Hari, Tanggal: Minggu, 12 Agustus 2012
Hal/Kol : http://koranjakarta.com/index.php/detail/view01/98031
Sumber: WWW.KORAN-JAKARTA.COM
Mallika, si Hitam dari Bulaksumur
DOK UGM
“M asa panen optimal kedelai hitam M allika usia 88-99 hari dapat menghasilkan 2,4 ton per hektare.” Kedelai hitam sejatinya bukan barang baru di negeri ini. Komoditas pertanian ini telah ada di Indonesia sejak abad ke-12. Bahkan, biji-bijian berkelir hitam ini turut mewarnai legenda Kota Banyuwangi yang tersurat dalam Serat Sri Tanjung. Si hitam berperan pula dalam perkembangan budaya Jawa mengenai ritual ketika orang meninggal dunia. "Di Jawa kalau ada orang meninggal Sabtu, kedelai hitam digosongkan, ditumbuk agar tidak bisa tumbuh lagi. Artinya, kalau ada orang meninggal agar enggak usah ngajakngajak yang masih hidup," kisah Guru Besar Fakultas Pertanian (FP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Bulaksumur, Yogyakarta, Mary Astuti, dalam diskusi ketahanan pangan bertajuk "Swasembada Kedelai 2014, Mungkinkah?", di Jakarta, pekan lalu. Ironisnya, belakangan pamor kedelai hitam kalah tenar dengan kedelai kuning impor. Mary pernah membuktikannya ketika memperkenalkan kedelai hitam kepada petani di suatu tempat. "Bu kedelainya dicat dulu ya?" kata Mary mengutip pertanyaan petani. Perempuan ini pun menjawab dengan senyum dan memaklumi pertanyaan sang petani. Rupanya kebijakan impor kedelai kuning untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri telah mengubah beberapa generasi petani enggan menanam kedelai hitam lokal. Alasan petani lainnya, perhatian pemerintah dan peneliti terhadap kedelai hitam sangat terbatas sehingga benih unggul sulit didapat. Lebih dari itu, petani enggan menanam kedelai hitam lantaran tidak adanya jaminan pasar dan harga. Tak pelak, dalam dekade terakhir ini luas lahan untuk menanam kedelai semakin menciut. Mary mencatat terjadi penurunan lahan kedelai dari 1.667 hektare pada 1992 menjadi 728 hektare pada 2009. "Ujung-ujungnya produktivitas kedelai hitam dalam negeri semakin merosot tajam," kata Mary.
Impor kedelai pun semakin tak terhindarkan lagi dalam dua dekade terakhir ini. Terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kebutuhan kedelai nasional tahun 2011 sebanyak 2,4 juta ton dicukupi dari impor 70 persen (1,25 juta ton). Impor kedelai ini setidaknya semakin menunjukkan kurangnya komitmen pemeri ntah Berbagai lembaga penyelenggara pemuliaan telah berhasil memperoleh beberapa varietas kedelai. Selama kurun waktu 90 tahun telah dihasilkan sebanyak 71 varietas yang terdiri dari 35 varietas hasil persilangan, 18 varietas hasil introduksi, 11 varietas lokal, dan 7 dari hasil mutasi radiasi. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan 53 varietas, Universitas Jenderal Soedirman 2 varietas, Universitas Padjadjaran 2 varietas, Universitas Jember 2 varietas, Universitas Gadjah Mada 1 varietas, dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) 6 varietas. Menariknya, dari berbagai cara menciptakan variabilitas (keragaman genetik) kedelai BATAN melakukan pemuliaan mutasi, yakni suatu proses mengubah struktur suatu gen. Dengan kata lain, mengubah bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan produk dari gen yang dalam ekspresinya memerlukan faktor lingkungan (phenotipe) yang diwariskan. Peneliti kedelai BATAN, Harry Is Mulyana, menjelaskan pemuliaan mutasi kedelai dilakukan dengan meradiasi benih kedelai menggunakan sinar gamma Cobalt 60 dengan dosis radiasi 150 Gray. Skema pemuliaan mutasi tanaman diawali dengan meradiasi materi kedelai menggunakan alat bernama iradiator Gamma Cell.
