MAKNA TASBIH DALAM AL-QUR’AN (STUDI TAFSIR TEMATIK)
SKRIPSI Diajukan guna memenuhi persyaratan Gelar S.1 dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis
Disusun oleh:
Miftakhul Alif NIM 4104035
FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2 0 10
ii
iii
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 30 Mei 2010 Deklarator,
Miftakhul Alif NIM. 4104035
iv
MOTTO
ِ ا ِ ْ ا ِ ِْ ِ ا ١
$R/#§θs? tβ%Ÿ2 …絯ΡÎ) 4 çνö ÏøótGó™$#uρ y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7|¡sù “bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”
1
Al-qur’an Al-karim Surah Al-nashr (110) ayat 3
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang maha pengasih dan penyayang, atas segala taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan segala batas kemampuan penulis. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Saw, karena bimbingannya kita semua dapat menemukan jalan lurus dan benar skripsi yang berjudul "MAKNA TASBIH DALAM AL-QUR”AN" (Studi Tafsir Tematik) Penulis menyadari, bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak yang telah membantu. Ucapan terimakasih yang tak terhingga ini penulis sampaikan kepada yang terhormat. 1. Bapak DR. H. Abdul Muhaya, M.A. selaku dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang beserta stafnya yang telah membantu dalam penyelesaian pembuatan skripsi ini. 2. Bapak DR. A. Hasan Asy’ari Ulama’I, M.Ag. selaku Kajur TH Fakultas Ushuluddin 3. Bapak Zainul Adzfar, M.Ag. selaku Sekjur TH Fakultas Ushuluddin 4. Bapak Moh. Nor Ichwan, M.Ag, selaku pembimbing pertama yang telah tulus membimbing dan mengarahkan skripsi secara sabar. 5. Bapak Moh. Masrur M.Ag, selaku pembimbing kedua yang telah tulus membimbing dan mengarahkan penulis secara sabar. 6. Bapak dan Ibu dosen serta segenap staf Fakultas Usuluddin yang telah ikhlas mendidik dan membantu penulis. 7. Ayahanda, Ibunda, Kakak dan yang telah banyak membantu dan memperjuangkan dengan segala pengorbanan dan do'a restunya demi suksesnya penulisan skripsi dalam menyelesaikan studi.
vi
8. Buat temen-temen yang telah banyak memberikan dorongan nasehat semangat serta bantuan yang sangat tak terhingga demi keberhasilan penulisan ini Tiada kata indah yang pantas terucap dan tiada sesuatu yang pantas penulis berikan untuk membalas budi baik kecuali hanya do'a. Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT yang berlipat ganda. Penulis menyadari sepenuhnya, skripsi ini masih perlu penyempurnaan semua ini karena keterbatasan pengetahuan penulis, maka saran dan kritik konstruktif dari para pembaca sangat penulis harapkan. Akhirnya dengan mengucapkan Alhamdullilahirrobil 'alamin semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 28 April 2010
Penulis.
vii
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana yang melekat dalam lubuk hati dalam menggapai cita takkan berarti tanpa dukungan dan kehadiran mereka: 1. Ayah bunda (H. Selamet, Hj. Masiyah) tercinta perintis kebahagiaan dengan do’a dan curahan kasih sayang yang tak pernah henti, tuk kesuksesan masa depan. 2. Kakak-kakakku tercinta (Rakhis Mawati, Farida D) kalian adalah pelipur lara dan pemberi semangat, yang selalu setia tuk menantikan kesuksesanku. 3. Kekaksihku tercinta (Maulida Nita Sari)yang telah memberikan do’a dan warna keceriaan dalam hatiku. 4. Teman-teman senasib seperjuangan KKN 2008 Desa Kebumen Kab. Temanggung (Suyoto, Sulaiman, Sholikhin, Aan, Fauzi, Ririn, Latifah, Nurun aini, dan Nurul Im) perjuangan kita takkan padam, tali persaudaraan suci terjalin dalam nuansa aroma surgawi. 5. Seseorang yang telah memotivasi (Ubaidillah Mubarrok.) semoga niat kita dikabulkan oleh-Nya. 6. Teman-temanku semua (Agus Maemun Idris, Minanurrohman, Maria Ulfa, Agung, Aris PK, Abe PK, dll.) yang telah mewarnai jalanku dalam menggapai cita. 7. Teman-temanku satu jurusan (Irham, Budiyono, Rizqi, Kamal, Sujatno,) canda tawa kalian kan tersimpan di lubuk hati terdalamku.
Semarang, 01 January 2007 Penulis
( MIFTAKHUL ALIF ) NIM : 4104035
viii
ABSTRAKSI Para ahli tafsir dalam menafsirkan tasbih itu Tanzih Ilallah akan tetapi dalam memahami bagaimana bentuk tasbih makhluk yang Ghairu Mukallaf mereka berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa tasbih makhluk Ghairu Mukallaf itu dimaknai dengan makna Hakiki ada yang dimaknai dengan makna Majazi. Akan tetapi pada dasarnya, Allah telah memberikan rambu-rambu untuk manusia yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Isra ayat 44 yaitu bahwa semua apa-apa yang ada di langit tujuh dan bumi semuanya bertasbih akan tetapi kalian semua tidak akan mengetahui tasbih mereka. Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimana konsep tasbih dalam Al-Qur'an, kedua Bagaimana cara bertasbih sesuai dengan penjelasan al-Qur’an dan yang ketiga Apa relevansi anjuran bertasbih dalam kehidupan, sedangkan untuk penelitian skripsi ini bersifat library murni. Mengumpulkan seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan, sebagai data deskriptif,. Pendekatannya ilmu tafsir, karena yang menjadi kajian adalah ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam usaha penafsiran makna kata tasbih dalam Al-Qur'an agar mendapatkan sebuah pemahaman yang pas dan sesuai dengan kehendak sang pencipta, maka penafsiran ini menggunakan metode tafsir maudhui atau tafsir tematik, dengan metode tafsir tematik tersebut diharapkan mendapatkan informasi tentang makna kata tasbih secara komprehensif dan lebih dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dengan menggunakan penafsiran secara tematik, dapat diketahui bahwa ternyata konsep tasbih dalam Al-Qur'an memiliki pemahasucian terhadap apa-apa yang disekutukan kepada Allah. Maka dalam Pengungkapan ayat-ayat tasbih digandengkan dengan kata Mustakbirun, Yasifuun, Musyrikun, dan juga banyak yang terdapat kata yang meng-Esa-kan Allah Swt seperti kata wahidan, dan juga banyak kata tasbih selalu diakhiri dengan Asmaul Husna yang menunjukkan makna ketinggian dan kebesaran-Nya yaitu seperti kata ‘Uluwan, Kabiir, Qahhar, Adapun dalam cara atau bentuk bertasbihnya disini ada dua pendapat akan tetapi pada hakikatnya semuanya bertasbih tidak terkecuali apapun, adapun tasbih mereka dengan menggunakan bahasa mereka sendiri dan bentuk fitrah mereka yaitu yang selalu tunduk dan patuh atas perintah Allah Swt. Akan tetapi al-Qur’an memberikan isyarat yang terdapat dalam QS. Ar-Rad: 13 yaitu Tusabbih ArRa’du Bi Hamdihi ini mengindikasikan bahwa alam bertasbih dengan bacaan tahmid yaitu al-hamdulillah seperti halnya tasbih Malaikat. Adapun relevansinya tasbih dalam kehidupan terutama pada manusia yaitu supaya manusia itu menjadi manusia yang sabar, tawakkal dan taubat yaitu dalam al-Qur’an kata tasbih di awali dengan kata sabar (Fasbir ’Ala Maa Taquuluun Wa Sabbih Bi hamdi rabbika) dan Tawakkal (Watawakkal ’Ala Al-Hayyi Al-Ladzi La Yamut Wasabbih Bi Hamdihi) dan taubat (Fasabbih Bi Hamdika Wastagfirh)
ix
Adapun dalam waktu pentasbihan kepada Allah Swt dalam al-Qur’an disebutkan yaitu lail dan nahar (malam dan siang) dan buqrah dan ashil (pagi dan petang) akan tetapi kebanyakan ahli tafsir menafsirkan Lail, Nahar, Bukrah, Ashil ini waktu yang begitu panjang, terus menerus tidak ada habisnya. Dalam al-Qur’an juga diperingatkan bagi makhluk yang tidak bertasbih yaitu adab yang begitu pedih ’Adaba al-Jahiim. Karena tasbih tidak ada batasannya maka jika salah satu alam tidak bertasbih maka kehancuran dan kebinasaanlah yang akan terjadi. Karena alam semesta ini dibuat dengan tasbih dan tahmid. Maka begitu pentingnya tasbih bagi kehidupan manusia dan alam semesta. Wallahu A’alam Bi Muradih
x
TRANSLITERASI A. TRANSLITE Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ء ي
Nama Alif ba ta tsa jim ha kha dal ndal ra zai sin syin sad dad ta za ‘ain gain fa qaf kaf lam mim nun wau ha hamzah ya
Huruf Latin
Nama
tidak dilambangkan b t ts j h kh d dz r z s sy sh dh th zh ‘ gh f q k l m n w h …’. y
tidak dilambangkan be te te dan es je ha ka dan ha de de dan ze er zet es es dan ye es dan ha de dan ha te dan ha zet dan ha koma terbalik (atas) ge dan ha ef ki ka el em en we h (dg garis di bwh) apostrof ye
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis Rangkap د ة
Ditulis
Muta`addidah
ر
Ditulis
Qaddara
xi
C. Ta` Marbutah diakhir Kata 1.
Bila dimatikan ditulis dengan h.
Ditulis
Hikmah
Ditulis
`illah
(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, shalat, dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafaz aslinya). 2.
Bila diikuti dengan kata sandang “ al ” serta bacaan kedua terpisa, maka ditulis dengan h. آا ا وء
Ditulis
Karamah al-Auliya`
زآة ا
Ditulis
Zakah al-fitri
xii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii HALAMAN DEKLARASI .............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ........................................................................................ v KATA PENGANTAR....................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
viii
HALAMAN ABTRAKSI.................................................................................. ix HALAMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA.................................. xi DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................
1
B. Pokok Permasalahan ..........................................................
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................
4
D. Metode Penelitian ...............................................................
5
E. Sumber Data ......................................................................
6
F. Tinjauan Pustaka ................................................................
7
G. Sistematika Penulisan .........................................................
9
TINJAUAN UMUM TENTANG MAKNA TASBIH A. Pengertian Tasbih...............................................................
12
B. Makna Tasbih dalam al-Qur’an .........................................
16
C. Pengelompokan ayat-ayat tasbih sesuai tema di dalam al-
BAB III
Qur’an ...............................................................................
20
D. Pendapat Ulama Tentang Tasbih .....................................
32
TERM-TERM DAN GAMBARAN TASBIH DALAM ALQUR’AN A. Term-term yang semakna dengan tasbih ............................
38
a. Quddus ..........................................................................
38
b. Tanzih ...........................................................................
40
xiii
B. Antara Tasbih, Tahmid, dan Dzikir ....................................
42
C. Tamsil Tasbih dalam al-Qur’an .........................................
44
a. Tasbih Makhluk yang Mukallaf ....................................
45
1. Tasbihnya Manusia ................................................
46
2. Tasbihnya Jin .........................................................
50
b. Tasbih Makhluk Yang Tidak Mukallaf……................
51
Tasbih Makhluk Yang Bernyawa ..........................
51
1. Malaikat ...........................................................
52
2. Binatang ...........................................................
54
Tasbih Makhluk Yang Tidak Bernyawa ................
58
1. Tasbih Gunung.............……………………....
58
2. Tasbih Fenomena Dan Hukum Alam ………..
63
•
•
BAB IV
FAEDAH BERTASBIH DALAM KEHIDUPAN A. Tujuan Bertasbih ..................................................................
67
B. Hikmah Bertasbih.........................................................................
71
C. Penyembunyian Tasbih Ghoiru Mukallaf Adalah Rahmat
BAB V
Bagi Manusia ...............................................................................
74
D. Relevansi anjuran bertasbih Dalam Kehidupan ..........................
76
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................
81
B. Saran-saran ........................................................................
83
C. Penutup ..............................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Fungsi ideal Al-qur’an dalam realitasnya tidak begitu saja dapat diterapkan, akan tetapi membutuhkan pemikiran dan analisis yang mendalam. Dalam upaya pemusatan pemikiran dan analisis dalam menetapkan sekaligus ketentuan hukum yang dikandung dalam Al-qur’an itulah diperlukan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-qur’an.2 Kitab suci Al-qur’an senantiasa menjadi pengingat bagi manusia tentang asal usul Ilahiah segala sesuatu dan juga memberinya sebuah latar belakang yang akrab untuk refleksi, meditasi dan kontemplasi, yang dengan demikian mempersiapkan akal (aql) untuk menjadi sangat reseptif terhadap ide-ide dari ruh-ruh alam semesta dan manusia yang selalu bertasbih memuji nama tuhan-Nya yang telah menciptakan mereka seperti firman Allah :
ßxÎm7|¡ç„ ωÎ) >óx« ÏiΒ βÎ)uρ 4 £ÍκÏù tΒuρ ÞÚö‘F{$#uρ ßìö7¡¡9$# ßN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ã&s! ßxÎm6|¡è@ ∩⊆⊆∪ #Y‘θàxî $¸ϑŠÎ=ym tβ%x. …絯ΡÎ) 3 öΝßγys‹Î6ó¡n@ tβθßγs)øs? ω Å3≈s9uρ Íνω÷Κpt¿2 Artinya: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”.3 Bertasbih merupakan ungkapan meMahaSucikan Tuhan dengan Doa Dzikir melalui Nama-nama-Nya yang paling baik menggunakan (Asmaa'ul Husna). Seperti yang terdapat dalam firman Allah Swt
2
M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, Teras, Yogyakarta, 2005, hlm.
26. 3
Al-qur’an dan Terjemahnya yang telah ditahsis oleh departemen agama RI, Jakarta, 1990 , QS. Al-Isra’: 44. hlm 430
1
4 ϵÍׯ≈yϑó™r& þ’Îû šχρ߉Åsù=ムtÏ%©!$# (#ρâ‘sŒuρ ( $pκÍ5 çνθãã÷Š$$sù 4o_ó¡çtø:$# â!$oÿôœF{$# ¬!uρ ∩⊇∇⊃∪ tβθè=yϑ÷ètƒ (#θçΡ%x. $tΒ tβ÷ρt“ôfã‹y™ Artinya: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna4, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya5. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.6 Bertasbih merupakan ungkapan meMahaSucikan tuhan dengan Do’a, Dzikir melalui nama-namaNya yang paling baik (Asma’ul Husna). Bertasbih itu sendiri adalah merupakan sarana terbaik untuk mengekspresikan rahasiarahasia Ilahi yang terhalus, sekaligus mengekspresikan rahasia perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia melalui tabir bahasa manusia dalam bentuk selubung dunia spiritual, namun bersamaan dengan itu sekaligus juga merupakan simbol dan tangga untuk dapat mencapai persatuan antara hati dan pikiran seorang hamba dengan Tuhannya. Kata tasbih (َِْْ) adalah bentuk masdar dari sabbaha– yusabbihu–tasbihan (ًَِْْ - ُ َُ - َ َ ), yang berasal dari kata sabh
(َْ ). Menurut Ibnu Faris, asal makna kata sabh ada dua. Pertama, sejenis ibadah. Kedua, sejenis perjalanan cepat. Pengertian kata tasbih
(َِْْ) berasal dari pengertian pertama, yaitu menyucikan Allah Swt7 Ar-Ragib Al-Asfahani mengartikan kata as-sabh (ُْ )اsebagai “berlari cepat di dalam air (berenang) atau di udara (terbang)”. Kata itu dapat 4
Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah. Lihat Alqur’an dan terjemahnya 5 Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Namanama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah. Lihat Al-qur’an dan terjemahnya. 6
Ibid. QS. Al-‘Araf : 180. hlm. 252 M. Ishom El-Saha, M.A., Saiful Hadi, S.Ag., Sketsa Al-qur’an Tempat, Tokoh, Nama, dan Istilah dalam Al-qur’an, Lista Fariska Putra, 2005. hlm.726 7
2
dipergunakan untuk perjalanan bintang di langit, atau lari kuda yang cepat, atau kecepatan beramal. Dinamakan tasbih karena segera pergi untuk beramal dalam rangka menyembah Allah. Kata ini berlaku untuk melakukan kebaikan atau menjauhi kejahatan. Lebih lanjut Al-Asfahani menambahkan, tasbih bisa dalam wujud perkataan, perbuatan ataupun niat. Pengertian tasbih terakhir itu mengacu kepada pengertian isthilahi yang sudah berkembang sampai sekarang.8 Seperti halnya Al-qur’an menggunakan kata “Tasbih” yang diambil dari akar kata “Sabbaha” atau “Yusabbihu” seperti yang terdapat dalam QS. Al-Hasyr: [I] dan QS. Al-Jumu’ah: I. yang berbunyi:
∩⊇∪٩ Ο Þ Š3 Å tp :ø #$ “â ƒ“Í èy 9ø #$ θu δ è ρu ( Ú Ç ‘ö { F #$ ’ûÎ $Βt ρu N Ï ≡θu ≈ϑ y ¡ ¡ 9#$ ’ûÎ $Βt ! ¬ x y 7¬ ™ y ١٠
∩⊇∪
ÉΟ‹3 Å tp :ø #$ “Í ƒ•Í èy 9ø #$ ¨ Ä ρ‰ ‘ ) à 9ø #$ 7 Å =Î Rp Qù #$ Ú Ç ‘ö { F #$ ’ûÎ $Βt ρu N Ï ≡θu ≈ϑ y ¡ ¡ 9#$ ’ûÎ $Βt ! ¬ x ß 7mÎ ¡ | „ç
Kata tasbih yang terdapat dalam Al-qur’an sangat banyak dan beraneka ragam bentuknya. Kata “Tasbih” yang terdapat dalam ayat-ayat Al-qur’an diulangi sebanyak 93 macam11. yaitu Dalam bentuk fi’il madhi (verbal masa lampua), dalam bentuk Fi’il Mudhari’ (verbal masa sekarang dan yang akan dating) Fi’il Amar (verbal imperative), Mashdar dan bentuk lain-lainnya. Semua variasi bentuk itu mengisyaratkan bahwa tasbih alam semesta seluruhnya kepada Allah Swt. Termasuk makhluk hidup dan benda-benda yang ada didalamnya.12 Dengan begitu untuk dapat mengetahui bagaimana gambaran tasbih secara gamblang dari segala sesuatu yang bertasbih kepada Allah Swt, baik manusia dan setiap tindakan yang dilakukannya serta alam semesta dan seisinya, dengan apa yang mereka bertasbih dan apa relevansinya terhadap kehidupan sehari-sehari. Dengan demikian, maka sangat dibutuhkan sebuah
8
Roghib Al-Asfiyani, Mu’jam Mufrodat Alfadzi Al-qur’an, Darul Al-Fikr. hlm.226 Al-qur’an dan Terjemahnya. Op.Cit QS. Al-Hasyr : 1. hlm. 915 10 Ibid. QS. Al-Jumu’ah: 1. hlm932 11 Roghib Al-Asfiyani. Op.Cit. 226-227 12 Zaglulu an-Najjar, Shu’arun Min Tasbih al-Kaa’inaat Lillah, diterj: Faisal Saleh, Ketika Alam Bertasbih, Pustaka al-Kautsar, Jakarta.Hlm. 12-17 9
3
pemahaman yang mampu mengungkap apa yang terkandung dari kalimatkalimat tasbih dalam berbagai ayat yang terdapat dalam Al-qur’an. Dengan demikian adanya sebuah penelitian secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang mampu mengungkap keluasan makna dan pengertian serta maksud dari kata-kata tasbih yang tersebar dalam berbagai ayat dalam Al-qur’an, sangatlah dibutuhkan. Hal ini dilakukan demi sebuah cita-cita yang mulia berupa pengamalan isi kandungan Al-qur’an itu sendiri dalam hal ini adalah bertasbih baik dalam sikap prilaku dan tindakan yang dilakukan oleh manusia sehari-hari maupun dalam bentuk berdzikir
secara
lisan
dengan
menggunakan
kalimat-kalimat
tasbih
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-qur’an itu sendiri.
