MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE
Skripsi Diajukan Kepada Faultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)
Oleh: Akhmad Al Habash NIM: 1112053100041
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE
Skripsi Diajukan Kepada Faultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)
Oleh : Akhmad Al Habash NIM: 1112053100041
Di Bawah Bimbingan :
Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi ini berjudul: “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede” telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jumat tanggal 30 September 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos.) pada jurusan Manajemen Dakwah. Jakarta, 10 Oktober 2016 Sidang Munaqasah Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Cecep Castrawijaya.MA NIP. 19670818 199803 1 002
Drs. Sugiharto, MA NIP. 19660806 199603 1 001 Anggota,
Penguji I,
Penguji II,
Dra. Hj. Jundah Sulaeman, MA NIP. 19620303 199203 2 001
Amirudin, M. Si NIP. 19820608 201101 1 003 Pembimbing,
Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos.) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari saya terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 September 2016
Akhmad Al Habash
ABSTRAK Akhmad Al Habash, 1112053100041, Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede, di bawah bimbingan Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si. Haji merupakan ibadah yang sangat masyhur bagi umat muslim di seluruh dunia yang mana merupakan salah satu rukun islam yang ke-lima. Dari tahun ke tahun minat jemaah untuk melaksanakan ibadah haji begitu meningkat, itu terbukti dengan lamanya Waiting List menunggu jadwal pemberangkatan. Pada musim haji tahun 2016 ini pemerintah mengeluarkan peraturan baru mengenai Istithaah kesehatan jemaah haji yang terdaftar untuk berangkat haji. Kesanggupan (Istithaah) secara fisik menjadi syarat boleh dan tidaknya jemaah untuk berangkat. Sebelum berangkat jemaah harus melaksanakan pemeriksaan kesehatan hingga 3 kali. Pemeriksaan kesehatan akhir dilaksanakan di Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede sebagai penentu bisa atau tidaknya jemaah tersebut berangkat. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui manajemen pelayanan kesehatan yang ada di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. 2) Apa saja bentuk pelayanan yang diberikan. 3) Mengetahui ketentuan jemaah yang dapat diberangkatkan setelah pemeriksaan akhir. 4) Mengetahui faktor pendukung dan penghambat selama kegiatan ini berlangsung. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yaitu dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi selama musim haji berlangsung baik dengan melakukan pengamatan, wawancara ataupun dokumentasi untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh orang banyak. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa manajemen pelayanan kesehatan yang diberikan di Asrama Haji sangat besar dampaknya bagi jemaah, dengan adanya manajemen yang baik maka akan melancarkan dan memudahkan proses pemeriksaan kesehatan. Apakah jemaah sudah menjalani suntik meningitis, kemudian jemaah haji risti (resiko tinggi) akan disematkan gelang untuk mengetahui kondisi kesehatan jemaah tersebut, jika jemaah sakit atau belum periksa kesehatan baik hasil pemeriksaan yang tidak lengkap atau BKJH (Buku Kesehatan Jemaah Haji) tidak ada maka akan diarahkan ke poliklinik, serta rujukan ke laboratorium dan apabila perlu perawatan maka akan dirujuk ke RS Haji Jakarta Pondok Gede. Tidak semua jemaah yang sudah mendapatkan SPMA (Surat Panggilan Masuk Asrama) bisa diberangkatkan, berdasarkan peraturan baru jemaah yang tidak bisa diberangkatkan adalah jemaah yang menjalani cuci darah, jemaah yang hamil dan belum melakukan suntik meningitis, jemaah yang masih ada bakteri TBC, jemaah yang HB nya dibawah 8,5 juga ditunda sampai HB nya naik karena ini akan mempengaruhi kesehatannya ketika di pesawat. Salah satu faktor penghambat untuk pelayanan ini adalah jemaah yang datang tidak sesuai waktu undangan di SPMA, dan kegiatan ini berjalan dengan baik karena SDM yang memadai. Kata Kunci: Manajemen Pelayanan Kesehatan, Jemaah Haji dan Embarkasi Jakarta Pondok gede.
i
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamduliilahirabbil’alamiin penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, berkat rahmat, pertolongan, kekuatan dan kasih sayang serta Cinta Beliaulah penulis mampu menyelesaikan sebuah skripsi untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan perkuliahan di jurusan Manajemen Dakwah konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah. Sholawat dan salam Allahumma sholli’ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad penulis lantunkan buat baginda Rosullah SAW, beliaulah suri teladan kita umat Islam, beliaulah Uswatun Hasanah yang harus kita ikuti jejak-jejak amal sholeh beliau dalam menjalani kehidupan ini. Alhamdulillah dalam waktu kurang lebih 2 bulan, akhirnya penulis mampu juga menyelesaikan proses penulisan karya ilmiah ini yang berjudul “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede” guna untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos.) Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini. Namun, dengan keterbatasan dan kekurangan akhirnya penulisan karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Hal ini tidak akan selesai dengan sendirinya, melainkan karena dukungan dan bantuan banyak pihak, baik moril maupun materil. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Hj. Asih Sinarsih dan H. Abdul Fatah Sarman yang selalu mendoakan dan mengajari penulis makna dari perjalanan hidup. Tanpa Mamah dan Papah, gelar sarjana yang penulis raih tak semudah didapatkan seperti membalikkan tangan. Namun dengan kerja keras dari kedua tangan ii
mereka lah, hasil nya dapat penulis rasakan. Semoga Allah muliakan derajat mereka. Aamiin ya Rabbal’alamiin. Serta 2. Kakak, adek, keponakan dan semua keluarga besar penulis yang tak hentinya memberikan dukungan sehingga skripsi ini mampu diselesaikan. 3. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, MA, beserta jajarannya. 4. Drs. Cecep Castrawijaya, MM. selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah. 5. Drs. Sugiharto, MM. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah. 6. Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Beliau yang telah mengajarkan banyak mata kuliah tentang haji dan umrah sejak dari bangku kuliah dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini. Semoga Allah balas jasa beliau yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada penulis dan teman-teman MHU (Manajemen Haji & Umrah) angakatan 2012. Mudah-mudahan ilmu yang diberikan bermanfaat hingga akhir hayat. 7. Dra. Hj. Jundah Sulaeman, MA. selaku dosen penguji 1 dan Amirudin, M. Si. selaku dosen penguji 2 dalam sidang munaqasah untuk memberikan masukan yang sangat membantu penulis dalam menyempurnakan revisi skripsi untuk kesempurnaan penulisan skripsi. 8. Drs. H. Hasanudin. MA, selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan kepada penulis. 9. Lili Bariadi, MM. M. Si. selaku dosen Manajemen Koperasi yang telah memberikan suntikan semangat kepada penulis serta tempat dan waktu dalam mendiskusikan penelitan skripsi sehingga mampu diselesaikan dengan baik.
iii
10. Para Dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya Jurusan Manajemen Haji dan Umrah yang telah membekali penulis sehingga bisa mencapai gelar sarjana. 11. Pimpinan dan Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah serta perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah mengizinkan penulis untuk menyelesaikan skripsi di ruangan perpustakaan, serta melayani dalam peminjaman buku. 12. Rahmat Ohello M. Kes, Dr. Theresia Hermin S.W, Dra. Atik Yuliharti M. Kes, Yuliandri SKM, M. Kes, Pak Arif dan semua tim kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede yang telah membantu penulis dalam memberikan data, sehingga skripsi ini bisa diselesaikan sesuai dengan harapan. 13. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi Haji Jakarata Pondok Gede dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Soekarno-Hatta yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. 14. Saudari Revi Rahadian sekaligus partner yang sangat membantu penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah balas jasa beliau dan menjadikan beliau wanita sukses dunia maupun akhirat. 15. Teman-teman Asrama Putera, kost dan geng Ukhuy (Budi, Deden, Didin, Faiq, Iik, Muslim, Rizky, Shandy S.). Telah membantu penulis dalam banyak hal. Semoga Allah mudahkan mereka dalam menyelesaikan apa yang dicita-citakan. 16. Teman-teman MHU (Manajemen Haji dan Umrah) angkatan 2012 dan temanteman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Serabi 2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga bagi yang belum menyusun skripsi segera menyusul dan dimudahkan dalam penulisan skripsinya.
iv
Serta kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, penulis mengucapkan banyak terimaksih dan semoga Allah SWT memudahkan dan meridhoi semua aktifitas kita. Aamiin. Sebagai kata terakhir penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi pembaca semua dan bagi pihak yang menyelenggarakan biro perjalanan travel khususnya Haji dan Umrah. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu melancarkan penulisan ini. Semoga urusan kita semua Allah mudahkan dan Allah ridhoi. Aamiin.
Jakarta, 25 September 2016
Akhmad Al Habash
v
DAFTAR ISI ABSTRAK .............................................................................................................. i KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ..................................................................................................x DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................................6 1. Pembatasan Masalah ..............................................................................6 2. Perumusan masalah................................................................................6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................7 1. Tujuan Penelitian ...................................................................................7 2. Manfaat Penelitian .................................................................................7 D. Metodologi Penelitian ..................................................................................8 1. Metode Penelitian...................................................................................8 2. Subjek dan Objek Penelitian ..................................................................9 3. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................9 4. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................9 a. Wawancara.......................................................................................9 b. Observasi........................................................................................10 c. Dokumentasi ..................................................................................10 d. Sumber Data...................................................................................11
vi
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................11 F. Sistematika Penulisan ................................................................................12 BAB II LANDASAN TEORI TENTANG MENAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN DAN JEMAAH HAJI ................................................................14 A. Manajemen Pelayanan Kesehatan..............................................................14 1. Pengertian Manajemen Pelayanan Kesehatan......................................14 2. Fungsi Manajemen Pelayanan Kesehatan ............................................19 3. Unsur Manajemen Pelayanan Kesehatan .............................................23 4. Ruang Lingkup Manajemen Pelayanan Kesehatan..............................25 5. Ciri-ciri Pelayanan Kesehatan yang Baik ............................................28 B. Jemaah Haji................................................................................................31 1. Pengertian Jemaah Haji........................................................................31 2. Klasifikasi Jemaah Haji........................................................................33 3. Makna Istithaah Pada Aspek Kesehatan Jemaah Haji.........................34 4. Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji.......................................................38 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PANITIA PENYELENGGARA IBADAH HAJI (PPIH) BIDANG KESEHATAN EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE..................................................................................................41 A. Sejarah Berdirinya PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede ...........................................................................................................41 B. Struktur Organisasi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede ...........................................................................................................58 C. Visi dan Misi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede .61
vii
D. Tugas Pokok dan Fungsi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede ..............................................................................................62 BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE ....................................................................................................................66 A. Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan, Pengawasan dan Evaluasi Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede..................................................................................66 1. Perencanaan (Planning) .......................................................................66 2. Pengorganisasian (Organizing)............................................................77 3. Penggerakkan (Actuating)....................................................................83 4. Pengawasan (Controling).....................................................................83 5. Evaluasi (Evaluating)...........................................................................87 B. Bentuk Pelayanan Kesehatan Terhadap Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede...................................................90 C. Ketentuan Jemaah Haji yang dapat Diberangkatkan Setelah Melalui Proses Pemeriksaan Kesehatan Akhir Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede..................................................................................93 D. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede ..............................................................................................96 1. Faktor Pendukung Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji ........................96 2. Faktor Penghambat Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji.......................98 BAB V PENUTUP..............................................................................................102 viii
A. Kesimpulan ..............................................................................................102 B. Saran.........................................................................................................105 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................106 LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Jakarta Pondok Gede ......................................................59
Gambar 3.2
Struktur Organisasi Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Jakarta Pondok Gede ....................................................................................60
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Pengawasan Kesehatan di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede ........86
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Haji merupakan ibadah yang sangat masyhur bagi umat muslim di seluruh dunia yang mana merupakan salah satu rukun islam yang ke-lima. Banyak sejarah serta jejak-jejak peninggalan para Nabi dan Rasul yang akan kita ketahui ketika kita melaksanakan ibadah haji. Setiap tahun yang menunaikan ibadah haji sangat banyak dari berbagai negara, ras dan jenis kelamin yang berbeda. Salah satunya yang hadir dari berbagai negara islam dunia yaitu negeri kita Indonesia. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, masyarakatnya memiliki antusiasme yang sangat besar untuk pergi berhaji. Pemerintah Arab Saudi menentukan kuota bagi jemaah haji Indonesia sebesar 211.000 orang setiap tahunnya. Namun sejak 2013 kuota tersebut berkurang hingga 20 persen. Jumlah jemaah haji Indonesia dibatasi menjadi 168.000 orang saja. Pengurangan tersebut terjadi akibat proyek perluasan Masjidil Haram.1
1
INDOPOS, Sejarah Penentuan Kuota Haji, Mengacu KTT OKI pada 1987, http://indopos.co.id/sejarah-penentuan-kuota-haji-mengacu-ktt-oki-pada-1987/, diakses 20 September 2016, jam 10.30 WIB.
1
2
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kuota haji untuk tahun 2016, untuk Indonesia dan seluruh negara sama seperti tahun lalu. Kuota jemaah Indonesia sendiri sebanyak 168.800 jemaah haji dari berbagai provinsi.2 Untuk provinsi DKI Jakarta jumlah jemaah haji yang mendapatkan kuota pemberangkatan sebanyak 5.628 orang.3 Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, Abdul Jamil meminta calon haji tahun 2016 mengantisipasi musim panas di Arab Saudi.4 Musim haji tahun 2016 ini akan dibarengi datangnya suhu panas ekstrem di Arab Saudi. Kota Mekkah diprediksi panas membara di siang hari, sehingga para jemaah calon haji diimbau untuk melakukan langkah-langkah antisipasi agar aman dari serangan stroke akibat paparan sinar matahari (sunstroke). Sebuah hasil studi dari lembaga riset iklim internasional dibawah kendali Institut Penjaga Dua Masjid Suci menyatakan baru-baru ini seperti dikutip laman portal berita terkemuka di Arab Saudi, musim haji 2016 akan jatuh pada bulan-bulan dengan kondisi cuaca panas sangat ekstrem, yakni Juni-Juli-Agustus-September. “Cuaca panas pada musim haji tahun ini adalah yang terpanas dalam 10 tahun kedepan,” ujar hasil studi itu.5
2 Agung Sasongko, Menag: Kuota Haji 2016 Tetap 168.800, http://republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/16/03/16/o447id313-menag-kuota-haji2016-tetap-168800, diakses 20 September 2016, jam 10.34 WIB. 3 Erna Martiyanti, 5.628 Jemaah Haji DKI Diberangkatkan Dalam 15 Kloter, http://www.beritajakarta.com/read/34022/5628_Jemaah_Haji_DKI_Diberangkatkan_Dalam_15_K loter#.V_j0LeV97Mw, diakses 20 September 2016, jam 10.35 WIB. 4 Debby Hariyanti Mano, Kemenag Imbau Calon Haji Antisipasi Musim Panas, http://gorontalo.antaranews.com/berita/25109/kemenag-imbau-calon-haji-antisipasi-musimpanas?utm_source=fly&utm_medium=related&utm_campaign=news, diakses 20 September 2016, jam 10.36 WIB. 5 Go Muslim, Terpanas Dalam 10 Tahun: Suhu Terpanas Iringi Musim Haji 2016, http://www.gomuslim.co.id/read/news/2016/03/18/85/suhu-terpanas-iringi-musim-haji-2016.html, diakses 20 September 2016, jam 10.40 WIB.
3
Mengingat besarnya medan perjalanan ibadah haji sebagaimana Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:
َ ُم إ ِ ۡ َ ٰ ِ َۖ َو َ َد َ َ ُ َۥ نَ ءَا ِ ٗ ۗ َو ِ ِ َ َ ٱ ِس ِ َ
ِ َ َ َ َ َ َ ِن ٱ
ٞ ٰ َ ِ ّ َ ۢ ُ ٰ َ ِ ِءَا
َ ع َ ۡ ِ َ ِ ٗ ۚ َو ِ ِ ٱ ۡ َ ۡ ِ َ ِ ٱ ۡ َ َ َإ َ ِ ََٰ ۡٱ
Artinya : “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta” (QS. Ali Imran : 97) Kesanggupan atau kemampuan (Istithaah) merupakan syarat yang telah ditetapkan bagi mereka yang ingin menunaikan rukun islam ke-lima, yaitu ibadah haji. Secara singkat, syarat kesanggupan atau kemampuan itu dapat diuraikan dalam bentuk kemampuan finansial dan kesehatan jasmani, sehingga seorang dapat menanggung beban berat perjalanan ibadah haji yang sering dianalogikan sebagai jihad kecil.6 “Mampu” atau “Istithaah” bidang kesehatan adalah mampu menunaikan ibadah haji ditinjau dari jasmani yang sehat dan kuat agar dapat melaksanakan perjalanan dan mudah melakukan proses ibadah haji, berakal
6
Departemen Agama R.I. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Jakarta, TA’LIMATUL HAJI : Peraturan Pemerintah Arab Saudi Tentang Penyelenggaraan haji (Jakarta: Direktorat Jenderal Penerangan, Humas dan Penyuluhan Arab Saudi, 2002), h. 4-5
4
sehat dan memiliki kesiapan mental untuk menunaikan ibadah haji, aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi, serta aman bagi keluarga yang ditinggalkannya.7 Sebagaimana amanat Undang Undang nomor 13 tahun 2008, pasal 3 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji sehingga jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai ketentuan ajaran agama Islam. Sesuai dengan Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
442/MENKES/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaran Kesehatan Haji, tujuan Penyelenggaraan Kesehatan Haji adalah meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan, menjaga agar jemaah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah, sampai tiba kembali di Tanah Air dan mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar / masuk oleh jemaah haji. Pelayanan Kesehatan dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan jemaah haji yang diikuti dengan bimbingan dan penyuluhan kesehatan, yang diselenggarakan di Puskesmas, Rumah Sakit dan dalam perjalanan di kelompok terbang dan selama di Arab Saudi melalui pelayanan kesehatan di BPHI Daker dan BPHI sektor.8 Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan di daerah (pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan/pra
7
Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2014), h. 1 8 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji (Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI: 2010), h.iii
5
haji dan pada saat kepulangan/pasca haji), pelayanan kesehatan di embarkasi dan debarkasi, pelayanan kesehatan selama di penerbangan, pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi, dan pelayanan kesehatan di kelompok terbang. Pelayanan kesehatan tersebut satu dengan lain merupakan proses pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif. 9 Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan di embarkasi yang merupakan salah satu bentuk pemeriksaan tahap ketiga. Pemeriksaan tahap tiga merupakan pemeriksaan final untuk menentukan apakah calon jemaah haji laik berangkat atau tidak. Untuk melakukan upaya persiapan yang tepat kepada calon jemaah haji, diperlukannya sistem manajemen pelayanan kesehatan jamaah haji. Persiapan di embarkasi menjelang ke berangakatan dilakukan secara selektif, mencakup pemeriksaan kelengkapan dokumen, pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kekuatan fisik dan mental agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah dalam keadaan prima dan mantap. Karena keadaan lingkungan dan cuaca di Arab Saudi sangat berbeda dengan keadaan di Indonesia. Maka sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan yang baru nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji, penetapan status jemaah haji yang tidak memenuhi syarat istithaah maka tidak laik terbang sebagaimana yang telah disepakati oleh PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) Embarkasi Bidang Kesehehatan.
