MALFORMASI PANJANG KRANIUM, STERNUM, EKOR, EKSTRIMITAS DEPAN DAN BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.)
SKRIPSI
Oleh: SILVIA ANDRIANI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK MALFORMASI PANJANG KRANIUM, STERNUM, EKOR, EKSTRIMITAS DEPAN DAN BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.) Oleh Silvia Andriani
Buah pare digunakan sebagai lalapan, sayuran, dan sebagai tanaman obat tradisional. Selain itu manfaat buah pare sebagai obat tradisional untuk anti radang dan antifertilitas. Pada buah pare terdapat beberapa senyawa yang bersifat toksik yaitu senyawa momordikosida K dan L, yang diduga mempunyai sifat sitotoksik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan panjang kranium, sternum, ekor, ekstrimitas depan dan ekstrimitas belakang fetus mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) terhadap induk mencit yang sedang bunting. Ekstrak buah pare diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol 95% sebagai pelarut. Pemberian ekstrak buah pare (M. charantia L.) sebagai uji teratogenik pada fetus mencit. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan analisis varian, yaitu menggunakan 20 ekor mencit jantan dan 20 ekor mencit betina yang dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok [K], [P1], [P2], [P3]. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan dan 5 ekor mencit betina. Semua kelompok mencit betina diberi ekstrak buah pare secara oral dimulai hari ke -6 kebuntingan sampai hari ke17 masa kebuntingan sehari sekali pada pagi hari dengan dosis perlakuan [P1] 22,5 mg/30 grBB, [P2] 30 mg/30 grBB, [P3] 37,5 mg/30 grBB dan aquabidest sebagai kontrol [K]. Selanjutnya induk mencit dibedah diambil fetusnya untuk dilakukan pengukuran panjang kranium, sternum, ekor, ekstrimitas depan dan belakang. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa secara umum pemberian perlakuan ekstrak buah pare menyebabkan penurunan rata-rata panjang kranium, sternum, ekor, ekstrimitas depan dan ekstrimitas belakang. Hasil analisis lanjut dengan BNT pada taraf 5 % menunjukkan bahwa pemberian dosis [P1], [P2], [P3] memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan panjang kranium, sternum, ekor, ekstrimitas depan dan ekstrimitas belakang. Pemberian ekstrak buah pare pada mencit bunting dosis toksik yang mampu menurunkan panjang kranium dan panjang sternum yaitu dosis 30 mg/30 grBB, sedangkan dosis toksik untuk menurunkan panjang ekor, ekstrimitas depan dan belakang yaitu dosis 37,5 mg/30 grBB. Kata kunci : Momordica charantia L., Mus musculus L., teratogenik, Toksik.
MALFORMASI PANJANG KRANIUM, STERNUM, EKOR, EKSTRIMITAS DEPAN DAN BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.) Oleh: SILVIA ANDRIANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Silvia Andriani anak pertama dari empat bersaudara oleh pasangan Bapak Suprapto
dan Ibu Susilayani
yang lahir di Nibung pada tanggal 28 Agustus 1995. Penulis mengawali pendidikan dari Taman Kanakkanak (TK) Dharma Bakti Karya Makmur , Labuhan Maringgai. Penulis Melanjutkan Sekolah Dasar di Negeri 2 Nibung pada tahun 2001. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pekalongan pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pasir Sakti pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan penguruan tinggi di Universitas Lampung pada tahun 2013 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi.
Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah menjadi asisten Praktikum Biosistematika
Tumbuhan,
Biosistematika
Hewan,
Fisiologi
Tumbuhan,
Embriologi Tumbuhan, Genetika, Fitohormon, dan Biologi Umum . Selain itu penulis selama kuliah aktif dalam berorganisasi dan pernah menjadi Anggota Bidang Saintek, di HIMBIO (Himpunan Mahasiswa Biologi) dan menjadi anggota Departemen Hubungan Luar Pengabdian Masyarakat (HLPM) di BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) FMIPA UNILA.
Pada tahun 2016 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Bumi Dipasena Sentosa, Kecamatan Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang selama 60 hari dan penulis juga melaksanakan Kerja Praktik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung selama 40 hari dengan judul “ANALISIS POLA RESISTENSI BAKTERI (Klebsiella sp) TERHADAP ANTIBIOTIK DARI SAMPEL SPUTUM PADA PASIEN DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG”.
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan rasa puji syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan, kekuatan, dan kesabaran untuku dalam menyelesaikan skripsi ini. Kupersembahkan karya kecilku ini kepada :
Bapak dan Ibu yang menjadi penyemangat hidupku, yang selalu memanjatkan doa disetiap sujudnya untuk keberhasilanku
Adik , dan seluruh keluarga tersayang yang selalu memberikan semangat dan dukungan di setiap langkahku untuk menyelesaikan studiku
Bapak dan Ibu Dosen dan terutama pembimbingku yang tak pernah lelah dan selalu sabar memberikan bimbingan dan Ilmu nya dengan tulus iklas, Sahabat – sahabatku yang selalu mendukung menemani saat duka maupun duka,
Dan Almamaterku tercinta Universitas Lampung
Motto
Jika kamu tidak mengejar apa yang kamu inginkan, maka kamu tidak akan mendapatkan nya. Jika kamu tidak bertanya maka jawabanyna adalan tidak. jika kamu tidak melangkah maju, maka kamu akan tetap berada di tempat dan posisi yang sama. (Nora Roberts) Sebuah tantangan hanya akan menjadi beban jika hanya dipikirkan, Sebuah cita – cita juga adalah beban jika itu hanya angan – angan tanpa diusahakan Sebab kunci sukses dapat diraih untuk orang – orang yang berusaha dengan diiringi do’a karena manusia sendiri lah yang mampu merubahnya. “Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan “ Q.S.Al-Insyirah :5-6 Pengetahuan yang benar tidak diukur dari seberapa banyak anda menghafal dan seberapa banyak anda menjelaskan, melaikan pengetahuan yang benar adalah ekspresi kesalehan (melindungi diri dari apa yang allah larang dan bertindak atas apa yang allah amanatkan) (Abu Na’im) Jika engkau tak belajar bersabar dalam pahitnya kegagalan, engkau tak akan sampai pada manisnya keberhasilan (Mario Teguh)
SANWACANA
Dengan mengucap Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “MALFORMASI PANJANG KRANIUM, STERNUM, EKOR, EKSTRIMITAS DEPAN DAN BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.)”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada 1. Ibu Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku pembimbing I sekaligus Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unila yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam melakukan penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini. 2.
Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku pembimbing II yang telah memberi nasehat, saran, dan bimbingan selama penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Drs. Hendri Busman, M.Biomed., selaku pembahas yang telah banyak memberikan kritik dan koreksi pada penulis serta membimbing
iv
penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan Biologi. 4. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 5. Ibu Dra. Sri Murwani M.Sc selaku Pembimbing Akademik. 6. Ayahanda (Suprapto) dan Ibundaku (Susilayani) tercinta, serta Adik-Adik tersayang Melvi Adistia, Delvita Putri, dan Nelvi Rima Suryani yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, kesabaran dan semangat kepada penulis dalam menggapai cita-cita. 7. Bapak Ibu Dosen Jurusan Biologi FMIPA Unila terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang sudah diberikan selama penulis melaksanakan studi di Jurusan Biologi, Karyawan dan staff serta laboran di Jurusan Biologi yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Sahabat seperjuanagan tim mencit Siska Yulianti terimakasih atas kerjasama dan kebersamaanya dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Kesayangan penulis Wiwik minarni, Nendya, Yessy, Ria, Santi, Desi, Fitri Wijayanti, Anita Rahayu, Rian Kusuma, Erik Budi, Arif raka, Tino Hadi, Eni mufida, Azizah Septi, Martha selly, Devi ratna, Nining prasma, Johan, Widya enestia, dan sepupu tersayang Mas meydi. 10. Sahabat-sahabat tersayang penulis, Iffa Afiqa Khairani, Nuraeni Prija Agustina, Oktarina Husaini, Heni Noviyanti, Okni Winda, Wardiah Nurul K, faizhal Rahman, Dea Novianatsya, Rizka devi, Nungki Nuari, Hesti Puspita, Dela, Dewi, Rova A., Essy pratiwi, D.Rahmat Saputra dan Rizani. Terima kasih telah menjadi partner terbaik, serta terimakasih atas do’a, dukungan, dan semangat yang telah diberikan.
v
11. Teman -teman seperjuangan selama menjalani penelitian Muhamad pazry, Fhora candra, Retno K, Nur rohman, Hafiz, Hendra, Anis, Upi, Sari, Bella, Damai, Indria, Meri, Wiwit, Carina, dan Eva. 12. Teman-teman seperjuangan Biologi Angkatan 2013, khususnya “Bio-B 2013” terima kasih persahabatan dan kebersamaan yang telah terjalin. 13. Kakak tingkat 2012 serta adik tingkat 2014 terimakasih atas bantuan dan keceriaan dan semangatnya. 14. Seluruh Wadya Balad HIMBIO yang telah memberikan semangat dan tidak dapat disebutkan satu persatu. 15. Almamater tercinta Universitas Lampung.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan, dan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 6 April 2017 Penulis
Silvia Andriani
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
i
SANWACANA .................................................................................................
ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN A. B. C. D. E.
Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................................... Kerangka Pemikiran ................................................................................. Hipotesis ...................................................................................................
1 3 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Mencit (Mus musculus L.).............................. 1. Klasifikasi Mencit ............................................................................ 2. Morfologi Mencit ............................................................................. B. Proses Embriogenesis Mencit ............................................................... C. Hormon................................................................................................... D. Teratogen ................................................................................................ E. Toksikologi............................................................................................. F. Tulang..................................................................................................... G. Klasifikasi dan Morfologi Buah Pare (Momordica charantia L.) ......... 1. Kalsifikasi Buah Pare (Momordica charantia L.) ...........................
6 6 7 8 11 12 14 15 19 19
vii
2. 3. 4. 5.
Morfologi Buah Pare (Momordica charantia L.) ............................. Kandungan Senyawa Buah Pare (Momordica charantia L.) ............ Kegunaan Buah Pare (Momordica charantia L.).............................. Rumus Kimia Momordikosida K dan L ............................................
20 21 22 25
III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat.................................................................................... B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 1. Alat .................................................................................................... 2. Bahan................................................................................................. C. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 1. Persiapan Kandang dan Hewan Uji................................................... 2. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Buah Pare ................................... 3. Proses Kopulasi Mencit .................................................................... 4. Pembuktian Kopulasi Mencit ............................................................ 5. Pemberian Perlakuan ......................................................................... 6. Pengamatan ....................................................................................... 7. Rancangan Percobaan ....................................................................... 8. Analisis Data ..................................................................................... 9. Diagram Alir .....................................................................................
26 26 26 27 27 27 28 29 29 30 31 32 32 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan .................................................................................. 1. Panjang Kranium ............................................................................... 2. Panjang Sternum ............................................................................... 3. Panjang Ekor ..................................................................................... 4. Panjang Ekstrimitas Depan ............................................................... 5. Panjang Ekstrimitas Belakang........................................................... B. Pembahasan .............................................................................................. 1. Panjang Kranium ............................................................................... 2. Panjang Sternum ............................................................................... 3. Panjang Ekor ..................................................................................... 4. Panjang Ekstrimitas Depan ............................................................... 5. Panjang Ekstrimitas Belakang...........................................................
34 34 35 37 39 41 43 43 45 47 50 53
V. KESIMPULAN 1. Simpulan ................................................................................................... 56 2. Saran ......................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58 LAMPIRAN ....................................................................................................... 64
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.Rata-rata Panjang Kranium Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charanti L.) ...........34 Tabel 2. Rata-rata Panjang Sternum Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charanti L.)............36 Tabel 3. Rata-rata Panjang Ekor Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charanti L.)...........37 Tabel 4. Rata-rata Panjang Ekstrimitas Depan Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charanti L.)...........39 Tabel 5. Rata-rata Panjang Ekstrimitas belakang Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charanti L.)............41 Tabel 6. Kelompok Kontrol ...................................................................................64 Tabel 7. Kelompok Perlakuan 1 .............................................................................64 Tabel 8. Kelompok Perlakuan 2 ............................................................................64 Table 9. Kelompok Perlakuan 3 .............................................................................64 Table 10. Uji Statistik Panjang Kranium ..............................................................65 Table 11. Uji Statistik Panjang Sternum ...............................................................66 Table 12. Uji Statistik Panjang Ekor .....................................................................67 Table 13. Uji Statistik Panjang Ekstrimitas Depan Kanan ...................................68 Table 14. Uji Statistik Panjang Ekstrimitas Depan Kiri .......................................69 Table 15. Uji Statistik Panjang Ekstrimitas Belakang Kanan ...............................70 Table 16. Uji Statistik Panjang Ekstrimitas Belakang Kiri 71
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Mencit................................................................................................
6
Gambar 2. Morfologi Fetus Mencit ..................................................................... 13 Gambar 3.Kerangka Mencit ................................................................................. 17 Gambar 4. Ekstrimitas Depan .............................................................................. 18 Gambar 5. Ekstrimitas Belakang.......................................................................... 18 Gambar 6. Buah Pare (Momordica charantia L.) ................................................ 19 Gambar 7. Rumus Kimia Momordikosida K dan L ............................................. 25 Gambar 8. Susunan Rancangan Percobaan .......................................................... 32 Gambar 9. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 33 Gambar 10. Rata- rata Panjang Kranium Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ................................. 35 Gambar 11. Rata- rata Panjang Sternum Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ................................. 36 Gambar 12. Rata- rata Panjang Ekor Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ................................ 38 Gambar 13. Rata- rata Panjang Ekstrimitas Depan Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ............. 40 Gambar 14. Rata- rata Panjang Ekstrimitas Belakang Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ............. 42 Gambar 15. Morfologi Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Pare ............... 54 Gambar 16. Mencit digunakan Dalam Penelitian ................................................ 72 Gambar 17. Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia L.) ................................. 72 Gambar 18. Rotary Evaporator ............................................................................ 72 Gambar 19. Tata Letak Kandang ......................................................................... 73
XI
Gambar 20. Kopulasi Mencit Jantan dan Mencit Betina ..................................... 73 Gambar 21. Pemberian Perlakuan Secara Oral .................................................... 73 Gambar 22. Seperangkat Alat Bedah ................................................................... 74 Gambar 23. Induk Mencit yang dibius Kloroform............................................... 74 Gambar 24. Pembedahan Mencit ......................................................................... 74 Gambar 25. Jangka Sorong .................................................................................. 75 Gambar 26. Pengukuran Panjang Kranium Fetus ................................................ 75 Gambar 27. Pengukuran Panjang Sternum Fetus ................................................. 75 Gambar 28 Pengukuran Panjang Ekor Fetus ....................................................... 75 Gambar 29. Pengukuran Panjang Ekstrimitas Depan Fetus................................. 76 Gambar 30. Pengukuran Panjang Ekstrimitas Belakang Fetus ............................ 76
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia masyarakat sudah lama mengenal tanaman obat tradisional dari alam dan menggunakannya secara turun- temurun. Obat tradisional ini sangat diminati dan berkembang dengan baik sebagai alternatif yang lebih aman, memberikan efek samping yang lebih rendah dan memberikan hasil yang optimal apabila dikonsumsi sesuai dengan tujuan pengobatan (Agusta, 2001). Buah pare mempunyai nilai ekonomis apabila dikembangkan secara intensif pada skala agribisnis (Rukmana, 1997).
Masyarakat Indonesia sudah banyak menggunakan sumber bahan obat dari alam, salah satunya adalah pare (Momordica charantia L.). Buah pare digunakan sebagai lalapan, sayuran, dan sebagai tanaman obat. Bagian utama pada pare yang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu buahnya. Pada buah pare terdapat beberapa senyawa yang bersifat toksik yaitu senyawa momordikosida K dan L, Saponin, Flavonoid dan Alkaloid yang diduga mempunyai sifat sitotoksik, yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel melalui penghambat sejumlah reaksi enzimatik
2
(Nurliani, 2007), salah satunya adalah terhadap perkembangan fetus mencit (Mus musculus L.) terutama pada sel yang sedang mengalami perkembangan. Selain itu senyawa Alkaloid dari tanaman pare dapat menyebabkan berhentinya pembelahan mitosis zigot maupun embrio pada stadium metafase (Wurlina, 2006).