B. Pokok Masalah Wawasan berarti tinjauan, pandangan serta konsepsi cara pandang terhadap suatu masalah13. Permasalahan merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicarikan jawabannya. Bertitik tolak pada keterangan itu, maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimana pengertian “Tasbih” dalam Al-qur’an? 2. Bagaimana cara bertasbih sesuai dengan penjelasan Al-qur’an? 3. Apa relevansi anjuran bertasbih dalam kehidupan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui konsep tasbih dalam Al-qur’an. 2. Untuk mengetahui bagaimana cara bertasbih sesuai dengan penjelasan Alqur’an 3. Untuk mengetahui relevansi anjuran bertasbih dalam kehidupan
13
Muhammad Gaib M. Ahl Kitab makna dan cakupannya, Paramadina, Jakarta, 1998.
hlm 9
4
Manfaat dari penulisan skripsi sebagai berikut: 1. Secara teoritis, yaitu untuk menambah khazanah kepustakaan Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis. Selain itu diharapkan tulisan ini dapat dijadikan salah satu studi banding bagi penulis lainnya. 2. Secara praktis, agar dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat, khususnya pada saat penulis berinteraksi dengan masyarakat terutama ketika mendapat sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban.
D. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat library murni, yakni semua bahan yang dibutuhkan bersumber dari bahan-bahan yang tertulis. Untuk menggunakan metode yang tepat pada judul ini ialah dengan menggunakan metode tematik (Maudhu’i)14 yaitu membahas satu judul tertentu secara mendalam dan tuntas. Yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat secara tuntas sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan pegangan.15 Karena objek studi ini adalah ayat-ayat Al-qur’an, maka pendekatan yang dipilih di dalamnya adalah pendekatan ilmu tafsir. Dalam ilmu tafsir, dikenal beberapa corak atau metode penafsiran Alqur’an yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Menurut al-Farmawi, hingga kini setidak-tidaknya terdapat empat macam metode utama dalam penafsiran Al-qur’an, yaitu: metode tahlili, ijmali, muqarin, dan metode maudhu’i, yang terakhir ini adalah suatu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-qur’an tentang suatu masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat yang dimaksud, lalu menganalisisnya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan 14
Ada dua cara dalam dalam tata kerja metode tematik ini: pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-qur’an yang berbicara tentang satu masalah tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam pelbagai surah Al-qur’an. Kedua, penafsiran yang berdasarkan pada surah Al-qur’an. Lihat Abd Muin Salim metodologi ilmu tafsir. Hlm. 47 15 Nasruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, Cet I, hlm. 383
5
dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh dari Al-qur’an tentang masalah tersebut.16 Metode yang dipilih untuk studi ini adalah metode Tematik karena menurut hemat penulis, metode inilah yang paling tepat, setidak-tidaknya hingga saat ini untuk digunakan mengkaji konsep-konsep Al-qur’an tentang suatu masalah bila diharapkan suatu hasil yang utuh dan komprehenshif. Adapun langkah-langkah dalam metode tafsir maudlu’i adalah: a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik). b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut. c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya. d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna. f. Melengkapi pembahasan dengan hadits yang relevan dengan pokok bahasan. g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian sama.17 Meskipun metode tafsir Maudhu’i yang menjadi dasar pendekatan dalam studi ini, namun dalam menganalisis masalah, pendekatan lainpun tentu turut berperan, seperti disebut di atas. Semua ilmu Bantu yang dapat lebih memperjelas masalah dapat saya digunakan dalam metode tafsir Tematik sepanjang pendekatan itu relevan dengan masalah yang dibahas.
E. Sumber Data a. Primer Penelitian ini bercorak library murni, dalam arti semua sumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik 16
Dr. Harifudin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-qur’an suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 21. 17 Muhamad Nur Ichwan, Memasuki Dunia Al-qur’an, (Semarang: Lubuk Raya, 2001), hlm. 267-268.
6
yang dibahas. Karena studi ini menyangkut Al-qur’an secara langsung, maka sumber pertama dan utamanya adalah : 1. Kitab suci Al-qur’an. Mushaf yang digunakan sebagai pegangan adalah Al-qur’an dan Terjemahnya yang telah ditashih oleh Departemen Agama RI. Jakarta, Tanggal 28 Februari 1990. 2. Sebagai dasar rujukan untuk analisis makna kata-kata dan term-term tertentu dari ayat-ayat Al-qur’an, digunakan al-Mufradat fi Gharib Alqur’an karangan Abu al-Qasim al-Husayn ibn Muhammad al-Raghib al-Ashfihani. Kitab ini pada umumnya menjadi rujukan para mufasir Al-qur’an ketika membahas makna kata-kata dalam ayat-ayat bahasa Al-qur’an. 3. Guna memudahkan pelacakan ayat-ayat Al-qur’an yang diperlukan dalam membahas topik-topik tertentu, maka buku al-Mu'jam alMufahras Alfaz Al-qur’an al-Karim, susunan Muhammad Fu'ad Abd al-Baqi dijadikan sebagai pegangan. b. Sekunder Adapun sebagai data sekunder dalam penelitian ini ialah data-data yang berkaitan dengan penafsiran para ulama baik klasik, modern maupun kontemporer yang berkaitan dengan pembahasan pada penelitian kali ini. Sumber rujukan pertama penulis yaitu: penafsiran mereka tentang ayatayat tasbihyaitu: 1. kitab-kitab tafsir yang dibatasi pada beberapa kitab yang dianggap representatif yaitu al-Misbah, karangan M. Quraish Shihab, al-Azhar karya hamka, an-Nur karya Tengkeu Muhammad Hasby as-Shiddiqy, Ibn ‘Arabi, Tafsir Al-qur’an al-Karim, Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir alKabir wa Mafatih al-Ghaib. Demikian beberapa kitab tafsir yang menjadi sumber utama dalam penulisan ini. Adapun beberapa kitab tafsir yang menjadi sumber utama tulisan ini. Dengan menyebut kitab-kitab tersebut, tidaklah berarti bahwa kitab-kitab tafsir lainnya diabaikan sama sekali.
7
Kitab-kitab itu tetap digunakan sebagai sumber rujukan, khususnya dalam melengkapi dan lebih mempertajam analisis dan bahasan.
F. Tinjauan Pustaka Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam bahasan “konsep tasbih dalam Al-qur’an” sedikit banyak sudah pernah dibahas oleh peneliti ilmiah yang lain, akan tetapi dalam penelitian itu belum sampai komprehensif. Seperti halnya beberapa literatur yang diterbitkan. Literatur yang dimaksud hanya secara umum atau parsial saja. Literatur tersebut di antaranya: 1. Zaglul an-Najjar, Shu’arun Min Tasbih al-Kaa’inaat Lillah, diterj: Faisal Saleh, Ketika Alam Bertasbih, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 2003. buku ini memang membahas masalah tasbih, akan tetapi dalam membahas tasbih Zaglul hanya memandang secara parikular, tidak memandang secara komprehensif. Zaglul memandang tasbih dari sundut pandang sains, akan tetapi masalah yang penulis tulis ialah masalah yang komprehensif yaitu bagaimana pandangan Al-qur’an tentang tasbih secara utuh tidak secara partikular saja. 2. Begitu juga Ustadzah Nisywah al-Ulwani, dalam bukunya Ath-Thariq Ila al- Jannah Al-Istigfar wa At-Tasbih, diterj: Saiful Hadi el-Sutha, Pustaka al-Mawardi, Jakarta, 2002, cet I. dia hanya memandang dari satu sudut pandang saja seperti halnya zaglul an-Nazar yaitu memandang tasbih selain mukallaf hanya sebagai bukti kosmologis saja. Akan tetapi banyak ulama yang memperdebatkan tentang makna tasbih. 3. Berupa skripsi karya Inna Ratul ‘Ain dengan judul Tasbih Alam. Dia menulis skripsi tasbih menggunakan pendekatan metode Muqarran yaitu dia hanya membandingkan pendapat dua ulama yang berbeda dalam memeberikan makna tasbih yaitu Ibnu ‘Arabi dan Fakhruddin ar-Razi. Yang mana kedua ahli tafsir ini sangat berbeda dalam menafsirkannya Fakhruddin ar-Razi menafsirkan tasbih dengan makna yang majazi, dan ibnu Arabi menafsirkan tasbih dengan makna yang hakiki.
8
Dari tinjauan pustaka diatas dapat dilihat bahwa dalam mengkaji tentang tasbih belum komprehensif. Yaitu mereka memandang tasbih hanya parsial belum sampai yang membahas tasbih secara utuh dan gamblang. Sampai
dengan
disusunnya
proposal
penelitan
dan
atas
sepengatahuan penulis dalam bentuk skripsi kali ini, penulis tidak melihat adanya kesamaan dengan apa yang akan menjadi konsen penelitian kali ini, baik dalam bentuk skripsi maupun dalam bentuk buku atau berupa tulisan dalam bentuk lainnya. Penelitian ini akan berupaya menyajikan uraian mengenai tasbih dengan
menjadikan
Al-qur’an
sebagai
acuan
dasarnya.
Karena
pembahasan mengenai tasbih akan dilakukan secara menyeluruh dari ayatayat yang berbicara mengenai masalah tersebut, maka pembahasan tidak hanya dibatasi pada ayat-ayat yang secara eksplisit menggunakan term tasbih saja, tetapi juga term-term yang terdapat dalam Al-qur’an yang mengandung makna tasbih. dengan begitu, diharapkan dapat diperoleh informasinya yang utuh dan menyeluruh mengenai wawasan Al-qur’an tentang tasbih. Dengan demikian skripsi ini memiliki perbedaan dengan kajian yang telah dibahas dalam penelitian-penelitian yang lain.
G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dan menganalisis terhadap penelitian ini penulis akan menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama, adalah merupakan pendahuluan yang berfungsi untuk menyatakan keseluruhan isi skripsi dengan sepintas, kemudian dirinci kedalam sub bab yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, tinjauan pustaka, metode penulisan skripsi, dan sistematika penulisan skripsi. Bab kedua, tinjauan umum tentang makna tasbih. Bab ini terurai dalam sub-sub bab antara lain: pengertian tasbih: secara etimologi dan terminologi, 9
makna tasbih dalam Al-qur’an, pengelompokan ayat-ayat tasbih sesuai dengan tema didalam Al-qur’an, pendapat ulama tentang tasbih. Bab ketiga, term-term dan gambaran Tasbih dalam Al-qur’an. Bab ini terdiri dari sub-sub bab antara lain: term-term yang semakna dengan tasbih, antara tasbih, tahmid, dan dzikir, Tamsil Tasbih dalam Al-qur’an. Bab keempat, Faedah Bertasbih dalam Kehidupan menurut Alqur’an. Ini berisi antara lain: Tujuan Bertasbih dalam Al-qur’an, Hikmah bertasbih dalam Al-qur’an, penyembunyian gahiru mukallaf adalah rahmat bagi manusia, relevansi anjuran bertasbih dalam kehidupan. Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil pembahasan yang merupakan jawaban pembahasan, saran-saran, dan penutup.
10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MAKNA TASBIH
Allah Swt memilih bahasa Arab sebagai wadah pengejawantahan katakatanya yang suci, yakni Al-qur’an. Pemilihan ini dari satu segi, tentu saja menempatkan bahasa Arab pada kedudukan yang istimewa, terutama di mata umat Islam. Salah satu keistimewaan bahasa Arab yang dipilih oleh Tuhan menjadi bahasa Al-qur’an adalah ungkapan-ungkapannya yang singkat, padat, serta kaya dengan isi dan makna yang dalam. Variasi bentukan kata-katanya itu sangat berpola. Setiap bentukan mempunyai makna dan pesan khas yang berbeda dengan bentukan lainnya meskipun berasal dari kosa-kata yang satu dan kendatipun terjemah harfiahnya sama. Harus diakui bahwa peranan kaidah-kaidah bahasa Arab sangat besar dalam upaya pemahaman ayat-ayat Al-qur’an. Akan tetapi dalam kenyataannya, banyak ayat-ayat Al-qur’an yang sulit dipahami secara utuh bila hanya mengandalkan kaidah-kaidah bahasa tersebut. Untuk itulah diperlukan kaidahkaidah lain yang khusus menyangkut Al-qur’an, yang dimaksud adalah kaidahkaidah yang berhasil disusun dan diformulasikan oleh para ulama dan ahli tafsir sebagai hasil kajian dan telaah terhadap ungkapan-ungkapan yang digunakan oleh Al-qur’an. Kaidah-kaidah seperti ini dikenal dengan istilah qawa’id al-Tafsir yang dapat ditemui secara berserakan dalam kitab-kitab tafsir ataupun dalam kitab-kitab ulum Al-qur’an. Kaidah-kaidah tafsir ini masih tetap berkembang secara komulatif, seiring dengan kajian terhadap Al-qur’an yang tetap berlanjut tanpa akhir.18 Dalam
mengungkapkan
masalah
Tasbih,
Al-qur’an
menggunakan
beberapa macam istilah. Term-term disebutkan dengan berbagai macam term, ada yang disebutkan dengan bentuk madhi, mudhari' masdar, maf'ul yang semuanya
18
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-qur’an Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta : Bulan Bintang, 1991), hlm. 26-30.
11
terulang sebanyak 93 kali.19 Selain term Tasbih, Al-qur’an juga menggunakan beberapa term lain untuk menunjuk Tasbih seperti yang akan diuraikan dibawah ini:
A. Pengertian Tasbih Kata tasbih ( ْ"ِ$ْ%َ') adalah bentuk masdar dari sabbaha–yusabbihu– tasbihan (.ً0ْ"ِ$ْ%َ' -ُ ,$َ%ُ- -َ ($َ)), yang berasal dari kata sabh ( ْ$َ)). Menurut Ibnu Faris, asal makna kata sabh ada dua. Pertama, sejenis ibadah. Kedua, sejenis perjalanan cepat. Pengertian kata tasbih ( ْ"ِ$ْ%َ') berasal dari pengertian pertama, yaitu menyucikan Allah Swt20 dari setiap yang jelek (tanzihullahi min kulli su’in (ْء1ُ) 2 , ُْ آ4ِ5 6 ِ ُ ا7ْ-8ِ ْ9َ' ), sedangkan kata tanzih (7ْ-8ِ ْ9َ') berarti tab‘id (:ْ"ِ;ْ$َ' = menjauhkan). Jadi, secara terminologi makna tasbih adalah mensucikan Allah SWT dari segala keburukan dan dari segala perbuatan ataupun sifat yang tidak sesuai dengan keagungan, kemuliaan, kasih sayang, dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu.21 Sementara itu, kata subbuhun
(ٌْح1<$ُ)) adalah suatu sifat bagi Allah, yang berarti Allah Maha Suci dari segala sesuatu yang tidak pantas bagi-Nya. Begitu juga menurut Ar-Ragib Al-Asfihani dalam mengartikan kata as-sabh (ُ ْ$(%> )اsebagai “berlari cepat di dalam air (berenang) atau di udara (terbang)”. Kata itu dapat dipergunakan untuk perjalanan bintang di langit, atau lari kuda yang cepat, atau kecepatan beramal. Dinamakan tasbih karena segera pergi untuk beramal dalam rangka menyembah Allah. Kata ini berlaku untuk melakukan kebaikan atau menjauhi kejahatan. Tasbih secara Etimologi yaitu Ar-Ragib Al-Asfahani mengartikan kata as-Sabh (ُ ْ$(%> )اsebagai “berlari cepat di dalam air (berenang) atau di udara (terbang)”. Kata itu dapat dipergunakan untuk perjalanan bintang di langit, 19
M. Fuad Abdul Al-Baqi, Mu'jam Al-Mufahras li Al-Fad Al-qur’an Alkarim, (Beirut : Daral Fikr, 1981), hlm. 340. 20 M. Ishom El-Saha, M.A., Saiful Hadi, S.Ag., Sketsa Al-qur’an Tempat, Tokoh, Nama, dan Istilah dalam Al-qur’an. Lista Fariska Putra, 2005. hlm.726 21 Nisywah Al-Ulwani, Rahasia Istighfar dan Tasbih (Jakarta: Pustaka Al-Mawardi, 2008) hlm. 127
12
atau lari kuda yang cepat, atau kecepatan beramal. Akan tetapi kata tasbih
( "$%') yaitu segera pergi untuk beramal dalam rangka menyembah Allah. Kata ini berlaku untuk melakukan kebaikan atau menjauhi kejahatan. Lebih lanjut Al-Asfahani menambahkan, tasbih bisa dalam wujud perkataan, perbuatan ataupun niat. Makna inilah yang sudah berkembang sampai sekarang. Dan menjadi makna istilah tasbih.22 Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa fenomena gerak di alam ini merupakan petunjuk nyata untuk memahami pengertian tasbih secara lebih mendalam. Dari adanya fenomena gerak dapat diketahui bahwa alam semesta ini senantiasa berubah. Serta dengan mengetahui adanya waktu yang senantiasa mengalir, dapat diketahui bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini adalah bertasbih dan senantiasa bertasbih karena semuanya bergerak dan menempel dalam aliran waktu sehingga setiap saat selalu berubah dan menjauh dari posisinya semula. Adapun Kata ”Tasbih” diambil dari Madhi ”sabbaha” dengan seluruh turunannya dan sabaha yasbahu. dalam Kamus Mu’jamul Fahras Li alfadhil Qur’an disebutkan di dalam Al-qur’an Al-Karim sebanyak 93 kali;23 Yaitu:
Kata Tasbih
Sabbaha Yusabbihu Tasbiihan
22 23
Madhi
Mudhari’
Masdar
4 kali
22 kali
45 kali
QS. Al-Hadid [57]: 1, QS. AlHasyr [59]: 1, QS. Ash-Shaff [61]: 1, QS. AsSajadah [32]: 15.
QS. Al-Baqarah [2]: 30, QS. ArRa‘d [13]: 13,QS. Al-Isra’ [17]: 44 (dua kali), QS. Al-Anbiya’ [21]: 20 dan 79,QS. An-Nur [24]: 36 dan 41, QS. AlQolam [68]: 28, QS. Al-Fath [48]: 9, QS. Thaha[20]: 33,
QS. Al-Isra’ [17]: 44 QS. An-Nur [24]: 41, QS. Al-Mujammil [73]: 7, QS. An-Naji’at [79]: 3. QS. Yusuf [12]: 108, QS. Al-Isra’ [17]: 1, 93, dan 108, QS. AlAnbiya’ [21]: 22, QS. Al-Mu’minun [23]: 91, QS. An-Naml [27]: 8, QS. Al-
Roghib Al-Ashfihani, Mu’jam Mufrodat Alfadzi Al-qur’an, Darul Al-Fikr. hlm.226 Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi. Op.Cit. hlm. 339-340
13
QS. Al-Hasr[59]: 24, QS. AlJum’at[62]: 1, QS. AtTaghabun[64]: 1, QS. alAnbiya’[21]: 79, QS. Shad[38]: 18, QS. azZumar[39]: 75, QS. Ghafiir[40]: 7, QS. Fushilat[14]: 38, QS. an-Nur[42]: 5, QS. al’Araf[7]:206.
Qashash [28]: 68, QS. Ar-Rum[30]:17, QS. Yasiin [36]:32, QS. Nun[32]:83, QS. As-Shafat[37]:159 dan 130, QS. AzZuhraf [43]:13 dan 82, QS.at-Thur [52]:43, QS. AlHashr[56]:23, QS. Al-Qalm[68]:22, QS. Al-Baqarah[2]:32, QS.Ali Imran[3]:161, QS. AlMaidah[5]:116, QS. Al-A’raf[7]:143, QS. Yusuf[10]:10, QS. an-Nisa’[21]:87, QS.an-Nur [24]:16, QS. AlFurqan[25]:17, QS. As-Saba’ [34]:14, QS. AlBaqarah[2]:116, QS. Al-Anbiya’ [4]:171, QS.al-An’am [6]:100, QS.AnNabawiyah[9]:31,QS. Yunus[10]:18 dan 68, QS.an-Nahl [16]:1 dan 57, QS.al-Isra’ [17]:43, QS.Mariam [19]:35, QS.AlAnbiya’[21]:126 QS.ar-Rum [30]:40, QS.Az-Zumar[39]:40 dan 67.
Kata tasbih dalam bentuk mashdar hanya disebutkan empat kali di dalam Al-qur’an, yaitu di dalam S. Al-Isra’ [17]: 44 S. An-Nur [24]: 41, S. AlMujammil [73]: 7, dan S. An-Naji’at [79]: 3. Kata Tasbih
Fi’il Amar
Isim Fa’il 14
18 kali Sabbaha
QS.
Ali
2 kali
‘Imran QS. Ash-Shaffat
yusabbihu
[3]: 41, QS. Al- [37]:
tasbiihan
Hijr [15]: 98, QS. 166. Maryam [19]: 11, QS. Thaha [20]: 130 (dua kali), QS. Al-Furqan
[25]:
58, QS. Al-Ahzab [33]:
42,
QS.Ghafir[40]: 55. QS.
Nun[50]:32.
QS. At-Thur [52]: 48,
QS.
