TOKSISITAS KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO-LARVA KERANG HIJAU (Perna viridis)
Rubinita Desratriyanti C54052825
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : TOKSISITAS KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO-LARVA KERANG HIJAU (Perna viridis) Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
RUBINITA DESRATRIYANTI C54052825
RINGKASAN RUBINITA DESRATRIYANTI. TOKSISITAS KADMIUM DAN TEMBAGA TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO-LARVA KERANG HIJAU (Perna viridis). DIBIMBING OLEH TRI PRARTONO dan DWI HINDARTI. Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu contoh dari perairan yang sampai saat ini telah tercemar oleh logam berat seperti kadmium dan tembaga. Uji toksisitas perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya pencemaran dan mengetahui pengaruh bahan pencemar terhadap biota perairan umumnya. Salah satu biota perairan yang dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan adalah larva kerang hijau (Perna viridis). Penelitian ini bertujuan menduga nilai konsentrasi kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) yang menyebabkan 50% larva kerang hijau (Perna viridis) berkembang abnormal dan Menduga nilai NOEC (No Observed Effect Concentration) dan LOEC (Lowest Observed Effect Concentration) dari kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) terhadap perkembangan larva kerang hijau (Perna viridis). Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian Laboratorium Ekotoksikologi, Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI) dan dilakukan pada bulan Maret 2009 sampai Mei 2009. Uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan sistem statik. Larva kerang hijau hasil fertilisasi dipaparkan pada berbagai konsentrasi toksikan yang diuji selama 48 jam. Uji dihentikan pada saat larva kerang berbentuk D (D-shaped larvae) telah mencapai ≥ 90% dari initial density. Kualitas air pada saat pengujian diamati dalam kisaran normal. Nilai-nilai akhir dihitung berdasarkan jumlah larva abnormal. Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa tembaga mempunyai daya toksik lebih tinggi daripada kadmium terhadap larva kerang. Nilai EC50-48 jam untuk kadmium sebesar 1,97 ppm dan untuk tembaga diperkirakan sebesar 11,70 ppb. Konsentrasi terendah yang memberikan pengaruh nyata pada perkembangan larva kerang (LOEC) untuk kadmium adalah 0,33 ppm dan 5,56 ppb untuk tembaga. Sedangkan konsentrasi tertinggi yang belum mempengaruhi perkembangan larva kerang (NOEC) diperkirakan terletak antara nilai LOEC dan kontrol masingmasing perlakuan.
TOKSISITAS KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO-LARVA KERANG HIJAU (Perna viridis)
RUBINITA DESRATRIYANTI C54052825
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SKRIPSI Judul : TOKSISITAS KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO-LARVA KERANG HIJAU (Perna viridis) Nama : RUBINITA DESRATRIYANTI NRP : C54052825
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP. 19600727 198603 1 005
Ir. Dwi Hindarti, M.Sc NIP. 19610501 198603 2 003
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal Lulus : 11 Agustus 2009
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis data menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku dosen pembimbing utama yang banyak memberikan arahan, motivasi, dan bimbingannya kepada penulis. 2. Ir. Dwi Hindarti, M.Sc selaku pembimbing anggota yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini, saran, dan bimbingannya kepada penulis. 3. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T selaku ketua komisi pendidikan yang telah memberikan masukkan kepada penulis. 5. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, saran, dan bimbingannya kepada penulis. 6. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa, kasih sayang, nasehat, dukungan, dan kepercayaan. 7. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan semangat.
8. Triyoni Purbonegoro, S.si, Rachma Puspitasari, S.si, Eston Matondang, dan Suratno, S.si selaku peneliti dan teknisi laboratorium Ekotoksikologi yang telah banyak membantu penulis saat penelitian. 9. Gesha Yuliani Nattasya dan Martiwi Diah Setiawati, teman satu tim dalam penelitian ini. 10. Femi Z., Riesni F., Asyari A., Ika F., Nofaria S., dan Iqbal S. Gultom atas bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 11. Warga ITK khususnya ITK 42 yang selalu memberi saran dan semangat. 12. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan yang telah memberi ilmu dan mendukung kemajuan penulis. 13. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas semua bantuan dan doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun diharapkan informasi yang diperoleh dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Rubinita Desratriyanti
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Logam Berat ........................................................................................ 2.1.1 Kadmium...................................................................................... 2.1.2 Tembaga....................................................................................... 2.2 Toksisitas ............................................................................................. 2.2.1 Toksisitas Kadmium pada Organisme Laut................................. 2.2.2 Toksisitas Tembaga pada Organisme Laut.................................. 2.2.3 Toksisitas Logam pada Larva Kerang......................................... 2.3 Kerang Hijau (Perna viridis) ..............................................................
4 4 5 7 9 10 11 12 12
3. BAHAN DAN METODE ......................................................................... 3.1 Waktu dan tempat penelitian .............................................................. 3.2 Alat dan bahan .................................................................................... 3.3 Metode Kerja ...................................................................................... 3.3.1 Persiapan Penelitian ................................................................. 3.3.1.1 Pencucian Peralatan ..................................................... 3.3.1.2 Pembuatan Larutan Stok Toksikan Kadmium dan Tembaga ....................................................................... 3.3.1.3 Pembuatan Larutan Buffered Formalin 50% ................ 3.3.2 Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 3.3.2.1 Pengaturan Wadah Uji ................................................. 3.3.2.2 Pembuatan Larutan Uji ................................................ 3.3.2.3 Pengukuran Kualitas Air dan Konsentrasi Aktual Larutan Uji .................................................................... 3.3.2.4 Pemijahan Kerang ........................................................ 3.3.2.5 Fertilisasi Embrio Kerang ............................................ 3.3.2.6 Uji Definitif .................................................................. 3.4 Analisis Data .......................................................................................
17 17 17 18 18 18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1 Hasil .................................................................................................... 4.1.1 Konsentrasi Aktual Larutan Uji ............................................... 4.1.2 Parameter Kualitas Air .............................................................
26 26 26 27
18 19 20 20 20 21 22 22 23 24
4.1.3 Kepadatan Larva Awal dan Pengamatan Perkembangan Larva Kerang Hijau (Perna viridis) selama 48 jam ................. 28 4.1.4 Toksisitas Kadmium dan Tembaga terhadap Perkembangan Larva Kerang Hijau (Perna viridis) ......................................... 29 4.2 Pembahasan ......................................................................................... 33 5. KESIMPULAN ........................................................................................ 40 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 40 5.2 Saran ................................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 41 LAMPIRAN .................................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Toksisitas kadmium terhadap beberapa jenis organisme laut...................... 10 2. Toksisitas tembaga terhadap beberapa jenis organisme laut ...................... 11 3. Konsentrasi nominal dan aktual kadmiun dan tembaga dalam larutan uji . 26 4. Hasil pengukuran kualitas air larutan uji kadmium dan tembaga ............. 27 5. Hasil perhitungan kepadatan awal embrio (initial density) dari 5 tabung . . 28 6. Perkembangan pembentukan D-shape selama 48 jam ................................ 29 7. Keabnormalan dan mortalitas rata-rata pada uji kadmium dan tembaga terhadap larva kerang hijau (Perna viridis) ................................................ 30 8. Hasil uji toksisitas kadmium dan tembaga pada larva kerang hijau (Perna viridis) ......................................................................................................... 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Morfologi kerang Mytilidae (Perna viridis)................................................ 13 2. Perkembangan larva kerang hijau ............................................................... 14 3. Bentuk D-shape normal (a) dan D-shape abnormal (b) pada larva kerang hijau (Perna viridis) .................................................................................... 15 4. Grafik hubungan konsentrasi kadmium dan tembaga dengan persentase rata-rata jumlah larva abnormal .................................................................. 31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Prosedur Pengukuran Konsentrasi Aktual dengan Metode AAS............... 48 2. Foto Kegiatan Pengukuran Konsentrasi Aktual.......................................... 49 3. Foto Kegiatan Uji Toksisitas Pengukuran Konsentrasi Aktual.................. 50 4. Kondisi yang direkomendasikan Asean-Canada CPMS II(1995) untuk uji toksisitas kerang ........................................................................................ 51 5. Perkembangan Larva Kerang Hijau (Perna viridis) selama 48 jam .......... 52 6. Data Uji Toksisitas Kadmium (CdCl2)....................................................... 53 7. Data Uji Toksisitas Tembaga (CuSO4) ...................................................... 54 8. Foto Larva Normal dan Abnormal ............................................................ 55 9. Perhitungan EC50 Kadmium dengan Perangkat Lunak EFFL .................. 56 10. Perhitungan EC50 Tembaga dengan Perangkat Lunak EFFL.................... 57 11. Analisis Statistik untuk menentukan nilai LOEC dan NOEC Kadmium dengan Perangkat Lunak TOXSTAT ......................................................... 58 12. Analisis Statistik untuk menentukan nilai LOEC dan NOEC Tembaga dengan Perangkat Lunak TOXSTAT.......................................................... 60
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) adalah salah satu contoh logam berat yang digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Kadmium ditemukan dalam buangan limbah industri tekstil, electroplating, dan pabrik kimia. Tembaga digunakan dalam kegiatan industri seperti pelapisan logam, cat, plastic, baterai, insektisida, pestisida, gelas, dan keramik. Kontribusi limbah mengandung kadmium dan tembaga yang masuk ke badan perairan yang semakin meningkat akan sangat membahayakan kehidupan ekosistem perairan (Darmono, 1995). GESAMP (Group of Expert on Scientific Aspect on Marine Pollution) mendefinikan pencemaran laut sebagai masuknya zat-zat (substansi) atau energi ke dalam lingkungan laut dan estuari baik langsung maupun tidak langsung akibat adanya kegiatan manusia yang menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut, kehidupan di laut, kesehatan manusia, mengganggu aktivitas di laut serta secara visual mereduksi keindahan (Sanusi, 2006). Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu contoh dari perairan yang sampai saat ini telah tercemar oleh logam berat. Kajian logam berat di Teluk Jakarta pertama kali dilakukan pada tahun 1979 (S. Yatim et.al., 1979 in Rochyatun dan Rozak, 2007). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kadar logam berat dalam air di Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti muara Angke kadar logam beratnya cenderung meningkat. Saat ini, Teluk Jakarta masih dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti budidaya kerang hijau (Perna viridis) yang terus
berkembang walaupun kondisi perairannya sudah kurang baik (Arifin dan Fitriani, 2006). Kerang hijau (Perna viridis) merupakan organisme yang bersifat filter feeder non selective. Kerang hijau dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan karena biota ini bersifat menetap, penyebarannya luas, masih mampu hidup pada daerah tercemar, dan dapat mengakumulasi logam berat dengan faktor konsentrasi sebesar 10 (Hartanti, 1998). Pada tingkatan hidup embrio dan larva, kerang hijau banyak digunakan sebagai biota uji karena fase tersebut paling sensitif terhadap pengaruh bahan asing yang bersifat racun. Penelitian yang menggunakan kerang hijau sebagai biota uji telah banyak dilakukan diantaranya Studi Kandungan Kadmium pada Kerang Hijau (Perna viridis) di Selat Madura (Indarto, 2008), Tingkat Akumulasi Pb, Cd, Cu, dan Zn pada Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta (Ningtyas, 2002), dan Bioakumulasi Logam Hg, Pb, dan Cd pada Kerang Hijau yang dibudiayakan di Perairan Pesisir Kamal dan Cilincing Jakarta (Fitriati, 2003). Secara umum penelitian di atas lebih banyak menjelaskan pada tingkat monitoring dan laju akumulasi pada kerang hijau. Penelitian mengenai pengaruh Kadmium dan Tembaga terhadap organisme air pada tingkat letal (LC50) telah banyak dilakukan pada berbagai biota uji seperti larva lobster Amerika (Homarus americanus) (Johnson dan Gentile, 1979), larva kerang biru (Mytilus edulis) (Martin et.al., 1981), dan larva Dekapoda (Wong et.al.1993). Uji toksisitas perlu dilakukan untuk mendeteksi pengaruh bahan pencemar terhadap biota perairan umumnya. Uji toksisitas merupakan suatu uji yang digunakan untuk mengevaluasi konsentrasi bahan kimia dan lamanya pemaparan
yang menimbulkan pengaruh tertentu (Hindarti, 1997). Pada penelitian ini dilakukan uji toksisitas kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dengan menggunakan larva kerang hijau (Perna viridis). Prinsip uji toksisitas tersebut untuk mengevaluasi suatu pengaruh toksik (Cd dan Cu) terhadap biota target (kerang hijau).
