KAJlAN TEKNIK PENANGKARAN ULAR SANCA HIJAU (Chondropjttlzon viridis) DI CV TERRARIA INDONESIA DAN TAMAN REPTILIA ,
TAMAN MINI INDONESIA INDAH
.. Atit Kusuma Hapsari 1
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA KUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2004
Atit Kusuma Hapsari (E03498045). Kajian Teknik Penangkaran Ular Sanca Hijau
(Chondropython viridis) di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah. (Di bawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Burhanuddin Masy'nd, MS). Pemanfaatan ular oleh manusia semakin beragan1 macamnya, diantaranya sebagai obat, bahan baku produk fashion, dan juga sebagai binatang peliharaan. Makin beragam dan banyaknya pemanfaatan ular oleh manusia dapat mengakibatkan semakin tingginya tingkat permintaan akan ular. Jika melihat kondisi lingkungan saat ini, dimana tekanan terhadap habitat sahva semakin tinggi, maka sudah saatnya manusia tidak lagi mengandalkan dam untuk memenuhi kebutuhan &an satwa. Penangkaran adalah jalan keluar untuk dapat memenuhi kebutuhan sahva tanpa hams memburunya di alanl. Mengelola usaha penangkaran bukanlah ha1 yang mudah, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Penelitian ini menitikberatkan pada aspek teknis penangkaran. Penelitian dilakukan di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia TMII. Kedua penangkaran tersebut mempunyai tujuan yang berbeda dalam pengelolaan penangkarannya. CV Terraria bergerak untuk tujuan ekonomi, sedangkan Taman Reptilia TMIl bergerak untuk tujuan wisata.
CV Terraria dan Taman Reptilia TMII memiliki bentuk dan sistem penangkaran yang sama, yaitu penangkaran exsitu dengan sistem pengelolaan intensif. Dalam pengadaan bibit,
CV Terraria mendapatkannya dari alam dan hasil breeding, sedangkan Taman Reptilia TMII mendapatkannya dari penangkar lain, sumbangan, dan import. PemiIihan bibit di CV Terraria dilakukan berdasarkan warna ular, kesehatan ular, dan asd daerah. Kriteria tersebut dimaksudkan supaya didapatkan calon induk yang berkualitas. Di Taman Reptilia, pemilihan bibit berdasarkan keunikan jenis sehingga dapat menarik perhatian pengunjung. Ular yang baru datang akan diadaptasikan dan diaklimatisasikan terlebih dulu sebelum disatukan dengan ular yang lain. Hal ini dilakukan untuk mengurangi stres akibat pinch!! 4e l i ~ g h n g a ayag
bar^ dul wtuk mc~cegah~ a s u l a y apcnyakit dari lux. Teknik
adaptasi dan aklimatisasi di CV Terraria dibedakan untuk jenis yang tidak ditangkarkan dan untuk calon indxk. Lama pengkarantinaan untuk jenis yang tidak ditangkarkan adalah 1-2
minggu dan calon induk selama 2 tahun. Di Taman Reptilia, teknik adaptasi dan aklimatisasinya sama untuk semua jenis, lamanya 1-2 minggu. Sistem perkandangan di CV Terraria dibagi berdasarkan umur ular, ukuran ular, fungsi kandang. Taman Reptilia membaginya berdasarkan fungsi saja. Bentuk dan ukuran kandang yang digunakan dikedua tempat tersebut berbeda. CV Terraria memilih bentuk dan ukuran kandang yang kecil dan sederhana. Bahan pembuatan kandang terbuat dari plastik dengan substrat berupa kertas koran. Pemilihan tersebut didasarkan atas kepraktisan, kemudahan dalam memperoleh kandang, dan juga keefisienan tempat. Kandang di Taman Reptilia berukuran besar dan terbuat dari kaca. Kandang didesain seindah mungkin supaya terlihat alami dan menarik. Dalam ha1 pakan, jenis pakan yang diberikan di CV Terraria dan Taman Reptilia berbeda. CV Terraria memberikan tikus putih seminggu sekali, sedangkan Taman Reptilia memberikan anak ayam sebagai pakan utama dan marmut sebagai pakan selingan. Pemberian pakan utama dan pakan selingan dilakukan seminggu sekali pada hari yang berbeda. Pakan selingan diberikan untuk menutupi kurangnya zat kalsium pada anak ayam. Mattison (1988) menyatakan bah~rakandungan zat kalsium pada anak ayam tergolong rendah sehingga kurang baik untuk pertumbuhan sahva. Pakan diberikan dalam keadaan hidup. Penyakit pada ular dapat disebabkan oleh stres, sanitasi kandang
yAg kurang baik,
dan tcrtular penyakit yang berasal dari daerah lain (Maiiison 1988; Hoaegger, 1975). Penyebab penyakit yang terakhir merupakan ha1 yang dapat menyebabkan penyakit parah ataupun kematian pada ular. Penyakit yang menyerang ular di CV Terraria adalah mouth-rot> radang gusi, flu, kutu, cacing, dan konstipasi. Penyakit yang menyerang ular di Taman Reptilia adalah mouth-rot, radang gusi, kutu, cacing, maag, flu, dan anoreksia. Yenyakit yang sering menyerang ular di kedua tempat tersebut umumnya adalah penyakit yang ringan, oleh karena itu penanganannya dilakukan sendiri oleh pengelola. Obatdbatan yang digunakan merupakan obat-obatan yang digunakan oleh manusia, hanya dengan dosis yang berbeda. Kegiatan reproduksi di CV Terraria merupakan suatu ha1 yang sangat penting. Kegiatan ini biasanya dimu1ai'~adabulan April. Persiapan-persiapan yang dilakukan meliputi persiapan kandang dan persiapan induk. Induk yang siap kawin diketahui dari kulitnya yang teilihat berntinyak clan jika dserah tli sekitar kloaka. diieka~lmaka a h keluar ~aiiail benvarna putih pada induk jantan dan benvarna coklat pada induk bstina. Keberhasilan perkawinzn dapat diketahui 1 bulan se~elabnjja.Waktu d x i fertilisasi hingga uular bertelur adalatl 7 i hari. J~%:ahtelur rak-xta iO-is buiir. Tclur yaug Ulgihasilkar, 6ibiarkan dierarni
oleh induknya atau dipindahkan ke inkubator. Suhu inkubator berkisar antara 30°C-32°C dengan RH sekitar 90 %-92 %. Telur akan menetas dalam 53 hari. Berbeda dengan CV Tenaria, kegiatan reproduksi di Taman Reptilia bukanlah hal yang dipnoritaskan. Tidak ada perlakuan khusus terhadap ular-ular yang akan berkembang biak. Ular-ular yang berkembang biak di Taman Reptilia adalah ular-nlar yang dikandangkan lebih dari satu ekor ular dalam satu kandang, seperti ular Taliwangsa, ular Karung, ular Dipong, dan ular Sanca Batik. Telur-telur yang dihasilkan biasanya dibiarkan di kandang atau dipindahkan ke kandang karantina dan diletakkan di suatu kotak dengan substrat b e ~ p a vermikulit. Persentase telur yang dapat menetas tidaklah banyak, kurang dari 50 %. Pengamatan terhadap perilaku reproduksi dilakukan di CV Terratia pada ular Sanca Hijau (Chonropyfhon viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan AN. Perilaku reproduksi yang tejadi meliputi perilaku mendekati pasangan, courtship, dan kopulasi. Waktu rata-rata yang diperlukan oleh ular Sanca Hijau yang berasal dari Papua untuk melakukan pendekatan, courtship, dan kopulasi secara berturut-tumt adalab 9,67 menit, 123 menit, dan 621,67 menit. Total waktu mulai dari pendekatan hiigga selesai kawin adalah 932 menit atau 15 jam 32 menit. Sedangkan untuk ular Sanca Hijau yang b e d dari Kepulauan AN, waktu rata-rata yang diperlukan untuk pendekatan, courtship, dan kopulasi adalah 13 menit; 101,67 menit, dan 680,67 menit. Total walcdunya 944 menit atau 15jam 44 menit. Dari hasil perhitungan didapatkan thi,,, untuk pendekatan, courtship, dan kopulasi masing-masing sebesar 0,79; 0,38; dan 0,30. Jika dibandigkan tub, yang nilainya sebesar 4,604 maka dapat diambil kesimpulan bahwa durasi dari tahapan perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Am tidak berbeda nyata atau dapat dikatakan relatif sama. Penilaian terbadap aspek teknis penangkaran dilakukan dengan mengacu pada Rancangan Pedoman Standar Kualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar dari Departemen Kehuianm. Skor maksilncuii h
i
minimuin untuk CV Teiianiaadaiab 2,;865
hi
0,4773, sedangkan untuk Taman Reptilia adalah 2,429 dan 0,4858. Total skor yang diperoleb oleh CV Terraria adalah 1,9085, sedangkan Taman Reptilia sebesar 1,6018. Total skor keduanya masih diatas nilai rata-rata dari total skor masing-masing. Hal ini menandakan bahwa penerapan asp& t e h i s di ksdua penmgkaran tersebut tergolong c ~ h baik. p Jika dibandingkan antara keduanya, maka CV Terraria memiliki nilai yang tinggi. Artinya pelaksanaan aspek teknis di CV Terraria lebih maksimal daripada di Taman Reptilia TMII.
KAJlAN TEKNM PENANGKARAN
ULAR SANCA HIJAU (Chondropython viridis) Dl CV TERRARIA INDONESIA DAN TAMAN REPTILU TAMAN MINI INDONESIA INDAH
ATIT KUSUMA HAPSARI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gela~ Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOSOR BOGOR 2004
: K ~ J I A NTEKNIK PENANGKARAN ULAR SANCA HIJAU
Judul Penelitian
(Chondropython viridis) DI CV TERRARIA INDONESIA DAN TAh4AN REPTILIA TAMAN MMI INDONESIA MDAH Nama Mahasiswa
: ATlT KUSUMA HAPSARI
Nomor Pokok
: E03498045
Departemen / Fakultas
: KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN / KEHUTANAN
Pembimbing I1
Pembimbing 1
f
Ir. Agus Priyono, MS
Ir. Burhanuddin Masy'ud, MS
Tanggal :
Tanggal :
Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Surnberdaya Hutan Fakultas Kehutanan
Tanggal:
, i
:i
'-
FEB 2004
RIWAYAT HIDUP Atit Kusuma Hapsari lahir di Jakarta tahun 1979. Pemah bersekolah di Sekolah Dasar Negeri VI Ciputat Tangerang dan lulus pada tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama 19 di Jakarta dan lulus pada tahun 1995. Setelah itu, bersekolah di Sekolah Menengah Umum 70 Bulungan Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Selama menuntut ilmu di SMU 70, pemah mengikuti kegiatan ekstrakulikuler Palang Merah Remaja (PMR) dan Rohani Islam. Pada tdlun 1998, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), mulai melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor tepatnya di Fakultas Kehutanan Jumsan Konservasi Sumberdaya Hutan. Bulan Juli-Agustus 2001 mengikuti Praktek Umum Kehutanan (PUK) di jalur Cilacap-Baturraden dan Praktek Umum Pel~genalanHutan (PUPH) di Pemalang-Pekalongan. Bulan Maret-April2002 mengikuti Praktek Keja Lapang (PKL) di
HTI Mumi Sagu PT National Timber and Forest Produk di Riau. Saat menuntut ilmu di fakultas tersebut, pernah juga mengikuti kegiatan Kelornpok Pemerhati Reptil dan Amphibi
(KPRA) yang terdapat di ban& naungan Himpunan Mahasiswa Konservasi (Himakova).
KATA PENGANTAR Skripsi dengan judul "Kajian Teknik Penangkaran Ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) di CV Terraria Indonesia d a i Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah" ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah selama 4 bulan. CV Terraria Indonesia dan Tanian Reptilia TMII menipunyai tujuan yang berbeda dalam pengelolaan penangkarannya, yang satn bergerak untuk tujuan ekspor dan yang satunya lagi bergerak untuk tujuati wisata. Skripsi ini membahas mengenai aspek teknis penangkaran yang diterapkan di kedua tempat tersebut. Bab pertama &lam skripsi ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan manfaat dari penelitian. Bab kedua me~apakantinjauan pustaka hasil studi literatur mengenai biologi ular secara m u m dan juga mengenai aspek teknis penangkaran nlar. Tinjauan pustaka ini dijadikan bahan acuan atau pun bahan perbandingan dengan kondisi di lapangan. Bab ketiga adalah metodologi penelitian yang berisi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data di lapangan, dan pengolahan data yang telah diperoleh. Kondisi umum kedua pemsahaan dapat dilihat pada bab keempat. Bab kelima l n e ~ p ~ k aliasil ~ l dan penibahasan penelitian ini yaig nieliputi bentuk dan sisteni penangkaran, pengadaan bibit, adaptasi dan akliniatisasi, perkandangan, pakan satwa, penyakit dan kesehatan, reproduksi dan teknik penetasan telur, perilaku reproduksi, clan penilaian aspek teknis penangkaran. Bab keenam atau bab terakhir dari skripsi ini berisi kesimpnlan dan saran dari penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang dapat memperbaiki kekurangan skripsi ini akan diterima dengan pikiran terbuka. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Bapak Ir. Agus Priyono, MS dan Bapak Ir Burhanuddin Masy'ud, MS selaku dosen pembimbing, serta Bapak Ir. Nana Mnlyana Arifjaya, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinnjaji selaku dosen penguji, juga pada Bapak Budiyanto Tasma (Direktur CV Terraria) dan Ibu Ir. Erny Maryanti (Asisten Manager Taman Reptilia TMII) beserta staf-stafhya yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Dzn +aklupa, terima kasih banyak pada keluarga dan temanteman yang selaln ~nemberidukungan selama penyusunan skripsi ini.
DAFTAR IS1 DAFTAR IS1 ...................... ;.................................................................
i
DAFTAR TABEL
111
DAFT-
...
GAMBAR ...............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN I.
iv
v
PENDAHULUAN A. Latar Belakan
1
B. Tujuan Penelitian
2
C. Manfaat Peneliiian.........................................................................
2
I1. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ular ............................................. B. Morfologi Ular ...............
,...............................
3
..................... 3
C . Distribusi dan Geografi Ular
4
D. Perilakn Ular ................................................................................
4
1. Basking (beje~nur)...........
5
2. Makan .....................................................................................
5
3 . Shedding (ganki kulit) .........
3
4. Reproduksi............................................................................... 6
..
5 . Pertahanan dm ........................................................................... 7 E. Pemanfaatan Ular ........................................................................... 8 ..
F . Defimsi Penangkarm .......................................................................
9
G. Ketentuan-ketentuan Dalam Usaha Penangkaran......................................
9
H . Aspek Teknis Penangkaran...............................................................
10
1. Bentuk dan Sistem Penangkar
11
9 . &tenag&eij:rjzsn .........................................................................
18
.. 2. Pengadaan Blbtt ..........................................................................I 1 3 . Adaptasi dan Aklimatisasi............................................................. 11 4 . Perkandangan............................................................................ 12 5 . Pakan dan Air ............................................................................ 12 6 . Fenyakit dan Perawsm Kesehaian .................................................. 13 15 7 . Reproduksi dan Teknik Penetasan Telu 8. Pemcliharaan Satwa..................................................................... 17
HI. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...... ... ... ... ......... ... ... ... ...... ...... ... ...... .. . ... ..19
..
B. Metode penellban ... ... ......... ...... ...... ......... ......... ...... ...... .., ,...... ,... .,..19 1. Alat-alat.: .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...... ... .,. ... .,. ... .,.,.. ... ... I 9 .
2. Metode pengambilan data
9
a. Studi literatur... ...... ... ... .......... .. .................. ... ... ......... ...... ... ... 19 b. PengamSilan data di lapangan 3. Metode analisis data
19 21
a. Perilaku reproduksi... ... . .. ... ... ... ... ... ... ...... ... ... .. . ... ... . .. ... ... ... ... .. 21
b. Penilaian aspek teknis penangkawn...
22
N . KONDISI UMUM PERUSAHAAN A. CV Ternria Indonesia...... ... ...... ... ... ...
24
B. Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indal
25
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Benluk dan Sistem Penangkar
27
. B. Pengadaan Blb~t... .. . ... .... .. ... ... ... ... ... ...... ...... ... .. . ... .. . ...... ... ... . .. ... . .. .27 .
C. Adaptasi dm Aklimatisas'
29
D. Perkandangan... ... . .. ... ... ...... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... 3 I E. Pakan Satwa... ... ... ... ......... ......... ... ...... ...... ... ...... ... ... ... ... ... ... ....... .45 F. Penyakit dan Kesehatan...... .. . ... ... ... ..................... ...... ............ ... ...... 48
G. Reproduksi dan Teknik Penetasan Telur.. .... ... ...... ...... ... ...... ... . .. ... ...... .. 51 5 H. Perilaku Reproduksi...... ............ ... ... ... I. Penilaian Aspek Teknis Penangkamn.. . ............... ...... ... ... ...... ... ...... ... ...60 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......... ... ...... ......... ...... ... ... ... ...... ...... ...... ...65 DAFTAR PUSTAKA ... ... ... ...... . .. ... ... ... ... ...... ...... ...... ....... ...... ... ... ....,, ......67 LAMPIRAN
Tabel 1. Distribusi famili ular di dunia
...............4
Tabel 2 . Penyakit-penyakit akibat ketidakseimbangan zat makanan .........................14 Tabel 3 . Indikator dan penilaian terhadap aspek teknis penangkaran ........................ 22 Tabel 4 . Jumlah pengunjung Taman Reptilia TMII ............................................. 26 . TabeI 5. Sumber bibit ular di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII........................ 27 Tabel 6 . Adaptasi dan aklimatisasi yang dilakukan di CV Terraria dan Taman Reptilia
TMI
............................29
Tabe! 7. Pembagian kandang ular di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII ............... 32 Tabel 8. Pengaturn pemberian pakan di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII ......... 45 Tabel 9. Durasi dan frehensi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua .........................................................
56
Tabel 10. Durasi dan frehensi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Kepulauan
56
Tabel 11. Penilaian aspek teknis penangkaran di CV Terraria dan Taman Reptilia TMIL.60
DAFTAR GAMBAR @unbar 1 . Struktur organisasi CV Terraria Indonesia.......................................... 24 Gambar 2. Struktur organisasi Tarnan Reptilia TMII
26
Gambar 3. Papan penunjuk kandang.............................................................
39
Gambar 4 . Denah kandang di CV Terraria Indonesia
42
Gambar 5. Denah kandang di Taman Reptilia TMII ........................................... 44 Gambar 6. Peternakan tikus yang terdapat di CV Terraria ....................................
47
Ganlbar 7. Alat sesing dengan ber~nacamukuran .............................................. 52 Gan~bar8. Inkubator yang digunakan di CV Terraria ..........................................54 Gambar 9. Telur ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang telah menetas ........... 54 Gambar i O. Perilaku mendekati pasangan ......................................................... 57 ...
Gambar 11. Perilaku bercumbu (courtship)...................................................... 58 Gambar 12. Perilaku kopulasi ......................................................................
59
Gambar 13. Kandang untuk ular berukuran kecil ................................................ 69 Gambar 14. Kandang untuk ular bedcuran sedan
69
Gambar 15. Kandang untuk ular berukuran besar ................................................ 69 Gambar 16. Kandang untuk ular berukuran sangat besar ....................................... 69 Gambar 17. Kandang pembiakkan..................................................................69 Gambar 18. Kandang pameran luar berukuran kecil ............................................. 70 Gambar 19. Kandang pameran luar berukuran besar
70
Gambar 20 . Kandang pameran luar berukuran sangat besar .................................... 70 Gambar 21. Kandang pameran dalam berukuran kecil .......................................... 70 Gambar 22. Kandang pameran dalam berukuran besar ..........................................70
DAFTAR LAMPIRAN 1. Gambar kandang ular yang dipergunakan di CV Terraria Indonesia..................... 69 2 . Gambar kandang ular yang dipergunakan di Taman Reptilia TMII...................... 70 3 . Hasil pengamatan perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropythonviridis)
yang berasal dari Papua ........................................................................ 71
4 . Hasil pengamatan perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropyfhonviridis) y a ~ gberasal dari Kepulauan Aru .............................................................