Al-
Waqi’ah [56]: 74 dan
96,
QS.al-
Haqqah [69]: 52, QS. [87]:1,
Al-’Ala QS.
an-
Nashr [110]:3, QS. Qaaf[50]:40, QS.AtThur[52]:49, QS.AlInsan[76]:26 Sabaha yasbahu 2 kali
QS.al-Anbiya’ [21]:33, QS. yasin[36]:40,
15
143
dan
Semua kata tasbih yang di atas ditemukan secara bervariasi. Bentuk itu mengisyaratkan bahwa tasbih alam semesta seluruhnya kepada Allah Swt ini termasuk makhluk hidup. Semua makhluk itu bertasbih pada masa dulu, masa sekarang dan masa yang akan datang, semuanya tak henti-henti mensucikan Allah swt di setiap waktu dan saat.
B. Makna Tasbih Dalam Al-qur’an Kata ”subhana” berbentuk Isim Mashdar, yang di dalam Al-qur’an ia disebut secara mufrad ataupun juga mudhaf (disandarkan dengan kata lain). Tasbih
(pensucian),
jadi
makna
SubhanAllah
at-Tanzih
IlAllah
(Memahasucikan Allah), berstatus nashb berposisi Mashdar. Seolah-olah orang yang
mengucapkannya berkata, ”aku memahasucikan Allah Swt
dengan pemahasucian yang pasti; menafikan setiap apa yang tidak layak bagi ketinggian dan keagungan-Nya dengan tanpa menyerupakan, tanpa pemisalan, tanpa perbandingan, tanpa pengalihan, tanpa penakwilan dan tanpa pengabaian; dan aku menetapkan pada keagungan-Nya apa saja yang dia jelaskan tentang Dzat-Nya sendiri dan apa saja yang telah ditetapkan Rasulullah Saw dari berbagai sifat kesempurnaan yang mutlak. 24 Kata Sabhan Thawilan di sini bermakna waktu panjang; atau Mutafarraghan Thawiilan (yakni waktu luang yang panjang); atau mutaqallaban thawila (selalu berbolak balik) waktu luang untuk pulang pergi mengurusi pekerjaan. Dalam bentuk derivasi yang lain adalah as-Subhah yatiu untaian biji-bijian yang digunakan sebagai alat ”tasbih” untuk menghitung tasbih (Dzikir kepada Allah/bertasbih). Dan kata ini juga berarti ibadah sunnah berupa dzikir dan shalat. Misalanya mengatakan Qadhaitu Subhati, (yakni aku telah melakukan ibadah sunnahku). Demikian juga bersujud,25 oleh karena itu Allah Swt berfirman:
24
Zaglul an-Najjar, Shuarun Min Tasbih al-Kauniaat Lillah , diterj: Faisal Saleh, Ketika Alam Bertasbih, Jakarta, 2008, cet I. hlm 2 25 Ibid. hlm 4-5
16
ߧôϑ¤±9$#uρ ÇÚö‘F{$# ’Îû tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû tΒ …çµs9 ߉àfó¡o„ ©!$# (χr& t s? óΟs9r& ¨,ym î.5ÏWx.uρ ( Ĩ$¨Ζ9$# zÏiΒ ×.5ÏVŸ2uρ *>!#uρ¤$!$#uρ ã yf¤±9$#uρ ãΑ$t7Ågø:$#uρ ãΠθàf‘Ζ9$#uρ ã yϑs)ø9$#uρ ∩⊇∇∪ â!$t±o„ $tΒ ã≅yèøtƒ ©!$# ¨βÎ) 4 BΘÌ õ3•Β ÏΒ …çµs9 $yϑsù ª!$# ÇÍκç‰ tΒuρ 3 Ü>#x‹yèø9$# ϵø‹n=tã Artinya: ”apakah kamu tidak melihat bahwa kepada Allah bersujud segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi, matahari, bulan, bintangbintang, gunung-gunung, pepohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar kepada manusia, dan kebanyakan mereka (manusia) telah ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun dapat memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki”.26 Berdasarkan itu semua, maka menuturkan dua kalimat syahadat disertai dengan pemahaman yang benar terhadap kandungannya, mendirikan shalat dengan khusu’, menunaikan zakat dengan sikap wara’ dan ketundukan, berpuasa dengan ikhlas dan pengabdian, melaksanakan haji tanpa dibarengi ucapan kotor dan perbuatan fasik, dan menghadap allah untuk berdoa dengan memelas dan penuh pengharapan, mengagungkan, mengesakan dengan tunduk hanya kepada-Nya, menghambakan diri, taat, dan mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya dengan tanpa menyekutukan, atau dengan istilah Tauhid Uluhiyyah, ini semua adalah termasuk tasbih kepada Allah. Mengesakan Allah dengan mengagungkan perbuatan-perbuatannya mulai dari penciptaan makhluk, memberikan rizqi, mematikan dan menghidupkan, atau yang dikenal denga istilah Tauhid Rububiyyah, ini semua termasuk tasbih kepada Allah Swt. Dan tasbih juga bisa diartikan sebagai do’a ”sholawat” kepada Allah. Allah Swt berfirman tentang nabi Yunus As ketika ia ditelan oleh ikan besar dengan menyatakan: ”
26
Al-qur’an dan Terjemahnya yang telah ditahsis oleh departemen agama RI, Jakarta, 1990 QS. Al-Hajj. hlm. 514
17
’Îû y]Î7n=s9 ∩⊇⊆⊂∪ tÅsÎm7|¡ßϑø9$# zÏΒ tβ%x. …絯Ρr& Iωöθn=sù ∩⊇⊆⊄∪ ×ΛÎ=ãΒ uθèδuρ ßNθçtø:$# çµyϑs)tGø9$$sù ∩⊇⊆∈∪ ÒΟŠÉ)y™ uθèδuρ Ï!#t yèø9$$Î/ çµ≈tΡõ‹t6uΖsù ∩⊇⊆⊆∪ tβθèWyèö7ムÏΘöθtƒ 4’n<Î) ÿϵÏΖôÜt/ Artinya: Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela, maka kalau Sekiranya Dia tidak Termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit, kemudian Kami lemparkan Dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit.27 Berkenaan dengan makna kalimat kaana minal musabbihiin dalam firman Allah di atas, Ibnu Abbas dan Abdullah bin Mas’ud berpendapat, sesungguhnya nabi Yunus banyak membaca ”shalawat” do’a kepada Allah pada saat ia di perut ikan’’.28 Oleh karena itu, disunnahkan bagi orang yang berdo’a untuk memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah (hamdalah), serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW pada saat ia memanjatkan doa, baru kemudian ia menyampaikan permintaannya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendengar seorang laki-laki yang berdoa dalam shalatnya tanpa mengucapkan ”hamdalah” dan shalawat kepada Nabi SAW terlebih dahulu, maka beliau pun bersabda, ”Ini shalat yang tergesa-gesa!” Kemudian Rasulullah memanggil orang itu dan berkata kepadanya, “Jika salah seorang dari kalian sedang berdoa, maka hendaklah ia memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah Swt, kemudian hendaklah ia membaca shalawat kepada Nabi Saw, kemudian barulah ia berdoa dengan apa saja yang ia mau.” Sesungguhnya ucapan “al-hamdulillah” yang diucapkan oleh manusia itu dianggap tasbih, sebagaimana dianggap tasbih pula setiap dzikir yang mensucikan Allah, ataupun segala ucapan yang di dalamnya seorang hamba yang beriman mengagungkan sifat-sifat Allah yang mulia. Mengulang-ulang pengucapan Asma al-Husna dianggap pula sebagai satu bentuk tasbih yang paling disukai oleh Allah SWT. Jika semua kaum muslimin mengetahui kadar pahala yang demikian besar sehingga balasan dari setiap bacaan tasbih, dan 27 28
Ibid. QS. As-Shaafaat: 142-145. hlm 728 Nisywah Al-Ulwani. Op.Cit. Hlm 131-132
18
tahu pula bahwa bacaan tasbih akan mengantar mereka masuk dalam lautan kebajikan serta menjauhkan mereka dari terjerumus dalam tindak keburukan; jika saja mereka tahu semua itu, niscaya mereka akan banyak bertasbih untuk semakin mendapatkan anugrah dan pahala dari Allah yang demikian besar.29 Dari Mus’ab bin Sa’ad, dari bapaknya r.a. katanya Rasulullah Saw, beliau pernah berkata: “sanggupkah kalian mengerjakan seribu kebajikan setiap hari?, maka bertanya salah seorang yang duduk dalam majlis, bagaimana kami mengerjakan seribu kebajikan setiap hari, sabda nabi bacalah tasbih seratus kali niscaya Allah ta’ala mencatat bagimu seribu kebajikan atau dihapus dari padanya seribu kesalahan (dosa)”.30 Di kalangan ulama fiqih ada yang berpendapat bahwa bukanlah suatu keharusan untuk mengucapkan lafazh-lafazh tasbih seratus kali secara berturut-turut dalam satu majlis, akan tetapi boleh hukumnya untuk mengucapkan secara terpisah dalam sejumlah majlis (tempat). Begitu juga tidak merupakan suatu keharusan untuk mengucapkannya sepanjang siang sampai malam hari, akan tetapi yang lebih utama adalah mengucapkan pada permulaan hari, agar dapat menjadi benteng pemelihara bagi seorang muslim sepanjang hari.31 Ada beberapa hadits yang menunjukkan adanya shalat tasbih, namun menurut pandangan jumhurul ulama mengatakan bahwa hadits shalat tasbih itu Dha’if. Akan tetapi ulama fiqh menetapkan shalat tasbih dalam bab fiqh.32 Dalam kamus al-Munzid dikatakan bahwa “ad-Dzikru huwa at-Tasbih wa Majjadahu” yang berarti dzikir merupakan tasbih itu sendiri.33 Dalam surat an-Nasr : 3 dapat di baca bahwa nabi Muhammad Saw di perintahkan untuk bertasbih dengan memuji nama tuhan-Nya.34 Memuji tuhan adalah formula kesyukuran yang sangat penting 29
Dalam Al-qur’an dikatakan
Ibid, hlm. 129 H.R. Muslim. Terj: Hadist Shahih Muslim, Klang Book Centre, Malaysia, Cet V, 1997, Juz 4. hlm. 262-263 31 Niswah al-Ulwani, Op.Cit. hlm. 173 32 Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarif an-Nawawi ad-Dimsyiqy, al-Adzkar, Toha Putra, Semarang. Hlm. 158 33 Al-Munjid, Bairut Lebanon, 1960, cet 39. hlm. 237 34 QS. An-Nasr: 3. Op.Cit.1114 30
19
”fasabbih bihamdi rabbika” membaca tasbih ”Subhanallah” dapat dipandang sebagai pendahuluan logis bagi Tahmid (yaitu memabaca hamdalah/memuji Allah). Sebab tasbih sendiri mengandung makna pembebasan diri dari buruk sangka kepada Allah, atau ”pembebasan” Allah dari buruk sangka kita. Jadi tasbih adalah sesungguhnya permohonan ampun kepada Allah atas dosa buruk sangka kita kepada-Nya.35 Dengan demikian yang dimaksud dengan bertasbih adalah berdzikir secara berulang-ulang kepada Allah Swt di setiap waktu dan keadaan. Sekalipun makna tasbih bermakna umum mencakup seluruh ibadah, baik ucapan, perbuatan, dan niat. Dan juga tasbih bermakna khusus yaitu dzikir lafazh dengan menyebut Asma’ul Husna, dan sifat-sifat-Nya yang tinggi sebagaimana yang telah diturunkan-Nya dalam Al-qur’an atau apa yang diberitahukan oleh rasulullah Saw.
C. Pengelompokan ayat-ayat tasbih sesuai dengan tema di dalam Al-qur’an Zaqlul an-Najjar berpendapat bahwa Ayat-ayat Tasbih yang terdapat di Al-qur’an dapat digolongkan menjadi enam golongan ayat yaitu antara lain36: 1. Allah menegaskan Maha Besar kesucian-Nya, karena ketunggalan-Nya dengan Uluhiyah, Rububiyah, dan Wahdaniyat-Nya pada Dzat-Nya sifatsifat-Nya, nama-nama-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya atas semua makhluk-Nya; pada Qadrat-Nya yang mutlak dan di dalam menghimpun segala sifat kesempurnaan yang mutlak; dan suci dari setiap kekurangan. Ayat ini terdapat di dalam 27 ayat sebagai berikut: 1. QS. Al-Isra’: 1
35
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, Paramadina, Jakarta, 2000, cet II. Hlm
36
Zaglul an-Najjar.Op.Cit. hlm. 29-43
166
20
’n<Î) ÏΘ#t ysø9$# ωÉfó¡yϑø9$# š∅ÏiΒ Wξø‹s9 Íνωö7yèÎ/ 3“u.ó r& ü“Ï%©!$# z≈ysö6ß™ uθèδ …çµ¯ΡÎ) 4 !$oΨÏG≈tƒ#u ôÏΒ …çµtƒÎ.ã∴Ï9 …çµs9öθym $oΨø.t ≈t/ “Ï%©!$# $|Áø%F{$# ωÉfó¡yϑø9$# ∩⊇∪ ç.5ÅÁt7ø9$# ßìŠÏϑ¡¡9$# 2. QS. Al-Anbiaya`: 22
$£ϑtã ĸö yèø9$# Éb>u‘ «!$# z≈ysö6Ý¡sù 4 $s?y‰|¡xs9 ª!$# ωÎ) îπoλÎ;#u !$yϑÍκÏù tβ%x. öθs9 ∩⊄⊄∪
tβθàÅÁtƒ
3. QS. Al-mukminun: 91
¥µ≈s9Î) ‘≅ä. |=yδs%©! #]ŒÎ) 4 >µ≈s9Î) ôÏΒ …çµyètΒ šχ%Ÿ2 $tΒuρ 7$s!uρ ÏΒ ª!$# x‹sƒªB$# $tΒ ∩⊇∪ šχθàÅÁtƒ $£ϑtã «!$# z≈ysö6ß™ 4 <Ù÷èt/ 4’n?tã öΝßγàÒ÷èt/ Ÿξyès9uρ t,n=y{ $yϑÎ/ 4. QS. An-Naml: 8
«!$# z≈ysö6ß™uρ $yγs9öθym ôtΒuρ Í‘$¨Ζ9$# ’Îû tΒ x8Í‘θç/ .βr& y“ÏŠθçΡ $yδu!%y` $£ϑn=sù ∩∇∪ tÏΗs>≈yèø9$# Éb>u‘ 5. QS. Al-Qashash: 68
«!$# z≈ysö6ß™ 4 äοu.z5σø:$# ãΝßγs9 šχ%Ÿ2 $tΒ 3 â‘$tFøƒs†uρ â!$t±o„ $tΒ ß,è=øƒs† šš/u‘uρ ∩∉∇∪ tβθà2Î.ô³ç„ $£ϑtã 4’n?≈yès?uρ 6. QS. Ar-Rum: 17
∩⊇∠∪ tβθßsÎ6óÁè? tÏnuρ šχθÝ¡ôϑè? tÏm «!$# z≈ysö6Ý¡sù 7. QS. Yasin: 36
ôÏΒuρ ÞÚö‘F{$# àMÎ7/Ψè? $£ϑÏΒ $yγ¯=à2 yl≡uρø—F{$# t,n=y{ “Ï%©!$# z≈ysö6ß™ ∩⊂∉∪ tβθßϑn=ôètƒ Ÿω $£ϑÏΒuρ óΟÎγÅ¡àΡr& 8. QS. Yasin: 83 21
∩∇⊂∪ tβθãèy_ö è? ϵø‹s9Î)uρ &óx« Èe≅ä. ßNθä3w=tΒ Íνωu‹Î/ “Ï%©!$# z≈ysö6Ý¡sù 9. QS. Ash-Shaffat: 159
∩⊇∈∪ tβθàÅÁtƒ $¬Ηxå «!$# z≈ysö6ß™ 10. QS. Ash-Shaffat: 180
