PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA DALAM MASYARAKAT Mia Zultrianti Sari Universitas Kuningan
[email protected]
ABSTRAK Kemajuan dalam dunia pendidikan merupakan suatu hal yang keberadaannya diharapkan dalam sebuah sistem pendidikan. Pendidikan yang bersifat dinamis haruslah mengalami penyesuaian terhadap kondisi lingkungan dan perubahan di masyarakat. Diperlukan berbagi inovasi untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Perubahan merupakan gejala sosial yang dialami oleh setiap masyarakat juga akan mempengaruhi perubahan sosial remaja. Karena pada dasarnya remaja selalu memiliki kecenderungan untuk berubah dan meniru apa yang mereka lihat. Keinginan untuk semakin maju dan berkembang beriringan dengan usia seorang indivdu dan kemajuan pola pikir dan tingkat kemampuannya. Pada usia awal bersekolah, seorang anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, dimana remaja harus menyesuaiakan dirinya dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah untuk menghindari bullying. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam dunia pendidikan merupakan suatu hal yang keberadaannya diharapkan dalam sebuah sistem pendidikan. Pendidikan yang bersifat dinamis haruslah mengalami penyesuaian terhadap kondisi lingkungan dan masyarakat secara umum. Diperlukan berbagi perubahan dan inovasi untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Perubahan merupakan gejala sosial yang dialami oleh setiap masyarakat. Pada dasarny masyarakat selalu memiliki kecenderungan untuk semakin maju dan berkembang, seiring dengan kemajuan pola pikir dan tingkat kemampuannya. Pada usia awal bersekolah, seorang anak dituntut untuk mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Pada usia ini, biasanya anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap yang berpusat kepada diri sendiri (egosentris) kepada sikap bekerja sama (kooperatif) atau sosiosentris. Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebaya, dan bertambah kuat keinginnanya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dan merasa tidak senang apabila tidak diterima oleh kelompoknya. Sekolah merupakan tempat menuntut ilmu dan sosialisasi. Tempat dimana seorang anak harus belajar sebagai bekal hidupnya dan juga tempat bersosialisasi agar dapat membentuk pribadinya menjadi lebih dewasa. Pendidikan adalah proses
297
pendewasaan jiwa. Di sekolah, setiap insan akan menghadapi teman-teman sebaya dengannya, teman yang lebih muda, dan teman yang lebih tua darinya. Sekolah salah satu kelompok sistem sosial berskala kecil yang ada di dalam masyarakat, disana tempat terjadinya sosialisasi antar individu dengan individu lainnya. Akan tetapi, dalam sosialisasi, ada beberapa kasus dari remaja yang belum dapat memahami karakter temannya, sehingga timbullah kesalahpahaman satu sama lain yang lalu diiringi dengan konflik, baik berupa perkelahian, intimidasi, pemalakan, pengucilan, dan lain-lain. Hal yang seharusnya tidak terjadi di kalangan pelajar kini banyak terjadi danbiasanya dilakukan senior kepada yunior. Fenomena ini dapat disebut Bullying, yakni kekerasan yang dilakukan senior kepada yunior. Menurut kamus besar bahasa Indonesia “bullying” ialah intimidasi. Bentuk tindakan seperti menggangu, menyakiti, melecehkan yang dilakukan sengaja atau tidak sengaja, terencana, dapat bentuknya terus menerus terhadap seseorang atau sekelompok orang. Marak terjadi kasus bullying di antara anak-anak kebanyakan terjadi justru di lingkungan sekolah. Bullying dapat mengubah kegiatan di sekolah yang awalnya menyenangkan, belajar sambil berteman, menjadi menakutkan bahkan mimpi buruk bagi mereka. A. Tujuan Penelitian Pada makalah ini akan dipaparkan materi-materi mengenai: 1. Perubahan Masyarakat
