Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Nasional
Suhendra Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK-BSI)
[email protected]
Abstract Management of Computer Base (MCB) stands for three words: management, computer, and base. Management is a process that uses human resource effectively to achieve the goal. Basic means base, and school is a place to teach and learn, and a place to obtain and transfer the lesson. Lexically, Management of School Base can be interpreted as the use of human resource that based on the school itself in teaching and learning process. So, the involved stakeholders and other sides in academic activity are active in creating appropriate situational education toward the national standard which applied by the government. MCB purposes to achieve the quality and relevant high education, with the measure of evaluation on the output and outcome, but not on the method or the process. Beside that, this thing purposes to guarantee the balance for each learner to obtain qualified educational service at school itself. Keywords: Development, Quality, Education
I Pendahuluan Ketentuan otonomi daerah yang dilandasi atau didasarkan pada undang-undang No. 22 tahun 1999 telah membawa perubahan paradigma manajemen penyelenggaraan pendidikan yang sebelumnya manajemen penyelenggaraan pendidikan merupakan kewenangan pemerintah pusat dialihkan ke pemerintah daerah yakni kota dan kabupaten yang kemudian dikenal dengan istilah desentralisasi. Hal tersebut diperkuat dengan adanya undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah.” Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Adanya perubahan penyelenggaraan pendidikan tersebut dikarenakan selama ini pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan
di Negara Kesatuan Republik Indonesia masih bersifat sentralistis yang berdampak terhadap organisasi lembaga pendidikan menjadi kaku, impersonal dan lambat dalam menanggapi tuntutan perubahan. Selain itu sistem pendidikan yang bersifat sentralistis juga berdampak terhadap situasi dan kondisi dimana keputusan sulit untuk segera diambil sehingga menyebabkan timbulnya kelambanan, pesinisme, inefisiensi, sinisme, dan penundaan pengambilan keputusan meski untuk hal-hal yang kecil. Dari berbagai pandangan tersebut, otonomi atau desentralisasi pendidikan mempunyai dua arti penting yaitu : A. Menata kembali sistem pendidikan nasional yang sentralistis menuju suatu sistem yang memberikan kesempatan luas kepada inisiatif masyarakat setempat. B. Otonomi pendidikan bukan berarti melepaskan segala ikatan untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, melainkan untuk memperkuat dasar-dasar
pendidikan pada tingkat grass roost guna membentuk suatu masyarakat Indonesia yang bersatu berdasarkan kebhinekaan II Landasan Teori 2.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Kehadiran konsep Management Berbasis Sekolah (MBS) dalam wacana pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak lepas dari konteks gerakan “restrukturisasi dan reformasi” sistem pendidikan nasional melalui desentralisasi dan pemberian otonomi yang lebih besar kepada satuan pendidikan atau sekolah. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:708,1013) Secara bahasa, Manajemen Berbasis Komputer (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas sedangkan sekolah berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut, maka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Menurut Priscilia Wohlstetter dan Albert Mohrman (1996:1) menjelaskan bahwa pada hakikatnya, Manajemen Berbasis Sekolah berpijak pada Self Determination Theory, yang menyatakan bahwa apabila seseorang atau sekelompok orang memiliki kepuasan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok orang tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan. Secara luas menjelaskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipasi sekolah pada tingkat local guna memajukan sekolahnya. Menurut Mulyono (2008:239) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai penyerasian sumber
masyarakat. Sehingga makna dari otonomi pendidikan adalah pendidikan dikembalikan kepada stakeholder (masyarakat). daya yang dilakukan secara mendiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional. Menurut Slamet (27 Oktober 2009) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai pengorganisasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomotis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipasif). Hal ini berarti sekolah harus bersifat terbuka dan inklusif terhadap sumber daya di luar lngkungan sekolah yang mempunyai kepentingan selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Ahmad Barizi (2009:35) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan bentuk alternatif sekolah dalam melakukan program “desentralisasi” dibidang pendidikan yang ditandai dengan otonomi yang luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional. Menurut Susan Albers Mohrman (1994:53) Manajemen Berbasis Sekolah adalah salah satu bentuk restrukturisasi sekolah dengan mengubah sistem sekolah dalam melakukan kegiatannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi akademis sekolah dengan mengubah desain struktur organisasinya. Menurut Nanang Fatah (2003:8) Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, komite sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat. Manajemen berbasis sekolah mengubah sistem pengambilan keputusan
dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat lokal, stockholder. Sedangkan Bapenas dan Bank Dunia, seperti yang dikutip B. Suryosubroto (2003:11), memberikan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditunjukkan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Gagasan tentang Manajemen berbasis sekolah (MBS) ini belakangan menjadi perhatian
para pengelolaan pendidikan, mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat sekolah. Hal ini dapat dimaklumi yaitu dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dimana dalam produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Didalam lingkungan Depdiknas dan Dinas Diknas terminologi yang paling populer adalah MPMBS yang pada intinya adalah perbaikan mutu masukan, proses, keluaran pendidikan, serta sepanjang memungkinkan juga mengamit layanan purna lulus. Jika digambarkan dalam bentuk skema maka MPMBS lingkungan Depdiknas dan Dinas Diknas di Indonesia akan berbentuk sebagai berikut :
Otonomi pengelolaan Pendidikan
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Manajemen Berbasis Sekolah Jika MPMBS Berhasil
Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah
Gambar 2.1 Skema berpikir kebijakan MBS di Indonesia
2.2 Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Menurut Levanic yang dikutip oleh Ibrahim Bafadal (2003:82) terdapat tiga karakteristik yang menjadi ciri khas dan harus dikedepankan daripada yang lain dalam manajemen tersebut yaitu : 1.
2.
3.
Kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan kepada para stakeholder sekolah. Domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan mencakup kurikulum, kepegawaian, keuangan, sarana prasarana, dan penerimaan siswa baru. Walaupun keseluruhan domain manajemen peningkatan mutu pendidikan didesentralisasi kepada sekolah-sekolah namun diperlukan regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.
Menurut Edmon yang dikutip oleh B. Suryo Subroto (2004:36), mengemukakan berbagai indikator yang menunjukkan karakteristik dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), antara lain :
3. Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat. 4. Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya, termmasuk siswa) untuk berprestasi. 5. Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK. 6. Adanya pelaksanaan evaluasi yang terusmenerus terhadap berbagai aspek akademis dan administratif, serta pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu 7. Adanya komunikasi daan dukungan insentif dari orang tua murid serta masyarakat. Menurut Saud yang dikutip oleh E. Mulyasa (2004:36) mengatakan bahwa berdasarkan pelaksanaan di negara maju, MBS mempunyai beberapa karakteristik dasar, yaitu pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya teamwork yang tinggi dan profesional. Pada tataran ini, apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Ciri-ciri MBS dapat dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya sebagaiman yang digambakan dalam tabel 2.1
1. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib. 2. Sekolah mmiliki visi dan target mutu yang ingin dicapai. Tabel 2.1 Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS Organisasi Sekolah
Kegiatan Belajar Mengajar
Sumber Daya Manusia
Menyediakan manajemen/organisasi/kepemimpi nan/transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
Meningkatkan kualitas belajar peserta didik
Memperdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan peserta didik
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk
Mengembangkan kurikulum yang cocok
Memilh staf yang mnemiliki wawasan
Sumber Daya Dan Administrasi Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
Mengelola sekolahn secara efektif dan efisien
sekolahnya sendiri
Mengelola kegiatan operasional sekolah
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat Menggerakkan partisipasi masyarakat
dan tanggap terhadap kebutuhan peserta didik dan masyarakat Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang efektif
Menyediakan program pengembangan yang diperlukan peserta didik Berperan serta dalam memotivasi siswa
