BAB II
PERKEMBANGAN PSIKO-SOSIAL REMAJA DARI PERSPEKTIF ERIK ERIKSON
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan: bibiografi Erik Erikson, pengertian perkembangan psikososial remaja, melihat aspek-aspek dan faktor-faktor dari psikososial remaja, yang nantinya akan menjadi landasan berfikir penulis untuk menganalisis hasil datadata penelitian di lapangan.
A.
Bibiografi Erik Erikson
Erik Erikson lahir di Franfurt, Jerman Selatan pada tanggal 15 Juni 1902, sebagai hasil dari hubungan di luar nikah ibunya kandungnya, Karla Abrahamsen.1 Sejak Karla Abrahamsen resmi menikah dengan pialang saham Yahudi Waldemar Isidor Salomonsen pada saat itu, putranya, lahir di Jerman, terdaftar sebagai Erik Salomonsen. Pada tahun 1909 Erik Salomonsen menjadi Homburger dan pada 1911 ia secara resmi di adopsi oleh ayah tirinya. Tidak ada informasi lebih lanjut tentang ayah kandungnya. Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik Homburger dan orang tuanya terus merahasiakan kelahirannya. Di sekolah kuil, anak-anak menggodanya Nordic, karena ia tinggi, jangkung pirang, bermata biru, yang dibesarkan dalam agama Yahudi. Erikson adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Ketika mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina, Erikson berkenalan dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud. Erikson
1
. Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories Of Personality, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 213
17
mengalami psikoanalisis dan pengalaman itu membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang analis sendiri. Erikson di latih dalam psikoanalisis di Wina psikoanalitis Institute dan juga mempelajari metode pendidikan Montessori, yang berfokus pada perkembangan anak. Erikson juga salah satu pencetus psikologi ego, yang menekankan peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id. Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994. Selama periode ini Erikson menjadi tertarik akan pengaruh masyarakat dan kultur terhadap perkembangan anak. Ia belajar dari kelompok anakanak Amerika asli untuk membantu merumuskan teori-teorinya. Berdasarkan studinya ini, membuka peluang baginya untuk menghubungkan pertumbuhan kepribadian yang berkenan dengan orang tua dan nilai kemasyarakatan. Buku pertamanya adalah Childhood and Society (1950) yang menjadi salah satu buku klasik dalam bidang ini. Saat ia melanjutkan pekerjaan klinisnya dengan anak-anak muda, Erikson mengembangkan konsep krisis perasaan dan identitas sebagai suatu konflik yang tidak bisa diacuhkan pada masa remaja. Sebagian besar penelitian empiris ke teori Erikson telah difokuskan pada pandangannya mengenai upaya untuk membangun identitas masa remaja. Teori Erikson, menunjukkan bahwa mereka yang paling siap untuk menyelesaikan krisis dewasa awal adalah mereka yang paling berhasil menyelesaikan krisis remaja. Seperti yang di bahas sebelumnya bahwa Erikson dalam mengembangkan teorinya mengambil dasar dari teori psikoanalitik Freud, namun Erikson tidak sependapat dengan Freud yang mengatakan bahwa reaksi masa dewasa adalah hasil dari pengalamanpengalaman masa kanak-kanak, khususnya dari usia 5-6 tahun awal.
18
B.
Pengertian Perkembangan Psikososial Menurut Erik Erikson
Perkembangan psikososial adalah tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati di bentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan satu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis, perkembangan psikososial juga berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau emosi dan kepribadian serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan orang lain. Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia di kenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Menurut Erikson, perkembangan kepribadian seseorang berasal dari pengalaman sosial sepanjang hidupnya sehingga di sebut sebagai perkembangan psikososial. Perkembangan ini sangat besar mempengaruhi kualitas ego seseorang secara sadar. Identitas ego ini akan terus berubah karena pengalaman baru dan informasi yang di peroleh dari interaksi sehari-hari dengan orang lain. Selain identitas ego, persaingan akan memotivasi perkembangan perilaku dan tindakan. Secara sederhanya, apabila seseorang ditangani dengan baik maka ia akan memiliki kekuatan dan kualitas ego yang baik pula. Namun bila penanganan ini di kelola dengan buruk, maka akan muncul perasaan tidak mampu.2 Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumsi mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang ditetapkan secara universal dalam kehidupan manusia. Erikson mengatakan bahwa, pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetik, yaitu suatu bagian komponen yang muncul dari bagian komponen sebelumnya dan memiliki waktunya sendiri untuk muncul namun, tidak pernah menghilangkan sepenuhnya komponen-komponen sebelumnya.3 Dalam teori Erikson, delapan tahap perkembangan psikososial terjadi ketika kita melalui siklus hidup. Setiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yang unik yang 2
. www. Informasitips.com/teori-tentang-psikososial. Di askes pada tanggal 12 April 2013. . Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories Of Personality, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 217.
