana dengan pencapaian yang positif. Melalui investasi besar MDF pada dua proyek ini, telah dibangun sekitar 620 kilometer jalan nasional dan provinsi, lebih dari 100 kilometer jalan kabupaten, 5 pelabuhan, dan 11 sumber air bersih, dan sistem perlindungan pantai. Diantara jalan nasional yang dibangun itu, salah satu yang terpenting adalah ruas jalan strategis yang
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
pengelolaan aset yang baru dibangun tersebut. Pendekatan bertahap ini merupakan salah satu penyebab utama keberhasilan program MDF. Pembangunan kapasitas dan fokus terhadap kebutuhan kelompok terpinggirkan, seperti perempuan, merupakan unsur penting pada seluruh proyek MDF dalam bidang transportasi dan infrastruktur skala besar.
Bab 2 - Pencapaian MDF
50
Pencapaian Penting: Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar Hasil dan pencapaian proyek-proyek MDF dalam bidang ini: •
Dalam tanggap darurat awal: - 1 ruas jalan provinsi (52 km) diaspal ulang dan dipelihara, termasuk beberapa jembatan - 132 km drainase tepi jalan selesai dibangun - 2 dermaga sementara dibangun - 21 bentang jembatan diperbaiki - 4 jembatan Bailey dipasang
•
Pengangkutan logistik: - 98.000 metrik ton bahan bangunan diangkut - 1,2 juta metrik ton barang komersial diangkut
•
Rancangan teknis untuk rekonstruksi prasarana yang dibuat (dengan jumlah nilai kontrak dalam AS$): - 8 ruas jalan nasional (AS$37 juta) - 9 ruas jalan provinsi (AS$67 juta) - 23 ruas jalan kabupaten (AS$40 juta) - 5 pelabuhan (AS$44 juta) - 11 jaringan air bersih (AS$31 juta) - 8 tempat pembuangan akhir (TPA) sampah permanen bersanitasi
•
Prasarana yang dibangun: - 8 ruas jalan nasional (304 km) - 9 ruas jalan provinsi (317 km) - 21 ruas jalan kabupaten (102 km) (IRFF) and 140 km tambahan (CBLR3) - 11 jaringan air bersih dan perlindungan pantai - 5 pelabuhan - 3 rumah pompa - 17 km saluran drainase dibangun dan diperbaiki - 5 tempat pembuangan akhir (TPA) sampah sanitasi permanen
menyambungkan jalur transportasi di pantai barat Aceh, yang dapat mengurangi waktu tempuh antara Calang dan Meulaboh. Jalan ini memberi manfaat bagi mata pencaharian dan kemudahan mendapatkan layanan dasar kepada lebih dari 900.000 orang warga, serta mengurangi biaya angkutan, dan memperbesar kesempatan ekonomi. Pendekatan yang mengandalkan sumberdaya lokal untuk pembangunan jalan desa yang dilaksanakan oleh ILO terbukti sesuai dengan kondisi operasional di Aceh dan Nias. Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP) yang dilaksanakan
oleh ILO mengkhususkan pada perbaikan jalur transportasi pedesaan Nias yang hemat biaya dan tahan lama. Pendekatan yang bertumpu pada sumberdaya lokal diterapkan dalam membangun jalan kecil, jembatan, dan jalan yang tahan segala cuaca, dengan menggunakan pendekatan pembangunan yang ramah lingkungan, yang tidak banyak memerlukan pemeliharaan. Proyek ini memanfaatkan pertukaran SelatanSelatan, yang dalam ini berupa bantuan teknis, dengan mendatangkan pakar dari Nepal yang berpengalaman merancang dan membangun jembatan gantung dengan keadaan serupa dengan di Nias. Proyek serupa, Perbaikan Jalan dengan Sumber Daya Lokal Pedesaan (CBLR3),
51
Jalan Baru, Kesempatan Baru Jalan memiliki kegunaan lebih dari sekadar memudahkan perjalanan, namun juga menciptakan daya tarik ekonomi sehingga usaha kecil memiliki kesempatan untuk berkembang. Contohnya jalan baru di wilayah Batoh, di selatan Banda Aceh, yang selesai dibangun oleh Fasilitas Pendanan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) MDF pada tahun 2009. Pengusaha Suwandi, memilih tempat tersebut untuk usaha barunya, toko perbaikan jok dan penjualan aksesoris sepeda motor yang dibuka pada tahun 2010. Jalan ini menghubungkan pusat kota Banda Aceh dengan jalan raya ke Medan, kota terbesar ketiga di Indonesia, sehingga lalu lintasnya ramai. Sudah sejak lama Pak Suwandi mencari tempat yang cocok untuk usahanya itu, dan segera memilih lokasi tersebut ketika ada kesempatan untuk menyewa kios di jalan ramai yang penuh dengan toko dan restoran itu. “Karena ada jalan ini, saya mendapat kesempatan baru untuk berusaha,” ujarnya. “Mudah-mudahan toko saya terus dipenuhi langganan hingga bertahun-tahun ke depan.”
menerapkan pendekatan yang bertumpu pada sumberdaya lokal pada enam kabupaten di Aceh dan Nias dengan hasil yang memuaskan. Pelaksanaan portofolio prasarana MDF berjalan sangat berhasil dan menjadi contoh praktik yang baik. Hal ini terlihat pada tingginya kualitas jalan yang dibangun dan pencapaian proyek berupa manfaat ekonomi yang positif. Koordinasi yang erat antara berbagai mitra pembangunan memperkuat dampak dari keseluruhan jaringan transportasi yang dibangun, yang telah membuka daerah terpencil serta memperluas pasar dan layanan sosial. Kerjasama erat dengan instansiinstansi Pemerintah Indonesia dan perhatian khusus pada peningkatan kemampuan dalam mengoperasikan dan memelihara aset yang baru dibangun telah secara umum menghasilkan rasa memiliki Pemerintah Indonesia yang tinggi terhadap aset-aset tersebut. Proyek pelabuhan yang didanai oleh MDF secara teknis dapat diandalkan, dan didukung dengan perhatian khusus pada peningkatan kapasitas pegawai pelabuhan untuk mengoperasikan sarana
dan peralatan dengan lebih baik. Proyek MDF untuk saluran drainase dan pengendalian banjir serta penyediaan air bersih, sebagian besar dilaksanakan dengan baik, meskipun terdapat kurangnya data geografis yang rinci yang menghambat pembuatan rancang-bangun yang cocok untuk memenuhi kebutuhan penerima manfaatnya. Proyek-proyek prasarana ini juga memperhitungkan cara mengatasi penerapan teknologi yang sesuai dengan keterbatasan kapasitas dan sumberdaya. MDF berperan penting dalam menciptakan jaringan prasarana di seluruh wilayah Aceh dan Nias, yang menjadi landasan bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada masa depan. Pelabuhan-pelabuhan internasional dibangun di Lhokseumawe dan Kuala Langsa, Aceh, yang menjadi pintu keluar ke pasar internasional. Di Gunung Sitoli, Kepulauan Nias, dan Sinabang, Pulau Simeulue, pelabuhan domestik yang dibangun telah meningkatkan jalur perhubungan antarpulau untuk kabupatenkabupaten terpencil ini. Tahap kedua proyek
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Suwandi
Bab 2 - Pencapaian MDF
52
SDLP memusatkan pada sumberdaya manusia dan sistem pengelolaan untuk memperbaiki efisiensi, keamanan, dan kemampuan dalam mengelola pelabuhan tersebut maupun 18 pelabuhan lainnya di Aceh dan Nias. Jalan nasional, provinsi, dan kabupaten dibangun melalui IRFF, proyek jalan ILO di Aceh dan Nias (CBLR3 dan RACBP) dan proyek pemulihan masyarakat MDF berkontribusi pada jaringan transportasi yang membuka daerah yang sebelumnya sulit untuk dicapai. Pelaksanaan hampir semua proyek pada subsektor jalan dinilai sangat memuaskan dan memberikan manfaat ekonomi positif. Pembangunan sejumlah besar jalan kecil pedesaan, jalan setapak, dan jembatan mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang di wilayah terpencil, terutama di Nias dimana upaya pembangunan terhambat oleh tantangan besar pada sektor transportasi. Penggunaan tenaga kerja lokal dan pembelian bahan bangunan setempat berhasil memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Beberapa inovasi teknis diperkenalkan pada portofolio MDF, dan sebagian telah diarusutamakan dalam prosedur pemerintah. Hal ini meliputi antara lain katup air jenis baru untuk drainase yang diterapkan pada Proyek Pencegahan Banjir Banda Aceh (BAFMP); penerapan Rencana Aksi Lingkungan Kontraktor (CEAP), yang wajib disusun oleh kontraktor proyek IRFF dan telah membuat Kementerian Pekerjaan Umum mempertimbangkan untuk mengadopsinya; serta teknologi yang lebih baik dalam pembangunan jalan desa, jalan kecil, dan jembatan telah diterapkan pada proyek CBLR3 dan RACBP. Proyek-proyek prasarana juga telah memperhitungkan teknologi yang sesuai dengan keterbatasan kemampuan dan sumberdaya. Memastikan keberlanjutan jangka panjang dari aset yang dibangun ini merupakan tujuan penting MDF. Kapasitas pemerintah daerah dalam pengoperasian dan pemeliharaan jaringan prasarana setempat telah ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan proyek sehingga
manfaat investasi MDF dalam bidang prasarana dan perhubungan dapat terus dirasakan jauh setelah program ini ditutup. Hal ini benarbenar penting bagi Nias karena tantangan topografi, geografi, dan keterbatasan kapasitas yang ada. Meningkatkan keberlanjutan juga memerlukan landasan yang jelas dalam hal pengalihan kepemilikan prasarana fisik yang dibangun dan alokasi sumber dana yang cukup untuk kelangsungan pengoperasian dan pemeliharaan aset setelah program berakhir. Bekerja dalam kemitraan dengan instansi pemerintah terkait selama proses rekonstruksi membantu menciptakan rasa memiliki yang besar atas aset tersebut dan melancarkan serah terima kepada instansi pemerintah terkait dan pengalokasian anggaran pemerintah daerah untuk pengoperasian dan pemeliharaannya. PENGUATAN TATA KELOLA DAN PEMBANGUNAN KAPASITAS Proyek-proyek dalam Bidang Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
Alokasi Dana (AS$ juta)
Proyek Perbaikan Jalan dengan Sumber Daya Lokal Pedesaan (CBLR3)
13,9
Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
19,72
Program Penguatan Organisasi Masyarakat Sipil di Aceh dan Nias (CSO)
6,00
Jumlah
39,62
Unsur penting dalam strategi pascabencana MDF adalah memberi pemerintah, lembaga, dan masyarakat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk menangani kebutuhan pembangunan serta berfungsi secara efektif dalam bencana pada masa yang akan datang. Pembangunan kapasitas yang merupakan bagian penting pada hampir semua proyek MDF ini dipandang penting untuk keberlanjutan investasi dalam bidang prasarana, penyediaan layanan, dan pembangunan ekonomi. Tiga proyek MDF
53 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
MDF mendukung lembaga swadaya masyarakat yang melibatkan masyarakat desa di Aceh dan Nias dalam memantau kegiatan rekonstruksi.
mengkhususkan untuk memperkuat tata kelola yang baik melalui peningkatan kemampuan masyarakat madani (proyek CSO), pemerintah kabupaten (P2DTK), dan Dinas Pekerjaan Umum kabupaten serta kontraktor jalan lokal (CBLR3). Tiga proyek lain—AGTP, NITP, dan Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas— mengembangkan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola proses pemulihan secara keseluruhan, dengan mengembangkan kemampuan mereka dan memperkuat sistem tata kelola. Disamping proyek-proyek pembangunan kapasitas tersebut, seluruh proyek memasukkan unsur pembangunan kapasitas lembaga dan teknis instansi dan perorangan terkait. Hasil dari proyek-proyek ini adalah pemerintah, masyarakat madani, lembaga, dan masyarakat yang lebih siap dalam menangani tantangan pembangunan dan rekonstruksi apabila terjadi bencana pada masa mendatang.
Foto: Sekretariat MDF
Dukungan MDF untuk LSM memberi bantuan terbesar dan terluas untuk peningkatan kapasitas masyarakat Aceh dan Nias terhadap keseluruhan upaya rekonstruksi ini. Proyek CSO, yang dilaksanakan oleh UNDP, mengembangkan kemampuan teknis dan berorganisasi CSO, organisasi masyarakat (CBO), dan LSM dan meletakkan landasan agar terjadi tukar pikiran dengan pemerintah daerah. Proyek ini memperkenalkan pemantauan oleh masyarakat (CBM) atas kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, yang menghasilkan koordinasi dan kerjasama yang lebih baik dalam perencanaan oleh masyarakat dan rasa saling percaya yang lebih tinggi antara pemerintah daerah dan CSO serta CBO. Proyek ini juga memberikan 142 hibah kecil kepada CSO dan CBO yang dinikmati oleh lebih dari 33.000 orang, yang hampir setengahnya adalah kaum perempuan. Hibah ini mendukung kegiatankegiatan seperti memperbaiki layanan sosial dasar, pemberdayaan perempuan, dan menciptakan
Bab 2 - Pencapaian MDF
54
Pencapaian Penting : Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas Hasil dan pencapaian proyek-proyek MDF dalam bidang ini: •
Perbaikan layanan dasar sosial, pemberdayaan perempuan, dan penciptaan sumber pendapatan: - 142 hibah untuk CSO, dengan 33.000 orang penerima manfaat (sekitar 50% perempuan)
•
Pembangunan kapasitas: - 200 CSO telah dilatih mengenai kompetensi strategis, pengembangan organisasi, dan pengelolaan proyek - 125.000 orang (20% perempuan) anggota CSO dan CBO telah dilatih - Kontraktor lokal telah dilatih mengenai pendekatan penggunaan sumberdaya lokal dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan - Hampir 10.000 orang (18% perempuan) pegawai pemerintah telah mengikuti pelatihan - 13.600 orang (37% perempuan) guru telah dilatih
•
Aset umum yang diperbaiki: - 515 sarana3 pemerintah (kantor, balai desa, dll) dibangun dan/atau direhabiitasi - 72 pusat kesehatan dibangun atau diperbaiki - 677 sekolah4 dibangun dan/atau direhabilitasi
•
Pemberdayaan Masyarakat : - Hampir 290.000 orang mengikuti proses perencanaan oleh masyarakat
sumber pendapatan. Proyek ini juga mendirikan Pusat Sumber Daya Masyarakat Madani (CSRC) di Aceh dan Nias yang bertujuan mendorong masyarakat agar semakin mampu melobi pemerintah dalam hal prioritas dan kebutuhan pembangunan. Proyek ini telah menyelesaikan kegiatannya dan ditutup pada bulan Mei 2010. Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) membantu upaya pemerintah dalam membangun daerah pedesaan miskin dan tertinggal di Aceh untuk mendorong pembangunan ekonomi dan meningkatkan layanan, terutama dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Proyek ini dilaksanakan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Dengan menggunakan pendekatan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), proyek P2DTK ini menerapkan pendekatan 3 4
perencanaan dari bawah untuk melaksanakan hampir 700 subproyek prasarana masyarakat. Pendekatan ini memenuhi kebutuhan prasarana daerah yang menjadi prioritas, seperti penyediaan air bersih, jalan desa, jembatan, dan juga pengembangan kapasitas tata kelola daerah. Proyek ini mendorong tukar pikiran antara masyarakat dan sektor swasta. Forum dunia usaha-pemerintah di lima kabupaten mengatasi hambatan dalam pengembangan sektor swasta setempat, yang menghasilkan peningkatan jumlah usaha baru yang didaftarkan. Hibah P2DTK ini membuka desa-desa yang sebelumnya terasing, meningkatkan kesempatan membuka usaha kecil, dan menambah kemudahan untuk mendapatkan layanan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat tertinggal. P2DTK telah menyelesaikan kegiatannya dan ditutup pada bulan Desember 2011.
