MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA
Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Hilda Dziah Azqiah SM NIM. 1112051100035
KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017M
MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Hilda Dziah Azqiah SM NIM. 1112051100035
Pembimbing:
KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat,
Juni 2017
Hilda Dziah Azqiah SM
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Hidayatullah Jakarta pada satu syarat untuk
Komunikasi UIN
Syarif
Juni 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Program Studi
Konsentrasi Jurnalistik. Jakarta, 13 Juni 2017 Sidang Munaqasyah Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
ABSTRAK HILDA DZIAH AZQIAH SEPTI MANZILAH 1112051100035 MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA Film merupakan salah satu media massa yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap khalayak. Pada akhir-akhir tahun 2016 terjadi fenomena mengenai gesekan antar agama. Adanya film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara yang bergenre drama dan diproduksi One Production. Film yang mengisahkan seorang guru muslimah, Aisyah berjuang demi cita-citanya di desa Derok, NTT yang mayoritas warganya beragama Katolik, mengandung banyak pesan toleransi antar umat beragama. Film ini pun menarik banyak publik dengan masuk berbagai nominasi dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2016, dan menjadi film nasional terbaik dalam FFI 2016. Film ini memberikan gambaran dan cambukan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia bahwa kehidupan ini sangat di perlukan rasa toleransi satu sama lain, baik beda agama maupun ras. Sehingga, dengan adanya rasa toleransi maka tidak ada perpecahan antar agama dan akan terciptanya kehidupan yang damai, rukun dan tentram. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan masalah yang dirumuskan peneliti. Rumusan masalah tersebut yang pertama adalah bagaimana makna tanda ikon, indeks, dan simbol mengenai toleransi antarumat beragama dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara menurut teori yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce? Kedua, bagaimana interpretasi yang muncul dari film tersebut terkait toleransi antarumat beragama? Untuk menjawab pernyataan tersebut, maka peneliti menggunakan metodelogi pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah makna toleransi antarumat beragama dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara yang disutradarai oleh Herwin Novianto. Sedangkan objeknya adalah potonganpotongan adegan yang terdapat pada film tersebut. Penelitian ini menggunakan teori semiotika Charles Sanders Pierce. Semiotika adalah cara untuk menganalisis dan dan memberikan makna terhadap lambang-lambang yang terdapat dalam sebuah gambar,pesan dan teks. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer diperoleh dari rekaman film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, sedangkan sumber data sekunder dapat diperoleh dari info-info lain dan dokumentasi yang berkenaan denganfilm ini. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan dokumentasi yang dianalisis dengan teroi semiotika Charles Sanders Pierce. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pesan toleransi dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, berupa menghormati agama lain, menghargai dan menerima perbedaan, tidak memaksakan kehendak, kepercayaan terhadap orang lain, dan bersikap adil tanpa melihat suku maupun agama serta tetap bersikap tolong-menolong sesama manusia agar tercipta kedamaian dalam berinteraksi sosial dan bermasyarakat. Kata kunci: film, semiotika, pesan toleransi.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis hanturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. , keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah skripsi yang berjudul “MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA” dapat selesai dengan baik guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini tak jarang penulis menghadapi hambatan. Namun, karena dorongan dan motivasi dari orang terdekat akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepda: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A., wakil Dekan I Bidang Akademik, Suparto, M.Ed Ph.D., wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag., serta wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M.Si. 2. Ketua Jurusan Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si., beserta Sekretaris Kosentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. 3. Dosen pembimbing Dra. Rubiyanah, M.A., yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran kepada penulis.
i
4. Tim Penguji, Ade Masturi, M.A dan Drs. M. Sungaidi, M.A, yang telah menyediakan waktu untuk menguji sidang munaqashah skripsi kepada penulis. 5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada mereka yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat. 6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda, Ardi dan ibunda, Ramiyati yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan perhatian serta dukungan kepada penulis selama ini. 8. Keluarga tercinta, suami, Abdul Rahman, S.Kom.I dan ananda, Athifa Zahira Rahman yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan perhatian serta dukungan baik moril dan materil kepada penulis selama proses penyusunan skripsi. 9. Orang-orang terkasih yang selama ini memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, Abangku Rahmat, Kakakku Ulfah, dan sahabt-sahabat terbaikku,
Lilis Yuniarsih, Nur Habibah, Qoribatul Choiriyah, Azmy
Azis. 10. Teman-teman Jurnalistik A dan B 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
ii
11. Kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa teirmakasih peneliti kepada kalian. Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf apabila terdapat kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wassalamuala’ikum Wr. Wb. Jakarta, Juni 2017
Hilda Dziah Azqiah SM
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv DAFTAR TABEL............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah ................................................................................ 4 2. Rumusan Masalah .............................................................................. 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5 2. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5 D. Metodelogi Penelitian 1. Paradigma dan Pendekatan ..............................................................
6
2. Subjek dan Objek Penelitian ............................................................
6
3. Sumber Data .....................................................................................
7
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 7 5. Metode Analisa ................................................................................ E. Tinjauan Pustaka ...................................................................................
7 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Semiotika 1. Pengertian Semiotika ....................................................................... 14 2. Sejarah Semiotika ............................................................................ 15 3. Konstruksi Dasar Semiotika ............................................................. 18 4. Tokoh – Tokoh Semiotika ................................................................. 20 5. Teori Semiotika Peirce ...................................................................... 26 B. Tinjauan tentang Film 1. Pengertian Film Sebagai Media Audio Visual ................................. 30 2. Karateristik Film ................................................................................ 32 3. Klasifikasi Film 34
iv
C. Tinjauan tentang Toleransi 1. Pengertian Toleransi ...................................................................... 36 2. Unsur-unsur Toleransi Agama ....................................................... 37 BAB III GAMBARAN UMUM A. Sekilas tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ..................... 40 B. Pemain dan Tim Produksi Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ...
42
C. Penghargaan Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ......................... 44 BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Makna ikon, indeks dan simbol mengenai tolernasi dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ............................................... 47 B. Interpretasi Temuan ............................................................................. 59 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ................................................................................... 62 B. SARAN .............................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64 LAMPIRAN................................................................................................... 65
v
DAFTAR TABEL 1. Tabel 1 Model Triadik Peirce .............................................................
vi
29
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1 Segitiga elemen Makna Peirce ................................................ 8 2. Gambar 2 Asosiasi signifer dan signifed ............................................... 22
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media massa modern yang pesat dan kuat dengan media massa sebagai salurannya adalah film. Film juga bisa ditonton dan dijadikan bahan persahabatan hampir di setiap negara. Film itu sendiri merupakan gambaran hidup. Selama bertahun-tahun, orang sudah memperhatikan film sebagai sarana hiburan, pelarian, pendidikan, menerangi dan mengilhami penonton. Film yang ditonton oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu santainya sebagaimana yang dikatakan oleh Kolker, memiliki kekuatan yang sangat besar karena film menyajikan image yang dapat merasuki kita secara lebih mendalam dan image yang tersaji dalam fillm menyediakan ilusi yang powerfull mengenai pemahaman realitas. Film mampu mengjangkau populasi dalam jumlah besar dan cepat, bahkan di wilayah pedesaan. 1 Memasuki milenium baru dan seiring kembali menggeliatnya produksi film Indonesia, film-film yang berlatar dan memiliki cerita dari Indonesia bagian Timur semakin sering dibuat. Tahun 2016 ada satu judul “Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara”. Film yang diproduksi oleh One Production ini garapan sutradara Herwin Novianto, dan di produseri oleh Hamdani Koestoro dan penulis skenario oleh Jujur Prananto ini mengambil cerita di sebuah desa di ujung Timur provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sudut pandang seorang guru dari pulau Jawa. 1
Denis McQuail, Teori Komunikasi Mass, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2011),
h. 35.
1
Kisah film ini berawal di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, saat Aisyah (Claudya Cynthia Bella) hendak mewujudkan cita-citanya menjadi guru selepas meraih gelar sarjana. Ia mendapat tugas dari sebuah yayasan untuk mengajar murid-murid SD kelas jauh di dusun Derok, di dekat kota Atambua, NTT serta berbatasan dengan negara Timor Leste. Aisyah menyanggupi penempatan ini, sekalipun kurang disetujui sang ibu (Lydia Kandou), serta harus meninggalkan pemuda yang sedang dekat dengannya, Jaya (Ge Pamungkas). Setibanya di Derok, meski ia banyak dibantu oleh kepala dusun (Deky Liniard Seo), seorang muridnya bernama Siku Tavarez (Dionisius Rivaldo Moruk), serta seorang sopir bernama Pedro (Arie Kriting), tetap saja perbedaan antara kampung halaman Aisyah dengan tempatnya yang baru begitu kontras. Aisyah harus menyesuaikan diri dengan medan kering dan berbatu, iklim panas, sulitnya air, ketiadaan listrik, juga perbedaan bahasa, budaya, dan agama. Apalagi, Aisyah adalah seorang perempuan muslim yang mengenakan jilbab, yang kini berada di tengah-tengah warga yang menganut Katolik. Jati diri Aisyah sebagai muslim kemudian mendapat tantangan dari salah seorang muridnya, Lordis (Agung Isya Almasie Benu) yang enggan diajar oleh Aisyah. Namun, Aisyah berniat untuk memegang teguh citacitanya untuk menjadi guru yang baik, dan menjalankan tugasnya untuk mendidik anak-anak Derok. Baik Aisyah maupun murid-muridnya di Derok pun harus berupaya untuk dapat saling menerima perbedaan di antara mereka. Pada tahun 2016 terjadi gesekan antar agama yang menimbulkan perpecahana satu agama dengan agama lain dan kurangnya rasa toleran. 2
Masalah toleransi ini pada dasarnya berkaitan dengan masalah yang terbesar dalam keberagaman manusia, yaitu kesadaran antarumat beragama akan keniscayaan prularitas.2 Toleransi merupakan salah satu bentuk dan akomodasi sebagai suatu usaha manusia dalam mencapai kestabilan dalam masyarakat tanpa adanya perselisihan. Toleransi juga mengarahkan kepada terbentuknya asimilasi dalam masyarakat bila didukung oleh komunikasi yang intens.3 Dengan adanya film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara” yang bergenre drama dengan durasi 90 menit, mengandung pesan toleransi di dalam alur ceritanya karena tidak hanya sebagai tontonan belaka, namun bisa menjadi tuntunan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia bahwa hidup ini harus ada rasa toleransi satu agama dengan agama lain. Film ini juga memberikan inspirasi bahwa ada situasi dan kondisi yang menyuguhkan proses adaptasi dua keyakinan untuk hidup bertetangga dan menebarkan nilai-nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangat mencolok bahwa pakaian dan simbol keagamaan bukan menjadi tembok pemisah karena hati dan kebaikan berbicara. Murid Aisyah yang jumlahnya hanya sebanyak jari tangan itu sempat disusupi oleh sikap antipati terhadap agama lain. Justru lewat usaha untuk hidup dan bertahan di lingkungan yang 100% berbeda dari lingkungan ia bertumbuh sebelumnya, Aisyah menunjukkan esensi suatu agama dari perspektif seorang yang hidup dalam dunia plural dan majemuk. Agama itu menuntun seseorang untuk semakin inklusif dan menebarkan kebaikan. 2 3
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h.169 Soejana Soekanto, Sosiologii Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Perss, 2002), h.83.