72
5 . Perhilungan uji beda terbadap rata-rata dari data durasi perilaku reproduksi ............ 73 6. Dab stock keadaan hewan di CV Terraria Indonesia .................................... 77
7. Daftar nama reptil-amphibi yang terdapat di Tanan Reptilia TMII ...................... 83
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ular merupakan salah satu hewan dari kelas Reptilia yang hidup di sebagian besar belahan dunia dan menghuni berbagai habitat, mulai dari hutan, padang pasir hingga perairan. Bentuk tubuhnya yang menyerupai pipa, tanpa lengan dan kaki, dan kulitnya yang bersisik adalah ciri-ciri u m m dari ular j a g sudah tidak asing lagi di,mata manusia. Hubungan antara manusia dengan ular adalah hubungan yang unik dan kompleks. Sejak berabad-abad jlang lalu hingga sekarang, manusia memiliki persepsi yang berbedabeda mengenai hewan reptilia ilii. Sebagian manusia menganggap ular adalah jelmaan setan yang berada di dunia untuk mengganggu kehidupan manusia. Berbagai macarn ramuan: mantra, dan jimat digunakan untuk menjauhkan ular dari din dan lingkungan mereka. Namun, ada juga manusia yang menganggap ular adalah hewan yang memiliki kekuatan untuk mempepanjang usia dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pemanfaatan ular oleh manusia diiakukan untuk berbagai macan1 tujuan. Ada orangoraug yang memelihara dan menyembah ular karena mereka percaya ular memiliki kekuatan mistis. Selain itu, ular juga dipelihara untuk kesenangan dan hobi. Ular juga dimanfaatkan untuk obat dari berbagai macanl penyakit, mulai dari penyakit kulit hingga penpakit dalam. Dan yang tidak kalah populer adalah pemanfaatan kulit ular sebagai bahan baku dalan: produk-produk fashion, seperti dompet, sepatu, tas, danjaket. Beragamnya pemanfaatan ular oleh manusia yang kian lama kian meningkat menyebabkan tingginya tingkat permintaan akan ular. Pemenuhan terhadap permintaan tersebut diperoleh dari usaha penangkaran, tetapi ada juga yang berasal dari perburuan di dam. Perburuan ular di alam yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan penurunan popuiasi ular. Hasil penelitian Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM menyebutkan bahwa di tahun 2001, jumlah ular rang ditangkap dan diperjualbelikan oleh pemburu di Yogyakarta adalah sebanyak 76.000 ekor ular per bulannya. Jika perburuan ini terus berlangsung, maka keseimbangan ekosistem akan terganggu. Dampaknya tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi manusia. Oleh karena itu, perburuan liar h m s segera diatasi. Salah satu caranya adalah dengan menyadarkar, masyarakat mengenai damp* perbums1 liar terhadap ekosistem. Pemanfaatan satwa secara lestari dapat dilakukan melalui usaha penangkaran. Penangkaran merupakan usaha pemanfaatim satvia secara lestari yag sesuai dengan hqxkum
di Indonesia. Pada usaha penangkaran, satwa sengaja dikembangbiakkan dan hasilnya digunakan baik untuk tujuan konservasi maupun untuk tujuan komersial. Pengelolaan usaha penangkaran tidaklah semudah yang dibayangkan. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh para penangkar untuk menjamin kelangsungan usahanya, antara lain aspek hukum, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, dan juga aspek teknis penangkaran. Penelitian
ini lebih dititikberatkan pada aspek teknis penangkatan. Aspek-aspek teknis tersebut meliputi bentuk dan sistem penangkaran, pengadaan bibit, adaptasi dan aklimatisasi, perkandangan; pakan dan air, penyakit dan perawatan kesebatan, serta reproduksi dan teknik penetasan telur.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : a. Mengetahui teknik-teknik penangkaran ular yang diterapkan pada ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII. b. Menilai dan membandingkan teknik-teknik penangkaran yang diterapkan di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII. 2. Tujuan Khusus :
a. Mengamati perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Aru di CV Terraria. b. Menganalisa persmaan dan perhedam perilaku reproduksi ular Sanca Hijau
(Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan.Am di CV Terraria.
C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai teknik-teknik penangkaran ular secara m u m .
a. TJNJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ular Secara sistematik, ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) dalam kelas Reptilia dapat diklasifikasikan Wattison, 1988; Goin et al., 1978), sebagai berikut : Class Reptilia Ordo Testudines Ordo Rhynchocephalia Ordo Squamata Subordo Amphisbaenia Subordo Serpentes Family Boidae Genus Chondropython Species Chondropyrhon vrridis Subordo Sauna Ordo Crocodylia Ular termasuk dalam subordo Serpentes. Terdapat sebelas (1 1) famili ular yang tersebar di seluruh dunia, yaitu famili Typhlopidae, Anomalepidae, Leptotyphfopidae, Acrochordidae, Aniliidae, Boidae, Uropeltidae, Xenopeltidae, Colubridae, E!apidae, dan Viperidae (Goin et al., 1978; Moms &Moms, 1965).
B. Morfologi Ular Ular memiliki tubuh yang panjang seperti pipa, seluruh tubulmya tertutup oleh sisik. Ukuran ular be-,
mulai dari yang berukuran 100 milimeter hingja mencapai 9 meter
(Goin et al.,1978). Panjang ekor ular tidak pemah lebih panjang dari badannya dan ekomya juga tidak bisa berregenerasi (Hedinger, 1975). Shuktur mata ular termasuk unik, ular tidak memiliki kelopak mata tapi di matanya terdapat suatu membran sebagai pelindung yang disebut brille (Moms & Morris, 1965). Monis & Morris (1965) juga menyatakan bahwa ular tidak memiliki telinga luar. Ular menangkap getaran suara melalui tulang rahangnya, kemudiz~ke tdmg gang aLilli rxileitiskan getaran suzra ierse'o-ti. Ulaz mevipunyai l i h h yang panjang dan bercabang, lidah ini menangkap paxtikei kimia dari udara. Hal ini memiliki peranan penting dalam mengidentifikaji mangsa, musuli, dan juga pasqan 1975).
(Goin et al.,
.
C. Distribusi dan Geografi UIar Ular mendiami berbagai macam habitat di dunia, kecuali di kutub. Mereka dapat ditemui di bawah tanah, sungai, rawa, pepohonan, gum pasir, bahkan laut. Terdapat
* 2700
jenis ular di dunia (Goin et al.,1978). Distribusi famili ular di dunia dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Distribusi famili ular di dunia.
aral dari An~erikaUtara
(Sumber : Goin et al., 1978; Moms &Moms, 1965) Penyebaran ular berbisa terbanyak di dunia terdapat di Asia, kedua di Amerika (hampir 100 jenis ular berbisa dapat ditemui di benua tersebut), ketiga di Afrika dan Australia dengan jumlah ular berbisa antara 70 hingga 80 jenis, clan yang terakhir adalah Eropa, yang hanya memiliki 7 jenis ular berbisa (Moms & Moms, 1965). D. Perilaku Ular Perilaku adalah gerak-gerik atau respon sabva terhadap faktor-faktor pang mempengaruhinya, baik pang bersifat internal maupun faktor yang bersifat ekstemal. Ular bukanlah heman yang &if, sebagian hesar waktunya riihabiskw. da1a.n kondisi d i m (Moms &Moms, 1965). Beberapa perilaku yang dilakukan oleh ular, sebagai berikut :
1. Basking (bejemur) Ular, sebagai salah satu hewan reptilia, tergolong dalam hewan poikiloterm. Laju metabolisnya rendah dan ular tidak dapat memproduksi panas yang diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuhnya (Goin et al., 1978). Reptilia hams menyerap panas dari lingkuugan, seperti tanah, air, udara, sinar matahari, dan juga permukaan dari tempat mereka beristirdlat. Pada pagi hari, ular akan keluar dari sarangnya untuk bebejemur hingga suhu tubuh yang diperlukan untuk beraktivitas tercapai. Perilaku iui dikenal dengan istilah basking. Suhu yang diperlukan oleh hewan reptilia untuk dapat melakukan aktivitas berkisar antara 4OC - 46OC (Goin et al., 1978). Pada suatu usaha penangkaran, basking dilakukan pada
pagi hari selama 15 menit per minggu (Junaedi, 1999). 2. Makan Reutang menu makanan ular sangat lebar, dari serangga seperti rayap hingga babi &pat ditemukan dalam menunya (Monis & Monis, 1965). Untuk memperoleh makanan, ular sanca hijau mengamati mangsanya, saat mangsanya lengah ular &an menggigitnya dan membelitnya hiugga mangsa mati lemas. Setelah itu ular baru menelan mangsanya dengan posisi kepala terlebih dahulu (Kustiarto, 2002). Beberapa jenis ular tidak kesulitan dalam menelan mangsanya yang masill bergerak, namuu ada juga beberapa jenis ular yang tidak dapat melakukannya. Oleh karena itn, beberapa jenis ular melumpuhkan mangsanya terlebih dahulu sebelum memakannya. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk melumpuhkan mangsa, yaitu dengan membelitnpa hingga lemas dan dengan bisanya yang beracun (Moms & Moms, 1965).
3. Shedding (ganti kulit) Proses shedding dimulai dengan penggosokan wajah ular pada suatu permukaan yang kasar. Setelah kdit di sekitar bibimya terkelupas, ular akan bergerak inaju untuk melepaskan kulit lamanya sedikit demi sedikit (Moms & Moms, 1965). Pada saat shedding, yang terkelupas adalah lapisan jaringan luar dari epidermis. Ketika siklus shedding tejadi, lapisan jaringan l u x akan terpisah secara simultan pada seluruh hagian tubuh der~gan iapisan jarir.gzn dalm. Lapisan janngan dalam im meuggantikan lapism jaringan iuar yang telah terlepas (Goin et al., 1978). Jika uIar menemui kesulitan saat proses shedding, ular akan berguling dengan sekuat tenaga untuk melepas~andin dari kuiit lamamya. Iiesiko dari perilaku ini adalah ada
kemungkinan kulit lamanya robek. Untuk mengatasinya, ular akan menggesek-gesekan badannya selama beberapa hari sampai kulit terakhimya terkelupas (Moms & Morris, 1965). Di penangkaran, anakan ular yang mengalami kesulitan saat shedding akan dipindahkan ke kandang yang dilengkapi dengan Iumut basah (Junaedi, 1999). Anak ular berganti kulit lebih sering daripada ular deivasa (Moms & Moms, 1965). Morris & Moms (1965) juga menyatakan bahiva frekuensi pergantian kulit lebih dipengamhi oleh temperatur lingkungan. Kenaikan 10°F akan menyebabkan peniugkatan frekuensi shedding menjadi dua kali lebih banyak. Proses shedding dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa hari. Pada saat ini ular dalam kondisi yang rentan sehingga umumnya ular akan bersembunyi selama beberapa hari.
4. Reproduksi Musim berbiak ular di daerah temperate diatur oleh tem~jeraturclan photoperoidisme, sedangkan di daerah tropika kebanyakan ular dapat bereproduksi sepanjang tahun (Goin et al., 1978). Reptil siap berbiak uralau belum mencapai ukuran maksimalnya. Pada beberapa jenis, kematangan seksual lebih tergautung pada ukuran (Blum, 1986). Ular dm kadal butuh
~vaktukira-kira tiga tahun untuk mencapai kematangan seksual (Goin et al., 1978). Di penangkaran, ular biasanya akan berbiak setelah ganti kulit. Ular yang akan berbiak biasanya tidak memiliki nafsu makan. Ular jantan dikatakan siap berbiak jika gelisah saat didekatkan dengan ular betina, sedangkan betina yang siap berbiak akan mendekati jantan tersebut (Junaedi, 1999). Tahapan perilaku reproduksi pada sebagian besar vertebrata terdiri dari dua fase (Blum, 1986), yaitu : a. Fase seksual 4
Mendekati pasangan Pada tahap ini peran betina sangatlah pasif, ular jantanlah yang akan mendekati pasangannya. Ular jantan menemukan dan mengenali betina melalui bau (Moms & Morris, 1965).
t
Courtship (bercumhu) Courtship merupakan perilaku yang dapat memicu tejadinya kopulasi (Moore, 1987). Pada saat ini ular jantan menyentuh ular betina dengan dagu dan lidahn~ra,lalu ular jantan akan melilitkan ekomya pada betina (Goin et al., 1978). Ular jantan
,
membelit betina sambil meraba lubang kloaka betina. Ular betina yang mulai terangsang akan membalas dan mengikuti gerakan membelit dan melingkari yang dilakukan oleh ular jantan. Hal ini dilakukan hingga betina mengalami rangsangan yang ditandai dengan membesamya lubang kloaka (Sentanu, 1999). t
'
Kopulasi Kopulasi adalah proses bersatunya organ reproduksi jantan dan betina (Moore, 1987). Kopulasi dimulai dengan masuknya organ reproduksi ular jantan (hemipenis) ke &lam kloaka betina dengan melakukan gerakan-gerakan untuk mendorong (Sentanu, 1999). Kopulasi dapat berlangsung selama beberapa menit, jam, bahkan ada juga y i g sampai beberapa hari (Moms & Moms, 1965).
b. Fase perawatan anak Ular piton umumnya mengerami dan menjaga telumya hingga menetas. Ular dari genus ini termasuk temogenik, mereka dapat menaikan suhu tubuhnya hingga beberapa derajat dan suhu lingkungan untuk mengerami telumya (Blum, 1986). Fertilisasi pada reptil umumnya tejadi beberapa saat setelah kopulasi, namun beberapa jenis ular di daerah temperate dapat menyimpan sperma yang masuk ke tubuhnya dan mengatur waktu terjadinya fertilisasi (Goin et al., 1978). Telur biasanya diletakkan di tempat-tempat yang tersembunyi, di bawah dedaunan, ataupun di lubang-lubang (Moms & Morris, 1965). Jumlah telur yang dilmsilkan oleh induk betina bervariasi tergantung dari jellis ulampa. Python reticzrlnhu dapat bertelur hingga 80 butir telur, sedangkan Python molttnrs dapat bertelur sebanyak 10-100 butir telur (Geus, 1992). Di penangkaran, penetasan dilakukan di inkubator. Dan hasil penelitian Junaedi (1999), rata-rata tingkat keberhasilan penetasan telur ular di penangkaran adalah 85,65 %. Setelah menetas, bayi ular lllemiliki struktur dan perilaku yang sama persis dengan induknya (Goin et al., 1978). Ba!i
ular
biasanya lebih agresif dari induknya (Moms &Moms, 1965). 5. Pertahanan din Musuh utama ular adalah manusia, dan yang kedua adalah ular lain (Monis & Morris, 1965). Selain itu, ada juga mamalia yang terkenal sebagai musuh dari ular, yaitu mongoose dan hedgehog. Burung sekretaris dari Afrika, elang, dan rajawali juga dikenal sering memakan ular. Musuh terakhir dari ular adalah tikus hidup yang dimasukkan ke kandang ular sebagai makanan ular itu (Moms & Moms, 1965).
Umurnnya ular lebih memilih untuk menghindar bila bertemu dengan musuhnya, namun jika terpaksa ular juga memiliki beberapa cara untuk mempertahankan din. Ular memiliki wama dan corak yang berbeda-beda. Beberapa ular berbisa mempunyai wama pang mencolok untuk memberi peringatan kepada siapapun yang mendekatinya, namun ada juga ular tak berbisa yang meniru wama dan corak dari ular berbisa untuk menglundari din dari predator (Goin et al., 1978). Sclain itrl, beberapa ular lainnpa memiliki wama dan corak yang mirip dengan habitat mereka sehingga dapat mengelabui musuh ataupun mangsanpa. Ular derik dan kobra memiliki cam yang khas untuk mengusir pengganggunya (Moms & Moms, 1965). Ular derik menggoyangkan ekomya sehingga berderik untuk meruperingati dan mengusir pengganggunya, sedangki kobra menegakan tubuh depannya dan melebarkan daerah di sekitar lehernya, bahkan beberapa jenis kobra dapat meludahkan racun untuk melumpuhkan musuhnya. Ular yang tidak berbisa mempertahankan din dengan menggigit lawannya, menusuk dengan ekomya seperti Tjyhlops dan Oligodon, atau mendorong lawannya dengan kepala seperti ular m p u t (Moms & Moms, 1965).
E. Pemanfaatan Ular Sejak dahulu ular telah banyak dimanfaatkan oleh manusia. Di India dan Birina, ular digunakan dalam suatu pertunjukan, contolmya adalab peniup seruling dengan ular kobranya (Morris & Morris, 1965). Selain ulamya itu sendiri, semua bagian dari ular juga dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutul~an.Kulit ular banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan dasi, ikat pinggang, kantung tembakau, tas tangan, sepatu, koper, dan penutup kursi. Kulit ular bahkan juga telah digunakan untuk mencegah dan mengobati rematik, radang tenggorokan, krarn, sakit punggung, dan juga keseleo (Moms & Moms, 1965). Daging 1lla.r tehh di!co~?sumsio!sh masyarakat
&. sc!urui~ be:dxin dunia. Dagii~g
ular tersebut dikonsumsi sebagai bahan makanan ataupun obat (Morris & Moms, 1965). Pada tahun 1938 di Amerika Utara, menu .masakan yang terbuat dari ular derik dapat ditemui di restoran. Sebagai obat, daging ular serta lemaknpa dipercaya dapat mengobati gatal-gatal dan koreng-koreng (Wibowo, 2000). Daging ular juga dikonsumsi oleh orang-nrang Gina u
n
mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit termasuk TBC, malaria, dan epilepsi (Moms &Moms, 1965). Wibowo (2000) dalamartikelnya menyebutkan bahwa organ kobra diyakini mampu menyembuhkan sekaligus menangkal datangnya penvakit, empedv dm lulumya manjur untuk menyembuhkan sakit pinggang, darahnya bisa menyembuhkan
~
penyakit dalam, dan 0taknj~akonon mampu meningkatkan gairah seksual. Dalam dunia medis, bisa ular dimanfaatkan untuk membuat serum sebagai pengobatan terhadap gigitan ular berbisa (Moms & Moms, 1965).
F. Definisi Penangkaran Definisi penangkaran telah banyak dikemukakan oleh banyak orang. Pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 1999 disebutkan bahwa penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan sahva liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Pembesaran itu sendiri adalah upaya memelihara dan membesarkan benih atau bibit anakan dari tumbuhan dan satwa liar dengan tetap
mempertahankan kemumian jenisnya. Helvoort (1986) dolorn Alikodra (1993) menyatakan penangkaran satwa liar addah perkembangbiakan dan pemeliharaan sahm liar dalam keadaan terkurung oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan penangkaran satwa liar terbagi menjadi dua, jlaitu penangkaran untuk tujuan konservasi dan penangkaran untuk tujuan sosial-ekonomi-budaya. Penangkaran untuk tujuan konservasi adalah penangkaran yang menunjang usaha-usaha pelestarian jenis-jenis sahr-a serta plasma nutfahpya, scdangkan penangkaran untuk tujuan sosial-ekonomi-budaya adalah penangkaran yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia (Masy'ud, 200 1).
