Manajer Investasi: Money Laundry Oleh: Iwan Agustinus Copyright © 2012 by Iwan Agustinus
Penerbit Iwan Agustinus Book Jl Darmo Baru Barat 6 no 34, Surabaya 60189
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Bab 1 Masuk dengan fundamental, keluar dengan teknikal. Kalau terbalik, hasilnya bisa bumi dengan langit. Manajer Investasi
Sudah satu tahun aku bekerja di Manhattan. Hari-hari kerja kujalani dengan menganalisa berbagai laporan keuangan perusahaan, saham, obligasi, prospek suatu perusahaan, kondisi ekonomi, dan rencana bisnis suatu organisasi, baik yang disodorkan oleh atasan maupun yang kucari sendiri untuk direkomendasikan sahamnya supaya dibeli. Ada kalanya rekomendasiku ditolak mentah-mentah, ada kalanya dipertimbangkan lalu ditolak, ada kalanya dituruti oleh bos, ada kalanya ditolak tapi kemudian bos menyesal karena ternyata perusahaan itu menghasilkan penjualan yang baik dan harga sahamnya naik. Tapi sejujurnya, rekomendasiku lebih banyak yang ditolak daripada diterima. Bos datang ke mejaku dan menyodorkan beberapa buku laporan tahunan sebuah perusahaan terbuka. “Analisa angka-angka mereka,” perintahnya padaku.
3
“Baik Pak,” jawabku sigap. Laporan keuangan yang diberikan padaku adalah laporan dari sebuah perusahaan bernama Kimzo Inc, perusahaan yang bergerak di bidang penjualan perabot rumah tangga lewat internet. Salah satu merek dagang dan alamat situs mereka adalah JustBedroom.com. Kuketikkan tulisan justbedroom.com pada browser. Kucoba mengakses situs mereka untuk memeriksa barang-barang yang dijual. Setelah selesai melihat-lihat sekilas, aku berkonsentrasi pada buku laporan keuangan. Kubaca laporan itu mulai dari halaman belakang, karena aku ingin tahu apakah auditor yang digunakan mempunyai reputasi baik atau tidak. Setelah kulihat nama auditornya berasal dari kantor akuntan publik yang baik, kumulai menyelidiki neraca, laporan laba rugi, arus kas, jumlah utang, likuiditas, besar gaji eksekutif, bonus opsi saham, rencana pemasaran, keunggulan perusahaan, kelemahan perusahaan, pesaing, kesulitan yang akan dihadapi, dan lain-lain. Setelah dua jam berkutat sambil membayangkan perusahaan macam apa ini, akhirnya aku mulai dapat menulis laporan analisaku. Meskipun termasuk perusahaan yang sehat, tapi aku tidak suka dengan cara eksekutifnya membagi-bagikan bonus opsi saham dengan tidak rasional. Dan juga selama tiga tahun terakhir, perusahaan ini membeli saham perusahaannya sendiri dengan cara mengambil utang pada bank. Padahal jelas-jelas harga sahamnya saat itu terlalu mahal. Harga sahamnya di atas nilainya, 4
tiga puluh persen. Jadi sudah pasti mereka melakukan itu supaya dapat mencairkan bonus opsi saham yang mereka terima. Aku sampai geleng-geleng kepala saat menulis pendapatku. Selesai menulis hasil analisaku, kutunjukkan pada atasan. Atasanku membacanya dengan seksama. “Jadi seperti itu kelakuan manajemennya.” Kujawab dengan sangat yakin, “Ya, kelakuannya sangat buruk. Saham ini jangan dibeli.” “Baiklah Oscar, kau boleh keluar. Nanti jam tiga sore ada rapat,” ingatnya. Aku keluar dari kantornya dan kembali ke mejaku sendiri, kemudian kembali membaca laporan keuangan perusahaan lain hingga jam rapat. Jam tiga sore aku menghadiri rapat. Kami membahas sebuah perusahaan bernama Burton Real Estate Investment Corporation. Perusahaan ini mengkhususkan diri berinvestasi dalam properti industri yang akan disewakan untuk jangka panjang kepada perusahaan besar. Perusahaan ini mempunyai 61 gudang yang tersebar di seluruh Amerika. Gudang-gudang itu disewa perusahaan-perusahaan besar: FedEx Supply Chain Inc, DHL Express Inc, Kellogg Sales Company, Home Depot Inc, dan lainlain. Selain memiliki puluhan gudang, kulihat ada satu properti mereka berupa pusat perbelanjaan. “Apa pendapat kalian?” tanya bos pada semua yang hadir
5
untuk minta pertimbangan. Suaranya memecah keheningan ruangan rapat sore. Seorang rekan mengeluarkan pendapat, “Perusahaan ini sangat bagus, pembayaran dividennya stabil.” Rekan yang lain setuju, dan menambahi, “Portofolio mereka sangat luar biasa. Para penyewa terdiri dari perusahaan besar yang mempunyai laba besar dan menyewa untuk jangka panjang.” “Bagaimana denganmu, mencari pembanding.
Oscar?”
tanya
bos
”Pada dasarnya pendapat saya sama dengan mereka.” Kulirik kedua rekanku sekilas, bergantian. “Tapi saya perhatikan tujuh puluh persen gudanggudang perusahaan ini disewa oleh satu perusahaan besar, yaitu FedEx.” “Maksudmu?” Kucoba menjelaskan sudut pandangku, “Jika perusahaan itu mengalami kesulitan finansial, tentu Burton Real Estate Investment Corporation juga akan langsung mendapat masalah. Jadi, kinerja Burton Real Estate Investment sangat dipengaruhi FedEx.” Seorang rekan senior tertawa mendengar pendapatku, dengan nada mencibir ia berkata, “Nak, kamu mau bilang perusahaan seperti FedEx akan segera bangkrut?” Seisi ruangan tertawa ringan kecuali aku.
6
“Tentu tidak,” bantahku dengan sopan, “saya hanya menjelaskan sebuah penyewa besar yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan Burton.” “Teruskan,” bicara.
mereka
masih
mempersilakanku
Kutambahi lagi, “Saya melihat bahwa pesaing FedEx juga banyak.” Kusebutkan beberapa nama terkenal dan kurang terkenal. “Mereka ini mampu menggerogoti laba FedEx. Jika dalam beberapa tahun FedEx memutuskan untuk melakukan penghematan, dan mengurangi menyewa gudang, tentu Burton akan mengalami kesulitan…….” “Jika benar, bukankah masih ada perusahaan besar lain yang akan menyewa properti mereka?” sela seorang rekan yang duduk di hadapanku, tidak sabar. “Yeah, bukankah Burton dapat menjual gudanggudang itu?” sahut rekan yang lain lagi. “Itulah masalahnya,” sahutku seketika, “saat ini, tiap tahun mereka harus menjual satu properti mereka agar perusahaan tetap laba. Bagaimana jika suatu hari, mereka kesulitan menjual properti mereka? Atau jika dijual satu persatu, lama-lama portofolio mereka habis.” “Yah, bagaimana itu?” bos mengadu dua pendapat berlainan. Dijawab, “Dari perhitungan kami, Burton hanya perlu menjual dua puluh propertinya di waktu mendatang. Jika mereka melakukannya, keuangan 7
Burton akan stabil dan menghasilkan laba tanpa perlu melepas properti lagi.” “Tunjukkan padaku perhitungannya,” pinta bos. Rekanku yang duduk di hadapanku menerangkan angka dan asumsinya. “Tahun keenam Burton akan mampu menambah propertinya lagi dengan uang tunai yang akan dimilikinya.” Kami semua menyimak dengan baik. Rapat masih berjalan satu jam lagi dan hasilnya semua mendukung langkah untuk membeli saham Burton, kecuali aku. Rapat selesai bersamaan dengan jam pulang, aku segera pulang ke apartemen untuk istirahat. Seperti inilah aktivitasku sehari-hari sebagai analis Lagan Fleming Capital, atau yang sering disingkat LFC oleh para pegawainya. Berdebat sengit dengan rekan mengenai prospek suatu perusahaan merupakan rutinitas sehari-hari. Meskipun bukan termasuk dalam sepuluh besar bank investasi terbesar di Amerika dan tidak sepopuler Goldman Sachs, JP Morgan, Bear Stearns, Morgan Stanley, atau Lehman Brothers, aku sangat beruntung bisa bekerja untuk LFC sebagai analis. Bagiku, bisa diterima bekerja di LFC sudah seperti mendapat keajaiban. LFC memperlakukan aku dengan sangat baik, mereka mau bersusah payah mengurus ijin kerja dan ijin tinggal buatku, serta menggajiku dengan upah layak. Tidak banyak perusahaan dari Amerika mau repot demi orang asing sepertiku, apalagi kalau orang itu berasal 8
dari Indonesia. Tepatnya berasal dari Surabaya. Jadi, aku sangat berterima kasih atas kebaikan LFC, dan berjanji untuk setia pada LFC. Di LFC, aku merasa dapat berkembang untuk menjadi manajer dana dan penasihat investasi kelas dunia dengan penghasilan jutaan dolar setahun. Targetku adalah mempunyai tabungan $1.000.000 sebelum umur 40 tahun. Setiap hari kubayangkan hal itu terjadi. Untuk itu setiap hari aku bekerja dengan giat, serta banyak menganalisa berbagai perusahaan dengan penuh kehati-hatian dan mencari banyak relasi dari kalangan kelas atas. Cita-cita lainnya adalah menjadi warga negara Amerika, menetap di negara ini selamanya, dan setelah tabunganku cukup, aku akan membuka perusahaan investasi sendiri. Semacam menjadi entrepreneur di bidang investasi. Sering kusebut investpreneur. Praktiknya seperti apa? Kurang lebih sama dengan Warren Buffett dengan Berkshire-nya. Kapan hal ini bisa terwujud? Aku masih tidak tahu. Suatu hari nanti. Saat ini usiaku 26 tahun. Hidup sendirian di kota metropolis, New York, dengan menyewa apartemen kecil di Charles Street. Aku sengaja menyewa apartemen berukuran kecil agar dapat menghemat pengeluaran. Aku sangat menikmati keberadaanku di kota luar biasa ini. Dan, tampaknya New York juga menerimaku dengan senang hati. Pergi ke New York adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat dalam hidupku.
9
10
11