3
Film yang disutradarai oleh Herwin Novianto ini juga membawa soal keragaman dan kondisi di wilayah Indonesia Timur. Film ini memberi cambukan bagi pemerintah, dan juga saudara sebangsa bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat majemuk yang kaya akan suku, bangsa, bahasa dan agama. Dengan toleransi, perbedaan itu bukan suatu masalah, namun membuat hidup menjadi indah. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui makna toleransi beragama melalui tanda-tanda yang terdapat dalam film ini dengan menggunakan teori semiotika Charles Sander Peirce untuk menggali makna tanda toleransi beragama dalam film dengan judul “MAKNA TOLERANSI BERAGAMA
DALAM
FILM
AISYAH
BIARKAN
KAMI
BERSAUDARA”. B. Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Batasan masalah diperlukan dalam sebuah penelitian agar masalah yang diteliti tepat pada tujuan penelitian yang ingin dicapai. Dalam penulisan ini, penulis mencoba untuk membatasi permasalahan, agar tidak terjadi pelebaran dalam pembahasannya nanti. Penelitian dibatasi dengan tanda-tanda atau simbol yang mengandung makna toleransi beragama pada tujuh scene dari 15 scene dalam film tersebut. 2. Rumusan Masalah Untuk memperjelas masalah yang dibahas dalam penelitian ini maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
4
a. Bagaimana makna tanda ikon, indeks, dan simbol mengenai toleransi beragama dalam film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”? b. Bagaimana interpretasi yang muncul dari film tersebut terkait toleransi beragama? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna ikon, indeks dan simbol mengenai makna toleransi beragama dan untuk mengetahui interpretasi dalam
film
“Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu komunikasi, serta memberikan sumbangsih dan beragam data mengenai penelitian semiotik sebagai bahan pustaka, khususnya penelitian tentang analisis kajian film dan semiotika. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dalam membaca makna yang ada dalam sebuah film melalui semiotika. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kosa kata dan istilah yang biasa digunakan dalam film. D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma dan pendekatan
5
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis semiotik umumnya bersifat kualitatif, yang dimana setiap orang memiliki pemaknaan terhadap sesuatu. Yaitu Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tentang sebuah tanda pada sebuah objek. Dimana pendekatan penelitian yang datanya tidak menggunakan data statistik, akan tetapi lebih dalam bentuk narasi atau gambar-gambar.4 Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritis aliran konstruktivis. Little John mengatakan bahwa teori-teori aliran ini berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya.
5
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivisme, karena objek yang diteliti adalah sebuah film lokal, yaitu film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara dimana dalam sebuah film ini, peneliti memberikan dan menguraikan gambaran akan toleransi antarumat beragama, dan dengan pendeketan ini peneliti bisa menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau prilaku orang yang diamati. 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara” yang disutradarai oleh Herwin Novianto. Sedangkan objek penelitiannya adalah potongan-potongan adegan berupa audio maupun
4
Kountur, Ronny.Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. (Jakarta: CV Teruna Grafica). h 16. 5 Stephen W. Little John, Theories of Human Communication, (Wadsworth: Belmont, 2002), h.163
6
visual dan yang terdapat pada film tersebut yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. 3. Sumber Data Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan dibagi menjadi dua bagian yang mengamati langsung data-data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Adapun instrument penelitiannya adalah: a. Data Primer, berupa rekaman video yang berupa adegan-adegan toleransi dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. b. Data Sekunder, berupa dokumen tertulis, yaitu seperti resensi film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara baik dari artikel di internet maupun buku-buku yang relevan dengan penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri atas dua, yaitu: a. Observasi, peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan tidak terikat objek penelitian dan unit analisis mengamati adegan-adegan dengan teliti dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. Kemudian, menganalisis adegan yang telah ditentukan sesuai dengan teori yang telah digunakan. b. Dokumentasi, peneliti mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan pendukung penelitian. 5.
Analisa Data
7
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Peneliti pada penelitian kualitatif bekerja sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya6. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisa Semiotika. Semiotika menurut Alex Sobur adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.7 Semiotika menurut Peirce adalah suatu hubungan antara tanda, objek, dan makna. Analisa semiotika pada penelitian ini menggunakan analisa semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce. Pemikiran Peirce bisa dijelaskan melalui bagan berikut ini. Gambar 1 Segitiga elemen Makna Peirce Sign
Interpretan
Object
Menurut Peirce, tanda dibentuk oleh hubungan segitiga yaitu Representamen yang disebut juga tanda (sign) berhubungan dengan objek yang dirujuknya. Hubungan tersebut membuahkan interpretant. Jadi,
6 7
Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2010), h.121. Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.15.
8
menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Tanda atau representament adalah bagian tanda yang merujuk pada sesuatu menurut cara atau berdasarkan kapasitas tertentu. Peirce mengistilahkan representament sebagai benda atau objek yang berfungsi sebagai tanda. Objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Biasanya objek merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan tanda bisa jadi merupakan entitas yang sama. Interpretant merupakan efek yang ditimbulkan dari proses penandaan atau bisa juga interpretant adalah tanda sebagaimana dicerap oleh benak kita, sebagai hasil penghadapan kita dengan tanda itu sendiri. Apabila ketiga elemen makna tersebut berinteraksi dalam benak seseorang maka muncul makna tentang sesutu yang diwakili oleh tanda tersebut.8 Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilinya disebut representamen (referent). Jadi jika sebuah tanda mewakilinya, hal ini adalah fungsi utama tanda. Misalnya, anggukan kepala mewakili persetujuan, gelengan mewakili ketidaksetujuan. Agar berfungsi tanda harus ditangkap, dipahami, misalnya dengan bantuan kode. Proses
8
Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi penelitian dan Skripsi Komunikasi, h.169-170.
9
perwakilan itu disebut semiosis, yaitu suatu proses di mana suatu tanda berfungsi sebagai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang ditandainya. Peirce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan yaitu9 : 1. Ikon (Icon), jika ia berupa hubungan kemiripan. Ikon bisa berupa, foto, peta geografis, penyebutan atau penempatan. 2. Indeks (Index), jika berhubungan dengan kedekatan eksistensi. Misalnya, asap hitam tebal membubung menandai kebakaran, wajah yang muran menandai hati yang sedih, dan sebagainya. 3. Simbol (Symbol), jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi. Yang pertama dilakukan yaitu, tahap pengenalan isi film, yaitu pengenalan isi film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”, di lanjutkan ke tahap eksplorasi, di mana dalam tahap ini mendeskripsikan mengenai unsur-unsur toleransi dalam film tersebut dan terakhir tahap analisis, yang menganalisis dari teori semiotika Charles Sanders Pierce mengenai makna toleransi beragama dalam film tersebut baik adegan-adegan audio maupun visual. E. Tinjauan Pustaka Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengkaji karya-karya sebelumnya yang relevan dengan topik yang diambil pada penelitian saat ini. Pada penelitian ini, peneliti merujuk pada penelitian terdahulu yang
9
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h.41-42.
10
membahas tentang semiotika. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah: 1. Penelitian karya M. Fikri Ghazali, 2010, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengna judul “Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta”. Dalam skripsi ini yang lebih diungkapkan menunjukkan potret kehidupan santri dan dunia Islam. Persamaan peneliti dengan peneliti sebelumnya terletak pada objek penelitian, yaitu sama-sama memfokuskan pada film. Perbedaannya adalah peneliti sebelumnya menggunakan teori semiotika Roland Barthes sedangkan peneliti menggunakan teori Charles Sanders Pierce. 2. Penelitian karya Chafisna Nurun Alanurin mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Nilai-Nilai Keluarga Islami dalam Novel Habibie dan Ainun (Sebuah Analisis Semiotik). Fokus penelitian tersebut adalah menjelaskan tentang nilai-nilai keluarga islami yang digambarkan dalam novel Habibie dan Ainun. Persamaannya adalah peneliti juga menggunakan teori semiotika Charles S. Peirce sama seperti yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Perbedaannya adalah terletak pada objek penelitiannya. Penelitian yang terdahulu menggunakan novel Habibie dan Ainun sebagai objeknya sedangkan penelitian yang sekarang menggunakan film sebagai objek penelitian. 3. Penelitian
karya
Nurlaelatul
Fajriah
mahasiswi
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang
11
berjudul
Analisis
Semiotik
Film
Cin(T)a
Karya
Sammaria
Simanjuntak. Fokus penelitian ini adalah mencari makna judul film Cin(T)a dan mencari makna ikon, indeks, dan simbol dalam film. Hasil dari penelitian ini adalah peneliti menemukan konsep toleransi dalam film Cin(T)a. Peneliti menemukan makna cinta dalam film cinta. Yakni ada dua makna, yang pertama cinta terhadap Tuhan dan cinta terhadap sesama. Dimana cinta terhadap Tuhan diatas segalanya. Perbedaan penelitian peneliti yang terdahulu dengan yang sekarang terdapat pada objek penelitian. Penelitian terdahulu terfokus pada film cin(T)a, sedangkan penelitian yang sekarang memfokuskan pada film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. Persamaan dalam penelitian yang sekarang dengan penelitian terdahulu adalah sama sama menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce. 4. Nurlaeli, 2011, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul “Representasi Islam dalam film PK”. Dalam skripsi ini peneliti sebelumnya menganalisis representasi islam dalam film PK. Perbedaannya yaitu pada subjek yang diteliti, peneliti sebelumnya fokus pada film bollywood PK, sedangkan peneliti meneliti tentang toleransi antarumat beragama dalam film lokal Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. F. Sistematika Penulisan Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, , penulis mengacu kepada “Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Jakarta.maka penulis
12
membagi pokok-pokok permasalahan ke dalam lima bab yaitu sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan Bab ini berisi
latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan. BAB II
: Tinjauan Teoritis
Bab ini menguraikan teori yang dipakai dalam penelitian ini yang terdiri atas pengertian semiotika menurut para tokoh, sejarah singkat semiotika, konsep teori semiotika menurut Charles Sanders Pierce, pengertian, karakteristik film dan pengertian serta unsur-unsur toleransi. BAB III
: Gambaran Umum tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara
Bab ini membahas orang-orang dibalik layar film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara terdiri atas sekilas tentang film, profil sutradara serta karya-karya nya, dan para pemain film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. BAB IV
: Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini akan dikhususkan pada hasil penelitian mengenai makna toleransi antarumat beragama dalam film tersebut. BAB V
: Penutup dan Kesimpulan
Bab ini
merupakan bab terakhir dalam rangkaian, yang
menguraikan secara singkat kesimpulan dari peneliti dan saran atas permasalahan yang telah diteliti.