G. Ketentuan-ketentuan Dalam Usaha Penangkaran Dalam UU No. 5 tahun 1990 dinyatakan bahwa pemanfaatan jenis sahva liar dapat dilaksanakan dalarn bentuk penangkaran. Kegiatan penangkaran dapat dilakukan oleh orang secara pribadi, badan hukum, koperasi, atau lembaga konservasi atas ijin menteri (PP No. 8 tahun 1999, pasal 9). Syarat-syarat yang hams dipenuhi dalam mendirikan suatu usaha penangkaran menurut PP No. 8 tahun 1999, adalah : a. Mempekerjakan dan memiliki tenaga ahli di bidang penangkaran jellis yang bersangkutan. b. Memiliki tempat dan fasilitas penangkaran yang memenuhi syarat-syarat teknis. c. Membuat dan menyerahkan proposal kerja. Peraturan pemerintah tersebut juga mengatu mengenai kewajiban penangkar dalanl menyelenggarakan kegiatan penangkarannya, yaitu : a. Membuat buku induk tumbuhan atau satwa liar yang ditangkarkan. b. Melaksanakan sistem penandaan dan atau sertifikasi terhadap individu jenis yang ditangkarkan.
c. Membuat dan meuyampaikan laporan berkala kepada pemerintah. d. Menjaga kemumian jenis sahva liar yang dilindung sampai pada generasi pertama. Para penangkar juga diberi hak untuk menjual hasil penangkarannya dengan pertimbangan standar kualifikasi penangkaran (PP No. 8 tahun 1999), sebagai berikut : a. Batas jumlah populasi jenis tumbuhan dan satwa hasil penangkaran. b. Profesior~alismekegiatan penangkaran. c. Tingkat kelangkaan jenis turnbuhan dan satwa yang ditangkarkan.
,
Hasil penangkaran yang boleh diperdagangkan adalah satwa liar generasi kedua dan generasi berikutnya (PP No. 8 tahun 1999; KepMen No. 522Kpts-1111997). Terdapat empat kritena yang hams diperhatikan dalam mengembangkan komoditi sahva liar (Alikodra, 1993), yaitu : a. Objek (satwa liar) Populasinya di alam masih mencukupi, keadaan spesies dan proses pemeliharaannya serta pemanfaatannya relatif tidak berbeda dengan ternak-ternak yang ada, diperlukan untuk mencukupi kebutuhan protein secara nasional, mencukupi kebutuhan untuk kegemarm atau hobi. b. Penguasaan ilmu dan teknologi Pengetahuan tentang ekologi sahm liar serta teknologi sang dikuasai sesual dengan keadaan perkembangan dunia. c. Tenaga terampil
Tenaga terampil temtama digunakan untuk menggali data dasar ekologi, ataupun cam pengelolaan satwa pada proses domestikasi. d. Masjrarakat Hal ini berkenaan dengan sosial dan budaya masyarakat untuk menerima produk atau komoditi sang baru.
H. Aspek Teknis Penangkaran Teknologi penangkaran satwa liar perlu memperoleh perhatian serius, mengingat umurnnya perilaku satwa liar adalah pemalu dan sangat sensitif (Thohari, 1987). Aspek teknis penangkaran yang perlu diperhatikan oleh para penangkar &lam mengelola usaha penangkarannya, sebagai berilwt :
1. Bentuk dan Sistem Penangkaran Berdasarkan bentuk dm sistemnya, penangkaran yang akan menjadi objek penelitian ini a d a l d ~penangkaran exsitu dengan sistem penangkaran intensif. Penangkaran exsitu merupakan penangkaran yang dikembangkan diluar habitat alarninya atau dilingkungan sekitar manusia (Masy'ud, 2001). Sistem penangkaran ditentukan dengan intensitas manusia dalam pengelolaan suatu usaha penangkaran. Sistem penangkaran intensif memiliki ciri-ciri (Masy'ud, 2001), sebagai berikut: a. Dibuatkan kandang khusus. b. Kebutuhan makanan satwa diberikan dan disediakan secarapenuh oleh penangkar. c. Perkawinan satwa diatur, baik dzngan cara kawin alami maupun kawin buatan atau dengan menggunakan teknologi reproduksi lainnya. d. Perawatan kesehatan dan pengendalian penyakit dilakukan secara teratur dan kontinyu. 2. Pengadaan Bibit Bibit untuk keperluan penangkaran dapat diambil dari habitat a l a ~atau sumbersumber lain yang sah, seperti penangkaran lain atau lembaga konservasi (PP No. 8 tahun 1999). Kualitas bibit yang digunakan dalam penangkaran perlu mendapat perhatian serius, khususnya &lam h d variasi genetiknya. Makin tinggi variasi genetik dari bibit yang digunakan makin tinggi kualitasnya sebagai induk, demikian pula kualitas yang diiarapkan pada keturunannya. Thohari (1987) menyatakan bahwa penangkaran satwa liar yang menggunakan bibit dalam jumlah sedikit mempunyai suatu konsekuensi kemungkinan tejadinya inbreeding yang dapat membawa pengaruh jelek dalam kualitas keturunannya. Pada seleksi yang ditujukan untuk menghasilkan kemampuan produksi dari suatu bibit, populasi hewan yang dikembangbiakan hams memiliki persyaratan dalam variasi genetik yang nyata, dan persentase dalam kemampuan menurunkan sifat adalah positif (Thohari, 1987). Vanasi genetik suatu populasi dapat dibasiiican secara buatan dengan hibridisasi ataupun dengan mutasi. 3. Adaptasi dan Aklimatisasi
Eibi: yang dipero!ch dan habitat d a m hzrus ine!zlui proses a&a?tai dan &!imatisasi terlebih dahulu sebelurn dimanfaatkan dalam suatu usaha penangkaran. Adaptasi clan aklimatisasi ini dimaksudkan ~mtukmembiasakan din satwa terhadap lingkugan yang baru
dan juga untuk mencegah masuknya penyakit dari luar melalui satwa terseb~it(Honegger> 1975).
4. Perkandangan
Kandang adalah tempat hidup satwa dengan ukuran tertentu yang diberi batas berupa pagar atau dinding dan atau atap, baik tertutup semua atau sebagian (Masy'ud, 2001). Kandang hams dibuat senyaman mungkin bagi sahva, sehingga sahva dapat tetap melakukan aktivitasnya (Wing, 1951). Bentuk dan ukuran kandang ditentukan berdasarkan ukuran tubuh ular, umur ular, dan juga perilaku ular itu sendiri (www.darkwar.com, 2003). Di penangkaran, kandang berbentuk seperti akuarium tertutup yang terbuat dari bahan kaca atau plastik. Ukurannya 30,5 x 20,32 x 20,32 cm3 untuk anak ular dengan kapasitas maksimum 12 ekor, sedangkan untuk ular dewasa ukummya 70 x 50 x 27 cm3 dengan kapasitas 6 ekor (Junaedi, 1999). Secara umum, kandang ular sebaiknya mempunyai panjang minimal
+
dari
panjang tubuh ular dan lebamya f % dari panjang badan ular ~~._d_a_r~kw~r,r,c.oom, 2003). Kandang juga hams dilengkapi dengan tempat air dan tempat, bertengger atau memanjat, temtama untuk jenis-jenis ular yang biasa hidup di pepohonan. Selain itu, perlu juga disediakan lubang atau tempat bersembunyi bagi ular di dalam kandang sehingga ular dapat merasa lebih m a n dan nyaman. Substrat yang digunakan d a l m kandang bisa bempa kertas koran, wcahan kulit kayu, chips kayu, ataupun bebatuan (www.darkwar.com, 2003). Kertas koran sangat baik jika digunakan sebagai substrat, namun tidak akan terlihat indah untuk kandang pameran. Sedangkan cacahan kulit kayu, chips kayu, dan bebatuan sangat indah bila digunakan sebagai substrat, tetapi sulit untuk membersihkamya bila terkena kotoran. 5. Pakan dan Air
Kebutuhan dasar tiap organisme adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Kekurangan makan secara kuantitatif dapat menyebabkan kelaparan, sedangkan kekurangan secara kualitatif dapat menyebabkan kelemahan secara fisik, rendahnya reproduksi, dan kematian secara perlahan-lahan bila beriangsung dalam jangka panjang ?Xing, 1951). Reptil mendapatkan air dengan minum dan air bebas atau dari air metabolik yang terdapat dalam makanmya (Goin et al., 1978).
Di penangkaran, umumnya ular diberi tikus dewasa dan ayam sebagai rnakanannya dan untuk anak ular diberi tikus, cecak, atau tokek &lam ukuran kecil (Junaedi, 1999). Selain itu, ular juga diberi tarnbahan suplemen seperti Calsona (Ca dan Mg), Davitmon (Vitamin A: B, C, E, dan K), dan Neurobion (Vitamin B dan pengaktif fungsi syaraf). Pemberian pakan dilakukan satu kali seminggu untuk ular de\vasa dan dua kali seminggu untuk anak ular. Kadang beberapa pemelihara ular lebih suka menggunakan makanan beku untuk memberi makan ulamya. Makanan beku mi dianggap lebih baik daripada makanan yang masih hidup karena pemelihara khawafir kalau makanan yang masih hidup tersebut dapat menggigit atau melukai ular (www.darkwar.com, 2003; Breen, 1974).
6. Penyakit dan Peraxvatan Kesehatan Penyakit-penyakit yang biasanya menyerang ular adalah penyakit mulut, kutu: cacing, dan flu (Breen, 1974). Penyakit mulut ditandai dengan gejala bintik putih pada mulut yang lama kelamaan melebar dan akhimya menyebabkan necrosis pada mulut. Penyakit ini termasuk penyakit yang menular, oleh karena itu alangkah baiknya jika ular yang terkena penyakit ini dipisahkan dari ular-ular yang lain. Pengobatan penyakit mulut cenderung mudah, cukup dengan mengoleskan antiseptik pada mulut ulat sccara teratur hingga penyakitnya sembuh. Untuk mengatasi kutu dapat dilakukan dengan langsung mencahutnya dari kulit, tetapi lebih baik dengan meneteskan minyak atau gliserin pada kutu tersebut sehingga nantinya kutu akan terlepas dengan sendirinya (Breen, 1974). Breen (1974) juga menyebutkan tentang pengobatan penyakit flu dalam bukunya, yaitu dengan menempatkan ular yang terkena flu pada kandang dengan suhu 80°F. Umumnya flu akan sembuh dalam beberapa hari, tetapi jika penyakit flunya serius maka untuk mengatasinya hanya dengan menyuntikkan antibiotik. Untuk mencegah masuknya dan penularan penyakit dari luar, sebaiknya ular yang baru datang dikarantinakan terlebih dahulu sebelum disatukan dengan ular-ular yang lain. Pengaturan fasilitas karantina (Honegger, 1975), sebagai berikut : a. Kandang karantina terpisah jauh dari kandang-kandang lainnya. b. Petugas karantina hanya bertugas di kandang karantina dan tidak menangani kandang !aiimya. c. Ular ditempatkan dalam kandang karantina secara individu.
d. Semua kandang hams dapat didisinfektan atau disterilisasi. e. Periksa feses satwa secara rutin untuk mendeteksi penjakit. Penyakit satwa, termasuk ular, juga dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan zat makanan. Jika makanan yang diberikan terlalu berlebihan maka ular dapat menjadi terlalu gemuk. Reptil yang gemuk memiliki tingkat toleransi yang rendah terhadap peningkatan suhu lingkungan, tinzkat infeksi yang tinggi, dan kemandulan bagi reptil janti'n (Wallach & HOE
1982). Sedangkim kekurangan dalam pemberian pakan dapat menyebabkan kematian karena kekurmgan kalori. Penyakit-penyakit yang tejadi karena ketidakseimbangan zat makanan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Penyakit-penyakit akibat ketidakseimbangan zat makanan. Zat Makanan
No. 1.
Penyakit Kelebilian karbollidrat menyebabkan obesitas dan keknrangan
Karbollidrat
dalam jangka panjang &pat menyebabkan Ilypoglycemic sllock. 2.
Protein
Kelebilian protein disertai deludrasi mengakibatkan pernbengkakm dan nyeri pada persendian. Kekurangan protein dapat nlenghanlbat reproduksi dan pernbentukan cangkang telw.
3.
Air
Kekurangan air yang Pala1 dapal uieriggariggu Cungsi ginjal.
4.
Vitamin A
Kekurangan vitamin A dapat menglianlbat peliullibulm. palpebral edema, dan hyperkeratosis.
5. 6.
VitaninB~
Kekurangan Vitamin Bi menyebabkan penurnnan berat badan
Vitainin C
secara iaonis walanpun sahva mendapat cukup makanan. Kekurangan Vitamin C menyebabkan tejadinya mdang pada knlit dan jaringan lendir yang kalau terinfeksi ole11 mikoorganisme dapat mengakibatkan necrotic stomatitis.
7.
VitaminD
Kekurangan Vitamin D pertu!angm
mengakibatkan sendi-sendi pada
Zenjadi kurang lentw
Kelebihm Vitan~in D
menyebabkan pengapuran pada sendi-sendi pertulangan termasuk aorta d m pembnluli d a d ginjal. 8.
VitaminE
Keknrangan Vitamin E mengakibatkan dystrophy pada otot.
9.
Mineral
Kekurangan mineral sering teqadi pada penandapat menyebabkan fibrous osteodystropl~y.
(Sumber Wallacll& Hoff, 1982)
reptil, lial ini
7. Reproduksi dan Teknik Penetasan Telur
Reproduksi atau pengembangbiakkan satwa dalam suatu usaha penangkaran mempakan ha1 yang sangat penting karena indikator keberbasilan usaba penangkaran dapat dilihat dari keberbasilan pengelola dalam mengembangbiakkan satwa yang ditangkarkannya. Terdapat beberapa faktor yang hams diperhatikan dalam mengembangbiakkan reptil (Honegger, 1975), yaitu : a. Ruang Sangatlab penting untuk menyediakan kandang yang cukup luas untuk reptil yang akan dikembangbiakkan, karena pada umumnya reptil perlu ruang yang luas saat bercumbu atau saat melakukan perilaku reproduksinya. b. Suhu Reptil sebaiknya ditempatkan pada kandang dengan suhu optimum bagi reptil untuk dapat melakukan proses psikologisnya. Suhu kandang sebaiknya berkisar antam 25°C 32°C pada siang hari dan 20°C
-
- 2I0C pada malam hari (www.darkwar.com, 2003).
Kandang dapat dilengkapi dengan lubang atau tempat memanjat sehingga ular dapat bersembunyi saat panas lingkungan terlalu tinggi. c. Cahaya
Ular dapat beraktivitas pada siang hari (diurnal) ataupun pada malam hari (nocturnal). Beberapa jenis reptil membutuhkan sinar ultraviolet, khususnya untuk pertumbuban anakan, narnun beberapa jenis ular yang sensitif seperti Diymarchon, Spilotes, dan
Dendroaspis, tidak baik jika terkena siuar ultraviolet secara langsung. d. Kelembaban Walaupun reptil terlindungi dari dehidrasi karena fungsi kulit dan sisiknya, tetap saja kelembaban di kandang h m s diperhatikan, temtama untuk jenis-jenis yang berasal dari hutan hujan tropis clan sekitarnya. Reptil tidak nyaman dengan kelembaban yang terlalu tinggi, bahkan spesies yang berasal dari gurun pun tidak men~ukaijika kelembaban di lingkungannya terlalu tinggi. e. Makanan UIar di penangkaran umumnya diberi makan tikus putih. Sebaiknya sebelum diberikan ke dar, tanis tersebut diberi makan wortel, gandsm, ataupun m p n t . Lebih baik jika ular diberikan tikus yang baru saja dirnatikan untuk menghindari terlukanya ular olei~tikus
tersebut. Selain itu, tikus yang baw saja dimatikan dapat disuntikan dengan multivitamin, tewtama pada masa-masa reproduksi. f. Penentuan jenis kelanin Penentuan jenis kelamin pada ular yang masih mu& sangat sulit dilakukan. Untuk melakukannya perlu digunakan suatu alat tertentu. Lain halnya dengan ular dewasa, ular dewasa lebih mudah dibedakan jenis kelaminnya. Jenis kelamin ular umuinnya &pat ditentukan dengan membandingkan jumlah sisik pada perut atau panjang ekor dengan lebarnya. Metode dengan meraba untuk melihat alat kelamin jantan pada kloaka juga dapat dilakukan. g. Perkembangbiakkan Reptil yang ditempatkan pada kondisi optimal kenlungkinan besar dapat berkembang biak dengan baik. Sebaiknya saat perkembangbiakkan, ular ditempatkan di suatu tempat yang jaub dari aktivitas manusia sehingga ular tidak terganggu. Tiap kandang dapat dilengkapi dengan fasilitas untuk bersarang. Jika setelah beberapa viaktu tidak tejadi perkembangbiakkan maka perlu iiilakukan suatu perubahan untuk mengetahui kondisi optimal yang diperlukan ular tersebut untuk berkembang biak. Dalam suatu perkembangbiakkan perlu diperhatikan garis keturunan ular yang akan dibiakkan. Jangan sampai perkawinan inbreeding tejadi karena ketuman yang dihasilkan dari perkawinan ini umunnya rentan dalam kemampuan reproduksi, kekuatan satwa tidak baik, dan penampilan bibitnya juga kurang bagus. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi tejadinya inbreeding dalam penangkaran (Thohari, 1987) : a. Pengambilan bibit satwa dari populasi yang berbeda. b. Melakukan tes heterozigositas pada satwa yang akan digunakan sebagai bibit. Lebih tinggi derajat heterozigositasnya, nilai satwa sebagai bibit lebih baik. c. Melakukan pencatatan silsilah yang teratur untuk setiap individu yang ditangkarkan.
d. ivfemasukkan individu-individu baru secara bekala, yang bukan nerapakan sat\i-a inbreed atau yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan satwa yang telah ada. Individu barn tersebut &pat berasal dari populasi alam ataupun dari tempat penangkaran lain. !m!ah kdividu M~rn p ~ ~ g k a r yang a n terlalu sedikit jusa dapat mengakibatkan
timbulnya inbreeding. Setidaknya diperlukan 50 individu untuk mempertahankan keragaman genetik dalam suatu penangkaran (Franklin 1980 dulam Primack et al. 1998). Stok hewan w,gkkar dzpat dipped-zrllran bi!a kehilsngan keragman genetiknya sebmyak 2. % - 3 %
per tahun. Kehilangan keragaman genetik dalam 50 individu hanya sebanyak 1 % per tahun sehingga populasi tersebut akan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama (Primack et al., 1998). Selanjutnya telur yang dihasilkan dari perkembangbiakkan ular dipindahkan ke rnang inkubator untuk pengeraman. Sebelum dipindahkan ke mang inkubator, telw-telw tersebut harus diberi tanda pada bagian telw yang menghadap ke atas untuk menandakan posisi mereka di sarang. Media untuk telur dapat bempa campwan peat gravel yang lembab atau campuran '11 peat gravel dengan '13 pasir (Honegger, 1975). Ukuran inkubator beragam, salah satunya berukuran 4 s 4 x 2,5 m3. Suhu dan kelembaban dalam inkubator berkisar antara 26°C
- 30DC dengan kelembaban antara 75 % -
100 % (Junaedi, 1999; Honegger, 1975).
Lamanya pengeraman biasanya antam 59 sampai 69 hari. Pengontrolan terhadap telur-telur di inkubator sangatlah penting untuk dilakukan. Telur yang permukaannya basah dan kotor ataupun berjamur sebaiknya dipisahkan d a i telur lain untnk mencegah penularannya ke telur yang lain. Pengaturan suhu dan kelembaban harus sangat diperhatikan karena berdasarkan beberapa penelitian suhu dan kelembaban yang tidak stabil dapat menyebabkan cacat pada pertumbuhan reptil dalam telur atau kegagalan dalam menetas. 8. Pemeliharaan Satwa Pemeliharaan satwa dimulai dengan pemberian pakan secara secara teratur setiap minggu. Pakan diberikan satu kali seminggu untuk ular dewasa dan.dua kali seminggu untuk anak ular (Junaedi, 1999). Kandang juga hams dibersihkan secara teratur tiap hari dan dijaga agar tetap kering untuk mencegah timbulnya jamur (Junaedi, 1999; Honegger, 1975). Selain kandang, kebersihan ular juga hams dijaga. Anak reptil yang barn menetas beberapa hari sebaiknya dimandikan secara berkala untuk mencegah dehidrasi (Honegger, 1975). Sedangkan ular dewasa di penangkaran dimandikan tiga kali semmggu, dua M i menggunakan air biasa clan satu kali mernakai alkohol (Junaedi, 1999). Basking juga diperlukan untuk menjamin tercapainya suhu optimal bagi ular untuk beraktivitas. Basking dilakukan pada pagi hari selama 15 menit setiap minggunya (Junaedi, 1999). Pemeliharaan ular tersebut bertujuan yapaya pzmimbuhan dar &pat terjaga ciei~ganbaik mudah terserang penyakit.
jnga tidak
9. Ketenagakejaan Pekejaan dalam penangkaran meliputi antara lain pemberian pakan, pembersihan kandang, perawatan terhadap kesehatan, pengembangbiakkan, dan juga pekerjaan administratif. Pekejam-peke jaan tersebut sebaiknya dilakukan oleh sumberdaya manusia yang benar-benar mengerti tentang cara menangani satwa yang ditangkarkan pada usaha penangkaran tersebut. Hal ini dimaksudkan supaya tujuan yang diharapkan dapat t e m j u d dengan baik. PP No. 8 tahy 1999 juga menyebutkan bahwa dalam suatu usaha penangkaran, pemilik wajib mempekerjakan dan memiliki tenaga ahli di bidang penangkaran jenis sahva yang bersangkutan.