Kehamilan adalah masa yang paling rentan terhadap kondisi lingkungan sekitar bagi ibu dan janinnya, sehingga harus memperhatikan keselamatan embrio yang dikandungnya terutama pada fase organogenesis yaitu proses pembentukan calon organ pada fase tersebut sel- sel aktif berpolarisasi secara intensif dan mengalami diferensiasi, mobilisasi, dan organisasi sehingga embrio sangat rentan terhadap efek teratogen (Ka Jawi,1999 dalam Rochmiatun, 2003) sebab pengaruh dari makanan, minuman dan lingkungan sekitar yang mengandung senyawa kimia baik langsung ataupun tidak langsung dapat menyebabkan kematian pada fetus, terhambat nya pertumbuhan dan terjadi nya kelainan pada proses pembentukan tulang. Pada pembentukan dan perkembangan tulang (osifikasi) dimulai hari ke 11 hingga ke 17 masa kehamilan pada mencit sehingga pada masa tersebut sangat rentan terhadap senyawa genetik maupun non genetik yang menyebabkan kecacatan atau kelaianan (teratogen) (Thraser, dkk., 2006). Pada pare terdapat senyawa yang dapat menghambat perkembangan dan pertumbuhan pada fetus (Rosita, 2005) sehingga penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh buah pare terhadap malformasi pada bagian bagian tubuh fetus.
3
Pada periode organogenesis, ekstrimitas depan merupakan organ luar yang pertama kali terbentuk dalam janin yang kemudian diawali dengan terbentuknya tunas. Pada periode ini terjadi diferensiasi sel-sel untuk membentuk kelompok khusus yang mempunyai kesamaan fungsi, sehingga membentuk kelompok organ yaitu tunas anggota depan (Widiyani dan Sagi, 2001). Pada pare juga terdapat senyawa yang dapat menghambat perkembangan dan pertumbuhan pada fetus sehingga penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak buah pare terhadap panjang kranium, panjang ekor, panjang sternum, panjang ekstrimitas depan dan panjang ekstrimitas belakang .
B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) pada fetus mencit ( Mus musculus L.) terhadap ukuran : 1. Panjang kranium 2. Panjang sternum 3.
Panjang ekor
4. Panjang ekstrimitas depan dan, 5. Panjang ekstrimitas belakang .
C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai efek pemberian ekstrak buah pare
4
(Momordica charantia L.) terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh fetus mencit (Mus musculus L.)
D. Kerangka Pemikiran Tanaman obat tradisonal sangat mudah ditemukan di lingkungan sekitar, setiap tanaman obat mengandung senyawa kimia yang memiliki fungsi masing–masing sesuai dengan yang diperlukan. Pare merupakan tanaman obat yang didalam buahnya mengandung senyawa momordikosida K dan L, Saponin, Flavonoid dan Alkaloid diduga mempunyai sifat sitotoksik, yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel melalui penghambatan sejumlah reaksi enzimatik (Nurliani, 2007) senyawa tersebut juga mempengaruhi perkembangan fetus mencit (Mus musculus L.). Pada fase organogenesis, fetus sangat sensitif terhadap masuknya suatu zat ke dalam tubuhnya terutama sel yang sedang mengalami perkembangan sehingga dilakukan pengamatan lebih lanjut apakah fetus yang dikandung mengalami malformasi atau tetap normal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Rosita, 2005) mengenai efek ekstrak buah pare terhadap berat dan panjang badan fetus serta kelainan eksternal maupun internal fetus. Buah pare memberikan efek teratogenik dengan adanya senyawa toksik pada daging buah pare.
E. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) mampu mempengaruhi panjang
5
pada fetus mencit (Mus musculus L.) terhadap ukuran: 1.
Panjang kranium,
2.
Panjang ekor,
3.
panjang sternum,
4. Panjang ekstrimitas depan dan, 5. Panjang ekstrimitas belakang.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Mencit (Mus musculus L.) 1. Klasifikasi Mencit Menurut Priyambodo (2003) klasifikasi mencit sebagai berikut : Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Bangsa
: Muridae
Marga
: Mus
Jenis
: Mus musculus L.
G
Gambar 1. Mencit (Mus musculus L.) (Garcia, dkk. 2009)
7
2.
Morfologi Mencit ( Mus musculus L.) Mencit adalah hewan yang masuk dalam kelas Mamalia. Mencit merupakan salah satu golongan hewan mamalia pengerat, bersifat omivorus dan nokturnal. Ciri umum mencit memiliki warna kulit rambut tubuh putih atau keabu-abuan dengan perut sedikit pucat, mata berwarna merah atau hitam (Murwanti, dkk., 2004). Mencit memiliki bentuk tubuh kecil, berwarna putih, serta memiliki siklus estrus yang pendek dan teratur antara 4 – 5 hari. Tempat untuk pemeliharaan mencit harus dijauhkan dari kebisingan, serta menjaga kebersihannya, dengan suhu ruangan 18 – 19oC dan kelembaban udara antara 30 – 70%. Pada mencit jantan memiliki berat badan sekitar 1835 g dan dewasa dengan umur 35-60 hari. Biasanya mencit dapat hidup selama 1-2 tahun, dengan masa reproduksi 1,5 tahun (Akbar, 2010). Mencit merupakan salah satu hewan poliestrus yang mengulang siklusnya sepanjang tahun tanpa banyak variasi. Panjang siklusnya antara 4-6 hari dengan mekanisme ovulasi yang spontan selama 8-11 jam dimulai dari fase estrus (Hafez, 1970).
Perkembangan embrio dimulai dari sel telur yang telah dibuahi yang masih berada di tuba fallopii, kemudian berkembang dan meneruskan perjalanannya ke uterus dan terjadi pembelahan yang berulang-ulang sehingga membentuk bola berongga yang disebut blastosis. Sekitar 1
8
minggu setelah fertilisasi, blastosis tertanam di dalam dinding mukosa uterus yang menebal, disebut implantasi. Blastosis kemudian membelah dengan cepat dan melakukan migrasi sel dari satu tempat ke tempat lain sehingga terbentuk dua bagian utama sel atau jaringan yaitu embrio yang sebenarnya akan menjadi fetus dan membran ekstraembrional untuk melindungi embrio atau fetus dari benturan (Kimball, 1983). Kemudian fetus mengalami metamorfosis dan perkembangan menjadi fetus sebelum dilahirkan (Lu, 1995).
3. Proses Embriogenesis Mencit Menurut Brotowidjojo (1994), embrio adalah suatu individu yang tumbuh dan berkembang sampai ke stadium dewasa, yaitu fetus yang siap dilahirkan. Secara umum zigot membelah berturut-turut dan berlangsung berkesinambungan secara mitosis dan sel-selnya berdiferensiasi dengan pola tertentu sehingga terbentuk dewasa. Dimana stadium-stadium pembelahan embrio tersebut : 1. Stadium morula: Tahap pertama dalam pembentukan embrio, dimana sel-sel hasil pembelahan masih bergandengan. 2. Stadium blastula: Pembelahan sel-sel morula selanjutnya membentuk bola sel-sel yang berongga ( blastula). Periode blastula, dimulai setelah ovulasi dan dilanjutkan perkembangan membran zigot primitif di uterus. Embrio tidak rentan terhadap zat teratogen pada tahap ini, tapi teratogen akan menyebabkan kematian embrio akibat matinya sebagian sel embrio atau tidak menimbulkan efek
9
yang nyata. Lamanya tahap ini berkisar 5 sampai 9 hari, tergantung pada jenis spesiesnya. 3. Stadium gastrula: Pembelahan sel-sel kutub animal, sehingga kutubkutub vegetatif terdesak ke dalam dan terjadi invaginasi. 4. Pembentukan mesoderm: Sel-sel antara ektoderm dan endoderm berproliferasi dan mengisi ruang segmentasi. 5. Pembentukan selom: Sel-sel lapisan mesoderm mungkin berpisah menjadi 2 lapisan sel. Lapisan sel luar menjadi sel somatik dan lapisan dalam menjadi sel-sel splanknik. 6. Organogenesis: Terbentuknya selom, maka kemudian terjadi diferensiasi alat tubuh. Periode organogenesis merupakan periode pembentukan organ-organ dan sistem tubuh serta terjadi perubahan bentuk tubuh. Pada periode ini sel secara intensif mengalami diferensiasi, mobilisasi, dan organisasi sehingga embrio sangat rentan terhadap efek teratogen. Periode ini berakhir jika bentuk embrio sudah seperti induknya, yaitu pada hari ke-10 sampai ke-14 pada hewan pengerat dan pada minggu ke-14 pada manusia. 7. Periode pertumbuhan fetus, yaitu tahap terjadinya perkembangan dan pematangan fungsi jaringan, organ dan sistem yang tumbuh. Sehingga selama tahap ini, teratogen tidak mungkin menyebabkan cacat morfologi, tetapi dapat mengakibatkan kelainan fungsi seperti gangguan SSP (Sistem Syaraf Pusat) yang mungkin tidak dapat dideteksi segera setelah kelahiran. (Roberts (1971) dan Lu (1995)
10
Embrio mengalami diferensiasi pada masa implantasi dengan melangsungkan kegiatan segregasi sel-sel embrio yang mengarah ke pembentukan sel-sel khusus yang akan berubah menjadi suatu sistem tubuh beserta organ-organnya. Periode ini dikenal sebagai masa organogenesis, yaitu masa proliferasi, migrasi, asosiasi, diferensiasi dan pembentukan sel bersama sama dengan proses pembentukan jaringan dan organ (Jawi, 1999 dalam Rochmiatun, 2003). Masa organogenesis pada rodentia terjadi pada hari ke-6 sampai hari ke-16 kebuntingan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Suatu jenis bahan kimia dapat mempengaruhi perkembangan fetus, menyebabkan efek yang berubah-ubah mulai dari letalitas sampai kelainan bentuk (malformasi) dan pertumbuhan yang terhambat disebut teratogen (Goldstein,dkk. 1974). Secara kolektif responrespon ini disebut efek embriotoksik (Loomis, 1978). Beberapa teratogen memiliki sifat letal yang menonjol sedangkan yang lainnya mampu menimbulkan kelainan pada fetus yang diakibatkan oleh satu atau lebih perubahan yaitu mutasi, penyimpangan kromosom, gangguan pembelahan sel, perubahan sintesis asam nukleat dan protein, penurunan jumlah senyawa yang penting dalam biosintesis, penurunan energi untuk perkembangan fetus, gangguan sistem enzim serta gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Manifestasi dari teratogenesis antara lain kematian sel, gangguan interaksi sel, penurunan biosintesis, gangguan pembentukan morfologi dan
11
gangguan jaringan. Manifestasi ini akan menghasilkan kematian intrauterine, malformasi, gangguan pertumbuhan, dan disfungsional atau penurunan fungsi (Wilson, 1973; Loomis, 1978; Peters and Berkvens, 1996).