9
Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun 2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri Kesehatan RI, 2009), h. 13
6
Oleh karena itu, penulis mengadakan penelitian terhadap masalah ini dengan judul “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan dalam permasalahan yang akan penulis angkat, dengan tujuan untuk menghindari perluasan materi yang akan dibahas. Adapun batasan masalah yang akan penulis angkat adalah tentang Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan dari masalah di atas, maka masalahmasalah pokok yang akan penulis bahas dalam skripsi ini adalah: a. Bagaimana manajemen pelayanan kesehatan terhadap jemaah haji pada musim haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede? b. Apa saja bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap jemaah haji pada musim haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede? c. Bagaimana ketentuan jemaah haji yang dapat diberangkatkan? d. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam memberikan pelayanan kesehatan jemaah haji pada musim haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada di atas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, diantaranya: a. Untuk mengetahui sistem manajemen pelayanan kesehatan yang ada di Embarkasi Jakarta Pondok Gede b. Untuk mengetahui bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap jemaah haji. c. Untuk mengetahui ketentuan jemaah haji yang dapat diberangkatkan ke Arab Saudi. d. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pelayanan kesehatan di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah: a. Manfaat Akademik 1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa membantu referensi keilmuan di bidang Manajemen Haji dan Umrah serta menjadi acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah lainnya. b. Manfaat Praktis. 1. Penelitian dapat digunakan oleh Kementrian Agama dan perusahaan
biro
perjalanan
haji
dan
umrah
(PIHK:
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) serta KBIH (Kelompok
8
Bimbingan Ibadah Haji) dalam membantu calon jemaahnya untuk menjaga kesehatan sebelum dan selama musim haji. 2. Menjadi pedoman untuk para calon jemaah haji dalam mempersiapkan kesehatan sebelum berangkat dan selama di tanah suci. 3. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji khususnya bidang pelayanan kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede dapat memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah haji. 4. Bagi penulis, seluruh tahapan penelitian serta hasil penelitian yang diperoleh mengenai manajemen pelayanan kesehatan yang ada di Embarkasi Jakarta Pondok Gede dapat memperluas wawasan dan sekaligus memperoleh pengetahuan empiris penulis. D. Metodologi penelitian 1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.10 Sedangkan menurut Nawawi, pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi
10
Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) h. 4
9
dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.11 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede 2016. Sedangkan yang dijadikan objek penelitian ini adalah Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. 3. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini mengambil lokasi di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede yang beralamat di Jalan Raya Pondok Gede Jakarta Timur Telepon 021 8009421. Waktu penelitian ini, dilakukan sejak bulan Agustus sampai dengan bulan September 2016. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan
11
Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), h. 209
10
terlebih dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.12 Penulis menggunakan teknik interview bebas terpimpin, yaitu penulis menggunakan beberapa pertanyaan
kepada responden yang
telah penulis siapkan, lalu dijawab oleh responden dengan bebas dan terbuka. b. Observasi Observasi adalah pengamatan langsung yakni dimana penyelidik mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala dan obyek yang diteliti.13 Penulis melakukan penelitian dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis bahan dan data terkait dengan pelayanan yang dilakukan oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede. c. Dokumentasi Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.14 Penulis menggunakan data dan sumber yang ada di lapangan dengan masalah yang akan dibahas sebagai usaha dalam memamaparkan sebuah objek studi yang ditulis dan memahami dengan seksama subjek penelitian. Serta
12
Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi, Tesis. Disertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 138 13 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1980), h. 102 14 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2003), Cet. Ke-4, h. 73
11
memberikan interpretasi yang sesuai dengan gambaran yang dipikirkan. d. Sumber Data 1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang dilakukan peneliti, yakni peneliti melakukan
sendiri
observasi
dilapangan
maupun
di
laboratorium.15 Pelaksanaannya dapat berupa survey dengan mewawancarai. 2) Data Sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah buku-buku, jurnal, makalah, website dan sumber informasi lainnya. E. Tinjauan Pustaka Dari beberapa skripsi yang penulis baca, banyak pendapat yang harus diperhatikan dan menjadi perbandingan selanjutnya. Adapun setelah penulis mengadakan suatu kajian kepustakaan, akhirnya penulis menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang ibadah haji, juduljudul skripsi tersebut adalah : Isnaini S, “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haj Dinas Kesehatan Kota Tangerang Pada Musim Haji Tahun 2010.” Skripsi mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah Tahun 2011 ini, membahas
15
Dergibson Siagian dan Sugiarto, Metode Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 16
12
tentang bagaimana sistem manajemen pelayanan kesehatan yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang kepada jemaah haji sesuai dengan fungsi manajemen serta aspek kesehatan yang dilayani. Putri Debby Iswar, “Evaluasi Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014.” Skripsi mahasiswi Jurusan Manajemen Dakwah Tahun 2015, berisi pembahasan tentang bagaimana hasil evaluasi pelayanan dalam standar pelaksanaan kesehatan jemaah haji di Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI serta presentase dari segi kesehatan dan wafat jemaah haji baik di dalam maupun di luar sarana pelayanan kesehatan Kementrian RI. Arief Ridwan Budiman, “Respon Jemaah Haji Terhadap Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2013.” Skripsi mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah Tahun 2014 ini memaparkan bahasan tentang bagaimana mengetahui respon jemaah haji terhadap kualitas
pelayanan kesehatan di Kabupaten Bekasi dan
mengetahui perbedaan kualitas pelayanan kesehatan jemaah haji dengan variabel tingkat pendidikan dan usia jemaah haji. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari lima bab, adapun pembahasannya secara rinci adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
13
BAB II : Membahas tentang manajemen pelayanan kesehatan meliputi pengertian, fungsi, ruang lingkup, dan ciri-ciri pelayanan kesehatan yang baik dan
membahas tentang jemaah haji meliputi
pengertian, klasifikasi, makna istithaah kesehatan, dan pelayanan kesehatan jemaah haji. BAB III : Tinjauan umum tentang Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede, sejarah berdirinya, struktur organisasi, visi dan misi, serta tugas pokok dan fungsi panitia pelayanan kesehatan. BAB IV : Analisis Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede meliputi manajemen secara umum tentang pelayanan kesehatan jemaah haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede, bentuk pelayanan kesehatan, ketentuan Jemaah haji yang dapat diberangkatkan serta faktor pendukung dan faktor penghambat pelayanan kesehatan. BAB V : Penutup memuat tentang kesimpulan dan saran sebagai sumbangan penulis untuk melengkapi kekurangan serta harapan penulis terhadap penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG MENAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN DAN JEMAAH HAJI A. Manajemen Pelayanan Kesehatan 1. Pengertian Manajemen Pelayanan Kesehatan Pada setiap penyelenggaraan pelayanan kesehatan telah terdapat kesepakatan perlunya menerapkan ilmu manajemen. Ilmu manajemen diperlukan oleh hampir semua jenis profesi, baik yang bekerja di swasta, pemerintah, yayasan, maupun lembaga swadaya masyrakat (LSM). Ilmu manajemen diperlukan dalam pengelolaan setiap organisasi, baik organisasi bisnis, organisasi sekolah, organisasi profesi, organisasi politik maupun organisasi sosial kemasyarakatan.1 Demikian juga kegiatan dan atau pelayanan kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan tiap kegiatan atau program itu tercapai dengan baik. Prosess pengaturan kegiatan ilmiah ini disebut manajemen, sedangkan proses untuk mengatur kegiatan-kegiatan atau pelayanan kesehatan masyarakat disebut “Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat”.2
1 Dian wijayanto, SPi, MM, MSE, Pengantar Manajemen (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 1 2 Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta:Rineka Cipta, 2007), h. 82
14
15
Pentingnya ilmu manajemen dalam menerapkan pelayanan kesehatan, menyebabkan keharusan bagi setiap petugas terutama bagi pengelola
pelayanan
kesehatan
untuk
memahami
apa
yang
dimaksudkan dengan manejemen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Beberapa ahli mencoba menjelaskan arti kata manajemen. Sama
seperti bidang studi lainnya, definisi manajemen telah
berkembang sedemikian rupa sehingga akan dijumpai variasi definisi manajemen. Ada beberapa definisi manajemen sebagai berikut: dalam kamus manajemen, arti dari istilah manajemen adalah: kepengurusan, kepemimpinan, ketatalaksanaan, dan kepengurusan, pengelolaan dan sebagainya.3 Secara bahasa, manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu “to manage” yang berarti mengatur.4 Demikian pula halnya, dalam mendefinisikan istilah manajemen secara etimologi mempunyai arti pimpinan, direksi dalam mengurus dan memerintah, memimpin atau dapat diartikan juga sebagai pengurusan.5 Sedangkan
secara
terminologi,
menurut
Miftah
Thoha
manajemen merupakan pengelolaan suatu organisasi yang dibatasi dengan tertib. Dengan kata lain, manajemen harus menjalankan prinsip-
3
Moekijat, Kamus Manajemen (Bandung: CV. Mandar Maju, 1990), Cet. Ke-4, h. 290-291 Malayu SP Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah (Jakarta: Gunung Agung, 1986), h. 2 5 Abdul Sanie, Manajemen Organisasi (Jakarta: Bina Aksara, 1992), h. 1. 4
16
prinsip perencanaan, pengaturan, motivasi, dan pengendalian dalam menjalankan roda organisasi.6 Beberapa definisi manajemen yang dikutip dari beberapa ahli diantaranya: manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Stoner J.A., R.E. Freeman dan D.R. Gilbert Jr., 1995). Manajemen adalah seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain (Mary Parker Follet dalam Stoner J.A., R.E. Freeman dan D.R. Gilbert Jr., 1995).7 Drs. H. Malayu S.P Hasibuan memberikan definisi, manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumbersumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.8 Dari variasi definisi tersebut dapat disimpulkan secara umum bahwa, manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Pada dasarnya manajemen memang dibutuhkan oleh semua organisasi karena tanpa ilmu manejemen semua usaha ataupun kegiatan untuk mencapai suatu tujuan akan sia-sia belaka.
6
Miftah Thoha, Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h. 10 7 Dian wijayanto, SPi, MM, MSE, Pengantar Manajemen (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 1 8 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), edisi revisi, h. 2
17
Kemudian untuk pengertian “pelayanan”, yang berarti “usaha melayani kebutuhan orang lain” atau dari pengertian “melayani” yang berarti “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang”.9 Sedangkan pengertian kesehatan menurut Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 1 ayat 1 adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara sosial ekonomi. Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat luas, mencakup sehat fisik maupun non fisik (jiwa, sosial ekonomi).10 Adapun pengertian pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomba yang dikutip Azwar adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara individu atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.11 Menurut Ascobat Gani bahwa pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala.12 Dari berbagai pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang melalui upaya individu maupun institusi dalam rangka untuk memelihara kesehatan yang ada di
9
Marcia Stahhope dan Jeanette Lancaster, Perawatan Kesehatan Masyarakat (Bandung: UPAD, 1990), h. 28-29 10 Subekti, Kitab Undang-Undang (Jakarta, PT Pradnya Paramita, 1990), Cet Ke-23, h.351 11 Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), Cet Ke-1, h. 35 12 Ascobat Gani, Aspek-aspek Pelayanan Kesehatan (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Cet Ke- 1, h. 67
18
masyarakat baik dalam bidang preventif (pencegahan), promotive (peningkatan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan) agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik jasmani, rohani maupun sosialnya serta diharapkan berumur panjang. Berdasarakan semua rumusan pengertian dan definisi diatas, dapat di pahami bahwa manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu proses rangkaian kegiatan yang bersifat kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh) dalam mengatur sumber daya manusia baik dari petugas kesehatan maupun non-petugas kesehatan dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi serta mengevaluasi semua kegiatan pelayanan kesehatan melalui program kesehatan agar tercapainya tujuan umum maupun tujuan khusus dalam meningkatkan derajat kesehatan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, Manajemen pelayanan kesehatan merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas pola hidup sehat dalam bermasyarakat baik lingkungan ataupun sosial agar tercapainya kesejahteraan individu, kelompok, maupun seluruh lapisan masyarakat supaya memiliki semangat dalam bekerja dan beraktifitas tanpa terhalang oleh sebuah penyakit dan memberikan rasa aman kepada warga negara demi terciptanya negara yang sehat, maju, sejahtera, berdayang saing, dan berkarakter. Mencermati peningkatan penyelenggaraan haji tahun 1437 H / 2016 M. Bidang kesehatan bertujuan memberikan pelayanan kesehatan
19
seoptimal mungkin agar calon jemaah haji dapat berangkat menunaikan ibadah haji, khususnya untuk memenuhi kriteria istithaah sebelum melakukan perjalanan haji, selama di Arab Saudi bahkan sampai kembali ke Tanah Air. Pemeliharaan kesehatan juga merupakan upaya dalam menciptakan kemandirian dalam melaksanakan ibadah haji, upaya kesehatan ini bisa diwujudkan dengan persiapan obat-obatan serta melakukan konsultasi kesehatan selama perjalanan, asupan makanan dan gizi, himbauan untuk selalu minum air putih untuk mencegah dehidrasi dan penyediaan kantong peepis sebagai solusi untuk tidak menunggu antrian di toilet. Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan di daerah (pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan/pra haji dan pada saat kepulangan/pasca haji), pelayanan kesehatan di embarkasi dan debarkasi, pelayanan kesehatan selama di penerbangan, pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi, dan pelayanan kesehatan di kelompok terbang. Pelayanan kesehatan tersebut satu dengan lain merupakan proses pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif. 13 2. Fungsi Manajemen Pelayanan Kesehatan Keberhasilan suatu kegiatan atau pekerjaan tergantung dari manajemen yang baik dan teratur. Manajemen itu sendiri merupakan suatu perangkat dengan melakukan proses tertentu dalam fungsi yang
13
Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun 2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri Kesehatan RI, 2009), h. 13
20
terkait. Maksudnya adalah serangkaian tahap kegiatan mulai awal melakukan kegiatan atau pekerjaan sampai akhir tercapainya tujuan kegiatan atau pekerjaan. Proses adalah metode atau cara sistematis dalam melakukan atau menangani suatu kegiatan. Proses manajemen dapat dibagi menjadi 3 tahap: perencanaan, implementasi, dan evaluasi.14 Menurut Juliansyah Noor (2013:38) Fungsi manajemen yaitu elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.15 Fungsi-fungsi manajemen pelayanan kesehatan sama dengan fungsi-fungsi manajemen pada umumnya yang diterapkan disetiap perusahaan, organisasi, lembaga dan instansi. George R Terry dalam bukunya Principles of Management sebagaimana dikutip oleh Winardi, mengemukakan bahwa fungsifungsi manajemen terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, Controlling.16 Uraian fungsi manajemen diatas sebagai berikut: a. Planning (Perencanaan) Perencanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang terhadap sesuatu yang
14 Dian wijayanto, SPi, MM, MSE, Pengantar Manajemen (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 10 15 Dr. Juliansyah noor, S.E., M.M, Penelitian Ilmu Manajemen: Tinjauan Filosofis dan Praktis (Jakarta: Fajar Indrapratama Mandiri, 2013), h.38 16 Winardi, Asas-Asas Manajemen (Bandung: Bandar Maju, 2010), h.113.
21
akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.17 Dalam buku pengantar ilmu manajemen, bahwa perencanaan mempunyai empat tujuan penting, yaitu: 1) Mengurangi
dan mengimbangi
ketidak pastian dan
perubahan perubahan diwaktu yang akan datang. 2) Memusatkan perhatian kepada sasaran. 3) Mendapatkan atau menjamin proses pencapaian tujuan. 4) Memudahkan pengawasan.18 b. Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan simbolnya.19 Fungsi manajemen pengorganisasian memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah proses kegiatan suatu organisasi. Karena dalam pendistribusian kerja telah ditetapkan perindividu dalam setiap ketetapan kerja yang diberikan tanpa menimbulkan
17
Maringan Masry Simbolon, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), h. 38 18 AM. Kadarman dan Yusuf Udaya, Pengantar lmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), h.47 19 Sondang P. Siagian, Fungsi-Fungsi Manajerial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet Ke-1, h. 60
22
kumulasi pekerjaan dan tentu akan sangat mempermudah dalam merealisasikan tujuan sebuah organisasi. c. Actuating (Penggerakan) Menurut Ahmad Fadli HS, penggerakan adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi. Didalam Actuating atau penggerakkan mengandung kegiatan memberi motivasi, mempengaruhi, koordinasi, bimbingan dan mengarahkan para pelaksana atau anggota organisasi untuk segera melaksanakan rencana atau planning. d. Controlling (Pengawasan) Menurut Mc. Farland yang dikutip dalam buku Maringan Masry Simbolon
mendefinisikan
pengawasan
sebagai
barikut,
“Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, kebijkan yang telah ditentukan” 20 Kegiatan dalam fungsi pengawasan dan pengendalian, yaitu: 1) Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. 2) Mengambil
langkah
klarifikasi
dan
koreksi
atas
penyimpangan yang mungkin ditemukan. 20
Maringan Masry Simbolon, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), h. 61
23
3) Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target. 3. Unsur Manajemen Pelayanan Kesehatan Menurut Harrington Emerson dalam Phiffner John F. dan Presthus Robert V. (1960) manajemen mempunyai lima unsur (5), yaitu:21 a. Manusia (Men) b. Uang (Money) c. Bahan baku (Materials) d. Mesin (Machines) e. Metode (Methods) Dalam penerapannya, unsur manajemen saling berkaitan erat satu sama lainnya. Masing-masing dari unsur tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Tanpa adanya salah satu unsur manajemen tersebut maka penerapan fungsi manajemen tidak akan bisa berjalan dengan baik dan semestinya. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, unsur tersebut juga terdapat pada manajemen pelayanan kesehatan. Masing-masing elemen sangat penting dalam rangka penerapan fungsi manajemen untuk mencapai hasil yang maksimal dan efisiensi dalam aktifitas pelayanan kesehatan, diantaranya: 22
21
Yayat M Herujito, Dasar-dasar manajemen (Jakarta: Grasindo, 2001), h.6 Ainul Yannasari, Manajemen Kesehatan, http://www.academia.edu/8755465/MANAJE MEN_KESEHATAN, diakses 21 September 2016, jam 05.32 WIB. 22
24
a. Manusia (Men) Pembangunan organisasi kesehatan seperti rumah sakit, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan terlaksanananya manajemen. b. Uang (Money) Uang atau anggaran sangat diperlukan sebagai biaya yang harus dimiliki organisasi untuk melakukan pelayanan kesehatan, mulai dari perizinan, pembangunan rumah sakit, peralatan, pembayaran tenaga kerja dan lain sebagainya. c. Bahan baku (Materials) Meterial adalah obat-obatan yang digunakan organisasi kesehatan untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan secara efisien. d. Mesin (Machines) Mesin adalah peralatan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan seperti peralatan untuk perawatan gigi, peralatan untuk persalinan, peralatan radiologi dan sebagainya. e. Metode (Methods) Metode adalah cara yang ditempuh untuk melaksanakan sesuatu yang telah dirancang dengan baik sehingga tujuan akan dapat dicapai dengan tepat sesuai dengan perencanaan semula. Metode yang digunakan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dengan berperdoman pada SOP (Standar Operasional Prosedur).
25
4. Ruang Lingkup Manajemen Pelayanan Kesehatan Seperti halnya manajemen perusahaan, di bidang kesehatan juga dikenal berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya yang dikelolanya. Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan kegiatan yang berkaitan dengan:23 a. Manajemen sumber daya manusia (personalia) b. Manajemen keuangan (mengurusi cashflow keuangan) c. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan) d. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (melayani pelayanan kesehatan masyarakat) Untuk masing-masing bidang tersebut dikembangkan manajemen yang lebih spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokok institusi kesehatan.
Penerapan
manajemen
pada
unit
pelaksana
teknis
seperti puskesmas dan RS merupakan upaya untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut, dan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi (unit kerja dan sebagainya) secara efektif, efisien, produktif, dan bermutu.24 Berkaitan dengan ruang lingkup pelayanan kesehatan haji, Menteri Kesehatan berkewajiban melakukan pembinaan dan pelayanan kesehatan ibadah haji, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan kewaspadaan terhadap penularan
23 Susatyo Herlambang, S.E, M.M, Arita Murwani, S, Kep, M.kes, Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan dan Rumah sakit (Yogyakarta: Gosyen publishing, 2012), h. 26 24 A. A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), Cet Ke-1, h. 49
26
penyakit yang terbawa oleh jemaah haji, yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan sektor terkait dan pemerintah daerah. Pembinaan
dan
pelayanan
kesehatan
bagi
jemaah
haji
dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dan dalam pelaksanaannya perlu kerjasama berbagai pihak terkait, sektor dan pemerintah daerah, serta perlu adanya pedoman yang dapat menjadi acuan penyelenggaraan kesehatan haji di tanah air, di embarkasi dan debarkasi serta selama perjalanan di Arab Saudi. Pedoman dimaksud telah disusun dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1394/Menkes/SK/2002 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji, yang dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, perlu dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian.25 Bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan jemaah haji merupakan rangkaian kegiatan terstruktur dalam upaya meningkatkan status kesehatan dan kemandirian jemaah haji. Kegiatan bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertahap atau berkesinambungan sejak dari puskesmas, pemeriksaan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan di unit pelayanan di kabupaten/kota, bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan jemaah haji selama perjalanan dari daerah asal, di asrama haji embarkasi, selama perjalanan Indonesia - Arab
25
Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun 2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri Kesehatan RI, 2009), h. 4
27
Saudi, selama di Arab Saudi, di asrama haji debarkasi dan sampai dengan 14 hari pertama sekembalinya ke tanah air.26 Bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji merupakan upaya meningkatkan status kesehatan jemaah dengan cara-cara promotif dengan menekankan pendekatan manajemen risiko serta kemandirian jemaah haji. Ruang lingkup kegiatan meliputi peningkatan pemahaman perjalanan ibadah haji sebagai kondisi matra yang berpengaruh terhadap kesehatan, manajemen berhaji sehat dan mandiri, persiapan kesehatan (fisik dan psikis), logistik dan keperluan lain untuk melaksanakan perjalanan ibadah haji. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan juga berarti memberikan bimbingan kesehatan pada jemaah haji yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji dapat dilakukan melalui penyuluhan dan bimbingan perorangan, penyuluhan dan bimbingan berkelompok, kemitraan dalam rangka bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji serta promosi kesehatan haji. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan dilakukan terus menerus dan berkesinambungan secara komprehensif sejak jauh hari sebelum keberangkatan, selama perjalanan ibadah haji dan sekembalinya ke tanah air.27
26 27
Ibid, h.13 Ibid, h.17
28
5. Ciri-Ciri Pelayanan Kesehatan yang Baik Pengertian pelayanan yang baik adalah kemampuan sebuah organisasi, lembaga, instansi maupun perusahaan dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan atau jemaah haji khususnya dalam bidang pelayanan ibadah haji dengan standar yang sudah ditetapkan. Kemampuan tersebut ditunjukan oleh sumber daya manusia dan sarana serta prasarana yang dimiliki. Banyak biro perjalanan haji dan umrah yang ingin dianggap selalu yang terbaik dimata jemaah. Karena jemaah akan menjadi setia terhadap produk yang ditawarkan. Disamping itu, biro perjalanan haji dan umrah juga berharap pelayanan yang diberikan kepada jemaah dapat ditularkan kepada calon jemaah lainnya. Hal ini merupakan promosi tersendiri bagi biro perjalanan haji dan umrah yang berjalan terus secara berantai dari mulut kemulut. Dengan kata lain, pelayanan yang baik akan meningkatkan image biro perjalanan haji dan umrah tersebut dimata jemaahnya. Image ini harus selalu dibangun agar citra biro perjalanan haji dan umrah dapat selalu meningkat. Dalam prakteknya, pelayanan yang baik memiliki ciri-ciri tersendiri dan hampir semua organisasi, lembaga, instansi maupun perusahaan menggunakan kriteria yang sama untuk membentuk ciri-ciri pelayanan yang baik. Terdapat beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi pelayanan yang baik, antara lain: a. Faktor manusia yang memberikan pelayanan tersebut. Manusia (karyawan ataupun petugas) yang melayani pelanggan atau jemaah haji harus berkemampuan dalam melayani secara cepat dan tepat.
