ANALISIS BUANGAN BERBAHAYA PERTAMBANGAN EMAS DI GUNUNG PONGKOR (Studi Kasus : Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)
MARGARET BUNGA A SIALLAGAN H44050127
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ANALISIS BUANGAN BERBAHAYA PERTAMBANGAN EMAS DI GUNUNG PONGKOR (Studi Kasus : Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor)
MARGARET BUNGA A SIALLAGAN H44050127
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN MARGARET BUNGA A S. Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor (Studi Kasus : Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh SAHAT MH SIMANJUNTAK. Adanya kegiatan pertambangan emas yang dilakukan oleh PT.Aneka Tambang menarik perhatian masyarakat baik yang tinggal disekitar lokasi, maupun yang berasal dari luar daerah pertambangan untuk melakukan kegiatan pertambangan emas tanpa izin karena tergiur oleh pendapatan yang besar dari hasil emas tersebut, walaupun tidak disertai oleh pengetahuan yang cukup mengenai cara menambang dan melakukan proses pengolahan bijih emas yang sesuai dan tidak membahayakan. Kurangnya pengetahuan proses pengolahan bijih emas tersebut oleh masyarakat membuat masyarakat menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya dalam proses pengolahannya. Penggunaan bahan berbahaya sebagai bahan utama dalam mengekstraksi emas, akan sangat memudahkan untuk pelepasan bahan berbahaya tersebut ke alam. Pada pertambangan emas liar tidak dapat dihindarkan akan terjadinya penyebaran bahan berbahaya ke sekitar wilayah pertambangan sehingga akhirnya akan terjadi pencemaran bahan berbahaya tersebut. Adapun beberapa masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah proses pengolahan emas yang dilakukan oleh para gurandil? 2. Berapakah jumlah bahan berbahaya yang digunakan dalam setiap proses produksinya? 3. Apa saja kerugian yang akan ditimbulkan dari dampak penggunaan bahan berbahaya tersebut? Penelitian ini dilakukan pada wilayah di sekitar Pertambangan Emas Gunung Pongkor yaitu di Kabupaten Bogor, Kecamatan Nanggung, Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantar Karet. Penelitian ini dilaksanakan terhitung mulai bulan Mei 2009- Juli 2009. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer yang dibutuhkan meliputi: mata pencaharian penduduk, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat pengangguran, proses produksi tambang emas illegal, jenis dan jumlah bahan berbahaya yang digunakan, dan dampak atas penggunaan bahan berbahaya tersebut. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data kondisi lingkungan, kualitas sumberdaya pertanian, kondisi pertambangan emas Pongkor, kondisi lahan pertanian di daerah sekitar lokasi kegiatan pertambangan, limbah yang dihasilkan kegiatan pertambangan emas illegal. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel 2007. Jumlah responden yang didapat adalah sebanyak 212 orang responden dari tiga Desa tempat penelitian, yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan mayoritas responden berusia antara 26-32 tahun. Pekerjaan responden saat ini adalah sebagai penambang liar sebanyak 48,58%, pengolah bijih emas sebanyak 28,77%, kuli pikul sebanyak 10,38%, pemilik lubang sebanyak 8,96%, dan pembeli emas sebanyak 3,31%. Sebanyak 55,66% responden merupakan penduduk asli ketiga Desa tersebut. Sebanyak 81,13% responden telah menikah, mayoritas responden memiliki jumlah tanggungan antara 0-5 orang yaitu
i
sebanyak 45,28%, dengan jumlah anak antara 0-3 orang sebanyak 62,74% responden. Proses penambangan emas para penambang liar merupakan rangkaian proses yang dimulai dari proses pengambilan bijih emas, pengolahan bijih emas, hingga proses pemurnian emas yang akan dijelaskan berdasarkan hasil penelitian. Proses penambangan tersebut merupakan salah satu langkah awal untuk mengetahui bahan atau zat berbahaya apa saja yang digunakan oleh para penambang liar dalam memperoleh emas yang dapat mereka jual sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam melakukan pengolahan bijih emas yang telah diperoleh dengan menambang secara liar, para responden melakukan proses pengolahan bijih emas dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan oleh para penambang liar tersebut adalah: Merkuri digunakan sebanyak 5,5 ton per tahunnya, Sianida digunakan sebanyak 530,520 ton per tahunnya. Penggunaan Pijer (Boraks) berdasarkan data hasil wawancara yang tersedia hanya 9 orang responden yang menggunakan pijer, dan jumlah pijer yang dgunakan per tahunnya adalah sebanyak 756 Kg. Jumlah penggunaan soda api untuk ketiga desa berdasarkan hasil wawancara dan perhitungan adalah 2,34 ton per tiga hari atau 284,7 ton per tahunnya. Dan untuk penggunaan air keras berdasarkan hasil penelitian terdapat 7 orang responden yang menggunakan air keras dengan total penggunaan per tahunnya adalah sebanyak 2.520 liter. Berdasarkan data penyakit-penyakit yang telah dijelaskan dapat dilihat bahwa ada yang telah memperlihatkan dampak akibat penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya seperti pijer, sianida yaitu adanya penyakit infeksi saluran pernafasan atas, iritasi kulit (Dermatitis), Tuberkulosis, Conjunctivitis. Sedangkan dampak penggunaan merkuri yang merupakan gejala awal adalah sakit kepala yang sering diderita oleh para responden. Umur harapan hidup ditempat penelitian dalah 48,65 tahun, Pengeluaran biaya kesehatan oleh responden berdasarkan hasil wawancara: Desa Cisarua :Rp 140.349,-/tahunnya Desa Malasari :Rp 192.833,-/tahunnya Desa Bantarkaret :Rp 171.800,- per tahunnya. Jumlah korban yang diperkirakan akan terkena dampak: 289 orang Dana yang diperkirakan akan dikeluarkan : Rp 78.231.729,25,- per satu orang korban
ii
Judul Skripsi
Nama NRP
: Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor (Studi Kasus : Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor ) : Margaret Bunga Adeliana Siallagan : H44050127
Disetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Sahat MH. Siamanjuntak, M.Sc
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS BUANGAN BERBAHAYA PERTAMBANGAN EMAS DI GUNUNG PONGKOR (Studi Kasus: Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor) ” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Maret 2010
Margaret Bunga Adeliana Siallagan H44050127
RIWAYAT HIDUP MARGARET BUNGA ADELIANA SIALLAGAN. Penulis dilahirkan di Bogor, 3 April 1987 dari pasangan Horas Saragih dan Sri Maryani Sinaga. Penulis Menjalani Pendidikan di bangku Sekolah Dasar dari tahun 1993 sampai dengan tahun 1999 di SD Budi Mulia, Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan tingkat pertama dari tahun 1999 sampai tahun 2002 di SLTP Kesatuan Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMAN 3 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan setahun kemudian diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB. Pada tahun 2007-2008 penulis aktif sebagai staf divisi Information and Communication di Responsibility Resources Enviromental and Economic Student Association (REESA), Anggota Unit Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Forum Mahasiswa Pencinta Lingkungan (FORMALIN).
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan kasih-Nya pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor (Studi Kasus: Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret, Kabupaten Bogor). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Sahat MH. Simanjuntak, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Nindyantoro, M.Sp selaku dosen penguji utama dan Adi Hadianto, Sp selaku dosen penguji wakil dari departemen 3. Keluarga Ema, The Iis, Bpk Yoyon, Bpk. H. Alex, dan Bpk RK Kopo, A Jajat yang telah bersedia membantu dan menyediakan tempat untuk ditinggali selama penelitian. Seluruh staf Desa Cisarua, Malasari, Bantarkaret, dan Kecamatan Nanggung yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian di lokasi. 4. Keluarga penulis Alm. Opung tersayang, Mama, Papa, Parthogi, Mikhael, Zori yang telah memberikan kasih sayang, dukungan serta doa yang tiada henti.
5. Ilham Nugraha atas perhatian, dukungan dan memberikan motivasi untuk melangkah. 6. Siti Maryati Setianingsih yang selalu bersama disaat suka dan duka dalam penelitian, perjuangan bersama dalam menyusun skripsi sehingga skripsi ini dapat selesai. 7. Sahabat-sahabat penulis Milasari, Sylvia Amanda, Mia Mardiatuljannah, Mutiara Indah S, Tiara Kirana Gita, Kamila Haqq, Kartini, Annisa Merryna, Sri Rahayu, Haryo, dan seluruh mahasiswa ESL angkatan 42 yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi untuk melangkah dan berjuang lebih gigih. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2010
Margaret Bunga A Siallagan H44050127
DAFTAR ISI RINGKASAN ........................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ...................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xviii I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah .......................................................................... Kerangka Pemikiran .......................................................................... Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 1.4.1 Masalah yang Dihadapi ........................................................... 1.4.2 Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4.3 Hipotesis .................................................................................. 1.4.4 Kegunaan Penelitian ................................................................
1 1 6 9 13 13 13 13 14
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 15 2.1 Pertambangan Emas ......................................................................... 2.1.1 Sejarah Pertambangan Emas .................................................... 2.1.2 Sejarah Pertambangan Emas Pongkor ..................................... 2.1.3 Buangan dari Pertambangan dan Pengolahan Emas ................ 2.2 Limbah Berbahaya ............................................................................. 2.2.1 Jenis dan Akibat Limbah Berbahaya ....................................... 2.2.1.1 Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Rumah Tangga 2.2.1.2 Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Industri ........... 2.2.1.3 Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Tambang ......... 2.2.1.4 Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Rumah Sakit ... 2.2.2 Nilai Harapan Hidup ................................................................ 2.3 Pertambangan Emas Tanpa Izin ........................................................ 2.4 Transfer Benefit ................................................................................ 2.5 Kasus Minamata ................................................................................ III.
15 16 24 28 28 29 30 31 39 45 47 49 52 52
METODE PENELITIAN ............................................................................ 58 3.1 3.2 3.3 3.4
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... Jenis dan Sumber Data ..................................................................... Metode Penarikan Sampel ............................................................... Metode Analisis Data ........................................................................
58 58 59 59
IV.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................ 60 4.1 Kecamatan Nanggung ....................................................................... 4.1.1 Angkatan Kerja ........................................................................ 4.1.2 Mata Pencaharian ...................................................................... 4.1.3 Kesehatan Masyarakat ............................................................. 4.1.4 Prasarana Sosial Budaya .......................................................... 4.1.5 Sarana Transportasi .................................................................. 4.1.6 Sarana Pendidikan..................................................................... 4.1.7 Sarana Ibadah ........................................................................... 4.1.8 Sarana Hiburan dan Pariwisata ................................................ 4.1.9 Pola Pemukiman ...................................................................... 4.1.10 Aspek Prasarana Perekonomian ............................................. 4.1.11 Persepsi Masyarakat .............................................................. 4.1.12 Keamanan dan Ketertiban ...................................................... 4.2 Desa Cisarua ...................................................................................... 4.2.1 Kondisi Geografis ..................................................................... 4.2.2 Aksesibilitas .............................................................................. 4.2.3 Luas Wilayah dan Demografi ................................................... 4.3 Desa Malasari...................................................................................... 4.4 Desa Bantar Karet ............................................................................... 4.5 PT Antam Tbk Gunung Pongkor ........................................................ 4.5.1 Amdal Pongkor ........................................................................
60 61 62 62 63 63 64 64 65 65 65 66 67 67 67 68 69 72 74 76 76
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 90 5.1 Karakteristik Responden .................................................................... 90 5.1.1 Responden Desa Cisarua ....................................................... 90 5.1.2 Responden Desa Malasari ..................................................... 107 5.1.2 Responden Desa Bantarkaret ................................................ 124 5.2 Proses Penambangan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) .............. 136 5.2.1 Proses Pengambilan Bijih Emas ............................................ 141 5.2.2 Proses Pengolahan Bijih Emas .............................................. 154 5.2.2.1 Proses Pengolahan Menggunakan Glundungan ............... 154 5.2.2.2 Proses Pengolahan Menggunakan Tong .......................... 156 5.2.2.3 Proses Pemurnian Emas ................................................... 159 5.3 Jenis dan Jumlah Bahan Berbahaya yang Digunakan ........................ 165 5.4 Kondisi Kesehatan Masyarakat di Lokasi Penelitian ......................... 175 5.4.1 Desa Cisarua ............................................................................... 175 5.4.2 Desa Malasari ............................................................................. 178 5.4.3 Desa Bantarkaret ........................................................................ 182 5.4.4 Jenis Penyakit yang Diderita Penduduk Kecamatan Nanggung 186 5.5 Nilai Harapan Hidup di lokasi Penelitian .......................................... 187 5.6 Kerugian yang Akan Ditimbulkan dari Penggunaan Bahan Berbahaya Di Lokasi Penelitian ........................................................................... 189 VI.
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 193 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 193 6.2 Saran .................................................................................................. 197 ix
VII. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 198 LAMPIRAN ........................................................................................................... 199
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Data Kesehatan Penduduk Kecamatan nanggung Tahun 2002-2003 .............
9
2
Data Angka Harapan Hidup Saat Lahir .......................................................... 49
3
Daftar Waktu Perkembangan Kasus Minamata .............................................. 54
4
Tata Guna Lahan Kecamatan Nanggung ........................................................ 60
5
Sumber dan Jumlah Dana Kecamatan Nanggung ........................................... 61
6
Aksesibilitas ke Desa Cisarua dari Kota Bogor .............................................. 68
7
Orbitasi, Waktu Tempuh dan Letak Desa Cisarua .......................................... 69
8
Tata Guna Lahan Desa Cisarua ....................................................................... 69
9
Sebaran Kampung dan Jumlah Penduduk Desa Cisarua ................................ 70
10 Komposisi Penduduk Desa Cisarua Berdasarkan Mata Pencaharian ............. 71 11 Tingkat Pendidikan Warga Desa Cisarua ....................................................... 71 12 Pemanfaatan Lahan Desa Malasari ................................................................. 72 13 Jumlah Penduduk Malasari Berdasarkan Struktur Umur ................................ 73 14 Keadaan Mata Pencaharian Penduduk Desa Malasari .................................... 73 15 Pemanfaatan Lahan di Desa Bantarkaret ........................................................ 74 16 Jumlah Penduduk Desa Bantarkaret Menurut Struktur Umur ........................ 75 17 Keadaan Mata Pencaharian Penduduk Bantarkaret ........................................ 76 18 Tingkat Pendidikan Warga Desa Bantarkaret ................................................. 76 19 Data Dasar Perhitungan Cadangan Bijih Emas Gunung Pongkor .................. 78 20 Cadangan dan Kadar Rata-rata Bijih Emas G. Pongkor ................................. 78 21 Jumlah Kebutuhan Bahan Kimia untuk setiap Tin Bijih ................................ 80 22 Umur Responden Desa Cisarua ...................................................................... 80 23 Jenis Kelamin Responden Desa Cisarua ......................................................... 90 24 Jenis Pekerjaan Responden ............................................................................. 90 25 Pekerjaan Sebelumnya Responden Desa Cisarua ........................................... 91 26 Pendidikan Responden Desa Cisarua .............................................................. 91 27 Lama Pendidikan Desa Cisarua ....................................................................... 92 28 Asal Responden Desa Cisarua ........................................................................ 92 29 Alamat Sekarang Responden Desa Cisarua .................................................... 93 30 Lama Tinggal di Alamat Sekarang Responden Desa Cisarua ........................ 93 xi
31 Tahun Pindah ke Alamat Sekarang Responden Desa Cisarua ........................ 94 32 Status Pernikahan Responden Desa Cisarua ................................................... 95 33 Pekerjaan Istri Responden Desa Cisarua ........................................................ 95 34 Asal Istri Responden Desa Cisarua ................................................................. 96 35 Jumlah Tanggungan Responden Desa Cisarua ............................................... 96 36 Jumlah Anak Responden Desa Cisarua .......................................................... 97 37 Umur Anak I Responden Desa Cisarua .......................................................... 97 38 Umur Anak II Responden Desa Cisarua ......................................................... 98 39 Umur Anak III Responden Desa Cisarua ........................................................ 99 40 Umur Anak IV Responden Desa Cisarua ....................................................... 99 41 Umur Anak V Reponden Desa Cisarua .......................................................... 99 42 Umur Anak VI Responden Desa Cisarua ....................................................... 100 43 Lama Pendidikan Anak I Responden Desa Cisarua ........................................ 100 44 Lama Pendidikan Anak II Responden Desa Cisarua ...................................... 101 45 Lama Pendidikan Anak III Responden Desa Cisarua ..................................... 102 46 Lama Pendidikan Anak IV Responden Desa Cisarua ..................................... 102 47 Lama Pendidikan Anak V Responden Desa Cisarua ...................................... 103 48 Lama Pendidikan Anak VI Responden Desa Cisarua ..................................... 103 49 Jenis Pekerjaan Anak I Responden Desa Cisarua ........................................... 104 50 Jenis Pekerjaan Anak II Responden Desa Cisarua .......................................... 105 51 Jenis Pekerjaan Anak III Responden Desa Cisarua ........................................ 105 52 Umur Responden Penambang Desa Malasari ................................................. 106 53 Umur Responden Pengolah Desa Malasari ..................................................... 107 54 Umur Responden Pemilik Lubang .................................................................. 107 55 Umur Responden Kuli pikul, Kuli Tumbuk, Pegawai Rental Desa Malasari . 108 56 Jenis Pekerjaan Responden Desa Malasari ..................................................... 109 57 Pekerjaan Sebelumnya Responden Desa Malasari ......................................... 109 58 Tingkat pendidikan Responden Desa Malasari ............................................... 110 59 Lama Pendidikan Responden Desa Malasari .................................................. 111 60 Asal Responden Desa Malasari ....................................................................... 111 61 Alamat Sekarang Responden Desa Malasari .................................................. 112 62 Lama Tinggal Responden Desa Malasari di Alamat Sekarang ....................... 112 xii
63 Tahun Pindah Responden Desa Malasari ke Alamat Sekarang ...................... 113 64 Status Pernikahan Responden Desa Malasari ................................................. 114 65 Pekerjaan Istri Responden Desa Malasari ....................................................... 114 66 Asal Istri Responden Desa Malasari ............................................................... 114 67 Jumlah Tanggungan Responden Desa Malasari ............................................. 115 68 Jumlah Anak Responden Desa Malasari ......................................................... 115 69 Umur Anak I Responden Desa Malasari ......................................................... 116 70 Umur Anak II Responden Desa Malasari ....................................................... 116 71 Umur Anak III Responden Desa Malasari ...................................................... 117 72 Umur Anak IV Responden Desa Malasari ...................................................... 117 73 Umur Anak V Responden Desa Malasari ....................................................... 118 74 Lama Pendidikan Anak I Responden Desa Malasari ...................................... 118 75 Lama Pendidikan Anak II Responden Desa Malasari .................................... 119 76 Lama Pendidikan Anak III Responden Desa Malasari ................................... 120 77 Lama Pendidikan Anak IV Responden Desa Malasari ................................... 120 78 Jenis Pekerjaan Anak I Responden Desa Malasari ......................................... 121 79 Jenis Pekerjaan Anak II Responden Desa Malasari ........................................ 122 80 Umur Responden Penambang Desa Bantarkaret ............................................ 123 81 Umur Responden Pengolah Desa Bantarkaret ................................................ 123 82 Umur Responden Kuli Pikul Desa Bantarkaret .............................................. 123 83 Umur Responden Penadah Emas Desa Bantarkaret ....................................... 123 84 Jenis Pekerjaan Responden Desa Bantarkaret ................................................ 124 85 Pekerjaan Sebelumnya Responden Desa Bantarkaret ..................................... 125 86 Pendidikan Responden Desa Bantarkaret ....................................................... 125 87 Lama Pendidikan Responden .......................................................................... 126 88 Asal Responden Desa Bantarkaret .................................................................. 126 89 Alamat Sekarang Responden Desa Bantarkaret .............................................. 127 90 Lama Responden Desa Bantarkaret Tinggal di Alamat Sekarang .................. 127 91 Tahun Pindah Responden Desa Bantarkaret ................................................... 128 92 Status Pernikahan Responden Desa Bantarkaret ............................................ 128 93 Pekerjaan Istri Responden Desa Bantarkaret .................................................. 129 94 Asal Responden Desa Bantarkaret .................................................................. 129 xiii
95 Jumlah Tanggungan Responden Desa Bantarkaret ......................................... 130 96 Jumlah Anak Responden Desa Bantarkaret .................................................... 130 97 Umur Anak I Responden Desa Bantarkaret .................................................... 131 98 Umur Anak II Responden Desa Bantarkaret ................................................... 131 99 Umur Anak III Responden Desa Bantarkaret ................................................. 132 100 Umur Anak IV Responden Desa Bantarkaret ................................................. 132 101 Lama Pendidikan Anak I Responden Desa Bantarkaret ................................. 133 102 Lama Pendidikan Anak II Responden Desa Bantarkaret ................................ 134 103 Lama Pendidikan Anak III Responden Desa Bantarkaret .............................. 134 104 Pekerjaan Anak I Responden Desa Bantarkaret ............................................. 135 105 Jumlah Tahun Responden Desa Cisarua Menjadi Gurandil ........................... 144 106 Jumlah Tahun Responden Desa Malasari Menjadi Gurandil .......................... 145 107 Jumlah Tahun Responden Desa Bantarkaret Menjadi Gurandil ..................... 145 108 Tahun Dimulainya Gurandil di Desa Cisarua ................................................. 146 109 Tahun Dimulainya Gurandil di Desa Malasari ............................................... 146 110 Tahun Dimulainya Gurandil di Desa Bantarkaret ........................................... 146 111 Cara Bekerja Penambang di Desa Cisarua ...................................................... 147 112 Cara Bekerja Penambang di Desa Malasari .................................................... 147 113 Cara Bekerja Penambang di Desa Bantarkaret ............................................... 147 114 Pembagian Hasil dalam Kelompok di Desa Cisarua ....................................... 148 115 Pembagian Hasil dalam Kelompok di Desa Malasari ..................................... 148 116 Pembagian Hasil dalam Kelompok di Desa Bantarkaret ................................ 148 117 Jumlah Pahat yang Digunakan Responden Desa Cisarua ............................... 149 118 Jumlah Pahat yang Digunakan Responden Desa Malasari ............................. 149 119 Jumlah Palu yang Digunakan Responden Desa Cisarua ................................. 150 120 Jumlah Palu yang Digunakan Responden Desa Malasari ............................... 150 121 Jumlah Karung yang Digunakan Responden Desa Cisarua ............................ 150 122 Jumlah Karung yang Digunakan Responden Desa Malasari .......................... 151 123 Jumlah Karung yang Digunakan Responden Desa Bantarkaret ..................... 151 124 Waktu Satu Kali Menambang Responden Desa Cisarua ................................ 152 125 Waktu Satu Kali Menambang Responden Desa Malasari .............................. 153 126 Hasil Satu Kali Menambang Responden Desa Cisarua .................................. 153 xiv
127 Hasil Satu Kali Menambang Responden Desa Malasari ................................ 153 128 Hasil Satu Kali Menambang Responden Desa Bantarkaret ............................ 154 129 Hasil Emas Responden Penambang Desa Cisarua .......................................... 159 130 Hasil Emas Responden Penambang Desa Malasari ........................................ 159 131 Pendapatan Responden Ketiga Desa ............................................................... 161 132 Pendapatan Responden Ketiga Desa ............................................................... 161 133 Pendapatan Responden Ketiga Desa ............................................................... 161 134 Pengeluaran Habis Responden Desa Cisarua .................................................. 162 135 Pengeluaran Habis Responden Desa Cisarua .................................................. 162 136 Pengeluaran Habis Responden Desa Malasari ................................................ 162 137 Pengeluaran Habis Responden Desa Bantarkaret ........................................... 163 138 Pengeluaran Tidak Habis Responden Desa Cisarua ....................................... 164 139 Pengeluaran Tidak Habis Responden Desa Malasari ..................................... 164 140 Pengeluaran Tidak Habis Responden Desa Bantarkaret ................................. 164 141 Jumlah Penggunaan Merkuri Responden Desa Cisarua ................................. 166 142 Jumlah Penggunaan Merkuri Responden Desa Malasari ................................ 167 143 Jumlah Penggunaan Merkuri Responden Desa Bantarkaret ........................... 168 144 Perlakuan Responden Desa Cisarua Terhadap Penyakit yang Diderita .......... 176 145 Tempat Berobat Responden Desa Cisarua ...................................................... 176 146 Biaya Berobat Per tahun Responden Desa Cisarua ........................................ 176 147 Sumber Air Keperluan Rumah Tangga Responden Desa Cisarua .................. 177 148 Pengetahuan Responden Desa Cisarua Akan Bahaya Merkuri ....................... 178 149 Perlakuan Responden Desa Malasari Terhadap Penyakit yang Diderita ........ 179 150 Biaya Berobat Per tahun Responden Desa Malasari ....................................... 179 151 Sumber Air Keperluan Rumah Tangga Responden Desa Malasari ................ 181 152 Pengetahuan Responden Desa Malasari Akan Bahaya Merkuri ..................... 181 153 Perlakuan Responden Desa Bantarkaret Terhadap Penyakit yang Diderita ... 183 154 Biaya Berobat Per tahun Responden Desa Bantarkaret .................................. 183 155 Sumber Air Keperluan Rumah Tangga Responden Desa Bantarkaret ........... 184 156 Pengetahuan Responden Desa Bantarkaret Akan Bahaya Merkuri ................ 184 157 Sepuluh Besar Penyakit di Kecamatan Nanggung Tahun 2007 ..................... 186 158 Sepuluh Besar Penyakit di Kecamatan Nanggung Tahun 2008 ..................... 186 xv
159 Daftar Penyakit di Kecamatan Nanggung yang Diduga Akibat Pengguanaan Bahan Kimia Berbahaya ................................................................................. 187 160 Data Kematian Desa Malasari Tahun 2008 .................................................... 188 161 Data Kematian Desa Malasari Tahun 2009 .................................................... 188 162 Data Kematian Desa Bantarkaret Tahun 2008 ................................................ 189 163 Pendapatan Per Kapita Kumamoto Perfektur ................................................. 191
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Peta Sebaran Cebakan Pertambangan Emas di Indonesia ...............................
2
2
Kerangka Penelitian Penelitian ....................................................................... 12
3
Tambang Emas Salida ..................................................................................... 23
4
Diagram Alir Kegiatan PETI di G.Pongkor .................................................... 50
5
Diagram Proses Pengolahan Emas di Gunung Pongkor ................................. 51
6
Gambar Kedudukan Teluk Minamata ............................................................. 53
7
Gambar Saluran Pipa Buangan PT. Chisso ..................................................... 53
8
Gambar Putaran Proses Pencemaran ............................................................... 53
9
Gambar Korban yang Mengalami Kekejangan Otot ....................................... 55
10 Diagram Komposisi Penduduk Desa Cisarua ................................................. 69 11 Diagram Persentase Mata Pencaharian Penduduk Desa Cisarau .................... 71 12 Diagram Alir Proses Penambangan Cut an Fill .............................................. 78 13 Gambar Pekerjaan yang Berhubungan dengan PETI ...................................... 137 14 Gambar Contoh Pemilik Lubang .................................................................... 138 15 Gambar Contoh Penambang Liar .................................................................... 138 16 Gambar Contoh Kuli Pikul ............................................................................. 139 17 Gambar Contoh Kuli Tumbuk ........................................................................ 139 18 Gambar Contoh Pengolah ............................................................................... 140 19 Diagram Alir Proses Pencarian Bijih .............................................................. 143 20 Gambar Proses Survey .................................................................................... 143 21 Diagram Alir Proses Pengolahan Bijih Emas Manggunakan Glundungan ..... 155 22 Proses Pengolahan Menggunakan Tong ......................................................... 157 23 Proses Pemurnian Emas .................................................................................. 160
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Proses Pengolahan Menggunakan Glundungan .............................................. 198
2
Peta Kecamatan Nanggung ............................................................................. 199
3
Peta Daerah Aliran Sungai Cikaniki ............................................................... 200
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, pertama adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok dimana sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas yang apabila kita manfaatkan secara tidak efisien saat ini akan mengurangi persediaan untuk masa yang akan datang, bahkan mungkin tidak tersedia lagi. Sumberdaya ini biasa disebut sebagai sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui, termasuk ke dalamnya adalah sumberdaya mineral, logam, minyak dan gas bumi. Kelompok kedua kita sebut sebagai kelompok “flow” (alur) dimana sumberdaya ini jumlah kuantitas fisiknya berubah sepanjang waktu. Berapa yang kita gunakan saat ini bisa mempengaruhi maupun tidak mempengaruhi ketersediaan di masa yang akan datang, dengan kata lain sumberdaya ini disebut sebagai sumberdaya yang dapat diperbarui. Termasuk ke dalamnya air, udara, ikan, hutan, dan lain- lain (Fauzi, 2004). Salah satu sumberdaya alam yang penting, namun tidak dapat diperbarui adalah pertambangan. Kegiatan pertambangan adalah bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah suatu usaha pemanfaatan sumberdaya mineral
dan
lingkungan
untuk
memenuhi
kebutuhan
hidup
sekaligus
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pada akhirnya kegiatan pertambangan perlu mengharmoniskan kenyataan yang berlawanan yaitu di satu pihak kegiatan pertambangan menghasilkan bahan tambang untuk kebutuhan manusia, tetapi di
pihak lain kegiatan pertambangan mengorbankan atau merusak sumberdaya alam dan lingkungan sekitarnya, apabila tidak dikelola secara baik. Proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan bagi pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah yang menyebabkan terjadinya eksternalitas negatif seperti pencemaran. Dalam perspektif biofisik, pencemaran diartikan sebagai masuknya aliran residual yang diakibatkan oleh perilaku manusia, ke dalam sistem lingkungan. Apakah kemudian residual ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan media lingkungan, seperti air, tanah, dan udara (Perman et al., 1996). Dari perspektif ekonomi, pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya
nilai
ekonomi
sumberdaya
akibat
berkurangnya
kemampuan
sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertambangan emas di Indonesia dinilai masih memiliki prospek yang menjanjikan di masa yang akan datang. Diperkirakan cadangan emas di Indonesia mencapai 1300 ton dengan produksi 126.6 ton (tahun 2000, dalam Sinar Harapan, 2003). Jalur tambang emas yang ada di Indonesia merentang dari Aceh sampai Sulawesi Utara, Irian Jaya dan Kalimantan, atau seluruhnya mencapai lebih dari 8.000 kilometer (Sinar Harapan, 2003).
Gambar 1. Peta Sebaran Cebakan Pertambangan Emas di Indonesia (Sinar Harapan, 2003)
2
Daerah yang sudah diketahui cebakannya terdapat di Aceh, Meulaboh, Muara Sipongi, Salida, Gunung Arum, Bengkulu, Lampung, Banten, Bogor, Tasikmalaya, Pacitan, Purwantoro, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar, Sulawesi Tengah,
Paleleh-Sumalata
(Sulut),
Minahasa,
Kepulauan
Sangir-Talaud,
Kaputusan (Maluku). Kemudian Pegunungan Jayawijaya-Irian Jaya seperti Geleide, Gunung Bijih (Ertsberg, Grasberg), Sungai Kakan, Pegunungan Cyclop, dan sekitar Jayapura (Sinar Harpan, 2003). Jalur emas Kalimantan mempunyai dua cabang yaitu Kalimantan BaratKalimantan Timur dan Pegunungan Meratus-Kalimantan Timur. Jalur emas ini melalui Kalimantan Tengah. Sejumlah perusahaan multinasional dan nasional yang mengeruk hasil tambang emas di bumi Indonesia antara lain PT Freeport Indonesia, PT Prima Lirang, PT Indomuro Kencana, PT Monterado Mas, PT Ampalit Mas Perdana, PT Lusang Mining, PT Aneka Tambang, PT Newmont Nusa Tenggara (Sumbawa). Salah satu cebakannya berada di Bogor yang tepatnya berada di Gunung Pongkor yaitu pertambangan Emas Pongkor merupakan salah satu pertambangan emas di Indonesia yang telah memiliki Kontrak Karya KP Eksploitasi DU 893/ Jabar tanggal 20 April 1992 untuk waktu 30 tahun dengan luas area 4.058 ha yang terletak di tiga desa (Bantar Karet, Cisarua, dan Malasari), di Kecamatan Nanggung. PT. Aneka Tambang yang memulai operasinya sejak pertengahan tahun 1994 ini memiliki kapasitas produksi 1200 ton per hari. PT. Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor adalah sistem penambangan bawah tanah (Underground Mining) dengan menggunakan metode “cut and fill” yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi lalu rongga yang telah kosong diisi 3
kembali dengan material limbah (waste material) berbentuk lumpur (slurry) yang merupakan limbah hasil pengolahan yang telah bersih dari zat-zat berbahaya. Terdapat lima tahap siklus penambangan emas di PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor yaitu tahap Drilling, Blasting, Mucking, Transportation, dan Backfilling. Awalnya masyarakat yang berada di Kecamatan Nanggung ini tidak mengetahui potensi emas yang ada di Gunung Pongkor namun setelah adanya ANTAM, masyarakat sekitar baik penduduk lokal maupun yang berasal dari luar mulai tertarik dengan keberadaan emas ini, sehingga menimbulkan adanya Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) yang disebut juga gurandil, dan jumlahnya cukup banyak. Adanya para penambang liar ini memulai adanya permasalahan terhadap lingkungan yaitu pencemaran, karena setelah adanya penambang liar ini yang melakukan pengolahan emas yang mereka dapat dengan cara yang tidak sesuai dengan AMDAL akan mengakibatkan terjadinya pencemaran. Biasanya untuk mengikat emas digunakan logam merkuri (Hg), dan para penambang liar ini menggunakan merkuri (Hg) tersebut setiap mengolah emasnya. Hal ini diketahui berdasarkan studi terdahulu yang telah dilakukan yaitu bahwa secara umum Sungai Cikaniki, Sub DAS Cisadane yang merupakan sungai yang alirannya berada di lokasi pertambangan telah tercemar logam merkuri (Hg) yang cukup berat, bila dibandingkan batas maksimum Baku Mutu Air dalam PP No.20 tahun 1995 untuk golongan C dan D. Pencemaran tersebut disebabkan karena adanya pertambangan emas tanpa izin di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor yang menggunakan merkuri.
4
Merkuri dikelompokkan menjadi merkuri anorganik dan merkuri organik (metil merkuri). Metil merkuri adalah merkuri organik yang berbentuk serbuk putih dan berbau seperti belerang pada sumber air panas. Metil merkuri memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi (pernafasan) dan juga makanan. Senyawa ini mudah terserap oleh organ pencernaan dan dibawa oleh darah ke dalam otak, liver dan ginjal bahkan ke dalam janin. Apabila metil merkuri masuk melalui kulit ia akan menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Reaksinya mengambil masa yang singkat, seperti mandi beberapa kali pada air yang tercemar merkuri, kulit akan segera mengalami iritasi. Merkuri anorganik dapat berubah menjadi metil merkuri karena ditransformasi oleh bakteri di perairan. Merkuri organik akan terserap oleh ikan melalui insang dan saluran pencernaan. Metil merkuri dalam ikan tidak dapat direduksi dengan memasaknya karena metil merkuri dalam ikan terikat erat pada protein dan pemanasan pada temperatur yang biasa digunakan saat memasak kecuali jika ikan dibakar pada suhu diatas 400 dan ikan akan menjadi arang. Dampak
dari
keracunan
merkuri
adalah
kerusakan
saraf
yang
menimbulkan kecacatan tubuh, tremor, gerakan tangan dan kaki yang abnormal, dan kelumpuhan lengan. Pada ibu hamil, merkuri meracuni anak yang dikandung sehingga anak berkembang menjadi dungu, jika tidak autisme. Ciri- ciri menderita keracunan merkuri adalah sulit tidur, kaki dan tangan merasa dingin, gangguan penciuman, kerusakan pada otak, hilangnya kesadaran hingga kematian. Penggunaan merkuri ini dapat merugikan tidak hanya pengguna, tetapi orang lain yang tinggal di sekitar tempat merkuri tersebut digunakan. Walau dampak dari merkuri ini tidak dapat dirasakan langsung, namun membutuhkan 5
waktu yang lama. Tetapi dampak yang akan terjadi sangat berbahaya, yang dapat mengakibatkan orang yang terkontaminasi tidak dapat melakukan kegiatan lagi atau bahkan meninggal. Hal ini akan sangat merugikan bagi pengguna maupun lingkungan sekitarnya baik secara fisik maupun secara finansial. Hal tersebut telah terjadi pada penduduk Minamata di Jepang, dimana sebagian besar penduduk Minamata terkena penyakit-penyakit yang telah disebutkan diatas dan tidak sedikit yang meninggal akibat keracunan merkuri. Dengan adanya kasus tersebut, maka penelitian mengenai penggunaan merkuri dan zat-zat berbahaya lainnya oleh para penambang liar untuk mengolah urat emas yang mereka peroleh di gunung sangat perlu dilakukan, untuk melihat apakah dampak dari penggunaan merkuri telah terlihat atau kapan akan terasa dampak dari penggunaan merkuri dan bahan berbahaya tersebut oleh penduduk di sekitar tempat pengambilan dan pengolahan urat emas. 1.2 Perumusan Masalah Usaha pertambangan merupakan sektor yang dapat memberikan pemasukan pendapatan dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, baik kepada negara, perusahaan swasta, maupun penambang liar, khususnya pada kawasan-kawasan yang berpotensi mengandung emas asalkan dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah Kecamatan Nanggung pada umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai petani tradisional dengan daya beli masyarakat yang rendah karena penghasilan masyarakat masih belum dapat mencukupi kebutuhan yang normal. Oleh karena itu sebagian warga masyarakat ada yang beralih menjadi penambang emas liar atau yang biasa disebut gurandil. 6
Bagi penambang emas yang berhasil, dapat membeli rumah dan mobil, bahkan istri bisa lebih dari satu serta banyak hiburan khususnya musik dangdut yang diadakan di lapangan. Namun kondisi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan pendidikan anak sekolah, tetapi lebih cenderung untuk melatih anakanaknya menjadi penambang juga. Hal tersebut dilakukan Karena proses untuk menghasilkan uang relatif cepat (Kardina, 2005). Masyarakat sekitar lokasi pertambangan emas Gunung Pongkor yang melakukan pertambangan secara liar atau tanpa izin, sudah terbiasa dengan usaha pertambangan emas yang kemungkinan besar dilakukan secara tradisional yaitu, dalam mengekstraksi emasnya mereka menggunakan bahan berbahaya dan sumber air pengolahan yang berasal dari sungai, hal ini karena kurangnya pengetahuan akan teknologi pengolahan bijih emas yang ramah lingkungan dan didukung dengan rendahnya tingkat pendidikan. Penggunaan bahan berbahaya sebagai bahan utama dalam mengekstraksi emas, akan sangat memudahkan untuk pelepasan bahan berbahaya tersebut ke alam. Pada pertambangan emas liar tidak dapat dihindarkan akan terjadinya penyebaran bahan berbahaya ke sekitar wilayah pertambangan sehingga akhirnya akan terjadi pencemaran bahan berbahaya tersebut. Pertimbangan dampak pencemaran bahan berbahaya dari penambangan emas liar ini serta besarnya kerugian dari dampak yang timbul akibat terkontaminasi merkuri yang menyebabkan harus dilakukan sebuah penelitian yang mendetail.
7
Kondisi kesehatan masyarakat di Kecamatan Nanggung merupakan indikator penting dari dampak pencemaran bahan berbahaya yang digunakan dalam pengolahan bijih emas, dan bahan berbahaya yang biasa digunakan oleh para penambang liar di sekitar kawasan ini adalah merkuri. Logam merkuri bersifat akumulatif dalam tubuh dan menyebabkan keracunan kronis bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Merkuri terserap ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan, pencernaan dan kulit. Merkuri yang terakumulasi dalam tubuh manusia pada periode tertentu akan merusak sistem syaraf, hati, dan ginjal. Efek toksisitas dari merkuri tergantung pada bentuk kimianya, uap merkuri yang terhirup sangat berbahaya terhadap pekerja dan lingkungan tempat kerja. Merkuri yang terhirup pada saat pembakaran amalgam merupakan bahan kimia dalam bentuk logam Hg 0 , kemudian akan masuk ke paru-paru dan akhirnya sampai pada darah yang secara cepat berubah bentuk menjadi Hg 2+ (Silver et.al.,1994) dalam (Kardina, 2005). Sifat racun dari merkuri akan tampak pada kesehatan manusia setelah terakumulasi di dalam tubuh manusia beberapa tahun mendatang. Adanya merkuri pada rambut manusia merupakan salah satu indikator masuknya merkuri ke dalam tubuh manusia. Hal ini karena merkuri terakumulasi melalui mekanisme reaksi biologis. Kasus keracunan yang paling ringan menunjukkan gejala yang tidak spesifik; seperti cepat lelah, mata kabur dan kesemutan. Gejala biasanya tampak setelah beberapa minggu, bulan, bahkan tahun kemudian. Kasus yang lebih berat menunjukkan gangguan mental serta koma dan kadang-kadang dapat disertai dengan kematian.