B. Hormon
Pemberian makan embrio selama berada dalam rahim induk, dilakukan melalui tali pusat dan plasenta. Hormon yang bekerja pada plasenta yaitu hormon Human Chorionic Gonadotropin (hCG), yang memungkinkan kebuntingan berlangsung di akhir menstruasi normal. Awal terdapatnya hCG dalam air seni waktu bunting, merupakan dasar bagi uji kebuntingan yang paling sering digunakan (Kimball, 1983).
Menurut Ramelan dan Syahrum (1994), embrio mulai mensekresikan estrogen dan sejumlah besar progesteron yang bertambah terus selama kebuntingan. Estrogen berguna untuk menumbuhkan uterus sedangkan progesteron untuk berkembangnya sel-sel otot polos dari uterus. Menurut Yatim (1994), selain hormon hCG, estrogen dan progesteron, plasenta juga menghasilkan hormon laktogen dan mammatropin. Hormon ini mengontrol pertumbuhan kelenjar susu.
12
C. Teratogenitas Teratogenitas dapat bersifat genetik dan non-genetik. Teratogenitas genetik merupakan kelainan bawaan yang disebabkan oleh mutasi gen, kelainan kromosom dan perubahan fungsi asam nukleat, sedangkan teratogenitas nongenetik disebabkan oleh kekurangan energi, gangguan pada enzim, perubahan permiabilitas membran dan ketidakseimbangan osmotik membran sel (Roberts, 1971; Wilson, 1973).
Pengaruh langsung maupun tak langsung oleh masuknya bahan kimia terhadap perkembangan organ fetus dapat mengkibatkan kematian fetus, pertumbuhan terhambat dan kelainan pembentukan tulang (Thraser and Kilburn, 2005). Pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh teratogen antara lain : a) Aberasi, yaitu kelainan morfologi meliputi struktur luar dan dalam serta kelainan fungsional. Misalnya : (1) Anomali minor : kelainan penulangan pada sternum, ekor keriting, kaki lurus, adanya tulang rusuk tambahan, malrotasi anggota badan atau cakar, lidah menonjol, kelainan pembentukan pelvis ginjal dan kulit transparan. (2) Anomali mayor : spina bifida dan hidrosepali yang akan mengganggu kelangsungan hidup pertumbuhan dan perkembangan, kesuburan dan panjang usia hewan. b) Resorbsi, merupakan manifestasi kematian hasil konsepsi. (c). Fetus resorbsi (Iriani, 2009)
13
Gambar 2. Morfologi fetus mencit (a). Fetus normal, (b). Fetus kerdil (Iriani, 2009)
Individu yang mengalami malformasi (kecacatan) umumnya lebih kecil dibandingkan individu normal. Maka itu sebelum menyatakan adanya abnormalitas pada suatu individu maka berat hewan yang diperlakukan harus dibandingkan dulu dengan kontrol untuk memastikan bahwa hambatan pertumbuhan suatu organ merefleksikan hambatan pertumbuhan secara umum. Beberapa agen teratogen juga dapat mengakibatkan kelainan visceral maupun skeletal tanpa menunjukkan adanya kelainan morfologi eksternal (Santoso, 2006).
Efek teratogenesis selain dapat disebabkan oleh beberapa bahan kimia, juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, seperti malnutrisi, keseimbangan endokrin, faktor fisika, radiasi, infeksi, logam-logam berat, pestisida, bahan makanan, zat bioaktif yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan atau hewan, kimia industri polusi udara, air, trauma psikis dan gangguan plasenta (Goldstein, dkk., 1974; Wilson, 1973; Loomis, 1978).
14
D. Toksikologi
Toksik adalah racun. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang senyawa racun agensia toksik baik berupa efek senyawa kimiawi, bunyi, cahaya, gelombang elektromagnetik, dan mikroorganisme terhadap perkembangan terutama perkembangan embrio (Hutahean, 2002). Pada masa perkembangan dan pertumbuhan embrio meliputi proliferasi, diferensiasi, migrasi sel dan organogenesis. Selama berlangungnya proses embriogenesis, proses - proses tersebut secara berurutan, beraturan dan saling berhubungan satu sama lain dan dikendalikan ciri yang berisi informasi yang dicetak oleh DNA (Ngatijan, 1990).
Malformasi fetus karena teratogen jarang terjadi apabila masuknya teratogen tersebut sebelum implantasi sel telur yang telah dibuahi. Pada awal pembiakan sel yang tak terdiferensiasi, sel-sel dari fetus ternyata tidak rentan terhadap teratogen. Tingkat perkembangan fetus dan tempat zat teratogenik bekerja menentukan kerentanan terhadap zat teratogenik dan kerusakan spesifik terjadi dengan mudah selama masa organogenesis (Ariens dkk., 1986; Loomis, 1978).
Pengaruh buruk teratogen terhadap fetus, terjadi beragam sesuai dengan masing-masing fase (Anonim, 2014), yaitu : a) Fase Implantasi, fase ini terjadi pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu (manusia) 1 sampai 6 hari pada rodentia. Adanya pengaruh
15
buruk dapat menimbulkan kematian fetus sehingga terjadi abortus pada manusia dan resorbsi pada rodentia. b) Fase Organogenesis Pada umur kehamilan 3-8 minggu pada manusia dan 6-16 hari pada mencit. Tahap ini merupakan tahap paling aktif karena sel mengalami diferensiasi untuk membentuk organ tubuh. Sehingga pada tahap ini paling rentan terhadap teratogen yang dapat mengakibatkan kelainan bentuk (malformasi) baik pada internal maupun eksternal, seperti pada struktur perkembangan tulangnya .
E. Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri dari materi intersel yang mengapur (matriks tulang), dan 3 jenis sel tulang yaitu osteosit (terdapat di rongga / lakuna di dalam matriks), osteoblas (yang membentuk komponen organik dari matriks), dan osteoklas (sel raksasa yang berinti banyak yang berperan pada resorbsi dan pembentukan kembali jaringan tulang) umumnya struktur tulang adalah kaku dan merupakan penyusun utama sistem skeleton (Greep, 1966; Junqueira dkk., 1998).