29
Disamping itu juga harus berkemampuan dalam berkomunikasi, sopan santun, ramah dan bertanggung jawab penuh terhadap pelanggan ataupun jemaahnya. b. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung kecepatan dan ketepatan dan keakuratan pekerjaan. Sarana dan prasarana yang dimiliki harus dilengkapi oleh kemajuan teknologi terkini dan juga harus dioperasikan oleh manusia yang berkualitas. Jadi dapat dikatakan kedua faktor tersebut saling menunjang satu sama lainnya.28 Berikut ini beberapa ciri pelayanan yang baik yang harus dikuti oleh karyawan yang bertugas melayani pelanggan atau jemaah haji antara lain: 1) Tersedianya karyawan atau petugas yang baik 2) Tersedianya sarana dan prasarana yang baik 3) Bertanggung jawab kepada jemaah sejak awal hingga selesai 4) Mampu melayani cepat dan tepat 5) Mampu berkomunikasi 6) Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi 7) Memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik 8) Berusaha memahami kebutuhan jemaah 9) Mampu memberikan kepercayaan kepada jemaah 29
28 29
Kasmir, Etika Customer Service (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 32 Ibid, h. 33
30
Sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah: a. Tersedianya dan berkesinambungan, yakni syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut
harus
tersedia
di
masyarakat
serta
bersifat
berkesinambungan. b. Dapat diterima dan wajar, syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. c. Mudah dicapai, syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat (di sudut lokasi). d. Mudah dijangkau, syarat pokok ke empat pelayanan kesehatan yang baik adalah modal di jangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. e. Bermutu, syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah mutu. Pengertian yang dimaksud disini adalah menunjuk pada tingkat
kesempurnaan
pelayanan
kesehatan
yang
31
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.30 B. Jemaah Haji 1. Pengertian Jemaah Haji Secara bahasa (Etimologi), Jemaah diambil dari kata َﺟ َﻤ َﻊ jama’a, artinya mengumpulkan sesuatu dengan mendekatkan sesuatu dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat ُ َﺟ َﻤ ْﻌﺘُﮫjama’tuhu (saya telah mengumpulkannya); ﻓَﺎﺟْ ﺘَ َﻤ َﻊfajtama’a (maka berkumpullah). Kata tersebut juga berasal dari kata ع ُ ا ِﻹﺟْ ﺘِﻤَﺎijtima’ (perkumpulan). Ia lawan kata dari ق ُ “ اﻟﺘﱠﻔَﺮﱡtafarruq” (perceraian) dan juga lawan kata dari ُ“ اﻟﻔُﺮْ ﻗَﺔfurqah” (perpecahan). Jemaah adalah sekolompok orang banyak; dikatakan juga sekolompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Jemaah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah.31 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jemaah atau jemaah yang mana dalam penulisan yang benar atau sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah jemaah (je·ma·ah) yaitu adalah kumpulan atau rombongan orang beribadah, orang banyak atau publik.32
30
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, h. 38-39 Abdullah bin Abdil Hamid Al-Atsari, Intisari aqidah ahlus sunnah wal jemaah, terj. Farid bin Muhammad Bathathy (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2006), h. 54. 32 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jemaah, http://kbbi.web.id/jemaah, diakses 21 September 2016, jam 15.25 WIB. 31
32
Demikian pula pengertian jemaah secara istilah (Terminologi), jemaah mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteks kalimat dan kaitannya. Pertama, dikaitkan dengan kata “ahlu sunnah” sehingga menjadi ahlu sunnah wal jemaah, yang berarti golongan yang mengikuti sunah dan tradisi Nabi Muhammad SAW serta berada dalam kumpulan kaum muslim. Kedua, istilah jemaah dikaitkan dengan ijma’ sebagai sumber hukum. Ijma’ merupakan hasil kesepakatan jemaah dalam suatu masalah yang di dalamnya terdapat silang pendapat. Ketiga, istilah jemaah dengan imam atau pemimpin, yang berarti komunitas kaum muslimin (jemaah) yang dipimpin seorang imam. Istilah jemaah juga berkaitan dengan masalah shalat, terutama dalam pelaksanaan shalat jum’at yang harus mencukupi jumlah 40 orang. Sehingga jika jumlah ini tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah. Mazhab-mazhab lain berpendapat bahwa jika pengertian jemaah telah terpenuhi – ditinjau dari segi jumlahnya, tiga orang atau lebih, termasuk imam – maka sholat jum’at sah. Hal ini disebutkan arti dari istilah jemaah itu sendiri, yaitu jamak, banyak, atau lebih dari tiga orang.33 Sebagai salah satu dari rukun Islam yang kelima, pengertian haji diambil dari etimologi bahasa Arab dimana kata haji mempunyai arti qashad, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara’
33
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam; Jemaah (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid Ke-2, h. 310-311
33
haji ialah sengaja mengunjungi Ka’bah untuk melaksakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat dan rukun tertentu.34 Sedangkan pengertian jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia beragama Islam yang telah mendaftarkan diri dan melunasi biaya BPIH pada kantor Kemeng/Kabupaten/Kota berdasarkan kuota yang tersedia untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia.35 2. Klasifikasi Jemaah Haji Sebagaimana pengertian jemaah haji yang telah disebutkan. Klasifikasi jemaah haji Indonesia menurut tingkat kondisi kesehatannya adalah sebagai berikut: a. Jemaah haji mandiri adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung kepada bantuan alat/obat dan orang lain. b. Jemaah haji observasi adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat atau obat. c. Jemaah haji pengawasan adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat atau obat dan orang lain.
34 Kementerian Agama RI Ditjen PHU, Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia (Jakarta: Ditjen PHU Kemenag RI CV. Duta Peraga, 2010), h. 87 35 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji (Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI: 2010), h.3
34
d. Jemaah haji tunda adalah jemaah haji yang kondisi kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan haji. e. Jemaah haji resiko tinggi adalah jemaah haji dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi beresiko sakit dan atau mati selama perjalanan ibadah haji, meliputi : 1) Jemaah haji lanjut usia. 2) Jemaah haji penderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh terbawa keluar dari Indonesia berdasarkan peraturan kesehatan yang berlaku. 3) Jemaah haji wanita hamil. 4) Jemaah haji dengan ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis dan atau penyakit tertentu lainnya.36 3. Makna Istithaah Pada Aspek Kesehatan Jemaah Haji Istithaah adalah kemampuan atau kesanggupan fisisk/badan, biaya dan keamanan untuk melakukan perjalanan sampai ke Makkah dalam rangka ibadah haji.37 Menurut
etimologi,
istithaah
berarti
kemampuan
dan
kesanggupan melakukan sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istithaah berasal dari akar kata ta’a, yaitu tau’an, berarti taat patuh dan tunduk. Istithaah berarti keadaan seseorang untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan syara’ sesuai kondisinya. Semakin besar
36 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji, (Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI: 2010), h.3-4 37 Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si, Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan Ibadah Haji: Menurut Empat Mazhab (Jakarta:2016), h.13
35
kemampuan seseorang maka semakin besar tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan. Bahasan Istithaah hampir ada disemua furu’ (cabang) ibadah, misalnya dalam sholat, puasa, kifarat, dan lainnya. Namun lebih dalamnya kajian istithaah ini di dalam ibadah haji, karena dalam ibadah haji menghimpun dua kemampuan sekaligus, kemampuan fisik dan kemampuan materi.38 Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 97 yang artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah”. Dari ayat di atas para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan mampu (istithaah) dalam berhaji. Istithaah menurut madzhab Hanafi terbagi dalam 3 kategori yaitu (1) istithaah amaliyah (biaya), (2) istithaah badaniyyah (kesehatan) dan, istithaah amniyah (kemampuan keamaan selama perjalanan dan sampai ke tanah air). Wajib bagi seseorang yang memenuhi kategori ini untuk melaksanakan ibadah haji. Kemampuan pertama kemampuan amaliyah yang mencakup kemampuan dalam menyiapkan biaya selama melakukan perjalanan, biaya dalam memenuhi persyaratan sebelum berangkat, biaya selama berada di tanah suci dan biaya untuk orang yang ditinggalkan (keluarga). Kemampuan kedua adalah kemampuan badaniyyah yaitu kesehatan badan. Mampu secara jasmani dan rohani untuk melakukan perjalanan haji, terbebas dari segala penyakit yang membahayakan bahkan penyakit yang 38
Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), Cet. Ke-7, h.259
36
membuat orang lain terbebani, orang yang sakit, buta, lumpuh, cacat dan yang berusia lanjut yang tidak mungkin mampu berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain tidak wajib melaksanakan ibadah haji. Kemampuan ketiga adalah amaniyyah yaitu kemampuan yang menjamin keselamatan dan keamanan selama dalam perjalanan dan menunaikan ibadah haji bahkan keamanan bagi keluarga yang ditinggalkan di tanah air, kemampuan yang ketiga ini termasuk di dalamnya dengan adanya seorang mahram bagi perempuan, mahram yang baligh, berakal, tidak fasik untuk menemani perempuan selama melakukan perjalanan dan ibadah haji. Istithaah menurut mazhab Maliki adalah kemampuan untuk pergi dan sampai di Mekkah baik berjalan kaki atau dengan menaiki kendaraan. Tidak termasuk di dalamnya kemampuan untuk kembali lagi ke Tanah Air kecuali apabila jika ia tinggal di Makkah atau daerah sekitar Makkah. Menurut Mazhab ini Istithaah terbagi dalam 3 bentuk, yaitu (1) kesehatan jasmani, (2) kemampuan biaya, (3) kemampuan fasilitas kendaraan dan jalan untuk sampai ke Makkah. Sedangkan Mazhab Syafi’i membagi istithaah ke dalam
7
bentu, yaitu: (1) kemampuan kesehatan jasmani yang dapat diukur dengan kemampuan untuk duduk di atas kendaraan tanpa menimbulkan kesulitan, (2) kemampuan biaya untuk pergi dan pulang, (3) adanya kendaraan, (4) adanya bekal selama pelaksanaan haji, (5) adanya keamaan, baik dalam perjalanan atau di tanah suci, (6) harus ada mahram bagi perempuan, (7) kemampuan untuk sampai tujuan pada
37
batas waktu yang ditentukan, sejak bulan syawal sampai dengan tanggal 10 Dzulhijjah. Mazhab
Hambali
mensyaratkan
2
kemampuan
yaitu
kemampuan menyiapkan bekal dan (ongkos) kendaraan. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Daru Gufni dari Jabir, Ibnu Umar, Ibnu Amir, Anas bin Malik dan Aisyah yang menyatakan bahwa pernah seorang laki-laki datang kepada Rasullah Saw untuk bertanya tentang sesuatu yang mewajibkan haji itu ialah bekal dan kendaraan.39 “Mampu” atau “Istithaah” bidang kesehatan adalah mampu menunaikan ibadah haji ditinjau dari jasmani yang sehat dan kuat agar dapat melaksanakan perjalanan dan mudah melakukan proses ibadah haji, berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk menunaikan ibadah haji, aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji di arab Saudi, serta aman bagi keluarga yang ditinggalkan.40 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 Pasal 1 menjelaskan bahwa Istithaah kesehatan jemaah haji adalah kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntutan agama Islam.41
39
Ibid, h. 259-260 Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2014), h. 1 41 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016. Tentang Istithaah kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI, 2016) 40
38
4. Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Penyelenggaraan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan kesehatan haji. Pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, dan respon KLB (Kejadian Luar Biasa), penanggulangan KLB, dan musibah massal, kesehatan lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji.42 Penyelenggaraan kesehatan haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji pada bidang kesehatan, sehingga jemaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Tujuan tersebut dicapai melalui upaya-upaya peningkatan kondisi kesehatan sebelum keberangkatan, menjaga kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba kembali ke Indonesia, serta mencegah transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh jemaah haji.43 Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah haji, tanpa kondisi kesehatan yang memadai, niscaya prosesi ritual peribadatan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap jemaah haji perlu menyiapkan diri agar memliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya.
42
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji (Departemen Kesehatan RI: 2009), h.5 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji (Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI: 2010), h.7 43
39
Untuk itu, upaya pertama yang perlu ditempuh adalah pemeriksaaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasi status kesehatan sebagai landasan karakteristik, prediksi dan pennetuan cara eliminasi faktor resiko kesehatan. Dengan demikian, prosedur dan jenisjenis pemeriksaan mesti ditatalaksana secara holistic.44 Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah penilaian status kesehatan bagi jemaah haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai upaya penyiapan kesanggupan ber-haji melalui mekanisme baku pada sarana pelayanan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh). Yang dimaksud kontinum dan komprehensif yaitu: bahwa proses dan hasil pemeriksaan selaras dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dalam rangka perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan jemaah haji.45 Untuk memberikan pelayanan bagi jemaah haji
yang
mempunyai kategori resiko tinggi yaitu kondisi/penyakit tertentu yang terdapat pada jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya selama menjalankan ibadah haji maka mulai tahun 1999 dibentuk kloter khusus bagi jemaah haji resiko tinggi. Kloter risti ini adalah kloter jemaah haji biasa yang dipersiapkan bagi jemaah haji resiko tinggi dengan pelayanan khusus di bidang pelayanan umum, ibadah dan
44 45
Ibid, h.7 Ibid, h.8
40
kesehatan serta fasilitas lainnya untuk menghindarkan lebih beresiko tinggi dengan mengarah kepada terwujudnya ibadah yang sah, lancar dan selamat.46
46
Ahmad Nizam dan Alatif Hasan, Manajemen Haji (Jakarta: Zikru Hakim, 2000), h. 2
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PANITIA PENYELENGGARA IBADAH HAJI (PPIH) BIDANG KESEHATAN EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE A. Sejarah Berdirinya PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede Menengok kembali sejarah berdirinya PPIH bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede, tak lepas dari sejarah karantina jemaah haji dan sejarah Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede serta sejarah pemerintah Indonesia
itu sendiri dalam mengatasi permasalahan
pengelolaan ibadah haji yang tidak kunjung selesai. Pada saat itu Indonesia masih hidup dalam zaman kolonial Belanda. Bahwasanya perjalanan dari Indonesia yang dahulu disebut Hindia-Belanda ke Mekkah memerlukan waktu berbulan – bulan dengan kapal. Perjalanan yang sebelumnya memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahuntahun dengan kapal layar, kini dapat ditempuh dalam sebulan lebih. Bahkan, sampai 1970-an mayoritas jemaah menunaikan ibadah haji dengan kapal laut. Kala itu, masih jarang orang pergi haji dengan pesawat terbang.1 Manakala kondisi kapal yang masih sederhana, tidak terjaga kebersihannya, serta banyaknya jemaah memudahkan penularan penyakit infeksi.
1
Alwi Shahab, Haji dan Perlawanan Terhadap Penjajah, http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/haji-tempo-doeloe/15/08/20/nte2u2257-haji-danperlawanan-terhadap-penjajah, diakses 22 September 2016, jam 11.30 WIB.
41
42
Di awal tahun 1900 dari 18.535 jemaah haji, sebanyak 2.634 orang meninggal karena penyakit infeksi (disentri, kolera, dan pneumonia). Pada tahun 1911, penyakit pes masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Pemerintah Hindia-Belanda membuat kebijakan Quarantine Ordonanti atau Ordonansi Karantina (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911) untuk mencegah penularan penyakit. Untuk penanganan kesehatan di pelabuhan di laksanakan oleh Haven Arts (Dokter Pelabuhan) dibawah Haven Master (Syahbandar). Adapun isi kebijakan tersebut adalah:2 1. Perbaikan dalam seluruh fasilitas selama pelayaran haji. 2. Tersedianya fasilitas kesehatan di kapal. 3. Tersedianya dokter di kapal. 4. Pembatasan penumpang di setiap kapal. 5. Setiap jemaah haji harus diperiksa kesehatannya dan diberikan suntikan serum. 6. Setiap kapal harus singgah di pulau karantina terlebih dahulu. Saat itu di Indonesia hanya ada 2 Haven Arts yaitu di Pulau Rubiah di Sabang (Aceh) & Pulau Onrust di Teluk (Jakarta).3 Sejak tahun 1911 itulah, dua pulau tersebut ditetapkan sebagai karantina pemeriksaan kesehatan jemaah haji. Pada
perkembangannya
pulau
karantina
berfungsi
sebagai
embarkasi dan debarkasi bagi jemaah haji. Sebagai embarasi, dua pulau
2 Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h 4-6. 3 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah, http://www.kkpsoetta.com/web/profil, diakses 22 September 2016, jam 12.30 WIB.
43
karantina ini dibangun barak untuk tempat tinggal jemaah haji dan beberapa fasilitas pendukung, seperti barak kesehatan, kantor petugas karantina, sarana pelabuhan dan gudang makanan. Jemaah haji juga diperiksa kesehatannya di pulau ini dan harus tinggal selama 5 – 25 hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Mekkah serta pemeriksaan sanitasi kapal yang singgah harus diperiksa kebersihan dan kesehatannya. Sebagai debarkasi, jemaah haji yang datang dari Mekkah harus menetap di pulau karantina selama 5 – 10 hari. Selain itu, pakaian dan barang harus dicuci bersih dan disemprotkan cairan disinfeksi. Serta petugas karantina juga harus membersihkan kapal dengan cairan disinfeksi. Dan pada akhirnya pulau karantina hanya berfungsi hingga 1939.4 Pada era awal kemerdekaan dan Demokrasi terpimpin ini, sekitar tahun 1949/1950 Pemerintah RI membentuk 5 Pelabuhan Karantina, yaitu Pelabuhan Karantina Kelas I Tanjung Priok dan Sabang, Pelabuhan Karantina Kelas II Surabaya dan Semarang serta Pelabuhan Karantina Kelas III Cilacap.5 Inilah periode peran resmi Pemerintah RI dalam kesehatan pelabuhan dimulai. Pada tahun 1952, perekonomian negara mulai membaik sehingga pemerintah menyediakan pilihan bagi jemaah haji untuk berangkat ke Tanah Suci menggunakan armada pesawat terbang.6
4
Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h 7 5 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah, http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/1, diakses 22 September 2016, jam 12.35 WIB. 6 Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h 15
44
Era
Demokrasi
Tepimpin
di
Indonesia
ditandai
dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden, 5 juli 1959. Dengan adanya dekrit tersebut, maka pada 10 Juli 1959, Kabinet Kerja Pertama dibentuk, dengan Kolonel Prof. Dr. Satrio sebagai Menteri Muda Kesehetan. 7 Beserta itu juga, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 1959 tentang Penyakit Karantina, selanjutnya terlahirlah UU No 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.8 Pada tahun 1965, organisasi Departemen Kesehatan mengalami perubahan mendasar, yaitu dengan dibentuknya beberapa Direktorat Jendral (Ditjen) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang sebelumnya tidak ada dalam struktur organisasi Departemen Kesehatan. Untuk itu, Departemen Kesehatan membentuk Direktorat Jenderal Krida Nirmala, yang artinya “upaya atau kerja menghilangkan penyakit”, sebagai UPT bidang penyakit menular. Seiring dengan waktu, Menteri Kesehatan kemudian mengangkat Dr. R.E.M. Suling menjadi Direktur Jenderal Krida Nirmala, menggantikan Dr. Marsaid, walau hanya dalam jangka waktu singkat. Setelah itu, Prof. Dr. J. Sulianti Saroso diangkat untuk menduduki jabatan tersebut. Bersamaan dengan itu, Direktorat Jenderal Krida Nirmala berganti nama menjadi
7 Direktorat Jenderal PP & PL, Sejarah Pemberantasan Penyakit di Indonesia, http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838, diakses 22 September 2016, jam 13.15 WIB (Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007), h.15 8 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah, http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/1, diakses 22 September 2016, jam 13.15 WIB.
