Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Masa Depan yang Berkelanjutan: Warisan Rekonstruksi Volume 2: Lembaran Info Proyek
Foto Sampul dari kiri ke kanan searah jarum jam: 1. Hampir 20.000 rumah dibangun atau diperbaiki oleh MDF dengan menggunakan pendekatan berbasis komunitas, yang memperlihatkan bahwa kemitraan masyarakat-pemerintah dapat meraih hasil secara transparan, hemat biaya, dan berkualitas tinggi. Foto: Koleksi MDF 2. Fitra Cahyadi, pencicip cita rasa kopi, berada di gudang kopi baru di pinggir Takengon yang didukung dana dari EDFF. Subproyek yang dilaksanakan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) ini bertujuan agar petani kecil memiliki kendali dalam kualitas, pemasaran, dan penjualan kopi mereka. Foto: Tarmizy Harva 3. Jembatan Oyo, jembatan gantung terpanjang di Indonesia yang menghubungkan desa-desa terpencil di Lahagu dan Taraha, Nias, dibangun oleh Proyek Akses Perdesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP), dan bahkan kini menjadi tempat tujuan wisata warga setempat. Foto: Koleksi proyek ILO
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Masa Depan yang Berkelanjutan: Warisan Rekontruksi Volume 2: Lembaran Info Proyek
Laporan ini disusun oleh Sekretariat Multi Donor Fund dengan kontribusi dari Badan Mitra (UNDP, WFP, ILO,dan Bank Dunia) serta tim proyek. Sekretariat Multi Donor Fund dipimpin oleh Manajer MDF Shamima Khan, dengan anggota tim: Safriza Sofyan, David Lawrence, Anita Kendrick, Akil Abduljalil, Inayat Bhagawati, Lina Lo, Eva Muchtar, Shaun Parker, dan Nur Raihan Lubis. Tim ini didukung oleh Inge Susilo, Friesca Erwan, Olga Lambey, dan Deslly Sorongan. Cerita oleh Rosaleen Cunningham, Lesley Wright, Nur Raihan Lubis, Shaun Parker, dan Tim ILO. Fotografer: Mosista Pambudi/Kantor Berita Antara , Tarmizy Harva, Maha Eka Swasta, Irwansyah Putra, Akil Abduljalil, Shaun Parker, Andrew Bald, Kristin Thompson, Nur Raihan Lubis, Abbie Trayler-Smith/Panos/Department for International Development (UK), dan tim proyek. Mitra Bestari: Kate Redmond, Rosaleen Cunningham, Lesley Wright, Devi Asmarani, dan Nia Sarinastiti. Penyunting Bahasa Indonesia: Wiyanto Suroso. Alih Bahasa: Yoko Sari. Rancangan & Tata Letak: Studio Rancang Imaji. Percetakan: PT Mardi Mulyo.
Daftar Isi Volume 2
Daftar Isi
4
Pemulihan Masyarakat 1 Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perumahan Masyarakat (Rekompak) 2 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) 3 Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) 4 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM-R2PN) 5 Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh (RALAS)
6 7 10 13 16
Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar 6 Proyek Pencegahan Banjir Banda Aceh (BAFMP) 7 Proyek Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP) 8 Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) 9 Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang 10 Program Angkutan dan Logistik Laut (SDLP) 11 Program Rekonstruksi Pelabuhan (TRPRP) 12 Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP) • Cerita Fitur: MDF Naik Rakit Penyeberangan ke Sekolah
22 23 26 29 32 35 38 41 44
Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas 13 Proyek Perbaikan Jalan dengan Sumberdaya Lokal Pedesaan (CBLR3) 14 Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) 15 Program Penguatan Organisasi Masyarakat Madani di Aceh dan Nias (CSO)
46 47 50 53
19
Lembaran Info Proyek
Pelestarian Lingkungan 16 Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP) 17 Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP)
56 57 60
Peningkatan Proses Pemulihan 18 Program Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas 19 Proyek Pengurangan Risiko Bencana-Aceh (DRR-A) 20 Program Transformasi Pemerintah Aceh (AGTP) 21 Program Transisi Kepulauan Nias (NITP)
64 65 68 72 75
Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian 22 Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF) 23 Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP) • Cerita Fitur: Petani Kopi: Akhirnya Menuai Untung
78 79 83 86
Daftar Akronim dan Singkatan
90
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
8
Lembaran Info Proyek
Pemulihan Masyarakat
Pelajar SD sudah tidak sabar untuk kembali bersekolah. Rekonstruksi fasilitas bangunan umum dianggap penting dalam memulihkan masyarakat dan memungkinkan mereka kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Foto: Kristin Thompson
Lembaran Info Proyek 1
9
Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) memberi hibah langsung kepada masyarakat untuk membangun kembali dan memperbaiki perumahan dan merehabilitasi prasarana permukiman mereka melalui pendekatan yang bertumpu pada masyarakat. Proyek ini telah memenuhi sasaran dan ditutup pada tanggal 30 April 2010. Perumahan permanen merupakan perhatian utama upaya rekonstruksi setelah bencana pada tahun 2004 yang menghancurkan 139.000 rumah di Aceh tersebut. Proyek Rekompak melalui pendanaan MDF memelopori pendekatan berbasis komunitas dalam rekonstruksi perumahan, dengan memberi kesempatan kepada masyarakat yang terkena bencana untuk memimpin pemulihan mereka dan agar mempunyai “rasa memiliki” atas upaya rekonstruksi. Proyek ini menetapkan standar tinggi dalam rekonstruksi perumahan yang
terutama didorong oleh pendekatan berbasis komunitas ini. Pendekatan Rekompak telah menjadi model yang direplikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam kaitannya dengan rekonstruksi untuk pascabencana lain. PENCAPAIAN PENTING Melalui Rekompak, hampir 8.000 rumah baru dibangun dan 7.000 rumah rusak direhabilitasi. Rekompak adalah salah satu dari beberapa proyek yang bertujuan untuk merehabilitasi rumah rusak. Hal ini terbukti menjadi
Jumlah Hibah
AS$85,00 juta
Waktu Pelaksanaan
November 2005-April 2010
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Kementerian Pekerjaan Umum
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$84,97 juta1
Banyak rumah baru dibangun di Lambung, Banda Aceh. Dengan bantuan Rekompak yang didanai oleh MDF, hampir 8.000 rumah telah dibangun kembali dan diperbaiki sehingga tumbuh masyarakat baru yang memiliki semangat hidup di daerah yang dilanda bencana tsunami. Foto: Tarmizy Harva
1
Sisa dana yang belum digunakan pada akhir proyek telah dikembalikan ke MDF.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perumahan Masyarakat (Rekompak)
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
10
Anak-anak bergaya di depan lingkungan baru yang dibangun dengan dukungan dari proyek Rekompak di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
pendekatan yang berhasil, dengan tingkat hunian 100 persen pada saat proyek selesai. Adapun rumah yang baru dibangun memiliki tingkat hunian 97 persen. Rekompak menyediakan perumahan di 130 desa dengan menerapkan pendekatan yang berbasis komunitas yang lebih hemat biaya dalam pembangunan rumah dibandingkan dengan pendekatan lain. Masyarakat bersamasama memetakan dan menilai besaran kerusakan dan konstruksi yang diperlukan, dan menetapkan penerima rumah tersebut. Rencana Pembangunan Permukiman (RPP) yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan rekonstruksi rumah mereka maupun prasarana masyarakat lain dilakukan di 126 desa. Komponen kesiapsiagaan menghadapi bencana yang sangat penting telah dimasukkan ke dalam rencana tersebut. Proyek ini memberi hibah untuk membangun prasarana masyarakat di 180 desa, dan lebih dari 79.000 orang secara langsung menikmati
Foto: Tarmizy Harva
jalan desa, jaringan drainase, jembatan, air bersih, dan sarana sanitasi. Proyek ini juga memperkuat kemampuan masyarakat setempat melalui pelatihan pengelolaan usaha dan pelatihan teknis, dan berperan dalam pemulihan masyarakat dengan memacu ekonomi lokal. Dana proyek dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk bahan konstruksi yang dibeli dari pemasok lokal sedangkan anggota masyarakat dipekerjakan sebagai tenaga kerja proyek. Melalui Rekompak, masyarakat diperkenalkan pada teknologi bangunan tahan gempa dan proyek berperan dalam pembentukan komunitas yang lebih aman dan lebih tangguh. Rekompak memajukan peran perempuan dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan masyarakat. Keikutsertaan aktif perempuan dan lebih banyak saran dalam pengambilan keputusan lewat proyek ini membawa perubahan yang baik dalam perancangan dan pemilihan rumah maupun prasarana setempat dan mendorong kaum perempuan berperan lebih besar dalam proses
Pendekatan Rekompak didasarkan pada kemitraan antara masyarakat dan pemerintah. Proyek ini dilaksanakan melalui sistem pemerintah yang ada dan dana disalurkan kepada masyarakat melalui APBN. Pendekatan ini hemat biaya dibandingkan dengan proyek perumahan
yang tidak menggunakan pendekatan yang berbasis komunitas. Tingkat kepuasan penerima manfaat proyek pun sangat tinggi. Berdasarkan keberhasilan pelaksanaan Rekompak di Aceh dan kemudian di daerah bencana di Jawa dan Sumatra, model pendekatan berbasis komunitas untuk pembangunan perumahan dan permukiman ini diambil dan ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai kebijakan dalam rekonstruksi masyarakat pascabencana.
Hasil Rekompak (CSRRP) Pencapaian ketika proyek ditutup April 2010
Pencapaian
Pembangunan kembali rumah hancur
7.964
Rehabilitasi rumah rusak
6.999
Rumah atas nama perempuan atau perempuan sebagai pemilik-bersama
3.816 (29%)
Rencana Pembangunan Pemukiman
126
Jalan desa yang diperbaiki/dibangun (km)
185
Saluran irigasi dan drainase yang diperbaiki/dibangun (km)
171
Air bersih, tempat penyimpanan air, dan sumur (unit)
2.057
Omiyah, 60 tahun, berdiri di depan rumah barunya di Desa Lancang, Pidie Jaya. Rekompak dengan pendanaan MDF menempatkan masyarakat sebagai penanggung jawab pembangunan rumah dan prasarana desa dan memberdayakan anggota masyarakat, termasuk perempuan, agar pendapat dan harapan mereka dipertimbangkan dalam penetapan keputusan.
Foto: Tarmizy Harva
11 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
pengambilan keputusan. Hampir sepertiga rumah yang dibangun Rekompak terdaftar atas nama perempuan atau dengan perempuan sebagai pemilik bersama.
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
12
Lembaran Info Proyek 2
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) memberi hibah langsung kepada desa untuk pelaksanaan rekonstruksi oleh masyarakat. Melalui proses yang berbasis komunitas ini, PPK mendukung pemulihan prasarana masyarakat di lebih dari 3.000 desa di Aceh dan Nias. Proyek ini berhasil mencapai sasaran dan ditutup pada tanggal 31 Desember 2009. Masyarakat di seluruh Indonesia telah melaksanakan pembangunan mereka sendiri di bawah program pemberdayaan masyarakat nasional dengan pelaksana Kementerian Dalam Negeri yang dimulai pada tahun 1998. PPK, yang kini merupakan program PNPM Mandiri Pedesaan, memperkuat peran pemerintah daerah dan kelompok masyarakat untuk cepat tanggap dan secara efisien memenuhi kebutuhan setempat. MDF memanfaatkan keberhasilan model pembangunan PPK nasional yang berbasis komunitas untuk menyalurkan dana dan membantu rekonstruksi dan rehabilitasi yang
berbasis masyarakat di Aceh dan Nias setelah gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004. PENCAPAIAN PENTING Melalui PPK, masyarakat di seluruh Aceh dan Nias menetapkan prioritas pembangunan masing-masing dan mendapat bantuan keuangan, teknis, dan sosial untuk mewujudkan gagasan menjadi hasil nyata yang dapat memperkuat daya tahan masyarakat terhadap kemiskinan dan masalah lain. Kebanyakan dana PPK disalurkan berupa hibah kepada kecamatan di daerah yang dilanda
Jumlah Hibah
AS$64,70 juta
Waktu Pelaksanaan
November 2005-31 Desember 2009
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Kementerian Dalam Negeri
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$64,70 juta Ibu dan anak-anaknya memanfaatkan jembatan sementara di Gido, Nias, selama jembatan yang lebih aman dan dapat diandalkan sedang dibangun. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) membuat ribuan desa di Aceh dan Nias mampu mengidentifikasikan, menganggarkan, dan membangun prasarana penting seperti jembatan. Di daerah rawan bencana seperti Gido, jembatan yang lebih dapat diandalkan menambah kemudahan masuk dan keluar bagi masyarakat terpencil. Foto: Kantor Berita Antara
13 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Anak-anak perempuan di Kabupaten Aceh Utara sedang mengaji Al-Qur’an di sekolah yang baru dibangun, yang merupakan bagian dari PPK MDF. Lebih dari 300 sekolah telah dibangun dalam empat tahun masa proyek dan memberi tanggung jawab kepada masyarakat atas rekonstruksi dan pemulihan pascabencana.
tsunami. Melalui proses demokratis, ditetapkan nama desa penerima hibah dan jumlah dana pada setiap subproyek. Secara keseluruhan, proyek ini memberi bantuan berupa perencanaan, pelatihan, dan peningkatan kemampuan kepada lebih dari 6.000 orang di Aceh dan Nias. Lebih kurang 3.000 desa menerima hibah pendanaan MDF ini. Lebih dari 90 persen dana MDF yang disalurkan lewat hibah PPK digunakan untuk pembangunan atau perbaikan prasarana pedesaan seperti jalan desa, jembatan, sekolah, pasar, puskesmas, sarana irigasi dan drainase, dan pengadaan air bersih. Dana MDF juga digunakan untuk bantuan sosial seperti pinjaman mikro, beasiswa, dan bantuan dana darurat untuk keluarga. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam
Foto: Kristin Thompson
hal perencanaan dan pengelolaan rekonstruksi di daerahnya dan kegiatan pembangunan pada masa depan merupakan salah satu hasil paling penting dari proyek ini. Lebih dari 29.000 orang terlibat dalam proses perencanaan oleh masyarakat dan mendapatkan pelatihan. Proyek ini khususnya berhasil dalam pemberdayaan perempuan, yaitu mampu mengajukan pendapat dalam perencanaan, dengan keikutsertaan perempuan dalam kegiatan perencanaan masyarakat mencapai 45 persen. PPK secara tidak langsung berperan dalam pemulihan masyarakat, dengan memacu ekonomi lokal. Dana proyek kembali kepada masyarakat karena bahan mentah dibeli dari pemasok lokal dan anggota masyarakat setempat diperkerjakan sebagai tenaga kerja proyek.
Melalui PPK, masyarakat di seluruh Aceh dan Nias menetapkan prioritas pembangunan masing-masing dan mendapat bantuan keuangan, teknis, dan sosial untuk mewujudkan gagasan menjadi hasil nyata yang dapat memperkuat daya tahan masyarakat terhadap kemiskinan dan masalah lain.
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
14
PPK terbukti merupakan cara yang hemat biaya untuk pemulihan masyarakat pascabencana di Nias dan Aceh dalam skala besar, memungkinkan masyarakat memiliki suara dalam menentukan dan merencanakan pemulihan mereka sendiri. PPK juga melakukan sinergi dengan proyek lain karena berperan sebagai wahana bagi badan pembangunan dan
instansi pemerintah lain dalam pelaksanaan program mereka melalui jaringan dan cakupannya yang luas. Proyek ini dimasukkan ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan dan masyarakat di Aceh dan Nias tetap menikmati manfaat dari cara yang berbasis komunitas seusai pelaksanaan rekonstruksi.
Hasil PPK Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2009
Pencapaian
Perbaikan/pembangunan jalan (km)
2.399
Jembatan diperbaiki/dibangun (unit)
932
Saluran irigasi dan drainase (km)
1.238
Proyek air bersih (unit)
844
Tempat penyimpanan air (unit)
180
Sarana sanitasi (MCK)
778
Pasar desa
26
Gedung sekolah
292
Pos/klinik kesehatan
11
Nilai beasiswa (AS$) Jumlah penerima (orang)
326.270 6.074
Jumlah pinjaman (AS$) Jumlah penerima (orang) Jumlah usaha/kelompok
1.415.460 7.001 554
Orang yang diperkerjakan melalui subproyek
265.000
Hari kerja yang dicurahkan (hari)
3.500.000
Dana bantuan darurat (AS$)
4.369.310
Kerjasama tim dan kerukunan masyarakat berhasil memperbaiki kehidupan warga di 3.000 desa di Aceh dan Nias melalui PPK. Hibah dari PPK telah membantu pelaksanaan pembangunan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh masyarakat korban bencana, seperti konstruksi sekolah, pasar, kantor, dan puskesmas.
Foto: Kristin Thompson
Lembaran Info Proyek 3
15
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) memberikan hibah langsung kepada 273 kelurahan untuk merehabilitasi dan membangun prasarana masyarakat di Aceh. Proyek ini sukses mencapai tujuannya dan ditutup pada bulan Desember 2009. Keikutsertaan masyarakat menjadi pusat kegiatan seluruh Program Kemiskinan Perkotaan. Proyek ini mendorong pendekatan perencanaan dari bawah sehingga warga mampu menentukan kebutuhan utama rekonstruksi dan menghidupkan kembali kegiatan ekonomi. Komite lingkungan dan relawan yang dipilih secara demokratis melakukan penilaian atas kerusakan, menyusun rencana pembangunan lingkungan, dan memprioritaskan kegiatan yang memerlukan pendanaan proyek ini. Pemberdayaan masyarakat, khususnya kaum
perempuan, yang terjadi dalam proses ini menjadi hal penting dalam proyek dan memperkuat potensi pembangunan yang berbasis komunitas dalam jangka panjang. PENCAPAIAN PENTING P2KP mengkhususkan pada masyarakat perkotaan yang paling parah terkena bencana gempa bumi dan tsunami. Penerima manfaat utama proyek ini terdiri dari 697.600 warga yang tinggal di 402 kelurahan di Aceh. Warga kelurahan mendapat manfaat langsung dan tidak
Jumlah Hibah
AS$17,96 juta
Waktu Pelaksanaan
November 2005-Desember 2009
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Kementerian Pekerjaan Umum
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$17,45 juta1
P2KP memperbaiki prasarana masyarakat di 270 kelompok masyarakat yang ada di beberapa kota di Aceh. Seluruh aset yang dibangun oleh program P2KP, seperti jalan ini, telah diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah untuk pengoperasian dan pemeliharaannya pada masa mendatang. Foto: Sekretariat MDF
1
Sisa dana yang tidak digunakan telah dikembalikan ke MDF.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
16
Prasarana masyarakat yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami diperbaiki atau dibangun oleh Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Hibah yang diberikan digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup melalui pembangunan prasarana kecil seperti saluran drainase dan tempat pembuangan sampah.
Foto: Kristin Thompson
langsung dari hibah layanan masyarakat maupun perbaikan prasarana dan layanan masyarakat, dan keikutsertaan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut melalui proses yang mengikutsertakan masyarakat. Berdasarkan kebutuhan, 273 dari 402 kelurahan tersebut dipilih untuk menerima hibah bagi rekonstruksi dan rehabilitasi prasarana masyarakat.
perencanaan oleh masyarakat dan dalam pelaksanaan kegiatan rekonstruksi yang didanai oleh hibah tersebut. Kaum perempuan yang ikut dalam program ini kemudian terlibat dalam kegiatan langsung, menyusun proposal, menyusun laporan pertanggungjawaban, dan berhubungan dengan pemangku kepentingan lain.
Di banyak daerah proyek, pencapaian rekonstruksi prasarana fisik ini melewati sasaran yang ditetapkan pada awal perencanaan. Bagian terbesar hibah untuk proyek prasarana masyarakat ini diperuntukkan untuk jalanan, jembatan, saluran drainase, dan penyediaan air bersih serta sarana sanitasi. Hampir 39.000 rumah tangga (sekitar 48 persen jumlah penduduk di 273 kelurahan yang terpilih) menerima hibah bantuan sosial.
Proyek P2KP ini merupakan salah satu dari beberapa proyek pembangunan yang bertumpu pada masyarakat, dalam kerangka program nasional pengembangan masyarakat, PNPM Mandiri, yang diharapkan dapat memantapkan keberlanjutan investasi agar bermanfaat dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat ini dalam jangka panjang. Proyek ini membantu masyarakat untuk menyusun rencana keterlibatan masyarakat, yang tidak hanya membantu menetapkan kebutuhan prasarana yang akan dibangun melalui hibah dari P2KP, tetapi juga membantu menyalurkan dana tambahan dari proyek pemulihan pascatsunami lain.
Proyek ini memasukkan satu komponen penting, yaitu pemberdayaan perempuan. Komponen ini memastikan bahwa kebutuhan kaum perempuan terwakili dalam proses
pelatihan dan prosedur tetap bagi pelaksanaan dan pemeliharaan pascaproyek sehingga memperbesar kemungkinan untuk dapat mempertahankan hasil dari proyek ini setelah proyek ditutup.
Hasil P2KP Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2009
Pencapaian
Jalan diperbaiki/dibangun (km)
231
Pembangunan jembatan (m)
1.380
Saluran drainase (km)
176
Penyediaan air bersih(unit)
4.915
Sarana pembuangan sampah
806
Sarana Unit sanitasi/MCK)
405
Gedung sekolah
159
Gedung balai kota/desa
120
Pos/klinik kesehatan
29
Siswa penerima beasiswa (orang)
3.430
Nilai beasiswa (AS$)
74.043
Hari kerja yang dicurahkan
1.124.126
Dana bantuan sosial (AS$)
1.218.374
Pemberdayaan perempuan menjadi unsur penting dalam P2KP karena memastikan bahwa kebutuhan perempuan sudah cukup terwakili, dan memperbesar kemungkinan keberlanjutan pembangunan yang berbasis komunitas. Kaum perempuan ini ikut terlibat dalam pembangunan jalan lingkungan mereka.