Tulang adalah sebagai unsur utama dari sistem skeleton, yang menunjang struktur daging, melindungi organ-organ vital, dan tempat pembentukan sel-sel darah (Junqueira dkk., 1998). Tulang berfungsi sebagai cadangan kalsium, fosfat, dan ion lain yang dapat dilepaskan atau disimpan secara
16
terkendali untuk mempertahankan konsentrasi tetap ion-ion dalam cairan tubuh. Semua tulang dibentuk oleh osteoblas fungsional.
Osteogenesis terdiri dari 2 proses yaitu kalsifikasi matrik organik (termasuk serat kolagen) dan kalsifikasi substansi dasar. Tulang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang disebut dengan istilah osifikasi. Awal dari proses osifikasi ini adalah terjadinya perubahan jaringan mesenkim pada fetus menjadi jaringan tulang atau menjadi jaringan kartilago yang selanjutnya akan menjadi jaringan tulang (Junqueira dkk., 1998) menyatakan bahwa osifikasi dibedakan menjadi 2 cara yaitu osifikasi desmalis (intramembranosa) dan osifikasi endokondral.
Osifikasi intramembranosa terjadi di dalam daerah-daerah pemadatan jaringan mesenkim. Pada osifikasi intramembranosa ini, tulang dibentuk melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi oleh osteoblas. Selain itu osifikasi ini juga mengatur pertumbuhan tulang-tulang pendek dan penebalan tulang panjang, sedangkan osifikasi endokondralis terjadi di dalam tulang rawan hialin. Pertumbuhan tulang pada osifikasi ini melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya.
Osifikasi terjadi pada tulang panjang dan sebagian besar tulang dalam tubuh melibatkan tulang rawan hialin yang terus tumbuh. Osifikasi
17
merupakan proses penting selama pertumbuhan panjang tulang panjang dan terlibat proses alami dalam penyembuhan patah tulang. Pada setiap spesies hewan tidak sama, yaitu pada tikus osifikasi dimulai pada hari ke8 kebuntingan, dengan masa sampai 15 kebuntingan (Nandeesh dan Usha Kini, 2012). (Menurut Rugh, 1968), osifikasi pada mencit dimulai pada hari ke-11 sampai 17 kebuntingan kritis pada hari ke-13.
Gambar 3.Kerangka Mencit (Mus musculus L.) (Amsel, 2012)
Osifikasi merupakan proses penting pertumbuhan panjang tulang, perubahan panjang tulang dipengaruhi oleh perkembangan osifikasi pada tulang. Fungsi tulang sebagai alat gerak salah satunya yaitu pada ekstrimitas depan dan belakang. Menurut (Cook, 2012) ekstrimitas depan dan belakang pada mencit hampir mirip dengan manusia yang terbagi atas regio brachii, regio antebrachii, dan regio
18
manus. Regio brachii pada ekstrimitas depan terdiri dari os (tulang) humerus yang menghubungkan osscapula dengan os radius dan os ulna. Pada ekstrimitas belakang, region brachii terdiri dari os femur yang menghubungkan antara os tibia dan os fibula (Cook, 2012).
Gamba 4. Ekstrimitas Depan Mencit (Cook, 2012)
Gambar 5. Ekstrimitas Belakang Mencit (Cook, 2012) Proses pembentukan tulang sangat mempengaruhi morfologi fetus. Apabila terjadi hambatan dalam pembentukan tulang maka terjadi kelainan pada struktur kerangkanya seperti memendeknya tulang dan memanjang nya tulang melebihi panjang normal, hal tersebut banyak disebabkan oleh faktor – faktor salah satunya yaitu senyawa toksik dari bahan alami maupun bahan kimia pada peneltian ini senyawa toksik yang digunakan yaitu buah pare (Momordica charantia L).
19
F. Klasifikasi dan Morfologi Buah Pare (Momordica charantia L.)
1. Klasifikasi Buah Pare (Momordica charantia L.)
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Cucurbitales
Suku
: Cucurbitaceae
Marga
: Momordica
Jenis
: Momordica charantia L. (Tati, 2004)
Gambar 6. Pare (Momordica charantia L.) ( Anto, 2014).
20
2. Morfologi Buah Pare (Momordica charantia L.)
Buah pare (Momordica charantia L) merupakan tumbuhan annual parenial, liana (menjalar atau memanjang), buah pare memiliki bau yang tidak enak. Pare dapat tumbuh di dataran rendah, tegalan, tumbuh liar di tanah dan sebagai tanaman budidaya perkebunan untuk diambil buahnya (Sudarsono dan Subagus, 2002).
Buah pare memiliki bentuk yang bulat, memanjang dan bergerigi pada permukaan nya, buah berwarna hijau dan menjadi oranye ketika masak dan menjadi 3 katub, buah ini memiliki banyak biji yang berwarna coklat, pipih dan keras. Pada batang pare berbentuk segi 5 dengan warna hijau tua, bergerigi kasar hingga berlekuk menyirip sedangkan pada daunnya, daun tunggal, bertangkai dan letaknya berseling, berbentuk bulat panjang, dengan panjang 3,5 - 8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7, pangkalnya berbentuk jantung, serta warnanya hijau tua. Daun pare yang tumbuh liar disebut dengan daun tundung (Rukmana, 1997).
Bunga merupakan bunga tunggal, bunga berumah satu, memiliki tangkai panjang, mahkota berwarna kuning. Buah pare rasanya sangat pahit, pertumbuhan nya sangat memerlukan sinar matahari. Perbanyakan atau budidaya pare dapat dilakukan dengan penanaman melalui biji, dalam
21
kurun waktu kurang lebih 3 bulan tanaman sudah menghasilkan buah (Sastrapradja, 1977).
3. Kandungan Senyawa Buah Pare
Buah pare mengandung albuminoid, karbohidrat, zat warna, hydroxytryptamine, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Per 100 gr bagian buah yang dapat dimakan mengandung 29 kilo kalori; 1,1 gr protein; 0,3 gr lemak; 6,6 gr karbohidrat; 45 mg kalsium; 64 mg fosfor; 1,4 mg besi; 180 s.l. nilai vit A; 0,08 mg vit B1; 52 mg vit C dan 91,2 gr air.5,11 Selain itu juga mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, triterpenoid / steroid, momordisin, glikosida cucurbitacin, charantin, asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, asam stearat, momorkarin, momordisilin, momordisinin, momordin, karantin, karin, kriptoxantin, diosgenin, asam elaeostearat, eritrodiol, asam galakturonat, asam gentisik,goyaglikosida dan goyasaponin, asam kafeat dan asam ferulat, fisetin dan isoramnetin (Aulya, 2012). Ekstrak etanol pare berdasarkan hasil uji fitokimia mengandung flavonoid, Saponin, Alkaloid dan Glikosida (Aulya, 2012). 1. Saponin bersifat sitotoksik terhadap sel terutama sel yang sedang mengalami perkembangan. 2.
Flavonoid menghambat sejumlah proses perkembangan sel di dalam tubuh melalui penghambatan sejumlah reaksi enzimatik (Nurliani, 2007).
22
3.
Alkaloid dari tanaman dapat menyebabkan berhentinya pembelahan mitosis zigot maupun embrio pada stadium metafase (Wurlina, 2006)
4. Flavonoid, saponin dan alkaloid dalam daun pare berfungsi sebagai antimikroba dengan cara menghancurkan permeabilitas dinding sel (Santoso, dkk., 2012). 5. Glikosida dalam daun, buah dan biji pare merupakan glikosida triterpenoid yang dikenal dengan momordikosida atau momordisin, suatu senyawa yang bersifat sitotoksik (Fitriawati, 2001). Glikosida lainnya dalam tanaman pare menurut Paul & Raychaudhuri (2010), diantaranya adalah momorkarin, momordenol, momordisilin, momordisinin, momordin, karantin, kukurbitin dan kukurbitasin merupakan senyawa yang menghambat sintesis protein dan menginduksi apoptosis sel (Shukla, dkk., 2012).