1.2 Tujuan Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1.
Menentukan nilai konsentrasi kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) yang menyebabkan 50% larva kerang hijau (Perna viridis) berkembang abnormal.
2.
Menentukan nilai NOEC (No Observed Effect Concentration) dan LOEC (Lowest Observed Effect Concentration) dari kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) terhadap perkembangan larva kerang hijau (Perna viridis).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Logam Berat Di bumi ini sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini diantaranya Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn. Jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, dan Cr (Palar, 2004) Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam berat dan metaloid yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3 (Hutagalung, 1991). Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikelpartikel yang tersuspensi (Razak, 1980 in Hutagalung, 1991). Logam berat biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah industri merupakan salah satu
sumber pencemaran logam berat yang potensial bagi perairan. Pembuangan limbah industri secara terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam sedimen dan biota perairan. Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen dan organisme hidup (Hutagalung, 1991).
2.1.1 Kadmium (Cd) Kadmium merupakan salah satu unsur pada golongan II B periode 5 dalam tabel periodik kimia. Kadmium mempunyai nomor atom 48, massa atom relatif 112,40, titik lebur 321 oC, dan titik didih 767 oC (Shadily, 1980). Kandungan Cd di dalam perairan tawar berkisar 0,0001-0,01 mg/L, sedangkan pada perairan laut sekitar 0,0001 mg/L (Effendie, 2003). Berdasarkan pada sifat-sifat fisikanya, Cd merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai uap ammonia (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Berdasarkan pada sifat-sifat kimianya, Cd di dalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai bilangan valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+ (Palar, 2004). Kadmium ini ditemukan dalam bebatuan Calamine (Seng Karbonat). Cd mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Di udara, uap teroksidasi dengan cepat dan menghasilkan kadmium oksida. Kadmium dapat ditemukan dalam berbagai
sumber alam namum yang paling melimpah terdapat dalam bijih seng, timah, dan tembaga sulfida. Sumber kadmium lainnya adalah bijih nitrat tetrahedrit-tenartile, yang dapat ditemukan pada lapisan air bagian atas yang dipengaruhi zona fotik dan produktivitas fitoplankton (Simpson, 1981 in Lestari, 2007). Sumber antropogenik kadmium yang utama adalah tambang bijih, industri metalurgi, dan lumpur kotoran. Konsentrasi kadmium pada asap dari peleburan tembaga, timbal, nikel dan seng sulfida relatif tinggi karena logam tersebut mudah menguap. (Chongprasith et al., 1999). Menurut Clark (1989) sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari: 1. Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng 2. Air bilasan dari electroplating 3. Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium 4. Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0, 2 % Cd sebagai bahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun 5. Pupuk phosfat dan endapan sampah. Senyawa kadmium seperti CdS, CdCO3, dan Cd(OH)2 tidak larut dalam air. Fluorida, khlorida, bromida, iodida, nitrat, dan sulfat dari kadmium merupakan senyawa-senyawa yang relatif larut. Berbeda dengan turunan alkil merkuri, senyawa-senyawa alkil kadmium sangat tidak stabil, bereaksi dengan air dan udara basah pada kondisi alami. Oleh karena itu, senyawa tersebut tidak dipertimbangkan keberadaannya sebagai pencemar lingkungan (CEC, 1978).
Kadmium dalam perairan merupakan ion biovalen yang dapat terikat membentuk CdCl2, CdSO4, dan Cd(NO3)2 (Wu in Purbonegoro, 2005). Di perairan laut dengan sainitas 10 sampai dengan 35 ‰, didominasi oleh kandungan kompleks kadmium klorida (CdCl2) (Chongprasith et al, 1999). Kadmium kloro (CdCl2, CdCl3+ and CdCl-) banyak di temukan pada air laut pada pH 7 sampai 9. Hasil pengamatan kandungan kadmium dalam air laut dan sedimen dari estuari, perairan dekat pantai, laut dengan sirkulasi terbatas, perairan dasar selat, dan laut terbuka adalah 0,00001-0,0002 mg/L. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, konsentrasi kadmium yang diinginkan untuk biota laut adalah 0,001 mg Cd/L atau 1 µg Cd/L.
2.1.2
Tembaga (Cu) Tembaga merupakan unsur pada golongan I B periode 4 dalam tabel
periodi kimia. Tembaga mempunyai lambang Cu dengan nomor atom 29, massa atom relatif 63,546, titik lebur 1983,4 oC, dan titik didih 2567 oC. Unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Tembaga mempunyai potensial elektrode standar positif, tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen bisa larut sedikit (Palar, 2004). Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral seperti CuCO3+ dan CuOH+ (Palar, 2004). Di perairan alami tembaga (Cu) terdapat dalam bentuk partikulat, koloid dan terlarut. Fase terlarut merupakan Cu2+ bebas dan ikatan kompleks, baik dengan ligan inorganik, terutama (CuOH+, Cu2(OH)22+) maupun organik. Ikatan
Cu kompleks dengan ligan organik, terutama adalah oleh material humus. Ikatan kompleks Cu yang terjadi dalam sedimen laut adalah yang paling stabil, sementara yang terbentuk dalam kolom air laut stabilitasnya paling rendah (Moore dan Ramamoorthy, 1984 in Sanusi, 2006). Tembaga masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan secara alamiah sebagai akibat dari peristiwa alam. Tembaga bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan mineral, debu, dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara yang dibawa turun oleh hujan (Laws, 1993). Secara non alamiah, Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia seperti buangan industri yang menggunakan Cu dalam proses produksinya, produksi galangan kapal menggunakan Cu sebagai campuran bahan pengawet, industri pengelolaan kayu, buangan rumah tangga, dan sebagainya (Palar, 1994). Tembaga (Cu) termasuk logam berat essensial karena keberadaannya dalam tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis organisme. Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan keracunan (Clark, 1989). Tembaga dimanfaatkan dalam proses pertmbuhan, metabolisme, dan aktivitas enzim pada berbagai jenis alga, cyanobakteria, dan organisme perairan lainnya. Namun jika konsentrasi Cu pada suatu perairan tinggi, maka akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan organisme perairan (Laing dan Helm, 1987 in Lestari, 2007). Pada perairan alami, kadar tembaga biasanya < 0,02 mg/L. Air tanah dapat mengandung tembaga sekitar 12 mg/L. Pada umumnya jumlah Cu yang terlarut dalam badan perairan laut adalah 0,002 mg/L sampai 0,005 mg/L (Palar,
1994). Batas konsentrasi dari unsur ini yang mempengaruhi pada air berkisar antara 1 – 5 mg/l merupakan konsentrasi tertinggi. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu Air Laut, konsentrasi tembaga yang diperbolehkan untuk biota laut (budidaya perikanan) adalah 0,008 mg/L.
2.2 Toksisitas Toksisitas suatu bahan dapat ditentukan dengan mengkaji seberapa besar pengaruhnya terhadap biota uji. Suatu bahan pencemar digolongkan toksik jika pada konsentrasi terkecil mengakibatkan timbulnya pengaruh pada organisme uji (Taurusman, 1996). Pengaruh yang timbul dapat berupa kematian, pengaruh terhadap fisiologi maupun pertumbuhan organisme. Uji toksisitas adalah suatu uji yang digunakan untuk mengevaluasi konsentrasi bahan kimia dan lamanya pemaparan yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Uji toksisitas bertujuan untuk mengevaluasi pencemaran perairan. Prinsip dari uji toksisitas adalah mengidentifikasikan bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi biota perairan (Hindarti, 1997). Uji toksisitas perairan dapat dikategorikan menurut respon organisme yang diuji (Palar, 2004) sebagai berikut : 1. Uji toksisitas akut, yaitu suatu uji untuk melihat respon organisme terhadap
keadaan yang cukup parah dan diindikasikan dengana 50 % respon, umumnya dalam waktu 96 jam atau kurang misalnya LC50, efek berupa kematian.
2. Uji toksisitas subakut, yaitu suatu uji yang melihat pengaruh kondisi yang kurang parah pada organisme, dibandingkan dengan pengaruh akut, dan dalam waktu yang lama 3. Uji toksisitas kronik, merupakan uji yang melihat respon organisme terhadap kondisi berkesinambungan. Umumnya 10% organisme bertahan hidup. Efek berupa penurunan pertumbuhan dan reproduksi maupun aktivitas enzim.
2.2.1
Toksisitas Kadmium pada Organisme Laut Beberapa penelitian toksisitas akut terhadap organisme air, menempatkan
toksisitas kadmium pada urutan kedua setelah merkuri (Hg). Urutan toksisitas logam dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah: Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2 + > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+ (Darmono, 1995). Data toksisitas kadmium terhadap organisme laut di kawasan ASEAN atau wilayah tropis secara keseluruhan masih terbatas. Chongprasith et al. (1999) menentukan nilai baku sementara bagi kadmium untuk kawasan ASEAN sebesar 0,00078 mg/L. Pada Tabel 1 ditunjukkan beberapa hasil uji toksisitas kadmium terhadap berbagai organisme laut tropis. Tabel 1. Nilai Toksisitas Kadmium terhadap Beberapa Jenis Organisme Laut Jenis Mikroalga Dunaliella tertiolecta
Tingkat hidup
Nilai akhir
Waktu uji (jam)
Kons. µg Cd/L
1 x 105 sel/mL
NOEC LOEC IC50 NOEC LOEC IC50
96
546 1693 3963 290-1000 730-1000 900-740
Chaetoceros gracilis
1 x 106 sel/mL
Invertebrata Crassostrea commercialis
Dewasa
LC50
96
Larva
NOEC LOEC
24
Perna viridis
96
8620 2210 1320 140-<560 350-≤560
Pustaka
Thongra-ar et al., 1995 Hindarti, 1997 Dechaprompun, 1984 Panggabean, 1997
EC50 Ikan Lates calcarifer Lutjanus argentimaculatus
10 hari juvenil
NOEC LOEC IC50 LC50
590-880 168 96
3000 9500 > 9500 6300
Sulaiman, 1997 Chumnantana et al, 1992
Menurut laporan Enviroment Canada (1992), kadmium merupakan salah satu toksikan rujukan (reference toxicant) yang potensial. Walaupun demikian, kadmium mungkin bukan termasuk bahan kimia yang paling diinginkan untuk penggunaan standar karena merupakan toksikan bioakumulatif yang berbahaya.