MBS
Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf Menjamin kesejahteraan staf dan peserta didik Menyelenggarakan forum/diskusi untuk membahas kemajuan kinerja sekolah
Menyediakan administratif
dukungan
Mengelola dan memelhara gedung dan sarana sekolah
Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan sekolah
2.3 Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Tujuan utama manajemen berbasis sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh dengan keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkan kembangkan suasana yang kondusif. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional mendeskripsikan bahwa tujuan pelaksanaan MBS adalah meningkatkkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola serta memberdayakan sumber daya yang tersedia; meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; serta meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Adapun kebijakan pemerintah serta UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Berbasis Sekolah pasal 55 ayat (1) yang berbunyi
“Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat’, setidaknya terdapat empat aspek yaitu kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektivitas, dan efisiensi; serta akuntabilitas. 2.4
Manfaat (MBS)
Manajemen
Berbasis
Sekolah
Menurut Umaedi (2004:26) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kebebasan dan kewenangan yag luas kepada sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat menigkatkan kesejahteraan guru sehingga guru dapat berkonsentrasi dalam tugas utamanya yaitu mengajar. Sedangkan menurut B. Suryo subroto (2004:196) mengutarakan bahwa otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan lingkungan setempat. Maka dengan adanya otonomi tersebut, sekolah akan lebih leluasa dam mengimprovisasi dirinya sesuai dengan kemampuan.
dengan kebutuhan masyarakat akan menjadi “idola” untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Dengan keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan juga adanya partisipasi masyarakat, mendorong profesionalisme kepemimpinan sekolah yaitu kepala sekolah, baik dalam perannya sebagai manajer maupun sebagai pemimpin sekolah. Dan dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah dalam mengembangkan kurikulum guru didorong untuk berimprovisasi dan berinovasi dalam melakukan berbagai eksperimentasi di lingkungan sekolah dengan tujuan menemukan kesesuaian antara teori dan kenyataan.
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah dengan tujuan akhir meningkatkan mutu hasil penyelenggarakan pendidikan, sehinggga bisa menghasilkan prestasi yang sebenarnya melalui proses manajerial yang mapan. Melalui peningkatan kinerja dan partisipasi semua stokholder-nya, maka sekolah pada semua jenjang dan jenis pendidikan dengan sifat otonomistisnya akan menjadi suatu instansi pendidikan yang organik, demokratis, kreatif, dan inovatif, serta unik dengan ciri khasnya sendiri untuk melakukan pembaharuan sendiri (self reform)
2.5 Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dari waktu kewaktu kesadaran masyarakat terhadap urgensi pendidkan semakin meningkat dan mulai tampak di permukaan. Hal ini dapat diindikasikan dengan animo masyarakat yang banyak menyekolahkan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga pendidikan yang credible. Mereka sadar bahwa untuk menghadapi tantangan yang semakin berat yang disebabkan oleh perubahan dan tantangan zaman adalah kesiapan pada penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu lembaga pendidikan yang maju dan mampu memberikan layanan yang maksimal kepada masyarakat sesuai
Input
Adapun komponen yang didesentralisasikan adalah manajemen kurikulum, manajemen tenaga pendidikan, manajemen kesiswaan, manajemen pendidikan, manajemen pendanaan/keuangan serta manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat. Secara visualistis, implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dimaksud dapat dilihat pada skema berikut ini :
Proses
Implementasi Manajemen Kurikulum, Tenaga Kependidikan, Kesiswaan, Keuangan, dan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Proses Pembelajaran
Output
Prestasi Belajar Siswa yang Meningkat
at Gambar 2.2 Bagan Implmentasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) A. Imlementasi Manajemen Kurikulum Kurikulum merupakan elemen startegis dalam sebuah layanan program pendidikan. Ia adalah “cetak biru” (blue print) atau acuan bagi segenap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan program. Sehingga
dapat digambarkan bahwa kurikulum yang baik semestinya akan menghasilkan proses dan produk pendidikan yang baik, sebaliknya kurikulum yang buruk akan membuahkan proses dan hasil pendidikan yang tidak baik.
B. Implementasi Manajemen Tenaga Kependidikan/Pegawai Manajemen tenaga kependidikan/pegawai di sekolah bertujuan untuk mendayagunakan tenaga-tenaga kependidikan secara efektif dan efisien guna mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Implementasi ini terdiri dari beberapa aspek yaitu : a. Perencanaan dan pengadaan tenaga kependidikan/pegawai Perencanaan pegawai merupakan kegiatan untuk menetukan kebutuhan pegawai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk sekarang dan masa depan. Dalam perencanaan pegawai ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Uraian pekerjaan (job deskripsion), dimaksudkan untuk mengetahui jabatan apa yang akan diisi. 2. Analisis pekerjaan (job analysis), dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi pekerjaan, yakni tentang tugas-tugas pekerjaan yang harus dilakukan. 3. Spesifikasi pekerjaan (specification job), dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kualitas minimum calon tenaga kependidikan/pegawai yang akan diterima. 4. Persyaratan pekerjaanc(job recruitment) b. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan/pegawai Pembinaan dan perbaikan mutu pendidikan tidak mungkin berhasil tanpa disertai pembinaan dan perbaikan mutu pengetahuan serta cara kerja para pelaksananya, yaitu para guru. Pembinaan terhadap tenaga pendidikan atau guru perlu dilaksanakan karena adanya program dan kurikulum sekolah yang selalu harus berubah dan berkembang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, masyarakat, dan kebudayaan, sehingga perlu adanya
pengembangan pengetahuan bagi guru sebagai tenaga kependidikan. c. Penilaian tenaga kependidikan/pegawai Penilaian tenaga kependidikan tentang unjuk kerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai unjuk kerja pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian unjuk kerja secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai, seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan serta latihan, dan lain-lain. d. Pemberhentian tenaga kependidikan/pegawai Pemberhentian tenaga kependidikan/pegawai merupakan fungsi personalia yang menyebabkan terlepasnya pihak organisai dan personil dari hak dan kewajiban lembaga sebagai tempat bekerja. C. Implementasi Manajemen Kesiswaan Manajemen kesiswaan bertujuan mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran disekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk memujudkan tujuan tersebut diperlukan tiga tugas utama yaitu : a. Penerimaan siswa baru Menurut B. Suryosubroto (2004:74) penerimaan siswa baru merupakan salah satu kegiatan yang pertama dilakukan, biasanya dengan mengadakan seleksi calon siswa. Pengelolaan siswa baru ini harus dilakukan secara terorganisir dan terencana, sehingga kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan pada hari pertama setiap tahun ajaran baru. b. Pengelolaan proses pembelajaran Proses pembelajaran merupakan kegiatan utama disekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan tekhnik-tekhnik
pembelajaran serta pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, siswa dan guru, serta kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. c. Bimbingan dan disiplin Menurut Fuad Hasan (2001:16) diselenggarakannya lembaga pendidikan bertujuan untuk kegiatan pendidikan yang akan menumbuhkan dan mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan religius. D. Implementasi Manajemen Keuangan/Pendanaan a. Perencanaan Pembiayaan Dalam perencanaan pembiayaan, terdapat dua kegiatan yang sangat esensial, yaitu : 1. Penyusunan Anggaran Pembiayaan atau Anggaran Belanja Sekolah (ABS). Hal ini biasanya dikembangkan dalam formatformat yang meliputi : a) Sumber pendanaan (uang) yang harus dipertanggungjawabkan, yakni Dana pembangunan pendidikan (DPP), Operasi Perawatan Fasilitas (OPF), dan lain-lain. b) Pengeluaran untuk kegiatan pembelajaran, pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, bahan-bahan dan alat pelajaran, honorarium, serta kesejahteraan. 2. Pengembangan rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS). Kegiatan ini sebagai lanjutan dari penyusunan anggaran belanja sekolah. b. Pelaksanaan Pembiayaan Pelaksanaan pembiayaan secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua kegiatan, yakni: 1. Penerimaan pembiayaan pendidikan sekolah dari sumbersumber dana perlu dibukukan
berdasarkan prosedur pengelolaan yang selaras dengan ketepatan yang disepakati. Adapun sumber dana tersebut meliputi anggaran rutin, anggaran pembangunan, anggaran penunjang pendidikan, dana masyarakat, donatur dan lain-lain. 2. Pengeluaran, yakni dana yang sudah diperoleh dari berbagai sumber perlu digunakan secara efektif dan efisien. Artinya, perolehan dana dalam pengeluarannya harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan perencanan pembiayaan pendidikan di sekolah. c. Evaluasi Pembiayaan Evaluasi dan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dicapai harus dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (pemerintah, masyarakat, dan wali murid) E. Implementasi Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat a. Hubungan Edukatif Hubungan edukatif adalah hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat dalam hal mendidik siswa serta antar guru di sekolah dan orang tua di dalam keluarga. Hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip atau bahkan pertentangan yang dapat mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan sikap pada diri anak. Juga kerja sama dalam berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk belajar di sekolah maupun di rumah dalam memecahkan masalah-maslah yang menyangkut kesulitan belajar maupun kenakalan remaja. b. Hubungan Kultural Hubungan kultural adalah usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah
c.
