MANAJEMEN PENANGKARAN KUPU-KUPU DAN TINGKAT KEBERHASILANNYA DI TAMAN KUPU-KUPU CIHANJUANG BANDUNG
CLARA TRESNA DANGIANG SARI DENLI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Penangkaran Kupu-kupu dan Tingkat Keberhasilannya di Taman Kupu Cihanjuang Bandung Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014 Clara Tresna Dangiang Sari Denli NIM E34070069
ABSTRAK CLARA TRESNA DANGIANG SARI DENLI. Manajemen Penangkaran Kupukupu dan Tingkat Keberhasilannya Di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung, Jawa Barat. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan BURHANUDDIN MASYUD. Penelitian bertujuan untuk mengetahui manajemen dan tingkat keberhasilan penangkaran kupu-kupu di Taman Kupu-kupu Cihanjuang. Metode yang digunakan yaitu observasi lapang, wawancara dan studi pustaka. Tingkat keberhasilan penangkaran dinilai melalui persentase jumlah individu yang lahir terhadap jumlah yang gagal dari setiap fase hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan dilakukan secara semi intensif dengan membagi kandang sesuai fase hidup kupu-kupu dan pemilihan tanaman disesuaikan dengan jenis kupu-kupu. Troides helena helena menggunakan sirih hutan (Aristolochia tagala) sebagai tanaman inang. Rata-rata pakan yang dikonsumsi Troides helena helena selama fase ulat 19.04 gram. Persentase keberhasilan penangkaran Troides helena helena mencapai 36.7%, termasuk kategori sedang (30-60%), sedangkan keberhasilan penangkaran di Taman Kupu-Kupu Cihanjuang secara keseluruhan sebesar 22,93 %, tergolong rendah (< 30 %). Kata kunci: penangkaran, tingkat keberhasilan penangkaran.
ABSTRACT CLARA TRESNA DANGIANG SARI DENLI. Captivity Management of Butterfly and Success Rate at Cihanjuang Butterfly Park, Bandung, West Java. Supervised by LIN NURIAH GINOGA and BURHANUDDIN MASYUD. The purpose of this study are knowing the management and the success rate of butterfly captivity at Cihanjuang Butterfly Park. The used methods were field observation, interview and study of literature The success rate of the captivity was measured by the percentage of an amount that is born over the amount which fails on each phase of life. The result of the study showed that management of captive was done as semi-intensive by dividing the captives base on life phase of butterfly and selectig plants was adapted by the species of the butterfly. Troides helena helena use „sirih hutan‟ (Aristolochia tagala) as host plant. The average feed consumed during worm phase of Troides helena helena was 19.04 gram. The success percentage of Troides helena helena captivity was 36.7%, it meant medium category (30-60%), whereas the success of the Cihanjuang Butterfly Garden overall by 22.93%, was low (<30%). Keyword : captivity, captivity success rate.
MANAJEMEN PENANGKARAN KUPU-KUPU DAN TINGKAT KEBERHASILANNYA DI TAMAN KUPU-KUPU CIHANJUANG BANDUNG
CLARA TRESNA DANGIANG SARI DENLI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Manajemen Penangkaran Kupu-kupu dan Tingkat Keberhasilannya di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung Nama : Clara Tresna Dangiang Sari Denli NIM : E34070069
Disetujui oleh
Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi Pembimbing I
Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Manajemen Penangkaran Kupu-kupu dan Tingkat Keberhasilannya di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung Nama : Clara Tresna Dangiang Sari Denli : E34070069 NIM
Disetujui oleh
Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi Pembimbing I
Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Pembimbing II
MS
Tanggal Lulus:
j 1 J ;\ :'14
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai dengan bulan Januari 2013 ini ialah Penangkaran kupu-kupu, dengan judul Manajemen Penangkaran Kupu-kupu dan Tingkat Keberhasilannya di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung. Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, bunda, serta seluruh keluarga atas doa restu dan dukungan yang tulus. Terima kasih kepada Ibu Ir Lin Nuriah Ginoga, Msi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS selaku pembimbing yang memberikan bantuan, arahan dan perhatian kepada penulis selama penelitian dan proses penulisan karya ilmiah. Terima kasih kepada Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan Bapak Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS yang telah memberikan saran dalam penulisan karya ilmiah. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Uke, Ibu Vidi, Bapak Hugeng, Bapak Atep selaku staf Taman Kupu-kupu Cihanjuang yang telah membantu selama kegiatan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mas Nur Rahim atas doa dan motivasi yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada sahabat Aronika, Sarlita, Ulfah, Tutia, Shinta, Irham, Ari, dan keluarga KSHE 44 “KOAK”, teman-teman Kelompok Pemerhati Kupu-kupu SARPEDON dan HIMAKOVA atas segala dukungan dan kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Clara Tresna Dangiang Sari Denli
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi
2
Alat dan Objek Penelitian
2
Jenis Data
3
Metode Pengumpulan Data
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Penangkaran
6 6
Tingkat Keberhasilan Penangkaran Troides helena helena
25
Peluang Hidup
27
Morfometri Troides helena helena
28
Konsumsi Pakan
31
SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
33
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis data manajemen penangkaran dan tingkat keberhasilan Kupukupu Jenis kandang di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Jenis tanaman pakan dan tanaman pelindung kupu-kupu Fase perkembangan kupu-kupu Kupu-kupu yang ditangkarkan Taman Kupu-kupu Cihanjuang Persentase keberhasilan setiap fase kehidupan kupu-kupu Rataan lama waktu setiap perkembangan fase Troides helena helena Kelangsungan hidup Troides helena helena Perbandingan morfologi Troides helena helana hasil penangkaran Taman Kupu-kupu Cihanjuang (TKC), Cilember dan IPB Darmaga Kebutuhan pakan ulat Troides helena helena di penangkaran
3 8 15 17 23 24 25 27 29 31
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23
Venasi sel sayap kupu-kupu. L: panjang sayap, A: basal, B: discal / central, C: submarginal, D: marginal, E: costal, F: apical, G: subapical, H: tornus, dan I: dorsal Rataan suhu periode November sampai Januari Kelembaban periode November sampai Januari (a) Greenhouse (b) Sketsa Greenhouse (a) Kandang reproduksi, (b) Sketsa kandang reproduksi (a) Kandang penetasan telur, (b) sketsa kandang penetasan telur (a) Kandang ulat, (b) Sketsa kandang ulat Sketsa kandang kepompong (a) Kandang kepompong, (b) Penggantungan kepompong (a) Taman Kupu-kupu Cihanjuang, (b) Sketsa TKC (a) Tempat pemeliharaan Troides helena helena, (b) Sketsa tempat pemeliharaan Troides helena helena (a) sirih hutan (Aristolochia tagala), (b) jeruk limo Cara pemberian pakan buatan Proses perkawinan Papilio memnon Tempat penetasan telur Larva yang siap dipindahkan Persiapan ulat pada fase kepompong (a) Kepompong dalam kemasan, (b) pembungkusan kepompong, (c) penyortiran kepompong, dan (d) penggantungan kepompong Aktivitas makan (a) Papilio memnon acathes, (b) Papilio memnon memnon, (c) Papilio peranthus, (d) Papilio demolion, (e) Papilio helenus, dan (f) Doleschalia bisaltidae Pembusukan pada fase ulat, (b) Parasitoid pada kepompong Posisi imago mating. (a) Saling berhadapan, (b) Betina berada di atas jantan, (c) Kelamin jantan menjepit betina Gagal dalam pembentukan imago
6
7 7 8 9 10 11 12 12 13 14 16 17 18 19 19 20 21 22
23 25 25 26
24 25 26 27 28 29 30
(a) Fase telur, (b) fase larva, (c) fase pupa, dan (d) fase imago Kegagalan dalam bentuk dan perubahan pupa. (a) Pupa gagal menetas dengan baik, (b) Pupa menghitam Telur baru ditetaskan, (b) Telur yang akan menetas terdapat bintik hitam (a) Larva instar 1, (b) Instar 2, (c) Instar 3, (d) Instar 4 Variasi warna pupa (a) Imago betina saat mengeringkan sayap, (b) Imago jantan setelah menetas Troides helena helena (a) Imago betina, (b) Imago jantan
27 28 28 29 30 31 31
PENDAHULUAN Latar Belakang Kupu-kupu merupakan salah satu jenis kekayaan fauna Indonesia yang semakin banyak diminati oleh masyarakat, baik dalam bentuk hidup maupun sudah mati. Salah satu penyebab turunnya populasi di alam karena banyaknya penangkapan kupu-kupu untuk dijual. Penurunan populasi dapat menyebabkan hilangnya peran kupu-kupu sebagai serangga yang menguntungkan baik ekonomi yaitu sebagai objek rekreasi, sedangkan secara ekologi kupu-kupu berperan sebagai penyerbuk tanaman. Kupu-kupu juga mempunyai nilai ekonomis terutama dalam bentuk dewasa dijadikan koleksi dan sebagai bahan pola dan seni (Borror et al. 1992). Kupu-kupu termasuk dalam ordo Lepidoptera yaitu serangga bersayap sisik, sisiknya itulah yang memberikan warna dan corak pada sayap. Ordo Lepidoptera dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu subordo Heterocera (ngengat) dan subordo Rhopalocera (kupu). Kupu-kupu hanya bagian kecil yakni sekitar 10% dari 170.000 jenis Lepidoptera yang ada di dunia (Peggie dan Amir 2006). Salah satu cara untuk menjaga eksistensi kupu-kupu yaitu dengan membuat suatu penangkaran agar dapat mencegah kupu-kupu dari kepunahan akibat pemanfaatan yang berlebihan. Untuk menjaga kelestarian fauna ini, beberapa wilayah di Indonesia telah melakukan usaha penangkaran kupu-kupu, salah satunya yaitu Taman Kupu-Kupu Cihanjuang Bandung yang telah menangkarkan beberapa jenis kupu-kupu termasuk Troides helena. Troides helena helena dilindungi PP No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito 2001). Spesies ini merupakan salah satu kupu-kupu yang memiliki kombinasi warna sayap yang indah dan berukuran besar, sehingga menarik perhatian kolektor. Kupu-kupu jenis ini termasuk satwa yang diperdagangkan dan telah memasukan devisa dari subsektor kehutanan Indonesia (Dephut 2009). Semua genus Troides masuk dalam Appendix II CITES, sehingga perdagangan jenis ini di dunia Internasional harus merupakan hasil budidaya di penangkaran. Keberhasilan upaya penangkaran kupu-kupu sebagai bagian dari strategi konservasi sebagian ditentukan oleh pengkajian manajemen penangkaran dan tingkat keberhasilan perkembangbiakan dari setiap fase hidup. Untuk mengetahui bagaimana manajemen penangkaran dan tingkat keberhasilan kupu-kupu di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung, maka penelitian ini dipandang penting dilakukan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk : (1) Menganalisis manajemen penangkaran, (2) Menghitung dan menentukan tingkat keberhasilan penangkaran kupu-kupu dan (3) Menghitung dan menentukan tingkat keberhasilan penangkaran kupukupu Troides helena helena di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung.