Angka ini termasuk sarana pemerintah yang dibangun atau diperbaiki dengan pendanaan dari proyek-proyek Pemulihan Masyarakat Angka ini termasuk 551 sekolah yang dibangun atau diperbaiki dengan pendanaan dari proyek-proyek Pemulihan Masyarakat
55 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) menyediakan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah, serta menyediakan peralatan kelas dan pelatihan guru. Melalui proyek ini dan serangkaian proyek dalam bidang Pemulihan Masyarakat, lebih dari 670 sekolah di Aceh dan Nias telah dibangun atau diperbaiki.
Proyek Perbaikan Jalan dengan Sumber Daya Lokal Pedesaan (CBLR3) membangun jalan desa di Aceh dan Nias dengan memanfaatkan sumberdaya dan tenaga kerja lokal sehingga dapat mengembangkan keterampilan dan kapasitas pemerintah kabupaten dan masyarakat. Proyek yang dilaksanakan oleh ILO (dikenal dengan nama proyek Jalan Desa ILO) berhasil menerapkan pendekatan penggunaan sumberdaya lokal (LRB) dalam rekonstruksi dan pemeliharaan jalan kabupaten. Proyek ini membangun lebih dari 150 kilometer jalan kabupaten dan kecamatan, jembatan serta parit dan saluran irigasi, dan melakukan pemeliharaan jalan desa sepanjang 230 kilometer. Proyek ini juga mengembangkan kapasitas pemerintah kabupaten dan kontraktor dalam menerapkan pendekatan LRB dan mengelola aset jalan. Anggota masyarakat mendapat keterampilan baru selain memperoleh pendapatan; kaum perempuan dan laki-laki mendapatkan bayaran yang sama. Dampak
Foto: Akil Abduljalil
proyek ini antara lain prasarana transportasi jalan yang lebih baik, hubungan antar anggota masyarakat yang lebih baik, peluang pembangunan ekonomi daerah yang lebih besar, peningkatan keterampilan teknis, serta pemerintah daerah memiliki kapasitas lebih dalam membangun dan memelihara prasarana di daerahnya. ILO telah menggunakan pendekatan yang sama di Nias pada proyek RACBP. Pendanaan tambahan sebesar AS$2,1 juta disetujui oleh Komite Pengarah MDF untuk tahap ketiga CBLR3 pada akhir tahun 2011. Tahap terakhir ini memusatkan perhatian pada strategi penyelesaian proyek guna memastikan bahwa pendekatan LRB diarusutamakan dan akan terus digunakan oleh pemerintah daerah setelah proyek ini ditutup. Proyek ini telah menyelesaikan seluruh kegiatannya dan ditutup pada bulan November 2012. Terdapat beberapa hasil pembelajaran penting dari dukungan MDF terhadap pembangunan
Bab 2 - Pencapaian MDF
56
Staf proyek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah regional Blang Bintang memberi penjelasan kepada tamu. TPA ini adalah yang pertama di Aceh dan memenuhi standar internasional. Sarana ini melayani Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.
kapasitas dalam rekonstruksi di Indonesia. Hasil pembelajaran penting adalah perlunya memasukkan kebutuhan pembangunan kapasitas dalam rekonstruksi pada tahap awal penilaian kebutuhan pascabencana meskipun ini berasal dari penilaian yang terbatas atau cepat. Program rekonstruksi pascabencana perlu mengembangkan strategi pembangunan kapasitas, dengan tujuan, panduan, dan indikator yang jelas. Jika sumberdaya cukup tersedia, program rekonstruksi pascabencana perlu memasukkan bantuan untuk prasarana fisik dan peningkatan kemampuan tata kelola. Akhirnya, hasil pembelajaran penting yang patut diperhatikan adalah bahwa pembangunan kapasitas merupakan proses jangka panjang dan boleh jadi memerlukan waktu lebih lama daripada jangka waktu rekonstruksi yang telah ditetapkan. Ekspektasi atas pengembangan kapasitas harus dikelola dalam hal pembelajaran tersebut.
Foto: Mosista Pambudi
Pembangunan kapasitas yang dirancang dengan baik merupakan upaya penting dalam menangani tantangan tata kelola dalam jangka panjang dan harus tetap menjadi bagian penting dalam agenda pembangunan di Aceh dan Nias. Meskipun MDF telah memberi sumbangan besar pada pengembangan kapasitas pemerintah, lembaga, dan masyarakat, hal ini masih sangat dibutuhkan di daerah tersebut. Berhubung terbatas hanya program rekonstruksi, MDF tidak dapat menangani kebutuhan pembangunan kapasitas dan tata kelola jangka panjang di Aceh dan Nias. Kesenjangan dalam pembangunan kapasitas masih tetap ada, tetapi pengalaman dalam rekonstruksi membuat pemerintah, masyarakat madani, dan masyarakat lebih mampu mengatasi tantangan pembangunan, seperti bencana alam, pada masa mendatang.
57
Proyek-proyek dalam Bidang Pelestarian Lingkungan
Alokasi dana (AS$ juta)
Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP)
17,535
Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP)
39,40
Jumlah
56,93
MDF telah berkomitmen untuk melindungi lingkungan di Aceh dan Nias pada semua proyeknya, dan merupakan salah satu dari sedikit program rekonstruksi yang
mengalokasikan dana khusus untuk tujuan ini. Muncul perhatian besar untuk melindungi sumberdaya hutan dan keanekaragaman hayati yang sangat besar di Aceh selama rekonstruksi. Pelestarian lingkungan merupakan tema lintas sektoral pada portofolio MDF dan menjadi tujuan utama dari dua proyeknya. Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP), dibentuk secara khusus untuk mencegah kemungkinan dampak negatif rekonstruksi terhadap ekosistem hutan Aceh yang sangat penting. Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP), pada awalnya dirancang untuk membantu membersihkan daerah bencana yang penuh dengan puing
Pencapaian Penting: Pelestarian Lingkungan Hasil dan pencapaian proyek-proyek MDF dalam bidang ini: • Pengelolaan dan Pengawasan Hutan - 1 rencana tata ruang provinsi dan 7 rancangan untuk kabupaten yang memasukkan unsur lingkungan dan pelestarian telah disusun - Kesepakatan lokal mengenai pengelolaan dan pelestarian hutan telah dicapai di 27 gampong (desa) dan 14 mukim (kelompok desa adat) - Keikutsertaan rutin masyarakat dalam pengawasan hutan bersama di 74 gampong dan 15 mukim - 228 kebun pembibitan tanaman hutan telah didirikan dan berjalan
5
•
Pengelolaan Sampah Secara Lestari: - 126 kecamatan di 14 kabupaten dicakup dalam pengumpulan sampah kota (kenaikan 103% dibandingkan dengan sebelum tsunami) - 44.276 rumah tangga ikut dalam program rintisan pengumpulan sampah berbayar - 1.122 pegawai pemerintah telah dilatih dalam pengelolaan sampah padat - 260 usaha kecil/mikro dengan mata pencaharian berkelanjutan dalam pengelolaan sampah - 13 TPS telah dibangun - Rancangan teknis terperinci untuk satu TPA regional dan delapan TPA kabupaten telah dibuat - 1.100 hektare lahan pertanian telah dibersihkan dan direhabilitasi sehingga 1.771 rumah tangga dapat kembali menanam padi sawah
•
Pembinaan Kesadaran Lingkungan: - 1.000 orang guru telah mendapat pelatihan mengenai kesadaran akan pelestarian lingkungan - 34.800 pelajar telah mendapat pelatihan mengenai kesadaran untuk mengelola sampah dan 286 orang guru dan pelajar mendapat pelatihan mengenai daur ulang dan manfaat pengelolaan sampah padat - 8 sekolah mengikuti program bank daur ulang sampah - Kurikulum bidang lingkungan untuk SLTA telah disusun - Buku pelajaran bidang lingkungan untuk tingkat pendidikan dasar telah disusun
Setelah akhir dari laporan periode 30 September, sejumlah dana tambahan (AS$90 ribu) disediakan untuk proyek ini agar dapat melakukan penyerahan aset, sehingga jumlah akhir adalah AS$17,53 juta.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
PELESTARIAN LINGKUNGAN
Bab 2 - Pencapaian MDF
58
setelah tsunami. Program ini kemudian memberi sumbangsih penting pada pelestarian lingkungan jangka panjang di Aceh dan Nias dengan menciptakan sistem pengelolaan limbah padat berstandar internasional. Tujuan utama AFEP adalah melindungi sumberdaya hutan Aceh sehingga memungkinkan pemerintah dan masyarakat mengelolanya. Proyek ini memperlihatkan pencapaian besar pada berbagai bidang penting dalam pengelolaan hutan secara tepat. Bidang tersebut meliputi pengawasan pembalakan liar, bantuan bagi penegakan hukum, pencegahan pertikaian manusia-satwa liar, pemetaan sumberdaya hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan setempat, dan pembinaan kesadaran masyarakat. Sebagian besar kegiatan lapangan AFEP selesai dilaksanakan pada tahun 2012. Salah satu kegiatan AFEP yang paling berhasil ialah program Jagawana dari kalangan masyarakat, yang mempekerjakan mantan pembalak liar, pemburu, dan mantan anggota GAM untuk mengawasi kegiatan ilegal, terus berjalan dengan bantuan dari donor lain maupun pemerintah daerah. Kegiatan ini maupun kegiatan AFEP lainnya telah mengubah hubungan timbal-balik antara masyarakat dan hutan di daerah cakupan proyek. Proyek ini juga telah memasukkan persoalan lingkungan ke dalam kerangka kerja pengelolaan dan rencana tata ruang, dan membantu penyusunan peraturan dalam menangani pertikaian manusiasatwa liar untuk melindungi satwa liar maupun mata pencaharian petani. Setelah kegiatan pembersihan pada awal pascatsunami, TRWMP memusatkan perhatian pada pengelolaan limbah untuk melindungi lingkungan di Aceh dan Nias. Proyek ini mendukung kegiatan pembangunan kapasitas untuk memastikan bahwa prasarana dan
6
layanan pengelolaan limbah tersedia dan terus beroperasi setelah proyek ini ditutup. Proyek ini membiayai perancangan dan rekonstruksi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah secara modern—satu unit TPA regional, satu tempat pembuangan sementara (TPS), dan tiga TPA kabupaten telah dibangun, dan rancangan untuk empat TPA kabupaten lain telah diserahkan kepada pemerintah daerah.6 Pegawai dinas terkait di dua pemerintah kabupaten mendapatkan keterampilan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menyusun peraturan daerah dalam pengelolaan limbah, yang kemudian disetujui oleh DPRD kabupaten masing-masing. Peraturan daerah tersebut menjadi contoh bagi Aceh, Nias, dan juga daerah lain di Indonesia, dan memperlihatkan bahwa cara pengelolaan limbah secara internasional berhasil diterapkan di tingkat kabupaten. TRWMP bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Dinas Pekerjaan Umum kabupaten untuk memastikan bahwa pencapaian proyek ini berkelanjutan. TRWMP juga memperlihatkan keberhasilan dalam membantu pemulihan dan perbaikan mata pencaharian petani dan pengusaha kecil-menengah. Proyek ini meningkatkan kemampuan sektor swasta untuk mendaur ulang sampah. Kegiatan-kegiatannya mendorong sumber mata pencaharian yang berkelanjutan dan meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat akan pentingnya dan manfaat pengelolaan limbah padat, yang sementara ini memisahkan plastik dan sampah yang dapat didaur ulang dari TPA kabupaten. Proyek ini juga membentuk kemitraan dengan masyarakat yang terkena dampak bencana dalam membersihkan lahan pertanian dari limbah tsunami. Lebih dari 1.000 hektar lahan pertanian dibersihkan dari puing dan lapisan lumpur, dan kembali menjadi lahan produksi.
Lihat lembaran info proyek pada Volume 2 dalam laporan ini untuk melihat rincian TPA baru tersebut.
59 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Latihan menghadapi tsunami dan gempa bumi, seperti yang dilakukan di salah satu SD di Banda Aceh ini, sekarang menjadi kegiatan rutin. Proyek DRR-A MDF berhasil mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam fungsi utama instansi-instansi pemerintah daerah.
MDF menunjukkan bahwa kegiatan rekonstruksi pascabencana dapat dilakukan dengan cara ramah lingkungan, dan praktik terbaik global dapat diterapkan dengan baik di daerah bencana. Pemerintah dan masyarakat di Aceh dan Nias sekarang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memasukkan pelestarian lingkungan ke dalam rencana pembangunan dan pengelolaan bencana pada masa depan. Model dan pendekatan yang dapat ditiru telah disusun, antara lain; AFEP membuat kurikulum sadar lingkungan untuk digunakan di sekolah di Aceh, sedangkan TRWMP menyusun serangkaian modul pelatihan peningkatan kemampuan pegawai pemerintahan daerah dalam mengelola sampah. Pengalaman MDF dalam mendorong pengelolaan lingkungan secara baik selama proses rekonstruksi ini memberi berbagai pembelajaran yang berguna untuk keadaan pascabencana lain.
Foto: Tarmizy Harva
PENINGKATAN PROSES PEMULIHAN Proyek-proyek dalam Bidang Peningkatan Proses Pemulihan
Alokasi Dana (AS$ juta)
Program Bantuan Teknis untuk BRR dan Bappenas (R2C3)
24,78
Proyek Pengurangan Risiko Bencana-Aceh (DRR-A)
9,87
Program Transformasi Pemerintah Aceh (AGTP)
16,98
Program Transisi Kepulauan Nias (NITP)
4,59
Jumlah
56,22
MDF berperan penting dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pemulihan dan rekonstruksi keseluruhan dengan memberi bantuan teknis dan dukungan operasional
Bab 2 - Pencapaian MDF
60
Hasil Penting: Peningkatan Proses Pemulihan Hasil dan pencapaian proyek-proyek MDF dalam bidang ini: •
Meningkatkan kapasitas BRR dan Bappenas dalam melakukan koordinasi dan pelaksanaan rekonstruksi: - Membantu menyusun 217 strategi/kebijakan/panduan, mengkaji 192 proposal, dan memantau 284 proyek - Membangun dan memelihara 3 sistem informasi manajemen untuk (1) pemantauan kegiatan rekonstruksi; (2) pengelolaan pengetahuan dari hasil pembelajaran; dan (3) pengelolaan aset
•
Pengurangan Risiko Bencana telah diarusutamakan ke dalam proses pembangunan di Aceh dan Nias: - Telah disusun dan disetujuinya peraturan daerah (Qanun) tentang pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan peraturan daerah lainnya - Pusat Penelitian Bencana dan Penanggulangan Tsunami (TDMRC) telah dibina agar dapat menyediakan layanan informasi kepada pemerintah daerah - Kesadaran masyarakat dan kemampuan tentang DRR telah bertambah melalui penyusunan kurikulum, publikasi, dan kegiatan acara
•
Memperkuat kapasitas pemerintah dalam mengelola aset dan proses serah terima aset: - Program TA untuk BRR & Bappenas, AGTP, dan NITP berkerjasama untuk membantu pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten dalam menyelesaikan tahap pengalihan aset
kepada instansi pemerintah pusat dan provinsi. Pada awalnya, dukungan MDF adalah kepada BRR selaku koordinator program rekonstruksi bernilai hampir AS$7 miliar untuk menjalankan tugasnya dengan tepat waktu dan terbuka. MDF membantu BRR dalam menyusun kebijakan, strategi, landasan hukum, proyek, dan program, serta sistem dan alat pemantauan atas seluruh proses rekonstruksi. Setelah BRR ditutup, MDF terus membantu koordinasi seluruh proses rekonstruksi melalui bantuan kepada instansi pemerintah pusat dan daerah yang mengambil alih tanggung jawab rekonstruksi. Tiga proyek, Program Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas (R2C3),7 Program Transformasi Pemerintah Aceh (AGTP), dan Program Transisi Kepulauan Nias (NITP), meningkatkan efektivitas dan efisiensi keseluruhan proses pemulihan pada pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. Program TA untuk BRR dan Bappenas membantu pemerintah dalam mengkoordinasikan kegiatan 7
rekonstruksi dan rehabilitasi. Program TA untuk BRR dirancang untuk memberikan dukungan pada sektor teknis dan operasional yang dibutuhkan oleh lembaga tersebut mulai bulan Juli 2005 sampai dengan April 2009, ketika tugasnya berakhir. Setelah BRR ditutup, tanggung jawab koordinasi rekonstruksi ini dialihkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dengan demikian, program ini untuk selanjutnya mengalihkan perhatiannya dengan membantu Bappenas di tingkat pusat dan Bappeda Aceh dan Sumatra Utara di tingkat provinsi. Program ini diperpanjang hingga masa tugas MDF berakhir pada bulan Desember 2012 agar dapat terus membantu upaya rehabilitasi dan rekonstruksi tahap akhir, misalnya koordinasi, pemantauan, pelaksanaan strategi penyelesaian proyek. AGTP dan NITP menyediakan dukungan di tingkat provinsi dan kabupaten guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas
Setelah BRR ditutup, TA untuk proyek-proyek BRR dan Bappenas juga dikenal dengan nama Proyek Koordinasi Penyelesaian dan Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (R2C3).
61
Baik AGTP maupun NITP telah menyelesaikan kegiatan mereka dan ditutup pada bulan Juni 2012. MDF membantu pengurangan risiko bencana (DRR) dan kesiapsiagaan melalui proyek DRR-A di Aceh. DRR merupakan unsur lintas sektoral dalam kegiatan MDF dan telah dimasukkan ke dalam banyak proyeknya. Proyek DRR-A dirancang untuk melembagakan dan mengarusutamakan DRR dalam jangka panjang dalam proses pembangunan daerah, dan melaksanakan DRR dari tingkat masyarakat hingga provinsi. Pendekatannya adalah meningkatkan kemampuan dan keberlanjutan DRR melalui bantuannya kepada lembaga di daerah, seperti Pusat Penelitian Bencana dan PenanggulanganTsunami (TDMRC), Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh dan sejumlah LSM di berbagai kabupaten di provinsi tersebut. Proyek ini berperan penting dalam membantu pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Agar memastikan manfaat DRR
Menyiapkan Anak Sekolah Menghadapi Bencana Di salah satu wilayah Banda Aceh, dampak tsunami sangat besar sehingga sekarang dengan hanya satu sekolah semua anak tertampung, padahal dahulu ada tiga sekolah di sana. Nani Irawati, Kepala Sekolahnya, merasa prihatin dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana dan setuju dengan penerapan program percontohan yang memperkenalkan Pengurangan Risiko Bencana (DRR) dengan pendanaan MDF. Program yang dilaksanakan oleh Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC) ini mengajarkan anak-anak mengenai tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan kebakaran. Anak-anak tersebut mempelajari pengetahuan baru ini dengan cepat dan mereka berlatih secara rutin. Banyak sekolah di Aceh telah memasukkan DRR sebagai prosedur tetap sehingga anak sekolah mengetahui tindakan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan jiwa apabila menghadapi bencana alam . “Sekolah ini telah memasukkan pengetahuan bencana ke dalam berbagai mata pelajaran,” ujar Kepala Sekolah Nani. “Sekarang, murid mengerti tentang kemungkinan bencana di daerahnya dan bagaimana harus bereaksi.”
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
pemulihan di Aceh dan Nias. Sebagai pelengkap proyek TA untuk BRR dan Bappenas, AGTP dan NITP bekerjasama dengan berbagai tingkat pemerintah, seperti kementerian terkait, untuk membantu pengalihan aset rehabilitasi dari BRR. AGTP dan NITP juga memastikan bahwa pemerintah provinsi memiliki kapasitas yang dibutuhkan dan kelembagaan yang tangguh untuk mengambil alih tanggung jawab dan fungsi proyek yang sedang berjalan dan melanjutkan kegiatan pembangunan setelah program tersebut ditutup. AGTP membangun kapasitas dan sinergi melalui penyatuan upayanya dengan tahapan pembangunan Pemerintah Aceh, yaitu perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi. NITP memprakarsai forum koordinasi pemangku kepentingan untuk mempercepat proses pengalihan di Kepulauan Nias. Kedua proyek ini juga membantu penerapan standar penerimaan pegawai negeri berkualitas agar pemerintah provinsi di Aceh dan Nias lebih siap dalam melaksanakan tanggung jawab pembangunan jangka panjang di daerahnya.
Bab 2 - Pencapaian MDF
62
Anggota Koperasi Pemasaran Masyarakat Aceh (KOPEMAS Aceh) unit penggilingan beras di Pidie. Penggilingan beras ini didanai oleh Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF), yang membantu memberi keterampilan kepada ribuan orang petani, nelayan, anggota koperasi, dan pengusaha kecil.
dapat terus dirasakan setelah tugas MDF berakhir, proyek ini mendorong rasa memiliki atas agenda DRR dalam kemitraannya dengan pemerintah, media, LSM, dan kalangan akademik. Kesimpulannya, DRR akan tetap menjadi unsur penting dalam agenda pembangunan di Aceh. Proyek DRR-A telah menyelesaikan kegiatannya dan ditutup pada bulan Mei 2012. Tugas MDF untuk meningkatkan kemampuan pemerintah dalam mengelola rekonstruksi bencana telah membuat pemerintah pusat dan pemerintah Aceh dan Nias lebih siap dalam perencanaan dan pelaksanaan tanggap bencana dan upaya pembangunan pada masa depan. Dengan pengalaman yang lebih banyak, pengetahuan, sistem, dan kerangka kerja yang sudah ada, instansi pemerintah akan menyadari manfaat yang akan terus dirasakannya setelah tugas MDF berakhir pada tahun 2012, dan merupakan warisan jangka panjang MDF.
Foto: Vicki Peterson
PEMBANGUNAN EKONOMI DAN MATA PENCAHARIAN Proyek-proyek dalam Bidang Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian
Alokasi Dana (AS$ juta)
Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF)
50,00
Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP)
8,20
Jumlah
58,20
Dukungan MDF untuk pemulihan mata pencaharian dan pembangunan ekonomi dilaksanakan dengan strategi bertahap. Pendekatan secara bertahap ini mengisi kesenjangan dalam pemulihan masyarakat dan prasarana pada tahap awal dan menengah sedangkan dukungan untuk pembangunan ekonomi dan mata pencaharian direncanakan
63
pemulihan dan rekonstruksi. Disamping itu, tiga proyek menyediakan pembiayaan mikro atau dana sosial untuk memenuhi kebutuhan akan uang tunai bagi rumah tangga yang menjadi korban bencana (CSO, PPK, dan P2KP), dan TRWMP mendukung usaha kecil yang bergerak dalam daur ulang dan pengolahan sampah. Kaum perempuan dapat memperoleh manfaat dari upaya MDF yang bertujuan untuk memastikan bahwa mereka memiliki akses tehadap kesempatan kerja baru dan lebih banyak tersebut.
Dukungan awal MDF untuk pemulihan mata pencaharian dipusatkan pada pembukaan lapangan kerja dalam kegiatan rekonstruksi. Jutaan hari kerja, baik untuk perempuan maupun laki-laki tercipta, melalui kegiatan pembangunan perumahan dan prasarana masyarakat pada proyek Rekompak, PNPMR2PN, P2KP, dan PPK, pembersihan dan pengumpulan sampah pada proyek TRWMP, dan perbaikan serta pembangunan jalan melalui pendekatan yang menggunakan sumberdaya setempat pada proyek ILO. Kesempatan kerja ini memberi pendapatan tunai yang sangat dibutuhkan oleh korban bencana selama masa
Dua proyek utama MDF yang memusatkan perhatian pada pembangunan ekonomi dan mata pencaharian menunjukkan pencapaian luar biasa. Baik EDFF dan LEDP Nias mengalami penundaan pelaksanaan sehingga masa pelaksanaannya lebih pendek daripada yang direncanakan semula. Komite Pengarah MDF mengizinkan kedua proyek ini diperpanjang tanggal penutupannya agar memiliki waktu maksimum untuk mencapai tujuannya. Dengan tambahan waktu ini, kedua proyek berhasil memenuhi sebagian besar tujuannya dan memberi dampak terukur terhadap produktivitas dan pendapatan petani dan
Pencapaian Penting: Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian Hasil dan pencapaian proyek-proyek MDF dalam bidang ini: •
Bantuan untuk perbaikan lingkungan usaha: - 5 rencana induk pengembangan kakao di kabupaten telah disusun - 4 forum masyarakat-sektor swasta telah dibentuk (seperti Forum Kakao Aceh) untuk kakao, kopi, minyak nilam, dan perikanan
•
Bantuan kepada sektor swasta: - Hampir 40.000 petani dan nelayan telah dibantu dalam perbaikan mata pencaharian - Hampir 900 kelompok produsen telah dibantu - 13.800 produsen utama terhubung dengan pasar - 14,1 juta hari kerja telah diciptakan melalui proyek-proyek MDF - 60 koperasi baru komoditas utama terbentuk - Hampir 1,2 juta hari kerja tambahan diciptakan setiap tahun
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
untuk dilaksanakan dalam proses rekonstruksi MDF pada tahap lebih lanjut. Dua proyek MDF terakhir, yaitu Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF) dan Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP), secara langsung menangani perbaikan dalam mata pencaharian dan pembangunan ekonomi. Proyek-proyek ini bertujuan untuk memperlancar transisi dari rekonstruksi menjadi pembangunan di Aceh dan Kepulauan Nias dan membangun landasan bagi pertumbuhan ekonomi pada masa depan.
Bab 2 - Pencapaian MDF
64
Perempuan anggota kelompok petani padi yang mendapat bantuan dari LEDP Nias merasa bangga dapat “kembali bersekolah” untuk mendapatkan pelatihan yang diberikan oleh proyek tersebut. Proyek LEDP memberi pelatihan kepada banyak orang untuk memperbaiki teknik seperti membuat kompos maupun menyediakan benih, pupuk, traktor tangan, dan peralatan lain.
Foto: Sekretariat MDF
penerima manfaat proyek lainnya. Proyek EDFF ditutup pada bulan November 2012 dan LEDP ditutup pada bulan Desember 2012.
kemasan, pemberian kemudahan pemasaran dan pembiayaan, dan juga pemberdayaan perempuan.
EDFF membantu meningkatkan kemampuan untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan di Aceh. Proyek bernilai AS$50 juta ini mendanai delapan subproyek yang telah dipilih melalui proses yang terbuka untuk membantu pengembangan sektor pertanian dan perikanan yang merupakan sektor utama dalam perekonomian Aceh. Perhatian khusus diberikan pada dua jenis tanaman ekspor penting, yaitu kopi dan kakao. EDFF membantu pemulihan ekonomi daerah yang terkena dampak langsung dan tidak langsung dari bencana tsunami dan gempa bumi. Subproyek dilaksanakan di hampir semua kabupaten, yang meliputi kegiatan seperti penyediaan alat dan sarana produksi pertanian, pembentukan koperasi, peningkatan kualitas dan perbaikan
EDFF juga membantu melibatkan petani dan sektor swasta dalam pertumbuhan ekonomi pada masa depan. Lebih dari 36.500 orang produsen utama mendapat bantuan dari proyek ini, yang hampir 30 persen diantaranya perempuan. Bantuan ini berdampak secara tidak langsung kepada 100.000 anggota keluarganya. Dukungan kepada produsen utama ini menghasilkan peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas berbagai jenis komoditas. Petani berhasil mendapatkan harga lebih tinggi untuk komoditas mereka dan para pedagang pengumpul dan pedagang besar pun mendapat manfaat dari produk berkualitas lebih tinggi dan pasokan yang lebih pasti dari petani. Proyek ini membantu menciptakan lapangan kerja dengan membuka lapangan kerja formal
65
Kesempatan pemasaran dan lingkungan usaha secara umum bagi komoditas penting berhasil ditingkatkan melalui sejumlah subproyek EDFF. Rencana induk pengembangan kakao di lima kabupaten telah disusun dan forum pengembangan usaha kakao, kopi, perikanan, dan minyak nilam dibentuk atau diperkuat. Melalui peningkatan hubungan dengan pasar dan bantuan pemasaran bagi usaha kecil, terlihat jelas pemasaran lebih efisien dan harga lebih tinggi sebagai hasil nilai tambah pengolahan beberapa komoditas. Inovasi dalam pemasaran kopi melalui subproyek yang dilaksanakan oleh IOM meliputi antara lain lelang, sistem tanda terima gudang, dan pemasaran melalui jaringan internet. Meskipun proyek ini telah berhasil meletakkan landasan bagi pembangunan ekonomi, perhatian selanjutnya dari pemerintah, LSM, dan sektor swasta masih tetap diperlukan untuk memastikan dipertahankannya hasil yang telah dicapai. Program LEDP juga telah memperlihatkan pencapaian yang baik dalam meningkatkan mata pencaharian di Kepulauan Nias. Proyek ini memberi bantuan teknis dan sarana produksi bagi 100 kelompok petani dari berbagai kegiatan pedesaan yang berkaitan dengan tanaman penting, yaitu padi, kakao, dan karet. Proyek ini secara langsung memberi manfaat kepada lebih dari 3.700 orang petani, yang 37 persen diantaranya perempuan, yang tersebar di 92 desa di lima kabupaten Kepulauan Nias. Melalui pelatihan teknis dan pengelolaan usaha maupun pemberian sarana produksi pertanian, proyek ini berhasil meningkatkan keterampilan dan produktivitas petani. Proyek ini membagikan benih padi, bibit kakao dan
karet, peralatan seperti traktor tangan dan mesin pertanian seperti penggilingan padi, dan pupuk disamping hibah langsung kepada masyarakat. LEDP bekerjasama dengan proyek lain di Nias, RACBP (yang dilaksanakan oleh ILO), yang bertujuan untuk memperbaiki akses jalan ke daerah pedesaan. RACBP membangun jalan kecil, jalan, dan jembatan yang lebih baik di tiga kawasan ekonomi yang menjadi sasaran proyek LEDP. Dengan cara ini, peningkatan produksi pertanian oleh LEDP dilengkapi dengan peningkatan kemudahan pemasaran dan memperoleh layanan sosial, yang pada akhirnya memperbaiki kesempatan mata pencaharian dan pembangunan ekonomi di Nias. TANTANGAN DAN MASALAH LINTAS SEKTORAL MDF berhasil mengatasi serangkaian tantangan dalam rumitnya keadaan daerah yang menjadi wilayah operasinya. Keadaan pascabencana selalu merupakan tantangan, namun di Aceh terdapat serangkaian tantangan khas karena pemulihan keadaan pascabencana menyatu dengan keadaan pasca konflik. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan rekonstruksi yang peka dan sadar akan keadaan tersebut. Kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat madani lokal sangat rendah akibat konflik selama bertahuntahun tersebut. Transportasi, prasarana, ekonomi, dan layanan sosial juga terkena dampaknya. Keadaan ini diperburuk dengan tingginya jumlah korban jiwa serta hilangnya semangat dan kemampuan masyarakat akibat gempa bumi dan tsunami tersebut. MDF dengan tepat menangani keadaan ini dengan memasukkan pendekatan yang peka terhadap konflik ke dalam program pascabencana di Aceh dan Nias. Sulitnya medan untuk pelaksanaan proyek sangat menantang di Nias yang terpencil. Jaringan perhubungan yang buruk, musim hujan yang panjang, sulitnya mendapatkan bahan bangunan berkualitas, dan sulitnya
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
baru dan melalui budidaya pertanian yang lebih memerlukan tenaga kerja. Kegiatan ini diperkirakan menghasilkan sekitar 1,2 juta hari-orang kerja per tahun atau menyediakan sekitar 4.400 pekerjaan tetap.
Bab 2 - Pencapaian MDF
66
Perempuan terlibat dalam pembangunan jalan desa di Nias. Kedua proyek yang dilaksanakan oleh ILO, RACBP, dan CBLR3 ini menerapkan pendekatan yang mengandalkan sumberdaya lokal, yang membuka kesempatan kepada kaum perempuan untuk mempelajari keterampilan baru dan melakukan pekerjaan yang sebelumnya tidak terbuka bagi perempuan.
mempekerjakan dan mempertahankan pegawai lapangan berkualitas sehingga menyebabkan keterlambatan pelaksanaan seluruh proyek di daerah ini. Hambatan fisik ini diperburuk dengan pemekaran kabupaten di kepulauan itu, yaitu dari dua menjadi empat kabupaten dan satu kota. Pemekaran wilayah yang dilakukan selama masa rekonstruksi ini semakin membebani kemampuan pemerintah daerah yang ada untuk melaksanakan proyek secara berhasilguna dan semakin membebani anggaran yang kecil. Pengalihan tanggung jawab rekonstruksi kepada instansi pemerintah di tingkat pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten
Foto: Sekretariat MDF
setelah penutupan BRR menimbulkan tantangan baru. Dengan ditetapkannya pengaturan mengenai lembaga baru dan dikembalikannya ke proses rutin pemerintah menyebabkan penundaan mulainya pelaksanaan beberapa proyek penting. Pengalihan ke proses rutin anggaran pemerintah dalam hal pencairan dana, khususnya, merupakan tantangan. Penundaan persetujuan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pemerintah pusat setelah berakhirnya tugas khusus BRR menyebabkan tertundanya pelaksanaan beberapa proyek MDF. Penundaan ini—yang disertai dengan masalahmasalah pelaksanaan lain—memperpendek waktu pelaksanaan beberapa proyek, yang
67
Pembangunan kapasitas merupakan tantangan mendesak sehingga dirancang sebagai unsur penting dalam semua proyek MDF. Kemampuan daerah, baik di Aceh maupun Nias, sangat lemah yang tidak hanya diakibatkan oleh bencana, tetapi juga sebagai dampak dari konflik selama bertahun-tahun di Aceh sedangkan Nias terpencil dan terasing. Kajian Tengah Masa MDF menetapkan upaya peningkatan kemampuan dalam arti luas ini sebagai salah satu sumbangan penting MDF bagi keseluruhan rekonstruksi. Akan tetapi, pembangunan kapasitas membutuhkan waktu melebihi masa rekonstruksi dan akan diperpanjang seusai masa tugas MDF. Salah satu hasil pembelajaran penting dari pengalaman MDF dalam bidang ini adalah bahwa pembangunan kapasitas harus dimasukkan pada saat penilaian kerusakan dan kebutuhan awal keadaan pascabencana, dan strategi yang tepat untuk menangani kebutuhan akan pembangunan kapasitas ini perlu ditetapkan sejak awal. Pengalihan aset rekonstruksi kepada instansi terkait merupakan tantangan terbesar yang dihadapi menjelang selesainya rekonstruksi. Pengaturan pengalihan aset yang dibangun oleh program MDF—ditetapkan oleh masingmasing proyek. Disamping itu, MDF membantu pemerintah pusat dan provinsi dalam proses verifikasi dan pengalihan seluruh aset rekonstruksi kepada pemerintah daerah melalui proyek AGTP, NITP, dan TA untuk BRR dan Bappenas. Perlunya melakukan pengaturan yang tepat untuk pengalihan aset tersebut sebagai bagian dalam perancangan dan strategi penyelesaian proyek, merupakan pembelajaran penting dari pengalaman rekonstruksi di Aceh dan Nias.
MDF terus mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan pada portofolionya. Program MDF mampu memperlihatkan keberhasilan besar dalam hal peningkatan peran perempuan dalam rekonstruksi. Keberhasilan telah dicapai dalam pemberdayaan perempuan, yaitu lebih banyak wakil perempuan dalam penetapan keputusan, meningkatnya hak legal dan kepemilikan tanah perempuan, dan semakin tingginya daya tahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Perempuan juga mendapat manfaat ekonomi dari program MDF. Proyek-proyek MDF membuka jalan bagi perempuan dalam mendapatkan pekerjaan pada proyek rekonstruksi, yang berarti membuka kesempatan baru bagi kaum perempuan untuk masuk ke dalam pasar tenaga kerja sektor non-tradisional seperti konstruksi. Perempuan juga dipercaya untuk menerima bantuan mata pencaharian selaku petani, pedagang, dan pengusaha kecil, dan dalam peningkatan kemampuan dan pelatihan di berbagai sektor. Keberlanjutan investasi MDF merupakan perhatian penting untuk semua pemangku kepentingan. Melalui MDF, investasi besar telah dilakukan di Aceh dan Nias. Hal ini tidak hanya mendukung pemulihan bencana, tetapi juga membantu meletakkan dasar bagi pembangunan jangka panjang lewat perbaikan prasarana, tata kelola dan kapasitas, perlindungan sumberdaya alam, kegiatan pertanian, dan lingkungan usaha. Seluruh proyek melaksanakan strategi penyelesaian pada bulan-bulan terakhir masa pelaksanaannya. Pencapaian portofolio MDF mengagumkan, yang telah meletakkan landasan kokoh bagi keberlanjutan. Aceh dan Nias secara umum telah menyelesaikan proses rekonstruksi, dan instansi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten akan menjadi pengendali utama bagi kelangsungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pada masa depan.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
pada akhirnya, dalam beberapa hal, berdampak terhadap kemampuan untuk memenuhi tujuan proyek secara utuh.
Cerita Fitur MDF
68
Cerita Fitur MDF 1. Peralatan berat sedang menggali lumpur dan tanah liat untuk memperluas pinggir tempat pembuangan akhir (TPA) di Bireuen. 2. Fithri, 22 tahun, adalah salah satu dari sembilan orang perempuan dan 21 orang laki-laki yang mengerjakan TPA Bireuen pada proyek TRWMP. Foto: Koleksi UNDP
1
Perempuan dalam Rekonstruksi: Mendobrak Penghalang Keikutsertaan Perempuan dalam Dunia Kerja Proses rekonstruksi pascabencana membuka kesempatan untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan jender dan sosial lainnya. Bencana memberi alasan yang kuat untuk melakukan tindakan secara berbeda, misalnya memberi kesempatan bagi kaum perempuan untuk memegang peran baru dalam masyarakat. Tiga proyek yang didanai oleh MDF—Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRMWP) yang dilaksanakan oleh UNDP dan Proyek Perbaikan Jalan dengan Sumber Daya Lokal Pedesaan (CBLR3), dan Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP) yang dilaksanakan oleh ILO—menggunakan program rekonstruksi bencana untuk selalu memberi kesempatan kepada kaum perempuan untuk bekerja pada sektor non-tradisional, yaitu konstruksi. Proyek ini menjadi model yang menarik untuk melihat bagaimana penerapan kesetaraan kesempatan kerja melalui program rekonstruksi MDF terjadi. BERBAGI BEBAN KERJA: PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI MEMBANGUN TPA SAMPAH DI BIREUEN Terik sinar matahari menerpa sekelompok pekerja konstruksi di Bireuen, Aceh. Mereka memanggul adukan semen di pundak, menggali tanah keras dengan cangkul, dan
mengikat besi slop untuk fondasi tempat pembuangan akhir sampah baru. Sesekali, mereka berhenti bekerja untuk minum, sambil membuka topi dan membasuh keringat yang mengalir di dahi mereka.
69 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
2 “Ini memang pekerjaan yang sulit,” ujar Fithri, mahasiswa berusia 22 tahun yang mendapat pekerjaan itu untuk mengisi liburannya. “Kami bekerja di bawah terik matahari. Tetapi, kami gembira dapat bekerja karena kami membutuhkan uangnya.” Dia adalah satu dari sembilan perempuan yang bekerja di proyek pembangunan tempat pembuangan akhir sampah baru di Bireuen, yang merupakan satu dari empat tempat pembuangan sampah dalam proyek TRWMP. Tetapi, proyek Bireuen ini berbeda dengan tiga proyek tempat pembuangan sampah yang lain karena kesembilan perempuan ini melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Perempuan di Bireuen ini mengubah kebiasaan yang ada. “Kami melakukan pekerjaan yang mereka lakukan,” ujar Kasmiati, 35 tahun, menunjuk kepada pekerja laki-laki di proyek itu. “Kami menggali lubang untuk fondasi pagar, mengikat besi slop untuk dilas, mengangkut bata, dan menggali parit untuk pipa.” Sebagaimana halnya dengan perempuan lain di proyek tersebut, Kasmiati tidak merasa malu bekerja keras untuk membantu keluarganya.
Martin, mandor proyek, mengatakan, “Semua bekerjasama tanpa masalah.” Dia menjelaskan bahwa tidak biasa bagi perempuan melakukan pekerjaan tersebut. “Menurut pengalaman saya selama tujuh tahun di proyek rekonstruksi pascabencana dan pascatsunami, keikutsertaan perempuan dalam pekerjaan konstruksi yang ‘mengotori tangan’ sangat sedikit; boleh dikatakan tidak ada.” Dia mengatakan bahwa perempuan biasa bekerja sebagai tenaga kasar dalam bidang lain seperti pertanian atau tenaga kebersihan atau pemulung, tetapi jarang dalam bidang konstruksi. Sebagian besar perempuan itu menggunakan pendapatan mereka untuk membantu keluarga, membiayai kebutuhan keluarga, dan juga pendidikan. Kasmiati yang memiliki enam orang anak, yang empat orang diantaranya masih bersekolah, menggunakan gajinya untuk membayar uang sekolah mereka. Tempat pembuangan akhir sampah yang sebelumnya ada di Bireuen sekarang menampung sekitar 2.300 meter kubik sampah setiap bulan, dan makin lama makin penuh. Tempat pembuangan akhir sampah
Cerita Fitur MDF
70
Perempuan dan laki-laki bekerja bersama dalam pembangunan TPA Bireuen pada proyek TRWMP.
yang baru ini akan menjadi kompleks yang lebih bersih untuk pembuangan sampah di kabupaten, yang dilengkapi dengan sistem yang lebih bagus untuk pemisahan logam dan bahan kimia beracun. Fithri tinggal di Desa Cot Buket yang terletak dekat dengan tempat pembuangan akhir sampah tersebut, dan sebagaimana perempuan dari lingkungan sekitar yang bekerja dengannya, dia mendapat dua manfaat langsung dari investasi MDF ini. Pertama, sebagai pekerja konstruksi dan kemudian mendapat manfaat dari sistem pembuangan sampah rumah tangganya yang ramah lingkungan.
MENEMBUS BATAS: DUA PEREMPUAN NIAS MENJADI MANDOR LOKASI Pekerjaan konstruksi secara tradisional dianggap sebagai “lahan kaum laki-laki”
Foto: Koleksi UNDP
sehingga tidak pernah terlintas di dalam pikiran Kiki dan Lisna, dua perempuan muda asal Nias, bahwa mereka akan bekerja di proyek pembangunan jalan. Tetapi, berkat kesempatan yang ditawarkan oleh proyek RACBP yang dilaksanakan oleh ILO di Nias, kedua orang ini mendapat pelatihan dan kini bekerja sebagai mandor lokasi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prakarsa ini membuka kesempatan berkarir dalam sektor konstruksi bagi banyak perempuan Nias. Aries Eki Trisanti atau akrab dipanggil Kiki, berusia 25 tahun asal Gunung Sitoli, mengatakan, “Saya merasa lebih mampu setelah menjalani pelatihan sebagai mandor lokasi. Saya juga merasa bahwa ini merupakan kesempatan baik untuk memberi sumbangsih kepada masyarakat saya— sebagai bagian dari upaya peningkatan akses jalan bagi warga Nias.” Kiki sekarang bekerja di perusahaan kontraktor lokal.
71 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Pelatihan bagi pengawas lokasi, perempuan dan laki-laki, yang akan bertanggung jawab dalam pengawasan pembangunan jalan kecil dan jalan di Nias. Peningkatan kemampuan dan pelatihan dengan pendekatan yang berbasis sumberdaya lokal merupakan unsur penting pada proyek RACBP.
Foto: Koleksi Proyek ILO
Meslina Gea atau Lisna, yang berusia 23 tahun dari Siwalobanua Dua, bekerja sebagai mandor lokasi untuk perusahaan kontraktor lain di Kabupaten Tuhemberua. Dia mengatakan, “Pada awalnya, sulit meyakinkan keluarga bahwa saya tidak hanya melakukan pekerjaan konstruksi, tetapi juga mengelola lokasi. Sekarang, saya berhasil membuktikan kepada mereka bahwa saya dapat melakukan keduanya dan mereka merasa bangga.”
diri saya dan pencapaian saya ini. Di Nias, masih banyak desa terpencil dan dengan memperbaiki akses jalan, warga di sini dapat meningkatkan taraf hidup mereka.”
Bagi Kiki, tantangan terbesar adalah melakukan pekerjaan membangun jalan. “Saya bertanggung jawab dalam pembuatan campuran beton dan pemasangan batu tembok, dan pada waktu bersamaan juga mengawasi proyek pilot jalan desa. Pada awalnya, saya tidak yakin dengan kemampuan saya, tetapi rasa percaya diri saya bertambah setelah rekan kerja laki-laki memuji kinerja saya. Saya bangga dengan
Menurut Lisna, semakin baiknya akses jalan di Nias akan membuka lebih banyak kesempatan kepada warga pulau tersebut, terutama kaum perempuan. Proyek RACBP telah membuka jalan untuk itu; sekarang, ada lima perempuan dari 16 orang peserta pelatihan yang berhasil lulus dari pelatihan mandor lokasi ILO dan mereka bekerja sebagai pengawas lokasi proyek di Nias.
Kiki dan Lisna ingin menjadi teladan bagi yang lain. “Saya berharap bahwa lebih banyak perempuan muda Nias yang mampu melakukan berbagai hal dan memberi sumbangsihnya kepada masyarakat,” kata Kiki.
Bab 3 - Keuangan MDF: Mengelola Sumber Dana untuk Pencapaian yang Berkualitas
72
Bab 3
Keuangan MDF: Mengelola Sumber Dana untuk Pencapaian yang Berkualitas
Petani di Jeuram, Kabupaten Nagan Raya, memanen padi di sawah. Di bawah Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF), Asosiasi Koperasi Kanada (CCA) bekerjasama dengan koperasi setempat melalui pendanaan hibah kepada delapan LSM yang terpilih.
Foto: Mosista Pambudi
1
MDF menghimpun dana hibah dari 15 donor agar dapat memenuhi kebutuhan rekonstruksi pascatsunami dan gempa bumi secara efektif dan efisien di Aceh dan Nias. Pengawasan dan pengelolaan keuangan dilakukan oleh Bank Dunia sebagai Wali Amanat MDF. KOMITMEN Hingga bulan September 2012,1 MDF telah menerima komitmen berjumlah seluruhnya AS$654,7 juta dari 15 donor. Komitmen ini kemudian diformalkan dalam bentuk kesepakatan kontribusi. Dua donor mengurangi jumlah kontribusi dari komitmen sebelumnya, dan kini seluruh bantuan telah diterima dalam bentuk dana tunai. Sepanjang pelaksanaan program, nilai seluruh komitmen tersebut disetarakan dalam mata uang dolar Amerika sesuai dengan nilai tukar pada saat dana diserahkan kepada MDF. Seluruh kontribusi sekarang telah dikonversikan ke dalam dolar Amerika, dan tidak ada perubahan atas jumlah kontribusi yang tercantum pada Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1: Komitmen dan Kontribusi per Tanggal 30 September 2012 Kesepakatan Kontribusi yang telah Ditandatangani (AS$ juta)
Dana Tunai yang Diterima (AS$ juta)
Uni Eropa
271,30
271,30
Pemerintah Belanda
146,20
146,20
Pemerintah Inggris
68,50
68,50
Pemerintah Kanada
20,22
20,22
Bank Dunia
25,00
25,00
Pemerintah Swedia
20,72
20,72
Pemerintah Norwegia
19,57
19,57
Pemerintah Denmark
18,03
18,03
Pemerintah Jerman
13,93
13,93
Pemerintah Belgia
11,05
11,05
Pemerintah Finlandia
10,13
10,13
Bank Pembangunan Asia
10,00
10,00
Pemerintah Amerika Serikat
10,00
10,00
Pemerintah Selandia Baru
8,80
8,80
Pemerintah Irlandia
1,20
1,20
Jumlah Kontribusi
654,66
654,66
Sumber
Seluruh data keuangan pada bab ini disajikan berdasarkan perhitungan per tanggal 30 September 2012, kecuali apabila ada keterangan khusus.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Keuangan MDF: Mengelola Sumber Dana untuk Pencapaian yang Berkualitas
73
Bab 3 - Keuangan MDF: Mengelola Sumber Dana untuk Pencapaian yang Berkualitas
74
Menghubungkan kembali Aceh dan Nias dengan Dunia
Lima pelabuhan yang dibangun kembali oleh MDF telah membantu menghubungkan kembali Aceh dan Nias dengan dunia luar. Untuk meningkatkan keahlian dalam mengoperasikannya, Program Angkutan dan Logistik Laut (SDLP) MDF yang dilaksanakan oleh Program Pangan Dunia (WFP), menyediakan pelatihan pengelolaan pelabuhan. Lebih dari 230 pegawai dari 18 pelabuhan di Aceh dan Nias mengikuti pelatihan secara mendalam di bidang administrasi dan layanan pelabuhan. “Kami memelajari pengelolaan pelabuhan, yang berguna dan juga penting,” ujar Teuku Naziruddin, petugas teknis pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh. “Pengetahuan ini dapat langsung kami terapkan dalam mengelola pelabuhan.” Tidak lama setelah tsunami terjadi, SDLP membantu pengangkutan material rekonstruksi yang sangat diperlukan untuk wilayah bencana, termasuk wilayah yang sulit dicapai di kepulauan Nias dan Simeulue. Untuk memastikan tersedianya manajer dan operator pelabuhan yang terlatih pada masa depan, modul SDLP kini telah dimasukkan ke dalam program studi bisnis Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh.
DANA TUNAI YANG DITERIMA Terhitung tanggal 30 September 2012, MDF telah menerima dana sejumlah AS$685,9 juta. Dana tersebut berasal dari tiga sumber, yaitu: kontribusi donor, pendapatan dari pengelolaan dana investasi, dan bunga dari proyek. Dana tunai dari donor berjumlah AS$654,7 juta. Pendapatan dari investasi kontribusi donor berjumlah AS$30,6 juta. Proyek yang ada juga menghasilkan pendapatan berupa bunga, yang digunakan untuk kegiatan proyek—sisa dana 2
tidak terpakai berjumlah AS$600 ribu telah dikembalikan kepada MDF. Dengan demikian, dana tunai berjumlah AS$31,2 yang diterima oleh program ini berasal dari investasi atas kontribusi donor. ALOKASI Komite Pengarah MDF pada awalnya mengalokasikan AS$659 juta melalui hibah untuk 23 proyek.2 Selama pelaksanaan program, pendanaan untuk beberapa proyek dibatalkan
Alokasi untuk masing-masing proyek dapat dilihat pada Bab 2 dan lembar fakta proyek Volume 2.
75
Kontribusi donor telah dimanfaatkan sepenuhnya untuk mendukung proyek. Kontribusi donor berjumlah AS$654,7 juta digunakan sepenuhnya untuk membiayai portofolio MDF yang terdiri dari 23 proyek, dengan jumlah alokasi sebesar AS$630 juta per tanggal 30 September 2012. Kontribusi donor juga digunakan untuk menutupi sebagian biaya program. Kekurangan biaya program ini ditutup dengan pemasukan dari investasi dan bunga yang didapat. Sisa dana berjumlah AS$23,2 juta. MDF memperkirakan jumlah ini dan sisa dana dari proyek-proyek yang selesai pada akhir bulan Desember 2012 tidak akan terpakai. Sisa dana sebesar AS$23,2 juta ini berasal dari pendapatan investasi dan bunga yang didapat oleh program dan proyek. MDF melakukan investasi yang signifikan pada enam bidang sesuai dengan prioritas Pemerintah Indonesia. Sekitar sepertiga dari portofolio dialokasikan untuk infrastruktur besar dan transportasi. Sepertiga lagi dialokasikan untuk pemulihan masyarakat, misalnya perumahan dan infrastruktur masyarakat. Proyek pada empat bidang lainnya mendapat sepertiga alokasi selebihnya dimana dana dibagikan
lebih kurang sama untuk proyek lingkungan, pembangunan ekonomi, peningkatan pemulihan, dan pembangunan kapasitas/tata kelola. Setiap bidang mendapat alokasi bernilai antara tujuh dan sembilan persen dari porfolio. Lihat Gambar 3.1 di bawah. Gambar 3.1: Alokasi Dana Menurut Bidang
9% Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian
9% Perlindungan Lingkungan Hidup 7% Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
8% Peningkatan Proses Pemulihan
32% Pemulihan Masyarakat
35% Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
Pemerintah Indonesia memimpin upaya rekonstruksi, mengkoordinasikan dan melaksanakan sebagian besar proyek MDF. MDF memberi keleluasaan kepada Pemerintah Indonesia dalam memanfaatkan sumber dana MDF untuk melaksanakan proyek melalui gabungan mekanisme pelaksanaan yang mencakup kementerian terkait, LSM, UNDP, ILO, dan WFP. Sekitar 73 persen dana MDF disalurkan melalui APBN dan sebagian besar dana ini dikelola oleh BRR dan dilanjutkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Sekitar 23 persen dana MDF dikelola melalui kemitraan tiga badan PBB (UNDP, WFP, dan ILO), dan empat persen selebihnya dilaksanakan oleh LSM (Gambar 3-2). Pemerintah Indonesia melakukan koordinasi dan kepemimpinan yang mantap selama pelaksanaan rekonstruksi, dan ini sangat membantu dalam meraih pencapaian yang
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
atau proyek ditutup dengan menyisakan dana. Oleh karena itu, realisasi pembiayaan proyek yang berjumlah AS$630 juta lebih kecil daripada alokasi hibah yang direncanakan sebelumnya. Dana yang dibatalkan dan sisa dana dari proyek yang sudah ditutup ini telah dikembalikan kepada MDF. Sejauh memungkinkan, dana yang dikembalikan ini kemudian digunakan untuk proyek-proyek MDF lainnya. Beberapa proyek yang ditutup pada bulan Desember 2012, yang bersamaan dengan akhir masa tugas MDF, diperkirakan terdapat sisa dana lebih banyak lagi.
Bab 3 - Keuangan MDF: Mengelola Sumber Dana untuk Pencapaian yang Berkualitas
76
Pemerintah Indonesia memimpin dan melakukan koordinasi erat pada saat upaya rekonstruksi sehingga memberikan hasil-hasil yang diakui yang menjadikan rekonstruksi Aceh dan Nias sebagai model aksi tanggap pascabencana.
diakui secara luas dan membuat rekonstruksi Aceh dan Nias model internasional dalam hal tanggap pascabencana. Gambar 3.2: Badan Pelaksana Proyek MDF ILO 3%
WFP 4%
13% Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
2 % Badan Pertanahan Nasional
UNDP 16% 4% LSM 14% Kementerian Dalam Negeri
44% Kementerian Pekerjaan Umum
PENGELUARAN DAN BELANJA Sekitar AS$604,2 juta telah dikeluarkan untuk proyek yang ada dalam portofolio MDF per tanggal 30 September 2012. Jumlah pengeluaran ini merupakan 95 persen dari jumlah yang dialokasikan, dibandingkan dengan pengeluaran sebesar 91 persen pada periode yang sama pada tahun lalu. Empat bidang yang telah mencapai 100 persen pengeluaran adalah Pemulihan Masyarakat; Pelestarian Lingkungan; Peningkatan Proses Pemulihan; dan Pembangunan Kapasitas dan Tata Kelola.
3
Sementara itu, dua bidang lainnya—Infrastruktur Besar dan Transportasi, dan Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian—per tanggal 30 September 2012, telah mencapai pengeluaran 85 persen atau lebih dari dana yang dialokasikan. Pengeluaran tahunan kepada proyek turun menjadi AS$15,7 juta dalam periode laporan ini, dibandingkan dengan AS$88,9 juta pada periode laporan sebelumnya, seiring dengan akan berakhirnya program MDF. Laju pengeluaran diperkirakan terus menurun hingga proyek yang masih tersisa selesai dan ditutup. Tidak akan ada pengeluaran dana ke proyek setelah tanggal 31 Desember 2012. Sekitar AS$584,9 juta telah dibelanjakan untuk kegiatan proyek, yang merupakan 96 persen dari jumlah pengeluaran per tanggal 30 September 2012. Seluruh pengeluaran proyek harus dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2012. Seluruh sisa dana dari program yang sudah ditutup akan dikembalikan kepada MDF (lihat Grafik 3.1). Tanggal penutupan sejumlah proyek yang mengandung komponen prasarana fisik dan proyek yang dimulai terlambat diperpanjang hingga 31 Desember 2012. Langkah ini memperpanjang waktu pelaksanaan proyek prasarana penting dengan kegiatan
Pembiayaan berjumlah AS$88.370 diserap untuk Proyek Kehutanan dan Lingkungan Aceh setelah tanggal 30 September 2012.
77 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Grafik 3.1. Alokasi, Pengeluaran, dan Pembelanjaan Menurut Sektor Per tanggal 30 September 2012 (dalam AS$ juta) 250 200
100% 100%
91%
Alokasi Dana Penyerapan Pengeluaran
88%
150 100
-
100% 100%
100% 100%
50 Pemulihan Masyarakat
Infrastruktur & Transportasi
Penguatan Tata Kelola
fisik, sekaligus perpanjangan pengeluaran dan pembelanjaan. Proyek dalam bidang pembangunan ekonomi dan mata pencaharian yang mulai terlambat juga mendapat kesempatan untuk memperpanjang waktu pelaksanaan, pengeluaran dan pembelanjaan hingga tanggal 31 Desember 2012. RINGKASAN KEUANGAN PADA PENUTUPAN PROGRAM Secara keseluruhan, status keuangan MDF pada waktu penutupan dinyatakan sehat dan MDF dianggap telah dikelola dengan baik. MDF menerima kontribusi dari para donor
Peningkatan Proses Pemulihan
100%
89%
Lingkungan Hidup
88%
Pembangunan Ekonomi & Mata Pencaharian
yang berjumlah AS$654,7 juta, dan dana ini telah diprogramkan secara penuh. Penggunaan kontribusi donor telah sepenuhnya sesuai dengan tujuan. Saldo sebesar AS$23,2 juta, yang berasal dari pendapatan investasi dan bunga yang didapat oleh program dan proyek, dan sisa dana proyek yang ditutup pada bulan Desember 2012 akan dikembalikan kepada donor untuk ditetapkan penggunaannya setelah program ini ditutup dan selesainya perhitungan akhir. Dana ini dianggap telah dikelola dengan baik oleh Wali Amanat dan Sekretariat MDF, dengan hasil baik, pelaporan keuangan secara transparan, dan laporan penggunaan dana yang tepat waktu.
Grafik 3.2: Ringkasan Keuangan Per tanggal 30 September 2012 (dalam AS$ juta) 700,00 600,00 500,00
654.7
630 96% dari Kontribusi
400,00 300,00 200,00 100,00 -
604.2
584.9
95% dari Alokasi
97% dari Penyerapan 23.2
Kontribusi
Alokasi
81%
Penyerapan
Pengeluaran
Sisa
Cerita Fitur MDF
78
Cerita Fitur MDF 1. Sebelum jalan dibangun, Pak Idris hanya memiliki warung kecil. Sekarang dia mempunyai grosir yang memasok ke 50 warung dan memperkerjakan empat pegawai. 2. IRFF memperbaiki jalan nasional sepanjang 26 kilometer di Pulau Weh. Jalan ini memungkinkan pengiriman barang untuk rekonstruksi dan pemulihan ke daerah yang terkena tsunami dan menjadi landasan bagi pertumbuhan ekonomi di pulau ini. Foto: Tarmizy Harva
1
Perbaikan Jalan dan Layanan Air Bersih Menyediakan Peluang Baru di Sabang Mantan Wakil Walikota Sabang merupakan pemimpin yang memiliki misi. Dalam beberapa tahun belakangan ini, Pak Islamuddin dan stafnya di pemerintah kota bekerja keras untuk mengubah citra Sabang dan mempromosikan pulau itu sebagai tempat yang menarik untuk bisnis, investasi, dan liburan. “Karena merupakan pulau terluar di wilayah Indonesia, orang selalu menganggap Sabang sebagai kota dengan jalan rusak,” ujarnya. “Itu dulu memang benar. Tetapi, jalan baru yang dibangun oleh MDF telah mengubah pandangan ini.”
Sabang terkenal dengan keindahan alamnya. Salah satu tempat wisata pulau yang paling menarik adalah Desa Iboih. Akan tetapi, sulit mencapai daerah ini karena jalan yang buruk. Akibatnya, tidak banyak orang berkunjung ke desa itu.
Air bersih juga sempat menjadi masalah di Sabang, kata mantan wakil walikota ini. “Sarana penyediaan air bersih yang dibangun oleh MDF untuk PDAM memberi dampak yang besar. Untuk mendapatkan air bersih memang sulit di Sabang, terutama distribusi air bersih ke rumahrumah. Sarana penyediaan air bersih dibangun untuk membantu korban yang terpaksa pindah karena tsunami. Jaringan ini melayani 6.000 keluarga dan sekarang, pemerintah kota berencana memperluas layanan ke seluruh pulau.”
Namun sekarang, menurut Danil Faldillah, pemilik penginapan Sabang Merauke Inn, jalan baru telah mengubah potensi wisata di bagian pulau tersebut. “Samudra Hindia itu halaman belakang rumah saya. Desa ini terkenal di kalangan wisatawan petualang. Orang datang untuk menyelam dan snorkeling, dan sebelum tsunami banyak pelatih selam di sini. Kami membuka hotel ini sekitar 40 tahun lalu. Jalanan sangat buruk waktu itu. Tetapi sekarang, dengan jalan yang bagus, para
79 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
2
wisatawan merasa senang dan meluangkan waktu untuk berkunjung ke Sabang. Pendapatan kami pun meningkat.” Danil juga melihat manfaat lain bagi masyarakat setelah jalan baru dibangun. Akses ke berbagai tempat lebih mudah, sehingga harga bahan kebutuhan pokok menjadi lebih murah. Di desa lain yang terletak 20 kilometer dari kota Sabang, pemilik toko bernama Pak Idris menjelaskan bagaimana usahanya berubah dalam beberapa tahun terakhir. “Saya memiliki toko di pinggir jalan ini sudah 12 tahun. Sebelum jalan dibangun, saya hanya punya warung. Barang dagangan sedikit dan saya hanya pedagang eceran. Setelah jalan dibangun, saya mulai mengembangkan usaha. Awalnya hanya ada seorang pegawai, sekarang saya memperkerjakan empat orang. Toko saya sekarang lebih merupakan toko grosir dengan pelanggan 50 warung dalam radius 10 kilometer. Sebelum jalan ini ada, pedagang harus pergi ke kota yang jaraknya 20 kilometer untuk membeli barang dagangan, dan menghabiskan banyak uang untuk transportasi. Mereka juga tidak dapat membawa banyak barang di dalam bus. Sekarang biaya yang mereka keluarkan lebih kecil.”
“Dengan perbaikan infrastruktur kami dapat menarik investor. Tapi ini baru langkah awal. Ini adalah masa-masa yang penuh semangat, dan kami punya rencana besar untuk Sabang.” Pelanggan Pak Idris juga dapat menikmati manfaat dari jaringan penyediaan air bersih yang baru. Sebelum jaringan baru tersebut dipasang oleh PDAM, setiap rumah mengeluarkan biaya Rp200 ribu setiap bulan untuk membeli satu tangki air bersih. Sekarang mereka hanya mengeluarkan antara Rp50 ribu sampai Rp60 ribu tiap bulan untuk membayar langganan air. “Jalan baru dan air bersih mengubah hidup orang,” ujar Pak Idris. Di Puskesmas Sukakarya, pejabat Kepala Puskesmas Ibu Poppy, bidan Ibu Radiah, dan kepala perawat Ibu Hanum menyebutkan perbaikan layanan kesehatan masyarakat dalam dua tahun terakhir dikarenakan jalan baru tersebut.
Cerita Fitur MDF
80
Jalan baru ini mendatangkan lebih banyak wisatawan dan pengunjung, seperti penyelam yang berkunjung ke daerah Iboih ini, dan pada akhirnya, menciptakan lapangan kerja pada sektor pariwisata.
“Bidan di puskesmas ini memiliki sepeda motor dan selalu siap panggil. Dengan adanya jalan baru ini, kami sekarang dapat menjangkau kaum perempuan yang membutuhkan bantuan dengan cepat.”
“Puskesmas ini berdiri tahun 1973. Kami mengalami banyak pertambahan jumlah pasien sejak jalan baru dibuat. Sebelumnya, kami hanya melayani antara 8 dan 15 orang pasien tiap hari; sekarang, kami merawat antara 30 dan 60 orang per harinya,” kata Ibu Poppy. Ibu Hanum sepakat. “Sebelum ada jalan baru, staf kami 20 orang. Sekarang, jumlahnya
Foto: Tarmizy Harva
40 orang. Bidan di puskesmas ini memiliki sepeda motor dan selalu siap panggil. Dengan adanya jalan baru ini, kami sekarang dapat menjangkau kaum perempuan yang membutuhkan bantuan dengan cepat. Hal ini tidak akan berjalan jika jalan tidak diperbaiki.” Agar semakin meningkatkan layanan puskesmas, pipa air dari PDAM sudah dipasang di kamar pasien. “Karena mudahnya mendapatkan air bersih ini, kami tidak perlu lagi khawatir kehabisan air pada musim kemarau. Dengan demikian, kami dapat melayani pasien dengan lebih baik,” ujar Ibu Hanum. “Kami senang dengan meningkatnya jumlah pasien yang datang ke puskesmas. Tentu saja, ini tidak berarti bahwa warga menjadi lebih sering sakit!” kata Ibu Poppy. “Kami melihat warga sekarang datang ke puskesmas untuk masalah umum kesehatan—memeriksa kesehatan, mendapatkan informasi mengenai
81 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Dampak jalan yang lebih baik, Bidan Popi dapat mendatangi ibu-ibu hamil di daerah pedesaan dari puskemas dengan mengendarai sepeda motor.
makanan sehat, dan memeriksa tekanan darah. Jadi, kesadaran terhadap kesehatan pun meningkat. Transportasi yang lebih baik dengan adanya jalan baru sekaligus dengan layanan kesehatan cuma-cuma di Aceh telah mengubah keadaan menjadi lebih baik.” Pak Islamuddin merasa bahwa sekarang adalah saat yang gemilang untuk Sabang. “Prasarana bukan satu-satunya penyebab yang dapat menarik pemodal” ujarnya. “Kami harus memikirkan cara-cara baru supaya mereka mau datang ke Sabang. Pada tahun lalu, kami menjadi tuan rumah Regatta Internasional yang berjalan dengan baik; dan para peserta terkejut melihat bahwa Sabang memiliki sarana yang lebih baik dibandingkan dugaan mereka sebelumnya.” “Kami punya rencana besar untuk Sabang,” ujarnya dengan bersemangat. “Ini hanyalah langkah awal.”
Foto: Tarmizy Harva
Kota Sabang terletak di ujung paling barat Indonesia; tepatnya di Pulau Weh. Di sini terdapat dua proyek prasarana MDF, yaitu Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP) dan Fasilitas Pendanaan Infrastruktur (IRFF), bekerjasama dengan BRR dan Kementerian Pekerjaan Umum membangun kembali prasarana penting. IRFF memperbaiki jalan nasional sepanjang 26 kilometer di sekeliling pulau ini. Jalan ini memudahkan pengiriman bahan konstruksi sehingga mendukung kegiatan rekonstruksi dan pemulihan di daerah bencana tsunami dan sekarang membantu meletakkan landasan bagi pertumbuhan ekonomi masa depan di pulau tersebut. IRFF juga membangun jaringan penyediaan air bersih di pulau itu untuk 6.000 rumah, yang mencakup juga keluarga yang terpaksa direlokasikan karena rumah mereka hancur akibat tsunami.
Bab 4 - Di Penghujung MDF: Warisan Rekonstruksi yang Berhasil
82
Bab 4
Di Penghujung MDF: Warisan Rekonstruksi yang Berhasil
Anak-anak desa di jembatan Oyo, yang menghubungkan Desa Lahagu dan Taraha di Nias Selatan. Jembatan ini membuat akses ke sekolah, layanan kesehatan, dan pasar terus terbuka sepanjang tahun.
Foto: Koleksi proyekproyek ILO
Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias mengakhiri program rekonstruksi pada tanggal 31 Desember 2012. MDF dianggap oleh kalangan luas sebagai salah satu program rekonstruksi pascabencana yang paling berhasil. Dengan melihat kembali pengalaman delapan tahun tersebut, dapat diambil pelajaran mengenai penyebab utama keberhasilan yang dapat diterapkan dan disesuaikan untuk program lain pada masa yang akan datang. Dalam penutupan program ini, sangatlah penting untuk meninjau ulang penyebab utama keberhasilan MDF yang dapat diukur dan diterapkan oleh program lain dalam menilai keberhasilan pelaksanakan program mereka. Untuk itu, bab ini menjawab dua pertanyaan pokok MDF: (1) Apa penyebab utama sehingga program berhasil? dan (2) Bagaimana kita dapat mengukur keberhasilan pelaksanaan program? Bab ini diakhiri dengan kajian mengenai warisan yang ditinggalkan oleh MDF. PENYEBAB KEBERHASILAN MDF Keberhasilan MDF berdasarkan pada landasan kerja strategis berupa tiga pilar yang saling terkait, yaitu kemitraan yang kokoh, pelaksanaan bertahap, dan perhatian pada unsur-unsur lintas sektoral yang bersifat kualitatif. Gabungan dari pihak-pihak institusi yang saling terkait dan pelaksanaan strategi ini menghasilkan model rekonstruksi pascabencana yang dapat disesuaikan untuk berbagai jenis bencana dan keadaan rawan lainnya. Apabila faktor penyebab tersebut tidak ada pada tahap awal rekonstruksi, cara lain dapat diterapkan sepanjang ini sejalan dengan asas pokok, yaitu kepemimpinan dan penetapan keputusan di daerah, dukungan dari pemangku kepentingan, pelaksanaan strategis, dan mengutamakan kualitas saat memulai dan mengakhiri kegiatan. Kepemimpinan pemerintah yang mantap dengan menyertakan semua mitra merupakan penyebab pertama dan utama dalam keberhasilan MDF. Kepemimpinan Pemerintah Indonesia menciptakan strategi rekonstruksi yang jelas, koordinasi yang kokoh untuk upaya rekonstruksi dan pembentukan lembaga yang sesuai dengan keadaan dan cakupan bencana memungkinkan MDF sejak awal menyatukan berbagai mitra dalam melaksanakan rekonstruksi secara fleksibel dan tepat guna. Dengan kepemimpinan pemerintah dalam agenda rekonstruksi ini, mitra-mitra lain dapat menyatukan dukungan mereka dalam satu kerangka
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Di Penghujung MDF: Warisan Rekonstruksi yang Berhasil
83
Bab 4 - Di Penghujung MDF: Warisan Rekonstruksi yang Berhasil
84
Ainal Mardhiah
Mengubah Sampah menjadi Emas Ketika Ainal Mardhiah mengajar bahasa Inggris di Yayasan Lamjabat, LSM lokal, dia tidak pernah membayangkan akan dapat menjadi pakar daur ulang. Tetapi ketika LSM ini mulai bekerjasama dengan Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP), dia ternyata memiliki bakat membuat barang kebutuhan rumah tangga dan kerajinan dari barang buangan. TRWMP pada awalnya memusatkan perhatian pada pembersihan limbah tsunami, namun kemudian mulai memperkenalkan sistem modern pengelolaan sampah padat di Aceh. Program ini juga membentuk kelompok perempuan dan memberi pelatihan dalam pembuatan dan pemasaran hasil kerajinan yang terbuat dari sampah daur ulang . “Ada pasar untuk kerajinan tangan seperti tas, dompet, kotak tisu, bunga, dan barang kebutuhan rumah tangga lain,” ujar ibu dari empat anak, ini. Kaum perempuan sekarang dapat ikut menyumbang penghasilan keluarga tanpa harus meninggalkan rumah atau anak-anak mereka. Dan manfaat lain adalah pasokan bahan baku yang jelas tidak akan pernah habis.
kerja. Pengumpulan dana dari para donor merupakan cara yang efektif dan efisien untuk mengkoordinasikan upaya dan bantuan bagi strategi rekonstruksi pemerintah. Penggabungan keahlian, kemampuan dan tata cara khas dari berbagai Badan Mitra dan Badan Pelaksana mendorong berbagai macam tanggapan dalam agenda pemulihan pemerintah. Keberhasilan MDF juga dipicu oleh penerapan strategi bertahap dalam rekonstruksi agar dapat memenuhi kebutuhan para korban bencana yang dapat berubah. Dengan pendekatan bertahap ini, tahap pertama membantu kebutuhan pemulihan yang paling mendesak seperti tempat tinggal, prasarana desa, logistik, dan perbaikan jalur transportasi penting. Tahap kedua memenuhi kebutuhan yang lebih rumit dalam rekonstruksi prasarana seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan lingkungan hidup serta pembangunan kapasitas.
Tahap ketiga memusatkan pada peralihan menuju keberlanjutan melalui peletakan landasan bagi pembangunan ekonomi dan mata pencaharian maupun pembangunan kapasitas yang lebih terarah. Pendekatan bertahap ini berperan penting bagi keberhasilan MDF, dalam membantu menyeimbangkan kebutuhan akan kecepatan, kualitas, kepemilikan, dan keberlanjutan, dan pada akhirnya, memenuhi harapan dari berbagai pemangku kepentingan selama proses rekonstruksi berlangsung. Penyebab utama ketiga atas keberhasilan MDF adalah dukungan unsur-unsur lintas sektoral dalam rekonstruksi. Unsur-unsur ini antara lain adalah keikutsertaan jender, pengelolaan lingkungan hidup, pengurangan risiko bencana, dan pembangunan kapasitas, yang berkontribusi atas peningkatan kualitas pencapaian rekonstruksi ini. Pembelajaran penting dari pengalaman MDF adalah
85
Landasan kerja strategis ini didukung oleh sistem yang memastikan bahwa komunikasi terjadi secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban pengunaan dan pengelolaan dana, serta laporan terperinci atas hasilnya, merupakan salah satu penyebab keberhasilan program sehingga seluruh pemangku kepentingan yakin bahwa dana yang terkumpul digunakan secara efisien dan efektif sesuai dengan peruntukannya. Komunikasi rutin, tepat waktu, dan dua arah sangat penting dalam membuat para pemangku kepentingan terus mendapatkan informasi dan terus terlibat, dan dapat memenuhi harapan selama proses rekonstruksi berlangsung. INDIKATOR KEBERHASILAN MDF Keberhasilan MDF berdasarkan pencapaian yang diakui oleh kalangan luas dan hasil investasi rekonstruksi yang dapat diukur secara jelas. Keberhasilan program ini dapat diukur dari tiga indikator, yaitu: kekuatan dan efektivitas kemitraan yang terbina, pencapaian fisik dan yang tidak berwujud, dan pembelajaran dari pengalaman ini. Indikator ini juga dapat diterapkan untuk mengukur pencapaian program rekonstruksi pada keadaan rentan lain. Pertanyaan pokoknya tetap sama, yaitu bagaimana kemitraan dimanfaatkan, bagaimana pencapaian terjadi, dan hasil pembelajaran apa yang dapat diambil oleh pihak lain.
Pertama, MDF dibentuk sebagai kemitraan yang dipimpin oleh pemerintah secara mantap, yang kemudian berubah menjadi mekanisme rekonstruksi bencana yang sangat efektif. MDF berhasil mengelola kemitraan dengan pemerintah pusat dan daerah, donor, badan pembangunan internasional, LSM dalam dan luar negeri, masyarakat madani, dan yang paling penting, masyarakat lokal. MDF mendukung agenda rekonstruksi pemerintah dengan berperan secara fleksibel dalam mengisi kesenjangan kebutuhan yang tidak dapat ditangani oleh proyek rekonstruksi lainnya. Dana dari donor digunakan secara efisien dan dikelola secara transparan melalui standar manajemen keuangan, pengawasan, dan persyaratan pelaporan. MDF juga berhasil memanfaatkan keahlian dan sumberdaya dari seluruh mitra dan menyalurkannya untuk mengatasi tantangan dalam rekonstruksi, dan ini mendorong kecepatan dan cakupan kegiatan yang lebih besar dari yang direncanakan. Dan rekonstruksi yang berbasis pada masyarakat memastikan bahwa kebutuhan korban bencana menjadi perhatian utama dalam rekonstruksi, dan menghasilkan tingkat kepuasan dan transparansi yang tinggi. Pelaksanaan program MDF telah menunjukkan tindakan nyata dari Deklarasi Paris. Kedua, indikator keberhasilan MDF yang paling jelas adalah pencapaian hasil yang luar biasa dalam rekonstruksi. Hasil tersebut jelas terlihat baik dari sisi aset fisik maupun dampaknya terhadap masyarakat dan lembaga terkait. MDF membangun kembali ribuan rumah, jalan, jembatan, pelabuhan, sekolah, dan gedung pemerintah. Program ini mengembalikan mata pencaharian masyarakat dan memperkuat sektor-sektor penting dalam perekonomian daerah. Semua ini dilakukan dengan cara terbuka dan gamblang sehingga masyarakat mendapat keahlian baru, kerukunan sosial pun menjadi lebih kokoh melalui keikutsertaan masyarakat dalam penetapan keputusan, dan memberi kesempatan kepada semua anggota
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
perlunya perhatian pada unsur-unsur lintas sektoral ini sejak awal, yaitu tahap penilaian awal dan perancangan agar dapat disusun data dasar dan strategi serta menyatu dalam rencana pelaksanaan proyek. Seluruh proyek MDF menyertakan strategi untuk mengakhiri kegiatan guna mengatur kelanjutan pengelolaan investasi agar dampak investasi MDF dapat selanjutnya terus dilaksanakan oleh instansi terkait. Dalam hal Aceh, ada perhatian tambahan karena terkait dengan persoalan konflik dan kegiatan proyek harus peka terhadap persoalan tersebut.