45
Direktorat Jenderal Pencegahan, Pembasmian dan Pemberantasan Penyakit Menular (Ditjen P3M).9 Pada 1970 Pemerintah ikut serta bertanggungjawab secara penuh dalam penyelenggaraan haji, baik dari penentuan biayanya sampai kepada pelaksanaan serta hubungan antar dua negara. Selain itu juga dalam pelaksanaan kesehatan haji, terbit SK Menkes No.1025/DD /Menkes, tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak 60 DKPL & Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12 DKPU. Baik DKPL maupun DKPU non eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU baik teknis maupun administratif meski satu kota, terpisah. 10 Dan pada tahun 1979, pemberangkatan jemaah haji menggunakan kapal laut diberhentikan melalui Keputusan Menhub Nomor: SK72/OT.001/Phb79 karena pihak yang ditunjuk pemerintah untuk menyelenggarakan pengangkutan jemaah haji dengan kapal laut (PT Arafat) dinyatakan pailit.11 Sejak diselengggarakan pelayanan ibadah haji saat transportasi masih menggunakan kapal laut, sarana pelayanan jemaah berupa asrama haji telah diadakan, kita kenal dengan Asrama Haji Jakarta/Persatuan Haji Indonesia Kwitang, Jalan Kemakmuran, Asrama Haji Semarang, Surabaya,
9
Direktorat Jenderal PP & PL, Sejarah Pemberantasan Penyakit di Indonesia, http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838, diakses 22 September 2016, jam 13.15 WIB (Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007), h.17 10 Dr. H. Masrip Sarumpaet, M.Kes, Karantina Dari Masa Ke Masa: Sejarah Karantina Kesehatan, http://sejarahkkp.blogspot.co.id/2007/08/karantina-dari-masa-ke-masa.html, diakses 22 September 2016, jam 13.36 WIB. 11 Sumber Paper, Power Point Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h.15
46
Balikpapan dan lainnya. Seiring dengan perkembangan transportasi haji dengan kapal udara, maka sejak tahun 1970 sesuai ketentuan World Health Organization (WHO), ketika Indonesia pada waktu itu dinyatakan termasuk daerah terjangkit penyakit kolera, maka pemerintah Arab Saudi mengambil tindakan preventif dengan menentukan bahwa seluruh jemaah haji harus menjalani karantina selama 5 x 24 jam (5 hari) sebelum keberangkatan ke Arab Saudi dan setibanya kembali ke tanah air.12 Kewajiban karantina selama lima hari ini berlaku hingga tahun 1972. Pada tahun 1973 masa di asrama haji menjadi tiga hari sebelum berangkat dan tiga hari setelah tiba di tanah air.13 Ketika itu, karena pemerintah belum mempunyai asrama haji sendiri, maka untuk keperluan karantina/asrama haji, dilakukan dengan sistem sewa pada wisma swasta. Seperti Wisma Pabrik Sepatu Ciliwung, Asrama ABRI Cilodong, Asrama KKO AL Jalan Kwini, Asrama PHI Cempaka Putih dan lain-lainnya. Biaya penyewaan tersebut sangat besar, selain itu wisma yang disewa memang tidak dipersiapkan untuk jemaah haji. Tidak heran, kalau tidak dilengkapi sarana yang dibutuhkan untuk jemaah haji. Pada tahun 1974, Direktur Jenderal Urusan Haji Prof. K.H Farid Maruf mulai merencanakan pembangunan asrama haji. Rencana itu, baru
12 Kemenag RI Dirjen PHU, Realita Haji Indonesia (Jakarta: Kementrian RI Dirjen PHU, 2008), h 46 13 Editor Kompas, Sejarah Asrama Haji, Berawal dari Wabah Kolera, http://nasional.kompas.com/read/2008/11/10/12282647/sejarah.asrama.haji.berawal.dari.wabah.ko lera., diakses 22 September 2016, jam 14.05 WIB.
47
bisa direalisasikan pada masa Departemen Agama dijabat Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Dirjen Urusan Haji dijabat Burhani Tjokrohandoko, yang memerintahan pembangunan Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, yang lokasinya dekat dengan Bandara Halim Perdanakusuma, yang pada waktu itu merupakan bandara Internasional penerbangan dari dan ke Indonesia.14 Mempertimbangkan hal tersebut, Direktur Jenderal Urusan Haji Prof. K.H. Farid Ma’ruf memandang perlu adanya suatu asrama karantina haji Indonesia, dan mengeluarkan Surat Perintah Nomor: SP – 08/1974 tanggal
24 April
1974 tentang pembentukan Tim
Perencanaan
Pembangunan Asrama Karantina Haji yang beranggotakan 3 orang pejabat yaitu:15 1. H.
M.
Dahlan
Effendhy (Pjs
(Pejabat
Sementara)
Direktur
Penyelenggaraan Haji) sebagai Ketua; 2. H. Ibrahim, S.H.
(Kepala Bagian Perencanaan dan Pengawasan)
sebagai Sekretaris; 3. H. Satijo Poerbosoesatijo, S.H. (Kepala Administrasi) sebagai Anggota, dengan tugas supaya merencanakan pembangunan gedung asrama haji dalam bentuk DUK (Daftar Usulan Kegiatan) berikut rencana biaya yang terinci dengan syarat:
14
Editor Kompas, Sejarah Asrama Haji, Berawal dari Wabah Kolera, http://nasional.kompas.com/read/2008/11/10/12282647/sejarah.asrama.haji.berawal.dari.wabah.ko lera., diakses 22 September 2016, jam 14.07 WIB. 15 Blog Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Latar Belakang Pendiriran Asrama, http://asramahajipondokgedejakarta.blogspot.co.id/2011/06/latar-belakang-pendirian-asrama.html, diakses 22 September 2016, jam 14.15 WIB.
48
letak di pinggir jalan besar;
air cukup;
ada listrik;
memuat kurang lebih 1.500 orang dan berkamar – kamar;
ada mushalla, aula dan ruang makan.
Pada masa H. Alamsjah Ratu Perwiranegara (Letjen Purn. TNI AD) menjabat Menteri Agama R.I. dan H. A. Burhani Tjokrohandoko (Mayjen Purn. TNI AD) menjabat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, SP 08/1974 tersebut ditindak lanjuti dengan pencarian tanah untuk asrama haji Jakarta. Sebanyak 103 lokasi tanah masuk dalam daftar yang harus diteliti, sehingga tinggal 2 pilihan yaitu tanah yang berlokasi di kawasan Cengkareng dan tanah yang berlokasi di pinggir Jalan Raya Pondok Gede. Akhirnya dengan pertimbangan kedekatannya dengan bandara Halim Perdanakusuma, ditetapkan pembangunan asrama haji dilaksanakan di atas tanah pinggir Jalan Raya Pondok Gede Kelurahan Pinangranti Kecamatan Makasar, dengan luas tanah 10 Hektar yang kemudian menjadi 152.844 M2 (15 hektar) dengan sertifikatnya termasuk yang dipakai Rumah Sakit Haji Jakarta.16 Memasuki periode tahun 1971-1977, pengkarantinaan dihapuskan namun demikian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
16
Blog Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Latar Belakang Pendiriran Asrama, http://asramahajipondokgedejakarta.blogspot.co.id/2011/06/latar-belakang-pendirian-asrama.html, diakses 22 September 2016, jam 14.15 WIB.
49
berlaku selama jemaah di tampung di asrama tetap dilakukan pengamanan kesehatan. Upaya pengamanan kesehatan ini meliputi pengawasan sanitasi asrama, sanitasi makanan, pemeriksaan akhir, pengamatan penyakit, penyuluhan kesehatan dan pengobatan jemaah yang sakit selama dalam penampungan/asrama. Untuk menampung kegiatan kekarantinaan maka di dalam rangka reorganisasi departemen kesehatan, pada tahun 1975 di Direktorat Jenderal Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular (Dirjen P3M) dibentuk subdit karantina haji dan pengamanan kesehatan perpindahan penduduk. Tahun 1977 pengkarantinaan dihapuskan, tahun 1978 dikeluarkan Peraturan Menkes No.321/Menkes/PER/IX/1978 tentang pengamanan kesehatan jemaah haji. Peraturan ini berisi pernyataan kesehatan bagi jemaah yang akan berangkat, sekembalinya dari tanah suci dan persyaratan asrama serta penyediaan makanan bagi jemaah haji selama di asrama.17 Tahun 1975 diadakan lokakarya peningkatan pelayanan haji. Hasilhasil keputusan lokakarya yaitu bahwa pemeriksaan kesehatan terhadap calon jemaah dilakukan 2 kali. Pemeriksaan I dilakukan sebelum setor ONH (Ongkos Naik Haji) dan pemeriksaan II dilakukan 1 bulan sebelum jemaah berangkat ke pelabuhan embarkasi. Istilah rombongan kesehatan haji Indonesia dirubah menjadi Tim Kesehatan Haji Indonesia. Tiap 1500 jemaah diikuti oleh 1 dokter dan 1 paramedis. Pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi dilaksanakan secara terpusat dengan mendirikan balai-balai
17
Prima Almazini, Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia, https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-hajiindonesia/, diakses 22 September 2016, jam 14.40 WIB.
50
pengobatan di tiap daerah kerja (Jeddah, Mekkah, Madinah) sedangkan untuk tempat rujukan didirikan rumah sakit. Pada periode ini, pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi mulai diperluas yaitu dengan melaksanakan upaya pengamatan penyakit (surveilans) dan pengawasan lingkungan pemukiman jemaah.18 Pada tahun 1979, SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78 periode DKPL (Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut) dan DKPU (Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara yang masih bertugas dalam pelayanan kesehatan jemaah terkait pengkarantinaan dilebur menjadi KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) dan pembinaan teknisnya berada dibawah Bidang Desenban Kantor Wilayah Depkes dimana pimpinan KKP adalah eselon III B. SK Menkes 630/Menkes/SK/XII/85, menggantikan SK Menkes No.147 (Eselon KKP sama III B). Pada periode 1981–1990, pemberangkatan jemaah haji diperluas yaitu dengan membuka pelabuhan Ujung Pandang sebagai pelabuhan embarkasi/debarkasi haji. Dengan demikian pengamanan kesehatan haji dilaksanakan di 4 pelabuhan embarkasi/debarkasi. Pelayanan kesehatan jemaah haji di Arab Saudi mulai diadakan perubahan yaitu dengan menempatkan tenaga-tenaga kesehatan di kafilah. Tiap kafilah terdiri dari 1500 jemaah dan pelayanan kesehatan ditangani oleh seorang dokter ditambah 4 paramedis.
18
Prima Almazini, Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia, https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-hajiindonesia/, diakses 22 September 2016, jam 14.40 WIB.
51
Tahun 1982 sistem tersebut di atas disempurnakan lagi yaitu dengan jalan menempatkan seorang tenaga kesehatan di kloter. Sistem ini berlaku sampai tahun 1983. Bulan Mei 1983 diadakan seminar penanggulangan sengatan panas. Pada tahun 1984 pelayanan kesehatan di Arab Saudi diadakan penyempurnaan lagi yaitu kelompok terbang diikuti oleh satu dokter dan seorang paramedis. Selain daripada itu mulai tahun 1983 Pemda telah dilibatkan dalam penyediaan tenaga untuk pelayanan kesehatan di Arab Saudi yaitu dengan mengirim TKHD. Tahun 1984 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.558/Menkes/SK/1984 tanggal 30 November 1984 di Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Dirjen PPM dan PLP) dibentuk subdit kesehatan haji. Tahun 1989 dilakukan rapat evaluasi pengamanan kesehatan haji Indonesia
yang
antara
lain
terbit
Surat
Keputusan
Menkes
No.252/Menkes/SK/V/1990 tentang pengamanan kesehatan haji dimana pemeriksaan kesehatan calon haji dilaksanakan 2 tahap. Tahap 1 di puskesmas. Tahap 2 di embarkasi. Tahun 1992 keluar SK Menkes No.1117/SK/VII/1992
tentang
pemeriksaan
kesehatan
calon
haji
dilaksanakan menjadi 3 tahap, pemeriksaan di puskesmas, pemeriksaan II di daerah tingkat II, dan pemeriksaan III di pelabuhan embarkasi.19
19
Prima Almazini, Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia, https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-hajiindonesia/, diakses 22 September 2016, jam 14.50 WIB.
52
Setelah 54 tahun penyelenggaraan ibadah haji, baru pada tahun 1999 pertama kali diterbitkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagai pijakan yang kuat dalam penyelenggaraan haji Indonesia. Sejak keluarnya UU No. 17 tersebut, penyelenggaraan haji Indonesia bersandar pada ketentuan perundangundangan ini. Sedangkan pelaksanaan haji di Arab Saudi disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di negara tersebut sebagaimana tercantum dalam ‘Taklimatul Hajj’ yang mengatur berbagai aspek pelaksanaan haji, seperti pemondokan, transportasi, dan ketentuan teknis pelaksanaan ibadah seperti jadwal waktu pelemparan jumrah dan transportasi jemaah haji untuk ArafahMuzdalifah-Mina dengan sistem taraddudi.20 Sejak tanggal 1 Januari 2001, sebagaimana di atur dalam Undang Undang No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemantauan pelaksanaan otonomi daerah yang lahir dari sebuah pemikiran lembaga independen Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah terus menerus mencermati keberhasilan demi terwujudnya keadilan dan kemakmuran rakyat di semua bagian negara berdasarkan potensi dan keanekaragamannya tanpa meninggalkan prinsip kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan kondisi tersebut, kini penyelenggaraan haji tidak hanya menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaan sehari20
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Laporan Akhir, http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf, diakses 22 September 2016, jam 14.57 WIB.
53
harinya secara struktural dan teknis fungsional dilaksanakan dua pekerjaan sekaligus, yaitu sebagai regulator sekaligus bertindak sebagai operator. Karena hal tersebut bisa berdampak negatif, yang mana pelaksanaan ibadah haji bisa tumpang tindih. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji (Ditjen BIUH) dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1979 (merupakan penggabungan dari Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Ditjen Urusan Haji), yang memiliki dua unit teknis yaitu Direktorat Penyelenggaraan Urusan Haji dan Direktorat Pembinaan Urusan Haji. Ditjen BIUH merupakan pelaksana teknis penyelenggaraan haji untuk tingkat Pusat, yang mempunyai tugas dan fungsi menjalankan sebagian tugas pokok Departemen Agama di bidang bimbingan masyarakat Islam dan urusan haji serta menyelenggarakan fungsi perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijaksanaan teknis bimbingan masyarakat, penerangan dan urusan haji. Dengan kata lain, unit teknis yang mempunyai fungsi sebagai penanggung jawab (leading sector) dalam penyelenggaraan haji dan telah mendapat delegasi wewenang dalam hal fungsi perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijaksanaan teknis penyelenggaraan haji diberikan kepada satuan unit kerja Ditgara Haji dan Ditbina Haji.21 Untuk pelaksanaan koordinasi di daerah dan di Arab Saudi maka masing-masing daerah tersebut ditetapkan struktur penyelenggaraan haji 21
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Laporan Akhir, http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf, diakses 22 September 2016, jam 14.57 WIB.
54
sebagai berikut: Pertama, koordinator penyelenggaraan ibadah haji Provinsi adalah gubernur dan pelaksanaan sehari-hari oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Depag selaku Kastaf; Kedua, koordinator penyelenggaraan ibadah haji di kabupaten/kota, adalah bupati/walikota dan pelaksanaan sehari-hari
dijalankan
oleh
Kakandepag
Kabupaten/kota;
Ketiga,
koordinator penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi adalah Kepala Perwakilan RI dibantu oleh Konsul Jenderal RI Jeddah sebagai koordinator harian. Sedangkan pelaksanaan sehari-hari dijalankan oleh Kepala Bidang Urusan Haji pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah. Organisasi terkecil dalam penyelenggaraan ibadah haji adalah kelompok terbang (kloter), yaitu sekelompok jemaah haji yang jumlahnya sesuai dengan jenis dan kapasitas pesawat yang digunakan. Dalam setiap kloter ditunjuk petugas operasional yang menyertai jemaah haji sejak di asrama haji, di Arab Saudi sampai kembali ke tanah air yang terdiri dari unsur pemandu haji (TPIHI) yang juga berfungsi sebagai ketua kelompok terbang, pembimbing ibadah (TPIH), kesehatan (TKHI), ketua rombongan yang membawahi empat regu dan ketua regu yang membawahi sepuluh orang jemaah haji. Pada masa operasional haji, meliputi masa pemberangkatan jemaah haji dari asrama embarkasi ke Arab Saudi sampai dengan pemulangan haji dari Jeddah dan kedatangannya di embarkasi asal, dibentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang berfungsi sebagai pelaksana operasional yang melibatkan instansi terkait terdiri dari PPIH Pusat, PPIH embarkasi dan PPIH Arab Saudi. Pengendalian penyelenggaraan haji di
55
tanah air dan di Arab Saudi dilakukan oleh Menteri Agama sedangkan teknis pengendalian operasional haji dilakukan oleh PPIH di tingkat Pusat, sedangkan pelaksanaan operasional di daerah disesuaikan dengan ruang lingkup daerah tugasnya.22 Sehubungan dengan masa operasional haji tersebut, PPIH Embarkasi merupakan unsur yang terlibat dalam pelaksanaan ibadah haji. Selain memiliki tanggung jawab dalam mengamban tugas negara yang mulia, juga menjadi petugas dan organisasi yang professional dan berkomitmen demi terwujudnya kerjasama dan koordinasi yang kuat terhadap Pemerintah Indonesia dalam kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan ibadah haji. Sesuai dengan professionalisme dan komitmen pelayanan petugas haji, memiliki payung dasar hukum sebagai berikut 23: 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2008; 3. Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler;
22
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Laporan Akhir, http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf, diakses 22 September 2016, jam 14.57 WIB. 23 Pembekalan Petugas Haji yang Menyertai Jemaah Tahun 2016, Profesionalisme dan Komitmen Pelayanan Petugas Haji, https://jatim.kemenag.go.id/files/jatim/file/file/Haji2016/fpkx1464521568.pdf, diakses 22 September 2016, jam 15.00 WIB.
56
4. Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua PMA Nomor 14 Tahun 2012; 5. Keputusan Dirjen PHU Nomor D/125/2016 Tentang Pedoman Rekrutmen Petugas Haji Oleh karena itu Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi (Kemenag Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Pemda) yang merupakan Ad Hoc (tim yang bersifat sementara) dalam sistem pemerintahan juga berfungsi dalam mengkoordinasikan seluruh kegiatan operasional, menyiapkan seluruh kebutuhan yang berhubungan dengan persiapan jemaah sebelum meninggalkan tanah air mulai dari jadwal, surat panggilan masuk asrama, dokumen jemaah, living cost, pelepasan dan seterusnya. Maka dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 2407/Per/ XII/ 2011 tentang Pelayanan Kesehatan Haji, PPIH Embarkasi khususnya dibidang kesehatan menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan pelayanan kesehatan haji terkait di Asrama Haji dari sebelum keberangkatan dan pasca keberangkatan haji. Sebagaimana Keputusan Menteri
Kesehatan
dalam
menetapkan
masing-masing
daftar
Embarkasi/Debarkasi dan Rumah Sakit sebagai Rujukan Haji. Serta KKP atau Kantor Kesehatan Pelabuhan menjadi bidang dalam pelayanan kesehatan terkait karantina haji24 dan hanya KKP yang disebut sebagai PPIH bidang kesehatan.
