Mantra Pengobatan pada Masyarakat Pangean Rantau Kuantan
Mia Mayang Sari. Elmustian Rahman Abdul Jalil
ABSTRACT The research based on the study of literature. The problem of this research is the form and uses of the medicinal spell in Pangean‟s society. The study about form and uses of the medicinal spell is assumed so interesting, because till this time Malay Pangean‟s society still use spell which is used by witch-doctor as the medicinal although there are many doctors, though the Malay Pangean‟s society still assume that there are things which can‟t be reach by doctors. The form of medicinal which can‟t be reach by doctors are such as the medicinal for the people who entered by the mysterious creature, keteguran, recuperation of eager, to chase away the evil and averse evil. Structure is the way in which something is arranged or organized. The structure in this research means the way in which spell is arranged based on the spell composition are the opening, the content, and the closing of the spell. The writer focus on the study about the form and uses spell in this research. The spell medicinal in Malay Pangean‟s society consist of keteguran spell, biring spell, penjemput benih spell, cure of tooth spell, the bulged stomach spell, polong spell, the sprinkling of fire spell, kelilipan spell, eyeache spell, spell for ability, draught spell, bimbang malikat spell, stomachache spell, headachespell, and cure of the poison spell. The sources of the data in this research is got from the witch-doctors or handlers who exist in Pangean regency and they are always come by the Pangean‟s society when they need to cure. The number of the witch-doctors are 8 (eight) peoples, they are Ilyas who has 62 years old, Jamuhur who has 60 years old, Dawit who has 50 years old, Sihen who has 40 years old, Agisman who has 59 years old, Lupi who has 71 years old, Agusman who has 69 years old, and Pendi who has 59 years old. The way in collecting data is done by observation technique, interview, and recording which is got by witch-doctor about the spell itself. The data is analyzed by using the collecting data technique. The result of the research find that there are 10 spells which form in quatrain, 2 spells which form karmina, 2 spells which form poem, and 2 spells which form syair,that exist in Malay Pangean‟s society. The use or the role of spell in Malay Pangean‟s society is as a protection and medicine when they are sick. Key words : witch-doctor, spell.
ABSTRAK Penelitian ini berbasis kajian ilmu sastra. Masalah dalam penelitian ini adalah bentuk dan peranan mantra pengobatan pada masyarakat Pangean. Kajian mengenai bentuk dan peranan mantra pengobatan dianggap sangat menarik, karena hingga saat ini masyarakat Melayu Pangean masih menggunakan mantra yang dipergunakan dukun sebagai pengobatan walaupun sudah banyak tenaga medis, namun masyarakat Melayu Pangean beranggapan bahwa ada hal yang tidak terjangkau oleh tim medis. Pengobatan yang tidak bisa disembuhkan dengan cara medis antara lain pengobatan terhadap orang yang kesurupan, keteguran, pemulihan semangat, menghalau hantu dan, tolak setan. Struktural adalah sesuatu yang disusun dan dibangun. Struktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah susunan mantra berdasarkan komposisi mantra yaitu bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penutup sebuah mantra. Penulis memfokuskan kajian mengenai bentuk dan peranan mantra pada penelitian ini. Mantra pengobatan pada masyarakat Melayu Pangean terdiri dari mantra keteguran, mantra biring, mantra penjemput benih, mantra tawar gigi, mantra perut kembung, mantra polong, mantra percikan api, mantra kelilipan, mantra sakit mata, mantra bisa, mantra cekukan, mantra bimbang malaikat, mantra sakit perut, mantra pusing, dan mantra tawar racun. Sumber data dalam penelitian ini penulis dapatkan dari dukun atau pawang yang terdapat di Pangean yang sering didatangi oleh masyarakat Pangean jika membutuhkan pengobatan. Dukun tersebut berjumlah 8 orang yaitu Ilyas berumur 62 tahun, Jamuhur berumur 60 tahun, Dawit berumur 50 tahun, Sihen berumur 40 tahun, Agisman berumur 59 tahun, Lupi berumur 71 tahun, Agusman berumur 69 tahun, dan Pendi berumur 59 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan rekaman yang di dapatkan dari dukun mengenai mantra. Data tersebut kemudian dianalisis melalui teknik analisis data. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa bentuk yang terdapat pada mantra masyarakat Pangean terdapat 10 buah mantra yang berbentuk pantun, 2 buah mantra berbentuk karmina, 2 buah mantra berbentuk puisi, dan 2 buah mantra berbentuk syair. Peranan mantra pengobatan pada masyarakat Pangean adalah sebagai pelindung dan sebagai obat jika mengalami sakit. Kata kunci : dukun, mantra. PENDAHULUAN Mantra merupakan hasil kesusastraan yang sudah ada dan berkembang di Indonesia sejak manusia purba. Dalam masyarakat lama, mantra digunakan untuk menghalau atau membujuk roh-roh halus atau kekuatan gaib. Mantra atau japa mantra sebangsa dengan doadoa yang termasuk puisi lama yang memiliki daya kegaiban dan kesaktian, orang yang mempunyai daya gaib dan daya sakti itu dinamakan Pawang, sesuai dengan pendapat Badudu (1984: 6) bahwa yang disebut mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Sesuai dengan fungsinya sebagai penakluk kekuatan gaib, mantra mengutamakan keindahan dan kehalusan. Oleh karena itu mantra digolongkan kedalam hasil kesusastraan (Ahmad, 1975 dalam Malik, 1985: 21). Dari bentuk ini sastra di Indonesia berkembang menjadi beberapa bentuk: pantun, gurindam, mite, legenda, fabel dan sebagainya (Nana Wijaya, (1980) dalam Malik, 1985: 1),ini berarti, mantra merupakan induk dari segala bentuk sastra yang ada dan berkembang kemudian.
Mantra merupakan bentuk sastra lisan yang berkembang sangat subur di Riau. Berbeda dengan pantun dan syair, mantra merupakan bentuk puisi yang bebas. Namun, dalam bentuknya yang bebas itu, mantra menuntut syarat yang khusus dalam segi bunyi. Karena itu, berbagai jenis penggolongan menjadi ciri khas mantra. Penggolongan kata atau kalimat dapat menghasilkan bunyi sehingga menimbulkan suasana tertentu sewaktu mantra dibacakan. Suasana yang tercipta itu disebut suasana magis, melalui suasana itu sang dukun (pawang) dapat berhubungan dengan kekuatan atau dunia gaib kalau perlu menguasainya. Menurut Abdul Jalil dan Elmustian Rahman (dalam Ramziah,2007:2) mengatakan “Mantra tidak memiliki syarat-syarat seperti halnya puisi baru, ia berbentuk bebas. Namun dalam hal bentuknya yang bebas itu, mantra menuntut syarat-syarat khusus dalam segi bunyi. Mantra sebagai puisi diartikan sebagai pengucapan dalam bentuk puisi yang mengandung tujuan dan kondisi magis, pengobatan, permohonan, merangkumi istilah lain yang artinya hampir sama seperti jampi, serapah, tawar, sembur, cuca, puja, seru, tangkal, dan lain-lain”. Mantra sebagai bentuk puisi tertua dalam kesusastraan ada dimana – mana (Hasan Junus dalam Malik, (1985: 2). Mantra dimiliki oleh persukuan atau puak yang ada dalam masyarakat Riau, dan terdapat dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Sebagai nelayan mereka memiliki mantra semah laut, mantra menjaring, mantra melabuh pukat, mantra mengail, mantra memanggil angin, mematikan angin, dan sebagainya (Amanriza dkk,1992:9). Struktural adalah sesuatu yang disusun dan dibangun. Struktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah susunan mantra berdasarkan komposisi mantra yaitu bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penutup sebuah mantra. Mengenai penelitian tentang sastra lisan, khususnya mantra memerlukan pendekatan yang agak berbeda dengan objek sastra tulis atau naskah. Sebagaimana pendekatan sosiologi sastra, pendekatan struktural juga memiliki sejumlah prinsip yang sangat diperlukan dalam berbagai kajian dibidang sastra. Jantung strukturalisme adalah masalah hubungan antar unsur yakni kaitan antar unsur - unsur dalam membangun suatu keutuhan (unity) dan kebulatan (wholeness), teks mantra memenuhi persyaratan sebagai teks sastra. Oleh karena itu, teks ini bisa didekati dengan pendekatan struktural dengan mengkaji aspek-aspek kesusastraan dan kebahasaannya. Mantra merupakan salah satu sastra rakyat. Kategori sastra rakyat mencakup lagu rakyat, dongeng, ketoprak pribahasa, teka-teki, legenda; dan banyak yang termasuk tradisi lisan (Panuti Sudjiman, 1986:69). Sastra rakyat yang berbentuk bukan cerita keseluruhannya adalah dalam bentuk puisi tradisional. 1.