itu berada. Bahkan, yang diharapakan adalah sekolah itu dapat menjadi titik pusat dan sumber terpancarnya normanorma kehidupan (norma agama, etika, sosial, estetika, dan lain sebagainya) yang baik bagi kemajuan masyarakat. Hubungan Institusional Hubungan Institusional adalah hubungan kerja sama antara sekolah dan lembaga-lembaga atau instansi–instansi resmi lainnya, baik swasta maupun pemerintah. Misalnya hubungan antara sekolah dengan puskesmas, pemerintah setempat, dinas pertanian, pasar serta lain sebagainya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka perbaikan dan memajukan pendidikan. Dengan demikian, peserta didik tidak lagi asing dengan lingkungan tempat tinggalnya yang penuh dengan ragam profesi.
III Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode pustaka dan data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur yang ada. IV Pembahasan Konsep penyelenggaraan pendidikan yang bersifat desentralis dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) (School based management) yang merupakan perubahan paradigma (shifting paradigm) pengelolaan pendidikan yang awalnya bersifat sentralistis menuju desentralistis artinya pengelolaan pendidikan yang semula berpusat pada pemerintahan pusat mulai dari yang bersifat mikro, maupun makro beralih ke pengelolaan pendidikan pada pola manajemen sekolah dimana sekolah tersebut yang mengelolanya. Sehingga terdapat tiga faktor yang menyebabkan timbulnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), terutama yang berkaitan dengan dengan mutu pendidikan yang tidak mengalami peningkatan secara merata, yaitu :
1.
Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan (output) terlalu memusatkan pada masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. 2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralis, hal ini meyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Selain itu segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyenggara sekolah kehilangan kemandirian, inisiatif dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan serta keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi. 3. Peran serta masyarakat terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal peran serta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan, antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluas, dan akuntabilitas.