8
Tabel 1. Data Kesehatan Penduduk Kecamatan Nanggung Tahun 2002-2003 Jumlah Penderita (Jiwa) Usia (thn) untuk Tahun 2002 Usia (thn) untuk Tahun 2003 <1 1–4 5 - 59 >60 <1 1 - 4 5 - 59 >60 550 982 0 140 550 982 583 140 335 670 734 281 335 850 734 281 316 850 1255 0 316 670 1255 270 260 576 1350 190 260 576 1350 190 290 465 888 102 291 465 888 102 60 109 376 50 60 109 376 50 52 0 0 0 52 80 0 0 46 85 0 0 46 85 0 0 26 52 157 71 26 52 157 71 14 22 0 0 14 22 0 0
Nama Penyakit Diare Influenza Dermatitis ISPA Demam Conjungtivitis Asma OMP Scabies Askaris Tukak Lambung 0 0 1290 260 0 0 1205 Sakit kepala 0 0 900 112 0 0 900 Hipertensi 0 0 156 76 0 0 156 Mialgia 0 0 0 68 0 0 0 Disentri 0 80 0 0 0 0 0 Sumber: Laporan tahunan puskesmas Kecamatan Nanggung (2004) dalam (Kardina, 2005)
260 112 76 63 0
Berdasarkan Tabel 4, data kesehatan penduduk di Kecamatan Nanggung dari tahun 2002-2003 belum terlihat adanya tanda- tanda gejala terkontaminasi logam merkuri. Hal ini mengingat logam merkuri masuk ke tubuh manusia melalui media makanan, air, dan udara. Lama kelamaan markuri akan merusak sistem syaraf yang ditandai dengan erethism (pelupa, imsonia), tremor halus terutama pada tangan, halusinasi dan kecenderungan ingin bunuh diri. Gejala ini baru akan timbul atau dirasakan oleh korban setelah seminggu, sebulan, bahkan bertahun- tahun kemudian. Hal ini berdasarkan dari banyaknya logam merkuri yang terserap oleh tubuh yang tergantung juga dari sistem kekebalan tubuh si korban (Kardina, 2005). 1.3 Kerangka Pemikiran Dalam kehidupan manusia untuk mempertahankan keberlanjutan hidupnya, mereka akan mengusahakan sumberdaya alam yang berada di sekitarnya. Hal ini sudah terjadi sejak pertama kali manusia berada di bumi ini. 9
Bahwa demi kehidupan manusia, sumberdaya alam harus dikorbankan adalah merupakan hal yang biasa, tetapi sebagian besar kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia terhadap lingkungannya inilah yang harus menjadi perhatian utama. Penelitian ini berawal dari suatu pemikiran sejauh mana kegiatan pertambangan emas tanpa izin memberikan dampak baik sosial, ekonomi, maupun ekologis terhadap masyarakat dan wilayah sekitar daerah pertambangan tersebut. Pemikiran ini dianggap cukup penting mengingat kegiatan pertambangan ini pasti memberikan pengaruh atau dampak terhadap kondisi masyarakat sekitarnya dan kondisi ekologis di sekitar tempat pertambangan. Dalam kegiatan pertambangan emas terdapat proses produksi yaitu dimulai dari proses penambangan hingga pada tahap pemurnian emas, walau ada yang tidak melakukan proses pemurnian emas. Dalam proses produksi tersebut terutama dalam pengolahan bijih emas digunakan bahan berbahaya yang semakin banyak bijih yang diolah, maka bahan berbahaya tersebut pun semakin banyak digunakan, dan hal itu akan berdampak baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Selain menghasilkan emas, juga dihasilkan sisa yang berupa buangan baik dari proses penambangan maupun pengolahan bijih emas. Buangan tersebut ada yang diproses kembali, ada juga yang tidak diproses kembali dan langsung dibuang atau terbuang. Buangan yang diproses pun ada yang digunakan kembali, ada pula yang tidak digunakan kembali. Buangan tersebut dapat memberikan dampak yang bisa bersifat positif, maupun yang bersifat negatif, hal tersebut dapat dilihat dari besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari buangan tersebut ataupun besarnya biaya yang harus dikeluarkan akibat buangan tersebut. 10
Untuk melihat pengaruh dari buangan tersebut dapat dilakukan identifikasi jenis-jenis kerugian yang akan timbul akibat buangan tersebut, juga kemungkinan penanggulangan yang bisa dilakukan agar dampaknya tidak terlalu besar. Dengan adanya dampak dari buangan tersebut kita bisa mengetahui pula bagaimana penanganan yang dilakukan oleh para pihak terkait baik masyarakat, perusahaan, maupun pemerintah. Fokus penelitian ini ialah mengidentifikasi dampak serta jenis kerugian yang ditimbulkan dengan adanya para penambang liar yang menggunakan bahan berbahaya dalam pengolahan bijih emasnya, dengan dampak yang tidak secara langsung terlihat namun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat terlihat karena bahan berbahaya yang digunakan bersifat akumulatif. Serta kemungkinan penanggulangan yang bisa dilakukan untuk mengatasi dampak dari penggunaan bahan berbahaya tersebut.
11
Tambang Emas
- Modal Perusahaan - Tenaga Kerja - Stok Emas - Waktu
Kegiatan Tambang ANTAM
Kegiatan Tambang liar
Proses produksi
Proses Produksi
Jumlah Produksi/ satuan waktu
Jumlah Produksi/ satuan waktu
Buangan
Tidak Berbahaya Proses (diolah)
Digunakan
Digunakan Untuk Apa
Buangan Tidak Berbahaya
Berbahaya
Tidak Proses Tidak Digunakan
A
- Pengawasan - Modal - Waktu - Tenaga Kerja - Stok Emas
Tidak Proses
Proses
Proses
Berbahaya
Tidak Proses
Proses
Tidak Proses
A A
A
A
A
A
A
Buangan dan Jenisnya/ Satuan Waktu
Identifikasi Jenis Kerugian
Kemungkinan Penanggulangan: Mengurangi Buangan Mengolah Buangan Menanggulangi/ Mengurangi Biaya akibat Buangan Gambar 2. Kerangka Pemikiran
12
1.4
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.4.1 Masalah yang Dihadapi Adapun beberapa masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah proses pengolahan emas yang dilakukan oleh para gurandil? 2. Berapakah jumlah bahan berbahaya yang digunakan dalam setiap proses produksinya? 3. Apa saja kerugian yang akan ditimbulkan dari dampak penggunaan bahan berbahaya tersebut? 1.4.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui proses pengolahan emas yang dilakukan oleh para gurandil. 2. Mengetahui jumlah bahan berbahaya yang digunakan dalam setiap proses produksi. 3. Mengetahui kerugian-kerugian yang ditimbulkan dari dampak penggunaan bahan berbahaya tersebut. 1.4.3 Hipotesis 1. Diduga Proses pengolahan bijih emas yang dilakukan oleh para penambang liar tidak memenuhi prosedur yang benar. 2. Produksi yang dilakukan oleh para penambang liar semakin menurun oleh karena pengawasan yang semakin ketat. 3. Penggunaan bahan berbahaya semakin menurun, diikuti dengan penurunan jumlah produksi.
13
4. Kerugian yang timbul oleh karena penggunaan bahan berbahaya belum terdeteksi karena dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya dan bersifat akumulatif berdasarkan waktu. 1.4.4 Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pemerintah, pengusaha pertambangan, terutama yang memakai merkuri dalam pengolahan bijih emasnya. 2. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumber informasi bagi instansi terkait dengan persoalan pertambangan. 3. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya mengenai kegiatan produksi para penambang liar.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Emas Cara penambangan endapan emas tergantung pada keadaan geologi bentuk dan letaknya bijih tersebut di alam. Yang pertama endapan emas sekunder yang potensinya lebih kecil pada umumnya daripada endapan emas primer, dapat ditambang secara sederhana dengan cara terbuka, dengan sistem pendulangan atau dengan tambang semprot yang melibatkan banyak pekerja (padat karya), tanpa menggunakan peralatan besar dan padat teknologi serta modal yang besar, kecuali jika endapannya sangat luas dapat ditambang dengan kapal keruk. Yang kedua adalah endapan emas primer yang memerlukan modal besar dan padat teknologi. Pada umumnya potensi endapan emas primer jauh lebih besar daripada endapan emas sekunder, karena itu akan tetap menguntungkan walaupun harus menyerap modal yang cukup besar untuk menambangnya dengan cara tambang terbuka jika endapannya relatif dangkal, atau dengan cara penambangan bawah tanah jika letaknya agak dalam. Kondisi bijih emas primer yang terdapat dalam batuan beku (batuan asal) yang dimuntahkan oleh magma atau bijih emas alluvial yang terdapat dalam batuan sedimen yang dihanyutkan oleh sungai, tergantung kepada kedalaman endapannya, struktur dan kondisi geologinya, suatu cadangan endapan primer dapat ditambang dengan cara tambang terbuka atau dengan cara tambang bawah tanah, atau dengan cara kombinasi dari keduanya.
2.1.1. Sejarah Pertambangan Emas Emas telah dipakai sejak berabad-abad lamanya, bahkan mungkin sejak bermilenium-milenium sebelumnya. Pada tahun 4000 sebelum Masehi Sebuah kebudayaan yang berpusat disebuah daerah yang saat ini disebut dengan Eropa Timur mulai menggunakan emas sebagai objek aksesoris & fashion. Kemungkinan besar emas tersebut ditambang di Transylvanian Alps atau bisa juga berasal dari tambang di daerah pegunungan Pangaion. Pada tahun 3000 sebelum Masehi Sebuah peradaban di irak selatan menggunakan emas untuk menciptakan perhiasan yang sangat mengagumkan dan model desain perhiasan dari peradaban itu masih banyak dipakai sampai saat ini. Pada tahun 2500 sebelum Masehi Raja Tomb of Djer dikubur bersama perhiasannya, dia adalah raja pertama dari dinasti mesir di Abydos, Mesir. Pada tahun 1500 sebelum Masehi Daerah Nubia yang sangat kaya akan deposit kandungan emas membuat mesir menjadi negara yang sangat kaya setelah emas dikenal sebagai alat tukar untuk perdagangan internasional. Dimana standar unit di timur tengah pada waktu itu menggunakan koin emas shekel dengan berat 11.3 Gram. Shekel terbuat dari campuran alami logam 2/3 emas dan 1/3 silver yang biasa di sebut electrum. Pada tahun 1350 sebelum Masehi, Babilonia mulai menggunakan api sebagai teknik untuk menguji kemurnian emas. Pada tahun 1200 sebelum Masehi,
Orang Mesir yang menguasai seni pembuatan emas
dengan cara memasukkan emas ke dalam daun untuk memperpanjang umur pakainya, mereka juga mencampur emas dengan logam lain untuk meningkatkan kekerasan dan variasi warna emas yang dihasilkan (dengan campuran tertentu emas bisa berubah menjadi warna hijau, merah, ungu dll). Pada era ini mereka 16
juga mulai menggunakan teknik lost wax dimana saat ini teknik lost wax ini masih menjadi jantung dari industri perhiasan. Kulit domba yang tidak dicukur mulai dipergunakan untuk memisahkan emas dari pasir sungai di timur laut, Laut Hitam. Setelah pasir dituang ke dalam kulit domba mereka lalu mengeringkannya untuk mengeluarkan partikel emas, teknik seperti ini menjadi inspirasi “Golden Fleece”. Tahun 1091 sebelum Masehi emas berbentuk kotak yang berukuran kecil mulai digunakan di Cina sebagai alat tukar yang syah (uang). Tahun 560 sebelum Masehi Koin pertama yang dibuat dari emas murni ditambang di Lydia sebuah kerajaan di Asia Minor. Pada tahun 344 sebelum Masehi, Raja Alexander melewati Hellespont bersama 40.000 prajurit dimana pada era ini dimulainya kampanye yang sangat besar dalam sejarah militer dan jumlah emas terbesar yang pernah dibawa dari kekaisaran Persia. Pada tahun 300 sebelum Masehi Orang Yunani dan Yahudi di Alexandria kuno mulai mempraktekan teknik kimia untuk memisahkan emas dari logam lainnya. Pencarian mencapai puncak dari akhir abad kegelapan melalui Renaissance. Tahun 202 sebelum Masehi selama era Punic War dengan Carthage Romawi mendapatkan banyak sekali akses ke pertambangan emas di Spanyol. Pada tahun 58 sebelum Masehi setelah kemenangan kampanye di Gaul, Julius Caesar pulang dengan membawa emas yang jumlahnya sangat besar, sehingga dia bisa memberikan koin emas sebanyak 200 buah kepada setiap prajuritnya dan membayar semua utang-utang Romawi. Dan pada tahun 50 sebelum Masehi, Romawi mulai mengeluarkan koin emas yang dinamai Aures. Pada tahun 699 Masehi, Kekaisaran Byzantine melanjutkan proyek penambangan di Eropa Tengah dan Perancis, dimana area ini merupakan area penambangan 17
emas yang tidak pernah di explorasi selama era kekaisaran Romawi berkuasa. Pada tahun 814 Masehi Charlemagne menyerbu Avars dan merampas emas mereka dalam jumlah besar, yang membuatnya menjadi sangat berkuasa di Eropa Barat. Pada tahun 1066 Masehi setelah terjadinya penaklukan oleh Norman, standar mata uang logam akhirnya kembali diberlakukan di Inggris dengan diperkenalkannya sistem Pounds, Shillings, dan Pence, yang secara definisi Pounds berarti setengah kilo sterling silver. Pada tahun 1299 Masehi, Marco Polo menulis jurnal dari perjalanannya ke Timur jauh (saat ini di sebut Asia) dengan judul “gold wealth was almost unlimited”. Pada tahun 1284 Masehi, Venice memperkenalkan Gold Ducat yang akhirnya menjadi koin yang sangat terkenal di dunia dan terus menjadi sangat terkenal sampai lima abad setelah peluncurannya. Pada tahun yang sama Great Britain mengeluarkan Koin emas utama untuk pertama kali, koin emas ini di beri nama Florin, yang selanjutnya diikuti oleh dikeluarkannya koin bernama Noble, Angel, Crown dan Guinea. Tahun 1377 Great Britain merubah sistem keuangan mereka berdasarkan emas dan perak. Pada tahun 1511, Raja Ferdinand dari Spanyol mengatakan kepada para penjelajah “jika bisa mendapatkan emas, tapi banyak bahaya untuk mendapatkan emas” yang akhirnya ekspedisi besar-besaran ke tanah yang baru ditemukan di western hemisphere. Tahun 1556, Georgius Agricola menerbitkan buku yang berjudul De Re Metallica yang berisi penjelasan proses pengujian emas menggunakan api yang biasa digunakan diabad pertengahan. Pada tahun 1700 ditemukannya cadangan deposit emas di Brazil, menjadikan Brazil sebagai penghasil emas terbesar didunia pada tahun 1720 18
dengan kapasitas produksi hampir mendekati 2/3 dari total kapasitas produksi seluruh dunia. Isaac Newton yang berperan sebagai kepala tambang menetapkan harga dalam satuan mata uang Great Britain sebesar 84 shillings 11,5 Pence per Troy ounce. The Royal Commission (Komisi Kerajaan) yang terdiri dari Isaac Newton, John Locke, and Lord Somers memutuskan untuk menarik seluruh mata uang lama dan menerbitkan mata uang baru dari emas atau perak dengan rasio 16:1. Dengan begitu harga emas dididirikan pertama kali di Inggris 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1744 kebangkitan pertambangan emas di Rusia dimulai pada saat ditemukannya singkapan pasir kuarsa di Ekaterinburg pada tahun 1787, dan koin emas Amerika pertama kali ditemukan oleh Ephraim Brasher yang berprofesi sebagai tukang emas. Pada tahun 1792 undang-undang mata uang logam Amerika Serikat menetapkan standar bimetallic emas perak, dimana telah ditetapkan dolar AS setara dengan 24,75 grain emas murni dan 371,25 grain perak murni (1 grain = 0.0648 grams). Pada tahun 1799 Gold Nugget seberat 17 Pon ditemukan di Cabarus county, North Carolina dimana penemuan ini merupakan penemuan emas yang pertama kali terdokumentasikan. Pada tahun 1803 penemuan emas di Little Meadow Creek, North Carolina memicu terjadinya Gold Rush di Amerika untuk yang pertama kalinya. Tahun 1828 North Carolina memasok seluruh kebutuhan koin emas US Mint untuk skala domestik dengan peruntukan sebagai mata uang. Tahun 1816 Inggris secara resmi mengikat Poundsterling terhadap emas dengan kuantitas berat tertentu dimana mata uang Inggris dapat digunakan sebagai nilai tukarnya. Tahun 1817 Inggris mulai memperkenalkan Sovereign yaitu sebuah koin emas berukuran kecil yang memiliki nilai setara 1 Poundsterling. Tahun 19
1830 Heinrich G. Kuhn mengumumkan penemuannya atas sebuah formula Fired on Glanz Gold. Tahun 1837 berat emas dalam satuan US dolar di kurangi 23,22 grain sehingga nilai emas murni seberat 1 troy ounce emas akan setara dengan $ 20.67. Pada tahun 1848 John Marshall menemukan serpihan emas (gold flake) ketika sedang membangun sawmill milik John Sutter di dekat Sacramento, California. Penemuan John Marshall ini menyebabkan terjadinya Gold Rush di California. Pada tahun 1850 Edward Hammong Hargraves kembali ke Australia setelah perjalanan ke California, dia memprediksi akan dapat menemukan emas di negaranya dalam kurun waktu 1 minggu setelah kedatangannya dan dia menemukan emas di New South Wales seminggu setelah dia sampai di Australia. Tahun 1859 Comstock Lode yang merupakan deposit perak pertama di Amerika ditemukan di daerah yang saat ini bernama Virginia City, Nevada yang didalamnya juga terkandung deposit emas. Tahun 1862 Latin Monetary Union, ketetapan yang mengatur kadar, berat, ukuran dan nominal dari koin perak dan koin emas bagi negara Perancis, Italia, Belgia, Swiss, dan Yunani (pada tahun 1868) dan mewajibkan semua negara itu menerima koin emas dan koin perak dari masing-masing negara tersebut sebagai alat pembayaran yang syah. Tahun 1868 George Harrison menemukan emas ketika menggali batu untuk membangun rumah, dimana emas tersebut ditemukan di Afrika Selatan, sejak saat itu sumber emas tersebut mendekati 40% dari total emas yg pernah ditambang di Afrika Selatan. Pada tahun 1873 sebagai hasil dari perubahan undang-undang pertambangan dan koin, perak telah dihapuskan dari standar nilainya dan Amerika secara tidak resmi kembali ke standar emas. Pada tahun 1887 Hak Paten Inggris 20
dikeluarkan kepada John Steward MacArthur untuk penemuannya dalam proses recovery atau pemurnian emas dengan menggunakan proses sianida. Proses sianida ini dapat menghasilkan emas sampai dua kali lipat dari total produksi dunia sampai 20 tahun yang akan datang. Tahun 1896 William Jennings Bryan berpidato di konvensi nasional partai demokrat yang berjudul “cross of gold” dimana pidatonya ini berisi desakan agar kembali ke sistem bimetallism. Pidato ini menjadikan William Jennings Bryan sebagai salah satu kandidat presiden dari partai demokrat, tapi dia dikalahkan pada saat Pemilu oleh William McKinley (Dalam ilmu ekonomi Bimetallism memiliki arti Standar keuangan
dimana nilai dari mata uang dalam sistem
moneter sebuah negara didefiniskan setara atau senilai dengan sejumlah tertentu berat emas atau bisa juga setara atau senilai dengan sejumlah tertentu berat perak). Tahun 1898 Dua orang pemancing ikan menemukan emas saat memancing di Klondike, Alaska yang menimbulkan gold rush diakhir abad ke 19. Tahun 1900 Undang-undang Standar emas di Amerika Serikat menempatkan sistem ekonomi Amerika pada Standar emas, dengan komitmen bahwa Amerika akan mempertahankan nilai tukar mata uangnya terhadap negara lain berdasarkan Standar
Emas. Tahun
1903
Sebuah
perusahaan
bernama
Engelhard
memperkenalkan sistem untuk mencetak emas diatas permukaan sebuah objek. Ini pertama kalinya emas digunakan sebagai dekorasi dengan menggunakan sistem ini dan teknologi untuk Microcircuit Printing. Tahun 1913 undang-undang Bank sentral Amerika menetapkan bahwa USD akan didukung dengan emas sebanyak 40%.
21
Pada tahun 1919 Standar emas dihentikan sementara oleh beberapa negara termasuk Amerika, Inggris selama perang dunia 1. Pada tahun 1927 penelitian bidang kedokteran dalam skala besar yang dilakukan di Perancis yang membuktikan bahwa emas memiliki nilai yang sangat berharga dalam pemakaiannya untuk pengobatan atau perawatan penyakit rheumatoid arthritis (Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang). Tahun 1931 Inggris meninggalkan sistem standar emas logam mulia. Pada tahun 1933 untuk mengurangi kepanikan sektor perbankan, Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt melarang warga negara Amerika memiliki koin emas, emas batangan logam mulia, dan sertifikat emas. Begitu panjangnya usia kegiatan pertambangan Emas tentunya juga banyak mengalami perubahan metode, dimulai dengan cara pertambangan tradisional yaitu menggunakan gravitasi atau amalgamasi air raksa, kemudian metode Sianida, flotasi dan heap leaching. Pertambangan Emas terbesar saat ini adalah Afrika Selatan, walau demikian tidak berarti Afrika Selatan memilki cadangan emas terbesar. Sesuai sifatnya Emas memang tidak habis dikonsumsi, berbeda dengan komoditi lain yang habis dikonsumsi sehingga memungkinkan negara lain yang tidak memilki tambang Emas yang banyak tetapi justru memilki cadangan Emas yang besar, hal ini terkait dengan fungsi Emas sebagai cadangan devisa dan instrumen moneter serta investasi (Aris Purbo). 22
Untuk di Negara Indonesia, pertambangan emas yang diduga merupakan pertambangan tertua di Sumatera maupun di Indonesia terdapat di pesisir selatan yang disebut dengan pertambangan emas Salida. Sebelum kedatangan VOC di pantai barat Sumatera, kandungan emas di Salida sudah ditambang oleh penduduk setempat. Jauh sebelum bangsa Barat berhasil menemukan Sumatera, berita mengenai ‘Pulau Emas’ sudah sampai ke Eropa melalui cerita-cerita para pelaut Arab. Penyair Portugis yang terkenal, Luiz de Camoens (1524-1580), menulis dalam Os Lusiadas (terbit 1572), sebuah puisi epik panjang yang monumental, tentang Gunung Ophir di Pasaman yang kaya emas, yang diperdagangkan oleh penduduk lokal dengan orang asing. Camoens bertualang hanya sampai di Goa, India, dan tidak pernah sampai di Sumatra.
Gambar 3: Tambang emas di Salida (Makassar Kota, 2008)
Makassar, Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memiliki tambang emas terbesar di dunia yang hingga saat ini belum dieksplorasi. Padahal potensi ini memberi kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Ahli geologi dunia asal Malaysia, Datu Azis Chemor berkata bahwa pada ekspose "Peluang Tambang Emas Sulsel" di ruang Rapim kantor Gubernur Sulsel, di 23
Makassar, dalam peta pertambangan dunia, Sulsel merupakan sentra jalur emas di dunia. Potensi tambang emas Sulsel tersebar disejumlah kabupaten, yakni Luwu, Luwu Utara, Palopo, Luwu Timur, Tanatoraja, Pangkep, Barru, Bone, Jeneponto, Takalar, Gowa, Maros, Selayar dan Wajo, perlu dijaga dan diawasi supaya dapat diolah menjadi industri yang menjanjikan kehidupan yang layak bagi warga di daerah itu. Hanya saja, lanjutnya, untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam ini menjadi emas maka harus dibangun industrinya yang investasinya cukup besar, termasuk desain lokasinya, survey lapangan, studi kelayakannya dan lainnya (Makassar Kota, 2008). 2.1.2. Sejarah Pertambangan Emas Pongkor Survey geologi Gunung Pongkor diawali pada tahun 1979 oleh tim geologi PT. Aneka Tambang, tentang logam berat. Kemudian pada tahun 1980 dilanjutkan penelitian vein (cebakan) batuan kuarsa yang mengandung emas (Au) dan kandungan perak (Ag). Berdasarkan penemuan tersebut perusahaan meminta dan memperoleh K.P. (Kuasa Pertambangan) Eksplorasi No. 562 di daerah ini pada tahun 1983, yang kemudian ditingkatkan ke K.P. Eksploitasi pada tahun 1988. Pada tahun 1990 PT. Aneka Tambang mengundang Kilborn Engineering Pacific Ltd (Kilborn) untuk pekerjaan studi kelayakan di bidang pertambangan, pengolahan, dan fasilitas untuk pengembangan dan operasi penambangan dengan kapasitas 500 ton bijih per hari. Menurut Laporan Tahunan ANTAM (1997) pembangunan pabrik dilakukan pada tahun 1993 dan produksi komersial dimulai pada bulan Mei 1994. Pengembangan Pongkor diselesaikan pada bulan November
24
1997 yang direncanakan mampu meningkatkan kapasitas produksi menjadi sekitar 5 ton emas per tahun. Lokasi kegiatan Pertambangan Emas Pongkor terletak pada areal dengan topograpi yang terjal dan curam, sebagian besar berbukit dan bergunung. Pengelolaan lingkungan dilaksanakan pada seluruh areal yang terkena dampak akibat aktivitas penambangan dan pembangunan sarana penunjangnya seperti kegiatan pembenahan lahan bukaan areal kolam buangan, penanganan batuan buangan, dan air tambang serta penanganan limbah dari pabrik pengolahan. Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. Antam Tbk. Adalah sistem penambangan bawah tanah (Underground Mining) dengan menggunakan metode “Cut and Fill” yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi lalu rongga yang telah kosong diisi kembali dengan menggunakan material limbah (waste material) berbentuk lumpur (slurry) yang merupakan limbah hasil pengolahan yang telah bersih dari zat- zat berbahaya. Terdapat lima siklus dalam penambangan emas di PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor yaitu tahap Drilling, Blasting, Mucking, Transportation, dan Backfilling. Tahap pertama proses penambangan bijih emas yaitu dengan membuat lubang bor dengan cara Drilling (pengeboran) untuk menempatkan bahan peledak di perut bumi. Alat yang digunakan adalah Jack Leg atau Jumbo Drill. Tahap kedua adalah Blasting (peledakan) sekaligus Clearing Smoke (pembersihan asap). Selanjutnya adalah Mucking (pengerukan) setelah dilakukan peledakan, bijih (Ore) dikeruk menggunakan LHD dan dijatuhkan melalui Ore Pass ke level terendah (level 500). Tahap keempat adalah Transporting, mengangkut bijih dari dalam tambang ke area proses penghancuran bijih 25
(Crushing Plant Area) dengan menggunakan Grandby. Tahap terakhir yaitu Backfilling (pengisian ulang) merupakan proses pemompaan Backfill dalam bentuk campuran air dan padatan (Slurry) ke dalam Stope (lubang hasil proses penambangan), hal ini untuk menghindari terjadinya Subsidence permukaan, serta sebagai pijakan pemboran selanjutnya. Sistem pengolahan bijih emasnya dilakukan oleh PT. Antam Tbk. Dengan menggunakan dua buah pabrik yang berbeda namun dengan proses yang sama. Kapasitas untuk pabrik pertama sebesar 500 dry million ton atau ton kering per jam dan pabrik kedua berkapasitas 720 dry million ton. Alur proses pengolahan bijih menjadi dore bullion melewati 5 tahap proses yaitu, yang pertama adalah Crushing Unit yaitu proses pengecilan bijih hasil penambangan mulai dari ukuran 400 mm menjadi ukuran kurang dari 12.5 mm. selanjutnya adalah Milling Unit, dari Crushing bijih emas dibawa ke bin dengan belt conveyor menuju ballmill, kemudian bijih digerus bersama kapur mati, bola baja sebagai media gerus dan Pb(NO 3 ) 2 (lead nitrat) untuk mempercepat proses pelindian perak pada proses sianidasi, dan jenis prosesnya adalah proses basah (media air). Tahap ketiga adalah Leaching and Carbon In Leach Unit (CIL) yaitu proses pelindian (pelarutan) bijih logam (emas dan perak) dalam larutan sianida. Emas dan perak dalam lumpur (produk ballmill) dimasukkan dalam tanki pelarut dimana tanki tersebut ditambahkan NaCN 700-900 ppm. Tahap yang selanjutnya adalah Gold Recovery Unit yaitu pengambilan emas dan perak dari loaded carbon (karbon aktif yang telah bermuatan logam emas dan perak dengan kadar tertentu) sampai berbentuk dore bullion melalui tiga proses yaitu, tahap elution, electrowining, dan smelting. Dalam tahap elution, karbon yang telah jenuh 26
menyerap larutan emas dan perak di sirkuit CIL, dilepaskan kembali menjadi fase larutan. Hasil dari proses elution disebut sebagai air kaya (eluate solution) akan diolah dalam proses electrowining. Air kaya dari tanki eluate dipompakan menuju bak elektrowining, emas dan perak dalam air kaya akan terdeposisi ke kawat katoda menggunakan arus searah (elektrolisa). Emas dan perak yang menempel pada proses elektrolisis di sel katoda yang berupa endapan disebut cake. Setelah proses electrowining adalah proses smelting, dimana cake dipanaskan sampai melebur dengan waktu sekitar 4 jam dan hasil peleburan ini berupa dore bullion. Dore bullion ditampung dalam louder untuk dimasukkan ke percetakan bullion (bullion mold) yang selanjutnya dikirim ke unit pemurnian logam mulia di Jakarta yang juga merupakan satu unit produksi PT. Antam Tbk. Untuk dimurnikan sehingga kadarnya mencapai 99.8 %. Dan tahap terakhir adalah proses pengolahan limbah yang dihasilkan dari proses produksi. PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor dalam menangani limbahnya dilengkapi dengan tailing dam sebagai tempat penampungan limbah terakhir dan dua area Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yaitu IPAL Tambang dan IPAL Cikaret. IPAL tambang mengelola limbah dengan kadar TSS (Total Suspended Solid) yang tinggi dan IPAL Cikaret mengelola limbah dengan kadar sianida yang tinggi, maka adanya penambahan CuSO 4 dan H 2 O 2 selain flocculant dan coagulant. IPAL ini dibangun untuk mengolah limbah cair dari overflow tailing dam, sebelum dialirkan ke sungai cikaniki, sludge yang mengendap diangkut oleh dump truck untuk dikembalikan ke tailing dam.
27
2.1.3. Buangan dari Pertambangan dan Pengolahan Emas Buangan dari adanya pertambangan dan pengolahan emas cukup bervariasi tergantung pada teknik yang digunakan. Pertambangan emas biasanya akan menghasilkan air, tanah, batu, yang merupakan sisa dari proses penambangan. Untuk pengolahan emas juga dihasilkan buangan berupa air, lumpur, dan bahan-bahan yang dipakai dalam proses pengolahan bijih emas. 2.2. Limbah Berbahaya Pencemaran lingkungan dalam kehidupan sehari-hari dapat dipahami sebagai sesuatu kejadian lingkungan yang tidak diingini, menimbulkan gangguan atau kerusakan lingkungan bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan sampai kematian. Hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat disebut pencemaran, misalnya udara berbau tidak sedap, air berwarna keruh, tanah ditimbuni sampah. Hal tersebut dapat berkembang dari sekedar tidak diingini menjadi gangguan. Udara yang tercemar baik oleh debu, gas maupun unsur kimia lainnya dapat menyakitkan saluran pernafasan, mata menjadi pedas atau merah dan berair. Bila zat pencemar tersebut mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), kemungkinan dapat berakibat fatal. Hal yang sama dapat terjadi pada air. Air yang tercemar dapat menimbulkan gangguan gatal pada kulit, atau sakit saluran pencernaan bila terminum dan dapat berakibat lebih jauh bila ternyata mengandung B3. Demikian pula halnya dengan tanah yang tercemar, yang pada gilirannya dapat mengotori sumber air didekatnya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah : masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan 28
atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. 2.2.1. Jenis dan Akibat Limbah Berbahaya Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lainlain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah merupakan zat ataupun benda sisa dari suatu proses baik itu proses produksi maupun proses konsumsi. Adapun limbah berasal dari berbagai tempat, limbah bisa berasal dari kegiatan rumah tangga, kegiatan rumah sakit, kegiatan
29
industri, dan kegiatan pertambangan. Jenis dan akibat dari limbah berbahaya yang dihasilkan dari tempat-tempat tersebut akan dijelaskan dibawah ini. 2.2.1.1. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Rumah Tangga Terdapat dua jenis limbah rumah tangga yaitu limbah organik dan anorganik, dimana sebagian besar limbah rumah tangga merupakan bahan organik seperti sisa-sisa makanan (sayuran, sisa tepung, kulit buah dan daun-daun), dan juga berupa tinja dan limbah cair yang semuanya dapat mencemari lingkungan perairan. Sedangkan untuk limbah anorganik yang berasal dari rumah tangga adalah berupa botol plastik, tas plastik, kaleng, dan kain (sintetis). Dampak yang diakibatkan dari limbah hasil rumah tangga adalah yang pertama dampak terhadap kesehatan. Lokasi dan pengelolaan limbah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Adapun penyakit-penyakit yang ditimbulkan adalah diare, kolera, tifus yang menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari limbah dengan pengelolaan tidak tepat yang dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan limbahnya kurang memadai, dan penyakit yang disebabkan oleh jamur (misalnya jamur kulit). Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan, salah satu contohnya adalah penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan atau sampah. 30
2.2.1.2. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Industri Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3. Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah, limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx diudara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah-limbah yang biasa dihasilkan oleh industri adalah •
Chromium Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi
meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistant application). Dalam industri metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari stainless steels dan berbagai campuran logam. Dalam industri kimia digunakan sebagai : Cat pigmen (dapat berwarna merah, kuning, orange dan hijau), Chrome plating, penyamakan kulit, Treatment Wool 8 Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi. Berdasarkan urutan toksisitasnya 31
adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI Electroplating, penyamakan kulit dan pabrik textil merupakan sumber utama pemajanan chromium ke air permukaan. Limbah padat dari tempat prosesing chromium yang dibuang ke landfill dapat merupakan sumber kontaminan terhadap air tanah. Kelompok Resiko Tinggi : Pekerja di industri yang memproduksi dan menggunakan Cr, dan perumahan yang terletak dekat tempat produksi akan terpajan Cr-VI lebih tinggi. Perumahan yang dibangun diatas bekas landfill, akan terpajan melalui pernafasan (inhalasi) atau kulit. Pemajanan melaui, inhalasi terutama pekerja, kulit, dan Oral (masyarakat pada umumnya). Dampak Kesehatan dan efek fisiologi yang akan terjadi ketika tercemar oleh Cromium adalah Cr (III) yang merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal. Organ utama yang terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain yang bisa terserang adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas. Efek pada Kulit adalah Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan Cr-IV. Efek pada Ginjal bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis, efek pada hati adalah pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 % tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut. •
Cadmium (Cd) Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi.
Cadmium murni berupa logam berwarna putih perak dan lunak, namun bentuk ini tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya cadmium terdapat dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen (Cadmium Oxide), Clorine 32
(Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide). Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk samping dari pengecoran seng, timah atau tembaga cadmium yang banyak digunakan berbagai industri, terutama plating logam, pigmen, baterai dan plastik. Pemajanan Sumber utama pemajanan Cd berasal dari makanan karena makanan menyerap dan mengikat Cd. misalnya : tanaman dan ikan. Tidak jarang Cd dijumpai dalam air karena adanya resapan dari tempat buangan limbah bahan kimia. Dampak pada kesehatan Beberapa efek yang ditimbulkan akibat pemajanan Cd adalah adanya kerusakan ginjal,liver, testes, sistem imunitas, sistem susunan saraf dan darah. •
Cupper (Cu) Tembaga merupakan logam berwarna kemerah-merahan dipakai sebagai
logam murni atau logam campuran (suasa) dalam pabrik kawat, pelapis logam, pipa dan lain-lain. Pemajanan Pada manusia pemajanan terjadi melalui pernafasan, oral dan kulit yang berasal dari berbagai bahan yang mengandung tembaga. Tembaga juga terdapat pada tempat pembuangan limbah bahan berbahaya. Senyawa tembaga yang larut dalam air akan lebih mengancam kesehatan. Cu yang masuk ke dalam tubuh, dengan cepat masuk ke peredaran darah dan didistribusi ke seluruh tubuh.
33
Dampak terhadap Kesehatan Cu dalam jumlah kecil (1 mg/hr) penting dalam diet agar manusia tetap sehat. Namun suatu intake tunggal atau intake perhari yang sangat tinggi dapat membahayakan. Bila minum air dengan kadar Cu lebih tinggi dari normal akan mengakibatkan muntah, diare, kram perut dan mual. Bila intake sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan liver dan ginjal, bahkan sampai kematian. •
Timah Hitam (Pb) Sumber emisi antara lain dari : Pabrik plastik, percetakan, peleburan
timah, pabrik karet, pabrik baterai, kendaraan bermotor, pabrik cat, tambang timah dsb. Pemajanan melalui Oral dan Inhalasi Dampak pada Kesehatan Sekali masuk ke dalam tubuh timah didistribusikan terutama ke 3 (tiga) komponen yaitu • Darah • Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak) • Jaringan dengan mineral (tulang + gigi) Tubuh menimbun timah selama seumur hidup dan secara normal mengeluarkan dengan cara yang lambat. Efek yang ditimbulkan adalah gangguan pada saraf perifer dan sentral, sel darah, gangguan metabolisme Vit.D dan Calsium sebagai unsur pembentuk tulang, gangguan ginjal secara kronis, dapat menembus placenta sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin.
34
•
Nickel (Ni) Nikel berupa logam berwarna perak dalam bentuk berbagai mineral. Ni
diproduksi dari biji Nikel, peleburan atau daur ulang besi, terutama digunakan dalam berbagai macam baja dan suasa serta elektroplating. Salah satu sumber terbesar Ni terbesar di atmosfir berasal dari hasil pembakaran BBM, pertambangan, penyulingan minyak, incenerator. Sumber Ni di air berasal dari lumpur limbah, limbah cair dari “Sewage Treatment Plant”, air tanah dekat lokasi landfill. Pemajanan Melalui inhalasi, oral dan kontak kulit. Dampak terhadap Kesehatan Ni dan senyawanya merupakan bahan karsinogenik. Inhalasi debu yang mengandung Ni-Sulfide mengakibatkan kematian karena kanker pada paru-paru dan rongga hidung, dan mungkin juga dapat terjadi kanker pita suara. •
Pestisida Pestisida mengandung konotasi zat kimia dan atau bahan lain termasuk
jasad renik yang mengandung racun dan berpengaruh menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan manusia, kelestarian lingkungan dan keselamatan tenaga kerja. Pestisida banyak digunakan pada sektor pertanian dan perdagangan/ komoditi. Pemajanan Melalui Oral, Inhalasi, Kulit.
35
Dampak pada Kesehatan Pestisida golongan Organophosphat dan Carbamat dapat mengakibatkan keracunan sistemik dan menghambat enzim Cholinesterase (Enzim yang mengontrol transmisi impulse saraf) sehingga mempengaruhi kerja susunan saraf pusat yang berakibat terganggunya fungsi organ penting lainnya dalam tubuh. Keracunan pestisida golongan Organochlorine dapat merusak saluran pencernaan, jaringan, dan organ penting lainnya. •
Arsene Arsene berwarna abu-abu, namun bentuk ini jarang ada di lingkungan.
Arsen di air ditemukan dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen lain. Senyawa Arsen dengan oksigen, klorin atau belerang sebagai Arsen inorganik, sedangkan senyawa dengan Carbon dan Hydrogen sebagai Arsen Organik. Arsen inorganik lebih beracun dari pada arsen organik. Suatu tempat pembuangan limbah kimia mengandung banyak arsen, meskipun bentuk bahan tak diketahui (Organik/ Inorganik). Industri peleburan tembaga atau metal lain biasanya melepas arsen inorganik ke udara. Arsen dalam kadar rendah biasa ditemukan pada kebanyakan fosil minyak, maka pembakaran zat tersebut menghasilkan kadar arsen inorganik ke udara, dan penggunaan arsen terbesar adalah untuk pestisida. Pemajanan Arsen ke dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan atau minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus kemudian masuk ke peredaran darah.
36
Dampak terhadap Kesehatan Arsen inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang dapat mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan jaringan, bila melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan diare. Selain itu mengakibatkan penurunan pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan pembuluh darah, luka di hati dan ginjal. •
Nitrogen Oxide (NOx) NOx merupakan bahan polutan penting dilingkungan yang berasal dari
hasil pembakaran dari berbagai bahan yang mengandung Nitrogen. Pemajanan Pada manusia pada umumnya melalui inhalasi atau pernafasan. Dampak terhadap kesehatan Berupa keracunan akut sehingga tubuh menjadi lemah, sesak nafas, batuk yang dapat menyebabkan edema pada paru-paru •
Sulfur Oxide (SOx) Sumber SO2 bersal dari pembakaran BBM dan batu bara, penyulingan
minyak, industri kimia dan metalurgi. Dampak terhadap Kesehatan • Bila pemajanan lewat ingesti efeknya berat, rasa terbakar di mulut, pharynx, abdomen yang disusul dengan muntah, diare, tinja merah gelap (melena). Tekanan darah turun drastis.