2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola penangkaran yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan pengelolaan penangkaran kupu-kupu. Data mengenai manajemen penangkaran diharapkan pula dapat menjadi acuan dalam merencanakan pengembangan penangkaran kupu-kupu di daerah lainnya.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan dari November sampai dengan Januari 2013. Lokasi penelitian di Kawasan Wisata Taman Kupu-kupu Cihanjuang, Desa Cibaligo, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan selama penelitian yakni: alat tulis, buku identifikasi kupu-kupu (field guide), timbangan, kamera digital, voice recorder, thermometer
3 Dry-Wet dan meteran. Objek penelitian yang digunakan adalah kupu-kupu Troides helena helena dan jenis kupu-kupu lainnya serta tanaman sirih hutan (Aristolochia tagala) sebagai pakan ulat. Jenis Data Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis data yang dikumpulkan meliputi manajemen penangkaran dan tingkat keberhasilan Troides helena helena di Taman Kupu-kupu Cihanjuang (Tabel 1). Tabel 1 Jenis data manajemen penangkaran dan tingkat keberhasilan Kupu-kupu Variabel A. Manajemen Perkandangan 1. Jenis, ukuran, dan perlengkapan kandang B. Manajemen pakan 1. Jenis pakan 2. Pemberian pakan 3. Jumlah konsumsi C. Manajemen Reproduksi 1. Perkawinan 2. Pemeliharaan telur 3. Pemeliharaan ulat 4. Pemeliharaan kepompong 5. Pemeliharaan kupu-kupu D. Produktivitas penangkaran 1. Tingkat keberhasilan 2. Kendala keberhasilan E. Morfologi
Jenis Data
Sumber Data
1
2
3
√
-
√
4
Studi Literatur 5
√
√
√
√ √
-
√ √
-
√ √
√
√
-
√
√
√
√
√ √
-
√ √
-
√ √
√ √
√
-
√
-
√
√
√
-
√
-
√
√
√
-
√
-
√
√
√
-
√
√
√
√
√
-
√
-
√
√
√
-
√
√
√
√
Keterangan: 1: Primer, 2: Sekunder, 3: Pengamatan, 4: Pengukuran, dan 5: Wawancara
4 Metode Pengumpulan Data Manajemen Perkandangan Data manajemen kandang dikumpulkan dengan cara observasi lapang dengan mencatat semua peubah (variabel) yang terkait, seperti jenis dan perlengkapan kandang seperti kandang penangkaran (greenhouse 1), kandang reproduksi, kandang telur, kandang ulat, kandang kepompong, kandang kupukupu, dan kandang percobaan (greenhouse 2). Selain itu juga dicatat fasilitas kandang, ukuran kandang, kontruksi kandang dan daya tampung kandang. Data ukuran kandang dikumpulkan dengan mengukur tinggi, panjang dan lebar menggunakan meteran. Suhu dan kelembaban udara di dalam kandang juga dikumpulkan dengan menggunakan thermometer dry-wet. Pengukuran suhu dilakukan pada pagi (pukul 08.00), siang (pukul 12.00), dan sore (pukul 17.00) dengan cara menggantungkan thermometer diatas tanah dalam kandang setinggi 1 m. Pengukuran dilakukan selama penelitian sesuai siklus hidup kupu-kupu yang menjadi obyek penelitian. Manajemen Pakan Pengamatan mengenai pengelolaan tanaman pakan dilakukan dengan cara mengamati sistem keluar masuknya tanaman dari nursery ke taman kupu-kupu meliputi jenis pakan sesuai dengan jenis kupu-kupu dan pakan tambahan yang diberikan. Pengamatan vegetasi dan satwa dilakukan dengan cara menginventarisasi jenis apa saja yang ada pada lokasi penelitian dengan berjalan di sepanjang jalur lintasan yang ada di dalam taman kemudian mencatat jenis apa saja yang berada pada lokasi penelitian. Pengamatan pakan Troides helena helena dilakukan dengan menghitung berapa banyak gram daun awal dan sisa daun setelah dikonsumsi. Pakan disiapkan selama ulat berada dalam masa siklus hidup sampai pada fase terakhir. Manajemen Reproduksi Data manajemen reproduksi dikumpulkan dengan cara mengamati dan mencatat daur hidup kupu-kupu saat terjadi perkawinan sampai pada fase hidup kupu-kupu. Variabel yang dicatatat meliputi jumlah hidup dan jumlah mati disetiap fase perkembangan kupu-kupu yakni perubahan pada fase telur yang berhasil menetas sampai pada fase larva, pupa dan imago. Data keberhasilan kupu-kupu dikumpulkan dengan cara pengamatan dan mencatat daur hidup Troides helena helena dimulai dari perkawinan kupu-kupu sampai menghasilkan telur, kemudian dipilih 30 butir telur kupu-kupu untuk dijadikan sampel dengan mengamati jumlah telur yang berhasil menetas sampai pada fase ulat, kepompong dan kupu-kupu. 1. Fase telur: Telur disimpan pada cawan petri ditunggu sampai menetas. 2. Fase ulat: Ulat diletakkan pada tanaman pakan ulat. Data mencakup lama waktu fase ulat mulai berusia 1 hari sampai prapupa. 3. Fase kepompong: Data diambil berupa lama waktu kepompong mengokon. 4. Fase kupu-kupu: Pengamatan dimulai sejak kupu-kupu menetas dari kepompong.
5 Selain itu juga diamati morfologi (panjang dan diameter) kupu-kupu yaitu perubahan pada setiap fase. Panjang pada ulat diukur dari ujung kepala sampai ujung badan ulat. Diameter diukur pada bagian perut tengah ulat. 1. Fase telur: Pengamatan dilakukan setiap hari. Data meliputi ukuran telur dan perubahan yang terjadi pada telur sampai menetas. 2. Fase ulat: Pengamatan dilakukan setiap hari. Data meliputi perubahan morfologi (warna, bentuk), jumlah dan waktu terjadinya instar pada ulat. 3. Fase kepompong: Data yang diambil meliputi letak atau posisi menggantung, perubahan-perubahan yang terjadi pada fase kepompong (warna pupa). 4. Fase kupu-kupu: Data yang diambil meliputi perbedaan warna dan ukuran sayap serta perbedaan kelamin. Produktivitas Penangkaran Pengamatan tingkat keberhasilan penangkaran kupu-kupu dilakukan dengan cara mengamati proses penangkaran yang biasa dilakukan di taman kupu-kupu dengan melihat persentase keberhasilan ulat menjadi kepompong dan persentase keberhasilan kepompong menjadi kupu-kupu. Pengamatan faktor penghambat keberhasilan dengan mencatat setiap jenis predator yang menjadi musuh alami yang masuk ke dalam taman kupu-kupu dan penangkaran. Musuh alami yang diamati mencakup parasitoid dan predator kupu-kupu, baik pada fase telur, ulat, kepompong dan kupu-kupu.
Analisis Data Perolehan data berupa catatan-catatan dari hasil pengamatan langsung (observasi), pengukuran di lapangan, dan wawancara dengan pimpinan Taman Kupu-kupu Cihanjuang, karyawan khususnya animal keeper dan studi pustaka/ literatur. Penyajian data dilakukan secara naratif deskriptif serta dapat ditunjang dengan bentuk-bentuk bagan, tabel, dan gambar untuk mempermudah pemahaman mengenai hasil analisis data yang diperoleh. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan penangkaran kupu-kupu yaitu: 1. Rendah apabila rata-rata persentase hidup dari setiap fase hidup kupu-kupu sebesar < 30 %. 2. Sedang apabila rata-rata persentase hidup dari setiap fase hidup kupu-kupu sebesar 30-60 %. 3. Tinggi apabila rata-rata persentase hidup dari setiap fase hidup kupu-kupu sebesar > 60 %. Tingkat keberhasilan penangkaran dihitung melalui persentase jumlah yang lahir terhadap jumlah yang gagal dari setiap fase hidup kupu-kupu meliputi telur, ulat, kepompong dan kupu-kupu. a. b.
x 100%
6 c. d.
x 100% x 100%
Morfologi dianalisis secara kuantitatif untuk melihat perubahan morfologi telur, ulat pada tiap instar, kepompong dan kupu-kupu.
Gambar 1 Venasi sel sayap kupu-kupu. L: panjang sayap, A: basal, B: discal / central, C: submarginal, D: marginal, E: costal, F: apical, G: subapical, H: tornus, dan I: dorsal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Penangkaran Perkandangan Suhu dan kelembaban Kupu-kupu merupakan hewan berdarah dingin (poukilothermik) karena suhu tubuhnya akan meningkat atau menurun sesuai dengan suhu lingkungannya di sekitarnya (Simanjuntak 2000). Salah satu komponen yang menjadi parameter dalam kelangsungan hidup kupu-kupu yaitu suhu dan kelembaban. Suhu tertinggi sebesar 24 °C sedangkan suhu terendah sebesar 20 °C. Berdasarkan pengamatan suhu rata-rata periode November sampai dengan Januari sebesar 22 °C (Gambar 2). Kelembaban memiliki fluktuasi yang relatif tetap sama selama periode November 2011 sampai dengan Januari 2012. Kelembaban maksimum sebesar 91% dan kelembaban minimum sebesar 76% (Gambar 3). Rata-rata kelembaban sebesar 85%. Suhu dan kelembaban dipengaruhi oleh cuaca lingkungan. Bulan November dan bulan Januari, cuaca cenderung sering mendung dan sering terjadi hujan yang menyebabkan suhu menjadi lebih rendah dan kelembaban menjadi lebih tinggi. Kupu-kupu membutuhkan suhu tubuh antara 28°- 35°C sebelum dapat terbang, sedangkan apabila suhu tubuhnya di atas 42°C dapat menyebabkan kupukupu tersebut mati (Guppy & Shepard 2001). Kelembaban diperlukan dalam
7 menjaga perkembangan telur kupu-kupu. Apabila kelembaban dalam suatu daerah tertentu terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan perkembangan telur tersebut terhambat atau bahkan mati. Terjadi juga pada fase kepompong, karena pada fase tersebut membutuhkan kelembaban yang stabil sehingga dapat mendukung kehidupan dan perkembangan kepompong.