13
BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Semiotika 1. Pengertian Semiotika Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambanglambang, sistem-sistemnya dan prosesnya.10 Pada dasarnya para ahli semiotik melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai pemaknaan, bukan sebagai hakikat esensial objek.11 Secara terminologis, menurut Umberto Eco, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) yang berhubungan dengan cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Batasan yang lebih jelas dikemukakan oleh Preminger, yaitu, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda semiotik itu mempelajari sistemsistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.12
10
Puji Santosa, Rancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra, (Bandung: Angkasa, 1931), h.3. 11 Untung Yuwono dan Christomy. T, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia, 2004), h. 77-78 12 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 96.
14
Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti penafsir tanda atau tanda dimana sesuatu dikenal. Semiotika ialah ilmu tentang tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi. Semiotika ialah cabang ilmu dari filsafat yang mempelajari “tanda” dan biasa disebut filsafat penanda. Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. 2. Sejarah Semiotika Dalam pengertiannya sebagai fakta historis, Hipocrates (460377SM), sebagai pendiri ilmu kedokteran modern, mengusulkan istilah „semiotika‟ dan mendefinisikannya sebagai cabang ilmu kedokteran untuk mempelajari gejala-gejala yang menunjukkan sesuatu di luar dirinya. Hipocrates mengklaim bahwa tugas utama seorang dokter adalah menyingkapkan hal-hal yang ditunjukkan oleh gejala-gejala ini dalam kaitannya dengan tubuh manusia. Telaah tentang bagaimana „satu objek mewakili objek lain‟ menjadi tugas utama para filsuf di sekitar masa kehidupan Plato (sekitar 428-347 SM), yang menyarankan bahwa tanda adalah „hal-hal‟ yang menyesatkan karena tidak secara langsung „mewakili‟ kenyataan, melainkan pendekatan mental padanya yang diidealisasikan. Murid Plato, Aristoteles (384-322 SM) berupaya untuk meninjau gejala „yang mewakili‟ (X=Y) dengan lebih dekat, dan meletakkan dasar-dasar teori penandaan yang sampai sekarang masih menjadi dasar.
15
Tahap kemajuan besar berikutnya dalam telaah tanda adalah yang diambil oleh Santo Agustinus (354–430 SM), filsuf dan pemikir agama yang
mengklasifikasikan
tanda
sebagai
yang
bersifat
natural,
konvensional, dan suci. Tanda natural adalah tanda yang terdapat di alam. Gejala-gejala badan, desir dedaunan, warna tanaman, dan sebagainya adalah tanda-tanda alam yang dipancarkan binatang dalam menanggapi keadaan fisik dan emosional. Tanda konvensional adalah tanda yang dibuat manusia. Kata-kata, isyarat, dan simbol merupakan contoh dari tanda-tanda konvensional. Di dalam teori semiotika modern, hal-hal ini diklasifikasikan menjadi yang bersifat verbal dan nonverbal. Santo Agustinus mendefinisikan tanda suci sebagai yang menampilkan pesan dari Tuhan. Sebagai contoh, mukjizat adalah tanda suci yang hanya bisa dipahami di dalam iman. 13 Selanjutnya, filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704) yang memperkenalkan telaah formal tentang tanda ke dalam filsafat dalam karyanya
Essay Concerning
Human Understanding (1690),
dan
melakukan antisipasi bahwa hal ini memberi kesempatan kepada para filsuf untuk memahami keterhubungan antara representasi dengan pengetahuan. Akan tetapi, pekerjaan yang mulai dikerjakannya nyaris tidak dikenali sampai pemikiran pakar bahasa dari Swiss Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan filsuf Amerika Serikat Charles Sanders Peirce
13
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010),
h.34
16
(1839-1914) menjadi landasan untuk membatasi bidang penelitian yang otonom. 14 Saussure melihat tanda sebagai „gejala biner‟. Yaitu bentuk yang tersusun atas dua bagian saling terkait (penanda dan petanda). Hubungan antara kedua hal ini bersifat konseptual dan ditentukan oleh konvensi sosial.
Saussure
mengklaim
bahwa
kata
seperti
kata
„kelinci‟
membangkitkan tanda „citra suara mental‟ yang terkait dengan gambaran sosial „teridealisasikan‟ dengan binatang tersebut. Pada waktu yang nyaris bersamaan, Charles Peirce
juga
melakukan hal yang kurang lebih sama. Ia mendefinisikan tanda sebagai yang terdiri atas representamen (sesuatu yang melakukan representasi) yang merujuk ke objek (yang menjadi perhatian representamen), membangkitkan arti yang disebut sebagai interpretant („apa pun artinya bagi seseorang dalam konteks tertentu‟). Hubungan ketiga dimensi ini tidak bersifat statis melainkan dinamis. Peirce
juga
membuat
tipologi
66
jenis
tanda,
dan
mengklasifikasikannya sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Sebagai contoh, ia mendefinisikan „qualisign‟ sebagai tanda yang mengarahkan perhatian ke, atau menonjolkan, kualitas tertentu yang ada pada yang menjadi referennya. Di dalam bahasa, sebuah ajektif adalah qualisign karena menarik perhatian ke kita ke kualitas (warna, bentuk, ukuran, dan sebagainya) yang ada pada objek yang menjadi refrennya. Di dalam 14
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010),
h.35
17
lingkup nonverbal, yang termasuk qualisign adalah warna-warna yang dipakai para pelukis, atau harmoni dan nada-nada yang dipakai para komponis. 15 3. Konstruksi Dasar Semiotika Konsep dasar yang menyatukan tradisi ini adalah tanda yang didefinisikan sebagai stimulus yang menandakan atau menunjukan beberapa kondisi lain seperti ketika asap menandakan adanya api. Konsep dasar kedua adalah simbol yang biasanya menandakan tanda yang kompleks dengan banyak arti, termasuk arti yang sangat khusus. Beberapa ahli memberikan perbedaan yang kuat antara tanda dan simbol/ tanda dalam realitasnya memiliki referensi yang jelas terhadap sesuatu, sedangkan simbol tidak. Para ahli lainnya melihat sebagai tingkat-tingkat istilah yang berbeda dalam kategori yang sama. Dengan perhatian pada tanda dan simbol, semiotik menuturkan kumpulan teori-teori yang sangat luas berkaitan dengan bahasa, wacana, dan tindakan-tindakan nonverbal.16 Kebanyakan pemikir semiotik melibatkan ide dasar triad of meaning yang menegaskan bahwa arti muncul dari hubungan di antara tiga hal yaitu benda (atau yang dituju), manusia (penafsir), dan tanda. Charles Sanders Pierce, ahli semiotik modern pertama dapat dikatakan pula sebagai pelopor ide ini. Peirce mendefiniskan semiosis sebagai hubungan antara tanda, benda, dan arti. Tanda tersebut mempresentasikan benda atau
15
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.
36-37. 16
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Theories of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h.53.
18
yang ditunjuk di dalam pikiran si penafsir. Sebagai contoh, kata anjing diasosisasikan dalam pikiran dengan binatang tertentu. Kata itu bukanlah binatang, tetapi sebagai ganti dari pemikiran, asosiasi, atau interpretasi yang menghubungkan kata dengan benda yang nyata. Seseorang yang mencintai anjing dan memilikinya sebagai binatang peliharaannya akan mendapatkan pengalaman yang berbeda tentang tanda anjing dengan orang yang pernah digigit oleh anjing ketika kecil. Ketiga elemen itu membentuk segitiga semiotik, seperti yang telah diberi nama oleh C.K. Ogden dan I.A. Richards. Semiotik selalu dibagi ke dalam tiga wilayah kajian yaitu semantik, sintaktik, dan pragmatik. Semantik berbicara tentang bagaimana tandatanda berhubungan dengan yang ditunjuknya atau apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda. Apa yang direpresentasikan oleh tanda maka kita berada dalam ranah semantik. Wilayah kajian kedua dalam semiotik adalah sintaktik atau kajian hubungan di antara tanda-tanda. Tanda-tanda sebetulnya tidak pernah berdiri dengan sendirinya. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari sistem tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu. Oleh karena itu, sintaktik mengacu pada aturan-aturan yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda ke dalam sistem
19
makna yang kompleks. Semiotik tetap mengacu pada prinsip bahwa tandatanda selalu dipahami dalam kaitannya dengan tanda-tanda lain. 17 Pragmatik, kajian utama semiotik yang ketiga, memperlihatkan bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial. Cabang ini memiliki pengaruh yang paling penting dalam teori komunikasi karena tanda-tanda dalam sistem tanda dilihat sebagai alat komunikasi manusia. Oleh karena itu, pragmatik saling melengkapi dengan tradisi sosial budaya. 4. Tokoh – Tokoh Semiotika a. Ferdinand De Saussure Ferdinand De Saussure menggunakan kata semiologi sebagai istilah untuk cabang ilmu yang mengkaji tanda. Saussure mendefinisikan tanda (signe) adalah kombinasi antara konsep (concept) dan citra akustik (image acoustique).18 Saussure mengganti istilah konsep dengan signife (petanda) dan citra akustik dengan istilah significant (petanda), atau antara wahana tanda dan makna. Ketika seseorang berbicara dengan bahasa ujaran menunjukkan adanya bunyi bahasa atau kata yang dihasilkan oleh alat-alat artikulatoris. Alat-alat ini menghasilkan bunyi yang dipengaruhi oleh getaran udara, sehingga menimbulkan sifat-sifat tertentu sebagai citra
17
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Theories of Human Communication, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 54-55. 18 Ferdinand de Saussure, Pengantar Umum Linguistik, terj. Rahayu S. Hidayat (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 147.