Pantun Pantun adalah puisi Melayu tradisional yang paling populer dan sering dibincangkan . telah diterima umum bahwa pantun adalah ciptaan asli orang Melayu; bukan saduran atau penyesuaian dari puisi – puisi Jawa, India, Cina, dan sebagainya. Kata pantun mengandung arti sebagai, seperti, ibarat,umpama, atau laksana. 2.
Syair Para pengkaji sependapat bahwa istilah “syair” berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata – kata syi’i atau su’ur yang berarti perasaan. Dalam bahasa Melayu penggunaannya hanyalah sebagai istilah teknik. Syair Melayu tidak beracukan syi’r atau su’ur Arab atau nama – nama puisi Arab Parsi tetapi adalah ciptaan asli masyarakat Melayu. 3.
Nazam Nazam berasal dari pada Arab nazam yang berarti puisi. Dalam bahasa Melayu, nazam dikenal sebagai puisi yang terdiri dari dua baris rangkap, tiap – tiap sebaris
mengandung lima atau perkataan dengan 10-12 suku kata. Ada juga nazam yang mempunyai lebih dari enam perkataan sebaris dengan jumlah suku kata lebih dari 20. 4.
Dikir atau Zikir Istilah dikir berasal dari Arab zikir. Pada dasarnya zikir merupakan pujian – pujian terhadap Allah dan Rasul-Nya, nabi Muhammad s.a.w. 5.
Gurindam Gurindam adalah sejenis puisi Melayu lama yang tiada tentu bentuknya, ada yang bentuknya terikat atau tidak. Bentuk yang terikat terdiri dari dua baris serangkap, mengandungi tiga hingga enam sebaris dengan rima a-a. Biasanya beberapa rangkap gurindam diperlukan untuk melengkapkan satu keseluruhan idea. 6.
Seloka Dari segi istilah „seloka‟ berasal dari bahasa sanskrit, syloka yaitu suatu bentuk puisi yang terdiri dari dua baris (dua kerat), tiap – tiap satunya mengandungi 16 suku kata, tersusun dalam empat unit. Dalam kesusastraan Melayu, seloka adalah sejenis puisi bebas, berangkap atau tanpa rangkap. Jika berangkap, tiada tentu jumlah barisnya dalam serangkap., jumlah perkataan dalam berbaris, mempunyai rima atau tidak. Seloka memerlukan beberapa baris atau rangkap untuk melengkapkan keseluruhan idea. Teka – Teki Berbeda dengan gurindam dan seloka, teka – teki merupakan puisi lisan yang popular. Teka – teki dalam sastra tradisional terbagi kepada dua bentuk utama yaitu prosa dan puisi. Teka – teki yang tergolong dalam bentuk puisi mungkin ditemui dalam bentuk syair dan pantun atau dalam ungkapan – ungkapan puitis yang lebih bebas seperti talibun, sesomba dan gurindam. 7.
8.
Peribahasa Peribahasa merupakan hasil sastra lisan, walaupun terdapat dalam bentuk tertulis. Fungsi dan penyebarannya juga secara lisan digunakan dalam kehidupan masyarakat pada tempat dan masa yang relevan. Terdapat dalam dua bentuk; prosa atau kalimat biasa berupa perumpamaan, pepatah, bidalan, kiasan, ibarat dan tamsil. Contoh – contoh dapat dilihat dalam kumpulan – kumpulan pribahasa yang telah diterbitkan. 9.