37
• Pemajanan lewat inhalasi, menyebabkan iritasi saluran pernafasan, batuk, rasa tercekik, kemudian dapat terjadi edema paru, rasa sempit didada, tekanan darah rendah dan nadi cepat. • Pemajanan lewat kulit terasa sangat nyeri dan kulit terbakar. •
Karbonmonoksida (CO) Karbonmonoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna,
berasal dari hasil proses pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung rantai karbon. Pemajanan Pada manusia melalui inhalasi. Dampak terhadap kesehatan • Keracunan akut terjadi setelah terpajan karbonmonoksida berkadar tinggi. CO yang masuk kedalam tubuh dengan cepat mengikat haemoglobine dalam darah membentuk karboksihaemoglobine (COHb), sehingga haemoglobine tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat oksigen yang sangat diperlukan untuk proses kehidupan dari pada jaringan dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena CO mempunyai daya ikat terhadap haemoglobine 200 sampai 300 kali lebih besar dari pada oksigen, yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak atau hypoxia, susunan saraf, dan jantung, karena organ tersebut kekurangan oksigen dan selanjutnya dapat mengakibatkan kematian. • Keracunan kronis terjadi karena terpajan berulang-ulang oleh CO yang berkadar rendah atau sedang. Keracunan kronis menimbulkan kelainan pada pembuluh darah, gangguan fungsi ginjal, jantung, dan darah.
38
2.2.1.3. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Pertambangan Pertambangan memerlukan proses lanjutan pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Misalnya proses dipertambangan emas, memerlukan bahan air raksa atau merkuri akan menghasilakan limbah logam berat cair penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik. Adapun penjelasan mengenai limbah berbahaya yang dihasilkan oleh pertambangan adalah sebagai berikut. 1. Merkuri Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang memiliki sifat cair pada temperatur ruang dengan gaya berat spesifik (specific gravity) dan daya hantar listrik yang tinggi, mudah bergerak, tidak berbau, tidak larut dalam air, sebagai pelarut organik, cenderung membentuk Alloy dengan logam lain, bertekanan uap tinggi dan berat jenis yaitu 13,54 pada suhu 20 o C. Karena sifatsifat tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam kegiatan perindustrian maupun laboratorium. Merkuri merupakan zat yang sangat beracun bagi makhluk hidup baik sebagai unsur tunggal maupun yang telah membentuk persenyawaan (Palar, 2004). Menurut William et . a l (1995) beberapa sumber polutan yang menyebabkan terjadinya penimbunan merkuri di lingkungan laut, yang terpenting adalah industri penambangan logam, industri bijih besi, termasuk metal plating, industri yang memproduksi bahan kimia, baik organik maupun anorganik, dan sampah domestik (offshore dumping), lumpur dan lain-lain. Telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian 39
pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat jaringan tubuh organisme air. Merkuri harus ditangani dengan hati-hati, dijauhkan dari anak-anak dan wanita yang sedang hamil. Standar yang ditetapkan badan-badan internasional untuk merkuri adalah sebagai berikut: di air minum 2 ppb (2 gr dalam 1.000.000.000 (satu milyar gr air atau kira-kira satu juta liter)). Di makanan laut 1 ppm (1 gram tiap 1 juta gram) atau satu gram dalam 10 ton makanan. Di udara 0,1 mg (miligram) metilmerkuri setiap 1 m3, 0,05 mg/m3 logam merkuri untuk orang-orang yang bekerja 40 jam seminggu (8 jam sehari) (Ismunandar, 2002). Sifat ion Merkuri yang mudah berinteraksi dengan air, maka merkuri dengan mudah memasuki tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi (pernafasan) maupun lewat makanan. Bila masuk melalui kulit akan menyebabkan reaksi alergi kulit berupa iritasi kulit, reaksi seperti ini tidak perlu menunggu lama cukup mandi beberapa kali di sungai atau di laut yang tercemar merkuri, kulit pun akan segera mengalami iritasi. Pekerja yang biasa menggunakan merkuri berisiko tinggi menghirup uap merkuri lewat hidungnya. Uap yang terhirup ini dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan dan paru, sehingga saraf juga bisa rusak. Cara lain masuknya merkuri ke dalam tubuh manusia adalah melalui makanan atau minuman. Jadi pada gilirannya, manusia sendiri juga ikut menimbun merkuri dalam tubuhnya. Dampak akibat masuknya merkuri ke dalam tubuh biasanya muncul dalam waktu lama, bisa bulanan atau tahunan tergantung kadar merkuri yang masuk. Merkuri akan menumpuk dan selanjutnya mengganggu fungsi ginjal atau sering disebut nefrotoksik (Budiawan, 2009).
40
1.1. Proyek Merkuri Global Penilaian Lingkungan di dua area pertambangan emas skala kecil di Indonesia Tujuan dari proyek ini adalah untuk memimpin penilaian terhadap besarnya kontaminasi merkuri dalam dua area pertambangan emas tersebut, memberikan dukungan secara teknik untuk langkah- langkah intervensi yang akan dilakukan, penyelidikan keberadaan sumber merkuri saat ini dan sebelum adanya kegiatan tambang, evaluasi ketersediaan merkuri serta pergerakannya melalui karakteristik hidrokomia, geokimia, mineralogy, dan bioindikator. Pertambangan batu keras dilakukan didalam lubang sempit dengan diameter 50-70 cm dan kedalaman mencapai 30 m, penemuan bijih emas utamanya dilakukan dengan mencari lapisan-lapisan urat-urat emas dalam batubatu vulkanik. Lalu untuk mengangkat bijih-bijih emas yang ditemukan dilakukan dengan menggunakan karung-karung agar dapat diangkut dari kedalaman 30 m tersebut ke permukaan lubang tambang. Setelah mengumpulkan bijih-bijih emas tersebut, barulah dilakukan pengolahan untuk mendapatkan emas. Bijih-bijih tersebut diangkut dan dibawa ke tempat penggilingan, lalu bijih-bijih tersebut dihancurkan dengan alat penggilingan untuk mendapatkan kualitas bijih yang terbaik. Setelah didapatkan bijih dengan kualitas yang terbaik selanjutnya adalah memasukkan bijih-bijih tersebut ke dalam tromel untuk dihancurkan kembali, setelah itu dilakukan pencampuran langsung dengan menggunakan merkuri tanpa konsentrasi gravitasi untuk mendapatkan emas yang diinginkan. Merkuri yang hilang setelah proses pencampuran untuk Kasus di Tatelu, dimana terdapat 100 unit dengan 12 tromel per unit yang menggunakan 1 kg merkuri per tromel untuk 41
satu kali putaran, dimana dilakukan 3 kali putaran per hari adalah sebanyak 2 % dari total 3600 kg per hari penggunaan merkuri yaitu sekitar 72 kg merkuri yang hilang per harinya. Rasio penggunaan merkuri untuk mengikat emas yang normal biasanya ada pada interval 1:1 hingga 2:1, untuk kasus di Tatelu ini rasio penggunaan merkuri untuk mengikat emasnya adalah 60:1, jadi untuk satu kg emas digunakan 60 kg merkuri. Hal tersebut menyebabkan besarnya merkuri yang hilang ke lingkungan, sehingga besar pula resiko bahaya kesehatan yang dihadapi, terutama yang melakukan pengolahan bijih emas yang berinteraksi langsung dengan merkuri tersebut akan mudah terkontaminasi merkuri yaitu melalui udara yang dihirupnya yang telah terkontaminasi merkuri. Sedangkan untuk di daerah Galangan, jumlah merkuri yang hilang setelah proses pencampuran dimana terdapat 500 unit dan hanya melakukan 1 kali putaran per harinya dengan penggunaan merkuri 1kg per tromel. Dan rasi penggunaa merkuri untuk mengikat emasnya hanya 2,4:1 yaitu 2,4 kg merkuri untuk 1 kg emas. Di daerah Galangan ini lebih sedikit menggunakan merkuri dibanding di daerah Tatelu (Saulo dkk, 2004). 2. Sianida Sianida secara alami terbentuk dalam ikatan yang dihasilkan oleh reaksi biokimia. Banyak spesies tumbuhan yang terdiri atas senyawa organik yang mengandung sianida dalam bentuk cyanogenic glycosides (Knowles, 1976 dalam Hardiani, Lidya 2002). Contohnya sianida yang terdapat pada tanaman seperti selada, jagung, ubi, kedelai, dan almond, selain tanaman sianida juga terdapat
42
dalam asap rokok (hardiani, 2002.) berdasarkan tingkat keracunannya, dikenal tiga macam senyawa sianida, yaitu: a. Sianida bebas (CN free) Sianida bebas adalah jumlah dari konsentrasi HCN dan ion CN- dalam larutan air. CN free beracun bagi manusia, hewan mamalia dan spesies air (Doudoroff, 1976 dalam Hardiani, 2002.). Dosis mematikan untuk manusia dewasa sangat bervariasi tergantung pada besarnya pemaparan, seperti dibawah ini: •
1 sampai 3 mg/kg berat tubuh, jika terminum;
•
100 sampai 300 ppm, jika terhirup;
•
100 mg/kg berat tubuh jika terserap.
b. Sianida Total (Total Cyanide) Sianida total adalah jumlah konsentrasi dari senyawa sianida yang terdapat dalam air termasuk senyawa kompleks sianida logam. Dalam terminologi, CN total dituliskan CN-, dan CN free juga berlabel CN-, dengan demikian terkadang sulit membedakan antara CN total dengan CN free. Pada umumnya ahli biologi dan ilmuwan-ilmuwan lingkungan lebih menyukai peraturan yang menunjukkan terminologi CN free, karena CN total kurang beracun bila dibandingkan CN free. c. Weak Acid Dissociable Cyanide (CN WAD) CN wad adalah jumlah konsentrasi dari senyawa sianida yang terdisosiasi dalam asam lemah. Konsentrasi ini tidak termasuk senyawa kompleks sianida yang stabil (seperti ferisianida, ferosianida dan senyawa kompleks sianida logam lainnya). Logam-logam yang biasanya berikatan dengan sianida jenis ini antara lain Zinc dan Cadmium. Masing-masing logam yang berikatan dengan sianida 43
memiliki efek toksisitas tersendiri. Untuk Zinc sianida efek toksisitasnya antara 0,18 sampai 0,26 mg/l, sedangkan Cadmium sianida sebesar 0,18 mg/l. Pencemaran sianida pada proses pengolahan bijih emas menurut Soedjoko et al (1991) adalah gangguan akibat penggunaan sianida yang mungkin timbul dalam proses ekstraksi emas, meliputi antara lain tercemarnya air sungai, air tanah dan udara. Sianidasi biasanya diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang bermodal besar, maka pada umumnya mereka sudah melengkapinya dengan unit pengendali limbah, meresirkulasikan limbah cairnya ke dalam proses pengolahan dan membuat tailing pond/tailing dam, dimana disini terjadi degradasi sianida secara alami. Namun demikian pencemaran masih tetap akan ada, apabila penanganannya tidak dilakukan dengan baik dan tidak dilakukan pengawasan dan pemantauan secara terus menerus terhadap limbah yang akan dibuang ke sungai. Soedjoko et al (1991) juga menyebutkan bahwa pemakaian garam-garam sianida pada industri, seperti pengolahan emas dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia/pekerja. Hal ini disebabkan karena ion sianida mempunyai sifat menghambat kerjanya beberapa sistem enzim dalam tubuh manusia. Enzin yang sangat peka terhadap sianida adalah enzim sitokrom oksidase dan enzim lainnya yang mengontrol oksidasi dalam jaringan sel. Jaringan sel yang terhambat oleh ion sianida tidak dapat menggunakan oksigen yang dibawa oleh darah, sebagai akibatnya pembentukan oxyhaemoglobin yang diperlukan untuk pembakaran terganggu. Persenyawaan sianida berupa gas sangat mudah diserap oleh paru-paru dan penyerapan melalui kulit umumnya lambat. Serangan sianida berjalan cepat, gejala yang timbul umumnya: lemah, sakit kepala, pandangan kabur, dan kadang-kadang pingsan. 44
2.2.1.4. Limbah Berbahaya yang Bersumber dari Rumah Sakit Setiap ruang kerja di rumah sakit berpotensi menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Adapun jenis limbah dari setiap ruang dapat berbeda-beda sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. Secara umum, berdasarkan asalnya sampah rumah sakit dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1.
Sampah Anatomis, contoh: potongan tubuh manusia
2.
Sampah Non anatomis, contoh: perban, kapas, kasa pembalut luka
3.
Sampah inventaris/administrasi dan sampah domestik, contoh: pembungkus makanan, sisa makanan pasien, kertas, kardus, plastik. Berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu
sampah medis atau klinis, dan sampah non medis. Dari keseluruhan sampah rumah sakit, sekitar 10% merupakan sampah infektif (dapat menularkan penyakit) sehingga memerlukan penanganan terlebih dahulu sebelum dibuang. Sedangkan limbah cair dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah cair infektif dan limbah cair non infektif. Limbah cair infektif terutama berasal dari kegiatan-kegiatan: 1.
Pengobatan/perawatan pasien dengan penyakit infeksi, berupa buangan pasien dan pencucian peralatan pasien.
2.
Kegiatan operasi dan kegiatan laboratorium klinis berupa darah, sisa obat, dan pencucian peralatan.
3.
Kegiatan laundry dan pembersihan ruangan infektif.
Sedangkan sumber limbah cair non infektif berasal dari kegiatan seperti: 1.
Dapur
2.
Pembersih ruangan-ruangan non infektif
45
Limbah medis atau klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, veterinary (kedokteran hewan), pengobatan, terapi, penelitian. Rumah sakit merupakan penghasil limbah medis terbesar, berbagai jenis limbah yang dihasilkan di rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung terutama bagi petugas yang menangani limbah tersebut serta masyarakat di sekitar rumah sakit. Berdasarkan potensi bahaya yang terkandungdalam limbah medis, maka jenis limbah dapat digolongkan sebagai berikut (Depkes RI, 1996 dalam Ariany, 2005): 1.
Limbah Benda Tajam Selain berpotensi menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan, limbah benda tajam juga memiliki potensi bahaya tambahan yang dapat menularkan penyakit digunakan untuk pengobatan pasien infeksi.
2.
Limbah infeksius Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruangan perawatan (isolasi) penyakit menular.
3.
Limbah jaringan tubuh Jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah, cairan tubuh yang dihasilkan pada saat pembedahan (autopsi).
4.
Limbah sitotoksik
46
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. 5.
Limbah farmasi Limbah farmasi berasal dari obat-obatan yang kadaluarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obatan yang tidak diperlukan lagi oleh institusi yang bersangkutan, limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6.
Limbah kimia Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
7.
Limbah radioaktif Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain tindakan kedokteran nuklir, radiommunoasaay dan bakteriologis. Limbah ini dapat berbentuk padat, cair maupun gas.
2.2.1
Nilai Harapan Hidup Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial
ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan 47
dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. Angka Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka Harapan Hidup Saat Lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat Tabel Kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung Angka Harapan Hidup digunakan cara tidak langsung dengan program Mortpak Lite. Contohnya, Angka Harapan Hidup yang terhitung untuk Indonesia dari Sensus Penduduk Tahun 1971 adalah 47,7 tahun. Artinya bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1971 (periode 1967-1969) akan dapat hidup sampai 47 atau 48 tahun. Tetapi bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1980 mempunyai usia harapan hidup lebih panjang yakni 52,2 tahun, meningkat lagi menjadi 59,8 tahun untuk bayi yang dilahirkan 48
menjelang tahun 1990, dan bagi bayi yang dilahirkan tahun 2000 usia harapan hidupnya mencapai 65,5 tahun. Peningkatan Angka Harapan Hidup ini menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan bangsa Indonesia selama tiga puluh tahun terkahir dari tahun 1970-an sampai tahun 2000. Tabel 2. Angka Harapan Hidup saat Lahir Propinsi/Kabupaten
Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup Laki-laki Perempuan Sumatera Selatan 65,5 69,5 Kab. OKI 64,4 68,5 Kota Palembang 69,9 73,5 Jawa Barat 63,8 68,0 Kab. Kuningan 63,4 67,7 Kota Bandung 70,0 73,6 NTT 62,9 67,2 Kab. Flores Timur 63,5 67,8 Kab. Timor Tengah Utara 62,6 67,0 Sumber: Menurut Beberapa Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang dihitung dari data Susenas 2004 memakai program Mortpak 4.
2.3. Pertambangan Emas Liar (PETI) PETI adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, perusahaan atau yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah sesuai peaturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi semua izin, rekomendasi, atau bentuk apapun yang diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang, perusahaan atau yayasan oleh instansi pemerintah diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dikategorikan sebagai PETI. Pertambangan emas tradisional yang dilakukan secara turun temurun dan telah berlangsung sebelum Indonesia merdeka, merupakan cikal bakal usaha pertambangan yang kemudian dikenal sebagai PETI. PETI emas di Gunung Pongkor memasuki kawasan pertambangan emas Pongkor PT. ANTAM sejak tahun 1991 dan lebih dikenal dengan istilah gurandil. Keberadaan PETI awalnya 49
sekitar puluhan orang dan aktifitasnya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi (KLH, 2002). Adanya krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi pada tahun 1998 di Indonesia menambah jumlah PETI yang datang menjadi ribuan dengan komposisi perbandingan jumlah PETI yaitu: pendatang 70% dan penduduk lokal 30%. Secara teknis kegiatan para pelaku kegiatan PETI di Gunung Pongkor dibedakan menjadi: (1). PETI: Pemahat, kuli pikul dan pemilik lubang, (2). Kelompok pendukung: pemodal, pengolah, penampung, dan oknum aparat/jawara yang bertindak sebagai pelindung kegiatan PETI (beking). Pola kegiatan PETI dapat dilihat dari diagram berikut: Lokasi Kegiatan PETI Penggali
P E M O D A L + B E K I N G
Suplai gelundungan dan merkuri Pemikul Pengolahan emas di lokasi Penggalian Pengolahan emas di luar lokasi penggalian
Di dalam Kec.Nanggung
Di luar Kec. Nanggung
Penadah Sumber: KLH, 2002 Gambar 4. Diagram alir kegiatan PETI emas di Pongkor
50
Pengolahan bijih-bijih emas yang telah ditambang dilakukan dengan cara sederhana serta menggunakan bahn kimia merkuri (Hg) yang berfungsi sebagai pengikat butiran-butiran emas membentuk bullion, karena sifat merkuri yang cenderung membentuk Alloy bila bereaksi dengan logam lain. Batuan yang ditambang diremukkan menjadi butiran-butiranyang halus. Kemudian butirnbutiran tersebut dimasukkan ke dalam alat yang dinamakan glundungan, yang dicampur dengan bahan kimia merkuri (Hg) dan air. Untuk satu alat glundungan yang berkpasitas 8-12 kg diperlukan 0,5-1 kg merkuri. Setelah melalui proses penggelundungan
selama
±6-8
jam
dihasilkan
bullion
(emas+merkuri).
Selanjutnya dari bullion-bullion ini dilakukan pemurnian dan peleburan (Hasmalina, 2004). Diagram prosesnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
BIJIH EMAS
Air Raksa
Penggilingan+Amalgamisasi
Bullion Emas+Raksa
Retorting Pengotor + emas yang tidak terambil + air raksa yang hancur Peleburan
Buangan Limbah/Tailing Di Sungai atau ditmbun Emas Sumber: KLH, 2002 Gambar 5. Proses pengolahan emas oleh PETI di Gunung Pongkor
51
2.4. Metode Transfer Benefit Transfer benefit adalah sebuah proses mengadopsi estimasi nilai yang telah ada dan mentransfernya kedalam sebuah aplikasi baru yang berbeda dari bentuk aslinya (Boyle and Bergstrom, 1992). Terdapat dua tipe dari transfer benefit, yaitu transfer nilai dan transfer fungsi. Transfer nilai adalah mengadopsi sebuah estimasi nilai tunggal atau estimasi poin rata-rata dari beberapa penelitian, untuk mentransfer kedalam aplikasi kebijakan baru. Transfer fungsi menggunakan jumlah estimasi untuk memprediksi nilai yang seragam untuk membuat aplikasi kebijakan yang baru. Transfer benefit biasanya digunakan dalam analisis-analisis kebijakan karena estimasi-estimasi nilai diluar lokasi aslinya jarang yang sangat cocok untuk pertanyaan-pertanyaan kebijakan yang spesifik. EPA membuat petunjuk praktis untuk memimpin cara transfer benefit, yang telah dibuat berupa panduan tinjauan untuk memimpin analisis-analisis tersebut (EPA, 2000a). Karena transfer benefit meliputi penggunaan data yang telah ada, maka transfer benefit tidak menetapkan batasan eror untuk nilai dalam aplikasi baru setelah ditransfer. Untuk alasanalasan ini, transfer benefit secara umum dipertimbangkan sebagai metode valuasi kedua terbaik oleh para ekonomis. 2.5. Kasus Minamata Penyakit minamata pertama kali ditemukan di Kumamoto pada tahun 1956, dan pada tahun 1968 Jepang mangumumkan penyakit ini disebabkan oleh pencemaran pabrik perusahaan Chisso Co. Ltd. Penyakit Minamata diduga akibat banyaknya ikan dan kerang yang mati di Teluk Minamata karena airnya tercemar oleh metil merkuri (methylmercury). 52
Gambar 6. Kedudukan teluk Minamata yang terletak di Jepang
Tahun 1908 perusahaan Chisso didirikan dan pada tahun 1932 perusahaan ini mulai mengeluarkan berbagai jenis produk dari pewarna kuku, peledak dan sebagainya. Industri ini berkembang melalui industri kimia, dan kemudian mulai membuang sisa limbahnya ke perairan teluk Minamata. Kira-kira 200-600 ton merkuri dibuang dari tahun 1932 hingga 1968. Selain merkuri, sisa limbah PT Chisso juga terdiri dari mangan, thalium, dan selenium.
Gambar 7. Saluran pipa sisa buangan merkuri dari perusahaan Chisso.
Bencana mulai dirasakan pada tahun 1949 ketika kawasan batu karang semakin rusak, sehingga ikan yang menjadi sumber tangkapan nelayan Minamata mulai menurun secara drastis. Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang- kejang, seperti menarinari, dan mengeluarkan air liur dan beberapa saat kemudian kucing itu mati.
Gambar 8. putaran proses pencemaran yang dimulai dari sisa buangan mengandungi metil merkuri
53
Pada Tahun 1956, gadis berusia 5 tahun menderita gejala kerusakan otak, gangguan berkomunikasi, dan kehilangan keseimbangan, akibatnya dia tidak dapat berjalan seperti biasa, hal yang sama terjadi pada adik dan empat orang saudaranya. Penyakit ini kemudiannya diberi nama oleh Dr. Hosokawa sebagai penyakit minamata atau minamata disease. Tahun 1959 terbukti penyakit Minamata disebabkan oleh keracunan metil merkuri, dibuktikan melalui kucing yang kejang dan diikuti dengan kematian setelah diberi makan metil merkuri. Kemudian pada tahun 1960 bukti tersebut menyatakan bahwa PT Chisso berperanan besar dalam tragedi Minamata, karena penemuan metil merkuri dalam ekstrak kerang dari teluk Minamata. Sedimen kerang mengandung 10-100 ppm metil merkuri, sedangkan di dasar dekat pembuangan pabrik mencapai 2000 ppm. Akhirnya pada tahun 1968 pemerintah secara resmi mengakui sisa buangan pabrik Chisso sebagai sumber utama penyebab penyakit Minamata. Tabel 3. Daftar Waktu Perkembangan Kasus Minamata Tahun 1908 1932 19321968
Kejadian Perusahaan Chisso berdiri Chisso mengeluarkan berbagai jenis produk dari pewarna kuku, peledak, dan sebagainya Kira-kira 200-600 ton merkuri dibuang ke alam
1949
Batu karang semakin rusak, ikan semakin sulit didapat
1953
Beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari Teluk Minamata mengalami kejang- kejang, mengeluarkan air liur kemudian mati
1956 1959
Gadis berusia 5 tahun menderita gejala kerusakan otak, gangguan berkomunikasi, dan kehilangan keseimbangan akibatnya tidak bisa berjalan, dan hal yang sama terjadi pada adik dan 4 orang saudaranya Terbukti penyakit Minamata disebabkan oleh metil merkuri
1960
PT. Chisso dinyatakan berperan besar dalam tragedi Minamata karena ditemukan metil merkuri dalam ekstrak kerang (10-100ppm) dari teluk Minamata
54
1988
Pemerintah Jepang secara resmi mengakui sisa buangan PT. chisso sebagai penyebab penyakit Minamata Distrik Kumamoto menetapkan bahwa Chisso secara resmi bertanggungjawab atas terjadinya penyakit Minamata Presiden dan Direktur Chisso dihukum bersalah dan harus membayar kompensasi untuk gejala gangguan sensorik yang parah menerima 2.6 juta yen dari Chisso
1995
Telah tercatat 14.753 orang mengaku menjadi korban pencemaran di Minamata
1968 1973
2.4.1 Gejala-gejala akibat penyakit Minamata Minamata adalah penyakit yang disebabkan keracunan metil merkuri dengan mengakibatkan gangguan pada saraf pusat dan otak karena logam merkuri. Penyakit Minamata tidak menular secara genetik. Selain itu, penyakit Minamata juga tidak dapat diobati contonya dengan Antibiotik karena bukan disebabkan oleh infeksi, namun dengan merawat secara khusus dapat mengurangi gejala dan fisioterapi fisik.
Gambar 9. Korban yang mengalami kekejangan otot
Untuk pengetahuan anda, merkuri banyak digunakan dalam industri seperti Thermometer, baterai dan soda. Pada tubuh manusia metil merkuri menyebar ke seluruh jaringan terutama darah dan otak. Sekitar 90% ditemukan dalam sel darah merah dan sisanya dibuang melalui empedu ke saluran pencernaan juga air kencing. Metil merkuri memasuki tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui kulit, inhalasi(pernafasan) dan juga makanan. Apabila ia memasuki melalui kulit ia akan menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Reaksinya berlangsung dengan singkat, seperti mandi beberapa kali pada air yang tercemar merkuri, kulit akan segera mengalami iritasi. Kadar metil merkuri tertinggi dapat ditemukan pada 55
ginjal, hati, dan otak. Selain itu juga dapat menyebabkan radang buah pinggang atau nephritis, efek-efek saraf dan Jantung. Setelah keracunan, dapat timbul gangguan pada sistem saluran pencernaan dan pernafasan. Metil merkuri juga dapat menembus blood brain barrier dan menimbulkan kerusakan di otak. Metil merkuri yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem saraf pusat, akibatnya terjadi kerusakan sel-sel saraf pada otak kecil, selaput saraf dan bagian otak yang mengatur penglihatan. Korbannya mengalami kejang- kejang (paresthesia), gangguan berkomunikasi, hilang daya mengingat, ataxia dan lainlain lagi. Gejala-gejala dapat berkembang lebih buruk menjadi seperti kesulitan menelan, kelumpuhan, kerusakan otak, dan terakhir adalah kematian. Penderita kronik penyakit ini mengalami sakit kepala, sering lelah, hilang kemampuan indra perasa dan pembau serta menjadi pelupa (Anonim). 2.4.1. Kompensasi kepada Para Korban Korban akibat penyakit minamata semakin bertambah banyak karena penduduk pada distrik Kumamoto mayoritas mengkonsumsi ikan yang merupakan media transfer utama merkuri kedalam tubuh para korban, ditambah dengan penyakit minamata bawaan yang menyerang anak-anak yang dilahirkan setelah adanya penyakit minamata ini. Pada tahun 1958 tepatnya bulan Agustus dibentuk lembaga solidaritas keluarga dan penderita penyakit minamata yang beraksi untuk menuntut dana kompensasi bagi para korban. Pihak perusahan tetap mengelak bahwa penyakit tersebut tidak disebabkan oleh limbah yang dihasilkan oleh perusahaan Chisso tersebut. Lembaga solidaritas ini tetap berjuang yang akhirnya pada akhir tahun 1959 mereka ditawarkan kontrak oleh perusahaan Chisso melalui gubernur Teramoto yang berisi pemberian dana kompensasi kepada korban yang 56
meninggal sebesar 300 ribu yen dengan biaya pemakaman sebesar 20 ribu yen, dan bagi mereka yang masih hidup diberikan dana kompensasi sebesar 100 ribu yen untuk orang dewasa dan 30 ribu yen untuk anak-anak per tahunnya. Hingga tahun 1995 masalah permintaan dana kompensasi terus berlangsung, karena tidak semua korban mendapatkan dana kompensasi namun hanya yang memiliki sertifikasi saja yang akan mendapatkan dana kompensasi. Pada tanggal 27 April tahun 2001 para korban menuntut penegakan hukum hingga ke pengadilan tinggi Osaka, dan memutuskan bahwa pemerintah tidak ada usaha untuk menolong dan bertanggung jawab akibat limbah perusahaan Chisso sebagai biang pencemaran yang berujung pada penyakit minamata, dan pemerintah diharuskan untuk bertanggungjawab dengan memberi kompensasi bagi para korban. Pada tanggal 11 Mei 2001 kasus ini dibawa lagi ke pengadilan tinggi Jepang dan kasus ini berlanjut tanpa kesimpulan. Seiring dengan meninggalnya para korban, pada faktanya penyakit minamata belumlah berakhir hingga saat ini. Sebagai kelanjutan gugatan masyarakat yang terkena penyakit Minamata kepada pemerintah Jepang sejak tahun 1995, telah digelar persidangan di Pengadilan Tinggi Kansai di Osaka Jepang pada tanggal 15 Oktober 2004. Hasil dari persidangan tersebut adalah memutuskan untuk memenangkan gugatan 37 orang masyarakat yang terkena penyakit Minamata dan mengharuskan pemerintah Jepang dan perusahaan Chisso memberi dana kompensasi sebagai bentuk tanggungjawab akibat pencemaran yang ditimbulkan sebesar 71.500.000 yen kepada korban.
57
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada wilayah di sekitar Pertambangan Emas Gunung Pongkor yaitu di Kabupaten Bogor, Kecamatan Nanggung, Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantar Karet. Penelitian ini dilaksanakan terhitung mulai bulan Mei 2009- Juli 2009. 3.2 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini bahan- bahan yang digunakan adalah data- data kegiatan tambang illegal masyarakat sekitar wilayah pertambangan emas Gunung Pongkor dimulai dari proses penambangan hingga proses pengolahan bijih emas hasil penambangan, baik data primer maupun data sekunder. Data Primer yang dibutuhkan meliputi: mata pencaharian penduduk, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat pengangguran, proses produksi tambang emas illegal, jenis dan jumlah bahan berbahaya yang digunakan, dan dampak atas penggunaan bahan berbahaya tersebut. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data kondisi lingkungan, kualitas sumberdaya pertanian, kondisi pertambangan emas Pongkor, kondisi lahan pertanian di daerah sekitar lokasi kegiatan pertambangan, limbah yang dihasilkan kegiatan pertambangan emas illegal. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden. Untuk data sekunder diperoleh dari beberapa instansi
yang terkait dengan kegiatan
pertambangan emas di Gunung Pongkor, seperti PT. Antam, Tbk, Kecamatan Nanggung, dan Kelurahan ketiga Desa yang menjadi tempat penelitian yaitu Desa
Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret. Studi literature atau referensi lainnya yang berupa jurnal, artikel, serta penyusuran data melalui internet. 3.3 Metode Penarikan Sampel Metode pengambilan sample yang digunakan adalah Snowballing Sampling yaitu teknik pengambilan sample yang sangat bermanfaat ketika kita sulit untuk mengidentifikasi responden yang potensial. Sesekali beberapa responden teridentifikasi melalui wawancara, dan mereka ditanya untuk mengidentifikasi responden lain yang sangat potensial sebagai responden. Teknik pengambilan sample ini akan menghasilkan responden dengan cara mengandalkan responden pertama untuk membuat akses kepada responden selanjutnya (Rea, Louis M and Parker, Richard A, 1997). 3.4 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel. Data responden yang meliputi proses produksi, pengetahuan responden mengenai dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan akan dianalisis secara kualitatif. Karakteristik responden, jumlah penggunaan bahan berbahaya, dan dampak penggunaan bahan berbahaya akan dianalisis secara kuantitatif dengan metode Transfer Benefit menggunakan Tabulasi.
59
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kecamatan Nanggung Kecamatan Nanggung secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Nanggung berada pada ketinggian 400 m di atas permukaan laut (m dpl), dengan curah hujan 3000 - 3500 mm per tahun. Jarak pusat pemerintahan Kecamatan dengan Desa/Kelurahan terjauh adalah 35 Km, jarak dengan Ibu Kota Kabupaten Bogor adalah 60 Km, sedangkan jarak pusat pemerintahan Kecamatan dengan Propinsi Jawa Barat adalah 240 Km. Kecamatan Nanggung memiliki 10 Desa, 32 Dusun, 98 Rukun warga (RW), dan 342 Rukun Tetangga (RT). Kondisi lahan di Kecamatan Nanggung berbentuk berombak sampai berbukit (70%), kemudian berbukit sampai bergunung (50%), dan datar sampai berombak (40%). Kondisi lahan sebagian besar merupakan hutan heterogen. Luas wilayah dan tata guna lahan di kecamatan Nanggung tersaji pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 4. Tata Guna Lahan Kecamatan Nanggung Tahun 2008 No. Uraian 1 Tanah Sawah 2 Tanah Kering 3 Tanah Hutan 4 Perkebunan 5 Fasilitas Umum 6 Dll (kolam, tanah tandus, tanah pasir) JUMLAH TOTAL
Luas (Ha) 1 625 1 540.553 7 597 997 170.207 43.202 11 972.962
Sumber : Data Monografi Kecamatan Nanggung, 2008
Warga di Kecamatan Nanggung cukup banyak yang ikut berpartisipasi dalam kelembagaan di Desa yang terdiri dari 70 orang terhimpun dalam LPM, 164
orang di PKK, 70 orang dalam Karang Taruna, sedangkan dalam Kader Pembangunan Desa (KPD) sebanyak 150 orang dengan Pembina Teknis KPD di Tingkat Kecamatan sebanyak 9 orang. Kantor Kecamatan Nanggung merupakan milik pemerintah dengan luas tanah 5 000 m2 dan luas bangunan 360.75 m. Sumber dana Kecamatan Nanggung tidak hanya berasal dari APBD saja, melainkan juga berasal dari BUMN PT Antam. Rincian dana Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 5. Sumber dan Jumlah Dana Kecamatan Nanggung Tahun 2008 No. Sumber Jumlah Dana (Rp) 1
APBD Kabupaten
20 000 000
2
BUMN PT Antam
12 000 000
3
Lain-lain yang Sah
43 000 000
JUMLAH
75 000 000
Sumber : Data Monografi Kecamatan Nanggung, 2008
Kecamatan Nanggung memiliki rumah dinas bagi Camat yang merupakan milik pemerintah dengan luas bangunan 120 m2. Rumah dinas tersebut merupakan rumah yang dibangun dengan anggaran APBD Propinsi dan bantuan dari PT Antam, Tbk. 4.1.1. Angkatan Kerja Berdasarkan pada komposisi penduduk menurut golongan umur, 52.23 % penduduk Kecamatan Nanggung merupakan kelompok penduduk angkatan kerja. Struktur umur penduduk tergolong pada penduduk usia muda dimana penduduk berusia di bawah 24 tahun merupakan mayoritas penduduk. dari gambar tersebut terlihat pada tahun-tahun mendatang penduduk usia angkatan kerja akan terus
61
meningkat dan struktur umur angkatan kerja dan penduduk usia lanjut akan mendekati perbandingan yang berimbang. 4.1.2. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Kecamatan Nanggung yang terbesar adalah di sektor pertanian (58.42%), baik sebagai petani pemilik ataupun sebagai petani penggarap buruh tani. Penduduk yang bekerja sebagai pengusaha, baik kecil ataupun sedang serta di sektor kerajinan sebesar 16.69%. bekerja sebagai buruh industri, buruh bangunan, buruh perkebunan dan buruh pertambangan sebesar 1.66%. bekerja di sektor pertambangan sebesar 11.76%, di sektor pengangkutan 0.15 %. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan ABRI 1.08%. pensiunan PNS/ABRI sebesar 0.26% dan di sektor peternakan sebesar 9.97%. Produk pertanian yang dihasilkan pada umumnya merupakan tanaman bibit hortikultura. Kegiatan pertanian khususnya tanaman basahan dapat menghasilkan produksi sebanyak tiga kali per tahun. Penanaman palawija umumnya dilakukan di lereng-lereng bukit, sedang tanaman hortikultura terdapat pada beberapa desa yang memiliki ketinggian yang cukup untuk tanaman sayurmayur. Selain itu pada beberapa desa terdapat pula tanaman buah-buahan yang merupakan tanaman tahunan. 4.1.3. Kesehatan Masyarakat Pengenalan terhadap sanitasi dan kesehatan lingkungan pada masyarakat Kecamatan Nanggung dapat dikatakan sudah cukup baik. Prasarana pendukung terhadap kesehatan masyarakat dilayani melalui satu buah puskesmas dan dua buah puskesmas pembantu yang di dukung oleh dua dokter, dua orang perawat dan satu orang bidan. 62
Hasil yang dicapai melalui berbagai program kesehatan yang cukup menonjol adalah keberhasilan pengendalian kelahiran melalui program KB. Hal ini terbukti dengan menurunnya jumlah pertumbuhan penduduk selama lima tahun terakhir. Tingkat kesehatan lingkungan yang dimiliki masyarakat dapat dikatakan sudah cukup baik, khususnya dalam penggunaan air bersih. Mayoritas rumah penduduk memiliki kamar mandi dan jamban, sementara pada beberapa tempat tersedia kamar mandi dan jamban umum yang berupa pancuran. Hanya sedikit saja yang memenfaatkan aliran air sungai untuk keperluan hidup sehari-hari, khususnya bagi mereka yang bermukim di sekitar aliran sungai besar ataupun anak-anak sungai. Tingkat kesehatan ini, khususnya kesehatan ibu dan anak dapat dikatakan sudah cukup baik, hal ini terlihat dari kecilnya angka kematian balita dan menunjukkan keberhasilan program imunisasi yang dicanangkan pemerintah. 4.1.4. Prasarana Sosial Budaya Prasarana sosila yang terdapat di Kecamatan Nanggung beserta desa-desa yang berada dalam wilayah administratifnya umumnya masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya. 4.1.5. Sarana Transportasi Sarana transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai Kecamatan Nanggung dan desa-desa yang berada di dalamnya berada dalam kondisi yang kurang
memadai.
Angkutan
umum
berupa
angkutan
pedesaan
hanya
menghubungkan Pasar Leuwiliang ke Pasar Nanggung dan Pasar Cibeber di Desa
63
Curug Bitung. Angkutan umum lainnya adalah ojek motor yang merupakan tulang transportasi antar 52 desa. Dari keseluruhan wilayah kecamatan, jalan aspal yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat hanya sepanjang 22 Km, dan selebihnya adalah merupakan jalan tanah ataupun jalan yang diperkeras yang menghubungkan antar desa. 4.1.6. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan yang berada di Kecamatan Nanggung saat ini masih berupa sarana pendidikan dasar. Untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi belum tersedia prasarana pendidikannya. Jumlah SD yang terdapat di Kecamatan Nanggung sebanyak 47 buah yang terdiri dari 12 SD Negeri, 32 SD Inpres dan 13 SD Swasta Islam. Fasilitas pendidikan menengah hanya terdapat sebuah SMTP Negeri yang terletak di Desa Nanggung dan empat buah SMTP Islam. SMTA tidak terdapat di Kecamatan Nanggung yang terdekat terdapat di Kecamatan Jasinga dan Kecamatan Leuwiliang. Karena masalah biaya transport dan sedikitnya daya tamping SMTA/SMTP yang ada, mengakibatkan banyak terjadi kasus putus sekolah dikalangan murid-murid SD ataupun SMTP. 4.1.7. Sarana Ibadah Mayoritas penduduk Kecamatan Nanggung memeluk agama Islam, hanya 0.02% yang memeluk agama lain yaitu Katolik. Dalam menunjang kegiatan ibadah bagi pemeluk agama Islam terdapat 84 buah masjid dan 146 surau/mushola yang tersebar pada 10 desa. Pembangunan tempat-tempat ibadah yang ada di desa-desa umumnya dilakukan secara swadaya masyarakat yang dibantu melalui Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Keuangan Desa (APPKD).