4. Kegunaan Tumbuhan Pare
Kegunaan tumbuhan pare yaitu sangat beragam. Buah pare dikatakan juga sebagai obat pada saluran pencernaan dan membantu menyembuhkan dispepsia dan konstipasi. Buah pare digunakan sebagai obat tradisional untuk penyakit-penyakit saluran pencernaan, dan ekstraknya juga mempunyai aktivitas melawan cacing nematoda Caenorhabditis elegans secara in vitro. Buah pare banyak digunakan secara tradisional di Asia sebagai pencegah dan obat untuk penyakit malaria. Di Guyana, buah pare direbus dan dimasak dengan bumbu
23
dan bawang. Makanan yang populer ini dikenal sebagai corilla dan merupakan pencegah malaria. Pengujian di laboratorium juga telah memastikan bahwa spesies-spesies buah pare memiliki aktivitas antimalaria. Uji laboratorium menunjukkan bahwa senyawa-senyawa di dalam buah pare mungkin efektif untuk menangani infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada HIV, konsumsi buah pare akan memperlambat perkembangan virus HIV pada orang yang terinfeksi. Buah pare mencegah atau melawan diabetes mellitus tipe 2 ( Lolitkar dan Rao, 2004 ).
Sifat kimiawi pare adalah rasanya yang pahit dan sifatnya yang dingin. Efek farmakologis pare dapat mempengaruhi jantung, hati, dan paru. Berkhasiat anti radang (Dalimartha, 2009).
Mengekstraksi suatu zat dari tumbuhan, yang mereka beri nama karantin, dimana zat ini memiliki efek hipoglikemik pada kelinci normal dan kelinci yang terkena diabetes. Pendapat lain menyatakan bahwa zat tersebut hanya aktif pada kelinci yang terkena diabetes, diisolasi oleh Visarata dan Ungsurungsie pada tahun 1981. Buah pare meningkatkan sensitifitas insulin. Pada tahun 2007, suatu studi oleh Departemen Kesehatan Filipina menyatakan bahwa konsumsi dosis harian buah pare sebesar 100 mg/kg berat badan setara dengan 2.5 mg/kg dari obat antidiabetes glibenklamid yang diminum dua kali sehari. Buah pare juga mengandung lektin yang memiliki aktivitas seperti insulin. Lektin ini
24
menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan bekerja pada jaringan periferal, dan sama seperti efek insulin pada otak. Buah pare, telah diteliti dapat menginduksi apoptosis dari sel leukimia secara in vitro. Buah pare juga digunakan secara tradisional untuk menyembuhkan disentri, kolik, demam, luka bakar, nyeri pada menstruasi dan beberapa senyawa-senyawa yang diisolasi di dalam buah pare memiliki efek a. Pada saluran pencernaan b. Efek antihelmintik c. Efek antimalaria d. Efek antivirus e. Efek antidiabetes. f. Efek antikanker g. Kegunaan pada kulit juga digunakan untuk mengontrol kelahiran h. Sebagai antioksidan
Ekstrak buah pare yang direbus menunjukkan aktivitas antioksidan. Ekstrak dari buah pare menunjukkan perbedaan penting dalam aktivitas menangkap radikal bebas antara ekstrak yang diperoleh dengan maserasi dingin dengan ekstrak yang diperoleh dengan cara panas, karena adanya perubahan pada komposisi kimia tumbuhan selama proses pemanasan, yang kemudian meningkatkan jumlah komponen antioksidan (Anonim, 2006).
25
5. Rumus Kimia Momordikosida K dan L
Gambar 7. Rumus Bangun Momordikosida K dan L (Sumber: Okabe, dkk., 1982) (Okabe, 19982 ) mulai mengkarakterisasi dan mengisolasi bahan yang terkandung dalam ekstrak pare, bahwa bahan yang terkandung termasuk kedalam senywa triterpen, yang dinamakan momordikosida A dan B. Momordikosida A mempunyai rumus kimia A( C42H72O15 )dengan titik lebur 1810C – 1870C sedangkan momordikosida B (C47H80O19) dengan titik lebur 2380C-2400C. Selanjutnya Okabe juga berhasil mengisolasi momordikosida utama yang terdapat di dalam buah pare, yaitu jenis K (C37H58O9) dengan titik lebur 236-2320C dan jenis L (C36H58O9) dengan titik lebur 227-232 0C. Senyawa momordikosida terbentuk dari kristal jarum secara fisik dan mempunyai rasa pahit.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2016 - Januari 2017 bertempat di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan perlakuan hewan uji. Untuk pembuatan ekstrak buah pare dilakukan di Laboratorim Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit beserta penutup yang terbuat dari kawat sebanyak 20 unit, wadah pakan mencit, botol minum mencit, sonde lambung yang dihubungkan dengan alat suntik digunakan untuk pemberian ekstrak secara oral, mikropipet untuk mengambil ekstrak buah pare, gelas ukur, jangka sorong sebagai alat ukur, milimeter blok sebagai alat ukur, seperangkat alat bedah, kertas label, kamera, botol film sebagai tempat penyimpanan fetus
27
2. Bahan Bahan yang digunakan adalah 20 ekor mencit betina dan 20 ekor mencit jantan berumur 3- 4 bulan dengan berat sekitar 20-30 gram, sekam padi sebagai alas kandang mencit, pelet sebagai pakan mencit, air minum mencit, ekstrak buah pare, aquabides, kloroform, kapas, alkohol 95%, dan alkohol bertingkat.
C. . Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Hewan Uji
Kandang mencit yang digunakan 20 unit beserta penutupnya dibersihkan menggunakan alkohol dan diberi alas berupa sekam padi. Sebanyak 20 ekor mencit jantan dan 20 ekor mencit betina disiapkan dalam kondisi yang fertil, berumur 10 minggu, dan berat sekitar 30 gram. Kemudian mencit diaklimatisasi selama 1 minggu dengan diberi pakan berupa pelet dan air minum setiap harinya. Tujuan dari aklimatisasi agar mencit dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Penentuan besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Frederer (1977), yaitu t (n-1) ≥15. Sehingga setiap perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit betina yang bunting, yaitu 5 ekor mencit betina bunting tanpa perlakuan (kontrol), 5 ekor mencit betina bunting dengan perlakuan 22,5 mg/ 30 grBB dalam 0,3 ml aquabides, 5 ekor mencit betina bunting dengan perlakuan 30 mg/30 grBB dalam 0,3ml
28
aquabides, dan 5 ekor mencit betina bunting dengan perlakuan 37,5 mg/30 grBB dalam 0,3ml aquabides.
2. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Buah Pare
Pada penelitian ini untuk mendapatkan ekstrak daging buah pare digunakan metode evaporasi. Daging buah pare dibersihkan, dicuci, dan dijemur (tanpa sinar matahari) hingga kering (oven). Setelah kering daging buah pare kemudian digiling hingga menjadi serbuk. Kemudian dilakukan maserasi dengan cara merendam 500 gram serbuk daging buah pare dalam 5 liter larutan etanol selama 24 jam. Kemudian disaring menggunakan kertas saring (Susilawaty dan Hermansyah, 2015). Cairan hasil saringan tersebut kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi menggunakan alat rotary evaporator selama 4 jam dengan suhu 50oC dan tekanan 120 atm. Kemudian didapatkan ekstrak daging buah pare sebanyak ± 200ml.
Metode ini digunakan karena senyawa flavonoid mudah larut dalam air. Oleh karena itu senyawa ini berada dalam ekstrak air tumbuhan. Flavonoid diekstrak baik memakai metanol, etanol, dan aseton (Robinson, 1991). Isolasi senyawa flavonoid dari buah pare secara maserasi menggunakan pelarut etanol 98% (Waluyantana, 1995)
29
3. Proses Kopulasi Mencit
Satu ekor mencit betina disatukan secara alami dengan satu ekor mencit jantan dalam satu kandang kemudian diberi pakan berupa pelet dan air minum. Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan fertilisasi atau disebut dengan kopulasi mencit ini terjadi pada sore menjelang petang. Hal ini disebabkan proses kopulasi mencit terjadi pada fase estrus, dimana fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00 WIB (Mangkoewidjojo dan Smith, 1988).
4. Pembuktian Mencit Bunting
Pada keesokan pagi setelah mencit betina dan jantan disatukan, dilakukan pengamatan di daerah vagina pada mencit betina. Sumbat vagina (copulatory plug atau vagina plug) yaitu sumbat kekuningan pada vagina yang merupakan campuran sekret betina dengan ejakulat jantan yang mengeras. Apabila ditemukan sumbat vagina, maka mencit dinyatakan telah melakukan kopulasi dan dihitung sebagai kehamilan hari ke-0 (Silvia, 2011). Selain dilihat dari adanya sumbat vagina, kehamilan mencit juga dapat diketahui dengan cara mengangkat ekstrimitas depan mencit dan dilihat apakah kelenjar mammae turun, apabila turun maka mencit dinyatakan bunting. Selama kebuntingan, kelenjar mammae mengalami perkembangan dan perubahan morfologi untuk mempersiapkan laktasi saat melahirkan
30
(Leeson, 1986). Mencit betina yang dinyatakan terbukti kopulasi, dipelihara dalam kandang tersendiri terpisah dari mencit yang jantan.