IIT. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi penangkaran ular yang terdapat di daerah Jabotabek, yaitu CV Terama Ind. di Gunung Sindur, Serpong dan Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Lama penelitian adalah empat bulan, yaitu pa& bulan April 2003 hingga Juli 2003.
B. Metode Penelitian 1. Alat dan Bahan Kamera Pita ukur Tennometer Stopviatch atau jam AIat-alat tulis Ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan AN @ 3 pasang.
2. Metode Pengambilan Data
a.
Studi literatur Studi literatur dilakukan uutuk mengumpulkan data yang &pat menunjang penelitian dan dapat dijadikan acuan ataupun perbandingan dengan kondisi di lapangan. Data tersebut dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu data mengenai satwanya (ular) dan data mengenai penangkaran. Data tentang ular meliputi klasifikasi, morfologi, distribusi, perilaku, dan pemanfaatannya. Data tentang penangkaran meliputi definisi penangkaran, ketentuan-ketentuan yang mengatur penangkaran, dan aspek teknis penangkaran.
b.
Pengambilan data di lapangan
>
Wawancara Wawancara dilakukan dengan pengelola dan pekeja di penangkaran. Data yang dikumpulkan, sebagai berikut :
(i).
Kondisi umum perusahaan (nama pe~S&aan, tahun berdirinya, tujuan perusahaan, skala perusahaan, status kepemilikan perusal~aan,ketetapan hukum pendirian perusahaan, iokasi perusahaan, dan struktur organisasi pe~sahaan).
(ii).
Bentuk dan sistem penangkaran.
(iii). Pengadaan bibit (asal bibit, jumlah bibit, jenis bibit, ciri-ciri bibit yang dipunakan, cara memperoleh bibit). (iv). Adaptasi dan aklimatisasi. (v).
Perkandangan (klasifikasi kandang, jumlah kandang, tata let& kandang, ukuran kandang, bahan pembuatan kandang, ukuran kandang, fasilitas kandang, substrat, kapasitas kandang, perawatan kandang).
(vi). Pakan (jenis, jumlah, waktu pemberiannya, frekuensi, cara pengadaannya: cara penyajian, penamb&an suplemen dan vitamin). (vii). Penyakit dan perawatan kesehatan (jenis penyakit, cara pencegahan dan pengobatan, jenis obat). (viii). Reproduksi dan teknik penetasan telur (penentuan jenis kelanlin, penjodohan, perkawinan, musim kawin, perswangan, inkubator, jumlah telur, sex ratio, penetasan telur)
(iu). Pemeliharaan (perawatan anakan, perawatan ular Gswasa) (x).
Ketenagakejaan (jenis pekejaan, jumlah tenaga keja, latar belakang pendidikan, pelatihan).
P Pengamatan dan pengukuran Pengamatan clan pengukuran dilakukan terhadap perilaku reproduksi ular sanca. Ular yang diamati perilaku reproduksinya adalah ular Sanca Hijau (Chondropyfhon viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan
h, minimal
masing-masing sebanyak tiga pasang. lnduk yang dikawinkan adalah induk yang
.
memiliki ciri-ciri (Sentanu, 1999), sebagai berikut: ukuran ular jantan 135-142 cm.
-*
ukuran ular betina i42-150 cm. wama induk betina lebih term2 dari uiarjantan.
.
jika kloaka pejantan dipegang biasanya mengeluarkan spema. sikapnya gel~sahd m umumnya setelah shedding tidak nafsu makan lagi.
Perilaku reproduksi yang diamati, meliputi : (i).
Mendekati pasangan Perilaku ini ditandai dengan pergerakan ular jantan mendekati ular betina yang terdapat di kandang tersebut.
(ii). Courtship (Bercumbu) Perilaku ini dimulai saat ular jantan menyusuri dan menyentuh tubuh ular betina.
Pada saat bercumbu ini ular jantan akan melilitkan tubuh dan
ekomya pada ular betina sambil meraba kioaka ular betina. (iii). Kopulasi Kopulasi adalah bersztunya organ reproduksi jantan dan betina (Moore, 1987). Tejadinya kopulasi dimulai dengan masuknya hemipenis ke dalanl kloaka ular betina. Ejakxlasi umumnya tejadi tiga menit setelah kopulasi, ha1 ini ditandai dengan mengendumya lilitan ular jantan yang akan menyebabkan terangkatnya lubang kloaka ular betina (Sentanu, 1999). 3. Metode Analisis Data
a. Perilaku reproduksi Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran terhadap perilaku reproduksi masixg-masing jenis ular akan dibandingkan rata-ratanya. Uji
beda
terhadap rata-rata dari data yang diperoleh dianalisis secara statistik (Steel & Torrie, 1993). Hivotesis
& :=:
p, : durasi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Aru tidak berbeda nyata.
HI : : % pl : durasi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Aru berbeda nyata. Kriteria u i
,maka terima Ho. tKtung < ihitung> ttakl, maka krinia HI a m toiak Ha
b. Penilaian Aspek Teknis Penangkaran Penilaian terhadap aspek teknis penangkaran dilakukan berdasarkan Pedoman Standar Kualifikasi Penangkaran Tu~nbuhandan Sahva Liar (Hasil diskusi pada Kegiatan Proyek Pemantapan Perlindungan Hutan dan Konsewasi Alam tahun 2002). Data-data hasil nmvancara dan pengamatan di lapangan yang merupakan
indikator dari aspek teknis penangkaran diberi skor 1, 3, atau 5, berturut-turut mulai dari )Ian$ terburuk hingga yang terbaik. Skor tersebut kemudian dikalikan dengan bobot relatif dari masing-masing indikator usaha penangkaran. Jumlah total hasil perkalian antara nilai bobot relatif masing-masing indikator usaha penangkaran dengan skor disebut sebagai total skor. Pada penilaian terhadap aspek teknis penangkaran, total skor maksimum dan mininlum yang mungkin diperoleh CV Terraria adalah 2,3865 dan 0,4773, sedangkan
untuk Taman Reptilia TMlI total skor maksimum dan minimumnya 2,429 dan 0,4858. Jika skor yang didapat semakin mendekati skor maksimum, maka semakin baik aspek teknis yang diterapkan pada usaha penangkaran dan begitu juga sebaliknya. Tabel 3. Peniiaian terinadap aspek teknls penangkaran. No.
.
Indikator
Bobot
1.
Tempat usaha :Tanah lnilik
0,144
2.
Tempat u d a :Tanall HGU
0,037
3.
Tempat n ~ h :aTanah sews
0,016
4.
Metode reproduksi/propogasi : Bioteknologi
0,021
5.
Metode reproduksi/propogasi : Semi alami
0,005
6.
Metode reproduksi/propogasi : Alami
0,Ol
Skor
Bobot s Skor
Tabel 3. (lanjutan)
IV. KONDISI UMUM PERUSAHAAN A. CV Terraria Indonesia
CV Tenaria Indonesia berdiri pada tahun 1988. Penangkaran ini terdapat di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena di daerah ini masih tersedia tanah yang cllkup luas yang diperlukan untuk kegiatan penangkaran. Tanah tempat berdirinya penangkaran ini merupakan tanah milik dengan luas 3100 mZ. Berikut ini adalah surat-surat yang diperlukan untuk mendirikan suatu usaha
penangkaran : M e notaris.
SIUP Tanda D a f k Perusahaan (TDP). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Surat domisili. Perijinan dari BKSDA.
SK dari Dijen PKA. .-
hstalasi karantina.
Penangkaran ini bertujuan untuk memenuhi permintaan terhadap satwa reptilia clan amphibia sebagai hewan peliharaan. Pegawai yang bekerja di CV Terraria berjumlah 21 orang. Struktur organisasi CV Terraria dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Struktur Organisasi CV Terraria Ind.
Ular Gmbz 1. S t r u : . ~ orgalusas. CV Terraria hdodoncsia
Penangkaran ini terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama, bagian penyortiran atau penyeleksian untuk reptil dan amphibi yang bam datang. Bagian ini terdapat di daerah depan penangkaran. Kedua, kandang-kandang pemeliharaan. Ketiga, tempat pengembangbiakkan reptil. Keempat, tempat karantina bagi satwa yang ditangkarkan. Kelima, tempat temak tikus. Selain itu terdapat juga kantor pengelola, ruang istirahat karyawan, dan juga tempat tinggal bagi peneliti reptil yang terdapat di CV Terraria. ,CV Terraria menangkarkan reptil, temtama ular. Jenis-jenis reptil yang ditangkarkan
umumnya termasuk dalam jenis-jenis satwa yang dilindungi atau tergolong dalam apendix 11. Hasil tangkarannya dijual kepada konsumennya yang terdapat di Amerika dan Jepang. Selain dari hasil penangkaran, CV Terraria juga memperdagangkan satwa reptilia dan amphibia yang tidak tergolong satwa yang dilindungi. Reptil dan amphibi ini diperoleh dengan cara pengambilan langsung dari alam. Sistem pengambilatn~yatelah diatur dan ditentukan oleh \
I
pemerintah. Sistem ini disebut sebagai sistem kuota. Besar kuota ditentukan setiap tahun, besamya dapat bembah sesuai dengan kondisi populasi sahva di alam dan juga kondisi pemsahaan penangkaran. Evaluasi terhadap penangkaran dilakukan secara mtin setiap tahun. Dalam setal~un evaluasi dapat dilakukan sebanyak tiga kali. Pemsahaan penangkaran juga membuat laporan dari hasil pekerjaannya di penangkaran setiap bulan untuk dilaporkan kepada pemerintah. B. Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah
Taman Reptilia mulai dibangun sekitar bulan April 1999. Pendirian Taman Reptilia ini diprakarsai oleh Dr. Soenartono Adisoemarto. Ide a~valnyadidasari karena melihat ketertarikkan masyarakat terhadap satwa liar yang hidup dibandingkan dengan satwa liar yang diawetkan. Tujuan pendirian Taman Reptilia adalah untuk konservasi, pendidikan, dan jnga penangkaran. Taman Reptilia pertama kali dibuka untuk umum pada tanggal 19 April 2000.
Taman Reptilia terdapat di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Taman ini berada di sekeliling Museum Komodo deng& luas 8700 mZ.Pegawai yang bekeja di Taman Reptilia bejumlah 20 orang. Struktur organisasinya dapat dilihat pada bagan di baw& ini.
Struktur Organisasi Taman Reptilia TMll
'7 Manager I
Asisten Mzager
I
I
I
I Kasubag Urusan Dalam I
I Satpam
Kebersihan
I
I. Kasubag Konsemi dan Pameran
I Kahg Pemeliharaan dan Perawatan Saka
P
I
meBoy
Staf Museum
Staf Pemelihamn dan perawatan SW
Gambar 2. Slmklur orga~usasiTaman Reptilia Taman Mini Indonesia lndah
Kandang-kandang yang terdapat di Taman Reptilia TMII terbagi menjadi kandang dalam, kandang luar, dan kandang karantiria. Selain itu terdapat juga Amphitheater yang menyajikan atraksi bersama reptil. Ada juga taman Sentuh yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung untuk dapat menyentuh dan b e d n - m a i n bersama reptil yang telah jinak. Fasilitas lain yang terdapat disana adalah toko souvenir. Jumlah pengunjung Taman Reptilia TMII dalam tiga tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Jumlah pengunjung Taman Reptilia TMII. Jumlah Pengunjung (orang)
Tahun 2000
1
38.252
u (Sumber : Tzmm F.eptilia TMII,2003)
1
I
V. BASIL. DAN PEMBAHASAN A. Bentuk dan Sistem Penangkaran Bentuk penangkaran ular di kedua pernsahaan, baik CV Terraria maupun Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indah mernpakan penangkaran exsitu, yaitu penangkaran yang dikembangkan di luar habitat alaminya atau di sekitar lingkungan manusia. Sistem penangkarannya termasuk intensif. Pada sistem ini pengelolaannya secara penuh diatur oleh manusia, meliputi : a. Pembuatan kandang untuk satwa. b. Pemberian dan penyediaan pakan oleh pengelola. c. Pengaturn perkawinan. d. Perawatan kesehatan dan pengendalian penyakit. Hal yang perlu diperbatikan dalam sistem pengelolaan intensif adalah seringuya terjadi kontak antara satwa dengan manusia. Hemsworth et al. (1997) mengatakan bahwa satwa yang dipelibara secara intensif sering menunjukkan sifat takut pada manusia. IN dapat menimbulkan stres pada satwa. Oleh karena itu diperlukan keahlian, kesabam, dan ketekunan yang cukup tinggi bagi orang-orars yang bekerja dengan satwa, sehingga satbra dapat hidup dengan baik di dalam suatu penangkaran. B. Pengadaan Bibit Bibit sangat penting bagi kelzgsungan usaha penangkaran. Ketersediaan bibit yang baik dapat menjamin proses regenerasi satwa di penangkaran. Sumber bibit dapat diperoleb dari berbagai macam tempat. Bibit untuk keperluan penangkarari dapat diarnbil dari habitat alam atau sumber-sumber lain yang sah, seperti penangkaran lain atau lembaga konservasi (PP No. 8 tahun 1999). Pengadaan bibit dl CV Terraia dimaksudkan untuk mencari calon induk atau mengganti induk yang sudah mati dan tidak produktif lagi. Berbeda dengan Taman Reptilia TMII, p e n g a d m bibit di sana bukan ditujukan untuk mencari calon induk, melainkan untuk menambah koleksi atau untuk mengganti satwa yang telah mati. Hal inilah yang merrbed;rkzm kriteriz ~eni!ihanhibit di ksdna t2mpF.t tersehut..
Tabel 5. Sumber bibit ular di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII. Penangkaran
No.
CVTeda
1.
Sumber Bibit a. Alam (F'apua clan Kepulauan AN).
( b.
I
Keterangan
Hasil pembiakan di penangkaran.
a. Iumlahnya 5-10 ekor per
I b.
tahun 5 % dari jumlah anakan
tal1.m ekanjadi calon induk. Tman Reptilia a. Penangkar lain
2.
(scpeni
Exomania).
TMlf
Penta J ~ N s - ~ ~yang N s dibeli oleh pengelola adalal~ jenis-jenis
b. Snmbangan pribadi atau kelompok.
I
I c.
~mport
yang unik dan menarik.
I
Bibit Chondropyrhon viridis yang sekarang ini terdapat di CV Terraria Ind. berasal dari Papua dan Kepulauan Aru. Sumber bibit didapat dari alam dan juga hasil breeding. Bibit yang berasal dari alam diperoleh melalui suplier yang terdapat di daerah asal bibit. Jumlah bibit yang diambil tidak boleh melebihi kuota yang telah ditetapkan dan juga sesuai dengan kebutuhan penangkaran. Bibit yang akan dijadikan induk ditentukan dari asal daerah, kesehatan, dan wama ular. Sejak akhir tahun 90-an pengelola CV Tenaria sudah mengurangi pengambilan bibit dari alam dan menggunakan induk yang berasal dari hasil breeding. Jumlah anakan yang akan dijadikan calon induk sebanyak 5 persen dari jumlah anakan yang telah dihasilkan. Pada tahun 2000 CV Terraria menghasilkan anakan ular sebanyak 900 ekor, maka anakan yang akan dijadikan calon induk sekitar 45 ekor. Dalam membesarkan anakan untuk dijadikan calon induk, pengelola hams mengetahui secara pasti induk anakan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah tejadinya inbreeding. Taman Reptilia TMII memperoleh sumber bibitnya dari tempat-tempat penangkaran seperti Penta Exomania, selain itu ada juga yang langsung didatangkan dari luar negeri. Sedangkan sebagiannya lagi diperoleh dari sumbangan, baik dari perorangan secara pribadi, kelompok ataupun organisasi, dan perusahaan. Jenis-jeuis yang dipilih oleh pengelola adalah jenis-jenis yang unii &I dapzt ri~enarikperhatian pengunjur~gyang cla'ag.
C. Adaptasi dan Aklimatisasi Adaptasi dan aklimatisasi dimaksudkan untuk membiasakan din satwa terhadap lingkungan yang b m dan juga untuk mencegah m a s u h ~ ~penyakit a dari luar. Pencegahan penularan penyakit dari luar dapat dilakukan dengan pengaturan fasilitas karantina (Honegger, 1975), sebagai berikut : a. Pemis?han kandang karantina dazi kandang-kandag lainfiya.
b. Petugas yang bertugas di kandang karantina tidak inenangani kandang lainnya
c. Penempatan ular dalam kandang secara individu d. Semua kandang hams dapat didisinfektan atau disterilisasi e. Pemeriksaan feses satwa secara rutin untuk mendeteksi penyakit. Fasilitas karantina di CV Terraria clan Tanlan Reptilia TMII belum sepenuhnya maksimal, terutania niengenai petugas kandang karantina dan pemeriksaan feses sahya. Kedua ha1 tersebut penting untuk diperhatikan, khususnya bagi sahva yang berasal dari alam atau luar negeri karena kondisi satwa yang berasal dari dua tempat tersebut tak diketahui secara pasti. Tabel 6. Adaptasi dan aklimatisasi yang dilakukan di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII. Adaptasi dan Aklirnatisasi
Penangkaran CV Terraria
a.
Satwa yang tidak ditangkarkan. Dilelakkan di tempat penyortiran alau seleksi, ketnudiarl dikandangkan secara soliter. Satwa yang sehat langsung direndam dalam air dengan ketinggian 15-20 cm selama 2-3 jam, lalu dipindalkan ke kandang yang
kering. Satwa yang sakit dibersihkan dari kotoran dan diobati.