Perubahan pada masyarakat/ sistem sosial adalah faktor perubahan yang terjadi pada remaja yang berada di sekolah sebagai salah satu sistem organisasi sosial berskala kecil yang ada di masyarakat. 2. Perkembangan Sosial Remaja Pada bahasan ini akan dipaparkan mengenai pengertian, karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial serta pengaruhnya terhadap tingkah laku anak. 3. Permasalahan sosial remaja (Bullying) Pada bahasan ini akan dipaparkan mengenai salah satu permasalahan yang sering terjadi pada anak usia sekolah dasar khusunya di kelas tinggi, yaitu bullying. PEMBAHASAN A. PERUBAHAN SOSIAL 1. Pengertian Perubahan Sosial Pada abad sekarang ini terjadi perubahan-perubahan yang sangat menyolok diseluruh dunia. Perubahan-perubahan pada umumnya berasal dari manusia dan masyarakat, oleh sebab itu perubahan-perubahan ini dinamakan, perubahan sosial. Perubahan dilakukan oleh manusia menuju kesebuah 298
keadaan baru yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Perubahan dimaksudkan untuk meningkatkan taraf dan derajat kehidupannya, baik secara moral maupun materiil. Berikut ini beberapa ahli Sosiologi mengungkapkan definisi Perubahan Sosial sesuai dengan sudut pandang mereka. 1. J. P. Gillin dan J. L. Gillin Perubahan Sosial adalah suatu pareasi dari cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, dan ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. 2. Kingsley Davis Perubahan Sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. 3. Astrid Susanto (dalam Garna, 1992:8) Arti Perubahan Sosial menurutnya lebih memberikan tekanan akan pentingnya pembangunan untuk diterapkan pada gejala sosial. Ada dua proses sosial yang dapat dikaitkan dengan pembangunan, yaitu: a. Pertumbuhan atau perkembangan pengetahuan.
b. Pertumbuhan atau perkembangan kemampuan manusia untuk mengendalikan lingkungan alam. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa arti perubahan sosial, adalah proses dimana terjadi perubahan struktur masyarakat yang selalu berjalan sejajar dengan perubahan kebudayaan dan fungsi suatu sistem sosial. 2. Perubahan Sosial : Realitas dan Proses Kehidupan manusia itu adalah proses dari satu tahap hidup ke tahap lainnya, karena itu perubahan sebagai proses dapat menunjukan perubahan sosial dan perubahan budaya,atau berlaku keduaduanya pada satu runtutan proses itu. Dimana-mana dirasakan, bahwa perubahan sosial sebagai proses adalah suatu kenyataan,yaitu kenyataan ( realita ) yang dibuktikan oleh kejadiankejadian antara lain seperti depersonalisasi,adanya frustasi dan lain sebagainya. Setiap masyarakat manusia selama hidup dalam alam semesta ini pasti mengalami perubahanperubahan,karena tidak ada suatu masyarakat manusia pun dalam alam semesta ini yang berhenti pada satu titik
299
tertentu. Dengan meminjam istilah A.N. Whitehead “ yang menempatkan alam semesta pada posisi yang kreatif” sehingga berkembang menjadi sesuatu yang baru, maka memungkinkannya untuk terjadi suatu perubahan. Hal-hal penting yang erat kaitannya dengan teori perubahan sosial,adalah bahwa semua perubahan menimblkan kontrakdiksi, berarti kecenderungan terjadinya pertentangan, dilema,dan unsur-unsur yang tidak bersesuaian didalam sistem sosial ( masyarakat ), dan kontradiksi ini merupakan pergerak utama perubahan sosial. Dengan mengacu kepada bahasan- bahasan tersebut diatas maka pembahasan lebih lanjut akan berada pada posisi untuk mulai tugas mempelajari teori perubahan sosial dalam skala besar atau teori makro tentang perubahan sosial. B. Perkembangan Sosial Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, yang diwarnai dengan perubahanperubahan yang sangat cepat baik segi fisik maupun psikologisnya. Perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahanperubahan fisik tersebut.
Diantara perubahan fisik tersebut, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi tinggi dan panjang), mulai berfungsinya alat reproduksi (ditandai dengan haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki) serta tanda-tanda seksual sekunder yang mulai tumbuh. Masa remaja disebut sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Dan masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the worst of time. Berikut ini dikemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja 1. Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif. 2. Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi. 3. Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental. 4. Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu. 5. G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan). Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja
300
berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasifikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th). Mengenai batasan usia remaja, banyak para ahli mencoba memberikan batasan-batasan yang diantaranya ditemukan perbedaan di dalam memberikan rentang usia remaja, namun secara umum yang dikatakan remaja adalah mereka yang berusia sekitar 13 sampai dengan 21 tahun. Pada kurun waktu yang relatif singkat telah terjadi perubahan yang sangat pesat baik pada segi fisik maupun psikhis, sehingga dapat dimengerti apabila pada periode remaja terjadi banyak perilaku yang sedikit menonjol dan berbeda dari perilaku individu pada umumnya. Tidak jarang kita mendengar banyak remaja yang bermasalah, karena sesuai dengan kondisi fisik maupun psikologisnya yang sedang berada pada posisi labil dan krisis, memungkinkan terjadinya perilaku yang menyimpang sebagai akibat ketidak mampuan remaja melakukan pengendalian diri terhadap situasi yang merangsang kehidupan emosionalnya. Masa remaja juga menghadapi kondisi pencarian identitas. Remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya di masyarakat dan cenderung merasa tidak puas dengan keberadaan diri, sehingga berupaya untuk menarik perhatian
dari lingkungannya/tampil beda. Tidak jarang penampilan remaja banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Perubahan ini terjadi dalam waktu yang relatif cepat, sehingga bagi orang tua atau orang dewasa yang kurang peka atau kurang memahami kondisi remaja akan merasa terganggu dan tidak mudah menerima perubahan perilaku remaja dengan menampilkan respon atau sikap negatif. Hal ini seringkali menjadi sumber meningkatnya permasalahan yang terjadi dengan remaja. Padahal masa remaja sendiri merupakan periode bermasalah, sehingga seyogyanya tidak harus ditambah lagi dengan beban permasalahan dengan orang dewasa maupun lingkungannya. Meskipun demikian, dari jumlah yang bermasalah, masih lebih banyak jumlah remaja yang dapat melewati masa remajanya dengan aman, sukses dan berprestasi, adalah mereka yang mampu mengalami hambatan-hambatan dengan baik. Orang dewasa terutama orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya, seyogyanya perlu mengerti dan memahami apa yang terjadi pada proses tumbuh kembang anak atau remajanya, sehingga dapat berperan aktif untuk membimbing, mengarahkan dan mengantarkan mereka menuju puncak kebahagiaan sebagai anak-anak/remaja yang tidak bermasalah. 1. Perkembangan Sosial Pada Usia Remaja Tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, dimana remaja harus menyesuaiakan dirinya dengan lawan
301
jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Dalam masa perkembangannya, remaja berusaha untuk melepaskan dirinya dari lingkungan orang tua, untuk identitas ego. Remaja melepaskan dirinya dari orang tua dan membentuk kelompok. Dalam kelompok yang terjadi frekuensi interaksi yang makin banyak maka korelasi kelompok akan semakin kuat. Dalam kelompokkelompok dengan korelasi yang kuat berkembanglah satu iklim kelompok dan norma-norma kelompok tertentu. Norma-norma kelompok itu sangat ditentukan oleh pemimpin-pemimpin dalam kelompok. Moral kelompok dapat berbeda dengan moral dalam keluarga. Bila moral kelompok lebih baik dan moral keluarga tidak akan membedakan masalah apa pun, asal remaja itu betul-betul meyakini moral kelompok yang dianutnya. Akan tetapi jika moral kelompok berbeda dengan moral keluarga, padahal moral keluarga lebih baik, maka akan terjadi permasalahan antara anak dan keluarga, dan akhirnya akan timbul persoalan antara hubungan antar kelompok sebaya dan keluarga. Semakin banyak partisipasi sosial, semakin besar kompetensi sosial remaja, seperti terlihat dalam kemampuan bergaul, dalam mengadakan pembicaraan, dalam melakukan olah raga, dan permainan yang populer, dan berperilaku baik dalam berbagai situasi sosial. Karena remaja merasa bahwa pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka dalam masyarakat, mereka menginginkan pemimpin yang
berkemampuan tinggi. Faktor utama yang terpenting dalam kepemimpinan menurut mereka adalah kepribadian. Berikut ini dapat kita lihat gambaran perkembangan sosial remaja awal dan remaja akhir (Juntika Nurihsan, 2007) : REMAJA AWAL
REMAJA AKHIR
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi, keinginan menyendiri, dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer.
Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat)
Adanya ketergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi
Ketergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat, dan sebagainya.
Adanaya ambivalen antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari
Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai-nilai atau kaidah-kaidah normatif yang universal dari pada pendukungnya
302
orang tua.
yang mungkin dapat berbuat keliru atau kesalahan.
Di dalam sekolah kelompokkelompok remaja sering juga dapat menimbulkan kesukaran-kesukaran bila pemimpin nonformal dalam kelas bertentangan dengan pemimpin formal atau gurunya. Bila pelajaran yang diberikan tidak menarik dan dipandang tidak ada artinya maka konflik sosial tersebut dengan mudah dapat terjadi. Ketua kelas sebagai pimpinan formal dalam kelas akan berhadapan dengan pimpinan nonformal di luar kelas atau pimpinan kelompok sebaya. Adanya kelompok sebaya yang bermacam-macam maka dapat tejadi bertentangan kelompok bila norma kelompok berbeda-beda. Pertentangan kelompok akan menyeret pertentangan antar sekolah atau antar kelas. Sebagai contoh perkelahian antar siswa di berbagai tempat di Indonesia. Pimpinan-pimpinan nonformal inilah yang biasa berpengaruh kuat. Jika pada persoalan dengan sekolah mereka inilah yang mengajak kawan-kawannya untuk menentang sekolah. Jadi ada hubungan yang kuat antara kelompok sebaya dengan sekolah. Jika kelompok sebaya itu mempunyai norma-norma yang baik akan berpengaruh yang baik terhadap sekolah, dapat membawa nama baik sekolah, tetapi jika terdapat normanorma yang kurang baik juga akan mencemarkan nama sekolah. Horrocks dan Benimoff (dalam Elizabeth B. Hurlock, 1980: 214) menjelaskan pengaruh kelompok
sebaya pada masa remaja sebagai berikut : Kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaikin konsep dirinya; di sinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingijn dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilainilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya. Jadi di dalam kelompok sebaya inilah remaja mendapat dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan di situ pulalah ia dapat menemukan dunia yang memungkinnya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya. Kecuali itu, kelompok sebaya merupakan hiburan utama bagi anak-anak belasan tahun. Berdasarkan alasan tersebut kelihatanlah kepentingan vital masa remaja bagi remaja bahwa kelompok sebaya terdiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan kepadanya ia sendiri bergantung.
303
Namun demikian kelompok sebaya dapat dimanfaatkan untuk membantu peran keluarga maupun sekolah sebagai pemegang peran pendidikan. Oleb karena itu kelompok sebaya perlu mendapat bimbingan dan pengarahan agar memilih kegiatan-kegiatan yang baik. Sekolah dapat menggunakan kelompok sebaya ini dengan membentuk kelompok-kelompok belajar. Para guru pembimbing dapat memanfaatkan kelompok teman sebaya ini sebagai media bimbingan secara kelompok. 2. Masalah-masalah Sosial Pada Remaja Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis.
Dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang paling menonjol terjadi di bidang hubungan heteroseksual. Dalam waktu singkat remaja mengadakan perubahan radikal, yaitu dari tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih menyukai teman dari lawan jenisnya dari pada teman sejenis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencobacoba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya. Masalah penyesuaian diri remaja terlihat lebih buruk bila dibandingkan dengan masalah pada usia perkembangan lainnya, hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan antara lain: Persoalan remaja biasanya mempengaruhi lebih banyak orang Periode remaja yang berlangsung cepat membuat remaja tidak memiliki cukup waktu untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Remaja hanya memiliki sedikit pengalaman untuk memecahkan masalahnya secara mandiri, berbeda pada saat masa anak yang masih
304
selalu mendapat bantuan dari orang tua, sementara remaja sudah dituntut untuk mandiri. Beberapa masalah remaja yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya antara lain: 1. Konflik Dengan Orang Tua Biasanya bermula dari persoalan kesalah pahaman, kesulitan komunikasi atau perbedaanperbedaan norma antara anak remaja dengan orang tuanya. Perlakuan orang tua yang kurang bijaksana, terlalu mudah berprasangka, kurang sabar, banyak menuntut tapi kurang mampu memberi contoh tauladan, atau ketidak sepahaman antara kedua orang tua sendiri di dalam mendidik anak serta kurang berwibawa. 2. Masalah Keretakan Keluarga Anak-anak dari keluarga “Broken Home” merupakan anak-anak dengan kesulitan tersendiri. Masalah seperti perceraian, penyelewengan orang tua menjadi masalah yang sulit bagi remaja karena mereka kehilangan panutan. Kondisi tertekan dapat menimbulkan kompensasi perilaku yang menyimpang sebagai penyaluran beban atau ketegangan emosional. 3. Masalah Dengan Teman Sebaya Mendapat pengakuan dan penerimaan oleh teman-teman sebaya merupakan kebutuhan yang mutlak bagi remaja. Remaja yang terasing dari teman sebayanya akan mengalami kesepian dan merasa tersisihkan, yang menimbulkan perasaan rendah diri. Belum lagi apabila
hubungan dengan teman atau pacar ditentang orang tua. 4. Masalah Penyalahgunaan Obat dan Narkotika Tidak saja di kota-kota besar, saat ini hampir disemua tempat tidak luput dari terjangkitnya persoalan penyalahgunaan narkotika. Dan yang sangat memprihatinkan, sebagian besar yang terlibat dalam kasus ini adalah anak-anak remaja, baik di kota maupun di desa hampir di seantero dunia. Sasaran pada remaja adalah yang paling mudah, karena sesuai dengan kondisi labilitas yang dialami remaja banyak dimanfaatkan oleh oknum jaringan untuk menjaring pengguna narkoba dengan seluasluasnya. Meskipun demikian, sebenarnya remaja yang terperangkap dalam penyalahgunaan obat dan narkotika adalah mereka yang memiliki permasalahan dengan kepribadiannya, meskipun pengaruh usia remaja yang sedang mengalami rasa keingintahuan dan kebutuhan ekplorasi yang sangat kuat akan memudahkan dirinya terseret arus penggunaan obat-obatan terlarang. 5. Masalah Seksualitas Masalah seksualitas di kalangan remaja banyak disebabkan karena kurangnya informasi tentang masalah seksual ataupun pendidikan seks yang tepat, sehingga banyak remaja yang masih buta terhadap masalah seksual. Sedangkan arus globalisasi tidak lagi dapat menahan berbagai rangsangan seksual berupa pornografi baik melalui film,
305
barang cetak/gambar, pembicaraan ataupun pertunjukan-pertunjukan yang sangat mudah dinikmati remaja. Sementara mereka tidak cukup dibekali dengan pengetahuan tentang resiko masalah seksual, mengingat banyak orang dewasa atau orang tua menganggap masalah seksual adalah tabu. 6. Masalah kesulitan belajar dan pekerjaan Problema yang tidak sedikit dialami remaja adalah kesulitan dalam belajar, meliputi: kegagalan dalam belajar, tidak naik kelas, tidak diterima di sekolah favorit, tidak sesuai dengan minat dan bakat atau konflik dengan guru dan lain-lain. Sulitnya mencari lapangan pekerjaan/pengangguran juga merupakan sumber frustasi yang tidak kalah beratnya dengan persoalan-persoalan remaja lainnya. Dengan uraian tersebut di atas, dapat dikatakan sesungguhnya persoalan yang dihadapi oleh remaja bisa berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan pada umumnya. Meskipun demikian, perilaku yang khas pada remaja seakan menjadikan permasalahan remaja terlihat menonjol. Mengingat remaja adalah harapan bangsa ke depan, maka sebagai sumber daya manusia potensial, jangan sampai mereka harus gugur sebelum berkembang. B. Permasalahan Sosial Remaja Diantara banyak permasalahan yang ada dikalangan remaja Bullying merupakan salah satu permasalahan yang sudah mendunia,
tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja tetapi juga di negaranegara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 di Amerika diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sosial antara 15% dan 30% siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying. Kita sering melihat aksi anakanak mengejek, mengolok-olok atau mendorong teman yang lainnya. Perilaku tersebut sampai saat ini dianggap hal yang sangat biasa, hanya sebatas bentuk relasi sosial antar anak saja, padahal hal tersebut sudah pada bentuk perilaku bullying. Namun, kita sangat tidak menyadari konsekuensi yang terjadi jika anak mengalami bullying. Oleh sebab itu berbagai pihak harus bisa memahami apa dan bagaimana bullying itu sehingga dapat secara komprehensif melakukan pencegahan pada akibat yang tidak diinginkan. 1. Pengertian Bullying Bullying adalah pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anakanak dan remaja di sekolah. Perilaku bullying dapat berupa ancaman fisik atau verbal. Bullying terdiri dari perilaku langsung seperti mengejek, mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu atau lebih siswa kepada korban atau anak yang lain. Selain itu bullying juga dapat berupa perilaku tidak langsung, misalnya dengan mengisolasi atau dengan sengaja menjauhkan seseorang yang dianggap berbeda. Baik bullying langsung maupun tidak langsung pada dasarnya bullying adalah bentuk intimidasi fisik ataupun
306
psikologis yang terjadi berkali-kali dan secara terus-menerus membentuk pola kekerasan. Bullying bisa juga diartikan sebagai perbuatan atau perkataan seseorang kepada orang lain yang dapat menimbulkan rasa takut, sakit dan tertekan baik secara fisik maupun mental yang telah direncanakan oleh pihak yang lebih kuat dan berkuasa terhadap pihak yang dianggap lebih lemah darinya. Bullying biasanya dilakukan dengan alasan pembentukan mental si yunior. Tetapi, bullying biasanya terjadi atas dasar „balas dendam‟ si senior karena mereka juga pernah menjadi korban bullying senior sebelum mereka. Akibat dari perilaku tersebut banyak siswa yang merasa terkucil, sehingga ia selalu merasa gelisah ketika bertemu dengan orang lain. Bullying tidak juga hanya dilakukan dengan kekerasan, melainkan bisa juga dilakukan dengan mengejek, memaki, dan menggosipi orang lain. Dan beberapa korban bullying memiliki karakter yang berbeda dengan yang lainnya, seperti selalu cemas, tidak percaya diri, dan memiliki kemampuan bersosialisasi yang kurang. Dan si pelaku bullying biasanya memiliki karakter merasa paling hebat dan overactive. Bagi seseorang yang tak kuat lagi menagalami bullying, mereka akan mengalami gangguan psikologis (stress). 2. Bentuk-bentuk bullying, antara lain; a. Bullying secara fisik: menarik rambut, meninju, memukul, mendorong, menusuk. b. Bullying secara emosional: menolak, meneror, mengisolasi atau menjauhkan, menekan,
memeras, memfitnah, menghina, dan adanya diskriminasi berdasarkan ras, ketidakmampuan, dan etnik. c. Bullying secara verbal: memberikan nama panggilan, mengejek, dan menggosip. d. Bullying secara seksual: ekshibisionisme, berbuat cabul, dan adanya pelecehan seksual. 3. Mengapa Beberapa Anak dan Remaja bisa Menjadi Pelaku Bullying? Bully atau pelaku bullying adalah seseorang yang secara langsung melakukan agresi baik fisik, verbal atau psikologis kepada orang lain dengan tujuan untuk menunjukkan kekuatan atau mendemonstrasikan pada orang lain. Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks. Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab munculnya bullying. Faktor-faktor penyebabnya antara lain: a. Faktor keluarga Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu meyerang orang lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk
307
melindungi diri dari lingkungan yang mengancam. b. Faktor sekolah Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah. c. Faktor kelompok sebaya Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. 4. Bagaimana dengan Mereka Korban Bullying? Korban bullying atau victim adalah seseorang yang berulangkali mendapatkan perlakuan agresi dari kelompok sebaya baik dalam bentuk serangan fisik, atau serangan verbal, atau bahkan kekerasan psikologis.