Selanjutnya, kedelai hasil radiasi pertama (M1) ditanam. Hasil tanaman pertama ini akan mengalami kerusakan fi sik karena masih terpengaruh radiasi. Lalu, generasi tanaman kedelai kedua (M2) dari hasil tanaman pertama ditanam lagi untuk diseleksi sesuai dengan kandidat yang diharapkan. Begitu pula generasi ketiga (M3) diseleksi untuk mendapatkan varietas unggul yang berproduksi tinggi, umur genjah, tahan hama/penyakit utama(biotik), dan toleran cekaman abiotik (salinitas, kekeringan, dan lahan masam). Memasuki generasi keempat (M4) biasanya kandidat kedelai unggul sudah memiliki gen yang stabil. Setelah itu dilakukan uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan dilanjutkan uji daya hasil lanjut (UDHL). "Tahapan berikutnya uji multi lokasi di 16 lokasi. Tahap ini yang butuh waktu lama dan biaya besar," ujar Harry. Apabila lulus uji lokasi bisa dilakuuntuk mengembangkan varietas kedelai lokal guna kemandirian pangan. Pemurnian Kedelai Walau begitu, peneliti seperti Mary tidak patah arang untuk terus mengintroduksi hasil pemurnian varietas kedelai hitam lokal kepada para petani di sejumlah daerah. Dia tidak ingin upayanya memurnikan kedelai hitam pemberian sebuah produsen kecap hanya akan menjadi coretan ilmiah yang tersimpan di rak perpustakaan. Mary merancang riset pemurnian kedelai hitam selama 12 tahun dengan mengintegrasikan Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Pertanian. Penelitian dilakukan secara pararel untuk memenuhi tuntutan industri. Warna kedelai harus hitam karena jika usia fisiologis tidak tercapai akan berwarna merah. Selain itu, kadar air dalam biji kedelai sekitar 12 persen hingga 13 persen, kadar kotoran maksimal 2 persen, kadar biji pecah maksimal 3 persen, bobot per 100 biji antara 9 gram hingga 11 gram.
Tidak kalah penting dari itu semua, tidak boleh ada kutu. "Kalau ada kutu harus difungigasi," tutur Mary. Untuk memenuhi standar yang ditetapkan industri, Mary sebagai koordinator penelitian menugaskan sebagian timnya melakukan uji di laboratorium untuk mengetahui apakah kedelai hitam cocok sebagai bahan baku kecap. "Rasa kecap dari kedelai hitam itu harus sesuai dengan ketentuan industri. Karena industri kecap tidak mau menerima kedelai hitam yang tidak memenuhi standar," jelas Mary. Tim Mary juga menganalisis kedelai hitam secara kimiawi untuk memastikan varietas kedelai hitam yang dimurnikan itu tidak memiliki hubungan dengan varietas sebelumnya, seperti Cikurai dan Merapi. Tim ini juga melakukan penelitian DNA kedelai hitam untuk membuktikan varietas yang dimurnikan itu bukan transgenik, yaitu tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Tim peneliti kedelai hitam lokal juga melakukan pemurnian dengan melakukan uji lapangan. Tim meneliti dengan menanam bibit kedelai untuk mengetahui pertumbuhan tanaman lewat pengamatan daun, batang, bulu, dan bunga. Hanya tanaman yang memiliki kualitas terbaik ditanam lagi untuk proses pemurnian. "Biji kedelai hitam ditanam berulang kali sampai mencapai tingkat kemurnian 100 persen," jelas Mary. Selanjutnya dilakukan uji multilokasi. Saat melakukan uji lokasi melibatkan badan sertifi kasi untuk memastikan keunggulan varietas dari sisi produktivitas, ketahanan terhadap cekaman fisik, dan ketahanan terhadap hama.
Raja Perempuan Hasil penelitian menunjukkan tanaman ini akan berbunga setelah usia 33 hari. Selanjutnya, polong akan masak pada usia 67 hari. Adapun hasil riset yang menggembirakan adalah masa panen optimal antara usia 88-99 hari dapat menghasilkan 2,4 ton per hektare. Sebuah angka yang lebih tinggi dari rata-rata nasional 1,3-1,5 ton per hektare. Kualitas kedelai hitam ini tidak kalah dengan kedelai kuning impor. Protein kedelai hitam ini mencapai 43,71 persen berat kering/dry basis (DB), sedangkan kedelai kuning impor 38,47 persen DB. Dari sisi karbohidrat kedelai hitam 35,50 persen DB, sementara kedelai kuning impor 32,55 pesen DB. Walhasil, dalam persidangan Tim Penilaian Kultivar Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian RI (Sekarang Kementerian Pertanian) pada 7 Desember 2006 melepas kedelai hitam lokal sebagai Varietas Unggul Nasional. Mary memberi nama kedelai hitam lokal tersebut "Mallika", artinya raja perempuan. "Saya memberi nama Mallika karena yang terlibat dalam penelitian banyak perempuan," ungkap Mary. Nama Mallika ini terdaftar resmi dalam SK Menteri Pertanian Nomor 78/ Kpts/SR.120/2/2007 pada 7 Februari 2007. Petani yang mengadopsi Mallika diberikan pelatihan khusus oleh tim yang dibentuk UGM dan industri agar hasil tanaman sesuai dengan harapan. Petani mendapatkan pendampingan khusus dari tim untuk meningkatkan produksi. Misalnya menyarankan petani memakai mulsa jerami untuk mengurangi 50 persen lalat bibit, menanam tepat waktu, mengatur jarak tanam, mengoptimalkan sinar matahari, menggunakan pupuk organik plus kimia, dan memangkas pucuk. Petani juga disarankan memanen tepat waktu dan