20
akustik. Sementara bahasa juga memiliki konsep yang berupa makna atau aspek mental dibalik bunyi bahasa. Misalnya, bunyi kata horse merupakan tanda yang terdiri dari aspek citra akustik berupa bunyi horse dan memiliki konsep hewan yang dalam bahasa Indonesia disebut „kuda‟. Kedua unsur ini saling berkaitan dan kehadiran yang satu menuntut kehadiran yang lain. 19 Dalam pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure memusatkan perhatian pada sifat dan perilaku tanda linguistik. Di dalamnya terdapat pokok-pokok pikiran yang nantinya memberi bentuk pada tradisi pengkajian tanda di Eropa, yang kemudian dikenal dengan istilah Semiologi (Ilmu tentang Tanda). Menurutnya, definisi tanda linguistik merupakan entitas dua sisi (dyad) yang bersifat arbitrer (berdasarkan kesepakatan). Sisi pertama disebutnya dengan penanda (signifier) yaitu aspek material dari sebuah tanda, sebagaimana kita menangkap bunyi pada saat orang berbicara. Bunyi tersebut berasal dari getaran pita suara (yang tentu saja bersifat material). Penanda verbal tersebut disebut Saussure sebagai “citra bunyi (sound image)”. Sisi kedua dari tanda -yaitu sisi yang diwakili secara material oleh penanda- disebut sebagai petanda (signified) yang merupakan konsep mental.20
19
Ali Imron, Semiotika Al-Quran: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf, (Yogyakarta: Teras, 2011), cet.1, h.12. 20 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 46-47.
21
Jadi, tanda menurut Saussure ada tiga. : -
Signifier (penanda), yaitu aspek material, wujud fisik dari tanda itu sendiri, bunyi atau coretan bermakna, misalnya: tulisan dikertas dan suara diudara.
-
Signified (petanda), yaitu pikiran atau konsep yang direpresentasikan atau konsep sesuatu dari signifier.
-
Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan Sign, yaitu upaya dalam memberi makna terhadap dunia. Gambar 2 Asosiasi signifier dan signified
Signified SIGN Signifier
b. Roland Barthes Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis, seorang pemikir struktualis yang getol mempraktekkan model longuistik dan semiologi Saussurean. 21 Barthes meneruskan pemikiran Saussure yang dikenal dengan Two Orders of Signification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan pertandaan) 21
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63.
22
yang terdiri dari first order of siginification yaitu denotasi, dan second orders of signification yaitu konotasi. Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Denotasi adalah tingkat perandaan yang menjelaskan hubungan antara tanda dan rujukan pada realitas, yang menghasilkan makna yang eskplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubunngan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang bersifat implisit dan tersembunyi. 22 Mitos menurut Roland Barthes bukanlah mitos seperti apa yang kita pahami selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, transenden, ahistoris, dan irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita kubur. Tetapi mitos menurut Barthes adalah sebuah ilmu tentang tanda. Menurut Barthes, mitos adalah type of speech (tipe wicara atau
gaya
bicara)
seseorang.
Mitos
digunakan
orang
untuk
mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika segala kebiasaan dan tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan menggunakan analisis mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda (gambar). Roland Barthes pernah mengatakan, ”Apa yang tidak kita katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya”. Pernyataan
22
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,h. 69.
23
itu mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia. Dalam kehidupan ini, manusia selain dibekali kemampuan berbahasa juga dibekali kemampuan interpretasi terhadap bahasa itu sendiri. Bahasa, dalam hal ini, tidak hanya terfokus pada bahasa verbal atau bahasa nonverbal manusia, tetapi juga pada bahasa-bahasa simbolik suatu benda (seperti gambar) atau gerakan-gerakan tertentu. 23 c. Charles Sanders Peirce Peirce lahir dalam sebuah keluarga intelektual pada tahun 1839 (ayahnya Benjamin adalah seorang profesor matematika di Harvard. Pada tahun 1859, 1862, dan 1863 secara berturut-turut ia menerima gelar B.A., M.A., dan B.Sc. dari Universitas Harvard selama lebih dari tiga puluh tahun (1859-1860, 1861-1891). Peirce banyak melakukan tugas astronomi geodesi untuk survei Pantai Amerika Serikat (United State Coast Survey). Dari tahun 1879 sampai tahun 1884, ia menjadi dosen paruh waktu dalam bidang logika di Universitas Johns Hopkins. 24 Peirce menulis berbagai masalah yang satu sama lain tak saling berkaitan. Ia menekuni ilmu pasti dan alam, kimia, astronomi, linguistik, psikologi dan agama. Peirce sumbangan yang penting pada filsafat dan matematika, khususnya semiotika. Peirce melihat semiotikanya sebagai yang tak terpisahkan dari logika. Seperti dikutip dari buku Semiotika Komunikasi karya Alex Sobur, Peirce tidak hanya menerjemahkan isilah „semiotika‟ dari bahasa Yunani 23 24
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Rosdakarya, 2004), h. 38. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi,(Bandung: Rosdakarya, 2006), h.40
24
Kuno, tetapi ia juga menjadi seorang pemikir karya - karya Kant dan Hegel yang ia baca dalam bahasa Jerman. Karya-Karya Charles Sanders Peirce : 1) Collected Papers of Charles Sanders Peirce , 8 vols. Edited by Charles Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-1958). 2) The Essential Peirce , 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian Kloesel, and the Peirce Edition Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1992, 1998). 3) The New Elements of Mathematics by Charles S. Peirce , Volume I Arithmetic, Volume II Algebra and Geometry, Volume III/1 and III/2 Mathematical Miscellanea, Volume IV Mathematical Philosophy. Edited by Carolyn Eisele (Mouton Publishers, The Hague, 1976). 4) Pragmatism as a Principle and Method of Right Thinking: the 1903 Harvard Lectures on Pragmatism by Charles Sanders Peirce . Edited by Patricia Ann Turrisi (State University of New York Press, Albany, New York, 1997). 5) Reasoning and the Logic of Things: the Cambridge Conferences Lectures of 1898. Edited by Kenneth Laine Ketner (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1992). 6) Writings of Charles S. Peirce : a Chronological Edition, Volume I 1857-1866, Volume II 1867-1871, Volume III 1872-1878, Volume IV 1879-1884, Volume V 1884-1886. Edited by the Peirce
Edition
25
Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1982, 1984, 1986, 1989, 1993).25 5. Teori Semiotika Peirce Berbeda dengan Saussure, Peirce
mengusulkan kata semiotika
sebagai sinonim kata logika. Menurut Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar yang dilakukan melalui tanda-tanda. Tandatanda memungkinkan orang untuk berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberikan makna apa yang ditampilkan alam semesta. 26 Charles Sanders Peirce
mendefinisikan semiosis sebagai “a
relationship among a sign, an object, and a meaning (suatu hubungan di antara tanda, objek, dan makna). 27 Bagi Pierce, tanda “is something which stand to somebody for something in some respect or capacity.”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mangadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang 25
Daftarkarya Charles Sanders Peirce, https://grelovejogja.wordpress.com/ (diakses pada Februari 2017) 26 Aart Van Zoest, Interpretasi dan Semiotika, dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, Serba-serbi Semiotika, h.1. 27 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, (New York: Wadsworth Publishing Company, 1996), fifth edition, h. 64
26
ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. 28 Berdasarkan objeknya Peirce
membagi tanda atas icon (ikon),
index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal dan atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu, adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. 29 Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representament) dibagi atas rheme, dicent sign, atau dicisign, dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang
28 29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 39-40. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 42.
27
yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun tidur, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.30 Contoh untuk menggambarkan teori Peirce ini misalnya kasus yang terjadi pada pemaknaan traffic light (lampu lalu lintas). Lampu berwarna kuning dimaknai dengan peringatan bagi pengendara bermotor karena lampu sebentar lagi akan berganti warna merah, sehingga pengendara motor harus bersiap-siap untuk berhenti. Pada realitanya pemaknaan terhadap lampu kuning mengalami pergerseran dan melahirkan makna baru. Lampu kuning tidak lagi dimaknai demikian, tapi dimaknai bahwa lampu akan segera berganti merah, sehingga pengendara motor harus segera menancap gas agar tidak berhenti pada saat lampu merah. Memang pada dasarnya tidak semua pengendara motor memaknai seperti itu, namun jika melihat makna lain yang keluar dari konvensi atau sistem peraturan sebelumnya menunjukkan bahwa pada kenyataannya ground juga bisa bertolak dari individu. Kemungkinan pemaknaan-pemaknaan lain sangat mungkin terjadi, sehingga sejalan dengan pendapat Peirce, suatu tanda memiliki interpretant lalu menjadi tanda baru dan tanda baru
28
itu memiliki interpretant baru pula. Hal ini menunjukkan dalam suatu tanda dimungkinkan untuk terjadi proses semiosis tanpa akhir. 31 Model
triadik
Peirce
memperlihatkan
tiga
elemen
utama
pembentuk tanda, yaitu representamen (sesuatu yang mempresentasika sesuatu yang lain), objek (sesuatu yang direpresentasikan) dan interpretan (interpretasi seseorang tentang tanda). Model triadik ini diuraikan elemenelemennya secara lebih detail sebagai berikut. 32 Tabel 1 Model Triadik Peirce Trikotomi Kategori
Representamen
Objek
Interpretan
Firstness
Qualisign
Ikon
Rheme
Otonom
-proper sign
-kopi
-class name
-tanda potensial
-tiruan
-proper name
-kepertamaan
-keserupaan
-masih
-apa adanya
-kesamaan
dari konteks
terisolasi
-kualitas Secondness
Sinsign
Indeks
Dicent
Dihubungkan
-token
-penunjukan
-tanda
dengan realitas
-pengalaman
-kausal
eksistensi aktual
dari
31
Ali Imron, Semiotika Al-Quran: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf, (Yogyakarta: Teras, 2011), cet.1, h.16-17. 32 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas matinya makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 267
29
-perilaku -perbandingan Thirdness
Legisign
Simbol
Argument
Dihubungkan
-tipe
-konvensi
-gabungan
-kesepakatan
dua premis
dengan
aturan, -memori
konvensi, kode.