24
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2407/Menkes/Per/XII/2011, Tentang Pelayanan Kesehatan Haji (Jakarta: Menteri Kesehatan RI, 2011), h.16
57
Dari hal tersebut bahwasanya, asrama haji embarkasi merupakan tempat pelaksanaan kesehatan ibadah haji yang memiliki fungsi sebagai tempat processing QIC (Quarantine, Immigration, Customs) yang diantara urutan fungsi nya adalah pemeriksaaan karantina (jika lolos) pemeriksaan imigrasi (jika lolos) pemeriksaan Bea Cukai (jika lolos) diijinkan masuk dan berangkat.25 KKP Soekarno Hatta yang merupakan bagian dari QIC itu sendiri memiliki wilayah kerja dalam memberikan pelayana kesehatan yaitu :26 1. Pintu gerbang/pintu masuk negara a. Bandara b. Pelabuhan c. Pos lintas batas darat 2. Pintu masuk daerah a. Penyebaran penyakit tidak mengenal batas b. Indonesia negara kepulauan 3. Asrama haji Dengan demikian, itulah rentetan sejarah berdirinya PPIH bidang kesehatan
Embarkasi
Jakarta
Pondok
Gede
mulai
dari
sejarah
pengkarantinaan jemaah haji, pendirian asrama haji sebagai embarkasi hingga pembentukkan panitia penyelenggara ibadah haji itu sendiri dalam membantu pelaksanaan ibadah haji Indonesia.
25 Sumber Paper, Power Point Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h.21 26 Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h.21
58
B. Struktur Organisasi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede Struktur organisasi menunjukan bahwa adanya pembagian kerja dan bagaimana fungsi atau kegiatan-kegiatan berbeda yang dikoordinasikan. Dan selain itu struktur organisasi juga menunjukkan mengenai spesialisasispesialisasi dari pekerjaan, saluran perintah maupun penyampaian laporan.27 Dalam rangka pelaksanaan operasional penyelenggaraan ibadah haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede tahun 1437 H / 2016 M, banyak unit atau bidang yang membantu dalam proses pelaksanaan operasional penyelenggaraan ibadah haji. Bidang kesehatan merupakan salah satu unit yang membantu dalam pelaksanaanya. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi pelaksanaan operasional penyelenggaran ibadah haji dengan membentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah nomor D 215 tahun 2016 tentang Pembentukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi/Debarkasi Jakarta Pondok Gede, menetapkan struktur organisasi PPIH sebagai berikut:
27
Sora N, Pengertian Struktur Organisasi Dan Fungsinya Secara Jelas, http://www.pengertianku.net/2015/06/pengertian-struktur-organisasi-dan-fungsinya.html, diakses 22 September 2016, jam 15.20 WIB.
59
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Jakarta Pondok Gede
60
Serta pembentukkan Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede yang ditunjuk langsung oleh Pusat Kesehatan Haji kepada KKP Kelas I Soekarno-Hatta sebagai pelaksana utama PPIH Bidang Kesehatan. Strukturnya sebagai berikut :
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Jakarta Pondok Gede 2016
61
C. Visi dan Misi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede 1. Visi Mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan terbaik dalam pelayanan publik dan tangguh dalam cegah cegah tangkal penyakit menular. 2. Misi a. Membantu mewujudkan misi
Kementerian
Kesehatan
melalui
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar bandara. b. Mewujudkan lingkungan area bandara yang bebas dari penyebaran penyakit. c. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat di wilayah kerja bandara. d. Memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan bandara agar bandara tidak menjadi tempat penyebaran penyakit menular. e. Mewujudkan pegawai yang mampu meningkatkan profesionalisme disiplin dan etos kerja 3. Nilai-nilai Organisasi
T : Transparan
A : Amanah
R : Responsif dan Ramah
I : Ikhlas
62
F : Fair28
D. Tugas Pokok dan Fungsi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede 1. Tugas Pokok PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Soekarno-Hatta yang ditunjuk sebagai PPIH bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede. Merupakan pelaksana utama dalam unsur Tim Kesehatan Embarkasi Haji Jakarta Pondok Gede, yang memiliki tugas pokok dalam rangka kekarantinaan kesehatan, pengemban amanat UU Karantina No.1 & 2 Tahun 1962, dan pengemban amanat IHR (Internatioanal Health Regulation) 2005. Serta memiliki tanggung jawab dalam Detect, Prevent & Response terhadap pemeriksaaan kesehatan akhir jemaah haji sebelum keberangkatan. Adapun tugas pokok PPIH bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede adalah sebagai berikut: a. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah,
surveilance
epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA (Obat, Makanan, Kosmetika, Alat Kesehatan dan Bahan Adiktif) serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul
28
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah, http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/2, diakses 22 September 2016, jam 15.25 WIB.
63
kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara. b. Amanat UU No.1 & 2 Tahun 1962 Sesuai dengan UU No.1 & 2 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Karantina Udara dalam hal ini memiliki maksud dan tujuan dari UU No. 6 Tahun 1962 tentang Wabah yaitu bahwasanya PPIH bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede atau KKP SoekarnoHatta juga bertugas untuk mencegah, mengawasi dan mengatasi meluasnya serta memberantas wabah.29 c. Amanat International Health Regulation (IHR) Tujuan dari IHR yaitu melaksanakan manajemen “Public Health "Emergencies of International Concern (PHEIC)”. Dengan Mencegah, Melindungi, Mengawasi dan memberikan respons terhadap kejadian yang menyebabkan penyebaran penyakit secara internasional yang mengancam keselamatan kesehatan masyarakat internasional serta mengganggu lalu lintas internasional (orang, barang dan alat angkut). 2. Fungsi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede KKP menyelenggarakan 16 fungsi yaitu30: a. Pelaksanaan kekarantinaan b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan
29 Sumber Paper, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1962, Tentang Wabah (Jakarta: Presiden Republik Indonesia, 1962), h.1 30 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah, http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/2, diakses 22 September 2016, jam 15.30 WIB.
64
c. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara d. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali e. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia f. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional g. Pelaksanaan,
fasilitasi
dan
advokasi
kesiapsiagaan
dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk h. Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara i. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor j. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya k. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara l. Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
65
m. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara n. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans kesehatan pelabuhan o. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara p. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP
BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE A. Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan, Pengawasan dan Evaluasi Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede Manajemen adalah ilmu dan seni, yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap kinerja organisasi dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi.1 Kegiatan tersebut berfungsi dalam melakukan pelayanan kesehatan jemaah haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede pada musim
haji
Tahun
2016
untuk
mengetahui
bagaimana
proses
pelaksanaannya, sebagai berikut: 1. Perencanaan (Planning) Penyelenggara kesehatan haji adalah kegiatan peningkatan kesehatan sebelum berangkat, menjaga agar kondisi jemaah tetap sehat selama menunaikan ibadah dan sampai tiba kembali di Tanah Air, serta bimbingan manasik kesehatan haji yang diikuti dengan bimbingan dan penyuluhan kesehatan yang bersifat berkelanjutan dan menyeluruh dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan, pemeliharaan kesehatan jemaah haji sesuai standar agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah haji dengan baik dan meningkatkan kemandirian jemaah haji. 1
Dian Wijayanto, Pengantar Manajemen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012),
h.2
66
67
Amanat
UU
no
13
tahun
2008,
pasal
3
tentang
penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan sebaik-baiknya bagi jemaah sehingga jemaah mampu melaksanakan sesuai ketentuan ajaran Islam. Maka untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya mulai dari segi penyediaan layanan administrasi, bimbingan
manasik
haji,
akomodasi,
transportasi,
pelayanan
kesehatan, keamaan dan hal-hal yang mendukung ibadah jemaah haji.2 Pembinaan
kesehatan
jemaah
haji
meliputi
kegiatan
penyuluhan, bimbingan manasik kesehatan haji, penyebar luasan informasi kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat yang diselenggarakan sejak jemaah mendaftar sampai 14 hari setelah kepulangan dari Arab Saudi, yang diselanggarakan oleh petugas kesehatan Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, bersama KUA dan KBIH secara terpadu dan menyeluruh (paripurna). Pembinaan kesehatan diselenggarakan di daerah asal, embarkasi/debarkasi haji, selama perjalanan dan di Arab Saudi. Kegiatan pelayanan kesehatan jemaah haji pada Dinas Kesehatan ditangani oleh bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) khusus haji yang kegiatannya meliputi bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan. Untuk melakukan semua itu, (P2PL) khusus haji melakukan langkahlangkah kegiatan. 2
Kemenkes RI Tahun 2014, Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 2014, h. 1
68
Adapun fungsi perencanaan yang diterapkan dalam pelayanan kesehatan jemaah Haji di Embarkasi Jakarta (Pondok Gede) melalui beberapa tahapan, yaitu: a. Perkiraan dan perhitungan masa selanjutnya Kemampuan untuk memperkirakan dan memperhitungkan situasi atau kebolehan kuota untuk musim haji berikutnya sangat dipertimbangkan
dan
mutlak
diperlukan
bagi
penyusunan
perencanaan suatu kegiatan yang efektif, karena keputusan dimasa yang akan datang dipengaruhi oleh keadaan dan ketaatan masa sekarang.3 Aturan kesehatan haji yang baru akhirnya keluar. Regulasi itu sudah lama dinantikan, yang kemudian dikenal Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji. Permenkes tersebut keluar pada 23 Maret 2016 yang ditandatangani Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, dan diundangkan di Jakarta pada 11 April 2016. Aturan UU yang baru ini sangat menekankan KeIstitho’ah jaamh sebelum berangkat dengan beberapa kali pemeriksan yaitu pembinaan istithaah kesehatan haji sebagai serangkaian kegiatan terpadu, terencana, terstruktur dan terukur, diawali dengan pemeriksaan kesehatan pada saat mendaftar menjadi jemaah haji sampai masa keberangkatan ke Arab Saudi.4
3
Wawancara dengan Bpk. Arif, Selaku UPT Poliklinik Ambulan, tanggal 01-09-2016 Edy Supriatna Sjafei, “Istithaah” kesehatan, aturan berhaji apa lagi?, http://www.antaranews.com/berita/574541/istithaah-kesehatan-aturan-berhaji-apa-lagi, diakses 22 September 2016, jam 20.30 WIB. 4
69
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi adalah panitia yang dibentuk oleh Menteri Agama untuk melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jemaah haji pada saat pelaksanaan operasional Ibadah Haji di Embarkasi. b. Penetapan dan perumusan sasaran untuk mencapai tujuan Dalam perencanaan, pusat kesehatan haji Kemenkes RI dalam memberikan pelayanan untuk kesehatan jemaah haji, telah merumuskan tujuan utama dari kegiatan tersebut yaitu untuk meningkatkan kondisi kesehatan jemaah sebelum berangkat ke tanah suci, tercapainya identifikasi status kesehatan jemaah yang berkualitas, kemampuan jemaah secara rohani dan jasmani, kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadah sesuai tuntutan Agama Islam. Selanjutnya upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan serta perlindungan jemaah haji, terwujudnya pencatatan data status kesehatan jemaah baik yang tidak beresiko tinggi dan beresiko tinggi yang ditandai dengan usia lebih dari 60 tahun atau memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji, pencatatan
istithaah
kesehatan haji
dan
istithaah
dengan
pendamping kemudian pencatatan jemaah haji yang memiliki gangguan jiwa berat.
70
Adapun sasaran dari Embarkasi Jakarta adalah seluruh calon jemaah haji yang terhitung masuk kloter DKI Jakarta dan Banten. Adapun jemaah haji sehat yang siap berangkat haji adalah yang telah mendapatkan ICV (Sertifikat Vaksinisasi Internasional), telah bebas penyakit menular, dan hamil terkelola. c. Penetapan Kebijakan Dalam hal kebijakan, Embarkasi Jakarta Pondok Gede menetapkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu memilih KKP Kelas 1 Soekarno Hatta sebagai Tim Penyelenggara Kesehatan Haji selama jemaah haji berada di Embarkasi. d. Penetapan Metode Adapun
metode
yang
digunakan
dalam
pelayanan
kesehatan jemaah haji di Embarkasi Jakarta, yaitu serangkaian kegiatan
yang
diawali
pengecekan
kelengkapan
dokumen
kesehatan, legalisasi / vaksinisasi, dan pemeriksaan kesehatan kepada jemaah haji.
Semua rangkaian kegiatan itu dilakukan
ketika jemaah haji sudah memasuki ruangan Gedung SG 2 sebelum penyerahan surat masuk asrama. e. Penetapan dan Prosedur Kerja Dalam melakukan tugasnya sebagai tim kesehatan maka tim kesehatan Embarkasi memiliki prosedur kerja sebagai berikut: 1) Jemaah Haji tiba di Embarkasi sesuai dengan kloter yang telah ditetapkan oleh Kementrian Agama.
71
2) PPIH Embarkasi mengarahkan semua jemaah haji untuk berkumpul di aula dan menempati kursi yang telah disediakan guna mendapatkan pengarahan. 3) Setelah pengarahan selesai, PPIH Embarkasi bidang kesehatan meminta jemaah haji untuk menyiapkan Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) masing-masing. 4) PPIH Embarkasi bidang kesehatan melakukan pemanggilan terhadap jemaah haji untuk dilakukan pemeriksaan dokumen dan kesehatan. 5) Jemaah haji menyerahkan Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) masing-masing dan tidak boleh diwakilkan. 6) PPIH Embarkasi bidang kesehatan menverifikasi identitas jemaah haji yang tertera dalam pra-manifest. 7) PPIH embarkasi bidang kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap data dan informasi kesehatan jemaah haji yang tertera dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH). 8) PPIH embarkasi bidang kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap data dan informasi surat keterangan vaksinisasi pada Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) yang meliputi: a) Identitas jemaah b) Vaksin atau profilaksis dan dosis c) Tanggal pemberian d) Tanda tangan dan nama dokter penanggung jawab e) Pabrikan dan nomor batch vaksin
72
f) Masa berlaku g) Stempel legalisasi 9) PPIH embarkasi bidang kesehatan mengisi lembar ICV di BKJH berdasarkan data dan informasi dari surat keterangan vaksinisasi dengan memberikan stempel legalisasi government dan ditanda tangani oleh dokter pelabuhan sebagai pemeriksa. Bila didapati: a) Tanggal pemberian, jenis dan register vaksin dan tanda tangan di lembar Surat Keterangan vaksinisasi tidak diisi maka PPIH embarkasi meminta data pendukung dari jemaah haji dan Dinas Kesehatan asal jemaah untuk diisikan dalam International Certificate of Vaccination (ICV). b) Pada lembar ICV sudah ditanda tangani oleh dokter dari Puskesmas/Dinas Kesehatan asal jemaah maka PPIH embarkasi bidang kesehatan akan mengganti lembar ICV dan mengisinya berdasarkan data dan informasi dari surat keterangan
vaksinisasi
dengan
memberikan
stempel
legalisasi dan ditanda tangani oleh dokter pelabuhan sebagai pemeriksa. c) Apabila dari tanggal vaksinasi diperkirakan kekebalan belum terbentuk (kurang dari 10 hari), maka jemaah tersebut ditunda keberangkatannya sampai timbul masa kekebalannya
73
d) Apabila jemaah haji belum vaksinasi maka PPIH embarkasi bidang kesehatan mengarahkan jemaah haji ke klinik untuk dilakukan vaksinasi dan membuat rekomendasi kepada Ketua PPIH penundaan keberangkatan sesuai dengan masa kekebalannya. e) Apabila jemaah belum disuntik vaksinasi karena kontra indikasi terhadap vaksin maka PPIH bidang kesehatan memberikan profilaksis kemudian jemaah diberangkatkan. 10) Bila jemaah membawa ICV maka PPIH embarkasi bidang kesehatan melakukan pemeriksaan meliputi: a) Tanggal vaksinasi b) Jenis dan nomor batch vaksin c) Masa kekebalan vaksin d) Tanda tangan pejabat berwenanng dan stempel legalisasi. 11) Jika dari hasil pemeriksaan terhadap ICV ternyata ditemukan palsu maka dilakukan sebagai berikut: a) Bila jemaah haji sudah disuntik vaksinasi meningitis maka jemaah diberikan buku baru dan diberangkatkan dengan catatan sekembali dari tanah suci diproses sesuai hokum yang berlaku. b) Bila belum divaksinasi maka PPIH mengarahkan jemaah Haji ke klinik untuk dilakukan vaksinasi dan membuat.
74
c) Rekomendasi kepada ketua PPIH penundaan keberangkatan sesuai dengan masa kekebalannya, kemudian sekembali dari tanah suci diproses sesuai hokum yang berlaku. 12) Jika pada saat pemeriksaan ditemukan kondisi sebagai berikut: a) Wanita Usia Subur (WUS) yang dicurigai hamil maka dilakukan pemeriksaan oleh bidan atas dasar anamnesa dokter. Jika ada tanda-tanda kehamilan maka dirujuk ke laboratorium untuk ditangani sesuai SOP Operasional Laboratorium dan/atau ke dokter spesialis obsgin (spesialis kandungan) di rumah sakit. b) Jika terindikasi sakit atau hasil pemeriksaan tidak lengkap atau belum dilakukan pemeriksaan kesehatan atau BKJH tidak ada maka jemaah haji diarahkan ke poliklinik untuk dilakukan pemeriksaan ulang dan lakukan penanganan sesuai SOP Operasional Poliklinik. 13) Terkait obat-obatan pribadi, PPIH embarkasi bidang kesehatan Melegalisasi dan menandatangani lembar obat oleh dokter pelabuhan dan menyampaikan bahwa jemaah haji harus mencatat obat-obat yang akan dibawa ke tanah suci dalam BKJH dengan bantuan petugas kesehatan kloter. 14) PPIH embarkasi bidang kesehatan memberikan tanda tertentu (gelang) untuk jemaah haji risti.
75
15) Jika jemaah dinyatakan layak untuk berangkat maka dokter pelanuhan
akan
menandatangani
lembar
pemeriksaan
kesehatan terakhir pada BKJH. 16) Bila ada paket perbekalan kesehatan, maka PPIH Embarkasi bidang kesehatan menyerahkan pembagian paket perbekalan kesehatan jemaah. 17) Haji melalui ketua regu jemaah haji atau langsung ke masingmasing jemaah haji. 18) Jemaah haji dipersilahkan istirahat sesuai dengan pembagian kamar yang telah ditetapkan. 19) PPIH
Embarkasi
bidang
kesehatan
mencatat
kekeliruan/kesalahan dan kelengkapan buku BKJH serta validitas ICV dari masing-masing kabupaten/kota pada formulir
record
pemakaian
lembar
pengganti
ICV,
vaksinasi/ICV palsu/BKJH. 20) PPIH embarkasi bidang kesehatan membuat laporan verifikasi stempel. 21) PPIH embarkasi bidang kesehatan membuat laporan hasil pemeriksaan akhir berupa data jumlah jemaah haji sesuai pra manifest,
data
risti,
dan
kelengkapan
dokumen
serta
menyerahkan kepada unit Surveilans Epidemiologi untuk ditindaklanjuti. f. Penentuan lokasi (tempat)
76
Dalam penentuan lokasi, sudah ditentukan tempat yang paling sesuai dan layak dengan mempertimbangkan faktor kegiatan yang akan dilaksanakan, sumber tenaga dan fasilitas atau alat perlengkapan yang diperlukan. Tempat yang digunakan untuk seluruh rangkaian kegiatan kesehatan selama di Embarkasi adalah: 1) Gedung Serbaguna (SG) 2 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede Meja dengan membuka 5 meja pelayanan bagi perempuan dan 5 untuk laki-laki. 2) Poliklinik di pintu masuk SG 2 3) Rumah Sakit Haji untuk jemaah yang di rujuk. 4) RSPI Suliyanti Saroso Sunter Permai Jakarta Utara untuk jemaah yang terkena penyakit menular. g. Penetapan biaya, fasilitas dan faktor lain yang diperlukan. Adapun sumber dana untuk pembiayaan kesehatan jemaah haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sedangkan fasilitas ambulan berasal dari ambulance poliklinik UPT Asrama Haji Pondok Gede dan ambulance dari KKP Kelas 1 Soekarno Hatta. Untuk obat berasal dari Kementrian Kesehatan yang di drop langsung oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes). Dan alat-alat medis yang digunakan ketika pemeriksaan menggunakan alat kesehatan yang tersedia di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. Sedangkan obat khusus bagi jemaah yang memerlukan telah disediakan oleh tim kesehatan dari
77
KKP Kelas 1 Soekarno Hatta yang menggunakan biaya APBN yang ada di KKP Kelas 1 Soekarno Hatta. 2. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian pelayanan kesehatan jemaah haji dapat dirumuskan sebagai rangkaian menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan pelayanan kesehatan dengan cara membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilakukan serta menempatkan dan menyusun hubungan kerja diantara para petugas. Menurut
Schermerhorn,
pengorganisasian
meliputi
pembagian
pekerjaan, penugasan, pengalokasian sumber daya dan koordinasi pekerjaan. Pengorganisasian mempunyai arti sangat penting dalam proses kegiatan manajeman karena adanya pengorganisasian rencana kegiatan menjadi mudah terlaksana. Proses pengorganisasian pelayanan kesehatan jemaah haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede yaitu dengan membentuk susunan organisasi yang dilengkapi dengan pembagian tugas yaitu menentukan orang yang bertugas serta pemberian wewenang dan tanggung jawab kepada
masing-masing
yang
bertugas.