∩⊇∇⊃∪ šχθàÅÁtƒ $¬Ηxå Í﨓Ïèø9$# Éb>u‘ y7În/u‘ z≈ysö6ß™ 11. QS. Az-Zhuhruf: 82
∩∇⊄∪ tβθàÅÁtƒ $£ϑtã ĸö yèø9$# Éb>u‘ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# Éb>u‘ z≈ysö6ß™ 12. QS. At-Thur: 43
∩⊆⊂∪ tβθä.Î.ô³ç„ $¬Ηxå «!$# z≈ysö6ß™ 4 «!$# ç.ö5xî îµ≈s9Î) öΝçλm; ÷Πr& 13. QS. Al-Hasyr: 23
ßÏΒ÷σßϑø9$# ãΝ≈n=¡¡9$# â¨ρ‘‰à)ø9$# à7Î=yϑø9$# uθèδ ωÎ) tµ≈s9Î) Iω ”Ï%©!$# ª!$# uθèδ šχθà2Î.ô³ç„ $£ϑtã «!$# z≈ysö6ß™ 4 ç.Éi9x6tGßϑø9$# â‘$¬6yfø9$# Ⓝ͓yèø9$# Ú∅Ïϑø‹yγßϑø9$# ∩⊄⊂∪ 14. QS. Al-Baqarah: 116
ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $tΒ …ã&©! ≅t/ ( …çµoΨ≈ysö7ß™ 3 #V$s!uρ ª!$# x‹sƒªB$# (#θä9$s%uρ ∩⊇⊇∉∪
tβθçFÏ⊥≈s% …ã&©! @≅ä. ( ÇÚö‘F{$#uρ
15. QS. An-Nisak: 171
4 ¨,ysø9$# ωÎ) «!$# ’n?tã (#θä9θà)s? Ÿωuρ öΝà6ÏΖƒÏŠ ’Îû (#θè=øós? Ÿω É=≈tGÅ6ø9$# Ÿ≅÷δr'¯≈tƒ 4’n<Î) !$yγ9s)ø9r& ÿ…çµçFyϑÎ=Ÿ2uρ «!$# Ú^θÞ™u‘ zΝtƒóItΒ ßø⌠$# |¤ŠÏã ßxŠÅ¡yϑø9$# $yϑ¯ΡÎ) #Z.ö5yz (#θßγtFΡ$# 4 îπsW≈n=rO (#θä9θà)s? Ÿωuρ ( Ï&Î#ß™â‘uρ «!$$Î/ (#θãΖÏΒ$t↔sù ( çµ÷ΖÏiΒ Óyρâ‘uρ zΝtƒóItΒ
22
’Îû $tΒ …ã&©! ¢ Ó$s!uρ …ã&s! šχθä3tƒ βr& ÿ…çµoΨ≈ysö7ß™ ( Ó‰Ïm≡uρ ×µ≈s9Î) ª!$# $yϑ¯ΡÎ) 4 öΝà6©9 ∩⊇∠⊇∪ WξŠÅ2uρ «!$$Î/ 4’s∀x.uρ 3 ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# 16. QS. Al-An’am: 100-101
4 5Οù=Ïæ Î.ö5tóÎ/ ¤M≈oΨt/uρ tÏΖt/ …çµs9 (#θè%t yzuρ ( öΝßγs)n=yzuρ £Ågø:$# u!%x.u.à° ¬! (#θè=yèy_uρ 4’¯Τr& ( ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ßìƒÏ‰t/ ∩⊇⊃⊃∪ šχθàÅÁtƒ $£ϑtã 4’n?≈yès?uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ >óx« Èe≅ä3Î/ uθèδuρ ( &óx« ¨≅ä. t,n=yzuρ ( ×πt6Ås≈|¹ …ã&©! ä3s? óΟs9uρ Ó$s!uρ …çµs9 ãβθä3tƒ ∩⊇⊃⊇∪ ×ΛÎ=tæ 17. QS. At-Taubat: 31
š∅ö/$# yx‹Å¡yϑø9$#uρ «!$# Âχρߊ ÏiΒ $\/$t/ö‘r& öΝßγuΖ≈t6÷δâ‘uρ öΝèδu‘$t6ômr& (#ÿρä‹sƒªB$# $£ϑtã …çµoΨ≈ysö7ß™ 4 uθèδ ωÎ) tµ≈s9Î) Hω ( #Y‰Ïm≡uρ $Yγ≈s9Î) (#ÿρ߉ç6÷èu‹Ï9 ωÎ) (#ÿρã ÏΒé& !$tΒuρ zΝtƒö tΒ ∩⊂⊇∪ šχθà2Ì ô±ç„ 18. QS. yunus: 18
šχθä9θà)tƒuρ óΟßγãèxΖtƒ Ÿωuρ öΝèδ•.ÛØo„ Ÿω $tΒ «!$# Âχρߊ ÏΒ šχρ߉ç7÷ètƒuρ ’Îû ãΝn=÷ètƒ Ÿω $yϑÎ/ ©!$# šχθä↔Îm6uΖè?r& ö≅è% 4 «!$# y‰ΨÏã $tΡàσ¯≈yèxä© ÏIωàσ¯≈yδ ∩⊇∇∪ šχθä.Î.ô³ç„ $£ϑtã 4’n?≈yès?uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ 4 ÇÚö‘F{$# ’Îû Ÿωuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# 19. QS. Yunus: 68
$tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# †Îû $tΒ …çµs9 ( KÍ_tóø9$# uθèδ ( …çµoΨ≈ysö7ß™ 3 #Y‰s9uρ ª!$# x‹y‚¨?$# (#θä9$s% Ÿω $tΒ «!$# ’n?tã šχθä9θà)s?r& 4 !#x‹≈pκÍ5 ¤≈sÜù=ß™ ÏiΒ Νà2y‰ΖÏã ÷βÎ) 4 ÇÚö‘F{$# ’Îû ∩∉∇∪ tβθßϑn=÷ès? 20. QS. An-Nahl: 1
23
∩⊇∪ šχθä.Î.ô³ç„ $£ϑtã 4’n?≈yès?uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ 4 çνθè=Éf÷ètGó¡n@ Ÿξsù «!$# ã øΒr& #’tAr& 21. QS. An-Nahl: 57
∩∈∠∪ šχθåκtJô±tƒ $¨Β Νßγs9uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ ÏM≈oΨt7ø9$# ¬! tβθè=yèøgs†uρ 22. QS. Al-Isra’: 42-43
Wξ‹Î7y™ ĸóUyêø9$# “ÏŒ 4’n<Î) (#öθtótGö/^ω #]ŒÎ) tβθä9θà)tƒ $yϑx. ×πoλÎ;#u ÿ…çµyètΒ tβ%x. öθ©9 ≅è% ∩⊆⊂∪ #Z.5Î7x. #vθè=ãæ tβθä9θà)tƒ $¬Ηxå 4’n?≈yès?uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ ∩⊆⊄∪ 23. QS. Maryam: 35
…çµs9 ãΑθà)tƒ $yϑ¯ΡÎ*sù #\ øΒr& #|Ós% #sŒÎ) 4 ÿ…çµoΨ≈ysö7ß™ ( 7$s!uρ ÏΒ x‹Ï‚−Gtƒ βr& ¬! tβ%x. $tΒ ∩⊂∈∪ ãβθä3u‹sù ä. 24. QS. Al-Anbiya: 26
∩⊄∉∪ šχθãΒt õ3•Β ׊$t6Ïã ö≅t/ 4 …çµoΨ≈ysö7ß™ 3 #V$s!uρ ß≈oΗ÷q§ 9$# x‹sƒªB$# (#θä9$s%uρ 25. QS. Ar-Rum: 40
ÏΒ ö≅yδ ( öΝä3‹ÍŠøtä† ¢ΟèO öΝà6çGŠÏϑム¢ΟèO öΝä3s%y—u‘ ¢ΟèO öΝä3s)n=s{ “Ï%©!$# ª!$# tβθä.Î.ô³ç„ $¬Ηxå 4’n?≈yès?uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ 4 &óx« ÏiΒ Νä3Ï9≡sŒ ÏΒ ã≅yèøtƒ ¨Β Νä3Í←!%x.u.à° ∩⊆⊃∪ 26. QS. Az-Zumar: 4
uθèδ ( …çµoΨ≈ysö7ß™ 4 â!$t±o„ $tΒ ß,è=øƒs† $£ϑÏΒ 4’s∀sÜô¹^ω #V$s!uρ x‹Ï‚−Gtƒ βr& ª!$# yŠ#u‘r& öθ©9 ∩⊆∪ â‘$£γs)ø9$# ߉Ïm≡uθø9$# ª!$# 27. QS. Az-Zumar: 67
24
Ïπyϑ≈uŠÉ)ø9$# tΠöθtƒ …çµçGŸÒö6s% $Yè‹Ïϑy_ ÞÚö‘F{$#uρ ÍνÍ‘ô‰s% ¨,ym ©!$# (#ρâ‘y‰s% $tΒuρ ∩∉∠∪ šχθä.Î.ô³ç„ $£ϑtã 4’n?≈yès?uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ 4 ϵÏΨŠÏϑu‹Î/ 7M≈−ƒÈθôÜtΒ ÝV≡uθ≈yϑ¡¡9$#uρ 2. Yang disebutkan dalam kata perintah (amr). Tasbih ini terdapat dalam 13 ayat yaitu: 1. Perintah tasbih bersama dengan perintah sujud yaitu yang terdapat dalam QS. Al-Hajr: 98
∩∇∪ tωÉf≈¡¡9$# zÏiΒ ä.uρ y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7|¡sù 2. Perintah bertasbih disertai dengan perintah bersabar yaitu QS. Thaha: 130
Ÿ≅ö6s%uρ ħôϑ¤±9$# Æíθè=èÛ Ÿ≅ö6s% y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7y™uρ tβθä9θà)tƒ $tΒ 4†n?tã ÷.É9ô¹$$sù ∩⊇⊂⊃∪ 4yÌö s? y7¯=yès9 Í‘$pκ¨]9$# t∃#t ôÛr&uρ ôxÎm7|¡sù È≅ø‹©9$# Ç›!$tΡ#u ôÏΒuρ ( $pκÍ5ρã äî 3. Perintah bertasbih dan bertawakkal kepada Allah Swt yaitu QS. AlFurqan: 58
ϵÎ/ 4‘xŸ2uρ 4 Íνωôϑpt¿2 ôxÎm7y™uρ ßNθßϑtƒ Ÿω “Ï%©!$# Çc‘y⇔ø9$# ’n?tã ö≅2uθs?uρ ∩∈∇∪ #·.5Î7yz ÍνÏŠ$t6Ïã É>θçΡä‹Î/ 4. Perintah bertasbih disertai dengan perintah untuk bersabar dan perintah untuk beristigfar yaitu QS. Ghafir: 55
y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7y™uρ šÎ7/Ρs%Î! ö ÏøótGó™$#uρ A,ym «!$# y‰ôãuρ (χÎ) ÷.É9ô¹$$sù ∩∈∈∪ Ì ≈x6ö/M}$#uρ ÄcÅ´yèø9$$Î/ 5. Perintah bertasbih dan bersabar disertai dengan penentuan waktuwaktu yang diutamakan yaitu QS. Qaaf: 39-40
25
ħôϑ¤±9$# Æíθè=èÛ Ÿ≅ö6s% y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7y™uρ šχθä9θà)tƒ $tΒ 4’n?tã ÷.É9ô¹$$sù ∩⊆⊃∪ ÏŠθàf*¡9$# t ≈t/÷Šr&uρ çµósÎm7|¡sù È≅ø‹©9$# zÏΒuρ ∩⊂∪ É>ρã äóø9$# Ÿ≅ö6s%uρ 6. Perintah bertasbih atas ketetapan Tuhan dan bertasbih dengan memujiNya, disertai dengan penentuan waktu-waktu utama untuk melakukan tasbih yaitu QS. At-Thur: 48-49
∩⊆∇∪ ãΠθà)s? tÏm y7În/u‘ ω÷Κpt¿2 ôxÎm7y™uρ ( $oΨÏ⊥ãŠôãr'Î/ y7¯ΡÎ*sù y7În/u‘ È/õ3ß⇔Ï9 ÷.É9ô¹$#uρ ∩⊆∪ ÏΘθàf‘Ζ9$# t ≈t/÷ŠÎ)uρ çµósÎm7|¡sù È≅ø‹©9$# zÏΒuρ 7. Perintah bertasbih dengan nama Allah yang maha besar yaitu QS. AlWaqi’ah: 74 dan 96 dan QS. Al-Haqqah: 52
∩∠⊆∪ ÉΟŠÏàyèø9$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ ôxÎm7|¡sù ∩∉∪ ËΛÏàyèø9$# y7În/u‘ ËΛôœ$$Î/ ôxÎm7|¡sù ∩∈⊄∪ ÉΟ‹Ïàyèø9$# y7În/u‘ ËΛôœ$$Î/ ôxÎm7|¡sù 8. Perintah bersujud kepada-Nya dan bertasbih kepada-Nya yaitu QS. AlInsan: 26
∩⊄∉∪ ¸ξƒÈθsÛ Wξø‹s9 çµósÎm7y™uρ …çµs9 ô‰ß∨ó™$$sù È≅ø‹©9$# š∅ÏΒuρ 9. Perintah bertasbih disertai dengan pengakuan kehambaan diri kepada Allah dan pengakuan unsur kemanusiaan diri yaitu QS. Al-Isra’: 90-93
÷ρr&
∩⊃∪ %·æθç7.⊥tƒ ÇÚö‘F{$# zÏΒ $uΖs9 t àføs? 4®Lym y7s9 š∅ÏΒ÷σœΡ s9 (#θä9$s%uρ
∩⊇∪ #·.5Éføs? $yγn=≈n=Åz t ≈yγ÷ΡF{$# t ÉdfxçGsù 5=uΖÏãuρ 9≅ŠÏƒ¯Υ ÏiΒ ×π¨Ψy_ šs9 tβθä3s? Ïπx6Íׯ≈n=yϑø9$#uρ «!$$Î/ u’ÎAù's? ÷ρr& $¸|¡Ï. $uΖøŠn=tã |Môϑtãy— $yϑx. u!$yϑ¡¡9$# xÝÉ)ó¡è@ ÷ρr& s9uρ Ï!$yϑ¡¡9$# ’Îû 4’n∋ö s? ÷ρr& >∃ã ÷zã— ÏiΒ ×MøŠt/ y7s9 tβθä3tƒ ÷ρr& 26
∩⊄∪ ¸ξ‹Î6s%
ö≅yδ ’În1u‘ tβ$ysö7ß™ ö≅è% 3 …çνäτt ø)¯Ρ $Y7≈tFÏ. $uΖøŠn=tã tΑÍi”t∴è? 4®Lym y7ÍhŠÏ%ã Ï9 š∅ÏΒ÷σœΡ ∩⊂∪ Zωθß™§‘ #Z.|³o0 ωÎ) àMΖä. 10. Perintah bertasbih dengan nama Allah yang Mahatinggi yaitu QS. AlA’la: 1
∩⊇∪ ’n?ôãF{$# y7În/u‘ zΟó™$# ËxÎm7y™ 11. Perintah bertasbih dengan memuji Allah memohon ampun kepada-Nya yaitu QS. An-Nasr: 3
∩⊂∪ $R/#§θs? tβ%Ÿ2 …絯ΡÎ) 4 çνö ÏøótGó™$#uρ y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7|¡sù 3. Tasbih yang diucapkan para nabi dan rasul, yang terdapat dalam Al-qur’an yang hanya terdapat 4 ayat yaitu : 1. Tasbih Rasulullah yang disebutkan dalam Al-qur’an yaitu: QS. Yusuf : 108
z≈ysö6ß™uρ ( Í_yèt6¨?$# ÇtΒuρ O$tΡr& >οu.5ÅÁt/ 4’n?tã 4 «!$# ’n<Î) (#þθãã÷Šr& þ’Í?ŠÎ6y™ ÍνÉ‹≈yδ ö≅è% ∩⊇⊃∇∪ šÏ.Î.ô³ßϑø9$# zÏΒ O$tΡr& !$tΒuρ «!$# 2. Tasbih Nabi Musa As yang terdapat dalam QS. Al-A’raf: 143
4 šø‹s9Î) ö ÝàΡr& þ’ÎΤÍ‘r& Éb>u‘ tΑ$s% …絚/u‘ …çµyϑ¯=x.uρ $uΖÏF≈s)ŠÏϑÏ9 4y›θãΒ u!%y` $£ϑs9uρ t∃öθ|¡sù …çµtΡ$x6tΒ § s)tGó™$# ÈβÎ*sù È≅t6yfø9$# ’n<Î) ö ÝàΡ$# ÇÅ3≈s9uρ Í_1t s? s9 tΑ$s% !$£ϑn=sù 4 $Z)Ïè|¹ 4y›θãΒ § yzuρ $y2yŠ …ã&s#yèy_ È≅t7yfù=Ï9 …絚/u‘ 4’©?pgrB $£ϑn=sù 4 Í_1t s? ∩⊇⊆⊂∪ tÏΖÏΒ÷σßϑø9$# ãΑ¨ρr& O$tΡr&uρ šø‹s9Î) àMö6è? šoΨ≈ysö6ß™ tΑ$s% s−$sùr& 3. Tasbih Nabi Yunus As yang terdapat dalam QS. Thaha: 33
∩⊂⊂∪ #Z.5ÏVx. y7ysÎm7|¡èΣ ö’s1 27
4. Tasbih Nabi Isa As yang terdapat dalam QS. Al-Maidah: 116
È÷yγ≈s9Î) u’ÍhΓé&uρ ’ÎΤρä‹ÏƒªB$# Ĩ$¨Ζ=Ï9 |Mù=è% |MΡr&u zΝtƒóItΒ tø⌠$# |¤ŠÏè≈tƒ ª!$# tΑ$s% øŒÎ)uρ βÎ) 4 @d,ysÎ/ ’Í< }§øŠs9 $tΒ tΑθè%r& ÷βr& þ’Í< ãβθä3tƒ $tΒ y7oΨ≈ysö6ß™ tΑ$s% ( «!$# Èβρߊ ÏΒ 4 y7Å¡øtΡ ’Îû $tΒ ÞΟn=ôãr& Iωuρ ŤøtΡ ’Îû $tΒ ãΝn=÷ès? 4 …çµtGôϑÎ=tæ ô‰s)sù …çµçFù=è% àMΖä. ∩⊇⊇∉∪ É>θã‹äóø9$# ãΝ≈¯=tã |MΡr& y7¨ΡÎ) 4. Mengemukakan tasbih manusia secara umum. Jumlahnya ada 9 ayat. Tiga ayat diantaranya terbentuk kata perintah kepada orang-orang mukmin. Dan itu merupakan perintah taklif agar bertasbih kepada Allah. Salah satunya ayatnya menyebutkan kata orang-orang mukmin bersama dengan penyebutan Rasulullah, dan dua ayat lainnya dengan penyebutan orangorang mukmin secara mutlak. Ayat-ayat itu sebagai berikut: 1. QS. Al-Ahzab: 41-42
Zοt õ3ç/ çνθßsÎm7y™uρ ∩⊆⊇∪ #Z.5ÏVx. #[ ø.ÏŒ ©!$# (#ρâUè0øŒ$# (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩⊆⊄∪ ¸ξ‹Ï¹r&uρ 2. QS. Az-Zuhruf: 13
ϵø‹n=tã ÷Λä÷ƒuθtGó™$# #sŒÎ) öΝä3În/u‘ sπyϑ÷èÏΡ (#ρã ä.õ‹s? ¢ΟèO ÍνÍ‘θßγàß 4’n?tã (#…âθtGó¡tFÏ9 ∩⊇⊂∪ tÏΡÌ ø)ãΒ …çµs9 $¨Ζà2 $tΒuρ #x‹≈yδ $oΨs9 t ¤‚y™ “Ï%©!$# z≈ysö6ß™ (#θä9θà)s?uρ 3. QS. Al-Fath: 8-9
Ï&Î!θß™u‘uρ «!$$Î/ (#θãΖÏΒ÷σçGÏj9
∩∇∪ #\ ƒÉ‹tΡuρ #\ Ïe±t6ãΒuρ #Y‰Îγ≈x© š≈oΨù=y™ö‘r& !$¯ΡÎ) ∩∪ ¸ξ‹Ï¹r&uρ Zοt ò6ç/ çνθßsÎm7|¡è@uρ çνρã Ïj%uθè?uρ çνρâ‘Ìh“yèè?uρ
4. QS. Ali Imran: 191
28
È,ù=yz ’Îû tβρã ¤6xtGtƒuρ öΝÎγÎ/θãΖã_ 4’n?tãuρ #YŠθãèè%uρ $Vϑ≈uŠÏ% ©!$# tβρã ä.õ‹tƒ tÏ%©!$# z>#x‹tã $oΨÉ)sù y7oΨ≈ysö6ß™ WξÏÜ≈t/ #x‹≈yδ |Mø)n=yz $tΒ $uΖ−/u‘ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ∩⊇⊇∪ Í‘$¨Ζ9$# 5. QS. Al-Isra’: 108
∩⊇⊃∇∪ Zωθãèøyϑs9 $uΖÎn/u‘ ߉ôãuρ tβ%x. βÎ) !$uΖÎn/u‘ z≈ysö6ß™ tβθä9θà)tƒuρ 6. QS. As-Sajadah: 15
ωôϑpt¿2 (#θßs¬7y™uρ #Y‰£∨ß™ (#ρ” yz $pκÍ5 (#ρã Åe2èŒ #sŒÎ) tÏ%©!$# $uΖÏG≈tƒ$t↔Î/ ßÏΒ÷σム$yϑ¯ΡÎ) ∩⊇∈∪ šχρç.É9õ3tFó¡o„ Ÿω öΝèδuρ öΝÎγÎn/u‘ 7. QS. An-Nur: 36-37
Íiρ߉äóø9$$Î/ $pκÏù …çµs9 ßxÎm7|¡ç„ …çµßϑó™$# $pκÏù t Ÿ2õ‹ãƒuρ yìsùö è? βr& ª!$# tβÏŒr& BNθã‹ç/ ’Îû ÉΑ$|¹Fψ$#uρ Sementara
pada
dua
ayat
yang
lain,
Al-qur’anul
karim
menceritakan tentang tasbih para pemilik kebun di negeri yaman. Menunaikan hak Allah Swt dengan mengeluarkan sebagiannya untuk orang-orang miskin. Namun manakala ia telah mati, anak-anaknya justru bersikap bakhil. Keadaan mereka ini dikisahkan oleh Al-qur’an di dalam dua ayat berikut: 8. QS. Al-Qalam: 28-29
$¯ΡÎ) !$uΖÎn/u‘ z≈ysö6ß™ (#θä9$s% ∩⊄∇∪ tβθßsÎm7|¡è@ Ÿωöθs9 ö/ä3©9 ≅è%r& óΟs9r& öΝßγäÜy™÷ρr& tΑ$s% ∩⊄∪ šÏϑÎ=≈sß $¨Ζä. 5. Ayat-ayat yang menyebutkan tasbih para Malaikat kepada Allah jumlahnya ada 9 ayat, yaitu: 1. QS. Al-Baqarah: 30 29
ã≅yèøgrBr& (#þθä9$s% ( Zπx‹Î=yz ÇÚö‘F{$# ’Îû ×≅Ïã%y` ’ÎoΤÎ) Ïπs3Íׯ≈n=yϑù=Ï9 š•/u‘ tΑ$s% øŒÎ)uρ ( y7s9 â¨Ïd‰s)çΡuρ x8ωôϑpt¿2 ßxÎm7|¡çΡ ßøtwΥuρ u!$tΒÏe$!$# à7Ïó¡o„uρ $pκÏù ߉šøムtΒ $pκÏù ∩⊂⊃∪ tβθßϑn=÷ès? Ÿω $tΒ ãΝn=ôãr& þ’ÎoΤÎ) tΑ$s% 2. QS. Ar-Rad: 13
t,Ïã≡uθ¢Á9$# ã≅Å™ö ãƒuρ ϵÏGx‹Åz ôÏΒ èπs3Íׯ≈n=yϑø9$#uρ Íνωôϑpt¿2 ߉ô㧠9$# ßxÎm7|¡ç„uρ ∩⊇⊂∪ ÉΑ$ysÎRùQ$# ߉ƒÏ‰x© uθèδuρ «!$# ’Îû šχθä9ω≈pgä† öΝèδuρ â!$t±o„ tΒ $pκÍ5 Ü=ŠÅÁãŠsù 3. QS. Al-Anbiyak: 19-20
ôtã tβρç.É9õ3tGó¡o„ Ÿω …çνy‰ΖÏã ôtΒuρ 4 ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû tΒ …ã&s!uρ ∩⊄⊃∪ tβρç.äIøtƒ Ÿω u‘$pκ¨]9$#uρ Ÿ≅ø‹©9$# tβθßsÎm7|¡ç„ ∩⊇∪ tβρç.Å£óstGó¡tƒ Ÿωuρ ϵÏ?yŠ$t7Ïã 4. QS. Az-Zumar: 75
( öΝÍκÍh5u‘ ωôϑpt¿2 tβθßsÎm7|¡ç„ ĸö yèø9$# ÉΑöθym ôÏΒ šÏjù!%tn sπx6Íׯ≈n=yϑø9$# “t s?uρ ∩∠∈∪ tÏΗs>≈yèø9$# Éb>u‘ ¬! ߉ôϑptø:$# Ÿ≅ŠÏ%uρ Èd,ptø:$$Î/ ΝæηuΖ÷ot/ zÅÓè%uρ 5. QS. Al-Mu’min: 7
