Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah
Masa Prasejarah Indonesia dimulai dengan adanya kehidupan manusia purba yang pada saat itu belum mengenal baca dan tulis. Masa yang juga dikenal dengan nama Nirleka, dimana Nirleka memiliki arti : Tidak ada tulisan (nir artinya tidak ada, leka artinya tulisan). Manusia purba di Indonesia hanya mengandalkan gambar atau simbol yang dilukiskan pada goa, bukit karang dan serat kayu dari kulit pohon yang menunjukan adanya kehidupan di masa prasejarah. Para ahli sejarah dapat mengungkapkan adanya zaman prasejarah di Indonesia. Salah satunya dengan ditemukannya fosil maupun artefak. Dari fosil yang ditemukan, para ahli sejarah dapat menguraikan bahwa kehidupan manusia purba di Indonesia sangatlah sederhana. Mereka hidup berpindah-pindah dan berburu guna kelangsungan hidup. Tahap perkembangan keadaan alam pada masa prasejarah dapat dibagi atas zaman-zaman sebagai berikut :
Arkaekum atau Azoikum (Zaman Tertua) Paleozoikum (Zaman Kehidupan Tua) Mesozoikum (Zaman Kehidupan Pertengahan) Neozoikum atau Kainozoikum (Zaman Kehidupan Baru)
Setiap tahap perkembangan yang ada di masa prasejarah memakan waktu hingga jutaan tahun umur bumi. Hal tersebut dapat diketahui dari ilmu geologi yang mempelajari kejadian bumi, struktur dan komposisi alam diatas permukaan bumi. Arkaekum atau Azoikum (Zaman Tertua)
Zaman tertua berlangsung selama kurang lebih 2500 juta tahun. Keadaan kulit bumi masih terasa panas akibat proses pembentukan permukaan bumi dan dapat dipastikan dalam zaman tertua ini belum ada kehidupan.
Paleozoikum (Zaman Kehidupan Tua)
Keadaan bumi yang belum layak namun sudah ada tanda-tanda kehidupan. Di zaman kehidupan tua sudah ditemukan makhluk bersel satu, hewan yang tidak memiliki tulang punggung, berbagai jenis ikan dan reptil. Mesozoikum (Zaman Kehidupan Pertengahan)
Zaman kehidupan pertengahan keadaan alamnya sudah membaik namun keadaan iklim, terutama di daerah dataran yang berada di bawah permukaan laut sering mengalami perubahan suhu. Banyak ditemukan hewan berjenis reptil dan amfibi memiliki tubuh yang besar. Zaman berkembangnya jenis reptil yang memiliki tubuh besar seperti dinosaurus, tyranosaurus dan brontosaurus. Komodo yang ada di Indonesia merupakan salah satu jenis Reptil raksasa yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Neozoikum atau Kainozoikum (Zaman kehidupan Baru) Berlangsungnya zaman Neozoikum kurang lebih 60 juta tahun yang lalu. Berdasarkan perkembangan yang terjadi zaman Neozoikum terbagi atas zaman Tersier (Zaman Ketiga) dan zaman Kwarter (Zaman Keempat).
Di zaman tersier (zaman ketiga), binatang-binatang menyusui mengalami perkembangan dilihat dari jumlahnya yang semakin pesat. Justru Reptil raksasa banyak mengalami kepunahan. Tampak hewan primata yang tubuhnya lebih besar dari jenis Gorilla yang dikenal dengan Giganthropus (Kera Manusia Raksasa).