Adanya
pembentukan
organisasi dari pihak Kesehatan yang bertugas di Embarkasi Jakarta Pondok Gede yang secara langsung bekerja sama dengan PPIH Embarkasi Jakarta Pondok Gede untuk melaksanakan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji khususnya dalam pemeriksaan kesehatan
78
jemaah haji. Tim pemeriksa kesehatan di Embarkasi yang ditunjuk oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.5 Langkah yang diterapkan oleh KKP Kelas 1 Soekarno Hatta yang
bertugas
di
Embarkasi
Jakarta
Pondok
Gede
dalam
pengorganisasian meliputi adanya: perumusan tujuan, adanya garis kewenangan,
memberikan
wewenang
kepada
masing-masing
pelaksana dan adanya pembagian tugas.6 a. Adanya perumusan tujuan yang telah ditetapkan dalam pelayanan kesehatan jemaah haji karena dengan adanya perumusan tujuan tersebut maka dapat dijadikan dasar dalam pengorganisasian sebagai wujud untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. b. Adanya garis kewenangan dari pimpinan kepada bawahan, dengan adanya struktur organisasi dan pembagian tugas, maka garis pelimpahan wewenang dan tanggung jawab organisasi dapat berjalan dengan baik. Adapun untuk memberikan pelayanan kesehatan jemaah haji selama di Embarkasi, KKP Kelas 1 Soekarno Hatta membentuk susunan organisasi yang terdiri dari: Susunan Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede Tahun 2016 M/1437 H adalah sebagai berikut:7 1) Penanggung Jawab
5
Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi dan Keuangan. Tanggal 01-01-2016 6 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi dan Keuangan. Tanggal 01-09-2016 7 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi dan Keuangan. Tanggal 01-09-2016
79
Adapun tugasnya adalah: a) memberikan saran, kritik serta ideide kepada tim kesehatan. b) memberikan bantuan baik moril ataupun materi. c) mencari solusi dan menyelesaikan setiap permaslahan yang terjadi serta d) bertanggung jawab penuh atas kegiatan yang dilakukan selama di asrama haji. 2) Ketua Tugas utama seorang ketua adalah a) sebagai pemimpin yang merencanaka, mengkoordinasi, mengontrol dan mengevaluasi setiap pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. b) melakukan negosiasi untuk kemudahan program yang direncanakan. c) bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilaksanakan. d) memimpin dan menyetujui segala keputusan rapat. e) memberikan teguran kepada tim jika tidak bekerja sesuai keputusan yang telah disepakati. f) memberikan laporan kepada atasan. g) memberikan surat perintah kepada bawahan serta h) memberikan pembagian job atau membagi tugas para bawahan. 3) Wakil Ketua Tugas dan fungsi wakil ketua adalah sebagai berikut: a) membantu atau mewakili ketua dalam mengambil keputusan atau memimpin rapat jika ketua berhalangan hadir atas izin dari ketua. b) wakil ketua memiliki wewenang atas izin ketua sebelumnya namun memiliki wewenang jika dalam keadaaan darurat. c) memberi saran, kritik dan masukan baik lisan
80
maupun tulisan. d) menggantikan ketua jika ketua keluar daerah berdasarkan mandat dari ketua. 4) Tata Usaha Adapun
tugas
dari
Tata
Usaha
adalah
melaksanakan
administrasi inventarisasi dan kelengkapan kebutuhan yang diperlukan selama kegiatan berlangsung. Dalam kepanitian Kesehatan Embarkasi tata usaha dibagi dalm 2 unit, 1) Unit Administrasi
dan
keuangan
yang
bertugas
melakukan
pencatatan dan pengeluaran kebutuhan selama kegiatan berlangsung dan yang ke 2) unit Siskohat yang bertugas untuk mendata dan melaporkan jumlah jemaah yang berangkat per kloter dan mendata jemaah yang tidak jadi berangkat dengan alasan penundaan, meninggal atau batal karena hal lain dengan memberikan keterangannya serinci mungkin.8 5) Pelayanan Kesehatan Bagian pelayanan kesehatan yang terdiri dari: a) Unit pemeriksaan akhir yang bertugas 1) memeriksa kesehatan jemaah dan memeriksa Buku Kesehatan Jemaah Haji dan keterangan telah melakukan suntik vaksinisasi. 2) memberikan gelang kepada jemaah sesuai dengan kriteria penyakit mereka. 3) memberikan paket obatan dan masker sebagai persiapan jemaah selama di Arab Saudi.
8
Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi dan Keuangan. Tanggal 01-09-2016
81
b) Unit
Polikklinik
yang
bertugas
untuk
memberikan
pemeriksaan lanjutan kepada jemaah yang sakit atau yang tidak memenuhi kriteria sehat ketika di pemeriksaan akhir. Pemeriksaan dasar ini dilakukan di ruangan poliklinik di ruangan SG 2 di asrama haji dan apabila penyakit jemaah parah maka dirujuk ke RS Haji Pondok Gede 6) Karantina dan Survelians Epidermiologi9 Uraian tugasnya adalah: a) Pelaksanaan kekarantinaan. b) Pelaksanaan pelayanan kesehatan. c) Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara; d) Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali; e) Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi dan kimia; f) Pelaksanaan jejaring sentra / simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional; g) Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang
kesehatan,
serta
kesehatan
matra
termasuk
penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk; h) Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara; i) 9
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 2 Balikpapan, 11 Tugas Pokok dan Fungsi, http://www.kkpbalikpapan.or.id/index.php/profil/tugas-pokok-dan-fungsi/11-tugas-pokok-danfungsi, diakses 22 September 2016, jam 20.50 WIB.
82
Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor; j) Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya; k) Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara; l) Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara, pelabuhan; m) Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans kesehatan pelabuhan; n) Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara; o) Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP. 7) Pengendalian Risiko Lingkungan10 a) Melaksanakan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. b) penyusunan laporan di bidang pengendalian vektor dan dan binatang
penular
lingkungan,
penyakit,
jejaring
kerja,
c)
pembinaan
kemitraan,
sanitasi
kajian
dan
pengembangan teknologi, serta pendidikan dan pelatihan bidang pengendalian risiko lingkungan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
10
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Tanjung Priok, Tugas dan Fungsi Bidang Pengandalian Risiko Lingkungan, https://kkp1tanjungpriok.wordpress.com/2010/06/04/bidangprl/, diakses 22 September 2016, jam 21.46 WIB.
83
3. Penggerakan (Actuating) Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede dan para pengurus dalam menggerakkan kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan jemaah haji yang sesuai dengan surat keputusan Menteri
Kesehatan
yang
mengacu
kepada
buku
pedoman
penyelenggara kesehatan haji, dijalankan berdasarkan kewajiban yang telah diamanatkan. Pedoman penyelenggara kesehatan haji yang dilaksankan oleh tim panitia kesehatan haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede tidak lepas dari pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah haji pada saat pelaksanaan operasional ibadah haji di Embarkasi. 4. Pengawasan (Controling) Pengawasan yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji bidang Kesehatan di Embarkasi Jakarta Pondok Gede dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yakni dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada jemaah haji baik dari sisi bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan. Dengan adanya pengawasan maka akan mengurangi kesalahan atau kekurangan sehingga kesalahan dan kekurangannya dapat langsung diperbaiki. Sebagai penunjang kesehatan jemaah haji, PPIH Bidang Kesehatan Haji melakukan fungsi pengawasan dalam manajemen sebagai berikut:
84
Pertama, menentukan standar sebagai ukuran pengawasan. Yaitu standar yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan sebuah kegiatan adalah ketika kegiatan itu berjalan dengan baik, sesuai dengan tujuan, sasaran, dan target yang diinginkan tercapai. Sebagai contohnya dalam hal pelaksanaan pengawasan ketika petugas kesehatan kloter menghadap panitia pelaksana ibadah haji Embarkasi bagian pelaporan untuk melaporkan dan menerima arahan serta mengambil buku yang harus diisi selama melakukan perjalanan untuk mendata semua keadaan jemaah baik selama di perjalanan, maupun di tanah suci. Yang bertujuan untuk memberikan arahan agar setiap petugas selalu mencatat pelaporan keadaan jemaah haji yang tergabung di dalam kloternya disetiap rangkaian acara dan akan dilaporkan ketika sudah sampai lagi di tanah air. Kedua, menentukan pengukuran pelaksanaan secara tepat, agar kegiatan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan terukur. Contonya ketika jemaah haji sudah sampai maka diberikan pemeriksaan akhir, setiap jemaah akan berbeda hasilnya. Setiap jemaah diberi bekal obat, masker dan semprotan untuk menyemprot wajah dengan air zam-zam. Jemaah yang memenuhi standar pemeriksaan kesehatan non-risti maka tidak akan diberi gelang tambahan, untuk jemaah yang sakit maka akan diberikan gelang sebagai alat deteksi dalam rangka penerapan pengendalian faktor resiko bagi jemaah Haji. Untuk gelang berwarna Merah, disematkan pada jemaah dengan usia diatas 60 tahun dan memiliki penyakit tertentu yang membutuhkan pengawasan. Kuning
85
diberikan kepada jemaah yang berusia kurang dari 60 tahun yang memiliki penyakit tertentu dan membutuhkan pengawasan. Hijau disematkan untuk jemaah berusia lebih dari 60 tahun, tanpa penyakit tertentu dan membutuhkan pengawasan. Ketiga, himbauan kepada seluruh jemaah untuk selalu menjaga kesehatan dan menjaga makanan, arahan dan himbauan ini dilaksanakan di masjid ketika jemaah selesai melaksanakan sholat berjemaah, disini jemaah diberi gambaran untuk banyak minum karena keadaan suhu di Arab Saudi yang sangat panas, dan solusi bagaimana cara mengatasi toilet antri dengan menggunakan Kantong Urine sebagai pengganti toilet darurat ketika antrian panjang. Empat membandingkan pelaksanaan dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini dapat dilihat dari hal penunjang kesehatan jemaah haji, sarana penunjang ini bisa berupa alat medis yang lengkap sehingga apapun penyakit jemaah bisa segera diobati dan ditangani dengan alat yang telah tersedia. Kursi roda untuk membantu jemaah yang sudah tidak bisa berjalan atau yang memang kesehariannya menggunakan kursi roda, dengan adanya penyediaan yang banyak memudahkan jemaah untuk tetap ke masjid walaupun dengan kursi roda karena jika kursi roda banyak maka tidak harus bergantian menggunakannya. Poliklinik yang tersedia apakah mampu melayani jemaahnya, serta sarana mobil untuk mengangkut jemaah ke penginapan dan ambulance untuk mengantarkan jemaah yang sepuh serta yang perlu dirujuk ke rumah sakit, apakah alat yang tersedia
86
sudah memenuhi kriteria atau standar kesehatan yang telah ditetapkan dan mencapai apa yang diinginkan. Lima, melakukan tindakan koreksi jika ada penyimpangan dalam proses kegiatan, jika ada kekeliruan maka harus segera diperbaiki. Tabel. 4.1 Pengawasan Kesehatan di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede PENGAWASAN KESEHATAN
NO
1.
DI ASRAMA HAJI JAKARTA PONDOK GEDE Jumlah kloter Embarkasi
-
DKI: 14 kloter.
Jakarta Pondok Gede ada
-
LPG: 13 kloter.
46 Kloter.
-
Banten: 17.
-
1 Kloter gabungan antara Jemaah Haji DKI & Banten: Kloter 45, total Jemaah Haji 392 orang.
-
1 Kloter gabungan antara Jemaah Haji DKI + Banten + Lombok + Ujung pandangan dan Aceh: Kloter 46, total Jemaah Haji 344 orang.
2.
Jumlah Jemaah Haji yang
-
Banten: 6736 orang.
melalui P3 di Asrama
-
DKI: 5799 orang.
Jemaah Haji yang dirujuk
-
82 dirujuk ke RS haji.
ada 85 orang.
-
3 dirujuk ke RSPI.
Jemaah Haji yang ditunda
-
4 orang karena baru vaksin Meningitis
Haji Jakarta Pondok Gede ada 12.535 orang. 3.
4.
ada 13 orang.
5.
Jemaah Haji yang batal
Meningkokus -
9 orang karena sakit
-
CKD on HD stadium V (Lima): 15
berangkat ada 23 orang.
orang. -
Psikosis: 1 orang.
87
-
TB BTA (+): 1 orang.
-
Dementia: 2 orang.
-
Anemia: 2 orang.
-
2 orang pendamping Jemaah Haji CKD on HD.
6.
Pemeriksaan
sanitasi
-
Hasil rata-rata baik.
-
Tidak ada.
pesawat, asrama haji dan jasa boga. 7.
Kejadian Luar Biasa di Asrama
Haji
Pondok
Gede.
5. Evaluasi (Evaluating) Evaluasi dalam suatu organisasi sangat penting, dengan adanya evaluasi kita dapat mengetahui hasil pekerjaan yang telah kita lakukan. Apakah yang dilakukan sudah berjalan maksimal sudah sesuai harapan atau belum? Apakah tujuan dan sasaran sudah tercapai atau belum? Atau apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan surat perintah yang ada atau tidak? Untuk mengetahui itu semua, maka Panitia bagian kesehatan di Embarkasi Jakarta Pondok Gede melakukan pertemuan evaluasi pemeriksaan kesehatan jemaah haji, dilaksanakan setelah rangkaian seluruh pemberangkatan dari Embarkasi dan Pemulangan dari Debarkasi selesai. Evaluasi dilaksanakan sehari penuh dengan melibatkan Kemenag, Kemenkes, dan Dinas yang membahas tentang kendala-kendala yang dihadapi. Sebagai contoh adanya jemaah yang di lapangan tidak membawa obat, karena tim kesehatan tidak mungkin
88
menyiapkan semua jenis obat atau obat khusus yang mereka gunakan.11 Menurut analisis penulis berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede, perencanaan, pengorganisasian, pengawasan serta evaluasi yang dilakukan tim petugas kesehatan sudah sangat baik dengan adanya koordinasi dan komunikasi tugas yang jelas antara tim yang bertugas, baik kesehatan, kanwil, UPT Asrama Haji, bagian Imigrasi yang mengurus paspor jemaah hingga bank yang bertugas memberikan uang living cost, semuanya saling mendukung satu sama lain dalam memberikan pelayanan selama di asrama. Pelayanan administrasi one stop service yang sangat membantu semua pihak, kemudian adanya bimbingan manasik untuk terakhir sebelum pemberangkatan sebagai gambaran keadaaan di Arab Saudi, manasik di Asrama Haji dilakukan di depan masjid yang ada Ka’bah, Sa’i hingga pelemparan jumroh juga ada sehingga jemaah sudah ada bayangan, akomodasi yang disiapkan selama di asrama haji adalah 2 bus
dari Kemenag yang akan mengantarkan
jemaah ke gedung penginapan setelah selesai di SG2, 1 ambulance untuk mengantarkan jemaah rujukan ke RS dan mengantarkan jemaah lansia ke gedung, 1 mobil ambulance dari KKP Kelas 1 Soekarno Hatta yang mengiringi jemaah ke bandara Halim Perdana Kusuma yang diantarkan oleh Damri serta adanya mobil wara-wiri untuk memenuhi kebutuhan jemaah yang ingin ke masjid.
11
Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
89
Setelah masuk asrama maka jemaah akan aman baik dari tamu yang datang maupun dari hal-hal penipuan yang tidak diinginkan, seperti tahun-tahun kemaren di Asrama haji Lampung banyak jemaah yang ditipu dalam penukaran living cost dan banyak barang jemaah yang hilang karena banyaknya orang yang tidak dikenal masuk Asrama Haji maka dari itu untuk tahun ini penjagaan di pintu Asrama Haji sangat ketat, karena ketika jemaah masuk atau berangkat maka Asrama Haji menjadi tempat yang sangat steril untuk dikunjungi, yang boleh masuk hanya petugas dan panitia serta pedagang yang memiliki kartu pengenal dari Asrama Haji sendiri, bahkan ketika Magrib sampai sebelum Isya tidak ada satu orangpun yang boleh masuk dan keluar Asrama Haji ssekalipun itu petugas. Untuk makanan jemaah tidak boleh makan dan belanja makanan di luar Asrama ketika sudah melakukan pemeriksaan sampai berangkat, jemaah sudah diberikan makan 3x sehari dari katering yang menunya berbeda-beda tapi sudah mendapatkan izin dari tim kesehatan. Jemaah juga diberikan makanan pendukung seperti roti, jus, buah-buhan, minuman kopi dan teh yang disediakan oleh bagian katering yang disetiap ruang makan gedung sudah ada. Jadi jemaah tidak ada lagi yang harus dibeli di luar, ini merupakan cara tim panitia mengawasi keadaan jemaah biar tidak terserang penyakit.
90
B. Bentuk Pelayanan Kesehatan Terhadap Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. Rangkaian pemeriksaan kesehatan pada saat kedatangan di embarkasi haji adalah sebagai berikut:12 1. Pemeriksaan kesehatan semua jemaah haji saat tiba di embarkasi terdiri dari: a. Pemeriksaan dokumen kesehatan (Buku Kesehatan Jemaah Haji, dan Surat Keterangan Imunisasi Meningitis/ICV). b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji c. Rujukan jemaah haji sakit ke Rumah Sakit rujukan embarkasi d. Rujukan jemaah haji juga ke Rumah Sakit rujukan embarkasi juga diberlakukan pada jemaah usia lanjut (60 tahun lebih) atau jemaah hamil yang belum memeriksakan kesehatannya pada Pemeriksaan Kesehatan Kedua di Rumah Sakit serta jemaah yang belum mendapat imunisasi meningitis. 2. Poliklinik Embarkasi dan Debarkasi bagi jemaah haji sakit atau konsultasi kesehatan pada saat tiba di embarkasi/debarkasi 3. Rujukan dan Perawatan di Rumah Sakit bagi jemaah haji sakit yang dirujuk oleh PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi 4. Rujukan ke daerah tempat tinggal bagi jemaah haji sakit yang dirujuk oleh PPIH bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi. 5. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji saat kepulangan (debarkasi).