dari
atau -sintesis -mediasi -komunikasi
B. Tinjauan tentang Film 1. Pengertian Film Sebagai Media Audio Visual Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama untuk memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.33 Dikutip dari Oey Hong Lee menyebutkan bahwa film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia setelah radio, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain waktu itu surat kabar lainnya menjadi tidak unggul. Ini berarti bahwa permulaan dari sejarah film menjadi alat komunikasi, karena ia mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi. Menurut Lee
33
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005) h. 130
30
kalau film mencapai puncaknya pada masa di antara perang dunia, namun menurun drastis setelah 1945.34 Film merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio visual. Film menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai alat informasi yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Ia juga dapat menjadi sarana rekreasi dan edukasi, di sisi lain dapat pula berperan sebagai penyebarluasan nilai-nilai budaya baru. Film bisa disebut sebagai sinema atau gambar hidup yang diartikan sebagai karya seni, bentuk populer dari hiburan, juga produksi industri atau barang bisnis. Film sebagai karya seni yang lahir dari proses kreativitas yang menurut kebebasan berkreativitas.35 Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak aspek sosial, lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk memengaruhi khalayaknya. Sejak itu, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat.36 Teknologi film atau motion picture bekerja atas dasar proses kimiawi layaknya fotografi. Teknologi ini dikembangkan lebih lanjut pada 1880-an sampai 1890-an. Kemudian pada tahun 1920 bioskop sudah
34
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. h. 126. Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional Tinjauan dan Restrospeksi, (Jakarta: Panitia Hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010) h.26. 36 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi h. 126. 35
31
tersedia di banyak tempat menayangkan Talkies (film pertama yang belum memiliki efek suara).37 2.
Karateristik Film Film sendiri mempunyai kriteria agar sesuatu tersebut dapat dikatakan sebuah film. Oleh karena itu, karakteristik film adalah sebagai berikut: a. Layar yang luas/ lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun film layarnya berukuran lebih luas meskipun sekarang ada televisi layar lebar atau biasa disebut LED. Pada umumnya layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan. Apalagi dengan adanya kemajuan tekonologi, layar film bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak. Faktor psikologis manusia yang menyebutkan bahwa manusia tidak pernah puas menyatakan secara tidak langsung bahwa dengan semakin lebar dan luasnya sebuah layar, menambah sensasi kepuasan tersendiri bagi para penikmat film tersebut. b. Pengambilan gambar Pengambilan gambar atau shot dalam film memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan secara menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan
37
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana. 2008) h. 161.
32
artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga memberi kesan lebih menarik. Dalam beberapa film, pengambilan-pengambilan gambar yang pas dapat menambah atmosfer tersendiri bagi penonton dan akan merasakan berada dalam film tersebut. Seperti contohnya film The Shining karya Stanley Kubrick yang lebih memusatkan pengambilan gambar dalam menambah sensasi horor kepada penonton. Karena Stanley mampu membuat penonton ketakutan akan film The Shining yang mempunyai hal menarik yaitu film horor yang berceritakan tentang hantu, tetapi tidak ada hantu yang dimunculkan dalam filmnya. Atmosfernya lah yang dia ciptakan dengan sebegitu menakutkannya c. Konsentrasi penuh Dalam keadaan bioskop yang penerangannya dimatikan, nampak di depan kita ada sebuah layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut. Hal ini membuat khalayak terbawa alur suasana yang disajikan oleh film tersebut. Beda halnya apabila pencahayaan di dalam ruangan tetap dinyalakan. Hal tersebut malah membuat penonton menjadi tidak terlalu fokus terhadap film dan jadi memperhatikan yang ada di sekitarnya. Ini menyebabkan pesan dan atmosfer film tersebut kurang terasa. d. Identifikasi psikologis Pengaruh film terhadap jiwa manusia tidak hanya sewaktu atau selama menonton film tersebut, tetapi akan membuat efek dalam kurun waktu yang
33
lama seperti peniruan berpakaian atau model rambut. Hal ini bisa disebut imitasi.38 3. Klasifikasi Film Klasifikasi film dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu menurut jenis film, menurut genre film, dan menurut umur penontonnya. a. Klasifikasi Film menurut Jenis Film Klasifikasi film menurut jenis film dibagi menjadi beberapa jenis, berikut penjelasan dari jenis-jenis film tersebut: 1. Film cerita Adalah film
yang mengandung suatu
cerita yang lazim
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Ceritanya bisa fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi sehingga ada unsur menarik baik dari jalan cerita atau segi gambar yang artistik 2. Film berita Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value). Jenis film ini juga banyak diminati masyarakat karena sebagai media informasi yang paling jitu ditambah dengan tayangan live report saat meliput berita.
38
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,
h. 145.
34
3. Film dokumenter Didefinisikan oleh Robert Flaherty seorang filmmaker Amerika menyatakan sebagai "karya ciptaan mengenai kenyataan" berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi mengenai kenyataan tersebut. 4. Film kartun Dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan-kelucuan dari para tokoh pemainnya. Namun ada juga film kartun yang membuat iba penontonya karena penderitaan tokohnya.39 b. Klasifikasi Film Menurut Tema Film (Genre) Klasifikasi
film
berdasarkan
genre
yaitu
klasifikasi
dari
sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas)40, berikut beberapa klasifikasi film menurut genrenya: 1. Drama, tema drama lebih menekankan sisi human interest yang bertujuan untuk mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang dialami tokohnya, sehingga penonton merasa seakan-akan berada di dalam film tersebut. Tidak jarang penonton merasakan sedih, senang, kecewa, bahkan ikut marah. 2. Action,
tema
action
menyajikan
adegan-adegan
perkelahian,
pertempuran dengan senjata antara tokoh protagonis dan tokoh
39
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar h. 138-140. 40 Himawan Pratista, Memahami Film, h.4.
35
antagonis. Hal ini ditujukan agar penonton merasakan ketegangan, takut, was-was seperti ynag terjadi dalam film tersebut. 3. Komedi, genre komedi menyajikan adegan-adegan lucu yang bertujuan untuk membuat penonton tersenyum atau tertawa. 4. Tragedi, genre tragedi umumnya bercerita tentang kondisi atau nasib yang dialami oleh tokh utama pada film tersebut. Nasib yang dialminya biasanya membuat penonton merasa kasihan atau prihatin. 5. Horor, genre ini menampilkan adegan- adegan yang menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding karena perasaan takutnya. Biasanya film horor berkaitan dengan dunia gaib/ magis, yang dibuat dengan spesial effect, animasi atau langsung dari tokoh-tokoh dalam film tersebut. c. Klasifikasi Film Menurut Usia Penonton Film Adapun klasifikasi film menurut usia penontonnya sebagai berikut41: 1. “G” (General)
:film untuk semua umur
2. “PG”(Parental General)
: film yang dianjurkan didampingi
orangtua 3. “PG-13”
:film
di
bawah
13
tahun
dan
didampingi orangtua 4. “R” (Restriced)
: film di bawah 17 tahun, di
dampingi orang dewasa 5. “X”
: film untuk 17 tahun ke atas.
41
Yoyon Mudjiono, Kajian Semiotika dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.1, No. 1, April 2011, h. 136.
36
C. Tinjauan tentang Toleransi 1. Pengertian Toleransi Istilah toleransi berasal dari bahasa latin, yiatu tolerare, yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain atau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi.42 Secara etimologis, istilah toleransi juga dikenal baik di Eropa, terutama pada Revolusi Perancis. Hal itu sangat terkait dengan slogan kebebasan, persamaan, dan persadaraan yang menjadi inti revolusi di Perancis.43 Sikap
toleransi
berarti
membolehkan
atau
membiarkan
ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap dan gaya hidup kita sendiri. Sikap toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap hal spritual dan moral yang berbeda saja, tetapi juga bisa dalam hal ideologi dan politik.44 Dengan demikian, toleransi dapat diartikan suatu sikap untuk membatasi kebenciaan, kekerasan, dan sikap fanatisme berlebihan. Toleransi
juga ditujukan
agar dapat
menumbuhkan rasa
saling
menghormati, saling mengerti, dan saling menerima perbedaan yang ada. 2. Unsur-unsur Toleransi Agama Toleransi dalam kehidupan umat beragama bukanlah toleransi dalam
masalah-masalah
keagaamn,
melainkan
perwujudan
sikap
42
Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi (Jakarta: Pustaka Oasis, 2007), h. 161. Mohammad Daud Ali, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik (Jakarta: Wirabuana, 1986), h.81. 44 Ngainun Naim, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna Vol. 12 1 No.2 Mei- Agustus 2013, h.32. 43
37
keberagaman antara pemelukagama satu dengan agama yang lain. Sikap keberagaman di sini adalah sikap saling menghormati dalam masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Menurut Masykuri Abdullah, paling tidak ada empat unsur toleransi. Adapun unsur-unsur toleransi tersebut adalah: a. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan Setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat, bergerak maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di dalam memilih suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan tersebut diberikan Tuhan Ynag Maha Esa sejak manusia lahir hingga ia meninggal tanpa bisa diganti ataupun direbut oleh orang lain.45 Dengan memberikan kebebasan maka secara tidak langsung juga mengikuti adanya keberagaman. b. Mengakui Hak Setiap Orang Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam menentukan perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena kalau demikian, kehidupandi dalam masyarakat akan kacau.46 c. Menghormati Keyakinan Orang Lain Salah satu sikap yang dapat
membawa pada toleransi adalah
menghormati dan membiarkan setiap pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing- masing yang diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain maupun dari keluarganya. Toleransi agama dipahami sebagai bentuk 45
Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h.13. 46 Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman, h.13.