64
4.1.8. Sarana Hiburan dan Pariwisata Bagi masyarakat Kecamatan Nanggung, hiburan pertunjukan merupakan hal langka yang ditemui. Selain dari hari kegiatan-kegiatan Hari Kemerdekaan, hiburan hanya dapat ditonton pada saat-saat adanya pesta perseorangan, baik pertunjukan wayang, musik dangdut, jaipongan ataupun pertunjukan kesenian lainnya. Tidak terdapat bioskop dan objek wisata di Kecamatan Nanggung. Fasilitas hiburan dan sumber informasi yang tergolong rutin adalah melalui TV dan radio. 4.1.9. Pola Pemukiman Pola pemukiman masyarakat berdasar pada pola kelompok-kelompok yang terletak pada daerah yang berdekatan dengan tempat kegiatan hidup sehari-hari seperti prasarana jalan dan aliran sungai yang berbatasan dengan areal pertanian. Karena pola pemukiman berkelompok ini mengakibatkan sebaran penduduk menjadi tidak merata dan tingkat kepadatan penduduk tidak dapat ditentukan semata-mata berdasar pada perbandingan luas wilayah terhadap jumlah penduduk saja tetapi juga aspek kepemilikan lahan yang dimiliki penduduk baik sebagai tempat bermukim ataupun sebagai tempat usaha. Akibatnya terdapat kelompok pemukiman yang jauh terpencil dari pusat keramaian dan memerulukan waktu tempuh dengan berjalan kaki antara 1-2 jam melalui jalan-jalan setapak. 4.1.10. Aspek Prasarana Perekonomian Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Nanggung umumnya berupa kegiatan transaksi perdagangan kebutuhan seharihari ataupun transaksi hasil produksi komoditas-komoditas primer, seperti padi, palawija, maupun hasil pertanian lainnya. Pusat kegiatan transaksi perdagangan 65
dilakukan oleh masyarakat di pasar Nanggung ataupun juga pasar Cibeber. Kedua pasar tersebut merupakan pusat kegiatan perdagangan bagi masyarakat Nanggung dalam menunjang kebutuhan sehari-hari. Selain kedua pasar tersebut kegiatan perekonomian juga didukung oleh KUD dan Bank Rakyat Indonesia. Selain itu di desa-desa juga terdapat warung ataupun kios yang menjual bahan-bahan pelengkap kebutuhan sehari-hari. Tingkat pendapatan masyarakat masih relative rendah walau ukuran pendapatan yang pasti tidak dapat ditentukan dengan jelas namun indikasi yang mendukung terhadap asumsi tersebut dapat terlihat dari mata pencaharian penduduk yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani pemilik, penggarap ataupun sebagai buruh tani. Selain itu kepemilikan yang menjadi kekayaan penduduk baik tempat tinggal ataupun perlengkapan rumah tinggal lainnya umumnya relative sederhana. Di sektor perbankan peranan KUD juga masih terbatas pada usaha-usaha yang berkaitan dengan dukungan terhadap kegiatan pertanian. Selain itu KUT yang diprogramkan untuk dapat membantu diversifikasi pertanian menuju kea rah pengolahan produksi pasca panen dan juga peningkatan serta pemeliharaan lahan masih sering dihadapkan pada ketidaklancaran pengembalian terhadap kredit yang diberikan. 4.1.11. Persepsi Masyarakat Wawancara yang dilakukan tim dengan berbagai kalangan masyarakat selama penelitian di lapangan member petunjuk adanya tanggapan yang positif dari masyarakat setempat terhadap kehadiran rencana kegiatan pertambangan
66
G.Pongkor di lingkungan mereka. Keberadaan kegiatan pertambangan G.Pongkor ini menimbulkan harapan-harapan masyarakat setempat sebagai berikut : -
Membuka kesempatan kerja terutama untuk tenaga-tenaga kerja unskilled
-
Dapat turut serta memanfaatkan sarana-sarana yang dibuat oleh PT. Aneka Tambang (Persero) sperti : jalan, dan jembatan, sarana kesehatan, sekolah, rumah, peribadatan, sarana olah raga dan sarana-sarana social lainnya.
4.1.12. Keamanan dan Ketertiban Pada saat studi dilakukan, masyarakat setempat memberi gambaran bahwa belum lama ini terjadi pencurian-pencurian terhadap bijih emas yang dilakukan oleh penambang-penambang liar dari luar daerah. Hal ini menimbulkan keresahan baik bagi penduduk maupun bagi Pemda setempat, karena bila dibiarkan dapat menimbulkan gangguan keamanan dan kerusakan hutan. Dengan adanya kegiatan pertambangan G. Pongkor ini diharapkan dapat mengamankan wilayah tersebut dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 4.2. Desa Cisarua 4.2.1. Kondisi Geografis Desa Cisarua merupakan salah satu desa yang termasuk ke dalam kawasan Gunung Halimun. Secara administratif Desa Cisarua masuk ke dalam wilayah kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat dan terletak di sebelah selatan Nanggung, Halimun bagian utara. Desa cisarua berada pada ketinggian 600 m di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 2813 mm/tahun dan suhu rata-rata 22.8 – 32 0C (Data stasiun klimatologi Darmaga Bogor). Kondisi inilah yang menyebabkan Desa Cisarua berhawa sejuk sekaligus memiliki tingkat kesuburan tanah yang cukup tinggi. 67
Berdasarkan data monografi Desa Cisarua tahun 2002, Desa Cisarua memilliki batas-batas administrasi yang meliputi : •
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Curug Bitung Kecamatan Nanggung
•
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Malasari
•
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Curug Bitung
•
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Desa Bantar Karet
4.2.1. Aksesibilitas Desa Cisarua berjarak sejauh ± 10 km dari pusat Kecamatan Nanggung dan ± 65 km dari Ibu Kota kabupaten (Cibinong). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Aksesibilitas ke Desa Cisarua dari Kota Bogor Jalur Kondisi Jalan Alat Transportasi Bogor - Bubulak Bubulak - Leuwiliang Leuwiliang Nanggung Nanggung - Cisarua
Jalan Aspal Jalan Aspal Jalan Aspal Jalan Aspal dan Batu – batuan
Angkot Angkot Angkot Ojeg
Waktu Tempuh
Biaya (Rp)
30 Menit 45 Menit 2 Jam 15 Menit
2000 3000 6000 10000
Sumber : Data Monografi Desa Cisarua, 2002
Untuk saat ini akses untuk mencapai pusat Desa Cisarua sangat mudah untuk dilakukan karena kondisi jalan sudah cukup bagus yang pada umumnya sudah aspal. Lebih dari itu jalur menuju Desa Cisarua pada dasarnya cenderung mudah karena cukup banyaknya transportasi yang digunakan. Berikut adalah jarak menuju Desa Cisarua.
68
Tabel 7. Orbitasi, O Waaktu Tempuuh dan Letak k Desa Cisaarua No. Orrbitasi dan Jarak Tem mpuh W Waktu
Jarak k
1
Jarrak ke Ibu Kota K Kecam matan
155 menit
10 km m
2
Jarrak ke Ibu Kota K Kabupaaten
1550 menit
55 km m
3
Jarrak ke Ibu Kota K Propinssi
4
Waaktu Tempuuh ke pusat Fasilitas teerdekat, 455 menit ekoonomi, keseehatan, pem merintahan
210 km m
Sumber : Daata Monograffi Desa Cisaruua, 2002
4.2.2. Luaas Wilayah dan Derm mografi Beerdasarkan data d monoggrafi desa taahun 2002, luas wilayah Desa Ciisarua mencapai 1411 Ha yang y terdirri dari lahaan sawah, kebun, k kolaam, pemukiiman, lapangan, makam, peerhutani dann lahan perk kebunan. Peembagian T Tata Guna Lahan L Desa Cisaarua dapat dilihat d pada Tabel 3 dib bawah ini. Tabel 8. Tata T Guna Lahan L Desa Cisarua Tah hun 2004 No. Uraian 1 Tanah Saw wah 2 Tanah Kerring 3 Pemukimaan 4 Perkebunaan 5 Dll (Kolam m, Lapangann, Makam, Perhutani P JUMLAH H TOTAL
Luas (Ha a) 505 1325 210 120 13 1411
Sumber : Daata Monograffi Desa, 2002
Kompoosisi Pendud duk Desa Cisarua C 49% 51%
Laki-Laaki Perempuuan
Gambar 10. Komposisi Peenduduk Desaa Cisarua
Meenurut dataa monografii Desa Cisaarua tahun 2004, Desaa Cisarua dihuni d oleh 10716 jiwa yangg terdiri darri 1942 KK K dengan koomposisi 52263 laki-lak ki dan 5453 pereempuan yanng tersebar di 20 kam mpung, 6 Rukun R Wargga (RW) daan 31
69
Rukun Tetangga (RT). Berikut adalah tabel sebaran kampung dan penduduk yang terdapat di Desa Cisarua. Tabel 9. Sebaran Kampung dan Jumlah Penduduk Cisarua Tahun 2004 No.
Nama Kampung
1 CIHIRIS 2 BABAKAN 3 JANGKAR KULON 4 GUNUNG GANTUNG 5 CITUMBUK 6 LEGOK NANGKA 7 LANGKOB 8 PARIGI 9 CIKAPUNDUNG 10 CIMAJA 11 PONGKOR 12 CIPARAY 13 SIPEUREUP 14 MUHARA 15 SUSUKAN 16 CIKIRAY 17 BUDIN 18 CEPAK CENGIR 19 KP. BARU 20 JANGKAR WETAN JUMLAH TOTAL
Wilayah RW
Jumlah Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan
RW 01
1097
1155
Rw 01
1125
1217
RW 03
1181
1311
RW 04
755
716
RW 05
537
534
RW 06
568
520
5263
5453
Sumber : Data Desa Cisarua, 2004
Adapun jenis mata pencaharian warga Desa Cisarua terdiri dari bertani, berdagang, pegai negeri sipil, dan swasta. Berdasarkan data desa, warga Desa Cisarua bertahan hidup melalui bertani yakni sebesar 68,01% dari jumlah total mata pencaharian penduduk Desa Cisarua. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
70
Tabel 10.. Komposissi Penduduk Desa Cisarua Berddasarkan Mata Pencah harian Tahun 20004 No. Jenis Mataa Pencaharrian Jumlah h (Jiwa) Prosentase 1 Tani 2925 68.01 2 Dagang 480 11.16 3 PNS 8 0.19 4 Swasta 650 15.11 5 Buruh 235 5.46 6 Pensiunan 3 0.07 4301 100 Jumlah Total T Sumber : Daata Desa Cisaarua, 2004
100 0
Prosen ntase Matta Pencaharian Pen nduduk De esa Cisaru ua
0
Jenis Mata M Pencah harian Gambar 11. Persentase Mata M Pencahariian Penduduk Desa Cisaruaa Tahun 2004
Sedangkan dii sektor penndidikan, sejjumlah 78557 jiwa warrga Desa Ciisarua olah Dasar hingga Peerguruan Tiinggi. mengenyaam pendidikkan, mulai dari Seko Meskipunn sebagian besar b (81%) hanya sam mpai Sekolahh Dasar sajaa. Berikut adalah a komposisii tingkat penndidikan waarga Desa Cisarua. C Tabel 11. Tingkat Penndidikan Warga W Desa Cisarua C Tahhun 2005 No. Ju Tingkatt Pendidika an umlah Ora ang 1 Sekoolah Dasar 6362 2 Sekolahh Lanjutan Tingkat T Perttama (SLTP P) 895 3 Sekolaah Lanjutann Tingkat Attas (SLTA) 560 4 Pergurruan Tinggii 40 7857 Jumlah Total Sumber : Daata Desa Cisaarua, 2005
Selain pendiddikan formaal warga Desa Cisaruaa banyak yaang mengen nyam pendidikann melalui pondok pesaantren dan Madrasah M Diniyah.
71
4.3. Desa Malasari Secara administratif Desa Malasari merupakan bagian wilayah dari Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah dari Desa Malasari adalah 8 262.22 Ha. Berdasarkan data monografi Desa Malasari tahun 2008 batas-batas Desa Malasari meliputi : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cisarua dan Curug Bitung
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bantar Karet
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Banten
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kiara sari Kecamatan Sukajaya Jarak Kantor Desa Malasari dengan Ibu Kota Kecamatan adalah 17 Km,
jarak dengan Ibu Kota Kabupaten Bogor adalah 58 Km, sedangkan jarak dari Ibu Kota Propinsi Jawa Barat adalah 185 Km. Kondisi pertanahan Desa Malasari terdiri dari tanah Hak Guna Usaha seluas 971.22 ha, tanah Khas Desa/ Bengkok seluas 0.5 ha, tanah Desa lainnya/Gege seluas 200 ha, tanah belum bersertifikat 240.23 ha, sedangkan tanah Negara seluas 6 470 ha. Pemanfaatan lahan di Desa Malasari dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 12. Pemanfaatan Lahan di Desa Malasari Tahun 2008 No. Uraian 1 Tanah Sawah 2 Tanah Kering 3 Perkebunan Swasta 4 Pemukiman 5 Fasilitas Umum 6 Perhutani 7 Dll (sungai, situ, Lapangan, jalan,makam)
Luas (Ha) 95 65 971.22 21 13 6 470 76
Sumber : Data Monografi Desa Malasari, 2008
72
Desa Malasari memiliki jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2 101, dengan jumlah penduduk 7 592 jiwa, Laki-laki 3 948 jiwa, dan Perempuan 3 644 jiwa. Dalam Tabel 2 tersaji jumlah penduduk menurut struktur umur di Desa Malasari. Tabel 13. Jumlah Penduduk Malasari Menurut Struktur Umur Tahun 2008 Jumlah Jiwa Kelompok No. Jumlah Keterangan Umur Laki-laki Perempuan 1 0-04 475 471 946 KK=2 101 2 05-09 340 390 730 3 10-14 272 287 559 4 15-19 375 351 726 5 20-24 307 323 630 6 25-29 395 370 765 7 30-34 330 279 609 8 35-39 284 250 534 9 40-44 243 210 453 10 45-49 125 98 223 11 50-54 255 215 470 12 55-59 150 110 260 13 60-64 135 121 256 14 65-69 150 78 228 15 70 Ke atas 94 75 169 3 948 3 644 7 592 2 101 Jumlah Sumber : Data Monografi Desa Malasari, 2008
Penduduk Desa Malasari semuanya memeluk agama Islam. Sedangkan mayoritas mata pencaharian penduduk adalah bertani atau sebagai buruh tani. Tabel 3 di bawah ini menyajikan keadaan mata pencaharian penduduk Desa Malasari. Tabel 14. Keadaan Mata Pencaharian Penduduk Desa Malasari Tahun 2008 No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) 1 Petani 3 480 2 Pedagang 9 3 Pegawai Negeri Sipil 7 4 Peternak 32 5 Pengusaha 11 6 Swasta 77 7 Tukang Bangunan 5 8 Lain-lain (Tukang ojek, bengkel, pengrajin) 84 Sumber : Data Monografi Desa Malasari, 2008
73
4.4. Desa Bantarkaret Desa Bantar Karet secara administratif merupakan bagian wilayah dari Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah dari Desa Bantar Karet adalah 841.04 ha. Berdasarkan data monografi Desa Bantar Karet tahun 2007 batas-batas Desa Bantar Karet meliputi : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pabangbon Kecamatan Leuwiliang
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cisarua Kecamatan Leuwiliang Ketinggian Desa Bantar Karet adalah 700 m di atas permukaan laut (m
dpl) dengan curah hujan 400-800 mm/th dan suhu rata-rata adalah 260C - 340C. Jarak pusat Desa Bantar Karet dengan Ibu Kota Kecamatan adalah 15 Km, jarak dengan Ibu Kota Kabupaten Bogor adalah 70 Km, sedangkan jarak dari Ibu Kota Propinsi Jawa Barat adalah 187 Km. Wilayah Desa Bantar Karet berbentuk dataran rendah, berbukit, dan bergunung-gunung dengan kemiringan 21 - 40 derajat. Pemanfaatan lahan di Desa Bantar Karet dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 15. Pemanfaatan Lahan di Desa Bantar Karet No. Uraian 1 Tanah Sawah 2 Tanah Kering 3 Lahan Basah 4 Pemukiman 5 Fasilitas Umum 6 Perhutani 7 Dll (makam)
Luas (Ha) 11 718 10 725 6.5 580 1.5 380 1.75
Sumber : Data Monografi Desa Bantar Karet, 2007
74
Jumlah sarana umum seperti masjid/mushola berjumlah 66 buah, kantor kelurahan 1 buah, pasar 1 buah, poliklinik 1 buah, posyandu 10 buah, SD Negeri 6 buah, dan TK Swasta 3 buah. Wilayah administrative Desa Bantar Karet terdiri dari 6 Dusun, 20 Lingkungan, 13 Rukun Warga (RW), 37 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Desa Bantar Karet adalah 9 622 orang dengan Laki-laki 4 840 orang, Perempuan 4 782 orang dan Kepala Keluarga 2 501 KK. Tabel 2 dibawah ini menjelaskan jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur. Tabel 16. Jumlah Penduduk Desa Bantar Karet Menurut Struktur 2007 Jumlah Jiwa No. Kelompok Umur Laki-laki Perempuan 1 0-04 439 462 2 05-09 340 363 3 10-14 396 405 4 15-19 378 385 5 20-24 791 376 6 25-29 400 402 7 30-34 413 423 8 35-39 312 314 9 40-44 312 320 10 45-49 291 295 11 50-54 261 293 12 55-59 229 234 13 60-64 248 253 14 65-69 62 63 15 70 Ke atas 53 54 4 925 4 353 Jumlah
Umur Tahun Jumlah 901 703 801 763 867 802 832 626 632 586 554 463 501 125 107 9 278
Sumber : Data Monografi Desa Desa Bantar Karet, 2007
Penduduk Desa Bantar Karet semuanya memeluk agama Islam dan berkewarganegaraan Indonesia. Sedangkan mayoritas mata pencaharian penduduk adalah bertani atau sebagai buruh tani. Tabel 3 di bawah ini menyajikan keadaan mata pencaharian penduduk Desa Bantar karet.
75
Tabel 17. Keadaan Mata Pencaharian Penduduk Desa Bantar Karet Tahun 2007 No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) 1 Petani 3 873 2 Pedagang 20 3 Pegawai Negeri Sipil 24 4 Buruh Pertambangan 65 5 Pengusaha 3 6 Gurandil 100 7 Tukang Bangunan 5 Lain-lain (Tukang ojek, aparat pemerintah, 8 pengrajin, pengemudi) 58 Sumber : Data Monografi Desa Bantar Karet, 2007
Sedangkan di sektor pendidikan, sejumlah 5 907 orang warga Desa Bantar Karet mengenyam pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Meskipun sebagian besar hanya sampai Sekolah Dasar saja. Berikut adalah komposisi tingkat pendidikan warga Desa Bantar Karet yang tersaji dalam Tabel 4. Tabel 18. Tingkat Pendidikan Warga Desa Bantar Karet Tahun 2007 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Orang 1 Sekolah Dasar 4 109 2 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 1 117 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 673 4 Perguruan Tinggi 8 5 907 Jumlah Total Sumber : Data Monografi Desa Bantar Karet, 2007
4.5. PT. Aneka Tambang 4.5.1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Gunung Pongkor I. Lokasi Kegiatan penambangan dan pengolahan bijih emas beserta mineral ikutannya yang akan dilakukan oleh PT. Aneka Tambang (Persero) terletak di daerah G. Pongkor, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Dati II Bogor, Propinsi Dati I Jawa Barat yang mencakup luas 4058 Ha.
76
Daerah eksplorasi ini sebagian bertumpang tindih dengan kawasan hutan lindung dan hutan produksi seluas kurang lebih 800 Ha dan dengan daerah cagar alam G. Halimun seluas kurang lebih 40 Ha. Di mana gangguan langsung berupa areal terbuka, meliputi daerah seluas 6 Ha pada kawasan hutan lindung dan kawasan produksi serta kurang lebih 0.50 Ha di kawasan cagar alam. Daerah seluas 137 Ha yang terdiri dari: -
51 Ha kawasan hutan produksi/Perhutani
-
80 Ha kawasan hutan lindung
-
6 Ha kawasan cagar alam G. Halimun Gangguan langsung berupa areal terbuka diperkirakan maksimum terjadi
pada daerah cagar alam seluas kurang lebih 0.50 Ha yang diperlukan untuk lubang-lubang ventilasi dan jalan setapak. Sedangkan pada wilayah hutan lindung dan hutan produksi seluas kurang lebih 22 Ha yang digunakan untuk menunjang kegiatan pembangunan pabrik pengolahan, tailing pond, jalan produksi serta kegiatan fisik lapangan lainnya. II. Waktu Pelaksanaan Rencana kegiatan Pertambangan G. Pongkor ini akan dimulai setelah semua persyaratan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dipenuhi. Kegiatan pertambanagan G. Pongkor ini diperkirakan dapat berlangsung selama 33 tahun, termasuk Tahap Pra-konstruksi dan Tahap Konstruksi, dengan perincian sebagai berikut: -
Tahap Pra-konstruksi
2 tahun
-
Tahap Konstruksi
2 tahun
-
Tahap Operasi
29 tahun 77
III. Jumlah Cadangan Berdasarkan hasil eksplorasi (data-data pada Tabel 3.1) dan perhitungan dengan metoda polygon yang dilakukan Kilborn Engineering, Canada, jumlah cadangan total adalah sebesar lebih kurang 5.23 juta ton bijih yang berkadar emas rata-rata 14.31 gr/ton dan perak 155.79 gr/ton (Tabel 3.2). Tabel 19. Data Dasar Perhitungan Cadangan Bijih Emas G.Pongkor Lokasi Endapan Jumlah Tranches Jumlah Lubang Bor Ciguha 16 27 Kubang Cicau 23 37 Ciurug 18 20 Sumber : PT. Aneka Tambang
Tabel 20. Cadangan dan Kadar Rata-rata Bijih Emas G. Pongkor Jumlah Cadangan Kadar Emas Lokasi (ton) (gr/ton) Ciguha 962 863 15.88 Kubang Cicau 1 955 346 10.41 Ciurug 2 311 642 16.96 Total dan Kadar Rata-rata 5 229 852 14.31
Kadar Perak (gr/ton) 215.38 98.86 179.13 155.79
Sumber : PT. Aneka Tambang
IV. Tahap Penambangan “Drilling”
“Blasting”
“Ore Scraping”
“Ore Pass”
“Lori” (1.2 m3/unit)
“Ore Pass Dump” 78
“Lori” (2.8 m3/unit)
“Mill site”
“Pengolahan”
Dislimed
Tailing
Konsentrat/presipitat Dore bullion (8% Au, 87% Ag, 3% pengotor)
Filling Mat’ls After Mines Logam Mulia Jakarta Gambar 12. Diagram Alir Proses Penambangan Cut and Fill
V. Kebutuhan Bahan Kimia a.
Unit penggilling
-
Kapur
-
Timbal nitrat
b.
Unit preaerasi-sianidasi
-
Sianida
-
Kapur
-
Flocculant
c.
Unit carbon-in-pulp
-
Karbon aktif
-
Flocculant
d.
Unit pelepasan karbon
-
Asam khlorida (HCl)
-
Natrium hidroksida (NaOH) 79
-
Sianida
e.
Unit presipitasi
-
Serbuk seng
-
Timbale nitrat
f.
Unit pemurnian
-
Fluks : Boraks Silika Nitrit Fluorspar
g.
Pengolahan limbah
-
Hydrogen peroksida
Tabel 21. Jumlah Kebutuhan Bahan Kimia untuk Setiap Ton Bijih Jenis Bahan Kimia Kg/ton bijih 0.06 Flocculant Kapur 3 Timbal nitrat 0.28 Sianida 3 Serbuk seng 0.4 Karbon aktif 0.05 Asam khlorida 0.03 Natrium hidroksida 0.03 Fluks (boraks, nitrit, silika, fluorspar) Tembaga sulfat 0.45 Hidrogen peroksida 1.3 Sumber : Feasibility Study G. Pongkor (PT. Aneka Tambang)
Kondisi limbah proses pengolahan dari kegiatan pertambangan G. Pongkor adalah sebagai berikut: Jumlah limbah
108.6 ton/jam
Persen padatan
12 %
Ampas (40% untuk back filling
500 ton/hari 80
Dan 60% ke tailing pond)
(20.83 ton/jam)
Ukuran partikel
-200 mesh
Volume limbah cair
80.8 m3/jam
-
Waktu sianida
24 jam
-
Jumlah tahapan sianida
3
-
Konsumsi kapur (CaCO3)
3 kg/ton
-
Konsumsi NaCN
3 kg/ton
e. CIP -
% padatan underflow tangki sianidasi
40%
-
Waktu absorpsi
30 jam
-
Jumlah tahapan
7
-
Konsentrasi karbon
50 gr/l
a.
Pelepasan emas dan perak
-
Suhu
1330C
-
Larutan pelepas
0.3% NaCN 1.0% NaOH
-
Waktu tinggal
16 jam
b.
Presipitasi
-
Konsumsi serbuk seng
3 kg/ton
-
Konsumsi timbal nitrat
0.3 kg/ton
c.
Peleburan
-
Jumlah tanur reverberatory
-
Fluks (boraks, nitrat, silika dan fluorspar)
2 buah
81
V. Rona Awal Daerah G. Pongkor Sebelum Adanya Pertambangan 5.1 Hidrologi S. Cikaniki beserta dengan anak-anak sungainya seperti S. Cisarua, S. Cihiris, S. Ciparay, S. Cileungsi dan sebagainya merupakan sungai yang mengalir di daerah rencana kegiatan pertambangan G. Pongkor dengan pola aliran dendritik. Sungai-sungai ini terutama berguna untuk pengairan sawah dan pembangkit tenaga listrik. Selain sungai-sungai tersebut di atas di daerah penelitian dijumpai pula mata air-mata air seperti Cidenok dan Cimaja. Mata air ini digunakan penduduk setempat untuk keperluan hidupnya sehari-hari, sedangkan sungai-sungai lainnya kebanyakan digunakan untuk irigasi, perikanan dan lain sebagainya. a.
Kekeruhan dan padatan terlarut Pada umumnya sifat fisika dari perairan yang terdapat di daerah rencana kegiatan pertambangan G. Pongkor menunjukkan hasil cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari penampilan air tersebut masih jernih.
b.
Derajat keasaman (pH) Nilai dari perairan tersebut di atas berkisar antara 6.53-7.25, dimana nilai ini menunjukkan bahwa perairan tersebut bersifat netral.
c.
Kesadahan Kesadahan merupakan gambaran mengenai kandungan garam alkali tanah (Ca dan Mg sulfat dan/atau karbonat). Kadar kesadahan total dari contohcontoh yang diperiksa adalah rendah, berkisar antara 0.22 - 2.590G. hal ini menunjukkan bahwa S. Cikaniki beserta anak-anak sungainya tergolong pada perairan lunak. 82
d.
Nitrogen Nilai kandungan nitrat (N-NO3) menunjukkan sifat kesuburan dari perairan. Hasil alisis menunjukkan bahwa nilai kandungan nitrat di daerah penelitian mempunyai kesuburan yang rendah.
e.
Khlorida Kandungan ion ini pada perairan yang diteliti berkisar antara 3.99 - 9.97 mg/l. Nilai ini menunjukkan harga yang normal, yaitu masih lebih rendah dari 10 mg/l.
f.
Oksigen Kadar oksigen terlarut (DO) dari perairan yang dianalisis menunjukkan kisaran angka antara 5.55 - 9.63 mg/l. Keadaan ini menunjukkan nilai yang tinggi dan ini memberikan petunjuk bahwa perairan di daerah rencana kegiatan pertambangan G. Pongkor tidak/belum tercemar oleh bahan organik dan baik bagi kehidupan biota perairan.
g.
Logam Hasil analisis logam dari perairan rencana kegiatan pertambangan G. Pongkor menunjukkan bahwa : tidak ada logam-logam berat seperti Pb, Hg dan Cr. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat-sifat sumber sir yang diteliti di
daerah kegiatan pertambangan G. Pongkor secara umum baik dalam arti belum mengalami pencemaran. 5.2 Kualitas Udara Berdasarkan data analisis kualitas udara daerah penelitian dibandingkan terhadap baku mutu kualitas udara yang berlaku, yaitu Kriteria Baku Mutu Lingkungan yang sesuai dengan Kep-02/MEN KLH/I/1988, dapat disimpulkan 83
bahwa kualitas udara di sekitar rencana lokasi kegiatan pertambangan G. Pongkor masih cukup baik dalam arti di bawah nilai parameter-parameter yang di ukur masih di bawah. mengenai debu, relatif masih sedikit/tidak ada karena belum ada jalan-jalan yang dilewati kendaraan. 5.3 Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Dalam inventarisasi rona lingkungan awal sosial, ekonomi, dan budaya yang dilaksanakan, wilayah pemantauan diklasifikasikan menjadi dua daerah kategori yang terdekat dengan lokasi kegiatan pertambangan di G. Pongkor. Daerah I merupakan desa-desa yang berbatasan langsung dengan lokasi kegiatan pertambanganyaitu Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa bantar Karet, dimana pada ketiga desa tersebut adanya kegiatan pertambangan G. Pongkor akan memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa perubahan-perubahan dari segi kependudukan, struktur sosial, pola mata pencaharian dan sistem perekonomian. Daerah II adalah desa lainnya yang berada di wilayah Administratif Kecamatan Nanggung yang akan turut merasakan kehadiran kutub pertumbuhan baru yang akan terjadi di sekitar daerahnya. 5.3.1 Angkatan Kerja Berdasarkan pada komposisi penduduk menurut golongan umur, 52.23 % penduduk Kecamatan Nanggung merupakan kelompok penduduk angkatan kerja. Struktur umur penduduk tergolong pada penduduk usia muda dimana penduduk berusia di bawah 24 tahun merupakan mayoritas penduduk.
84
5.3.2 Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Kecamatan Nanggung yang terbesar adalah di sektor pertanian (58.42%), baik sebagai petani pemilik ataupun sebagai petani penggarap buruh tani. Penduduk yang bekerja sebagai pengusaha, baik kecil ataupun sedang serta di sektor kerajinan sebesar 16.69%. bekerja sebagai buruh industri, buruh bangunan, buruh perkebunan dan buruh pertambangan sebesar 1.66%. bekerja di sektor pertambangan sebesar 11.76%, di sektor pengangkutan 0.15 %. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan ABRI 1.08%. pensiunan PNS/ABRI sebesar 0.26% dan di sektor peternakan sebesar 9.97%. Produk pertanian yang dihasilkan pada umumnya merupakan komoditas primer, baik tanaman padi, palawija dan juga tanaman bibit hortikultura. 5.4 Kesehatan Masyarakat Tingkat kesehatan lingkungan yang dimiliki masyarakat dapat dikatakan sudah cukup baik, khususnya dalam penggunaan air bersih. Mayoritas rumah penduduk memiliki kamar mandi dan jamban, sementara pada beberapa tempat tersedia kamar mandi dan jamban umum yang berupa pancuran. Hanya sedikit saja yang memanfaatkan aliran air sungai untuk keperluan hidup sehari-hari, khususnya bagi mereka yang bermukim di sekitar aliran sungai besar ataupun anak-anak sungai. Tingkat kesehatan ini, khususnya kesehatan ibu dan anak dapat dikatakan sudah cukup baik, hal ini terlihat dari kecilnya angka kematian balita dan menunjukkan keberhasilan program imunisasi yang dicanangkan pemerintah.
85
VI. Perkiraan Dampak 6.1. Udara Gangguan: -
Gas (CO, SO2, NO, dsb)
-
Kebisingan
-
Debu
Upaya Pengelolaan: -
Ventilasi udara diefektifkan
-
Pemakaian perlengkapan keselamatan kerja
-
Mengadakan kursus/training keselamatan kerja
-
Pengerasan/pengaspalan jalan-jalan
-
Penjadwalan pengangkutan bijih
Pemantauan: -
Check up kesehatan pegawai/petugas
-
Pemantauan kondisi lokasi penambangan
-
Pemantauan kondisi pabrik pengolahan
-
Kualitas jalan
-
Jadwal pengangkutan
6.2. Air Sungai Gangguan: -
Pelumpuran/pendangkalan sungai
-
Kualitas air terhadap TDS, pH, ion logam (Pb, Fe, Zn, dan sebagainya) serta ion sianida
Upaya Pengelolaan: 86
-
Membuat sumuran/sump untuk mengendapkan lumpur
-
Pembuatan tailing pond yang kedap rembesan
-
Melakukan sirkulasi tertutup larutan tailing
-
Pengecekan limbah pengolahan
-
Pendirian unit degradasi (oksidasi) sianida
Pemantauan : -
Pengecekan kedalam sumuran
-
Pengecekan kualitas air
-
Pengecekan pendangkalan sungai
-
Pengukuran kualitas air tailing terhadap ion sianida setiap hari
-
Pengukuran kualitas air secara keseluruhan
-
Pemantauan proses
6.3. Air Tanah Gangguan: -
Keseimbangan dan kuantitas air tanah
-
Perembesan air tailing
-
Penurunan kualitas air sungai
Usaha Pengelolaan: -
Pemakaian kembali air tambang untuk proses pengolahan
-
Penempatan kolam penampung pada lokasi yang kedap rembesan atau dibuat sedemikian rupa sehingga kedap rembesan (pelapisan)
Pemantauan: -
Kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan
-
Perembesan tailing pond 87
6.4. Air Larian Gangguan: -
Peningkatan air larian
Usaha Pengelolaan: -
Pembukaan lahan dilakukan seminimum mungkin
-
Revegetasi secepatnya lahan yang sudah tidak digunakan
-
Saluran penirisan yang baik
Pemantauan: -
Terjadinya banjir
-
Kemajuan revegetasi
88
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden pada penelitian ini yang merupakan penduduk dari tiga desa di Kecamatan Nanggung yaitu, Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret dijelaskan berdasarkan kriteria tertentu, seperti yang dijelaskan dibawah ini. 5.1.1 Karakteristik responden Desa Cisarua 5.1.1.1. Tingkat Usia Tabel 22. Umur Responden Desa Cisarua Umur 16-22 tahun 23-28 tahun 29-35 tahun 36-42 tahun 43-49 tahun 50-56 tahun 57-64 tahun 65-71 tahun 72-78 tahun
% 10,58 25,96 22,12 20,19 10,58 6,73 0,96 1,92 0,96
Jumlah 11 27 23 21 11 7 1 2 1
Total
100
104
Sumber: Data primer
Tingkat usia responden sangat bervariasi dengan distribusi usia antara 16 tahun hingga 78 tahun. Sebanyak 25,96 persen responden atau sebanyak 27 responden berusia antara 23-28 tahun hal ini dikarenakan resiko pekerjaan yang cukup berbahaya sehingga sebagian besar responden berusia muda karena memiliki kekuatan fisik dan mental yang cukup kuat, sedangkan sebanyak 0,96 persen responden berusia antara57-64 tahun dan 72-78 tahun. Perbandingan persentase tingkat usia tersebut dapat dilihat pada tabel 23.
5.1.1.2. Jenis Kelamin Tabel 23. Jenis Kelamin Jenis Kelamin
%
Jumlah
L
99,04
103
P
0,96
1
Total
100
104
Sumber: Data primer
Pada umumnya yang bekerja sebagai penambang liar atau gurandil berjenis kelamin laki-laki, hal ini terlihat berdasarkan hasil pengambilan responden yang diketahui bahwa sebanyak 99,04 persen atau sebesar 103 orang responden berjenis kelamin laki-laki dan hanya 1 orang saja yang berjenis kelamin wanita. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai gurandil sangat berat untuk dilakukan oleh seorang wanita karena membutuhkan kekuatan fisik dan mental yang kuat, serta nyawa yang dipertaruhkan. 5.1.1.3. Jenis Pekerjaan Tabel 24. Jenis Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Penambang Pengolah Pemilik Lubang Kuli Pikul
% 52,88 30,77 5,77 10,58
Jumlah 55 32 6 11
Total
100
104
Sumber: Data primer
Jenis pekerjaan responden yang dimiliki saat ini oleh responden pada penelitian ini sebagian besar adalah penambang liar (gurandil) yaitu sebanyak 52,88%, sisanya masih berhubungan juga dengan emas yaitu pengolah bijih emas,pemilik lubang dimana bijih emas tersebut diambil, dan terakhir kuli pikul atau orang yang dibayar untuk membawa bijih emas dari lubang menuju tempat pengolahan.
90
Tabel 25. Pekerjaan Sebelumnya Pekerjaan Sebelum PNS Karyawan Swasta Petani Buruh Wiraswasta Tidak Ada
% 3,85 1,92 15,38 19,23 29,81 29,81
Jumlah 4 2 16 20 31 31
Total
100
104
Sumber: Data primer
Pekerjaan responden sebelum menjadi penambang liar cukup bervariasi yaitu PNS, karyawan swasta, petani, buruh, dan wiraswasta. Dengan persentase terbesar yaitu wiraswasta sebesar 29,81 persen dan sebesar 1,92 persen adalah karyawan swasta. Sedangkan sebanyak 29,81 persen responden tidak memiliki pekerjaan lain sebelum menjadi gurandil, atau dengan kata lain mereka langsung terjun sebagai gurandil untuk pekerjaan pertama mereka. 5.1.1.4. Tingkat Pendidikan Tabel 26. Pendidikan Responden Pendidikan TK SD SMP SMA S1 Tidak Sekolah
% 0,96 67,31 14,42 10,58 3,85 2,88
Jumlah 1 70 15 11 4 3
Total
100
104
Sumber: Data primer
Tingkat pendidikan responden cukup bervariasi dimulai dari tingkat TK hingga tingkat perguruan tinggi. Berdasrakan hasil penelitian, sebesar 97,12 persen responden telah bersekolah dan sisanya sebanyak 2,88 persen responden sama sekali tidak pernah mengecap pendidikan. Dari seluruh total jumlah responden, sebanyak 67,31 persen responden telah bersekolah hingga tingkat SD,
91
sedangkan sebesar 0,96 persen responden hanya bersekolah sampai tingkat TK. Dan sisanya bersekolah hingga tingkat SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Tabel 27. Lama Pendidikan Responden Lama Pendidikan 0-2 Tahun 3-5 Tahun 6-8 Tahun 9-11 Tahun 12-14 Tahun 15-17 Tahun
% 13,46 15,38 43,27 18,27 6,73 2,88
Jumlah 14 16 45 19 7 3
Total
100
104
Sumber: Data primer
Lama pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan yang telah responden jalani, berdasarkan hasil penelitian sebesar 43,27 persen atau sebanyak 45 responden telah menjalani pendidikannya selama 6-8 tahun atau tamat SD hingga kelas 2 SMP. Hal tersebut menggambarkan bahwa mayoritas responden hanya menjalani pendidikan formal hingga kelas 2 SMP. Sedangkan sebesar 2,88 persen atau sebanyak 3 orang responden telah menjalani pendidikan formal selama 12-14 tahun atau telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas hingga lanjut hingga tingkat perguruan tinggi. 5.1.1.5. Domisili Tabel 28. Asal Responden Asal Penduduk Asli Pendatang
% 60,58 39,42
Jumlah 63 41
Total
100
104
Sumber: Data primer
Asal responden atau tempat lahir responden merupakan tempat dimana responden dilahirkan dan dibesarkan atau tempat dimana responden berasal. Pada penelitian ini asal responden diklasifikasikan menjadi dua, yaitu apakah responden tersebut seorang pendatang atau penduduk asli desa setempat. Dan 92
berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 60,58 persen dari responden merupakan penduduk asli desa Cisarua, dan sisanya sebanyak 39,42 persen merupakan pendatang dari berbagai daerah, kota , maupun propinsi. Tabel 29. Alamat Responden Saat ini Alamat Sekarang Sama dengan Tempat Asal Berbeda dengan Tempat Asal
% 47,12 52,88
Jumlah 49 55
Total
100
104
Sumber: Data primer
Alamat sekarang adalah tempat tinggal responden pada saat ini, alamat sekarang ini dibagi kedalam dua kategori yaitu pertama alamat yang sama dengan tempat dimana responden dilahirkan, dan yang kedua adalah alamat yang berbeda dengan tempat dimana responden dilahirkan. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 47,12 persen responden lahir dan tinggal di tempat yang sama, dengan kata lain responden tersebut tinggal menetap. Sedangkan sebesar 52,88 persen responden lahir dan tinggal ditempat yang berbeda, ada yang pindah antar kampung adapula pendatang yang pindah dan menjadi penduduk Desa Cisarua. Hal tersebut menggambarkan bahwa setengah lebih dari jumlah responden adalah pendatang dari kampong, desa, kota maupun propinsi lain. Tabel 30. Lama Tinggal Responden di Alamat Saat ini Lama Tinggal 0,08-8,08 tahun 9,08-17,08 tahun 18,08-26,08 tahun 27,08-35,08 tahun 36,08-44,08 tahun 45,08-53,08 tahun 54,08-62,08 tahun 63,08-71,08 tahun
% 25 22,12 21,15 12,5 11,54 5,77 0 1,92
Jumlah 26 23 22 13 12 6 0 2
Total
100
104
Sumber: Data primer
93
Lama tinggal di alamat responden sekarang adalah jumlah tahun dimana responden telah menempati alamat tempat tinggal mereka saat ini. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 22,12 % responden telah menempati alamatnya pada saat ini selama 9-17 tahun, hal ini dikarenakan banyak dari responden yang berasal dari Desa Cisarua namun tempat mereka lahir berbeda dengan tempat mereka tinggal sekarang walaupun masih didalam kawasan Desa Cisarua. Sebesar 1,92 persen responden telah tinggal di alamat saat ini selama 63-71 tahun, ini karena responden tersebut dari lahir hingga saat ini tetap tinggal ditempat yang sama. Tabel 31. Tahun Pindah ke Alamat Sekarang Tahun Pindah 1938-1948 1949-1959 1960-1970 1971-1981 1982-1992 1993-2003 2004-2009
% 1,92 3,85 5,77 13,46 25,96 23,08 25,96
Jumlah 2 4 6 14 27 24 27
Total
100
104
Sumber: Data primer
Tahun pindah adalah tahun dimana responden pindah ke alamat saat ini dari alamat sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 25,96 persen responden pindah ke alamat saat ini antara tahun 1982-1992 dan tahun 2004-2009, hal ini dikarenakan banyak responden yang berpindah antar kampung yang masih didalam satu desa karena berasal dari satu kawasan kecamatan Nanggung dan alasan-alasan lainnya, sehingga tahun kepindahan masih baru. Sedangkan sebesar 1,92 persen responden telah tinggal di alamat saat ini sejak tahu 1938-1948, hal ini menggambarkan bahwa responden tetap tinggal di tempat asal hingga saat ini.
