MANTRA JAWA DALAM SASTRA LISAN VERSI MBAH BINI Irsyad Ayyastaqim, S.Pd. SMA Ahmad Yani 2 Baureno, Bojonegoro Abstract One type of oral literature was mantra. Mantra is a word or utterance of wisdom and supernatural powers. Mantra today has begun forgotten because the spell was often regarded as black magic associated with spirits, even spells often called the idolaters. To make the mantra does not lost, it must be preserved. Based on the above background, the purpose of this study was to describe (1) the meaning, (2) function, and (3) the value of culture in Java mantra of Mbah Bini version. The method used in this study was a descriptive qualitative research method. Based on the survey results revealed that the meaning of the mantra Mbah Bini i.e. meaning that the form of symbols as a symbol Allah found in almost every Mantra of Mbah Bini. The function of Mbah Bini mantra namely (1) mantra of self-preservation, there was the mantra penggedakan, bolo sewu, kuat tangan, and kuat awak, (2) mantra of immunity, and (3) mantra of grace, there is the mantra of sirep (bungkeman, tranquilizers, and soporific), sapu angim, and rejects/ moves the devil. Cultural values of mantra by Mbah Bini namely (1) the meaning of Divinity, present in all the mantras by Mbah Bini, (2) the meaning of personality, there is the mantra of penggedakan, bolo sewu, immunity, sapu angin, strong hands, and strong crew, (3) social meaning, contained in the mantra sirep (bungkeman, tranquilizers, and sleeping pills), and (4) the meaning of faulty, there is the mantra of rejects/ moves the devil. Keywords: Oral Literature, Java Mantra, Meaning, Function, Cultural Values. sekelompok masyarakat tertentu yang diperoleh secara turun-tenurun dari mulut ke mulut secara lisan. Banyak sekali sastra lisan yang ada di sekitar, yang mungkin saja tidak disadari keberadaannya. Sastra lisan menurut bentunya dapat diklasifikasikan sebagai bahan yang bercorak cerita, bahan yang bercorak bukan cerita, dan bahan yang bercorak tingkah laku (Hutomo dalam Endraswara, 2013:151). Sastra lisan yang termasuk ke dalam bahan yang bercorak cerita adalah: ceritacerita biasa, mitos, legende, epik, cerita tutur, dan memori. Sastra lisan
PENDAHULUAN Kajian sastra lisan termasuk dalam kajian foklore. Kata folklor berasal dari bahasa inggris folklore. Folklore merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar fokl dan lore, Danandjaja (dalam Pusposari, 2014:1). Folk merupakan kolektif yang memiliki ciri-ciri kebudayaan yang sama, sedangkan lore merupakan sebagian dari kebudayaan yang diwariskan turunmenurun secara lisan disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Jadi, folklor atau sastra lisan adalah suatu kebudayaan yang dimiliki oleh 62
yang termasuk ke dalam bahan yang bercorak bukan cerita adalah: ungkapan, nyanyian, peribahasa, teka-teki, puisi lisan, nyanyian sedih pemakaman, dan undang-undang atau peraturan adat. Kemudian sastra lisan yang termasuk ke dalam bahan yang bercorak tingkah laku adalah: drama panggung dan drama arena. Beberapa pembagian sastra klasik menurut Badudu (dalam Natia, 1994:2) dibagi menjadi dua yaitu, prosa dan puisi. Berdasarkan dua pembagian sastra klasik tersebut, penelitian ini mengambil sastra klasik yang berupa puisi, yiatu puisi lama berupa mantra. Mantra menurut Ibrahim (1987:44) adalah suatu kata atau ucapan yang mengandung hikmah dan kekuatan gaib. Kata-kata ini biasanya hanya diucapkan oleh orang-orang tertentu seperti dukun atau pawang. Mantra pada zaman sekarang sudah mulai terlupakan karena mantra sering dianggap sebagai ilmu yang berhubungan dengan mahluk halus seperti jin, setan, dan sejenisnya, bahkan mantra sering disebut sebagai hal yang musyrik/hal yang menyekutukan Allah. Terlepas dari itu semua, mantra adalah sebuah karya sastra klasik yang beredar secara turuntemurun melalui mulut. Supaya mantra tidak hilang ditelan zaman, peneliti ingin melestarikan mantra khususnya mantra Jawa. Peneliti ingin melestarikan mantra bukan sebagai ilmu hitam atau ilmu sesat, tetapi sebagai karya sastra klasik atau sastra lisan yang tergolong ke dalam puisi lama. Mantra memiliki bahasa yang unik, tidak mudah untuk dipahami. Kata-kata dalam mantra sulit untuk