Teromba Teromba tergolong sebagai puisi bebas yang mungkin pula mengandung bentuk lain di dalamnya, umpamanya pantun dan pribahasa, tetapi fungsi dan isinya merujuk kepada satu bidang yaitu adat. 10. Talibun dan Prosa Lirik Talibun (prosa lirik) hampir sama bentuknya dengan prosa berirama. Kedua jenis puisi bebas dan berfungsi dalam cerita – cerita lipur lara. Talibun merupakan sebagian dari cerita sementara prosa lirik adalah bentuk keseluruhan cerita. 11. Mantra Mantera atau mantra diartikan sebagai kata – kata (atau dalam bahasa Malaysia “ayat”) yang apabila diucapkan dapat menimbulkan kuasa ghaib (untuk menyembuhkan penyakit, dll), atau dikenali juga sebagai jampi. Mantra sebagai puisi diartikan sebagai pengucapan dalam bentuk puisi yang mengandung tujuan dan kondisi magis, pengobatan dan
perbomoan, merangkumi istilah – istilah lain yang artinya hampir sama seperti jampi, serapah, tawar, sembur, cuca, puja, seru, dan tangkal. Mantra digunakan dalam mantra pengobatan misalnya berbagih, berhantu, berjin, dan lain-lain. Berbagih adalah suatu pengobatan terhadap penyakit-penyakit ganjil, atau menghalau semangat-semangat yang berbahaya yang dianggap telah masuk kedalam sukma atau tubuh si sakit. Demikian pula berhantu, berjin, dan lain-lain yang diyakini telah menggoda si sakit. Sesuai dengan keberadaan mantra ditengah masyarakat, peran yang sangat jelas dapat dilihat dari penggunaan mantra oleh pelaku atau pemakainya. mantra selalu dipakai sebagai alat untuk menambah kepercayaan diri terhadap lingkungan penggunanya. Mantra memberi kekuatan secara kejiwaan pada masyarakat tradisional, bagi masyarakat yang tidak mempunyai tempat berobat secara modern, mantra merupakan alternatif. Oleh sebab itu, mantra mempunyai peran yang cukup penting di tengah kehidupan masyarakat tradisional. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif atau menjelaskan tentang suatu hal seperti apa adanya. Menurut Surakhman (1999:47) yang dimaksud dengan “Metode Deskriptif adalah metode yang membicarakan beberapa kemungkinan yang masalah dengan jalan menyimpulkan data, menyusun dan menganalisa”. Dalam penelitian ini tentu menjelaskan tentang mantra pengobatan dalam masyarakat Pangean. Data penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data kualitatif bukan berupa angka - angka. Data dalam penelitian ini berupa mantra pengobatan yang terdapat pada masyarakat Pangean. Penelitian tentang mantra pengobatan pada masyarakat Pangean menggunakan teknik pengumpulan data primer dan data sekunder. Demi diperolehnya data yang akurat sehingga dapat dibeberkan dengan baik dan objektif. Data primer dalam penelitian ini berupa mantra pengobatan masyarakat Pangean yang terdiri mantra keteguran, mantra biring, mantra penjemput benih, mantra tawar gigi, mantra perut kembung, mantra polong, mantra percikan api, mantra kelilipan, mantra sakit mata, mantra bisa, mantra cekukan, mantra bimbang malaikat, mantra sakit perut, mantra tawar racun, dan mantra pusing. Semua data ini diperoleh setelah melalui proses observasi, wawancara dan rekaman. Sedangkan data sekunder di dapatkan dari buku–buku yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Sumber data dalam penelitian ini penulis dapatkan dari dukun atau pawang yang terdapat di Pangean yang sering didatangi oleh masyarakat Pangean jika membutuhkan pengobatan. Dukun tersebut berjumlah 8 orang yaitu Ilyas berumur 62 tahun, Jamuhur berumur 60 tahun, Dawit berumur 50 tahun, Sihen berumur 40 tahun, Agisman berumur 59 tahun, Lupi berumur 71 tahun, Agusman berumur 69 tahun, dan Pendi berumur 59 tahun. Teknik analisis data yang dilakukan oleh penulis yaitu, 1) Mengklasifikasikan data hasil observasi dan wawancara sesuai dengan masalah yang dikaji, yang meliputi data Mantra Pengobatan masyarakat Pangean Kabupaten Kuantan Singingi, 2) Membaca dan memahami mantra yang akan dianalisis, 3) Mengelompokan data – data mantra, kemudian memilah mantra – mantra tersebut sesuai masalah yang dikaji, 4) Mendeskrispsikan bentuk dan peranan mantra pengobatan pada masyarakat Pangean. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk mantra pada masyarakat Pangean terdapat 4 bentuk, yaitu :
1.