°C
23.5
24 23
24
22.75 22
22
22
22
20.75 20.5 20.5
21 20
November Desember Januari
19 18 Rata-rata Pagi
Rata-rata Siang
Rata-rata Sore
Gambar 2 Rataan suhu periode November sampai Januari
%
95
91 91 87
90 85 80
83
87 83
84
83
November 76
Desember Januari
75 70 65 Rata-rata Pagi Rata-rata Siang Rata-rata Sore
Gambar 3 Kelembaban periode November sampai Januari Menurut Nurjannah (2010) Suhu yang lebih rendah dari 20 °C mengakibatkan berbagai dampak pada setiap fase. Suhu yang rendah dapat menyebabkan telur dan kepompong mudah terserang parasit. Di samping itu, suhu juga dapat berdampak pada lamanya fase kepompong. Suhu yang lebih tinggi dari 30 °C menyebabkan pakan larva menjadi cepat layu dan mengurangi laju konsumsi ulat. Jenis Kandang Salah satu aspek penting dalam usaha penangkaran adalah kandang yang berfungsi sebagai habitat buatan. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1990) perkandangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kandang dan pengelolaannya, meliputi macam, bentuk dan ukuran kandang, sistem perkandangan, pemeliharaan dan pengelolaan kandang. Pembagian kandang
8 merupakan salah satu cara agar kupu-kupu dapat melangsungkan hidupnya dengan baik. Ada beberapa jenis kandang di Taman Kupu Cihanjuang (Tabel 2). Tabel 2 Jenis kandang di Taman Kupu-kupu Cihanjuang No Jenis Kandang I Kandang penangkaran (Greenhouse 1) Reproduksi 1
Telur 2
II
Ulat 3 Kandang peraga
Kepompong 1
Kupu-kupu 2 III
Ukuran (pxlxt) 20 x 7.5 x 4 m
Fungsi Tempat kupu
penangkaran
kupu-
12.5 x 2.9 x 3.2 m
Tempat mengawinkan kupukupu jantan dan kupu-kupu betina 1.52 x 0.6 5 x 0.25 m Tempat menyimpan dan menetaskan telur yang sudah dipanen dari kandang reproduksi 14.5 x 3 x 3.2 m Tempat memelihara ulat 8x3x3m Tempat meletakkan kandang kepompong sekaligus sebagai daya tarik bagi wisatawan 2.5 x 0.8 x 2 m Tempat menyimpan dan menetaskan kepompong menjadi kupu-kupu 180 x 10 x 4 m Tempat menyimpan kupu-kupu hasil penangkaran 22.5 x 7.5 x 4.5 m Tempat perawatan tanaman pakan
Kandang percobaan (Greenhouse 2) Kandang Troides 12 x 3 x 3.2 m helena helena
Tempat pemeliharaan kupukupu Troides helena helena
a.
Kandang Penangkaran (greenhouse 1) Rangka kandang terbuat dari bambu yang ditutupi plastik UV, dan jaring/net bertujuan untuk mencegah masuknya predator dan masih dapat menangkap cahaya matahari. Kandang greenhouse 1 meliputi tiga bangunan yakni kandang reproduksi, kandang telur dan kandang ulat. Kandang penangkaran atau greenhouse dibuat untuk meningkatkan tingkat keberhasilan kupu-kupu dan memudahkan pengontrolan (Gambar 4).
(a)
9
Skala 1:200
*
Skala 1 : 200
(b) Keterangan: * = Tempat penyimpanan telur
Gambar 4 (a) Greenhouse (b) Sketsa Greenhouse b. Kandang Reproduksi Rangka kandang terbuat dari bambu dan ditutupi oleh jaring/net. Kontruksi kandang bersifat permanen. Tanaman dalam kandang reproduksi lebih diutamakan pakan kupu-kupu, sedangkan pakan ulat tidak begitu banyak, karena kandang reproduksi tidak berfungsi sebagai tempat perkembangan ulat. Kandang reproduksi hanya berfungsi sebagai tempat melakukan perkawinan dan bertelur. Kandang reproduksi Taman Kupu-kupu Cihanjuang lebih kecil dan kontruksi kandang bersifat permanen bila dibandingkan dengan kandang reproduksi milik penangkaran kupu-kupu PT Ikas Amboina Bali berukuran 12x10x3 m. Kandang reproduksi dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
10
(b)
Gambar 5 (a) Kandang reproduksi, (b) Sketsa kandang reproduksi c.
Kandang Telur Kandang bersifat semi permanen yang terbuat dari besi alumunium dengan sekat kaca. Metode peyimpanan telur penangkaran Taman Kupu-kupu Cihanjuang, PT Ikas Amboina, Cilember dan Dramaga memiliki perlakuan yang sama yaitu menempatkan telur pada tempat tertutup seperti toples dan cawan petri, tetapi terdapat sedikit perbedaan lokasi penyimpanan. Taman Kupu Cihanjuang, Cilember dan Dramaga menempatkan cawan petri pada dalam ruangan, sedangkan PT Ikas Amboina menempatkan toples pada luar ruangan. Telur yang sudah dipanen dari kandang reproduksi dimasukkan ke dalam toples dan ditutup kain kasa halus untuk menghindari serangan dari predator kemudian disimpan pada lemari kaca berdasarkan waktu telur dipanen (Gambar 6).
(a)
(b)
Gambar 6 (a) Kandang penetasan telur, (b) sketsa kandang penetasan telur
11 d.
Kandang Ulat Rangka kandang terbuat dari bambu dan ditutupi jaring/net, jenis jaring yang digunakan kasar dan kaku tetapi masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, hal ini memungkinkan daun tetap hidup dan berfotosintesis, kandang bersifat permanen (Gambar 7). Kandang ulat berada pada greenhouse 1 tepatnya didepan kandang reproduksi. Bila dibandingkan dengan penangkaran kupu-kupu Cilember dan Dramaga metode pemeliharaan ulat berbeda dengan Taman Kupu-kupu Cihanjuang dan PT Ikas Amboina yaitu memelihara langsung pada tanaman pakan. Jenis tanaman yang tersedia pada kandang ulat yaitu tanaman yang berdaun lebat dengan variasi jenis tanaman untuk mempermudah ulat dalam mengkonsumsi pakan sesuai dengan fase ulat, selain itu dilakukan sterilisasi agar tanaman pakan terhindar dari jamur dan penyakit. Penangkaran Cihanjuang memiliki satu kandang ulat yang dapat menampung sebanyak 350 – 400 ekor.
(a)
(b)
Gambar 7 (a) Kandang ulat, (b) Sketsa kandang ulat Kandang Kepompong Kandang kepompong terdapat di dalam lemari kaca dengan rangka kandang terbuat dari alumunium. Daya tampung setiap loyang 800 kepompong. Kandang kepompong terbagi kedalam delapan kotak kandang dengan empat kotak bagian depan dan empat kotak bagian belakang yang dapat dibuka tutup. Letak kandang penetasan kepompong berada di dalam taman kupu-kupu, sehingga kupu-kupu yang sudah siap terbang dapat meninggalkan kandang kepompong dan beraktivitas di taman. Sketsa kandang kepompong dapat dilihat pada Gambar 8. e.
12
Gambar 8 Sketsa kandang kepompong Penyimpanan kepompong yang digunakan oleh Taman Kupu-kupu Cihanjuang dan PT Ikas Amboina secara umum tidak jauh berbeda. Perbedaan terletak pada bahan kontruksi lemari dan bentuk, penangkaran Cihanjuang dan PT Ikas Amboina terbuat dari alumunium. Rak kandang kepompong terbuat dari kawat berukuran besar yang digunakan sebagai tempat untuk menggantungkan kepompong dengan bantuan tali benang, proses pengeringan dan pembentangan sayap kupu-kupu yang baru keluar dari kepompong (Gambar 9).
(a)
(b)
Gambar 9 (a) Kandang kepompong, (b) Penggantungan kepompong f.
Kandang Kupu-kupu Kandang kupu-kupu memiliki luas 1800 m2 dan memiliki kapasitas 500 ekor kupu-kupu dengan ketinggian jaring 4 m. Pengelola taman mengatakan bahwa ideal luas bidang 1 m2 dapat diisi oleh seekor kupu-kupu, sehingga kupukupu selalu dapat terlihat di taman. Ketinggian jaring menurut pengelola telah sesuai dengan karakteristik terbang kupu-kupu yang tidak terlalu tinggi. Kandang Taman Kupu-kupu Cihanjuang lebih kecil dibandingkan dengan PT Ikas Amboina memiliki luas 3700 m2 dengan ketinggian jaring 7 m dan memiliki kapasitas 3700 ekor kupu-kupu. Kontruksi kandang ditopang oleh tiang besi permanen dengan ditutupi kawat yang dilapisi paranet sehingga memungkinkan cahaya matahari yang masuk agar kupu-kupu dan tanaman yang berada
13 didalamnya tetap memperoleh cahaya yang baik selain itu menciptakan habitat yang mirip dengan aslinya. Taman kupu-kupu dilengkapi beberapa tanaman diantaranya tanaman pakan ulat, tanaman pakan kupu dan tanaman pelindung. Tanaman didalam taman dikelompokkan agar populasi kupu-kupu memusat pada bagian yang diinginkan seperti pada bagian depan taman atau sepanjang jalan setapak, bertujuan agar kupu-kupu selalu terlihat oleh wisatawan yang melintas. Pelengkap lainnya seperti kolam dan lintasan jalan setapak untuk mengatur mobilitas pengunjung agar interaksi antara pengunjung dengan kupu-kupu terkontrol dengan baik (Gambar 10). Taman memiliki satu pintu masuk dan satu pintu keluar, pintu tersebut menuju outlet. Setiap pintu dilengkapai dengan ruang isolasi berupa tirai besi yang berfungsi mencegah kupu-kupu melintas keluar. Untuk menambah kesejukan dan memudahkan penyiraman dilengkapi dengan sprayer atau penyemprot air.
(a)
(b)
Gambar 10 (a) Taman Kupu-kupu Cihanjuang, (b) Sketsa TKC
14 g.