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia selain diposisikan sebagai alternative-solutif, juga sebagai kritik-konstruktif atas penyelenggaraan pendidikan yang selama ini tersentralisasi dengan berbagai implikasinya. Salah satu kritik konstruktif tersebut adalah pendidikan sentralis tidak mendidik secara utuh menajemen lembaga pendidikan untuk belajar mandiri dari segi pembiayaan maupun pelaksanaannya, atau dari segi kepemimpinannya maupun dari segi pengembangan institusional, pengembangan kurikulum, penyediaan sumber belajar, alokasi sumber daya, dan yang terutama ialah pembangunan partisipasi masyarakat untuk ikut memiliki sekolah. Padahal peningkatan pengaruh dan juga kualitas lembaga pedidikan perlu didukung dari para stakeholder, meliputi pemerintah daerah, komite sekolah, orang tua siswa, para pemerhati pendidikan, dan juga para siswa. Manajemen sekolah menempatkan lembaga pendidikan sebagai unit utama peningkatan sekaligus menempatkan redistribusi kewenangan para pembuat
kebijakan sebagai elemen paling mendasar untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan, ini artinya lembaga pendidikan ditempatkan pada posisi utama sebagai objek atas manajemen yang didukung oleh kebijakan stakeholder dari berbagai elemen sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan yang diselenggarakan di lembaga pendidikan tersebut. Peningkatan kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya peranan sekolah sebagai pelaku dasar utama yang otonom serta peranan orang tua dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah perlu diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan pelanggan. Sekolah sebagai institusi otonom diberikan peluang untuk mengelola dalam proses koordinasi guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan yaitu dengan mengharuskan kepala sekolah dan guru untuk memiliki tanggung jawab besar dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas hasil belajar. Baik dan buruknya kualitas hasil belajar siswa menjadi tanggung jawab guru dan kepala sekolah, bukan pemerintah daerah. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah hanya memfasilitasi berbagai aktivitas pendidikan, baik sarana dan prasarana, ketenagaan, maupun berbagai program pembelajaran yang direncanakan sekolah. Inovasi kurikulum menekankan pada pembaharuan kurikulum sebesar-besarnya untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik didaerah atau disekolah. Pada kurikulum 2004 yang telah diberlakukan atau KTSP yang masih diberlakukan , pemerintah pusat hanya akan menetapkan kompetensi-kompetensi lulusan dan materi-materi minimal. Daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus (GBPP) sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan daerah. Pada umumnya, program pendidikan yang tercermin dalam silabus sangat erat dengan program-program pembangunan daerah. V Simpulan Manajemen berbasis sekolah (MBS) memberikan peluang kepada kepala sekolah, dewan guru, orang tua peserta didik untuk melakukan
kreativitas dalam berinovasi dan berimprovisasi terhadap sekolah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial, dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas dan profesionalisme yang dimiliki. Pemberian kebebasan yang lebih luas memberikan kemungkinan kepada sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik, dewan guru, dan petugas lainnya di lingkungan sekolah. Dengan kemandirian namun masih tetap dalam kerangka acuan kebijakan nasional ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat. Ending yang diharapkan dari manajemen berbasis sekolah (MBS) ini adalah konsep peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah yang dimunculkan melalui kerangka pendekatan manajemen berbasis sekolah. Sehingga pada hakikatnya MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu : 1.
2.
Kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada siswa dengan orang tua serta siswa dengan masyarakat. Kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.
Daftar Pustaka Abu-Dohau, Ibtisam. 2002. School Based Managemen. Locos Wacana Ilmu: Jakarta Bafadhal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar; Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Bumi Aksara: Bandung Barizi, Ahmad. 2009. Menjadi Guru Unggul; Bagaimana Menciptakan Pembelajaran yang produktif dan rofesional. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta
Depdiknas. 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Dikmenum:Jakarta Fatah, Nanang. 2003. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah. Pustaka Bani Quraisy: Bandung Mohrman, Albers, Susan. 1994. School-Based Management; Organizing for High Performance. Jossey Bass: San Fransisco Mulyasa, E. 2004. Menjadi Kepala Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi. Rosda Karya: Bandung Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Ar-Ruz: Yogyakarta Ihsan,
Fuad. 2001. Dasar-Dasar Pendidika; Komponen MKDK. Renika Cipta:Jakarta
Slamet. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia (online). http://www.manajemen-berbasissekolah.html. Diakses tanggal 27 Oktober 2009 Suryosubroto, B. 2003. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Renika Cipta: Jakarta Umaedi.
2004. Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah. CEQM:Jakarta
Umiarso and Gojali, Imam. 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan; Menjual Mutu Pendidikan dengan Pendekatan Wuality Control bagi Pelaku Lembaga Pendidikan. Ircisod: Jogyakarta Wohlstetter, Priscilla dan Mohrman, Albert, Susan. 1996. Assessment of School Based Management Studies of education Reform. US Department of Education Office of Education research and Improvement