. .
b. Sahva yang ditangkarkddijadikan calon induk. Diletakkan di tempat karantina dan dikandangkan secara soliter. Satwa dibersihkan dan diperiksa kesehatannya. Kondisi satvrn dipantau secara intensif di tempat karantina llingga satwa siap untuk diawinkan. Taman
Rcptilia
Satwa diletakkan di tempat karantina dan dikandangkan secara soliter. Satwa dibsrsihka' dm dipiksa kcschalmya. J'ia ditemui adanya penyakit, satwa langsung diobati. Setelah 1-2 tninggu, satwa yang tidak agresif lagi siap untuk diletakkan
Adaptasi dan aklimatisasi yang dilakukan di CV Terraria dibedakan untuk satwa yang akan ditangkarkan dan untuk satwa yang tidak ditangkarkan. Satwa yang ditangkarkan adalah reptil yang akan dijadikan calon induk, sedangkan satwa yang tidak ditangkarkan adalah reptil-amphibi yang datang dan disiapkan untuk dijual ke konsumen. Pada jenis-jenis yang tidak ditangkarkan, reptil-amphibi yang baru datang diletakkan di tempat penyortiran untuk memisahkan satwa yang sehat, sakit, dan yang telah mati. Satwa-sahva tersebut ditempatkan secara soliter di kandang-kandang. Setelah itu, satwa-satwa tersebut direndam dalam air dengan ketinggian 15-20 cm. Lama perendaman sekitar 2-3 jam, kemudian satwa dipindahkan ke kandang kering. Perendaman tersebut dimaksudkan untuk membersihkan kotoran yang menempel pada tubuh satwa. Satxva yang sakit segera dipisahkan dari yang lain dan diobati. Penyakit-penyakit sang sering terdapat pada sahva yang berasal dari d a m adalah cacingan dan kutu. Pada beberapa hari pertarna, sabra-satwa tersebut hanya diberi minum saja karena biasanya mereka tidak mempunyai nafsu makan. Setelah sahva mulai terbiasa dengan lingkungannya yang baru dan mau makan, baruiah satwa diberi makanan secara teratur. Reptil yang akan ditangkarkan dan dijadikan calon induk diletakkan di tempat karantina hingga satwa siap untuk dikawinkan. Tempat karantina ini terletak di bagian belakang penangkaran. Calon induk yang berasal dari alarn butuh waktu dua tahun hingga satwa siap untuk berreproduksi, s x h g k a n waktu yang dibutuhkan untuk calon induk yang berasal dari hasil breeding lebih singkat, sekitar 1 bulan. Penanganan terhadap calon induk ini dilakukan secara intensif. Pakan reptil, kesehatan reptil, dan kebersihan kandang benar-benar dijaga dan diperbatikan. Hal ini dilakukan supaya calon induk dapat berreproduksi dengan baik saat dikawinkan dengan pasangannya. Perlakuan terhadap reptil-amphibi yang barn datang di Taman Reptilia TMII tidak dibedakan seperti halnya di CV Terraria. Semua reptil-anphibi yang baru datang atau baru dibeli ditempatkan di kandang karantina. Di sana, satwa dipindahkan ke &lam kandang yang sesuai dengan ukuran tubnhnya dan diperiksa kesehatannya. Jika terdapat penyakit maka satwa tersebut akan langsung diobati. Pada awalnya sa&a hanya diberi mjnum saja, setelah' hari ketiga satwa baru mulai diberi makan. Setelah 1-2 iningpu, jika reptii-ainphibi teisebut sehai clan ti& agrssil' Iagi saat didekati oleh manusia maka reptil-amphibi siap untuk diletakkan di kandang pameran. Kandang y a ~ akan g ditempati hams disterilkan.ierlebih dahuln. ~ k d a n dibersihkau g Cecgan akohol arau betadine sehingga penyakit atau hutu yang terdzpa; dikw~daiizteisebux ~nati.
Tiga atau empat han setelah kandang disterilkan, barulah reptil-amphibi dapat dimasukkan ke kandang. Peranan adaptasi dan aklimatisasi sangat penting dalam suatu penangkaran exsitu karena satwa dipelihara dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda dengan daerah asalnya. Jika satwa tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya maka satwa dapat mengalami stres, lama kelamaan kondisi kesehatannya akan menurun dan pada akhirnya mati. Intfikator satwa telah dapat menerima lingkungan barunya adalah nafsu makan satwa yang normal, perilakunya tidak menyimpang, dan dapat bereproduksi (Payne et al., 1999).
D. Perkandangan Sistem pembagian kandang, pemilihan bentuk dan ukuran kandang di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dirangkum dalam Tabel 7. Kandang-kandang di CV Terraria dibedakan menurut umur ular, ukuran ular, dan juga fungsi kandang. Berdasarkan umur, kandang ular dibedakan menjadi kandang anakan dan kandang ular remajaldewasa. Sedangkan berdasarkan ukuran tuboh ular, kandang dibedakan menjadi kandang kecil, sedang, besar, dan sangat besar. Dan berdasarkan fungsi, kandang dibedakan menjadi kandang pemeliharaan, kandang reproduksi, dan kandang karantina. Pada Taman Reptilia, pembagiar. kandang ditentukan hanya berdasarkan fungsinya, yaitu kandang pameran dan kandang karantina. Kandang pameran terbagi menjadi dua tempat, yaitu kandang luar dan kandang dalam. Kandang luar digunakan untuk menempatkan jenis-jenis ular yang tidak berbisa, sedangkan kandang dalam untuk ular yang berbisa. Penempatan ular berbisa di kandang dalam dilakukan dengan tujuan untuk memberi kesan misterius dan berbahaya. Kandang karantina digunakan sebagai tempat adaptasi dan aklimatisasi bagi satwa-satwa yang baru datang. Kandang ini juga digunakan untuk menempatkan satwa-sahva yang terkena penyakit. Semua kandang di CV Tenaria terbuat dari plastik dengan ventilasi pada bagian atas kandang, kecuali kandang untuk ular yang berukuran sangat besar. Kandang tersebut terbuat
dari kayu clan dibuat bertingkat. Ventilasi pada kandang itu terdapat dibagian depan kandang berupa lubang-lubang. Pada k m h g pengembagbi&.2n
dibagia! dep3myz terbpat l?intu
kaca yang berukuran 46,5 x 25 cm2.Kapasitas kandang di CV Terraria adalah satu ekor ular per kandang, sedangkan kandang pengembangbialkan kapasitasnya untuk dua ekor ular.
Kandang paneran di Taman Reptilia TMII terbuat dari semen dengan kaca pada sisi d e p a ~dan sanpingnya, kecuali kanda~gukuran kecil yang terletak di kandang dalam. Kandang tersebut terbuat dari kaca dengan lis d a i kayu. Kandang karantina terbuat dari plastik, kayu, ataupun kaca. Ventilasi kandang terletak di bagian atas ka~dangdau terbuat d a i kawat. Di sekeliling kandang pameran terdapat railing yang rnembatasi pengunjung dengan kandang. Jarak antara railing dengan kandang 50 cm. Pada railing tersebut terdapat papan infonnasi yang mernberikan keterangan rnengenai nana latin dan nana lokal ular, asal daerah, inakanan, dan juga habitat dari ular tersebut. Papan informasi iN berukuran 18 x 40 cm2. Selain itu terdapat juga papan-papan penunjuk untuk memberi tahu letak-letak kandang yang terdapat di Tanan Reptilia.
Gambar 3. Papan pcnunjuk kandang.
Kandang yang terdapat di Taman Reptilia TMII dapat berisi satu ekor ular atau lebil~. Hal ini tergantung dari ukuran ular yang diternpatkan di kandang tersebut. Untuk ular yang berukuran besar, satu kaidang diisi oleh satu ekor ular saja. Namun untuk ular-ular yang berukuran kecil seperti ular Karung atau ular Taliwatrgsa, satu kandang dapat berisi 5-10 ekor ular. Kandang yang berukuran sangat besar hanya diisi oleh ular sanca batik yang panjanbqya mencapai 5 rneter atau lebih. Satu kandang tersebut berisi 4-5 ekor ular Sanca Batik. Pada kandang pameran di Taman Reptilia terdapat pintu kandang yang terletak dibagian belakang kandang. Pintu ini digunakan saat pekerja akan rnetnbersihkan kandang atau rnemberi rnakan ular. Ukuran pintu ini berbeda-beda, pintu kandang pada kandang besar
bemkuran 80 x 100 cm2pada kandang pameran luar dan 50 x 100 cm2 pada kandang pameran dalam. Untuk kandang kecil ukurannya 81 x 103 cm2pada kandang pameran luar dan 8 1 x 25 cm2pada kandang pameran dalam. Bentuk dan ukuran kandang yang digunakan di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan tujuan dari kedua penangkaran tersebut. CV Terraria yang bertujuan ekonomi lebih memilib kandang plastik dengal bentuk yang sederhana dan ukuran yang tidak terlalu besar. Kandang plastik merupakan kandang yang sering digunakan oleh para penangkar komersial karena kandang plastik memiliki beberapa kelebihan. Kelebiban dari kandang plastik adalah harganya murah, mudah dibersihkan, dan mudah didapatkan (Mattison,l988). Kekurangannya hanyalah tidak cocok untuk kandang pameran. J i a dilihat dari ukuran kandang maka kandang yang digunakan di CV Terraria kurang sesuai dengan kebutuhan mang yang diperlukan oleh ular. Secara umum, kandang ular sebaiknya mempunyai ukuran panjang & 1' 3 dari panjang tubuh ular dengan tebar kandang f '/z dari panjang ular (www.darkwar.com, 2003). Untuk ular Python, Mattison (1988) mengatakan bahnra idealnya ular Python membutuhkan ruang seluas 0>3 m' untuk setiap meter panjang tubuhnya. Tetapi jika dilibat dari aktivitas ular di kandang yang lebih sering diam 'dan beristirahat di kandang, maka ukuran kandang di CV Terraria tidak terlalu bermasalah. Berbeda dengan CV Terraria, Taman Reptilia TMII yang bertujuan wisata memilih kandang kaca dengan ukuran yang besar. Pemilihan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pengunjung melihat ular yang terdapat di dalamnya. Selain kelebihan tersebut, kandang kaca juga memiliki kelebihan lain, yaitu mudah dibersihkan dan ddisinfektan. Kekurangannya adalah kandang kaca tidak dapat menjaga panas lingkungan dengan stabil (Mattison, 1988). Kandang juga didesain seindah mungkm untuk menarik perhatian pengunjung. Besamya kandang yang digunakan di sana menandakan bahwa kebutuhan ruang untuk ular sudah terpenubi. Ada satu ha1 lagi yang perlu diperhatikan dalam membuat kandang untuk ular, yaitu
tidak boleh ada celah bagi ular untuk keluar d2ri kmdang karena ular adalah satwa yang lihai meioloskan din. Meskipti denikian, b u k a ~Serati kandalg barus teriub~p=pa:,
pcrh ada
ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara. Suhu kandang untuk Chondropythofrr viridis sebaiknya berkisar antara 24°C-30CC dengan kelembaban antara 55 % - 95 % (Walsh, 2C03).
Kandang di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII dilengkapi dengan batang atau ranting pohon. Selain itu, terdapat juga tempat minum yang sekaligus digunakan oleh ular untuk berendam. Di Taman Reptilia, tempat minum dibuat dalam bentuk kolam. Lampu untuk penerangan terdapat di semua kandang pameran di Taman Reptilia, sedangkan di CV Terraria, kandang tidak dilengkapi dengan lampu penerangan. Penerangan yang digunakan hanyalah lampu untuk menerangi mangan saja. Substrat kandang yang dapat digunakan untuk kandang bermacam-macam jenisnya. Substrat untuk kandang ular harus.memenuhi tiga persyaratan utama, yaitu hams kering, tidak beracun, dan mudah dibersihkan atau diganti (Geus, 1992; Mattison, 1988). CV Terraria menggunakan kertas koran sebagai substrat. Kertas koran digunakan karena praktis, murah, dan mudah didapat. Substrat kandang di Taman Reptilia terbuat dari semen yang dibentuk agak berkontur dengan kolam sebagai tempat minum atau berendam. Selain itu, ada juga kandang yang substratnya menggunakan karpet, batu-batu kecil, dan serbuk gergaji. Kandang-kandang yang menggunakan substrat ini adalah kandang-kandang yang berukuran kecil. Sedangkan pada kandang karantina, substrat yang digunakan adalah kertas koran, karpet, atau serbuk gergaji. Pembersihan kandang di CV Terraria dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Jika hanya mengganti koran yang telah kotor oleh kotoran ular, biasanya ular akan tetap dibiarkan di dalam kandang. Namun jika kandang akan dicuci maka ular akan dipindahkan terlcbih dahulu ke kandang lain yang kosong. Pencucian kandang dilakukan dengan menggunakan sikat dan air. Setelah kandang selesai dicuci dan dikeringkan barulah ular dikembalikan ke kandang tersebut. Pada saat pembersihan kandang, tempat air juga dibersihkan. Pembersihan kandang di Taman Reptilia TMII idealnya dilakukan setiap hari, temtama untuk kandang-kandang pameran. Naxnun adakalanya kandang masih dalam keadaan bersih setelah satu atau dua ban yang lalu dibersihkan. Oleh karena itu pembersihan kandang-kandang tersebut dilakukan minimal tiga hari sekali. Pembersihan kandang dilakukan pada pagi hari sebelum pengunjung datang atau pada sore hari setelah pengunjung pulang. Pada saat pembersihan kandang, ular dipindahkan ke kandang lain terlebih dahulu. Setelah k a n h g bersit, ular dikem'calikar, ke kanbu~nya;er~ii:la. Fernbersihn k 3 n b g dilakukan dengan menggunakan sikat dan air. Untuk kandang-kandang dengan substrat bempa karpet atau se~bukgergaji, saat pembersihan kandang atau saat kotor, substratnya hams diganti juga.
Tata letak kandang juga penting untuk diperhatikan dalam suatu usaha penangkaran. Hal ini berhubungan dengan kelancaran pekerjaan penangkaran. Pada CV Terraria, kandang yang terdapat di bagian depan penangkaran adalah kandang penyortiran atau penyeleksian. Di sini reptil-amphibi yang baru datang atau akan diekspor diletakkan dan disiapkan. Penempatan kandang ini di bagian depan penangkaran bertujuan untuk memudahkan pekerja saat tiba waktunya untuk menyiapkan pengirin~ansatwa ke konsumen. Di sebelah tempai penyeleksian terdapat kandang-kandang pemeliharaan. Kandang karantina untuk calon iuduk terletak di bagian belakang penangkaran. Tak jauh dari kandang karantina terdapat kandang pengembangbiakkan yang hanya digunakan jika ada reptil yang akan dibiakkan. Selain kandang-kandang tersebut, ada juga suatu tempat pemeliharaan ular yang khusus disediakan untuk peneliti dari Rusia yang saat ini sedang bekerja di CV Terraria. Penempatan kandang karantina dan kandang pengembangbiakkan di bagian belakang penangkaran sangatlah tepat karena aktivitas satwa di kedua tempat tersebut membutuhkan ketenangan d h njauh dari kegiatan penangkaran lainnya.
DENAH CV TERRARIA INDONESIA
Gambar 4. Denah kandang di CV Terraria Ind.
Keterangan : I. Ruang kantor. 11. Ruang istirahat karyawan. 111. Kandang penangkarankatak, sowa-sowa, kura-kura, dan bia~vak. TV. a. Kandang pemeliharaan reptil. b. Kandang pemeliharaan dan penyortiran reptil. V. Ruang pemeliharaan dan kantor koordinator kandang penangkaran. VI. Kandang karantina ular smca hijau. VII. Kuang inkubator. VIII. Kandang pemeliharaan ular sanca hijau. IX. Kandang pemeliharaan tikus rat. X. Kandang pemeliharaan khusus bagi peneliti &ri Rusia. XI. Kamar para pekerja. XII. Kantor pemilik CV Terraria Ind. XIII. Kandang pemeliharaan tikus. XIV. Tempat tinggal pene!iti reptil dari Rusia. XV. Rumah istirahat pemilik. XVI. Kandang pemeliharaan serangga. XVII. Kandang pemeliharaan udang. Tata letak kandang di Taman Reptilia TMII diatur dengan mengelompokkan satwa dalam kategori ular tidak berbisa, ular berbisa, biawak, kura-kura, buaya, tokek, komodo, dan amphibi. Kandang yang terdapat di bagian depan adalab kandang ular dan biawak, sedangkan di bagian sanlping dapat ditemui kandang ular Iagi &I amphibi. Di sekitar Museum Komodo atau pada bagian tengah dapat di:ihat kandang ha-kura, buaya, dan juga kandang ular. Kandang ular berbisa, komodo, serta taman sentuh terdapat di bagian belakang dari Taman Reptilia ini Jenis kandang yang terdapat disana adalah kandang tertutup dan kandang terbuka. Kandang tertutup digunakan untuk ular, tokek, dan amphibi. Kura-kura, buaya, biawak, dan komodo menggunakan kandang terbuka. Selain itu terdapat juga kandang karantina yang mailgannya terletak di bawah kaki kiri Museum Komodo. Tempat tersebut kurang cocok untuk di~adikantempat karantina karena sirkulasi pengunjung di depan tempat karantina tersebut tergolong ramai. Selain kandang-kandang, terdapat juga beberapa fasilitas yang menunjang kegiatan di Taman Reptilia TMII, yaitu kantor pengelola, loket, bagian informasi, amphitheater, kios cinderanlafa &I kactin, dm j ~ g ak m a r heci!. k k e t clan bagh? isfomasi terdapat. Oi bagia~ depan, sedangkan kantor pengelola, amphitheater, kios cinderamata dan kantin, dan juga kamar kecil t t k a k di bagian samping Taman Reptilia TMII.
DENAH TAMAN REPTJLIA TMU
Gmbar 5. Denah h d a n g di Tman Reptilia TMII
Keterangan : 1. Loket. 2. Informasi. 3. Kandang ular. 4. Kandang biawak. 5. Kandang ha-kura. 6. Kandang katak. 7. Panggung hiburan 1 amphitheater 8. Kandang karantina. 9. Kios cinderamata dan kantin. 10. Kantor Pengelola. 11. WC m u m . 12. Taman sentuh. 13. Kanbg buaya. 14. Kandang komodo. 15. Kandang ular berbisa. 16. Kandang kadal dan tokek.
E. Pakan Satwa Pakan merupakan unsur penting yang menempati komponen biaya terbesar dalam suatu usaha penangkaran, besarnya dapat mencapai 60 % atau lebih dari keseluruhan biaya (Masy'ud et al, 2001). Bagi sahva sendiri, pakan dapat mempengamhi perturnbuhan, kesehatan dan reproduksi. CV Tenaria dan Taman Reptilia TMII memiliki pengaturan sendiri dalanl ha1 pemberian pakan terhadap Reptil-amphibi yang dipelibaranya. Hasil pengamatan terhadap pengaturan pemberian pakan satwa di kedua tempat tersebut tertera pa& Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Pengaturan pemberian pakan di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII. No. 1.
CV Terraria
Pengaturan Pakan
Tanlan Reptilia TMII
1. Tikus putih.
Jenis Pakan
1. Anak ayam. 2. M m u t sebagai makanan selingan.
2.
Jcunlal~Pakan
1. Anakan nlx diberi bayi
1. Ular
b e r u k m ~ kecil
tikus sebanyak 1 ekor.
diberi 1 ekor anak ayamn
2. Ular fase reinaja diberi
d m 1 ekor mnarmnut kecil.
tikus dengan panjang f 10 2. Ular berukurdll sedang diberi 2-3 ekor aiak ayam cni sebanyak 1-2 ekor. 3. Ular dewasa diberi tikus
dengan panjmg
f
15 cm
dan 1 ekor mannut. 3. War
benrkuml
besar
diberi 6-7 ekor aiak ayam
sebanyak 1-2 ekor.
d
3.
Waktu Pe~nberianPakan
Ailak ayamn diberikami pada
Pagi ha~i.
pagi hari, sedangkan inannut diberikai pada sore hxi. 4.
Frekuensi
Dua kali seminggu anak ayam
Penlberian Satu minggu sekali.
padd haxi Sdbtu clan mannut
Pakan
pada hari Rabu.
5.
Cata penlberian Pakan
1. Meletakkan
1. Menggunakan pinset. 2.
tdziea&an kandang.
pakan
d;
kmhg.
pakan
di
Pakan yang diberikan oleh CV ~e-a
adalah tikus putih. Pemberian pakan
dilakukan pada pagi hari setiap satu minggu sekali. Lain halnya dengan Taman Reptilia TMII, pengelola di sana memberikan anak ayam sebagai pakan utama dan marmut sebagai seiingannya. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam seminggu. Anak ayam diberikan pada hari Sabtu dan marmut diberikan pada hari Rabu. Frekuensi pemberian pakan yang dilakukan setidaknya seminggu sekali disebabkan lambatnya metabolisme uiar dalam mencerna makanan (Walsh, 2003). Baik CV Terraria ataupun Tarnan Reptilia TMII memberikan tikus dan anak ayam dalam keadaan hidup. Penambahan marmut sebagai makanan selingan di Taman Reptilia TMII adalah langkah yang sangat tepat, karena menurut Mattison (1988) jumlah kalsium yang terkandung dalam anak ayam tidak mencukupi untuk pertumbuhan ular. Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan tulang rapuh, tipisnya kulit telur, dan t u m y a produksi telur (Payne et al., 1999; Wallach et al., 1982). Variasi pemberian pakan pada sahva-sahva peliharaan mempakan ha1 yang sangat baik untuk diterapkan sebab belum tentu satu jenis pakan dapat nemenuhi kebutuhan zat gizi satwa. Secara m u m ada dua cam yang biasa dilakukan untuk memberi makan ular di penangkaran, yaitu : a. Dengan menggunakan pinset. Tikus dijepit dengan menggunakan pinset, kemudian disodorkan ke ular. Dengan cara ini pengelola dapat mengontrol jumlah pakan yang dapat dimakan oleh ular. Namun jika saat pemberian pakan pekeja tidak hati-hati maka mulut ular dapat terluka karena terkena pinset. Hal ini dapat menyebabkan sariawan atau mouth-rot pada ular. b. Meletakkan pakan di kandang. Tikus diletakkan dikandang dan dibiarkan hingga ular memakannya sendiri. Dengan cara ini resiko mulut ular terluka karena pinset tidak akan tejadi, tetapi pengelola tidak dapat segera mengetahui apakah ular mempunyai nafsu makan atau tidak. Selain itu, jika tikus yang dimasukkan termasuk tikus yang agresif, maka ada kemungkinan tikus akan melukai ular saat ular tersebut menyerangnya.