Kandang Percobaan (Greenhouse 2) Troides helena helena Rangka kandang terbuat dari bambu yang ditutupi plastik UV dan jaring atau net. Letak kandang greenhouse 2 bersampingan dengan greenhouse 1. Kandang greenhouse 2 diperuntukkan untuk stok tanaman pakan dan tempat pemeliharaan kupu-kupu jenis Troides helena helena. Dapat dilihat pada gambar 11 tempat kupu-kupu jenis Troides helena helena.
(a)
(b)
Gambar 11 (a) Tempat pemeliharaan Troides helena helena, (b) Sketsa tempat pemeliharaan Troides helena helena Pakan Pemilihan tanaman memiliki fungsi yang penting dalam mendukung kegiatan penangkaran. Kategori tanaman untuk mendukung suatu penangkaran dibagi kedalam 3 kategori yaitu tanaman pakan, pakan buatan serta tempat berlindung, tanaman ini juga disebut sebagai tanaman shelter (Tabel 5). Berdasrakan hasil pengamatan ditemukan jenis tanaman pakan, tanaman pakan yang dimaksud dibagi menjadi dua kategori yaitu tanaman pakan ulat dan tanaman pakan kupu-kupu. Oleh karena itu, keberadaan tanaman pakan sangat penting karena mempengaruhi keberhasilan kupu-kupu dalam bereproduksi. Sihombing (1999) menyatakan bahwa faktor yang penting bagi kesinambungan hidup spesies kupu-kupu adalah pakan bagi ulatnya.
15 Tabel 3 Jenis tanaman pakan dan tanaman pelindung kupu-kupu No Kategori Jenis Tanaman Nama Latin Tanaman 1 Pakan ulat Sirih hutan Aristolochia tagala
Jeruk Bali Jeruk limau Sirsak Kibacetha
2
3 4
Pakan kupu
Handeleum Kembang sepatu Kanikir Soka Saliara Madu
Pakan buatan Tanaman Dadap laut pelindung Rumput gajah Pisang hias Mahkota dewa Nanasan Pakis haji
Jenis Kupu-kupu
Troides helena helena Pachliopta aristolochiae Citrus grandis Papilio polytes Papilio demolion Citrus limo Papilio memnon Annona muricata Graphium Agamemnon C. excavate Papilio peranthus Papilio helenus Graphtopyllum pictum Doleschalia bisaltidae Hibiscus rosa sinensis Semua jenis Cosmos sulfurous Ixora javanica Lantana camara
Semua jenis Semua jenis Semua jenis Semua jenis
Erythrina crystagili
Semua jenis
Pennisetum purpureum Heliconis sp. Phaleria macrocarpa Bromelis sp. Cycas sp.
Semua jenis Semua jenis Semua jenis Semua jenis Semua jenis
Tipe dan jumlah makanan yang dimakan oleh kupu-kupu dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, kelakuan dan seringkali terhadap berbagai sifat morfologi (ukuran, warna dan sebagainya) Sihombing (1999). Scriber (1984) menyatakan bahwa beberapa jenis tanaman dari famili rutaceae, annonaceae, lauraceae dan piperaceae merupakan makanan larva dari beberapa jenis kupu-kupu papilionidae. Tanaman pakan ulat paling berpengaruh dalam tingkat keberhasilan kupu-kupu dimana sebagai tempat untuk peletakan telur (oviposisi). Proses penyediaan tanaman dimulai dengan memasukkan sejumlah tanaman ke dalam penangkaran dengan mendapatkan perawatan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh larva agar terhindar dari penyakit dan predator. Tanaman pakan yang sudah tidak dapat dikonsumsi dipindahkan kedalam ruang perawatan tanaman (nursery) untuk diganti dengan tanaman yang baru. Akan tetapi tanaman yang daunnya sudah habis dikonsumsi oleh larva dapat digunakan kembali setelah mendapatkan perawatan dan peremajaan di nursery. Proses perawatan tanaman mencakup pemberian pupuk dan hormon tanaman pemacu pertumbuhan daun sekitar 3 - 5 minggu setelah itu tanaman dapat digunakan kembali di dalam penangkaran.
16 Jenis kupu-kupu Troides helena helena paling banyak ditangkarkan di Taman Kupu Cihanjuang dan menjadikan sirih hutan (Aristolochia tagala) (Gambar 12a) sebagai tanaman inang yang berasal dari famili aristolochiaeae. Menurut Salmah et al. (2002), tiga spesies kupu-kupu yang dilindungi yaitu Troides brookiana, Troides amphrysus dan Troides helena mempunyai tanaman inang yang sama yaitu Aristolochia foveolata dan Aristolochia tagala. Tanaman ini merupakan tanaman merambat dan berakar tunggang dengan bentuk daun segitiga berujung runcing seperti jantung dan memiliki permukaan atas daun licin dengan permukaan bawah daun berambut halus. Bunga majemuk, buah kapsul, dan biji bersayap. Kupu-kupu jenis papilio menjadikan suku jeruk-jerukan seperti jeruk bali (citrus grandis) dan jeruk limau (citrus limon) (Gambar 12b) sebagai tanaman inangnya (Suguru dan Harvo 1997). Penanaman tanaman pakan lebih diutamakan di kandang larva sedangkan pada kandang reproduksi dan taman kupu-kupu tidak diutamakan penanamannya, hal ini dikarenakan proses pemeliharaan larva tidak dilakukan pada kedua tempat ini. Berikut ini merupakan gambar tanaman pakan yang berada di Taman Kupu Cihanjuang.
(a)
(b)
Gambar 12 (a) sirih hutan (Aristolochia tagala), (b) jeruk limo (citrus limon) Tanaman pakan kupu-kupu merupakan tanaman berbunga yang dapat menghasilkan nektar untuk keperluan pakan alami kupu-kupu dewasa. Tanaman ini memiliki warna terang yang dapat menarik perhatian kupu-kupu. Perawatan tanaman utama di Taman Kupu Cihanjuang dengan cara penyiraman tanaman dua kali sehari agar tanaman tetap segar dan tumbuh dengan baik, pemberian pupuk kandang dilakukan setiap satu bulan sekali, pemangkasan daun tua, pembersihan area taman untuk menampilkan estetika dan menghilangkan hama dan penyakit tumbuhan. Apabila tanaman pakan kupu-kupu terbatas maka diberikan pakan tambahan yang terdiri dari cairan madu dan air dengan perbandingan 1 : 1. Pemberian madu dilakukan setiap dua minggu sekali dengan menyemprotkan cairan madu pada tanaman nektar (Gambar 13).
17
Gambar 13 Cara pemberian pakan buatan Selain tanaman pakan ulat dan pakan kupu-kupu, juga ditanami jenis tanaman pelengkap terdiri dari tanaman pohon sebagai shelter (tempat berlindung) kupu-kupu dan menghindar dari serangan predator, sedangkan tanaman hias untuk menambah estetika taman. Tanaman yang biasa dijadikan sebagai tempat berlindung kupu-kupu di Taman Kupu Cihanjuang yaitu dadap laut (Erythrina crystagili), selain berfungsi sebagai pelindung tanaman ini dapat menghasilkan bunga yang dapat berfungsi sebagai sumber nektar. Beberapa tanaman hias yang dapat menghadirkan estetika taman yang baik seperti pisang hias (Heliconia) dan Bromelia. Reproduksi Untuk mengetahui daur hidup kupu-kupu dilakukan pengamatan setiap fase dalam daur hidupnya, fase telur sampai menetas, fase ulat dan fase kepompong sampai kupu-kupu rata-rata dari keenam jenis kupu-kupu yang (Tabel 4). Tabel 4 Fase perkembangan kupu-kupu No 1 2 3 4 5 1.
Fase perkembangan Perkawinan Pemeliharaan telur Pemeliharaan ulat Pemeliharaan kepompong Pemeliharaan kupu-kupu
Lama waktu Hasil penelitian Sihombing (1999) 4 – 8 jam 6 - 8 jam 3 – 12 hari 10 - 16 hari 3 – 4 minggu 2 - 3 minggu 2 – 3 minggu 3 - 4 minggu 1 – 2 minggu 3 - 4 minggu
Perkawinan Kupu-kupu yang sedang kawin berada pada taman kupu-kupu segera dipindahkan pada kandang reproduksi untuk mempermudah pemantauan. Menurut Sihombing (1999) kupu-kupu betina dapat langsung kawin 2 – 3 jam setelah menetas dari kepompong, sedangkan jantan memerlukan waktu 2 – 3 hari untuk kawin. Perkawinan kupu-kupu dilakukan dengan cara menggantungkan diri, bagian abdomen jantan menjepit ujung abdomen betina dengan posisi betina berada diatas dan berpasangan dalam beberapa jam. Proses perkawinan Papilio memnon dan Papilio demolion berlangsung selama 6 sampai 8 jam, jenis kupu-kupu Papilio peranthus, Papilio polythes dan Papilio helenus selama 6 jam, keempat jenis kupu-kupu tersebut memiliki masa
18 kawin lebih lama dibandingkan dengan jenis kupu-kupu Doleschalia Bisaltidae selama 4 – 5 jam. Kupu-kupu kawin dengan cara menggantungkan diri dengan posisi betina diatas dan menahan jantan selama terjadinya proses perkawinan, walaupun saling melekat tetapi kupu-kupu masih dapat terbang (Gambar 14). Proses kawin umumnya terjadi di tempat yang terlindungi seperti di bawah dedaunan dan di tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh manusia, karena proses kawin berlangsung cukup lama.
Gambar 14 Proses perkawinan Papilio memnon 2.
Pemeliharaan telur Kupu-kupu betina dapat bertelur setiap hari selama masa hidupnya. Jumlah telur yang dihasilkan bervariasi tergantung dari spesies kupu-kupu, bisa mencapai ratusan butir selama masa hidup betina yang bervariasi antara 10 hari sampai dua bulan Sihombing (1999). Umumnya kupu-kupu betina bertelur di balik daun pakan ulatnya atau di dekat benda tanaman pakan. Kupu-kupu yang sudah menetaskan telur dipindahkan pada toples toples dengan diberi tutup kain kasa untuk mencegah masukknya parasit dan predator. Pengumpulan telur dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WIB yang diambil langsung dari tanaman pakan dengan menggunakan kuas agar telur tidak rusak. Telur yang sudah dikumpulkan disimpan pada kandang penetasan dengan tersusun rapi, agar telur tidak terkontaminasi (Gambar 15). Proses peletakkan telur dilakukan oleh kupu-kupu betina dan telur yang akan segera menetas akan membentuk lapisan transparan dan berwarna lebih gelap dengan lama waktu penetasan 4 sampai 12 hari tergantung jenis kupu-kupu. Lama waktu penetasan telur bervariasi, hasil pengamatan di Taman Kupu Cihanjuang dapat dilihat pada Tabel 4, dimana jenis kupu-kupu Papilio memnon dan Papilio demolion selama 5 – 7 hari, jenis kupu-kupu Papilio peranthus, Papilio polythes dan Papilio helenus selama 4 hari, sedangkan untuk jenis kupu-kupu Doleschalia bisaltidae lebih cepat selama 3 hari, sedangkan hasil pengamatan Syaputra (2011) selama 5 - 11 hari ulat akan menetas. Lama waktu dikedua tempat lebih cepat bila dibandingkan dengan Sihombing (1999) selama 10 - 16 hari. Salah satu faktor yang menyebabkan penetasan telur bervariasi diantaranya suhu, kelembaban dan intensitas cahaya.