dimengerti oleh orang biasa, hanya orang-orang yang mendalaminya saja yang bisa memaknai sebuah mantra. Untuk melestarikan mantra tidak cukup menggunakan tulisannya saja, tetapi harus disertai dengan pengertian yang ada di dalamnya supaya mudah mengetahui apa itu mantra dan untuk apa kegunaannya. Pundentia (2002:70) membagi mantra berdasarkan jenis dan kegunaannya menjadi 7 bagian, yaitu (1) mantra pengobatan, (2) mantra penjagaan diri, (3) mantra kekebalan, (4) mantra sihir, (5) mantra jimat, (6) mantra pengasihan, dan (7) mantra penghidupan. Mantra Mbah Bini di atas termasuk dalam jenis mantra sihir. Atas dasar uraian tersebut, mantra jawa sangat menarik apabila dikaji dari aspek makna (semiotika), fungsi, dan nilai budaya. Pengkajian makna (semiotika) dalam penelitian ini, menggunakan teori semiotika Pierce dalam Endraswara. Kajian fungsi dalam penelitian ini menggunakan perpaduan teori fungsi Bascom dalam Sudikan dan teori fungsi Mantra milik Pundentia. Kajian nilai budaya yang sesuai dalam penelitian ini adalah teori nilai budaya Koentjaraningrat yang menganalisis budaya masyarakat khususnya budaya Jawa. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti semakin tertarik untuk mengungkapkan dan memaparkan makna, fungsi, dan nilai budaya dalam sastra lisan berupa mantra. METODE PENELITIAN Penelitian ini dikatagorikan ke dalam jenis kualitatif karena data yang disajikan dalam penelitian berupa kata-kata bukan angka. Objek 63
penelitian ini diambil dari salah satu bentuk karya sastra klasik. Karya sastra klasik yang dijadikan objek penelitian yaitu berupa mantra dari Jawa meliputi makna, fungsi dan nilai budayanya yang diperoleh melalui sumber pertama. Untuk mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan lima teknik, yaitu teknik interviu, teknik perekaman, teknik pencatatan, teknik transkripsi, dan teknik translitasi. Data yang berupa makna, fungsi, dan nilai budaya dianalisis menggunakan teknik diskriptif (descriptive analisys) dan teknik analisis isi (contens analisys). HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
suku (jati diri), (c) nyowo (nyawa), dan (d) Alloh (Tuhan). 4. Mantra Sirep (Penenang) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) brojo (pisau tajam), (b) budi (prilaku), (c) Sulaiman (Nabi Sulaiman), (d) badan (tubuh), dan (e) iman. 5. Mantra Sirep Prigandono (Penidur) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) bayi (anak kecil), (b) badan, dan (c) buroro (rumah). 6. Mantra Kekebalan Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) wesi (besi), (b) moto (mata), (c) wojo (benda keras), dan (d) brojo. 7. Mantra Sapu Angin (Langkah Cepat) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) sun (matahari), (b) barat (angin), dan (c) wiyat (jengkal). 8. Mantra Kuat Tangan (Pukulan) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) bismilahi (dengan menyebut nama Allah), (b) kepelan (genggaman), (c) pedot (patah), (d) gunteng (gunting), (e) wojo wesi (besi keras), dan (f) Syayidina Ali (Sahabat Ali). 9. Mantra Tolak/Ngeleh Syetan (Memindahkan Syetan) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) Bismillahirrohmanirrohim, (b) Adam, (c) setan, (d) banaspati, (e) demit, (f) gondorowo, (g) singo, (h) iblis, (i) kayu, dan (j) kewan (hewan). 10. Mantra Kuat Awak (Tubuh Kuat) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) Alloh,
DAN
Makna dalam Mantra Jawa Versi Mbah Bini 1. Mantra Penggedakan (Suara Macan) Makna simbol yang terdapat dalam mantra Penggedakan (Suara Macan) adalah (a) buak (bermakna tenggorokan), (b) rai (bermakna wajah), (c) dodo (bermakna dada), (d) suara (bermakna suara), (e) moto (bermakna mata), dan (f) Alloh (bermakna Tuhan). 2. Mantra Bolo Sewu (Seribu Bayangan) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) sedulur (bermakna saudara), (b) brojo (pisau tajam), (c) bumi, (d) ranang (anak laki-laki), (d) kencono (kereta), (e) malaikat, dan (f) murkala (amarah). 3. Mantra Sirep (Bungkeman) Makna simbol yang terdapat dalam mantra ini adalah (a) wadahe sikomo (bermakna tempat raga), (b)
64
(b) sifat (prilaku), (c) badan, (d) kulit, (e) otot, (f) balung (tulang), (g) kringet (keringat), dan malaikat.