CV Terraria menggunakan kedua cara tersebut dalarn pemberian pakan. Sedangkan Taman Repiiiia mer;ggw~&aiicam yatig kedua. Jika ddaril tiga liar; pakm tidak diznakm o!eh u l ~ maka pakan tersebut diambil kembali supaya tidak menyebabkan penyalat pada ular. Jmlah pakan yang diberikas oleL kedua penangkaran ditentukas o!eh ukuran tubuh ular. Ular dewasz di CV Terraria diberi tims yang par~jar~gnya 2 15 cm sebai~yak1 1Wt 2
ekor. Ular fase remaja diberi tikus yang panjangnya f 10 ctn sebanyak 1 atau 2 ekor. Sedangkan anakan ular diberi bayi tikus yang tnasih merah sebanyak 1 ekor. Anakan ular yang barn menetas akan diberi makan setelah anakan ular tersebut ganti kulit untuk pertarna kali. Taman Reptilia TMII metnberi 2 atau 3 ekor anak ayan dan satu ekor mannut untuk satu ekor ular berukuran besar. Ular-ular yang berukuran sangat besar seperti ular Sanca Batik diberi 6 atau 7 ekor anak ayam dan satu ekor marmut. Jika ular mengalani kegemukan maka fiekuensi pemberian pakan akan dikurangi, yang biasanya seminggu sekali menjadi sepuluh hari atau dua minggu sekali. Reptil yang gemuk inemiliki tingkat toleransi yang rendah terhadap peningkatan suhu Iingkungan, tingkat infeksi yang tinggi, dan kemandulan bagi reptil jantan (Wallach et al., 1982). Dalam pemberian pakan, pengelola CV Terraria tidak memberikan suplemen vitamin ataupun mineral. Pembe~iansuplemet~tidak dilakukan karena dari pengalanan pekerja disana, ha1 tersebut sana sekali tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ular. Sedangkan di Taman Reptilia TMII ular dibe~isuplelnen vitamin oleh pengelola, terutama vitamin B dan C. Pemberian vitamin dilakukan setiap tiga bulan sekali. Vitamin diberikan dengan cara inemasukkan vitanin tersebut ke dalatn pakan ular yang terlebih dahulu telah dimatikan. Tikus putih sebagai pakan ular di CV Terraria berasal dari peternakan tikus putih yang diusahakan sendiri oleh CV Terraria. Petemakan tikus ini dimaksudkan supaya kebutuhan satwa akan pakan dapat selalu tersedia. Selait~itu, dengan mengusahakan sendiri pakan yang diperlukan maka kualitas pakan akan terjaga. Taman Reptilia mernperoleh pakan dengan cara membelinya. Pakan berupa anak ayam diperoleh dengan cara memesamya pada suplier yang terdapat di daerah Parung, sedangkan untuk marmut diperoleh dengan cara membelinya di pasar.
Ganlbar 6. Pelernalian tikus y'mg terdapat di CV Terraria Ind.
F. Penyakit dan Kesehatan Ular-ular yang dipelihara di penangkaran umumnya jarang sekali terserang penyakit yang memhahayakan. Terdapat beberapa ha1 yang @at
menyebabkan uIar terserang
penyakit, yaitu stres, kurang tejaganya kebersihan kandang, dan yang paling serius adalah tertulamya suatu ular oleh penyakit yang berasal dari daerah lain (Mattison, 1988; Honegger, 1975). Ular yang terserang penyakit dapat diketahui dari gejala penyakit, perilakunya yang berubah, atau nafsu makan yang berkurang. Berikut ini adalah jenis-jenis penyakit yang biasa menyerang ular di CV Tenaria dan cara pengobatan yang diterapkan : a.
Mouth-rot dan radang gusi (sariawan). Ada beberapa hal yang dapat menyebabkati terjadinya mouth-rot dan radang gusi pada ular, yaitu : Mulut ular sering membentur kaca. Saat memberi makan, mulut ular terluka karena terkena pinset. Kurang berhati-hati atau terlalu h a t saat memegang kepala ular sebingga rahang atas dan rahang bawah ular beradu. Ular yang terkena mouth-rot atau radang gusi diobati dengan cara mengolesi luka dengan salep Gentax atau menaburinya dengan antihiotik. Pemberian obat ini dilakukan setiap dua hari sekali hingga ular sembuh.
h.
Flu. Flu disebabkan karena kandang ular terlalu lembab. Flu dapat dicegah dengan menjaga kandang tetap kering atau tidak lembab. Ular yang terserang flu ringan ditangani dengan memindahkan ular ke tempat atau lokasi yang kering. Sedangkan untuk ular yang terkena flu berat diobati dengan pemherian vitamin C dan antihiotik.
c.
Kutu. Kutu pada ular biasanya berasal dari tikus yang merupakan pakan ular. Kutu pada ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) ukurannya kecil, kira-kira hanya Yz mm. Jika ditemui kutu pada ular maka kutu tersebnt langsuug dicabut dari kulit ular.
d.
Cacing. Cacing lebih sering ditemui pada ular-ular yang baru saja didatangkan dari dam. Cacing tersebut terdapat pacia kulit ular. Cacing dikeluarkan deugan can menyayat kulit ular dengan pisau bedah pada hagian yang terdapat cacing, lalu cacing ditank keluar dengan
menggunakan pinset. Luka bekas sayatan diolesi dengan antiseptic supaya tidak terjadi infeksi. e.
0
0
Konstipasi. Ular yang mengalami konstipasi diketahui saat lebih dari seminggu ular tidak buang kotoran dan pada daerah sekitar kloaka terlihat besar karena kotoran tidak keluar. Ada beberapa ha1 yang dilakukan oleh pengelola jika ular mengalami konstipasi, yaitu : Ular dipindahkan ke kandang yang diberi air lalu direndam hingga ular dapat buang kotoran. Ular dilepaskan di taman yang terdapat di sekitar kandang dan ditunggu hingga ular buang kotoran. Memijat daerah sekitar Moakanya untuk membantu ular mengeluarkan kotorannya.
f.
Shedding (ganti kulit) tidak lancar. Ganti kulit yang tidak lancar diatasi dengan memindahkan ular di kandang yang telah diberi banyak air atau dengan dibantu mengelupasi knlit ular secara perlahan-lahan dengan pinset. Saat ular ganti kulit yang perlu diperhatikan adalah mata ular tersebut, pastikan kulit pa& matanya juga terkelupas karena jika kulit mata sampai tidak terkelupas maka dapat menyebabkan kebutaan pada ular. Penyakit yang sering menyerang ular di Taman Reptilia TMII dan juga cam
pengobatannya adalah sebagai berikut : a.
Mouth-rot dan radang gusi (sariawan). Penyehab tejadinya mouth-rot dan sariawan adalah terlukanya mulut ular karena sering terbentur kaca. Ular yang sering membenturkan din ke kaca biasanya ular-ular yang baru saja datang ke Taman Reptilia. Ular tersebut beium &pat membiasakan diri dengan kondisi clan situasi di Taman Reptilia. Pengobatan terhadap mouth-rot dan sariawan adalah dengan menaburi antibiotik pa& luka dan pemberian vitamin C.
b.
Kutu dan caplak. Ada dua cara yang dilakukan oleh pengelola terhadap nlar yang terkena kutu dan caplak, yaitu : Menaburkan bedak anti kutu (antick) pada tubuh ular yang terkena kutu sehixgga kuru pada tubuh ular mati.
cap]&
Merendam ular dalam lamtan air dengan bedak anti kutu (antick) selama sehari. Cara kedua ini sangat berresiko bagi kesehatan ular karena secara tidak sengaja air yang telah tercampur oleh bedak dapat terminum oleh ular. Kutu yang terdapat di kandang dibersihkan dengan cara menyemprotkan air pada kandang. Untuk tempat-tempat yang sulit dijangkau seperti di pojok kandang, tempat tersebut dipanaskan dengan pengering rambut (hair dryer) hingga kutu keluar dan mati. c.
Cacingan. Cacingan yang dimaksud di sini adalah cacing yang terdapat di dalam tubuh ular. Ular yang terkena cacingan akan diberikan obat cacing seperti Combantrin.
d. . Maag. Ular yang terkena penyakit maag diberi obat maag Policrol. e.
Flu. Flu biasanya menyerang ular saat musim hujan tiba. Ular-ular yang sering terserang flu adalah ular-ular yang berada di kandang pameran. Ular yang terkena flu langsung dipindahkan ke tempat karantina dan diobati dengan antibiotik dan vitamin C.
f
Tidak nafsu makan. Ular yang tidak nafsu makan diberi obat penambah nafsu makan bempa Kiaripi Pil Ginseng dan vitamin BIZ,sedangkan untuk ular yang kurus diberi Scott Emulsion untuk menggemukan badan. Obat-obatan benrpa tablet diberikan dengan cara memasukkan tablet ke dalam
makanannya. Dosis pemberian obat tergantung dari ukuran ular yang sakit. Ular yang berukuran kurang dari satu meter biasanya hanya diberi % tablet, ular berukuran antara 1 hingga 3 meter diberi sebanyak 1 tablet, dan untuk ular yang berukuran diatas 3 meter diberi
1 % - 2 tablet. Obat-obat yang bempa cairan atau yang dibuat menjadi larutan diberikan dengan cara langsung dimasukkan ke dalam mulut ular. CV Terraria maupun Taman Reptilia TMII tidak mempunyai dokter hewan khusus untuk menangani ular-ular yang sakit. Hal ini dikarenakan penyakit yang umumnya menyerang s a h a masih tergolong penyakit yang ringan dan tingkat mortalitas' yang disebabkan oleh penyakit tergolong rendah. Tingkat mortalitas di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII berkisar a n t m 5 O/b - 10 C/o. Eellaganan teihabp sakva h a q a di!dcukan sazt ditemui gangguan kesehatan pada satwa yang dikelola, tidak ada general check up secara rutin.
Pencegahan terhadap penyakit dilakukan dengan pemberian makan secara teratur dan sesuai kebutuhan satwa, serta dengan menjaga sanitasi kandang dan lingkungan sekitarnya. Pemberian vitamin untuk mencegah penyakit hanya dilakukan di Taman Reptilia TMII. Tingkat kematian ular karena penyakit di CV Tenaria dan Taman Reptilia TMII masih bisa dibilang rendah karena kematian yang terjadi sama sekali tidak mempengaruhi target atau tujuan yang ingin dicapai 3leh kedua tempat tersebut.
G. Reproduksi dan Teknik Penetasan Telur Kegiatan reproduksi merupakan suatu ha1 yang sangat penting &lam suatu usaha penangkaran yang bertujuan komersil, karena indikator keberhasilan penangkaran diiihat dari keberhasilan reproduksi satwa yang ditangkarkan. Ular Sanca Hijau di CV Tenaria biasanya berreproduksi antara bulan April hingga Juni. Persiapan yang dilakukan oleh pengelola adalah : a.
Persiapan kandang. Kandang yang digunakan untuk mengawinkan ular dicuci dan dibersihkan. Lalu dialasi koran dan diberi tempat minum. Kebersihan kandang dan fasilitasnya sangat penting dalam kegiatan reproduksi ular karena ha1 ini dapat mempengaruhi kenyamanan ular.
b.
Persiapan induk. Persiapan kondisi induk. Induk yang akan diawinkan mulai dipersiapkan sejak induk (khususnya betina) selesai bertelur atau selesai mengerami telumya. Setelah ular selesai bertelur atau mengerami, ular betina akan mengalami penurunan berat badan. Jika pengelola ingin induk betina tersebut dapat kawin tahun depan maka pengelola h
s mengembalikan
kondisinya seperti semula. Hal ini disebabkan ular betina membutuhkan waktu sekitar 1-2 tahun dan energi yang besar untuk pembentukan telur (Murdoch, 1997). Sejak saat itu pemeliharaan induk benar-benar intensif, terutama ddam ha1 pakan. Penentuan jenis kelamin. Perbedaan antara ular jantan dan betina sulit dilakukan dengan melihat bentuk fisiknya karena baik bentuk, wama, ataupun ukurannya relatif sama. Penentuan jenis kelamin akan iebih baik jika dilakukan saat ular telah berumur 3-4 bulan. Ada dua
cara yang dapat dilakukan untuk menentukan jenis kelamin pada ular, yaitu :
-
Menggunakan alat sexing
Gambar 7. Alat scxing dengan bcrmacam ukuran
Penentuan jenis kelarnin menggunakan alat sexing dilakukan dengan cara inemasukkan alat tersebut ke dalan kloaka ular. Jika alat hanya inasuk kira-kira
'4 nya berarti ular tersebut adalah ular betina, sedangkan jika alat dapat masuk lebih dari !L uya berarti ular tersebut adalah ular jantan.
-
Menekan daerah disekitar kloaka. Ular jantan pada saat daerah disekitar kloakanya ditekan maka alat kelaminnya yang disebut hemipenis akan keluar. Cara kedua ini lebih mudah dilakukan saat ular telah dewasa.
e
Penentuan induk yang siap kawin. Ular yang telah siap untuk berreproduksi umutnnya bemkuran diatas satu meter, kondisi tubuhnya sehat, dan kulitnya terlihat agak benninyak. Untuk lebih memastikannya lagi, pengelola dapat mengeceknya dengan inenekan daerah disekitar kloaka ular. Ular jantan yang telah siap kawin biasanya akan meugeluarkan sperma benvama putih, sedangkan ular betina yang siap kawin akan mengeluarkan cairan benvama coklat. Ular jantan dan betina yaug telah siap kawin selaujutnya akan dipasmgkan. Sex ratio
jantan dan betina ymg akan dikawinkan adalah 1 : 1. Pada saat tnusim kawin ini, ada baiknya pasangan ular dikawinkan beberapa kali untuk meningkatkan ke~nungkinautejadinya fertilisasi (Mattison, 1988). Fertilisasi pada ular ~nerupakan fertilisasi internal, yaitu pembuahannya terjadi di dalam tubuh ular betina.
Jangka waktu dari fertilisasi hingga bertelur pada ular Sanca Hijau adalah selama 71 hari. Semakin mendekati waktunya untuk bertelur, makin besar pemt uIar tersebut dan akan terlihat tulang belakang ular semakin menonjol. Setelah 71 hari, ular akan meuelurkan 10-18 butir telur. Jumlah ini sama baik untuk ular Sanca Hijau yang berasal dari Papua ataupun dari Kepulauan Aru. Telur akan menetas setelah 53 hari. Selanjutnya ada dua ha1 lang dapat dilakukan terhadap telur-telur tersebut, yaitu : a.
Membiarkan telur dierami oleh induknya. Ular Sanca Hijau termasuk salab satu jeuis ular yang mengerami telumya (Blum, 1986). Ular akan melingkarkan tubuhnya pada telur hingga semua telur tertutup. Pada saat mengerami telumya ular hanya diam saja, bahkan ular tersebut tidak makan. Ular meninggalkan telur-telumya hanya untuk minum saja. Setelah telur-telur tersebut menetas, induk langsung meninggalkan anakamya. Jika semua telur telah menetas maka pengelola segera memindahkan induk dan anakan ke kandang lain.
b.
Memindahkan telur ke inkubator. Pemindahan telur ke inkubator segera dilakukan setelah induk selesai bertelur. Pengelola hams sangat berhati-hati saat memindahkan telur. bagian atas telur hams tetap berada di atas dan tidak boleh terbalik karena telur yang telah bembah posisi biasanya pertumbuhannya akan terganggu. Di &lam inkubator, telur diletakkan pa& sebuah wadah yang terbuat dari plastik dengan substrat bempa vermikulit. Vermikulit digunakan sebagai substrat karena vermikulit tidak mudah terbakar, tidak mudah terlamt dalam air atau bahan organik lainnya, bersih, ringan, tidak berbau, dan anti jamur. Suhu di dalam inkubator berkisar antara 30°C - 32°C dengan kelembaban antara 90 % -
92 %. Suhu dan kelembaban hams tetap dkontrol supaya tetap konstan karena suhu dan kelembaban yang tidak stabil dapat menyebabkan cacat pada p e m b u h a n ular dalam telur atau kagagalan dalam menetas. Jika suhu lebih rendah dari normal dapat menyebabkan anakan tidak dapat memecahkan cangkang telur dan akhimya akan mati. Jika suhu Iebih tinggi maka akan dapat menyebabkan cacat pada anakan ular, seperti ekor ular menjadi keriting atau badan ular ti& bisa lums.
Gambar 8. Inkubator yang dig di CV Terraria Ind.
Perlu waktu satu sarnpai tiga hari hingga telur-telur Inenetas setnuanya. Bila pada hari ketiga anakan ular belum dapat memecahkan cangkang telur tnaka pengelola akan mernbantu penetasannya dengan cara tnenggunting cangkang telur tersebut. Namun sebagian besar ular yang dibantu penetasannya biasanya tidak dapat bestahan lama.
Gambar 9. Telur ular Sanca Hijau (Chondropylhoo viri~iis) yang lelah menctas.
Breeding ular Sanca Hijau (chondopylhon viridis) di CV Terraria yang tergolong sukses dihasilkan pada tahun 2002. Jumlah anakan yang dihasilkan 900 ekor. Luna persen diarttaranya akan dijadikan calon induk, sedangkan sisanya dijual ke konsumennya di Amerika dan Jepang. Tingkat lnottalitas anakan ular disana adalah 10 % dari jumlall
keseluruhan. Ular Sanca Hijau masih dapat menghasilkan telur dengan baik hingga ular telah
5-6 kali bertelur. Setelah itu, telur yang dihasilkan sedikit dan kurang bagus. Di alam, ular Sanca Hijau dapat menghasilkan 10-25 butir telur dengan persentase penetasan sekitar 50 % (Mattison, 1988). Jika dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan oleh CV Terraria maka terlihat bahwa ular Sanca Hijau di alam dapat lebih banyak menghasilkan telur. Namun, dari persentase penetasan telur, keberhasilan penetasan telur di CV Terraria lebih besar. Tingginya persentase penetasan telur dikarenakan perlakuan terhadap telur-telur yang akan ditetaskan di CV Terraria sangat diperhatikan. Berbeda dengan CV Terraria, kegiatan reproduksi di Taman Reptilia TMII bukanlah ha1 yang diprioritaskan. Tidak ada perlakuan khusus terhadap ular-ular yang akan berkembangbiak. Utar-ular yang berkembang biak di Taman Reptilia TMII adalah ular-ular yang dikandangkan lebih dari satu ekor ular dalam satu kandang, seperti ular Taliwangsa, ular Karung, ular Dipong, dan juga ular Sanca Batik. Ular-ular tersebut berkembang biak pada peralihan musim, yaitu pada akhir musim hujan dan awal musim panas. Telur-telur yang dihasilkan tidaklah banyak, contohnya ular Sanca Batik hanya menghasilkan 2-3 butir telur dan ular Taliwangsa menghasilkan 5 10 butir telur. Ada dua cara yang dilakukan pengelola terhadap telur-telur yang dihasilkan, yang pertama membiarkan telur-telur tersebut tetap dikandang, kemudian setelah telur-telur tersebut menetas bardah anakannya dipisahkan ke kandang lain, yang kedua memindahkan telur-telur tersebut ke kandang karantina dan diletakkan pada suatu kotak yang alasnya diberi vermikulit. Taman Reptilia TMII tidak memiliki ternpat khusus untuk menetaskan telur ataupun inkubator, oleh karena itu telur yang dipindahkan hanya diletakkan di suatu kotak. Telur yang berbasil menetas jumlahnya tidak banyak, dari seluruh telur kurang dari 50 % yang bisa meuetas. Hal ini disebabkan karena banyak telur yang busuk atau ketidakmampuan anakan ular untuk memecahkan cangkang telumya.