Foto: Kristin Thompson
17 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Seluruh aset fisik masyarakat yang dibangun melalui proyek P2KP seperti jalan, jembatan, sekolah, dan puskesmas, diserahkan kepada masyarakat yang bersangkutan atau pemerintah daerah. Proyek ini telah menyusun modul
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
18
Lembaran Info Proyek 4
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM-R2PN) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Rekonstruksi dan Rehabilitasi Pulau Nias (PNPM-R2PN) memberi hibah untuk rekonstruksi rumah, sekolah, kantor pemerintah daerah, dan prasarana umum lainnya di Nias. Proyek ini berhasil mencapai sasaran dan ditutup pada bulan Juni 2011. Sebagai salah satu daerah paling miskin dan terpencil di Indonesia, upaya rekonstruksi dan rehabilitasi Nias setelah gempa bumi dan tsunami menghadapi tantangan khas dalam hal kapasitas, prasarana, pelayanan umum, dan akses transportasi. Proyek PNPM-R2PN dengan pendanaan MDF ini bertujuan memperkuat daya tahan warga Nias dengan mendukung pemberdayaan masyarakat di 126 desa. Proyek ini dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan program pemulihan masyarakat di Nias
sebagaimana program MDF lainnya seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Pada tahun 2011 diakhir program, PNPMR2PN telah berhasil membangun prasarana penting, pelatihan bagi masyarakat dan pegawai pemerintah, pelestarian budaya yang khas, dan perlindungan lingkungan di pulau terpencil ini. PENCAPAIAN PENTING Nias merupakan salah satu budaya khas di Indonesia dan setiap kegiatan pemulihan harus mengikuti cara setempat, dengan
Jumlah Hibah
AS$25,75 juta
Waktu Pelaksanaan
Februari 2007-Juni 2011
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Kementerian Dalam Negeri
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$20,21 juta1
PNPM-R2PN membangun hampir 4.500 rumah di Nias setelah gempa bumi melanda pulau tersebut. Sasaran PNPM-R2PN ialah sebagian daerah di pulau ini yang paling terpencil dan sulit dicapai. Foto: Koleksi Proyek PNPM-R2PN
1
Sisa dana yang tidak digunakan telah dikembalikan ke MDF.
19 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Jalan desa di Teluk Dalam, Nias Selatan. Rekonstruksi prasarana masyarakat sangat penting dalam membantu pemulihan daerah paling terpencil dan sulit dicapai di pulau ini.
menghormati norma dan nilai masyarakat. PNPM-R2PN sangat menghargai sumbangsih penting masyarakat dalam upaya konstruksi dan peningkatan kemampuan. PNPM-R2PN merekonstruksi hampir 4.500 rumah—sekitar 37 persen dari jumlah rumah yang dibangun di Nias. Ini merupakan pencapaian besar mengingat bahwa sasaran proyek ini ialah sebagian wilayah terpencil dan sulit untuk dicapai, yang tidak pernah mendapat bantuan perumahan. Proyek ini
Foto: Catrini Kubontubuh
juga membangun 100 gedung sekolah, 110 kantor desa, dan mendukung hampir 150 proyek prasarana pokok masyarakat seperti jalan masuk, jembatan, sumur, dan jaringan drainase. Seluruh konstruksinya memenuhi standar wilayah rentan gempa. Tambahan pula, proyek ini memperkuat kurikulum dan sistem pendidikan setempat dengan memasukkan pelestarian warisan budaya melalui kerjasama dengan Museum Pusaka Nias. Proyek ini juga mengurus
Proyek ini juga mengurus persoalan lingkungan hidup melalui program penanaman kembali yang berhasil. Lebih dari 110.000 bibit pohon mahoni dan spesies lain ditanam oleh masyarakat sebagai bagian dari rencana pengelolaan kayu untuk mencegah dampak rekonstruksi pada hutan sekitarnya.
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
20
Anggota masyarakat membangun jalan dan jalan kecil di daerah paling terpencil di Pulau Nias. Dengan PNPMR2PN, akses terhadap layanan pada 126 desa di Nias semakin baik setelah dilaksanakannya pembangunan jalan, jembatan, sumur dan sistem drainase.
persoalan lingkungan hidup melalui program penanaman kembali yang berhasil. Lebih dari 110.000 bibit pohon mahoni dan spesies lain ditanam oleh masyarakat sebagai bagian dari rencana pengelolaan kayu untuk mencegah dampak rekonstruksi pada hutan sekitarnya. Rekonstruksi di Nias khususnya sulit karena kemiskinan yang merata, kurangnya kapasitas pegawai pemerintah dan masyarakat, kekurangan sumber kayu yang legal, kualitas prasarana yang buruk, dan bencana alam yang sering terjadi di pulau ini. PNPM-
Foto: Koleksi Proyek PNPM-R2PN
R2PN mengatasi sebagian tantangan yang dihadapi ini dengan menambah anggaran biaya dan memperpanjang masa proyek. Tantangan khusus yang dihadapi oleh PNPMR2PN adalah antara lain tingginya biaya angkutan bahan konstruksi dari luar pulau, dan yang paling penting adalah mencari dan mempertahankan tenaga pendamping lapangan yang dibutuhkan untuk pembangunan yang berbasis komunitas. Proyek ini berhasil mengatasi tantangan tersebut untuk mencapai hasil yang baik bagi masyarakat Nias ketika proyek ditutup pada tahun 2011.
Hasil PNPM-R2PN Pencapaian ketika proyek ditutup Juni 2011
Pencapaian
Rumah
4.491
Sekolah
100
Kantor desa
110
Prasarana pokok desa (subproyek)
149 subproyek
Lembaran Info Proyek 5
21
Proyek Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan (RALAS) membantu pemerintah dalam rekonstruksi hak milik tanah, pengembangan sistem komputerisasi pengelolaan arsip pertanahan, dan reproduksi peta tanah terperinci (peta batas tanah) di Aceh pascatsunami. Proyek ditutup pada tanggal 30 Juni 2009. RALAS dibentuk untuk mendukung pemerintah dalam memulihkan hak milik tanah dan membangun kembali sistem administrasi pertanahan di provinsi ini setelah bencana tsunami. Dampak tsunami terhadap hak milik tanah dan sistem administrasi hak milik tanah sangat besar: rumah dan gedung tidak hanya hancur, tetapi di sebagian daerah seluruh persil tanah hilang ke dalam laut sedangkan tanda batas tanah serta arsip hak tanah
juga hilang. Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang bertugas melakukan pembagian sertifikat kepemilikan tanah, juga terkena dampak yang parah, yaitu sekitar 30 persen pegawainya di Aceh tewas atau hilang, dan sebagian besar gedung kantornya hancur. Oleh karena itu, dianggap sangat penting mengatasi masalah pertanahan dalam upaya pemulihan yang dilakukan, dan RALAS menjadi salah satu proyek yang segera disetujui oleh Komite Pengarah MDF.
Jumlah Hibah
AS$14,83 juta
Masa Pelaksanaan
Agustus 2005-Juni 2009
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$14,83 juta1
Mukhaddis, 45 tahun, memegang sertifikat rumah pascatsunami miliknya yang terletak di Meuraxa, Banda Aceh. Dia memegang salah satu dari 222.000 sertifikat tanah yang diterbitkan melalui Proyek Rekonstruksi Sistem Adminstrasi Pertanahan Aceh (RALAS). Foto: Tarmizy Harva
1
Alokasi dana untuk proyek direvisi pada akhir proyek menjadi AS$14,83 juta.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh (RALAS)
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Masyarakat
22
Salah satu tantangan utama yang dihadapi pegawai pemerintah selama beberapa tahun setelah bencana adalah survei dan identifikasi persil tanah. Oleh RALAS, lebih dari 275.000 persil tanah berhasil disurvei dan didaftarkan, dan lebih dari 222.000 sertifikat tanah telah terdistribusikan.
PENCAPAIAN PENTING Delapan puluh persen dokumen tanah, termasuk seluruh peta tanah terperinci, hilang atau rusak karena bencana alam ini. RALAS mengatasi masalah ini dengan membantu pemulihan hak milik tanah dan memberi bantuan teknis kepada BPN. Pada saat proyek ditutup, RALAS membantu pembuatan kembali lebih dari 220.000 sertifikat tanah dan lebih dari 300.000 peta tanah. Selain itu, proyek ini juga membantu meningkatkan kesadaran masyarakat atas hak hukum mereka terkait dengan sertifikat dan kepemilikan tanah, terutama di kalangan perempuan, yang seringkali menghadapi tantangan dalam kepemilikan tanah. RALAS bekerjasama dengan pejabat pemerintah daerah dalam menyusun panduan mengenai hak waris tanah. RALAS memberikan sumbangsihnya dalam membangun kembali sistem administrasi pertanahan di provinsi ini dengan membantu BPN. Proyek ini melatih hampir 500 orang pegawai BPN mengenai ajudikasi dan pendaftaran sertifikat tanah, yang membuat BPN lebih siap
Foto: Kristin Thompson
dalam menanggapi kebutuhan kepemilikan tanah yang sedang berlangsung di provinsi ini. RALAS juga membantu komputerisasi arsip dan pemetaan kepemilikan tanah daerah setempat, dan membantu pelatihan BPN dalam memelihara sarana online, yang bertujuan untuk memperbaiki pengawasan dan efisiensi hingga ke masa depan. RALAS juga mengatasi persoalan yang terkait dengan perlindungan hak milik tanah dan memberi pelatihan kepada tenaga pendamping lokal (termasuk wakil masyarakat madani) mengenai Ajudikasi Berbasis Masyarakat (Community Driven Adjunction, atau CDA). Pelatihan dan peningkatan kemampuan mengenai CDA melalui RALAS ini akan terus berdampak terhadap layanan pemerintah dalam penerbitan sertifikat tanah. Mungkin yang paling penting adalah bahwa peningkatan kesadaran dan pengertian masyarakat akan prosedur mendapatkan sertifikat tanah akan berdampak pada permintaan dan penanganan secara terbuka akan layanan tersebut hingga
RALAS menghadapi tantangan besar dalam hampir seluruh bidang saat penerapan programnya; masalah politik, sosial, dan teknis serta lemahnya kapasitas dalam pengelolaan proyek dan keuangan, pengadaan serta fungsi
administrasi lainnya – disamping besarnya masalah yang harus diatasi. Dampak dari tantangan tersebut menghambat terpenuhinya pencapaian sasaran proyek. Meski demikian, pada saat ditutup, lebih dari 220.000 sertifikat tanah telah dibagikan, yang 63.181 diantaranya atas nama atau dimiliki bersama oleh perempuan. Sistem administrasi pertanahan Aceh benar-benar telah diperbaiki, dan kini, ada kesadaran masyarakat yang tinggi mengenai persoalan hak milik tanah di Aceh dan juga peningkatan permintaan untuk pendaftaran dan pemberian sertifikat tanah.
Hasil RALAS Pencapaian ketika proyek ditutup Juni 2009
Pencapaian
Jumlah keseluruhan sertifikat tanah yang dibagikan
222.628
Jumlah persil tanah yang diumumkan
272.912
Jumlah gedung pemerintah yang dibangun kembali atau diperbaiki
5
Jumlah pegawai BPN yang dilatih (orang)
760
Jumlah pendamping masyarakat madani yang dilatih dalam pemetaan tanah masyarakat (orang)
700
Jumlah peta tanah masyarakat yang selesai dibuat
317.170
Pemilik rumah di Sigli sedang mempelajari sertifikat tanahnya. Program RALAS yang didanai oleh MDF berhasil meyakinkan pemerintah daerah, kaum perempuan Aceh kini memiliki hak kepemilikan tanah yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Foto: Kristin Thompson
23 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
ke masa depan. RALAS membantu mencegah spekulasi tanah secara besar-besaran dan pendekatan CDA memperlancar penyelesaian pertikaian masalah tanah di tingkat desa. Proyek ini juga menekankan perlindungan hak milik tanah di kalangan perempuan melalui sertifikat tanah bersama.
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
24
Lembaran Info Proyek
Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
Pekerja sedang membangun jembatan Kuala Bubon yang merupakan bagian penting dari jalan raya di pantai barat Aceh, yang menghubungkan Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat. Pembangunan jembatan ini didanai oleh proyek Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) sebagai bagian dari alokasi besar terakhir MDF untuk pendanaan rekonstruksi prasarana.
Foto: Akil Abduljalil
Lembaran Info Proyek 6
25
Proyek Pencegahan Banjir Banda Aceh mengembalikan fungsi sistem pencegahan banjir yang rusak akibat tsunami di Banda Aceh. Proyek ini membantu mencegah kawasan pusat perniagaan di Banda Aceh banjir akibat air pasang dan hujan lebat. BAFMP telah mencapai tujuannya dan ditutup pada tanggal 31 Desember 2009. Banjir akibat air pasang dan hujan lebat terus menjadi ancaman bagi Banda Aceh karena terletak di dataran banjir pantai. Ketika tsunami melanda, pintu banjir dan stasiun pompa pengendali banjir hancur. Hal ini menyebabkan banjir air pasang rutin di daerah yang rendah di kota tersebut, dan membuat prasarana masyarakat dan milik pribadi yang baru direkonstruksi terancam rusak lagi. Proyek BAFM dipadukan dengan rencana rekonstruksi drainase dan pencegahan banjir milik pemerintah kota. BAFMP memasang dua katup banjir dari karet dan memperbaiki sistem
pompa dan drainase di Zona 2, yaitu Banda Aceh bagian utara yang rawan banjir. Proyek ini membuat daerah perkotaan terpadat di Aceh tersebut menjadi bebas banjir. PENCAPAIAN PENTING Sebagai upaya meniadakan masalah yang muncul pascatsunami di kota Banda Aceh, proyek ini sangat penting karena memperkuat dan membangun prasarana pencegahan banjir baru, misalnya katup banjir dan stasiun pompa. Kota yang terletak empat meter di atas permukaan laut ini rawan banjir karena
Jumlah Hibah
AS$6,50 juta
Masa Pelaksanaan
Mei 2006–Desember 2009
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Muslim Aid
Jumlah penyerapan akhir
AS$6,27 juta1
Rumah pompa air yang dibangun oleh BAFMP di Banda Aceh ini membantu mengendalikan tinggi air di saluran di dalam kota tersebut dan mengurangi beban pada saluran dan parit. Foto: Tarmizy Harva
1
Sisa dana yang tidak digunakan telah dikembalikan ke MDF.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek Pencegahan Banjir Banda Aceh (BAFMP)
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
26
Anak perempuan mengendarai sepeda sedang melewati jalan di Banda Aceh. Katup yang dipasang oleh BAFMP—yang didanai oleh MDF—mencegah sampah menutupi saluran drainase dan mencegah banjir yang diakibatkannya.
Foto: Kristin Thompson
air pasang dan hujan lebat sedangkan sistem pencegahan banjir yang ada hancur oleh tsunami.
sedang dilaksanakan di kota ini, seperti perumahan, jalanan, dan bangunan umum, terlindungi dari banjir.
Sejalan dengan rencana jangka panjang sistem drainase Banda Aceh, BAFMP membantu melindungi secara fisik kawasan pusat perniagaan dari ancaman banjir. Berkat perlindungan banjir yang dibangun oleh proyek ini, warga di daerah yang sebelumnya rawan banjir di Banda Aceh utara mampu dengan cepat dan efisien membangun kembali rumah mereka.
Perlindungan sebagian dari banjir air pasang dicapai setelah 15 bulan melalui pembersihan dan perbaikan sistem yang ada. BAFMP membangun saluran drainase baru sepanjang 4,4 kilometer dan perbaikan saluran drainase rusak sepanjang 13,3 kilometer. Perlindungan sepenuhnya dari banjir air pasang yang diperkirakan selesai dalam lima tahun dicapai pada tahun 2009 setelah tiga stasiun pompa dibangun dan dijalankan.
Pada awal tahun 2006, BAFMP memasang 11 katup banjir yang mencegah air pasang masuk ke dalam sistem drainase. Program percontohan katup banjir ini berhasil mencegah air pasang masuk ke darat hanya enam bulan setelah dimulai. Pekerjaan awal ini juga membuat upaya rekonstruksi yang
Sampah yang dibuang ke dalam selokan, saluran, dan sungai menyebabkan banjir dan kerusakan, terutama ketika hujan deras. Untuk mengatasinya, dilakukan kegiatan percontohan pembersihan sampah rumah tangga di sejumlah kelurahan dimana truk
menyatukan tujuan, meniadakan duplikasi kegiatan, dan memperbesar dampaknya. Proyek ini juga menjadikan pemerintah kota memiliki keahlian dan kemampuan untuk merawat dan menjalankan prasarana baru tersebut dengan baik. Operator peralatan ikut dalam program pelatihan untuk memastikan kelanjutannya prasarana fisik maupun kemampuan pemerintah dalam bertindak terhadap keadaan alam yang berisiko mengancam investasi tersebut.
Hasil BAFMP Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2009
Pencapaian
Segera terjadi pengurangan banjir melalui pintu pengatur banjir
Dipasang 31 katup banjir
Sistem drainase direkonstruksi Stasiun pompa Katup banjir (Zona 2) Saluran drainase (direkonstruksi/diperbaiki) Kendaraan yang diserahkan kepada Dinas Kebersihan Kota
3 stasiun Seluruh katup banjir di Zona 2 4,4 km/13,3 km 28 kendaraan angkutan sampah beroda tiga
Menjaga saluran agar bersih dari sampah telah berhasil mengurangi ancaman banjir di Banda Aceh. Kendaraan bermotor pengangkut sampah dan tempat sampah disediakan oleh proyek BAFMP.
Foto: Shaun Parker
27 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
pengangkut sampah milik pemerintah kota memungut dan membawa sampah rumah tangga ke tempat pembuangan akhir sampah milik pemerintah kota. Kendaraan angkutan sampah beroda tiga digunakan dalam proyek ini. Untuk meningkatkan kepedulian dan kemampuan masyarakat, warga yang terlibat melakukan widyawisata tentang pengelolaan limbah masyarakat, pembuatan kompos, dan daur ulang. BAFMP bekerjasama dengan Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP), proyek yang juga didanai oleh MDF,
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
28
Lembaran Info Proyek 7
Proyek Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP) Proyek Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP) menyediakan rancangan strategis, merancang prasarana fisik dan mendukung pelaksanaan pembangunan prasarana, dan membantu koordinasi rekonstruksi prasarana di Aceh dan Nias. IREP ditutup pada bulan Desember 2011. IREP mendukung agenda rekonstruksi pemerintah dengan memperkuat kemampuan dalam perencanaan strategi rekonstruksi prasarana besar dalam masa pemulihan. Kebutuhan prasarana harus direncanakan dan dijalankan secara baik dengan mempertimbangkan pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang. IREP menjadi payung kerjasama Pemerintah Indonesia dan Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) dalam mewujudkan proyek prasarana berskala besar. Dukungan IREP melalui tim
bantuan teknis berhasil membuat perencanaan strategis, perancangan, pengawasan dan jaminan kualitas yang dibutuhkan dalam investasi yang sangat besar, dan memperkuat kapasitas pemerintah untuk melakukan tugas serupa dalam jangka panjang. PENCAPAIAN PENTING IREP memberi dukungan bagi proyek prasarana dengan pendanaan MDF melalui IRFF serta proyek yang secara langsung didanai oleh Pemerintah Indonesia. IREP mempersiapkan
Jumlah Hibah
AS$42,00 juta
Masa Pelaksanaan
September 2006-Desember 2011
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) dan dilanjutkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$35,66 juta1 Tanggung jawab utama IREP lainnya adalah memastikan bahwa upaya perlindungan yang tepat telah dimasukkan ke dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek. Papan pengumuman di Aceh Utara ini, yang dipasang oleh proyek dan didanai oleh IRFF, menegaskan pentingnya untuk tidak menggali pasir pantai guna keperluan pembangunan. Foto: Shaun Parker untuk Sekretariat MDF
1
Sisa dana yang tidak digunakan telah dikembalikan ke MDF.
29 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
IREP membantu proyek-proyek rehabilitasi prasarana dengan membuat perancangan konstruksi dan pengawasan proyek. Pelabuhan Malahayati di atas adalah salah satu dari lima pelabuhan yang didukung oleh IREP dan dilaksanakan melalui IRFF.
seluruh 52 paket proyek prasarana yang dilaksanakan oleh IRFF, yaitu pembangunan jalan, jaringan air minum, dan pelabuhan. Paket proyek ini terdiri dari perencanaan dan rancangan terperinci serta dokumen pengadaan, yang memungkinkan lancarnya pelaksanaan atas prosedur lelang dan pengadaan, dan perancangan yang baik. IREP juga memberi saran teknis kepada pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam hal perancangan dan pelaksanaan proyek prasarana yang dibiayai oleh sumber lain.
Foto: Mosista Pambudi
Saran teknis ini meliputi pengawasan konstruksi, pengelolaan keuangan, pengawasan pekerjaan yang sedang berjalan, dan pengawasan kualitas seluruh proyek yang dibiayai oleh IRFF guna memastikan konsistensi dan keterbukaan dalam semua bidang. Ini merupakan tanggung jawab utama proyek tersebut. Sebelum penutupan BRR pada tahun 2009, IREP membuat Rencana Strategis Infrastruktur, Rencana Investasi Infrastruktur
IREP menjadi payung kerjasama Pemerintah Indonesia dan Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) dalam mewujudkan proyek prasarana berskala besar.
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
30
Pengawasan proyek merupakan unsur penting dalam layanan yang diberikan oleh IREP. SMEC International Pty adalah perusahaan konsultan yang ditunjuk oleh IREP untuk mengawasi proyek jalan provinsi di Aceh Tengah ini.
Tahunan, dan Rencana Pengadaaan Tahunan bagi Aceh dan Nias, yang disetujui oleh BRR. Menjelang berakhirnya BRR, IREP memastikan penyusunan strategi peralihan agar pengalihan tanggung jawab dan pengawasan prasarana berjalan lancar. Setelah BRR ditutup, Tim Likuidasi dan Unit Pengawasan Pengelolaan Proyek dibentuk
Foto: Shaun Parker
untuk membantu koordinasi kegiatan prasarana di Aceh dan Nias yang sedang berjalan. IREP juga berperan agar investasi hibah melalui dukungan teknis dan peningkatan kemampuan pemerintah di berbagai tingkat ini berkelanjutan. Peningkatan kemampuan ini menjadikan pemerintah daerah berperan semakin penting dalam pembangunan ekonomi pada masa mendatang.
Hasil IREP Hasil ketika proyek ditutup Desember 2011
Pencapaian
Penyusunan rencana rekonstruksi prasarana jangka panjang yang berkelanjutan dan strategis untuk Aceh dan Nias
Tersusunnya rencana; bekerjasama dengan IREP, BRR, dan pemerintah daerah; rencana ini digunakan di seluruh proyek
Penyusunan kerangka kerja pengawasan untuk rekonstruksi prasarana pascatsunami
Penggunaan kerangka kerja ini oleh IREP untuk mengarahkan tercapainya sasaran nyata
Upaya pengamanan yang tepat disertakan dalam persiapan proyek
Disertakannya kerangka kerja pengamanan dalam seluruh proyek yang dipersiapkan oleh Bank Dunia sebagai badan mitra; seluruh proyek yang dilaksanakan oleh IRFF telah mematuhi kerangka kerja pengamanan ini
Lembaran Info Proyek 8
31
Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) menyediakan dana untuk proyek rekonstruksi prasarana penting di Aceh dan Nias yang telah diidentifikasi melalui proyek MDF lain, yaitu IREP. Proyek ini memberi sumbangsihnya berupa pembangunan jaringan transportasi strategis di Aceh dan Nias sesuai dengan prioritas pemerintah. IRFF ditutup pada tanggal 31 Desember 2012. Proyek IRFF menyediakan pendanaan yang fleksibel untuk rekonstruksi prasarana di Aceh dan Nias dengan mengutamakan mengisi kesenjangan yang tidak dicakup oleh berbagai sumber dana lain. Proyek ini bekerja sama dengan proyek MDF lain, yaitu Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP). Kebutuhan prasarana di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten ditentukan melalui IREP dan didanai oleh IRFF. Baik IRFF dan IREP menekankan pada peningkatan kapasitas
pemerintah provinsi dan nasional. Kedua proyek ini mendukung strategi peralihan dari BRR pada saat lembaga tersebut ditutup pada tahun 2009, dan pelaksanaan proyek ini dialihkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Pemerintah Indonesia ikut mendanai IRFF sebesar AS107,3 juta, yang disalurkan lewat BRR. PENCAPAIAN PENTING Proyek Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) ini disetujui sebagai cara
Jumlah Hibah
AS$128,70 juta
Waktu Pelaksanaan
Maret 2007–Desember 2012
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) dan dilanjutkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum
Penyerapan sampai dengan tanggal 30 September 2012 1
AS$109.99 juta
Jalan kota yang baru di Banda Aceh. Proyek yang didanai IRFF berhasil memperbaiki jalur transportasi di kota yang berpenduduk 300 ribu jiwa ini dan kebanyakan memiliki mobil atau sepeda motor. Foto: Tarmizy Harva
1
Pelaksanaan proyek diteruskan hingga tanggal 31 Desember, 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 30 September 2012, pada saat penulisan laporan ini.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF)
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
32
IRFF adalah fasilitas pendanaan yang fleksibel untuk rekonstruksi prasarana besar, seperti jaringan penyediaan air bersih di Sabang ini. Proyek-proyek lainnya mencakup rekonstruksi jalan, saluran drainase, sistem perlindungan pantai, dan pelabuhan.
yang fleksibel dalam pendanaan rekonstruksi prasarana. IRFF memanfaatkan rencana investasi pemerintah dan strategi IREP untuk menentukan proyek yang dapat dilaksanakan. Proyek IRFF mendanai serangkaian pelaksanaan rekonstruksi prasarana berkualitas tinggi, yang meliputi antara lain jalan nasional, provinsi, dan kabupaten, pelabuhan, pengadaan air bersih dan sanitasi, saluran drainase, dan pengendalian banjir serta proyek perlindungan pantai. IRFF sangat membantu dalam rekonstruksi jaringan transportasi strategis di Aceh dan Nias, dengan mengatasi berbagai hambatan seperti keadaan daerah pegunungan yang sulit, curah hujan, dan banjir serta tanah longsor. Analisis mengenai dampak lingkungan dan rencana pengelolaan terkait memastikan bahwa upaya perlindungan lingkungan telah diterapkan. Sebagai bagian dari ini, IRFF
Foto: Tarmizy Harva
memperkenalkan Rencana Aksi Lingkungan Kontraktor (CEAP), yang harus dibuat oleh kontraktor untuk setiap subproyek yang menjadi tanggung jawab IRFF. IRFF menekankan pada peningkatan kapasitas pemerintah provinsi dan nasional melalui bantuan dalam bidang perencanaan, perancangan, pengawasan, dan pelaksanaan. Proyek ini juga menerapkan cara yang memastikan bahwa aset yang telah selesai dibangun dialihkan kepada instansi terkait. IRFF juga membantu upaya peningkatan kapasitas pemerintah dalam mengoperasikan dan memelihara aset prasarana tersebut dengan baik, termasuk dalam penganggaran untuk hal tersebut. Proyek ini dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, IRFF menyelesaikan 52 subproyek, dengan nilai seluruhnya AS$182 juta. Kegiatan tahap pertama berakhir pada tanggal 31 Desember 2011. Pada tahap kedua
Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat ini membuka jalan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai barat Aceh dengan mengurangi waktu tempuh dan menyediakan jaringan transportasi yang aman dan lebih dapat diandalkan. Hasil IRFF
Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2012
Pencapaian
Nilai subproyek (dalam AS$ juta)
Jalan Nasional (km)
304km
63,91
Jalan Provinsi (km)
317km
63,99
Jalan Kabupaten (km)
102km
23,66
Jaringan Air Bersih dan Pelindungan Pantai
11
30,72
Pelabuhan
5
63,91
Jembatan Kuala Bubon sedang dibangun. Jembatan ini merupakan ruas penting jalan nasional dari Meulaboh ke Calang, jalan strategis sepanjang 50 kilometer yang merupakan bagian dari rekonstruksi jalur pantai barat yang rusak berat antara Banda Aceh dan Provinsi Sumatra Utara.
Foto: Akil Abduljalil
33 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
proyek, yaitu dengan MDF menyetujui dana tambahan sebesar AS$36,7 juta pada tahun 2010, dibangun jalan sepanjang 49 kilometer di pantai barat Aceh, yang juga meliputi pembangunan jembatan Kuala Bubon yang sangat penting. Ruas jalan strategis antara
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
34
Lembaran Info Proyek 9
Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang memperbaiki 103 kilometer ruas jalan dari Lamno ke Calang dari bulan November 2006 sampai dengan Desember 2007. Tujuan proyek ini adalah menjamin kelancaran transportasi darat menuju ke daerah yang terkena dampak tsunami di pantai barat Aceh sehingga memudahkan proses rekonstruksi dan pemulihan, sekaligus mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi. Proyek ini ditutup pada tanggal 31 Desember 2007. Sebagian besar jaringan jalan, terutama di pantai barat Aceh, rusak atau hancur akibat tsunami pada tahun 2004. Jalan Lamno-Calang merupakan jalur transportasi utama bahan bangunan bagi wilayah di sepanjang Aceh Barat. Pada tahun 2006, ruas jalan ini rusak berat karena truk yang kelebihan beban maupun kurangnya pemeliharaan sehingga sering kali membuat jalan ini tidak dapat dilalui, terutama ketika musim hujan. Proyek melakukan pemeliharaan rutin sehingga jalan penghubung di pantai barat ini dapat digunakan selama tiga
belas bulan sebelum jalan pengganti dibangun. Jalan penghubung ini sekarang sangat bagus dibangun oleh USAID, yang memulai proyeknya setelah proyek MDF-UNDP ditutup. PENCAPAIAN PENTING Setelah berperan dalam mempertahankan terbukanya ruas jalan yang sangat dibutuhkan di sepanjang pantai barat Aceh ini pada tahap awal pemulihan, proyek ini memberi jasa yang tidak ternilai dan secara tepat guna. Pemeliharaan yang dilakukan mengurangi
Jumlah Hibah
AS$1,46 juta
Masa Pelaksanaan
Desember 2006–Desember 2007
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$1,46 juta
Pekerjaan perbaikan jalan LamnoCalang membantu mengurangi waktu tempuh dari enam hingga delapan jam menjadi dua hingga empat jam. Akses jalan yang lebih baik sangat penting dalam upaya pemulihan dan peningkatan lalu lintas setelah bencana terjadi. Foto: Koleksi UNDP
35 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Seluruh ruas jalan antara Lamno dan Calang ini rusak berat. Penyediaan jaringan transportasi darurat merupakan salah satu prioritas MDF dalam pemulihan Aceh dan Nias.
waktu tempuh antara Lamno dan Calang hingga setengahnya, dari semula antara enam dan delapan jam menjadi antara tiga dan empat jam. Akibatnya, lalu lintas diperkirakan meningkat 50 persen karena banyak kendaraan beralih dari jalur lain yang keadaannya lebih buruk ke jalur ini. Pekerjaan awal jalan penghubung ini dipusatkan pada perbaikan bagian-bagian penting agar dapat mempercepat rekonstruksi dan tanggap darurat di pantai barat.
Foto: Koleksi UNDP
Manfaat yang tidak diduga dari proyek ini adalah dua jalur sementara tersebut membuat sejumlah desa di pedalaman lebih mudah mencapai jalan utama di pantai barat maupun menjadi jalur alternatif yang lebih pendek untuk mencapai Calang. Penggunaan peralatan sewa dan pekerja harian cocok dan lebih disukai dibandingkan dengan mengontrakkan proyek ini kepada
Pemeliharaan yang dilakukan mengurangi waktu tempuh antara Lamno dan Calang hingga setengahnya, dari semula antara enam dan delapan jam menjadi antara tiga dan empat jam. Akibatnya, lalu lintas diperkirakan meningkat 50 persen.
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
36
pihak lain karena jangka waktunya yang pendek dan ketidakpastian atas pekerjaan yang perlu dilakukan. Menyewa pekerja dari desa setempat sebagai tenaga kerja terbukti merupakan cara pembiayaan yang tepat dan meningkatkan rasa memiliki di kalangan warga setempat dalam kegiatan pemeliharaan jalan tersebut.
Kurangnya dana dari pemerintah, keahlian, dan peralatan membuat proyek pemeliharaan darurat ini dilakukan dalam jangka waktu waktu yang terbatas menegaskan pentingnya proyek ini. Proyek ini dipandang sangat berhasil dan meski tergolong kecil, merupakan investasi penting dalam mengisi kesenjangan dalam proses rekonstruksi dan pemulihan.
Hasil LCRMP Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2007
Pencapaian
Jalan batu (km)
52
Penggalian parit dan lapisan tanah (km)
132
Perbaikan jembatan (unit)
21
Pemasangan jembatan Bailey (unit)
4
Penciptaan lapangan kerja setempat jangka pendek (hari kerja)
3.000
Pengendara sepeda motor memanfaatkan jalan yang sedang diperbaiki oleh Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang.
Foto: Koleksi UNDP
Lembaran Info Proyek 10
37
Program Angkutan dan Logistik Laut (SDLP) dari Program Pangan Dunia PBB (WFP) memenuhi kebutuhan mendesak akan sistem transportasi yang dapat diandalkan setelah bencana pada bulan Desember 2004. Antara tahun 2006 dan 2007, SDLP menyediakan layanan pengangkutan laut penuh dengan tujuan utama mengkoordinasikan transportasi dan pengiriman bahan rekonstruksi. Setelah sektor swasta mengambil alih pengiriman barang, proyek ini mengkhususkan pada sektor dukungan logistik dan peningkatan kapasitas pengelolaan pelabuhan dan pengurangan risiko bencana yang lebih efektif. Menyusul pelaksanaan pengiriman yang berhasil ini, SDLP kemudian mengembangkan Unit Dukungan Logistik yang mengkhususkan untuk meningkatkan kapasitas petugas pelabuhan dan Badan Penanggulangan Bencana Aceh dan Nias. Tujuan ini telah dicapai dan proyek ditutup pada bulan Juni 2012. PENCAPAIAN PENTING Pada tahap awal kegiatan SDLP, proyek ini melakukan upaya rehabilitasi darurat beberapa pelabuhan di Aceh, Nias, dan Simeulue. Akses ke daerah bencana yang terputus akibat bencana alam dahsyat
itu dibuka untuk pemberian bantuan pemulihan dan rekonstruksi, dan layanan pengiriman yang penting dari SDLP ini berhasil mengirim bantuan penting yang sangat dibutuhkan ke daerah tersebut dari bulan Oktober 2005 sampai dengan Maret
Jumlah Hibah
AS$25,03 juta
Waktu Pelaksanaan
Februari 2006-Juni 2012
Badan Mitra
Program Pangan Dunia PBB (WFP)
Badan Pelaksana
Program Pangan Dunia PBB (WFP)
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$25,03 juta
Pengangkutan barang dari kapal ke tempat tujuan akhir tergantung pada ketersediaan peralatan berat yang disediakan oleh SDLP. Proyek ini juga memastikan bahwa petugas pelabuhan mendapatkan pelatihan yang tepat dalam pelaksanaan sistem logistik dan transportasi. Foto: Koleksi WFP
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Program Angkutan dan Logistik Laut (SDLP)
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
38
Banyak pelabuhan rusak berat atau hancur setelah tsunami dan gempa bumi terjadi sehingga pengiriman bahan bangunan dan perlengkapan ke daerah bencana menjadi tantangan. Di sini, kapal pendarat (landing craft) SDLP digunakan untuk mengirim barang ke Lafakha, Simeulue.
2008, dan telah membantu 84 organisasi kemanusian seperti LSM, PBB, dan badanbadan pemerintah. WFP mengirim lebih dari 98.000 ton atau lebih dari 256 juta meter kubik bahan bangunan untuk membangun kembali Aceh. Dana yang berhasil dihimpun dari layanan ini, sekitar AS$2,4 juta, digunakan kembali untuk membiayai kegiatan SDLP lainnya. Pelatihan Pengelolaan Pelabuhan diberikan kepada petugas dari 18 pelabuhan di Aceh dan Nias. Program pelatihan ini berupa modul pelatihan, yang dilakukan melalui lebih dari 138 pelatihan kepada lebih dari 2.000 orang antara bulan Desember 2008 dan September 2010.
Foto: Syariful A. Lubis
Untuk memantapkan keberlanjutannya, WPF bekerjasama dengan Universitas Syiah Kuala dengan memasukkan pelatihan tersebut ke dalam kurikulum program pasca sarjana dan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) sehingga pelatihan ini secara resmi diakui dalam sistem pelatihan pegawai negeri. Sebelum proyek ditutup, SDLP menyertakan segi pengurangan risiko bencana ke dalam pelatihan untuk Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), tim reaksi cepat, dan organisasi-organisasi terkait. WPF memberi pelatihan dalam hal Logistik Kemanusiaan dan Telekomunikasi Darurat. Program ini dilakukan di 13 kabupaten dan pelatihan praktis diberikan
39 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
SDLP memberi pelatihan mengenai sistem implementasi pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur yang efektif kepada karyawan dari 18 pelabuhan di Aceh dan Nias. Lebih dari 2.000 orang peserta ambil bagian dalam pelatihan mengenai pengelolaan pelabuhan.
kepada 295 orang selama 79 hari. Selain itu, WFP dan BPBA bekerjasama melakukan penilaian mendalam terhadap kapasitas logistik di Aceh dan Nias, dan menghasilkan rekomendasi untuk merencanakan operasi
Foto: Koleksi WFP
logistik tanggap bencana (DRR). Rekomendasi tersebut dapat membantu para pakar pengelolaan bencana dalam menghadapi bencana pada masa depan.
Hasil SDLP Pencapaian ketika proyek ditutup Juni 2012
Pencapaian
Pengguna layanan pengiriman dan logistik sejak proyek dimulai: Pemerintah Indonesia Badan-badan PBB Sektor Komersial LSM
1.095 kali bantuan logistik yang tercatat:
Bahan bangunan untuk rekonstruksi yang dikirim lewat kapal (hingga Desember 2006, ton)
98.185
Pergerakan kargo komersial yang tercatat (sejak Oktober 2006, ton)
1.200.925
Jumlah pelatihan pengelolaan pelabuhan
138 pelatihan (2.063 peserta)
Program pelatihan Pengurangan Risiko Bencana
13 paket pelatihan (395 peserta)
561 221 168 145
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
40
Lembaran Info Proyek 11
Program Rekonstruksi Pelabuhan (TRPRP) Proyek ini membantu memulihkan jaringan transportasi penting setelah gempa bumi dan tsunami dengan menyediakan rancangan fisik dan bantuan teknis bagi program rekonstruksi pelabuhan laut utama dan satu pelabuhan sungai. Pembangunan kembali pelabuhan penting ini memastikan peralatan dan material dapat dikirim ke daerah terpencil untuk pemulihan masyarakat dan mata pencaharian selama tahap awal rekonstruksi. Proyek ini selesai dan ditutup pada tanggal 31 Desember 2007. Pelabuhan di Aceh dan Nias rusak berat akibat bencana yang terjadi pada tahun 2004 dan 2005. Di sejumlah wilayah seperti Calang, pelabuhan benar-benar hancur sedangkan pelabuhan lain rusak berat. Laut merupakan jalan masuk penting selama tahap awal upaya pemberian bantuan dan pemulihan karena banyak jalan yang tidak dapat dilalui. Pelabuhan kemudian berperan penting sebagai jalur penghubung transportasi untuk manusia dan barang; oleh karena itu, sangat
perlu pelabuhan di Aceh dan Nias dapat beroperasi sesegera mungkin. Program Rekonstruksi Pelabuhan (TRPRP) meningkatkan fungsi pelabuhan tersebut dengan menyediakan dermaga sementara dan bantuan teknis untuk pembangunan pelabuhan permanen sesuai dengan strategi pembangunan kembali pelabuhan secara keseluruhan, yang telah disetujui oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias
Jumlah Hibah
AS$3,78 juta
Waktu Pelaksanaan
Maret 2006-Desember 2007
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$3,78 juta
Pengendara sepeda motor menunggu kapal penyeberangan di Aceh. Pelabuhan rusak berat akibat gempa bumi dan tsunami, dan memperbaiki jalur transportasi darurat berarti menyediakan prasarana penting untuk mengangkut manusia dan bahan bangunan pada tahap awal rekonstruksi. Foto: Kristin Thompson
41 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Program Rekonstruksi Pelabuhan (TRPRP) mengkhususkan pada pelabuhan dan dermaga yang penting untuk proses rekonstruksi sementara segera, misalnya di Calang, yang hancur oleh bencana. Upaya ini memungkinkan pembukaan jalur secepatnya setelah tsunami.
(BRR). TRPRP mengarahkan perhatian pada tiga pelabuhan di Calang (Aceh Jaya), Sinabang (Simuelue), dan Gunung Sitoli (Nias), dan proyek perbaikan kecil di pelabuhan Sabang, Meulaboh, dan Lamno. PENCAPAIAN PENTING TRPRP melakukan penilaian dan kajian serta menyusun rencana perancangan ulang pelabuhan di Calang, Meulaboh, dan di Sinabang di Kepulauan Simuelue, dan pelabuhan Sungai di Lamno, yang rusak atau hancur akibat tsunami. Di Gunung Sitoli, proyek ini mengkaji ulang rancangan yang sudah dibuat sebelumnya untuk pembangunan dan pengembangan masa depan. Analisis dampak lingkungan pembangunan pelabuhan Calang, Sinabang, Gunung Sitoli, Meulaboh, dan Singkil dilakukan untuk membatasi dampak terhadap flora, satwa liar, dan garis pantai. Studi kelayakan ekonomi juga
Foto: Kristin Thompson
dilaksanakan untuk pelabuhan diatas maupun pelabuhan Kuala Langsa. Dermaga sementara di Calang dan Sinabang telah selesai dibangun dan diserahkan kepada BRR. Proyek ini memperbaiki kondisi berlabuh dan tempat penyimpanan kargo lebih baik, yang terutama digunakan oleh Program Pangan Dunia (WFP) dan LSM yang bekerja di wilayah tersebut. Mengembalikan fungsi pelabuhan di Aceh dan Nias sampai tahap tertentu sangat penting dalam membuka jalur masuk setelah tsunami. Hal ini memungkinkan pengiriman bahan bangunan untuk rekonstruksi dan pasokan bantuan pangan darurat ke daerah terpencil dan menegaskan pentingnya jaringan prasarana, meski bersifat sementara, dalam memudahkan tanggap darurat dan kegiatan awal rekonstruksi di wilayah bencana.
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
42
Seluruh kegiatan TRPRP dikoordinasikan dengan BRR, Dinas Perhubungan, dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut agar semakin terpadu dan selaras dengan pembangunan kembali pelabuhan yang lebih besar dan melengkapi proyek yang dikerjakan di pelabuhan-pelabuhan lain di Aceh. TRPRP juga bertukar pikiran dengan pemerintah daerah setempat, masyarakat, dan wakil nelayan serta pemangku kepentingan kelautan lain.
Mengembalikan fungsi pelabuhan di Aceh dan Nias sampai tahap tertentu sangat penting dalam membuka jalur masuk setelah tsunami.
Hasil TRPRP Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2007
Pencapaian
Diselesaikannya rancang-bangun dan penilaian pelabuhan
• Diselesaikannya rancang-bangun pada 5 pelabuhan • Dilakukannya penilaian dampak lingkungan pada 5 pelabuhan • Dilakukannya penilaian ekonomi atas 6 pelabuhan
Peningkatan fungsi pelabuhan Tempat mendarat Dermaga sementara
11 2
Dengan dana dari MDF, TRPRP membangun dermaga sementara di Calang dan Sinabang sehingga pasokan bantuan dan bahan bangunan yang diperlukan dapat dikirim ke daerah bencana yang terputus akibat tsunami.
1
Cakupan berkurang (tanpa proyek Balohan) karena pemerintah daerah setempat mengambil alih proyek.
Foto: Koleksi UNDP
Lembaran Info Proyek 12
43
Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACB) mengkhususkan pada perbaikan jaringan transportasi pedesaan yang hemat biaya dan tahan lama di kawasan ekonomi terpilih di Nias melalui rehabilitasi, pembangunan, dan pemeliharaan ruas jalan penting. Proyek ini berhasil mencapai tujuannya dan ditutup pada bulan Desember 2012. Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP) memusatkan perhatian pada perbaikan jalur transportasi pedesaan untuk memudahkan memperoleh kesempatan ekonomi dan layanan sosial bagi warga di daerah terpencil di Kepulauan Nias. Proyek ini membangun jembatan, jalan, dan jalan kecil yang tahan segala cuaca di 21 kecamatan pada empat kabupaten dan satu kota di Kepulauan Nias; dan membantu meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat agar dapat
memelihara jalur perhubungan yang telah dibangun tersebut. Proyek ini dirancang dan bekerjasama dengan Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP) sebagai bagian dari pendekatan ganda untuk mendorong pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas pertanian dan perbaikan transportasi ke wilayah pedesaan. RACBP, yang dilaksanakan oleh Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO), melibatkan
Jumlah Hibah
AS$16,00 juta
Waktu Pelaksanaan
Oktober 2009-Desember 2012
Badan Mitra
Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO) Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO)
Badan Pelaksana Jumlah Penyerapan Akhir per 30 September 2012
1
AS$16,00 juta
RACBP menggunakan pendekatan yang bertumpu pada sumberdaya lokal untuk membangun 70 kilometer jalan, jalan kecil, dan jalan setapak di Kepulauan Nias. Masyarakat terpencil kini semakin mudah untuk memperoleh kesempatan ekonomi dan layanan sosial. Foto: Koleksi Proyek RACBP
1
Proyek diteruskan hingga 31 Desember 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 31 September 2012, ketika laporan ini sedang dipersiapkan.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP)
Lembaran Info Proyek - Pemulihan Transportasi dan Infrastruktur Skala Besar
44
Anak-anak sedang melintasi jembatan yang baru dibangun di Gido, Nias. Pada Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP), hampir 2.000 meter jembatan dibangun sehingga perjalanan warga Nias menjadi lebih aman.
tenaga kerja setempat dan menggunakan bahan bangunan yang tahan lama. Proyek ini memberi pelatihan praktik dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat guna meningkatkan keberlanjutan hasil kerja RACBP dalam jangka panjang. Subkomponen warisan budaya meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki masyarakat terhadap warisan budaya Nias yang khas, membantu pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan aset warisan budaya yang tidak ternilai, serta melestarikan teknik pembangunan tradisional. PENCAPAIAN PENTING Proyek ini ikut memberi sumbangan positif terhadap upaya pengurangan kemiskinan dan membuka keterpencilan daerah pedesaan miskin di Nias melalui perbaikan jalur transportasi daerah pedesaan terpencil. Dari tahun 2009 sampai dengan 2012, RACBP telah membangun sekitar 70 kilometer jalan dan jalan kecil, dan hampir 2.000 meter jembatan. Pembangunan ini membuka jalan ke daerah yang semula tidak dapat dicapai dengan kendaraan bermotor dan di beberapa tempat,
Foto: Akil Abduljalil
terputus dari daerah lain selama beberapa bulan setiap tahun karena air pasang dan keadaan cuaca buruk. Proyek ini meningkatkan manfaat ekonomi tenaga kerja lokal yang dipekerjakan dalam proyek pembangunan maupun memberi pengetahuan mengenai perancangan dan pembangunan jalan sederhana. Proyek ini memberi pelatihan melalui praktik kepada 42 pengawas lokasi pembangunan yang berasal dari daerah setempat, 30 orang diantaranya perempuan, dan mereka semua bekerja mengawasi pembangunan pada proyek RACBP. Proyek ini telah memberikan hampir 27.000 hari pelatihan yang diikuti oleh pemerintah daerah, kontraktor, dan masyarakat untuk membangun kapasitas untuk mengimplementasi, mengoperasikan dan merawat jalan-jalan lokal kecil dan infrastruktur. Proyek ini menerapkan teknik pembangunan jembatan yang inovatif untuk tempat penyeberangan terpencil, dengan mempergunakan
Proyek ini membatasi dampak buruknya terhadap lingkungan dengan menggunakan bahan bangunan dan teknik pembangunan jalan dan jembatan yang ramah lingkungan. Rancangan proyek meliputi upaya menstabilkan pondasi proyek untuk mencegah amblasnya tanah, yang menambah umur proyek di lingkungan alam Nias yang rawan. Hal ini meliputi teknik menanam bambu dan pohon lain di tanah lereng untuk mencegah erosi, dan
pekerjaan penstabilan tanah seperti pembuatan terasering dan bronjong batu di daerah yang rawan longsor. RACBP juga bertujuan untuk memperkuat warisan budaya khas Nias melalui perlindungan dan pemugaran tempat-tempat warisan budaya penting. Teknik pembangunan tradisional Nias juga diterapkan dalam pemugaran 140 rumah adat, satu rumah pertemuan masyarakat, dan lima lokasi batu prasejarah. Kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat Nias untuk memelihara aset prasarana yang dibangun oleh proyek ini merupakan tantangan bagi keberlanjutan, baik dalam hal kemampuan teknis maupun sumber pendanaan. Proyek ini mengatasi risiko tersebut dengan menggunakan bahan bangunan yang tahan lama dan investasi dalam pelatihan dan peningkatan kemampuan dalam bidang teknik konstruksi sederhana yang dipergunakan sehingga pemerintah setempat, kontraktor, dan masyarakat dapat menggunakan teknik ini dalam pemeliharaan dan pembangunan jalan pada masa mendatang. Beberapa tim dari Dinas Pekerjaan Umum Aceh dan Sumatra Utara mengikuti kegiatan ini dengan harapan dapat menerapkan pendekatan inovatif ini di daerah masing-masing.
Hasil RACBP Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2012
Pencapaian
Pekerjaan Konstruksi: Jalan dan jalan sepeda motor segala cuaca Jembatan dan tempat penyeberangan kecil
Sekitar 70 km jalan, jalan kecil, dan jalan setapak Hampir 2.000 meter
Pelatihan dan Peningkatan Kemampuan: Pelatihan melalui praktik Pelatihan di kelas
23.945 hari pelatihan yang diselesaikan 2.854 hari pelatihan yang diselesaikan
45 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
teknologi yang ditiru dari Nepal. Melalui pertukaran pengetahuan Selatan-Selatan dengan LSM Helvetas, ahli teknik Nepal datang ke Nias untuk memberi bantuan teknis dan peningkatan kemampuan dalam teknik perancangan dan pembangunan jembatan yang cocok dengan keadaan alam dan kebutuhan di Nias. Sebanyak 80 jembatan dibangun, yang membuka transportasi ke desa-desa yang sebelumnya sulit dicapai terutama bila sedang musim hujan. Dampak keberadaan jembatan tersebut berlimpah; jembatan ini mengurangi waktu tempuh dan kesulitan yang dihadapi sehingga pelajar dan guru dapat masuk sekolah sepanjang tahun, memberi kemudahan kepada petugas kesehatan dan klinik, serta menambah pendapatan dengan memberi kemudahan untuk memasarkan hasil pertanian.
Cerita Fitur MDF
46
Cerita Fitur MDF 1. Sebelum selesai dibangunnya jembatan Kuala Bubon, pejalan kaki dan pengendara sepeda motor harus antri untuk naik rakit penyeberangan darurat untuk menyebrangi sungai. 2. Rosa, murid SMU, menggunakan rakit penyeberangan untuk pergi ke dan pulang dari sekolah setiap hari. Jembatan Kuala Bubon mempercepat perjalanannya dan lebih aman. 3. Jembatan Kuala Bubon ketika sedang dibangun.
1
Foto: 1 Mosista Pambudi 2 & 3 Akil Abduljalil
Naik Rakit Penyeberangan ke Sekolah Dengan mengenakan seragam sekolah, Rosa bersandar di sepeda motornya. Beberapa pelajar lain dan warga desa berdiri di dekatnya. Semua orang menunggu kapal penyeberangan kembali ke sisi sungai tersebut sehingga mereka dapat pulang ke desa mereka yang berseberangan. Dia tersenyum malu di balik helmnya. Jembatan Kuala Bubon yang sedang dibangun terlihat di belakangnya. Rosa bersekolah di SMA di desa tetangga, Suak Timah. Dia berbicara dengan suara lirih, seakan tidak yakin, sambil melihat kepada temantemannya untuk meminta persetujuan.
Rosa menggelengkan kepala dengan dahi berkerut. “Kadang, saya menunggu 30 menit,” ujarnya dengan suara lebih lantang dan bahasa tubuh tak sabar. “Saya tinggal di sana, di Tengah,” dia menunjukkan jarinya ke seberang sungai.
“Saya menggunakan rakit penyeberangan untuk pergi ke sekolah dan sewaktu pulang setiap hari,” ujarnya. Dia membayar Rp 2.000 untuk menyeberang dengan sepeda motor, tetapi cuma-cuma apabila tanpa membawa kendaraan.
Sejumlah kapal ikan berwarna-warni tertambat di seberang sungai. Rumah yang dia tunjuk terletak 200 meter dari tempatnya berdiri. Dia menunjuk bagian tengah Desa Kuala Bubon, desa nelayan di pantai barat Aceh. Daerah ini rusak parah akibat tsunami pada tahun 2004. Rumah dan prasarana hancur. Banyak warga yang tewas dan sebagian hingga kini belum ditemukan.
Ketika ditanya berapa lama dia harus menunggu setiap kali menyeberang sungai, teman-temannya menyahuti pertanyaan tersebut dengan keluhan.
“Menurut saya, jika jembatan itu selesai dibangun, akan lebih mudah dan cepat bagi saya untuk datang dan pergi,” katanya. “Dan cuma-cuma!”
47 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
2
3
Warga yang berdiri di sekitarnya bergumam setuju, sebagian bahkan tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Sebelum tsunami ada jembatan, tetapi itu sudah lama sekali,” ujar Rosa. Dia masih kecil ketika tsunami menerjang dan terlalu muda untuk mengalami bencana yang demikian besar. Namun hari ini, ketika menunggu di tepi sungai dengan seragam sekolahnya, dia terlihat sebagaimana remaja pada umumnya. Rakit penyeberangan mendekati dermaga dan warga yang menunggu mulai bergerak. Semua bersiap-siap untuk dapat naik ke rakit penyeberangan tersebut. Pejalan kaki yang tidak sabar mulai mendorong-dorong orang di depannya untuk naik ke atas kapal penyeberangan meski penumpang dari seberang belum turun seluruhnya. Meski belum penuh, rakit penyeberangan bergerak ke seberang tanpa Rosa dan sepeda motornya. Dia menjelaskan, “Rakit penyeberangan ini bergantian mengangkut pejalan kaki dan penumpang dengan sepeda motor. Kami akan diangkut untuk diseberangkan setelah ini. Rosa harus menunggu lebih lama lagi untuk dapat pulang ke rumah—mungkin 30 menit
atau lebih. Sangat mudah melihat perbedaan yang dapat diberikan oleh jembatan baru terhadap hidup Rosa maupun warga Desa Kuala Bubon lainnya. Rakit penyeberangan mulai bergerak menjauhi daratan. Rosa tetap menunggu kedatangannya. Di belakangnya, pembangunan jembatan Kuala Bubon masih berlangsung.
Rekonstruksi jembatan Kuala Bubon didanai melalui proyek Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF) MDF, yang merupakan alokasi dana besar terakhir MDF untuk rekonstruksi prasarana. Jembatan Kuala Bubon menjadi bagian penting dari jalan raya strategis di sepanjang pantai barat Aceh, jalur penghubung antara Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Barat. Jalan ini diperkirakan berdampak terhadap mata pencaharian dan kesempatan ekonomi bagi sekitar 900.000 orang.
Lembaran Info Proyek - Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
48
Lembaran Info Proyek
Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
Pelajar di Nias berjalan kaki pulang dari sekolah melalui jalan yang dibangun dengan bantuan dari P2DTK. Proyek ini tidak hanya berfokus pada prasarana, tetapi juga menyediakan keperluan pokok pendidikan seperti buku, meja, dan bangunan sekolah, serta berperan dalam meningkatkan keterampilan mengajar guru setempat.
Foto: Geumala Yatim
Lembaran Info Proyek 13
49
Proyek Perbaikan Jalan dengan Sumberdaya Lokal Pedesaan (CBLR3) meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, kontraktor kecil, dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan jalan dan prasarana lain dengan menggunakan pendekatan sumberdaya pedesaan lokal (LRB). Program ini merehabilitasi jalan desa serta sarana irigasi di enam kabupaten di Aceh dan Nias, dengan memanfaatkan sumberdaya setempat serta menciptakan peluang kerja jangka pendek dan jangka panjang. Proyek ini ditutup pada bulan November 2012. Setelah bencana terjadi, segera diidentifikasi kebutuhan untuk meningkatkan akses masyarakat untuk memperoleh lapangan kerja lokal, kesempatan ekonomi, dan layanan sosial guna mengurangi kemiskinan dan meningkatkan daya tahan. Berlandaskan tujuan ini, proyek CBLR3 (atau jalan ILO) memusatkan pada rehabilitasi atau pembuatan jalan kabupaten dan jalan desa, dengan mengontrak pekerja lokal dan menggunakan teknik
konstruksi yang telah teruji dan metode yang dapat direplikasi untuk membangun akses jalan yang hemat biaya, berkualitas tinggi, dan akses jalan utama di beberapa kawasan pedesaan Aceh dan Nias atau daerah yang lebih terpencil. CBLR3 menerapkan pendekatan sumber daya pedesaan lokal (LRB) untuk memperbaiki jalan, jembatan, dan sarana irigasi di daerah pedesaan Aceh dan Nias dengan hasil baik dan berkelanjutan. Menyusul
Jumlah Hibah
AS$13,90 juta
Waktu Pelaksanaan
Maret 2006-November 2012
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP) Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO)
Badan Pelaksana Penyerapan per tanggal 30 Sept. 2012
1
AS$13,90 juta
CBLR3 memastikan penggunaan bahan bangunan lokal untuk membangun jalan sehingga mengurangi dampak terhadap lingkungan dan memperbesar kemungkinan bahwa jalan tersebut dipelihara seterusnya. Foto: Koleksi Proyek ILO
1
Pelaksanaan proyek berlanjut hingga 30 November, 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 30 September 2012, ketika laporan ini disiapkan.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek Perbaikan Jalan dengan Sumberdaya Lokal Pedesaan (CBLR3)
Lembaran Info Proyek - Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
50
Bahan bangunan berkualitas paling tinggi dan tahan lama, seperti yang digunakan di Aceh Besar, diharapkan dapat memperpanjang usia jalan yang dibangun oleh CBLR3. Perbaikan akses jalan bagi warga pedesaan mengurangi waktu tempuh ke pasar dan memberi kemudahan untuk memperoleh layanan sosial lain.
keberhasilan model ini, pendekatan LRB diperbesar cakupannya di Nias melalui Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP) dengan pendanaan MDF. PENCAPAIAN PENTING Konstruksi dan rehabilitasi jalan pedesaan proyek CBLR3 meningkatkan kualitas hidup ribuan orang di enam kabupaten di Aceh dan Nias. Ketika proyek ini ditutup, 166 kilometer jalan telah direhabilitasi dengan standar kualitas tinggi dan 229 kilometer jalan telah dipelihara. Disamping itu, proyek ini membangun 10 kilometer jembatan dan tiga fasilitas irigasi dengan menggunakan pendekatan LRB, dan juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sebanyak sekitar 440 ribu hari kerja. Bersamaan dengan peningkatan kapasitas masyarakat penerima manfaat proyek maupun kontraktor lokal, proyek ini juga meningkatkan kemampuan pegawai pemerintah, terutama pegawai Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda Kabupaten, dalam mengelola investasi prasarana (termasuk pemeliharaannya). Pengelolaan yang mantap dapat menjamin keberlanjutan prasarana dalam jangka panjang dan menetapkan landasan
Foto: Kristin Thompson
yang kuat bagi percepatan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Sistem, prosedur, dan alat disusun untuk keperluan perencanaan, anggaran, alokasi sumberdaya, dan penyusunan program proyek pedesaan LRB. Sistem Informasi Pengelolaan Jalan (RMIS) dibuat dan pelatihan bagi pegawai Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda Kabupaten diselenggarakan. Proyek ini juga telah menyusun rencana induk jalan lima tahun yang akan membantu pemerintah daerah terpilih dalam perencanaan dan penetapan prioritas investasi prasarana jalan. CBLR3 juga menyelenggarakan pelatihan sistem kontrak dan jaminan kualitas, yang menghasilkan proses lelang yang terbuka dan meningkatkan kualitas pengawasan jalan.
CBLR3 menerapkan pendekatan sumber daya pedesaan lokal (LRB) untuk memperbaiki jalan, jembatan, dan sarana irigasi di daerah pedesaan Aceh dan Nias dengan hasil baik dan berkelanjutan.
Dampak proyek ini terhadap masyarakat Aceh dan Nias akan dirasakan selama bertahun-tahun ke depan. Di enam kabupaten yang didukung CBLR3, waktu tempuh ke pasar setempat berhasil dikurangi dan ini menambah keuntungan petani; harga lahan yang terletak di kiri kanan jalan yang telah diperbaiki menjadi lebih tinggi, dan kemudahan untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial lainnya juga bertambah. Proyek CBLR3 telah berhasil menciptakan lingkungan yang membantu percepatan pembangunan ekonomi di daerah dan pada akhirnya, ini sangat berperan dalam mengurangi kemiskinan.
Hasil CBLR3 Pencapaian ketika proyek ditutup November 2012
Pencapaian
Panjang jalan direhabilitasi (km)
166
Panjang jalan dipelihara (km)
295.5
Jumlah staf kontraktor lokal yang dilatih
400
Jumlah staf pemerintah daerah yang dilatih
189
Jumlah hari kerja
440.000
Pekerja lokal menebar aspal pada proyek Pembangunan Jalan Desa ILO (CBLR3) di Aceh Besar . Dengan memperkerjakan tenaga lokal dengan teknik yang telah diuji coba serta bahan yang lebih tahan lama, proyek ini memastikan bahwa manfaatnya dapat langsung dinikmati oleh masyarakat yang paling membutuhkan dan hasilnya memiliki dampak berkelanjutan.
Foto: Kristin Thompson
51 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
CBLR3 menggunakan pendekatan yang mengikutsertakan perempuan dalam pelaksanaannya. Hari kerja kaum perempuan meliputi 28 persen dari jumlah hari kerja rehabilitasi dan perawatan jalan. Proyek ini bekerjasama dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk membangun kemampuan komunikasi tenaga pendamping di Aceh dan Nias guna melakukan kegiatan pemeliharaan jalan rutin. Buku petunjuk dan acuan pendekatan serta teknik LRB maupun pemeliharaan jalan dengan mengikutsertakan masyarakat juga telah disusun atas bantuan PNPM.
Lembaran Info Proyek - Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
52
Lembaran Info Proyek 14
Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) memperkuat kapasitas pemerintah kabupaten dalam menerapkan perencanaan ‘dari bawah’ serta melakukan analisis kebutuhan dalam perencanaan anggaran biaya kabupaten. P2DTK mengaitkan proses perencanaan partisipatif kecamatan pada PNPM Mandiri Pedesaan dengan proses perencanaan dan pembuatan keputusan oleh pemerintah kabupaten, serta memberikan hibah untuk memperbaiki layanan masyarakat dan pemulihan pendidikan, kesehatan, dan prasarana pokok. Proyek ini ditutup pada bulan Desember 2011. Di daerah paling parah yang terkena bencana di Aceh dan Nias, banyak program dan kegiatan pemerintah bergantung pada kapasitas pemerintah kabupaten yang sebenarnya kurang atau terganggu akibat bencana tersebut. Program nasional P2DTK, yang didanai oleh MDF untuk proyek di Aceh dan Nias, memusatkan pada peningkatan kemampuan
pegawai pemerintah daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas tugas mereka. P2DTK juga dipadukan dengan model Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) dan prioritas BRR dalam memperbaiki prasarana dasar dan layanan kesehatan dan pendidikan di daerah miskin dan tertinggal melalui hibah.
Jumlah Hibah
AS$25,61 juta
Waktu Pelaksanaan
Februari 2007–Desember 2011
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT)
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$19,72 juta1
Para pekerja di Nias membangun jembatan pada proyek P2DTK yang didanai oleh MDF, yang memberi hibah untuk memperbaiki prasarana kecil di Aceh dan Nias. Delapan puluh tujuh jembatan dibangun selama masa proyek ini. Foto: Koleksi Proyek P2DTK
1
Sisa dana yang tidak digunakan telah dikembalikan ke MDF dan dialihkan ke proyek-proyek lain.
53 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Masyarakat, seperti di Aceh Besar ini, belajar untuk ikut dalam perencanaan dan penetapan keputusan di daerahnya. Dengan bantuan P2DTK, masyarakat mendapatkan pengetahuan untuk ikut secara efektif dalam proses Musrembang; cara untuk menampung kebutuhan masyarakat ke dalam rencana kegiatan pemerintah daerah.
PENCAPAIAN PENTING P2DTK memberi hibah hingga sebesar AS$50 ribu untuk 19 kabupaten untuk membantu rekonstruksi, pemantapan, dan pembangunan di sejumlah wilayah paling rentan di Aceh dan Nias. Tiga puluh persen hibah ini mendukung perbaikan kualitas dalam bidang kesehatan dan pendidikan, misalnya pelatihan bagi staf atau pembuatan bahan penyuluhan masyarakat. Pada saat proyek ini ditutup, 1.738 subproyek dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan prasarana di Aceh dan Nias berhasil diselesaikan—yang meliputi 99 persen dari jumlah proposal yang diterima selama empat tahun, pada tahun 2007-2010. Sebanyak 14.677 pekerja dalam bidang kesehatan mendapat pelatihan melalui pendanaan P2DTK. Mereka mencakup antara lain perawat, bidan, dan petugas kesehatan, dimana peningkatan kemampuan mereka memberikan manfaat jangka panjang bagi warga yang menggunakan jasa mereka, terutama perempuan hamil; Aceh dan Nias memiliki tingkat kematian ibu melahirkan tertinggi di Indonesia. P2DTK juga memberi pelatihan bagi 5.134 guru dan meningkatkan kualitas materi pelajaran dan prasarana sekolah. Lebih dari 2.300 orang perempuan rentan, orang yang kehilangan tempat tinggal, dan korban konflik
Foto: Kristin Thompson
juga mendapat bantuan dari proyek ini. Sebagai tambahan, 679 subproyek prasarana masyarakat dilaksanakan untuk mengatasi kebutuhan sesuai dengan prioritasnya, mulai dari penyediaan air bersih hingga pembangunan jembatan. Forum dunia usaha-pemerintah melakukan penilaian hambatan pengembangan sektor swasta lokal di lima kabupaten dan hasilnya, jumlah perusahaan baru yang terdaftar bertambah selama proyek ini berlangsung. Dengan gabungan antara pelatihan, praktik, dan bantuan teknis dari profesional, serta pembentukan jaringan pembelajaran, P2DTK telah meningkatkan kemampuan pemerintah dan masyarakat di tingkat kabupaten dan kecamatan. P2DTK menyediakan dana untuk memperluas Proyek Dukungan Pemerintah Daerah dengan pendanaan USAID untuk meningkatkan kemampuan perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah di 10 kabupaten di Aceh. Pelaksanaan komponen Dukungan Daerah Miskin dan Tertinggal dalam Tata Kelola Ekonomi Aceh, yang dibentuk bersama oleh MDF dan Departemen untuk Pembangunan Internasional Pemerintah Inggris (DFID) yang dilaksanakan oleh Asia Foundation, telah meningkatkan iklim usaha di daerah sasaran.
Lembaran Info Proyek - Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
54
Perempuan berperan penting dalam kegiatan P2DTK lewat sumbangsih mereka dalam perencanaan dan penetapan keputusan pemerintah daerah. Proyek ini menjamin bahwa suara perempuan didengar dan kebutuhan mereka dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka.
Foto: Koleksi Proyek P2DTK
Hasil P2DTK Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2011
Pencapaian
Proses perencanaan partisipatif dalam penganggaran dan pembiayaan kegiatan pembangunan di tingkat kabupaten
100% kabupaten sekarang menerapkan proses musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang); P2DTK ikut dalam proses ini dan membantu meningkatkan kemampuan mereka.
Subproyek yang diusulkan dan didanai
• • • • • • •
Kegiatan pendidikan/kesehatan yang dilaksanakan (yang ditujukan untuk peningkatan kualitas layanan secara keseluruhan)
Kesehatan: (jumlah subproyek 469) • Pelatihan (301 kali) • Klinik kesehatan yang diperbaiki (29) • Lain-lain (program gizi, informasi kesehatan, buku) (139)
Jalan (376 ruas/97 km) Jembatan (87 unit/7 km) Saluran drainase (192 ruas/10km) Saluran irigasi (23 ruas/2 km) Penyediaan air bersih (94unit) Rehabilitasi sekolah (125unit) Klinik kesehatan (29 gedung)
Pendidikan: (jumlah subproyek 520) • Pelatihan pengelolaan sekolah (75 kali) • Pelatihan lain (125 kali) • Rehabilitasi sekolah (125) • Buku, alat, perabotan (185) • Beasiswa (10 orang)
Lembaran Info Proyek 15
55
Program Penguatan Organisasi Masyarakat Madani (CSO) meningkatkan kapasitas teknis dan organisasi dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Masyarakat (CBO) di Aceh dan Nias. Hibah kecil telah mendorong LSM dan CBO untuk terlibat dalam kegiatan rekonstruksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proyek ini ditutup pada tanggal 31 Mei 2010. Bantuan UNDP terhadap Penguatan Organisasi Masyarakat Madani dalam pemulihan Masyarakat Aceh dan Nias (CSO) menggunakan pendekatan ‘dari bawah’ dalam rekonstruksi Aceh dan Nias berdasarkan pokok pikiran bahwa dengan mendorong masyarakat madani agar lebih kuat akan memberi dampak positif yang berkelanjutan terhadap pembangunan di wilayah yang rentan. Proyek CSO mendorong hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat madani melalui pembentukan Pusat Sumberdaya Masyarakat
Madani (CSRC), sehingga memungkinkan para penerima manfaat proyek untuk mengikuti pelatihan, yang berfungsi sebagai wadah komunikasi antar pemangku kepentingan dan menyediakan kesempatan untuk bersaing secara terbuka untuk mendapatkan hibah kecil dari MDF. Hibah kecil ini membantu memperbaiki pelayanan dasar sosial, meningkatkan pemberdayaan perempuan dengan mengikutsertakan dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan menjadi kegiatan mata pencaharian.
Jumlah Hibah
AS$6 juta
Waktu Pelaksanaan
Desember 2005–Mei 2010
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$6 juta
Seorang ibu di Blang Bintang, Aceh Besar, menunjukkan kambing yang diberikan oleh proyek CSO dari UNDP. Keluarganya menerima sepasang kambing (jantan dan betina) sebagai pinjaman dan mereka dapat memiliki anak-anak kambing yang akan dilahirkan kemudian. Sepasang kambing yang dipinjamkan tersebut kemudian digulirkan kepada keluarga lain untuk menyebarkan manfaat ekonomi dari kambing tersebut. Foto: Koleksi UNDP
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Program Penguatan Organisasi Masyarakat Madani di Aceh dan Nias (CSO)
Lembaran Info Proyek - Penguatan Tata Kelola dan Pembangunan Kapasitas
56
Kelompok nelayan setempat dibantu oleh proyek CSO dalam meningkatkan semangat bekerjasama dan kerukunan sosial. Dengan pendekatan masyarakat akar rumput ini, proyek berperan dalam menumbuhkan rasa saling percaya dan kerjasama di kalangan masyarakat korban bencana.
PENCAPAIAN PENTING Proyek CSO membentuk kelembagaan yang tepat untuk menyediakan wadah untuk tukar pikiran dan kerjasama antarpemangku kepentingan dan pendukung peningkatan peran CSO dalam pembangunan kembali Aceh dan Nias pascabencana. Tim Koordinasi Nasional dan 13 Kelompok Kerja Teknis dibentuk di Aceh sedangkan Tim Koordinasi Kabupaten di dua kabupaten dibentuk di Nias. Tim/Kelompok Kerja tersebut bertugas untuk menyeleksi proposal hibah kecil, mengawasi pelaksanaan proyek CSO, dan memfasilitasi pengawasan kegiatan rekonstruksi oleh masyarakat. Proyek CSO sangat berperan dalam pembentukan dua CSRC, yaitu IMPACT di Aceh dan FORNIHA di Nias. Kedua CSRC ini memungkinkan masyarakat dan organisasi madani dengan efektif menyampaikan kebutuhan individual dan lembaga masing-masing, dan masyarakat kini memiliki landasan untuk melobi pemerintah dalam menentukan prioritas dan kebutuhan pembangunan.
Foto: Koleksi UNDP
Melalui pelatihan dan bimbingan, CSRC berhasil membentuk jaringan CSO yang luas di Aceh dan Nias, dengan lebih dari 100 orang pendamping yang terdaftar, yang dengan cepat dapat dikerahkan ke lapangan. Proyek ini melatih lebih dari 200 lembaga CSO/ CBO di Aceh dan Nias berbagai kompetensi pengembangan komunitas yang mengawasi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, pengelolaan
Dukungan CSO atas kegiatan perempuan telah meningkatkan kualitas hidup pesertanya dan menyediakan modal keuangan dan sosial yang diperlukan sehingga dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam hal perencanaan, penetapan keputusan, dan mata pencaharian.
Hibah kecil untuk CSO meningkatkan pelayanan pokok sosial, mata pencaharian, dan pemberdayaan perempuan. Dalam beberapa hal, hibah kecil ini digunakan untuk membangun prasarana masyarakat, misalnya
pusat pendidikan anak usia dini (PAUD) di Nias dan Aceh dan satu unit sumur umum di Nias. Hibah kecil lainnya membantu peningkatan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan ekonomi seperti peternakan kambing, produksi kerajinan tangan, bertanam cabai di Aceh, bertanam kakao serta peternakan babi di Nias. Secara keseluruhan, dukungan CSO atas kegiatan perempuan telah meningkatkan kualitas hidup pesertanya dan menyediakan modal keuangan dan sosial yang diperlukan sehingga dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam hal perencanaan, penetapan keputusan, dan mata pencaharian.
Hasil CSO Pencapaian ketika proyek ditutup Mei 2010
Pencapaian
Jumlah paket hibah kecil yang diberikan
142
Nilai hibah yang diberikan
AS$2,38 juta
Penerima hibah mata pencaharian (orang)
33.398 (44% perempuan)
Staf CSRC yang dilatih (pelatihan bagi pelatih (TOT) (orang)
83 (30% perempuan)
Staf CSO yang dilatih (orang)
1.100 (30% perempuan)
Para perempuan dalam program pengembangan masyarakat madani proyek CSO mencatat bertambahnya rasa percaya diri, harga diri, dan keterampilan mereka setelah mendapatkan pelatihan. Kaum perempuan merasa lebih dilibatkan dalam penetapan keputusan dan lebih mampu menambah penghasilan keluarga.
Foto: Sekretariat MDF
57 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
proyek, kepemimpinan, dan persoalan jender. CSO memperkenalkan pengawasan oleh masyarakat yang memungkinkan masyarakat untuk mengawasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi, dan memberi kesempatan kepada masyarakat dan pemerintah untuk bertukarpikiran mengenai persoalan yang muncul selama pelaksanaan rekonstruksi.
Lembaran Info Proyek - Pelestarian Lingkungan
58
Lembaran Info Proyek
Pelestarian Lingkungan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Blang Bintang di Aceh Besar menjelang penyelesaian pada akhir tahun 2012. Salah satu oleh proyek TRWMP, TPA seperti ini merupakan yang pertama di Aceh dan menjadi contoh bagi dinas-dinas kebersihan di Indonesia.
Foto: Faisal Ridwan
Lembaran Info Proyek 16
59
Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP) membantu melindungi ekosistem hutan Leuser dan Ulu Masen di Aceh dan mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Perlindungan kawasan seluas 3,3 juta hektare ini membantu melindungi sumber penyediaan air untuk sekitar 60 persen penduduk Aceh dan juga sumber keanekaragaman hayati terkaya yang masih tersisa di Asia Tenggara. Hutan di Aceh memiliki keanekaragaman hayati yang kaya dari spesies flora dan fauna yang terancam punah, dan menjadi sumber mata pencaharian wilayah itu. Ekosistem Ulu Masen dan Leuser di Aceh, dua kawasan hutan hujan alam terluas di Asia Tenggara seluas antara 2,5 dan 3,3 juta hektare, menghadapi kemungkinan dampak negatif dari upaya rekonstruksi. AFEP bertujuan untuk mencegah dampak ini, mengarusutamakan masalah lingkungan ke
dalam proses perencanaan keseluruhan, dan membantu mengembangkan kapasitas dan lembaga yang berkelanjutan untuk melindungi hutan secara lestari. Proyek ini mengembangkan kapasitas dinas kehutanan pemerintah dan badan pengelola hutan serta memperkuat kesadaran masyarakat serta kapasitas untuk mengawasi dan melindungi sumberdaya hutan. Proyek ini juga bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki mata pencaharian masyarakat
Jumlah Hibah
AS$17,53 juta1
Waktu Pelaksanaan
Februari 2006–Desember 2012
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Yayasan Internasional Leuser (LIF) dan Fauna dan Flora International (FFI)
Penyerapan sampai dengan Tanggal 30 September 20122
AS$17,53 juta Muktar, 44 tahun, dan rekannya berpatroli di hutan Ulu Masen, Aceh Jaya, untuk mencegah pembalakan liar, pemburu liar, dan kolektor satwa. Satuan jagawana ini dilatih oleh Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP) yang didanai oleh MDF dan dilaksanakan oleh Fauna dan Flora Internasional. Sebagian besar jagawana adalah relawan dan mantan pembalak liar ini melindungi hutan dan menyebarluaskan kesadaran mengenai lingkungan kepada anggota masyarakatnya masing-masing. Foto: Abbie Trayler-Smith/Panos/DfID
Komite Pengarah telah menyetujui dana tambahan sebesar AS88.370 pada tanggal 3 November, 2012 untuk biaya yang bersangkutan dengan persiapan penyerahan tiga pesawat ringan yang dibeli untuk proyek ini kepada Pemerintah Aceh. Pesawat-pesawat tersebut akan dioperasikan oleh Pemerintah Daerah untuk melanjutkan pemantauan hutan setelah proyek ini selesai. 2 Pelaksanaan proyek berlanjut hingga 31 Desember, 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 30 September 2012, ketika laporan ini disiapkan. 1
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP)
Lembaran Info Proyek - Pelestarian Lingkungan
60
Pelajar Indonesia mengunjungi Unit Tanggap Konservasi (CRU) di pinggir hutan Ulu Masen Aceh untuk mempelajari pentingnya hutan bagi masyarakat setempat. Fauna dan Flora Indonesia membentuk Unit Tanggap Konservasi tersebut melalui Proyek Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP).
di sekitar kawasan hutan melalui pencegahan pertikaian antara manusia dan satwa liar serta mendukung pengembangan kegiatan mata pencaharian. PENCAPAIAN PENTING Proyek AFEP membantu melindungi hutan di Aceh dari kerusakan skala besar dan gangguan setelah terjadinya bencana tsunami dalam masa pemulihan. Proyek ini berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu penyediaan data dan informasi mengenai penggundulan hutan dan pembalakan liar dengan menggunakan pengawasan satelit dan patroli darat. AFEP juga mencapai sasaran dalam hal melibatkan masyarakat dan meningkatkan kapasitas jagawana dari masyarakat terpilih dalam menangani Pertikaian antara Manusia dan Satwa Liar (HWC) dan memantau persoalan yang terkait dengan penebangan liar, perburuan liar, dan gangguan pada hutan. Program Penjaga Hutan Masyarakat AFEP menciptakan lapangan kerja alternatif yang
Foto: Abbie TraylerSmith/Panos/DfID
berkelanjutan bagi mantan pembalak liar, anggota GAM, dan pemburu ilegal sebagai pengawas hutan. Proyek ini melatih sekelompok penjaga untuk mengawasi dan melaporkan kegiatan liar di hutan. Pemerintah daerah dan donor lain meniru program pengawasan hutan yang berhasil ini. Kelompok yang didukung AFEP untuk mencegah konflik antara manusia dan satwa liar, yaitu Unit Tanggap Konservasi (CRU), yang secara khusus melindungi tanaman petani dari gajah liar, terus menjalankan tugasnya di hutan Ulu Masen dan Leuser dengan bantuan dari luar. Dua peraturan mengenai konflik manusia dan satwa liar, satu mengenai harimau dan satu peraturan lagi mengenai gajah, disusun melalui proses yang melibatkan banyak pemangku kepentingan dengan bantuan dari AFEP. Proyek ini telah mendorong perlindungan secara tepat sasaran dan pengelolaan secara lestari atas kawasan hutan Leuser dan Ulu Masen. Lebih dari 60 kesepakatan lokal, yaitu tingkat gampong
Proyek ini memberi sumbangan besar dalam proses perencanaan tata ruang Aceh, yang memastikan bahwa lingkungan diintegrasikan dalam perencanaan tersebut. AFEP membantu penyusunan rencana tata ruang di tujuh kabupaten Aceh dan dua rencana tata ruang provinsi.
AFEP memberi pelatihan kepada guru, menyusun kurikulum dan bahan pengajaran dalam bidang kesadaran lingkungan hidup bagi sekolah, dan mendirikan klub pecinta alam untuk pelajar, dengan anggota lebih dari 9.750 orang di seluruh Aceh. Proyek ini juga memrakarsai pembibitan oleh masyarakat guna mengembangkan mata pencaharian dari penanaman pohon. Proyek ini berhasil menyertakan persoalan lingkungan hidup ke dalam proses rekonstruksi dan pembangunan Aceh secara keseluruhan, dan mendukung Inisiatif Hijau dari pemerintah Aceh dengan mengidentifikasi mekanisme pendanaan berkelanjutan bagi pembangunan jangka panjang Aceh. Kegiatan-kegiatan AFEP masih berlangsung dengan pendanaan dari donor lain.
Hasil AFEP
3
Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2012
Pencapaian
Dimasukkannya pertimbangan lingkungan hidup dan konservasi ke dalam rencana tata ruang
1 provinsi 7 kabupaten
Dibuatnya kesepakatan dan peraturan setempat tentang pengelolaan dan konservasi hutan
Ulu Masen: 14 Mukim Leuser: 27 Gampong
Dilatihnya guru sekolah dan diberikannya bahan pengajaran dan kurikulum mengenai lingkungan hidup dan konservasi
1.007 orang (65% perempuan)
Dibangunnya dan dijalankannya kebun pembibitan
47
Ditanaminya kembali/direhabilitasinya kawasan hutan (hektare)
5.238
Disusunnya peraturan tentang pertikaian antara manusia dan satwa liar
2 (1 untuk harimau, 1 untuk gajah)
Gampong adalah desa dalam bahasa Aceh. Mukim adalah wilayah adat Aceh seluas antara desa dan kecamatan.
61 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
atau mukim3, mengenai pengawasan dan perlindungan hutan telah dibuat atas dukungan dari proyek ini. Lebih dari 620 jagawana telah dilatih melalui proyek ini, dan lebih dari 60 staf badan konservasi mendapat pelatihan lanjutan dalam pendeteksian and pencegahan tindak kejahatan hutan. Pengawasan oleh banyak pemangku kepentingan dan jaringan penegak hukum dilakukan melalui proyek ini dan hingga sekarang masih berfungsi di bawah kepemimpinan pemerintah daerah.
Lembaran Info Proyek - Pelestarian Lingkungan
62
Lembaran Info Proyek 17
Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP) Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP) meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam membersihkan, mendaur ulang, dan membuang sampah tsunami, menerapkan sistem pengelolaan limbah secara lestari yang bermanfaat bagi lingkungan melalui pengumpulan, pengolahan, daur ulang, dan pembuangan limbah yang aman, serta mendukung mata pencaharian yang berhubungan dengan pengelolaan limbah. Proyek ditutup pada bulan Desember 2012. TRWMP dirancang untuk memberikan tanggapan untuk penanganan terpadu atas persoalan kesehatan masyarakat dan lingkungan yang terkait dengan tsunami dan puing gempa bumi serta pengelolaan limbah kota selama rehabilitasi dan pemulihan di Aceh dan Nias. Program ini memusatkan perhatian pada penghancuran gedung yang rusak akibat gempa bumi dan daur ulang bahan bangunan tersebut , pengumpulan sampah tsunami dan pembersihan lahan, peningkatan kapasitas dinas
kebersihan sampah kota, proyek prasarana tempat pembuangan akhir, dan penciptaan kesempatan kerja dari pengelolaan sampah. TRWMP merupakan salah satu program MDF paling lama, yang dilakukan pada semua tahapan program: pemulihan, rekonstruksi, dan pembangunan jangka panjang Aceh dan Nias. Ketika ditutup, TRWMP berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan memberi sumbangan besar pada penerapan cara pengelolaan sampah secara berkelanjutan. Proyek ini menjadi model
Jumlah Hibah
AS$39,40 juta
Periode Pelaksanaan
Desember 2005–Desember 2012
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Jumlah Penyerapan sampai dengan 30 September 20121
AS$39,4 juta
Petani di Krueng Ateuh, Aceh Jaya, kembali ke sawah setelah hampir delapan tahun meninggalkannya. Tsunami meninggalkan lapisan lumpur dan puing di atas sawah mereka dan pada tahun 2011, TRWMP membuka kembali jalan bagi petani tersebut untuk kembali bekerja di sawah. Secara keseluruhan, proyek ini membantu membersihkan lebih dari 1.200 hektare sawah di sepanjang pantai barat Aceh dan membantu hampir 2.000 keluarga. Foto: Faisal Ridwan
1
Pelaksanaan proyek berlanjut hingga 31 Desember, 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 30 September 2012, ketika laporan ini disiapkan.
63 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Tim TRWMP bertemu dengan kontraktor daerah maupun pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten untuk memerinci rencana pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Blang Bintang yang melayani Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Sarana bernilai AS$10 juta ini memiliki masa fungsi selama 10 tahun namun tempat yang tersedia dapat digunakan selama beberapa dasawarsa ke depan.
dalam hal praktik teladan atas sektor penting yang sejauh ini tidak mendapat cukup perhatian di Indonesia. PENCAPAIAN PENTING Program awal TRWMP menerapkan sistem pembayaran tunai untuk pekerjaan bagi warga yang selamat dari bencana dan menciptakan tenaga kerja yang mampu dengan cepat membersihkan puing rumah yang hancur, saluran air, parit, dan jalan di Aceh dan Nias yang terkena dampak bencana paling parah. Sekitar 700 orang menerima gaji harian, seperempatnya adalah kaum perempuan. Bahan yang dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali untuk pembayaran tunai pekerjaaan guna membayar jasa pekerja; dan lebih dari 550 struktur yang dihancurkan dapat digunakan kembali dalam rekonstruksi, membantu mengurangi pemakaian bahan bangunan yang diambil dari alam. Pada tahap ini, TRWMP memberi pelatihan dan peningkatan kapasitas dinas kebersihan kabupaten, dan melatih warga dalam memanfaatkan puing yang dapat didaur ulang untuk perabotan dan pelatihan lain seperti membuat kompos maupun kesehatan dan keselamatan bagi pemulung.
Foto: Faisal Ridwan
TRWMP berperan penting dalam membersihkan puing dan lumpur setelah bencana alam tersebut. Program ini berhasil membersihkan lebih dari satu juta meter kubik puing dari keseluruhan lima juta meter kubik. Setelah daerah perkotaan dibersihkan, program ini beralih pada pembersihan lahan pertanian dan mengembalikan mata pencaharian petani. Ketika ditutup, TRWMP telah berhasil memperbaiki 1.200 hektare sawah, ladang, dan beberapa kolam ikan. Sekitar 2.000 rumah tangga mendapat manfaat langsung dari kegiatan ini, terutama dalam pemulihan sawah. Pada tahun 2007, TRWMP beralih dari tanggap darurat ke perbaikan sistem pengelolaan sampah jangka panjang di Aceh dan Nias. Ini merupakan komponen inti, antara lain berupa penambahan kapasitas daur ulang oleh swasta dan sekaligus memperkuat kegiatan yang terkait. Sistem sanitasi yang efisien membutuhkan dukungan dari masyarakat dan sektor swasta yang mantap, serta tergantung juga pada prasarana pengelolaan sampah yang memadai dan dapat diandalkan. Proyek ini membantu pembangunan seluruh segi dalam pembangunan sistem pengelolaan sampah di
Lembaran Info Proyek - Pelestarian Lingkungan
64
TRWMP membantu daur ulang limbah tsunami disamping kegiatan pembersihan. Para pekerja sedang mendaur ulang limbah tsunami untuk membuat perabotan dan produk kayu lain.
Aceh dan Nias yang lebih baik setelah bencana. Salah satu tujuan penting TRWMP adalah menghidupkan kembali layanan sampah pemerintah kota di Aceh dan Nias. Setelah layanan ini dimulai kembali, proyek ini membangun dan mengembangkan kapasitas dinas kebersihan dalam memberi layanan pengelolaan sampah yang sejalan dengan peraturan dan standar nasional. Proyek ini menyelenggarakan serangkaian pelatihan untuk memperbaiki pengelolaan sampah pemerintah kota yang dilakukan antara tahun 2010 dan 2012. Pelatihan tersebut sangat lengkap terdiri dari 18 modul pelatihan yang berkenaan dengan seluruh segi pengelolaan sampah seperti layanan bagi pelanggan, pelaksanaan pembuangan akhir, dan penyusunan qanun (peraturan daerah). Qanun menjadi landasan hukum yang memungkinan cara pengelolaan sampah secara baik seperti pengumpulan sampah berbayar, pelaksanaan dan pemeliharaan tempat pembuangan akhir, dan cara kerja anggaran. Hasil dari program ini adalah 1.400 pegawai dinas kebersihan, termasuk pengambil
Foto: Koleksi UNDP
keputusan yang penting seperti kepala dinas kabupaten, memiliki kemampuan untuk merencanakan, menganggarkan, melaksanakan, dan mengembangkan pengelolaan sampah di Aceh dan Nias. Kota Banda Aceh mendapat penghargaan Adipura atas pengabdiannya dalam bidang sanitasi dan lingkungan sebanyak empat kali, yang tiga kali diantaranya tidak lama setelah terjadinya tsunami. TRWMP membantu pemerintah daerah melakukan kampanye kesadaran publik di sekolah, desa, dan masyarakat pada umumnya. Lebih dari 36.000 orang siswa sekolah mempelajari daur ulang, membuat kompos, dan pengetahuan kebersihan; dan 4.500 warga masyarakat, yang kebanyakan perempuan, ikut serta dalam kampanye penyadaran masyarakat, yang meliputi pemisahan sampah, pentingnya mencuci tangan, dan membuat kompos. Selama proyek ini berjalan, TRWMP membantu daur ulang melalui 233 usaha kecil dan menengah (UKM), LSM, pemulung perorangan, dan bank
Kemitraan TRWMP bersama pemerintah di seluruh tingkat menghasilkan pembangunan TPA dengan rancangan teknis terperinci di enam kabupaten di Aceh, dan empat TPA berstandar internasional. TPA yang paling rumit—namun bermanfaat—dari kesemuanya adalah TPA regional di Blang Bintang, yang melayani
sampah dari satu juta penduduk di Aceh Besar dan Banda Aceh. Sarana yang dibangun dengan dana AS$10 juta ini akan memperbaiki lingkungan di daerah terpadat di Aceh tersebut, dan dapat menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia. TPA sebelumnya di Banda Aceh, di Gampong Jawa, dijadikan Tempat Pembuangan Transfer. TPA lain yang dibangun adalah di Pidie dan Bireuen. Satu unit TPA yang kini masih dalam proses pembangunan terletak di Gunung Sitoli, Nias. Melalui investasi TRWMP yang besar dalam pembangunan kapasitas, dinas kebersihan di daerah ini sekarang memiliki kemampuan menjalankan TPA tersebut dengan efektif dan efisien. Rancangan teknis terperinci untuk pembangunan enam TPA telah dibuat dan diserahkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk dibangun sejalan dengan jadwal pembangunan prasarana pemerintah. Dengan menciptakan sistem pengelolaan sampah padat yang berkelanjutan berdasarkan praktik internasional terbaik, proyek ini telah memberikan kontribusi untuk keberlanjutan jangka panjang lingkungan Aceh dan Nias.
Hasil TRWMP Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2012
Pencapaian
Jumlah TPA yang ditutup atau ditingkatkan menjadi sanitary landfill
10
Rumah tangga yang membayar untuk pengumpulan sampah kecamatan (persentase per kecamatan)
29%
Persentase (volume) limbah padat di Aceh yang didaur ulang
23%
Jumlah UKM dengan mata pencaharian secara berkelanjutan yang berasal dari pengelolaan limbah
164 UKM 36 orang perorangan 12 LSM 10 kelompok 8 bank sampah sekolah 3 koperasi
65 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
sampah sekolah; dan 73 persen diantaranya hingga kini masih aktif. Dengan jumlah investasi AS$3,2 juta, TRWMP membantu sektor daur ulang sampah dengan menciptakan 2.500 lapangan pekerjaan dan mendaur ulang 72.000 ton sampah dari tempat pembuangan akhir (TPA) di Aceh dan Nias. TRWMP juga mencatat perubahan persepsi masyarakat terhadap daur ulang sebagai mata pencaharian. Banyak pelaku daur ulang merasakan stigma dan penilaian buruk terhadap mereka maupun anggapan mereka sendiri terhadap mata pencaharian tersebut, yang seiring dengan waktu telah berubah dari negatif menjadi positif. Salah satu alasan pergeseran ini adalah perubahan keadaan ekonomi kaum termiskin di Aceh dan Nias yang jelas terlihat lebih baik. Sejak tahun 2010, keuntungan usaha kecil dan menengah dalam bidang daur ulang yang dibantu oleh TRWMP mencapai AS$3,5 juta.
Lembaran Info Proyek - Peningkatan Proses Pemulihan
66
Lembaran Info Proyek
Peningkatan Proses Pemulihan
Anak-anak di Banda Aceh sedang mengikuti latihan darurat gempa bumi sebagai bagian dari menghidupkan kembali program “Dokter Kecil”.
Foto: Tarmizy Harva
Lembaran Info Proyek 18
67
Program Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas mendukung BRR agar secara efisien melaksanakan tugasnya dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan koordinasi proses pemulihan melalui bantuan teknis dan layanan penting hingga BRR ditutup pada bulan April 2009. Proyek ini diperpanjang hingga tanggal 31 Desember 2012, untuk mendukung peran Bappenas sebagai koordinator dan juga membantu Bappeda Aceh dan Sumatra Utara untuk mengkoordinasikan dan menyelesaikan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang belum selesai. Proyek ini berhasil mencapai tujuannya dan ditutup pada bulan Desember 2012. Program Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas (juga dikenal dengan nama Koordinasi Penyelesaian dan Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi atau R2C3) pada awalnya dirancang untuk menyediakan bantuan cepat untuk kebutuhan teknis dan operasional BRR dalam upaya rekonstruksi keseluruhan. Karena
pemulihan dan rekonstruksi di Aceh dan Nias berubah sejalan dengan waktu, proyek ini menyelaraskan diri dengan kebutuhan pemerintah yang muncul, dengan cara menyesuaikan tujuannya, yang semula untuk BRR dan sejak tahun 2009 untuk Bappenas. Pada tahap terakhir, sewaktu masih berada
Jumlah Hibah
AS$24,78 juta
Waktu Pelaksanaan
Juli 2005–Desember 2012
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
BRR (sampai April 2009), Bappenas (mulai April 2009)
Penyerapan sampai dengan tanggal 30 September 20122
AS$24,78 juta
Pelatihan RAN Database Aceh dan Nias di Banda Aceh. Database ini dikembangkan melalui proyek Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas, dan dirancang untuk memantau dan mengkoordinasikan kegiatan rekonstruksi secara keseluruhan. Foto: Koleksi UNDP
Setelah BRR ditutup, TA untuk proyek-proyek BRR dan Bappenas juga dikenal dengan nama Proyek Koordinasi Penyelesaian dan Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (R2C3). 2 Proyek diteruskan hingga 31 Desember 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 30 September 2012, ketika laporan ini sedang dipersiapkan. 1
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Program Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas1
Lembaran Info Proyek - Peningkatan Proses Pemulihan
68
Dengan dana dari MDF melalui proyek Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas, BRR menerbitkan beberapa seri buku mengenai hasil pembelajaran dari proses rekonstruksi.
dalam koordinasi Bappenas, proyek ini juga bekerjasama dengan Bappeda Aceh dan Provinsi Sumatra Utara. Bantuan dari proyek ini memungkinkan koordinasi antar instansi pemerintah secara tetap, terbuka, dan tepat sasaran dalam rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh dan Nias. PENCAPAIAN PENTING Dalam empat tahun pertama sejak dibentuk, proyek ini memberi bantuan teknis dan dukungan operasional kepada BRR untuk membantu badan nasional yang bersifat sementara tersebut menjalankan tugasnya secara terbuka dan tepat waktu. Bantuan ini meliputi penyusunan kebijakan dan landasan hukum dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias secara keseluruhan, serta pengembangan proyek, perlengkapan, dan kemampuan untuk memantau tercapainya sasaran rekonstruksi. Proyek ini membantu penyusunan 217 strategi, kebijakan, dan panduan, mengkaji 192 proposal, dan memantau 284 proyek.
Foto: Sekretariat MDF
Sebagian besar kegiatan dalam rangka membantu BRR berhasil diselesaikan sesuai dengan rencana pada bulan April 2009, pada saat badan ini dibubarkan dan tanggung jawab koordinasi kemudian dialihkan kepada Bappenas; namun kebutuhan akan bantuan teknis masih terus ada. Dengan adanya Rencana Aksi 2010-1012 untuk Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, TA untuk BRR dan Bappenas memberi bantuan teknis pelengkap dan kemampuan operasional agar Bappenas dapat menjalankan pemantauan atas Rencana Aksi tersebut. Proyek ini juga membantu Bappeda Aceh dan Provinsi Sumatra Utara (yang daerahnya mencakup Nias) dalam menyederhanakan dan menyatukan tujuannya dengan prioritas nasional. Sumbangan proyek yang paling menonjol antara lain bantuan dalam peningkatan koordinasi rekonstruksi, komunikasi diantara pemangku kepentingan dan donor, dan pelaksanaan Rencana Aksi yang efisien. Lewat bantuan koordinasi ini, TA untuk BRR dan Bappenas telah memungkinkan pemerintah provinsi menyusun
Saluran komunikasi dan berbagi informasi yang kuat merupakan prioritas utama dalam beberapa tahun setelah bencana terjadi. Proyek ini membantu penyelesaian dan pengoperasian Sistem Manajemen Informasi (SMI) untuk program pemulihan Aceh-Nias, Pemulihan RAN Database Aceh-Nias (RAND), pengumpulan data untuk pemantauan dan koordinasi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang didanai oleh organisasi lain, Sistem Informasi Barang dan
Aset (SIMBADA), pendaftaran aset rekonstruksi online, dan Pusat Data dan Informasi untuk Perencanaan dan Pembangunan. Semua sistem ini dilembagakan melalui pemberian pelatihan mendalam untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang investasi ini. Selain mendukung kebijakan yang terkait dengan bencana dan penyusunan prosedur, TA untuk BRR dan Bappenas juga memberi bantuan teknis untuk menyusun dan memelopori proses yang lebih ringkas dalam melakukan analisis dampak lingkungan (Amdal). Pendekatan pengelompokan (cluster) analisis dampak lingkungan dalam rangka kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh benar-benar tepat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan lokal serta menetapkan standar nasional bagi proses perencanaan lingkungan dan proses pembangunan pada masa depan.
Proyek Bantuan Teknis (TA) untuk BRR dan Bappenas memberi bantuan teknis kepada Bappenas dan Bappeda Aceh dan Provinsi Sumatra Utara untuk mempercepat usaha rekonstruksi secara keseluruhan.
Foto: Koleksi UNDP
69 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
strategi percepatan yang menyelaraskan proyek-proyek yang sedang dilaksanakan dan menyatukannya dengan rencana kerja dan anggaran pemerintah. Lebih jauh lagi, proyek ini membantu pemerintah provinsi dalam menyusun rencana pembangunan lima tahun Aceh, periode 2012-2017, yang merupakan strategi pembangunan jangka menengah provinsi ini.
Lembaran Info Proyek - Peningkatan Proses Pemulihan
70
Lembaran Info Proyek 19
Proyek Pengurangan Risiko Bencana-Aceh (DRR-A) DRR-A dirancang untuk menyertakan pengurangan risiko bencana (DRR) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembangunan sebagai fungsi pokok pemerintah Aceh beserta mitra masyarakat dan swasta, khususnya masyarakat setempat, karena tindakan yang paling tepat dan langsung dapat mengurangi kerentanan fisik, ekonomi, dan sosial dalam menghadapi bencana. Proyek ini selesai dan ditutup pada tanggal 30 Mei 2012. Membuat Aceh lebih aman melalui Pengurangan Risiko Bencana (DRR-A) pada awalnya untuk mendukung pemerintah dan masyarakat luas agar lebih siap dan tanggap terhadap potensi bencana. Upaya ini antara lain dengan menyertakan pengurangan risiko bencana (DRR) ke dalam mekanisme dan prosedur pemerintah, membangun masyarakat yang lebih kuat dan lebih paham dari bawah ke atas,
meningkatkan kemampuan pusat penelitian bencana provinsi, dan membina kesadaran mengenai DRR di kalangan masyarakat. PENCAPAIAN PENTING Untuk mendorong lingkungan yang mendukung pelembagaan DRR, proyek DRR-A mencurahkan sebagian upayanya untuk menyusun dan melakukan kajian resmi, serta merancang
Jumlah Hibah
AS$9,87 juta
Masa Pelaksanaan
November 2008–Mei 2012
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Aceh
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$9,87 juta1
Pusat komando sedang memantau pelaksanaan prosedur tetap dalam simulasi Gelombang Samudra Hindia pada tahun 2009. Kegiatan yang dibantu oleh program UNDP “Membuat Aceh lebih Aman” lewat Pengurangan Risiko Bencana-Aceh (DRR-A), memberi kesempatan kepada 18 negara yang dilanda tsunami untuk mempraktikkan peran dan tanggung jawab masing-masing setelah bencana pada tahun 2004. Foto: Fakhrurrazi
1
Sisa dana yang tidak digunakan senilai AS$240 ribu dikembalikan ke MDF.
71 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Murid sekolah di berlindung di kolong meja dalam latihan gempa bumi pada tahun 2012. DRR-A membantu upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan dan hingga tahun 2012 telah membantu menyusun, menguji coba, dan memasukkan pengetahuan mengenai DRR ke dalam mata pelajaran di sekolah.
berbagai peraturan perundang-undangan. DRR-A berperan penting dalam penyusunan Peraturan Gubernur No.102/2009, untuk mendirikan Badan Penanggulangan Bencana Aceh, BPBA. DRR-A memberi bantuan teknis sewaktu badan baru ini memulai kegiatannya. Proyek ini juga membantu pemerintah menjabarkan prioritas pengurangan risiko bencana ke dalam tindakan melalui kebijakan dan peraturan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2012-2017, Rencana Aksi Daerah dalam rangka DRR (LAPDRR), dan juga Rencana Pengelolaan Bencana 2012-2017. DRR-A memprakarsai pengurangan risiko bencana yang bertumpu pada masyarakat yang peka terhadap jender. Sepuluh desa rentan bencana dipilih, dan forum DRR memberi pelatihan untuk menyusun Rencana Aksi Masyarakat, yang bertujuan
Foto: Kolekasi UNDP
untuk menyertakannya dalam perencanaan pembangunan desa dengan kesadaran bahwa bencana memiliki dampak berbeda terhadap kaum perempuan dan laki-laki. Kemitraan proyek dengan tiga LSM daerah juga mendorong pembangunan kapasitas. DRR-A menghubungkan kegiatan ini dengan pemerintah daerah untuk memperbesar kemungkinan suara desa dipertimbangkan dalam penetapan keputusan di tingkat kabupaten. Proyek DRR-A bekerja erat dengan Pusat Penelitian Pencegahan Bencana dan Tsunami (TDMRC) di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Proyek ini telah meningkatkan pengetahuan institusional lembaga tersebut melalui pembangunan kapasitas, pendidikan, dan bantuan teknis sehingga lembaga tersebut dapat menambah bobotnya di mata pemerintah maupun masyarakat ilmiah dunia pada
Lembaran Info Proyek - Peningkatan Proses Pemulihan
72
Warga Banda Aceh mengikuti simulasi tsunami yang diselenggarakan oleh program Pengurangan Risiko Bencana (DRR-A). Dalam latihan ini, warga di daerah rawan bencana diharapkan lebih siap ketika menghadapi berbagai ancaman. DRR-A membantu memajukan budaya penyelamatan diri di kalangan warga Banda Aceh yang paling rentan terhadap bencana.
umumnya. Dengan bantuan dari proyek DRR-A, TDMRC menyusun peta risiko provinsi yang menggarisbawahi kerentanan dari sisi geografi, yang bermanfaat bagi pemerintah sebagai bahan membuat peraturan dan kebijakan. Lembaga ini juga memberi layanan berupa data sejarah bencana, dan pengembangan produk dan layanan yang tidak hanya dapat dimanfaatkan di dalam provinsi tersebut, tetapi juga menarik perhatian dunia, yang berarti memberi pendapatan guna membiayai penelitian ilmiah TDMRC lainnya. Sumber pendapatan lainnya yang berhasil adalah Program S2 Studi Bencana yang dimulai pada tahun 2011, yang akan terus
Foto: Tarmizy Harva
menyediakan pendidikan teknis bidang sains dan tata kelola bagi pemimpin masa depan Aceh. Lewat hubungan strategis dengan pemerintah, media, masyarakat, lembaga agama, dan sekolah, DRR-A dapat menyebarluaskan kesadaran melalui kampanye dan pendidikan. Kini sistem pendidikan di Aceh juga mencakup modul DRR dalam kurikulumnya. Proyek ini mendukung Dinas Pendidikan dalam menyusun, melatih guru, menguji, dan melembagakan mata pelajaran DRR di berbagai tingkat pendidikan; modul serupa juga dikembangkan di lembaga pendidikan agama di Aceh. Dengan menjadikan
73 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Seorang anak duduk di atas puing-puing helikopter polisi di halaman gedung evakuasi tsunami di Banda Aceh pada Hari Anak 2011. Helikopter yang rusak ketika tsunami tersebut sekarang digunakan sebagai alat bantu pengajar di gedung berlantai lima, yang berkonstruksi tahan gelombang besar dan gempa bumi berkekuatan 8 skala Richter.
sekolah sebagai sasaran, daya jangkau DRR untuk menyampaikan pesan secara langsung diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan anak-anak, yang merupakan kelompok paling rentan dalam keadaan darurat. Komite Koordinasi Kesadaran Masyarakat, yang dibentuk dan dikembangkan dengan dukungan DRR-A, menghimpun para pemangku kepentingan yang memiliki tujuan sama, yaitu mengubah perilaku dan sikap masyarakat Aceh terhadap risiko bencana. Wartawan ditawari untuk mengikuti pelatihan guna meningkatkan kualitas penulisan laporan bencana yang
Foto: Koleksi UNDP
selaras dengan pemahaman mengenai konsep dan bahasa sensitif DRR, dan ini beberapa kali digunakan oleh mereka ketika terjadi gempa bumi besar pada tahun 2012. Gempa bumi ini mendorong pemberlakuan pihak yang terkait dengan bencana dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya, yaitu antara lain staf yang bertugas membunyikan sirene tsunami, dan meski tidak menyebabkan kerusakan besar, bencana tersebut memberi kesempatan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk menunjukkan hasil pembelajaran mereka.
Lembaran Info Proyek - Peningkatan Proses Pemulihan
74
Lembaran Info Proyek 20
Program Transformasi Pemerintah Aceh (AGTP) Program Transformasi Pemerintah Aceh (AGTP) menyediakan bantuan strategis dan penting selama masa peralihan setelah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) ditutup untuk memastikan bahwa Pemerintah Provinsi memiliki kapasitas dan kekuatan kelembagaan yang diperlukan untuk mengambil alih proyek, aset, fungsi, kemampuan, dan sumber daya BRR pada akhir mandatnya. Proyek ini berakhir pada bulan Juni 2012. Ketika BRR ditutup sesuai jadwal, yaitu pada tahun 2009, AGTP memberi bantuan teknis kepada Pemerintah Provinsi Aceh selama masa peralihan yang genting. Proyek ini memusatkan perhatian pada penguatan lembaga eksekutif, dan lembaga penting yang terlibat dalam rekonstruksi di Aceh, seperti Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP), dan kemudian, memperlancar pengalihan sejumlah besar aset rehabilitasi dan rekonstruksi. AGTP tidak semata-mata
mengkhususkan untuk membantu hal-hal yang terkait dengan peralihan, tetapi juga membantu Pemerintah Provinsi Aceh membangun sistem tata kelola jangka panjang. PENCAPAIAN PENTING Selama empat tahun, AGTP memberi bantuan strategis dan penting guna memastikan bahwa Pemerintah Aceh memiliki kapasitas yang diperlukan dan lembaga yang kuat untuk mengambil alih proyek, aset, fungsi, dan
Jumlah Hibah
AS$16,98 juta
Waktu Pelaksanaan
Juli 2008–Juni 2012
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Aceh
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$16,98 juta
Pegawai negeri memanfaatkan perpustakaan rujukan di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) yang dibantu oleh AGTP. Lembaga ini membangun landasan yang kuat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memajukan pegawai negeri di Aceh. Foto: Koleksi AGTP
75 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, menghadiri lokakarya yang diselenggarakan oleh Program Transformasi Pemerintah Aceh (AGTP). Proyek ini membantu pemerintah untuk mengambil alih tanggung jawab BRR setelah ditutup pada 2009.
kapasitas dari BRR. Pada tahun 2008, AGTP membentuk kelompok penasihat teknis bagi Gubernur Aceh. Tim Asistensi ini memberi saran dan pengetahuan teknis kepada gubernur, serta berperan penting dalam menjembatani antara pejabat Pemerintah propinsi dengan SKPA, instansi pemerintah pusat, dan pihak lain. Tugas tim ini, yaitu menyusun 17 dokumen kebijakan, menghasilkan kebijakan dan peraturan pembangunan yang menunjang Qanun (peraturan daerah) Aceh. Kebijakan itu antara lain peraturan mengenai Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Minyak dan Gas yang memungkinkan Pemerintah Provinsi Aceh menggunakan sumber dana secara tepat dan mencukupi untuk membiayai programprogram sosial seperti layanan kesehatan sebagaimana diamanatkan. AGTP membantu mengembangkan sistem pengawasan online untuk mencatat anggaran dan penyerapannya, dan ini berhasil meningatkan kinerja penyerapan anggaran instansi pemerintah daerah, yang terlihat dari
Foto: Koleksi AGTP
kenaikan jumlah penyerapan dari 40 persen pada tahun 2009 menjadi 90 persen pada masing-masing tahun 2010 dan 2011. AGTP juga mendorong visi untuk pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Proyek AGTP dengan Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) telah membuat lembaga ini memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam upaya meningkatkan mutu pegawai negeri di Aceh. AGTP membantu lembaga ini menilai 39 dari 42 instansi daerah yang ada. Hasilnya adalah pembentukan peta kebutuhan pelatihan yang terperinci untuk membantu instansi pemerintah daerah dalam menetapkan kapasitas perorangan dan kebutuhan pengembangan sumberdaya manusia. Proyek ini, bersama dengan BKPP, juga membantu mendorong reformasi birokrasi, mendukung Pemerintah Daerah untuk mendirikan pusat penilaian yang memperkenalkan sistem prestasi kerja dalam penerimaan pegawai negeri agar dapat diperoleh jajaran pegawai negeri berkualitas.
Lembaran Info Proyek - Peningkatan Proses Pemulihan
76
AGTP membantu pengalihan aset hasil rekonstruksi dari BRR kepada pemerintah daerah melalui pengembangan kapasitas dan penyusunan Qanun untuk mengelola dan mengalihkan aset yang dibangun selama rekonstruksi. AGTP telah memampukan Pemerintah Aceh dan 23 pemerintah kabupaten/ kota untuk mengidentifikasi, mendaftar, dan menyusun anggaran bagi aset rekonstruksi yang
bernilai lebih dari Rp 1,39 triliun. Disamping itu, AGTP juga memberi bantuan teknis dalam penyusunan Qanun yang akan diberlakukan di semua kabupaten. Setelah diundangkan pada tahun 2013, Qanun ini akan memberi kabupaten kewenangan untuk mengambil alih dan mengelola aset untuk program pembangunan mendatang.
AGTP menyediakan bantuan strategis dan penting selama masa peralihan setelah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) ditutup untuk memastikan bahwa Pemerintah Provinsi memiliki kapasitas dan kekuatan kelembagaan yang diperlukan untuk mengambil alih proyek, aset, fungsi, dari BRR.
Pada tahun 2009, pegawai negeri eselon atas di Aceh untuk pertama kali menjalani uji kelayakan dan kepantasan yang menilai kemampuan pegawai negeri. Uji kelayakan yang didukung oleh AGTP ini menjadi langkah awal standar sumberdaya manusia Aceh pada masa depan.
Foto: Koleksi AGTP
Lembaran Info Proyek 21
77
Program Transisi Kepulauan Nias (NITP) bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten agar berhasil menyelesaikan proses pemulihan dan mengelola tanggung jawabnya, menerapkan praktik terbaik yang dapat memperbaiki tata kelola, dan mengurangi risiko dari ancaman bencana pada masa depan. Proyek ini selesai dan ditutup pada bulan Juni 2012. Setelah bencana gempa bumi di Nias pada tahun 2005 dan penutupan BRR, terdapat kesenjangan antara kapasitas pengelolaan pemerintah kabupaten dan keterampilan yang dibutuhkan untuk keberlanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, dan menjaga aset pascabencana tersebut. NITP dibentuk sebagai tanggapan atas kebutuhan sangat mendesak yang muncul setelah tanggung jawab BRR diserahkan kepada pemerintah daerah setempat. Kebanyakan kegiatan proyek adalah pembangunan kapasitas, khususnya yang berkenaan dengan pengalihan aset kepada instansi terkait, dan
mengarusutamakan pengurangan risiko bencana (DRR) ke dalam program pemerintah. NITP bekerjasama dengan dua proyek lain yang didanai oleh MDF, yaitu Program Transformasi Pemerintah Aceh (AGTP) dan Bantuan Teknis untuk BRR dan Bappeda (proyek ini dikenal sebagai R2C3) untuk membantu dan memperlancar verifikasi aset dan proses pengalihan aset. PENCAPAIAN PENTING Menurut BRR, keseluruhan dana yang diinvestasikan di Nias setelah bencana terjadi
Jumlah Hibah
AS$4,59 juta
Waktu Pelaksanaan
April 2009–Juni 2012
Badan Mitra
Program Pembangunan PBB (UNDP)
Badan Pelaksana
Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Nias.
Jumlah Penyerapan Akhir
AS$4,59 juta Beberapa orang anggota masyarakat di Gido, Nias, sedang belajar teknik pemantauan dan evaluasi untuk dapat menilai kinerja pemerintah daerah dalam pembangunan. Bantuan NITP antara lain adalah mengembangkan keterampilan masyarakat untuk berhubungan dengan pemerintah agar memiliki pengaruh untuk pembangunan yang sedang berjalan. Foto: Chandra Manalu
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Program Transisi Kepulauan Nias (NITP)
Lembaran Info Proyek - Peningkatan Proses Pemulihan
78
Anak-anak di Nias sedang belajar untuk lebih siap siaga dalam menghadapi bencana alam di kepulauan terpencil ini. Dalam Program Transisi Kepulauan Nias (NITP), kurikulum SD sudah memasukkan pengurangan risiko bencana ke dalam pelajaran sehari-hari.
sebesar AS$590 juga. Sebagian dari dana itu diinvestasikan untuk aset di Nias, yang harus diserahterimakan kepada instansi pemerintah terkait setelah BRR ditutup. NITP berperan penting dalam pengalihan aset bernilai sekitar AS$71 juta dengan lancar. Proyek ini berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat dalam menentukan, menilai, dan mengalihkan aset tersebut, misalnya gedung, jalan, dan kendaraan. Proyek tersebut juga memberi pelatihan kepada pegawai negeri di Nias, yang 27 orang diantaranya mendapat akreditasi dalam bidang pengelolaan aset dan 10 orang lainnya mendapat sertifikat penilaian aset, dan semua pegawai negeri tersebut akan terus bekerja dalam pengalihan, pengelolaan, dan penganggaran aset. Semasa proyek NITP, wilayah Kepulauan Nias diperluas dari dua menjadi empat kabupaten dan satu kota. NITP berperan
Foto: Chandra Manalu
NITP membantu mengarusutamakan pengurangan risiko bencana di lintas bidang di kawasan rawan bencana ini. penting dalam mengkoordinasikan strategi pembangunan ekonomi di seluruh daerah di kepulauan tersebut, yaitu Rencana Strategis Pembangunan Ekonomi Daerah, yang merencanakan langkah ke depan untuk memperbaiki peluang ekonomi di pulau yang kaya dengan sumberdaya alam, tetapi rawan kemiskinan. NITP membantu pengelolaan keuangan pemerintah daerah dan cara pembelanjaan anggaran yang tepat melalui Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan
79 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Pegawai negeri di Kabupaten Nias sedang belajar menggunakan sistem online yang disediakan oleh Program Transisi Kepulauan Nias (NITP), seperti Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yangdirancang untuk meningkatkan manajemen keuangan pemerintah.
Daerah (SIPKD) yang sejalan dengan peraturan nasional. Bantuan juga diberikan untuk menyiapkan Rencana Aksi 2010-2012 sebagai landasan program transformasi. Sistem penting tersebut telah dipakai oleh instansi terkait, dan pelatihan tentang perencanaan, koordinasi, pemantauan dan evaluasi pengalihan proyek ini telah membantu memperkuat sistem baru tersebut. Akhirnya, proyek tersebut telah membantu mengarusutamakan pengurangan risiko bencana pada semua sektor di daerah yang rawan bencana ini. Proyek memberi saran dan bantuan pendirian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Nias dan Nias Selatan. Instansi baru ini membutuhkan pengembangan kapasitas dan bantuan dalam menyusun peran dan tanggung jawab yang diuji coba tidak lama kemudian. Pada awal 2011, bencana tanah
Foto: Muslim Nurwidodo
longsor terjadi di satu daerah terpencil di Nias Selatan dan BPBD merupakan salah satu instansi yang mendapat penghargaan karena melakukan koordinasi yang baik. Untuk lebih mengarusutamakan DRR ke dalam kehidupan sehari-hari, kurikulum DRR telah disusun, diuji coba, dan dilaksanakan di sekolah di Nias untuk mempersiapkan para pelajar untuk menggunakan pengetahuan mengenai DRR sepanjang hidup mereka.
Lembaran Info Proyek - Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian
80
Lembaran Info Proyek
Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian
Petani sedang mempelajari teknik pembibitan kakao, pembuatan pestisida, dan pertanian organik di Hiliserangkai, Nias. Pelatihan LEDP meningkatkan kemampuan lebih dari 3.700 petani di Nias sehingga memiliki pengetahuan teknis yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hasil panen, yang pada akhirnya dapat menaikkan pendapatan dari kebun mereka.
Foto: Proyek LEDP
Lembaran Info Proyek 22
81
Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF) mendukung kegiatan subproyek bagi pembangunan ekonomi Aceh dan memberi bantuan kepada Pemerintah Aceh dalam pengelolaan proyek dan pembangunan kapasitas. Proyek ini berhasil mencapai tujuannya dan ditutup pada bulan November 2012. Di tahap akhir program, MDF mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang yang sejalan dengan rencana pembangunan ekonomi yang disusun oleh Pemerintah Daerah Aceh. EDFF dimulai pada tahun 2009 dan dalam waktu yang singkat, telah memberi sumbangan besar bagi pengembangan sektor swasta. Hibah subproyek EDFF ini berhasil membantu membangun lingkungan usaha yang lebih berdaya saing dan membantu menciptakan kesempatan kerja dan pertumbuhan yang diperlukan. Model ini
dilaksanakan untuk membantu peningkatan kapasitas pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola proyek serupa pada masa yang akan datang. PENCAPAIAN PENTING EDFF memberi hibah subproyek (AS$44,5 juta) kepada LSM internasional dan setempat yang terpilih untuk melaksanakan kegiatan untuk menangani masalah penting yang berdampak pada pembangunan ekonomi di Aceh, yaitu
Jumlah Hibah
AS$50,00 juta
Waktu Pelaksanaan
Maret 2009–November 2012
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dan Pemerintah Aceh
Penyerapan sampai dengan tanggal 30 September 20121
AS$44,46 juta
Pekerja di Pidie Jaya sedang memperlihatkan permen coklat batangan yang merupakan hasil kerja kelompoknya. Kakao diolah di pabrik-pabrik yang dibantu oleh EDFF. Foto: Tarmizy Harva
1
Proyek diteruskan hingga 30 November 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 30 September 2012, ketika laporan ini sedang dipersiapkan.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF)
Lembaran Info Proyek - Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian
82
Perempuan anggota koperasi KOPEMAS, sedang membungkus emping melinjo yang mereka buat. Asosiasi Koperasi Kanada (CCA) membantu enam kelompok perempuan dalam meningkatkan produksi makanan ini maupun produk lain dengan bantuan dari proyek EDFF.
pemasaran, produksi, dan daya saing. Delapan subproyek terpilih, dari 121 proposal yang masuk, melalui proses seleksi terbuka dan bersaing. Proyek ini dilaksanakan oleh Asosiasi Koperasi Kanada (CCA), Action Aid Australia (AAA), Swisscontact, Muslim Aid, Islamic Relief, Dana Pembangunan Aceh (ADF), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan Caritas Republik Ceko (CCR). Setiap organisasi melaksanakan kegiatannya dalam kemitraan dengan LSM dan sektor swasta lokal. Fokus subproyek tersebut adalah kegiatan yang mendukung sektor pertanian dan komoditas penting Aceh seperti kakao, kopi, minyak nilam, pertanian (beras, kacang, kedelai, dll.), perikanan dan pengolahan ikan serta peternakan. Kegiatan tersebut meliputi: (i) penyediaan sarana produksi dan peralatan; (ii) peningkatan kualitas; (iii) perbaikan pengolahan dan pengemasan; (iv) perbaikan pemasaran dalam negeri dan internasional; (v) pemberian kemudahan untuk memperoleh pendanaan; (vi) pengembangan
Foto: Tarmizy Harva
koperasi; (vii) pemberdayaan perempuan; (viii) penguatan pusat penelitian dan pelatihan; (ix) pembudidayaan dan penggemukan ternak; (x) prasarana umum untuk sektor ekonomi. Pencapaian EDFF yang patut dicatat antara lain: Pemasaran kopi Arabika Gayo secara online, yang telah menghubungkan para petani langsung dengan pembeli di luar negeri (IOM); penggunaan pesan singkat (SMS) untuk mengetahui harga kakao, telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pasar dan potensi penjualan hasil panen mereka (Swisscontact); dan perbaikan kekuatan ekonomi enam kelompok perempuan, telah meningkatkan produksi kue hingga enam kali lipat setelah mendapat bantuan dari proyek ini (CCA). Di bawah subproyek yang dilaksanakan Caritas Republik Ceko (CCR), produksi minyak nilam telah meningkat pesat, yang mendorong produksi yang stabil dengan mutu yang terjaga, dan meningkatkan keuntungan 2.800 petani minyak nilam.
dan berusaha mengidentifikasi kesempatan usaha sehingga petani, nelayan, koperasi, dan pengusaha kecil memiliki landasan yang kokoh untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Hasil EDFF Pencapaian ketika proyek ditutup November 2012
Pencapaian
Jumlah rencana pengembangan sektor yang disusun melalui tukar pikiran dengan sektor swasta dan dipakai oleh pemerintah daerah.
Disusunnya rencana umum pengembangan kakao di lima kabupaten.
Jumlah produsen utama yang terhubung dengan pasar
Diselenggarakannya empat kali temu-usaha antara masyarakat dan sektor swasta.
Jumlah produsen utama yang dilatih dalam perbaikan produksi atau teknologi pengolahan
36.568 orang (petani, nelayan, pembudidaya ikan, anggota koperasi), termasuk 10.487 orang perempuan.
Jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dilatih dalam peningkatan nilai tambah pengolahan dan pemasaran
380 UKM/koperasi/kelompok produsen
Jumlah kelompok produsen yang didirikan atau diperkuat
1.055 termasuk 7 kelompok perempuan
Jumlah koperasi yang didirikan atau diperkuat
60
Jumlah penerima manfaat langsung dan tidak langsung dari proyek ini
109.000 orang
Staf Swisscontact sedang memeriksa tingkat kematangan buah kakao di Pante Raja, Pidie Jaya. Pemeriksaan buah kakao secara rutin sangat penting untuk memertahankan kualitas panennya.
Foto: Tarmizy Harva
83 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
EDFF menghadapi banyak tantangan sehingga pelaksanaan proyek diundur hingga akhir tahun 2010. Walau demikian, sebagian besar sasaran berhasil dicapai dengan hasil nyata terlihat sebelum proyek ini ditutup. Secara keseluruhan, proyek ini membantu keterampilan teknis
Lembaran Info Proyek - Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian
84
Proyek ini membantu keterampilan teknis dan berusaha mengidentifikasi kesempatan usaha sehingga petani, nelayan, koperasi, dan pengusaha kecil memiliki landasan yang kokoh untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Samsu Bahri
Mengganti Senjata dengan Alat Pertanian Program Fasilitas Pendanaan Pengembangan Ekonomi Aceh (FPPEA) dibentuk pada tahun 2009 oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Pemerintah Aceh dengan pendanaan MDF. Tujuan program ini adalah menciptakan kesempatan kerja, membantu mendukung pemulihan ekonomi pascatsunami, mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan pengentasan kemiskinan. Salah satu proyeknya, PEKA (Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh), dilaksanakan oleh Swisscontact bertujuan untuk memulihkan peluang ekonomi komoditas kakao di kalangan masyarakat pedesaan, melalui pelatihan dan perbaikan pemasaran. Samsu Bahri, mantan anggota GAM, mewarisi beberapa ratus hektare kebun kakao dari ayahnya. “Setelah tsunami dan berakhirnya konflik, saya mulai menanam kakao, tetapi saya tidak tahu sama sekali mengenai pertanian. Ketika Swisscontact datang ke desa, masyarakat memilih saya sebagai ketua kelompok tani. Saya belajar banyak dari sekolah pelatihan lapangan. Saya dahulu panen setiap 20 hari sekali, sekarang saya dapat panen seminggu sekali. Setiap minggu, saya memanen 50 kilogram. Ini hasil kerja keras saya, tetapi kami saling membantu. Ada 34 orang petani dalam kelompok ini. Saya secara rutin memberi contoh cara memperkembangtumbuhkan tanaman. Saya juga menulis buku cara budidaya kakao untuk kelompok saya. Saya menyesuaikan buku pelatihan yang saya dapatkan agar lebih praktis bagi seluruh anggota kelompok dan semua anggota sudah mempunyai salinannya sekarang.” Tahun lalu, Pak Samsu membentuk kelompok kakao bagi mantan anggota GAM yang beralih profesi menjadi petani kakao. Dia menyisihkan satu hektare lahannya untuk petak percontohan cara budidaya kakao. “Saya melakukan itu karena kami selalu bersama pada saat sulit dan sekarang saya berhasil menjadi petani. Saya ingin memberi kesempatan kepada sesama mantan anggota GAM untuk menjadi petani yang baik,” ujarnya. “Dahulu, saya menyandang senjata; sekarang, saya memanggul cangkul dan alat pertanian.”