19
Gambar 15 Tempat penetasan telur 3.
Pemeliharaan ulat Telur yang sudah menetas segera dipindahkan pada tanaman pakan sesuai dengan jenis kupu-kupu. Jenis kupu-kupu Papilio memnon dan Papilio demolion memiliki masa perkembangan pada fase ulat selama 40 hari, untuk jenis kupukupu Papilio peranthus, Papilio polythes dan Papilio helenus selama 3 – 4 minggu, jenis kupu Doleschalia bisaltidae lebih singkat selama 2 – 3 minggu. Tahap awal ulat kupu-kupu akan memakan kulit telurnya sendiri. Ulat berkembang antara telur dan paling sering mengambil bentuk seperti cacing serta memiliki penampilan yang khas, ulat tidak memiliki sayap ataupun sisik dan matanya tidak seperti kupu-kupu yang bersifat majemuk hanya bersifat sederhana, artinya memiliki lensa tunggal dan tidak memiliki lensa banyak pada setiap mata. Pemberian pakan memiliki kesamaan pada penangkaran Cihanjuang dan PT Ikas Amboina yaitu dilakukan dengan sistem pemeliharaan secara semi intensif, ulat diletakkan pada tanaman pakan dan ulat bergerak bebas sesuai fasenya mencari makanannya sendiri. Persiapan tanaman ulat dilakukan sebelum ulat dipindahkan, yang perlu diperhatikan dalam memilih tanaman yaitu dengan memilih daun yang sehat, lebat dan aman dari predator. Apabila daun pakan habis sebelum ulat menjadi kepompong maka ulat dipindahkan pada tanaman pakan lain dengan cara memotong daun dimana ulat tersebut berada (Gambar 16). Menurut Sihombing (1999) ulat tidak perlu pindah atau bergerak jauh, cukup melekat pada daun atau ranting pakan inang dengan memfungsikan kaki sederhana dan kaki semunya. Rahangnya yang keras digunakan untuk mengunyah daun pakannya. Makanannya adalah tumbuhan spesifik bagi tiap spesies kupu-kupu dan ulat tidak akan memakan sembarang daun.
Gambar 16 Larva yang siap dipindahkan
20 Ulat mengalami pergantian kulit sebanyak lima instar. Menurut Rouly (2001), proses instar pada ulat memiliki tanda-tanda sebagai berikut: (1) kulit lama akan robek dan terbuka mulai dari belakang kepala dengan cara merenggangkan kulit tersebut, (2) ulat akan mengecilkan tubuhnya sambil berjalan secara perlahan-lahan dan melepaskan kulit yang lama, (3) ulat akan beristirahat sambil mengeringkan tubuhnya setelah berganti kulit, (4) ulat akan memakan sisa kulitnya terlebih dahulu sebelum memakan daun. Ulat pada jenis papilionidae memiliki alat pertahanan diri yang dinamakan osmeterium, osmeterium merupakan kelenjar bau yang dapat dijulurkan apabila ulat terganggu. Pemeliharaan kepompong Ulat yang sudah memasuki pada instar akhir, beberapa hari akan memasuki fase pra-pupa. Fase pra-pupa merupakan persiapan ulat menjadi pupa. Selama prapupa ulat akan melengkungkan tubuhnya pada ranting, daun ataupun benda yang berada disekitar tanaman pakan, selama rentang waktu 24 jam dari tubuh larva akan mengeluarkan tali cremaster yang berfungsi mengikatkan tubuh ulat selama perubahan ulat menjadi kepompong (Gambar 17). Perkembangan pada fase ulat memiliki waktu selama 3 minggu untuk jenis kupu-kupu Papilio memnon, dan Papilio demolion, sedangkan untuk jenis Papilio peranthus, Papilio helenus dan Papilio polytes selama 2 minggu lebih lama bila dibandingkan dengan jenis Doleschalia bisaltidae yaitu selama 10 – 14 hari. Bentuk kepompong tergantung dari spesies kupu-kupu dan cara menggantungkan di daun atau ranting pun bervariasi. Warna kepompong dipengaruhi oleh tempat proses pembentukkan kepompong sebagai contoh pada beberapa jenis kupu-kupu seperti Papilio memnon, papilio polytes, papilio helenus dan triodes helena. Kepompong yang terbentuk didekat batang akan berwana coklat menyerupai batang, apabila terbentuk dekat permukaan daun maka akan berwarna hijau, proses ini merupakan salah satu bentuk kamuflase agar terhindar dari predator. 4.
Gambar 17 Persiapan ulat pada fase kepompong Apabila sudah memasuki pada fase kepompong segera dipindahkan pada kandang kepompong untuk proses penetasan. Kepompong dipindahkan dengan cara memotong bagian ranting yang terdapat kepompong menggantung untuk mempermudah penggantungan kepompong pada lemari kepompong nantinya. Penggantungan kepompong di Taman Kupu-kupu Cihanjuang diikat oleh tali benang sedangkan di Bali Butterfly Park (Syaputra 2011) menggunakan jepitan kain. Perbedaan alat penggantungan kepompong tidak berpengaruh asalkan arah
21 penggantungannya yang diperhatikan, yaitu kepompong tergantung dengan muka menghadap kebawah, namun pada saat menetas akan terlihat bagian dorsal yang menghadap kebawah untuk memudahkan dalam penetasan (Sihombing 1999). Kepompong yang berada pada kandang kepompong tidak hanya yang dipindahkan dari kandang ulat, tetapi beberapa kepompong lainnya berasal dari luar penangkaran. Kepompong yang datang terlebih dahulu di pisahkan dan dihitung sesuai dengan jenis kupu-kupunya dengan jumlah kepompong berkisar 500 - 850 ekor/minggu. Saat ini pemenuhan kepompong masih bergantung pada pasokan kepompong dari luar taman, sehingga menyebabkan ketidakberlanjutan suatu taman kupu-kupu dan tidak sesuai dengan tema konservasi karena masih melakukan penangkapan dari luar. Kepompong yang dikirim dari luar penangkaran ditempatkan di sterofoam untuk menghindari adanya goncangan. Masing-masing kepompong dibungkus tissue disusun rapih dalam kotak packing, kemudian kepompong disortir berdasarkan jenisnya dan digantungkan pada benang lalu disimpan pada kandang penetasan kepompong dengan cara menggantungkan kepompong (Gambar 18). Kepompong yang hidup dapat dicirikan tidak bengkak, masih utuh, tidak keluar cairan dan bergerak bila disentuh.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 18 (a) Kepompong dalam kemasan, (b) pembungkusan kepompong, (c) penyortiran kepompong, dan (d) penggantungan kepompong Pemeriksaan lemari kepompong dilakukan setiap hari untuk memantau kepompong dari serangan penyakit jamur ataupun keluarnya cairan yang berwarna coklat segera dikeluarkan, selain itu pengontrolan suhu dan kelembaban. Rata-rata suhu berkisar 23 °C dan kelembaban 85%. Penyemprotan pada kandang kepompong dilakukan 3 kali sehari agar kandang tetap dalam keadaan lembab. 5.
Pemeliharaan kupu-kupu Proses penetasan kupu-kupu terjadi pada kandang kepompong. Penyusunan kepompong dengan cara digantungkan sangat membantu dalam proses penetasan.
22 Proses penetasan kupu-kupu terlebih dahulu akan mengeluarkan bagian kepala dan tungkai kemudian bagian lainnya. Kupu-kupu yang baru menetas akan mengaitkan tungkainya pada ram kawat karena keadaan sayap masih basah dan melipat sehingga tidak dapat langsung terbang dan beraktivitas. Proses pengeringan dan pembentangan sayap membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 jam. Kupu-kupu yang sayapnya sudah kering dicirikan dengan kepakan sayap yang aktif. Dari hasil pengamatan kupu-kupu dari ke enam jenis tersebut bertahan hidupnya selama 1 – 2 minggu di dalam penangkaran. Kupu-kupu mulai aktif pagi hari melakukan pemanasan dengan terbang disekitar taman dan juga aktif dalam mencari makan pada tanaman penghasil nektar yang ada di taman (Gambar 19), selain menghisap nektar kupu-kupu juga sering terlihat hinggap di bebatuan ataupun di tepi aliran air. Menurut Sihombing (1999) selain menghisap nektar, kupu-kupu juga mencari mineral-mineral lain yang dibutuhkan untuk proses reproduksi. Aktivitas kupu-kupu terlihat meningkat pada pukul 08.00 – 11.00, semakin sore aktivitasnya menurun. Kupu-kupu jantan terlihat terbang lebih aktif untuk mendekati kupu-kupu betina. Sama halnya di alam, kupu-kupu di dalam taman akan memulai aktivitasnya pada pagi hari disaat matahari mulai terbit. Sinar matahari pagi dimanfaatkan kupu-kupu untuk mengeringkan sayapnya yang lembab oleh embun pada malam hari. Didukung oleh pernyataan (Stokes et al. 1991) aktivitas berjemur kupu-kupu umunya dimulai pagi hari. Kupu-kupu membutuhkan suhu tubuh berkisar antara 29 37 °C untuk dapat terbang dengan baik. Cara kupu-kupu berjemur ada beberapa macam diantaranya dengan membuka lebar sayap lalu menghadapkan ke arah matahari, cara lain dengan menutup sayap dan menempatkan posisi tubuh tegak lurus ke arah sinar matahari. Beberapa aktivitas kupu-kupu yang teramati diantaranya mencari makan, mencari pasangan, kawin, dan istirahat.