H. Perilaku Reproduksi UIar Sanca Hijau (Chondropythonviridis) Reproduksi ular Sanca Hijau di CV Tenaria tejadi pada satu periode dalam satu taliun, yaitu antara bulan April hingga bulan Juni. Bulan-bulan tersebut m e ~ p a k a nsaat musim peraiiian antara musim hujan denga
musirn panas. :a&
kemdzgkinan besar
perubdan suhu dan kelembaban saat peralihan musim tersebnt dapat memicu tejadinya perilaku reproduksi.
Ular yang telah siap untuk dikawinkan akan dipindahkan ke kandang pengembangbiakkan dan dipasangkan dengan lawan jenisnya. Pemasangan ular dilakukan pada siang hari sekitar pukul 12.00-13.00 WIB. Pengamatan dilakukan terbadap perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) baik yang berasai &ri Papua maupun dari Kepulauan Aru. Hasil pengamatan terhadap tiga pasang ular Sanca Hijau dari masingmasing daerah tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 9. Dumi 'dan frekuensi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua.
Tabel 10. Durasi dan fiekuensi perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropj>thonviridis) yang berasal dari Kepulauan h. No. Pasangan 1
ular
3
2
z
Perilaku
t
f
t
f
t
f
Mendekati
6
1
16
3
17
5
39
Diam
-
-
30
-
3
-
33
Courtship
138
2
144
4
23
4
305
Diam
11
-
43
11
-
65
Kopulasi
414
2
902
726
1
2042
Pisah / Lepas
25
2
45
1
3
348 2832 1058
I - -
2
594
1180
-
Keterangan : t : durasi (menit) f : frekuensi
Perilaku reproduksi yang terjadi saat pengamatan adalah sebagai berikut : a. Mendekati pasangan. Perilaku ini dilakukan oleh ular jantan. Setelah dipasangkan tidak seinua ular jantan Iangsung ~nendekatiular betina, ada juga yang mulai mendekati betina setelah sore atau lnalam hari. Saat mendekati pasangannya ular jantan inenjulur-julurkan lidahnya ke tubuh ular betina yang sedang d i m . Lalu ular jantan tersebut akan meletakkan kepalanya di tubuh ular betina dan inendekatkan tubuhnya.
Waktu rata-rata yang diperlukan oleh uIar jantan saat mendekati ular betina adalali sekitar 9 menit untuk ular yang berasal dari Papua dan 13 menit untuk ular yang berasal dari Kepulauan Aru. Ular betina yang tidak merespon ular jatltan akan d i m saja atau segera menjauhinya.
Gambar 10. Perilaku mcndckati pasangan
b. Courtship (bercumbu). Setelah ular jantan inendapat respoil positif saat lnendekati ular betina maka dirnulailah perclunbuan. Percumbuan dunulai dengan pergerakan ular jantan ~nenyusuritubuh ular betina sambil melilituya dengan lembut. Saat menyusuri tubuh ular betina, ular jantan akan meujulur-julurkan lidahnya dan juga menggosok-gosokan dagunya.
Ular betina yang
sedang melingkar di ranting akan melonggarkan dirinya sehingga
memudahkan ular jantan untuk bergerak. Ketika bercumbu, bagian yang paling aktif adalah bagian ekor. Pada daerah kanan dan kin dari kloaka terdapat suatu alat peraba yang berbentuk seperti duri yang disebut "anal claws", saat courtship alat peraba inilab yang aktif rnencari posisi lubang kloaka betina. Percumbuan atau courtship tidak selamanya langsung diikuti dengan kopulasi. Adakalanya ular jantan dian saat bercurnbu dan melanjutkannya bebempa saat ke~nudian. Ada juga ular jantan yang tnernisahkan diri lagi dengan ular betina dan inemulai semuanya dari awal. Waktu rata-rata yang dihabiskai untuk melakukan percumbuan oleh ular yang berasal dari Papua adalah 123 menit atau 2 jam 3 menit. Sedangkan ut~tukular yang berasal dari Kepulauan Aru adalah sekitar 101 menit atau I jam 41 menit.
Gambar 11. Perilaku bercumbu (coutrship).
c. Kopulasi. Kopulasi ditandai dengan masuknya alat kelamin ular jantan atau yang biasa disebut hernipenis ke dalam lubang kloaka ular betina. Saat kopulasi, ekor ular jantan melilit ekor ular betina. Ketika kopulasi berlangsung, baik ular jantan maupun ular betina lebih banyak terlihat diatn tidak bergerak. Natnun kadang-kadang terlihat juga gerakan-gerakan rnendorong dan gerakan mengencangkan lilitan ekor oleh ular jantan. Kopulasi dapat berlangsung selama berjarn-jatn. Adakalanya saat kopulasi ular jantan lnemisahkan din dengan ular betina, namun beberapa saat kemudian ular jantan akan melakukan percumbuan kernbali dan juga kopulasi. Waktu rata-rata lamanya kopulasi berlangsung untuk ular yang berasal dari
Papua adalah sekitar 621 menit atau 10 jam 21 menit dan untuk ular yang berasal dari Kepulauan Aru adalah sekitar 680 menit atau 11jam 20 menit.
Garnbar 12. Perilaliu kopulasi
Waktu rata-rata yang dihabiskan oleh ular Sanca Hijau untuk ~nelakukanperilaku reproduksi rnulai dari rnendekati pasangan hingga selesai berkopulasi dan me~nisahkandiri adalah 932 ~nenitatan 15 jam 32 menit untuk ular yang berasal dari Papua. Sedangkan untuk ular Sanca Hijau yang berasal dari Kepulauan Am menghabiskan waktu selama 944 menit atau 15jam 44 menit. Saat pengamatan terlihat bahwa ketika ~nelakukanperilaku reproduksi ular tidak seliunanya bergerak, ada waktunya ular diam beberapa rnenit sebelurn tnelanjutkan kembali perilakunya tersebut. Bahkan saat sedang courtship ataupun kopulasi kadang ular jantan memisahkan diri lagi dengan ular betina, lalu beberapa saat kernudian memulai lagi pe~ilaku reproduksinya dari awal. Perilaku ini dilakukan untuk lebih merangsang ular betiua mencapai "heat" tertentu sehingga ul& betina siap untuk kawin dengan ular jantan. Uji t dilakukan pada masing-masing tahapan perilaku reproduksi dengan tujuan untuk ~nembuktikanapakah terdapat perbedaan durasi perilaku reproduksi pada ular Sanca Hijau yang berasal dari dua daerah yang berbeda tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil t,,,,,,,, untuk perilaku mendekati pasangan, courtship, dan kopulasi secara berturut-turut adalah 0,79; ;0,38; dan 0,30. Hasil perlutungan tersebut dibandingkan dengan t , ~pada selang
kepercayaan 99 % yang nilainya sebesar 4,604. Hasil tersebut menunjukkan semua t~,i,~,, lebih kecil dari t , ~, berarti dapat diambil kesimpulan bahwa durasi dari tahapan-tahapan perilaku reproduksi pada ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Aru secara statistik tidak berbeda nyata atau bisa diiiatakan relatif sama. Adanya perkawinan tidak menjamin terjadinya fertilisasi, ha1 ini tergantung ketepatan waktu antara masuknya sel sperma dengan kematangan sel telur. Keberhasilan fertilisasi baru dapat diketahui sekitar satu bulan setelah perkawinan. Hal ini ditandai dengan pemt ular betina yang terlihat agak membesar.
I. Penilaian Aspek Teknis Penangkaran Penilaian terhadap aspek teknis penangkaran dilakukan dengan memberikan skor pada indikator-indikator yang berhubungan dengan aspek tersebut. Penilaian tersebut mengacu pada Pedoman Standar Kualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan ~ a k ~ i ahasil r , diskusi Kegiatan Proyek Pemantapan Perlindungan Hutan dan Konservasi )Jam di tahun 2002. Hasil perhitungan akan menginformasikan mengenai maksimal tidaknya aspek teknis yang diterapkan. Perhitungan tersebut tertera pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Penilaian aspek teknis penangkaran di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII.
Tabel 11. (lanjutan)
Skor-skor pada indikator penilaian aspek teknis penangkaran ltentukan berdasarkan baik tidaknya pelaksanaan pengelolaan penangkaran. Pada indikator tempat usaha (notnor 1) skoring dilakukan berdasarkan skaia usaha, baik CV Tenaria maupun Taman Reptilia TMII memiliki luas lahan ]fang tergolong cukup baik untuk dijadikan usaha penangkaran, oleh karena itu keduanya mendapatkan skor 3. Pada teknik reproduksi (nomor 4-6), CV Terraria menggunakan metode reproduksi semi alami dan Taman Reptilia menggunakan metode alami. Metode semi alami ditandai dengan pemisahan kandang induk jantan dan betina, kemudian penyatuan induk-induk tersebut dilakukan saat musim kawin. Sedangkan pada metode alami, induk jantan dan betina disatukan dalam satu kandang dan perkawinan antara keduanya terjadi tanpa campur tangan pengelola. Dengan metode semi alami, =!a; di CV Terraria rata-rata dapat menghasilkan telur sebmyak iO-18 buiir. Di alam ular Sanca Hijau mta-rata menghasi!kan telur sebanyak 10-25 butir (Mattison, 1988). Hal ini menunjukkan tingkat produksi ular Sanca Hijau di CV Terraria termasuk normal, oieh karena itu skor yang lperoleh adalah 3. Untuk Taman Reptilia 'iMI:, tingkat produksinya rergolong kurang berhasil dan mendapat skor 1.
Keberhasilamya yang kurang dapat dilihat pada jumlah telur yang dihasilkan oleh ular ~ a n g terdapat disana, contobnya ular Sanca Batik di dam dapat meilghasilkan sekitar 30 butir telur (Geus, 1992), sedangkan di Taman Reptilia TMII hanya dihasilkan 2-3 butir telur. Jumlah populasi induk yang produktif di CV Terraria sebanyak 125 ekor, karena jumlahuya lebih dari 100 ekor maka skor yang diperoleh untuk indikator ukuran populasi ,'
induk yang ditangkarkan (nomor 7) adalah 5. Di Taman Reptilia TMII jumlah induk produktif kurang dari 25 ekor, sehingga skornya 1. Sama halnya dengan indikator metode reproduksi, pemberian skor pada indikator sistem stocking/restockiug (nomor 9-10) juga ditentukan dari tingkat produksi ular. Oleh karena itu, untuk indikator tersebut skor yang diperoleh oleh CV Terraria sebesar 5 dan Taman Reptilia TMII mendapat 1. Pada indikator penataan areal penangkaran (nomor 1I), skoring ..ditentukan berdasarkan ada tidaknya pemisahan antara kandang induk, kandang anak, dan kandang pembesaran. CV Terraria memisahkan ketiga jenis kandang tersebut sehingga diberi skor 5, sedangkan di Taman Reptilia TMII, pengaturan kandang dihedakan hanya untuk pameran dan karantina sehingga skor yang diperoleh adalah 1. Untuk indikator ukuran kandang pembiakart, kandang anakan, dan kandang pembesaran (non~or 12-14), punberian skor tersebut didasari pembandingan antara ukuran kandang yang digunakan dengan kebutuhan ruang yang dibutuhkan oleh ular Sanca Hijau. ldealnya ular Sanca Hijau membutuhkan ruang scluas 0,3 m2pcr mcter panjang ular. Ukuran kandang yang digunakan di CV Tcrraria kurang sesuai dengan kebutuhan ruang yang diperlukan sehingga skor yang didapat adalah 3. Kandang di Tarnan Reptilia TMII berukuran besar, besarnya sesuai dengan kebutuhan mat?& oleh kareua itu Taman Reptilia TMIImendapat skor 5. Skoring pada indikator survival rate induk (nomor 15) dilihat dari persentase induk yang hidup. Di CV Terraria tingkat mortalitas induk sebesar 5 %, berarti induk yang hidup mencapai 55 76,maka untuk indikator ini CV Terraria djben skor 5 . Di Taman Keptilia TiGI1 tingkat mortalitasnya sebesar 10 %, artinya persentase induk yang hidup berada pada selang antara 50 % - 90 % sehingga diberi skor 3. Untuk indikator survival rate keturunan (nomor 16), CV Terraria mendapat skor 5 karena tingkat mortalitas anakan dibavvah 50 %: yaitu berkisar z.kra 5 % - 10 %. Taman Rspti!ia TMJI rnendapat skcr !kereca h g k a t mortalitr?s keturunan di atas 50 %. Berdasarkan pada tingkat mortalitas anakan maka skor pada indikator survival rate populasi yang dibesarkan (nomor 17) dapat ditenb~kan. Dengan tingkat rnorta!itas matan 5 ?6 - 10 % di CV Terraria m&a populasi saat i ~ dibandingkaz i dengal populasi awalnya dapat mencapai lsbih dari 80 % karena itu CV Terraria diberi skor 5,
sedangkan di Tarnan ReptiIia TMII dengan tingkat mortalitas anakan di atas 50 % maka populasi saat ini jika dibandingkan dengan populasi abvalnya tidak akan lebih dari 50 %, jadi skomya adalah 1. Tenaga kerja ahli di bidang penangkaran ular yang terdapat di CV Terraria bejumlah 3 orang dan di Taman Reptilia TMII jumlahnya hanya 1 orang. Dari jumlah tenaga keja ahli tersebut maka pada indikatsr !ce 18 mengenai !tetersediaan tenega keja akJi maka CV
erra aria
diberi skor 5, sedangkan Taman Reptilia mendapat skor 3. Ukuran individu hasil
penangkaran (indikator nomor 19) di CV Terraria lebih besar daripada individu yang terdapat di alam karena itu diberi skor 5. Ular Sanca Hijau yang terdapat di penangkaran dapat mencapai panjang sekitar 2 meter, sedangkan di alam biasanya panjangnya hanya sekitar 1,5 meter. Taman Reptilia TMII memperoleh skor 3 karena ukuran individu di sana kebanyakan sama dengan ukuran individu di alam. Pada indikator upaya pengamanan usaha penangkaran (nomor 20) dan upaya pengendalian penyakit (nomor 21) CV Terraria dan Taman Reptilia TMII masing-masing memperoleh skor 5 karena pengelola kedua tempat tersebut mampu mengendalikan gangguan tersebut. Dari tingkat kelangkaan jellis (nomor 22), keduanya diberi skor 3 karena jenis ular yang ditangkarkan tergolong dalam apendis I1 pada CITES. Pada indikator upaya pencegahan inbreeding pada tingkat tetua (nornor 23) dan upaya pencegallan persila~gandengan jenis lain (nomor 24), keduanya juga mendapat skor 5 untuk tiap masing-masing indikator. Skor tersebut diberikan karena telah ada upaya untuk mencegah inbreeding atau persilangan dengan jenis lain walaupun saat ini masih belum maksimal, yaitu dengan mencatat asal usul induk anakan pang dihasilkan. Namun upaya sterilisasi keturunan untuk jenis endemik (nomor 25) belum ada rencana untuk diterapkan, baik di CV Terraria maupun di Taman Reptilia TMII, oleh karena itu skor yang diberikan 1. Pada indikator ketersediaan stoodbook clan tagging (nomgr 26), C v Terrxia. rliheri skor 3 karena meskipun telah ada stoodbook
namun belum ada pemasangan tagging pada satwa, sedangkan Taman Reptilia TMII diberi skor 1 karena di sana tidak ada stoodbook. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh total skor untuk CV Terraria dan Taman Reptilia TMII. Total skor maksimum dan minimum yang nlungkin didapatkan oleh CV Tenaria adalah 2,3865 dan 0,4773. Total skor maksimum dan minimum di Taman Reptilia TMII adalah 2,429 dan 0,4858. Perbedaan total skor maksimum dar~minimum di CV Terraria dan Taman Reptilia TMII disebabkan adanya beberapa perbedaan &lam indikator yang digunakan.
Total skor yang diperoleh oleh CV Terraria adalah 1,9085, sedangkan Taman Reptilia TMII sebesar 1,6018. Meskipun skor keduanya herada dibawah skor maksimum, nantun skor keduanya masih diatas nilai rata-rata dari total skor masing-masing. Hal ini menandakan hahwa penerapan aspek teknis di kedua penangkaran tersebut tergolong cukup baik. Jika hasil peniiaian dihandingkan antara CV Terraria dengan Taman Reptilia TMII, maka terlil~atCV Tcrraiia memiliki nilai yang lebih tinggi. Artinya pelaksanaan aspek teknis di CV Terraria lebih maksimal daripada di Taman Reptilia TMII. Pelaksanaan aspek teknis di CV Terraria memang lebih baik hila dibandingkan dengal Tanan Reptilia TMII, temtarna dalam aspek reproduksinya. CV Terraria sangat memperhatikan dan berusaha untuk memaksimalkan produksi. Jika dilihat dari survival rate keturunan dan survival rate populasi yang dibesarkan, maka bisa dapat dikatakan bahn-a usaha CV Terraria dalam aspek reproduksi termasuk berhasil.
Lain halnya dengan Taman Reptilia TMII, pengelola di sana tidak memprioritaskan aspek reproduksi dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan Taman Reptilia TMII bukanlah penangkaran murni. Taman Reptilia TMII termasuk salah satu bentuk lembaga konservasi yang dalam pengelolaannya berhak melakukan penangkaran, namun tujuan utamanya lebih ditekankan pada wjsata, pendidikan, dan juga sarana informasi tentang satwa.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia TMII adalah dua lembaga pang melakukan penangkaran tetapi dengan tujuan yang berbeda. CV Terraria meiakukau penangkaran ruituk kebutulian ekspor, sedangkan Tam= Reptiiia TMII lebili dikhususkan pada pameran sahva. Perbedaan tujuan tersebut menyebabkan munculnya beberapa perbedaan dalam pengelolaan dan pelaksanaan dari aspek teknis penangkaran.
2.
Pelaksanaan aspek teknis di CV Terraria Indonesia dikembangkan untuk meningkatkan produksi sahva. Hal ini terliliat pada kegiatannya yang selalu memfokuskan untuk menunjang keberhasilan reproduksi sahva. Sedangkau Timan Reptilia TMII n~enitikberatkanpada pameran sahva. Kegiatannya ditujukan untuk n~enarikwisatawan, antara lain dengan membuat display kandang seindah mungkin, menanlpilkai~jenis sahva yang unik, dan juga mengadakan atraksi satwa.
3.
Berdasarkan penilaian aspek teknis penangkaran dengan mengacu pada Pedoman Standar Kualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan Sahva Liar (Hasil diskusi pada Kegiatan Proyek Pemantapan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam tahwi 2002), diketahui bahwa CV Terraria mendapat skor sebesar 1,9085 dan skor untuk Taman Reptilia TMII sebesar 1,6018. Hal ini berarti pelaksanaan aspek teknis di CV Terraria lebih baik bila dibandingkan dengan Taman Reptilia TMII, terutama dalam aspek reproduksinya.
4.
Hasil pengamatan perilaku reproduksi terhadap ular Sanca Hijau (Chondrop~lthon viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Aru menunjukkan bahwa durasi
peril&u reprodbksi clar Sx,ca
%JZJ
yang berasal deri dua herah tsrsbut secara
statistik tidak berbeda nyata atau dapat dikatakan relatif sama. Waktu rata-rata yang dihabiskan oleh ular Sanca Hijau untuk melakukan perilaku reproduksi mulai dari mendekati pasangan hingga selesai kopulasi adalah sekitar 15-16 jam.