bahwa mantra yang dipakai terjadi atas izin Allas SWT, nilai budaya ini terdapat pada semua mantra Jawa Mbah Bini, (2) makna kepribadian yang berkaitan antara manusia dengan dirinya sendiri (hakikat karya manusia), nilai budaya ini terdapat pada mantra penggedakan (suara macan), bolo sewu (seribu bayangan), kekebalan, sapu angin (langkah cepat), kuat tangan (pukulan), dan kuat awak (tubuh kuat), dibuktikan dengan kegunaan yang terdapat dalam mantra yaitu berguna untuk melindungi dirinya sendiri, (3) makna kemasyarakatan yang berkaitan antara manusia dengan sesamanya (hakikat manusia dengan sesamanya), nilai budaya ini terdapat pada mantra sirep (bungkeman), sirep (penenang), dan sirep prigandono (penidur), dibuktikan dengan sasaran mantra yaitu untuk orang lain, dan (4) makna yang berhubungan dengan alam (kealaman) yakni hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar, nilai budaya ini terdapat pada mantra nolak/ngeles syetan (memindahkan syetan), dibuktikan dengan kegunaan mantra yaitu untuk memindahkan mahluk halus dari tempat satu ketempat yang lain.
Fungsi dalam Mantra Jawa Versi Mbah Bini Fungsi dari mantra Mbah Bini akan dijelaskan sebagai berikut. (1) Fungsi dari mantra Pengedakan (Suara Macan) yaitu sebagai penjagaan diri. Mantra ini digunakan oleh seseorang untuk menggertak musuh atau orang yang akan berbuat jahat. (2) Fungsi dari mantra Bolo Sewu (Seribu Bayangan) yaitu sebagai penjagaan diri. (3) Fungsi dari mantra Sirep (Bungkeman) yaitu sebagai pengasihan. (4) Fungsi dari mantra Sirep (Penenang) yaitu sebagai pengasihan. (5) Fungsi dari mantra Sirep Prigandono (penidur) yaitu sebagai pengasihan. Fungsi berikutnya adalah (6) Fungsi dari mantra Kekebala yaitu untuk kekebalan. (7) Fungsi dari mantra Sapu Angin (Langkah Cepat) yaitu sebagai mantra pengasihan. (8) Fungsi dari mantra Kuat Tanga (Pukulan) yaitu sebagai mantra penjagaan diri. (9) Fungsi dari mantra Nolak/Ngeleh Syetan (Memindahkan Syetan) yaitu sebagai mantra pengasihan. (10) Fungsi dari mantra Kuat Awak (Tubuh Kuat) yaitu sebagai mantra penjagaan diri.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hasil kajian yang telah dilakukan, simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama makna dalam mantra Jawa versi Mbah Bini ini akan mengungkap karya sastra sebagai sistem tanda. Tanda tersebut merupakan sarana komunikasi yang bersifat estetis. Karenanya, setiap
Nilai Budaya dalam Mantra Jawa Versi Mbah Bini Nilai budaya dalam mantra Jawa versi Mbah Bini yaitu (1) makna kepercayaan yang berkaitan erat antara manusia dengan sang pencipta dengan kehidupan manusia (hakikat hidup), diwujudkan dalam keyakinan yang timbul dalam diri pengguna mantra untuk meyakini 65
Ketiga nilai budaya dalam mantra Jawa versi Mbah Bini yaitu (1) makna kepercayaan yang berkaitan erat antara manusia dengan sang pencipta dengan kehidupan manusia (hakikat hidup), diwujudkan dalam keyakinan yang timbul dalam diri pengguna mantra untuk meyakini bahwa mantra yang dipakai terjadi atas izin Allas SWT. (2) Makna kepribadian yang berkaitan antara manusia dengan dirinya sendiri (hakikat karya manusia). (3) Makna kemasyarakatan yang berkaitan antara manusia dengan sesamanya (hakikat manusia dengan sesamanya. (4) makna yang berhubungan dengan alam (kealaman) yakni hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar.