Gambar 19 Aktivitas makan Tingkat Keberhasilan Penangkaran Cihanjuang Keberhasilan Penangkaran Kupu-kupu Cihanjuang Jenis kupu-kupu yang ada di Taman Kupu Cihanjuang saat penelitian bulan November 2012 sampai dengan Januari 2013 sebanyak 14 jenis (Tabel 5), salah satu jenis dari famili Papilionidae termasuk kupu-kupu yang dilindungi yaitu Troides helena helena.
23 Tabel 5 Kupu-kupu yang ditangkarkan Taman Kupu-kupu Cihanjuang No
Jenis
Famili
1 2 3 4 5 6 7 8
Troides helena helena Papilio memnon Papilio demolion Papilio peranthus Papilio helenus Papilio ambrax Papilio polytes Pachliopta aristolochiae Graphium Agamemnon Chetosia hypsea Moduza pocris Euploea phaenareta Vindula dejone Doleschalia bisaltide
Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae Papilionidae
9 10 11 12 13 14
Status Perlindungan PP No. 7 1999 CITES (Appendix 2) √ √ -
Papilionidae
-
-
Papilionidae Nympalidae Nympalidae Nympalidae Nympalidae Nympalidae
-
-
Kupu-kupu yang paling banyak ditangkarkan yaitu kupu-kupu dari famili Papilionidae, karena pada umumnya kupu-kupu dari famili ini memiliki bentuk dan pola warna yang menarik. Beberapa ciri dari famili Papilionidae yaitu mempunyai enam kaki dengan kaki depan memiliki taji, sering memiliki perpanjangan ekor pada sayap belakang, larva memiliki tanduk (Osmeterium), dan kepompong terikat pada bagian pinggang dan ekor dengan benang sutera. Ukuran kupu-kupu Nymphalidae lebih kecil dibandingkan dengan kupu-kupu dari famili Papilionidae. Berikut beberapa jenis famili Papilionidae dan famili Nymphalidae di Taman Kupu-kupu Cihanjuang (Gambar 20).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 20 (a) Papilio memnon acathes, (b) Papilio memnon memnon, (c) Papilio peranthus, (d) Papilio demolion, (e) Papilio helenus, dan (f) Doleschalia bisaltidae
24 Aspek yang diukur adalah presentase keberhasilan dari setiap fase hidup, meliputi fase telur, fase ulat, fase kepompong dan fase kupu-kupu dewasa. Dari 14 jenis yang ada namun yang berhasil dibudidayakan hanya 6 jenis kupu-kupu yaitu Papilio memnon, Papilio polytes, Papilio peranthus, Papilio helenus, Papilio demolion dan Doleschalia bisaltidae. Enam jenis yang dijadikan sampel merupakan jenis yang memiliki fase telur sampai fase kupu-kupu. Kelangsungan hidup Troides helena helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada tiap fase (Tabel 6). Tabel 6 Persentase keberhasilan setiap fase kehidupan kupu-kupu Jenis Papilio memnon Papilio polytes Papilio peranthus Papilio helenus Papilio demolion Dolescallia bisaltidae Rata-rata
Telur N 30 30 30 21 30
Ulat N P1 (%) 12 40,00 8 26,66 10 33,33 9 42,85 8 26,66
Kepompong N P2 (%) 10 83,33 5 62,50 8 80,00 7 77,77 6 75,00
Kupu-kupu N P3 (%) 7 70,00 4 80,00 5 62,50 3 42,85 6 100,00
Total P4 (%) 23,33 13,33 16,66 14,28 20,00
30
20 66,66 39,36
18
15 83,33 73,11
50,00 22.93
90,00 78,10
Keterangan: N=Jumlah, P=Persentase keberhasilan
Dari tabel 7 dapat dilihat pada jenis kupu-kupu Papilio helenus yang berhasil hidup hanya 21 telur akibat serangan parasit. Faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap daya tetas telur yaitu bibit yang tidak bagus, proses pembuahan yang tidak sempurna pada saat perkawinan dan faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban yakni suhu rendah dan kelembaban tinggi maka tingkat natalitas semakin menurun menurut Syaputra (2011). Rata-rata tingkat keberhasilan menetasnya ulat dari keenam kupu-kupu tersebut sebesar 39 %, berdasarkan kriteria tingkat keberhasilan penangkaran dikategorikan sedang. Tingkat keberhasilan pada fase ulat dan kepompong tinggi > 60% berdasarkan kriteria keberhasilan penangkaran. Kematian pada fase ulat terjadi pada proses pergantian kulit (instar) ketika kulit lama tidak terlepas dari kulit baru sehingga mengganggu proses pertumbuhan. Kegagalan yang terjadi pada fase kepompong disebabkan oleh jamur sehingga kepompong membusuk dan mengeluarkan cairan berwarna coklat kehitaman dan terdapat parasit (Gambar 21). Fase kupu-kupu tidak berhasil menetas dengan baik dan tidak mampu mengembangkan sayap dengan sempurna. Dilihat dari rata-rata persentase jumlah telur dengan jumlah kupu-kupu yang berhasil hidup sebesar 22,93 %, berdasarkan kriteria tingkat keberhasilan penangkaran dikategorikan rendah, karena < 30 %. Sistem pemeliharaan di Taman Kupu Cihanjuang yaitu secara semi intensif, berbeda seperti yang dilakukan pada penelitian Syaputra (2011) di Taman Kupukupu Bali Butterfly Park secara intensif rata-rata persentase tingkat keberhasilan sebesar yang diperoleh sebesar 53,17%. Ketidakberhasilan pada setiap fase adalah pemberian pakan yang tidak tepat, keadaan kandang yang buruk, dan terlalu padat isinya, sirkulasi udara tidak baik dan pengontrolan yang tidak rutin. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya
25 pemantauan kebersihan dan kesterilan tetap terjaga dengan membersihkan lemari kepompong, kandang penetasan telur dan alat-alat penunjang lainnya.
(a)
(b)
Gambar 21 (a) Pembusukan pada fase ulat, (b) Parasitoid pada kepompong
Tingkat Keberhasilan Penangkaran Troides helena helena Daur Hidup Kupu-kupu Proses daur hidup kupu-kupu dimulai dengan proses perkawinan antara imago jantan dan imago betina, kemudian fase telur, fase larva (ulat), fase pupa (kepompong) dan fase imago (kupu-kupu) (Gambar 22). Lama waktu yang dibutuhkan berbeda-beda setiap fasenya (Tabel 7).
(b)
(a)
(c)
Gambar 22 Posisi imago mating. (a) Saling berhadapan, (b) Betina berada diatas jantan, (c) Kelamin jantan menjepit betina Tabel 7 Rataan lama waktu setiap perkembangan fase Troides helena helena Fase
Jumlah telur (n)
Telur Larva Instar 1 Larva Instar 2 Larva Instar 3 Larva Instar 4 Larva Instar 5 Prapupa pupa Imago betina Imago jantan Total lama fase
30 26 24 20 20 16 14 11 6 5
Lama waktu setiap fase (hari) Cihanjuang Cilember *) Darmaga **) 8 ± 0,45 10,08 ± 0,50 6 ± 0.74 5 ± 0,71 4,80 ± 0,30 3 ± 1.43 5 ± 0,58 4,20 ± 0,45 3 ± 0.84 6 ± 0,60 5,10 ± 0,23 5 ± 2.01 7 ± 0,51 7,22 ± 0,64 6 ± 1.34 11 ± 0,73 13,11 ± 2,01 10 ± 2.95 2 ± 0,51 2,11 ± 0,26 1 ± 0.00 26 ± 0,84 29,71 ± 1,16 18 ± 0.70 15 ± 0,75 15,00 ± 25,4 18 ± 8.54 14 ± 0,54 19,20 ± 4,68 99 ± 0,13 95,53 ± 6,84 70 ± 18.55
Keterangan: (*): Hasil penelitian Pasaribu (2012)
(**): Hasil penelitian Nurjannah (2010)
26 Telur yang berhasil menetas hanya 26 butir dari 30 butir telur yang dijadikan sample, disebabkan adanya parasitoid yang ditemukan pada cawan petri. Telur menetas setelah masa inkubasi selama 8 ± 0,45 hari. Namun, Pasaribu (2012) menyebutkan bahwa lama inkubasi telur rata-rata selama 10,8 ± 0,50 hari dan Nurjannah (2001) selama 6 hari. Perbedaan lama hari diduga akibat suhu dan kelembaban lingkungan yang berbeda.Memasuki fase ulat mengalami pergantian kulit. Setiap pergantian kulit ditandai dengan mengelupasnya kulit luar ulat. Ulat yang sudah menetas dari telur sampai pergantian kulit disebut instar, instar satu setelah mengalami pergantian kulit pertama. . Berdasarkan data yang didapat, ulat mengalami lima instar. Rata-rata ulat membutuhkan waktu sekitar 25 s.d 42 hari mulai dari menetas sampai memasuki fase prapupa. Tidak semua pupa dapat menetas dengan baik (Gambar 23). Lama fase ulat Troides helena di Hongkong adalah 21 hari, ulat dengan 4 instar (CareyHughes dan Pickford 1997). Hasil penelitian lamanya fase ulat Troides helena helena rata-rata 29 hari dengan 5 instar.