B. Saran 1.
Pelatihan bagi pengelola dan pekerja yang bekeqa pada suatu usaha penangkaran karena untuk menangani satwa dibutuhkan keahlian, kesabaran, dan ketekunan sehingga tingkat stres' satwa akibat seringnya kontak dengan manusia dapat berkurang.
2.
Pemasangan tagging dan pencatatan silsilah satwa dengan teliti untuk mencegah tejadinya inbreeding dimasa ymg &an datang.
3.
Ada baiknya jika dilakukan general check-up secara rutin oleh dokter hewan terhadap sabva secara berkala deugan tujuan supaya kondisi kesehatan sahva terns teijaga dan terpantau dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S. 1993. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 11. Pusat Antar Universitas-Lembaga Sumber Informasi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Blum, Volker. 1986. Vertebrate Reproduction. A Texfbook. Springer-Verlag.Berlin. Breen, John F. 1974. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. T.F.H. Publications, Inc. Ltd. United States of Ainerica. Geus, Armin. 1992. The Proper care of Snakes. T.F.H. Publications Inc. United States of America. Goin, C.J., Olive B. Goin & George R. Zug. 1978. Introduction to Herpetology. Third Edition. W.H. Freeman and Company. San Francisco. Hedinger, H. 1975. Sudorder : Snakes in Grzimek's Animal Life Encyclopedia 6 Reptiles. B. Grzimek (Ed.). Van Nostrand Reinhold Company. Melbourne. Hemsworth, Paul H. & I-Iarold W. Gonyou. 1997. Human Contact. Pp. 205-217 in Animal Welfare. M . C. Appleby & B. 0. Hughes (Ed$.). Centre for Agriculture and Biosciences International. London.. Ho~~egger, R.E. 1975. Breeding and Maintaining Reptiles in Captivity. Pp. 1-12 in Breeding Endangered Species in Captivity. K.D. Martin (Ed.).Academic Press, Inc. London.
h~:mail2.factso~.de/~i~ermaiYnationaY2002.November/O10074.html. 2002. Bejuta-juta Dolar Sedang Menunggu?. Retrieved 2 Jaluari 2003 from World Wide Web : l~~v:mail2.factsoit.de/uiverniail/nationa1/2002.November/O 10074.html.
~.~.;//~~~v.indomedia.com/b~e_~~~~/_o~_2_0~1~~4~/UTAMA/14ue12.htm. 2001. DIY Perlu Kuota Perdagangan Ular. Retrieved 2 Januari 2003 from World Wide Web : 1i~:l/unvw.indomedia.com/bemas/032001/14~W14ue12.htm. Junaedi, Edi. 1999. Aspek Reproduksi Ular Sanca Karpet (Morelin spilotn vnriegntn) di Kandang Penangkaran. Skripsi. Jumsan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas KeIiutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kustiarto, Hanung A. 2002. Pertumbuban dan Perilaku Makan Ular Sanca fijau (Chondropython viridis) di Kandang Penangkaran. Skripsi. Jumsan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Masy'ud, Burhanuddin. 2001. Dasar-dasar Peilangkacm Sattiia Zzr. Laboratsriun: Penangkaran Satwa Liar Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Masy'ud, Burhanuddin & Lin Nuriah Ginoga. 2001. Diktat Pengantar Ilmu Makanan Sahva. Laboratorium Penangkaran Satwa Liar Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutman Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mattison, Chris. 1988. Keeping and Breeding Snakes. Blandford Press. London. '
Moore, Frank L. 1987. Regulation of Reproduction Behaviours. Pp 505-516 in Hormones and Reproduction in Fishes, Amphibians, and Reptiles. D.O. Noms & R.E. Jones (Xdj.).Pieilum Fress. Landon.
Morris, Ramona & Desmond Moms. 1965. Men and Snakes. McGraw-Hill Book Company. San Francisco. Murdoch, Winslow. 1997. Python Reproductive Physiology. Retrieved 29 Agustus 2003 from World Wide Web : h~://ii~~~~~.kinesnake.com/viridi~/murdochl.htm!. Payne, William J. A. & R. Trevor Wilson. 1999. An Introduction to Animal Tropics. Fifth Edition. Blackwell Science Ltd. London. P&.ac,
husband^ in the
Ricliard B., Jatna Supriama, Mochammad Indrawan & Padmi Krarradibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yajrasan Obor Indonesia. Jakarta.
Sentanu, Acep B. 1999. Studi Penangkaran clan Perilah Kawin Ular Sanca Hijau (Chondrop~~thon viridis) di CV Terraria Indonesia, Bogor. Jurusan Konservasi Sumberdajla Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa. Bogor. Steel, Robert G.D. & James H. Tome. 1960. Principles and Procedures of Statistics. With Special Reference To The Biological Sciences. McGraw-Hill Book Company: Inc. London. T l ~ o l ~ aMachmud. ~i, 1987. Upaya Penangkaran Satwa Liar. Media Konservasi Vol. I No. 3 Thohari, Maclmud. 1987. Gejala Inbreeding dalan~ ~enan~karan Sativa Liar. Media Konservasi Vol. I No. 4. Wallach, Joe! D. & Gerald L. Hoff. 1982. Metabolic and Nutritional Diseases of Reptiles. Pp. 155-167 inNoninfectious Diseases of Wildlife. G.L. Hoff & J.W. Davis (Eds.). The 1orr.a State University Press. Iowa. Walsh, Trooper. 2003. Husbandrp and Breeding of Chondrop~thonviridis. Retrieved 29 Agustus 2003 from World Wide Web hcto://www.cl~ondroweb.~~m/fi~~eGTPs/TW 1977.htmi. Wibowo, K.S. 2000. Maut Dibalik Rezeki Si Leher Sendok. Retrieved 2 Januari 2003 from World Wide Web : h~://iww.indomedia.com/intisari/2OOO/ag~tlkobra8.htm. Wing, Leonard W. 1951. Practice of Wildlife Conservation. John Wiley & Sons Inc. United States of America.
wuw.darkwar.com/snake/rawatular.html.9k. 2003. Snake as Pets. Retrieved 2 Januari 2003 ular.html.9k. from World Wide Web : u~~~~.dark\~~ar.codsnake/rawat
Kandang Ular yang Dipergunakan di CV Terraria Indonesia
Gan~bar13. Kandang nntuk nlar bemkuran kecil
Ganbar 16. Kandang untuk ular berukuran sangat besar.
Gambar 14. Kandang nntuk nlar bnvkuran sedang
Gambar 17. Kandang pe~nbiakkan
Gambar 15. K a n h ~ m~tuk g ular berukuran besar.
Kandang Ular yang Dipergunakan di Taman Reptilia TMII
Gambar 19. Kandang pameran luar berukuran besar
Gatnbar 18. Kandang pameran luar ben~kurankecil
Gambar 20. Kandang p e r a n l u x berukunn sangat besar
Gambar 22. Kandang pameran dalam berukuran besar
Gambar 21. Kandang pameran dalam h m k u a n kecil.
Iiasil I'c~t;anlnLan Pcrilaku Reprodulisi Ular Sanca Iiijau ( C ' / ~ u ~ r i ! r u ~ ~ virillis) ~'/hu,r Y.tng Berasnl 1);ll.i Pill111;l
Ii;lsil PCng;lnlat;ln Perilaliu Rci~rodulisiUl;lr S;inr:~Hij;lu !C'/rorr~lro~~.~tlrurr virirlis) Yang 13crnsal Dari Kei,ulaoae Aro 2X April 2003 Pcrihku 18.29 Pdkt 18.35 Cr -18.37 18..38 Cr 18.4 I lx.4.Z Cr 19.29 19.33 C r 20.35 -Cp . -...-22.12 -. - .. .- -- I.cl':ls -. -, 22.37 C' r . 22.42 22.43 Cr 22.46 22.47 Cr -. 23.01 23.0.3 Cr 23.M . C I , 0-1.23 Lc],:ls E ivaklu : 9 J:IIII5.i 111c11il
Jam
.r\ctcr;ing;ln ,
Pdkl : mcodckati pasangn Cr : courlsliip (bercurnbu) Cp : kopulasi - : dialn
Perhitungan Uji Beda Terfladap Rata-rata Dari Data Durasi Periialiu Reprodulisi
Il . . . ioo(csls H.,
: LL, = pl : durasi pcrilula
rcproduksi uldr Sanca Hijau (('l~ondrul~j~fho~l viridis) ?.an&
bcr .sal dari Papua dan HI : 14)
F
K C ~ U ' I ~ U RAIU I ~ tidak
bcrbcda nyata.
111 : durasi pcrilaku rcproduksi ular Smcn Hijau (Cliondrol~j,rhun viridis) yang bcrasnl dari P;lpua dali Kcpulauan Am bcrbcda n!.ata.
Kritcria uii t~,,,,,< t!,s.l
. niaka tcrima Ho.
ti,,, > I,:,~,,~ , nlaka terinia HIatau t o l k H,,.
Perliiti~nznn Mcndckati Pasangan.
ti ,
.
< t,,~,, 11iaka tcri~naHI
I(csilnpul3n : dur~sipcriiaku mclidckati pasallsannya pada ular Sanca Hljau viridis) baik y a . 1 ~bc:asal
krbeda secara nyata.
Courtship (bercurnbu)
No.
Papua (XI)
An1 (X.)
1.
120 menit
138 menit
7 -.
54 menit
I44 ~ncnit
3.
195 menit
23 mcnit
ZX
369
305
XXz
5534 1
40309
s
123
i
10 1.67
(~'h0ndrOj>,Vl/7Ol1
dari Papua niaupun dari Kepulaum AN t i d k
zsz: = zx2:- ( E X ~ ) ~ / I I = -10309 - 3100S.33 = 9300.67 d l = 2(0 - I ) =2(3- 1 ) = -1
s2 = -TS,' + zs::
2(11 - I )
= 9954
0300.67 4 = -1Sl3;67.
s,;
7
=J$ =J)= 50.05 =d
1
s;i
= 123 - 101.67
55.65 = O,.?S
= -1.604
l,npi
:. th,,.4nE < tlrhsl
;
11~;llia tcritilil H I
Kcsimpulai : durasi pcrilaku cot rtship (bcrcumbu) pada ular Sanca Hijau (C'hondrap)~iho~l viridis) baik yang berasal dari Papua maupun dari Kcpulauan An1 tidak bcrbcda sccara nyata.
Kopulasi.
No.
Papua (XI)
1.
'
345 mcnit
1
An1 (X2) 414 mcnit
794 mcnit
902 tncliit
3.
726 lilcllii
726 inenit
ZX
1865
2042
1276537
1512076
2.
--
7
XX'
- ---
s
.-
-
6 2 1 > 6 2 680.67
:. thlvng< twkl maka tcrima HI ;
Kcsimpulan : durasi pcrilaku kopulasi pada ular Sanca Hijau (Cliondroj~yrhonviridsj baik yang t::rasal dari Papua niaupun dari Kcpulauan Aru tidak bcrbcda sccara
STOCK K E A D h N HEWAN Periode :
! : L
Jenis blnatang
B
- 5MASIJK -
1 ( ~ l alarlangon r
- 2 39
4
-
r
L
~ -B
M
i
!\?AT1 B ' S I M
*-
I
1 Ular hiiau pohon / gadunq I %i
Ular kopi 5 Ular sapitimor 6 Ular sapi sulawesi 7 Ular pelangi .--8 Ular punai-- coklat(sun-iatra) 9 Ular i --~ u c a!su;a;r!esi) ' 10 [Ular punai ( b o r n e ~ ) 11 . Ular ta1i:vangsa? 2 Ular maut / death adder 13 Ular potlot 14 Ular tikils timor 15 Ular hijau bakau 16 Ular taliwangsz ( s t ~ l ~ w e s i ) 17 Ular black albertisi 18 Ular janseni 19 Ular puaai hijau (surnstra), , 20 Ular rnarahar~I ' b u n g a r ~ s 21 Ular batik Soia 22 Ular beizing -- 23 Lilar punai e i a r me:ahlhzc.?rqi 24 U!ar t ) ~ i ; i irr~eiah 25 3;ar pelesea 25 Ular sanca b a t ~ k (jawa) ---.-
KULlJA2 -- -
-
-r
i
I
/D
/
/D
-.
I
I 1
/~7
I
I J
I .
/
'i
/
!
1
I
1
i 3 1 i /'
I
3
I
I
I
-
!
i
1 i
I
1! -I-+I++.
1 3 t
I
I
; :D
-
I
! --'__- I
i
I
! I
i
I
/
I / :
! I
1 I
i
,
1 1
!
!
I
I
:
I l / i
I
-?
I !
I
:' V 7
1 I
:
I
!
I
I i
.rr I --
-
1
-
j
--
I
!
!
! A r
I I
r - 7
--11-L-.~ 1 1
I
I
--r-
-
/
1.
-
--.--
I 1-
!
i-
-.;a; ----Ez - I
I
/A
;
' M I
/3
-
!
SlSA
s
B
-
222-
!
I
L
1
I
.
I
I
!
\
! 9 -1 -4, I I
go.
MkSUK S M I3
Jenis binatacg
91 Kadal dada kuning duri --rnaG -- rnerah ----I --92 ---Kadal Kadal k u ~ i n g 1 53 94 Kadal salak ' 95 Kadal licin 96 Kadal pelangi 7 I
L
.22
I
.-
-
I
1 I
I
I
i
I I
I
I
I
I
(I
- -. I
1
! / , $ I
.? --
1.
A_.' -1-.. 1.
i
-
!
I
I! -.
/B
.J '2
A?
I
I
-!--._I+-_1---.
9
I I
L
I
--
I
i s M~ _-s T ~ ~ 9
16'
I
blb.4
MAII
i. B
$
I
-
1
KELUAK td 6 ' s
I
3
/+ -.
.
I
I
I
I
I
I I
I
-
3-r! I
I
-.
~
/z7 I
I 1
-
I 1 &, --.-,1-1 I
1 I I
!
I
1 j
I
-
No.
I M I L IB S I M I L I -
Jenis binatang
MAS UK
KELUAR
s --B maung ( s o r c n L ---.- - ---j.: T 6 F - a n C a X u n g (jawa) 157 IKaIaj;noking /a 158 - Ba'in terban -.- .. 159 ~Bajing ~ l a a warna I 160-oi'awak biasa 122 161 Biawzk coklat I 162 Biawak serunai 163 Biawak abu 164 Biawak iiitam -- -- -. - 165 IBiawak salvadori ! I 6 6 Biawak hijalr 'I G7 Biawak ekor biru / i 6 8 Biawak leher merah $ 169 Biawak kuning --, /2 1 7 0 - ~ i a w a timor k / 171 BiawaK t&a warna I -'172 Biawak kvning budi tasrna
-~----
,1:)s ,Rar!r;e
"-
A
I
-- -
1' I I I---
/Z -
I
I
i-1----
1
22
2
.
B
1 . I 12
7
A
MATI SlSA S I M ' i / 6 ' S I M A-- L . I-
/O
f?
/
-
-
-
I
I
4
~~
-
~
y
I
-
-
I
/
3 1
45 1
I
/
I
.I
I
i
i
.' I
-
1
I
i
I
I
i
I
i
1
I
!
/z
Daftar Nama Reptil-Amphibi Yang Terdapat di Taman Reptilia TMIf NO.
k
B.
NAMA LATIN
NAMA INGGRIS
NAMA DAERAH
SMALL PYTHON SNAKE 1. Cmidoia aspera
Papuan Ground Boa
Mono / boa Tanall
2. Carldoia carinnfa
Papuan Tree Boa
Mono / boa Pollon
3. Lialis a!bcrtisi
White Lipped m i l o n
Sanca Kitan1 / Abu
4. Morelia ar?resthystine
Sluub Pytllon
~ a n c Kuning a / Patola
5. Python ccrrt~rs
Blood Pytl~on
Sanca Dipong
1. T'araritrs sah~ator
Water Monitor
Biatvak Sungai
2. Vara~~uspa~ropleslior~~
Argus Monitor
TERESTRIAL MONITOR
1 Bia~vakGaris
SEMI AQUATIC TURTLE 1. Cuora antbornensis
An~boinaTurtle I
Kura Batu
2. Cycler?iisdentata
Sumatra Leaf Turtle
3. Siebenrockiela crasicoll
Fat Neck Turtle
Kura Pipi Putih
4. Notochelysplatynota
Flat Shelled Turtle
Kura Platinota
5. Ernydura subglobosa
Red Bellied Shorneck
Kura Dada IvIerah
6. E~ir.vdrrraalbertisi
Painted Sideneck Turtle
Kura Dada Pink
7. Ifeoseniys spinosa
Spiny Turtle
Kura Duri
1. Adorelia 18iridis
Green Tree Python
Sanca Hijau
2. hIorelia s. sariegala
Carpet Python
Sanca Karpet
3. Python reticulatus
Reticulated Python
Sanca Batik
4. hloltrr~rsbi~~iflalus
Burmese PyUlon
Sanca Bodo
1. Acrocliord~rs javonicus
Elephant Tmnk Snake
Ular Karung
2. Deridrolaphispicta
Bronze Back Snake
Ular Tampa
3. Elaphe rodiato
Copperhead Snake
Ular Sapi
4. A'enophelfis unicolor
Sunbeam Snake
Ular Pelangi
1. Orlitia borneoensis
Borneo Turtle
Kura Biuku
2. Callagrrr borneoensis
Red Borneo Forehead Turtle
Kura Kepala Merah
3. Ar~ydacartilaginea
Common Softshell Turtle
Bulus
4. Pelachelys bibroni
Frog Headed Softshell Turtle
Bulus Bibroni
5. Cheiodina siebenrocki
Snake Neck Turtle
Kura Leher Ear
Kura Ceper
PYTHON
NON VENOMOUS SNAKE
AQUATIC TURTLE
-
NO.
NAMA LATIN
-
NAMA INGGRIS
NAMA DAERAH
G.
H.
-
L
J.
K.
L.
M.
1 . Litoria caerulea
Green Tree Frog
Kodok Pesek
2. Rana catesbeiana
Bullfrog
Katak Lembu
Dumeril's htonitor
Biawak Coklat
1. l'aranus finrorer?sis
Timor Monitor
Biawak Indikus
2. Tiliqua gigas
Blue Tougue Ski&
Kadal Panana
3 . Sphenoirrorphris nruller
Muller Skink
Kadal Licin
1 . Cyrtodactylus lorisiaderr
NG-Giat Banded Gecko
Tokek Belang
2. Gecko viitattis
Wfute Line Gecko
Tokek Ambon
3. Plycl~ozoonkuhli
Kuldi Gliding Gecko
Cecak Tehang
1 . Boigia dendrophila
Banded Mangrove Snake
Ular Taliwangsa
2. Btrngarzis candidrts
Malayan Krait
Ular Welang
3. Naja sptitotrix
Indonesian Spilting Cobra
Ular Kobra
4 . Ophiophagris hanrlahXL
King Cobra
Ular King Kobra
5 . Tripodelaerrnis~vag/eri
Wagler Sunlatera Pit Viper
Ular Punai Sumatera
1. Tonristonta schlegeli
False Gavial
Buaya Senyulong
2 . Crocodylus porosus
Water Crocodile
Buaya Muara
1. A.lanotiria eniys
Brown Bumes Tortois
Kura Dam Sumatera
2. Varanus salvafor
Water Monitor
Biawak Sungai
MGPJ~US m10n
Sancs B d o
4. Pyihon retictrlahrs
Reticulated Python
Sanca Batik
5 . Liasis olivaceaus
Papuan Olive Python
Sanca Abu
6. Iguana iguana
Grecn Iguana
Iguana
Blue Tongue Skink
Kadal Lidah Bim
ARBOREAL MONITOR 1. l'aranus dtirrrerili
SMALL MONITOR & LIZARD
GECKO
VENOMOUS SNAKE
CROCODILE
TAME REPTILE
3.
-
.
?j$?0;7
J?;S~U/E:S
7 . Tiliqua scincodes
--