3
19
menghadapkan individu dengan krisis yang harus dihadapinya. Bagi Erikson, krisis ini bukanlah bencana tetapi merupakan titik balik dari kepekaan yang meningkat dan potensi yang bertambah. Semakin berhasil individu mengatasi konflik, semakin sehat berkembangan individu tersebut.4 Dalam penulisan ini, penulis akan menjelaskan lima tahap perkembangan psikososial dari tahun pertama kehidupan sampai remaja yang menjadi landasan dari teori Erik Erikson antara lain:5
1.
Kepercayaan versus Rasa tidak percaya ( usia 0-18 bulan )
Tahap psikososial Erikson yang pertama, yang di alami dalam tahun pertama kehidupan. Erikson yakin bahwa bayi mempelajari rasa percaya apabila mereka diasuh dengan cara yang konsisten dan hangat (bayi mempunyai harapan). Hubungan bayi dan ibu sangatlah penting. Pada usia ini, bayi merasakan dunia melalui mulut, mata, telinga dan sentuhan. Menurut Erikson, bukti pertama yang menunjukan adanya kepercayaan sosial pada bayi dapat terlihat ketika kebutuhan bayi terpenuhi, misalnya kepuasan atau kesenangan (emosinya terpenuhi) dalam menikmati air susu, kepulasan tidur, dan kemudian membuang air besar. Perilaku bayi di dasari oleh dorongan mempercayai dan tidak mempercayai orang-orang disekitarnya.
4
. Jhonn W. Santrock, Adolescence, Perkembangan Remaja, edisi 6, (Jakarta: Erlangga, 2003), 46. .Http://11014ems.blogspot.com/2012/07/sejarah-erik-erikson.html. Di askes pada tanggal 05 Juli
5
2013.
20
2.
Kemandirian (otonomi) versus perasaan malu dan rasa ragu (usia 8 bulan-3 tahun)
Pada tahap ini, Erikson percaya bahwa latihan buang air kecil dan besar merupakan bagian penting dari tahapan ini. Kemandirian di bangun atas perkembangan kemampuan mental dan kemampuan motorik. Dengan demikian, setelah memperolah kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka. Latihan-latihan lain yang dianggap penting dalam perilaku anak adalah bagaimana mereka mulai belajar berdiri sendiri, dalam arti, duduk, berjalan, bermain, buang air kecil, memegang, mengenakan pakaiannya sendiri atau memilih mainan yang disukainya, tanpa di tolong oleh orang tuanya, dan seterusnya. Ketika orang tua merintangi dan menggagalkan usaha anak untuk melakukan otonomi, maka anak akan mengembangkan perasaan ragu dan malu.
3.
Inisiatif versus Rasa Bersalah (usia 3-6 tahun)
Tahap perkembangan psikososial ketiga ini, berlangsung selama tahun-tahun prasekolah. Pada tahap ini, anak sudah bisa melihat benar atau salah dengan pemikirannya (kognitif) menggunakan bahasa, fantasi, dan permainan khayalan. Terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat, dan suka menantang lingkungannya, dia memperoleh perasaan harga diri. Anak di minta untuk bertanggung jawab atas badannya, perilakunya, permainannya dan binatang peliharaannya. Mengembangkan rasa tanggung jawab akan meningkatkan inisiatif.
21
Erikson mempunyai pandangan positif tentang tahap ini, bahwa kebanyakan rasa bersalah dikompensasikan dengan perasaan berprestasi. Usia bermain juga merupakan tahapan di mana anak-anak mengembangkan hati nurani dan mulai meletakan benar dan salah (afektif) pada perilaku mereka.
4.
Ketekunan (industri) versus Perasaan rendah diri (usia 6-12 tahun)
Pada tahapan ini anak mulai memasuki tahun-tahun sekolah dasar dengan segala aturan, tujuan, dan membuka pengaruh sosial baru. Krisis psikososial pada tahapan ini adalah industri vs rasa rendah diri. Industri berarti ketekunan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu, dan akan menyelesaikan sebuah pekerjaan yang merupakan keyakinan serta harapan mereka (kognitif). Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya terkadang anak menghadapi kesukaran, hambatan, bahkan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri. Merupakan parasaan dan perilaku yang belum memadai. Erikson percaya bahwa, guru mempunyai tanggung jawab khusus untuk perkembangan ketekunan pada anak.
5.