Bab 4 - Di Penghujung MDF: Warisan Rekonstruksi yang Berhasil
86
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan penghargaan atas peran masyarakat internasional dalam tanggap bencana di Aceh dan Nias pada acara penutupan MDF di Jakarta bulan November 2012.
masyarakat, termasuk kaum perempuan, untuk menyuarakan pendapat. Bantuan MDF pada rekonstruksi secara keseluruhan memiliki dampak berlipat ganda, yang melebihi nilai bantuannya. Pencapaian fisik MDF mudah diukur: hampir 20.000 rumah dibangun atau diperbaiki dan hampir 1.200 bangunan umum, antara lain 670 gedung sekolah, dibangun atau dibenahi. Hampir 3.700 kilometer jalan nasional, provinsi, kabupaten, dan desa diperbaiki atau dibangun. Lima pelabuhan telah dibangun dan digunakan; empat tempat pembuangan akhir sampah tertutup (TPA) telah dibangun; dan lebih dari 10.000 proyek prasarana berhasil diselesaikan. Pencapaian MDF melampau hasil fisiknya, dengan banyak dampak tidak berwujud yang semakin terlihat menjelang program ini ditutup. Sejumlah dampak non-fisik ini antara lain berupa peningkatan keterlibatan masyarakat
Foto: Koleksi MDF
dalam perencanaan dan penetapan keputusan; peningkatan produktivitas dan pendapatan dalam bidang pertanian dan mata pencaharian lain; peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam berbagai jenis layanan, mulai dari pembagian sertifikat tanah hingga pengelolaan sampah padat; memperkuat kemampuan masyarakat madani dalam membantu rekonstruksi dan pengembangan ekonomi; meningkatkan kemampuan sektor swasta dalam pemasaran komoditas penting pertanian dan daur ulang sampah; meningkatkan hak legal perempuan dalam bidang pertanahan; dan meningkatnya kesadaran serta kemampuan dalam menghadapi persoalan lingkungan hidup dan kesiapsiagaan dalam menghadapi serta tanggap terhadap bencana. Indikator terakhir dalam mengukur keberhasilan MDF adalah kekuatan pengetahuan dan hasil pembelajaran yang dihimpun. Beberapa kebijakan dan model MDF telah dipakai oleh
87
MDF menjadi model yang dapat ditiru atau disesuaikan untuk rekonstruksi pascakonflik atau pascabencana lain. Pengembangan pengetahuan dari pengalaman dan pembelajaran cukup meyakinkan untuk dapat diterapkan pada keadaan yang berbeda. Hal ini telah dibuktikan melalui Java Reconstruction Fund (JRF) yang dibentuk pada tahun 2006 sebagai tanggapan atas terjadinya bencana lain di Indonesia. Berdasarkan pengalaman MDF ini, Pemerintah Indonesia meminta kepada Bank Dunia dan para donor untuk membentuk JRF, dengan menerapkan pengalaman MDF sesuai dengan kebutuhan daerah bencana baru tersebut. Pengalaman ini berhasil menunjukkan keluwesan model tanggap bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan letusan Gunung Merapi pada tahun 2010. Pendekatan Rekompak dalam rekonstruksi perumahan, yang pertama kali dimulai di Aceh dan kemudian diterapkan pada berbagai bencana alam di Jawa lewat JRF, juga membuktikan kemampuannya untuk diterapkan pada keadaan yang berbeda. Pemerintah Indonesia memiliki kedudukan yang lebih kuat dalam mengelola program tanggap bencana di masa mendatang setelah pengalaman di Aceh dan Nias serta beberapa bencana alam lain. Lembaga dan model sudah terbentuk, bangunan baru lebih tahan terhadap bencana, dan masyarakat lebih siap. Pemerintah Indonesia mendirikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai tanggapan kelembagaan mengingat pentingnya kebutuhan akan lembaga yang mengelola tanggap bencana dan kesiapsiagaan secara berkelanjutan dan proaktif. Pemerintah Indonesia juga telah mendirikan Dana Bencana Indonesia (IDF), dengan mengambil model MDF, yang merupakan cara untuk menampung
bantuan dari donor yang ingin membiayai tanggap bencana dan pencegahan bencana pada masa depan secara lebih efisien dan lebih cepat. Indonesia tidak hanya belajar dari pengalaman dalam rekonstruksi dan pemulihan pascabencana ini, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan dan keahlian bagi negara lain di dunia. Sekarang, Indonesia berada pada waktu yang tepat untuk memberikan kembali kepada masyarakat dunia melalui pengetahuan tentang tanggap bencana dan rekonstruksi pascabencana. KESIMPULAN Pada saat MDF menyelesaikan kegiatan rekonstruksi selama delapan tahun di Aceh dan Nias, seluruh pemangku kepentingannya dapat merasa bangga dengan keberhasilan yang telah dicapai. Indonesia menerima kontribusi dari seluruh penjuru dunia untuk membantu rekonstruksi ini—termasuk dari masyarakat di negara yang terwakili oleh donor dalam MDF. Kemurahan hati ini telah membuat perbedaan yang tidak terkira bagi kehidupan masyarakat di Aceh dan Nias, dan masyarakat telah memperlihatkan ketangguhan luar biasa dalam membangun kembali rumah, sekolah, masyarakat, lembaga, dan mata pencaharian mereka—dan juga membangun kembali kehidupan mereka yang hancur akibat bencana. Melalui MDF, pencapaian dalam semua enam bidang sangat luar biasa. Pelaksanaannya berjalan efektif dan efisien, hasilnya pun berkelanjutan. Dana telah dikelola dengan baik dan digunakan sesuai dengan peruntukannya. MDF berhasil mencapai tujuan pembentukannya. Amanat program ini adalah rekonstruksi pascabencana—hal ini telah dicapai dan landasan untuk pembangunan pada masa depan pun telah diletakkan melalui kegiatan dan strategi penyelesaian yang dibuat oleh MDF. Kebutuhan jangka panjang di Nias dan Aceh tidak dapat dipenuhi melalui MDF. Pada saat rekonstruksi pascatsunami di Aceh
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
pemerintah pusat dan daerah, dengan harapan dapat meningkatkan efektivitas tanggap bencana pada masa mendatang.
Bab 4 - Di Penghujung MDF: Warisan Rekonstruksi yang Berhasil
88
Niva Aldillah
Terhubungkan Dengan Masa Lalu, Merencanakan Masa Depan Niva Aldillah baru berusia tiga tahun ketika tsunami menghancurkan rumah keluarganya di Meulaboh, Aceh Barat, pada bulan Desember 2004. Tiga bulan kemudian ketika keluarganya mencari neneknya di Jeulingke, Banda Aceh, mereka menemukan bahwa rumah nenek juga hancur dalam bencana itu. Keluarga ini mendapat kabar bahwa nenek dan bibi Niva tewas dalam tsunami itu, sedangkan pamannya hilang. Pada tahun 2005, proyek Rekompak membantu keluarga Niva membangun rumah di tanah tempat rumah neneknya dulu berdiri di Jeulingke. Ibu Niva mewarisi lahan tersebut dan berhak atas rumah baru yang dibangun di atas tanah tersebut. Sekarang, Niva dan orang tuanya tinggal di sana. “Saya suka tinggal di sini karena ini tempat nenek dulu tinggal,” kata Niva. Tiga tahun lalu, Niva, yang sekarang berusia 11 tahun, membuka perpustakaan bagi anak-anak di sekitar rumahnya. Dia menyebutnya ‘Pustaka Niva’. “Perpustakaan ini ide saya dan mama. Saya punya banyak buku dan majalah. Jadi, saya pikir ada baiknya jika kita membuka perpustakaan,” ujar Niva. Sekarang anak-anak dari sekitar rumahnya dapat membaca buku dengan gratis di perpustakaan rumah Niva itu. Mereka membayar murah jika ingin membawa pulang buku pinjaman itu dan pustakawati muda ini mempergunakan uang yang dikumpulkannya untuk membeli buku dan majalah baru. “Tetapi, kadangkadang uangnya tidak cukup untuk membeli buku baru. Jadi, saya minta bantuan mama dan papa,” papar Niva dengan senyum di wajahnya. Niva tidak terlalu ingat tsunami yang telah terjadi. Dia mendapatkan informasi tentang tsunami dari orang tuanya bahwa tsunami menewaskan banyak anggota keluarganya dan banyak lagi yang hilang. “Kami selalu pergi ke pemakaman massal korban tsunami untuk mendoakan nenek dan keluarga lain,” kata Niva. Kehidupan di Jeulingke sudah kembali normal. Nina mengatakan bahwa warga sekarang semakin sadar terhadap gempa bumi dan tsunami dan mereka tahu yang harus dilakukan jika bencana terjadi. “Jika ada gempa bumi kuat, kami segera keluar rumah. Jika peringatan tsunami berakhir, kami pulang. Semua yang tinggal di Jeulingke mengetahui mengenai hal ini. Dengan cara ini, semua orang akan selamat dan tidak ada lagi korban, tewas atau pun hilang,” katanya. Murid kelas enam SD di Banda Aceh ini bercita-cita menjadi dokter anak. “Saya ingin membantu anakanak yang sakit supaya mereka dapat sehat,” tegasnya dengan penuh percaya diri.
89 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Petani di Nias dengan hasil panen padi perdana pada proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP). Proyek ini beroperasi di 92 desa dan memberi manfaat pada lebih dari 3.700 petani, yang 37 persennya adalah perempuan.
dan Nias ditutup, instansi pemerintah daerah dan pemerintah pusat telah mengambil alih agenda pertumbuhan dan pembangunan masa depan daerah tersebut. Model dan proyek percontohan yang dibuat oleh MDF dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan lagi program yang berhasil pada masa depan. Yang paling penting lagi adalah bahwa Indonesia sekarang lebih siap dalam menghadapi bencana. Berbagai bencana alam yang terjadi sejak tahun 2004 merupakan pengingat yang menyedihkan bahwa Indonesia rawan terhadap bencana alam. Letaknya di persimpangan tiga lempeng Cincin Api, menyebabkan setidaknya lima kali gempa bumi terjadi setiap hari di Indonesia. Bencana bukan hanya kemungkinan terjadi di Indonesia, tetapi
Foto: Koleksi LEDP
hampir pasti terjadi; dan tanggap bencana dan kesiapsiagaan yang baik merupakan keharusan untuk mencegah kehancuran dan korban jiwa. Meskipun risiko bencana tinggi, kerentanan masyarakat tidak perlu terjadi, dan upaya dini diharapkan dapat mengurangi besarnya dampak bencana. Berkat proses pemulihan dan rekonstruksi, masyarakat di Aceh dan Nias menjadi lebih tangguh dalam menghadapi bencana mendatang, pemerintah daerah lebih siap dalam mengelola rekonstruksi, dan lembaga serta sistem nasional untuk pengurangan risiko bencana pun telah disiapkan. Pengalaman Indonesia dalam tanggap dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, dimana MDF menjadi penyumbang penting, memberi warisan untuk pengelolaan bencana pada masa depan, baik di Indonesia maupun di dunia.
Cerita Fitur MDF
90
Cerita Fitur MDF 1. Warga Desa Bawomataluo di Nias Selatan menari dalam upacara menyambut tamu. Pada Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias MDF, ILO membantu memperbaiki dan memelihara 79 rumah adat, seperti rumah-rumah yang mengelilingi lapangan desa ini. 2. Sitasi Zagota, sejarawan dan pendidik setempat, telah membuat bahan ajar warisan tentang Nias Selatan yang digunakan oleh para guru dan siswa. Dia mengatakan bahwa ini merupakan warisannya bagi generasi mendatang. Foto: 1. MDF Secretariat 2. Tarmizy Harva
1
Melestarikan Warisan Budaya Khas Nias Berkunjung ke Desa Bawomataluo di Nias Selatan seperti kembali ke masa silam. Lebih dari 120 rumah tradisional tersebar di sekeliling lapangan besar tempat pemuda desa memamerkan kehebatan fisik mereka dengan melompati susunan batu megalitik. Sebagai bagian dari proyek MDF yang mendorong pelestarian warisan budaya di Nias, 79 rumah tradisional dipugar atau dilestarikan oleh Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP) yang dilaksanakan oleh Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO) dengan pendanaan MDF. Pak Hikmat, yang tinggal di rumah keluarga berusia 167 tahun, mengatakan bahwa ini pertama kali pekerjaan pemugaran besar dilaksanakan. Gempa bumi 2005 menghancurkan sebagian rumah itu, dan sejak itu rumah tersebut telah dibangun ulang dengan berbahan beton, namun bagian depan rumah diperbaiki dengan bahan bangunan tradisional menggunakan dana dari MDF. “Renovasi rumah ini merupakan ritual yang sakral bagi kami,” kata Pak Hikmat. “Kami menggunakan cara menurut kebiasaan kami dalam memperbaiki atau membangun. Contohnya di setiap ruangan, kami bekerja
dari kiri ke kanan, dan ketika kami mencapai sisi kanan kami mengadakan pesta besar untuk para pekerja bangunan. Kebiasaan ini muncul sejak zaman ketika pekerja bangunan tidak dibayar sehingga ini merupakan pertanda untuk berhenti bekerja dan membayar mereka dengan pesta.” Pak Hikmat sangat sadar dengan potensi masa depan warisan budaya Nias, khususnya untuk pariwisata. “Saya seorang pengrajin. Saya memahat kayu yang berasal dari daerah yang dilanda gempa bumi dan membuat patung. Saya juga
91
2
pemandu wisata di daerah ini dan saya tahu kebutuhan para wisatawan. Dalam beberapa tahun belakangan wisatawan berkurang. Saya tidak tahu benar apa penyebabnya, mungkin karena kami kurang dipromosikan. Dulu sejumlah peselancar datang berkunjung, tetapi mereka hanya memikirkan ombak. Kami perlu dipasarkan sebagai daerah tujuan wisata warisan budaya.” Budaya Nias adalah budaya yang diturunkan dari mulut ke mulut; tidak ada catatan tertulis yang diwariskan. Ada kekhawatiran bahwa keberadaan budaya yang khas ini hilang dari tangan generasi yang akan datang. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat —Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM-R2PN) yang dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri dengan pendanaan MDF, membantu untuk mempromosikan warisan dan budaya khas Nias. Rencana ini telah diintegrasikan ke dalam program peningkatan sekolah. Lebih dari 360 orang siswa mengikuti mata pelajaran kajian warisan budaya dan ratusan siswa melakukan kunjungan ke desadesa tradisional. Komik berisi budaya Nias dan ensiklopedia Nias juga telah dibuat.
“Senioritas” menjadi bagian dari budaya Nias yang kuat sehingga anak-anak dan generasi muda sering kali tidak diutamakan atau diajak berembuk. Sebelumnya, kaum muda tidak memiliki kesadaran dalam mempelajari budaya mereka; mereka hanya meniru apa yang dilakukan oleh generasi tua tanpa mengerti maksudnya atau mempelajari mengapa suatu hal dilakukan menurut cara tertentu. Kami mencoba mengatasinya lewat karya kami, dengan mengajak anak-anak lebih terlibat dalam budaya mereka, dan dengan membuat materi yang melibatkan mereka di dalamnya seperti komik warisan budaya.” Sitasi juga melihat pentingnya warisan budaya bagi pariwisata. “Sejak gempa bumi itu, tidak banyak orang yang datang meski jalan telah diperbaiki dan bahkan lebih baik daripada sebelum bencana itu. Kami perlu lebih dipromosikan dan kami perlu melatih generasi muda dalam pengelolaan pariwisata. Kami ingin para pemuda pergi ke Tana Toraja dan Bali untuk melihat bagaimana mengelola penginapan. Beberapa tahun lalu, ada proyek untuk ”tinggal di rumah” bagi wisatawan, tetapi tanpa promosi; dan tidak ada tamu sehingga warga menjadi patah semangat.” Warisan budaya dilestarikan oleh Museum Nias yang terletak di Gunung Sitoli, yang didukung oleh PNPM-R2PN. Direktur Museum Pusaka Nias, Nata’alui Duha, ikut dalam pembangunannya sejak masih duduk di SMP. Museum ini pada awalnya didirikan dan didanai oleh Pastor Johannes Hammerle, yang juga menyumbang banyak artefak budaya Nias. Museum ini sekarang dikunjungi oleh 4.000 orang tiap bulan, yang sebagian
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Sitasi Zagoto dan suaminya menulis sebagian besar materi pendidikan ini. Sitasi berteori mengapa budaya Nias terancam hilang dari tangan generasi muda.