Bentuk pantun (a) Mantra keteguran Bismillahirrohmanirrohim Hiliar barakik Tunggak manyanggau – nyanggau Dek apo sianu sakik Hantu setan sapo manyapo Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (b) Mantra biring Bismillahirrohmanirrohim Kamudiak sungai garinggiang Mati taompek siria sakobek Aku menawar sianu itu dek biriang Mati taompek ujan lobek Berkat kalimat lailahaillallah muhammadorrosulullah (c) Mantra penjemput benih Bismillahirrohmanirrohim Kasi sirak kasi sirai kasi sirak ilalang mati Jan di urak jan di ungkai Enyo lasuda batanjual moti Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (d) Mantra tawar gigi Bismillahirrohmanirrohim Garobak gabaini Diam di garonggo bosi Ontok ontok gigi di sini Bisuak awak samo poi Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (e) Mantra perut kembung Bismillahirrohmanirrohim Galoga jalan ka dapuar Tasipak kapalo labu Poruik soga urek la konduar Kok angin la lalu Berkat kalimah lailahailallah muhammadoroosulullah (f) Mantra polong Bismillahirrohmanirrohim Orong – orong songkong porong Inggok dikayu marunggau mati’ Aku menawar sianu itu dek barabuni polong Kok kate golang – golang manjuluak mati Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah
(g) Mantra percikan api Bismillahirrohmanirrohim Mandaki gunuang mandaki Tasuo kaladi ayiar Aku lotuik dek api Aku lotuik dek ayiar Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (h) Mantra kelilipan Bismillahirrohmanirrohim Karakok tumbua di jao Babuah kalimuntiang Den kakok sarok tabao Den ombui sarok tapalantiang Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (i) Mantra sakit mata Bismillahirrohmanirrohim Titiak sakutitiak Baronti di sungai kalito Aku manawar mato sianu itu sakik Masuak sekalian tawar kaluar sekalian biso Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (j) Mantra bisa Bismillahirrohmanirrohim Titik setitik Berhenti di sungai kelita Aku menawar sianu itu sakit Masuk sekalian tawar keluar sekalian bisa Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah 2.
Bentuk karmina (11) Mantra perut kembung Bismillahirrohmanirrohim Lungkuk longkang jalan ka dapuar Poruik togang colak ngen kapuar Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (12) Mantra cekukan Bismillahirrohmanirrohim Du komodu toluar dotiak – dotiak Apo ubek sodu liwuar satitiak Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah
3.
Bentuk puisi (13) Mantra bimbang malaikat Bismillahirrohmanirrohim Engkau datang di dopanku
Engkau datang di balakangku Engkau datang di tangan kananku Engkau datang di tangan kiriku Engkau datang dari mulutku Aku menawar sianu itu di bimbang malaikat Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (14) Mantra sakit perut Bismillahirrohmanirrohim Hai nobi Nuh nobi tanah Nobi liye nobi kayu Nobi iliar nobi ayiar Nobi urek nobi adam Nobi sisia nobi rumpuik Nobi akar malilik batang kayu Nobi hakim perhimpunan Pintakilah daun palasan Ubek parangan barabuni sianu itu Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah 4.
Bentuk syair (15) Mantra tawar racun Bismillahirrohmanirrohim Allah ya jarimi Allah Tumu Allah Allah pasipatullah Barakati ya Allah Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah (16) Mantra pusing Bismillahirrohmanirrohim Batang parang barang Daun parang barang Rantiang parang barang Pucuak parang barang Berkat kalimah lailahaillallah muhammadorrosulullah
Dukun berusaha mengamalkan ilmu gaibnya untuk menolong orang lain, menentramkan kegelisahan dan mencoba menghindarkan mereka dari malapetaka. Magis bagi mereka akan selalu di buka dan di akhiri dengan kata – kata ketuhanan, karena Tuhan yang maha Esa adalah kata – kata yang tertinggi. Akibatnya arah pengabdiannya condong ke arah ketuhanan dan malaikat sebagai mahluk halus yang paling setia kepada Tuhan. Kedudukan dukun dengan semua jenis lapisan masyarakat Pangean tidak mempunyai jarak sosial yang lebar. Hal ini disebabkan karena dukun diperlukan oleh semua golongan masyarakat dan dukun dalam pendukunannya tidak pernah memberikan petolongan dengan melibatkan faktor – faktor kemampuan ekonomi seperti yang tampak pada dokter. Kegiatannya sebagai dukun tidaklah dipandang sebagai suatu perbuatan yang didasari oleh motif ekonomi, dan bukan pula suatu perbuatan yang aneh. Perbuatannya seimbang dengan usaha – usaha lainny, sehingga pendukunan telah menjadi pembinaan masyarakat dan tentunya akan tetap menjadi tradisi bagi masyarakat Pangean.
Nilai religi sangat jelas terlihat pada mantra yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pangean. Ungkapan yang terdapat pada mantra tersebut banyak mengandung nilai ketuhanan sebagai kekuatan gaib yang mempunyai nilai tertinggi. Setiap mantra tersebut selalu diawali dengan ucapan bismillahirrohmairrohim dan di akhiri dengan kalimat lailahaillallah muhammadorrosulullah. Maka jelaslah bahwa mantra yang dipegunakan oleh masyarakat Pangean semata – mata hanyalah mengharapkan ridho dari Allah Swt. KESIMPULAN Dari hasil penelitian penulis, mantra pengobatan pada masyarakat Pangean ditemukan sebanyak 16 buah mantra. Mantra-mantra tersebut dituliskan dengan memakai bahasa kampung (bahasa Pangean). Mantra pada masyarakat Pangean berkembang secara lisan dan diwariskan secara turun- temurun. Pada umumnya, mantra yang terdapat pada masyarakat Pangean berbentuk pantun, namun ada juga beberapa buah mantra yang berbentuk bukan pantun, diantaranya yaitu : bentuk karmina sebanyak 2 buah, bentuk puisi sebanyak 2 buah, dan bentuk syair sebanyak 2 buah. Secara keseluruhan, mantra pada masyarakat Pangean adalah sastra yang berbentuk bukan cerita atau sastra non naratif. Peranan mantra pada masyarakat Pangean yaitu sebagai pelindung seseorang dan sebagai obat jika mengalami sakit. Mantra pada masyarakat Pangean hingga saat ini masih memiliki peran yang sangat penting. Karena masih banyak masyarakat Pangean yang berobat kepada dukun karena mereka beranggapan tidak semua penyakit dapat ditangani oleh dokter atau tim medis. Peran mantra tersebut disesuaikan dengan keperluan bagi masyarakat. Disamping adanya mantra yang mempunyai nilai religi karena dipengaruhi oleh keparcayaan masyarakat pengguna yaitu agama islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mubary, Dasri. 2002. Puisi dan Prosa. Pekanbaru: Yayasan Sepadan Tamadun. Amarinza, Ediruslan Pe dan Hasan Junus. 1992/1993. Seni Pertunjukan Tradisional: Teater Rakyat Daerah Riau. Pekanbaru: Pemda Riau Amirullah. 2003. Analisa Bentuk dan Isi Mantra pada Masyarakat Lubuk Agung Desa IV Koto Setangkai Kecamatan Kampar Kiri. (Skripsi). Pekanbaru: Universitas Riau. Badudu, J. S. 1984. Kesusastraan Indonesia 2 . Bandung: Pustaka Prima. Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Hamidy, UU. 1985/1986. Dukun Melayu Rantau Kuantan Riau. Pekanbaru. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1988. Kesusastraan Islam Di Rantau Kuantan Riau. Pekanbaru: Payung Sekaki. . 2003. Metode Penelitian. Pekanbaru: Bilik Kreatif Press. Harun Mat Piah. 1989. Puisi Melayu Tradisional Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. Jalil Abdul, Rahman Elmustian. Puisi Mantra. Unri Press: Masa Depan Buku Riau. Lubis, A. Hamid Hasan. 1994. Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung : Angkasa Bandung. Malik, Abdul, 1985, “Mantra Melayu dan Peranannya dalam Kehidupan Masyarakat Melayu Kecamatan Karimun, Kepulauan Riau”. Skripsi: FKIP Unri. Mirna. 2000. Analisis Teks Mengambil Madu Lebah di Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar. (Skrispi). Pekanbaru: Universitas Riau. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurizan. 2005. Struktur dan Fungsi Mantra Pengobatan pada Suku Laut di Desa Belaras Kecamatan Mandah Kabupaten Indragiri Hilir (Skripsi). Pekanbaru: Universitas Riau. Otang. 2006. Analisis Mantra pada Kesenian Kuda Kepang Desa Batang Batindih Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar. (Skripsi). Pekanbaru: Universitas Riau Saputra, Heru. 2007. Memuja Mantra. Yogyakarta: Pelangi Askara. Semi, M. Atar. 1984. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sumarni. 1999. Mantra (Ilmu Kejayaan) dalam Kehidupan Suku Talang Mamak Sungai Limau Kecamatan Kalayang (Skripsi). Pekanbaru: Universitas Riau.
Wellek, Rene dan Austin Werren. 1985. Teori Kesusastraan, Jakarta: Gramedia. (Terjemahan Melani Budianta). Yasyin, Sulchan. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amanah. Yunus, Umar, 1985. Sosiologi Sastra: Persoalan Teori dan Metode, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.