Di zaman kuarter (zaman keempat), mulai munculnya kehidupan manusia purba (Pleistosen). Di zaman tersebut, es di kutub utara meluas hingga benua Eropa dan Amerika, Indonesia yang letak geografisnya jauh dari kutub, mengalami hujan lebat bertahun-tahun. Terjadinya pergeseran lapisan bumi, salah satu akibat gunung merapi yang masih aktif dan menghasilkan permukaan bumi muncul (daratan) disertai turunnya permukaan laut. Maka terjadi Paparan Sunda dan Paparan Sahul. Contohnya Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Malaysia, masih dalam kesatuan daratan dengan benua Asia. Suhu temperatur bumi naik yang menyebabkan cairnya lapisan es di kutub dan berakibat banjir pada permukaan daratan, dimana pada akhirnya memisahkan daratan yang luas, terbagi bagi menjadi bagian yang lebih kecil dan dipisahkan oleh lautan yang kita kenal dengan sebutan pulau. Keadaan alam tersebut mengakibatkan adanya banyak perpindahan mahluk hidup, termasuk manusia purba pada saat itu. Manusia purba benua Asia banyak berpindah di kepulauan Indonesia. Hal tersebut tercermin dengan ditemukannya Sinanthropus Pekinensis di Peking, Cina yang jenisnya sama dengan Pithecanthropus Erectus dari Trinil, Ngawi, Jawa Timur (sebagai bukti terjadinya perpindahan penduduk manusia purba benua Asia ke Indonesia). Permukaan air laut yang tinggi, sementara rendahnya tanah-tanah di paparan Sunda dan Paparan Sahul, membentuk kepulauan Nusantara yang beriklim tropis, mengakibatkan sebagian besar mahluk hidup musnah. Maka Zaman Manusia Purba tergantikan dengan munculnya manusia yang cerdas (Homo Sapiens). Manusia-manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah sebagai berikut : Meganthropus Paleojavanicus, ditemukan oleh Von Koeningswald di desa Sangiran, Lembah Bengawan Solo (Tahun 1936-1941) Pithecanthropus Mojokertensis, ditemukan oleh Von Koenigswald di desa Perning, Lembah Bengawan Solo Mojokerto, Jawa Timur Pithecanthropus Robustus, ditemukan oleh Weidenreich dan Von Koenigswald di desa Trinil, Lembah Bengawan Solo (Tahun 1939) Pithecantropus Erectus, ditemukan oleh Eugene Dubois di desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur (tahun 1890) Homo Soloensis, ditemukan oleh Ter Haar, Oppenoorth dan Von Koenigswald di Ngandong, Blora, di Sangiran dan Sambung Macan, Sragen(Tahun 1931-1933) Homo Wajakensis, ditemukan oleh Van Riestchoten di desa Wajak, Tulungagung (tahun 1889) Awal munculnya kehidupan manusia purba di Indonesia, perkembangan kebudayaannya sangat lamban, akibat keadaan alam yang masih sangat liar dan belum banyak terjadi keseimbangan alam. Maka selama itu pula berlangsungnya zaman batu.
Para ahli sejarah membagi dua Zaman yaitu : Zaman Batu Zaman Logam Sebagai awal kehidupan masyarakat purba di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Zaman Batu
Di masa prasejarah, dimana manusia purba menggunakan batu guna membuat alat-alat berburu, memotong dan senjata perang. Jenis batu yang digunakan adalah Flin dan Rijang. Sementara basalt dan batu pasir digunakan sebagai alat mengasah batu. Pada akhir zaman batu, manusia purba telah banyak menggunakan endapan tanah liat untuk membuat tembikar. Zaman tersebut berakhir dengan adanya pertanian, peternakan hewan dan peleburan biji tembaga untuk menghasilkan Logam. Zaman Logam
Manusia prasejarah di Indonesia telah mengenal peleburan, kemudian mencetak alat-alat yang dibutuhkan dengan Logam sebagai bahan dasarnya. Adapun cetakan-cetakan tersebut dibuat dari : Batu (bivalve) Tanah liat Lilin (a cire perdue) Zaman Logam terbagi atas dua Zaman yaitu zaman perunggu dan zaman besi.
Zaman Perunggu
Pada zaman perunggu manusia purba di Indonesia sudah dapat mengenal teknik mencampur tembaga dengan timah. Hal tersebut dilakukan guna menghasilkan logam yang lebih keras. Adapun alat-alat perunggu yang ditemukan di Indonesia adalah : Kapak Corong ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Papua Nekara Perunggu (Moko) ditemukan di Sumatera, Jawa-Bali, Sulawesi, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti Benjana Perunggu ditemukan di Sumatera dan Madura Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat) Zaman Besi
Manusia purba di Indonesia pada masa prasejarah telah dapat melebur besi dari bijinya untuk dibuat alat-alat yang mereka inginkan. Suatu teknik yang sulit untuk dapat melebur besi dibandingkan tembaga maupun perunggu. Adapun alat-alat yang dihasilkan seperti :
Mata Kapak bertungkai kayu Mata Pisau Mata Sabit Mata Pedang Cangkul
Alat-alat tersebut diatas ditemukan di Gunung Kidul (Jawa Tengah), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur). Dikategorikannya Zaman Batu dan Zaman Logam karena sepanjang masa tersebut banyak didominasi peralatan yang digunakan baik dari batu maupun logam. Sedangkan Zaman Perunggu dan zaman Besi yang termasuk dalam Zaman Logam adalah akibat dari perkembangan teknologi dimasa prasejarah.
Masa Prasejarah adalah terjadinya kehidupan manusia purba di Indonesia yang bertahan hidup dan melakukan kegiatan hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Masyarakatnya hidup sederhana karena lambatnya pengembangan budaya. Meskipun pada akhirnya manusia purba di Indonesia lenyap, seiring waktu yang berjalan namun masih banyak menyisakan peninggalan yang dapat kita jadikan petunjuk bahwa adanya manusia purba Indonesia di Masa Prasejarah. Narasumber : Wikipedia, Prof. Dr.M.Habib Mustopo dalam buku Sejarah Penulis : Tangguh Sutjaksono Editor : Nunik Sumasni Photographer : Fedry Andria