ϵÎ/ tβθãΖÏΒ÷σãƒuρ öΝÍκÍh5u‘ ωôϑpt¿2 tβθßsÎm7|¡ç„ …çµs9öθym ôtΒuρ z¸ö yèø9$# tβθè=Ïϑøts† tÏ%©!$# $Vϑù=Ïãuρ Zπyϑôm§‘ &óx« ¨≅à2 |M÷èÅ™uρ $uΖ−/u‘ (#θãΖtΒ#u tÏ%©#Ï9 tβρã ÏøótGó¡o„uρ ∩∠∪ ËΛÅspgø:$# z>#x‹tã öΝÎγÏ%uρ y7n=‹Î6y™ (#θãèt7¨?$#uρ (#θç/$s? tÏ%©#Ï9 ö Ïøî$$sù 6. QS. Fhusilat: 38
Ÿω öΝèδuρ Í‘$pκ¨]9$#uρ È≅øŠ©9$$Î/ …çµs9 tβθßsÎm7|¡ç„ y7În/u‘ y‰ΨÏã tÏ%©!$$sù (#ρç.y9ò6tFó™$# ÈβÎ*sù ∩⊂∇∪ tβθßϑt↔ó¡o„ 7. QS. Al-A’raf: 206
30
…ã&s!uρ …çµtΡθßsÎm6|¡ç„uρ ϵÏ?yŠ$t7Ïã ôtã tβρç.É9õ3tGó¡o„ Ÿω šÎn/u‘ y‰ΖÏã tÏ%©!$# ¨βÎ) ∩⊄⊃∉∪ šχρ߉àfó¡o„ 8. QS. Ash-Shaffat: 166
∩⊇∉∉∪ tβθßsÎm7|¡çRùQ$# ßósuΖs9 $¯ΡÎ)uρ 6. Ayat yang mengemukakan tentang tasbih 7 lapis langit dan bumi beserta segala isinya. Tasbih setiap entitas itu berupa tasbih fitrah dan taskhir atau dengan tasbih ikhtiari dan taklifi, atau dengan kedua bentuk itu sekaligus yaitu: 1. QS. Ar-Rad: 12-13
tΑ$s)ÏoW9$# šU$ys¡¡9$# à⋅Å´Ψãƒuρ $YèyϑsÛuρ $]ùöθyz šX÷.y9ø9$# ãΝà6ƒÌ ム“Ï%©!$# uθèδ t,Ïã≡uθ¢Á9$# ã≅Å™ö ãƒuρ ϵÏGx‹Åz ôÏΒ èπs3Íׯ≈n=yϑø9$#uρ Íνωôϑpt¿2 ߉ô㧠9$# ßxÎm7|¡ç„uρ ∩⊇⊄∪ ∩⊇⊂∪ ÉΑ$ysÎRùQ$# ߉ƒÏ‰x© uθèδuρ «!$# ’Îû šχθä9ω≈pgä† öΝèδuρ â!$t±o„ tΒ $pκÍ5 Ü=ŠÅÁãŠsù 2. QS. Al-Isra’: 44
ßxÎm7|¡ç„ ωÎ) >óx« ÏiΒ βÎ)uρ 4 £ÍκÏù tΒuρ ÞÚö‘F{$#uρ ßìö7¡¡9$# ßN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ã&s! ßxÎm6|¡è@ ∩⊆⊆∪ #Y‘θàxî $¸ϑŠÎ=ym tβ%x. …絯ΡÎ) 3 öΝßγys‹Î6ó¡n@ tβθßγs)øs? ω Å3≈s9uρ Íνω÷Κpt¿2 3. QS. Al-an-Biya’: 79
yŠ…ãρ#yŠ yìtΒ $tΡö ¤‚y™uρ 4 $Vϑù=Ïãuρ $Vϑõ3ãm $oΨ÷os?#u ˆξà2uρ 4 z≈yϑøŠn=ß™ $yγ≈oΨôϑ£γxsù ∩∠∪ šÎ=Ïè≈sù $¨Ζà2uρ 4 u.ö5©Ü9$#uρ zósÎm7|¡ç„ tΑ$t7Éfø9$# 4. QS. An-Nur: 41
31
( ;M≈¤¯≈|¹ ç.ö5©Ü9$#uρ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ’Îû tΒ …çµs9 ßxÎm7|¡ç„ ©!$# ¨βr& t s? óΟs9r& ∩⊆⊇∪ šχθè=yèøtƒ $yϑÎ/ 7ΛÎ=tæ ª!$#uρ 3 …çµys‹Î6ó¡n@uρ …çµs?Ÿξ|¹ zΝÎ=tæ ô‰s% @≅ä. 5. QS. As-Shad: 18
∩⊇∇∪ É−#u.õ°M}$#uρ ÄcÅ´yèø9$$Î/ zósÎm7|¡ç„ …çµyètΒ tΑ$t7Ågø:$# $tΡö ¤‚y™ $¯ΡÎ) 6. QS. Al-Hadid: 1
∩⊇∪ ãΛÅ3ptø:$# Ⓝ͕yèø9$# uθèδuρ ( ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ’Îû $tΒ ¬! yx¬7y™ 7. QS. Al-Hasr: 1
∩⊇∪ ÞΟŠÅ3ptø:$# Ⓝ͓yèø9$# uθèδuρ ( ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $tΒ ¬! yx¬7y™ 8. QS. Al-Hasr: 24
’Îû $tΒ …çµs9 ßxÎm7|¡ç„ 4 4o_ó¡ßsø9$# â!$yϑó™F{$# ã&s! ( â‘Èhθ|Áßϑø9$# ä—Í‘$t7ø9$# ß,Î=≈y‚ø9$# ª!$# uθèδ ∩⊄⊆∪ ÞΟŠÅ3ptø:$# Ⓝ͕yèø9$# uθèδuρ ( ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# 9. QS. Al-Shoff : (1) ∩⊇∪ ÞΟŠÅ3ptø:$# Ⓝ͕yèø9$# uθèδuρ ( ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $tΒ ¬! yx¬7y™ 10. QS. Al-Jum’ah : (1)
Í“ƒÍ•yèø9$# Ĩρ‘‰à)ø9$# Å7Î=pRùQ$# ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $tΒ ¬! ßxÎm7|¡ç„ ∩⊇∪ ÉΟ‹Å3ptø:$# 11. QS. Al-Taghabun : (1)
( ߉ôϑysø9$# ã&s!uρ à7ù=ßϑø9$# ã&s! ( ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $tΒ ¬! ßxÎm7|¡ç„ ∩⊇∪ í ƒÏ‰s% &óx« Èe≅ä. 4’n?tã uθèδuρ D. Pendapat Ulama tentang Tasbih Ulama ahli tafsir dalam menguraikan pendapatnya tentang tasbih kebayakan ketika ia menafsirkan Qur’an surat al-Isra`:44 yang berbunyi: 32
ßxÎm7|¡ç„ ωÎ) >óx« ÏiΒ βÎ)uρ 4 £ÍκÏù tΒuρ ÞÚö‘F{$#uρ ßìö7¡¡9$# ßN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ã&s! ßxÎm6|¡è@ ∩⊆⊆∪ #Y‘θàxî $¸ϑŠÎ=ym tβ%x. …絯ΡÎ) 3 öΝßγys‹Î6ó¡n@ tβθßγs)øs? ω Å3≈s9uρ Íνω÷Κpt¿2 Artinya:“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”. 37 Hamka dalam Tafsir Al Azhar, menafsirkan surat Al-Isra’ ayat 44 yaitu: bertasbih adalah mengucapkan kesucian yang berarti juga tunduk akan perintahnya, melaksanakan apa yang dikehendakinya, baik dengan lidah atau perbuatan atau dengan bukti kepatuhan, langit tujuh telah bertasbih. Bumipun bertasbih, dan segala penduduk siapapun yang berdiam disemua langit dan bumi itu semuanya bertasbih.38 Pendapat Hamka ini hampir sama dengan pendapat M. Quraish Shihab, yang terdapat di dalam tafsir al-Misbah memahami Ayat ini dengan mengutip pendapatnya Thabatha’i yang mengatakan bahwa ayat di atas sebagai penyempurnaan argumentasi ayat yang lalu, dan dengan demikian hubungannya menjadi sangat erat, bahkan keduanya menjadi satu kesatuan. Seakan-akan ayat yang lalu dan ayat ini menyatakan: seandainya ada tuhantuhan bersama-Nya pastilah kekuasaan-Nya menjadi rebutan, tetapi kekuasaan di langit dan di bumi serta siapa saja yang di dalamnya, semuanya mensucikan-Nya dan menyaksikan bahwa tiada sekutu bagi-Nya dan tidak berakhir kecuali kepada-Nya dan tidak pula sujud kecuali kepada-Nya, dan dengan demikian tidak ada yang memiliki kekuasaan dan tidak pula yang wajar menyandangnya kecuali Allah Swt, karena tidak ada tuhan selain Dia.39 Ayat di atas jelas dan tanpa diragukan lagi bahwa adanya pentasbihan itu dilakukan oleh alam semesta. Akan tetapi bagaimana caranya alam semesta bertasbih? Ulama berbeda pendapat dalam memahmi ayat di atas. Sementara
37
QS. al-Isra’ : (44). Op.Cit.hlm 430 Hamka, Tafsir al-Azhar, Pustaka Panji Mas, Jakarta Juz XV. Hlm 72-73 39 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah. Lentera hati, Jakarta, 2006, cet 5. Juz 7. hlm. 472 38
33
ada yang memahami bahwa tasbihnya alam semesta dalam arti majazi, yakni kepatuhannya mengikuti hukum-hukum Allah yang berlaku atasnya. Keserasian dan kecermatan Allah itu menunjukkan bukti bahwa ciptaan Allah sangatlah sempurna40 dan serasi bukan saja pada wujudnya atau sistem kerjanya sebagai satu kesatuan, tetapi juga dalam bagian dan rincian masingmasing satuan. Keserasian itulah sebagai tasbihnya. Tetapi semua manusia tidak mampu mengerti secara mendalam – sebagaimana makna tafqahuun – semua bukti yang terdapat dalam rincian setiap ciptaan-Nya itu, atau dalam istilah ayat ini tidak dimengerti tasbih mereka. Ada juga yang menafsirkannya bahwa tasbih alam semesta dimaknai dengan makna yang Hakiki supra rasional. Seperti halnya al-Biqa’i dan Thabathaba’i yang pendapatnya telah dikutip oleh M. Quraish Shihab. Yaitu bahwa al-Biqa’i memahami ketidakmampuan memahami tasbih itu tertuju kepada kebanyakan orang, tetapi bagi orang-orang yang taat dan kukuh ketaqwaannya dapat memahaminya. Dengan pendapatnya itu al-Biqa’i menunjukkan beberapat hadits yaitu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari tentang mukjizat nabi Muhammad Saw. Ketika air keluar dari celah jari-jari beliau sebagaimana yang telah disampaikan oleh Abdullah ibn Mas’ud yang menyatakan, “kami mendengar tasbihnya makanan ketika dimakan”, dan HR al-Bazzar tentang “tasbihnya batu-batu”, dari sini kemudian al-Biqa’i menyatakan bahwa orang-orang khusus dapat memahami tasbih segala sesuatu, tetapi tidak demikian dengan kebanyakan orang. Atas dasar ini alBiqa’i berpendapat bahwa kata kamu ditujukan kepada kebanyakan orang. Thabathaba’i
berpandangan
lain
dengan
al-Biqa’i
walaupun
sebenarnya sama-sama memaknainya dengan makna hakiki. Thabathaba’i tidak sepenuhnya memahami makna tasbih itu dalam pengertian majazi, walau dalam saat yang sama ia tidak memahami dalam arti hakiki. Seperti pemahaman makna “ucapan dan kalam” dalam bahasa manusia. Tasbih adalah
40
Yang dimaksud sempurna ialah jauh dari segala kekurangan dan bahwa pencipta dan penguasanya hanya Allah, dan tiada sekutu bagi-Nya
34
penyucian dengan ucapan atau kalam, sedang hakikat kalam adalah mengungkapkan apa yang terdapat dalam benak dengan cara tertentu.41 M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah dia menguraikan panjang lebar tentang pendapatnya at-Thabataba’i yaitu at-Thabataba’i mengatakan bahwa tasbih harus dimaknai dengan hakiki bukan dengan majazi, karena tasbih jika dimaknai dengan segala sesuatu menjadi bukti ke-Esaan Allah. Maka hal ini di mengeti – dalam bentuk luas dan dalam oleh manusia baik mukmin maupun kafir, atau mungkin orang kafir lebih memahaminya padahal ayat ini menafikannya. Demikian juga bila tasbih itu dimaknai dengan kepatuhan segala sesuatu pada sistem yang ditetapkan Allah, ini pun dimengerti oleh manusia – bahkan untuk masa kini – boleh jadi orang kafir lebih memahaminya dari pada orang muslim – sedang ayat diatas secara tegas menyatakan bahwa kamu hai seluruh manusia – atau kamu hai orang-orang musyrik tidak mengerti tasbih mereka. Ibnu ‘Arabi memahami tasbih segala sesuatu dalam ayat ini dalam arti hakiki yang suprarasional. Ibnu ‘Arabi menjelaskan bahwasannya segala sesuatu memiliki keistimewaannya masing-masing, kemudian Ibnu ‘Arabi menjelaskan bahwa sesungguhnya tasbih langit yang tujuh itu dengan menunjukkan sifat kesempurnaan Allah, keluhuran Allah sebagai Pemberi bekas, Pewujud, dan dengan sifat-sifat Ketuhanan. Oleh karena itu, setiap saat Allah melakukan suatu perbuatan. Sedangkan tasbih bumi yaitu dengan mengakui kelanggengan dan ketetapan Allah, serta mengakui bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Pendidik, Pemberi kasih sayang, serta memberikan pahala kepada segala sesuatu yang taat dan bersyukur kepadaNya, dan sejenisnya.42
41
Manusia menggunakan lafal-lafal tertentu yang merupakan suara yang disepakati maknanya untuk mengungkap apa yang ingin disampaikan, dan boleh jadi juga dengan menggunakan isyarat tangan, kepala atau selain keduanya dari anggota badannya atau menggunakan tulisan atau menetapkan tanda untuk tujuan mengungkap maksud hati itu. Betapapun mengungkap apa yang diinginkan tidak selalu harus dalam bentuk suara. 42 Ibn ‘Arabi, Tafsir Al-qur’an al-Karim (Beirut: Dar Yaqzah al-Arabiyah, 1968) Vol. 1, hlm. 717
35
Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya dengan secara tidak langsung dia mengutip hadits-hadits bahwa tasbih alam dengan menggunakan bahasa mereka sendiri-sendiri.43 Berbeda dengan Mahmud Yunus dalam menafsirkan ayat QS. 17: 44, Mahmud Yunus dalam memaknai tasbih dia lebih condong ke majazi yaitu: langit yang tujuh dan orang-orang yang di atasnya, semuanya bertasbih memuji Allah. Tetapi kamu tidak mengerti tasbihnya itu. Adapun tasbih langit dan bumi itu bukanlah seperti tasbih manusia, yaitu dengan lidah, melainkan tasbihnya itu ialah dengan hal keadaannya saja, yaitu menunjukkan atas adanya Allah dan kekuasanNya.44 Pendapat Mahmud Yunus ini sama dengan pendapatnya Zaglul anNajjar akan tetapi zaglul dalam menerangkannya secara panjang lebar dalam memaknai tasbih dengan makna Majazi. Dan juga
Nisywah Al-Ulwani,
Rahasia Istighfar dan Tasbih. Ar-Razi menjelaskan bahwa sesuatu yang hidup dan mukallaf bertasbih kepada Allah dengan dua cara. Pertama yaitu dengan mengucapkan melalui lisan dengan ucapan “subhanAllah”. Kedua, yaitu dengan keadaan masing-masing yang menunjukkan ke-Esaan Allah dan Maha Suci-Nya. Sedang yang tidak berakal, seperti hewan/binatang dan benda-benda mati hanya mampu bertasbih kepada Allah dengan cara yang kedua. Yakni, dengan keadaannya sebagai makhluk yang baru, menunjukkan dengan jelas tentang mesti adanya Allah Ta’ala ke-Esaan dan kekuasaan-Nya, serta Maha Suci dari kebaruan. Karena tasbih dengan cara yang pertama tidak akan berhasil kecuali dengan pemahaman, ilmu, kemampuan, dan pengucapan. Padahal empat hal tersebut tidak mungkin ada pada benda-benda mati. Sehingga ia hanya bisa bertasbih dengan cara yang kedua. Tasbih langit dan bumi dalam ayat ini dipahami oleh ar-Razi dalam arti majazi, yakni dalam arti kepatuhannya mengikuti hukum-hukum Allah yang 43
Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Ringkasan Ibnu Katsir, Gema Insani, Jakarta, 2000, Juz 3.