menerapkan teknologi pascapanen yang baik. Sejauh ini Mallika telah dikembangan 10.000 petani di empat provinsi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Petani yang telah mengadopsi Mallika di antaranya dari Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, Blitar, Jombang, Trenggalek, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Klaten, Blora, Pacitan, dan Cianjur. agung wredho Pesaing Kedelai Impor Varietas Mutiara 1 diciptakan untuk menyaingi kedelai impor yang umumnya berukuran besar Berbagai lembaga penyelenggara pemuliaan telah berhasil memperoleh beberapa varietas kedelai. Selama kurun waktu 90 tahun telah dihasilkan sebanyak 71 varietas yang terdiri dari 35 varietas hasil persilangan, 18 varietas hasil introduksi, 11 varietas lokal, dan 7 dari hasil mutasi radiasi. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan 53 varietas, Universitas Jenderal Soedirman 2 varietas, Universitas Padjadjaran 2 varietas, Universitas Jember 2 varietas, Universitas Gadjah Mada 1 varietas, dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) 6 varietas. Menariknya, dari berbagai cara menciptakan variabilitas (keragaman genetik) kedelai BATAN melakukan pemuliaan mutasi, yakni suatu proses mengubah struktur suatu gen. Dengan kata lain, mengubah bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan produk dari gen yang dalam ekspresinya memerlukan faktor lingkungan (phenotipe) yang diwariskan. Peneliti kedelai BATAN, Harry Is Mulyana, menjelaskan pemuliaan mutasi kedelai dilakukan dengan meradiasi benih kedelai menggunakan sinar gamma Cobalt 60 dengan dosis radiasi 150 Gray. Skema pemuliaan mutasi tanaman diawali dengan meradiasi materi kedelai menggunakan alat bernama iradiator Gamma Cell. Selanjutnya, kedelai hasil radiasi pertama (M1) ditanam. Hasil tanaman pertama ini akan mengalami kerusakan fisik karena masih terpengaruh radiasi. Lalu, generasi tanaman kedelai kedua (M2) dari hasil tanaman pertama ditanam lagi untuk diseleksi sesuai dengan kandidat yang diharapkan. Begitu pula generasi ketiga (M3) diseleksi untuk mendapatkan varietas unggul yang berproduksi tinggi, umur genjah, tahan hama/penyakit utama(biotik), dan toleran cekaman abiotik (salinitas, kekeringan, dan lahan masam). Memasuki generasi keempat (M4) biasanya kandidat kedelai unggul sudah memiliki gen yang stabil. Setelah itu dilakukan uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan dilanjutkan uji daya hasil lanjut (UDHL). "Tahapan berikutnya uji multi lokasi di 16 lokasi. Tahap ini yang butuh waktu lama dan biaya besar," ujar Harry. Apabila lulus uji lokasi bisa dilakuuntuk kan sidang oleh Kementerian Pertanian untuk menetapkan Varietas Unggul Nasional yang siap dilepas ke masyarakat. Ada 6 varietas kedelai hasil litbang BATAN di antaranya, Muria, Tengger, Meratus, Rajabasa, Mitani, dan Mutiara 1. Masing -masing varietas tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Mutiara 1 misalnya, diciptakan untuk menyaingi kedelai impor yang umumnya berukuran besar. Kedelai ini memunyai ukran biji mencapai 23,2 gram per 100 biji, terbesar dari seluruh varietas yang dilepas hingga 2010. "Bijinya berbentuk bulat dan tanaman tahan rebah karena batangnya besar dan kuat. Varietas ini cocok ditanam di lahan sawah dengan jarak tanam rapat," ujar Harry.
Melihat pencapaian riset dan pengembangan penyelenggara pemuliaan tersebut, pemerintah pusat seyogianya memunyai komitmen kuat untuk mendukung dan mengembangkan kedelai lokal untuk mengurangi ketergantungan impor kedelai. Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Dr Ir Listyani Wijayanti, mengusulkan agar masalah ketergantungan impor kedelai tidak berlarut-larut, maka perlu menghilangkan ketergantungan dengan kemandirian produksi kedelai dalam negeri. "Perlu adanya sinergi nasional untuk mencapai titik kemandirian nasional. Selain itu, perlu adanya komitmen dan dukungan academicbusiness-government)," kata Listyani. agung wredho