Lembaran Info Proyek 23
85
Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP) membantu pemulihan ekonomi dan mengurangi kemiskinan pascabencana dengan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam bekerjasama dengan warga miskin pedesaan di Nias untuk menentukan, mengembangkan, dan mempertahankan kesempatan kerja. Proyek ini ditutup pada bulan Desember 2012. Nias adalah salah satu daerah termiskin di Indonesia dengan tingkat kemiskinan sebesar 30 persen. Angka ini hampir 20 persen lebih tinggi dari angka kemiskinan rata-rata nasional dan keadaannya menjadi lebih buruk karena bencana alam yang terjadi pada tahun 2004 dan 2005. Sumber mata pencaharian kebanyakan penduduk adalah dalam bidang pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam lokal, misalnya budidaya karet, padi, dan kakao yang terganggu akibat bencana gempa bumi
tersebut. Untuk merangsang pemulihan ekonomi dan membantu pengurangan kemiskinan di daerah tersebut, Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias dari MDF dirancang untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan perbaikan mata pencaharian dan peningkatan sumber daya manusia di Nias. Proyek ini bertujuan memberdayakan penerima bantuan agar dapat meningkatkan keterampilan dalam bidang teknis, keuangan, pengelolaan dan pemasaran. Proyek
Jumlah Hibah
AS$8,2 juta
Waktu Pelaksanaan
Oktober 2010– Desember 2012
Badan Mitra
Bank Dunia
Badan Pelaksana
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT)
Penyerapan sampai dengan tanggal 30 September 2021
AS$6,6 juta
Petani padi di Nias Selatan sedang beristirahat sewaktu mengikuti pelatihan perbaikan teknik budidaya yang diadakan oleh LEDP pada awal tahun 2012. Kebanyakan dari petani tersebut juga menerima pelatihan pengelolaan keuangan rumah tangga; hampir 700 orang perempuan mendapat manfaat dari belajar menabung dan menghitung pengeluaran dan pendapatan keluarga. Foto: Proyek LEDP
1
Proyek diteruskan hingga 31 Desember 2012, namun data penyerapan hanya tersedia hingga 30 September 2012 ketika laporan ini sedang dipersiapkan.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian Nias (LEDP)
Lembaran Info Proyek - Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian
86
Petani dari kelompok yang berasal dari Teluk Dalam, Nias Selatan, sedang melakukan kerja praktik dalam pelatihan peningkatan teknik budidaya tanaman lada dan terung. Lebih dari 3.700 orang petani telah mengikuti pelatihan selama masa proyek LEDP.
ini juga mengembangkan kapasitas pemerintah daerah dalam hal pengelolaan dan teknis untuk meningkatkan layanan pelaksanaan program mata pencaharian di Nias. PENCAPAIAN PENTING Proyek LEDP membantu 100 kelompok mata pencaharian di 92 desa yang terletak di 20 kecamatan Nias. Proyek LEDP dan Proyek Akses Pedesaan dan Pengembangan Kapasitas Nias (RACBP) berbagi sasaran wilayah di Nias sehingga masyarakat pedesaan dapat memperoleh manfaat dari sinergi antara peningkatan kesempatan kerja di pedesaan (LEDP) dan akses jalan yang lebih baik (RACBP), yang meningkatkan pemasaran maupun layanan dan manfaat lain berupa sumbangsih dalam pengembangan sumber daya manusia dan ekonomi. Kegiatan proyek membantu pemerintah daerah dan kelompok masyarakat melalui pelatihan, bantuan teknis, dan penyediaan sarana produksi pertanian penting. Sebagian
Foto: Proyek LEDP
besar kegiatan mengkhususkan pada pelatihan dan pendampingan bagi kelompok perempuan dan kelompok mata pencaharian pertanian, dan pembangunan kapasitas instansi pemerintah dalam bidang pertanian, dengan mengkhususkan pada komoditas pertanian utama Nias seperti padi, karet, dan kakao. Proyek ini juga mendorong kemitraan yang lebih erat antara instansi pemerintah dan masyarakat yang mereka layani, yang akan terus berlanjut hingga masa mendatang. Perbaikan dalam budidaya pertanian dilakukan melalui penyediaan benih padi, bibit kakao dan karet serta bantuan teknis bagi kelompok tani. Kebun bibit dibangun di lima kabupaten di Nias sehingga petani selalu dapat memperoleh bibit kakao dan karet yang bermutu tinggi. Meskipun proyek ini menerapkan pendekatan pengembangan ekonomi dari sudut pandang yang lebih luas, kegiatan tambahan lain yang terkait dengan manajemen keuangan rumah tangga yang semakin meningkatkan upaya
Proyek ini merupakan bagian dari portofolio MDF yang terakhir disetujui dan memiliki keterbatasan waktu. Keadaan di Nias, seperti transportasi yang sulit ke daerah proyek yang terpencil, ditambah dengan musim hujan yang panjang, menjadi tantangan dalam pelaksanaan proyek ini. Meski menghadapi tantangan tersebut, proyek ini mencapai kemajuan besar dalam membantu pemulihan ekonomi pascabencana di Kepulauan Nias melalui peningkatan peluang mata pencaharian bagi rumah tangga pedesaan yang miskin.
Hasil LEDP Pencapaian ketika proyek ditutup Desember 2012
Pencapaian
Pegawai pemerintah daerah yang dilatih
• 28 pekerja lapangan dari empat kabupaten dan satu kota dilatih dalam mengorganisasi kelompok tani. • 16 pegawai pemerintah daerah dilatih mengenai program pengelolaan dan pengawasan proyek
Anggota kelompok mata pencaharian yang dilatih
• 240 ketua kelompok tani dilatih mengenai keterampilan teknis • 100 kelompok petani dengan 3.744 anggota (2.353 dan 1.391 perempuan) mendapat pelatihan teknis mengenai budidaya kakao, karet, dan padi.
Hibah yang diberikan
100 kelompok petani menerima hibah senilai AS$324.000
Pembangunan lokasi Pembibitan
5
Petani setempat sedang mengangkut bibit karet ke kebun. LEDP membantu mata pencaharian dari perkebunan karet, yang merupakan salah satu sumber pertanian utama di pulau Nias. Lebih dari 4.500 hektare tanah di pulau ini digunakan untuk perkebunan karet, yang merupakan jenis pohon yang paling banyak tersebar di Nias.
Foto: Proyek LEDP
87 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
pengurangan kemiskinan di Nias. Proyek ini memberi pelatihan manajemen keuangan rumah tangga kepada 100 kelompok masyarakat, yang 18 diantaranya adalah kelompok perempuan. Pelatihan manajemen keuangan bagi rumah tangga tersebut meningkatkan keberlanjutan upaya lain dalam pengembangan ekonomi; manajemen keuangan pribadi yang lebih baik seperti menabung, yang pada akhirnya, menciptakan masyarakat yang lebih tangguh secara ekonomi.
Cerita Fitur MDF
88
Cerita Fitur MDF 1. Sekolah lapangan yang diselenggarakan oleh IOM mengajarkan Ibu Irmaini cara baru dalam budidaya. Pelatihan ini telah membantu Ibu Irmaini dan petani kopi lainnya untuk memilih buah kopi yang bermutu tinggi 2. Penyuluh di sekolah lapangan, Pak Lahmuddin, sedang mengajar petani mengenai teknik pembibitan, pemangkasan, pembuatan kompos, dan pertanian organik. Foto: Tarmizy Harva
1
Petani Kopi: Akhirnya Menuai Untung Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues merupakan produsen kopi terbesar di Indonesia. Iklim yang dingin dan letaknya di dataran tinggi ini sangat cocok untuk kopi jenis Arabika. Harun Manzola, Kepala Bappeda Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, memperkirakan bahwa terdapat lebih dari 48.000 hektare perkebunan kopi di daerahnya. Jika ditambah dengan luas perkebunan kopi di Kabupaten Bener Meriah, maka jumlah seluruhnya mencapai 83.000 hektare. Ini adalah perkebunan kopi Arabika terbesar di Asia. Akan tetapi, para petani kecil banyak menghadapi rintangan untuk dapat menikmati potensi keuntungan ekonomi kopi. Penduduk di Desa Kebun Murni, Aceh Tengah, merupakan contoh yang dapat dilihat dengan mudah. Mereka sudah menjadi petani kopi selama beberapa generasi. Pak Budi, salah seorang petani kopi, menjelaskan tantangan yang mereka hadapi.
“Keadaannya benar-benar membuat frustasi sampai saat ini - kami merawat setiap biji kopi di sini, tetapi kami tidak tahu apa yang terjadi setelah biji kopi ini meninggalkan kebun kami. Pembeli mengatakan bahwa mutu kopi kami tidak baik, dan itu sangat mengecewakan. Ternyata, kopi hasil kebun kami dicampur dengan biji kopi yang mutunya rendah.” Para petani tersebut merasa kecewa dengan pedagang yang mencampurkan biji kopi bermutu tinggi dengan biji kopi bermutu rendah tersebut. Pedagang mencampur biji kopi Arabika dari wilayah dataran tinggi lain. Mutu kopi Gayo lebih baik dan harganya lebih mahal, dan kopi ini digunakan sebagai pencampur kopi bermutu rendah agar mutu kopi secara keseluruhan bertambah. Ibu Irmaini, yang juga petani mengemukakan tantangan lain bersumber pada konflik di masa lalu.
kopi, yang
89 Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
2 “Sebelum tsunami terjadi, daerah ini merupakan wilayah konflik, dan kami selalu takut tewas terbunuh. Kami tetap mencoba menanam kopi, tetapi keadaan pada waktu itu sering kali membuat kami merasa trauma. Di siang hari, kedua kubu, lengkap dengan senjata, datang dan mengambil kopi yang sedang dijemur. Ini salah satu alasan mengapa pendapatan kami dari kopi sangat rendah pada waktu itu.” SEKOLAH LAPANGAN Perubahan mulai terjadi sejak tahun 2009, ketika Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dengan pendanaan MDF yang disalurkan lewat program Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF), mulai membuka program sekolah lapangan. IOM melatih 500 anggota koperasi kopi mengenai teknik penanaman kopi yang lebih baik, dan mempelajari secara mendalam mengenai rantai pemasaran kopi internasional yang menempatkan mereka sebagai bagian penting dari rantai itu . Pak Budi sekarang menjadi salah seorang penyuluh proyek pertanian tersebut. “Pada awalnya, terdapat 20 petani di sekolah lapangan, tetapi kemudian, sekolah ini menjadi populer sehingga kami menambah
murid hingga 50 petani, dan kami memerlukan penyuluh proyek seperti saya agar dapat memenuhi permintaan dan minat para petani kopi di sini.” Meskipun mereka sudah menjadi petani kopi sepanjang hidupnya, untuk pertama kalinya, para petani ini belajar mengenai pembibitan, pemangkasan, pembuatan kompos, dan pertanian organik. Pak Rahmudin adalah salah seorang dari 50 penyuluh proyek yang telah dilatih dan mendapat sertifikat dalam peningkatan mutu kopi, dan juga pengantar ekonomi produksi kopi. “Ekonomi adalah hal yang sangat rumit bagi saya,” ujarnya sambil tertawa. “Tetapi saya sadar ilmu itu penting.” SISTEM TANDA TERIMA GUDANG KOPI Masalah lain yang memengaruhi harga yang didapat oleh petani kopi ini adalah rantai pemasaran yang panjang, yang melibatkan banyak perantara. Hingga baru-baru ini, terdapat agen tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten, yang berarti bahwa sebagian besar keuntungan penjualan kopi dinikmati oleh para perantara itu. Sistem tanda terima gudang kopi yang baru dan diterapkan pada akhir tahun 2011 mengatasi
Cerita Fitur MDF
90
Di gudang kopi baru di Jamur Ujung, “penilik mutu” sedang memeriksa kopi dari Mustasarun, petani setempat. Setelah kopi ditetapkan kelasnya, petani tersebut dapat menentukan untuk menjualnya sekarang atau nanti.
masalah ini, dengan mengubah keseimbangan sehingga petani mendapatkan lebih banyak keuntungan dari harga kopi. Rahmudin menjelaskan pentingnya dan dampak sistem tersebut terhadap petani kopi. “Sekarang kami perlu membangun kesadaran petani terhadap sistem gudang yang baru ini. Sebagai petani, kami tidak perlu lagi menanggung risiko dari naik turunnya harga. Dengan sistem tanda terima gudang, kami tidak memiliki risiko, dan kami malah untung. Dalam sistem sebelumnya, kamilah yang menanggung risiko sedangkan agen setempat atau perantara yang menikmati untungnya.” Jalannya sistem tersebut sebagai berikut: setelah biji kopi dipanen, petani mengikuti tata cara baku dalam pengeringan dan penyimpanan sehingga mutunya sama. Kemudian, biji kopi itu diangkut dan disimpan di dalam gudang kopi dalam keadaan baik agar mutunya tetap terjaga. Kelompok petani ini
Foto: Tarmizy Harva
kemudian dapat mengambil uang tunai dari harga jual kopi milik mereka (hingga 80 persen dari harga jual kopi pada saat pengambilan uang tunai). “Jadi sebenarnya, harga biji kopi kami sudah dijamin. Sisa harga yang 20 persen dapat diambil ketika kami benar-benar menjual biji kopi itu,” kata Rahmudin. Harun Manzola mengatakan bahwa sistem tanda terima gudang sudah menjadi impian sejak lama. “Sistem penerimaan gudang kopi ini dapat membantu petani mendapatkan pinjaman dan juga mempertahankan harga kopi, dan memungkinkan mereka menahan kopi hingga mencapai harga yang diinginkan,” jelasnya. Pak Manzola setuju bahwa perantara kopi setempat akan dirugikan. Tetapi, jelasnya, “di sini terdapat 33.000 petani kopi dan hanya lima ratus perantara kopi setempat. Kami ingin meningkatkan kemampuan pedagang desa sehingga mereka dapat langsung berhubungan
91
dengan pembeli tanpa melalui perantara dagang. Kami tidak berniat memonopoli penjualan kopi petani, tetapi hanya ingin memberi mereka pilihan.”
yang mendapat keuntungan dan kami yang dirugikan. Perubahan akhirnya datang. Sekarang, untuk pertama kali dalam sejarah kami bersatu dan didukung.”
Pak Mustasarun, yang mewakili dua puluh petani dari Wih Ilang, adalah petani pertama yang memanfaatkan gudang yang terletak di luar Takengon pada hari pertama dimulainya sistem tanda terima, dan ini membuatnya menjadi petani pertama di Indonesia yang mempergunakan sistem itu.
Para petani sekarang mulai membicarakan bagaimana mereka membelanjakan kenaikan pendapatan mereka yang sudah dapat diperkirakan itu.
“Saya senang dengan hal itu. Saya belum mendapat kabar apakah kopi saya berhasil lolos penilaian, tetapi saya yakin akan lolos. Cara baru ini akan menjadi jaminan besar bagi petani seperti kami—ini merupakan jaminan bahwa kopi kami akan aman. Saya lebih percaya sarana gudang ini dibandingkan dengan rumah saya sendiri. Harga kopi saat ini bagus, tetapi tidak cukup tinggi bagi saya untuk menjual seluruh kopi hasil kebun saya itu.” Kopinya lolos penilaian: cukup bagus untuk mutu ekspor, tetapi tidak termasuk dalam kelas “kopi khusus” (specialty). Meski demikian, Pak Mustasarun tampak puas, dan pulang dengan pengetahuan bahwa kopinya—dan juga keuntungannya—dalam keadaan aman. Pak Budi, penyuluh pertanian, menyimpulkan mengenai potensi sistem tanda terima gudang yang baru itu. “Kami menanam kopi sejak zaman penjajahan Belanda. Pedagang selalu menjadi pihak
“Kami akan menambah produksi kompos, memperbaiki peralatan yang sudah tua, dan membeli peralatan baru. Kami mungkin akan membeli mesin penggiling kopi untuk kelompok. Dengan cara lama, ini hanyalah impian belaka.”
Program Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi Aceh (EDFF), yang didanai oleh MDF, bertujuan untuk menciptakan kesempatan kerja dan mendukung pemulihan ekonomi pascatsunami, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan pengurangan kemiskinan. LSM berperan sebagai Badan Pelaksana Subproyek (SIE). Subproyek ini dilaksanakan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Proyek ini bertujuan untuk memberi para petani kecil pengawasan yang lebih besar atas mutu, pemasaran, dan penjualan kopi hasil perkebunan mereka, dan mengembalikan peluang ekonomi komoditas kopi kepada masyarakat miskin pedesaan.
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
“Sistem penerimaan gudang kopi ini dapat membantu petani mendapatkan pinjaman dan juga mempertahankan harga kopi, dan memungkinkan mereka menahan kopi hingga mencapai harga yang diinginkan,”
Daftar Akronim dan Singkatan
92
Daftar Akronim dan Singkatan AAA ADF AF AFEP
: : : :
AGTP
:
BAFMP
:
Bappeda Bappenas BKPP BKRA BKRAN BKRN BNPB BPBA BPBD BPN BRR CBO CCA CDA CDD CBLR3
: : : : : : : : : : : : : : : :
CEAP CPDA
: :
CRU CSO CSP CSRC CSRRP
: : : : :
Action Aid Australia (Bantuan Aksi Australia) Aceh Development Fund (Dana Pembangunan Aceh) Additional Financing (Tambahan Pendanaan) Aceh Forest and Environment Project (Proyek Hutan dan Lingkungan di Aceh) Aceh Government Transformation Programme (Program Transformasi Pemerintah Aceh) Banda Aceh Flood Mitigation Project (Proyek Pencegahan Banjir untuk Banda Aceh) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh dan Nias Badan Kesinambungan Rekonstruksi Nias Badan Nasional Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Aceh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Badan Pertanahan Nasional Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias Community Based Organization (Organisasi Berbasis Masyarakat) Canadian Co-operative Association (Asosiasi Koperasi Kanada) Community Driven Adjudication (Ajudikasi Berbasis Masyarakat) Community Driven Development (Pembangunan Berbasis Masyarakat) Capacity Building for Local Resource Based Rural Roads (Perbaikan Jalan dengan Sumber Daya Lokal Pedesaan) Contractor’s Environmental Action Plan (Rencana Aksi Lingkungan Kontraktor) Consolidating Peaceful Development in Aceh (Program Konsolidasi Pembangunan yang Damai di Aceh). Conservation Response Unit (Unit Tanggap Konservasi) Civil Society Organization (Organisasi Masyarakat Madani) Community Settlement Plan (Rencana Pemukiman Masyarakat) Civil Society Resource Center (Pusat Sumber Daya Masyarakat Madani) Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project (Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Perumahan Berbasis Masyarakat)
93
DIPA DRR DRR-A EDFF EGA EIA FFI FORNIHA GAM IDP ILO IMPACT IOM IREP IRFF JRF KDP KNOW KPDT LAN LAP LCRMP LEDP LSM LIF MCK MDF
: Development Assistance Committee (Komite Bantuan Pembangunan) : Department for International Development of the United Kingdom (Departemen untuk Pembangunan Internasional Inggris) : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran : Disaster Risk Reduction (Pengurangan Risiko Bencana) : Disaster Risk Reduction-Aceh Project (Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Aceh) : Economic Development Financing Facility (Fasilitas Pendanaan Pembangunan Ekonomi) : Economic Governance in Aceh (Tata Kelola Ekonomi di Aceh) : Environmental Impact Assessment (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) : Fauna and Flora International (Fauna dan Flora Internasional) : Forum Peduli Tano Niha : Gerakan Aceh Merdeka : Internally Displaced Person (Pengungsi Dalam Negeri) : International Labour Organization (Organisasi Buruh Internasional) : Inspiration for Managing People’s Actions (Inspirasi untuk Mengelola Aksi Warga) : International Organization for Migration (Organisasi Internasional untuk Migrasi) : Infrastructure Reconstruction Enabling Program (Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur) : Infrastructure Reconstruction Financing Facility (Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur) : Java Reconstruction Fund : Kecamatan Development Program (Program Pengembangan Kecamatan) : Knowledge Management Center (Pusat Manajemen Pengetahuan) : Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal : Lembaga Administrasi Negara : Local Action Plan (Rencana Aksi Lokal) : Lamno-Calang Road Maintenance Project (Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang) : Livelihoods and Economic Development Project-Nias (Proyek Pengembangan Ekonomi dan Mata Pencaharian-Nias) : Lembaga Swadaya Masyarakat : Leuser International Foundation (Yayasan Internasional Leuser) : Mandi, cuci, kakus : Multi Donor Fund
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
DAC DFID
Daftar Akronim dan Singkatan
94
Daftar Akronim dan Singkatan Migas MSW MTR NITP
: : : :
OECD
:
O&M Otsus P2DTK P2KP PACC
: : : : :
PDAM PEKA Pergub PNPM PNPM –R2PN
: : : : :
R2C3
:
RACBP
:
RALAS
:
RAND RAP Rekompak RMIS SDLP
: : : : :
Minyak dan Gas (Oil and Gas) Municipal Solid Waste (Limbah Padat Kota) Midterm Review (Kajian Tengah Waktu) Nias Islands Transition Programme (Program Transisi Pemerintah di Kepulauan Nias) Organisation for Economic Co-operation and Development (Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) Operations and Maintenance (Operasi dan Perawatan) Otonomi Khusus Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Public Awareness Coordinating Committee (Komite Koordinasi Kepedulian Masyarakat) Perusahaan Daerah Air Minum Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh Peraturan Gubernur Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat–Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias Rehabilitation and Reconstruction Completion and Continued Coordination (Program Koordinasi Penyelesaian dan Kelanjutan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Rural Access Capacity Building Project-Nias (Proyek Akses Pedesaan dan Pengembangan Kapasitas Nias) Reconstruction of Aceh Land Administration System (Proyek Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh) Recovery of Aceh-Nias Database (Pemulihan Database Aceh-Nias) Recovery Assistance Policy (Kebijakan Bantuan Pemulihan) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas Road Management Information System (Sistem Informasi Pengelolaan Jalan) Sea Delivery and Logistics Program (Program Angkutan Laut dan Logistik)
95
SKPA SME SMI SPADA SKPD TA TBSU TDMRC TEWS TRPRP TRWMP UN UNDP UPP USAID WFP
: Sistem Informasi Barang dan Aset Daerah : Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Regional Financial Management Information System) : Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah : Small and Medium Enterprises (Usaha Kecil dan Menengah) : Sistem Manajemen Informasi : Support for Poor and Disadvantaged Areas (Proyek Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus) : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Technical Assistance (Bantuan Teknis) : Trail Bridge Support Unit-Nepal (Unit Pendukung Jalur Jembatan di Nepal) : Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (Pusat Penelitian Tsunami dan Penanggulangan Bencana) : Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami) : Tsunami Recovery Port Redevelopment Programme (Program Rekonstruksi Pelabuhan) : Tsunami Recovery Waste Management Programme (Program Pengelolaan Limbah Tsunami) : United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa) : United Nations Development Programme (Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa) : Urban Poverty Project (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) : United States Agency for International Development (Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat) : World Food Programme (Program Bantuan Pangan Dunia)
Laporan Akhir Multi Donor Fund 2012
SIMBADA SIPKD
NAD
Nias
Republik Indonesia
BRR
Uni Eropa
Belanda
Inggris
Bank Dunia
Swedia
Kanada
Norwegia
Denmark
Jerman
Belgia
Finlandia
Bank Pembangunan Asia
Amerika Serikat
Selandia Baru
Irlandia
BANK DUNIA | THE WORLD BANK
Kantor MDF Jakarta Gedung Bursa Efek Indonesia Tower I/Lantai 9 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Indonesia Tel: (+6221) 5229-3000 Faks: (+6221) 5229-3111 www.multidonorfund.org