44
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, PT Hidakarya Agung, Jakarta, Cet 19. hlm 407-
hlm 63 408
36
berlaku atasnya. Keserasian dan kecermatan ciptaan Allah itu menunjukkan bahwa ciptaan Allah amat sempurna dan serasi, bukan saja pada wujudnya atau sistem kerjanya sebagai satu kesatuan, tetapi juga dalam bagian dan rincian masing-masing satuan. Keserasian itulah tasbihnya. Menurut ar-Razi ayat ini ditujukan kepada semua manusia yang tidak mampu mengerti secara mendalam – sebagaimana makna tafqahun – semua bukti-bukti yang terdapat pada rincian setiap ciptaan-Nya itu, atau dalam istilah ayat ini tidak mengerti tasbih mereka. Memang boleh jadi mereka memahami tasbihnya yakni keserasian yang menjadi bukti ke-Esa-an Allah – dalam wujudnya sebagai satu unit. Katakanlah alam raya ini sebagai satu unit dapat dijadikan bukti ke-Esa-an-Nya melalui wujud dan sistem kerjanya, tetapi bagian-bagian rinci dari alam raya tidak dapat dipahami dan dijadikan oleh banyak orang sebagai bukti ke-Esa-an Allah dan kuasa-Nya. Ar-Razi memberi contoh dengan sebuah apel. Apel tersebut terdiri dari sekian banyak bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wujudnya sebagai sebuah apel. Akan tetapi kendati demikian, terdapat pada setiap bagian dari apel itu ciri dan sifatsifat, misalnya rasa, warna, aroma, dan bentuk tertentu yang kesemuanya secara berdiri sendiri sangat serasi dan yang dapat menjadi bukti ke-Esa-an Allah Swt. Tentu saja setiap apel dapat mengambil ciri dan bentuk yang lain. Dan wujudnya dalam bentuk real itu tidak mungkin terjadi tanpa ada yang mewujudkannya. dalam hal ini adalah Allah Swt. Rincian-rincian yang dimaksud tersebut tidak dapat dimengerti secara mendalam oleh manusia.45 Ulama fiqh mengatakan ”Tasbih” adalah pengagungan tingkat tertinggi, yang tidak ada yang berhak untuk mendapat pengagungan seperti itu kecuali Allah Swt, sebagaimana halnya ibadah dan shalat yang dianggap sebagai puncak syukur dan pujian terhadap berbagai nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya, seperti halnya pula bahwa shalat itu ditegakkan hanyalah untuk Allah semata.46
45
Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, Jilid 10, Dar al Kutub alIlmiah, Beirut, t.th, hlm. 175 46 M. Ishom El-Saha, M.A., Saiful Hadi, S.Ag. Op.Cit. hlm.726
37
BAB III TERM-TERM DAN GAMBARAN TASBIH DALAM AL-QUR’AN
A. Term Yang Semakna Dengan Tasbih a. Quddus Kata al-Quddus disebut dalam Al-qur’an47 yaitu yang terdapat dalam ayat QS. 2: [30, 87, 253]. QS. 5: [110]. QS. 16: [102]. QS. 59: [122]. QS. 62: [1]. QS. 20: [12]. QS. 79: [16]. “Al-Quddus” ada juga yang membaca “al-Qaddas” adalah kata yang mengandung makna kesucian. Azzajjaj seorang pakar bahasa mengukakan dalam bukunya “al-Asma`ul Husna” bahwa ada yang menyampaikan kepadanya kata “Quddus” tidak terambil dari akar kata berbahasa arab, akan tetapi terambil dari bahasa Suryani;48 yang pada mulanya adalah “Qadsy” dan diucapkan dalam doa “Qaddisy” kemudian beralih ke bahasa Arab “Qaddus” atau “Quddus”. Dalam penjelasan beberapa kamus bahasa Arab antara lain karya al-Fairuz ‘Abadi ditemukan bahwa “Quddus” adalah at-Thahir Au al-Mubarak” (yang suci murni atau yang penuh keberkatan). 49 Dalam catatan pengantar buku yang berjudul Fushushul Hikam, karya Ibnu ‘Arabi bahwa makna dari akar kata Qadasa adalah “suci” yang dalam konteks hikmah kesucian firman Idris, berarti kejauhan spiritual Allah dari kungkungan alam atau kosmos. Dalam gagasan kejauhan
47
Roghib Al-Asfiyani, Mu’jam Mufrodat Alfadzi Al-qur’an, Darul Al-Fikr. Hlm 538 Pendapat ini tidak didukung oleh banyak ulama, antara lain karena kata tersebut dapat dibentuk berbagai bentuk (bisa ditasrif). Sedangkan menurut pakar bahasa, satu kata yang dapat dibentuk dengan berbagai bentuk maka adalah kata asli berbahasa Arab 49 M. Quraish Shihab, “Menyingkap Tabir Ilahi” Lentera Hati, Jakarta, cet IV,2001. hlm.35 48
38
spiritual, dalam pengertian transenden, erat kaitannya dengan gagasasan tentang ketiggian atau peninggian.50 Kata al-Quddus menurut al-Ghazali dalam arti dia maha suci dari sifat kesempurnaan yang diduga oleh banyak makhluk, karena pertama mereka memandang diri mereka sendiri dan mengetahui sifat-sifat mereka serta menyadari adanya sifat sempurna pada diri mereka seperti sifat pengetahuan, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, kehendak, dan kebebasan. Manusia meletakkan sifat tersebut untuk makna-makna tertentu dan menyatakan bahwa itu adalah sifat-sifat sempurna, selanjutnya manusia meletakkan sifat-sifat yang berlawanan itu sebagai sifat kekurangan. Perlu disadari bahwa manusia paling tinggi hanya dapat memberikan kepada Allah sifat-sifat kesempurnaan yang diduga oleh manusia, serta mensucikan Allah dari sifat kekurangan. Seperti lawan dari sifat-sifat kesempurnaan diatas. Jika bila demikian itu maknanya, maka mengkuduskan Allah bukan sekedar mensucikan Allah. Ini juga berarti bahwa “Taqdis” berbeda dengan “Tasbih”. Walaupun sementara ulama mempersamakan-Nya. Memang kalau kita berpegang teguh pada kaidah kebahasaan yang menyatakan bahwa tidak ada persamaan makna kata yang sama, maka tentu saja taqdis dan tasbih ada perbedaannya. Para malaikat dalam berdialog dengan Allah tentang penciptaan manusia menggabungkan tasbih dan taqdis dengan menyatakan “Wa Nahnu Nusabbihu Bi hamdika Wa Nuqaddisulak” QS. 2: [30] penyebutan kata tasbih dan taqdis disini memberikan kesan perbedaan.51 Dalam pandangan sementara para pakar yang telah disinggung diatas, yakni bahwa kekudusan adalah gabungan 50
Ibnu ‘Arabi,Fususul Hikam, diterjemahkan dari judul, The Bezels Of Wisdom penerj: Ahmad Sahidah dan Nurjannah Arianti, Islamaika, Yogyakarta, 2004. hlm 109. 51 Walaupun para ulama yang mempersamakan memahami kata “tasbih” dalam arti Shalat, atau pensucian yang dimaksud adalah dengan ucapan dan perbuatan. Sedangkan pensucian yang kedua menggunakan Nuqaddisu adalah pensucian-Nya dengan hati, yakni bahwa Allah mempunyai sifat-sifat kesempurnaan yang sesuai dengan keagungan-Nya. Bisa juga dengan penggabungan kedua kata jika dinilai bermakna sama dipahami sebagai pensucian Tuhan serta pensucian diri manusia demi karena Allah sehingga ayat diatas diterjemahkan dengan: “ kami bertasbih sambil memuji-Mu dan mensucikan diri (kami) demi karena engkau.
39
dari tiga hal; benar, indah dan baik. Buah dari sifat kudus – dalam makna di atas – saat diteladani, akan dapat mengantar manusia menjadi ilmuan, seniman, dan budiman. Karena mencari yang benar menciptakan ilmu, berbuat baik membuahkan etika, dan mengekspresikan yang indah melahirkan seni. Meneladani Allah dalam sifat kekudusan-Nya bahkan bukan saja menuntut untuk menjadi ilmuan, budiman dan seniman; tetapi juga menuntut untuk menghadirkan Allah pada ilmu yang dipikirkan dan diamalkan, melalui seni yang diekspresikan serta dalam setiap budi daya yang dilakukan.52 Dalam firman Allah yang berbunyi:
ßÏΒ÷σßϑø9$# ãΝ≈n=¡¡9$# â¨ρ‘‰à)ø9$# à7Î=yϑø9$# uθèδ ωÎ) tµ≈s9Î) Iω ”Ï%©!$# ª!$# uθèδ šχθà2Î.ô³ç„ $£ϑtã «!$# z≈ysö6ß™ 4 ç.Éi9x6tGßϑø9$# â‘$¬6yfø9$# Ⓝ͓yèø9$# Ú∅Ïϑø‹yγßϑø9$# ∩⊄⊂∪ Artinya: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.53 Al-Quddus yang mengandung makna kesucian, disebut menyusul kata “al-Malik” untuk menunjukkan kesempurnaan kerajaan-Nya, sekaligus menampik adanya kesalahan, pengrusakan atau kekejaman dariNya karena kekudusan, seperti yang telah ditulis al-Biqa’iy dalam tafsirnya “Nazem ad-Dirar” adalah kesucian yang tidak menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgengnya sifat kekudusan itu.54 b. Tanzih
52
M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Op.Cit. hlm. 40-41 Al-qur’an dan Terjemahnya yang telah ditahsis oleh departemen agama RI, Jakarta, QS. Al-Hasyr: 23. Hlm 919 54 M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Op.Cit. Hlm36 53
40
Makna Tanzih yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang dibenci atau tidak baik55 artinya menjauhkan dari dari tingkah laku atau sifat yang ada kaitannya dengan sosial, etika, dll.
رواذا.@A)اب اBCD-EF G5 ل واذاE )ـDIJ رD-.F G5 ن اذا.KL MN O$9> ان اDP-BJ 4C $) 6 ا7-89' .Q"L D-EF G5 Artinya: “Ketika nabi membaca ayat tentang rahmat maka nabi meminta rahmat tersebut dan ketika nabi membaca ayat tentan g adzab maka nabi meminta menjauhkannya dan ketika nabi membaca tentang pensucian Allah maka nabi membaca tasbih”.56 Tanzih dalam ilmu kalam, penekanan pemahaman bahwa Tuhan berbeda secara mutlak dengan alam dan dengan demikian tidak dapat diketahui melahirkan konsep tanzih, sedangkan penekanan pemahaman bahwa tuhan, meskipun hanya pada tingkat tertentu, mempunyai kemiripan atau keserupaan dengan manusia dan alam yang melahirkan konsep tasybih. Tanzih berasal dari kata nazzaha, yang secara harfiah berarti “menjauhkan atau membersihkan sesuatu dari sesuatu yang mengotori, yang digunakan para mutakallimin untuk “menyatakan atau menganggap bahwa Tuhan secara mutlak bebas dari semua ketidak sempurnaan,” yaitu semua sifat yang serupa dengan makhluk meskipun dalam kadar yang paling kecil. Dengan kata lain tanzih menyatakan bahwa Tuhan melebihi sifat atau kualitas apa pun yang dimiliki oleh makhlukNya.
adapun
tasybih,
yang
secara
harfiah
berarti
menyerupai
“menyerupakan atau menganggap sesuatu serupa dengan yang lainnya” dalam ilmu kalam berarti menyerupakan tuhan dengan ciptaan-ciptaanNya. Maka tasybih adalah mempertahankan bahwa keserupaan tertentu
55
Ahmad Warson al-Munawir, al-Munawwir Pustaka Progresif, Surabaya, 2002. hlm.
1406 56
Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwiny, Ibnu Majah, Thoha Putra Semarang, Juz I no hadits 1351. Hlm 429
41
bisa ditemukan antara tuhan dan makhluk.57. Ibnu ‘Arabi berpandangan lain, dia menggabungkan antara tasybih dan tanzih maka, maka dalam syairnya mengatakan: “Jika anda hanya menegaskan transendensi-Nya anda membatasi-Nya, dan jika anda hanya menegaskan imanensi-Nya anda membatasi-Nya. Jika anda memelihara kedua aspek itu, anda benar, imam dan guru dalam ilmu spiritual. Barang siapa yang mengatakan Dia adalah dua hal, adalah seorang polities(musyrik), sementara orang-orang mengucilkan-Nya,
coba
untuk
mengatur-Nya.
Hati-hati
dalam
memperbandingkan-Nya jika anda menganut dualitas, dan jika kesatuan, hati-hatilah menjadikan-Nya transenden. Anda bukan Dia dan anda adalah Dia”.58 Jadi antara Tasbih, Taqdis, dan Tanzih merupakan suatu term yang sama-sama mengandung makna suci akan tetapi kalau menurut kaidah kebahasaan ada perbedaannya yaitu tasbih sesuatu yang dikhususkan kepada Allah. Dan Taqdis sesuatu yang umum yaitu bisa untuk Allah dan juga bisa untuk manusia. Adapun kalau Tanzih merupakan sesuatu yang menjauhkan diri dari hal-hal yang dibenci atau tidak baik. Maka secara istilahi makna tanzih juga mempunyai makna “mensucikan”
B. Antara Tasbih, Tahmid, dan Dzikir Tasbih pemahasucian dari Rububiyah ataupun Uluhiyah Allah merupakan awal dari tahmid. seandainya Di samping banyak adanya perintah bertasbih dan dzikir, juga ada perintah bertasbih, bertahmid, dan meminta ampun kepada Allah yang merupakan puncak pesan Tuhan untuk melembagakan ajaran Agama dan Islam dalam bentuk ajaran agama seharihari. Mengingat bahwa perintah bertasbih dan beristigfar itu mula-mula ditujukan kepada nabi Muhammad sendiri (pengganti nama ”engkau” dalam firman Allah yang terdapat dalam surat an-Nashr: 3 yaitu
57
Kautsar Azhari Noor, Ibnu ‘Arabi Wahdatul Wujud dalam Perdebatan, Jakarta, Paramadina, 1995, cet I. hlm. 86-87 58 Ibnu ‘Arabi, Fususul Hikam. Op.Cit. hlm.98.
42
∩⊂∪ $R/#§θs? tβ%Ÿ2 …絯ΡÎ) 4 çνö ÏøótGó™$#uρ y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7|¡sù Sementara nabi Muhammad adalah Ma’shum, maka dapat disimpulkan bahwa perintah itu lebih-lebih berlaku kepada kaum yang beriman. Karena kaum beriman itu sekelompok orang-orang yang selalu memohon ampun kepada Allah.59 Dalam Al-qur’an dikatakan ”fasabbih bihamdi rabbika” membaca tasbih ”Subhanallah” dapat dipandang sebagai pendahuluan logis bagi Tahmid (yaitu memabaca hamdalah/memuji Allah). Sebab tasbih sendiri mengandung makna pembebasan diri dari buruk sangka kepada Allah, atau ”pembebasan” Allah dari buruk sangka60 kita. Jadi tasbih adalah sesungguhnya permohonan ampun kepada Allah atas dosa buruk sangka kita kepada-Nya. Kata ”tahmid” banyak dijumpai pada kata ”tasbih”, akan tetapi kata tahmid ”alhamdulillah” selalu diawali kata tasbih ”sabbih”, ini menunjukkan bahwa pengucapan tahmid harus di dahului dengan pengucapan tasbih. Dzikir secara etimologi, dzikir berasal dari bahasa arab yaitu ”Dzakara Yadzkuru Dzikran” yang mempunyai arti menyebut dan mengingat Allah. Hal ini sesuai dengan Al-qur’an :
ة انST> اM"U.L MA9V EIWذا ا.L MKF19X YZCدا و1;U و.I"U 6 اGذآ.L ةST> اMA"[U ذا.L .'1U15 .$A آ4"95\I> اYZC ]V.ة آST>ا Artinya: ”Apabila kamu telah menyelesaikan shalat mu ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, di waktu berbaring, kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman”.
59
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, Paramadina, Jakarta, 2000, cet II. Hlm
164 60
Buruk sangka kepada Allah dapat mengancam kita setiap saat. Sumber buruk sangka kepada-Nya itu antara lain ialah ketidak mampuan kita “memahami” tuhan, karena karena sepintas lalu kita, misalnya, menerima nasib dari tuhan yang menurut kita “tidak seharusnya” kita terima karena, misalnya, kita merasa telah “berbuat baik” dengan menjalani perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Maka tasbih merupakan pendahuluan bagi tahmid. Sebab tahmid, memuji Allah, yang sebenarnya tidak akan terwujud tanpa terlebih dahulu membebaskan diri dari buruk sangka kepada-Nya. Jadi sebagai dosa buruk sangka kepada Allah, harus dihapus dengan tasbih. lihat norcholish Majid, islam agama peradaban. Hlm. 166-167
43
Ad-Dzikru jamak dari Dzukur yaitu as-Shalatullah Ta’ala ad-Do’a. Akan tetapi dzikir menurut kamus besar bahasa Indonesia dzikir mempunyai arti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang-ulang. Dzikir menurut terminologi mempunyai arti sempit yaitu membaca Tasbih, Tahmid, Tahlil dan lain-lain. Akan tetapi dzikir dalam arti luas berpikir akan kekuasaan dan kebesaran tuhan, yaitu berpikir tentang makhluk Tuhan dll.61 Dalam Al-qur’an banyak sekali dijumpai ayat-ayat dzikir dan tasbih dalam satu ayat akan tetapi dalam ayat-ayat itu lafazh dzikir selalu mendahului lafazh tasbih yaitu : 12. QS. As-Sajadah: 15
ωôϑpt¿2 (#θßs¬7y™uρ #Y‰£∨ß™ (#ρ” yz $pκÍ5 (#ρã Åe2èŒ #sŒÎ) tÏ%©!$# $uΖÏG≈tƒ$t↔Î/ ßÏΒ÷σム$yϑ¯ΡÎ) ∩⊇∈∪ šχρç.É9õ3tFó¡o„ Ÿω öΝèδuρ öΝÎγÎn/u‘ 13. QS. Az-Zuhruf: 13
(#θä9θà)s?uρ ϵø‹n=tã ÷Λä÷ƒuθtGó™$# #sŒÎ) öΝä3În/u‘ sπyϑ÷èÏΡ (#ρã ä.õ‹s? ¢ΟèO ÍνÍ‘θßγàß 4’n?tã (#…âθtGó¡tFÏ9 ∩⊇⊂∪ tÏΡÌ ø)ãΒ …çµs9 $¨Ζà2 $tΒuρ #x‹≈yδ $oΨs9 t ¤‚y™ “Ï%©!$# z≈ysö6ß™ 14. QS. Ali Imran: 191
È,ù=yz ’Îû tβρã ¤6xtGtƒuρ öΝÎγÎ/θãΖã_ 4’n?tãuρ #YŠθãèè%uρ $Vϑ≈uŠÏ% ©!$# tβρã ä.õ‹tƒ tÏ%©!$# z>#x‹tã $oΨÉ)sù y7oΨ≈ysö6ß™ WξÏÜ≈t/ #x‹≈yδ |Mø)n=yz $tΒ $uΖ−/u‘ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ∩⊇⊇∪ Í‘$¨Ζ9$# Dengan berdzikir dan dengan memahami makna lautan yang terkandung dalam dzikir tersebut maka akan menimbulkan pentasbihan kepada Allah yaitu bahwa Allah tidak sama dengan makhluknya. Dengan pentasbihan tersebut maka akan menimbulkan dampat pada pembacaan tahmid (pemujian) 61
Baidi Bukhori, Dzikir Al-Asmaul Husna Solusi Atas Problem Agresivitasis Remaja, Rasail Media Group Semarang. hlm 50
44
kepada Allah dan menolak atas orang-orang yag mengatakan bahwa tuhan itu ada banyak. Maka dengan begitu antara tasbih tahmid dan dzikir merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hanya orang-orang yang dekat dengan tuhan yang bisa mengetahui itu semua.
C. Tamtsil Tasbih dalam Al-qur’an Kehendak tuhan teraktualisasi dalam dua bentuk yaitu: aktualisasi kehendak tuhan dalam bentuk nilai-nilai elementer dan nilai-nilai moral. Bentuk aktualisasi yang pertama merupakan berupa pemenuhan kehendak oleh semua mahluk Tuhan, kecuali manusia. Mereka hanya bisa memenuhi kehendak tersebut dengan total, tanpa memiliki kemampuan untuk melawan seperti manusia. Adapun aktualisasi yang kedua berupa pemenuhan kehendak tuhan oleh manusia yang merupakan satu-satunya makhluk kosmis yang menerima amanat.62 Maka dalam pentasbihan makhluk hidup, dibagi dua yaitu: mukallaf dan tidak mukallaf. Bagi yang mukallaf menggunakan tasbih Iradhi Ikhtiyari dan yang tidak Mukallaf menggunakan tasbih fitri taskhiri. Akan tetapi, dalam penafsiran berbagai ulama tafsir yang saya baca ditegaskan bahwa, tasbih bagi makhluk yang Mukallaf menggunakan makna yang hakiki, yaitu dengan menggunakan lisan dan perbuatan dan bentuk-bentuk yang lain seperti tulisan dll. Sedangkan pada tasbih bagi makhluk yang Ghairu Mukallaf para mufassir berbeda pendapat; ada yang mengatakan bahwa makhluk yang tidak mukallaf harus menggunakan makna tasbih yang hakiki, seperti halnya mufassir M. Quraish Shihab, Ibnu ‘Arabi, Hamka, dll. Adapun mufassir yang lain, mereka berpendapat bahwa makhluk yang tidak mukallaf makna tasbihnya dengan menggunakan makna majazi seperti halnya mufassir kontemporer yaitu Fakhruddin ar-Razi, Mahmud Yunus, Zaqlul an-Najjar, dan Nisywah alUlwani dll.
62
Tafsri, Zainul Arifin, Komaruddin, Moralitas Al-qur’an dan Tantangan Modernitas, Gama Media, Yogyakarta, 2002, cet I. hlm 199-200
45
Perbedaan dalam menafsirkan Al-qur’an yang telah saya sebutkan di atas, pada hakikatnya sama. Akan tetapi dalam sudut pandang mufassir itu berbeda. Padahal dalam Al-qur’an telah memberi peringatan kepada manusia yang terdapat dalam surat al-Isra’ : 44, yaitu bahwa kamu sekalian tidak akan pernah tahu tasbih mereka (Ghairu Mukallaf). Al-qur’an sudah memberikan beberapa contoh, yang menunjukkan bahwa semua langit tujuh dan bumi apapun yang ada di dalam mereka semua bertasbih kepada Allah Swt. Yaitu : 1. Tasbih Makhluk Yang Mukallaf Tasbih yang digunakan oleh makhluk yang mukallaf merupakan tasbih Iradi Ikhtiyari63 yaitu tasbih tasbih makhluk-makhluk mukallaf yang berakal dari golongan Manusia dan Jin. Inilah bentuk yang dikerjakan oleh hamba-hamba Allah yang shaleh dari golongan Jin dan manusia, dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang tersesat. Karena sesungguhnya Allah Swt tidaklah menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadanya. Oleh karena itu Allah Swt berfirman:
∩∈∉∪ Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 ωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ Artinya: ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.64 Maka dari itu yang bertasbih dengan menggunakan tasbih Iradhi Ikhtiyari yaitu : i.