12
Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun 2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri Kesehatan RI, 2009), h. 16
91
6. Pemberian alert card K3JH (Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji) kepada setiap jemaah haji. Berdasarkan analisis penulis, dapat disimpulkan bahwa bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jemaah haji pada musim haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede sudah sangat bagus dan efisien terhadap waktu. Dengan adanya pelayanan pelayanan satu atap atau One Stop Service memudahkan semua pihak dalam melakukan administrasi, baik petugas maupun jemaah haji. Ketika jemaah baru datang maka akan dipersilahkan masuk ruangan steril (Gedung SG2) untuk mendapatkan beberapa macam pelayanan baik dari bidang kesehatan maupun bidang lainnya, disini semua keperluan dan administrasi jemaah serta kebutuhan jemaah selama di Arab Saudi diberikan. Pertama jemaah akan disambut oleh panitia bagian penerangan luar untuk menginformasikan tempat duduk dan antrian jemaah, bagi yang lansia dan yang sakit (menggunakan kursi roda) maka akan diberikan tempat duduk antrian pertama dan paling depan oleh panitia supaya lebih cepat menyelesaikan urusan pemeriksaannya, jamah udzur (lansia) dan yang menggunakan
kursi
roda
akan
dibantu
membimbing dan
mendorongnya sampai ke penginapan oleh tim petugas atau mahasiswa UIN Jakarta yang melakukan Praktikum. Ketika semuanya sudah duduk maka petugas dari Kanwil (Sesuai asal kloter) akan memberikan arahan dan himbauan kepada jemaah serta menggambarkan cuaca di Arab dan menjelaskan apa saja yang harus diselesaikan di ruangan SG2. Setelah itu jemaah akan menjalani pemeriksaan kesehatan, di meja kesehatan yang
92
terdiri dari 5 meja laki-laki dan 5 meja perempuan akan memeriksa buku keterangan Imunisasi Meningitis jemaah, jika ada yang belum maka keberangkatannya akan ditunda, penundaan ini bisa sampai 10 hari lamanya setelah diberikan suntik di Embarkasi. Kemudian kesehatan jemaah diperiksa dan diberikan gelang sebagai tanda pengingat, gelang merah untuk jemaah jemaah lansia di atas 60 tahun dan berpenyakit, gelang kuning untuk jemaah di bawah 60 tahun dan berpenyakit, sedangkan gelang warna hijau untuk jemaah yang berumur di atas 60 tahun tetapi masih sehat. Setelah diberikan ggelang, jemaah yang kondisi kesehatannya maka akan dilanjutkan bagian berikutnya diantaranya penyerahan SPMA, pengambilan kartu gedung dan makan, pengambilan gelang besi sebagai pengganti identitas disana, pngeambilan paspor dan dapih serta pengambilan uang living cost sebesar 1500 riyal. Sedangkan bagi jemaah yang sakit atau belum memenuhi kriteria istithaah berdasarkan peraturan kesehatan akan dirujuk ke poliklinik yang berada di depan pintu masuk ruangan SG2, jemaah akan didampingi oleh petugas kesehatan. Ketika di poliklinik tidak sanggup dan harus dirujuk ke RS Haji maka petugas ambulance akan mengantarkannya sampai jemaah itu mendapatkan kamar, setelah sehat maka akan diurus lagi seat yang kosong untuk memasukkan jemaah yang dirawat yang sebelumnya diundur pemberangkatannya. Semua rangkaian ini sangat baik dan mendukung kesehatan jemaah dan memberikan kemudahan kepada jemaah, hanya saja ada beberapa faktor yang masih harus diperbaiki. Seperti kurangnya perhatian tim
93
kesehatan KKP Kelas 1 Soekarno Hatta ketika merujuk jemaah ke RS Asrama Haji Pondok Gede, harusnya petugas ambulance ditemani dalam menangani jemaah yang dirawat disana, karena banyaknya pertanyaan jemaah tentang penaykit dan obat yang akan dibawanya membuat petugas ambulance tidak bisa menjawab karena memang bukan bidang keilmuwannya, jadi mereka akan menjawab apa adanya sehingga jemaah kurang puas. Kemudian kurangnya armada ambulance juga mengharuskan jemaah menunggu lama, karena hanya ada 1 ambulance yang mengantarkan jemaah rujukan, mengantarkan jemaah ke asrama bagi jemaah udzur dan sakit, jemaah harus menunggu lama ambulance untuk mengantarkannya dan petugas ambulance jadi sibuk setiap saat. C. Ketentuan Jemaah Haji yang dapat Diberangkatkan Setelah Melalui Proses Pemeriksaan Kesehatan Akhir Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede Jemaah yang dapat diberangkatkan adalah jemaah yang istithaah dari segala aspek, walaupun jemaah sudah melakukan pemeriksaan kesehatan beberapa kali atau bahkan sudah mendapatkan Surat Panggilan Masuk
Asrama
(SPMA),
namun
belum
tentu
mereka
dapat
diberangkatkan. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 yang merupakan Undang-Undang baru tentang kesehatan haji, jemaah yang dapat diberangkatkan adalah:13
13
Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
94
1. Jemaah haji yang sudah mendapatkan suntik meningitis. Contoh, Jemaah perempuan yang hamil tidak boleh melakukan suntik meningitis, otomatis mereka tidak boleh diberangkatkan. 2. Jemaah yang tidak dalam proses cuci darah. 3. Jemaah yang terbebas dari virus TBC. 4. Jemaah yang terbebas dari HB rendah yaitu di bawah 8,5 karena jika HB rendah maka akan bermasalah di regulasi penerbangan karena di pesawat tekanan udaranya tinggi bisa mengakibatkan pingsan. 5. Jemaah yang sudah bebas dari HB 7 karena terpaksa harus di transfuse dulu sampai HBnya naik, rata-rata 9-10 baru boleh diberangkatkan. 6. Jemaah yang terbebas dari gagal ginjal, karena gagal ginjal tidak boleh lagi untuk tahun ini. Sebagai contoh, 2 bulan yang lalu jemaah haji tahun lalu yang terkena hitsruk baru bisa dipulangkan, jemaah ini berasal dari Padang. Berdasarkan analisis penulis, Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 yang merupakan Undang-Undang baru tentang kesehatan haji sangat membantu tim petugas yang bertugas melayani jemaah, baik yang di Tanah suci maupun di tanah Air. Dengan adanya peraturan kesehatan yang baru, berbeda dari tahun sebelumnya, ketika jemaah yang cuci darah masih boleh berangkat, tahun ini pemerintah Arab benar-benar menegaskan lagi agar tidak terlalu membebani mereka para petugas disana. Ketika jemaah yang sakit, cuci darah atau jemaah yang tidak tergolong istithaah tetap dipaksa untuk bias berangkat, yang ada sampai disana mereka bukan beribadah tapi malah
95
masuk rumah sakit, hal ini tentu membuat panitia bahkan pemerintah Arab sendiri terbebani. Seperti kasus jemaah tahun lalu yang baru dipulangkan 2 bulan belakangan karena sakit, semua biaya pemulangannya di tanggung Arab Saudi. Peraturan ini sangat membantu semua pihak, walaupun secara kasat mata merugikan jemaah yang sudah terpanggil tapi tidak bisa berangkat gara-gara penyakit yang dideritanya. Semua orang atau jemaah sebagian
besar
berkeinginan
untuk
meninggal
disana,
makanya
memaksakan diri untuk tetap bisa berangkat. Tapi disisi lain, ketika orang yang
sakit
atau
yang tidak
memenuhi
kriteria
istithaah
tetap
diberangkatkan mereka bukannya meninggal disana akan tetapi malah merepotkan orang banyak. Peraturan baru ini kurang sosialisasi kepada jemaah maka mereka jamah masih belum mengerti. Sebagai contoh, ada seorang jemaah yang harusnya berangkat dari Embarkasi Jakarta Bekasi, karena beliau hamil dan belum melakukan suntik meningitis, pihak kesehatan Embarkasi menolak pemberangkatannya namun karena belum paham dengan aturan undang-undang dan juga dampak bagi kesehatannya dan orang banyak, jemaah ini tetap memaksakan untuk berangkat tanpa suntik dan mengurusnya ke Embarkasi Jakarta Pondok Gede, tapi tetap ditolak karena semua aturan kesehatan sama. Dengan adanya kriteria sehat jemaah yang diperbolehkan berangkat akan sangat mendukung tim petugas, karena di dalam 1 kloter hanya ada 5-7 orang petugas dan hanya 3 orang petugas yang menangani
96
bidang kesehatan. 3 orang inilah yang akan menangani jemaah walaupun nanti ada juga petugas Daker dan tim kesehatan yang membantu. D. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede Faktor pendukung dan penghambat penulis muat dalam sebuah analsis SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan
untuk
mengevaluasi
kekuatan
(strengths),
kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis.14 Faktor pendukung memuat kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), diantaranya: 1. Faktor Pendukung Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji 15 a. Yang menjadi kekuatan (strengths) dari kegiatan ini adalah: 1) Adanya dukungan penuh dari pemerintah seperti anggaran dana pembiayaan dan SOP tertulis sehingga tugas yang diberikan serta kegiatan yang dijalankan jelas dan lancar. 2) Termasuk ke dalam kegiatan yang langsung dibawah kementrian. 3) SDM yang cukup dan terpenuhi kebutuhan selama kegiatan ini berlangsung.
14 Wikipedia, Analisis SWOT, https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT, diakses 22 September 2016, jam 22.00 WIB. 15 Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
97
4) Koordinasi yang baik antara lembaga yang terlibat seperti kemenag, kemenkes dan UPT asrama Haji. 5) Metode
yang
dijalankan
sudah
baik
dan
mendukung
kemudahan kegiatan. Contohnya dengan membuka 5 meja untuk menerima jemaah haji dan melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum masuk penginapan sehingga lebih cepat dalam proses administrasinya. b. Karena jumlah jemaah dan keinginan umat Islam semakin meningkat untuk melaksanakan ibadah haji, maka banyak Peluang (opportunities) yang didapatkan, diantaranya: 1) Haji merupakan keinginan semua umat Islam, hal ini menjadikan peluang baru bagi pihak yang terlibat untuk membuka usaha penyediaaan kebutuhan terutama kebutuhan kesehatan dan sanitasi haji yaitu adanya penyediaan kantong peepis sebagai bentuk mewujudkan dan mengambil peluang usaha. 2) Dengan meningkatnya jumlah jemaah maka meningkat pula pembimbing dan petugas kesehatan yang harus berangkat, sehingga para petugas yang sesuai kebutuhan (misalnya petugas kesehatan) tidak harus menunggu lama untuk berhaji, karena banyak kesempatan untuk menjadi petugas. Sedangkan faktor penghambat memuat kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats), diantaranya:
98
2. Faktor Penghambat Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji a. Kelemahan (weaknesses) dari kegiatan ini yaitu: 1) Kurangnya
tenaga
medis
dari
PPIH
embarkasi
yang
mendampingi jemaah ketika jemaah sakit dan dirujuk ke rumah sakit sehingga jemaah tidak bisa berkonsultasi banyak tentang penyakitnya dalam ketentuan laik terbang. 2) Kurangnya fasilitas ambulance untuk mengantarkan dan memenuhi
kebutuhan
jemaah
sehingga
jemaah
harus
menunggu ketika harus masuk dan diantarkan ke gedung penginapan, atau rumah sakit. 3) Belum ada permenkes karantina kesehatan jemaah haji sebagai payung hukum, permenkes 15 tahun 2016 belum memuat peran KKP di embarkasi. b. Adapun ancaman (threats) selama kegiatan ini berlangsung adalah: 1) Banyaknya jemaah haji yang tidak memenuhi aturan sehat dan memaksakan diri untuk berangkat, sehingga menambah beban petugas dan mengurangi kepercayaan Arab Saudi terhadap jemaah Indonesia, karena pemerintah masih meloloskan padahal dari pemerintah sendiri sudah melarang tapi jemaah kurang memahami. 2) Kurang patuhnya jemaah terhadap aturan pemerintah, contoh ketika sudah dilarang makan diluar ketika sudah masuk asrama, dikhawatirkan akan memicu kesehatan jemaah, tapi mereka masih melakukan dan tidak menghiraukan ancaman tersebut.
99
3) Ada jemaah yang sakit dadakan contohnya ada yang asmanya kambuh sehingga harus dirujuk kembali. 4) Seringnya keterlambatan ketika datang dan masuk ke asrama haji sehingga telat juga melakukan pemeriksaan kesehatannya. Keterlambatan bisa mempengaruhi kloter berikutnya yang sudah terjadwal, sehingga sering terjadi penumpukan jemaah. Sebagai contoh, jemaah yang terhitung dalam kloter DKI sering
datang
berkelompok
dan
terlambat
sehingga
menyulitkan tim panitia untuk melayani. Kloter Banten datang lebih cepat dari waktu yang ditentukan, ada beberapa kloter yang tabrakan karena kloter DKI yang harusnya masuk jam 3 sore baru datang sebelum magrib, dan kloter Banten yang harusnya masuk jam 9 malam sudah datang sebelum magrib, sehingga terjadi penumpukan jemaah dan kloter Banten yang datang terlalu cepat harus diamankan dulu ke masjid.16 5) Jemaah yang datangnya sedikit-sedikit untuk kloter DKI (tidak sesuai jadwal), sehingga mempersulit petugas untuk melakukan pemeriksaan, pelaporan dan istirahat.17
Berdasarkan
pengamatan penulis selama penelitian,
faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam sebuah kegiatan sudah pasti ada.
16 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi dan Keuangan. Tanggal 30-08-2016 17 Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
100
Apalagi kegiatan yang melibatkan orang banyak, kegiatan melayani tamu Allah agar mempermudah mereka sampai ke Tanah Haram. Dalam kegiatan ini banyak faktor yang mendukungnya, karena haji merupakan program dan kegiatan yang berada di bawah pemerintah dan haji Indonesia merupakan jemaah terbanyak, serta jadwal menunggu keberangkatan yang lama. Sehingga banyak pihak yang ikut serta dalam mensukseskan kegiatan ini. Walaupun banyak pihak yang terlibat, tidak membuat kegiatan di Asrama Haji ini tergangggu, bahkan sangat membantu karena semua pihak yang ikut serta dalam kepanitian melakukan koordinasi yang baik antara yang satu dan yang lainnya. Pembagian tugas sesuai dengan bidangnya menambah kemudahan kepada panitia dalam menyelesaikan pelayanannya. SDM yang cukup menjadi faktor pendukung jalannya kepanitian, dengan adanya SDM maka kebutuhan jemaah dan kebutuhan tim pelaksana seperti makan dan uang sakunya terpenuhi. Ketika semua kebutuhan telah terpenuhi maka semangat kerja akan meningkat. Metode pembukaan meja yang banyak juga menjadi faktor pendukung tim kesehatan sehingga pemeriksaannya cepat dan mudah diselesaikan. Namun, walaupun dari pihak panitia pelaksana dan pemerintah sudah menyiapkan semaksimal mungkin namun kendalan di lapangan tetap ada sebagai faktor penghambat jalannya kegiatan dengan baik. Salah satu faktor yang menghambatnya adalah jemaah yang datangnya sering terlambat, sedikit-sedikit dan tidak menyeluruh. Ketika jemaah datang tidak sesuai dengan jadwal, dan sedikit-sedikit maka akan
101
mempersulit tim panitia untuk melakukan pemeriksaan hingga sampai ke penginapan, karena semua panitia harus bekerja 2 kali. Misalnya, untuk memberikan arahan sebelum administrasi dilaksanakan, PPIH Embarkasi Jakart Pondok Gede akan memberikan arahan sebelum dimulai, kalau jemaah dari Banten yang datang maka yang bertugas Kanwil Banten begitu juga sebaliknya, ketika jemaah datang sedikit maka presentasi dilakukan berkali-kali setiap ada rombongan yang datang. Begitu juga denagn petugas kesehatan yang seharusnya sudah istirahat masih dalam proses melayani.
BAB V PENUTUP Berdasarkan uraian dan pengertian mengenai “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede” yang telah diuraikan sebelumnya dalam beberapa bab yang dikumpulkan melalui proses penelitian dengan melakukan studi kepustakaan, pengamatan, dan wawancara. Maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Manajemen Pelayanan Kesehatan Terhadap Jemaah Haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede 2016 sudah sangat bagus dan menjalankan tugas berdasarkan
fungsi
manajemen
yang
terdiri
dari
perencaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan sebagai proses berjalannya kegiatan. Dengan adanya perencanaan yang tersusun, pengorganisasian yang terstruktur, penggerakan yang berjalan sesuai rencana serta evaluasi memudahkan kinerja dalam memberikan pelayanan kepada jemaah dalam meningkatkan status kesehatan dan kemandirian jemaah dalam melaksanakan ibadah haji.
102
103
2. Adapun bentuk pelayanan yang diberikan kepada jemaah selama di Embarkasi adalah sebagai berikut: Pemeriksaan kesehatan semua jemaah haji saat tiba di embarkasi terdiri dari : a) Pemeriksaan dokumen kesehatan (Buku Kesehatan Jemaah Haji, dan Surat Keterangan Imunisasi Meningitis/ICV). b) Pemeriksaan kesehatan jemaah haji. c) Rujukan jemaah haji sakit ke Rumah Sakit rujukan embarkasi. d) Rujukan jemaah haji juga ke Rumah Sakit rujukan embarkasi juga diberlakukan pada jemaah usia lanjut (60 tahun lebih) atau jemaah hamil yang belum memeriksakan kesehatannya pada Pemeriksaan Kesehatan Kedua di Rumah Sakit serta jemaah yang belum mendapat imunisasi meningitis. e) Poliklinik Embarkasi dan Debarkasi bagi jemaah haji sakit atau konsultasi kesehatan pada saat tiba di embarkasi/debarkasi. f) Rujukan dan Perawatan di Rumah Sakit bagi jemaah haji sakit yang dirujuk oleh PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi. g) Rujukan ke daerah tempat tinggal bagi jemaah haji sakit yang dirujuk oleh PPIH bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi. h) Pemeriksaan kesehatan jemaah haji saat kepulangan (debarkasi). i) Pemberian alert card K3JH kepada setiap jemaah haji. 3. Tidak semua jemaah yang telah mendapatkan Surat Panggilan Masuk Asrama (SPMA) dapat berangkat ke tanah suci, karena di Embarkasi diberikan test kesehatan terakhir untuk mendapatkan izin layak pergi atau tidak. Di Embarkasi jemaah diberi beberpa gelang yang berbeda warnanya sebagai penanda kesehatan jemaah. Adapun jemaah yang bisa diberangkatkan adalah sebagai berikut: a) Jemaah haji yang sudah
104
mendapatkan suntik meningitis. Contoh, jemaah perempuan yang hamil tidak boleh melakukan suntik meningitis, otomatis mereka tidak boleh diberangkatkan. b) Jemaah yang tidak dalam proses cuci darah. c) Jemaah yang terbebas dari virus TBC. d) Jemaah yang terbebas dari HB rendah yaitu di bawah 8,5 karena jika HB rendah maka akan bermasalah di regulasi penerbangan karena di pesawat tekanan udaranya tinggi bisa mengakibatkan pingsan. e) amaah yang sudah bebas dari HB 7 karena terpaksa harus di transfuse dulu sampai HBnya naik, rata-rata 9-10 baru boleh diberangkatkan. f) Jemaah yang terbebas dari gagal ginjal, karena gagal ginjal tidak boleh lagi untuk tahun ini. Sebagai contoh, 2 bulan yang lalu jemaah haji tahun lalu yang terkena hitsruk baru bisa dipulangkan, jemaah ini berasal dari Padang. 4. Setiap kegiatan yang dilakukan tidak lepas dari hambatan dan dukungan. Adapun faktor penghambat tim kesehatan adalah sebagai berikut: a) sering terjadi keterlambatan jemaah untuk memenuhi panggilan masuk asrama. b) jemaah yang datang sedikit-sedikit sehingga mengharuskan panitia memberikan pelayanan berkali-kali. c) adanya jemaah yang dadakan sakit ketika sudah saatnya berangkat. Dan faktor pendukung dalam memberikan pelayanan ini adalah: a) koordinasi yang baik antara pihak yang terlibat. b) SDM yang cukup baik dari tenaga maupun peralatan medis. c) anggaran yang digunakan langsung dari pemerintah. d) metode yang dijalankan sangat baik dengan membuka 5 meja pelayanan sekaligus (5 perempuan dan 5 untuk laki-laki)
105
B. Saran 1. Diharapkan lebih mempertegaskan peraturan dan undangan bagi jemaah khusus panggilan masuk asrama agar tidak ada lagi penumpukan jemaah yang datang. 2. Sosialisasi bagi pengurus provinsi atau petugas kloter agar jemaah yang datang dan masuk asrama datang secara bersamaan dan menyeluruh, untuk memudahkan petugas dalam memberikan pemeriksaan dan pelayanan hingga jemaah bisa cepat sampai ke gedung asrama untuk beristirahat. 3. Menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang sesuai dan berkualitas baik, untuk menunjang pelayanan dan kemudahan jemaah selama berada di asrama haji. Sebagai contoh: Memperbanyak kursi roda sehingga jemaah bisa memakai kursi roda untuk ke masjid bagi yang membutuhkan. 4. Perlunya pendamping dari KKP Kelas 1 Soekarno Hatta untuk mewakili rujukan ke rumah sakit sehingga mengetahui secara langsung kondisi kesehatan jemaah yang bisa diberangkatkan antara petugas KKP Kelas 1 Soekarno Hatta dengan dokter rumah sakit yang dirujuk agar dapat mengkonfirmasikan kepastian berangkat jemaah haji secara jelas.
DAFTAR PUSTAKA Ambary, Hasan Muarif., dkk. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001. Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara, 1996. Departemen Agama R.I. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Jakarta. TA’LIMATUL HAJI: Peraturan Pemerintah Arab Saudi Tentang Penyelenggaraan haji. Jakarta: Direktorat Jenderal Penerangan, Humas dan Penyuluhan Arab Saudi, 2002. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam; Jemaah. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Ditjen PHU, Kementerian Agama RI. Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia. Jakarta: Ditjen PHU Kemenag RI CV. Duta Peraga, 2010. Gani, Ascobat. Aspek-aspek Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press, 1995. Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992. Hasibuan, Malayu SP. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Gunung Agung, 1986. Herlambang, Susatyo dan Arita Murwani. Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen publishing, 2012. Herujito, Yayat M. Dasar-dasar manajemen. Jakarta: Grasindo, 2001. Kadarman, AM. dan Yusuf Udaya. Pengantar lmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994.
106
107
Kartono, Ahmad. Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan Ibadah Haji: Menurut Empat Mazhab. Jakarta:2016. Kasmir. Etika Customer Service. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005. Kemenag RI Dirjen PHU. Realita Haji Indonesia. Jakarta: Kementrian RI Dirjen PHU, 2008. Kemenkes RI Tahun 2014. Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun 2009. tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Jakarta: Menteri Kesehatan RI, 2009. Madjid, Nurcholish. Perjalanan Religius Umrah dan Haji. Jakarta: Paramadina, 1997. Moekijat. Kamus Manajemen. Bandung: CV. Mandar Maju, 1990. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Mughniyah, Muhammad Jawab. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera, 2011. Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. Nizam, Ahmad dan Alatif Hasan. Manajemen Haji. Jakarta: Zikru Hakim, 2000. Noor, Juliansyah. Metode Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Imiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012. ---------------------. Penelitian Ilmu Manajemen: Tinjauan Filosofis dan Praktis. Jakarta: Fajar Indrapratama Mandiri, 2013.