94
5.1.1.6. Status Pernikahan Tabel 32. Status Pernikahan Responden Status Pernikahan Menikah Belum menikah Duda Janda
% 84,62 11,54 2,88 0,96
Jumlah 88 12 3 1
Total
100
104
Sumber: Data primer
Status pernikahan responden berdasarkan hasil penelitian dibagi kedalam empat kategori, yaitu menikah sebesar 84,62 persen dari total jumlah responden, belum menikah sebesar 11,54 persen dari total jumlah responden, duda sebesar 2,88 persen, dan janda sebesar 0,96 persen. Mayoritas dari responden memiliki status pernikahan telah menikah, hal ini dikarenakan sebagian besar usia responden telah masuk dalam kategori usia yang dapat berkeluarga dan di Desa ini mayoritas warganya menikah di usia yang masih muda. 5.1.1.7. Jenis Pekerjaan Istri Tabel 33. Pekerjaan Istri Pekerjaan Istri Wiraswasta Petani Ibu Rumah Tangga PNS Buruh Belum menikah
% 14,42 4,81 62,50 2,88 0,96 14,42
Jumlah 15 5 65 3 1 15
Total
100
104
Sumber: Data primer
Pekerjaan yang dimiliki oleh istri responden di Desa Cisarua cukup bervariasi, berdasarkan hasil penelitian sebesar 62,50 persen istri responden tidak memiliki pekerjaan selain menjadi ibu rumah tangga, sebesar 14,42 persen istri responden bekerja sebagai wiraswasta atau berdagang untuk membantu keuangan
95
keluarga, sebesar 0,96 persen responden bekerja sebagai buruh, sedangkan sebanyak 15 orang responden belum menikah. Tabel 34. Asal Istri Responden Asal Istri Penduduk asli Luar daerah Belum menikah Total
% 54,81 30,77 14,42 100
Jumlah 57 32 15 104
Sumber: Data primer
Asal istri dibagi ke dalam dua kategori yaitu penduduk asli Desa Cisarua, dan yang berasal dari luar Desa Cisarua. Berdasarkan hasil penelitian dari 104 orang responden, sebanyak 89 orang responden telah menikah dan sebanyak 57 orang responden memiliki istri yang berasal dari penduduk asli Desa Cisarua, sedangkan sebanyak 32 orang responden memiliki istri yang berasal dari luar Desa Cisarua. Hal tersebut dikarenakan para penambang yang mayoritas merupakan pendatang, menjadi menetap dikarenakan menikah dengan penduduk setempat, sehingga mayoritas istri responden adalah penduduk asli, namun adapula yang menikah dengan penduduk dari daerah asal responden, sehingga cukup banyak juga yang memiliki istri yang berasal dari luar Desa Cisarua. Dan sebanyak 15 orang responden belum memiliki istri atau belum menikah. 5.1.1.8. Jumlah Tanggungan Tabel 35. Jumlah Tanggungan Responden Jumlah Tanggungan 0-2 orang 3-5 orang 6-8 orang 9-11 orang
% 30,77 56,73 10,58 1,92
Jumlah 32 59 11 2
Total
100
104
Sumber: Data primer
Jumlah tanggungan adalah jumlah orang yang dibiayai oleh responden baik itu istri, anak, orangtua, saudara atau siapapun baik anggota keluarga maupun 96
diluar anggota keluarga. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 56,73% responden atau sebanyak 59 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 3-5 orang. Sebesar 30,77% responden atau sebanyak 32 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 0-2 orang, sedangkan sebesar 1,92% responden atau sebanyak 2 orang responden memiliki tanggungan sebnayak 9-11 orang. Tabel 36. Jumlah Anak Responden Jumlah anak 0-2 Anak 3-5 Anak 6-8 Anak 9-11 Anak 12-14 Anak
% 66,35 25,96 5,77 0,96 0,96
Jumlah 69 27 6 1 1
Total
100
104
Sumber: Data primer
Jumlah anak responden berdasarkan hasil penelitian adalah sebesar 66,35% atau sebanyak 69 orang responden dari 104 orang responden memiliki anak antara 0-2 orang anak, sedangkan sebesar 25,96% atau sebanyak 27 orang responden memiliki jumlah anak antara 3-5 orang anak. Dan terdapat 6 orang responden yang memiliki anak berjumlah antara 6-8 orang anak, sedangkan 2 orang sisanya masing-masing memiliki 9 anak dan 12 orang anak. 5.1.1.9. Tingkat Usia Anak Responden Tabel 37. Umur Anak I Responden Tahun 0-6 tahun 7-13 tahun 14-20 tahun 21-27 tahun 28-34 tahun 35-41 tahun
% 27,71 28,92 24,10 9,64 7,23 2,41
Jumlah 23 24 20 8 6 2
Total
100
83
Sumber: Data primer
97
Umur anak pertama responden cukup bervariasi yaitu tersebar mulai dari 2 bulan hingga 38 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 83 orang responden yang telah menikah dan telah dikaruniai anak pertama yang sebesar 28,92% responden memiliki anak pertama berumur antara 7-13 tahun. Sebesar 27,71% responden memiliki anak pertama berumur 2 bulan-6 tahun, sebesar 24,10% responden memiliki anak pertama yang berumur antara 14-20 tahun, sedangkan sebesar 2,41% responden memiliki anak pertama yang berumur 35-41 tahun. Dan terdapat 21 orang responden yang belum menikah atau telah menikah namun belum dikaruniai seorang anak. Tabel 38. Umur Anak II Responden Umur 0-5 tahun 6-11 tahun 12-17 tahun 18-23 tahun 24-29 tahun 30-35 tahun
% 24,59 31,15 22,95 11,48 6,56 3,28
Jumlah 15 19 14 7 4 2
Total
100
61
Sumber: Data primer
Umur anak kedua responden tersebar mulai dari umur 3 bulan hingga 35 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, dari 104 orang responden hanya 61 orang responden yang telah dikaruniai anak kedua. Sebesar 31,15% responden memiliki anak kedua yang berumur 6-11 tahun, sebesar 24,59% responden memiliki anak kedua yang berumur 0-5 tahun, sebesar 22,95% responden memiliki anak kedua yang berumur 12-17 tahun. Sedangkan sebesar 3,28% responden memiliki anak kedua yang berumur 30-35 tahun.
98
Tabel 39. Umur Anak III Responden Usia Anak III 0-6 tahun 7-13 tahun 14-20 tahun 21-27 tahun 28-34 tahun Total
% 26,47 32,35 29,41 5,88 5,88 100
JUMLAH 9 11 10 2 2 34
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 34 orang responden yang memiliki anak ketiga, dari 34 orang responden tersebut sebesar 32,35% responden memiliki anak ketiga yang berusia antara 7-13 tahun, sebesar 11,76% responden memiliki anak ketiga yang berusia antara 21-34 tahun. Dengan rata-rata usia anak ketiga responden adalah 12 tahun. Tabel 40. Umur Anak IV Responden Usia Anak IV 0-5 tahun 6-11 tahun 12-17 tahun 18-23 tahun 24-29 tahun
% 31,58 21,05 26,32 10,53 10,53
Jumlah 6 4 5 2 2
Total
100
19
Sumber: Data primer
Terdapat 19 orang responden yang telah memiliki anak keempat, berdasarkan hasil penelitian sebesar 31,58% dari 19 responden tersebut memiliki anak keempat berusia 0-5 tahun, dan sebesar 21,06% responden memiliki anak keempat yang berusia 18-29 tahun. Tabel 41. Umur Anak V Responden Usia Anak V 1-7 tahun 8-14 tahun 15-21 tahun 22-28 tahun
% 18,18 45,45 9,09 27,27
Jumlah 2 5 1 3
Total
100
11
Sumber: Data primer
99
Terdapat 11 orang responden yang telah memiliki anak kelima, berdasarkan hasil penelitian sebesar 45,45% dari 11 orang responden
tersebut memiliki anak kelima
berusia 8-14 tahun, sedangkan seorang responden memiliki anak kelima berusia 18 tahun.
Tabel 42. Umur Anak VI Responden Usia Anak VI 5-9 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun
% 50 12,5 37,5
Jumlah 4 1 3
Total
100
8
Sumber: Data primer
Terdapat 8 orang responden yang telah memiliki anak keenam, berdasarkan hasil penelitian sebesar 37,5% responden memiliki anak keenam yang berusia 20-24 tahun, sedangkan seorang responden memiliki anak keenam yang berusia 15 tahun. Untuk selang usia 10-14 tahun tidak dimasukkan didalam tabel karena tidak ada responden yang memiliki anak keenam yang berusia dalam selang tersebut. Untuk usia anak ketujuh, terdapat tiga orang responden yang telah memiliki anak ketujuh yang berusia 6 tahun, 19, tahun, dan 21 tahun. Terdapat dua orang responden yang telah memiliki anak kedelapan yang berusia 5 tahun dan 20 tahun. Dan terakhir hanya terdapat seorang responden saja yang memiliki 9 orang anak dan usia anak kesembilan adalah 18 tahun. 5.1.1.10. Tingkat Pendidikan Anak Responden Tabel 43. Lama Pendidikan Anak I Lama 0-3 Tahun 4-7 Tahun 8-11 Tahun 12-15 Tahun
% 14,89 51,06 23,40 10,64
Jumlah 7 24 11 5
Total
100
47
Sumber: Data primer
100
Lama pendidikan anak pertama adalah jumlah tahun pendidikan yang telah dilalui oleh anak pertama, berdasarkan hasil penelitian terdapat 24 orang responden yang anak pertamanya telah bersekolah. Sebesar 51,06 persen anak pertama responden telah mengecap pendidikan formal selama 4- 7 tahun atau kelas 4 SD hingga tamat kelas 1 SMP, sedangkan sebesar 10,64 persen anak pertama responden telah mengecap pendidikan formal selama 12-15 tahun atau kelas 3 SMA hingga perguruan tinggi. Hal tersebut menggambarkan bahwa terdapat kemajuan dalam hal pendidikan, dimana responden yang mayoritas hanya berpendidikan di tingkat sekolah dasar telah mampu menyekolahkan anak mereka hingga tingkat perguruan tinggi. Tabel 44. Lama Pendidikan Anak II Lama 0-2 Tahun 3-5 Tahun 6-8 Tahun 9-11 Tahun 12-14 Tahun
% 16,67 13,89 50,00 11,11 8,33
Jumlah 6 5 18 4 3
Total
100
36
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian sebesar 50 persen responden memiliki anak kedua yang telah bersekolah dan mengecap pendidikan selama 6-8 tahun atau dari kelas 6SD hingga kelas 2 SMP. Sedangkan sebesar 8,33 persen responden memiliki anak kedua yang telah mengecap pendidikan slama 12-14 tahun atau kelas 3 SMA hingga perguruan tinggi. Mayoritas responden memiliki anak kedua yang masih bersekolah di SD dan yang telah tamat sekolah dasar. Rata-rata lama pendidikan yang telah dilalui anak kedua adalah selama 6 tahun atau telah tamat SD.
101
Tabel 45. Lama Pendidikan Anak III Lama 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun
% 26,09 43,48 13,04 17,39
Jumlah 6 10 3 4
Total
100
23
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa sebanyak 23 orang responden telah memiliki anak ketiga yang telah bersekolah, dan sebesar 43,48 persen responden atau sebanyak 10 orang responden memiliki anak ketiga yang telah mengecap pendidikan selama 4-6 tahun atau kelas 4 SD hingga kelas 6 SD. sedangkan sebesar 13,04 persen atau sebanyak 3 orang responden memiliki anak ketiga yang telah mengecap pendidikan selama 7-9 tahun atau kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMPatau tamat SMP. Tabel 46. Lama Pendidikan Anak IV Lama 0-2 Tahun 3-5 Tahun 6-8 Tahun 9-11 Tahun
% 15,38 30,77 30,77 23,08
Jumlah 2 4 4 3
Total
100
13
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 13 responden telah memiliki anak keempat yang telah bersekolah, sebesar 30,77 persen responden memiliki anak keempat yang telah mengecap pendidikan selama 3-8 tahun atau kelas 3 SD hingga kelas 2 SMP. Sedangkan sebesar 15,38 persen responden telah memiliki anak keempat yang telah mengecap pendidikan selama 0-2 tahun atau hanya hingga kelas 2 SD.
102
Tabel 47. Lama Pendidikan Anak V Lama 1-3 Tahun 4-6 Tahun 7-9 Tahun
% 22,22 66,67 11,11
Jumlah 2 6 1
Total
100
9
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa hanya 9 orang responden yang telah memiliki anak kelima dan telah bersekolah. Sebesar 66,67 persen responden atau sebanyak 6 orang responden telah memiliki anak kelima yang telah mengecap pendidikan selama 4-6 tahun atau kelas 4 SD hingga kelas 6 SD atau tamat SD. Sedangkan seorang responden telah memiliki anak kelima yang telah mengecap pendidikan selama 7-9 tahun atau kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMP atau tamat SMP. Tabel 48. Lama Pendidikan Anak VI Lama 1-3 Tahun 4-6 Tahun 7-9 Tahun
% 40 20 40
Jumlah 2 1 2
Total
100
5
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa hanya 5 orang responden yang telah memiliki anak keenam yang telah bersekolah. Sebesar 40 persen dari responden memiliki anak keenam yang telah mengecap pendidikan selama 1-3 tahun atau hanya sampai kelas 3 SD dan 7-9 tahun atau kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMP atau tamat SMP. Berdasarkan hasil penelitian hanya dua orang responden saja yang memiliki anak ketujuh dan telah bersekolah. Anak ketujuh dari responden tersebut telah mengecap pendidikan selama 6 tahun dan 9 tahun atau telah tamat SD dan telah tamat SMP. Dan terakhir hanya ada satu orang responden yang telah 103
memiliki anak kedelapan yang telah mengecap pendidikan selama 6 tahun atau tamat SD dan anak kesembilan yang hanya mengecap pendidikan selama 3 tahun atau hanya sampai kelas 3 SD. 5.1.1.11. Jenis Pekerjaan Anak Responden Tabel 49. Jenis Pekerjaan Anak I Pekerjaan IRT wiraswasta Nambang buruh petani karyawan swasta
% 16,67 28 22 16,67 11,11 5,56
Jumlah 3 5 4 3 2 1
Total
100
18
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 18 responden telah memiliki anak pertama yang bekerja. Sebesar 28 persen dari responden atau sebanyak 5 responden telah memiliki anak pertama yang berprofesi sebagai wiraswasta (pedagang, tukang ojek, mengajar ngaji). Sebesar 22 persen anak pertama responden telah bekerja sebagai penambang, hal ini dikarenakan peluang yang cukup besar dengan hasil yang cukup menggiurkan ditambah dari pengalaman orangtua sehingga membuat anak-anak tersebut tertarik menjadi seorang penambang, sedangkan sebesar 5,56% responden bekerja sebagai karyawan swasta (bekerja di kapal pesiar) hal ini dikarenakan pendidikan anak pertama responden ada yang telah mencapai perguruan tinggi sehingga dapat bekerja di kapal pesiar.
104
Tabel 50. Jenis Pekerjaan Anak II Pekerjaan IRT Wiraswasta Buruh Nambang Petani
% 7,69 46,15 15,38 15,38 15,38
Jumlah 1 6 2 2 2
Total
100
13
Sumber: Data primer
Berdasarakan hasil penelitian diperoleh bahwa hanya 13 orang responden yang memiliki anak kedua dan telah bekerja. Sebesar 46,15 persen responden memiliki anak kedua yang telah bekerja dan berprofesi sebagai wiraswasta (pedagang, dan tukang ojeg). Sedangkan sebanyak 15,38 persen responden memiliki anak yang telah bekerja dan berprofesi sebagai penambang, 15,38% sebagai buruh, dan 15,38% sebagai petani, hal ini karena pendidikan yang diperoleh oleh anak kedua tidak terlalu tinggi. Tabel 51. Jenis Pekerjaan Anak III Pekerjaan IRT Wiraswasta Buruh Petani
% 20 40 10 30
Jumlah 2 4 1 3
Total
100
10
Sumber:Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa hanya 10 orang responden yang memiliki anak ketiga dan telah bekerja. Sebesar 40 persen responden memiliki anak yang telah bekerja dan berprofesi sebagai wiraswasta (1 orang tukang ojeg dan 2 orang penambang). Sedangkan sebesar 10 persen atau satu orang responden memiliki anak ketiga yang berprofesi sebagai buruh (penjaga counter Handphone), hal ini karena pendidikan yang telah diperoleh anak ketiga tidak terlalu tinggi. 105
Dan berdasarkan hasil penelitian terdapat 5 orang responden yang telah memiliki anak keempat, namun anak keempat seorang responden telah meninggal jadi hanya empat orang responden yang memiliki anak keempat yang telah bekerja. Dua orang responden memiliki anak keempat yang bekerja sebgai penambang, dua orang responden sisanya memiliki anak keempat yang bekerja sebagai pedagang dan ibu rumah tangga. Terdapat empat orang responden yang memiliki anak kelima yang telah bekerja, dua orang bekerja sebagai penambang dan dua orang sisanya sebagai ibu rumah tangga. Lalu terdapat dua orang responden yang memiliki anak keenam yang telah bekerja, dan mereka bekerja sebagai penambang. Dan terakhir hanya seorang responden yang telah memiliki anak ketujuh, delapan dan Sembilan yang telah bekerja dan semuanya bekerja sebgai penambang. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas anak responden memiliki pekerjaan yang sama dengan ayahnya yaitu sebagai penambang, hal ini dikarenakan lingkungan, pengalaman, dan penghasilan yang membuat mereka tertarik untuk bekerja sebagai penambang. 5.1.2. Karakteristik Responden Desa Malasari 5.1.2.1. Tingkat Usia Tabel 52. Umur Responden Penambang Umur Penambang 15-21 tahun 22-28 tahun 29-35 tahun 36-42 tahun 43-49 tahun 50-56 tahun
% 35,90 30,77 17,95 10,26 2,56 2,56
Jumlah 14 12 7 4 1 1
Total
100
39
Sumber: Data primer
106
Umur penambang berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebesar 35,90 persen penambang berumur 15-21 tahun, hal ini dikarenakan pekerjaan menambang adalah pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental dimana pada umur 15-21 tahun adalah umur dimana kekuatan fisik dan mental masih kuat, sedangkan sebesar 2,56 persen responden berumur antara 43-56 tahun, hal ini dikarenakan pada usia tersebut sangat rentan jika bekerja sebagai penambang, faktor usia akan mempengaruhi kekuatan fisik juga penglihatan akan semakin
berkurang
tingkat
kejelasan
dalam
melihat,
sehingga
akan
membahayakan ketika didalam lubang yang sangat gelap. Tabel 53. Umur Responden Pengolah Umur Pengolah 18-25 tahun 26-33 tahun 34-41 tahun 42-49 tahun 50-57 tahun
% 11,11 16,67 44,44 16,67 11,11
Jumlah 2 3 8 3 2
Total
100
18
Sumber: Data primer
Umur pengolah berdasarkan hasil penelitian adalah sebesar 44,44 persen responden pengolah berusia antara 34-41 tahun, sedangkan sebesar 11,11 persen responden berusia antara 18-25 tahun dan 50-57 tahun. Hal tersebut dikarenakan pada usia 34-41 dan 50-57 tahun adalah usia dimana responden rentan jika bekerja sebagai penambang. Tabel 54. Umur Pemilik Lubang Umur Pemilik Lubang
%
Jumlah
24-29 tahun 30-35 tahun 42-47 tahun
22,22 55,56 22,22
2 5 2
Total
100
9
Sumber: Data primer
107
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebesar 55,56 persen responden berusia antara 30-35 tahun dimana pada usia tersebut merupakan usia kemapanan pada setiap orang, sehingga wajar jika para pemilik lubang mayoritas berusia pada sebaran tersebut. Sedangkan sebesar 22,22 persen berusia antara 2224 tahun dan 42-47 tahun. Tabel 55. Umur Kuli Pikul, Kuli Tumbuk, Pegawai Rental Glundung Usia Kuli Pikul 19-26 tahun 27-34 tahun 35-42 tahun 43-50 tahun
% 22,22 33,33 22,22 22,22
Jumlah 2 3 2 2
Total
100
9
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebesar 33,33 persen responden yang berprofesi sebagai kuli pikul berusia antara 27-34 tahun, sedangkan sebesar 22,22 persen berusia antara 19-26 tahun dan 35-50 tahun. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai kuli pikul, kuli tumbuk, pegawai rental glundung tidak terlalu berbahaya sehingga bisa dikerjakan oleh semua lapisan umur. 5.1.2.2. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 100 persen responden berjenis kelamin laki-laki, hal ini disebabkan oleh jarang ada wanita yang berprofesi sebagai penambang, pengolah, kuli pikul, dan lain-lain, karena pekerkjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan kekuata fisik dan resiko yang terlalu tinggi. Sehingga pekerjaan tersebut tidak cocok untuk dikerjakan oleh kaum wanita.
108
5.1.2.3. Jenis Pekerjaan Tabel 56. Jenis Pekerjaan Responden Jenis pekerjaan Penambang Komandan lubang Pemilik lubang Pengolah Kuli pikul Kuli tumbuk Pembeli emas Total
% 48,68 2,63 13,16 25 6,58 1,32 2,63 100
Jumlah 37 2 10 19 5 1 2 76
Sumber: Data primer
Jenis pekerjaan responden yang dimiliki saat ini oleh responden pada penelitian ini sebagian besar adalah penambang liar (gurandil) yaitu sebanyak 46,68%, sisanya masih berhubungan juga dengan emas yaitu pengolah bijih emas,pemilik lubang dimana bijih emas tersebut diambil, kuli pikul atau orang yang dibayar untuk membawa bijih emas dari lubang menuju tempat pengolahan, kuli tumbuk yang bekerja untuk menumbuk bijih emas sebelum diolah menggunakan glundung, pembeli emas atau orang yang menadah emas hasil pengolahan atau yang berbentuk amalgam, dan terakhir adalah komandan lubang yaitu yang bertugas mengamankan lubang dari gangguan apa pun. Tabel 57. Pekerjaan Sebelumnya Pekerjaan Sebelum
%
Jumlah
Wiraswasta Petani
27,63 19,74
21 15
Buruh Karyawan tidak ada
17,11 9,21 26,32
13 7 20
Total
100
76
Sumber: Data primer
Pekerjaan responden sebelum menjadi penambang liar cukup bervariasi yaitu karyawan swasta, petani, buruh, dan wiraswasta. Dengan persentase terbesar 109
yaitu wiraswasta sebesar 29,81 persen dan sebesar 9,21 persen adalah karyawan swasta. Sebanyak 73,68 persen responden memiliki pekerjaan sebelum menjadi gurandil. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai gurandil ini atau yang berhubungan dengan emas sangat menarik bagi responden tersebut. Sedangkan sebesar 26,32 persen responden tidak memiliki pekerjaan sebelum menjadi gurandil, hal tersebut menunjukkan bahwa responden tersebut langsung memilih menjadi gurandil sebagai mata pencariannya. 5.1.2.4. Tingkat Pendidikan Tabel 58. Tingkat Pendidikan Responden Pendidikan SD SMP SMA Tidak bersekolah Total
% 67,11 21,05 9,21 2,63 100
Jumlah 51 16 7 2 76
Sumber: Data primer
Tingkat pendidikan responden cukup bervariasi mulai dari tingkat SD hingga tingkat SMA. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 97,37 persen dari total jumlah reponden Desa malasari telah mengecap pendidikan, sedangkan sebesar 2,63 persen sama sekali belum pernah mengecap pendidikan. Lalu sebesar 67,11 persen dari total jumlah responden yang bersekolah, memiliki tingkat pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar, sedangkan sbesar 9,21 persennya memiliki tingkat pendidikan hingga SMA. Hal tersebut menggambarkan bahwa pendidikan para penambang liar tidak terlalu tinggi, dengan mayoritas responden hanya mengecap pendidikan hingga tingkat SD.
110
Tabel 59. Lama Pendidikan Responden Lama Pendidikan
%
Jumlah
0-2 tahun 3-5 tahun 6-8 tahun 9-11 tahun 12-14 tahun
10,53 11,84 48,68 19,74 9,21
8 9 37 15 7
Total
100
76
Sumber: Data primer
Lama pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan yang telah responden jalani, berdasarkan hasil penelitian sebesar 48,68 persen atau sebanyak 37 responden telah menjalani pendidikannya selama 6-8 tahun atau tamat SD hingga kelas 2 SMP. Hal tersebut menggambarkan bahwa mayoritas responden hanya menjalani pendidikan formal hingga kelas 2 SMP. Sedangkan sebesar 9,21 persen atau sebanyak 7 orang responden telah menjalani pendidikan formal selama 12 tahun atau telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas. 5.1.2.5. Domisili responden Tabel 60. Asal Responden Asal responden Penduduk Asli Pendatang Total
% 59,21 40,79 100
Jumlah 45 31 76
Sumber: Data primer
Tempat asal responden adalah tempat dimana responden dilahirkan, terdapat dua kategori, yang pertama adalah penduduk asli dimana responden yang berasal atau lahir di Desa Malasari, yang kedua adalah pendatang dimana responden berasal dari luar Desa Malasari baik yang masih dalam satu kecamatan maupun yang berasal dari luar kecamatan Nanggung. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 59,21 persen responden merupakan penduduk asli Desa Malasari, ini menggambarkan bahwa ketertarikan masyarakat setempat dengan
111
keberadaan sumberdaya emas ini cukup besar, tidak berbeda jauh dengan jumlah penduduk asli, sebesar 40,79 persen dari total responden adalah pendatang, hal ini menggambarkan pula bahwa cukup besar daya tarik keberadaan sumberdaya emas ini sebagai sumber pendapatan. Tabel 61. Alamat Responden Saat ini Alamat Sekarang Sama dengan tempat Asal Berbeda dengan tempat Asal
% 52,63 47,37
Jumlah 40 36
Total
100
76
Sumber: Data primer
Alamat sekarang adalah tempat tinggal responden pada saat ini, alamat sekarang ini dibagi kedalam dua kategori yaitu pertama alamat yang sama dengan tempat dimana responden dilahirkan, yang kedua alamat yang berbeda dengan tempat dimana responden dilahirkan. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 52,63 peresen responden lahir dan tinggal di tempat yang sama, dengan kata lain responden tersebut tinggal menetap. Sedangkan sebesar 47,37 persen responden lahir dan tinggal ditempat yang berbeda, ada yang pindah antar kampung adapula pendatang yang pindah dan menjadi penduduk Desa Malasari. Hal tersebut menggambarkan bahwa setengah lebih dari jumlah responden adalah penduduk asli Desa Malasari. Tabel 62. Lama Tinggal di Alamat Sekarang Lama Tinggal 0-7 tahun 8-15 tahun 16-23 tahun 24-31 tahun 32-39 tahun 40-47 tahun 48-55 tahun
% 30,67 10,67 16 20 12 9,33 1,33
Jumlah 24 8 12 15 9 7 1
Total
100
76
Sumber: Data primer
112
Lama tinggal di alamat responden sekarang adalah jumlah tahun dimana responden telah menempati alamat tempat tinggal mereka saat ini. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 30,67 % responden telah menempati alamatnya pada saat ini selama 0-7 tahun, hal ini dikarenakan banyak dari responden yang berasal dari Desa Malasari namun tempat mereka lahir berbeda dengan tempat mereka tinggal sekarang walaupun masih didalam kawasan Desa Malasari. Sebesar 1,33 persen responden telah tinggal di alamat saat ini selama 48-55 tahun, ini karena responden tersebut dari lahir hingga saat ini tetap tinggal ditempat yang sama. Tabel 63. Tahun Pindah ke Alamat Saat ini Tahun Pindah 1961-1967 1968-1974 1975-1981 1982-1988 1989-1995 1996-2002 2003-2009 Total
% 4,05 13,51 12,16 12,16 18,92 8,11 31,08 100
Jumlah 3 10 9 9 14 6 25 76
Sumber: Data primer
Tahun pindah adalah tahun dimana responden pindah ke alamat saat ini dari alamat sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 31,08 persen responden pindah ke alamat saat ini antara tahun 2003-2009, hal ini dikarenakan banyak responden yang berpindah antar kampong yang masih didalam satu desa karena mendapatkan istri yang berbeda kampong dan alasan-alasan lainnya, sehingga tahun kepindahan masih baru. Sedangkan sebesar 4,05 persen responden telah tinggal di alamat saat ini sejak tahu 1961-1967, hal ini menggambarkan bahwa responden tetap tinggal di tempat asal hingga saat ini begitupun dengan seorang responden yang telah tinggal sejak tahun 1959.
113
5.1.2.6. Status Pernikahan Tabel 64. Status Pernikahan Responden Status Pernikahan Menikah Belum Menikah Duda Total
% 78,95 17,11 3,95 100
Jumlah 60 13 3 76
Sumber: Data primer
Status pernikahan responden berdasarkan hasil penelitian dibagi kedalam tiga kategori, yaitu menikah sebesar 78,95 persen dari total jumlah responden, belum menikah sebesar 17,11 persen dari total jumlah responden, dan duda sebesar 3,95 persen. Mayoritas dari responden memiliki status pernikahan telah menikah, hal ini dikarenakan sebagian besar usia responden telah masuk dalam kategori usia yang dapat berkeluarga. Tabel 65. Pekerjaan Istri Responden Pekerjaan Istri Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Petani Buruh PNS Total
% 71,19 15,25 6,78 5,08 1,69 100
Jumlah 43 9 4 3 1 60
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebesar 71,19% responden memiliki istri yang bekerja sebagi ibu rumah tangga, sedangkan sebesar 1,69% responden memiliki istri yang bekerja sebagai pegawai negeri. Sisanya bekerja sebagai pedagang (wiraswasta), petani dan buruh. Tabel 66. Asal Istri Responden Asal Istri
%
Jumlah
Penduduk Asli Luar Desa Belum menikah
50 28,95 21,05
38 22 16
Total
100
76
Sumber: Data primer
114
Asal tempat tinggal istri dibagi kedalam dua kategori yaitu yang pertama sebesar 50 persen merupakan penduduk asli Desa Malasari, sedangkan sebesar 28,95 persen merupakan warga luar Desa Malasari, baik yang berasal dari satu kecamatan Nanggung, maupun berasal dari luar kecamatan Nanggung. Serta sebesar 21,05 persen sisanya belum memiliki istri dan ada yang berstatus duda sehingga tidak memiliki istri. 5.1.2.7. Jumlah Tanggungan Tabel 67. Jumlah Tanggungan Responden Jumlah Tanggungan
%
Jumlah
0-2 orang 3-5 orang 6-8 orang 9-11 orang
40,79 44,74 13,16 1,32
31 34 10 1
Total
100
76
Sumber: Data primer
Jumlah tanggungan responden adalah jumlah orang baik anak, istri, orangtua, kakak, dan lain sebagainya yang dibiayai oleh responden. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 44,74 persen responden atau sebanyak 34 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 3-5 orang, sedangkan sebesar 1,32 persen responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak 9-11 orang. Tabel 68. Jumlah Anak Responden Jumlah Anak
%
Jumlah
1-3 anak 4-6 anak 7-9 anak
74,58 20,34 5,08
44 12 3
Total
100
59
Sumber: Data primer
Jumlah anak responden cukup bervariasi dan berdasarkan hasil penelitian sebesar 74,58 persen responden memiliki 1-3 orang anak, sedangkan sebesar 5,08 persen responden memiliki 7-9 anak. Hal tersebut dikarenakan mayoritas 115
responden masih berusia muda, sehingga jumlah anak yang dimiliki pun belum terlalu banyak, namun rata-rata dari seluruh reponden adalah 3 orang anak. 5.1.2.8. Tingkat Usia Anak Responden Tabel 69. Umur Anak I Responden Umur Anak I 1-6 tahun 7-12 tahun 13-18 tahun 19-24 tahun 25-30 tahun 31-36 tahun Total
% 23,64 25,45 23,64 14,55 10,91 1,82 100
Jumlah 13 17 13 8 6 1 58
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian hanya 58 orang responden yang telah menikah dan memiliki anak pertama, sedangkan 18 orang responden belum menikah dan ada yang telah menikah namun belum memiliki anak. Usia anak pertama responden sangat bervariasi dan sebesar 25,45 persen responden memiliki anak pertama yang berusia 7-12 tahun, dimana usia tersebut adalah usia bersekolah. Sedangkan sebesar 1,82 persen responden memiliki anak pertama dengan usia 31-36 tahun. Dan terdapat 3 orang responden yang memiliki anak pertama dengan usia 8-10 bulan. Tabel 70. Umur Anak II Responden Usia Anak II
%
Jumlah
1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun
28,57 8,57 25,71 20 11,43 2,86 2,86
14 3 9 7 4 1 1
Total
100
39
Sumber: Data primer
116
Responden yang telah memiliki anak kedua berjumlah 39 orang, sebesar 28,57 persen responden memiliki anak kedua yang berusia 1-5 tahun. Sedangkan sebesar 2,86 persen responden memiliki anak kedua yang berusia antara 26-35 tahun.namun terdapat empat orang responden yang memiliki anak kedua berusia 3-11 bulan. Tabel 71. Umur Anak III Responden Usia Anak III
%
Jumlah
1-6 tahun 7-12 tahun 13-18 tahun 19-24 tahun 25-30 tahun
20,83 37,50 20,83 16,67 4,17
5 10 5 4 1
Total
100
25
Sumber: Data primer
Terdapat 25 responden yang telah memiliki anak ketiga, sebesar 37,5 persen responden memiliki anak ketiga yang berusia 7-12 tahun, sedangkan sebesar 4,17 persen responden memiliki anak ketiga berusia 19-24 tahun. Serta terdapat seotang responden yang telah memiliki anak ketiga berusia 3 bulan. Tabel 72. Umur Anak IV Responden Usia anak IV
%
Jumlah
3-9 tahun 10-16 tahun 17-23 tahun 24-30 tahun
46,15 30,77 15,38 7,69
6 5 2 1
Total
100
14
Sumber: Data primer
Terdapat 14 orang responden yang telah memiliki anak keempat, berdasarkan penelitian sebesar 46,15 persen responden memiliki anak keempat berusia 3-9 tahun, sedangkan sebesar 7,69 persen reponden memiliki anak keempat berusia 24-30 tahun. Dan terdapat seorang responden yang memiliki anak keempat berusia 2 bulan. 117
Tabel 73. Umur Anak V Responden Usia Anak V 3-8 tahun 9-14 tahun 15-20 tahun 21-26 tahun Total
% 28,57 42,86 14,29 14,29 100
Jumlah 2 3 1 1 7
Sumber: Data primer
Terdapat tujuh orang responden yang telah memiliki anak kelima, berdasarkan penelitian sebesar 42,86 persen anak kelima responden berusia 9-14 tahun, sedangkan sebesar 14,29 persen anak kelima responden berusia antara 1526 tahun. Terdapat empat orang responden yang memiliki anak keenam dan berdasarkan hasil penelitian Usia anak keenam responden tersebut adalah 5 tahun, 6 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun. Terdapat tiga orang responden yang memiliki anak ketujuh dan berdasarkan hasil penelitian usia anak ketujuh dari responden tersebut adalah 10 bulan, 5 tahun dan 10 tahun. Terdapat satu orang responden yang memiliki Sembilan orang anak, berdasarkan hasil penelitian umur anak kedelapan dari responden tersebut adalah 5 tahun, sedangkan umur anak yang kesembilan baru tiga bulan. 5.1.2.9. Tingkat Pendidikan Anak Responden Tabel 74. Lama Pendidikan Anak I Responden Lama Pendidikan Anak I 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun Total
% 22,5 40 15 22,5 100
Jumlah 9 16 6 9 40
Sumber: Data primer
Lama pendidikan anak pertama adalah jumlah tahun pendidikan yang telah dilalui oleh anak pertama, berdasarkan hasil penelitian terdapat 40 responden yang 118
anak pertamanya telah bersekolah. Sebesar 40 persen anak pertama responden telah mengecap pendidikan formal selama 4- 6 tahun atau kelas 4 SD hingga tamat SD, sedangkan sebesar 15 persen anak pertama responden telah mengecap pendidikan formal selama 7-9 tahun atau kelas 1 SMP hingga tamat SMP. Dan terdapat sebesar 22,5 persen responden yang anak pertamanya telah mengecap pendidikan hingga di tingkat SMA yaitu selama 10-12 tahun atau kelas 1 SMA hingga tamat SMA. Rata-rata lama pendidikan yang telah dilalui anak pertama responden adalah selama 6 tahun atau telah tamat SD. Tabel 75. Lama Pendidikan Anak II Responden Lama Pendidikan Anak II
%
Jumlah
1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun
16 44 28 12
4 11 7 3
Total
100
25
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian sebesar 44 persen responden memiliki anak kedua yang telah bersekolah dan mengecap pendidikan selama 4-6 tahun atau dari kelas 4SD hingga tamat SD. sedangkan sebesar 12 persen responden memiliki anak kedua yang telah mengecap pendidikan slama 10-12 tahun atau kelas 1 SMA hingga tamat SMA. Mayoritas responden memiliki anak kedua yang masih bersekolah di SD dan yang telah tamat sekolah dasar. Rata-rata lama pendidikan yang telah dilalui anak kedua adalah selama 7 tahun atau telah tamat SD dan kelas 1 SMP.
119
Tabel 76. Lama Pendidikan Anak III Responden Lama Pendidikan Anak III 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun Total
% 27,78 44,44 27,78 100
Jumlah 5 8 5 18
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 18 orang responden yang memiliki anak ketiga yang telah bersekolah, sebesar 44,44 persen responden memiliki anak ketiga yang telah mengenyam pendidikan selama 4-6 tahun atau kelas 4 SD hingga tamat SD. Sedangkan sebesar 27,78 persen responden telah mengenyam pendidikan selama 1-3 tahun atau kelas 1 SD hingga kelas 3 SD dan 7-9 tahun atau kelas 1 SMP hingga tamat SMP. Rata-rata lama pendidikan yang telah dikecap oleh anak ketiga adalah selama 5 tahun atau hingga kelas 5 SD. Tabel 77. Lama Pendidikan Anak IV Responden Lama Pendidikan Anak IV 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun
% 45,45 27,27 18,18 9,09
Jumlah 5 3 2 1
Total
100
11
Sumber: Data primer
Terdapat 11 orang responden yang memiliki anak keempat yang telah bersekolah, sebesar 45,45 persennya telah mengecap pendidikan selama 1-3 tahun atau dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD. Sedangkan satu orang responden memiliki anak keempat yang telah tamat SMA, dan rata-rata anak keempat responden telah mengecap pendidikan selama 4 tahun atau hingga kelas 4 SD. Terdapat enam orang responden yang memiliki anak kelima yang telah bersekolah dan telah mengecap pendidikan formal selama 1 tahun etau kelas 1SD, 2 tahun atau kelas 2 SD, 4 tahun atau kelas 4 SD, 5 tahun atau kelas 5 SD, dan 120
terakhir telah menjadi sarjana. Rata-rata anak kelima telah mengecap pendidikan selama 3 tahun atau hingga kelas 3 SD. terdapat dua orang responden yang memiliki anak keenam yang telah bersekolah dan telah mengecap pendidikan formal selama 2 tahun atau kelas 2 SD dan 9 tahun atau telah tamat SMP. Dan terdapat satu orang responden yang memiliki anak ketujuh yang telah bersekolah dan telah mengecap pendidikan formal selama 2 tahun atau kelas 2 SD. 5.1.2.10. Jenis Pekerjaan Anak Responden Tabel 78. Jenis Pekerjaan Anak I Responden Pekerjaan Anak I Nambang IRT Wiraswasta Karyawan Buruh Total
% 30,77 30,77 23,08 7,69 7,69 100
Jumlah 4 4 3 1 1 13
Sumber: Data primer
Terdapat 13 orang responden yang memiliki anak pertama yang telah bekerja, berdasarkan hasil penelitian sebesar 30,77 persen anak pertama responden telah bekerja sebagai penambang, hal ini dikarenakan peluang yang cukup besar dengan hasil yang cukup menggiurkan ditambah dari pengalaman orangtua sehingga membuat anak-anak tersebut tertarik menjadi seorang penambang. Ibu rumah tangga dipilih karena pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan kemampuan yang kurang menjadikan mereka menikah di usia yang muda, sedangkan sebesar 7,69 persen anak pertama responden telah bekerja sebagai karyawan dan buruh. Dan sebesar 23,08 persen anak pertama responden telah bekerja sebagai wiraswasta yaitu berdagang.
121
Tabel 79. Jenis Pekerjaan Anak II Responden Pekerjaan anak II Nambang IRT Buruh PNS Wiraswasta Petani Total
% 12,5 37,5 12,5 12,5 12,5 12,5 100
Jumlah 1 3 1 1 1 1 8
Sumber: Data primer
Terdapat 8 orang responden yang telah memiliki anak kedua yang telah bekerja, berdasarkan hasil penelitian sebesar 37,5 persen responden telah memiliki anak kedua yang menjadi ibu rumah tangga, hal ini dikarenakan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan tradisi di desa yang mengharuskan anak perempuan menikah cepat jika tidak melanjutkan sekolah yang lebih tinggi karena jika tidak akan menjadi perbincangan masyarakat. Sedangkan sebesar 12,5 persen responden memiliki anak kedua yang telah bekerja sebagai penambang, buruh, pegawai kecamatan, pedagang, dan petani. Terdapat lima orang responden yang memiliki anak ketiga yang telah bekerja, berdasarkan hasil penelitian pekerjaan anak ketiga adalah petani, ibu rumah tangga, dan keamanan Antam. Terdapat dua orang responden yang memiliki anak keempat yang telah bekerja, berdasarkan hasil penelitian pekerjaan anak keempat tersebut adalah pedagang dan petani. Dan terdapat satu orang responden yang memiliki anak kelima dan keenam yang telah bekerja dan pekerjaanya adalah sebagai supir.