Tasbihnya Manusia Manusia merupakan sumber dan sekaligus sebagai pelaku dari tindakan-tindakan yang bersifat moral. Melalui potensi-potensi rohaninya ia dapat berinisiatif, berinovasi, dan berkreasi merubah keadaan dirinya, lingkungannya dan dunia tempat hidupnya sesuai dengan kemampuan dan kemauannya. Manusia dapat merubah milieunya menjadi lebih bermakna, lebih baik dan sebaliknya. Adapun
63
Tasbih Iradi Ikhriyari atau tasbihnya orang mukallaf yaitu bertasbih secara sadar dan dalam potensi keinginan dan pilihan untuk melakukannya atau tidak melakukannya. 64 Al-qur’an dan Terjemahnya, QS. Adz-Dzariyat: 56.Op.Cit.hlm. 862
46
tindakan atau perbuatan manusia yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan atau prilaku moral adalah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakuannya dengan ikhtiyar dan sengaja serta ia mengetahui apa yang diperbuatnya.65 Menurut al-Faruqi seperti yang telah dikutip dalam buku yang berjudul moralitas Al-qur’an dan tantangan modernitas yaitu bahwa eksistensi manusia tidak lain memiliki fungsi kosmik yang sangat penting. Hal ini disebabkan oleh kesempurnaan anugrah yang diberikan kepada manusia yaitu pancaindra, akal, pemahaman, ruh, dan wahyu yang disampaikan oleh rasul.66 Manusia yang dijadikan oleh Allah Swt menjadi khalifah di muka bumi ini sebenarnya menanggung setiap amanah dan tanggung jawab dalam memakmurkan alam serta beribadat kepada Allah. Jelas sekali bahawa inilah kehidupan yang selayaknya dilaksanakan oleh manusia. Bukan mudah untuk memegang amanah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah sepenuhnya. Kerana manusia begitu mudah untuk salah dan lupa sehingga mereka merasakan dunia ini akan terus kekal dan dapat dinikmati selama-lamanya. Dua amanah utama yang perlu dilaksanakan oleh manusia sebagai hamba Allah Swt. Ayat yang selalu kita dengar tetapi amat kurang sensitifiti kita terhadap dua perkara ini, yaitu Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Oleh itu, lakukan kebaikan dan benci kepada kemungkaran. Jika kita perhalusi, sebenarnya dua amanah begitu berat untuk kita sama-sama laksanakan jika kita tidak menyadari hakikat kita sebagai khalifah di bumi ini. Kita sepatutnya lebih sensitif bila mana Allah menyebut di dalam kalamNya: Maksudnya: “Kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (kerana) kamu menyuruh berbuat segala perkara yang baik dan melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji), serta kamu pula beriman 65 66
Tafsir, Zainul Arifin, komaruddin. Op.Cit. hlm. 198 Ibid. hlm 199
47
kepada Allah (dengan sebenar-benar iman). Dan kalaulah Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) itu beriman (sebagaimana yang semestinya), tentulah (iman) itu menjadi baik bagi mereka. (Tetapi) di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka: orang-orang yang fasik.67 ” Jika ini kedudukan yang Allah Swt berikan pada kita, maka mulai sekarang jika perlu melihat kembali diri kita, peranan kita dalam memakmurkan bumi dalam konteks yang dikehendaki oleh-Nya dalam menggalas martabat seorang khalifah. Apa yang perlu kita sebagai khalifah untuk terus memastikan dipayungi oleh kebaikan dan juga memastikan bahwa kemungkaran juga dapat dicegah dan dibendung. Telah dijelaskan di atas bahwa tasbih Iradi Ikhtiyari bagi makhluk yang mukallaf. Manusia merupakan makhluk mukallaf maka tasbih manusia adalah dengan menggunakah tasbih iradi ikhtiyari. Maka mukallaf bertasbih kepada Allah dengan menggunakan Lisanul Maqal. Yang mencakup dzikir kepada Allah dalam setiap keadaan dengan asmaul husna, sifat-sifat yang tinggi, dan seluruh atribut yang sesuai dengan keagungannya; menetapkan bagi-Nya sifat-sifat kesempurnaan mutlak apa saja yang telah ditetapkan oleh Allah Swt sendiri bagi Dzat-Nya; memahasucikan dari segala kekurangan yang tidak
layak
dengan
Wahdaniyah-Nya;
yang
kedudukan dilakukan
Uluhiyyah, dengan
Rububiyah,
penuh
dan
ketundukan,
kekhusyukan, dan pengagungan Allah yang Maha Pencipta, Maha Menjadikan, Maha Membentuk Rupa, Maha Esa, Maha Tunggal, Maha Perkasa, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu apapun yang setara dengan Dia.68 Dan karena tujuan itulah, kenapa Allah Swt berulang-ulang kali menyatakan kepada hambanya bahwa betapa pentingnya untuk banyak mengucapkan tasbih dan berdikir kepada-Nya. Mengemukakan tasbih manusia secara umum. Jumlahnya ada 9 ayat. Tiga ayat diantaranya 67
Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Ali Imran: 110. Op.Cit hlm.94 Zaglulu an-Najjar, Shu’arun Min Tasbih al-Kaa’inaat Lillah, diterj: Faisal Saleh, Ketika Alam Bertasbih, Pustaka al-Kautsar, Jakarta.Hlm. 53 68
48
terbentuk kata perintah kepada orang-orang mukmin. Dan itu merupakan perintah taklif agar bertasbih kepada Allah Hal itu sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat Al-qur’an antara lain:
∩⊆⊄∪ ¸ξ‹Ï¹r&uρ Zοt õ3ç/ çνθßsÎm7y™uρ ∩⊆⊇∪ #Z.5ÏVx. #[ ø.ÏŒ ©!$# (#ρâUè0øŒ$# (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”.69 Dua Ayat di atas turun ketika nabi Muhammad di cerca dan dihina oleh kaum munafikin karena perkawinan beliau dengan Zainab yang merupakan janda bekas anak angkat beliau. Boleh jadi kaum muslimin yang mendengar cercaan tersebut terpancing untuk memaki para pencerca itu. Disisi lain cercaan yang dilontarkan kepada nabi Muhammad itu, pada hakikatnya merupakan pelecehan terhadap ketetapan Allah Swt. Nah, karena itu kaum beriman diperintahkan oleh ayat di atas untuk berdzikir dan mensucikan Allah dari segala kekurangan. Allah berfirman: hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah yakni ingatlah, renungkanlah serta sebutsebutlah kebesaran nama Allah, dengan berdzikir yang banyak. Dan sucikanlah Dia dari segala kekurangan setiap pagi dan petang.70 Tiga ayat diantaranya terbentuk kata perintah kepada orangorang mukmin. Dan itu merupakan perintah taklif agar bertasbih kepada Allah. Salah satunya ayatnya menyebutkan kata orang-orang mukmin bersama dengan penyebutan Rasulullah, dan dua ayat lainnya dengan penyebutan orang-orang mukmin secara mutlak yaitu:
ωôϑpt¿2 (#θßs¬7y™uρ #Y‰£∨ß™ (#ρ” yz $pκÍ5 (#ρã Åe2èŒ #sŒÎ) tÏ%©!$# $uΖÏG≈tƒ$t↔Î/ ßÏΒ÷σム$yϑ¯ΡÎ) ∩⊇∈∪ šχρç.É9õ3tFó¡o„ Ÿω öΝèδuρ öΝÎγÎn/u‘ Artinya: “Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat 69 70
. Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Al-Ahzab: 41-42.Op.Cit. hlm. 674 M. Quraish Shihab, al-Misbah, Lentera hati, Jakarta, 2006, cet 5. juz 11. hlm. 287-288
49
ayat itu mereka segera bersujud71 seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong”.72 Ayat diatas juga menerangkan perbedaan antara tasbih, dzikir dan tahmid yaitu ketika orang-orang mukmin itu mau berdzikir (mengingat-ingat) tentang tanda-tanda Allah yang ada di alam semesta ini maka pastilah mereka akan bersujud dan membaca tasbih dengan bacaan tahmid dan mereka tidak akan pernah menyombongkan dirinya. Dalam hadits diriwayatkan bahwa dalam penyebutan tasbih itu sangat banyak pahalanya, seperti halnya Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
6ن ا.0$) 4IJG> اY>ن ا.A$"$J ان8"I> اYL ن.AZ"_` ن.%Z> اYZC ن.AP"P^ ن.AIZآ M"a;> ا6ن ا.0$) :I0Fو Artinya “kalimat yang ringan di lidah (mengucapkannya) tetapi berat timbangan(pahala)nya dan keduanya di sukai Allah Swt ialah: Subhanallahi Wa Bihamdihi Subhanallahil ‘Adim”.73 ii.
Tasbihnya Jin Jin berasal dari alam tersendiri. Ia tidak termasuk dalam alam manusia dan juga tidak termasuk dalam alam malaikat. Ada persamaan antara
Manusia
dengannya,
yaitu
sama-sama
memiliki
akal,
pengetahuan dan kemampuan memilih ”yang baik” dan ”yang buruk”.74 Oleh karena itu Jin termasuk makhluk mukallaf yaitu yang sesuai dengan QS. Ad-Dzariyat: 56. Jin merupakan makhluk ghaib dari alam yang tidak dapat kita lihat, sebagaimana ditunjukkan oleh makna dari namanya al-Jiin. Di dalam bahasa arab kata al-Jiin, alJinnah, dan al-Jaan adalah nama jenis bagi makhluk yang kebalikan dari makna al-insu (Manusia), yaitu sebutan bagi sekumpulan makhluk 71
Maksudnya mereka sujud kepada Allah serta khusyuk. Disunahkan mengerjakan sujud tilawah apabila membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah. 72 Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. As-sajadah: 15. Op.cit.hlm. 662 73 HR. Muslim, Terjemahan Hadist Shahih Muslim, jilid IV, Klang book Centre, Malaysia, cet II, 1995. hlm. 260 74 Umar Sulaiman al-Asyqar, ‘Alam al-Jinn Wa al-Syayathin, terjm, Abdul Muid Daiman, Misteri Alam Jin Dan Setan, Pustaka Nuun, Semarang, 2006, hlm 1
50
yang tersembunyi dari kita, yang diyakini keberadaannya, tetapi tidak dapat dilihat oleh Manusia75 Golongan Jin juga sama halnya seperti manusia dia juga makan dan minum, menikah dan beranak pinak.76 Oleh karena itu, diantara mereka ada yang mukmin dan juga ada yang kafir. Hai ini termaktub dalam Al-qur’an. Antara lain yang berbunyi:
$Y7pgx” $ºΡ#uö è% $oΨ÷èÏÿxœ $¯ΡÎ) (#þθä9$s)sù ÇdÅgø:$# zÏiΒ Ö xtΡ yìyϑtGó™$# 絯Ρr& ¥’n<Î) zÇrρé& ö≅è% …絯Ρr&uρ ∩⊄∪ #Y‰tnr& !$uΖÎn/t Î/ x8Î.ô³gΣ s9uρ ( ϵÎ/ $¨ΖtΒ$t↔sù ωô©” 9$# ’n<Î) ü“ωöκu‰ ∩⊇∪ ãΑθà)tƒ šχ%x. …絯Ρr&uρ
∩⊂∪ #V$s!uρ Ÿωuρ Zπt7Ås≈|¹ x‹sƒªB$# $tΒ $uΖÎn/u‘ ‘‰y` 4’n?≈yès?
’n?tã KÅgø:$#uρ ߧΡM}$# tΑθà)s? ©9 βr& !$¨ΨuΖsß $¯Ρr&uρ ∩⊆∪ $VÜsÜx© «!$# ’n?tã $uΖåκÏy™ ∩∈∪ $\/É‹x. «!$# Artinya: ”Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan (yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu Kami beriman kepadanya. dan Kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan Kami, Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan Kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak. Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada Kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, Dan Sesungguhnya Kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan Perkataan yang Dusta terhadap Allah”.77 Dari keterangan di atas bahwa Jin itu termasuk makhluk mukallaf, maka Jin juga sama dengan Manusia. Dalam bahasan ini maka, Jin juga bertasbih kepada Allah, dari segala sifat kekurangan. 2. Tasbih Makhluk yang Tidak Mukallaf Tasbih makhluk yang tidak mukallaf itu ada dua macam yaitu: 75
Zaglul an-Najjar, Op.Cit. Hlm. 65 Umar Sulaiman. Op.Cit. Hlm18 77 Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Al-Jin: 1-5. Op.Cit. hlm. 983 76
51
a. Tasbih Makhluk Yang Bernyawa Al-qur’anul Karim menegaskan bahwa alam semesta dan seluruh langit dan bumi, para Malaikat, Manusia, Jin, dan seluruh makhluk hidup dan mati yang ada di dalamnya, dengan seluruh fenomena dan evolusi yang terjadi di dalamnya, dan dengan sunnatullah yang diterapkan padanya, semuanya senantiasa bertasbih kepada Allah Swt tidak pernah berhenti, terlambat, dan tidak terputus, kecuali dari orang-orang yang maksiat dan lalai, orang-orang kafir dan ingkar. 1. Malaikat Malaikat adalah bentuk plural dari kata Malak (Malaikat). Mereka adalah penduduk tempat yang agung. Sekalipun di bumi juga ada Malaikat akan tetapi mereka makhluk yang suci, sangat terjaga dan terbebas dari dorongan-dorongan syahwat dan amarah, dorongan iri dan dengki. Malaikat senantiasa beribadah kepada Allah Swt. Selalu taat kepadanya, bertasbih dan mensucikannya tanpa sedikitpun rasa jemu. Malaikat terbuat dari cahaya, makanya Malaikat memiliki kemampuan untuk mengubah wujud menjadi apa saja yang mereka kehendaki dan menenmpatkan mereka diseluruh alam semesta.78 Para Malaikat ini ada, namun tidak ada pekerjaan yang dibebankan kepada mereka, kecuali hanya bertasbih kepada Allah semata. Mereka tidak mempunyai kecenderungan kepada ciptaan Allah maupun dunia sama sekali. Apalah daya, Malaikat-malaikat itu bukanlah makhluk yang ditundukkan Allah kepada Manusia untuk melayani Manusia, sebagaimana halnya makhluk lainnya. Mereka disisi Allah tetaplah Malaikat yaitu makhluk yang tidak kenal apapun dan siapapun kecuali Dzat Allah Swt dan bertasbih
78
Zaglul an-Najjar. Op.Cit. Hlm. 83
52
kepada-Nya. Ilmu mereka pun telah dibatasi oleh Allah dengan ketentuan-Nya79:
…ã&s!uρ …çµtΡθßsÎm6|¡ç„uρ ϵÏ?yŠ$t7Ïã ôtã tβρç.É9õ3tGó¡o„ Ÿω šÎn/u‘ y‰ΖÏã tÏ%©!$# ¨βÎ) ∩⊄⊃∉∪ šχρ߉àfó¡o„ Artinya: ”(Malaikat-malaikat yang ada disisi Tuhanmu) tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka bersujud”.80 Ayat ini melukiskan tiga sifat Malaikat, yaitu pertama, tidak sombong atau enggan beribadah, karena keangkuhan mengantar kepada kedurhakaan; kedua, bertasbih mensucikan Allah dari segala kekurangan; dan ketiga, selalu sujud dan patuh kepada Allah. Selanjutnya karena ibadah lahir dari ketiadaan keangkuhan, dan ini terdiri dari dua hal, rohani dan jasmani maka yang berkaitan dengan hati adalah mensucikan Allah Swt, dan yang berkaitan dengan jasmani adalah sujud kepada-Nya. Karena itu ayat di atas diakhiri dengan menyebut kedua hal tersebut – mensucikan Allah dan sujud – selanjutnya mensucikan Allah dan sujud kepada-Nya dapat mengantar seseorang menuju kedekatan kepada-Nya.81 Para Malaikat itu senantiasa bertasbih kepada Allah hingga hari kiamat, dimana mereka pada hari kiamat yang agung nanti akan berkitar di sekeliling Arsy, seraya bertasbih dengan memuji Tuhan. Dengan mengucapkan ”al-Hamdulillahi Rabbil ’Alamiin” Seperti yang telah dijelaskan oleh firman Allah:
öΝÍκÍh5u‘ ωôϑpt¿2 tβθßsÎm7|¡ç„ ĸö yèø9$# ÉΑöθym ôÏΒ šÏjù!%tn sπx6Íׯ≈n=yϑø9$# “t s?uρ ∩∠∈∪ tÏΗs>≈yèø9$# Éb>u‘ ¬! ߉ôϑptø:$# Ÿ≅ŠÏ%uρ Èd,ptø:$$Î/ ΝæηuΖ÷ot/ zÅÓè%uρ ( 79
Nisywah Al-Ulwani. Op.Cit. hlm. 149-150 Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Al-A’raf: 206.Op.Cit.Hlm. 256 81 M. Quraish Shihab.al-Misbah. Op.Cit. juz 5. hlm.364 80
53
Artinya : ”dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ’Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan diantara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkannya: ’segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam’”82. Ayat diatas menyatakan bahwa: dan engkau akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ’arsy, bertasbih sambil terus-menerus memuji tuhan mereka; dan diputuskanlah diantara mereka yakni hamba-hamba Allah yang dibebani tugas keagamaan itu dengan adil dan diucapkanlah oleh seluruh makhluk atau oleh para malaikat, pujian kepada Allah yakni : ”Al-Hamdulillahi Rabbil ’Alamin”.83 Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa mengucapkan tasbih bukan hanya dengan lafazh ”Subhanallah” akan tetapi dengan kata-kata puji-pujian yang baik itu juga termasuk bertasbih kepada Allah. Ataupun dengan bertafakur atas ciptaan tuhan juga bisa dikatakan bertasbih kepada Allah. Maka dengan begitu tasbih kepada Allah itu sangat universal. Sesungguhnya ucapan “al-Hamdulillah” yang diucapkan oleh Manusia itu dianggap tasbih, sebagaimana dianggap tasbih pula setiap dikir yang mensucikan Allah, ataupun segala ucapan yang di dalamnya seorang hamba yang beriman mengagungkan sifat-sifat Allah yang mulia. Mengulang-ulang pengucapan Asma`al-Husna dianggap pula sebagai satu bentuk tasbih yang paling disukai oleh Allah Swt.84 2. Binatang Hewan atau binatang atau margasatwa atau satwa saja adalah kelompok organisme yang diklasifikasikan dalam kerajaan Animalia atau Metazoa, adalah salah satu dari berbagai makhluk hidup yang terdapat di alam semesta. Hewan dapat terdiri dari satu 82
Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Az-Zumar: 75.Op.Cit.Hlm. 256 M. Quraish Shihab.al-Misbah. juz 12. Op-Cit. hlm.273 84 .Nisywah Al-Ulwani.Op.Cit. hlm 129 83
54
sel (uniselular) atau pun banyak sel (multiselular).85 Hewan Dalam Al-qur’an yang berbunyi;
4 Νä3ä9$sVøΒr& íΝtΒé& HωÎ) ϵø‹ym$oΨpg¿2 ç.5ÏÜtƒ 9.È∝¯≈sÛ Ÿωuρ ÇÚö‘F{$# ’Îû 7π−/!#yŠ ÏΒ $tΒuρ ∩⊂∇∪ šχρç.|³øtä† öΝÍκÍh5u‘ 4’n<Î) ¢ΟèO 4 &óx« ÏΒ É=≈tGÅ3ø9$# ’Îû $uΖôÛ§ sù $¨Β Artinya: “Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.86 Kata Daabbah adalah berasal dari kata dabba. Kata adDabib secara Etimologi berarti berjalan dengan langkah yang pelan-pelan. Makna surat al-An’am di atas adalah sesungguhnya seluruh yang ada di muka bumi ini, misalnya hewan ataupun burung-burung itu menyerupai manusia, dari segi penciptaannya yang indah dan pengaturan makan, minum, tidur, terjaga, dan pengetahuan instingnya. Karena wajar jika Allah berhak untuk mendapatkan tasbih dari mereka dengan cara yang telah ditetapkan Allah.87 Para ilmuwan mengklasifikasikan hewan kepada dua kelompok besar, yaitu hewan bertulang belakang dan hewan tanpa tulang belakang. Hewan yang bertulang belakang disebut Vertebrata. Hewan tanpa tulang belakang disebut Invertebrata atau Avertebrata. Hewan juga diklasifikasikan menurut makanan mereka yaitu:
Hewan yang memakan daging dikenal sebagai hewan karnivora. Contoh: anjing, kucing, harimau
Hewan yang memakan tumbuhan dikenal sebagai hewan herbivora. Contoh: kambing, kuda
85
http://id.wikipedia.org/wiki/Hewan accessed on 8 September 2009 Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Al-An’am: 38. Op.Cit.hlm192 87 Nisywah Al-Ulwani.Op.Cit.hlm162
86
55
Hewan yang memakan daging dan tumbuhan dikenal sebagai hewan omnivora.