Identitas versus kekacauan identitas (usia 12-19 tahun)
Tahap identitas dan kekacauan identitas ini merupakan tahap psikososial yang kelima yang berlangsung selama tahan-tahun masa remaja yaitu usia kira-kira 12-20
22
tahun. Tahap ini adalah tahap yang paling di beri penekanan oleh Erikson karena tahap ini merupakan tahap peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada tahap ini, remaja di perhadapkan dengan pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri. Perasaan bahwa ia adalah individu yang unik. Ia mulai menyadari sifat-sifat yang melakat pada dirinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang di inginkan tercapai di masa mendatang (kognitif), kekuatan dan hasrat untuk mengontrol kehidupan sendiri, yang siap memasuki suatu peran yang bersifat menyesuaikan maupun yang memperbaharui diri di tengah masyarakat. Kekacauan identitas adalah sindrom masalah-masalah yang bisa dikatakan terjadi karena identitas negatif yang meliputi; terbaginya gambaran diri, kemampuan membina persahabatan yang akrab, dan lain-lain. Dalam penulisan ini, penulis akan lebih menekankan pada tahap kelima, yaitu tahap identitas versus kebingungan peran pada usia remaja 12-16 tahun sesuai dengan topik yang di bahas. Erikson dalam karya klasiknya yang berjudul Identity: Youth and Crisis (1996), terlihat bahwa dari kedelapan (8) tahap perkembangan tersebut, Erikson, lebih memberi penekanan pada identitas versus kebingungan identitas, yang terjadi pada masa remaja. Hal ini karena, tahap tersebut merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahap ini sangat menentukan perkembangan kepribadian masa dewasa.6 Erikson dalam membentuk teorinya, sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Menurut Erikson, egolah yang mengembangkan segala sesuatu. Misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, hubungan 6
. Www. Perkembangan nilai moral dan agama-perkembangan Psikososial.htm. Di askes pada tanggal 15 Juni 2013.
23
sosialnya dan penyaluran minat. Ketika identitas diri terbentuk atau telah mapan, remaja dapat bergerak ke arah hubungan interpersonal yang akrab. Erikson membatasi teorinya hanya pada hubungan antara manusia dengan sesamanya dan dengan masyarakat yang merupakan persekutuan ego-ego. Erikson menekankan pentingnya remaja mengembangkan rasa kepercayaan awal jika remaja ingin mencapai perasaan aman di kemudian hari. Seperti pembelajaran dari masa bayi yang berumur 0-18 bulan menunjukan bahwa anak mempunyai ikatan yang kuat dengan ibunya. Anak yang kepercayaannya di kembangkan dengan baik juga akan lebih ramah, populer, lebih suka di jadikan pemimpin dalam permainan, dan lebih sensitif pada perasaan dan keperluan orang lain, di banding dengan anak yang rasa percayanya rendah, mereka juga tidak begitu semangat dalam mencapai tujuannya.7 Masa remaja, merupakan periode yang di mulai dari pubertas sampai dewasa muda, merupakan salah satu tahap perkembangan yang krusial karena, di akhir periode ini, seorang harus mencapai perasaan identitas ego (ego identity) yang teguh. Meskipun identitas ego tidak pernah mulai atau berakhir selama masa remaja, krisis antara identitas (identity) dan kebingungan identitas (identity confusion) meningkat selama tahapan ini. Dari krisis identitas versus kebingungan identitas ini muncullah kesetiaan (fidelity), kekuatan dasar masa remaja.8 Perkembangan identitas diri menurut Erikson, merupakan tugas dari ego, sebagai pelaksana dari seluruh kepribadian. Erikson percaya bahwa ego memiliki kreativitas dari kekuatan potensi untuk menangani dan menyelesaikan masalah serta tugas hidup. Berdasarkan
kondisi
demikian,
maka
menurut
Erikson,
salah
satu
tugas
perkembangan selama masa remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga di harapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir masa remaja. Remaja yang 7
. F. J. Monks & A.M.P. Knoers , Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiaannya,...258 8 . Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories Of Personality, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 223
24
berhasil mencapai suatu identitas diri yang stabil, akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, penuh percaya diri, dapat mengatasi berbagai situasi, dapat mengambil keputusan penting, serta mengenal peran dalam masyarakat. Kegagalan dalam mengatasi krisis identitas dan mencapai suatu identitas yang relatif stabil, akan sangat membahayakan masa depan remaja.9
C.