122
5.1.3. Karakteristik Responden Desa Bantarkaret 5.1.3.1. Usia Responden Tabel 80. Umur Responden Umur Penambang 18-26 tahun 27-35 tahun 36-44 tahun 45-53 tahun Total
% 20 50 10 20 100
Jumlah 2 5 1 2 10
Sumber: Data Primer
Tabel 81. Umur Pengolah Umur Pengolah 19-26 tahun 27-34 tahun 35-42 tahun 43-50 tahun Total
% 30 10 50 10 100
Jumlah 3 1 5 1 10
Sumber: Data Primer
Tabel 82. Umur Kuli Pikul Umur Kuli Pikul 14-22 tahun 23-31 tahun 32-40 tahun 41-49 tahun Total
% 14,29 14,29 42,86 28,57 100
Jumlah 1 1 3 2 7
Sumber: Data Primer
Tabel 83. Umur Penadah Emas Umur Pembeli Emas 17-28 tahun 29-40 tahun 41-52 tahun Total
% 40 40 20 100
Jumlah 2 2 1 5
Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dari 10 orang penambang sebesar 50% responden penambang berusia antara 27-35 tahun, 20 % berusia antara 18-26 tahun dan 45-53 tahun, sedangkan sebesar 10% berusia antara 36-44 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa para penambang umumnya adalah responden yang masih didalam usia produktif, hal ini dikarenakan menambang 123
adalah pekerjaan yang cukup sulit dengan resiko yang sangat besar yaitu nyawa yang dipertaruhkan. Untuk para pengolah, berdasarkan hasil penelitian dari 10 orang responden diperoleh bahwa sebesar 50% responden pengolah berusia 35-42 tahun, sebesar 30 persen pengolah berusia 19-26 tahun, sedangkan sebesar 10% pengolah berusia 27-34 tahun dan 43-50 tahun. Untuk kuli pikul sendiri berdasarkan hasil penelitian sebanyak 42,86% responden berusia antara 32-40 tahun, sedangkan sebesar 14,29% berusia antara 14-21 tahun. Dan terakhir adalah usia para penadah emas, berdasarkan hasil penelitian sebesar 40% berusia antara 17-40 tahun, sedangkan sebesar 20% berusia 41-52 tahun. Dan terdapat dua orang responden pemilik lubang yang berusia 38 tahun dan 40 tahun. 5.1.3.2. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 100 persen responden berjenis kelamin laki-laki, hal ini disebabkan oleh jarang ada wanita yang berprofesi sebagai penambang, pengolah, kuli pikul, dan lain-lain, karena pekerjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan kekuatan fisik dan resiko yang terlalu tinggi. Sehingga pekerjaan tersebut tidak cocok untuk dikerjakan oleh kaum wanita. 5.1.3.3. Jenis Pekerjaan Tabel 84. Jenis Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Nambang Kuli pikul Pengolah Pembeli Emas Pemilik Lubang Total
% 28,13 15,63 31,25 15,63 9,38 100
Jumlah 9 5 10 5 3 32
Sumber: Data Primer
124
Berdasarkan hasil penelitian jenis pekerjaan yang dimiliki oleh para responden saat ini adalah sebesar 31,25% berprofesi sebagai pengolah barang tambang, sedangkan sebesar 9,38 % responden berprofesi sebagai pemilik lubang. Sisanya adalah sebagai penambang, kuli pikul dan pembeli emas. Tabel 85. Pekerjaan Sebelumnya Pekerjaan Sebelum Buruh Karyawan Penambang Petani Wiraswasta Tidak Ada
% 9,38 21,88 15,63 18,75 15,63 18,75
Jumlah 3 7 5 6 5 6
Total
100
32
Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 81,25% atau sebanyak 26 orang responden memiliki pekerjaan lain sebelum menjadi penambang liar, sedangkan sebesar 18,75% atau sebanyak 6 orang responden tidak memiliki pekerjaan lain sebelum menjadi penambang liar.dari 26 orang responden sebesar 21,88% responden memiliki pekerjaan sebelumnya sebagai karyawan, sebesar 18,75% responden memiliki pekerjaan sebelum sebagai petani, sebesar 15,63% responden memiliki pekerjaan sebelum sebagai wiraswasta dan penambang, sedangkan sebesar 9,38% responden memiliki pekerjaan sebelum sebagai buruh. 5.1.3.4. Tingkat Pendidikan Tabel 86. Pendidikan Responden Pendidikan SD SMP SMA Total
% 68,75 9,38 21,88 100
Jumlah 22 3 7 32
Sumber: Data Primer
125
Tingkat pendidikan responden bervariasi, mulai dari SD (Sekolah Dasar) hingga tingkat SMA, berdasarkan hasil penelitian sebesar 65,63% responden telah hanya memiliki tingkat pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar, sedangkan hanya 9,38% responden yang telah mengecap pendidikan hingga tingkat SMP. Tabel 87. Lama Pendidikan Responden Lama Pendidikan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun
% 15,63 53,13 9,38 21,88
Jumlah 5 17 3 7
Total
100
32
Sumber: Data Primer
Lama pendidikan adalah jumlah tahun yang telah dijalani oleh responden dalam bidang pendidikan, berdasarkan hasil penelitian sebesar 53,13% responden telah mengecap pendidikan selama 4-6 tahun, sebesar 21,88% responden telah mengecap pendidikan selama 10-12 tahun, sebesar 15,63% responden telah mengecap pendidikan selama 1-3 tahun, sedangkan sebesar 9,38% responden telah mengecap pendidikan selama 7-9 tahun. 5.1.3.5. Domisili Tabel 88. Asal Responden Asal Responden Penduduk Asli Pendatang Total
% 31,25 68,75 100
Jumlah 10 22 32
Sumber: Data Primer
Asal responden adalah tempat dimana responden berasal atau dilahirkan, terdapat dua kategori yaitu penduduk asli dimana responden berasal atau dilahirkan di Desa Bantarkaret dan pendatang dimana responden berasal dari luar desa Bantarkaret walaupun masih didalam satu kecamatan Nanggung. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 68,75% responden merupakan pendatang, 126
sedangkan sebesar 31,25% responden merupakan penduduk asli. Hal tersebut menggambarkan betapa sumberdaya emas merupakan sumber pendapatan yang sangat menggiurkan, sehingga dapat mendatangkan orang-orang dari daerah diluar dimana terdapat sumberdaya emas tersebut. Tabel 89. Alamat Tempat Tinggal Sekarang Responden Alamat Sekarang Sama dengan Asal Berbeda dengan Asal Total
% 15,63 84,38 100
Jumlah 5 27 32
Sumber: Data Primer
Alamat sekarang adalah alamat dimana responden tinggal saat ini, alat sekarang dibagi kedalam dua kategori yaitu alamat yang sama dengan tempat dimana responden tersebut dilahirkan dan yang kedua adalah alamat yang berbeda dengan alamat dimana responden tersebut berasal atau dilahirkan. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 84,38% responden memiliki alamat yang berbeda dengan tempat dimana responden tersebut berasal atau dilahirkan, sedangkan sisanya sebesar 15,63% responden memiliki alamat yang sama dengan alamat dimana responden berasal atau dilahirkan. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar dari responden pergi merantau untuk mendapatkan mata pencaharian yang lebih menjanjikan. Tabel 90. Lama Tinggal Responden di Alamat Sekarang Lama Tinggal 0-8 tahun 9-17 tahun 18-26 tahun 27-35 tahun 36-44 tahun 45-53 tahun
% 34,38 25 12,50 12,50 6,25 9,38
Jumlah 11 8 4 4 2 3
Total
100
32
Sumber: Data Primer
127
Lama tinggal di alamat responden saat ini adalah jumlah tahun dimana responden tinggal di alamat responden saat ini. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 34,38% responden telah menempati alamatnya saat ini selama 0-8 tahun, sedangkan sebesar 6,25% responden telah menempati alamatnya saat ini selama 36-44 tahun, yang berarti responden tersebut dari lahir hingga saat ini telah menempati tempat tinggal yang sama. Tabel 91. Tahun Pindah ke Alamat Saat ini Tahun Pindah 1956-1964 1965-1973 1974-1982 1983-1991 1992-2000 2001-2009
% 9,38 6,25 9,38 15,63 25 34,38
Jumlah 3 2 3 5 8 11
Total
100
32
Sumber: Data Primer
Tahun pindah adalah tahun dimana responden pindah ke alamat saat ini dari alamat sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 34,38 persen responden pindah ke alamat saat ini antara tahun 2001-2009, hal ini dikarenakan banyak responden yang berpindah antar kampung yang masih didalam satu desa karena berasal dari satu kawasan kecamatan Nanggung dan alasan-alasan lainnya, sehingga tahun kepindahan masih baru. Sedangkan sebesar 6,25 persen responden telah tinggal di alamat saat ini sejak tahu 1965-1973, hal ini menggambarkan bahwa responden tetap tinggal di tempat asal hingga saat ini. 5.1.3.6. Status Pernikahan Tabel 92. Status Pernikahan Responden Status Pernikahan Menikah Belum Menikah Duda Total
% 75 21,88 3,13 100
Jumlah 24 7 1 32
Sumber: Data Primer
128
Status pernikahan responden berdasarkan hasil penelitian dibagi kedalam tiga kategori, yaitu menikah sebesar 75 persen dari total jumlah responden, belum menikah sebesar 21,88 persen dari total jumlah responden, dan duda sebesar 3,13 persen. Mayoritas dari responden memiliki status pernikahan telah menikah, hal ini dikarenakan sebagian besar usia responden telah masuk dalam kategori usia yang dapat berkeluarga. Tabel 93. Pekerjaan Istri Responden Pekerjaan Istri Buruh Wiraswasta IRT Petani Total
% 3,13 3,13 84,38 9,38 100
Jumlah 1 1 27 3 32
Sumber: Data Primer
Pekerjaan istri responden berdasarkan penelitian sebagian besar yaitu sebanyak 84,38% berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sedangkan sebesar 3,13% berprofesi sebagai buruh dan wiraswasta. Sisanya sebesar 9,38% atau sebanyak 3 orang responden memiliki istri yang berprofesi sebagai petani. Tabel 94. Asal Istri Responden Asal Istri Penduduk Asli Luar Desa Belum Menikah Total
% 18,75 50 31,25 100
Jumlah 6 16 10 32
Sumber: Data Primer
Asal istri dibagi ke dalam dua kategori yaitu penduduk asli Desa Bantarkaret, dan yang berasal dari luar Desa Bantarkaret. Berdasarkan hasil penelitian dari 32 orang responden, sebanyak 22 orang responden telah menikah dan sebanyak 6 orang responden memiliki istri yang berasal dari penduduk asli Desa Bantarkaret. Sedangkan sebanyak 16 orang responden memiliki istri yang
129
berasal dari luar Desa Bantarkaret. Dan sebanyak 10 orang responden belum memiliki istri atau belum menikah. 5.1.3.7. Jumlah Tanggungan Tabel 95. Jumlah Tanggungan Responden Jumlah Tanggungan 0-2 orang 3-5 orang 6-8 orang
% 41,94 35,48 22,58
Jumlah 14 11 7
Total
100
32
Sumber: Data Primer
Jumlah tanggungan adalah jumlah orang yang dibiayai oleh responden baik itu istri, anak, orangtua, saudara atau siapapun baik anggota keluarga maupun diluar anggota keluarga. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 41,94% responden atau sebanyak 13 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 0-2 orang atau tidak memiliki tanggungan hingga memiliki dua orang tanggungan. Sebesar 35,48% responden atau sebanyak 11 orang responden memiliki jumlah tanggungan antara 3-5 orang, sedangkan sebesar 22,58% responden atau sebanyak 7 orang responden memiliki tanggungan sebnayak 6-8 orang. Dan terdapat seorang responden yang tidak dimasukkan ke dalam selang karena memiliki jumlah tanggungan sebanyak 16 orang yang merupakan data outlayer. Tabel 96. Jumlah Anak Responden Jumlah Anak 0-2 anak 3-5 anak Total
% 64,52 35,48 100
Jumlah 20 11 31
Sumber: Data Primer
Jumlah anak responden berdasarkan hasil penelitian adalah sebesar 64,52% atau sebanyak 20 orang responden dari 31 orang responden memiliki anak antara 0-2 orang anak, sedangkan sebesar 35,48% atau sebanyak 11 orang responden memiliki jumlah anak antara 3-5 orang anak. Dan terdapat 1 orang 130
responden yang tidak dimasukkan kedalam selang karena termasuk data outlayer atau pencilan, responden tersebut memiliki anak sebanyak 10 orang. 5.1.3.8. Tingkat Usia Anak Responden Tabel 97. Umur Anak I Responden Umur Anak I 0-6 tahun 7-13 tahun 14-20 tahun 21-27 tahun 28-34 tahun Total
% 9,09 27,27 50 4,55 9,09 100
Jumlah 2 6 11 1 2 32
Sumber: Data Primer
Umur anak pertama responden cukup bervariasi yaitu tersebar mulai dari 10 bulan hingga 30 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 22 orang responden yang telah memiliki menikah dan telah dikaruniai anak pertama yang sebesar 50% responden memiliki anak pertama berumur antara 14-20 tahun. Sebesar 27,27% responden memiliki anak pertama berumur 7-13 tahun, sebesar 18,18% responden memiliki anak pertama yang berumur antara 0-6 tahun dan 2834 tahun, sedangkan sebesar 4,55% responden memiliki anak pertama yang berumur 21-27 tahun. Dan terdapat 10 orang responden yang belum menikah atau telah menikah namun belum dikaruniai seorang anak. Tabel 98. Umur Anak II Responden Umur Anak II 0-5 tahun 6-11 tahun 12-17 tahun 18-23 tahun 21-29 tahun Total
% 21,05 31,58 31,58 10,53 5,26 100
Jumlah 4 6 6 2 1 19
Sumber: Data Primer
Umur anak kedua responden tersebar mulai dari umur 3 bulan hingga 25 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, dari 32 orang responden hanya 19 orang 131
responden yang telah dikaruniai anak kedua. Sebesar 63,16% responden memiliki anak kedua yang berumur 6-17 tahun, sebesar 21,05% responden memiliki anak kedua yang berumur 0-5 tahun, sebesar 10,53% responden memiliki anak kedua yang berumur 18-23 tahun. Sedangkan sebesar 5,26% responden memiliki anak kedua yang berumur 21-29 tahun. Tabel 99. Umur Anak III Responden Umur Anak III 0-5 tahun 6-11 tahun 12-17 tahun 18-23 tahun Total
% 33,33 16,67 25 25 100
Jumlah 4 2 3 3 12
Sumber: Data Primer
Umur anak kedua responden tersebar mulai dari umur 1 tahun hingga 23 tahun, berdasarkan hasil penelitian terdapat hanya 12 orang responden saja dari 32 orang responden yang telah dikaruniai anak ketiga. Dan sebesar 33,33% dari 12 orang responden memiliki anak ketiga yang berumur 0-5 tahun, sebesar 50% responden memiliki anak ketiga yang berumur 12-23 tahun. Dan sisanya sebesar 16,67% responden memiliki anak ketiga yang berumur 6-11 tahun. Tabel 100. Umur Anak IV Responden Umur anak IV 0-4 tahun 5-9 tahun 15-19 tahun Total
% 37,5 37,5 25 100
Jumlah 3 3 2 8
Sumber: Data Primer
Umur anak keempat responden tersebar mulai dari 10 bulan hingga 18 tahun, berdasarkan hasil penelitian terdapat 8 orang responden yang telah dikaruniai anak keempat. Sebesar 75% responden memiliki anak keempat berusia 0-9 tahun, sedangkan sebesar 25% responden memiliki anak keempat berusia 1519 tahun. 132
Terdapat lima orang responden yang telah dikaruniai anak kelima, berdasarkan hasil penelitian umur anak kelima dari 5 orang responden tersebut adalah 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 6 tahun, dan 15 tahun. Terdapat dua orang responden yang telah dikaruniai 6 orang anak dan kedua responden tersebut memiliki anak keenan yang berusia 2 tahun dan 12 tahun. Dan hanya 1 orang responden yang dikaruniai anak hingga 10 orang yang berumur masing-masing yaitu anak ketujuh, berumur 11 tahun, anak kedelapan dan kesembilan berumur 7 tahun dan anak terakhir atau anak kesepuluh berumur 5 tahun. 5.1.3.9. Tingkat Pendidikan Anak Responden Tabel 101. Lama Pendidikan Anak I Lama Pendidikan Anak I 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun Total
% 28,57 38,10 28,57 4,76 100
Jumlah 6 8 6 1 21
Sumber: Data Primer
Lama pendidikan anak I adalah jumlah tahun pendidikan yang telah dilalui oleh anak pertama responden hingga saat ini (pada saat wawancara). Berdasarkan hasil penelitian sebesar 38,10% responden yang memiliki anak pertama yang telah bersekolah, memiliki anak pertama yang telah mengecap pendidikan selama 4-6 tahun atau dari kelas 4 SD
hingga kelas 6 SD. sebesar 57,14% responden
memiliki anak pertama yang telah mengecap pendidikan selama 1-3 tahun atau dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD dan selama 7-9 tahun atau dari kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMP. Dan terakhir sebesar 4,76% responden memiliki anak pertama yang telah mengecap pendidikan selama 10-12 tahun atau dari kelas 1 SMA-kelas 3 SMA.
133
Tabel 102. Lama Pendidikan Anak II Lama Pendidikan Anak II 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun Total
% 30,77 38,46 23,08 7,69 100
Jumlah 4 5 3 1 13
Sumber: Data Primer
Lama pendidikan anak kedua berkisar antara 1- 12 tahun atau dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SMA. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 13 orang responden yang memiliki anak kedua yang telah bersekolah. Sebesar 38,46% responden memiliki anak kedua yang telah mengecap pendidikan selama 4-6 tahun atau dari kelas 4 SD hingga kelas 6 SD, sebesar 30,77% responden memiliki anak kedua tang telah mengecap pendidikan selama 1-3 tahun atau dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD, sebesar 23,08% responden memiliki anak kedua yang telah mengecap pendidikan selama 7-9 taun atau dari kelas 1SMP hingga kelas 3 SMP. Sedangkan sebesar 7,69% responden memiliki anak kedua yang telah mengecap pendidikan selama 10-12 tahun atau dari kelas 1 SMA hingga kelas 3 SMA. Tabel 103. Lama Pendidikan Anak III Lama Pendidikan Anak III 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun Total
% 37,5 50 12,5 100
Jumlah 3 4 1 8
Sumber: Data Primer
Lama pendidikan anak ketiga responden berkisar antara 1-9 tahun atau dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SMP. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 8 orang responden yang telah memiliki anak ketiga yang telah mengecap pendidikan. Sebesar 37,5% responden tersebut meiliki anak ketiga yang telah mengecap pendidikan selama 1-3 tahun atau dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD, sebesar 134
50% responden memiliki anak ketiga yang telah mengecap pendidikan selama4-6 tahun atau dari kelas 4 SD hingga kelas 6 SD. sedangkan sebesar 12,5% responden memiliki anak ketiga yang telah mengecap pendidikan selama 7-9 tahun atau dari kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMP. Terdapat 4 orang responden yang anak keempat mereka telah bersekolah, berdasarkan hasil penelitian lama pendidikan anak keempat mereka adalah sebanyak 2 orang responden memiliki anak keempat yang telah mengecap pendidikan selama 1 tahun atau kelas 1 SD, seorang responden memiliki anak keempat yang telah mengecap pendidikan selama 6 tahun atau kelas 6 SD, dan responden terakhir memiliki anak keempat yang telah mengecap pendidikan selama 9 tahun atau kelas 3 SMP. Dan hanya seorang responden saja yang memiliki 10 orang anak yang anak kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, dan kesembilan yang telah bersekolah. Lama pendidikan masing-masing anak tersebut adalah anak kelima telah mengecap pendidikan selama 9 tahun atau kelas 3 SMP, anak keenam telah mengecap pendidikan selama 6 tahun atau kelas 6 SD, anak ketujuh telah mengecap pendidikan selama 4 tahun atau kelas 4 SD, terakhir anak kedelapan dan kesembilan masing-masing telah mengecap pendidikan selama 1 tahun atau kelas 1 SD. 5.1.3.10. Jenis Pekerjaan Anak Responden Tabel 104. Pekerjaan Anak I Responden Pekerjaan Anak I Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Buruh Petani Total
% 37,5 37,5 12,5 12,5 100
Jumlah 3 3 1 1 8
Sumber: Data Primer
135
Berdasarkan hasil penelitian hanya 8 orang responden yang memiliki anak yang telah bekerja. Sebanyak 6 orang responden memiliki anak yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta (berdagang, nambang, dan tukang ojeg), sedangkan sebanyak 2 orang responden memiliki anak yang bekerja sebagai buruh dan petani. Terdapat tiga orang responden yang memiliki anak kedua yang telah bekerja, yaitu sebagai ibu rumah tangga, buruh dan petani. Terdapat tiga orang responden yang memiliki anak ketiga yang telah bekerja, yaitu sebagai wiraswasta (pedagang, penambang, dan tukang ojeg). Dan terdapat dua orang responden yang memiliki anak keempat yang telah bekerja, yaitu sebagai wiraswasta (pedagang dan penambang). 5.2 Proses Penambangan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) Proses penambangan emas para penambang liar merupakan rangkaian proses yang dimulai dari proses pengambilan bijih emas, pengolahan bijih emas, hingga proses pemurnian emas yang akan dijelaskan berdasarkan hasil penelitian. Proses penambangan tersebut merupakan salah satu langkah awal untuk mengetahui bahan atau zat berbahaya apa saja yang digunakan oleh para penambang liar dalam memperoleh emas yang dapat mereka jual sebagai sumber pendapatan mereka. Rangkaian proses penambangan emas para penambang liar atau responden biasa menyebutnya gurandil, akan dijelaskan dibawah ini. Namun sebelumnya akan dijelaskan terlebih dulu jenis-jenis pekerjaan yang terdapat dalam penambangan emas secara liar ini. Adapun jenis-jenis pekerjaan yang berkaitan dengan penambangan emas tanpa izin yang akan dijelaskan dibawah ini.
136
Pertambangan Emas Pemilik lubang
Penambang Emas
Pengolah
Buruh Pemecah bijih
Buruh Pikul
Penadah/ Pembeli emas Gambar 13: Pekerjaan yang berhubungan dengan penambangan emas tanpa izin
Pada pertambangan emas tanpa izin terdapat beberapa pekerjaan yang saling mendukung dan yang pertama adalah. A. Pemilik Lubang Pemilik lubang adalah orang yang memiliki modal untuk membuat lubang, sehingga para penambang liar yang tidak cukup memiliki modal dapat tetap menambang dengan memasuki lubang yang telah dibuat oleh para pemilik lubang. Syarat agar para penambang liar dapat memasuki lubang tersebut adalah mereka harus membayar uang yang besarnya tergantung pada kualitas barang di lubang tersebut dengan kisaran antara Rp 500.000-Rp 1000.000,- untuk waktu 8-12 jam atau menggunakan bijih emas yang akan mereka tambang dengan sistem pembagiang 40% untuk para gurandil tersebut dan 60% untuk para pemilik lubang. Untuk menjadi pemilik lubang tidaklah mudah karena selain mengeluarkan modal minimal 30 juta, mereka juga harus menjalin kerjasama dengan para petugas keamanan dengan cara membayar iuran keamanan yang rutin dilakukan, sehingga lubang mereka akan tetap aman. 137
Gambar 14: Pemilik lubang
B. Penambang Liar Para penambang emas liar atau biasa disebut gurandil adalah orang yang biasa mengambil bijih emas ke gunung. Mereka bekerja didalam lubang yang dilakukan seorang diri atau ada juga yang berkelompok seperti yang akan dijelaskan pada tabel berikutnya, dan adapula yang menjadi karyawan pemilik lubang.
Gambar 15: Penambang liar
C. Buruh Pikul Buruh pikul atau biasa disebut oleh responden sebagai kuli pikul adalah orang yang bekerja mengangkat dan mengantarkan bijih emas yang telah diambil dari gunung menuju rumah para penambang liar tersebut, sehingga diperlukan kekuatan fisik. Upah mereka tergantung dari jarak lubang ke rumah pemilik 138
barang yang mereka pikul, yaitu dengan kisaran antara Rp 30.000-Rp 100.000,untuk setiap beban pikulan.
Gambar 16: Buruh Pikul
D. Buruh Pemecah Bijih Buruh pemecah bijih yang biasa disebut kuli tumbuk adalah orang yang menghancurkan bijih emas yang didapat di gunung menjadi serbuk-serbuk sehingga mempermudah dan mempercepat proses ketika diolah menggunakan glundungan. Pekerjaan ini juga memerlukan kekuatan fisik, khususnya dibagian tangan. Upah yang mereka terima adalah sebesar Rp 20.000-Rp 30.000,- per satu beban atau karung bijih emas.
Gambar 17: Buruh pemecah bijih
139
E. Pengolah Pekerjaan selanjutnya adalah pengolah yaitu orang yang melakukan pengolahan bijih emas setelah bijih emas tersebut melewati proses penumbukan. Pengolahan ini dilakukan menggunakan glundungan dengan pelengkap besi (pelor), merkuri, dan air. Jika para penambang liar tidak memiliki glundungan, mereka bisa merental glundungan dengan biaya rental Rp 5000-Rp 10.000,- per satu buah glundungan untuk satu kali putaran (6-8 jam).
Gambar 18: Pengolah
F. Penadah/ Pembeli Emas Dan pekerjaan terakhir adalah penadah atau pembeli emas yaitu orang yang mengumpulkan emas hasil olahan para gurandil, sehingga para penadah ini harus memiliki modal yang cukup besar atau bisa juga bekerjasama dengan penadah emas yang ada di pasar Leuwiliang dengan cara meminjam uang untuk modal mengumpulkan/membeli emas di lingkungannya, setelah itu mereka membayarnya dengan emas yang telah berhasil dikumpulkan, jika nilainya lebih dari jumlah yang dipinjam, maka kelebihan tersebut menjadi milik para penadah tersebut.
140
5.2.1. Proses Pengambilan Bijih Cara penambangan bijih emas yang dilakukan para gurandil dilakukan dengan proses dan alat-alat yang sederhana. Para gurandil ini mencari letak urat emas yang akan mereka ambil di lubang-lubang yang telah tersedia, atau membuat lubang baru yang lokasinya berdekatan dengan lubang yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian para responden di tiga Desa yang menjadi lokasi penelitian yaitu Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret mengatakan lokasi lubang-lubang yang biasa dimasuki oleh para gurandil. Lokasi-lokasi tersebut adalah untuk Desa Cisarua biasanya para gurandil menambang di lokasi Kapur, Longsoran, dan Level (lubang yang berada di lokasi Antam, dimana kedalamannya bisa mencapai 700 m dpl, dengan kualitas emas yang cukup baik) dimana untuk lokasi-lokasi tersebut tidak ada yang memiliki lubang tersebut kecuali Level yang merupakan lokasi penambangan PT. Antam, Tbk, sehingga para gurandil bebas untuk menambang jika tidak tertangkap oleh petugas keamanan PT. Antam. Untuk Desa Malasari lokasi lubang berada di daerah Cisuren, Cadas Copong, dan Cikored, untuk lubang-lubang tersebut biasanya ada pemilik lubangnya (orang yang mengeluarkan modal untuk membuat lubang tersebut), sehingga jika ingin menambang di lubang tersebut para gurandil harus meminta izin dan membagi hasil yang akan mereka dapat dengan persentase pembagian 40% untuk mereka dan 60% untuk pemilik lubang, atau 50% untuk mereka dan 50% untuk pemilik lubang. Lokasi terakhir adalah lokasi lubang di Desa Bantarkaret, Desa terakhir yang menjadi tempat penelitian dan Desa tempat dimana PT. Antam, Tbk berada. Di Desa terakhir ini para gurandil biasa menambang di lubang yang berlokasi di 141
Ciguha, Level, dan Kramat. Ciguha sendiri merupakan sebuah kampung dimana penduduknya merupakan para gurandil, maka Kampung Ciguha biasa disebut kampung gurandil. Kampung Ciguha ini terletak di belakang PT. Antam,Tbk, jadi jika ingin pergi ke kampung ini kita harus memasuki kawasan perusahaan Antam, dan untuk bisa pergi ke kampung ini terdapat jadwal yang sudah ditetapkan yaitu pukul 07.00, 12.00, dan 17.00, namun jika ingin keluar dari kampung ini waktunya tidak dibatasi pada jam tertentu. Hal yang tidak dapat dipercaya adalah keamanan yang sangat ketat, tetapi bisa terdapat Kampung gurandil dimana yang tinggal di kampung tersebut adalah para gurandil yang mengambil bijih emas tanpa izin dan mengolahnya di kampung tersebut dengan menggunakan glundungan yang berukuran besar. Berdasarkan hasil pengamatan ketika penelitian, setiap mobil angkutan umum yang akan masuk menuju kampung Ciguha akan diperiksa oleh petugas Antam terlebih dahulu sebelum akhirnya boleh memasuki kawasan perusahaan, namun para gurandil dapat memasukkan alat pengolahan bijih emas hasil penambangan secara liar ke dalam Kampung Ciguha dengan diangkut melalui Antam karena tidak ada jalan lain. Kondisi di kampung tersebut sangat tidak rapi dan bising karena dipenuhi oleh glundungan. Berdasarkan hasil penelitian, para responden yang diwawancarai menjelaskan bagaimana mereka dapat menemukan urat emas yang hasilnya dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka dan keluarga mereka. Adapaun proses pengambilan bijih emas untuk ketiga desa tempat penelitian dilakukan dengan cara yang sama dan proses tersebut adalah sebagai berikut.
142
Gurandil mencari urat emas untuk diambil
Survey, untuk memilih urat yang besar emasnya
Urat emas ditumbuk
Ditaruh dipisin, disiram air
Terlihat emas, urat diambil
Gambar 20: Proses pencarian bijih emas
Gambar 21: Proses survey
Proses pengambilan bijih emas atau urat emas yang dilakukan oleh para gurandil adalah pertama-tama mereka mencari urat emas didalam lubang hanya dengan menggunakan feeling mereka, setelah mereka menemukannya mereka tidak langsung mengambil urat emas tersebut untuk dibawa, namun mereka memeriksanya terlebih dahulu yang biasa mereka sebut dengan survey. Adapun cara mereka melakukan survey tersebut adalah dengan cara menumbuk urat emas yang ditemukan, memasukan hasil tumbukan batuan atau tanah yang menurut mereka mengandung emas kedalam sebuah pisin atau piring kecil yang selalu dibawa oleh para penambang liar sebagai peralatan mereka ketika mencari urat 143
emas. Serpihan-serpihan tersebut kemudian disiram dengan air lalu digoyanggoyangkan hingga terlihat serbuk yang berwarna kuning dibawah cahaya lilin ataupun senter, karena kondisi didalam lubang sangat gelap. Dan para gurandil tersebut akan mengambil urat emas jika hasil survey menunjukkan hasil serbuk kuning tersebut besar dan banyak, namun jika hasil survey tidak menunjukkan hasil yang memungkinkan untuk menghasilkan emas yang tidak membuat mereka rugi maka para gurandil tidak akan mengambil urat emas tersebut, mereka akan mencari lagi di tempat yang lain dengan mengikuti urat emas tadi atau cabang dari urat emas tersebut. Ketika para gurandil telah mendapatkan urat emas yang mereka inginkan, mereka akan mengambil urat-urat emas tersebut sesuai kebutuhan dan kemampuan merekan mengambilnya. Adapun waktu, alat, serta hasil yang diperoleh para responden dalam setiap kali mereka pergi ke gunung untuk memperoleh urat emas, serta organisasi pekerjaan dalam menambang berdasarkan hasil penelitian akan dijelaskan dibawah ini. 5.2.1.1. Organisasi Pekerjaan Tabel 105. Jumlah Tahun Menjadi Gurandil di Desa Cisarua Lama menjadi gurandil %
Jumlah
0,08-2,08 Tahun 3,08-5,08 Tahun 6,08-8,08 Tahun 9,08-11,08 Tahun 12,08-14,08 Tahun 15,08-17,08 Tahun 18,08-20,08 Tahun
19,23 19,23 9,62 21,15 12,50 10,58 7,69
20 20 10 22 13 11 8
Total
100
104
Sumber: Data primer
144
Tabel 106. Jumlah Tahun Menjadi Gurandil di Desa Malasari Lama menambang % Jumlah 1-4 tahun 5-8 tahun 9-12 tahun 13-16 tahun 17-20 tahun 25-28 tahun Total
43,84 12,33 13,70 10,96 15,07 4,11 100
32 9 13 8 11 3 76
Sumber: Data primer
Tabel 107. Jumlah Tahun Menjadi Gurandil di Desa Bantarkaret Lama Menambang 1-4 tahun 5-8 tahun 9-12 tahun 13-16 tahun 17-20 tahun Total
% 40,63 12,5 31,25 9,38 6,25 100
Jumlah 13 4 10 3 2 32
Sumber: Data Primer
Lama menjadi gurandil atau jumlah tahun menjadi gurandil
adalah
jumlah tahun atau lama waktu responden bekerja sebagai penambang liar. Berdasarkan hasil penelitian para gurandil ini sudah melakukan pekerjaan tersebut selama 1-4 tahun dan 9-11 tahun untuk mayoritas responden di ketiga desa tempat penelitian yaitu Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret. Hal ini dikarenakan mayoritas responden di ketiga desa tersebut adalah pendatang yang belum terlalu lama menjadi gurandil. Namun untuk responden yang telah menambang diatas 10 tahun, mayoritas adalah penduduk setempat atau pendatang dari daerah yang berdekatan seperti Banten yang dimana Banten merupakan lokasi pertambangan emas Antam sebelum Gunung Pongkor yaitu pertambangan emas Cikotok yang telah menyelesaikan masa izin pertambangannya. Namun untuk lama waktu pertambangan liar dimulai di Gunung Pongkor telah terjadi cukup lama yang berdasarkan penelitian akan dijelaskan dibawah ini.
145
Tabel 108. Tahun Dimulainya Gurandil di Desa Cisarua Tahun Mulai 1969-1973 1974-1978 1979-1983 1984-1988 1989-1994 1995-1999 Total
% 3,33 1,67 8,33 21,67 45 20 100
Jumlah 2 1 5 13 27 12 60
Sumber: Data primer
Tabel 109. Tahun Mulai Adanya Gurandil di Desa Malasari Tahun Mulai Gurandil % 1960-1966 1967-1973 1974-1980 1981-1987 1988-1994 1995-2001 Total
2,08 2,08 14,58 12,50 41,67 27,08 100
Jumlah 1 1 7 6 20 13 48
Sumber: Data primer diolah
Tabel 110. Tahun Mulai Adanya Gurandil di Desa Bantarkaret Tahun mulai gurandil % 1985-1988 1989-1992 1993-1996 1997-2000 Total
16,67 41,67 16,67 25 100
Jumlah 2 5 2 3 12
Sumber: Data primer
Berdasarkan tahun dimulainya penambang liar berdasarkan hasil penelitian untuk ketiga desa tempat penelitian, mayoritas responden ketiga desa tersebut mengatakan bahwa gurandil dimulai antara tahun 1984-1994, hal tersebut karena Antam memulai eksplorasi pada tahun 1981 dimana Antam mengajak beberapa masyarakat untuk melakukan eksplorasi tersebut , namun Antam baru mulai berproduksi pada tahun 1993. Hal ini dapat dijadikan acuan kapan dampak penggunaan merkuri akan terlihat. Karena dampak dari penggunaan merkuri berdasarkan yang terjadi pada kasus minamata terlihat setelah kurang lebih 24 tahun. 146
Tabel 111. Cara Bekerja Penambang di Desa Cisarua Cara Bekerja Kelompok Sendiri Karyawan Total
% 67,86 30,36 1,79 100
Jumlah 38 17 1 56
Sumber: Data primer
Tabel 112. Cara Bekerja Penambang di Desa Malasari Cara Bekerja Kelompok Sendiri Karyawan Total
% 15,52 10,34 74,14 100
Jumlah 9 6 43 58
Sumber: Data primer
Tabel 113. Cara Bekerja Penambang di Desa Bantarkaret Cara Bekerja Kelompok Sendiri Karyawan Total
% 12,5 65,63 21,88 100
Jumlah 4 21 7 32
Sumber: Data Primer
Cara bekerja yang dilakukan para penambang liar terdiri atas tiga kategori yaitu bekerja secara berkelompok maksudnya adalah dalam bekerja mereka selalu berkelompok, yang kedua adalah sebagai karyawan maksudnya adalah mereka bekerja pada pemilik lubang, ataupun yang memiliki rental glundungan, dan yang terakhir adalah bekerja sendiri atau perorangan. Berdasarkan hasil penelitian, untuk responden di Desa Cisarua mayoritas responden bekerja secara berkelompok, hal tersebut karena lokasi lubang di Desa Cisarua cukup berat dan lubang-lubang tersebut tidak ada yang memiliki sehingga para responden mayoritas bekerja secara kelompok agar lebih memudahkan mereka. Untuk Desa Malasari mayoritas responden bekerja sebagai karyawan, hal ini dikarenakan lokasi lubang yang dekat dan lubang-lubang tersebut sebagian besar ada pemiliknya sehingga para responden mayoritas menjadi karyawan dari pemilik lubang atau pemilik rental glundungan. 147
Tabel 114. Pembagian Hasil Dalam Kelompok di Desa Cisarua Pembagian Hasil dalam Kelompok Bagi rata Masing-masing Total
% 90,6 9,4 100
jumlah 29 3 32
Sumber: Data primer
Tabel 115. Pembagian Hasil Dalam Kelompok di Desa Malasari Pembagian Hasil 40% karyawan,60% bos 50% karyawan, 50% bos 20% karyawan, 80% bos bagi rata Total
% 75 13,46 3,85 7,69 100
Jumlah 39 7 2 4 52
Sumber: Data primer
Tabel 116. Pembagian Hasil Dalam Kelompok di Desa Bantarkaret Pembagian Hasil Bagi Rata 40% karyawan,60% Bos gaji Total
% 36,36 54,55 9,09 100
Jumlah 4 6 1 11
Sumber: Data Primer
Pembagian
hasil
didalam
kelompok
maupun
sebagai
karyawan
berdasarkan hasil penelitian dilakukan dalam berbagai kriteria tergantung dalam kesepakatan, ada yang membagi rata untuk yang bekerja dalam kelompok atau masing-masing
maksudnya
adalah
hasil
yang
diperoleh
masing-masing
responden, itu yang menjadi haknya. Bagi karyawan dilakukan pembagian hasil yaitu 40% untuk responden, 60% untuk pemilik lubang, atau 50% responden 50% pemilik lubang, adapula yang membagi dengan persentase 20% responden dan 80% pemilik lubang. Bagi karyawan pemilik rental glundungan biasanya diberi gaji yang besaranya tergantung dengan berat atau tidaknya tugas yang dilakukan, berdasarkan penelitian besar gaji yang diterima responden pengolah sebesar antara Rp 500.000-Rp 1.500.000 per bulannya.