38
pengakuan kita terhadap adanya agama-agama selain agama yang kita yakini. Pengakuan yang dimaksud yaitu segala bentuk sistem dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. d. Saling mengerti Sikap penuh pengertian kepada orang lain diperlukan agar masyarakat tidak menjadi monolitik. Apalagi pluralitas masyarakat sudah menjadi dekrit Allah dan design-Nya untuk umat manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang tunggal, monolitik, sama dan sebangun dalam segala segi. Dalam sikap saling mengerti juga didukung dengan adanya sikap keterbukaan yaitu kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik. Hakikat dari toleransi agama adalah adanya pengakuan kebebasan setiap warga untuk memeluk agama yang menjadi keyakinannya dan kebebasan
menjalankan
ibadahnya.
Toleransi
beragama
meminta
kejujuran, kebesaran jiwa, kebijkasanaan dan tanggung jawab, sehingga menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengeliminir egoistis golongan.
39
BAB III GAMBARAN UMUM FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA A. Sekilas tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara merupakan salah satu film yang bergenre drama, dengan durasi 90 menit, bertema pendidikan dan mengandung pesan toleransi di dalam alur ceritanya karena tidak hanya sebagai tontonan belaka, namun bisa menjadi tuntunan serta memiliki nilai-nilai toleransi antarumat beragama. Film yang diproduksi oleh One Production ini garapan sutradara Herwin Novianto, dan di produseri oleh Hamdani Koestoro dan penulis skenario oleh Jujur Prananto ini mengambil cerita di sebuah desa di ujung Timur provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dari sudut pandang seorang guru dari pulau Jawa. Kisah film ini berawal di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, saat Aisyah (Claudya Cynthia Bella) hendak mewujudkan citacitanya menjadi guru selepas meraih gelar sarjana. Ia mendapat tugas dari sebuah yayasan untuk mengajar murid-murid SD kelas jauh di dusun Derok, di dekat kota Atambua, NTT serta berbatasan dengan negara Timor Leste. Aisyah menyanggupi penempatan ini, sekalipun kurang disetujui sang ibu (Lydia Kandou), serta harus meninggalkan pemuda yang sedang dekat dengannya, Jaya (Ge Pamungkas). Setibanya di Derok, meski ia banyak dibantu oleh kepala dusun (Deky Liniard Seo), seorang muridnya bernama Siku Tavarez (Dionisius
40
Rivaldo Moruk), serta seorang sopir bernama Pedro (Arie Kriting), tetap saja perbedaan antara kampung halaman Aisyah dengan tempatnya yang baru begitu kontras. Aisyah harus menyesuaikan diri dengan medan kering dan berbatu, iklim panas, sulitnya air, ketiadaan listrik, juga perbedaan bahasa, budaya, dan agama. Apalagi, Aisyah adalah seorang perempuan muslim yang mengenakan jilbab, yang kini berada di tengah-tengah warga yang menganut Katolik. Jati diri Aisyah sebagai muslim kemudian mendapat tantangan dari salah seorang muridnya, Lordis (Agung Isya Almasie Benu) yang enggan diajar oleh Aisyah. Namun, Aisyah berniat untuk memegang teguh cita-citanya untuk menjadi guru yang baik, dan menjalankan tugasnya untuk mendidik anak-anak Derok. Baik Aisyah maupun murid-muridnya di Derok pun harus berupaya untuk dapat saling menerima perbedaan di antara mereka.47 Film ini juga membawa misi lain soal keragaman dan kondisi di wilayah Indonesia Timur. Tidak hanya itu, film ini menyuguhkan proses adaptasi dua keyakinan untuk hidup bertetangga. Sangat mencolok bahwa pakaian dan simbol keagamaan bukan menjadi tembok pemisah karena hati dan kebaikan berbicara. Murid Aisyah yang jumlahnya hanya sebanyak jari tangan itu sempat disusupi oleh sikap antipati terhadap agama lain. Justru lewat usaha untuk hidup dan bertahan di lingkungan yang 100% berbeda dari lingkungan ia bertumbuh sebelumnya, Aisyah
47
http://m.muvila.com/film/artikel/aisyah-biarkan-kami-bersaudara-belajar-salingmenerima-160518x.html
41
menunjukkan esensi suatu agama dari perspektif seorang yang hidup dalam dunia plural. Agama itu menuntun seseorang untuk semakin inklusif dan menebarkan kebaikan. B. Pemain dan Tim Produksi Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara 1. Pemain Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara48 Claudya Cynthia Bella
: Aisyah
Ge Pamungkas
: Jaya
Lydia Kandou
: Ratna, Ibu Aisyah
Arie Kriting
: Pedro
Surya Sahetapy
: Tisna
Dionisius Rivaldo Moruk
: Siku Tavarez
Agung Isya Almasie Benu
: Lordis Defam
Putri Diana Soarez Moruk
: Istri Pedro
Deky Liniard Seo
: Kepala dusun
Agustina Tosi
: Istri kepala dusun
Wilhelmina Seo Enok
: Nenek Siku Tavarez
Zakarias Aby Lopez
: Paman Lordis Defam
48
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a027-16-628075_aisyah-biarkan-kami-
bersaudara/credit, diakses pada 12 April 2017.
42
2. Departemen Produksi Herwin Novianto
: Sutradara
Jujur Prananto
: Penata skrip
Hamdhani Koestoro
: Produser
Gunawan Raharja
: Cerita
Rikrik El Saptaria
: Pelatih Akting
Deky Liniard Seo
: Pelatih Akting
Agus 'Denmas'Wied
: Pengarah Peran
Nisah
: Pengarah Peran
Ayaz
: Manajer Unit
Oktavianus Rapa Dala
: Manajer Unit
Sari Yuanita
: Pimpinan Pasca Produksi
Imanullah Lubis
: Line Producer
Gunawan Raharja
: Line Producer
Jeff Susanto
: Produser Eksekutif
Hamdhani Koestoro
: Produser Eksekutif
Ferry Haryanto
: Produser Eksekutif
3. Departemen Kamera Edi Santoso
: Penata Kamera
4. Departemen Artistik Andromedha Pradana
: Penata Artistik
5. Departemen Suara dan Musik Yuni Koesnadi
: Perekam Suara
Tya Subiakto
: Penata Musik
43
Hadrianus Eko
: Penata Suara
6. Departemen Penyuntingan Wawan I Wibowo
: Penata Gambar
Prodigi House
: Colorist
7. Produksi C. Penghargaan Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Film ini ternyata telah menarik banyak publik dengan banyaknya nominasi dan penghargaan yang diterima. Ini adalah daftar nominasi, ajang dan penghargaan yang diperoleh : 1. Pada ajang FFI 2016, film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara masuk nominasi Film Terbaik. 2. Pada ajang FFI 2016, Jujur Prananto masuk nominasi Penulis Skenario Asli Terbaik. 3. Pada ajang FFI 2016, Edi Santoso masuk nominasi Pengarah Sinematografi Terbaik. 4. Pada ajang FFI 2016, Arie Kriting masuk nominasi Pemeran Pendukung Pria Terbaik. 5. Pada ajang FFI 2016, Lydia Kandou masuk nominasi Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. 6. Pada ajang FFI 2016, Dionisius Rivaldo Moruk masuk nominasi Pemeran Anak Terbaik.49
49
https://www.gatra.com/entertainment/film/221639-ini-daftar-lengkap-nominasi-ffi-2016,
diakses pada 12 April 2017.
44
Setelah mengetahui mengenai alur cerita, mengenal semua nama-nama yang terlibat dalam film ini mulai dari produser sampai kepada para pemain dan kru, serta prestasi yang diperoleh oleh film Aiyah Biatkan Kami Bersaudara, maka di bab selanjutnya akan membahas analisis semiotik dan pesan-pesan toleransi beragama.
45
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Toleransi dalam beragama bukan berarti manusia harus hidup dalam ajaran agama lain. Namun toleransi dalam beragama yang dimaksud di sini adalah menghormati agama lain. Dalam toleransi jangan lah berlebih-lebihan sehingga sikap dan tingkah laku mengganggu hak-hak dan kepentingan orang lain. Lebih baik toleransi itu diterapkan dengan sewajarnya. Jangan sampai toleransi itu nenyinggung perasaan orang lain. Toleransi juga hendaknya jangan sampai merugikan, contohnya ibadah dan pekerjaan. Perbedaan di antara manusia terkadang menimbulkan masalah. Namun, tidak jarang setiap masalah yang timbul karena perbedaan akan dapat diselesaikan jika setiap orang memiliki rasa toleransi. Seperti dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara ini, sebuah perbedaan agama menimbulkan masalah di antara Aisyah dan warga desa Derok, NTT, Indonesia. Namun, karena adanya rasa toleransi di antara mereka, akhirnya membuahkan persaudaraan antara mereka. Dan tujuan dari ada nya sikap toleransi adalah untuk membuka pintu kemaslahatan yaitu kedamaian dan kerukunan dalam bermasyarakat. Berikut temuan makna toleransi yang terdapat dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara:
46
A. Makna Ikon, indeks dan simbol toleransi Scene 1 Visual
Dialog/ Audio
Type of Shot
(Tidak ada dialog)
Medium
Close
Up:
Gambar dimabil dari dekat hanya separuh badan.
Pada scene satu, menggambarkan bahwa sebuah bus yang berjalan menuju suatu tempat. Di dalam bus terdapat penumpang, di antaranya ada Aisyah, anakanak dan suster maria. Penumpang ini terlihat berbeda-beda dengan tampilannya dari segi berpakaian. Anak-anak yang berpakaian kasual, suster maria dengan seragamnya dan Aisyah dengan pakaian muslim disertai jilbab. -
Ikonnya adalah visualisasi suster maria dengan seragamnya, Aisyah dengan jilbabnya dan penumpang lain dengan pakaian mereka serta bangku bus yang terlihat.