Gambar 23 Gagal dalam pembentukan imago Kupu-kupu yang baru menetas membutuhkan waktu 3 sampai 4 jam untuk pengeringan sayap dan selanjutnya dapat terbang. Kupu-kupu betina dapat langsung dikawini oleh jantan yang sudah siap, sedangkan jantan baru dapat melakukan perkawinan setelah satu sampai dua hari. Jika dibandingkan dengan penelitian Pasaribu (2012), ulat Troides helena mememerlukan 33 hari dengan lima instar. Ulat yang sudah memasuki pada instar akhir, beberapai hari akan memasuki fase prapupa. Fase prapupa merupakan persiapan ulat menjadi pupa, waktu yang dibutuhkan pada fase prapupa paling singkat rata-rata 2 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matsuka (2011) bahwa lama waktu pada fase prapupa dapat mencapai tiga kadang empat hari untuk jenis Troides helena helena. Dari pengamatan yang dilakukan, waktu masa inkubasi pupa 26 hari kemudian akan menetas menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu betina memiliki masa hidup 15 hari untuk jantan 14 hari. Matsuka (2001) menyatakan bawa Troides helena helena dapat bertahan hidup paling lama kurang lebih selama empat minggu. Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa lama waktu tiap fase Troides helena helena memiliki perbedaan yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian Pasaribu (2012). Total waktu yang dibutuhkan 99 ± 0,13 hari, namun menurut Pasaribu (2012) lama waktu yang dibutuhkan 95,53 ± 6,84 hari. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sihombing (1999) yang menyebutkan bahwa jangka waktu yang dibutuhkan bagi perkembangan kupu-kupu mulai dari fase telur hingga imago berhubungan dengan ketinggian tempat diatas permukaan laut dan suhu udara. Ketinggian suatu tempat akan berpengaruh pada kelembaban pada
27 tempat tersebut. Berikut fase hidup Troides helena helena (Gambar 24). Menurut Gullan dan Cranston (2000), hewan yang dapat menghasilkan lebih dari dua jumlah generasi dalam setahun disebut multivoltine, pada penelitian ini Troides helena helena dapat menghasilkan minimal tiga generasi dalam setahun apabila kondisi lingkungannya sesuai sehingga termasuk serangga multivoltine.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 24 (a) Fase telur, (b) fase larva, (c) fase pupa, dan (d) fase imago Peluang Hidup Kelangsungan hidup Troides helena helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada setiap fase (Tabel 8). Persentase penetasan telur cukup baik mencapai 87%. Penurunan angka kelangsungan hidup terus terjadi sampai pada fase kupukupu. Kematian (mortalitas) tertinggi terjadi pada fase kepompong sebesar 45%. Kelangsungan hidup kupu jantan mencapai 17% dan kupu betina 20% dari total angka fase awal, yaitu dihasilkan 5 kupu jantan dan 6 kupu betina dari 26 telur. Tabel 8 Kelangsungan hidup Troides helena helena X (n=7) Telur (n=30) Larva Instar 1 (n=26) Larva Instar 2 (n=24) Larva Instar 3 (n=20) Larva Instar 4 (n=20) Larva Instar 5 (n=16) Prapupa (n=14) pupa (n=11) Imago betina (n=6) Imago jantan (n=5)
Ax 30 26 24 20 20 16 14 11 6 5
Lx 1.00 0.87 0.80 0.67 0.67 0.53 0.47 0.37 0.20 0.17
Dx 44 2 4 0 4 2 3 5 1 5
qx 0.13 0.08 0.17 0.00 0.20 0.13 0.21 0.45 0.17 1.00
Lx 0.93 0.83 0.73 0.67 0.60 0.50 0.42 0.28 0.18 0.08
Tx 5.23 4.30 3.47 2.73 2.07 1.47 0.97 0.55 0.27 0.08
ex 5.23 4.96 4.33 4.10 3.10 2.75 2.07 1.50 1.33 0.50
Px 0.89 0.88 0.91 0.90 0.83 0.83 0.68 0.65 0.45
Keterangan: ax = jumlah individu yang hidup pada setiap fase; lx = proporsi individu yang hidup pada fase x setelah distandarkan; dx = jumlah individu yang mati pada fase; qx = proporsi individu yang mati pada fase; Lx = jumlah rata-rata individu pada fase x dan fase berikutnya; Tx = jumlah individu yang hidup pada fase sampai fase terakhir; ex = harapan hidup individu pada setiap fase; Px = proporsi individu yang hidup pada fase mencapai fase berikutnya x + 1.
Tingginya kematian pada fase telur disebabkan oleh parasit, Sedangkan kegagalan pada fase pupa terjadi saat pupa sudah menetas tetapi dapat terlihat pada saat imago (kupu-kupu dewasa) masih di dalam pupa (Gambar 25). Angka kematian tertinggi terjadi pada fase awal (pra dewasa) dan kematian rendah terjadi pada fase dewasa (Chambell et al. 2006). Penyebab pupa tidak dapat dengan baik
28 menetas karena stress akibat terlalu banyak sentuhan tangan manusia dapat juga disebabkan oleh predator. Angka kematian sangat dipengaruhi oleh kehadiran predator, kualitas vegetasi pakan, persaingan dan faktor lingkungan fisik (suhu dan kelembaban). Musuh-musuh alami bagi jenis kupu famili papilionidae antara lain: lebah Chelonus taxanus, lebah Tersilochus sp, lebah gergaji (Cimbex sp), semut (Eupelmidae) yang menyerang larva dan pupa kupu serta burung jenis Acrocephalus sp yang memakan telur kupu. Rendahnya persentase peluang hidup dari satu fase ke fase berikutnya, disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah parasitoidndan predator. Parasitoid yang menyerang fase telur adalah serangga ordo Hymenoptera, family Scelionidae (Goulet dan Huber 1993).
(a)
(b)
Gambar 25 Kegagalan dalam bentuk dan perubahan pupa. (a) Pupa gagal menetas dengan baik, (b) Pupa menghitam Morfometri Troides helena helena Telur 1. Kupu-kupu betina dapat bertelur setelah terjadi kopulasi sekitar 6 sampai 8 jam. Telur diletakkan dibawah permukaan daun, batang dan cabang tanaman pakan Aristolochia tagala dengan warna telur oranye dan akan berwarna kemerahan terdapat bintik berwarna hitam pada permukaan atas telur (Gambar 26).
(a)
(b)
Gambar 26 Telur baru ditetaskan, (b) Telur yang akan menetas terdapat bintik hitam 2.
Ulat (larva)
Larva mengalami pergantian kulit sebanyak lima kali (Gambar 27). Hal ini juga disebutkan oleh Matsuka (2011) bahwa larva kupu-kupu sayap burung mengalami lima kali instar dengan empat kali pergantian kulit pada fase larva sebelum akhirnya larva berubah menjadi pupa. Warna larva akan berubah setelah memasuki instar I (pergantian kulit pertama) memiliki warna hitam kecoklatan
29 dan pada ujung larva berwarna coklat Ukuran larva dari instar I ke instar berikutnya mengalami pertambahan ukuran hal ini disebabkan karena larva masih berada dalam proses adaptasi dengan lingkungan yang mempengaruhi aktivitas makan. Hasil pengukuran perubahan morfometri Troides helena helena di Taman kupu-kupu Cihanjuang bervariasi dapat dilihat pada Tabel 9.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 27 (a) Larva instar 1, (b) Instar 2, (c) Instar 3, (d) Instar 4 Berdasarkan Tabel 9, dapat terlihat bahwa perbedaan pertumbuhan morfologi ulat tidak berbeda jauh serta suhu dan kelembaban tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan morfologi (panjang dan lebar) ulat jenis Troides helena helena dengan penelitian Pasaribu (2012). Tabel 9 Perbandingan morfologi Troides helena helana hasil penangkaran Taman Kupu-kupu Cihanjuang (TKC), Cilember dan IPB Darmaga Fase
Parameter
TKC
Cilember *)
Telur
Diameter (mm)
1,60
1,47
Darmaga **) 1.95
Telur
Bobot (gram)
0,002
0,003
0.0026
Larva Instar 1
Panjang (mm)
5,76
5,88
5.63
Larva Instar 2
Panjang (mm)
8,94
10,52
8.71
Larva Instar 3
Panjang (mm)
14,97
15,99
15.37
Larva Instar 4
Panjang (mm)
26,84
25,57
26.96
Larva Instar5
Panjang (mm)
41,12
41,03
38.31
Larva Instar 1
Lebar (mm)
1,21
1,12
1.47
Larva Instar 2
Lebar (mm)
2,26
2,05
2.41
Larva Instar 3
Lebar (mm)
4,24
3,50
4.49
Larva Instar 4
Lebar (mm)
5,84
5,18
6.74
Larva Instar5
Lebar (mm)
8,57
6,87
9.41
Pupa
Panjang (cm)
4,13
3,24
3.97
Pupa Imago jantan
Lebar (cm) Panjang bentang sayap (cm)
2,38 12,35
1,64 10,25
2.13
Imago betina Panjang bentang sayap (cm) 14,17 Keterangan : (*) = Hail penelitian Pasaribu (2011) (**) = Hasil penelitian Nurjannah (2001)
12,05
13.38
3.
11.62
Pupa (Kepompong) Ulat yang sudah mengalami instar 5 akan mengalami fase prapupa. Fase ini ditandai dengan larva yang mengeluarkan serat sutera melalui mulut dan mencari tempat yang terlindungi. Setelah mendapat tempat yang menurutnya aman, larva
30 akan membuat serat sutera yang berfungsi sebagai penyangga tubuhnya selama fase pupa. Larva terlebih dahulu akan membuat gumpalan sutera yang akan menjadi perekat pada bagian ujung atau ekor larva, kemudian larva baru membuat serat yang akan menjadi tempat menggantungkan badannya dan larva akan melekukkan badannya sebagai awal dari perubahan kepompong. Fase tersebut dikenal sebagai periode prapupa, sebelum nantinya akan berubah menjadi pupa. Pada fase pupa tidak ditemukan pergerakan dan aktivitas makan. Warna pupa memiliki variasi warna dari hijau sampai coklat (Gambar 28). Variasi warna dari pupa tergantung pada warna ranting atau kayu. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa warna pupa diperoleh dari tempat pupa bergantung. Kepompong yang baik biasanya berwana cerah, bereaksi ketika disentuh dan kadang-kadang mengeluarkan suara mendesis (Syaputra 2011).
Gambar 28 Variasi warna pupa Imago (Kupu-kupu) Tahap akhir dari metamorfosis yaitu terbentuknya kupu-kupu dewasa (Gambar 29). Tubuh kupu-kupu terbagi menjadi tiga bagian diantaranya kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Kepala memiliki sepasang mata majemuk berfungsi mengenali bentuk, warna, dan gerakkan. Selain itu sepasang antena terdapat sensor berfungsi sebagai alat pencium dan perasa. Kupu-kupu juga memiliki tipe mulut dalam bentuk proboscis (lidah yang menggulung). Dada memiliki tiga segmen yaitu protoraks merupakan segmen terkecil dan terletak pada bagian depan thorax, mesotoraks merupakan bagian terbesar, sedangkan segmen thorax yang ketiga dinamakan metatoraks. Pada masing-masing segmen terdapat sepasang tungkai. Sepasang sayap terdapat pada mesotoraks dan metatoraks (Braby 2000). Perut terdiri dari alat kelamin dan anus, alat kelamin pada betina terdapat alat untuk meletakkan telur (ovipositor) sedangkan pada jantan dilengkapi bagian berbentuk penjepit (Smart 1976). Troides helena helena mempunyai morfologi yang berbeda antara jantan dan betina (Gambar 30). Troides helena helena jantan memiliki warna sayap depan berwarna hitam polos dan sayap belakang berwarna hitam dengan warna kuning di bagian tengah dan tidak terdapat banyak corak hitam di bagian kuning sayap belakang (Simbolon dan Iswari 1990). Sedangkan pada Triodes helena helena betina memiliki warna sayap depan hitam dengan corak kecoklatan dan pada sayap belakang mempunyai warna hitam dan kuning di bagian tengah dan terdapat corak hitam di sepanjang bawah sayap belakang (Simbolon dan Iswari 1990). Troides helena helena jantan memiliki alat kelamin eksternal di bagian ujung abdomen mempunyai dua pintu berwarna putih yang terbuka, berfungsi 4.