108
Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji. Departemen Kesehatan RI: 2009. Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji. Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI: 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.2407/menkes/per/XII/2011. Tentang Pelayanan Kesehatan Haji. Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI: 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016. Tentang Istithaah kesehatan Jemaah Haji. Jakarta: Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI, 2016. Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta. Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji 2016. Jakarta: KKP Kelas I Soekarno-Hatta, 2016. Sanie, Abdul. Manajemen Organisasi. Jakarta: Bina Aksara, 1992. Siagian, Dergibson dan Sugiarto. Metode Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000. Siagian, Sondang P. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005. Simbolon, Maringan Masry. Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004. Stahhope, Marcia dan Jeanette Lancaster. Perawatan Kesehatan Masyarakat. Bandung: UPAD, 1990. Subekti. Kitab Undang-Undang. Jakarta, PT Pradnya Paramita, 1990. Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito, 1980. Syarifuddin, Amir. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2010.
109
Thoha, Miftah. Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993. Undang Undang Repunlik Indonesia Nomor 6 Tahun 1962. Tentang Wabah. Jakarta: Presiden Republik Indonesia, 1962. Usman, Husain dan Setiady Akbar, Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003. Wijayanto, Dian. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012. Winardi. Asas-Asas Manajemen. Bandung: Bandar Maju, 2010.
Internet Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
20
September
2016
dari
http://indopos.co.id/sejarah-penentuan-kuota-haji-mengacu-ktt-oki-pada1987/ Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
20
September
2016
dari
2016
dari
http://republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnalhaji/16/03/16/o447id313-menag-kuota-haji-2016-tetap-168800 Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
20
September
http://www.beritajakarta.com/read/34022/5628_Jemaah_Haji_DKI_Dibera ngkatkan_Dalam_15_Kloter#.V_j0LeV97Mw Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
20
September
2016
dari
http://gorontalo.antaranews.com/berita/25109/kemenag-imbau-calon-hajiantisipasi-musimpanas?utm_source=fly&utm_medium=related&utm_campaign=news
110
Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
20
September
2016
dari
http://www.gomuslim.co.id/read/news/2016/03/18/85/suhu-terpanasiringi-musim-haji-2016.html Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
21
September
2016
dari
http://www.academia.edu/8755465/MANAJEMEN_KESEHATAN Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
21
September
2016
dari
tanggal
22
September
2016
dari
http://kbbi.web.id/jemaah Artikel diakses
pada
hari
selasa
http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/haji-tempodoeloe/15/08/20/nte2u2257-haji-dan-perlawanan-terhadap-penjajah Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
2016
dari
22
September
2016
dari
September
2016
dari
2016
dari
2016
dari
http://www.kkpsoetta.com/web/profil Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/1 Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838 Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838 Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
http://sejarahkkp.blogspot.co.id/2007/08/karantina-dari-masa-kemasa.html Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
2016
dari
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/10/12282647/sejarah.asrama.haj i.berawal.dari.wabah.kolera.
111
Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
2016
dari
http://asramahajipondokgedejakarta.blogspot.co.id/2011/06/latarbelakang-pendirian-asrama.html Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
2016
dari
https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarahpelayanan-kesehatan-haji-indonesia/ Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
2016
dari
2016
dari
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
https://jatim.kemenag.go.id/files/jatim/file/file/Haji2016/fpkx1464521568. pdf Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
2016
dari
September
2016
dari
http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/2 Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
http://www.kkpbalikpapan.or.id/index.php/profil/tugas-pokok-danfungsi/11-tugas-pokok-dan-fungsi Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
September
2016
dari
https://kkp1tanjungpriok.wordpress.com/2010/06/04/bidang-prl/ Artikel diakses
pada
hari
selasa
tanggal
22
https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT
September
2016
dari
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Dokumentasi CALON JEMAAH HAJI
PEMERIKSAAN CALON JEMAAH HAJI
ANAMNESA CALON JEMAAH HAJI
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
PEMAKAIAN GELANG RISTI
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
EDUKASI PAKET OBAT HAJI
PELAYANAN KLINIK
Lanjutan Lampiran 1. Foto Dokumentasi
PROSES PEMERIKSAAN KESEHATAN AKHIR ONE STOP SERVICE
SISKOHAT KESEHATAN
SURVEI KEPUASAN PELANGGAN
Lanjutan Lampiran 1. Foto Dokumentasi PAKET OBAT HAJI
LIMA (5) MEJA UNTUK PEMERIKSAAN KESEHATAN JEMAAH HAJI
POLIKLINIK
SEKRETARIAT KESEHATAN
AMBULANCE UNTUK RUJUKAN KE RUMAH SAKIT HAJI
AMBULANCE DARI KKP SOEKARNO HATTA
AMBULANCE DARI UPT ASRAMA HAJI
PELAYANAN KESEHATAN DI LAKSANAKAN DI GEDUNG SERBAGUNA 2
WAWANCARA DENGAN IBU Dr. Theresia Hermin, S.W SELAKU KASIE KESEHATAN MATRA DAN LINTAS WILAYAH KKP KELAS I SOEKARNO-HATTA
RUMAH SAKIT HAJI
Lampiran 2. Grafik Jemaah Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede
Lanjutan Lampiran 2. Grafik Jemaah Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede
HASIL WAWANCARA Nama
: Rachmat Ohello
Jabatan
: Pelaksana Operasional Teknis KKP Soekarno Hatta
Tempat
: Gedung D I As Shafa, Asrama Haji Jakarta Pondok Gede
Hari/Tanggal : Selasa, 30 Agustus 2016 Waktu
: 08.59 WIB
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Kesehatan Haji Embarkasi? Tanya dibagian Puskes Haji atau minta buku tentang kesehatan ke Kementrian Kesehatan yang berada di Kuningan. 2. Untuk Visi, Misi Tim Kesehatan di Embarkasi sendiri bagaimana? Untuk visi dan misinya mengacu kepada visi misi pusat yaitu KKP Soekarno Hatta dan semua visi misi kesehatan di seluruh Indonesia sama. 3. Apakah tim kesehatan di Embarkasi semuanya orang KKP Soekarno Hatta? Iya, tim kesehatan yang bertugas adalah tim dari KKP Soekarno Hatta dan KKP Halim Perdana Kusuma sebagai Wilayah Kerja dari Pelabuhan Soekarno Hatta. 4. Bagaimana susunan pelayanan yang diberikan selama di Gedung Serba Guna 2 (one stop service)? Ketika jemaah baru datang dan memasuki Gedung Serba Guna 2 maka diberi arahan, kemudian diperiksa kesehatannya oleh tim kesehatan yang
menyediakan 5 meja pelayanan untuk perempuan dan 5 untuk laki-laki. Jika jemaah sakit atau tidak memenuhi kriteria sehat maka diperiksa di poliklinik, hasil tes pemeriksaannya dibawa ke laboratorium, ketika sakitnya parah atau tidak bisa ditangani di poliklinik maka dirujuk ke rumah sakit Haji menggunakan Ambulance yang sudah disediakan oleh kesehatan Unit Pelaksana Teknis Pondok Gede. Jemaah yang memenuhi kriteria sehat tanpa harus diperiksa ulang maka diantarkan ke gedung untuk istirahat menggunakan bus yang telah disediakan. 5. Bagaimana bentuk struktur organisasi Kesehatan haji di Embarkasi? Bentuk organisasinya berada dibawah PPIH Embarkasi, untuk susunannya sendiri bisa diminta ke panitia bagian kesehatan. 6. Susunan struktur ini dipilih oleh Kemenag atau Kemenkes? Susunan dan struktur dari kesehatan sendiri dipilih oleh PusKes haji yang meminta personil data untuk panitia Embarkasi dan Debarkasi. nanti minta informasinya di PusKes Haji 7. Ada berapa orang jumlah jemaah dari DKI dan Banten? Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibagian manifest. Atau setiap selesai penerimaan kloterbisa ditanyakan ke meja pemeriksaan kesehatan. 8. Bagaimana susunan jadwalnya? Bisa dilihat di manifest, misalnya jemaah kloter 33 datang tanggal 30 Agustus jam 08.00 berangkatnya besoknya tanggal 31 Agustus. 9. Pembiayaan dan Fasilitasnya bagaimana? Tanya kepada Pak Yuliandri sebagai ketua bagian Administrasi dan Keuangan karena ini termasuk proyek, sebenarnya di buku sudah ada.
10. Apa kendala dalam pemeriksaan jemaah pak? Kendalanya jemaah sering datang terlambat tidak sesuai sama jam yang telah tercantum di Rencana Jadual Pemberangkatan dan Pemulangan Jemaah Haji Embarkasi Jakarta (GA) Tahun 1437 H / 2016 M dan kadang jemaah datangnya tidak sekaligus jadi membuat panitia duduk lama menunggu. 11. Jumlah jemaah per kloter berapa pak? Untuk tahun ini menggunakan boeing penerbangan yang kecil, jemaahnya hanya 388 ditambah petugas jadi totalnya 393. Berbeda dari tahun kemaren yang mampu mengangkut 450 an jemaah. 12. Faktor pendukung sehingga KKP mampu melaksankan sesuai mandat dan tugas yang diberikan? Salah satunya adalah dengan membuka meja yang banyak, yaitu 5 untuk laki-laki dan 5 untuk perempuan sehingga jemaah tidak terlalu lama menunggu dan cepat terlayani sehingga bisa cepat istirahat. Untuk faktor selanjutnya, anda bisa lihat sendiri selama anda melakukan penelitian disini.
TTD
Rachmat Ohello
HASIL WAWANCARA Nama
: Dr. Theresia Hermin SW
Jabatan
: Kasi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah KKP Kelas 1 Soekarno Hatta
Tempat
: Gedung SG 1 Poliklinik, Asrama Haji Jakarta-Pondok Gede
Hari/Tanggal : Selasa, 30 Agustus 2016 Waktu
: 09.44 WIB
1. Bagaimana proses kesehatan di asrama haji dan aspek-aspek pelayanan yang diberikan selama di asrama haji? Jawab: sudah tau tentang PerMenKes 15-16 tahun 2016, PerMenKes yang terbaru. Mari kita ke Poli saja untuk mengetahuinya. Aspek yang diperiksa: a. Mereka (jemaah) akan mendapatkan panggilan sekitar 4-6 bulan untuk melakukan pemeriksaan pertama di Puskesmas. b. Jika hasil yang pertama sudah keluar akan digolongkan lagi menjadi 4, yaitu: Isthito’ah (contohnya jemaah yang sehat, bugar tanpa kendala dibagian kesehatannya), isthito’ah sementara, tidak isthito’ah sama sekali (misalnya yang terdapat di PerMenKes ini jemaah itu sakit ginjal greatnya 4, cuci darah, apalagi komplikasi. Tahun ini sudah tidak diizinkan untuk berangkat karena perkiraan cuaca disana 47-50 derajat, tanpa cuci darahpun banyak yang kena Histruk, tahun lalu saja banyak
yang meninggal, isthito’ah dengan pendamping misalnya lansia-lansia yang butuh pendamping. c. Setelah pemeriksaan pertama mereka dapat panggilan lagi dari puskesmas untuk pemeriksaan kedua sekalian suntik meningitis, ini dilakukan di Puskesmas. Kemudian setelah dilakukan suntik meningitis dilihat lagi keisthito’ahan mereka. Ini akan mendapatkan rekomendasi dari puskesmas, jika rekomendasinya sehat maka mereka akan mengambil surat ke KanWil maka setelah itu akan terbit SPMA (Surat Panggilan Masuk Asrama). Setelah pemeriksaan kedua jaraknya bisa 1 bulan lebih untuk masuk asrama. Selama 1 bulan ini kesehatan mereka bisa berubah, seperti kemaren ada yang jatu dan ketabrak, maka hasilnya akan berubah. d. Baru yang ketiga di asrama, disini dilakukan lagi pemeriksaan layak terbang dan menyisir kalau dipemiksaan 1 dan 2 yang lolos dipemeriksaan padahal mereka tidak isthito’ah. Ada yang kelewat karena saking banyaknya yang diperiksa, misalnya gagal ginjal. Untuk tahun lalu gagal ginjal diperbolehkan berangkat tapi untuk tahun ini sudah tidak diperbolehkan lagi karena pemerintah Arab sudah memberikan peringatan agar kita tidak terlalu membebani mereka dengan memberangkatkan jemaah yang tidak isthito’ah. Memang semua orang berniat untuk meninggal disana tapi kan kenyataannya tidak bisa begitu. Tahun lalu sekitar 20 orang yang dievakuasi bahkan 2 bulan yang lalu jemaah asal Padang baru dipulangkan karena kena Histruk dan untuk semua dana pemulangannya
ditanggung oleh Arab Saudi. Yang jadi titik focus sekarang adalah jemaah yang TBC dan kumannya masih ada maka tidak akan diberangkatkan dan untuk yang tidak melakukan suntik maka untuk sementara akan ditunda. Contoh ada kloter pertama yang belum disuntik kemudian dilakukan suntik ketika sudah masuk asrama haji maka keberangkatannya ditunda 10 hari. Selanjutnya yang tidak bisa diberangkatkan lagi adalah yang HB nya rendah, dibawah 8,5 karena ini untuk regulasi penerbangan karena di pesawat suhunya tinggi, jemaah bisa pingsan di atasnya, maka kalau pingsan pesawat harus force Landing dan jemaah yang pingsan ditinggalkan. Kalau tidak force landing maka ketika pesawat landing harus dibawa langsung ke rumah sakit. 2. Kenapa orang hamil tidak boleh berangkat, bu? Jawab: karena mereka belum di vaksin kecuali yang usia kandungannya 1426 Minggu dan sudah di vaksin. 3. Apa saja yang di dapat di meja depan tempat pemeriksaan, bu? Jawab: Pertama cek kesehatan dan diberi gelang. Gelang hijau untuk lansia di atas umur 60 tahun dan sehat, gelang merah untuk lansia dan berpenyakit, gelang kuning untuk jemaah di bawah 60 tahun dan berpenyakit, misalnya Hipetensi. Kemudian mereka dapat obat-obatan, masker dan sprei (botol) untuk semprotan air zam-zam. 4. Untuk pembiayannya sendiri di fasilitsi dari mana, bu? Jawab: kita mendapatkan dari APBN dan untuk obat-obatan di drop oleh BinFar. Obat-obtanya tidak hanya untuk haji regular tapi haji khusus juga.
Nanti ONH Plus akan mengambilnya kesini. Dari KKP Soekarno Hatta juga menyediakan obat-obat yang tidak di drop oleh BinFar misalnya obat khusus yang biasanya dibutuhkan jemaah haji berdasarkan tahun sebelumnya. 5. Apa kendala untuk pemeriksaan kesehatan ini, bu? Jawab: Jemaahnya datang terlambat dan kalau DKI jemaahnya datang sedikit-sedikit. 6. Siapa saja yang memegang organisasi bidang kesehatan di Embarkasi Jakarta Pondok Gede, bu? Jawab: disini PPIH asrama Haji, kanwilnya dari kemenag sini, kita hanya petugas kesehatan dari KKP Soekarno Hatta. Biasanya kalau jemaah dari Banten maka KKP dan DinKes Banten juga akan mendampingi sampai masuk asrama haji. 7. Bagaimana sistem perencanaanya, bu? Jawab: untuk perencaan ini biasanya 1 tahun sebelumnya, untuk perencaan tahun depan sudah diaudit tahun ini bersama Irjen, Biro perencanaan baru disahkan jadi RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran-Kementrian Lembaga) per Januari 2017 akan terbit daftar isian anggaran (DIPA) sebagai acuan untuk kergiatan 2017 dan disana ada uangnya termasuk uang transport untuk petugas. 8. Apa faktor pendukung kegiatan ini bu? Jawab: Koordinasi antara semua pihak yang terlibat seperti Kanwil, Kemenkes dll. SDM, metode yang dijalankan contoh dibuka 5 meja untuk melayani, anggaran.
9. Bagaimana
pengawasan
yang
dilakukan
oleh
tim
kesehatan
Embarkasi, bu? Jawab: Berdasarkan Buku Kesehatan yang ada. Kalau untuk yang mengawasi tim kesehatan ada Irjen, Komisi VIII, dan ada ISO 2015. 10. Apakah ada bimbingan untuk petugas sebelum masuk asrama haji dan menjalankan tugasnya, bu? Jawab: Sebelum masuk Embarkasi ada pelatihan PPIH 2 kali, semua petugas dilatihdan terintegrasi oleh KanWil, KeMeNag, KeMenKes dan Dinkes. Semuanya dilatih di Embarkasi. Petugas PPIH juga dilatih. 11. Bagaimana dengan evaluasinya, bu? Jawab: Biasanya diadakan evaluasi dan pertemuan setelah Embar-Debar (setelah musim haji selesai). 12. Bagaimana dengan pemeriksaan kesehatan mereka setelah pulang, bu? Jawab: Kita tim kesehatan diberi waktu 2 jam untuk memeriksa mereka keseluran (1 kloter), setelah itu baru diberikan paspor mereka.
TTD
Dr. Theresia Hermin SW
HASIL WAWANCARA Nama
: Yuliandri, SKM, M.Kes
Jabatan
: Ketua Unit Administrasi dan Keuangan
Tempat
: Gedung SG 1 Sekretarian KesehatanAsrama Haji Jakarta-Pondok Gede
Hari/Tanggal : Kamis, 01 September 2016 Waktu
: 11.32 WIB
1. Kapan mulai terbentuknya panitia kesehatan haji pak? Jawab: Berdasarkan permintaan dari Puskes haji yang meminta data panitia untuk Embarkasi dan Debarkasi. mereka mengeluarkan surat perintah untuk membentuk personil untuk seluruh Indonesia. Untuk mengetahui awal terbentuknya tanya di Puskes Haji. 2. Bagaimana dengan struktur PPIH bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Podok Gede nya pak? Jawab: Untuk strukturnya, sama seperti Embarkasi di seluruh Indonesia. 3. Bagaimana dengan perencananya pak? Jawab: Sebelum jamah masuk asrama maka semua personil sudah menyiapkan semua kebutuhannya, bahkan sampai ke ATK sudah disiapkan seluruhnya. Sebelum hari H diundang semua pihak yang terlibat untuk menjelaskan kinerjanya. TTD
Yuliandri, SKM, M.Kes
HASIL WAWANCARA Nama
: Arif
Jabatan
: Bagian Kesehatan Ambulance dan UPT Asrama Haji
Tempat
: Rumah Sakit Haji Jakarta-Pondok Gede.
Hari/Tanggal : Kamis, 01 September 2016 Waktu
: 15.48 WIB
1. Sekarang langsung ngejemput jemaah pak? Tidak, ini mau mengantarkan jemaah yang sakit dan yang mau dirujuk. 2. Apa hubungan KKP dengan petugas ambulance Pondok Gede pak? Kita (bagian ambulance AsHaj) membantu KKP untuk merujuk jemaah yang harus dibawa ke rumah sakit, kemudian setelah selesai di rawat maka kita antarkan lagi kebagian KKP dan kita uruskan keberangkatannya. Jika ditunda maka dicarikan seat yang kososng di kloter berikutnya. Selain itu kita yang dibagian ambulance juga bertugas mengantarkan mereka yang sakit ke penginapannya setelah diperiksa di ruangan steril (GSG2). Jika tidak sesuai kondisi jemaah dengan kamarnya maka kita uruskan lagi perpindahan kamarnya kebagian petugas gedung. Misalnya ada jemaah yang memakai kursi roda dan ditempatkan di lantai 3 sedangkan tidak ada lift kecualai gedung D3, maka kita usahakan untuk dipindahkan ke bawah. 3. Apa kendala bapak dalam menangani jemaah?
Dengan adanya peraturan baru tapi masih kurang sosialisasinya, maka jemaah yang tidak layak terbang memaksakan diri untuk tetap berangkat, bahkan sudah dirujuk tapi mereka tetap tidak percaya dengan aturan baru yang kalau penyakit yang mereka derita tidakboleh berangkat tidak seperti tahun sebelumnya. Dan diharapkan tahun berikutnya ada dari pihak KKP yang menemani jemaah ketika dirujuk karena kalau dari kita orang KanWil tidak nyambung dengan keilmuwan kita. Sebaiknya orang kesehatan langsung biar tau keadaan pasien dan obat-obtanya. Ketika jemaah yang sakitbertanya kita tidak bisa menjawab makanya diharapkan pihak KKp juga ikut menemani. Kemudian kekurangan ambulance dan tidak ada oksigen yang tersedia di dalam ambulance. 4. Berapa ambulance yang tersedia pak? Untuk yang dirujuk hanya 1 ambulance, jadi kita harus bolak balik dan jemaah agak lama menunggu. Ambulance yang dari KKP ada, tapi digunakan untuk merujuk ke RSPI Suryanti Saroso dan untuk mengiringi jemaah ke bandara Halim Perdanakusuma.
TTD
Arif