2.2.2
Toksisitas Tembaga pada Organisme Laut Tembaga termasuk dalam kelompok logam esensial, dan dalam kadar yang
rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai ko-enzim dalam proses metabolisme tubuh dan sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan tempat hidupnya (Tarigan et al., 2003 in Lestari, 2007). Kadar Cu sebesar 2,5-3,0 ppm dalam perairan dapat membunuh ikan-ikan (Bryan, 1976). Pada Tabel 2 ditunjukkan beberapa hasil uji toksisitas tembaga terhadap berbagai organisme laut. Tabel 2. Nilai Toksisitas Tembaga terhadap Beberapa Jenis Organisme Laut Jenis Mikroalga Dunaliella tertiolecta Scenedesmus quadricauda Invertebrata Homarus americanus Perna viridis Ikan
Tingkat hidup
Nilai akhir
Waktu uji (jam)
Kons. µg Cu/L
Referensi
Tingkat pertumbuhan
IC50
48
44760
Edding and Tala, 1996
Tingkat pertumbuhan
LOEC
24
1100
Bringmann and Kuhn, 1978
450 gr
LC50
96
560
McLeese, 1974
24 mm
LC50
96
8,20
Mathew and Menon, 1983
Anguilla japonica
juvenil
Luxilus chrysocephalus
55 mm
LC50
96
60
Yang and Chen, 1996
24
\830
Geckler dkk, 1976
LC50
2.2.3
Toksisitas Logam pada Larva Kerang Hewan air jenis bivalvia atau jenis moluska, baik jenis kerang besar atau
kerang kecil, pergerakannya sangat lambat di dalam air. Stadium larva dari jenis kerang yang disebut fase pelagik biasanya peka terhadap pengaruh polusi logam daripada masa dewasanya. Pertumbuhan dan perkembangan larva kerang untuk menjadi dewasa akan terhambat karena pengaruh toksisitas logam dalam konsentrasi subletal (Darmono, 1995). Daya toksisitas logam pada jenis kerang dari yang kuat ke yang lemah secara berurutan (Darmono, 1995) sebagai berikut : Hg2+ > Ag+ > Cu2+ > Zn2+ > Ni2+ > Pb2+ > Cd2+ > As2+ > Cr2+ Beberapa penelitian mengenai toksisitas logam pada jenis kerang yang telah dilakukan, menunjukkan fase embrio dan larva sangat peka terhadap pengaruh toksikan. Hal ini terlihat dari proses pertumbuhan kerang, pada fase awal pertumbuhan telur (embriologi) banyak terjadi kematian pada konsentrasi logam yang rendah (Darmono, 1995).
2.3 Kerang Hijau (Perna viridis)
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan anggota kerang yang terdapat pada famili Mytilidae. Nama lain kerang hijau (Perna viridis) yaitu Asian Green Mussel, Green-Lipped Mussel, kijing (Jakarta), kemudi kapal (Riau), dan kedaung (Banten) (Wahyuni, 2007). Kerang hijau (Perna viridis) diklasifikasikan sebagai berikut (Siddal in Vakily, 1989):
Kingdom : Animalia Phylum
: Mollusca
Class
: Bivalvia
Order
: Lamellibranchia
Family
: Mytilidae
Genus
: Perna
Spesies
: Perna viridis
Kerang hijau termasuk binatang lunak (Mollusca) yang hidup di laut, bercangkang dua (bivalve), berwarna hijau. Insangnya berlapis-lapis (Lamellibranchia) dan berkaki kapak (Pelecypoda) serta memiliki benang byssus. Kerang hijau adalah plankton feeder, dapat berpindah-pindah tempat dengan menggunakan kaki dan benang byssus, hidup baik pada perairan dengan kisaran kedalaman 1-7 meter dan memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas antara 27-35 per mil (Ditjen Perikanan Budidaya, 2008).
Gambar 1. Morfologi kerang Mytilidae (Perna viridis) (Harris, 1990) Kerang genus Mytilus ini sering disebut highly spesialized filter feeder dan digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan karena biota ini bersifat
menetap, penyebarannya luas, masih mampu hidup pada daerah tercemar, dapat mengakumulasi logam berat dengan faktor konsentrasi sebesar 10 (Hartanti, 1998). Habitat kerang hijau mempunyai kisaran temperatur 27 – 30 °C, salinitas 27 – 34 ‰, pH 6 – 8, kecerahan 2,6 – 4,0 m dan kedalaman sampai 20 m (Kastoro, 1981 in Afianty, 2002). Kerang hijau hidup di daerah pasang surut dan subtidal, menempel kuat dan bergerombol pada benda-benda keras dengan menggunakan benang byssusnya (Ditjen Perikanan Budidaya, 2008).
Gambar 2. Perkembangan larva kerang hijau (Romimohtarto dan Juwana, 1998)
Perkembangan kerang hijau dari larva hingga dewasa sangat dipengaruhi oleh salinitas. Pada tingkat larva, salinitas antara 21 – 33 ‰ memungkinkan larva tersebut tumbuh normal nerkembang menjadi tingkat berikutnya sebagai veliger (Romimohtarto dan Juwana, 1998). Perkembangan dari telur sampai tingkat metamorfose dapat dilihat pada Gambar 2. Kerang hijau memiliki alat reproduksi yang terpisah atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dan sperma yang berjumlah banyak dan mikroskopik. Induk kerang hijau yang telah matang kelamin mengeluarkan sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi pembuahan. Telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam akan menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari (Ditjen Perikanan Budidaya, 2008). Pada tingkatan hidup embrio dan larva, kerang hijau banyak digunakan sebagai biota uji karena pada fase tersebut paling sensitif terhadap pengaruh toksikan. Efek toksikan yang umumnya dilihat pada larva kerang adalah abnormalitas dari D-shape larva. Bentuk D-shape normal dan abnormal dapat dilihat pada Gambar 3.
a
b
Gambar 3. Bentuk D-shape normal (a) dan D-shape abnormal (b) pada larva kerang hijau (Perna viridis) (ASTM, 2004) Kerang hijau secara umum merupakan agen biomonitoring yang baik, logam yang terakumulasi dalam jaringan kerang akan menjadi ukuran
bioavailibilitas dari sumber antropogenik dan alami logam. Konsentrasi logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh kerang merupakan fungsi keseimbangan antara tingkat pengambilan (rate of uptake) dan tingkat pengeluaran (rate of excretion). Perbedaan kedua sistem tersebut yang menjelaskan terjadinya proses akumulasi logam berat dan penyebarannya di jaringan tubuh kerang (Phillip, 1980 in Ningtyas, 2002).
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian Laboratorium Ekotoksikologi, Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2009 sampai Mei 2009 di Laboratorium Ekotoksikologi dan Laboratorium Pencemaran, P2O-LIPI, Ancol, Jakarta Utara.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah water bath, heater, gelas beaker, seperangkat aerator, alat ukur kualitas air (Thermometer, pH dan dissolved oxygen (DO) meter, refractometer), aparatus milipore dengan kertas saring 0,45 µm, saringan dengan ukuran 0,25 mm, perforated plunger, gelas ukur, automatic micropipette, tabung reaksi dengan tutup/parafilm, mikroskop, Sedgewick-Rafter counter, Hand Tally counter, autoclave dan oven, dan Kamera. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang hijau (Perna viridis) dan larvanya; air laut; larutan buffered formalin 50 %; larutan stok toksikan kadmium; larutan stok toksikan tembaga; akuades.
3.3 Metode Kerja 3.3.1
Persiapan Penelitian
3.3.1.1 Pencucian Peralatan Peralatan gelas yang akan digunakan dalam uji toksisitas harus dicuci sesuai dengan prosedur ASEAN-Canada CPMS II (1995). Seluruh peralatan dibersihkan dengan cara perendaman dan pencucian menggunakan deterjen non fosfat (teepol). Setelah dibilas dengan air, pembilasan lanjut dilakukan dengan asam nitrat 10% untuk menghilangkan logam berat yang masih ada lalu dibilas tiga kali dengan akuades hingga bersih. Peralatan selanjutnya dibilas kembali dengan aseton untuk menghilangkan bahan organik yang masih ada dan diikuti pembilasan tiga kali dengan akuades hingga bersih Peralatan gelas yang telah dicuci dan dikeringkan kemudian dibungkus dengan aluminium foil. Peralatan gelas tersebut kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave pada tekanan 15 psi sampai mencapai suhu 121°C selama 15 menit lalu didinginkan.
3.3.1.2 Pembuatan Larutan Stok Toksikan Kadmium dan Tembaga
Larutan stok kadmium 1000 mg/L dibuat dengan melarutkan kristal kadmium khlorida monohidrat (CdCl2.H2O) ke dalam 1 L akuades, dengan persamaan sebagai berikut : …(1) Berat molekul CdCl2.H2O
= 201,32 g/mol
Berat molekul logam kadmium (Cd) = 112,40 g/mol Untuk membuat 1000 mg/L larutan induk kadmium (Cd), dibutuhkan :
Jadi larutan stok kadmium 1000 mg/L dibuat dengan melarutkan 1791,10 mg CdCl2.H2O dengan 1 L akuades. Larutan stok tembaga 1000 mg/L dibuat dengan melarutkan kristal tembaga (II) sulfat pentahidrat (CuSO4.5H2O) ke dalam 1 L akuades, dengan persamaan (1) : Berat molekul CuSO4.5H2O
= 249,68 g/mol
Berat molekul logam tembaga (Cu) = 63,55 g/mol Untuk membuat 100 mg/L larutan induk tembaga (Cu), dibutuhkan :
Jadi larutan stok tembaga 100 mg/L dibuat dengan melarutkan 3929,20 mg CuSO4.5H2O dengan 1 L akuades.
3.3.1.3 Pembuatan Larutan Buffered Formalin 50%
Larutan buffered formalin 50% dibuat dengan melarutkan 250 mL full strength formalin dalam gelas beaker 250 mL dengan akuades, tambahkan ± 0,13 g borax supaya pH larutan menjadi 7, dan diaduk hingga homogen. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam botol plastik, beri label, dan simpan dalam lemari pendingin.
3.3.2
Pelaksanaan Penelitian
3.3.2.1 Pengaturan Wadah Uji
Tabung-tabung reaksi yang telah bersih kemudian diberi label dan diletakkan pada rak tabung reaksi. Satu set perlakuan reference toxicant disiapkan dengan 6 konsentrasi dengan setiap konsentrasi memiliki 5 ulangan. Perlakuan ini dimulai dengan kontrol dan diteruskan dengan konsentrasi yang meningkat (contoh : kontrol; 1,0; 1,8; 3,2; 5,6; dan 10 mg/L). Satu set perlakuan toksikan lain yang diujikan disiapkan dengan cara yang sama. Satu set perlakuan lain berisi enam tabung reaksi berlabel ID disiapkan untuk mengetahui initial density (ID). Perlakuan ini berfungsi untuk mengetahui jumlah embrio yang dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi. Sedangkan untuk mengetahui perkembangan embrio hingga tahap D-shape, disiapkan satu set perlakuan berisi ± 12 tabung reaksi berlabel observation.
3.3.2.2 Pembuatan Larutan Uji Larutan uji dibuat dengan mengencerkan larutan stok yang telah dibuat, dengan persamaan berikut : C1.V1 = C2.V2 Dimana : C1 = Konsentrasi larutan stok V1 = Volume larutan stok C2 = Konsentrasi larutan uji yang diinginkan V2 = Volume larutan uji yang ingin dibuat
…..(2)
Konsentrasi larutan Cd yang akan digunakan untuk uji toksisitas adalah 0,32 mg/L; 0,56 mg/L; 1,0 mg/L; 1,8 mg/L; 3,2 mg/L; dan 5,6 mg/L. Konsentrasi larutan Cu yang akan digunakan untuk uji toksisitas adalah 1,0 µg/L; 1,8 µg/L; 3,2 µg/L; 5,6 µg/L; dan 10 µg/L. Larutan uji yang dibutuhkan sebanyak 250 mL untuk setiap konsentrasi. Berikut ini contoh pembuatan larutan uji Cd: Volume larutan uji Cd yang ingin dibuat
= 250 mL
Konsentrasi larutan stok Cd
= 1000 mg/L
Konsentrasi larutan uji Cd yang diinginkan
= 0,32 mg/L
Larutan stok Cd yang dibutuhkan :
Jadi larutan uji Cd 0,32 mg/L dibuat dengan melarutkan 0,08 mL larutan stok Cd dengan 250 mL air laut yang telah steril. Hal yang sama dapat dilakukan untuk membuat larutan uji lainnya.
3.3.2.3 Pengukuran Kualitas Air dan Konsentrasi Aktual Larutan Uji Kualitas air larutan uji merupakan hal yang penting dalam penelitian ini, dimana hal ini menentukan bahwa hanya logam berat kadmium dan tembaga yang berpengaruh terhadap larva kerang hijau (Perna viridis), maka kondisi kualitas air pada larutan uji diusahakan optimum. Parameter yang diukur dalam uji toksisitas ini adalah salinitas, temperatur, pH, dan oksigen terlarut. Salinitas diukur menggunakan refraktometer, temperatur dan pH diukur dengan pH-meter, dan oksigen terlarut diukur dengan DO-meter. Larutan uji yang telah dibuat, terlebih dahulu diukur kualitas airnya sebelum digunakan dalam uji definitif. Larutan uji yang dibutuhkan untuk uji definitif hanya 9 mL. Sisa larutan uji diawetkan dengan HNO3 untuk selanjutkan diukur konsentrasi aktualnya.
Pengukuran konsentrasi aktual larutan uji menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) yang rincian prosedurnya disajikan pada Lampiran 1 dan gambar saat pengukuran konsentrasi aktual dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.2.4 Pemijahan Kerang Sebanyak ± 40 ekor kerang diletakkan dalam water bath yang berisi air laut dan telah dipasang heater. Suhu awal diatur dengan heater pada 28 °C dan dinaikkan 2 derajat secara berkala sampai kerang-kerang tersebut memijah. Kerang jantan yang mengeluarkan sperma dipisahkan dan diletakkan dalam gelas beaker 250 mL yang telah berisi air laut saring dan steril. Hal yang sama dilakukan pada kerang betina yang mengeluarkan telur. Pencampuran antara sperma dan telur harus dihindari hingga saat fertilisasi dilakukan.
3.3.2.5 Fertilisasi Embrio Kerang Telur yang dihasilkan kemudian disaring dengan saringan 0,25 mm dan ditampung pada gelas beaker 1 L. Sperma dipilih yang berkualitas (aktif dan banyak) dengan manggunakan mikroskop, kemudian beberapa mL sperma tersebut ditambahkan ke dalam larutan berisi telur. Telur harus dikelilingi 7-10 sperma, dapat dipastikan dengan mengamatinya pada mikroskop. Bila terlalu banyak sperma yang ditambahkan, akan terjadi polyspermy dan dapat menghambat fertilisasi. Setelah 2 jam pembuahan, kepadatan embrio dihitung dengan cara mencampur 1 mL larutan embrio dengan 99 mL air laut steril (pengenceran 100x). Setelah tercampur dengan baik, 1 ml diambil dan diletakkan pada Sedgewick-
Rafter counter untuk dihitung kepadatan embrio dengan bantuan mikroskop. Jumlah embrio yang teramati dikalikan dengan 100 dalam skala 100 mL. Larutan embrio disiapkan dengan kepadatan 300 embrio/mL, dengan cara mengencerkan larutan stok embrio terdahulu. Hal ini agar saat inokulasi akan terdapat 30 embrio/mL dalam setiap tabung reaksi. Kemudian larutan embrio tersebut dihomogenkan dengan perforated plunger.
3.3.2.6 Uji Definitif
Uji toksisitas ini dilakukan menggunakan 5 konsentrasi larutan toksikan dan kontrol untuk masing-masing logam, dengan lima kali ulangan untuk konsentrasi dan kontrol. 1 mL stok embrio diinokulasikan ke dalam masingmasing tabung reaksi dan tutup dengan parafilm. Tabung reaksi yang berlabel ID (initial density) dipisahkan dan ditambahkan 1 mL Formalin 50 % ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut. Tabung berlabel ID disebut sebagai penanda 0 jam (zero time). Setelah satu jam atau hari berikutnya, kepadatan awal pada tabung-tabung ID dapat dihitung. Perkembangan embrio kerang diamati secara berkala melalui tabungtabung Observation dan jumlah larva normal yang teramati dibandingkan dengan kepadatan awal. Jika larva normal (mencapai tahap prodissoconch I atau bentuk D, D-shape) pada tabung pengamatan berjumlah ≥ 90 % dari kepadatan awal, uji dapat diakhiri. Kemudian masing-masing tabung reaksi dipreservasi dengan menambahkan Buffered Formalin 50 %. Selanjutnya pengamatan harian dapat dilakukan untuk menghitung jumlah larva yang berkembang normal dan abnormal. Beberapa gambar saat melakukan uji toksisitas ini dapat dilihat pada
Lampiran 3. Lampiran 4 menyajikan kondisi yang direkomendasikan untuk uji toksisitas kerang.
3.4 Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan parameter pengamatan secara mikroskopis. Penghitungan rata-rata abnormalitas dan mortalitas larva kerang hijau dengan menggunakan rumus berikut: Mean abnormality (%) = (jumlah total larva abnormal dari tiap ulangan) x 100 (total jumlah larva dari tiap ulangan)
Mean mortality (%)
= (100 – jumlah total larva survive) x 100 (total jumlah larva)
Corrected response (%) = (% test response - % kontrol respon) x 100 (100 - % kontrol respon)
....(3) …(4) …(5)
Nilai atau hasil yang didapat dari uji toksisitas akut dengan menggunakan embrio Bivalvia dilaporkan sebagai nilai EC50 (Effective Concetration) berdasarkan jumlah abnormalitas dan mortalitas biota uji. Perhitungan nilai EC50 dilakukan dengan program EFFL dengan metode Spearman-Karber. Nilai EC50 dapat juga dihitung menggunakan grafik regresi linier antara konsentrasi toksikan dengan % abnormalitas.
Regresi linier yang digunakan dengan persamaan
matematis sebagai berikut : Y = ax ± b Dimana : Y
= % abnormalitas larva akibat pengaruh toksikan
x
= konsentrasi toksikan
a dan b = konstanta
….(6)
Penghitungan nilai NOEC (No Observed Effect Concentration) dan LOEC (Lowest Observed Effect Concentration) dilakukan dengan program TOXSTAT. Selanjutnya menggunakan transformasi Arcsine square-root, Shapiro-Wilks untuk uji normalitas data, dan Bartlett untuk uji homogenitas. Jika uji tersebut telah dilakukan dan data menyebar normal serta seragam, kemudian dilakukan uji statistik dengan t-dunnett’s.
Analisis Rancangan Acak Lengkap dapat juga
digunakan untuk perhitungan nilai NOEC dan LOEC dengan persamaan matematis sebagai berikut: yij = µ + αi + εij Dimana: yij : Jumlah larva akibat perlakuan logam berat µ : rataan umum αi
: pengaruh logam berat ke-i
εij : galat pengamatan ke j pada sampel ke i
….(7)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1
Konsentrasi Aktual Larutan Uji Konsentrasi aktual diukur menggunakan metode AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry) (Lampiran 1 dan 2). Larutan uji yang sebelumnya telah diawetkan dengan HNO3 diektrak terlebih dahulu untuk selanjutnya dapat diukur konsentrasi aktualnya. Hasil pengukuran konsentrasi aktual dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Konsentrasi nominal dan aktual kadmiun (Cd) dan tembaga (Cu) dalam larutan uji Toksikan
Kadmium (ppm)
Tembaga (ppb)
Konsentrasi Nominal Aktual 0.32 0.33 0.56 1.22 1 1.27 1.8 2.24 3.2 3.62 1 5.56 1.8 7.78 3.2 8.89 5.6 13.33 10 18.89
Konsentrasi nominal larutan uji kadmium yang digunakan berkisar 0,32 – 3,2 ppm dan kisaran konsentrasi nominal larutan uji tembaga 1,0- 10 ppb. Berdasarkan Darmono (1995), larva kerang lebih sensitif terhadap tembaga dibandingkan kadmium sehingga konsentrasi tembaga yang digunakan dalam uji
toksisitas ini lebih rendah dengan satuan ppb dibandingkan kadmium dengan satuan ppm. Hasil konsentrasi aktual kadmium yang diperoleh cukup mendekati nilai nominalnya, kecuali untuk konsentrasi nominal 0,56 ppm yang hasil konsentrasi aktualnya sampai dua kali lipatnya yaitu 1,22 ppm. Hasil konsentrasi aktual tembaga memiliki simpangan yang sangat jauh dari nilai nominalnya. Hal tersebut dapat dikarenakan beberapa hal diantaranya air laut yang digunakan diduga sudah mengandung tembaga, kemampuan alat AAS yang umumnya digunakan untuk pengukuran logam dengan satuan ppm, dan ada kesalahan dalam proses pembuatan larutan stok atau larutan uji.
4.1.2
Parameter Kualitas Air Parameter yang digunakan dalam penentuan kualitas air larutan uji adalah
suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut. Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran kualitas air larutan uji kadmium dan tembaga secara lengkap. Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air larutan uji kadmium dan tembaga DO Temp Salinitas Konsentrasi Toksikan pH Aktual (mg/L) (°C) (‰) Cd dan Cu 0 6.28 8.00 26.40 31 0.33 6.34 8.02 25.60 31 1.22 6.25 8.15 25.80 31 Kadmium (ppm) 1.27 6.25 8.17 25.80 31 2.24 6.28 8.18 25.80 31 3.62 6.22 8.18 25.80 31 5.56 6.39 8.07 26.40 31 7.78 6.39 8.16 26.40 31 Tembaga (ppb) 8.89 6.32 8.16 26.30 31 13.33 6.32 8.17 26.20 31 18.89 6.27 8.17 26.20 31
Parameter kualitas air larutan uji yang diukur sebelum inokulasi larva dilakukan. Hasil pengukuran kualitas air kontrol menunjukkan oksigen terlarut 6,28 mg/L, pH 8, suhu 26,40 °C, dan salinitas 31 ‰. Pada larutan uji diperoleh kisaran oksigen terlarut 6,22-6.39 mg/L dengan rata-rata 6,30 mg/L, kisaran pH 8,02-8,18 dengan rata-rata 8,14, kisaran suhu 25,60-26,40 °C dengan rata-rata 26,03 °C, dan rata-rata salinitas 31 ‰. Kualitas air larutan uji merupakan hal yang penting dalam penelitian ini, dimana hal ini menentukan bahwa hanya logam berat kadmium dan tembaga yang berpengaruh terhadap larva kerang hijau (Perna viridis).
4.1.3
Kepadatan Larva Awal dan Pengamatan Perkembangan Larva Kerang Hijau (Perna viridis) selama 48 jam Kepadatan awal diperoleh dengan menghitung minimal tiga tabung reaksi
Initial density. Rata-rata kepadatan larva yang dihitung menggunakan SedgewickRafter counter adalah 393 larva/mL. Hal tersebut berarti dalam satu tabung reaksi diperkirakan terdapat 393 larva. Hasil perhitungan initial density dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil perhitungan kepadatan awal embrio (initial density) dari 5 tabung No. 1. 2. 3. 4. 5. Rata-rata
Tabung A B C D E -
Jumlah larva (embrio/ 10 mL) 337 345 441 398 445 393,2 ≈ 393
Pengamatan terhadap perkembangan larva kerang hijau selama 48 jam dilakukan untuk menghitung jumlah larva yang telah berbentuk D-shape. Pada saat itu larva kerang dalam wadah kontrol diharapkan telah berkembang menjadi
D-shape. Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan larva kerang hijau yang telah berkembang menjadi D-shape selama 48 jam. Perkembangan larva kerang hijau (Perna viridis) selama 48 jam dapat dilihat di Lampiran 5.
Tabel 6. Perkembangan pembentukan D-shape selama 48 jam waktu 24 jam 42 jam
larva berbentuk D-shape) 30% 37%
waktu 46 jam 48 jam
larva berbentuk D-shape) 84% 95%
Larva D-shape berjumlah lebih besar dari 90 % baru terjadi pada jam ke48. Kemudian uji dapat dihentikan dengan memberikan larutan formalin pada setiap tabung uji. Jika pada jam ke-48 larva D-shape belum mencapai 90%, maka uji toksisitas dianggap gagal.
4.1.4
Toksisitas Kadmium dan Tembaga terhadap Perkembangan Larva Kerang Hijau (Perna viridis) Efek yang diukur dalam uji ini adalah keabnormalan larva setelah 48 jam.
Pada Tabel 7 ditunjukkan hasil perhitungan larva kerang hijau yang abnormal dan mortalitasnya. Grafik hubungan konsentrasi kadmium dan tembaga dengan persentase rata-rata jumlah larva yang abnormal ditunjukkan pada Gambar 4. Hasil perhitungan larva normal dan abnormal dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Perbedaan bentuk larva normal dan abnormal dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 7. Keabnormalan dan mortalitas rata-rata pada uji kadmium dan tembaga terhadap larva kerang hijau (Perna viridis) % Rata-rata Konsentrasi % Rata-rata % Mortalitas Toksikan bersih larva aktual larva abnormal rata-rata abnormal 0 3.13 0 2.39 0.33 ppm 13.56 10.76 2.34 1.22 ppm 30.56 28.31 11.40 Kadmium 1.27 ppm 42.69 40.83 14.76 2.24 ppm 66.62 65.54 18.22 3.62 ppm 89.60 89.26 22.39 0 3.12 0 2.24 7.12 5.56 ppb 10.02 2.90 21.48 7.78 ppb 23.93 4.73 Tembaga 47.22 8.89 ppb 48.86 19.90 73.23 13.33 ppb 74.07 23.46 93.47 18.89 ppb 93.67 26.97 Hasil uji definitif menunjukkan rata-rata larva abnormal pada kontrol kadmium dan tembaga tidak terlalu berbeda yaitu 3,13 % dan 3,12 %. Rata-rata mortalitas pada kontrol kadmium adalah 2,39 % dan pada kontrol tembaga adalah 2,24 %. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Asean Canada CPMS-II (1995) untuk uji toksisitas pada larva kerang hijau, hasil penelitian ini dapat dinyatakan valid karena abnormalitas pada kontrol kurang dari 10 % dan mortalitas kurang dari 30 %. Pada konsentrasi terendah kadmium yaitu 0,33 ppm, rata-rata larva yang berkembang abnormal adalah 13,56 %, sementara pada konsentrasi tertinggi yaitu 3,62 ppm, rata-rata larva yang berkembang abnormal adalah 89,60 %. Pada konsentrasi terendah tembaga yaitu 5,56 ppb, rata-rata larva yang berkembang abnormal adalah 10,02 %, sementara pada konsentrasi tertinggi yaitu 18,89 ppb, rata-rata larva yang berkembang abnormal adalah 93,67 %.
Gambar 4. Grafik hubungan konsentrasi kadmium dan tembaga dengan persentase rata-rata jumlah larva abnormal
Berdasarkan data pada Tabel 7 kemudian dapat diduga nilai EC50, LOEC (Lowest Observed Effect Concentration), dan NOEC (No Observed Effect Concentration). Hasil pengujian EC50, LOEC, dan NOEC pada kadmium dan tembaga terhadap abnormalitas larva kerang hijau (Perna viridis) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil uji toksisitas kadmium dan tembaga pada larva kerang hijau (Perna viridis) Toksikan EC50 - 48 jam LOEC NOEC Kadmium 1,97 ppm 0.33 ppm < 0.33 ppm Tembaga 11.70 ppb 5.56 ppb < 5.56 ppb Penentuan nilai EC50 terhadap abnormalitas larva kerang hijau (Perna viridis) dengan menggunakan metode Spearman-Karber menunjukkan konsentrasi efektif yang menyebabkan 50% larva kerang hijau berkembang abnormal terjadi pada konsentrasi 1,97 ppm untuk Cd dan 11,70 ppb untuk Cu. Nilai tersebut terletak pada selang kepercayaan 95 % antara konsentrasi 1,89 – 2,05 ppm untuk Cd dan konsentrasi 11,36 – 12,04 ppb untuk Cu (Lampiran 9 dan 10). Nilai EC50 juga dapat diperoleh dari persamaan regresi linier pada Gambar 4. Persamaan regresi linier untuk kadmium dan tembaga berturut-turut adalah y = 25.07x + 2.86 dan y = 5.54x - 9.82. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadmium dan tembaga mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap keabnormalan larva kerang hijau (Perna viridis). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel. Selanjutnya dilakukan uji lanjut Dunnetts untuk mengetahui nilai LOEC dan NOEC. Nilai LOEC diperoleh dari hasil uji lanjut Dunnetts yang menunjukkan nilai konsentrasi terendah yang signifikan dan ditandai dengan
tanda bintang (*). Nilai NOEC diperoleh dari hasil uji lanjut Dunnetts yang menunjukkan nilai konsentrasi terendah yang tidak signifikan dan tidak ditandai dengan tanda bintang (*). Pada penelitian ini hanya nilai LOEC yang dapat diketahui yaitu 0,32 ppm untuk kadmium dan 5,56 ppb untuk tembaga. Nilai NOEC tidak diperoleh dikarenakan konsentrasi terendah yang digunakan dalam penelitian ini sudah berpengaruh signifikan terhadap abnormalitas larva kerang hijau. Nilai NOEC diperkirakan terletak antara nilai LOEC dan kontrol masingmasing perlakuan. Perhitungan LOEC dan NOEC dapat dilihat pada lampiran 11 dan 12.
4.2 Pembahasan Pencemaran logam berat seperti kadmium dan tembaga di Teluk Jakarta dapat mempengaruhi biota yang hidup di perairan tersebut. Data toksisitas kedua logam tersebut terhadap biota yang paling sensitif sangat diperlukan untuk dapat melindungi biota perairan dari pencemaran dan selanjutnya dapat mengetahui batas kadar yang aman bagi lingkungan perairan. Larva kerang merupakan tahapan yang paling rentan terhadap pengaruh toksikan. Pengaruh toksikan terhadap larva kerang umumnya berupa larva abnormal yaitu larva veliger yang gagal dalam pembentukan cangkang D (Darmono, 1995) Pada penelitian ini, kadmium digunakan sebagai kontrol positif (reference toxicant) dikarenakan sifat kadmium dalam air yang stabil dan kadmium telah banyak digunakan dalam penelitian toksisitas yang telah diketahui pengaruhnya pada biota uji. Penelitian toksisitas tembaga pada larva kerang sendiri masih
belum banyak dilakukan sehingga diperlukan kontrol positif (reference toxicant) sebagai dasar bahwa penelitian yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur. Persentase rata-rata larva abnormal pada konsentrasi aktual kadmium 0,33 ppm, 1,22 ppm, 1,27 ppm, 2,24 ppm, dan 3,62 ppm berturut-turut adalah 13,56 %, 30,56 %, 42,69 %, 66,62 %, dan 89,60 %. Persentase rata-rata larva abnormal pada konsentrasi aktual tembaga adalah 5,56 ppb, 7,78 ppb, 8,89 ppb, 13,33 ppb, dan 18,89 ppb masing-masing sebesar 10,02 %, 23,93 %, 48,86 %, 74,07 %, dan 93,67 % (Tabel 7). Hasil uji definitif tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kadmium maupun tembaga, keabnormalan larva semakin meningkat pula. Nilai EC50 kadmium dan tembaga terhadap abnormalitas larva kerang hijau (Perna viridis) berturut-turut adalah 1,971 ppm dan 11,70 ppb. Penelitian sebelumnya tentang toksisitas kadmium dan tembaga terhadap larva kerang hijau yang dilakukan oleh Afianty (2002) menghasilkan nilai EC50 yang jauh berbeda yaitu EC50 kadmium sebesar 0,91 ppm dan EC50 tembaga sebesar 17,93 ppb. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa larva kerang hijau yang digunakan dalam penelitian ini lebih tahan terhadap kadmium tetapi lebih sensitif terhadap tembaga dibandingkan penelitian yang dilakukan Afianty (2002). Menurut Bryan in Darmono (1995) beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan racun logam berat terhadap ikan dan organisme air lainya adalah : •
Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut dalam air
•
Pengaruh interaksi antara logam dan jenis racun lainnya
•
Pengaruh lingkungan seperti temperatur, salinitas, pH, atau kadar oksigen dalam air
•
Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi
•
Kemampuan hewan untuk menghindar dari kondisi buruk (polusi)
•
Kemampuan hewan untuk beradaptasi terhadap racun, misalnya detoksikasi. Faktor lingkungan dalam uji diwakili oleh parameter kualitas air larutan
uji sebagai media pertumbuhan larva yang diukur sebelum inokulasi larva. Hasil pengukuran menunjukkan kisaran salinitas, oksigen terlarut, pH, dan suhu sesuai dengan yang dianjurkan Asean Canada CPMS-II (1995). Sehingga pengaruh yang terjadi dalam uji ini bukan diakibatkan oleh faktor keadaan organisme (kualitas telur yang buruk atau stress) maupun kondisi media uji, melainkan lebih diakibatkan oleh perlakuan yang diberikan. Pengukuran salinitas pada kontrol, larutan kadmium, dan tembaga adalah 31 ‰. Kerang hijau merupakan organisme yang memiliki kisaran toleransi salinitas yang besar. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1998) perkembangan kerang hijau dari larva hingga dewasa sangat dipengaruhi oleh salinitas. Pada tingkat larva, salinitas 21-33 ‰ memungkinkan larva tersebut berkembang normal menjadi tingkat berikutnya sebagai veliger. Semua larutan uji seharusnya berada dalam kisaran salinitas 23 sampai 34 ‰, dan tidak lebih dari 1 ‰ salinitas kontrol (Enviroment Canada, 1992). Peningkatan kepekaan terhadap toksikan dapat disebabkan oleh penurunan salinitas (ASTM, 2006). Pengukuran oksigen terlarut pada kontrol menghasilkan nilai sebesar 6,28 mg/L, pada kadmium rata-rata oksigen terlarut 6,27 mg/L, dan pada tembaga ratarata oksigen terlarut 6,34 mg/L. Kondisi tersebut sesuai dengan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu Air Laut, oksigen terlarut yang diperbolehkan untuk biota laut adalah > 6 mg/L. Menurut Enviroment Canada (1992) kadar oksigen terlarut yang terlampau tinggi merupakan tekanan bagi banyak organisme air dan mungkin memberikan pengaruh pada larva kerang hijau juga. Selain itu dinyatakan pula bahwa tekanan akibat oksigen rendah mungkin bersaing saling mempengaruhi dengan beberapa tekanan yang berasal dari toksikan. Pengukuran pH pada kontrol menghasilkan nilai 8, pada kadmium ratarata pH adalah 8,14, dan pada tembaga rata-rata pH adalah 8,15. Menurut Ditjen Perikanan Budidaya (2008) kisaran pH yang sesuai untuk perkembangan kerang hijau adalah 6,5 sampai 9. Waldichuk (1974) in Hutagalung (1991) menyatakan bahwa penurunan pH perairan menyebabkan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar, sehingga penurunan pH dapat menyebabkan daya racun logam berat semakin besar. Hasil pengukuran suhu pada kontrol, larutan uji kadmium maupun tembaga diperoleh bahwa kisaran suhu antara 25,6 sampai 26,4 °C. Kondisi tersebut masih sesuai dengan kisaran suhu ideal untuk perkembangan kerang hijau adalah 18,0 sampai 34,4 °C (EPS, 1980). Menurut Enviroment Canada (1992) suhu yang tinggi dapat membuat uji lebih peka dalam mendeteksi beberapa toksikan. Darmono (1995) menyatakan toksisitas logam dapat mempengaruhi masa pertumbuhan dan perkembangan larva. Beberapa penelitian mengenai toksisitas logam pada jenis kerang yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam proses pertumbuhan kerang, fase awal perkembangan larva kerang merupakan tahap
yang paling sensitif terhadap toksisitas logam sehingga banyak terjadi kematian pada konsentrasi logam yang rendah. Nilai EC50 – 48 jam terhadap larva kerang hijau dari penelitian ini (Cd 1,97 ppm dan Cu 11,70 ppb) lebih rendah dibandingkan nilai EC50 – 24 jam terhadap kerang dewasa dengan ukuran 3 – 4 cm yang dilakukan oleh Yap et.al. (2003) yaitu Cd 1,53 ppm dan Cu 0,25 ppm. Nilai EC50 untuk uji toksisitas dengan larva kerang ternyata selalu bervariasi dari uji yang berlainan. Hal ini disebabkan karena perbedaan sensitifitas dari biota uji. Bila dibandingkan dengan kondisi subtropis, toksisitas kedua logam uji dalam kondisi tropis lebih besar. Mclucky (1986) menyatakan bahwa suhu rendah menurunkan toksisitas logam. Data toksisitas kadmium dan tembaga terhadap biota uji kerang biru (Mytilus edulis) dari subtropis mungkin dapat dijadikan pembanding. Kerang hijau (Perna viridis) dan kerang biru (Mytilus edulis) termasuk dalam satu marga, dan mempunyai kemiripan dalam sifat-sifat biologi dan morfologi. Nilai EC50-48 jam terhadap larva kerang hijau (Cd 1,97 ppm dan Cu 11,70 ppb) lebih rendah dibandingkan nilai EC50-48 jam terhadap larva kerang biru menurut Martin et.al. (1981) (Cd 12 ppm) dan Tucker (1998) (Cu 17,6 ppb). Hasil perhitungan EC50 pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa larva kerang hijau paling sensitif terhadap tembaga dibandingkan kadmium. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Yap et.al. (2003) yang menyatakan bahwa Perna viridis paling sensitif terhadap Cu (EC50 0,25 ppm) dibandingkan Cd (EC50 1,53 ppm), Pb (EC50 4,12 ppm), dan Zn (EC50 3,2 ppm). Walaupun tembaga termasuk logam esensial untuk makhluk hidup, tetapi logam ini dapat bersifat toksik dan dapat menyebabkan keabnormalan sampai kematian larva
kerang pada konsentrasi tinggi. Menurut Darmono (1995) kandungan logam esensial dalam jaringan organisme biasanya mengalami regulasi (diatur pada batas-batas konsentrasi tertentu). Konsentrasi logam yang tinggi dalam air dapat mengganggu proses regulasi logam dalam tubuh organisme. Jika hasil uji toksisitas kadmium dan tembaga terhadap larva kerang hijau dibandingkan dengan hasil uji toksisitas terhadap oganisme laut lain, terlihat bahwa larva kerang hijau merupakan biota uji paling sensitif terhadap tembaga dibandingkan organisme air lain. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai EC50 tembaga terhadap kerang hijau adalah 11,70 ppb lebih rendah dibandingkan nilai EC50 tembaga terhadap Isochrysis galbana (Yap et.al., 2003), Sphaeroma serratum (Prato et.al., 2005) dan larva Chasmagnathus granulata (Marcovecchio et.al., 2005) berturut-turut sebesar 0,91 ppm, 4,60 ppm, dan 219,20 ppb. Mathew dan Menon (1983) menyatakan bahwa tembaga dapat mempengaruhi produksi benang byssal kerang hijau. Filamen-filamen insang kerang terlepas selama pengujian toksisitas tembaga, sehingga pada konsentrasi yang berlebihan tembaga dapat membahayakan kehidupan kerang hijau. Kerang hijau (Perna viridis) umum digunakan dalam studi toksikologi sebagai bio-indikator lingkungan. Berbagai bio-marker telah banyak menggunakan kerang dalam memonitor tingkat polusi lingkungan diantaranya Biomarker Genotoksisitas dan Aktivitas Acetylcholinesterase di Populasi Alam Mytilus galloprovincialis sepanjang gradient polusi di Teluk Oristano (Sardinia, Mediterania Barat) (Magni et.al., 2006), Selular Biomarker untuk Monitoring Lingkungan Estuari: Kerang Transplantasi versus Pertumbuhan Alami (Nigro et.al., 2006) dan Cytologi dan fisiologi Biomarker dari Responses Transplan
Kerang Hijau (Perna viridis) pada daerah Terkontaminasi di Perairan Pesisir Hong Kong (Nicholson, 1999). Walaupun kerang hijau dikenal sebagai agen bimonitoring yang baik karena dapat mengakumulasi logam dalam jaringan tubuhnya tetapi jika kadar logam berat yang terserap oleh tubuh kerang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan keabnormalan pada tahap larva dan kematian pada kerang dewasa yang kemudian akan menyebabkan kepunahan. Fase larva merupakan tingkat hidup yang paling sensitif terhadap perubahan lingkungan hidup, karena pada fase ini terjadi pembelahan sel yang menentukan keberhasilan pembentukan organ tubuh. Pada kondisi lingkungan normal pembentukan cangkang awal pada fase larva kerang hijau menentukan keberhasilan hidupnya sampai dewasa. Kegagalan pembentukan cangkang akan mengurangi daya tahan hidup kerang hijau. Fase larva Prodisoconch I (D-shape) merupakan tahap yang paling sensitif pada Bivalvia karena merupakan pembentukan cangkang larva paling awal (Strathmann, 1987 in Afianty, 2002). Kondisi lingkungan yang tidak sesuai akan menyebabkan perkembangan cangkang terganggu. Oleh karena itu diduga bahwa Kadmium dan Tembaga mengganggu sistem enzimatis pada larva sehingga saat pembelahan dan pembentukan organ tubuh termasuk cangkang sebagai pelindung organ yang lunak, menjadi terganggu. Akibatnya terjadi abnormalitas saat fase larva Prodisoconch I (D-shape) yang merupakan fase pembentukan cangkang larva paling awal.
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Hasil uji toksisitas kadmium dan tembaga terhadap perkembangan larva kerang hijau (Perna viridis) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi kadmium dan tembaga maka semakin tinggi pula tingkat keabnormalan larva. Uji toksisitas kadmium terhadap perkembangan abnormal larva kerang hijau menghasilkan nilai EC50-48 jam sebesar 1,97 ppm. Nilai EC50-48 jam dari tembaga terhadap perkembangan abnormal larva kerang hijau adalah 11,70 ppb. Nilai LOEC dan NOEC kadmium yang diperoleh pada penelitian ini berturut-turut sebesar 0,33 ppm dan < 0,33 ppm. Nilai LOEC dan NOEC tembaga adalah 5,56 ppb dan < 5,56 ppb. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larva kerang lebih sensitif terhadap tembaga dibandingkan kadmium.
5.2 Saran Pengukuran konsentrasi aktual sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji toksisitas supaya diperoleh konsentrasi aktual yang sesuai dengan konsentrasi nominal. Konsentrasi yang digunakan saat uji akhir disarankan lebih rendah dari 0.33 ppm untuk Cd dan 5,56 ppb untuk Cu supaya nilai NOEC dapat diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Afianty, L. 2002. Pengaruh Tembaga dan Kadmium terhadap Perkembangan Embrio-Larva Kerang Hijau (Perna viridis). Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran. Jatinangor, Bandung. Arifin, Z dan M. Fitriati. 2006. Trace Metal Accumulation by Green Mussel (Perna viridis) Cultured in a Highly Polluted Area of Jakarta Bay, Indonesia. International Conference Hubs, Harbour Delta’s in Southeast Asia; Multidiciplinary and Inter Cultural Perspective. Royal Academy of Overseas Science, Pnom Penh, Cambodia. Asean Canada Cooperative Programme on Marine Science Phase II. 1995. Phase II. Draft Protocol for Subtidal Toxicity Tests Using Tropical Marine Organisms. Regional Workshop on Chronic Toxicity Testing. Burapha University, Institute of Marine Science. Pp. 14-19. ASTM. 2006. Annual Book of ASTM Standards. Section 11. ASTM International. West Conshohocken. Bringmann, G., and R. Kuhn. 1978. Limiting Values for the Noxious Effects of Water Pollutant Material to Blue Algae (Microcystis aeruginosa) and Green Algae (Scenedesmus quadricauda) in Cell Propagation Inhibition Tests. Vom Wasser. 50:45-60 Bryan, G. W. 1976. Effects of Pollutants on Aquatic Organisms. Cambridge University Press. Cambridge. CEC. 1978. Criteria (Dose/Effect Relationships) for Cadmium. Report of Working Group of Experts Prepared for the Commission of the European Communities. Directorated-General for Social Affairs, Health and Safety Directorate. Pergamon Press. Oxford, New York, Toronto, Sydney, Paris, Frankfurt. Chongprasith, P., W. Utomprurkporn, and C. Rattikhansuka. 1999. ASEAN Marine Water Quality Criteria For Cadmium. ASEAN-Canada CPMS-II AMWQC for Cadmium. Marine Environment Division, Water Quality Management Bureau, Pollution Control Department. VII-1 to VII-64 Chumnantana, R., J. Sanguansin and J. Koyama. 1992. Study on Acute Toxicity Test of Cadmium to Red Snapper Juvenile, Lutjanus argentimaculatus (Forskal). Thai Mar. Fish. Res. Bull. 3 : 55-59. Clark, R. B. 1989. Marine Pollution. Second Edition. Clarendon Press Oxford. Pp. 1-105.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Dechamprompun, S. 1984. Effects of Temperature and Heavy Metals on Embryonic Development and Adult Oyster (Crassostrea commercialis Iredale and Roughly). Thesis. Faculty of Graduate Studies, Chulalongkom University, Bangkok, Thailand.
Ditjen Perikanan Budidaya. 2008. Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis). http:// www.indonesia.go.id. Diakses 8 Maret 2009. Edding, M., and F. Tala. 1996. Copper Transfer and Influence on a Marine Food Chain. Bull.Environ.Contam.Toxicol. 57(4):617-624 Effendie, H. 1995. Abnormal Shape and Size of Scenedesmus armatusl as Indicator of Cooper and Cadmium Pollution. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Volume III (2) : 51-70. Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanasius. Yogyakarta. Enviroment Canada. 1992. Biological Test Method. Enviroment Canada : Conservation and Protection. Ontario. EPS (Enviroment Protection Service). 1980. Standard Procedure for Testing Acute Lethaly of Liquid Effluents. Enviroment Canada. EPS 1-WP-80-1. Fitriati, M. 2003. Bioakumulasi Logam Hd, Pb, dan Cd pada Kerang Hijau yang dibudidayakan di Perairan Pesisir Kamal dan Cilincing Jakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Geckler, J.R., W.B. Horning, T.M. Neiheisel, Q.H. Pickering, E.L. Robinson, and C.E. Stephan. 1976. Validity of Laboratory Tests for Predicting Copper Toxicity in Streams. EPA-600/3-76-116, U.S.EPA, Duluth, MN . Pp. 208. Harris, V.A. 1990. Sessile Animals of Sea Shore. Chapman and Hall. LondonNew York-Tokyo-Melbourne. Pp. 379. Hartanti. 1998. Analisis Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Arsen (As), dan Tembaga (Cu) Dalam Tubuh Kerang Konsumsi Serta upaya penurunannya. Tesis. Bogor: Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Hindarti, D. 1997. Metode Uji Toksisitas in Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi – LIPI. Jakarta.
Hutagalung H.P. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pematauannya. Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Air Tawar Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi – LIPI. Jakarta. Indarto, A.W. 2008. Studi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau (Perna viridis) di Selat Madura. Skripsi. Intertide Ecological Community-Laboratoriom of Ecology, Department of Biology, Institute of Technolgy Sepuluh Nopember. Johnson, M. W and J. H. Gentile. 1979. Acute Toxicity of Cadmium, Copper and Mercury to Larval American Lobster (Homarus americanus). Bull. Environ. Contam. Toxicol. 22 : 258-264. KLH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu Air Laut. KLH. Jakarta. Laws, E.A., 1993. Aquatic pollution. An introductory text. Second edition. University of Hawai Honolulu, Hawaii. John Willey & Sons. New York. Lestari, F. 2007. Pengaruh Tembaga terhadap Kandungan Klorofil-a dan Pertumbuhan Sel Mikroalga Isochrysis sp. Skripsi. Fakultas Biologi, Universitas Nasional. Jakarta. Magni, P., G. De Falco, C. Falugi, M. Franzoni, M. Monteverde, E. Perrone, M. Sgro, and C. Bolognesi. 2006. Genotoxicity biomarkers and acetylcholinesterase activity in natural populations of Mytilus galloprovincialis along a pollution gradient in the Gulf of Oristano (Sardinia, western Mediterranean). Environmental Pollution. 142 : 65-72. Marcovecchio, J., L. Ferrer, S. Andrade, and R. Asteasuain. 2005. Acute Toxicities for Four Metals on The Early Life Stage of Crab Chasmagnathus granulate from Bahia Blanca Estuary, Argentina. Ecotoxicology and Enviromental Safety. 65 : 209-217. Martin, M., K. E. Osburn., P. Billig and N. Glickstein. 1981. Toxicity of Ten Metals to Crassostrea gigas and Mytilus edulis embryos and Cancer magister Larval. Marine Pollution Bulletin. 12 (9) : 305-308 Mathew, R., and N.R. Menon. 1983. Effects of Heavy Metals on Byssogenesis in Perna viridis. Indian J.Mar.Sci. 12(2) : 125-127. McLeese, D.W. 1974. Toxicity of Copper at Two Temperatures and Three Salinities to the American Lobster (Homarus americanus). J.Fish.Res.Board Can. 31(12):1949-1952
Mclucky, V., Bryan, and R. Campbell. 1986. The Effects of Temperature and Salinity on the Toxicity of Heavy Metals to Marine and Estuarie Invertebrates. Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev. 24 : 481-520. Nicholson, S. 1999. Cytological and Physiological Biomarker Responses from Green Mussels, Perna viridis (L.) Transplanted to Contaminated Sites in Hong Kong Coastal Waters. Marine Pollution Bulletin. Pp. 261-269. Nigro, M., A. Falleni, I. Del Barga, V. Scarcelli, P. Lucchesi, F. Regoli, G. Frenzilli. 2006. Cellular biomarkers for monitoring estuarine environments:Transplanted versus native mussels. Aquatic Toxicology. 77 : 339–347 Ningtyas, P. 2002. Tingkat Akumulasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, dan Zn pada Kerang HIjau (Perna viridis) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Keautan. IPB. Bogor. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Panggabean, L. M. G. 1997. Toxicity of Hexavalent Chromium and Cadmium to Green Mussel (Perna viridis) Embryos. In: ASEAN Marine Environmental Management Quality Criteria and Monitoring for Aquatic Life and Human Health Protection. Proceeding of the ASEAN-Canada Technical Conference on Marine Science, Penang, Malaysia. Prato, E., F. Biandolino, C. Scardicchio. 2005. Test fo Acute Toxicity of Copper, Cadmium, and Mercury in Five Marine Species. Turk J. Zool. 30 : 285-290. Purbonegoro, T. 2005. Pengaruh Logam Berat Kadmium (Cd) Terhadap Perkembangan Jumlah Sel Mikroalga Isochrysis sp. Skripsi. Fakultas Biologi, Universitas Nasional. Jakarta. Razak, H. 1986. Kandungan Logam Berat di Perairan Ujung Watu dan Jepara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi – LIPI. Jakarta. Rochyatun E. dan A. Rozak. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Makara, Sains. 11 : 28-36 Romimohtarto, K. dan S, Juwana. 1998. Plankton Larva Hewan Laut. Yayasan Laut Biru. Jakarta. Sanusi, H.S. 2006. Kimia Laut : Proses Fisika-Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Tri. P dan Eddy. S (ed.). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Shadily, H. 1980. Ensiklopedi Indonesia. Buku 1 (A-CER). Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. Hal.568.
Sulaiman, N. and W.E.W.M. Noor. 1997. Aquatic Toxicity Testing of Copper, Cadmium, and Ammonia on Seabass, Lates calcarifer. In: Asean Marine Environmental Management Quality Criteria and Monitoring for Aquatic Life and Human Health Protection. Proceeding of the ASEAN-Canada Technical Conference on Marine Science, Penang, Malaysia. Taurusman, A.A. 1996. Toksisitas dan Daya Anestesi Ekstrak Tembakau Komersil (Nicentriana tubucum) terhadap Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Sripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Thongra-ar, W., C. Musika and P. Suratragoon. 1995. Toxicity of Cadmium and Zinc on Marine Phytoplankton Dunaliella tertiolecta. In: Watson, D., K.S. Ong and G. Vigers (eds.). ASEAN Criteria an Monitoring Advances in Marine Environmental Management and Human Health Protection. Proceedings of the ASEAN-Canada Midterm Technical Review Conference on Marine Science, Singapore. Tucker, D.W. 1998. Development of a Site-Specific Water Quality Criterion for Copper in South San Francisco Bay. Copper Site-Specific WQC Report, San Jose/Santa Clara Water Pollution Control Plant, Environmental Services Department, San Jose, CA. Pp. 171. Vakily, J.M. 1989. The Biology and Culture of Mussels of the Genus Perna. International Center for Living Aquatic Resources Management. Manila, Philippines. Viarengo, A. and J. A. Nott. 1993. Mechanism of Heavy Metals Cation Homeostatis in Marine Invertebrates. Institute of General Physiology, University of Genoa. Italia. Wahyuni, M. 2007. Kerupuk Tinggi Kalsium Perbaikan Nilai Tambah Limbah Cangkang Kerang Hijau Melalui Aplikasi Teknologi Tepat Guna. http://ikanmania.wordpress.com. Diakses 3 Maret 2009. Wong, C.K., K.H. Chu, K.W. Tang, T.W. Tam and L.J. Woang. 1993. Effects of Cd, Cu, Ni on Survival and Feeding Behaviour of Metafenaeus ensis Larvae and Postlarvae (Decapoda : Penacidae). Marine Environmental Research. 36 : 63 – 78. Yang, H.N., and H.C. Chen. 1996. The Influence of Temperature on the Acute Toxicity and Sublethal Effects of Copper, Cadmium and Zinc to Japanese Eel, Anguilla japonica. Acta Zool. Taiwan. 7(1) : 29-38 Yap, C.K., A. Ismail, H. Omar, S. G. Tan. 2004. Toxicities and Tolerances of Cd, Cu, Pb, and Zn in a Primary Producer (Isochrysis galbana) and in a
Primary Comsumer (Perna viridis). Enviroment International. 29 : 10971104.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Pengukuran Konsentrasi Aktual dengan Metode AAS
Pengukuran konsentarsi aktual larutan uji sebagai berikut : 1. Air terlarut bervolume 250 ml 2.
Tambahkan HNO3 atau NaOH 1 N agar pH = 3.
3.
Tuangkan ke dalam corong pisah teflon
4.
Tambahkan 5 ml APDC (Ammonium Pyrrolidine dithiocorbamate) 2% lalu dikocok selama ± 1 menit.
5.
Tambahkan 25 ml MIBK (Methyl Isobutyl Keton) lalu dikocok selama ± 1 menit.
6.
Akan terdapat phase organik dan anorganik, buang phase anorganik
7.
Air suling (10 ml) dibilaskan pada corong pisah yang mengandung phase organik
8.
Terdapat phase organik dan anorganik kembali, biarkan selama 5 menit.
9.
Sisakan phase organik dalam corong Teflon.
10.
Tambahkan 0.25 ml HNO3 pekat, lalu kocok selama ± 1 menit.
11.
Diamkan selama 20 menit, kemudian ditambahkan 9.75 ml air suling dan kocok selama ± 1 menit.
12.
Terdapat phase organik dan anorganik kembali, ambil phase anorganik dan simpan dalam botol polyetilen sebelum dilakukan pengukuran dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry).
Lampiran 2. Foto Kegiatan Pengukuran Konsentrasi Aktual
Larutan uji setelah diberi APDC
Penambahan larutan MIBK
Pembuatan larutan standar
Pemisahan phase anorganik
Alat AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
Lampiran 3. Foto Kegiatan Uji Toksisitas
Kerang hijau
Pembuatan larutan uji
Proses pemijahan kerang hijau
Set tabung reaksi
Perhitungan larva normal dan abnormal dengan mikroskop
Lampiran 4. Kondisi yang direkomendasikan Asean-Canada CPMS II(1995) untuk uji toksisitas kerang
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 14 15
Kondisi Uji Tipe uji Salinitas Temperatur Pencahayaan Kualitas cahaya Intensitas cahaya Ukuran wadah uji Volume larutan uji Umur biota uji yang digunakan Kepadatan embrio Jumlah ulangan per konsentrasi Air pelarut Konsentrasi uji Lama uji Pengaruh yang diukur
16 17
Nilai akhir (End point) Kriteria uji yang dapat diterima
Perlakuan Statis, tidak diperbaharui 28 ± 1 ppt 27 ± 1 oC 12:12 h terang :gelap Tergantung kondisi laboratorium 50-100 foot candle 16x125 mm tabung reaksi 10 ml < 4h setelah fertilisasi 300 embrio/mL 5 Air laut saring dan steril dengan UV Umumny 5 + kontrol 48 jam Perkembangan abnormal dan kematian EC 50, NOEC dan LOEC 10% rata abnormal dan 30% rata kematian pada kontrol
Lampiran 5. Perkembangan Larva Kerang Hijau (Perna viridis) selama 48 jam
2 jam
12 jam
46 jam
4 jam
6 jam
18 jam
24 jam
48 jam
Lampiran 6. Data Uji Toksisitas Kadmium (CdCl2)
Biota uji : Perna viridis Volume uji : 10 mL Initial Density : 393 larva Konst..
Tanggal inokulasi : 24 Maret 2009 Tanggal terminasi : 26 Maret 2009 Hitungan
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Konst. Total Abnormal Aktual Rep Larva Larva Abnormal mortalitas Larva bersih (%) (%) (ppm) (ppm) Normal Abnormal (%) A 372 13 385 B 378 14 392 Control 0 C 382 5 387 3.13 0 2.39 D 367 11 378 E 359 17 376 A 336 51 387 B 339 49 388 0.32 0.33 C 341 46 387 13.56 10.76 2.34 D 325 59 384 E 318 55 373 A 231 105 336 B 245 102 347 0.56 1.22 C 241 111 352 30.56 28.31 11.40 D 249 106 355 E 243 108 351 A 192 145 337 B 190 140 330 1 1.27 C 199 141 340 42.69 17.46 14.76 D 191 147 338 E 188 142 330 A 98 232 330 B 110 216 326 1.8 2.24 C 114 208 322 66.62 65.54 18.22 D 109 207 316 E 105 208 313 A 43 265 308 B 34 286 320 3.2 3.62 C 26 271 297 89.60 89.26 22.39 D 37 268 295 E 29 276 305
Lampiran 7. Data Uji Toksisitas Tembaga (CuSO4)
Biota uji : Perna viridis Volume uji : 10 mL Initial Density : 393 larva Konst..
Tanggal inokulasi : 24 Maret 2009 Tanggal terminasi : 26 Maret 2009 Waktu uji : 48 jam Hitungan
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Konst. Total Abnormal Abnormal Aktual Rep Larva Larva Mortalitas Larva (%) bersih (%) (ppb) (ppb) Normal Abnormal (%) A 379 13 392 B 374 14 388 Control 0 C 372 10 382 3.12 0 2.24 D 364 11 375 E 372 12 384 A 359 33 392 B 366 23 389 1 5.56 C 348 42 390 10.02 7.12 2.90 D 314 51 365 E 331 41 372 A 278 94 372 B 292 82 374 1.8 7.78 C 286 88 374 23.93 21.48 4.73 D 295 96 391 E 273 88 361 A 153 171 324 B 173 157 330 3.2 8.89 C 157 134 291 48.86 47.22 19.90 D 157 149 306 E 164 159 323 A 67 224 291 B 88 215 303 5.6 13.33 C 69 244 313 74.07 73.23 23.46 D 77 212 289 E 89 219 308 A 26 258 284 B 12 289 301 10 18.89 C 11 279 290 93.67 93.47 26.97 D 16 270 286 E 25 249 274
Lampiran 8. Foto Larva Normal dan Abnormal
Larva normal
Larva abnormal
Lampiran 9. Perhitungan EC50 Kadmium dengan Perangkat Lunak EFFL
+--------------------------------+ |TRIMMED SPEARMAN-KARBER ANALYSIS| +--------------------------------+ TEST : Toxicity SPECIES : Perna viridis CHEMICAL : CdCl2
CONC(ppm) 0.327 1.220 1.266 2.240 3.623
#EXPOSED 1965 1965 1965 1965 1965
Spearman-Karber trim: 30.483 Spearman-Karber est LC50: 1.971 95% Lower confidence: 95% Upper Confidence:
1.899 2.045
DATE : 20 Mei 2009 DURATION : 48-h
ABNORMALITY 260 532 715 1071 1366
Lampiran 10. Perhitungan EC50 Tembaga dengan Perangkat Lunak EFFL
+--------------------------------+ |TRIMMED SPEARMAN-KARBER ANALYSIS| +--------------------------------+ TEST : Toxicity SPECIES : Perna viridis CHEMICAL : CuSO4
CONC(ppm) 5.560 7.780 8.890 13.330 18.890
#EXPOSED 1965 1965 1965 1965 1965
DATE : 20 Mei 2009 DURATION : 48-h
ABNORMALITY 190 448 770 1114 1345
Spearman-Karber trim: 31.552 Spearman-Karber est LC50: 11.696 95% Lower confidence: 95% Upper Confidence:
11.361 12.040
Lampiran 11. Analisis Statistik untuk menentukan nilai LOEC dan NOEC Kadmium dengan Perangkat Lunak TOXSTAT
cd_rubi File: rubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
Shapiro Wilks test for normality --------------------------------------------------------------D=
0.018
W=
0.933
Critical W (P = 0.05) (n = 30) = 0.927 Critical W (P = 0.01) (n = 30) = 0.900 --------------------------------------------------------------Data PASS normality test at P=0.01 level. Continue analysis.
cd_rubi File: rubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
Bartletts test for homogeneity of variance -----------------------------------------------------------------------------Calculated B statistic = 11.33 Table Chi-square value = 15.09 (alpha = 0.01) Table Chi-square value = 11.07 (alpha = 0.05) Average df used in calculation ==> df (avg n - 1) = 4.00 Used for Chi-square table value ==> df (#groups-1) = 5 -----------------------------------------------------------------------------Data PASS homogeneity test at 0.01 level. Continue analysis.
cd_rubi File: rubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
ANOVA TABLE -----------------------------------------------------------------------------SOURCE DF SS MS F -----------------------------------------------------------------------------Between 5 3.7288 0.7458 1065.429 Within (Error) 24 0.0176 0.0007 -----------------------------------------------------------------------------Total 29 3.7463 -----------------------------------------------------------------------------Critical F value = 2.62 (0.05,5,24) Since F > Critical F REJECT Ho:All groups equal
cd_rubi File: rubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
DUNNETTS TEST - TABLE 1 OF 2 Ho:Control>Treatment --------------------------------------------------------------------------------------------------GROUP IDENTIFICATION TRANSFORMED MEAN
MEAN CALCULATED IN ORIGINAL UNITS
T STAT
SIG
------------------------ --------------------------------- --1 control 0.175 0.032 2 0.327 ppm 0.377 0.136 12.092 * 3 1.22 ppm 0.584 0.304 24.435 * 4 1.266 ppm 0.709 0.424 31.916 * 5 2.24 ppm 0.955 0.666 46.596 * 6 3.626 ppm 1.240 0.894 63.659 * --------------------------------------------------------------------------------------------------Dunnett table value = 2.36 (1 Tailed Value, P=0.05, df=24,5)
Lampiran 12. Analisis Statistik untuk menentukan nilai LOEC dan NOEC Tembaga dengan Perangkat Lunak TOXSTAT
Cu actual File: curubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
Shapiro Wilks test for normality -----------------------------------------------------------D=
0.033
W=
0.975
Critical W (P = 0.05) (n = 30) = 0.927 Critical W (P = 0.01) (n = 30) = 0.900 -----------------------------------------------------------Data PASS normality test at P=0.01 level. Continue analysis.
Cu actual File: curubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
Bartletts test for homogeneity of variance -------------------------------------------------------------------------Calculated B statistic = 8.40 Table Chi-square value = 15.09 (alpha = 0.01) Table Chi-square value = 11.07 (alpha = 0.05) Average df used in calculation ==> df (avg n - 1) = 4.00 Used for Chi-square table value ==> df (#groups-1) = 5 -------------------------------------------------------------------------Data PASS homogeneity test at 0.01 level. Continue analysis.
Cu actual File: curubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
ANOVA TABLE -------------------------------------------------------------------------SOURCE DF SS MS F -------------------------------------------------------------------------Between 5 4.797 0.959 959.000 Within (Error) 24 0.033 0.001 -------------------------------------------------------------------------Total 29 4.830 -------------------------------------------------------------------------Critical F value = 2.62 (0.05,5,24) Since F > Critical F REJECT Ho:All groups equal
Cu actual File: curubi
Transform: ARC SINE(SQUARE ROOT(Y))
DUNNETTS TEST - TABLE 1 OF 2 Ho:Control>Treatment --------------------------------------------------------------------------------------------------GROUP IDENTIFICATION TRANSFORMED MEAN
MEAN CALCULATED IN ORIGINAL UNITS
T STAT
SIG
------------------------ --------------------------------- --1 control 0.173 0.030 2 5.56 ppb 0.319 0.100 7.283 * 3 7.78 ppb 0.512 0.240 16.938 * 4 8.89 ppb 0.775 0.490 30.115 * 5 13.33 ppb 1.036 0.740 43.163 * 6 18.89 ppb 1.319 0.936 57.289 * --------------------------------------------------------------------------------------------------Dunnett table value = 2.36 (1 Tailed Value, P=0.05, df=24,5)