31 untuk memegang ekor dari kupu betina saat melakukan mating (kawin), Sedangkan pada Troides helena helena betina bagian abdomen tetap berwarna kuning dan menguncup sebagai alat untuk meletakkan telur.
(a)
(b)
Gambar 29 (a) Imago betina saat mengeringkan sayap, (b) Imago jantan setelah menetas
(a)
(b)
Sumber:http://www.nagypal.net/images/zzamphry.htm
Gambar 29 Troides helena helena (a) Imago betina, (b) Imago jantan Konsumsi Pakan Jenis pakan yang digunakan adalah sirih hutan (Aristolochia tagala). Perhitungan kebutuhan pakan dilakukan dengan cara menghitung daun awal yang diberikan dikurangi daun yang habis dikonsumsi oleh larva selama dalam penangkaran (Syamsu 2003). Konsumsi pakan ulat semakin meningkat seiring dengan semakin berkembangnya ulat menuju fase akhir (Tabel 10). Tabel 10 Kebutuhan pakan ulat Troides helena helena di penangkaran No 1 2 3 4 5
Fase Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Jumlah Rata-rata
Jumlah daun awal (gram) 17.60 19.80 34.10 42.35 43.45
Jumlah daun akhir (gram) 8.80 10.45 15.40 19.80 12.60
Jumlah daun habis (gram) 8.80 9.35 18.70 22.55 30.80 90.20 18.04
Jumlah konsumsi (%) 9.76 10.37 20.73 25.00 34.14 100.00
32 Konsumsi pakan per larva pada instar 1 sebanyak 0,34 gram, instar 2 sebanyak 0,39 gram, instar 3 sebanyak 0,96 gram, sedangkan untuk instar 4 sebanyak 1,13 gram dan untuk instar 5 sebanyak 1,93 gram. Astuti (1992) menyatakan bahwa konsumsi pakan setiap instar makin besar dengan bertambahnya kenaikkan instar, karena pertumbuhan larva yang makin besar memerlukan pakan yang lebih banyak. Tercatat jumlah pakan yang dikonsumsi paling sedikit 8,80 gram dan terbanyak 30,80 gram dengan rata-rata jumlah yang dikonsumsi ulat mulai dari instar 1 sampai menjelang fase prapupa yaitu sebesar 18,04 gram. Sedangkan berdasarkan penelitian Pasaribu (2012), rata-rata larva memerlukan daun selama masa larvanya sebesar 14.925 gram. Larva jenis kupukupu Troides Helena merupakan larva yang banyak memakan daun karena banyak mengandung protein, serat kasar dan air. Daun tua memiliki kandungan protein yang rendah, namun tinggi kandungan serat kasarnya sedangkan buah lebih banyak mengandung vitamin dan karbohidrat. Troides helena helena termasuk jenis ulat yang banyak mengkonsumsi daun daun terkadang buah yang masak karena banyak mengandung protein, serat kasar dan air. Pakan Troides helena helena mengandung protein, serat kasar, lemak dan energi. Jenis pakan daun sirih hutan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Manajemen penangkaran di Taman Kupu-kupu Cihanjuang dilakukan dengan pemeliharaan sistem semi intensif. Memiliki jenis perkandangan yang lengkap dan sesuai fase kehidupan kupu-kupu. Jumlah dan jenis pakan yang tersedia sudah sesuai dengan jenis dan kebutuhan kupu-kupu yang ditangkarka. Teknik reproduksi yang dilakukan sesuai dengan perkawinan sampai pemeliharaan imago (kupu-kupu dewasa) dilakukan dengan baik. Tingkat keberhasilan Taman Kupu-kupu Cihanjuang dari ke enam jenis kupu-kupu yaitu Papilio memnon, Papilio polytes, Papilio peranthus, Papilio helenus, Papilio demolion dan Doleschalia bisaltidae dikategorikan rendah dengan total persentase keberhasilan < 30% yaitu 22.93%. Total waktu daur hidup yang dibutuhkan Troides helena helena pada fase telur sampai imago yaitu selama 99 ± 0,13 hari. Persentase keberhasilan dari telur menjadi imago mencapai 36,7%. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan penangkaran kupu-kupu dikategorikan sedang. Saran Perlu dilakukan pemanfaatan terhadap kupu-kupu hasil penangkaran, misalnya dengan melakukan offset dan dijadikan hiasan atau souvenir. Ditingkatkannya manajemen pengelolaan agar persentase peluang hidup dari spesies kupu-kupu yang ditangkarkan meningkat sehingga pengelola tidak perlu selalu membeli kepompong dari luar penangkaran.
33 Menjaga ketersediaan tanaman pakan untuk mendukung keberlanjutan produktivitas kupu-kupu dan kelulushidupan kupu-kupu.
DAFTAR PUSTAKA Astuti D. 1992. Pakan buatan larva kupu-kupu Papilio demoleus. Di dalam: Prosiding Seminar Hasil Litbang Sumber Daya Hayat; Bogor, 6 Mei 1992. Puslitbang Biologi, LIPI. Borrror DJ, Johnson NF, Triplehon CA. 1992. An Introduction to The Study of Insect. 6thed. New York, NY: Rheinhart and Winston. Braby MF. 2000. Butterflies of Australian Their Identification, Biology and Distribution. Vol. One. Canberra: CSIRO Publishing. Carey HJ, Pickford JB. 1977. The Occurrence of Troides helena (LINN.) in Hongkong. JHKBRAS 16:301-304. Chambell NA, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ. 2006. Biology Concepts and Connections. Fifth Edition. San Fransisco: Benjamin Cummings. 783 hlm. Departemen Kehutanan. 2003. Potensi Kupu-kupu di wilayah kerja Balai KSDA Sulawesi Selatan I. Departemen Kehutanan, Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Makassar, Sulawesi Selatan. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the world: an Identification Guide to Families. Canada: Research Branch Agriculture Canada Publication. 668 hlm. Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insect an Outline of Entomology. Second Edition. Blackwell Science. 470 hlm. Guppy CS, Shepard JH. 2001 Butterfly of British Columbia. Columbia: The Royal British Columbia Museum. Mastright HV, Rosariyanto E. 2005. Buku panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah Membrano Sampai Pegunungan Cyclops. Jakarta: Concervation International Indonesia. Matsuka H. 2001. Natural History of Birdwing Butterflies. Tokyo: Matsuka Shuppan. Noerdjito WA. 2001. Serangga Di dalam: Noerdjito M, Maryanto I, editor. Jenisjenis Hayati yang Dilindungi Perundang-Undangan Indonesia. Balitbang Zoology (Museum Zoologicum Bogoriense) Puslitbang Biologi – LIPI & The Nature Conservancy). Hlm 128-130. Nurjannah ST. 2010. Biologi Troides helena helena dan Troides helena hephaestus (Papilionidae) di Penangkaran [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Pasaribu SF. 2012. Studi Siklus Hidup dan Morfologi Kupu-kupu serta Konsumsi Pakan Larva Troides helena helena Linnaeus [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Peggie D, Amir R. 2006. Pratical Guide to the Butterflies of Bogor Botanical Garden. Bidang Zoologi, LIPI & Nagano Natural Environment Foundation, Tokyo Japan. Preston MR, Preston MK. 1999. Butterflies of The World. London: Brandford A Cassel Imprint.
34 Rizal S. 2007. Populasi kupu-kupu di kawasan cagar alam Rimbo Pati dan kawasan wisata lubuk Minturun Sumatera Barat. Jurnal Mandiri. (9): 3. Sihombing DTH. 1999. Satwa Harapan I: Pengantar Ilmu dan Tehnologi Budidaya. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Simanjuntak OFM. 2000. Kajian Produksi dan Tingkah Laku Beberapa Jenis Kupu-kupu yang Terdapat di Beberapa Daerah di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Simbolon K, Iswari A. 1990. Protected Butterfly in Indonesia. Directore General of Forest Protection and Nature Conservation Ministry of Forestry R.I. 115 hlm. Smart P. 1976. The Illustrated Encyclopedia of Butterfly World in Colour. New York: Paul Smart Press. Stokes D, Stokes L, Williams E. 1991. The Butterfly Book: the Complete Guide to Butterfly Gardening, Indetification and Behavior. First Edition. New York USA: Little, Brown and Company. Syamsu JA. 2003. Kajian Fermentasi Jerami Padi dengan Probiotik Sebagai Pakan Sapi Bali di Sulawesi Selatan.J. Ilm Ternak 3:1-5. Syaputra M. 2011. Pengelolaan Penangkaran Kupu-kupu di PT. Ikas Amboina dan Bali ButterflyParkTabanan Bali [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Thohari M. 1987. Upaya Penangkaran Satwaliar. Media Konservasi I (3): 23-25. Tikupadang H, Gunawan H. 1997. Kajian Penangkaran Kupu-Kupu Sayap Burung (Troides hypolithus cellularis Rotchild) di Hutan Wisata Pattunuang Kabupaten Maros. Buletin Penelitian Kehutanan. Balai Penelitian Ujungpandang. Vol.2:1-14
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 15 September 1989, anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Dendi Suardi dan Ibu Lita Nurlalita. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1993 di TK Labschool Bandung. Kemudian melanjutkan pendidikan di SD Negeri 01 Cikarang dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2004 penulis lulus dari SMP Negeri 4 Cikarang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Semasa kuliah penulis aktif sebagai anggota Kelompok Pemerhati Kupukupu (KPK) di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA). Kegiatan lapang HIMAKOVA yang diikuti penulis diantaranya, Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia di Cagar Alam Rawa Danau di Kabupaten Serang, Provinsi Banten pada tahun 2008. Penulis telah menyelesaikan kegiatan praktek lapang dengan baik, diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang dan CA Gunung Kamojang pada tahun 2009. Penulis juga telah mengikuti Praktek Pengenalan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2011. Pada Tahun 2012 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Manajemen Penangkaran Kupu-kupu Dan Tingkat Keberhasilannya Di Taman Kupu-kupu Cihanjuang Bandung, Jawa Barat” di bawah bimbingan Ibu Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS.