MANAJEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dr. Michael Elias Malat *
PENDAHULUAN Pemberlakuan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara (AFTA) awal 2003 ini ikut mempercepat proses pembaruan sistem pendidikan nasional tahun 1989 yang tidak memadai lagi dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat Indonesia yang mau tidak mau terpaksa mempersiapkan diri menghadapi era persaingan yang makin ketat. Melalui proses pengupayaan kesepakatan nasional yang sangat alot, akhirnya Sistem Pendidikan Nasional dapat disahkan oleh Presiden Republik Indonesia menjadi Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pada tanggal 8 Juli 2003. Pembaharuan sistem pendidikan nasional merupakan maha karya luhur yang membutuhkan komitmen seluruh komponen bangsa agar secara serentak dapat menyiapkan iklim kondusif penyelenggaraan pendidikan nasional yang mampu mengembangkan potensi diri peserta didik yang utuh menjadi kemampuan keprofesionalan dan berwatak kepribadian nasional yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal, nasional, dan internasional. Pengembangan potensi diri peserta didik diarahkan pada pembentukan watak yang bercirikan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri yang siap menjadi warga negara dan warga masyarakat global yang demokratis dan bertanggungjawab. Pembaharuan pendidikan terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan daerah yang tengah membangun diri berbasiskan otonomi daerah yang meliputi 30 propinsi dan lebih dari empat ratus kabupaten dan kota. Kebutuhan daerah akan selalu berkembang dan berubah sesuai dengan kemajuan pembangunan ekonomi daerah serta perkembangan perekonomian nasional dan perekonomian global. Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan berbagai kebutuhan yang selanjutnya berkembang menjadi tuntutan baru dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lokal, nasional dan internasional yang saling terkait dan mempengaruhi. Pemenuhan kebutuhan daerah, nasional dan internasional tersebut mengharuskan adanya diversifikasi jenis pendidikan yang penyelenggaraannya haruslah dikelola secara profesional. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, bahasan ini menyoroti peran strategis Manajemen Pendidikan dalam menunjang upaya penyuksesan pembaharuan pendidikan yang kini tengah digulirkan sebagai upaya memperkuat daya saing tenaga kerja Indonesia dari ancaman serbuan tenaga kerja asing yang * Dosen tetap Fakultas Ekonomi dan Program Studi Magister Manajemen Vniversitas Pelila Harapan
Vol.VI, No.3, Desember 2003
Manajemen Pendidikan Nasional
I
ditenggarai oleh iklim perdagangan bebas. Masalah "peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan" telah dinyatakan secara tegas dalam butir c konsideran menimbang UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang se-lengkapnya sebagai berikut: "bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan". Dari pendekatan manajerial dapat dirumuskan, sasaran antara yang hendak dicapai pendidikan nasional yang pertama adalah memeratakan kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia, dan kedua adalah meningkatkan mutu pendidikan, relevansi pendidikan dan efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan dilakukan dengan memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan supaya seluruh komponen bangsa merasa terpanggil untuk aktif dalam tugas nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga dapat mengangkat kembali harkat dan martabat bangsa yang selama ini terpuruk dan temodai oleh pelbagai reputasi buruk. VISI, MISI dan STRATEGI PENDIDIKAN Penjelasan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamarkan perlunya pembaharuan sistem pendidikan yang diawali oleh pembaharuan visi, misi dan strategi pendidikan nasional, baik sebagai upaya mengoreksi kelemahan dan kekurangan sistem terdahulu maupun sebagai tindak proaktif mengantisipasi pelbagai tantangan yang muncul karena tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Perumusan ulang visi pendidikan nasional secara normatif ditetapkan dalam penjelasan Sistem Pendidikan Nasional 2003 yang menegaskan harapan para wakil rakyat akan terwujudnya sistem pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan berwibawa yang mampu memberdayakan semua Warga Negara Indonesia agar dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Rumusan visi pendidikan nasional tersebut memunculkan beberapa komponen yang menjadi pilar atau kriteria yang dijadikan patokan dan tolok ukur dalam mengukur kinerja operasional sistem tersebut. Pilar atau kriteria pertama dan utama dari sistem pendidikan nasional adalah bagaimana menjadikan sistem tersebut sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan berwibawa. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pranata sebagai sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku berikut dengan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat. Pembentukan sistem tingkah laku sosial kiranya merupakan upaya konkrit mewujudkan cita-cita proklamasi, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Selanjutnya visi tersebut
2
Manajemen Pendidikan Nasional
Vol.VI, No.3, Desember 2003
mengamanatkan bahwa pranata sosial tersebut haruslah kuat dan berwibawa agar dapat menarik simpati dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerakan nasional untuk mengembangkan potensi diri masingmasing dalam membangun masyarakat belajar yang berkemampuan mengatasi pelbagai tantangan, hambatan dan kesulitan secara kontekstual sesuai dengan perubahan zaman. Perwujudan visi pendidikan tersebut membutuhkan jabaran lebih lanjut hingga menjadi seperangkat program yang dirangkum menjadi misi. Misalnya pemberdayaan semua Warga Negara Indonesia mengharuskan adanya penciptaan iklim yang memungkinkan terciptanya perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga masyarakat Indonesia yang secara administrasi pemerintahan tersebar di 32 pemerintah propinsi, dan lebih dari empat ratus pemerintah kabupaten dan kota. Di samping program pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan tersebut, secara bersamaaan namun selektif perlu dirancang program peningkatan mutu pendidikan yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan pengguna tenaga kerja lokal, nasional dan internasional. Peningkatan mutu pendidikan tersebut membutuhkan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, termasuk lingkungan pendidikan dan manajemen pendidikan. Perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pengembangan potensi diri secara utuh, yaitu selain menguasai kepakaran keilmuan dan keterampilan keprofesionalan yang berbasis iptek mutakhir juga berwatak luhur sesuai dengan nilai budaya bangsa Indonesia. Pembentukan watak kepribadian dan watak keprofesionalan yang luhur tersebut akan membangun citra akuntabilitas kelembagaan penyelenggara pendidikan sebagai pusat pembentukan dan pemberdayaan masyarakat belajar (learning society). Penjabaran visi pendidikan tersebut lebih lanjut dirumuskan dalam penjelasan UU No. 20 Tahun 2003 menjadi lima misi pendidikan nasional berikut ini: 1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; 2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 3. Meningkatkan kesiapan masukan dan proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian bermoral; 4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; 5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar sistem pendidikan dapat beroperasi secara lancar, diperlukan rancangan program yang mampu memadu secara harmonis kelima misi tersebut Vol.VI, No.3, Desember 2003
Manajemen Pendidikan Nasional
3
mulai dari pengembangan individu dan pengembangan kelembagaan berdasarkan prinsip otonomi secara terencana dan terarah pada pengembangan masyarakat agar menjadi masyarakat belajar yang akan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan visi pendidikan nasional berikut dengan program pelaksanaan kelima misi pendidikan tersebut di atas, para wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat telah merumuskan 13 butir strategi pendidikan yang secara formal dimuat dalam penjelasan UU No. 20 Tahun 2003 sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pendidikan agama dan akhlak mulia; 2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; 3. Proses pendidikan yang mendidik dan dialogis; 4. Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; 5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; 6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik; 7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; 8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; 9. Pelaksanaan wajib belajar; 10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; 11. Pemberdayaan peran masyarakat; 12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; 13. Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Menyadari luas dan kompleksnya permasalahan dihadapi dalam melaksanakan pembaharuan sistem pendidikan nasional, para wakil rakyat pembahas Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional telah memasukkan masalah manajemen pendidikan menjadi salah satu pokok pertimbangan sebagaimana yang tercantum dalam butir c konsideran pertimbangan yang selengkapnya sebagai berikut: "bahwa sistem pendidikan nasional hams mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan" Dari amar pertimbangan tersebut terungkap pentingnya peranan Manajemen Pendidikan dalam menyukseskan pembaharuan sistem pendidikan nasional dan penyelenggaraan pendidikan yang mampu mewujudkan visi, kelima misi dan ketiga belas strategi pendidikan nasional melalui tiga program peningkatan manajemen pendidikan, yaitu peningkatan mutu pendidikan, peningkatan relevansi manajemen pendidikan, dan peningkatan efisiensi manajemen pendidikan. 4
Manajemen Pendidikan Nasional
Vol.VI, No.3, Desember 2003
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Guna memperoleh pemahaman yang baik mengenai pendidikan, diperlukan rumusan pengertian pendidikan yang baku untuk mencegah keragaman persepsi yang dapat berlanjut pada beda penafsiran dan pendapat. Secara formal, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional memberi batasan pengertian tentang pendidikan sebagai berikut: "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara". Pemahaman bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana mengindikasikan bahwa pendidikan sangat membutuhkan pengertian teori dan konsep praktis manajemen kemudian berkemampuan menguasai teknik manajemen yang tepat sebagai alat bantu dalam memfungsionalkan tiap komponen pendidikan secara padu yang sinergis. Fungsionalisasi peran tiap komponen pendidikan ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional merupakan tantangan manajerial yang membutuhkan persiapan yang matang serta komitmen kuat dari berbagai pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional terdiri dari berbagai komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu dibangun dan difungsikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Secara praktis operasional pembangunan kerangka sistem pendidikan nasional bersifat konseptual di mana pilar-pilarnya terdiri dari sejumlah prinsip yang dibangun di atas landasan philosofis yang berintikan nilai-nilai budaya yang akan mewamai watak kepribadian dan watak keprofesionalan tenaga kerja Indonesia. Perancangan bangunan sistem pendidikan nasional tersebut secara sadar dan terencana diprogramkan untuk menciptakan suasana belajar yang memungkinkan penyelenggaraan proses pembelajaran dapat menghasilkan tenaga kerja yang siap bersaing di pasar tenaga kerja lokal, nasional dan internasional. Pengembangan potensi peserta didik tersebut meliputi pengembangan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang berbasiskan nilai spiritual keagamaan secara padu dan seimbang. Pengembangan potensi diri tersebut diarahkan pada pengkuatan karsa baik untuk meningkatkan penguasaan diri, maupun untuk pembentukan keprofessionalan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja lokal, nasional dan global. Pengoperasionalan adikarya sistem pendidikan yang demikian rumit dan kompleks membutuhkan bantuan pengetahuan manajerial dan keterampilan menggunakan teknik-teknik manajemen yang tepat. Stephen P. ROBBINS dan Mary COULTER dalam bukunya Management mendifinisikan sebagai: "Management is the process of coordinating work activities so that they are completed efficiently and effectively with and through other people". Pengertian manajemen tersebut memperjelas arah, langkah, dan cara kerja yang Vol.VI, No.3, Desember 2003
Manajemen Pendidikan Nasional
5
harus dilakukan oleh setiap penyelenggara pendidikan, yang berfokus pada pengkoordinasian berbagai kegiatan kerja dari berbagai pihak yang terkait secara efisien. Pemahaman hakekat manajemen tersebut dapat memberikan inspirasi tentang apa dan bagaimana menerapkan dalam bidang pendidikan. Secara teknis operasional perlu diketahui dengan jelas komponen-komponen pendidikan berikut dengan fungsi dan perannya dalam proses pembelajaran. Dari pengertian pendidikan terungkap dua hal utama, yaitu pertama perlunya penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi penyelenggaraan proses pembelajaran, dan kedua adanya proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya. Sedangkan pembelajaran, menurut Sistem Pendidikan Nasional 2003, merupakan suatu proses interaksi yang berlangsung secara teratur, terus menerus dalam jangka waktu tertentu secara resiprokal antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang memungkinkan terjadi proses alih pengetahuan dan pembentukan kepribadian secara bersamaan. Pengelolaan sistem pendidikan perlu menyadari betapa pentingnya penyiapan rambu-rambu aturan yang memfasilitasi dan mempermudah proses interaksi tiap komponen yang secara mikro internal akan memperlancar proses interaksi antar pelaku kegiatan yang berada dalam suatu lingkungan belajar tertentu, yang contoh praktis dapat berupa satuan pendidikan. Dalam konteks sistem pendidikan nasional, permasalahan pendidikan tetap terfokus pada kedua hal pokok tersebut di atas, yaitu bagaimana menyiapkan rambu-rambu aturan yang dapat memfasilitasi terciptanya lingkungan dan suasana belajar yang kondusif, dan dapat memperlancar proses interaksi komponenkomponen pendidikan dalam lingkup kewenangan dan tanggung jawab masingmasing. Dari ketatanegaraan, lingkup kewenangan mengatur sistem dan mekanisme kerja bidang pendidikan berada di tangan Pemerintah yang terdiri atas Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota. Peran pemerintah dalam hal penciptaan lingkungan dan suasana belajar secara umum dapat berupa kewenangan dan tanggungjawab untuk memberikan arahan, bimbingan, bantuan, dan kewajiban mengawasi penyelenggaraan pendididikan dalam wilayah kerja masing-masing. Penciptaan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif tersebut membutuhkan penguasaan pengetahuan kependidikan yang komprehensif, pengenalan keadaan dan kebutuhan masyarakat yang aktual masa kini dan mendatang, serta penguasaan teknologi pendidikan terapan yang berbasiskan kemampuan manajerial yang unggul. Yannik BONNET, dalam bukunya "Les Neuf Fondamenatux De L'Education" (Sembilan Dasar Pendidikan) membagi pendidikan ke dalam lima tingkatan kegiatan, tataran kegiatan filosofis (philosophie de faction), tataran kebijakan (la politique), tataran strategi (la strategie), tataran taktik (tactique), tataran kegiatan operasional (I'action).
6
Manajemen Pendidikan Nasional
Vol.VI, No.3, Desember 2003
L'action- l'utilization des techniques et de savoir -faire Tactique - adaptation de la strategie situation conrete
Kerangka Kerja Pendidikan Tahap awal kerangka kerja pendidikan difokuskan untuk merumuskan konsep yang berbasiskan pengetahuan teoritik sebagai yang mendasari pemikiran yang mengacu kepada prinsip-prinsip yang melatarbelakangi perumusan tujuan pendidikan dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Rumusan konsep yang bersifat filosofis tersebut dalam Sistem Pendidikan Nasional 2003 diformalkan dalam visi pendidikan. Tahapan berikutnya berupa elaborasi deskriptif penerapan prinsip-prinsip tersebut di atas menjadi kebijakan dasar (la politique) tentang ketatalaksanaan bagaimana mencapai tujuan pendidikan yang dijabarkan menjadi ke lima misi pendidikan tersebut di atas. Petunjuk teknis penatalaksanaan misi-misi pendidikan tersebut diatur sebagai suatu kebijakan dasar pendidikan yang secara formal diatur dalam Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003 sebagai prinsip penyelenggaraan pendidikan yang terdiri dari enam butir prinsip dasar berikut ini: 1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. 2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan terbuka dan multimakna. 3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Vol.VI, No.3, Desember 2003
Manajemen Pendidikan Nasional
7
4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. 5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. 6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pada kerangka kerja berikutnya adalah penetapan strategi pendidikan yang merupakan tahapan penyiapan prosedur dan tata kerja sejumlah kegiatan penciptaan suasana belajar yang akan memperlancar proses pembelajaran sebagai tahapan persiapan dan pengorganisasian seluruh kegiatan sesuai dengan jalur, jenis dan jenjang pendidikan pada lingkup kewenangan masing-masing. Wujud pengaturan strategi pendidikan ini diatur dalam penjelasan umum UU No. 20 Tahun 2003 yang terdiri atas 13 (tiga belas) butir strategi pendidikan sebagaimana telah dibahas di atas. Kerangka kerja lanjutannya berupa penjabaran strategi pendidikan menjadi taktik (tactique) yang secara operasional diformalkan menjadi sejumlah program kerja yang merupakan dasar perancangan proyek kegiatan dan sekaligus menjadi instrumen pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kegiatan baik di tingkat satuan pendidikan maupun pada tingkat kelembagaan penyelenggaraan pendidikan dalam jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Dalam tahapan perlu dilakukan pengkajian yang cermat mengenai kesesuaian pelaksanaan strategi pendidikan dengan kondisi lapangan di mana kegiatan pendidikan tersebut dioperasionalkan (adaptation de la strategie face aux situations concretes). Kerangka kerja yang terakhir adalah tingkatan pelaksanaan kegiatan di mana dilakukan pemobilisasian komponen pendidikan yang diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan sumber daya pendidikan berikut dengan teknik dan teknologi pendidikan yang terpilih (utilization des techniques etdes savoir-faire/know-how). Bahasan di atas mengindikasikan betapa banyak serangkaian kegiatan yang terlibat secara langsung dan saling terkait secara timbal balik dari berbagai komponen pendidikan akan memunculkan berbagai kesulitan dalam pengkoordinasiannya. Mengatasi kondisi sulit tersebut, pengetahuan Manajemen dan keterampilan menggunakan instrumen teknis manajerialnya dapat memberikan sumbangsih yang konkrit, supaya maksud dan tujuan untuk menjadikan sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial dan berwibawa dapat terwujud. Penguasaan metodologi dan teknik manajemen dapat membantu memilah dan mengklasterkan berbagai kegiatan dari keseluruhan komponen pendidikan dari berbagai jenjang, jalur dan jenis pendidikan, dan dari berbagai tataran lingkup kewenangan regulator bidang pendidikan yang saling terkait secara terpadu ke dalam kerangka standar nasional pendidikan yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Bersambung)
8
Manajemen Pendidikan Nasional
Vol.VI, No.3, Desember 2003