-
Indeksnya adalah Aisyah yang menengok ke belakang sambil melihat suster maria yang tidak dikenalinya, Aisyah tetap menyapanya dengan sebuah senyuman. Sehingga, suster maria pun membalas sapaan Aisyah
47
dengan senyuman pula, meski antara mereka tidak mengenal satu sama lain. -
Simbolnya adalah senyuman. Senyuman menandakan simbol untuk menyapa seseorang agar menciptakan keharmonisan dan mencairkan suasana sehingga akan menimbulkan respon positif. Adapun toleransi yang terjadi pada adegan ini adalah mengucapkan salam
atau pun menyapa terhadap sesama manusia meskipun berbeda agama. Sebagaimana dalam surat Al-Furqan ayat 63:
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka,
mereka
mengucapkan
kata-kata
yang
mengandung
keselamatan.” Ayat ini menampilkan wajah Islam yang ramah dan lembut.50 Ini menunjukkan bahwa agama Islam mengajarkan kedamaian, persaudaraan dan keramahan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim melalui Abdullah bin Amru menceritakan
bahwa seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang Islam yang mana yang terbaik. Nabi menjawab:
50
Nurcholish Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama (Jakarta: Paramadina, 2004), h.77.
48
“Memberikan makanan dan mengucap salam kepada siapa yang engkau kenal atau pun yang engkau tidak kenal”.51 Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa hendaklah mengucapkan salam dan memberi rasa aman dan keselamatan bagi siapa saja yang ditemuinya baik orang yang kenal ataupun tidak kenal. Scene 2 Visual
Dialog/ Audio
Type of Shot
Suara Musik
Medium Close Up: Gambar dimabil dari dekat hanya separuh badan.
(Tidak ada dialog)
Long shot: Gambar diaimbil
dari
jarak
jauh, sehingga objek dan latar belakangnya tampak jelas. Medium Close Up: Gambar dimabil dari dekat hanya separuh badan.
51
Nurcholish Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama, h. 72.
49
Kepala dusun: “Kami Medium Close Up: ucapkan
selamat Gambar dimabil dari
datang untuk ibu guru dekat hanya separuh suster maria”.
badan.
Aisyah : (kaget)
(Aisyah pingsan dan Long shot: Gambar warga
mulai diaimbil
membantu
untuk jauh, sehingga objek
menyadarkannya)
dari
jarak
dan latar belakangnya tampak jelas.
Pada scene tiga menggambarkan bahwa sekumpulan warga, yang terdiri dari anak-anak, kepala dusun, ibu-ibu dan warga lainnya berkumpul untuk menyambut kehadiran Aisyah sebagai guru. Gambar selanjutnya menjelaskan bahwa anak-anak yang memainkan alat musik, menyambut kedatangan Aisyah dan kain tenun yang telah disediakan untuk menyambutnya. Namun, saat menyambut Aisyah, kepala dusun menganggap bahwa Aisyah adalah ibu guru suster maria, sehingga Aisyah pun kaget dan pingsan yang kemudian segera ditolong oleh ibu-ibu setempat. -
Ikonnya adalah warga yang berkumpul, kain tenun dan suara alat musik tradisional. 50
-
Indeksnya adalah kedatangan Aisyah sebagai guru ke desa Derok disambut baik dengan adat istiadat mereka, berupa suara musik dengan alat tradisional, yang kemudian kepala dusun dan warga berkumpul serta kepala dusun yang memberikan kain tenun kepada Aisyah untuk menyambutnya. Namun sayang, disaat itu terjadi kesalahpahaman karena kepala dusun menyebut Aisyah dengan kalimat “Selamat datang ibu guru suster maria”, sehingga membuat Aisyah kaget dan pingsan.
-
Simbolnya adalah
alat
musik
yang dimainkan
merupakan
adat
penyambutan kedatangan tamu dan kain tenun yang diberikan kepada Aisyah merupakan simbol sebagai alat penghargaan kepada tamu yang datang di desa Derok, NTT. Adapun pesan toleransi dalam adegan ini adalah sebuah kebaikan harus disambut dengan baik karena kebaikan bisa datang dari siapa pun tanpa memandang latar belakang. Kebaikan yang terjalin antara muslim dan non muslim dapat mengantarkan pada harmonisasi antara kehidupan beragama dan bermasyarakat.
51
Scene 3 Visual
Dialog/ Audio
Type of Shot
Kepala dusun:
Medium
“Baiklah, sudah
Close Up:
karena Gambar dimabil dari tersedia, dekat hanya separuh
marilah kita berdoa.”
badan.
Aisyah: “bismillah doa mau makan.”
Pada scene ini menggambarkan bahwa warga desa Derok dan Aisyah berkumpul bersama untuk makan malam bersama, namun sebelum makan, mereka berdoa terlebih dahulu sesuai dengan keyakinan mereka. -
Ikon pada scene empat ini adalah penduduk Dusun Derok dan Aisyah berkumpul bersama untuk makan bersama.
-
Indeksnya adalah berdoa dengan keyakinan masing-masing tidak menghalangi
mereka untuk berkumpul bersama. Mengangkat tangan
keatas adalah tanda seorang muslim berdoa kepada Allah, dan mengerakan tangan ke tiga titik, yaitu pundak, kening dan mencium tangannya adalah cara berdoanya orang katolik. -
Simbolnya adalah saling menghormati satu sama lain meskipun mereka berbeda agama.
52
Adapun pesan toleransi yang terkandung dari adegan tersebut adalah sikap saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan merupakan salah satu ciri toleransi. Tolong-menolong sebagai bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam islam. Sikap tolong-menolong didasarkan pada rasa kemanusiaan. Oleh sebab itu ketika berat menolong seseorang karena sebuah perbedaan, maka setidaknya kita bisa menolong orang tersebut sebagai sesama manusia yang mebutuhkan pertolongan. Jika perbedaan yang ada disikapi dengan bijak maka akan membawa kedamaian dan kerukunan untuk semua pihak. Dan sikap saling menghormati satu sama lain dan berdoa sebelum melakukan sesuatu. Doa adalah cara yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi dnegan Tuhan. Doa adalah cara untuk mengingat Tuhan dan memohon pertolongan kepada-Nya. Dalam Islam doa adalah seruan, permintaan, dan permohonan pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari bahaya dan mendapatkan manfaat.52 Scene 5 Visual
Dialog/ Audio
Type of Shot
(Melempar batu)
Long
shot:
Gambar
diambil dari jarak jauh, sehingga
objek
dan
latar
belakangnya
tampak jelas.
52
Nurcholish Madjid, dkk, Fiqh Lintas Agama, hal. 93.
53
Lordis : “Keluar lu, lu Long orang
Islam
Kesini
shot:
kan? diambil dari jarak jauh, mau sehingga
objek
menghancurkan
latar
gereja-gereja toh.”
tampak jelas.
Siku
Tavarez
“Hajar....”
Gambar
dan
belakangnya
: Medium
Close
Up:
Gambar dimabil dari
Aisyah : “Siku Tavarez dekat
hanya
separuh
jangan berlaku seperti badan. itu” Pada scene ini menggambarkan bahwa ketika Aisyah tenang mengajar muridmurid di sebuah kelas, tiba-tiba Lordis, salahsatu muridnya datang dan melempar batu ke arahnya, sehingga Aisyah dan murid-murid lainnya keluar kelas. Setelah itu, mereka mendengarkan kalimat Lordis yang mengatakan bahwa Aisyah adalah orang Islam yang ingin menghancurkan gereja-gereja disini. Mendengar itu, Siku Tavarez, salah satu muridnya juga langsung kesal mendengar ucapan Lordis dan ingin menghajarnya. Namun Aisyah sempat mencegahnya. -
Ikon pada scene lima adalah diawali dengan Lordis melempar batu menuju Aisyah, kemudian Aisyah dan murid-murid keluar dari ruang kelas. Saat mereka sudah keluar kelas, Lordis langsung marah dengan mengatakan “Keluar lu, lu orang Islam kan? Kesini mau menghancurkan gerejagereja toh.”sambil menunjukkan tangannya terhadap Aisyah.
-
Indeksnya adalah kalimat yang dikatakan Lordis dengan nada tinggi dan menunjukkan jari ke Aisyah merupakan tanda seseorang dalam keadaan
54
emosi yang tinggi, atau marah. Yang kemudian Siku Tavarez membela Aisyah dan tidak menyukai sikap Lordis itu langsung ingin menghajarnya. -
Simbolnya adalah menunjukan jari tangan ke atas seseorang merupakan perilaku yang tidak baik dan menunjukkan keemosian seseorang sedang berada di level tinggi. Adapun pesan toleransi yang disampaikan dari adegan ini adalah hendaknya kita sebagai sesama manusia tidak seharusnya saling menyakiti atau mendzalimi satu sama lain. Perbuatan dzalim terhadap sesama manusia seperti memukul, menghina, memfitnah, mempermalukan, saling mengejek, menyalahkan orang lain, berdusta dan lain sebagainya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surah l-Ahzab ayat 58:
Artinya : "Dan orang-orang yang
menyakiti orang-orang yang
mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." Adapun pesan toleransi dalam adegan ini adalah hidup dalam keberagaman membuat manusia mempunyai pilihan masing-masing dalam kehidupannya. Untuk itu setiap orang harus memberikan kebebasan dan adanya saling pengertian agar dapat menerima perbedaan tersebut. Dengan memberikan kebebasan beragama berarti menjamin keamanan dan
55
kedamaian hidup antar umat beragama. Perbedaan seharusnya disyukuri dan dijadikan sarana untuk melatih diri untuk menjadi rendah hati. Berbeda latar belakang tidak menghalangi seseorang untuk berbuat kebaikan termasuk tolong-menolong. Scene 5 Visual
Dialog/ Audio
Type of Shot
( Lagu dan anak-anak Long bernyanyi )
shot:
Gambar
diambil dari jarak jauh, sehingga
objek
dan
latar
belakangnya
tampak jelas.
Pada scene ini menggambarkan bahwa warga Derok itu, ketika malam masih suka beribadah dengan cara menyalakan lilin dan bernyanyi untuk merasakan kehadiran Tuhan mereka. -
Ikon pada scene tujuh adalah Siku Tavarez dan kawan-kawan berkumpul sambil memegang lilin dan bernyanyi bersama.
-
Indekanya adalah anak-anak memegang lilin sambil bernyanyi merupakan tanda ibadahnya orang beragama katolik. Lilin itu penerang.