5. Pemberian Perlakuan
Pemberian ekstrak buah pare dilakukan dengan cara dicekok (secara oral) menggunakan alat sonde lambung mulai dari kebuntingan hari ke 6 sampai ke 17 (Silvia, 2011). Pada pemberian ekstrak buah pare pada mencit dengan cara oral atau dicekok, penelitian ini menggunakan aquabides sebagai kontrol (Yurijuly, 2012) sehingga persentase yang digunakan adalalah 1%. Mencit Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah mencit dengan berat sekitar 30 gram, sehingga rumus perhitungan yang digunakan untuk volume aquabides yaitu: Volume pemberian
= Berat X persen pemberian = 30 gram X 1% = 30 gram X(1 ml/100 gram) = 0,3 ml
Hasil observasi LD50 pada buah pare, yaitu pada mencit 25 mg/25g =(25 mg X 1000)/25 g = 1000 mg/kb BB Maka diperoleh bahwa LD50 pada mencit yaitu 1000 mg/Kg BB. (Sutyarso, 1980)
Berdasarkan penelitian (Rosita, 2005) dengan dosis 2800 mg/Kg BB menunjukan ekstrak buah pare memberikan efek teratogenik dengan
31
demikian dosis yang dipilih dalam penelitian ini adalah dimodifikasi yaitu Kontrol,0,3 aquabides, P1 22,5 mg/30 grBB, P2 30 mg/30 grBB, P3 37,5 mg/30 grBB. Dengan berat mencit yang digunakan 30 gram, maka pada kebuntingan 6 sampai 17 mencit yang bunting diberikan dosis perlakuan sebagai berikut: A. Kontrol diberi 0,3 ml aquabides (K) B. Dosis 22,5 mg/30 grBB dalam 0,3 ml aquabides (P1) C. Dosis 30 mg/30 grBB dalam 0,3 ml aquabides (P2) D. Dosis 37,5 mg/30 grBB dalam 0,3 ml aquabides (P3)
6. Pengamatan
Pembedahan terhadap mencit betina dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat bedah pada kebuntingan hari ke 17. Seluruh mencit baik dari kelompok kontrol maupun perlakuan dibius menggunakan kloroform. Mencit dibedah dan fetus di keluarkan dari uterus, kemudian dibersihkan dengan air mengalir. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap parameter yang telah ditentukan. Parameter yang diukur adalah penurunan panjang yaitu panjang kranium, panjang sternum, panjang ekor, panjang ruas-ruas tubuh fetus yang meliputi panjang ekstrimitas depan, panjang ekstrimitas belakang, dengan menggunakan jangka sorong
32
7. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali. Dalam penelitian ini terdapat 20 ekor mencit yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu 1 kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok sebagai perlakuan. Berikut merupakan susunan rancangan percobaan: KU1
P3U2
P1U1
KU2
P2U1
P3UI
P1U2
P2U2
KU3
P2U5
P3U3
BU3
P1U4
P3U4
P2U3
KU4
P2U4
P1U5
KU5
P3U5
Gambar 8. Susunan Rancangan Percobaan Keterangan : P = Perlakuan yang digunakan (P1; P2; P3) K = Kontrol (K) U = Ulangan (U1,U2,U3,U4,U5). 8. Analisis Data
Data hasil penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan efek yang ditimbulkan antar perlakuan, maka data akan diolah secara
33
statistik dengan menggunakan analisis varian (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka akan dilakukan uji lanjut dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. 9. Diagram Alir Penelitian
Persiapan penelitian
Persiapan kandang
Pembuatan ekstrak daging buah pare
Perlakuan dengan ekstrak daging buah pare
Pembedahan dan pengamatan malformasi pada bagianbagian tubuh fetus mencit
Analisis Data
Penyusunan Laporan
Gambar 9. Diagram Alir Penelitian
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak buah pare pada mencit hamil menyebabkan: 1. Penurunan panjang kranium pada dosis 30 mg/30 grBB dan penghambatan pembentukan tulang (osifikasi) karena efek sitotoksik. 2.
Penurunan panjang sternum pada dosis 30,5 mg/30 grBB dan penghambatan pembentukan tulang (osifikasi) disebabkan efek sitotoksik.
3. Penurunan panjang ekor pada dosis 37 mg/30 grBB dan penghambatan pembentukan tulang (osifikasi) disebabkan efek sitotoksik. 4. Penurunan panjang ekstrimitas depan pada dosis 37 mg/30 grBB dan penghambatan pembentukan tulang (osifikasi) disebabkan efek sitotoksik 5. Penurunan panjang ekstrimitas belakang pada dosis 37 mg/30 grBB dan penghambatan pembentukan tulang (osifikasi) disebabkan efek sitotoksik.
57
B. Saran Perlu dilakukan lagi suatu uji lanjut dengan menggunakan dosis yang berbeda untuk mengetahui lebih jelas pengaruh buah pare sebagai panduan bagi wanita khususnya ibu hamil terhadap fisiologis fetus yang meliputi kelainan ginjal, hati, kardiovaskular, sistem rangka.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. 2001.Awas Bahaya Tumbuhan Obat. [internet]. (diunduh pada 19 Maret 2016). Tersedia pada :http://www.indomedia.com/. Akbar, B. 2010.Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press. Jakarta. Ed 1. Hal 59.978602-19751-7-6. Amsel, S. 2012. Movie Worksheets, What Owls Eat -The Bones of A Mouse. (Internet). http://visual. Merriam-webster.com/images/animal kingdom/rodents-lagomorphs/ rodent/skeleton-rat.jpg. Diakses pada 05November 2015. Anonim. 2006, Khasiat dan Kegunaan Senyawa Kimia dalam Buah Pare, JURNAL KIMIA 2 (1), JANUARI 2008 : 1-s/0207/02/192257.htm.,23 Pebruari2006. Anonim. 2014. Anatomi Fisiologi –Ekstermitas Atas.HIMA KEPERAWATAN SIDOARJO.
Ariens, E.J., E. Mutschler, dan A.M Simonis.1986. Toksikologi Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Anto, A. 2014. Kiat Budi Daya Tanaman Pare. http://kalteng.litbang. pertanian.go.id /ind/index.php/publikasi-mainmenu-47/teknologi/398kiat-budi daya-tanaman-pare.diakses pada 30 Oktober 2016 pukul 08:00 WIB. Aulia Y., J. Sugianto, Y. Aida.2002. Efek Korambusil Terhadap Perkembangan Fetus Tikus Putih (Rattus norveginus L.) Galur Sprague- Dowley. Biota VII (3): 101-108. Aulya, S. 2012.Adsorbsi, Emulsifikasidan antibakteri Ekstrak Daun Pare (Momordica charantia L.) (Skripsi.) FMIPA.IPB. Bogor. Brotowidjojo, M.P. 1994. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta. Hlm 55-58, 348 Cook, M. J. 2012. The Anatomy of the Laboratory Mouse. [internet]. (diunduh 17 Oktober 2015). Tersedia pada. http://www.informatics. jax.org/ cookbook/imageindex.shtml
59
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1.Trubus Agriwidya. Jakarta. Rosa, F.N. 2016. (Skripsi). Efek Teratogenik Ekstrak Rimpang Rumput Teki(Cyperus rotundus L.) Terhadap Jumlah Fetus, Ekstrimitas Depan dan Belakang, Serta Malformasi lainya pada Fetus Mencit (Mus musculus L.) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Bandar Lampung. Federer,W.T. 1977. Experimental design theory and aplication, third edtion. Oxford and IBH publishing co.new delhi bombay calcuta. Fitriawati, N. 2001. Kajian penambahan ekstrak buah dan daun pare (Momordica charantia Linn.) pada sifat-sifat reproduksi mencit betina (Mus musculus albinus). (Skripsi) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor: Garcia,R.N, A.E.G. Alvarez, and C.Edias.2009.Bond Stregth of contenporary restorative systems to enamel and dentin. RSBO Greep, R.O. 1966. Histology. 2nd edition. New York : Mc. Graw Hill Company. Goldstein, A.L. Aronow and S.M .Kalman. 1974. Principle of Drug Action : The Basic of Pharmacology. New York : John Wiley & Sons. Hafez, E.S.E. 1970. Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory Animals. Philadelphia. Lea & F. Hutahean.2002. Prinsip – Prinsip Uji Toksitokologi Perkembangan . FMIPA. Universitas Sumatera Utara.Sumatera Utara. Herrera, A.A., R.E.C. King, and L.A.D.G. Ipulan. 2011. Effects of oral administration of crude extract of Aglaia loheri blanco and Ardisia pyramidalis (Cav.) pers on embryo morphology and maternal reproductive performance. Journal of Medicinal Plants Research, 5(16), pp.3904-3916. Iriani, S. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto.(Skripsi)FMIPA. Universitas Udaya. Junqueira, L.C., J. Carneiro, dan R.O.Kelley. 1998. Histologi Dasar. Terjemahan oleh J. Tembayong. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Kaufman, M. H. 1992. The Atlas of Mouse Development. London: Academic Press. Kumolosasi, E. 2004. Efek Teratigenik Kulit Batang pule (Alstonia sholaris R.Br) pada Tikus Wistar. Jurnal Matematika dan Sains. Vol 9 No 2 : 223227.
