FILOGEOGRAFI KERANG HIJAU (Perna viridis) DI INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN JALUR LINTAS PELAYARAN
AYU DIAH PITALOKA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Filogeografi Kerang Hijau (Perna viridis) di Indonesia dan Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Ayu Diah Pitaloka NIM C54110007
ABSTRAK AYU DIAH PITALOKA. Filogeografi Kerang Hijau (Perna viridis) di Indonesia dan Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran. Dibimbing oleh HAWIS MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN. Kerang hijau (Perna viridis) berpotensi untuk menyebar luas secara geografis melalui penyebaran larva atau air ballast kapal, yang berpotensi invasif di area geografis lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konektivitas dan keragaman genetik spesies kerang hijau (Perna viridis) di Indonesia dan kaitannya dengan jalur lintas pelayaran, menggunakan marka mitokondria lokus Cytochrom oxidase 1 (CO1). Jarak genetik terjauh terdapat antara populasi Makassar dan Muara Kamal (D = 0.008), dan jarak genetik terdekat antara populasi Teluk Lada dan Ambon serta antara populasi Teluk Lada dan Palabuhan Ratu (D = 0.002). Differensiasi genetik terkecil terdapat antara Makassar dan Palabuhan Ratu (Fst = 0.05). Differensiasi genetik terbesar terbesar terdapat antara Ambon dan Palabuhan Ratu (Fst = 0.90) dan antara Ambon dan Teluk Lada (Fst = 0.90). Keragaman Genetik ditunjukkan oleh keragaman haplotipe yang tinggi. Keragaman haplotipe tertinggi terdapat pada populasi dari Muara Kamal (Hd = 0.27), diikuti populasi dari Palabuhan Ratu dan Teluk lada (Hd= 0.22 dan Hd = 0.18), dan haplotipe terendah terdapat pada populasi Ambon dan Makassar (Hd = 0.13). Hubungan genetik yang dekat antar lima populasi ini kemungkinan besar berkaitan dengan jalur lintas pelayaran Indonesia sebagai media persebaran spesies P. viridis. Kata kunci: Perna viridis, DNA Barcoding, keragaman genetik, konektivitas
ABSTRACT AYU DIAH PITALOKA. Phylogeography of Green Mussel (Perna viridis) in Indonesia and Its Relation to Cross Shipping Lanes. Supervised by HAWIS MADDUPPA and BEGINER SUBHAN. Green Mussel (Perna viridis) has the potential to spread geographycally through larval dispersal or ballast water from boat, which potentially to be invansive in other geographical region. The research aimed to analize genetic connectivity and genetic diversity of Green Mussel (Perna viridis) in Indonesia and its relation to cross shipping lanes, using genetic marker of mitochondrial Cytochrom oxidase 1 (CO1) locus. Farthest genetic distances was observed in the population of Makassar and Muara Kamal (D = 0.008), and the nearest was observed between population of Teluk Lada and Ambon and between population of Teluk Lada and Palabuhan Ratu (D = 0.002). A little genetic differentiation was observed between Makassar and Palabuhan ratu (Fst = 0.05). A large genetic differentiation was observed between Ambon and Teluk Lada (Fst = 0.90) and between Ambon and Palabuhan Ratu (Fst = 0.90). Genetic diversity shown by haplotype diversity in five locations was observed high. Highest haplotype diversity was observed in populations of Muara Kamal (Hd = 0.27), followed by
the population of Palabuhan Ratu and Teluk Lada (Hd = 0.22 and Hd = 0.18), and lowest haplotype was observed in population of Ambon and Makassar (Hd = 0.13). Close genetic relationship between five populations most likely associated with cross shipping lanes in Indonesia as a medium for the spread of P. viridis. Keywords: Perna viridis, DNA Barcoding, genetic diversity, connectivity
FILOGEOGRAFI KERANG HIJAU (Perna viridis) DI INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN JALUR LINTAS PELAYARAN
AYU DIAH PITALOKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Filogeografi Kerang Hijau (Perna viridis) di Indonesia dan Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Hawis Madduppa, SPi, MSi dan Bapak Beginer Subhan, SPi MSi selaku pembimbing, yang telah banyak memberi segala saran, bimbingan, dan nasihat selama penelitian berlangsung hingga karya ilmiah ini selesai. 3. Mareike Huhn yang telah membantu dalam pengambilan sampel penelitian ini dan memberikan dukungan serta masukan. 4. Laboratorium Biosistematik dan Biodiversitas Kelautan ITK IPB, atas penyediaan fasilitas dalam proses pengolahaan data dalam dan penulisan skripsi ini. 5. Ayah Budi Purwanto, Bunda Wahyu Rohani dan seluruh keluarga besar atas kasih sayang yang diberikan. 6. Bang Edwin, Mbak Lita, Bang Pre, dan “Genetic Team” atas ketersediaannya menemani dan membantu dalam proses pengerjaan. 7. Keluarga besar Ilmu dan Teknologi Kelautan, khususnya ITK 48, atas dukungan dan semangat yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Ayu Diah Pitaloka
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
ix ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Koleksi Sampel
2
Alat dan Bahan
3
Prosedur
4
Ekstraksi
4
Amplifikasi DNA (PCR)
4
Elektroforesis Penentuan DNA
5
Siklus Pengurutan Nukleotida (cycle sequencing)
5
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Struktur Genetik
6
Keragaman Genetik
7
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Lokasi, jumlah, dan kode akses sampel Perna viridis Kategori nilai struktur populasi, jarak genetik, dan keragaman genetik Jarak genetik (D) dalam dan antar populasi P. viridis Analisis uji jarak berpasangan (Fst) pada lima populasi P. viridis Deskripsi statistik keragaman genetik P. viridis
3 6 6 7 8
DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi pengambilan sampel Perna viridis Haplotype network P. viridis di Ambon, Teluk Lada, Palabuhan Ratu, Makassar, dan Muara Kamal 3 Haplotype network P. viridis dari populasi di Indonesia dan seluruh dunia 4 Jalur lintas pelayaran Indonesia yang melewati lokasi pengambilan sampel Perna viridis 5 Rekonstruksi pohon filogenetik Perna viridis dengan marka COI menggunakan metode Neigbour-Joining (NJ) dengan nilai bootstrap 1000 dengan total sekuens 158 dari populasi Indonesia dan seluruh populasi dunia