Aspek-Aspek Perkembangan Psikososial Remaja
Dalam penyesuaian diri peran anak menuju peran dewasa terdapat suatu perilaku khas remaja, yaitu menginginkan suatu kebebasan, ingin berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya. Perilaku tersebut tidak jarang mengakibatkan perbedaan antara anak dan orang tua misalnya: masalah penampilan, jam pulang pada malam hari, dan pemilihan teman. Mengembangkan perilaku yang khas pada remaja menurut Erikson adalah suatu cara dalam pencarian identitas ego. Erikson juga menambahkan dalam pencarian identitas ego tersebut remaja mengalami kecemasan terisolasi, bimbang, menjadi mudah tersinggung, merasa malu, dan depresi. Mereka mulai menyadari sifat-sifat yang melekat pada dirinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan-tujuan yang diinginkan tercapai di masa mendatang, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol hidupnya sendiri. Mereka sangat peka terhadap cara-cara orang lain memandang dirinya. Masalah yang mencakup gambar diri yang terpecah belah, sebuah ketidakmampuan membangun keintiman, pada tugas-tugas yang di syaratkan, dan penolakan terhadap standar keluarga atau komunitas.10 Selama masa kekacauan identitas ini perilaku remaja tidak konsisten dan tidak dapat di prediksi baik secara aspek kognitif, afektif, dan konatif :
9
. Ibid... . Ibid, 259
10
25
1.
Aspek kognitif
Pada umumnya sifat berfikir remaja belum mencapai kematangan. Jadi para remaja, dalam menilai benar atau salah terhadap sekitarnya masih bersifat egosentris sehingga dalam membantah seringkali tidak menjaga perasaan orang lain. Perbedaan ide-ide yang di hadapi remaja sering mendorongnya untuk melakukan pemeriksaan terhadap nilai-nilai yang berasal dari orang tua. Menurut Erikson,11 remaja pada pemikiran ini, seringkali menolak standar-standar orang tua mereka, dan lebih menyukai penilaian teman sebayanya serta mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Ia membantah apa yang di rasa tidak masuk akal, bila tidak setuju dengan pendapat orang lain. Bila ada anggapan yang menilai bahwa remaja tidak sopan, remaja suka melawan dan sejenisnya, remaja menjadi sedih dan marah.12 Tetapi ada juga, remaja sudah mulai dapat berfikir logis tentang sebuah gagasan, dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah, mampu berfikir ke arah masa depan. Remaja yang memiliki kemampuan berfikir operasi formal akan mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten sehingga dapat menyelesaikan krisis identitas yang baik. Meningkatnya kemampuan perfikir memungkinkan remaja untuk memodifikasi pola-pola perilakunya, menyebabkan remaja di hadapkan pada banyak tuntutan peran sosial baru yang di desak oleh orang tua dan masyarakat. Remaja di tuntut untuk tidak lagi memperlihatkan peran anak yang tergantung, tetapi memperlihatkan peran orang dewasa yang mandiri. Contohnya: remaja anak remaja lebih cenderung untuk mencari informasi yang lebih luas di luar atau menambah pengetahuannya bersama dengan teman-teman seusianya.
11
. Jess Feist dan Georgory J Feist, ........, 225 . Prof. Sri Rumini dan Dra Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
12
2004), 70
26
2.
Aspek afektif
Perilaku sehari-hari pada umumnya di sertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang yang menyertai perilaku individu yang di sebut sebagai warna afektif. Aspek afektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap (attitude) yang menunjukan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.13 Terdapat berbagai perasaan yang muncul pada tahapan krisis identitas seperti mempunyai kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan respon mereka biasanya berlebihan. Cenderung mudah tersinggung, mudah merasa senang, sulit mengontrol diri, menyendiri, sehingga merasa terasing. Cenderung cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan sekitarnya. Perasaan ini muncul karena pada tahap krisis, ada begitu banyak hal dalam dunia yang bisa di eksplorasi, dan remaja ingin memperluas cakrawala pemikiran mereka dengan merasakan pengalaman-pengalaman dan kesempatan baru. Perasaan-perasaan ini juga akan bervariasi antar remaja yang juga akan mereflesikan temperamen mereka. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dan teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang di lakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan efektif.
13
.Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi 5, (Jakarta: Erlangga, 1980), 30
27
Contohnya: perasaan remaja belum menentu, sehingga sering menimbulkan sikap murung, sedih, marah tetapi terkadang juga menimbulkan perasaan senang.
3.
Aspek konatif
Aspek konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan sikap yang di hadapinya. Remaja yang sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi sudah meningkat pada tahap psikologis yaitu rasa di terima, di hargai, dan penilaian positif dari orang lain. 14 Jadi, dalam memahami perilaku seorang remaja, kita dapat melihat dari latar belakang atau dasar yang memotivasi perilaku itu muncul. Contohnya: remaja berperilaku kasar dengan saudaranya ketika keinginannya tidak di penuhi.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa perilaku adalah reaksi seseorang yang muncul karena adanya pengalaman proses pembelajaran dan rangsangan dalam lingkungannya yang terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan konatif.