60
Kimball, J.W. 1983. Biologi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Kini, U. and B.N Nandeesh. 2012.Physiologi of Bone Information, Remodelling and Metabolism. Fogelman, L, Gnanasegaran, G, van der Wall,H. Radionuclide and Hybrid Bone Imaging.Springer. Berlin.Heidelberg.P:29-57. Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar. Semarang : IKIP Semarang Press. Leeson, C.R. 1986.thebook of histologi. Terjemahan imini, A,IKIP Semarang, press.semarang. Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko (Terjemahan Edi Nugroho). Jakarta : UI-Press. Lord, M.J, N.A. Jolliffe, C.J.Marsden, C.S.Pateman, D.C.Smith, R.A. P.D.Spooner, Watson, L.M.Roberts. 2003, Ricin. Mechanisms of cytotoxicity, Toxicol Rev., 22(1):53-64. Lotlikar, M.M and M.R.Rao. 2006.Pharmacology of a hypoglycemic principle isolatedfrom the fruits of Momordica charantia Linn. 28: 129 Ngatijan. 1990. Petunjuk Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta : PAU Bioteknologi UGM. Nurliani A.2007.Penelusuran Potensi Antifertilitas Kulit Kayu Durian Melalui Skrining Fitokimia Sains dan Terapan Kimia I(2): 53-58 Mangkoewidjojo dan Smith.1988.Pemeliharaan, pembiakkan, dan Penggunaan hewan Percobaan di Daera Tropis.UI Press. Jakarta. Murwanti, R., E.Meiyanto, A.Nurrochmad, and SA.Kristina, 2004. Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoria Rosc.) terhadap Pertumbuhan Tumor Paru Fase Post Inisiasi pada Mencit Betina Diinduksi Benzo(a)piren. Majalah Farmasi Indonesia, 15(1):7-12 Okabe H, Y. Miyahara, T. Yamauchi, K. Miyahara, T. Kawasaki, Studies on the constituens of Momordica charantia L. Isolation and characteriz ation dicosides A dan B glycoside of a pentahydroxy cucurbitane triterpene. Chem Pharm Bull 1982;28 2753-62 Panjaitan, R. G. P. 2003. Bahaya Gagal Hamil Yang Diakibatkan Minuman Beralkohol. http://tumoutou.net/702_07134/ruqiah_gp.htm online pada tanggal 30 November 2007 pada pukul 13.00 Pasaribu,L.2008 .Malformasi Bagian – Bagian Tubuh Embrio Mencit (Mus musculus L) Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Teki (Cyperus rotundus L.) (Skripsi)Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung. (tidak dipublikasikan)
61
Paul, A., and S.S. Raychaudhuri. 2010. Medicinal uses and molecular identification of two Momordica charantia varieties - A Review. Electronic Journal of Biology, 6(2), pp.43-51. Peters, P.W.J. and J.M. Berkvens. 1996. General Reproduction Toxicology in Niensink, R.J.M., J.D Vries and M.A Hollinger. Toxicology : Principle and Application. New York : CRC-Press. Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu.Ed ke-3. Penebar Swadaya. Jakarta. Ramelan, W dan H. Syahrum. 1994. Seri Biologi Kedokteran Reproduksi dan Embriologi; Dari Satu Sel Menjadi Organisme. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. 0Hlm 18-24. Roberts. 1971. Veterinary Obstetricts and Genital Diseases (Theriogenology). New York : Ithaca Rochmiatun, U. S. 2003. Efek Teratogenik Ekstrak Herba Tapak Dara Putih (Vinca rosea L.) pada periode Organogenesis Tikus Putih (Rattus norvegicus L.). (Skripsi) FMIPA UNS. Surakarta . Rosita,2005. Kajian Efek Teratogenik Ekstrak Buah Pare(Momordica charantia L.) Terhadap Perkembangan Pra LahirMencit (Mus musculus L.) STRAIN BALB-C. (Skripsi). FMIPA UNEJ. Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi 6. Bandung : Penerbit ITB, pp : 191-193. Rugh, R. 1968. The Mouse : Its Reproduction and Development. New York : Burger Publishing Company. Rukmana R. 1997. Budidaya Pare. Yogyakarta : Kanisius. Santoso, H.B., 2004. Kelainan struktur Anatomi Skeleton Fetus mencit Akibat Kafein. (BIOSCIENTIAE). Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan. 1 ( 2 ) : 23-30. Santoso, H.B. 2006.Pengaruh Kafein terhadap Penampilan Reproduksi dan Perkembangan Skeleton Fetus Mencit (Mus musculus L).Jurnal Biologi. X: 39-48. Sastrapradja, S. 1977. Sayur-sayura, Pare Pahit (Momordica charantia L.) Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI Santoso, R.M., D. Praharani, dan Purwanto. 2012. Daya antibakteri ekstrak daun pare (Momordica charantia) dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus viridans. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, Universitas Jember.
62
Setyawati, I. 2011. Penampilan Reproduksi dan Perkembangan Skeleton Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas Muda. Jurnal Veteriner.112(3) pp.192-199. Sherwood, C. 2010. Collagen Fuctions.Available at:http://www.livestrong,com/article/78360-collagen-fuctions/ Silvia, G.A. 2011.Pengaruh Suspensi Sari Akar Manis terhadap Perkembangan Janin pada Mencit Bunting .(skripsi) FMIPA Universitas Indonesia. Jakarta p14-15 Siswosudarmo, R. 1988. Efek Samping Obat Terhadap Perkembangan Janin. Yayasan Melati Nusantara. Yogyakarta. Sudarsono ,D.G., Subagus W. 2002. Tumbuhan Obat II. Hasil Penelitian, Sifat Sifat dan Penggunaan. Yogyakarta : Penerbit PSOT UGM, pp : 114116 Sukhla, S., Dixit, and K.R.Pardasani. 2012. In-silico identification of antifertulity protein basedon sequence and structural similarity Asian Journal of plant Science and Research, 2(3), pp.290-298 Sukra,Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio Benih Masa Depan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasiaonal. Jakarta. Hlm 291-300. Susilawati, and Hermansyah. 2015.Akrtivitas Larvasida Ekstrak Metanol Buah Pare (Momordica charantia L.) Terhadap Larva Aedesaegepty. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang. Tati, S. 2004. Khasiat & Manfaat Pare, si Pahit Pembasmi Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka, pp : 4-16, 45-46. Thraser, J.D and K.H. Kilburn. 2006. “Embryo Toxicity and Teratogenecity of Formaldehyde (FA)”. Toxicology Journal. http://www.drthrasher.org/formaldehyde_embryo_toxicity. html. [5 April 2006]. Tuwuh, P., M.S.Lucia, and Riyanto. 2016. Efek Teratogenik Ekstrak Ciplukan (Physalis Minima L), JURNAL PEMBELAJARAN BIOLOGI Volume 3(1) Yantrio, A, J. Sugiyanto, Y. Aida. 2002 Efek Klorambusil terhadap Perkembangan Fetus Tikus Putih (Rattus novergicus L) Strain Sparague- Dowley. Jurnal Biota VII(3) :101-108 Yorijuly. 2012. Perhitungan Dosis UntukHewan Percobaan. http:/yorijuly14. Wordpress.com/2012/06/02perhitungan-dosis-untuk-hewan-percobaan. Diakses pada tanggal 20/12/2014. Wilson, J.G. 1973. Environment and Birth Defect. London : Academy Press.Inc.