tanda membutuhkan pemaknaan. Salah satu jenis tanda adalah simbol, yaitu tanda yang menunjukan bahwa tak ada hubungan yang alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan ini bersifat arbitrer (manasuka), arti tanda itu ditentukan oleh konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. Simbol juga sebagai tanda yang digunakan dalam komunikasi manusia dan sebagai contoh mereka memberikan kata, citra, tanda, sinyal, gambar, atau bunyi mimetik. Dipihak lain, simbol sebagai tanda ikonis dalam konteks ini adalah simbol dalam estetika. Salah satu simbol yang terdapat dalam mantra Mbah Bini yaitu kata Allah dalam mantra penggedakan (suara macan) yang bermakna sang penguasa yang maha menghendaki segala sesuatu. Kedua fungsi dalam mantra Jawa versi Mbah Bini yaitu fungsi yang terdapat dalam mantra tersebut (kegunaan mantra). Fungsi mantra Mbah Bini yaitu (1) mantra penjagaan diri, untuk menjaga diri dari orang lain yang akan berbuat jahat, fungsi ini pada mantra penggedakan (suara macan), bolo sewu (seribu bayangan), kuat tangan (pukulan) dan kuat awak (badan kuat), (2) mantra kekebalan, membuat tubuh kebal dari baik benda tumpul maupun benda tajam, (3) mantra pengasihan, mantra yang baik untuk pengguna mantra sendiri dan mantra yang ditujukan pada orang lain, fungsi ini terdapat pada mantra sirep (bungkeman), sirep (penenang), sirep prigandono (penidur), sapu angin (langkah cepat), dan nolak/ngeleh syetan (memindahkan setan).
Saran-Saran Berdasarkan simpulan tersebut, pada bagian ini disampaikan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pihakpihak yang terkait secara langsung dengan penelitian ini, yaitu (1) bagi orang tua hendaknya memberi pemahaman kepada anak-anaknya maupun kepada generasi yang muda supaya menjagi tradisi-tradisi lisan yang berkembang disuatu daerah. Hal ini dimaksudkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang ada sekaligus sebagai upaya untuk menghayati makna serta pelajaranpelajaran yang terkandung dalam sastra lisan berupa mantra yang diwariskan oleh nenek moyang. Bagi peneliti dan pengamat sastra khususnya mahasisiwa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia diharapkan untuk meneliti lebih banyak lagi tradisi-tradisi lisan yang 66
berkembang di daerah masingmasing. Selain itu, diharapkan kepada peneliti agar dapat melaksanakan penelitian lanjutan mengenai mantra untuk hal yang belum penulis lakukan dalam penelitian ini, seperti unsur naratif dalam mantra dan presepsi masyarakat mengenai mantra.
Herusatoto, Budiono. 1991. Symbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Haninditagraha Widya. Ibrahim, Abd. Syukur. 1987. Kesusastraan Indonesia: Sajian Latih Ajar Mandiri. Surabaya. Usaha Nasional. Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Untama. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Beberapa Teori Sastra: Metode Kritik Dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pudentia, 2007. Hakikat Kelisanan dalam Tradisi Lisan Melayu Mak Yong. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Pusposari, Dewi. 2014. Mitos dalam Kajian Sastra Lisan. Malang: Pustaka Kaiswaran. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Rosidi, Ajib. 1995. Sastra dan Budaya. Jakarta: Pustaka Jaya. Sudikan, Setya Yuwana. 2015. Metode Penelitian Sastra Lisan. Lamongan: CV Pustaka Ilalang Group. Sutardi. 2011. Apresiasi Sastra: Teori, Aplikasi, dan Pembelajarannya. Lamongan: CV Pustaka Ilalang Group.
DAFTAR RUJUKAN Amir, Adriyetti. 2013. Satra Lisan Indonesia. Yogyakarta: CV Andi Offset. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT Rineka Cipta. Badudu, J.S. 1975. Sari Kesusastraan Indonesia 2. Bandung: Pustaka Prima. Dananbjaya, James. 1994. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng. Jakarta: Grafiti Pres. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Farkhan, Achmad. 20013. Sastra Lisan Legenda Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Kajian Struktur Naratif, Fungsi, dan Nilai Budaya. Skripsi Sarjana (Tidak diterbitkan). Lamongan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Darul Ulum. Hasyim,Umar. 1991. Syetan Sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan, dan Azimat. Surabaya: PT Bina Ilmu.
67