14
. www. Belajarpsikologi.com. di askes pada tanggal 20 april 2013.
28
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Psikososial Remaja
Perlakuan negatif pada remaja dapat terjadi karena di sebabkan pemahaman yang kurang tepat atas perilaku. Perilaku remaja yang disebabkan oleh gangguan penyesuaian diri muncul karena dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri remaja (internal) dan faktor dari luar diri (aksternal). 15 Faktor internal meliputi: a.
Masalah psikologis dan sosial yang di hadapi. Menghadapi masa remaja yang penuh tantangan membuat remaja sering menghadapi tekanan, akibatnya dapat muncul persoalan psikologis seperti stress dan depresi.
b.
Kontrol diri yang lemah: remaja yang tidak terbiasa mengendalikan diri dan mempertahankan usaha untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, cenderung mudah terlena untuk mendapatkan kenikmatan instant dengan melakukan perilaku beresiko, yang justru pada akhirnya dapat menambah persoalan baru.
Beberapa faktor eksternal di antaranya adalah:
1.
Keluarga Pendidikan nilai yang salah di dalam keluarga, problem komunikasi antara anggota keluarga, atau perselisihan keluarga dapat memicu perilaku negatif pada remaja. Remaja yang di besarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan otoriter, di mana anak tidak mendapatkan kepuasan
15
. Http://Www. Perkembangan Psikososial Masa Remaja Awal.com. Di askes tanggal 17 april 2013.
29
yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan ketrampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari: a. Kurang adanya saling pengertian. b. Kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua atau saudara. c. Kurang mampu berkomunikasi secara sehat kurang mampu mandiri. d. Kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara, kurang mampu bekerja sama. e. Kurang mampu mengadakan hubungan yang baik. Hal ini membuat remaja sulit terbuka menyampaikan persoalan yang di hadapinya pada orang tua, akibat remaja sulit menyelesaikan persoalan dan terjerumus dalam perilaku beresiko. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka amatlah penting bagi orang tua untuk menjaga agar keluarga tetap harmonis.
Keharmonisan
dalam
hal
ini
tidaklah selalu identik dengan adanya orang tua utuh (ayah dan ibu), sebab dalam banyak kasus orang tua single terbukti dapat berfungsi efektif dalam membantu perkembangan psikososial anak. Hal yang paling penting di perhatikan oleh orang tua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua maupun saudara-saudaranya.16
16
. http://mudzaa.blogspot.com/2012/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
30
2.
Teman sebaya
Pada prinsipnya hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan remaja. Melalui teman sebaya anak mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Tetapi bagi sebagian remaja, di tolak atau di abaikan oleh teman sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan, di samping itu penolakan oleh teman sebaya, di hubungkan dengan kesehatan mental dan problem kejahatan. Perilaku teman sebaya yang negatif juga dapat mempengaruhi perilaku remaja. Lebih dari itu, teman sebaya juga dapat memperkenalkan remaja pada kenakalan, alkohol, obat-obatan (narkoba), dan berbagai bentuk perilaku yang menyimpang. Sebagian besar waktu para remaja di habiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Upaya remaja untuk dapat di terima di kelompok sebayanya membuat mereka mudah terpengaruh dan sulit menolak ajakan teman, bahkan untuk hal yang dapat merugikan diri atau orang disekitarnya. Bila pola nilai dan norma kelompok remaja bergaul bersifat positif, misalnya mengikuti kegiatan organisasi remaja, para orang tua tidak akan cemas.17
17
. Muhammad A-M, Psikologi Remaja, petunjuk bagi guru dan orang tua, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 123, 124
31
3.
Lingkungan
Menurut Erikson,18 lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Erikson berpendapat kepribadian manusia tidaklah di dorong oleh energi dari dalam, melainkan untuk merespon rangsangan yang bedabeda, misalnya individu dalam kehidupan perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Atas dasar itu, dapat di simpulkan bahwa di samping adanya pengaruh kuat dari orang tua, tingkah laku, minat, bahkan sikap dan pemikiran remaja banyak di pengaruhi oleh teman sebaya, dan lingkungan yang turut andil dalam perilaku remaja. Di sinilah remaja di tuntut untuk pandai menyesuaikan diri dalam masyarakat.
18
. Http://www. konselingindonesia.com/: 2010. Di askes tanggal 17 april 2013.
32