56
-
Simbolnya adalah lilin, lilin dalam peribadatan katolik merupakan lambang kehadiean Tuhan Yesus mereka, dan melambangkan bahwa doadoa mereka naik dan sampai ke Tuhan mereka. Adapun pesan toleransi pada scene tujuh adalah penduduk yang
mayoritas beragama katolik ini, tidak memaksakan orang islam untuk mengikuti ritual-ritual ibadah mereka. Sebagaimana dalam firman Allah surat Al-Kahfi ayat 29:
Artinya : Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Ayat ini menerangkan bahwa agama Islam mengajarkan kerukunan, baik terhadap sesama muslim maupun dengan nonmuslim. Tidak ada pemaksaan terhadap seseorang atau kelompok untuk memeluk agama Islam. Agama Islam sangat menghargai pemeluk agama lain 57
Scene 7 Visual
Dialog/ Audio
Type of Shot
Tidak ada dialog
Medium Close Up: Gambar dimabil dari dekat hanya separuh badan.
(Tidak ada dialog)
Long shot: Gambar diambil
dari
jarak
jauh, sehingga objek dan latar belakangnya tampak jelas. (suara mengaji)
Medium Close Up: Gambar dimabil dari dekat hanya separuh badan.
Pada scene ini menggambarkan Aisyah yang sedang beribadah sesuai keyakinannya sebagsi orang Islam, ia mengerjakan sholat dan mengaji di dalam kamarnya. -
Ikon pada scene delapan adalah ruangan kamar, foto bunda maria, lilin, lampu minyak, alquran, mukena muslimah.
58
-
Indeksnya adalah mukena merupakan tanda pakaian muslimah untuk melaksanakan sholat dan seseorang yang sedang berdoa merupakan seorang hamba yang sedang memohon dan meminta sesuatu terhadap Allah SWT., dan membaca al-qur`an merupakaan salah satu cara untuk menyejukkan hati agar hati menjadi tenang..
-
Simbolnya adalah ruangan yang sunyi dan sepi menyimbolkan suasana tenang. Adapun pesan toleransi pada scene delapan adalah walaupun Aisyah
sholat yang disekelilingnya adalah orang-orang katolik, tetapi tidak ada satu pun orang beragama katolik yang mengganggunya dalam beribadah bahkan mereka memperkecil suara dalam berkomunikasi agar tidak mengganggu kekhusukan sholat Aisyah, bahkan mereka mendengarkan Aisyah membaca al-qur‟an walaupun menampakkan wajah yang kebingungan. Hal ini seperti dalam Al Qur‟an Surat Al-Kafirun ayat 6 yang bertulis: ِلَكُمْ دِينُكُ ْم وَلِيَ دِين “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"
B. Interpretasi dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Pesan yang coba disampaikan dalam film ini adalah bagaimana kehidupan antarumat beragama bisa hidup dengan toleransi, meskipun berbeda suku dan agama., yaitu agama Islam dan Kristen Katolik. Adapun pesan toleransi dalam film ini di antaranya adalah tidak membeda-bedakan orang lain dan bersikap adil meskipun terhadap keluarga dan diri sendiri, tidak
59
memaksakan kehendak, kepercayaan, atau keyakinan terhadap golongan lain, apalagi dengan jalan kekerasan.Pada intinya kita harus saling menghormati agama orang lain, karena pada dasarnya kita adalah saudara. Salah satu yang menunjukkan toleransi antar umat beragama terlihat ketika Aisyah dan warga desa Derok berdoa sebelum makan dengan keyakinan masing-masing dan merekea saling menghormati dan memberi kesempatan untuk saling beribadah. Hal ini seperti dalam Al Qur‟an Surat Al-Kafirun ayat 6 yang bertulis: ِلَكُمْ دِينُكُ ْم وَلِيَ دِين Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". Dan dalam Islam sendiri mengajarkan agar setiap orang dapat menerima perbedaan. Sikap toleran dapat diterapkan baik itu toleran dari segi agama, maupun lainnya. Tujuan dari ada nya sikap toleransi adalah untuk membuka pintu kemaslahatan yaitu kedamaian dan kerukunan dalam bermasyarakat. Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi atau pun agama ardhi dalam kehidupan umat manusia ini. س ْولِ اللِه صلى اهلل عليه وسلم اي األ ْديَان َاحَبّ الى اهلل قال ُ َعّبَاس قَالَ قِ ْيلَ لِر َ ه ِ عهْ ا ْب َ ُح ِنيْ ِفيَةُ الّسَمْحَة َ ْال
60
Artinya: Dari Ibnu „Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “AlHanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)”. Toleransi beragama bukan hanya sekedar hidup berdampingan yang pasif saja akan tetapi lebih dari itu yaitu berbuat baik dan berlaku adil antar satu sama lain. Bagi umat Islam maupun agama lainnya seharusnya perbedaan agama atau latar belakang lainnya tidak menghalangi untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap sesama manusia tanpa diskriminasi agama dan kepercayaan.53 Tidak dibenarkan untuk menghakimi seseorang sebagai seorang penjahat hanya karena berbeda latar belakangnya. Adanya konflik antar suku tidak serta merta menyatakan bahwa ia seornag penjahat. Diperlukan penjelasan dan juga bukti-bukti untuk menetapkan seseornag sebagai tersangka kejahatan. Padahal bisa saja kedatanagn orang tersebut adalah untuk niat baik. Maka dari itu, memberikan kesempatan untuk menjelaskan maksud dan tujuan sangat diperlukan demi menghindari kesalahpahaman yang fatal.
53
Said Agil Husain Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, (Tangerang: Ciputat Press, 2005), h. 16.
61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang makna toleransi antarumat beragama dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara maka dapat disimpulkan: 1. Makna ikon, indeks, dan simbol dalam film ini dapat dilihat dari kata/ dialog yang diucapkan, tingkah laku (gesture), simbol, ekspresi, dan lain sebagainya. -
Ikon dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, diantaranya adalah keadaan alam yang gersang dan panas merupakan keindahan desaa Derok, Atambua, NTT, Aisyah yang ramah terhadap warga desa Derok, warga desa Derok yang menyambut Aisyah dengan ramah dan memberinya kain tenun saat pertama datang.
-
Indeks dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara adalah pemberian kain tenun terhadap tamu yang baru dating merupakan adat penyambutan tamu daerah NTT,
mukena yang dikenakan Aisyah merupakan tanda
pakaian muslimah saat menjalankan sholat, dan warrga desa Derok yang selalu memegang lilin dan bernyanyyi saat beribadah merupakan cara ibadah agama Katolik. -
Simbol dalam film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara adalah lilin saat peribadatan agama Katolik mempresentasikan bahwa lilin itu adalah penerang, dan dengan adanya lilin maka doa-doa yang mereka panjatkan sampai ke Tuhan mereka dan dengan lilin menandakan bahwa Tuhan
62
mereka hadir bersama mereka. Dan dengan Aisyah membaca al-quran itu sebagai agama Islsm ataupun muslimah maka mermbaca al-quran itu memberikan ketenangan bathin bagi seorang muslimah. 2. Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara merupakan film bergenre drama, dengan menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce terdapat pesan toleransi antarumat beragama. Film yang menceritakan bahwa sikap toleransi dapat dilakukan oleh siapa pun dan dimana pun. Adapun pesan toleransi dalam film ini adalah tidak membeda-bedakan orang lain dan bersikap adil meskipun terhadap keluarga dan diri sendiri, tidak memaksakan kehendak, kepercayaan, atau keyakinan terhadap golongan lain, apalagi dengan jalan kekerasan dan tetap saling menghormati dan menghargai satu sama lain serta tolong menolong meski berbeda agama atau pun suku. B. Saran Ada beberapa saran yang perlu disampaikan, antaranya: 1. Untuk sutradara, agar selalu membuat film-film khususnya film nasional agar masyarakat pun lebih mengenal akan negaaranya sendiri. 2. Untuk para penikmat film, hendaknya lebih memilah film-film yang patut untuk ditonton agar bisa dijadikan tuntunan dalam kehidupan.
63
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku- Buku Abdullah, Masykuri. Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001. Ali, Mohammad Daud. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik. Jakarta: Wirabuana, 1986. Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. De Saussure, Ferdinand. Pengantar Umum Linguistik, terj. Rahayu S. Hidayat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996. Elvinaro, Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa. Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005. Imron, Ali. Semiotika Al-Quran: Metode dan Aplikasi terhadap Kisah Yusuf. Yogyakarta: Teras, 2011. Cet.1. Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Little John, Stephen W. Belmont, 2002.
Theories of Human Communicatio.
Wadsworth:
Littlejohn, Stephen W., Karen A. Foss. Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika, 2009. Madjid, Nurcholish . Islam, Doktrin, dan Peradaban, Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 2005
Madjid, Nurcholish dkk, Fiqih Lintas Agama. Jakarta: Paramadina, 2004. McQuail, Denis. Teori Komunikasi Mass. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2011.
Meleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 2010. Misrawi, Zuhairi . Al-Quran Kitab Toleransi. Jakarta: Pustaka Oasis, 2007. Mudjiono, Yoyon . Kajian Semiotika dalam Film, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.1, No. 1, April 2011.
Naim, Ngainun. Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid, Harmoni, Jurnal Multikultural dan Makna Vol. 12 1 No.2 Mei- Agustus 2013. Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas matinya makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2003. Ronny, Kountur. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: CV Teruna Grafica. Santosa, Puji. Rancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa, 1931.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. --------------. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya, 2006. Soekanto, Soejana. Sosiologii Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Perss, 2002. Suryapati, Akhlis. Hari Film Nasional Tinjauan dan Restrospeksi. Jakarta: Panitia Hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010. Van Zoest, Aart. Interpretasi dan Semiotika, dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, Serba-serbi Semiotik, 2005.
Vivian, John. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana. 2008. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.
Yuwono, Untung dan Christomy. T. Semiotika Budaya. Depok: Universitas Indonesia, 2004.
2. Website: Daftarkarya Charles Sanders Peirce, https://grelovejogja.wordpress.com/ (diakses “Februari 2017” http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a027-16-628075_aisyah-biarkan-kamibersaudara/credit, diakses pada 12 April 2017.
https://www.gatra.com/entertainment/film/221639-ini-daftar-lengkap-nominasiffi-2016, diakses pada 12 April 2017. http://m.muvila.com/film/artikel/aisyah-biarkan-kami-bersaudara-belajar-salingmenerima-160518x.html, diakses pada April 2017.