Biasanya mereka yang menjadi korban bullying pada kelompok lakilaki adalah mereka yang lemah secara fisik dibandingkan dengan kelompok sebayanya. Mereka yang menjadi korban bullying, menurut penelitian adalah kebanyakan dari keluarga atau sekolah yang overprotective sehingga si anak/siswa tidak dapat mengembangkan secara maksimal kemampuan untuk memecahkan masalah (coping skill). Siswa sebagai korban bullying sering menunjukkan beberapa gejala misalnya cemas, merasa selalu tidak aman, sangat berhati-hati, dan mereka menunjukkan harga diri yang rendah (low self-estem). Mereka memiliki interaksi sosial yang rendah dengan teman-temannya, kadangkala mereka termasuk anak yang diisolasi oleh teman sebayanya. 5. Apa yang Terjadi di Balik Bullying? Konsekuensi adalah sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana dan apa yang bisa terjadi di balik perilaku bullying ini. Pada artikel Ron Banks pada tahun 1997 dipaparkan sebuah penelitian di Scandinavian bahwa ada koleksi yang kuat antara bullying yang dilakukan oleh siswa selama beberapa tahun sekolah dimana mereka kemudian menjadi pelaku kriminal saat dewasa. Ini adalah sebuah penelitan yang memberikan gambaran bagaimana bullying bisa membentuk sebuah kepribadian yang menempatkan seorang anak pada perjalanan dan pengalaman hidup yang kelam. Sedangkan mereka sebagai korban bullying sering mengalami ketakutan untuk sekolah dan menjadi
308
tidak percaya diri, merasa tidak nyaman, dan tidak bahagia. Aksi bullying menyebabkan seseorang menjadi terisolasi dari kelompok sebayanya karena teman sebaya korban bullying tidak mau akhirnya mereka menjadi target bullying karena mereka berteman dengan korban. 6. Apa yang Perlu Dilakukan? Bullying sudah menjadi masalah global yang kemudian tidak bisa kita abaikan lagi. Banyak hal yang harus bisa kita lakukan untuk meyelamatkan perkembangan psikologis anak-anak dan remaja kita. Kekerasan sejak dini bukan merupakan bagian dari perkembangan psikologis mereka, oleh sebab itu banyak elemen harus ikut terlibat, baik orang tua, pihak sekolah, bahkan pemerintah. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain: 1. Sebagai Orang tua a. Harus membiasakan diri memberikan feedback positif bagi anak sehingga mereka belajar untuk berperilaku sosial yang baik dan mereka mendapatkan model interaksi yang tepat bukan seperti perilaku bullying dan agresi. b. Gunakan alternatif hukuman bagi anak dengan tidak melibatkan kekerasan fisik maupun psikologis. c. Beri kesempatan agar anak mau mengomunikasikan secara terbuka kepada orangtua, guru, atau orang dewasa lain yang mereka percaya dapat membantu mereka. Pupuk kedekatan hubungan, hargai perasaannya jika sedang curhat, tidak
menyelamatkannya dari emosi negatif, tetapi berdayakan dia. Mengalami kondisi sulit akan membentuk daya tahan baginya. d. Katakan kepada anak bahwa tidak ada satu pun cara yang paling tepat untuk menghadapi bullying, satu cara yang terlihat benar bagi seseorang mungkin tidak sesuai untuk yang lain. Yang penting adalah bahwa anak sudah mencoba, mengetahui berbagai pilihan cara, dan dapat memutuskan siapa yang dapat membantunya sejauh ini. Saran untuk mengabaikan tindakan pelaku bisa saja diberikan, tetapi tidak selalu berhasil. Perlu dilakukan strategi lainnya. e. Latih anak untuk berani bicara, dengan kata lain bertindak asertif. Biarkan pelaku tahu bahwa anak tidak nyaman dengan perlakuannya, tetapi dengan kata-kata yang tidak balik menyakiti dan tidak membiarkan tindakan bullying terus berlangsung. Anak sebagai korban memiliki hak untuk membela diri, dan ada cara cerdas untuk melakukannya. Pastikan anak berbicara dengan cara yang memecahkan masalah dan tidak menciptakan lebih banyak masalah dengan orang lain f. Jalin relasi dengan sekolah untuk berkonsultasi jika anaknya baik sebagai pelaku bullying ataupun korban. 2. Pihak sekolah
309
a. Mampu menciptakan lingkungan yang positif misalnya dengan adanya praktik pendisiplinan yang tidak menggunakan kekerasan. b. Tingkatkan kesadaran pihak sekolah untuk tidak mengabaikan keberadaan bullying. c. Menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai cara. d. Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid. C. Kesimpulan dan Saran Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, yang diwarnai dengan perubahanperubahan yang sangat cepat baik segi fisik maupun psikologisnya. Perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahanperubahan fisik tersebut. Tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, dimana remaja harus menyesuaiakan dirinya dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
Sekolah merupakan tempat menuntut ilmu dan sosialisasi. Tempat dimana seorang anak harus belajar sebagai bekal hidupnya dan juga tempat bersosialisasi agar dapat membentuk pribadinya menjadi lebih dewasa. Di sekolah, setiap insan akan menghadapi teman-teman sebaya dengannya, teman yang lebih muda, dan teman yang lebih tua darinya. Sekolah merupakan tempat terjadinya sosialisasi antarindividu dengan individu lainnya. Akan tetapi, dalam sosialisasi, kebanyakan dari mereka belum dapat memahami temannya satu sama lain, sehingga timbullah kesalah pahaman satu sama lain yang lalu diiringi dengan perkelahian, intimidasi, pemalakan, pengucilan, dan lain-lain. Hal yang seharusnya tidak terjadi di kalangan pelajar kini menjadi tradisi yang biasanya dilakukan senior kepada yunior. Fenomena ini dapat disebut Bullying, yakni kekerasan yang dilakukan senior kepada yunior. Menurut kamus besar bahasa Indonesia “bullying” ialah intimidasi. Bentuk tindakan seperti menggangu, menyakiti, melecehkan yang dilakukan sengaja atau tidak sengaja, terencana, dapat bentuknya terus menerus terhadap seseorang atau sekelompok orang. Bullying adalah pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anak-anak dan remaja di sekolah. Perilaku bullying dapat berupa ancaman fisik atau verbal. Bullying terdiri dari perilaku langsung seperti mengejek, mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu atau lebih siswa kepada korban atau anak yang lain. Bullying sudah menjadi masalah global yang kemudian tidak bisa kita abaikan lagi. Banyak hal yang harus
310
bisa kita lakukan untuk meyelamatkan perkembangan psikologis anak-anak dan remaja kita. Kekerasan sejak dini bukan merupakan bagian dari perkembangan psikologis mereka, oleh sebab itu banyak elemen harus ikut terlibat, baik orang tua, pihak sekolah, bahkan pemerintah. DAFTAR PUSTAKA Agustin,Mubiar. (2011).permasalahan belajar dan inovasi pembelajaran. Bandung:Refika Aditama. Hartono,Agung dan Sunarto.2008.Perkembangan Peserta didik. Bandung:Rosda Karya. Hurlock, B.E. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Khomsatun,Siti.(2012).Gangguan Komunikasi anak dalam pembelajaran.[online].tersedia .http//:Amazon.com.[15 oktober]. Nurihsan, J. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Ranjabar, J.(2008).Perubahan Sosial Dalam Teori Makro.Bandung: Alfabeta Sumantri, M dan Syaodih, N (2004). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka. Supriadi,Oding.(2010). Perkembangan Peserta Didik. Bandung:Rajawali Press. Suyanto, B.(2010).Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Yusuf,
L.N.S. (2007). Psikologi Perkembanagn Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Wrahatnala,B.(2009).Sosiologi.Semar ang: Sekawan Cipta Raya
311
312