2
2
8 9 10
11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Komposisi Master Mix (MM) pada PCR 2 Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada Perna viridis
15 16
PENDAHULUAN Latar Belakang Kerang hijau (Perna viridis, Linnaeus 1758) adalah hewan bercangkang yang termasuk jenis hewan lunak (moluska) yang hidup di laut terutama pada daerah intertidal, merupakan salah satu anggota dari kelas Bivalvia, dan memiliki sepasang cangkang berwarna hijau kebiruan (Cappenberg 2008). Umumnya hidup menempel dan bergerombol dengan menggunakan benang byssus pada dasar substrat yang keras, yaitu batu, karang, kayu, bambu, tali, atau lumpur keras pada perairan muara sungai, estuari, teluk dan daerah mangrove. Kerang ini tergolong dalam kelompok filter feeder, yaitu mendapatkan makanannya dengan cara menyaring air. Makanan kerang hijau berupa fitoplankton, detritus, diatom dan bahan organik lainnya yang terdapat di dalam air. Spesies ini merupakan sumber makanan yang berharga, telah dikonsumsi secara masal, dan dimanfaatkan dalam usaha budidaya. Spesies dari Famili Mytilidae ini merupakan kerang spesifik Benua Asia. Kerang hijau tersebar luas dari Laut India, Teluk Persia hingga Filipina, Taiwan, Timur Laut Vietnam, dan China (Cappenberg 2008). Di Indonesia, kerang hijau tersebar dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, hingga Sulawesi (Siddal 1980). Spesies ini mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada lingkungan yang memiliki tekanan ekologis tinggi. Jenis kerang ini berpotensi untuk menyebar luas secara geografis melalui penyebaran larvanya (Ahmed 2013). Larva kerang hijau terbentuk setelah 12 hingga 15 jam setelah telur dibuahi dan pada hari ke 8 otot kaki (byssus) mulai digunakan untuk merayap serta berenang bebas (Cappenberg 2008). Selama kurun waktu sekitar 8 hari, larva kerang hijau menyebar luas melalui arus maupun air ballast hingga akhirnya menempel pada suatu substrat. Spesies ini termasuk organisme memiliki gerakan terbatas sehingga pergerakannya mengikuti pengaruh alam (planktonik) pada saat fase larva dan bersifat sessil ketika dewasa, sehingga dapat invasif ke daerah lain dengan mudah. Kaluza et al. (2010) mengatakan bahwa kerang hijau merupakan salah satu spesies invasif. Sebagian besar invasi spesies terjadi oleh aktivitas manusia seperti budidaya, sampah laut, tumpahan minyak, disengaja, perikanan, ballast padat, boring kapal, air pemberat, dan lambung kapal. Akan tetapi faktor utama yang berpotensi memicu terjadinya invasif spesies ke daerah lain ialah lambung kapal dan air ballast (Mead et al. 2011). Kapal membawa air ballast untuk menjaga keseimbangan kapal saat berlayar, dimana air ballast tersebut mengandung larva kerang hijau yang bersifat planktonik. Selain itu, kerang hijau bisa menyeberang ke lintang yang berbeda atau tempat lain melalui transportasi kapal, dengan menempel pada lambung kapal. Spesies ini menempel pada dinding lambung kapal dan beberapa larva ikut hanyut di dalam tangki air ballast (Kölzsch dan Blasius 2011). Hal ini memungkinkan jalur lintas pelayaran berpengaruh terhadap distribusi kerang hijau (Perna viridis) di Indonesia. Berdasarkan pemikiran di atas, untuk membuktikan bahwa kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis spesies invasif, maka perlu dilakukannya analisis keragaman genetik kerang hijau (Perna viridis) di beberapa lokasi di Indonesia yang merupakan bagian dari jalur lintas perlayaran.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konektivitas dan keragaman genetik spesies kerang hijau (Perna viridis) di Indonesia dan kaitannya dengan jalur lintas pelayaran.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 – Maret 2015 di Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK, IPB.
Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel Perna viridis dari populasi di Indonesia dan seluruh populasi dunia Koleksi Sampel Koleksi sampel merupakan tahapan awal dalam analisis DNA barcoding dengan cara memotong sedikit jaringan kerang hijau. Jaringan yang telah didapatkan disimpan dalam microtube berukuran 0,5 ml yang berisi ethanol 96% dan diberi label untuk identitas sampel. Sampel yang didapatkan diambil dari Muara Kamal, Teluk Lada, Palabuhan Ratu, Makassar, dan Ambon masing-
3 masing sebanyak 5 sampel. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa hasil sekuens yang diambil dari http://ncbi.nlm.nih.gov. Tabel 1 Lokasi, Jumlah, dan Kode Akses Sampel Perna viridis Lokasi Jumlah Accession (http://ncbi.nlm.nih.gov) Palabuhan Ratu 4 Teluk Lada 4 Muara Kamal 3 Makassar 5 Ambon 5 JN179058, JN179067-JN179078; JF520789-JF520812; EU543994India 47 EU543995; DQ917585-DQ917586; DQ917610-DQ917612; China 9 GQ480296-GQ480304 Singapore 16 JN179049-JN179066; HQ197379; HQ704393-HQ704400 GQ497817-GQ497822; JN179047-JN179062; DQ343573Hongkong 19 DQ343577 Jepang 1 AB498015 Philippines 2 DQ917598-DQ917599 Vietnam 2 DQ917583-DQ917584 Thailand 2 DQ917589-DQ917590 Mayport 5 JN179052-JN179053; HQ704392-HQ704396 Venezuela 3 DQ343588-DQ343590 Australia 4 DQ343578-DQ343581 USA 6 DQ343582-DQ343587 Jamaica 4 GQ497820-GQ497838 Tampa Bay 5 AF298852; GQ497819-GQ497837 Trinidad 6 GQ497827-GQ497835 St. Augustine 4 GQ497821-GQ497839 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tube (1.5 ml, 0.6 ml, 0.3 ml, dan 0.2 ml), cutter, alat tulis, bunsen, cawan petri, tissue, gloves, tray, forceps, vortex, microcentrifuge, heating block, pippettemen (10, 100, 1000 μL), pippet tips, thermo cycler, kalkulator, timbangan, tabung erlemenyer, gelas ukur, parafilm, microwave, mesin elektroforesis, mesin UV, komputer, serta Perangkat Lunak Mega 6, DnaSP 5.10, dan Arlequin 3.5.1.2. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain sampel kerang hijau, etanol, kit Invitek dan QiagenEasy, ddH2O, larutan buffer, dNTP, enzim taq polymerase, MgCl2, primer, vivantis (2x Taq Master Mix), Kappa Hot start ready Master Mix, agarosa, EtBr, loading dye, dan Low DNA mass leader (invitrogen).
4 Prosedur Ekstraksi Ekstraksi DNA adalah prosedur umum memisahkan dan mengumpulkan DNA untuk analisis rekayasa genetika, forensik, bioinformatika, analisis asal usul dan antropologi. Ekstraksi DNA bertujuan untuk menghancurkan sel dan mengambil jaringan pada sampel, membuat ekstraksi secara murni serta melindungi DNA dari degradasi. Kegiatan ekstraksi pada penelitian ini menggunakan kit Invitek dan QiagenDNEasy. Pada tahapan ekstraksi, hal yang pertama dilakukan adalah siapkan Elution Buffer D dan inkubasi pada suhu 52oC. Selanjutnya ambil bagian kecil dari sampel kerang hijau dan masukkan kedalam tube berukuran 1.5 ml. Tambahkan Lysis Buffer G sebanyak 400 μl dan Proteinase K sebanyak 40 μl ke dalam tube. Kemudian vortex selama 10 detik dan inkubasi selama 1 menit. Setelah itu senrtifuge selama 2 menit dengan kecepatan maksimum, kemudian transfer supernatan dan tempatkan pada tube 1.5 ml yang baru. Tambahkan 200 μl Binding Buffer T dan vortex selama 10 detik. Transfer suspensi ke dalam spin filter yang telah diletakkan pada tube, dan inkubasi selama 1 menit. Sentrifuge selama 2 menit pada 13,000 x g (12.000 rpm). Buang campurannya dan tempatkan kembali spin filter pada tube tersebut. Tambakan 550 μl Wash Buffer, sentrifuge selama 1 menit. Buang campurannya dan tempatkan kembali spin filter pada tube tersebut. Ulangi tahap penambahan Wash Buffer sekali lagi, dan senrifuge selama 2 menit. Tempatkan spin filter pada tube baru dan tambahkan 200 μl Elution Buffer D. Inkubasi selama 3 menit pada suhu ruangan kemudian sentrifuge selama 2 menit pada 8,500 x g (9.500 rpm). Amplifikasi DNA (PCR) Amplifikasi dan visualisasi fragmen DNA dilakukan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer forward ACOIF (50CGDATTCARCTWTCTCAYCCHGG) dan reserve COIR4 (50AMMGTAAAYATRTGRTGMGCCC) (Gilg et al. 2012). Pada PCR terdapat tiga tahapan inkubasi yang diulangi sebanyak 35 kali. Satu ulangan dari ketiga tahap ini disebut siklus. Proses satu siklus terdiri dari tahap pertama yang disebut denaturasi, yaitu pemisahan untai molekul DNA dengan pemanasan pada suhu 94⁰C selama 1 menit sehingga menghasilkan dua untai DNA rantai tunggal; tahap kedua disebut annealing atau penempelan dimana dua primer akan berhibridisasi menjadi sekuens komplementer pada untai tunggal DNA. Suhu penempelan yaitu pada 54⁰C selama 1 menit; tahap ketiga adalah elongasi, primer akan diperpanjang oleh DNA polymerase pada suhu 72⁰C selama 1 menit. Setelah proses siklus PCR, umumnya ditambah post-elongasi selama 7 menit pada temperatur 72⁰C agar semua hasil PCR berbentuk untai ganda. Setelah itu suhu penyimpanan 24⁰C selama 10 menit (Gilg et al. 2012).
5 Elektroforesis Penentuan DNA Elektroforesis bertujuan untuk menguji kualitas DNA yang dihasilkan PCR. Tahap pertama yaitu pembuatan gel agarosa 1. % dengan 1x TAE sebanyak 0,5 gram dan buffer sebanyak 50 ml sebagai media elektroforesis. Agarose tersebut dipanaskan pada microwave, kemudian ditambahkan pewarna Etidium Bromide (EtBr) sebanyak 4 μl dicetak dalam cetakanbersisir hingga membeku. Selanjutnya 4 μl produk Hasil PCR diambil dan dicampurkan dengan Loading dye (1 μl), kemudian disisipkan di sumuran dalam cetakan agarose yang terendam dalam larutan buffer. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 220 V dan arus 400 mA selama 25 menit. Pita hasil elektroforesis dapat dilihat dengan menggunakan sinar ultraviolet pada UV transluminator (Prehadi 2014). Siklus Pengurutan Nukleotida (cycle sequencing) Siklus pengurutan Nukleotida (Sequencing DNA) adalah metode untuk menentukan urutan nukleotida yang terdapat dalam DNA. Urutan DNA berhubungan dengan informasi genetik turunan dalam nukleus (inti), plasmid, mitokondria, dan kloroplas yang membentuk dasar pengembangan semua makhluk hidup (Randi dan Lucchini 1998). Produk PCR berupa DNA positif dikirim ke Cornel University, Amerika Serikat untuk penentuan urutan nukleotida dari sequens DNA dengan menggunakan mesin sequencher AB1377. Analisis Data Hasil sekuens yang didapatkan, merupakan hasil kerja mesin, sehingga kita perlu melakukan pengeditan jika terdapat kesalahan pembacaan kromatogram oleh mesin dan disejajarkan dengan urutan nukleotida anggota famili kerang hijau. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software Mega 6 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) untuk pembacaan urutan nukleotida dan penjajaran (aligment) menggunakan ClustalW pada program tersebut untuk melihat adanya keragaman nukleotida (Tamura et al. 2007). Data hasil penjajaran nukleotida yang diperoleh kemudian dicocokkan pada data yang tersedia pada GenBank di NCBI (National Centre for Biotechnology Information) menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) (http://blast.ncbi.nlm.nih.gov) (Prehadi et al. 2015). Analisis filogeografi dilakukan dengan membuat konstruksi pohon filogenetik untuk semua sekuens dari semua sampel yang telah diedit dan disejajarkan dengan sekuen P. Viridis dari GenBank dan P. Perna dari GenBank sebagai out group. Pembuatan pohon filogenetik menggunakan metode pengkelasan Neigbour-joining (NJ) (Ward et al. 2008) dengan nilai bootstrap sebesar 1000 karena metode ini efektif untuk melakukan perhitungan tingkat kesamaan dalam mengidentifikasi spesies melalui kekerabatan. Struktur genetika populasi diukur dengan melihat nilai fixation index (Fst) (Excoffier et al. 1992), keragaman haplotipe (Hd) (Nei 1987) dan keragaman nukleotida (π) (Lynch dan Crease 1990) menggunakan perangkat lunak Arlequin 3.5.1.2 (Excoffier dan Lischer 2009). Hasil analisis lalu dimasukan dalam
6 beberapa kategori berdasarkan nilai keragaman genetik, struktur populasi dan jarak genetik. Tabel 2 Kategori nilai struktur populasi, jarak genetik, dan keragaman genetik Kategori Analisis Sumber Rendah Sedang Tinggi Struktur Populasi (Fst) 0.002 - 0.099 0.1 - 0.5 0.6 - 1.00 Excoffier et al. 1992 Jarak Genetik (D) 0.010 - 0.099 0.1 - 0.99 1.00 - 2.00 Nei 1972 Keragaman Haplotipe (Hd) 0.1 - 0.4 0.5 - 0.7 0.8 - 1.00 Nei 1987
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Genetik Hasil analisis panjang fragmen DNA dari semua sampel menunjukan panjang fragmen 755-bp. Hasil seluruh sampel yang didapatkan sebanyak 21 fragmen genetik P. viridis yang terdiri dari 5 sampel Ambon, 4 sampe Teluk Lada, 4 sampel Palabuhanratu, 5 sampel Makassar, dan 3 sampel Muara Kamal. Verifikasi semua sekuens menunjukkan kemiripan sebesar 98-100% dengan P. viridis pada Genebank. Analisis jarak genetik dalam populasi dapat dilihat pada Tabel 2. Jarak genetik P. viridis terbesar dimiliki oleh populasi dari Makassar dan Muara Kamal yaitu sebesar 0.008, dan jarak genetik terkecil pada populasi dari Teluk Lada sebesar 0.002. Jarak genetik menunjukan hubungan genetik yang terdapat antar individu dalam populasi. Jarak genetik di lima populasi menunjukan adanya hubungan genetik yang sangat dekat, sesuai dengan pernyataan Nei (1972). Presentasi nilai jarak genetik menjelaskan bahwa dari 755 pasangan basa (bp) yang diperoleh hanya terdapat 4 pasangan basa yang berbeda di dalam populasi dari Ambon, 1 pasangan basa yang berbeda dalam populasi dari Teluk Lada, 2 pasangan basa yang berbeda dalam populasi dari Palabuhan Ratu, dan 8 pasangan basa yang berbeda dalam populasi dari Makassar dan Muara Kamal. Tabel 3 Jarak genetik (D) dalam dan antar populasi P. viridis Lokasi Ambon Teluk Lada Palabuhan Ratu Makassar 0.004 Ambon 0.001 Teluk Lada 0.002 Palabuhan Ratu 0.008 Makassar Muara Kamal Ambon 0.002 Teluk Lada 0.003 0.002 Palabuhan Ratu 0.006 0.005 0.006 Makassar 0.008 0.007 0.008 0.006 Muara Kamal
Muara Kamal
0.008
7 Hasil analisis jarak genetik (D) antar populasi (Tabel 3) menunjukkan bahwa populasi berkisar antara 0.002 hingga 0.008. Semakin kecil nilai jarak genetik antar individu didalam maupun antar populasi, maka semakin dekat kedekatan genetik (Koh et al. 1999). Hal ini menunjukkkan adanya hubungan genetik yang sangat dekat di antara lima lokasi pengambilan sampel P. viridis. Kedekatan hubungan kekerabatan antar populasi mungkin disebabkan karena antar populasi mempunyai asal-usul induk yang sama (Iskandar et al. 2010). Analisis Uji jarak berpasangan (Fst) kerang hijau (P. viridis) dengan significance level sebesar 0.05 menunjukan bahwa semakin kecil nilai Fst maka semakin kecil diferensiasi genetik antar populasi. Berdasarkan hasil analisis, antara Makassar dan Palabuhan Ratu memiliki nilai Fst terkecil (Fst = 0.05), sedangkan antara Ambon dan Palabuhan Ratu serta Ambon dan Teluk Lada memiliki nilai Fst terbesar (Fst = 0.90) (Tabel 4). Selain itu, Makassar memiliki nilai Fst relatif kecil dengan keempat lokasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi aliran gen yang tinggi antara Makassar dan keempat lokasi lainnya. Berbeda dengan Ambon yang memiliki nilai Fst yang cukup tinggi dengan Teluk Lada dan Palabuhan Ratu, hal ini menunjukkan bahwa Ambon dan Teluk Lada serta Ambon dan Palabuhan Ratu terjadi aliran gen yang rendah. Nilai Fst yang kecil menjelaskan bahwa terjadi aliran gen antar populasi yang sangat tinggi. Besarnya aliran gen kemungkinan disebabkan karena antar populasi saling memberikan pengaruh terhadap aliran genetik. Selain itu tingginya aliran gen yang masuk kedalam populasi per generasi turut mempengaruhi kedekatan genetik antar populasi. Mulyasari et al. (2010) menjelaskan bahwa populasi dengan tingkat differensiasi yang rendah, mungkin disebabkan oleh banyaknya kesamaan genetik antar populasi. Tabel 4 Analisis uji jarak berpasangan (Fst) pada lima populasi P. viridis Teluk Palabuhan Muara Lokasi Ambon Makassar Lada Ratu Kamal Ambon Teluk Lada 0.90 Palabuhan Ratu 0.90 0.22 Makassar 0.10 0.14 0.05 0.83 0.53 0.20 0.08 Muara Kamal Keragaman Genetik Berdasarkan hasil analisis, dari 21 sampel didapatkan 19 jenis haplotipe yang berbeda di lima lokasi (Tabel 5). Keragaman haplotipe tertinggi terdapat pada populasi dari Muara Kamal sebesar 0.27, diikuti populasi dari Palabuhan Ratu dan Teluk lada sebesar masing – masing 0.22 dan 0.18. Populasi dari Makassar dan Ambon memiliki nilai keragaman haplotipe yang sama yaitu sebesar 0.13. Keragaman nukleotida (π) tertinggi terdapat pada populasi dari Makassar yaitu sebesar 0.46 ± 0.28 % dan terendah terdapat pada populasi dari Palabuahn Ratu yaitu 0.03 ± 0.02 %. Rata-rata keragaman haplotipe kerang hijau yang didapat tidak berbeda jauh dengan rata-rata keragaman haplotipe kerang
8 charu (Mytella charruana) yang merupakan spesies invasif juga, yaitu berkisar 0.9350 ± 0.0339 dan tergolong tinggi (Gillis et al. 2009). Tabel 5 Deskripsi statistik keragaman genetik P. viridis Keragaman Jumlah Jumlah No Lokasi Sampel Haplotipe Sampel Haplotipe (Hd) 1 Ambon 5 5 1.00 ± 0.13 2 Teluk Lada 4 4 1.00 ± 0.18 3 Palabuhan 4 3 1.00 ± 0.22 Ratu 4 Makassar 5 5 1.00 ± 0.13 3 3 1.00 ± 0.27 5 Muara Kamal
Keragaman Nukleotida (π (%)) 0.15 ± 0.09 0.15 ± 0.10 0.03 ± 0.02 0.46 ± 0.28 0.05 ± 0.04
Analisis haplotype network menjelaskan bahwa populasi dari Ambon, Teluk Lada, dan Palabuhan Ratu menghasilkan haplotipe yang berbeda – beda. Populasi dari Makassar dan Muara Kamal juga memiliki haplotipe yang berbeda – beda, tetapi ada satu sampel dari Makassar dan satu sampel dari Muara Kamal yang membentuk satu jenis haplotipe yang sama (Gambar 2).
Gambar 2 Haplotype network P. viridis di Ambon, Teluk Lada, Palabuhan Ratu, Makassar, dan Muara Kamal Analisis keragaman haplotipe untuk seluruh sampel, baik primer maupun sekunder, dari 158 sampel didapatkan 82 jenis haplotipe yang berbeda di 22 lokasi (Gambar 3). Populasi dari Hongkong, Mayport, Singapore, Jamaica, St. Augustine, Tampa Bay, Trinidad, dan India saling berbagi haplotipe. Selain itu, populasi India juga berbagi haplotipe dengan Vietnam dan Philippines, serta Philippines
9 berbagi haplotipe dengan Thailand. Populasi dari Indonesia, China, Jepang, Australia, USA, dan Venezuela menghasilkan haplotipe yang berbeda-beda. Tingkat keragaman haplotipe yang dihasilkan tergolong tinggi, yaitu sebesar 0.9780.
Gambar 3 Haplotype network P. viridis dari populasi di Indonesia dan seluruh populasi dunia (Lihat Tabel 1) Keragaman genetik memberikan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan iklim serta penyakit (Lande 1988). Nuryanto (2009) menyebutkan bahwa keragaman genetik yang tinggi mencerminkan besarnya ukuran populasi, sedangkan penurunan ukuran populasi akan mengurangi keragaman genetik. Keragaman genetik penting bagi kelangsungan hidup spesies karena spesies-spesies yang memiliki keragaman genetik kecil mungkin lebih rentan terhadap penyakit atau efek dari perubahan lingkungan. Peningkatan keragaman genetik menghasilkan keturunan dengan berbagai karakteristik yang dapat menjamin untuk menahan perubahan lingkungan dan mengurangi kemungkinan kerusakan gen merusak (seperti penyakit) muncul dalam populasi. Konektivitas genetik berkaitan dengan keragaman genetik. Terlihat dalam Gambar 4, populasi dari lokasi Muara Kamal, Makassar, dan Ambon terhubung dengan jalur lintas pelayaran. Konektivitas genetik yang terjadi akan mempengaruhi tinggi rendahnya keragaman genetik pada suatu populasi. Keragaman genetik suatu populasi akan meningkat jika terdapat suatu masukan
10 genetik dari populasi lain atau biasa disebut dengan migrasi genetik. Migrasi yang besar akan menyebabkan terjadinya perkawinan silang dan percampuran gen antar populasi yang berbeda, sehingga akan diperoleh variasi gen yang berbeda-beda (Kusuma 2014).
Gambar 4 Jalur lintas pelayaran Indonesia yang melewati lokasi pengambilan sampel Perna viridis Analisis filogenetik untuk melihat kekerabatan populasi P. viridis dari kelima lokasi menunjukkan terjadinya pencampuran individu antar populasi yang berbeda (Gambar 5). Hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa kelima populasi kerang hijau ini adalah satu keturunan sehingga mengakibatkan kelima populasi ini menjadi mirip secara genetik. Selain itu, pohon filogenetik juga menjelaskan bahwa secara keseluruhan setiap kelompok populasi tercampur antara satu dengan yang lain dalam lima populasi ini sehingga memiliki kedekatan secara genetik dan satu nenek moyang asal yang sama. Bahkan populasi yang berasal dari beberapa negara di Asia dan di luar Asia juga membentuk clade yang bercampur dengan populasi sampel yang di ambil di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kerang hijau di beberapa negara di Asia berasal dari satu nenek moyang yang sama dan kerang hijau telah dapat beradaptasi dan hidup di luar negara di Asia seperti Amerika dan Australia. Hasil ini mendukung pernyataan Kaluza et al. (2010), bahwa kerang hijau merupakan salah satu spesies invasif di luar Asia. Sebagian besar invasif spesies terjadi oleh aktivitas manusia seperti budidaya, sampah laut, tumpahan minyak, disengaja, perikanan, ballast padat, boring kapal, air pemberat, dan lambung kapal. Akan tetapi faktor utama yang berpotensi memicu terjadinya invasif spesies ke daerah lain ialah lambung kapal dan air ballast (Mead et al. 2011).
F 995 OI 211 _AC 4 gi86 PB_ 782 9 erna 01_ 165 10 0 P. p AVP. 4 gi34 63777839 00 3 1 58-Mkong -8 gi311819730 436 0 0 ng HN 1 gi 557 576 841 0 Ho C 6 90 7 90 0 5 V m ia P tna gi2 i2 19 14 45 0 Ind Vie ng 3 3-9 g i118 079 771 137 5 g 7 3 7 7 0 ko ng 412 Vi2 gi1 36 37 93 Ho GB ia K4 gi3 36 595 LS Ind dia I-7 gi3 i21 ina In OR N-8 4 g Ch P V A Ldia M O In a PV PVK di In ndia I
46-AM 50-TL.VVP.04_PB__AC O P.03_P B__AC IF OIF
I In ndia di a P In PV VK di a M O L Ind PVP AN -12 Sin ia C AY -10 gi3 h -1 gi 3 g Vi apor en1 gi3 336 637 Ind ia P In etna e 1 g gi11 363 377 713 VK dia m 2 i30 81 77 13 1 0 AR 19 gi 77 97 14 3 0 Ind India -4 gi gi3411181 156 895 9 0 0 i a C 23 9 3 g 36 6 5 7 9 7 8 3 2 h In en3 i341 377 83 37 Hon dia 20 gi118 6578 127 645 5 gkon gi34 1978 42 India g 13 gi3 16578 91 59 10 2 1 gi3 41657 36 2613 43-A M 41 8 6 44-AM VP.01_PB 65783822 6 _ VP.02 _PB___ACOIF ACOIF 51-TL.VP.04 _PB_ 53-PR.VP.01_PB_ _ACOIF _ACOIF 54-PR.VP.02_PB__ACOIF 9
0.02
IF CO OIF A _ C R4 B_ _A OI F _P PB_ __C COI F 3 I 0 _ P. 5 PB __A ACO 26 V .0 _ K VP P.03 _PB B__ 6578 7884 5 M A 4- M V P.0 _P 341 879 30 0 6 62- -MA .V P.02 5 gi gi33 6578 88 8 0 60 -PR .V e 1 10 1 2 57 TL or SI gi34 8797 41 49- ngap pore e 17 gi33 869 i a or I1 97 4146 SSing ngap ore S i1181 39 Si ngap s 1 g 7180 5 0 Si pine gi85 1805 1 3 ip 57 9 05 4P6hilstralia 16 gi8 819784 67 Au USA 2 gi11 181978 IF 1 ACO land 2 gi1 Thai ippines 3_PB__ OIF 00 Phil5-AMVP.0 5_PB__AC .0 4 08 0 52-TL.VPg 9 gi3416578 0 Hongkonre 9 gi341657810 063 Singapo 85718037 Australia 2 gi 0 Jepang gi227202511 Venezuela 17 gi85718059 0063Australia 5 0 USA 7 gi85gi85718043 0 USA 8 gi8 718045 5718047 0 US 0 ChinAa10 gi85718051 LSGB4 0 Chin 0 C a LSG 1203-2 gi2905 76422 0 hina LS B412030 CChina LS GB41203 3 gi290576 424 0 C hina L GB412 -4 gi29 0576 hin SG 030 0 TChinaa LSG B41203 6 gi2905 426 -7 g 7 H B4 0 ri i290 6430 0 Tr nida YYJ 1203 0 Trininidadd 12 g 0903 -8 gi29 576432 057 gi i2 0 T id ( 643 0 T am ad TI) 565 305 0 T am pa (T 8 g 577 690304 4 0 Ja amp pa BBay S) 8 g i2565 52 0 J a m a a ay 1 2 i 2 5 56 774 J m i B 8 g St ama aic ca 1 ay 7 gi2 i2565 5577 0 . A ic a 8 2 g gi 56 57 42 ug a 7 gi i25 256 557 746 us gi 25 65 55 734 tin 25 65 57 77 e 1 65 577 748 60 2 577 36 gi 6 25 2 65 57 75 0
8 73 5 7 64 6 5 77 7 8 25 55 8 gi 56 97 82 8 gi2 387 978 ne 7 i3 87 20 sti ne 6 g i33 78 gu sti SI4 5 g 165 802 Au gu e I1 i34 57 8 t. Au or e S g 16 779 0 S St. ngap por re 12 gi34 4165 876 7 0 i a 0 S ing gapo ore 7 5 gi3 3879 7880 S 3 9 p Sininga apore 24 gi i3387 7806 t 5 3 g S g r 9 6 Sin ypo t 20 i341 1978 41 Maaypor rt 8 g gi118 363771 7 M aypo hen2 -5 gi3 02 I C 5718 9 M 8 R i a Inddi ia PVOg HK1 g i8571802 In ngkon HK2 g 8031 ng i8571 Ho o g k 3 Hong kong HK 56557744 22 Hong ong 12 gi2 57818 Hongkkong 11 gi3416 Hong ong 8 gi256557732 Hongk 56557758 Hongkong 7 gi2 Hongkong 5 gi341657796 56-PR.VP.04_PB__ACOIF
I In ndi di a P a In P V di V K aP G A VC OA R-2 Ho ng Ind HN -14 gi3 Ho kon ia -7 gi3 36 61 ng g H 27 gi3 36 37 -M ko K gi 3 3 7 Ho AVP ng 4 4 g 341 637 771 123 0 ngk .0 gi i85 65 71 15 0 o 4_ 3 7 7 0 Ind ng 6 PB_ 4165 1803850 5 0 0 i Ind Ind a 10 gi34 _AC 779 3 0 Indi ia PVC ia 28 gi34116578OIF4 a PV HN gi3 65 00 India GOA -9 gi 4165 7816 3 7 India PVKAR 15 gi3336377 852 11 0 -3 P 6 India VKOL-1 gi33633771171 0 29 1 gi PVM 771 0 India P AN-9 gi33363771 25 0 36377 29 0 VORIIndia K58 gi3363771139 0 gi17079 47 0 1492 P. viridis gi 0 Australia 4 gi885718033 00 5718041 0 India 26 gi341657848 0 59-MAVP.02_PB__ACOIF 0 63-MKVP.02_PB__ACOIF 57720 Hongkong 1 gi2565718035 K5 gi85 Hongkong H gi341657844 0 India 24 gi3416578563 00 1 India 30 gi3363771121 07 OA-13- gi33637579373 0 G V P India PVKAR gi2159 7135 00 7 India VKOL-3 gi33633771433 0 P 6 -6 10 India VMAN -6 gi3336377 843 00 I gi3 197 14 0 P R a i O d 8 8 In a PV Y-2 i11 57 6 00 Indi PVPA Vi1 g i34165784 OIF 0 g 16 C 12 a a i i 0 d d In In re 1 gi34 __A 578 840 0 o 4 0 6 gap 25 _PB 41 57 85 7 0 Sin India P.05 gi3 3416 6577710119 1 0 i 1 KV g 1 2 g 34 63 77 37 -M on 2 gi 33 63 59 65 ngk ndia 29 0 gi i33 59 o I dia -1 g i21 H In HN -16 2 g A VC O L P a PVG KO i d V In dia a P In ndi I
64 Singapore 16 gi341657828 Singapore SI11 gi338797886 4 47 -AMVP.05_PB__A 0 Sing COIF 0 Tam apore 18 gi34165783 2 0 Thail pa Bay gi1402 and 1 g 8648 0 U 0 USSA 9 gi857i118197851 18049 0 V A 11 0 V enezue gi857180 0 C enezu la 18 g 53 e i857 hin la 0 1806 0 Trin a LS 9 gi8 0 TTrini idad ( GB412 571805 1 T d 0 0 r a 3- 1 7 I g 0 Ta inid d (T )2 g 0 Jammpa ad gi S)2 g i25655 i29057 642 i2 7 0 S a B 14 0 0 Sint. Au ica 2 ay 2 0286 5655 754 775 0 M ga gu gi gi2 46 6 M ay po sti 256 56 p n 5 a H o y o re e 5 5 ng por rt 9 SI1 2 gi 5772 7724 ko t 2 gi 3 6 g 2 5 6 ng gi 38 i33 655 2 341 79 87 772 gi 6 78 97 25 57 72 87 8 4 65 80 57 4 72 2
11
Gambar 5 Rekonstruksi pohon filogenetik Perna viridis dengan marka COI menggunakan metode Neigbour-Joining (NJ) dengan nilai bootstrap 1000 dengan total sekuens 158 dari populasi Indonesia dan seluruh populasi dunia (Lihat Tabel 1)
12
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa struktur populasi genetik P. viridis di lima lokasi menunjukan adanya hubungan genetik yang dekat antar populasi. Konektivitas genetik terhubung diantara populasi dari Muara Kamal, Teluk Lada, Palabuhan Ratu, Makassar, dan Ambon. Keragaman haplotipe P. viridis di lima lokasi tergolong tinggi sehingga kelima populasi tersebut memiliki keragaman genetik yang tinggi. Hubungan genetik yang dekat antar populasi di lima lokasi ini kemungkinan besar berkaitan dengan jalur lintas pelayaran Indonesia sebagai media persebaran spesies P. viridis. Saran Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, maka penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut di beberapa negara yang diduga mengalami invasif kerang hijau, sehingga dapat dilakukan kerjasama internasional dengan negara yang bersangkutan untuk menanganinya.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed Y. 2013. Pengaruh simulasi transportasi kapal terhadap kerentanan kerang hijau Perna viridis pada stress suhu yang meningkat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Cappenberg HAW. 2008. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis, Linnaeus 1758). Oseana, volume 33(1): 33–40. Excoffier L, Lischer H. 2009. Arlequin ver 3.5 user manual ; An integrated software package for population genetics data analysis. Swiss Institute of Bioinformatics. Excoffier L, Smouse PE, Quattro JM. 1992. Analysis of moleculer variance inferred from metric distance among DNA haplotipes; application to human mitochondrial DNA restriction data. Genetics, volume 131: 479-491. Gilg MR, Johnson EG, Gobin J, Bright BM, Ortolaza AL. 2012. Population genetics of introduced and native populations of the green mussel, Perna viridis: determining patterns of introduction. Biol Invasions, DOI 10.1007/s10530-012-0301-2. Gillis LK, Walters LJ, Fernandes FC, Hoffman EA. 2009. Higher genetic diversity in introduced than in native populations of the mussel Mytella Charruana: evidence of population admixture at introduction sites. Diversity and Distributions, (Diversity Distrib.)15: 784–795. Kaluza P, Kölzsch A, Gastner MT, Blasius B. 2010. The complex network of global cargo ship movements. Interface journal of the royal society. Koh TL, Khoo G, Li QF, Phang VPE. 1999. Genetic diversity among wild form and culvated variates of discus (Symphysodon Spp) as revealed by Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) fingerprinting. Aquaculture, volume 173: 485-497.
13 Kölzsch A, Blasius B. 2011. Indications of marine bioinvasion from network theory An analysis of the global cargo ship network. The European physical journal B. DOI: 10.1140/epjb/e2011-20228-5. Kusuma, AB. 2014. Konektivitas dan keragaman genetik pada karang lunak Sarcophyton trocheliophorum serta implikasinya terhadap kawasan konservasi laut [Tesis]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor. Lande R. 1988. Genetics and demography in biological Conservation. Science, volume 241(4872): 1455-1460. Lynch M, Crease TJ. 1990. The analysis of population survey data on DNA sequence variation. Moleculer Biology Evolution, volume 7: 337–394. Mead A, Carlton JT, Griffiths CL, Rius M. 2011. Revealing the scale of marine bioinvasions in developing regions: a South African re-assessment. Biological invasion. doi:10.1007/s10530-011-0016-9 Mulyasari, SDT, Kristanto AH, Kusmini II. 2010. Karakteristik genetic enam populasi Nilem (Osteochilus hasselti) di Jawa Barat. Jurnal Riset Akuakultur, volume 5(2): 175-182. Nei M. 1987. Moleculer evolutionary genetics. Columbia University. Press. New York. 512 hal. Nei M. 1978. Estimation of average heterozygosity and genetic distance from a small number of individuals. Genetics, volume 89: 583-590. Nei M. 1972. Genetic distance between population. American Nature, volume 106: 283-292. Nuryanto A, Kochzius M. 2009. Highly restricted gene flow and deep evolutionary lineages in the giant clam Tridacna maxima. Coral Reefs, volume 28: 607–619. Prehadi, Sembiring A, Kurniasih EM, Rahmad, Arafat D, Subhan B, Madduppa H. 2015. DNA barcoding and phylogenetic reconstruction of shark species landed in Muncar fisheries landing site in comparison with Southern Java fishing port. Biodiversitas, volume 16(1): 55–61. Randi E, Lucchini V. 1998. Organization and evolution of the mitochondrial DNA control region in the avian genus Alectoris. Journal of Molecular Evolution, volume 47: 449-462. Siddall SE. 1980. A Clarification of the Genus Perna (Mitylidae). Bullletin of Marine Science, volume 30(4): 858–870. Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA: Molecular Evolutionary Genetic Analysis (MEGA) software version 4.0. Advance Access published May 7. Oxford University Press. Mol Bio 10. 1093/molbev/msm092. Ward RD, Holmes BH, White WT, Last PR. 2008. DNA barcoding Australasian chondrichthyans: results and possible uses in conservation. Mar. Freshwater Res, volume 59: 57–71.
14
LAMPIRAN
15 Lampiran 1 Komposisi Master Mix (MM) pada PCR Master mix ..... tabung STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template)
ddH2O 10x Buffer PCR (PE-II) dNTPs (8 mM) MgCl2 (25 mM) Primer 1 (10 mM) Primer 2 (10 mM) Amplitaq polymerase ( 5 unit/ µL) Total
MM 1
MM 2
5,5 1,5 2,5 2 1,25 1,25 ..... 14
9 1 .... .... .... .... 0,125 10,125
16 Lampiran 2 Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada Sticophus ocellatus #AM.VP.01 CTTTCTCATCCCGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCA TGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACT TCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGC ACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAA CTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGT CTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAAT ATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCG GTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAA ATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTT GGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTA ATTATGCATTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGT ATTGGTGTTATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCACCACAT-----#AM.VP.02 CGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTA ATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGT ATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCT TTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCC ACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTT AATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAA TAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTT AATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATA CTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTG GTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCAT TATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATA-----------------------------#AM.VP.03 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCTTTCATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#AM.VP.04 AACAACTCATGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAA TTGATTACTTCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATT TTGGTTGGCACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGA CAGGTTGAACTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTT TGATTACGTCTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTA ATAAGAATATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTAC CGTAACTGGTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTT TGATCGAAATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGC ATGTATTTTGGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGT CAAAAGTAATTATGCATTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCT ATAGTTGGTATTGGTGTTATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCATATATTTAC-----------#AM.VP.05 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCGTTTATGACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
17 TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#TL.VP.02 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCGTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#TL.VP.03 ATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTGTAATG CCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATTTAATT TTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCTT TTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTAC CATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTA GGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAAT CTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGG CTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAG GGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTA TTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTG GTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCA--#TL.VP.04 CCCGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAG TAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTAT GTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATG CTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTAT CCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACAT TTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTAC AATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTT TTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAAT ACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTT GGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCA TTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGT TATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#TL.VP.05 CCCGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAG TAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTAT GTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATG CTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTCATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTAT CCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACAT TTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTAC AATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTT TTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAAT ACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTT GGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCA TTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCG-----------------------------------------------------------------------
#PR.VP.01
18 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACTGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#PR.VP.02 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACTGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCA-----------#PR.VP.04 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACTGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCA-----------#PR.VP.05 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCGTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCAATATTTTAC-------------------------------------------------------------------#MA.VP.01 AATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGGGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATG TATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGC TTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAAAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATC CACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATT TAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACA ATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTT TAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATA CTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTG
19 GTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCAT TATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATAT-----------------------------------------#MA.VP.02 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATACCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACTGTAACCGGTGTTCTTTTAA TCATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATCCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGGATTGGTGTTAT AGGTTGTGTAGTGTGGGCTCAC----------#MA.VP.03 TTTGGTTGGCACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCGTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGG ACAGGTTGAACTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATT TTGATTACGTCTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACT AATAAGAATATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTA CCGTAACCGGTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGT TTGATCGAAATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAG CATGTATTTTGGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATG TCAAAAGTAATTATGCATTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGC TAT--------------------------------------------------#MA.VP.04 GAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTG TAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATT TAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTT TGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGG TTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCT TTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATACCTACAATAAAAATAAAGGGTG AGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACTGTAACCGGTGTTCTTTTAATCATTTCTGTGCCA GTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCT ATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTA CATTCTTATCCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTATTCTGGTAAAGATT CTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGGATTGGTGTTATAGGTTGTGTAGTGT GGGCTCA-----------#MA.VP.05 TGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACT TCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGC ACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCGTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAA CTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGT CTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAAT ATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCG GTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAA ATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTT GGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAG-----#MK.VP.02 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATACCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACTGTAACCGGTGTTCTTTTAA TCATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATCCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
20 TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGGATTGGTGTTAT AGGTTGTGTAGTGTGGGCTCAC----------#MA.VP.04 GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT GTACTTACTTATTTTGTCGTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA GGTTGTGTGGTGTGGGCTCAC----------#MA.VP.05 CCCGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAG TAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTAT GTATTGGGGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATG CTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTAT CCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACAT TTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATACCTAC AATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTT TTAATCATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAAT ACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTT GGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATCCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCA TTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGGATTGGTGT TATAGGTTGTGTAGTGTGGGCTCACCACATATTTAC
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 14 Oktober 1993 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari orang tua bernama Budi Purwanto dan Wahyu Rohani. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gampengrejo pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kediri tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur SNMPTN Undangan dan memperoleh beasiswa PPA tahun 2013-2014. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Laut tahun 2014 dan 2015, asisten mata Kuliah Ekologi Laut Tropis tahun 2014. Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA-IPB) sebagai Bendahara II periode 2012-2013, dan Bendahara I periode 2013-2014. Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Filogeografi Kerang Hijau (Perna viridis) di Indonesia dan Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran”.