148
5.2.1.2 Peralatan Dalam Menambang Para penambang liar ini menggunakan alat-alat yang sederhana dalam bekerja atau dalam hal ini adalah ketika mereka mengambil bijih emas di gunung. Adapun alat-alat yang mereka gunakan adalah sebagai berikut. Tabel 117. Jumlah Pahat yang Digunakan Responden Desa Cisarua Jumlah Pahat 1 Buah 2 Buah 4 Buah 5 Buah 6 Buah Total
% 85,45 7,27 1,82 3,64 1,82 100
Jumlah 47 4 1 2 1 55
Sumber: Data primer
Tabel 118. Jumlah Pahat yang Digunakan Responden Desa Malasari Jumlah Pahat 1-4 buah 5-8 buah 9-12 buah 13-16 buah Total
% 76 4 16 4 100
Jumlah 19 1 4 1 25
Sumber: Data primer
Pahat merupakan salah satu barang modal yang digunakan oleh para penambang liar dalam mengambil urat emas di gunung, pahat juga merupakan alat utama yang sangat dibutuhkan oleh para penambang liar. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 13 orang responden di Desa Bantarkaret yang menggunakan pahat sebagai alat utama dalam bekerja, sebanyak 10 dari 13 orang responden tersebut hanya menggunakan sebuah pahat untuk bekerja, seorang responden menggunakan 8 buah pahat untuk bekerja, dan sebanyak dua orang responden menggunakan 10 buah pahat untuk bekerja. Begitupula umtuk di Desa Cisarua dan Malasari, mayoritas responden menggunakan 1-4 buah pahat ketika pergi menambang. 149
Tabel 119. Jumlah Palu yang Digunakan Responden di Desa Cisarua Jumlah Palu 1 buah 2 buah 3 buah Total
% 87,27 10,91 1,82 100
jumlah 48 6 1 55
Sumber: Data primer
Tabel 120. Jumlah Palu yang Digunakan Responden di Desa Malasari Jumlah Palu 1 buah 2 buah 3 buah Total
% 84 8 8 100
Jumlah 21 2 2 25
Sumber: Data primer
Palu adalah alat utama kedua yang digunakan oleh para penambang liar sebagai alat utama mereka dalam bekerja yang berfungsi sebagai pemukul pahat. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 13 orang yang menggunakan palu sebagai alat untuk bekerja, dari 13 orang responden tersebut sebanyak 10 orang responden menggunakan 1 buah palu setiap mereka bekerja. Satu orang responden menggunakan 2 buah palu dalam setiap mereka bekerja, satu orang lainnya menggunakan 3 buah palu dalam setiap bekerja, dan seorang terakhir menggunakan 4 buah palu dalam setiap bekerja. Begitu pula untuk di Desa Cisarua dan Malasari, mayoritas responden menggunakan sebuah palu dalam setiap mereka menambang. Tabel 121. Jumlah Karung yang Digunakan Responden di Desa Cisarua Jumlah Karung 1-4 Buah 5-8 Buah 9-12 Buah 17-20 Buah Total
% 63,64 20 10,91 5,45 100
Jumlah 35 11 6 3 54
Sumber: Data primer
150
Tabel 122. Jumlah Karung yang Digunakan Responden di Desa Malasari Jumlah Karung 1-3 buah 4-6 buah 10-12 buah Total
% 47,37 26,32 26,32 100
Jumlah 9 5 5 19
Sumber: Data primer
Tabel 123. Jumlah Karung yang Digunakan Responden di Desa Bantarkaret Jumlah Karung 1-4 buah 5-8 buah 9-12 buah Total
% 60 30 10 100
Jumlah 6 3 1 10
Sumber: Data Primer
Karung merupakan alat utama keempat yang digunakan oleh para penambang liar sebagai pembungkus urat emas yang telah mereka ambil di gunung. Berdasarkan hasil penelitian untuk responden di ketiga desa tempat penelitian, mereka hanya membawa 1-4 buah karung untuk setiap mereka pergi menambang. Hal itu dikarenakan waktu mereka untuk satu kali pergi menambang tidak terlalu lama sehingga mereka hanya mampu mengambil sedikit bijih emas di gunung. Senter merupakan salat satu alat utama yang sangat diperlukan oleh para penambang liar dalam melakukan pekerjaanya mengambil bijih emas. Senter sangat diperlukan sebagai penerang di dalam lubang, karena di dalam lubang sangat gelap, sehingga diperlukan alat penerang agar mereka tahu letak urat emas yang akan mereka ambil. Dan 100 persen responden di ketiga desa tempat penelitian menggunakan 1 buah senter setiap mereka pergi menambang, mereka hanya perlu mengganti baterenya saja ketika senter mereka mati dan mengganti senter mereka setiap 2-3 bulan. Tali rapia juga merupakan alat yang dibutukan untuk mengikat karung berisi bijih emas agar tidak tercecer ketika akan dikeluarkan dari dalam lubang. 151
Dan mayoritas responden penambang hanya menggunakan satu gulung tali rapia setiap mereka pergi menambang, mereka mengatakan tidak terlalu banyak tali rapia dibutuhkan, bahkan ada penambang yang tidak membawa tali rapia mereka mengambilnya dari pohon bambu atau pohon lain yang bisa dijadikan sebagai tali pengikat karung. Sepatu Boots juga merupakan peralatan pergi ke gunung yang selalu digunakan oleh para penambang liar, mereka menggunakan sepatu boots ini untuk melindungi kaki mereka dari bernagai kemungkinan bahaya yang akan menimpa kaki mereka. Karena sepatu boots dapat melindungi kaki mereka hingga betis mereka tertutup, dan sepatu ini tidak licin untuk dipakai ke gunung yang terkadang jalannya licin. Seratus persen responden hanya menggunakan sepasang sepatu boots yang dapat bertahan hingga 6 bulan pemakaian. Alat terakhir yang digunakan para penambang liar ketika mereka bekerja adalah sarung tangan,sarung tangan digunakan para penambang untuk melindungi tangan mereka ketika bekerja, hal tersebut guna melindungi tangan mereka agar tidak luka ketika menggunakan pahat dan palu. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden untuk ketiga desa tersebut hanya membawa sepasang sarung tangan untuk setiap mereka pergi menambang. Tabel 124. Waktu Satu Kali Menambang Responden di Desa Cisarua Waktu satu kali menambang 0-2 Hari 3-5 Hari 6-8 Hari 9-11 Hari 12-14 Hari Total
% 69,84 22,22 4,76 1,59 1,59 100
Jumlah 44 14 3 1 1 63
Sumber: Data primer
152
Tabel 125. Waktu Satu Kali Menambang Responden di Desa Malasari Lama Waktu/ 1x pergi 1 hari 2 hari 3 hari 5 hari 6 hari 7 hari Total
% 50,85 11,86 10,17 6,78 6,78 13,56 100
Jumlah 30 7 6 4 4 8 59
Sumber: Data primer
Lama waktu satu kali menambang adalah jumlah hari para penambang liar dalam satu kali pergi menambang. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden Desa Bantarkaret hanya memerlukan waktu 1 hari setiap kali pergi menambang, sedangkan dua orang sisanya memerlukan waktu 2 hari untuk satu kali menambang. Begitupula dengan responden di Desa Cisarua dan Malasari yang hanya membutuhkan 1 hari untuk setiap kali pergi menambang. Dengan frekuensi dalam satu bulan yaitu 4-24 kali pergi. Tabel 126. Hasil Satu Kali Menambang Responden di Desa Cisarua Hasil satu kali menambang 0-2 beban 3-5 beban 6-8 beban 9-11 beban 12-14 beban Total
% 55 36,67 1,67 1,67 5 100
Jumlah 33 22 1 1 3 60
Sumber: Data primer
Tabel 127. Hasil Satu Kali Menambang Responden di Desa Malasari Jumlah Hasil 1-2 beban 3-4 beban 5-6 beban 7-8 beban 9-10 beban Total
% 42,86 35,71 11,90 4,76 4,76 100
Jumlah 18 15 5 2 2 42
Sumber: Data primer
153
Tabel 128. Hasil Satu Kali Menambang Responden di Desa Bantarkaret Jumlah hasil 1-4 beban 5-8 beban 13-16 beban Total
% 84,62 7,69 7,69 100
Jumlah 11 1 1 13
Sumber: Data primer
Hasil satu kali menambang para responden adalah jumlah bijih emas yang diperoleh oleh para responden dalam periode waktu satu kali pergi menambang ke gunung. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden di ketiga desa tersebut memperoleh 1-4 beban dalam waktu satu kali pergi menambang. Setelah mendapatkan bijih emas dari lubang, para penambang liar tersebut melakukan proses selanjutnya, apakah barang tersebut langsung dijual pada yang membutuhkan, atau mereka mengolahnya hingga menjadi emas baru dijual. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden diketiga desa tersebut mengolah bijih emas tersebut hingga menjadi emas, lalu menjualnya kepada penadah. Adapun proses pengolahan bijih emas tersebut akan dijelaskan dibawah ini. 5.2.2 Proses Pengolahan Bijih Emas A. Pengolahan Menggunakan Glundungan Bijih emas yang telah didapat oleh para gurandil mendapatkan perlakuan yang berbeda tergantung dengan kebutuhan mereka, jika kebutuhan mendesak dan tidak ingin repot maka para gurandil akan langsung menjual hasil bijih emas yang mereka peroleh dalam bentuk satu karung. Untuk harga penjualannya sendiri tergantung dengan hasil yang akan diperoleh dari satu karung tersebut, biasanya para calon pembeli akan mengecek terlebih dahulu dengan cara mengolah sedikit bijih emas tersebut, jika dari hasil contoh tersebut hasilnya sudah terlihat maka harga satu karung atau satu beban bijih emas akan menjadi mahal, begitu juga dengan sebaliknya. Harga yang biasa terjadi untuk satu beban bijih emas berdasarkan hasil penelitian berkisar anatara Rp 50.000-Rp
154
100.000,- bahkan lebih jika hasilnya sangat memuaskan harganya bisa mencapai Rp 1.000.000,- per bebannya. Adapun proses pengolahan yang dilakukan oleh para penambang liar tersebut serta bahan, alat-alat, waktu, dan hasil dalam satu kali proses pengolahan akan dijelaskan dibawah ini. Bijih Emas
Air Raksa
Penggilingan + amalgamisasi
Bullion/ Emas+raksa
Pengotor + Emas yang tidak terambil + air raksa yang hancur
Peleburan
Bak Penampungan, dibuang ke tanah, selokan, sungai
Emas
Gambar 22: Diagram alir Proses pengolahan bijih emas menggunakan glundungan
Pengolahan bijih emas yang telah ditambang dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu bijih emas tersebut dihancurkan agar mudah dan cepat ketika digiling menggunakan glundungan, bijih emas yang hancur tersebut dimasukkan ke dalam glundungan yang telah berisi pelor (besi untuk penghalus bijih yang telah dihancurkan sebelumnya), dan merkuri dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan kualitas bijih emasnya, jika bijih berkualitas baik maka merkuri yang dimasukkan harus banyak karena jumlah emas yang akan diikat oleh merkuri kemungkinan lebih banyak, namun jika kualitas tidak terlalu baik maka merkuri pun tidak perlu terlalu banyak digunakan. Setelah itu lalu ditambahkan air sesuai kebutuhan dan jenis bijih emasnya, jika bijih berbentuk batuan maka air yang digunakan tidak boleh terlalu banyak 155
agar proses penghancuran dan pengikatan oleh raksa tidak lama, namun jika bijih emas berbentuk tanah, maka air yang digunakan harus lebih banyak. Bijih emas tersebut diputar didalam glundungan selama 6-8 jam untuk memperoleh hasil yang maksimal menurut para responden, setelah selesai diputar hasil dari proses tersebut disaring menggunakan kain payung karena memiliki rongga yang sangat kecil, agar hasil tidak ada yang terbuang, proses penyaringan ini disebut mencet oleh para responden. Setelah mendapatkan bullion (campuran emas+merkuri), para responden membakar bullion tersebut untuk memisahkan emas dari merkuri, setelah itu mereka melakukan penggebosan (pembakaran yang ditambah dengan pijer agar pengotor hilang dan emas bisa menjadi bersih untuk selanjutnya dihitung kadar emas sebelum dijual oleh responden), setelah digebos emas tersebut dijual kepada penadah disekitar lingkungan tempat tinggal mereka, atau langsung menjualnya ke Pasar Leuwiliang karena menurut responden harga emas di Pasar Leuwiliang lebih bagus. B. Pengolahan Menggunakan Tong Bijih emas yang telah diolah menggunakan glundungan akan menjadi lumpur, dan lumpur tersebut akan mengalami pengolahan yang sama hingga 5-10 kali pengolahan, karena lumpur tersebut masih mengandung emas walaupun kadarnya semakin kecil dari pertama kali diolah. Sebagai contoh, ketika bijih emas pertama kali diolah emas yang dihasilkan memiliki kadar 50%, setelah pengolahan kedua hasilnya akan berkadar 20%, selanjutnya 16%, lalu menjadi 10%, 4%, sampai kadarnya menjadi 0%. Sebelum ada teknik pengolahan lumpur menggunakan tong, para gurandil hanya mengolah lumpur hingga batas tidak merugikan bagi mereka, setelah itu 156
mereka membuang lumpur tersebut atau menjadikannya bentengan untuk membuat batas ataupun tangga. Namun setelah mereka melihat para pendatang yang mengolah lumpur menggunakan tong, mereka kemudian mengikuti cara pengolahan tersebut, mereka mulai membuat tong dengan kapasitas yang berbedabeda tergantung kemampuan dana para gurandil. Adapun kapasitas tong yang biasa digunakan oleh para gurandil adalah kapasitas 25 beban, 40 beban, 80 beban, 100 beban, 250 beban, 200 beban, 400 beban, hingga ada yang mencapai 100 beban menurut informasi dari beberapa pihak ketika penelitian diadakan. Proses pengolahan menggunakan tong tersebut akan dijelaskan dibawah ini. Lumpur diblender
8 jam: Masukkan Sianida
1 hari: disaring
4-8 jam: Masukkan Carbon
Gambar 23: Proses pengolahan menggunakan tong
Masukkan Tong+Apu
36-40 jam: Disaring, Carbon dibakar
4-8 jam: Masukkan Costic Abu diputar dengan glundungan
Digebos lalu dijual
♦ Lumpur yang akan diolah menggunakan tong diblender hingga halus agar mempermudah, mempercepat dan memaksimalkan hasil emas yang akan diperoleh. Lumpur tersebut diblender selama kurang lebih satu hari agar hasilnya maksimal. ♦ Setelah selesai diblender, lumpur tersebut disaring menggunakan kawat screen agar sampah yang terdapat didalam lumpur tersebut tidak ikut terbawa. Setelah itu lumpur dimasukkan kedalam tong ditambah dengan apu yang banyaknya disesuaikan dengan jumlah lumpur yang akan diolah, menurut hasil wawancara jumlah apu yang digunakan biasanya sebanyak 12,5 Kg per 100 beban lumpur. Apu ini berfungsi untuk mengatur PH lumpur tersebut, 157
karena PHnya tidak boleh terlalu asam, dan biasanya PH berada diangka antara 10-11,5. Yang menurut hasil wawancara ukuran PH ini disesuaikan dengan jenis karbon yang akan digunakan nanti untuk menyerap emasnya. Lumpur dan apu tersebut diputar didalam tong menggunakan angin selama 4-8 jam, setiap responden mengatakan waktu yang berbeda, hal ini berkaitan dengan kapasitas tong mereka. ♦ Setelah diputar selama waktu yang telah dijelaskan diatas, lalu dimasukkan costic yang berfungsi sebagai pencuci atau pembersih atau peningkat nilai PH, yang banyaknya adalah 1 Kg per 100 beban lumpur, kemudian lumpur tersebut diputar selama 8 jam. ♦ Setelah 8 jam, masukkan sianida yang berfungsi sebagi pemberat logam, dengan besaran 7 Kg per 100 beban lumpur, putar kembali selama 4-8 jam. Dan terakhir masukkan karbon sebanyak 100-250 Kg per 100 beban, lalu diamkan selama kurang lebih 36-40 jam. Setelah itu saring karbon-karbon tersebut, kemudian dibakar, dan abunya kembali diolah menggunakan glundung dengan menggunakan merkuri sebanyak 1 Kg untuk 72 beban lumpur. ♦ Setelah selesai diolah menggunakan glundungan, hasil olahan tersebut kembali digebos sebelum dijual atau dimurnikan untuk memperoleh logam mulia sebelum dijual kepada penadah. Hasil emas yang diperoleh oleh para gurandil dari setiap pengolahannya berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut.
158
Tabel 129. Hasil Emas Responden Penambang di Desa Cisarua Hasil Emas penambang 1-8 Gram 9-16 Gram 17-24 Gram 41-48 Gram Total
% 68,00 22,00 8,00 2,00 100
Jumlah 34 11 4 1 50
Sumber: Data primer
Tabel 130. Hasil Emas Responden Penambang di Desa Malasari Hasil emas penambang 1-5 gram 6-10 gram 11-15 gram 16-20 gram 26-30 gram Total
% 75 17,19 3,13 3,13 1,56 100
Jumlah 48 11 2 2 1 64
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan diperoleh bahwa hasil emas yang diperoleh oleh mayoritas responden di ketiga desa per satu kali mengolah bijih emas adalah antara 1-8 gram emas untuk para penambang atau yang mengolah menggunakan glundungan. Lain halnya jika mengolah menggunakan tong, hasil yang diperoleh akan jauh lebih banyak antara 1 ons emas hingga berkilogram emas tergantung pada banyak lumpur yang diolah dan kualitas lumpur yang diolah, walaupun kadar emas yang diperoleh sangat rendah. Namun para responden biasanya memurnikan emasnya terlebih dahulu sebelum mereka menjualnya agar hasilnya lebih maksimal walaupun harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk proses pemurnian emas. 5.2.3 Proses Pemurnian Emas Pemurnian emas adalah proses yang dilakukan oleh para responden untuk membuat emas hasil pengolahan yang berkadar rendah menjadi logam mulia dengan kadar 99,9%. Adapun proses pengolahan emas yang dilakukan oleh para responden adalah sebagai berikut: 159
Amalgam dimasukkan kedalam panci stainless steel
Masukkan air keras+air biasa
2 jam Proses: pisahkan emas dari air keras
Emas digebos, air keras+
Diamkan selama 18 jam, perak akan menempel pada tembaga Gambar 24: Proses pemurnian emas
Langkah pertama yang dilakukan adalah emas yang akan dimurnikan atau istilah responden adalah dicukim, dimasukkan ke dalam panci stainless steel karena jika tidak berjenis bahan tersebut panci akan menjadi berlubang. Tambahkan air keras, untuk 1 Kg emas gunakan 300 cc air keras dan 300 cc air biasa, panaskan di atas api sedang selama 60 menit. Setelah 60 menit, air yang masi tersisa dipisahkan dari emasnya, kemudian masak kembali emas tersebut seperti proses tersebut sebanyak empat kali. Setelah itu masak kembali emas dengan 1300 cc air keras tanpa ditambah air biasa, panaskan selama kurang lebih 15 menit. Emas akan berwarna coklat dengan bentuk seperti serbuk kopi, lalu emas tersebut digebos dengan 3 sendok makan pijer. Untuk air keras sisa dari proses pemanasan tersebut digabung menjadi satu lalu dimasukkan kedalam ember dengan kapasitas 40 liter, kemudian penuhi dengan air biasa dan masukkan tembaga sebanyak 7 Kg tembaga. Hasil yang akan diperoleh adalah sesuai dengan kadar emas sebelum dimurnikan, jika emas tersebut berkadar 30% maka logam mulia yang akan dihasilkan sebanyak 300 gram dari 1 Kg emas sebelum dimurnikan, dan 700 gram sisanya adalah perak.
160
5.2.4. Pendapatan Para Penambang Liar (Gurandil) Tabel 131. Pendapatan Penambang Liar Ketiga Desa Pendapatan Rp 240.000-Rp 1.490.162 Rp 1.490.163-Rp 2.740.325 Rp 2.740.326-Rp 3.990.488 Rp 3.990.489-Rp 5.240.651 Rp 5.240.652-Rp 6.490.814 Rp 6.490.815-Rp 7.740.977 Rp 7.740.978-Rp 8.991.140 Rp 8.991.141-Rp 10.241.303 Total
% 12,73 12,73 11,82 14,55 16,36 14,55 8,18 9,09 100
Jumlah 14 14 13 16 18 16 9 10 110
Sumber: Data primer
Tabel 132. Pendapatan Penambang Liar di Ketiga Desa Pendapatan Rp 10.800.000-Rp 23.829.950 Rp 23.829.951-Rp 36.859.901 Rp 36.859.902-Rp 49.889.852 Rp 49.889.853-Rp 62.919.803 Rp 62.919.804-Rp 75.949.754 Rp 88.979.706-Rp 102.009.656 Total
% 62,5 14,29 10,71 3,57 5,36 3,57 100
Jumlah 35 8 6 2 3 2
Sumber: Data primer
Tabel 133. Pendapatan Penambang Liar di Ketiga Desa Pendapatan Rp 102.600.000-Rp 200.891.043 Rp 200.891.044-Rp 299.182.087 Rp 299.182.088-Rp 397.473.131 Rp 594.055.220-Rp 600.000.000 Total
% 64,71 23,53 5,88 5,88 100
Jumlah 11 4 1 1 17
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan diperoleh bahwa pendapatan para responden dari kegiatan pertambangan emas liar di gunung pongkor adalah untuk range dari 0 hingga Rp 10.000.000,- diperoleh bahwa terdapat 110 responden yang memiliki pendapatan dalam range tersebut, dan biasanya responden yang berpenghasilan dalam range tersebut adalah para penambang, kuli pikul, kuli tumbuk, dan pegawai rental. Dari 110 responden tersebut sebanyak 18 orang responden berpenghasilan antara Rp 5.240.652-Rp 6.490.814, dengan ratarata Rp 4.963.745. Terdapat 56 orang responden yang memiliki pendapatan antara 161
Rp 10.000.001-Rp 100.000.000, yang merupakan para pemilik lubang, pembeli emas, dan yang mengolah menggunakan tong. Dari 56 orang responden tersebut sebanyak 35 orang responden berpenghasilan antara Rp 10.800.000-Rp 23.829.950, dengan rata-rata penghasilannya adalah Rp 28.139.063. Dan terdapat 17 orang responden yang berpenghasilan antara Rp 100.000.001-Rp 600.000.000, yang merupakan para pemilik lubang dan pengolah yang menggunakan tong. Dari 17 orang responden tersebut sebanyak 11 orang berpenghasilan antara Rp 102.600.000-Rp 200.891.043, dengan rata-rata Rp 204.180.000. 5.2.5. Pengeluaran Habis Responden Tabel 134. Pengeluaran Habis Responden Desa Cisarua Pengeluaran Habis Rp 64.000-Rp 1.420.673 Rp 1.420.673-Rp 2.777.347 Rp 2.777.348-Rp 4.134.021 Rp 4.134.022-Rp 5.490.695 Rp 5.490.696-Rp 6.847.369 Rp 6.847.370-Rp 8.204.043 Rp 8.204.044-Rp 9.965.000 Total
% 27 31 21 10 5 1 5 100
Jumlah 22 25 17 8 4 1 4 81
Sumber: Data primer
Tabel 135. Pengeluaran Habis Responden Desa Cisarua Pengeluaran Habis Rp 10.270.000-Rp 19.202.545 Rp 28.135.092-Rp 37.067.637 Rp 37.067.638-Rp 46.000.183 Rp 46.000.184-Rp 51.014.000 Total
% 66,67 8,33 16,67 8,33 100
Jumlah 8 1 2 1 12
Sumber: Data primer
Tabel 136. Pengeluaran Habis Responden Desa Malasari Pengeluaran habis Rp 5.000-Rp 1.376.106 Rp 1.376.107-Rp 2.747.213 Rp 2.747.214-Rp 4.118.320 Rp 4.118.321-Rp 5.489.427 Rp 5.489.428-Rp 6.860.534 Rp 8.231.642-Rp 9.355.000 Total
% 79,31 5,17 8,62 3,45 1,72 1,72 100
Jumlah 46 3 5 2 1 1 58
Sumber: Data primer
162
Tabel 137. Pengeluaran Habis Responden Desa Bantarkaret Pengeluaran Habis Rp 10.000-Rp 181.534 Rp 181.535-Rp 353.069 Rp 353.070-Rp 524.604 Rp 524.605-Rp 696.139 Rp 696.140-Rp 867.674 Rp 867.675-Rp 918.000 Total
% 45 15 5 20 5 10 100
Jumlah 9 3 1 4 1 2 20
Sumber: Data primer
Pengeluaran habis adalah biaya yang dikeluarkan oleh responden dalam melakukan penambangan liar yang dikeluarkan setiap kali melakukan aktivitas penambangan, yang artinya habis dalam satu kali kegiatan. Berdasarkan hasil penelitian, responden Desa Cisarua sebanyak 25 orang responden mengeluarkan biaya dalam range 0-10.000.000 yang merupakan para penambang, pengolah, kuli pikul, dan kuli tumbuk adalah sebesar Rp 1.420.673-Rp 2.777.347, dengan ratarata pengeluaran adalah Rp 2.785.145. Sedangkan untuk range antara Rp 10.000.001- Rp 100.000.000 responden tersebut merupakan para pemilik lubang, pengolah dengan tong, dan penambang liar. Sebanyak 8 orang responden mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.270.000-Rp 19.202.545, dengan rata-rata Rp 22.534.937. Di Desa Malasari para responden yang mengeluarkan biaya dalam range Rp 0-Rp 10.000.000 adalah responden penambang, pengolah, dan kuli pikul. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 46 orang responden mengeluarkan biaya setiap kali melakukan kegiatan penambangan liar sebesar antara Rp 5.000-Rp 1.376.106, dengan rata-rata Rp 1.173.805,-. Dan terdapat 3 orang responden yang mengeluarkan biaya habis sebesar lebih dari Rp 10.000.000, yang merupakan responden pemilik lubang dan pengolah dengan tong.
163
Di Desa bantarkaret para responden yang mengeluarkan biaya dalam range Rp 0-Rp 1.000.000 adalah para responden penambang, dan kuli pikul, dimana biaya yang dikeluarkan oleh sebanyak 9 orang responden berkisar antara Rp 10.000-Rp 181.534, dengan rata-rata Rp 342.619. Terdapat 9 orang responden yang mengeluarkan biaya habis dalam range antara Rp 1.000.001-Rp 5.400.000, dengan rata-rata Rp 2.536.433 5.2.6. Pengeluaran Tidak Habis Responden Tabel 138. Pengeluaran Tidak Habis Responden Desa Cisarua Pengeluaran Tidak Habis Rp 150.000-Rp 1.450.000 Rp 1.450.001-Rp 2.750.001 Rp 2.750.002-Rp 4.050.002 Rp 4.050.003-Rp 5.350.003 Rp 5.350.004-Rp 6.650.003 Rp 6.650.005-Rp 7.950.005 Rp 7.950.006-Rp 9.250.006 Rp 9.250.007-Rp 10.550.007 Total
% 25 5,56 15,28 15,28 9,72 8,33 13,89 6,94 100
Jumlah 18 4 11 11 7 6 10 5 72
Sumber: Data primer
Tabel 139. Pengeluaran Tidak Habis Responden Desa Malasari Pengeluaran Tidak Habis Rp 1.315.000-Rp 8.724.818 Rp 8.724.819-Rp 16.134.637 Rp 16.134.638-Rp 23.544.456 Rp 23.544.457-Rp 30.954.275 Rp 45.773.914- Rp 50.887.500 Total
% 75,47 16,98 1,89 3,77 1,89 100
Jumlah 40 9 1 2 1 53
Sumber: Data primer
Tabel 140. Pengeluaran Tidak Habis Responden Desa Bantarkaret Pengeluaran Tidak habis Rp 1.150.000-Rp 2.943.038 Rp 2.943.039-Rp 4.736.077 Rp 4.736.078-Rp 6.529.116 Rp 6.529.117-Rp 8.322.155 Rp 8.322.156-Rp 9.902.000 Total
% 40 20 26,67 6,67 6,67 100
Jumlah 6 3 4 1 1 15
Sumber: Data primer
Pengeluaran tidak habis adalah biaya yang dikeluarkan, namun tidak langsung habis dalam satu kegiatan pertambangan emas oleh responden, biasanya 164
pengeluaran untuk alat-alat pengolah bijih emas. Berdasarkan hasil penelitian untuk Desa Cisarua sebanyak 18 orang responden mengeluarkan biaya tidak habis sebesar Rp 150.000-Rp 1.450.000 dengan rata-rata Rp 4.505.915,-. Untuk Desa Malasari sebanyak 40 orang responden mengeluarkan biaya tidak habis sebesar Rp 1.315.000-Rp 8.724.818, dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp.7.483.915. dan Desa terakhir yaitu Desa Bantarkaret berdasarkan penelitian sebanyak 6 orang responden mengeluarkan biaya tidak habis sebesar Rp 1.150.000-Rp 2.943.038, dengan rata-rata Rp 4.196.033,-. 5.3. Jenis dan Jumlah Bahan Berbahaya yang Digunakan Dalam melakukan pengolahan bijih emas yang telah diperoleh dengan menambang secara liar, para responden melakukan proses pengolahan bijih emas dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan oleh para penambang liar tersebut adalah Merkuri (Hg), Sianida (CN), Pijer (Borax), Soda api (costic), dan Air keras (HNO3). Adapun penjelasan mengenai jenis dan jumlah bahan berbahaya tersebut diatas berdasarkan hasil penelitian akan dijabarkan di bawah ini. 5.3.1. Merkuri Untuk bahan berbahaya yang pertama adalah merkuri, merkuri merupakan air raksa (Hg) dan merupakan unsur penting bagi teknologi di zaman modern ini, baik industri kimia, elektronik, maupun kosmetik. Merkuri atau air raksa memiliki nomor atom (NA) 80, dan berat molekul (MR) 200,59. Keracunan merkuri dapat mempengaruhi kerusakan syaraf pusat organ, dan gejala-gejala yang akan timbul pada gangguan syaraf sensorik adalah Paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit menggunakan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya pendengaran 165
menurun, dan rasa nyeri pada lengan dan paha. Gejala gangguan pada syaraf motorik adalah lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan lambat, dan sulit bicara. Gejala gangguan lainnya adalah gangguan mental, sakit kepala, tremor pada otot merupakan gejala awal dari toksisitas merkuri. Jumlah merkuri yang digunakan oleh responden di tiga desa yang menjadi lokasi penelitian akan dijelaskan dibawah ini. Tabel 141. Jumlah Penggunaan Merkuri di Desa Cisarua Jumlah Penggunaan Merkuri per minggu 63-196 gram 197-330 gram 331-464 gram 465-598 gram 599-732 gram 867-1000 gram Total
% 25,76 39,39 3,03 16,67 3,03 12,12 100
Jumlah 17 26 2 11 2 8 66
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian bahan berbahaya yang diguankan untuk melakukan pengolahan emas adalah merkuri, adapun penggunaan merkuri oleh responden sebesar 39,39 persen atau sebanyak 26 responden menggunakan merkuri antara 3-800 gram per minggunya. Namun terdapat outlayer atau pencilan data penggunaan merkuri per minggunya yaitu ada responden yang menggunakan merkuri hanya 3,3-37,5 gram, ini dikarenakan jumlah glundung yang sedikit dan hasil emas yang diolah. Jika mengolah lumpur, hasil emasnya sedikit dengan kadar rendah sehingga merkuri tidak terlalu banyak terpakai. Pencilan berikutnya adalah penggunaan merkuri sebanyak 1500-6000 gram per minggunya, ini disebabkan karena jumlah glundung yang banyak dan hasil emas yang diolah pun banyak, dan kebanyakan pengolahan dilakukan menggunakan tong yang hasil emasnya bisa mencapai satuan kilogram walaupun kadarnya rendah, hal ini penyebab banyaknya merkuri yang digunakan untuk mengikat emasnya. 166
Berdasarkan hasil konversi dengan Desa Malasari, diperoleh jumlah pemilik glundung berdasarkan jumlah penduduk untuk Desa Cisarua adalah 106 orang dengan rata-rata jumlah glundung yang dimiliki berdasarkan hasil penelitian adalah 10 buah glundung per orangnya, dan jumlah penggunaan merkuri rata-rata 359,98 gram per orang per minggunya. Sehingga total jumlah penggunaan merkuri per minggunya untuk keseluruhan Desa Cisarua adalah sebanyak 38.157,88 gram per minggunya. Karena jumlah glundungan dan jumlah pemilik glundung tidak diketahui secara pasti karena data yang tidak tersedia, maka hasil perhitungan konversi tersebut diatas bisa lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang seharusnya. Dengan jumlah penduduk Desa Cisarua adalah 8.469 jiwa dan luas wilayah 1411 Ha atau 14,11 Km2 sehingga kepadatan penduduk Desa Cisarua adalah 600 jiwa per 1 Km2. Tabel 142. Jumlah Penggunaan Merkuri di Desa Malasari Jumlah Penggunaan Merkuri per minggu 100-201 gram 202-302 gram 303-403 gram 404-504 gram Total
% 43,90 17,07 4,88 34,15 100
Jumlah 18 7 2 14 41
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil peenelitian sebesar 43,90 persen dari 41 orang responden menggunakan merkuri sebanyak 100-201 gram merkuri per minggunya, sebesar 34,15 persen responden menggunakan merkuri sebanyak 404504 gram merkuri per minggunya, sebesar 17,07 persen responden menggunakan merkuri sebanyak 202-302 gram merkuri per minggunya, dan sebesar 4,88 persen responden menggunakan merkuri sebesar 303-403 gram merkuri per minggunya, jadi total penggunaan merkuri dari 41 orang responden sebanyak 12.225 gram merkuri per minggunya dengan rata-rata penggunaan 298, 17 gram merkuri per 167
orang per minggunya. Namun terdapat 6 orang responden yang menggunakan merkuri sebanyak 1.000-7.000 gram per minggunya dengan total penggunaan merkuri sebanyak 17.500 gram merkuri, hal ini dikarenakan jumlah glundungan yang cukup banyak atau pengolahan yang dilakukan menggunakan tong dan banyaknya emas yang dihasilkan, sehingga jumlah penggunaan merkuri pun cukup banyak. Dan sebanyak 6 orang sisanya menggunakan merkuri sebanyak 2575 gram per minggunya dengan total penggunaan merkuri sebanyak 315 gram per minggunya. Sehingga total penggunaan merkuri dari keseluruhan responden adalah 30.040 gram per minggunya. Untuk Desa malasari terdapat 95 orang pemilik glundungan, berdasarkan hasil penelitian sebanyak 65 orang responden memiliki glundung dengan rata-rata 11 glundung per orang dengan rata-rata penggunaan merkuri 298,17 gram per minggunya, jadi jika disesuaikan dengan data hasil penelitian maka jumlah penggunaan merkuri untuk satu Desa Malasari adalah sebanyak 28.346,15 gram per minggunya. Dengan Luas wilayah pemukiman 17,922 Km2 dan jumlah jiwa sebesar 7.623 jiwa, maka kepadatan penduduk untuk Desa Malasari adalah 425 jiwa per 1 Km2. Tabel 143. Jumlah Penggunaan Merkuri di Desa Bantarkaret Penggunaan Merkuri per Minggu 100-280 gram 281-461 gram 462-642 gram 643-823 gram 824-1004 gram Total
% 70,59 5,88 11,76 5,88 5,88 100
Jumlah 12 1 2 1 1 17
Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil penelitian sebesar 70,59% atau 12 orang responden menggunakan 100-280 gram merkuri per minggunya, sebesar 11,76% responden 168
atau 2 orang responden menggunakan 462-642 gram merkuri per minggunya, dan sebanyak 3 orang lainnya menggunakan 281-461 gram dan 643-1004 gram merkuri per minggunya. Dan total penggunaan merkuri seluruh responden adalah 5750 gram merkuri per minggunya, dengan rata-rata penggunaan merkuri per orangnya sebanyak 338,235 gram per minggunya. Berdasarkan hasil konversi dengan Desa Malasari, diperoleh jumlah pemilik glundung berdasarkan jumlah penduduk untuk Desa Bantarkaret adalah 116 orang dengan rata-rata jumlah glundung yang dimiliki berdasarkan hasil penelitian adalah 9 buah glundung per orangnya, dan jumlah penggunaan merkuri rata-rata 338,235 gram per orang per minggunya. Sehingga total jumlah penggunaan merkuri per minggunya untuk keseluruhan Desa Bantarkaret adalah sebanyak 39.235,26 gram per minggunya. Karena jumlah glundungan dan jumlah pemilik glundung tidak diketahui secara pasti karena data yang tidak tersedia, maka hasil perhitungan konversi tersebut diatas bisa lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang seharusnya. Dengan jumlah penduduk Desa Bantarkaret adalah 9.622 jiwa dan luas wilayah 841,04 Ha, sehingga kepadatan penduduk Desa Bantarkaret adalah 1.144 jiwa per 1 Km2. Jadi jumlah penggunaan merkuri per minggunya untuk ketiga Desa berdasarkan hasil penelitian adalah sebanyak 105.739,29 gram atau 105,739 Kg per minggunya. Dengan jumlah minggu dalam 1 tahun adalah 52 minggu, maka jumlah penggunaan merkuri untuk kurun waktu satu tahun adalah sebanyak 5.498,428 Kg atau 5,5 ton per tahunnya. Jumlah penduduk ketiga Desa tersebut adalah sebanyak 25.389 jiwa dengan luas wilayah ketiga desa adalah 40,442 Km2, maka kepadatan penduduk untuk ketiga desa tersebut adalah 628 jiwa per 1 Km2. 169
Dengan tahun dimulainya penambangan liar ini berdasarkan hasil penelitian adalah sekitar tahun 1993 dimana Antam baru saja memulai produksi emasnya. 5.3.2. Sianida Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung (C=N), yang terdiri dari tiga buah atom karbon yang berikatan dengan atom hidrogen. Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid dan solid, setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Contohnya adalah HCN (hidrogen sianida) dan KCN (kalium sianida). Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar. sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan. Sianida juga dapat dengan mudah masuk ke dalam aliran darah. Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal. Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses 170
alami maupun karena proses industri. Keberadaan sianida di udara jauh di bawah ambang batas yang dapat berbahaya. Sianida di udara berbentuk partikel kecil yang halus. Adanya hujan atau salju mengurangi jumlah partikel sianida di dalam udara, namun tidak begitu dengan gas HCN. Waktu paruhnya untuh menghilang dari udara adalah 1-3 tahun Kebanyakan sianida di air permukaan akan membentuk HCN dan kemudian akan terevaporasi. Meskipun demikian, jumlahnya tetap tidak mencukupi untuk memberikan pengaruh negatif terhadap manusia. Beberapa dari sianida di air tersebut akan diuraikan menjadi bahan yang tidak berbahaya oleh mikroorganisme atau akan membentuk senyawa kompleks dengan berbagai logam, seperti besi. Seperti halnya di air permukaan, sianida yang berada di tanah juga dapat mengalami proses evaporasi dan penguraian oleh mikroorganisme. Adapun penggunaan sianida di tiga desa berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian sianida digunakan didalam pengolahan menggunakan tong yang berfungsi sebagai pembersih dan pemberat logam, dari total 93 orang responden penambang dan pengolah di Desa Cisarua hanya tujuh orang yang mengolah menggunakan tong, dan dari total tujuh orang tersebut digunakan sianida sebanyak 294,4 kg per tiga hari pengolahan dengan tong, dengan rata-rata penggunaan adalah 42 kg per orang per tiga harinya, dan menurut informasi yang didapat, jumlah penduduk yang memiliki tong di Desa Cisarua adalah sebanyak 82 orang. Sehingga penggunaan sianida dalam waktu satu tahun untuk Desa Cisarua adalah sebanyak 420.168 Kg atau 420,17 ton per tahunnya. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Malasari terdapat dua orang responden yang menggunakan tong untuk mengolah lumpur, dan untuk kedua 171
responden tersebut masing-masing responden menggunakan sianida sebanyak 3 dan 4 kg. Rata-rata penggunaan sianida untuk Desa Malasari adalah 3,5 Kg, jumlah pengguna tong di Desa Malasari berdasarkan konversi dengan jumlah pemilik tong di Desa Cisarua didapat bahwa jumlah pemilik tong di Desa Malsasri adalah 74 orang, dimana rata-rata penggunaan sianida berdasarkan hasil penelitian adalah 3,5 Kg, maka total jumlah penggunaan sianida selama 3 hari di Desa Malasari adalah 259 Kg. dan jumlah penggunaan sianida per tahun untuk Desa Malasari adalah 31.512 Kg atau sebanyak 31,512 ton per tahunnya. Berdasarkan hasil penelitian terdapat dua orang responden yang mengolah menggunakan tong, masing-masing menggunakan 4 kg untuk sebuah tong berkapasitas 48 beban lumpur dan 32 kg sianida untuk 4 tong berkapasitas masing-masing 80 beban lumpur, sehingga rata-rata penggunaan sianida berdasarkan hasil penelitian adalah 7,2 Kg per seorang responden selama tiga hari. Berdasarkan hasi konversi dengan jumlah tong di Desa Cisarua, maka total jumlah tong yang diperkirakan ada di Desa Bantarkaret adalah sebanyak 90 buah, dengan total penggunaan sianida untuk 90 buah tong selama tiga hari adalah sebanyak 648 Kg, sehingga total penggunaan sianida selama satu tahun adalah 78.840 Kg atau 78,84 ton per tahunnya. Belum ditambah sianida yang digunakan oleh PT. Antam, Tbk untuk mengolah bijih emasnya. Jadi jumlah penggunaan sianida oleh penduduk di ketiga desa yaitu Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret berdasarkan hasil penelitian dan konversi untuk per tahunnya adalah 530,522 ton. 5.3.3. Pijer (Boraks) Merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garan Natrium (Na2B4O710H2O) atau 172
nama lainnya adalah Natrium Biborat, Natrium Piroborat, Natrium Tetraborat, yang banyak digunakan dalam berbagai industry non pangan seperti industri kertas, gelas, pengawet kayu dan keramik, gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks. Dampak dari mengkonsumsi boraks tidak dirasakan secara langsung karena sifatnya terakumulasi sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak, testis, dan ginjal. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, namun juga melalui kulit. Boraks yang terserap didalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta dalam jumlah yang sangat kecil akan dikeluarkan melalui keringat. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi akan mengakibatkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan, anuria (tidak terbentuknya urin), menimbulkan depresi, apatis, tekanan darah turun, koma, bahkan kematian. Daya toksisitas pada anak kecil adalah sebanyak 5 gram boraks didalam tubuh anak kecil akan mengakibatkan kematian, sedangkan pada orang dewasa sebanyak 10-20 gram boraks akan mengakibatkan kematian. Berdasarkan hasil penelitian di ketiga desa penggunaan boraks adalah untuk ngegebos emas yang menurut hasil wawancara boraks tersebut digunakan sebagai pembersih emas yang akan dijual kepada penadah. Menurut responden, seriap orang yang melakukan penggebosan badannya tidak pernah bisa gemuk. Hal ini merupakan salah satu gejala yang ditimbulkan dari boraks itu sendiri yaitu menghilangkan nafsu makan. Penggunaan pijer untuk ketiga desa berdasarkan data hasil wawancara yang tersedia dari 9 orang responden yang menggunakan pijer adalah sebanyak 756 Kg per tahun. 173
5.3.4. Soda Api (caustic) Berbentuk padatan serbuk berwarna putih yang dapat menyerap carbondioksida dari udara, dan bersifat korosif dengan air. Soda api ini berguna untuk menetralkan asam, untuk industri tekstil, dan metal treatment (pembersih logam). Dampak dari penggunaan soda api ini adalah jika terkena tangan akan menimbulkan gatal-gatal atau iritasi. Penggunaan soda api ini oleh para responden adalah dalam pengolahan lumpur menggunakan tong yang digunakan sebagai pembersih dan juga untuk menaikkan Ph, banyaknya disesuaikan dengan kapasitas tong, jumlah penggunaan soda api untuk ketiga desa berdasarkan hasil wawancara dan perhitungan adalah 2,34 ton per tiga hari atau 284,7 ton per tahunnya. 5.3.5. Air Keras (HNO3) Merupakan asam anorganik yang berbentuk cairan dan tidak berwarna, memiliki aroma yang kuat, mudah larut dalam air, dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Air keras ini biasa digunakan dalam industri bahan peledak, industri logam, dan dapat menjadi skala kontrol dalam pengolahan air. Penggunaan air keras berdasarkan hasil penelitian adalah sebanyak 30 liter per bulan per orang, berdasarkan penelitian terdapat 7 orang responden yang menggunakan air keras di ketiga desa, sehingga total penggunaan air keras dari ketujuh orang tersebut adalah 210 liter per bulan. Data yang tersedia tidak ada untuk berapa orang total yang menggunakan air keras, sehingga tidak dapat dipastikan berapa jumlah penggunaan air keras untuk ketiga desa tempat penelitian.