Cerita Fitur MDF
92
Anak-anak turut dalam kegiatan warisan budaya dengan menggunakan bahan ajar yang baru di depan gedung yang baru dipugar di Museum Pusaka Nias, Gunung Sitoli. Sekarang, museum ini dikunjungi oleh 1.400 orang setiap bulan, yang kebanyakan adalah anak-anak dan pelajar.
besar pengunjung berasal dari Pulau Nias sendiri. Tidak banyak pengunjung dari luar Nias, meskipun kualitas museum tersebut membuatnya menjadi salah satu museum terbaik di Indonesia. “Tujuan pertama museum ini adalah membangun rasa ingin tahu,” papar Nata’alui Duha. “Meski sekarang banyak pelajar yang berkunjung, kami masih ingin meningkatkan pengalaman berkunjung mereka — memperbaiki pemanfaatan materi yang ada, bagaimana belajar melihat sesuatu secara berbeda, bagaimana membaca artefak. Ini adalah tujuan terpenting kami sekarang: bagaimana pelajar ‘memanfaatkan’ museum ini.” Sebagian Dana MDF yang disalurkan lewat PNPM-R2PN digunakan untuk melatih 250 guru dalam mengajar sejarah budaya—dan meningkatkan pengetahuan mereka mengenai peralatan tradisional, obat herbal tradisional, dan juga flora yang semuanya khas di Nias. Lebih dari 100 artefak museum dan sejumlah gedung tradisional di kompleks museum
Foto: Tarmizy Harva
hancur dalam gempa bumi pada tahun 2005. Pemugaran gedung tersebut dilaksanakan melalui proyek ILO yang sama seperti di Desa Bawomataluo. “Sekarang jalan di sekitar museum telah diperbaiki dan ini semakin memudahkan pengunjung,” kata Nata’alui Duha. “Kini, kami menyewakan beberapa rumah adat di kompleks museum kepada wisatawan. Tetapi, agar lebih banyak pengunjung yang datang, dan memantapkan industri pariwisata warisan budaya kami, kualitas penginapan harus ditingkatkan. Air bersih dan sanitasi merupakan hal pokok karena meningkatkan kesehatan keluarga, kualitas rumah, dan akhirnya mendorong wisatawan untuk datang. Sejumlah warga telah dilatih untuk mengelola rumah penginapan, tetapi tidak mungkin dapat efektif sebelum keadaan air bersih di kampungkampung membaik. Di Desa Bawomataluo, terlihat warga antri berjam-jam untuk mengisi ember dengan air bersih guna keperluan rumah tangga mereka. Proyek RACBP sedang membangun jaringan penyaluran air dari mata air ke rumah warga yang diharapkan dapat mengatasi masalah air disana.
Batu Prasejarah dan Kenangan
Kenangan masa kecil Temanasekhi Gulo antara lain berlari dengan gembira di antara batu prasejarah yang berada di kebun kentang di sebelah rumahnya. Akan tetapi, kenangan ini hancur ketika batu prasejarah yang tadinya kokoh berdiri kini tidak ada lagi di kebun itu; batu tersebut telah dicuri. Batu prasejarah atau ‘menhir’ dalam bahasa Nias, adalah batu besar yang berdiri dengan pahatan muka - biasanya wajah seorang raja, lengkap dengan pakaian yang dikenakan - sebagai lambang status sosial. Makin tinggi batu prasejarah itu, makin tinggi status orang yang digambarkannya. Temanasekhi sangat bangga dengan batu prasejarah itu, dan baginya memelihara berarti melindungi warisan nenek moyang Pulau Nias yang sangat berharga. Kepala Desa Sisarahili ini pernah menyaksikan upaya pencurian salah satu batu kuno itu. “Batu itu terletak di bantaran kali, tetapi warga desa dapat menyelamatkannya.” Temanasekhi mengatakan bahwa pencurian itu hanya satu diantara banyak tindakan serupa yang terjadi sebelum ILO membangun dan merenovasi rumah adat Nias. “Dengan merenovasi rumah adat, kami berharap dapat melindungi warisan budaya nenek moyang kami, termasuk batu prasejarah,” ujar Temanasekhi, sambil menunjuk rumah berbentuk bulat yang dikenal dengan nama Omohada, yang baru saja selesai direnovasi oleh ILO. “Jadi, kekayaan yang ditinggalkan nenek moyang kami, yang sudah tidak dapat kami buat lagi, sekarang dapat dilindungi dengan baik. Sebagai keturunan mereka, kami tidak dapat lagi membentuk batu kecil sekalipun.” Kini, tanggung jawab memelihara batu prasejarah tersebut telah diserahkan kepada desanya . “Kami tidak dapat lagi mengatakan batu prasejarah itu milik keturunan ini dan batu prasejarah yang lain milik pihak lain. Sekarang, semuanya menjadi satu dan semua menjadi tanggung jawab bersama kami.”
Sementara itu, direktur museum terus melakukan kampanye dan mencari dana. “Kami sudah mendapat banyak pendanaan, tetapi pendidikan budaya harus terusmenerus mendapat dana bantuan karena akan selalu ada generasi baru yang perlu mempelajari jati diri mereka,” ujarnya. “Setelah satu kelas selesai diajar, ada kelas baru yang menunggu giliran.” Warga desa berharap bahwa pada satu saat nanti, seluruh investasi yang telah dilakukan akan kembali menarik pengunjung yang ingin mempelajari budaya khas desa tersebut dan melestarikan jati diri mereka lewat generasi muda Nias.
Mengingat pentingnya budaya dan potensi kontribusi warisan budaya khas tersebut pada pembangunan ekonomi, pelestarian dan pemugaran budaya menjadi komponen
yang dimasukkan ke dalam dua proyek MDF di Nias: RACBP dan PNPM-R2PN. RACBP mengkhususkan pada perbaikan jaringan transportasi pedesaan dan prasarana kecil lain di pulau itu dengan menitikberatkan pada jalan dan jembatan yang tahan cuaca, yang menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan jalur transportasi utama. PNPM-R2PN membantu memperbaiki 100 sekolah dan 100 gedung kantor desa di Nias dan rekonstruksi hampir 4.500 rumah yang rusak karena gempa bumi. Kedua proyek menggunakan pendekatan yang berbasis pada masyarakat, yang menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan kemampuan warga setempat dalam pembangunan daerah terpencil. Sumbangan MDF dalam kegiatan rekonstruksi di Pulau Nias mencapai sekitar AS$121 juta, atau sekitar 18 persen dari jumlah kontribusi dana hibah.
93 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Warisan Sangat Penting: Masa Kanak-kanak Temaneskhi
Aceh dan NiasBab - Sebelum 2 - Pencapaian dan Sesudah MDF
94
Aceh dan Nias - Sebelum dan Sesudah
Tsunami dan gempa bumi mengubah garis pantai di sejumlah tempat, seperti garis pantai ini di sepanjang pantai barat yang terletak 64 kilometer di selatan Banda Aceh ini. Foto ini menunjukkan sebelum (kiri) dan setelah (kanan) bencana. Tsunami tersebut menghancurkan banyak desa dan menewaskan lebih dari 1.000 orang di daerah ini. Foto: UNDP
Setelah gelombang air tsunami surut, kawasan pesisir dipenuhi dengan kapal seperti terlihat di atas, kapal yang terdampar di depan pintu Hotel Medan (kiri). Sekarang, hotel itu menjadi tempat menginap wisatawan yang berkunjung ke Banda Aceh. Foto: UNDP
95 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Masjid Raya merupakan lambang tidak hanya bagi Kota Banda Aceh, tetapi juga bagi provinsi ini. Saat tsunami menerjang, Mesjid Raya menjadi tempat pengungsian bagi warga yang menyelamatkan diri dari gelombang raksasa. Taman Sari yang terletak di depannya, dipenuhi dengan puing (kiri) dan setelah direhabilitasi (kanan). Foto: UNDP
Desa Lambung, di Banda Aceh, benar-benar hancur oleh tsunami (kiri). Tiga tahun kemudian, para warga yang selamat membangun kembali rumah mereka dan prasarana terkait dengan bantuan dari proyek Rekompak. Foto: Tim Rekompak
Aceh dan NiasBab - Sebelum 2 - Pencapaian dan Sesudah MDF
96
Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP) MDF membersihkan lebih dari 1,3 juta meter kubik puing tsunami. Selama tanggap darurat, TRWMP memusatkan perhatian di Kota Banda Aceh, dan memperluas cakupannya ke daerah bencana lain seperti Meulaboh, Calang, dan Bireuen. Foto di atas memperlihatkan gedung Kantor Gubernur di Banda Aceh sesaat setelah tsunami (kiri) dan setelah pembersihan puing dan rekonstruksi (kanan). Foto: UNDP
Masjid Al Makmur di Banda Aceh rusak berat akibat gempa bumi (kiri). Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP) MDF, yang dilaksanakan oleh UNDP, merobohkan bangunan masjid yang rusak dan sekarang telah berdiri masjid baru (kanan). Foto: UNDP
97 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Jalan kabupaten di Kabupaten Aceh Besar sebelum (kiri) dan setelah (kanan) rekonstruksi. Proyek IRFF mendanai rekonstruksi prasarana besar seperti jalan, pelabuhan, dan tembok pelindung pantai. Foto: Kris Hedi
Jembatan penyeberangan sungai di Nias sering kali berbahaya (kiri) dan keadaan ini diperburuk oleh gempa bumi di Nias. RACBP, membangun hampir 2.000 meter jembatan yang menjadi sarana penyeberangan yang aman bagi warga desa. Foto: Proyek RACBP
Daftar Akronim dan Singkatan
98
Daftar Akronim dan Singkatan AAA ADF AF AFEP
: : : :
AGTP
:
BAFMP
:
Bappeda Bappenas BKPP BKRA BKRAN BKRN BNPB BPBA BPBD BPN BRR CBO CCA CDA CDD CBLR3
: : : : : : : : : : : : : : : :
CEAP CPDA
: :
CRU CSO CSP CSRC CSRRP
: : : : :
Action Aid Australia (Bantuan Aksi Australia) Aceh Development Fund (Dana Pembangunan Aceh) Additional Financing (Tambahan Pendanaan) Aceh Forest and Environment Project (Proyek Hutan dan Lingkungan di Aceh) Aceh Government Transformation Programme (Program Transformasi Pemerintah Aceh) Banda Aceh Flood Mitigation Project (Proyek Pencegahan Banjir untuk Banda Aceh) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh dan Nias Badan Kesinambungan Rekonstruksi Nias Badan Nasional Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Aceh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Badan Pertanahan Nasional Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias Community Based Organization (Organisasi Berbasis Masyarakat) Canadian Co-operative Association (Asosiasi Koperasi Kanada) Community Driven Adjudication (Ajudikasi Berbasis Masyarakat) Community Driven Development (Pembangunan Berbasis Masyarakat) Capacity Building for Local Resource Based Rural Roads (Perbaikan Jalan dengan Sumber Daya Lokal Pedesaan) Contractor’s Environmental Action Plan (Rencana Aksi Lingkungan Kontraktor) Consolidating Peaceful Development in Aceh (Program Konsolidasi Pembangunan yang Damai di Aceh). Conservation Response Unit (Unit Tanggap Konservasi) Civil Society Organization (Organisasi Masyarakat Madani) Community Settlement Plan (Rencana Pemukiman Masyarakat) Civil Society Resource Center (Pusat Sumber Daya Masyarakat Madani) Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project (Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Perumahan Berbasis Masyarakat)
99
DIPA DRR DRR-A EDFF EGA EIA FFI FORNIHA GAM IDP ILO IMPACT IOM IREP IRFF JRF KDP KNOW KPDT LAN LAP LCRMP LEDP LSM LIF MCK MDF
: Development Assistance Committee (Komite Bantuan Pembangunan) : Department for International Development of the United Kingdom (Departemen untuk Pembangunan Internasional Inggris) : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran : Disaster Risk Reduction (Pengurangan Risiko Bencana) : Disaster Risk Reduction-Aceh Project (Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Aceh) : Economic Development Financing Facility (Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi) : Economic Governance in Aceh (Tata Kelola Ekonomi di Aceh) : Environmental Impact Assessment (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) : Fauna and Flora International (Fauna dan Flora Internasional) : Forum Peduli Tano Niha : Gerakan Aceh Merdeka : Internally Displaced Person (Pengungsi Dalam Negeri) : International Labour Organization (Organisasi Buruh Internasional) : Inspiration for Managing People’s Actions (Inspirasi untuk Mengelola Aksi Warga) : International Organization for Migration (Organisasi Internasional untuk Migrasi) : Infrastructure Reconstruction Enabling Program (Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur) : Infrastructure Reconstruction Financing Facility (Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur) : Java Reconstruction Fund : Kecamatan Development Program (Program Pengembangan Kecamatan) : Knowledge Management Center (Pusat Manajemen Pengetahuan) : Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal : Lembaga Administrasi Negara : Local Action Plan (Rencana Aksi Lokal) : Lamno-Calang Road Maintenance Project (Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang) : Livelihoods and Economic Development Project-Nias (Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian-Nias) : Lembaga Swadaya Masyarakat : Leuser International Foundation (Yayasan Internasional Leuser) : Mandi, cuci, kakus : Multi Donor Fund
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
DAC DFID
Daftar Akronim dan Singkatan
100
Daftar Akronim dan Singkatan Migas MSW MTR NITP
: : : :
OECD
:
O&M Otsus P2DTK P2KP PACC
: : : : :
PDAM PEKA Pergub PNPM PNPM –R2PN
: : : : :
R2C3
:
RACBP
:
RALAS
:
RAND RAP Rekompak RMIS SDLP
: : : : :
Minyak dan Gas (Oil and Gas) Municipal Solid Waste (Limbah Padat Kota) Midterm Review (Kajian Tengah Waktu) Nias Islands Transition Programme (Program Transisi Pemerintah di Kepulauan Nias) Organisation for Economic Co-operation and Development (Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) Operations and Maintenance (Operasi dan Perawatan) Otonomi Khusus Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Public Awareness Coordinating Committee (Komite Koordinasi Kepedulian Masyarakat) Perusahaan Daerah Air Minum Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh Peraturan Gubernur Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat–Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias Rehabilitation and Reconstruction Completion and Continued Coordination (Program Koordinasi Penyelesaian dan Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Rural Access Capacity Building Project-Nias (Proyek Akses Pedesaan dan Pengembangan Kapasitas Nias) Reconstruction of Aceh Land Administration System (Proyek Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh) Recovery of Aceh-Nias Database (Pemulihan Database Aceh-Nias) Recovery Assistance Policy (Kebijakan Bantuan Pemulihan) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas Road Management Information System (Sistem Informasi Pengelolaan Jalan) Sea Delivery and Logistics Program (Program Angkutan Laut dan Logistik)
101
SKPA SME SMI SPADA SKPD TA TBSU TDMRC TEWS TRPRP TRWMP UN UNDP UPP USAID WFP
: Sistem Informasi Barang dan Aset Daerah : Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Regional Financial Management Information System) : Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah : Small and Medium Enterprises (Usaha Kecil dan Menengah) : Sistem Manajemen Informasi : Support for Poor and Disadvantaged Areas (Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus) : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Technical Assistance (Bantuan Teknis) : Trail Bridge Support Unit-Nepal (Unit Pendukung Jalur Jembatan di Nepal) : Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (Pusat Penelitian Tsunami dan Penanggulangan Bencana) : Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami) : Tsunami Recovery Port Redevelopment Programme (Program Rekonstruksi Pelabuhan) : Tsunami Recovery Waste Management Programme (Program Pengelolaan Limbah Tsunami) : United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa) : United Nations Development Programme (Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa) : Urban Poverty Project (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) : United States Agency for International Development (Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat) : World Food Programme (Program Bantuan Pangan Dunia)
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
SIMBADA SIPKD
NAD
Nias
Republik Indonesia
BRR
Uni Eropa
Belanda
Inggris
Bank Dunia
Swedia
Kanada
Norwegia
Denmark
Jerman
Belgia
Finlandia
Bank Pembangunan Asia
Amerika Serikat
Selandia Baru
Irlandia
BANK DUNIA | THE WORLD BANK
Kantor MDF Jakarta Gedung Bursa Efek Indonesia Tower I/Lantai 9 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Indonesia Tel: (+6221) 5229-3000 Faks: (+6221) 5229-3111 www.multidonorfund.org