174
5.4 Kondisi Kesehatan Masyarakat di Lokasi Penelitian Kondisi kesehatan masyarakat di tiga desa perlu diteliti karena melihat kondisi daerah tersebut dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai penambang liar yang mengolah hasil tambangnya menggunakan zat-zat yang berbahaya, terutama adalah merkuri. Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden akan dijelaskan dibawah ini. 5.4.1. Desa Cisarua Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebesar 38,47 persen atau sebanyak 39 orang responden menyatakan bahwa penyakit yang biasa diderita oleh para penambang liar dan para pengolah, penyakit-penyakit tersebut adalah gatal-gatal, masuk angin, sakit perut, sakit kepala, kedinginan, keram, tangan menjadi kebal, flu, sakit badan, sesak nafas, tremor, stroke, kecapean, dan rematik. Penyakit-penyakit tersebut adalah yang diketahui oleh responden biasa diderita olah para penambang liar dan pengolah lainnya. Sedangkan sebanyak 65 orang responden tidak mengetahui penyakit yang diderita oleh rekan satu profesinya. Untuk responden sendiri sebesar 64,42 persen atau 66 orang responden menyatakan menderita suatu penyakit tertentu. Penyakit-penyakit tersebut adalah gatal-gatal yang diduga oleh responden disebabkan oleh kuman didalam lubang tempat pengambilan bijih emas, dan akibat melakukan pengolahan dengan menggunakan sianida, sakit kepala, sakit perut, meriang, bisul, sakit badan, sulit tidur, demam, maag, masuk angin, mata perih, flu, gangguan penglihatan, rematik, diare, panas dalam, encok tangan, sesak nafas, anemia, dan batuk. Jenis-jenis
175
penyakit tersebut yang dinyatakan responden yang mereka derita selama ini. Dan sisanya menyatakan tidak ada keluhan penyakit apapun. Tabel 144. Perlakuan Terhadap Penyakit yang Diderita Perlakuan Berobat Tidak Berobat Total
% 53,61 46,39 100
Jumlah 52 45 97
Sumber: Data primer
Tabel 145. Tempat Berobat Tempat Berobat Puskesmas Dokter (RS) Total
% 78,85 21,15 100
Jumlah 42 11 53
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 53,61 persen atau sebanyak 52 responden menyatakan bahwa mereka berobat ketika mereka sakit, dan dari 52 orang responden tersebut sebanyak 42 orang pergi berobat ke puskesmas dan sisanya sebanyak 11 orang pergi berobat ke rumah sakit atau dokter. Dan dari 42 orang yang pergi ke puskesmas, sebanyak 19 orang berobat ke puskesmas nanggung (Dr. Edwin). Untuk responden yang tidak berobat, mereka lebih memilih untuk meminum obat warung karena mereka menyatakan bahwa mereka tidak memiliki uang untuk berobat, jarak puskesmas jauh dari rumah mereka, dan mereka berpikir cukup untuk meminum obat warung. Tabel 146. Biaya Berobat Per Tahun Biaya berobat/tahun Rp 19.000-Rp 94.000 Rp 94.001-Rp 169.001 Rp 169.002-Rp 244.002 Rp 244.003-Rp 319.003 Rp 319.004-Rp 394.004 Rp 394.005-Rp 469.005 Rp 469.006-Rp 544.006 Total
% 46,51 20,93 13,95 9,30 4,65 2,33 2,33 100
Jumlah 20 9 6 4 2 1 1 43
Sumber: Data primer
176
Untuk biaya berobat ke dokter dalam satu tahun para responden mengeluarkan biaya yang bervariasi tergantung kemana mereka berobat dan penyakit yang mereka derita. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 46,51 persen responden mengeluarkan biaya untuk berobat sebesar Rp 19.000-Rp 94.000,- per tahunnya. Hal ini dikarenakan frekuensi berobat yang tidak sering dalam kurun waktu satu tahun dan biaya berobat yang tidak mahal untuk satu kali berobatnya. Sedangkan sebesar 2,33 persen responden mengeluarkan biaya sebesar Rp 394.005-Rp 544.006,- untuk kurun waktu satu tahun berobat. Hal ini dikarenakan frekuensi yang cukup sering untuk berobat dalam satu tahun dan biaya berobat yang cukup mahal. Tetapi terdapat empat orang responden yang mengeluarkan biaya berobat sebesar Rp 1.440.000-Rp 4.800.000,- per satu tahunnya. Hal ini dikarenakan frekuensi berobat sebanyak 24-48 kali dalam satu tahun dan biaya berobat yang cukup mahal ketika mereka berobat pada dokter atau rumah sakit. Tabel 147. Sumber Air Untuk Keperluan Rumah Tangga Sumber air RT Sumur Mata air PAM Sumur+Air mineral Total
% 62,03 30,38 2,53 5,06 100
Jumlah 49 24 2 4 79
Sumber: Data primer
Sumber air yang digunakan oleh responden untuk keperluan rumah tangga seperti mandi, mencuci, masak dan minum berasal dari berbagai macam sumber air. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebesar 62,03 persen responden memiliki sumur sebagai sumber air untuk kebutuhan rumah tangganya, sedangkan sebesar 2,53 persen responden mendapatkan air untuk keperluan rumah tangganya dari PAM (Perusahaan Air Minum), sebesar 30,38 persen responden mendapatkan sumber air mereka dari mata air di gunung, dan sebesar 5,06 persen responden 177
mendapatkan sumber air untuk keperluan rumah tangga mereka dari sumur, namun untuk minum mereka gunakan air mineral. Menurut responden, sebelum adanya tambang emas mereka tidak perlu sulit untuk mendapatkan air hingga mencari mata air di gunung, mereka bisa menggunakan air di sungai yang airnya sangat jernih. Namun setelah adanya tambang emas air sungai menjadi tercemar dan ikan sudah tidak dapat ditemukan lagi di dalam sungai, sehingga mereka tidak berani untuk menggunakan air sungai lagi. Namun masih terdapat beberapa orang penduduk yang menggunakan air sungai untuk mandi, mengairi sawah, bahkan menangkap ikan untuk dimakan. Tabel 148. Pengetahuan Akan Bahaya Merkuri Pengetahuan Bahaya Merkuri Tahu Tidak Tahu Total
% 68,27 31,73 100
Jumlah 71 33 104
Sumber: Data primer
Merkuri merupakan zat yang sangat berbahaya dan memiliki dampak yang sangat besar walaupun tidak langsung terlihat, tetapi terakumulasi berdasarkan waktu. Berdasarkan hasil penelitian sebbesar 68,27 persen atau sebanyak 71 orang tahu akan bahaya merkuri. Mereka mengetahuinya baik dari teman, masyarakat sekitar, pemerintah, PT. Antam, Penyuluhan dari LSM, dan dari berita-berita baik cetak maupun elektronik. Namun 33 orang responden sisanya masih tidak tahu mengenai toksisitas dari merkuri yang selama ini mereka gunakan untuk mendapatkan emas. 5.4.2 Desa Malasari Penyakit yang diderita oleh gurandil berdasarkan hasil penelitian dari 75 orang responden, sebesar 92% atau sebanyak 69 orang responden menyatakan tidak tahu penyakit apa saja yang biasa diderita oleh para gurandil. Sedangkan 178
sebesar 8% responden atau sebanyak 6 orang responden menyatakan bahwa gurandil biasanya menderita penyakit gatal-gatal, masuk angin, maag, sakit kepala, sakit penggang, meriang, dan untuk yang suka ngegebos badannya akan susah untuk gemuk. Untuk para responden berdasarkan hasil penelitian dari 75 orang responden, sebanyak 65 orang responden menyatakan menderita suatu penyakit, baik satu jenis penyakit, maupun lebih dari satu penyakit. Sebanyak 29 orang responden dari 65 responden yang menyatakan telah menderita penyakit tertentu memiliki hanya satu jenis penyakit, sedangkan sebnayak 36 orang responden dari 65 responden yang menyatakan telah menderita suatu penyakit memiliki lebih dari satu jenis penyakit atau pernah mengalami lebih dari satu jenis penyakit. Adapun penyakit yang diderita oleh 65 orang responden tersebut adalah Flu(batuk dan pilek), gatal-gatal, sakit kepala, bisul, rematik, sakit badan, sakit pinggang, masuk angin, meriang, paru-paru, sakit perut, sulit tidur, sesak nafas, dan tipus. Tabel 149. Perlakuan Responden Terhadap Penyakit yang Diderita Perlakuan Berobat Tidak berobat Total
% 53,85 46,15 100
Jumlah 35 30 65
Sumber: Data primer diolah
Tabel 150. Biaya Berobat Per Tahun Biaya Berobat per Tahun Rp 30.000-Rp 172.991 Rp 172.992-Rp 315.983 Rp 315.984-Rp 458.975 Rp 458.976-Rp 601.967 Rp 744.960-Rp 887.951 Total
% 63,33 16,67 10 6,67 3,33 100
Jumlah 19 5 3 2 1 30
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan hasil penelitian dari 75 responden, sebanyak 65 orang menyatakan menderita suatu penyakit, dari 65 orang responden tersebut sebanyak 179
35 orang atau sebesar 53,85% langsung berobat ketika menderita sakit, mereka berobat ke berbagai tempat yaitu sebanyak 3 orang responden berobat ke Dr.Adi di leuwiliang, sebanyak 22 orang berobat ke Dr. Edwin di Kecamatan Nanggung, sebanyak 6 orang responden berobat kepada mantri Yudi di kampong Cisangku, dan sisanya yaitu sebanyak 4 orang responden berobat ke puskesmas, Rumah Sakit dan melakukan pengobatan alternatif. Sedangkan sebesar 46,15 persen responden atau sebanyak 30 orang responden hanya membeli obat di warung ketika menderita sakit, dengan alasan tempat berobat yang jauh, takut untuk berobat, dan tidak punya uang. Untuk biaya berobat, dari 35 orang responden yang berobat, sebesar 63,33 persen responden atau sebanyak 19 orang responden mengeluarkan biaya untuk berobat sebesar Rp 30.000-Rp 172.991 per tahunnya hal ini dikarenakan frekuensi berobat antara 1-5 kali dalam setahun dengan biaya per berobar sebesar Rp 25.000-Rp 40.000. Sedangkan sebesar 3,33 persen responden mengeluarkan biaya berobat sebesar Rp 744.960-Rp 887.951 per tahunnya hal ini disebabkan oleh frekuensi berobat hingga 12 kali per tahunnya dan biaya per satu kali berobat sebesar Rp 70.000. Namun terdapat 5 orang responden yang mengeluarkan biaya berobat diatas Rp 1.000.000,- hal ini dikarenakan frekuensi berobat berkisar antara 12-48 kali dalam setahun dan biaya per berobat yang berkisar antara Rp 25.000-Rp 1.000.000, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar dari rata-rata biaya berobat yang dikeluarkan oleh responden lainnya yaitu sebesar Rp 192.833 per tahunnya.
180
Tabel 151. Sumber Air Rumah Tangga Sumber Air Rumah Tangga Kamar Mandi Umum Mata Air PAM Sumur Sungai Total
% 4,76 80,95 1,59 11,11 1,59 100
Jumlah 3 51 1 7 1 63
Sumber: Data primer diolah
Sumber air yang digunakan responden untuk keperluan rumah tangga berasal dari tempat yang berbeda-beda seperti kamar mandi umum, mat air PAM, sumur, dan sungai. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 80,95 persen responden mendapatkan sumber air rumah tangga dari mata air, sedangkan sebesar 1,59 persen responden memperoleh sumber air untuk keperluan rumah tangga dari PAM dan sungai. Tabel 152. Pengetahuan akan Bahaya Merkuri Pengetahuan Bahaya Merkuri Tahu Tidak Tahu Total
% 86,84 13,16 100
Jumlah 66 10 76
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan hasil penelitian dari 76 orang responden, sebesar 86,84 persen responden atau sebanyak 66 orang mengetahui bahwa merkuri merupakan zat yang berbahaya, sedangkan sebesar 13,16 persen atau sebanyak 10 orang responden tidak mengetahui bahwa merkuri adalah zat yang berbahaya. Dari 66 orang yang mengetahui bahwa merkuri adalah zat yang berbahaya, sebesar 40,91 persen atau sebanyak 27 orang responden mengetahui bahwa merkuri adalah zat yang berbahaya dari orang lain. Sedangkan sebesar 1,52 persen responden mengetahui bahwa merkuri adalah zat yang berbahaya dari berita, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), orangtua, pamflet, dan pelajaran di sekolah. Sisanya
181
responden mengetahui dari Antam, dinas kesehatan, dokter, penyuluhan, teman, dan tahu secara sendirinya. Untuk bahaya yang diakibatkan oleh merkuri, berdasarkan hasil penelitian dari 66 orang responden yang mengetahui bahwa merkuri adalah zat berbahaya, sebesar 34,85 persen atau sebanyak 23 orang tidak mengetahui apakah bahaya yang diakibatkan oleh merkuri, alasan mereka tidak mengetahuinya adalah karena informasi yang diterima oleh mereka tidak lengkap, karena ketika diadakan penyuluhan mereka hanya mengikuti setengah dari acara penyuluhan tersebut, atau ketika mereka membaca pamflet tidak dijelaskan didalam pamflet tersebut apa saja bahaya yang diakibatkan oleh merkuri, sehingga mereka tidak mengetahui apa saja bahaya yang dihasilkan oleh merkuri tersebut. Sedangkan sebesar 65,15 persen responden atau sebanyak 43 orang responden mengetahui apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan dari interaksi dengan merkuri, bahayabahaya yang disebutkan oleh 43 orang responden tersebut adalah batuk, gangguan pernafasan, gatal-gatal, infeksi, sesak nafas, penurunan kecerdasan (idiot, bodoh), tremor (kejang-kejang), jantung, kanker, rematik, keracunan, kerontokan, paruparu, lumpuh, sakit perut, sakit kepala, tangan kaku/rusak, tipus, dan kematian. Dan terdapat satu orang responden yang mengatakan bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh merkuri tersebut baru akan dirasakan setelah jangka waktu 30 tahun. 5.4.3. Desa Bantarkaret Penyakit yang biasa diderita oleh para gurandil berdasarkan hasil penelitian dari 31 orang responden, sebanyak 7 orang responden mengetahui penyakit apa saja yang biasa diderita oleh para gurandil. Sedangkan 24 orang 182
sisanya tidak mengetahui penyakit apa saja yang biasa diderita ileh para gurandil. Dari 7 orang responden yang mengetahui penyakit apa saja yang diderita olah para gurandil, mereka menyatakan bahwa penyakit-penyakit tersebut adalah flu, sakit kepala, meriang, gatal-gatal, dan masuk angin. Penyakit yang diderita oleh responden sendiri berdasarkan hasil penelitian dari 31 orang responden, sebanyak 28 orang menyatakan menderita suatu penyakit tertentu baik hanya satu jenis penyakit maupun lebih dari satu jenis. Adapun penyakit-penyakit tersebut adalah demam, flu, sakit kepala, sakit perut, gatalgatal, tremor, meriang, migrain, sakit badan, dan sulit tidur. Sedangkan 3 orang responden sisanya menyatakan tidak menderita suatu penyakit apapun. Tabel 153. Perlakuan Terhadap Penyakit yang Diderita Responden Perlakuan Berobat Tidak berobat Total
% 60,71 39,29 100
Jumlah 17 11 28
Sumber: Data Primer
Tabel 154. Biaya Berobat Responden Per Tahun Biaya berobat Rp 40.000-Rp 130.000 Rp 130.001-Rp 220.001 Rp 220.002-Rp 310.002 Rp 310.003-Rp 400.003 Rp 400.004-Rp 490.004 Total
% 60 13,33 6,67 13,33 6,67 100
Jumlah 9 2 1 2 1 15
Sumber: Data primer
Berdasarkan hasil penelitian dari 32 orang responden, sebanyak 28 orang menyatakan menderita suatu penyakit, sedangkan 4 orang sisanya tidak memiliki suatu penyakit apapun. Dari 28 orang tersebut, 17 orang langsung berobat ketika menderita suatu penyakit, mereka berobat ke berbagai tempat yang berbeda, sebanyak 4 orang berobat ke Dr. Adi, 4 orang berobat ke Dr. Edwin (Nanggung), 3 orang berobat ke Puskesmas Cikawung, 2 orang berobat ke Puskesmas Karacak, 183
3 orang sisanya berobat ke Dr. Sugeng, RS Karya Bakti, dan pengobatan tradisional di Sukabumi. Adapun biaya pengobatan per tahunnya adalah sebanyak 9 orang mengeluarkan biaya Rp 40.000-Rp 130.000 per tahunnya, sebanyak 4 orang mengeluarkan biaya sebesar Rp 130.001-Rp 220.001 dan Rp 310.003-Rp 400.003 per tahunnya, sebanyak 2 orang sisanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 220.002-Rp 310.002 dan Rp 400.004-490.004 per tahunnya. Dan terdapat satu orang yang mengeluarkan biaya sebesar Rp 6.000.000,- per tahunnya yang merupakan data pencilan sehingga tidak dimasukkan ke dalam selang. Dan 11 orang sisanya tidak berobat ketika menderita suatu penyakit, namun mereka hanya membeli obat warung karena bagi mereka harga obat warung tidak mahal, dan tidak repot dibandingkan dengan pergi berobat ke tempat berobat yang jaraknya cukup jauh dari tempat mereka tinggal. Tabel 155. Sumber Air Rumah Tangga Sumber air rumah tangga Mata air Sumur Total
% 87,5 12,5 100
Jumlah 14 2 16
Sumber: Data Primer
Sumber air yang digunakan responden untuk keperluan rumah tangga berasal dari tempat yang berbeda seperti mata air dan sumur. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 87, 5 persen responden mendapatkan sumber air rumah tangga dari mata air, sedangkan sebesar 12,5 persen responden memperoleh sumber air untuk keperluan rumah tangga dari sumur. Tabel 156. Pengetahuan Bahaya Merkuri Pengetahuan Bahaya Merkuri Tidak Tahu Tahu Total
% 37,5 62,5 100
Jumlah 12 20 32
Sumber: Data Primer
184
Berdasarkan hasil penelitian dari 32 orang responden, sebanyak 20 orang responden mengetahui bahwa merkuri merupakan zat yang berbahaya, sedangkan 12 orang sisanya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa merkuri adalah zat yang berbahaya. Dari 20 orang yang mengetahui bahwa merkuri merupakan zat yang berbahaya, mereka mengetahui hal tersebut dari berbagai sumber yang berbeda setiap orangnya, adapun sumber-sumber informasi tersebut adalah sebanyak 15 orang responden mendapatkan informasi dari orang lain (baik masyarakat setempat maupun orang yang tidak mereka kenal), sisanya sebanyak 5 orang responden mendapatkan informasi tersebut dari Antam, penyuluhan, pelajaran ketika di sekolah, teman, dan dari televisi. Untuk bahaya-bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan merkuri, dari 20 orang yang mengetahui bahwa merkuri itu berbahaya sebanyak 11 orang responden tidak mengetahui apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan oleh karena penggunaan merkuri tersebut. Alasan mereka tidak mengetahuinya adalah karena informasi yang diterima oleh mereka tidak lengkap, karena ketika diadakan penyuluhan mereka hanya mengikuti setengah dari acara penyuluhan tersebut, atau ketika mereka membaca pamflet tidak dijelaskan didalam pamflet tersebut apa saja bahaya yang diakibatkan oleh merkuri, sehingga mereka tidak mengetahui apa saja bahaya yang dihasilkan oleh merkuri tersebut. Sedangkan 9 orang responden sisanya mereka menyatakan bahwa bahaya akibat penggunaan merkuri adalah gatal-gatal, kelumpuhan, paru-paru, penyumbatan pembuluh darah, tipus, tremor, dan penggunaan merkuri dapat mengganggu kesehatan.
185
5.4.4. Jenis Penyakit yang Diderita Penduduk Kecamatan Nanggung Dari pasien yang mendapat pelayanan kesehatan diUPTD Puskesmas kecamatan Nanggung selama tahun 2007, urutan terbanyak penyakit dengan jumlah terbanyak masih ditempati oleh penyakit-penyakit yang berhubungan dengan lingkungan yang kurang baik. Tabel 157. Sepuluh Besar Penyakit di Kecamatan Nanggung Tahun 2007 No Nama Penyakit Persentase 1 Diare 15,26 % 2 Tukak Lambung 14,2 % 3 Influenza 11,66 % 4 Penyakit ISPA 10,86 % 5 Penyakit ISPA Tidak Spesifik 10,36 % 6 Dermatitis (Eksim) 10,22 % 7 Batuk 4,87 % 8 Hipertensi 2,98 % 9 2,63 % Scabies 10 Otitis Media 1,8 % Sumber: SP3 Puskesmas Nanggung 2007
Tabel 158. Sepuluh Besar Penyakit Tahun 2008 Kode No ICD Jenis Penyakit 10 Penyakit Infeksi Saluran 1 J39 Pernafasan Atas lainnya 2 K25 Tukak Lambung Diare dan Gastroenteritis tidak dapat dikelompokkan kedalam 3 A09 A00-A08 4 R05 Batuk Dermatitis lain, tidak spesifik 5 L30.9 (eksema) 6 M79.1 Myalgia 7 I10 Hipertensi Primer (esensial) Demam yang tidak diketahui 8 R50. sebabnya 9 A16.0 Tuberkulosis paru klinis 10 J11.1 Influenza
Jumlah L
P
Jumlah Jumlah Kasus Kasus Baru Lama
3256 3341 844 2099
6597 2943
0 1
1227 1270 905 1182
2497 2087
0 0
817 581 559
1043 1279 1193
1860 1860 1752
0 0 591
730 602 461
845 701 601
1575 1303 1062
0 622 0
Sumber: SP3 Puskesmas Nanggung 2008
Dari data kesehatan penduduk kecamatan Nanggung diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diduga merupakan gejala akibat terkontaminasi 186
zat-zat kimia berbahaya yang digunakan oleh para penambang liar dalam mengekstraksi bijih emasnya adalah: Tabel 159. Daftar Penyakit di Kecamatan Nanggung yang Diduga Akibat Penggunaan Bahan Berbahaya Nama Penyakit
Penyebab
Infeksi saluran pernafasan atas
Rusaknya silia (penyaring didalam hidung) akibat paparan yang terjadi secara terus menerus Makanan atau minuman yang tidak bersih atau tercemar suatu zat sehingga membuat luka dilambung Benda asing akan memasuki tubuh
Tukak lambung Batuk Dermatitis atau eksim Kontak dengan alergi, terjadi penebalan (kapalan) Tuberkulosis paru Akibat bakteri, yang dapat dilihat langsung pada tubuh si klinis penderita Paparan langsung dengan pembakaran suatu zat yang sering dilakukan Conjunctivitis Sumber: SP3 Puskesmas Nanggung 2008
Sedangkan untuk penyakit-penyakit yang diderita oleh responden berdasarkan hasil wawancara yang merupakan gejala akibat penggunaan bahan kimia berbahaya adalah gatal-gatal, sakit kepala, sulit tidur, gangguan penglihatan, iritasi kulit, paru-paru, dan tremor. 5.5. Nilai Harapan Hidup di Lokasi Penelitian Adanya pertambangan emas tanpa izin yang dilakukan di tiga Desa lokasi penelitian, membuat nilai harapan hidup atau rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, dalam hal ini adalah para penduduk yang tinggal didekat lokasi pertambangan yaitu Desa Cisarua, Desa Malasari, dan Desa Bantarkaret. Berdasarkan data yang tersedia di kantor pemerintahan tiap desa diperoleh data kematian, namun untuk Desa Cisarua data kematian tidak tersedia dengan lengkap sehingga data tidak dimasukkan, adapun data kematian yang tersedia di Desa Malasari dan bantarkaret adalah sebagai berikut: 187
Tabel 160. Data Kematian Desa Malasari tahun 2008 Bulan (2008) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
Jenis Kelamin L P 1
Umur 40 tahun
1
50 tahun
1
45,70 tahun 80 tahun
2
1 4
59 tahun 2
344
Sumber: Data Desa Malasari
Tabel 161. Data Kematian Desa Malasari tahun 2009 Bulan (2009) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
L
Jenis Kelamin P
Umur
1
6 bulan
1
1
18,45 tahun
1
46 tahun 85 tahun
1
35,60 tahun
2 5
2
289,5
Sumber: Data Desa Malasari
Berdasarkan data kematian yang diperoleh dari Desa Malasari, maka -rata umur harapan hidup dapat dihitung dengan cara merata-ratakan jumlah umur penduduk ketika meninggal, dibagi jumlah penduduk yang meninggal. Rata-rata umur harapan hidup di Desa Malasari pada tahun 2008 adalah sebesar 57,33 tahun. Umur harapan hidup Desa Malasari pada tahun 2009 adalah sebesar 41,29 tahun, sedangkan umur harapan hidup untuk tahun 2008 dan 2009 di Desa Malasari adalah sebesar 49,31 tahun. 188
Tabel 162. Data Kematian Desa Bantarkaret tahun 2008 Bulan (2008) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
Jenis Kelamin L P 2
2
1 1
1 2 1 4 1 1 1 1 16
4 1 1
8
Umur 1 bulan, 90 tahun 75, 69 tahun, 1 hari 80 tahun 70 tahun 80,85,75,85 tahun 53 tahun 41,25,60 tahun 75,75 tahun 75 tahun 68 tahun 6 bulan 1181,586
Sumber: Data Desa Bantarkaret
Berdasarkan data yang diperoleh di Desa Bantarkaret, maka diperoleh umur rata-rata harapan hidup di Desa Bantarkaret pada tahun 2009 adalah sebesar 62,19 tahun. Berdasarkan data kematian dari kedua Desa tempat penelitian, maka rata-rata umur harapan hidup untuk di kedua Desa tersebut adalah 55,75 tahun. 5.6. Kerugian yang Akan Ditimbulkan dari Penggunaan Bahan Berbahaya di Lokasi Penelitian Penggunaan
bahan-bahan
berbahaya
di
lokasi
penelitian
akan
menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri yang menggunakan bahan berbahaya tersebut, maupun orang-orang yang tinggal di sekitar lingkungan tempat bahanbahan berbahaya tersebut digunakan. Salah satu bahan berbahaya yang digunakan dilokasi penelitian adalah merkuri. Zat berbahaya tersebut digunakan dalam proses pengolahan emas oleh para penambang liar. Pencemaran merkuri ke alam dalam jumlah yang melebihi ambang batas akan sangat merugikan baik terhadap kesehatan, maupun terhadap keuangan. Merkuri telah meracuni warga di Kumamoto Jepang yang mengakibatkan penyakit-penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan terutama penyakit-penyakit yang menyerang saraf pusat. 189
Banyak warga Kumamoto yang meninggal akibat keracunan merkuri, dan tidak sedikit korban yang mengalami penyakit-penyakit aneh akibat terkontaminasi merkuri terlalu banyak. Kumamoto adalah salah satu distrik di Jepang yang memiliki kepadatan penduduk sebesar 249 jiwa/Km2, distrik ini pada tahun 1959 dihebohkan dengan ditemukannya penyakit aneh yang menyerang sistem syaraf, penyakit yang muncul 24 tahun setelah perusahaan Chisso didirikan dan mulai berproduksi. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh pemerintah di distrik Kumamoto ini mengenai penyakit aneh tersebut, berdasarkan hasil penelitian dibuktikan bahwa penyakit tersebut berasal dari adanya kontaminasi merkuri terhadap hasil laut yang yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat di distrik ini. Setelah dilakukan banyak penelitian, diketahui bahwa sebuah perusahaan bahan kimia adalah penyebab terjadinya bencana besar tersebut yang membuang limbahnya yaitu merkuri ke dalam laut dengan jumlah buangan merkuri sebanyak 5,5-16,7 ton per tahunnya. Maka dari itu para masyarakat yang menjadi korban pencemaran merkuri tersebut melakukan penuntutan terhadap perusahaan itu untuk memberikan kompensasi akibat pencemaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Perjuangan yang cukup panjang telah dilakukan oleh para korban dan keluarganya, hingga satu per satu korban telah meninggal, akhirnya pada tahun 2004, para korban yang berjuang terus mendapatkan buah hasil perjuangan mereka, mereka mendapatkan dana kompensasi sebesar 1.932.432,43 yen pada tahun 2004, yang jika dikonversi ke nilai sekarang dalam rupiah adalah sebesar Rp 206.753.412,- per satu orang korban. 190
Ketiga Desa tempat diadakan penelitian adalah lokasi pertambangan PT.Antam, Tbk yang juga merupakan lokasi dari pertambangan emas liar, dimana dalam kegiatannya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang salah satunya adalah merkuri. Berdasarkan hasil penelitian jumlah buangan merkuri per tahunnya untuk ketiga Desa tempat penelitian adalah sebanyak 5,5 ton. Kepadatan penduduk untuk ketiga desa ini adalah sebanyak 628 jiwa per Km2, dimana pertambangan liar ini diasumsikan mulai bersamaan dengan mulai berproduksinya PT. Antam, Tbk yaitu pada tahun 1994, maka penggunaan merkuri oleh para penambang liar telah berlangsung selama kurang lebih 15 tahun. Dengan jumlah buangan yang hampir sama dengan yang terjadi di Minamata dan kepadatan penduduk yang lebih padat, maka dampak akibat penggunaan merkuri ini akan terlihat kurang lebih 9-15 tahun yang akan datng di ketiga desa ini. Kerugian yang mungkin akan dialami oleh para korban di ketiga desa tempat penelitian adalah sebesar Rp 78.231.729,25,- per satu orang korban untuk nilai saat ini, yang diperoleh dengan melakukan ekstrapolasi terhadap data pendapatan per kapita di Kumamoto dan membandingkannya dengan pendapatan per kapita Kabupaten Bogor yang menggunakan harga konstan tahun 2006 (Rp 6.642.355,-). Tabel 163. Pendapatan Per Kapita Kumamoto Perfektur Tahun Pendapatan Per Kapita (Yen)
1980
1985
1990
1993
1.470.000
1.854.000
2.401.000
2.442.000
Sumber: Economic Planning Agency, Annual Report On Perfectural Economies
Selain biaya yang akan dikeluarkan nanti, para responden pun akan terus mengeluarkan biaya kesehatan setiap tahunnya untuk mengobati gejala-gejala penyakit akibat penggunaan bahan kimia berbahaya, yang berdasarkan hasil
191
penelitian diperoleh bahwa untuk Desa Cisarua rata-rata respondennya mengeluarkan biaya kesehatan sebesar Rp 140.349,-/tahunnya, Desa Malasari sebesar Rp 192.833,-/tahunnya, dan Desa Bantarkaret sebesar Rp 171.800,- per tahunnya.
192
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Proses pengolahan emas yang dilakukan oleh para gurandil tidak memenuhi prosedur yang benar, karena mereka menggunakan bahan kimia berbahaya dalam melakukan proses pengolahan bijih emas yang mereka peroleh dengan cara menambang secara liar. Setelah mereka melakukan pengolahan tersebut mereka tidak mengolah limbah yang dihasilkan secara benar, mereka hanya menampung limbah tersebut atau membuangnya ke tanah kosong, sawah, selokan, dan sungai, atau sekedar menjadikannya bentengan di halaman rumah mereka. 2. Kegiatan produksi yang dilakukan oleh para penambang liar mengalami fluktuasi yang terkadang menurun namun terkadang kembali meningkat, sebagai akibat pengawasan yang semakin ketat dari pihak Antam dimana lubang-lubang tempat para gurandil mengambil bijih emas akhir-akhir ini sering diledakkan oleh pihak keamanan PT. Antam, Tbk yang mengakibatkan para gurandil takut untuk mengambil bijih emas. Namun jika para gurandil memiliki uang untuk membayar para petugas keamanan tersebut, maka mereka akan aman untuk melakukan pekerjaanya mengambil emas di lubanglubang yang tersedia. 3. Penggunaan bahan berbahaya hingga saat ini cukup banyak yaitu:
•
Merkuri adalah logam yang pada suhu kamar berbentuk cair dengan warna keperakan, dan merupakan zat yang berbahaya, bila terkontaminasi akan merusak sistem syaraf pusat otak. Merkuri di tempat penelitian digunakan sebanyak 5,5 ton per tahunnya dengan kepadatan penduduk untuk ketiga desa tersebut adalah 628/Km2. Jika dibandingkan dengan tragedi Minamata, dapat disimpulkan bahwa akan terjadi tragedi yang lebih parah di ketiga desa dan sekitarnya, karena jumlah buangan yang hampir sama, sedangkan kepadatan penduduk di ketiga desa lebih padat (kepadatan penduduk di Minamata 249/ Km2).
•
Sianida adalah senyawa kimia yang dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dengan bentuk padat, cair, dan gas, dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Jumlah penggunaan Sianida untuk ketiga desa tersebut adalah 530,520 ton per tahunnya. Dengan dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan Sianida adalah iritasi pada kulit dan mata yang akan dirasakan setelah 30-60 menit paparan Sianida terjadi. Dan jika masuk kedalam saluran pencernaan maka akan dengan mudah masuk kedalam darah yang akan menginaktifkan beberapa enzim, yang selanjutnya akan menimbulkan kematian.
•
Soda api adalah senyawa kimia yang berbentuk padatan serbuk berwarna putih yang dapat menyerap carbondioksida dari udara, dan bersifat korosif dengan air. Soda api berdasarkan penelitian digunakan sebanyak 284,7 ton per tahunnya untuk ketiga desa, yang penggunaanya akan menimbulkan dampak gatal-gatal dan iritasi.
194
•
Air keras adalah senyawa anorganik yang berbentuk cairan dan tidak berwarna, memiliki aroma yang kuat, mudah larut dalam air, dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang digunakan oleh responden untuk memurnikan emas. Penggunaan air keras untuk ketiga desa tempat penelitian berdasarkan data hasil wawancara yang tersedia dari 7 orang responden yang menggunakan air keras dan perhitungan adalah sebanyak 3000 Ltr air keras per tahun.
•
Pijer merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Dampak penggunaan pijer ini adalah membuat tidak nafsu makan, sakit kepala, sakit ginjal, koma, bahkan kematian. Pada anak kecil 5 gram pijer didalam tubuh akan menyebabkan kematian dan untuk orang dewasa 10-20 gram pijer akan menyebabkan kematian. Penggunaan pijer untuk ketiga desa berdasarkan data hasil wawancara yang tersedia dari 9 orang responden yang menggunakan pijer adalah sebanyak 756 Kg per tahun.
4. Kondisi kesehatan masyarakat di ketiga Desa tempat penelitian berdasarkan hasil wawancara para responden didapat bahwa penyakit-penyakit yang diderita oleh para responden penambang adalah gatal-gatal, sakit kepala, sakit perut, tremor, meriang, bisul, sakit badan, sulit tidur, demam, maag, masuk angin, mata perih, flu, gangguan penglihatan, rematik, diare, panas dalam, encok tangan, sesak nafas, anemia, dan batuk. Berdasarkan data yang berasal dari Puskesmas Nanggung, daftar penyakit yang diderita oleh penduduk disekitar wilayah Kecamatan Nanggung selama tahun 2006 dan 2008 adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas, Tukak lambung, Batuk, Dermatitis 195
atau eksim, Tuberkulosis paru klinis, Conjunctivitis. Berdasarkan data penyakit-penyakit tersebut dapat dilihat dampak akibat penggunaan bahanbahan kimia berbahaya seperti pijer dan sianida yaitu gatal-gatal dan tremor, serta dampak penggunaan merkuri yang merupakan gejala awal yaitu sakit kepala yang sering diderita oleh para responden. 5. Umur harapan hidup di kedua desa tempat penelitian yaitu Desa Malasari dan Bantarkaret adalah 55,75 tahun, sedangkan untuk Desa Cisarua data tidak tersedia. Umur harapan hidup yang tersebut dikarenakan banyak terjadi kematian pada warga yang berumur masih muda akibat kecelakaan kerja. 6. Kerugian yang akan timbul sebagai akibat penggunaan bahan berbahaya terhadap kesehatan masyarakat di ketiga desa tempat penelitian adalah akan terjadinya dampak terhadap kesehatan dan kerugian material akibat dari penggunaan bahan kimia berbahaya dalam melakukan pengolahan bijih emas. Pengeluaran biaya kesehatan per tahunnya yang dikeluarkan oleh para responden berdasarkan hasil wawancara adalah untuk Desa Cisarua rata-rata dikeluarkan Rp 140.349,-, Desa Malasari Rp 192.833,-, dan Desa Bantarkaret sebesar Rp 171.800,- per tahunnya. Jumlah korban yang akan diperkirakan terkena dampak di ketiga desa ini bila dikonversi dengan jumlah korban di Minamata adalah sebanyak 289 orang dengan kerugian yang kemungkinan timbul adalah sebesar Rp 78.231.729,25,- per satu orang korban berdasarkan hasil ekstrapolasi data pendapatan per kapita di Kumamoto Perfektur dengan pendapatan per kapita Kabupaten Bogor tahun 2006 berdasarkan harga konstan.
196
6.2. Saran Berdasarkan hasil, pembahasan, dan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, saran yang dapat disampaikan agar dampak dari penggunaan bahan berbahaya dapat dicegah antara lain: 1. Penggunaan bahan-bahan berbahaya harus segera dihentikan, mengingat bahaya dan kerugian yang akan timbul di kemudian hari. Penggunaan bahanbahan kimia tersebut dapat dihentikan atau dikurangi dengan cara: •
Pengawasan yang ketat terhadap penjualan bahan kimia;
•
Pengawasan yang ketat terhadap pembelian bahan kimia;
•
Pengawasan yng ketat terhadap penggunaan bahan kimia.
2. Hukuman yang tegas bagi yang melanggar. 3. Pemerintah setempat seharusnya memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kesehatan, yang sebaiknya sering diadakan agar masyarakat tahu bagaimana dampak yang terjadi akibat penggunaan bahan kimia berbahaya, yang disertai pemutaran video kasus-kasus yang pernah terjadi akibat penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya tersebut. Karena berdasarkan penelitian, masyarakat di ketiga desa tempat penelitian tidak percaya akan dampak yang nantinya ditimbulkan oleh bahan kimia yang digunakannya, akibat belum adanya bukti yang merasakan dampak tersebut. 4. Melihat gejala penyakit-penyakit yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimia berbahaya seperti Merkuri, Sianida, dan lain sebagainya telah timbul, maka pemerintah dan pihak-pihak terkait sudah seharusnya mempersiapkan cara pengobatan dan biayanya di kemudian hari.
197
DAFTAR PUSTAKA Agustine, L. A. 2000. Valuing Ecosystem Services Toward Better Environmental Decision Making. The National Academic Press. Ariany, R. 2005. Audit Lingkungan Terhadap Penanganan Limbag Padat dan Limbah Cair di RSUP DR. hasan Sadikin Bandung. Universitas Indonesia. Jakarta. Economic Planning Agency. 1993. Annual Report On Perfectural Economies. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hardiani, L. 2002. Evaluasi Efektivitas Pengolahan Limbah Sianida Pada Pengolahan Bijih Emas (Studi Kasus di PT. Aneka Tambang Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor, Bogor, Jawa Barat). Universitas Indonesia. Jakarta. Kardina, D. 2005. Analisis Kesediaan Membayar Biaya Remediasi Bagi Masyarakat Pertambangan Emas Tanpa Izin Terhadap Pencemaran Sungai Cikaniki di Kabupaten Bogor. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Masazumi, Harada. 2005. Tragedi Minamata. Makasar: Media Kajian Sulawesi. Nasution, B. 2002. Usaha Memperbaiki Limbah Pengolahan Bijih Emas dengan Hidrogen Peroksida dan Tiosulfat. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasution, H. 2004. Kajian Toksisitas Sedimen yang Terkontaminasi Merkuri Akibat Pertambangan Emas Tanpa Izin Terhadap Daphnia sp. Di Sungai Cikaniki Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Parker, R. A and Rea, M. L. 1997. Designing and Conducting Survey Research. Jossey Bass Publishers. San Fransisco. PT. Aneka Tambang. 1991. ’Analisis Dampak Lingkungan Penambangan dan Pengolahan Bijih Emas serta Mineral Ikutannya’.PT. Aneka Tambang. Bogor. Sinar Harapan. 2003. ’Industri Tambang Emas Masih Menjanjikan, Cadangan Emas Indonesia Mencapai 1300 Ton’. Rodrigues, S and Filho. 2004. Environmental Assessment in Two Small Scale Gold Mining Areas in Indonesia. Jakarta. Siregar, E. 2008. Laporan Tahun 2007 Puskesmas Kecamatan Nanggung. Puskesmas Kecamatan Nanggung. Bogor. Siregar, E. 2008. Laporan Tahun 2008 Puskesmas Kecamatan Nanggung. Puskesmas Kecamatan Nanggung. Bogor. Soemirat. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor. Bogor
LAMPIRAN
Gambar: Proses pengolahan bijih emas menggunakan glundungan