Hewan yang memakan serangga dikenal sebagai hewan insektivora. Dari berbagai macam bentuk hewan diatas bahwa hewan
semuanya pun tunduk dan patuh atas perintah Allah. Misalnya burung. burung merupakan benda hidup dalam katogeri "bipedal", kumpulan haiwan vertebrata yang besar dan terdapat di berbagai belahan dunia, dari kawasan gurun sampai di kutub utara, juga di kawasan hutan hujan Amazon, dan Greenland. Terdapat lebih daripada
8,600
spesies
Burung
yang
telah
dikenal
dan
diklasifikasikan menjadi 27 aturan (orders). Selain itu terdapat pula banyak subspesies yang diperkirakan mencapai 3200 jenis.88 Burung merupakan homoioterma, berdarah panas, dengan suhu tetap 40-44 °C. Tulang burung adalah ringan dan berongga di kebanyakan tempat untuk mengurangkan ketumpatan dan beratnya. Semua burung mempunyai paruh, yang berbeda hanyalah bentuk dan ukuran paruh mereka. Kebanyakan burung mempunyai bulu pelepah kecuali sedikit yang tidak mempunyai bulu pelepah. Burung dipercayai berevolusi daripada reptilia, seperti dinosaur, yang hidup kira-kira 180 juta tahun yang lampau. Burung berubah dan kehilangan gigi dan ciri reptilia yang lain, samasa mengalami proses evolusi yang mengambil masa berjuta-juta tahun. Pada masa yang sama, bulu pelepah tumbuh pada ekornya dan sayapnya. Ciriciri utama haiwan burung adalah seperti berikut : - Badan dilitupi oleh bulu pelepah. - Mempunyai paruh yang tidak bergigi dan dua kepak. - Mempunyai sisik pada kakinya. - Bertelur dan telurnya dilindungi oleh cangkerang keras. - Bernafas melalui peparu. 88
http://ms.wikipedia.org/wiki/Burung accessed on 8 September 2009
56
- Berdarah panas. Walaupun kebanyakan burung mampu terbang terdapat beberapa spesies yang tidak mampu terbang seperti burung unta, rea, emu, kiwi dan pinguin yang tidak bisa terbang. Kesemua burung mempunyai sayap walaupun pada burung yang tidak dapat terbang, walaupun ia mungkin kecil dan tidak berguna. Burung adalah oviparous yaitu bertelur. Pada kebiasaannya burung betina akan mengeram telur, kadang kala kedua pasangan akan bergilir, dan dalam sesetengah spesies burung hanya burung jantan akan mengeramkan telur tersebut. Terdapat juga spesies burung yang bertelur dalam sarang burung lain untuk dieramkan oleh keluarga burung angkat. Dengan begitu burung menyerupai manusia dari segi penciptaannya maka,
Seperti halnya burung Hudhud yang
benar-benar mengetahui substansi dari tauhid dan menegaskan seorang diri bahwa ia melihat ratu negeri Saba’ dan seluruh penduduknya sedang bersujud kepada matahari bukan kepada Allah, dengan berkata:
ãΝßγs9 z−ƒy—uρ «!$# Èβρߊ ÏΒ Ä§ôϑ¤±=Ï9 tβρ߉àfó¡o„ $yγtΒöθs%uρ $yγ›?‰y`uρ tβρ߉tGôγtƒ Ÿω ôΜßγsù È≅‹Î6¡¡9$# Çtã öΝè䣉|Ásù öΝßγn=≈yϑôãr& ß≈sÜø‹¤±9$# Artinya: ”Aku mendapati Dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk”.89 Sehingga tatkala nabi Sulaiman mendengar apa yang diucapkan oleh semut, beliaupun tersenyum dan tertawa karenanya. Andai saja kita tahu bahasa dan isyarat-isyarat dari seluruh makhluk yang ada di alam ini, niscaya kita akan memahami tasbih mereka. Maka hal ini serasi dengan firman Tuhan yaitu:
89
Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. An-Naml: 24 Op.Cit.hlm.596
57
( ;M≈¤¯≈|¹ ç.ö5©Ü9$#uρ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ’Îû tΒ …çµs9 ßxÎm7|¡ç„ ©!$# ¨βr& t s? óΟs9r& ∩⊆⊇∪ šχθè=yèøtƒ $yϑÎ/ 7ΛÎ=tæ ª!$#uρ 3 …çµys‹Î6ó¡n@uρ …çµs?Ÿξ|¹ zΝÎ=tæ ô‰s% @≅ä. Artinya: ”Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya90, dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan”.91 b. Tasbih Makhluk Yang Tidak Bernyawa 1. Tasbih Gunung Di dalam Al-qur’anul Karim secara implisit banyak dikemukakan tasbih gunung-gunung bersama tasbih segala sesuatu dan tasbih segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, sebagian juga disebutkan secara eksplisit di dalam dua ayat berikut:
yìtΒ $tΡö ¤‚y™uρ 4 $Vϑù=Ïãuρ $Vϑõ3ãm $oΨ÷os?#u ˆξà2uρ 4 z≈yϑøŠn=ß™ $yγ≈oΨôϑ£γxsù ∩∠∪ šÎ=Ïè≈sù $¨Ζà2uρ 4 u.ö5©Ü9$#uρ zósÎm7|¡ç„ tΑ$t7Éfø9$# yŠ…ãρ#yŠ Artinya:”Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)92; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang 93 melakukannya”.
90
Masing-masing makhluk mengetahui cara shalat dan tasbih kepada Allah dengan ilham
dari Allah. 91
Ibid. QS. An-Nur : 41. Op.Cit.hlm.551 Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. Maka yang Empunya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud a.s. Nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang Empunya tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. tetapi Nabi Sulaiman a.s. memutuskan supaya kambingkambing itu diserahkan Sementara kepada yang Empunya tanaman untuk diambil manfaatnya. dan prang yang Empunya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru. apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya, mereka yang mepunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali. putusan Nabi Sulaiman a.s. ini adalah keputusan yang tepat. 93 Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Al-Anbiya’: 79. Op.Cit.hlm.504 92
58
∩⊇∇∪ É−#u.õ°M}$#uρ ÄcÅ´yèø9$$Î/ zósÎm7|¡ç„ …çµyètΒ tΑ$t7Ågø:$# $tΡö ¤‚y™ $¯ΡÎ) Artinya: “Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama Dia (Daud) di waktu petang dan pagi”94. Demikian juga disebutkan sikap takut yang dirasakan gunung-gunung, di dalam Allah Swt :
ôÏiΒ %YæÏd‰|ÁtF•Β $Yèϱ≈yz …çµtF÷ƒr&t ©9 9≅t6y_ 4’n?tã tβ#uö à)ø9$# #x‹≈yδ $uΖø9t“Ρr& öθs9 šχρã ©3xtGtƒ óΟßγ¯=yès9 Ĩ$¨Ζ=Ï9 $pκæ5Î.ôØtΡ ã≅≈sVøΒF{$# šù=Ï?uρ 4 «!$# ÏπuŠô±yz Artinya: ”Kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”.95 Selain itu, terdapat juga isyarat yang menyebutkan sujudnya gunung-gunung kepada Allah Swt bersama dengan sujudnya entitas-entitas semesta yang lain, apa yang ada di langit dan di bumi, dan sebagian besar hamba Allah yang beriman. Yaitu yang terdapat dalam Al-qur’an yang berbunyi:
ÇÚö‘F{$# ’Îû tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû tΒ …çµs9 ߉àfó¡o„ ©!$# (χr& t s? óΟs9r& ×.5ÏVŸ2uρ *>!#uρ¤$!$#uρ ã yf¤±9$#uρ ãΑ$t7Ågø:$#uρ ãΠθàf‘Ζ9$#uρ ã yϑs)ø9$#uρ ߧôϑ¤±9$#uρ ÏΒ …çµs9 $yϑsù ª!$# ÇÍκç‰ tΒuρ 3 Ü>#x‹yèø9$# ϵø‹n=tã ¨,ym î.5ÏWx.uρ ( Ĩ$¨Ζ9$# zÏiΒ ∩⊇∇∪ â!$t±o„ $tΒ ã≅yèøtƒ ©!$# ¨βÎ) 4 BΘÌ õ3•Β Artinya: ”Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun 94 95
Ibid. QS. Shaad: 18. Op.Cit.hlm.735 Ibid. QS. Al-Hasyr: 21. Op.Cit.hlm.919
59
yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki”96. Gunung adalah suatu bentuk permukaan tanah yang letaknya jauh lebih tinggi daripada tanah-tanah di daerah sekitarnya. Gunung pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan bukit, tetapi bukit di suatu tempat bisa jadi lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang disebut gunung ditempat yang lain. Gunung pada umumnya memiliki lereng yang curam dan tajam atau bisa juga dikelilingi oleh puncak-puncak atau pegunungan. Pada beberapa ketinggian gunung bisa memiliki dua atau lebih iklim, jenis tumbuh- tumbuhan, dan kehidupan yang berbeda.97 Di
dalam
Al-qur’an
gunung-gunung
disebutkan
eksistensinya sebagai jangkar bumi. Ternyata dari studi-studi dan
riset
modern
membuktikan
fenomena
itu
dengan
menemukan bahwa gunung-gunung mengokohkan kestabilan bumi sebagai sebuah planet dan lapisan-lapisan kerak bumiyang merupakan materi pembentuk benua-benua, bersama lempeng-lempeng dasar laut dan samudra – yang berada persis di bawah kerak bumi dan dikenal dengan nama lapisan lemah bumi. Dalam ayat lain gunung-gunung digambarkan sebagai pasak yaitu yang berbunyi
∩∠∪ #YŠ$s?÷ρr& tΑ$t7Ågø:$#uρ Artinya: “Dan gunung-gunung sebagai pasak”98 Gunung adalah kumpulan massa sangat besar yang terdiri dari bebatuan yang ada di atas sepetak besar tanah yang terdiri dari materi yang sama. Atau dengan kata lain, gunung 96
Ibid. QS. Al-Hajj: 18. Op.Cit.hlm.514 http://3lvin.wordpress.com/2008/03/21/definisi-gunung-kegunaannya/ accessed on 8 September 2009 98 Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. An-Naba’: 7. Op.Cit.hlm. 1014 97
60
adalah sekumpulan besar batu yang menimpa sekumpulan batu lainnya di permukaan bumi. Inilah pengertian tentang gunung yang selama ini diketahui manusia.99 Akan tetapi, ketika manusia melihat lebih dalam sembari memperhatikan apa yang ada di bawah lapisan gunung, dan apa yang ada di bawah kakinya, serta menguak lapisanlapisan yang membentuk bumi, maka ia akan menemukan dan mengetahui bahwa gunung ternyata menembus lapisan pertama bumi yang ketebalannya mencapai 50 km dan semuanya terdiri dari batu yang disebut lithosfer (kulit bumi). Gunung menembus lapisan pertama ini hingga mencapai akarnya di lapisan kedua bumi yang bergerak aktif di bawahnya dan di dalam bumi kita. Mengingat lapisan kedua bumi selalu bergerak aktif, maka Allah pun kemudian mengokohkan bumi dengan menanamkan gunung-gunung di atas lapisan bergerak tersebut yang mampu menembus dua lapisan bumi sekaligus (lapisan pertama dan lapisan kedua), persis sebagaimana pasak tenda yang di tancapkan di atas tanah tempat berdiri tenda.100 Para
ilmuan
banyak
berbeda
pendapat
dalam
memahami peran gunung-gunung dalam mengokohkan bumi. Sebab kendati total keseluruhan massa gunung di atas permukaan bumi sangat besar, ia tetap tidak sebanding dengan massa bumi secara keseluruhan yang bobotnya mencapai kirakira 1 milyar triliun ton. Begitu juga ketinggian gunung meskipun menjulang, ia tetap tidak sebanding dengan panjang jari-jari (lingkaran) bumi. Sebab, selisih antara ketinggian puncak gunung yang tertinggi di dunia (yaitu Puncak Mount Everest yang termasuk dalam 99
Yusuf Al-Hajj Ahmad, Seri Kemukjizatan Al-qur’an dan Sunnah (Kemukjizatan Bumi dalam Al-qur’an dan Sunnah, Yogyakarta, Sajadah_press, 2008. hlm.79 100 Ibid., hlm.79
61
rangkaian pegunungan Himalaya dan berketinggian sekitar 8848 meter di atas permukaan laut dengan kedalaman palung yang terdalam di seluruh lembah samudera (Yaitu palung Mariyana yang terletak di dekat Kepulauan Philipina dan berkedalaman sekitar 11 km di bawah rata-rata permuakaan laut) tidak mencapai 20 km (tepatnya 19,715 km). Sementara radius katulistiwa bumi mencapai 6378,160 km. Dari sini nampak jelas kemungilan kecekungan dan kecembungan bumi jika dibandingkan dengan radiusnya, dan prosentasenya pun tidak lebih dari 0,3 % dari total radius bumi (100 x 19,715/ 6378,160).101 Kegunaan Gunung Gunung berguna untuk mengukur iklim dan mengatur aliran air di sekitarnya. Selain itu pegunungan juga berguna untuk berbagai jenis tumbuhan dan binatang. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah menjadi sumber mineral. Pegunungan juga mempengaruhi aktivitas manusia dan pola transportasi, komunikasi dan pemukiman. Pegunungan juga mempengaruhi aliran udara dan curah hujan. Suhu udara menjadi turun dengan semakin bertambahnya ketinggian. Udara dingin tidak dapat menahan kelembaban udara sebanyak udara hangat. Ketika udara hangat bertiup ke atas gunung menjadi dingin dan menguap menjadi embun dan menjadi titik-titik air. Air ini turun mengikuti arah angin menjadi hujan atau kristal salju. Kira-kira seperti itulah siklus perputaran air di daerah pegunungan. Pada saat udara melewati puncak gunung, udara menjadi kehilangan kelembabannya. Dan akibatnya sisi gunung yang berlawanan dengan arah angin menjadi lebih kering dibandingkan sisi yang menghadap arah angin. Daerah kering yang berlawanan dengan arah angin ini disebut bayangan 101
Ibid, hlm. 83
62
hujan. Banyak sekali padang pasir di dunia ini berada di wilayah bayangan hujan. Banyaknya curah hujan yang turun di sekitar lereng gunung memenuhi kebutuhan air di seluruh daerah gunung. Aliran sungai dari gunung yang curam dan deras dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air. Gunung juga memiliki berbagai macam ketinggian daerah sehingga memungkinkan terjadinya variasi tumbuhan yang tumbuh disana. Beberapa jenis mahkluk hidup hanya dapat bertahan di udara yang dingin di puncak-puncak gunung. Pegunungan biasanya juga merupakan sumber penghasil mineral. Gunung terbentuk dari proses geologi seperti letusan gunung dan gempa bumi. Proses ini bisa membawa mineralmineral yang berharga ke atas mendekati permukaan tanah sehingga dapat dilakukan penambangan. Di berbagai belahan bumi gunung dapat menjadi penghambat bagi terjalinnya hungungan transportasi, pemukiman, dan komunikasi. Dengan terisolasinya masyarakat oleh gunung menciptakan beraneka ragam kebudayaan. Di pegunungan alpen swis yang berbukitbukit, telah memunculkan ratusan dialek dan empat macam bahasa. Masyarakat pegunungan tengger hingga kini tetap mewarisi berbagai tradisi sejak zaman Majapahit. Gunung juga dapat menjadi tempat tujuan wisata yang penuh tantangan. Berbagai kegiatan seperti berkemah, mendaki gunung, panjat tebing, pengamatan satwa dan penelitian fauna, atau sekedar mencari hawa segar pegunungan dan menyaksikan pemandangan yang indah.102 Dengan demikian, gunung-gunung bukanlah gugusgugus yang kaku, akan tetapi terus bergerak. Ia berputar bersama bumi di dalam gerak rotasi pada sumbunya dan 102
http://3lvin.wordpress.com/2008/03/21/definisi-gunung-kegunaannya/ accessed on 8 September 2009
63
bergerak bersamanya di dalam peredaran pada orbitnya. Demikian juga ia bergerak naik ke atas setiap kali faktor-faktor denudasi (pengikisan) menimpa puncaknya sesuai dengan hukum pengapungan. 2. Tasbih fenomena dan hukum alam Isyarat tasbih guruh di dalam Al-qur’an disebutkan satu kali yaitu dalam firman Allah:
šU$ys¡¡9$# à⋅Å´Ψãƒuρ $YèyϑsÛuρ $]ùöθyz šX÷.y9ø9$# ãΝà6ƒÌ ム“Ï%©!$# uθèδ ϵÏGx‹Åz ôÏΒ èπs3Íׯ≈n=yϑø9$#uρ Íνωôϑpt¿2 ߉ô㧠9$# ßxÎm7|¡ç„uρ
∩⊇⊄∪ tΑ$s)ÏoW9$#
«!$# ’Îû šχθä9ω≈pgä† öΝèδuρ â!$t±o„ tΒ $pκÍ5 Ü=ŠÅÁãŠsù t,Ïã≡uθ¢Á9$# ã≅Å™ö ãƒuρ ∩⊇⊂∪ ÉΑ$ysÎRùQ$# ߉ƒÏ‰x© uθèδuρ Artinya: “Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia Mengadakan awan mendung, dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) Para Malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan yang Maha keras siksa-Nya”.103 Dua ayat di atas mengisyaratkan tentang adanya keterkaitan antara fenomena-fenomena alam yang disebutkan: petir, kilat, awan mendung yang tebal, dan halilintar. Dua ayat ini juga menyatakan bahwa guruh bertasbih kepada Allah dan merasa takut kepada adzab-Nya. Para ahli kosmologi (ilmu alam) menyebutkan bahwa kedua fenomena kilat dan badai guntur terjadi karena benturan arus-arus listrik berlawanan yang terdapat pada gumpalan awan yang tebal dan memanjang. Ketika tegangan arus-arus itu semakin membesar, terjadilah tekanan pelepasan arus listrik 103
Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Ar-Ra’d: 12-13. Op.Cit.hlm. 370
64
dalam bentuk kilat. Percikan api yang berasal dari kilat tersebut menyebabkan suhu panas udara di dalam gumpalan awan mendadak naik sehingga menyebabkan pemuaiannya dengan suara-suara ledakan yang dahsyat. Suara-suara ledakan dan dentuman naik turunnya pada atmosfir bumi disebut dengan petir atau halilintar.104 Petir
terjadi
akibat
perpindahan
muatan
negatif
(elektron) menuju ke muatan positif (proton). Para ilmuwan menduga lompatan bunga api listriknya terjadi melalui beberapa tahapan: •
Pemampatan muatan listrik pada awan bersangkutan
•
Penumpukan muatan di bagian paling atas awan adalah listrik muatan negatif; di bagian tengah adalah listrik bermuatan positif; sementara di bagian dasar adalah muatan negatif yang berbaur dengan muatan positif.
•
Pada bagian dasar inilah petir biasanya terjadi. Proses terjadinya petir berawal dari awan yang naik ke
angkasa dan menutupi cahaya matahari, sementara hujan dan hujan es turun dari awan itu sendiri. Strukturnya mungkin mengandung muatan listrik dalam kondisi tertentu. Gejala ini diiringi oleh pembongkaran muatan listrik antara berbagai bagian dari awan yang sedang terbentuk, atau diantara beberapa awan.
Pembongkaran
muatan
listrik
ini
menyebabkan
timbulnya bunga api yang menakutkan, biasanya disebut kilat. Apabila pembongkaran muatan listrik tersebut terjadi antara awan dengan permukaan bumi, maka dalam hal ini ia disebut halilintar (petir, geledek). Sudah diketahui orang, bahwa ekspansi udara yang cepat karena panas yang mendadak menyebabkan kilat, diikuti oleh tekanan antara dan tekanan rendah di ruang angkasa yang disebut guntur atau guruh. 104
Zaglul an-Najjar.Op.Cit. Hlm. 161
65
Mengenai bunyi guruh sumbernya berasal dari pantulan bunyi yang menggemuruh dari serangkaian basis awan, dan karena ketinggian dan sejenis itu.105 Petir adalah hasil pelepasan muatan listrik di awan. Energi
dari
pelepasan
itu
begitu
besarnya
sehingga
menimbulkan rentetan cahaya, panas, dan bunyi yang sangat kuat yaitu geluduk, guntur, atau halilintar. Sedemikian besarnya sampai-sampai ketika petir itu melesat, tubuh awan akan terang dibuatnya, sebagai akibat udara yang terbelah. Ketika akumulasi muatan listrik dalam awan tersebut telah membesar dan stabil, lompatan listrik (eletric discharge) yang terjadi pun akan merambah massa bermedan listrik lainnya, dalam hal ini adalah Bumi. Besar medan listrik minimal yang memungkinkan terpicunya petir ini adalah sekitar 1.000.000 volt per meter.
105
Muhammad Jamaluddin El-Fandy, Al-qur’an tentang Alam Semesta, Jakarta,AMZAH, 2008. hlm. 25
66
BAB IV FAEDAH BERTASBIH DALAM KEHIDUPAN
A. Tujuan Bertasbih dalam Al-qur’an Allah Swt maha suci dari segala sifat kesempurnaan yang diduga oleh banyak makhluk, karena pertama mereka, memandang kepada diri mereka dan mengetahui sifat-sifat mereka serta menyadari adanya sifat sempurna pada diri mereka seperti pengetahuan, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, kehendak dan kebebasan. Manusia meletakkan sifat tersebut untuk makna-makna tertentu dan menyatakan bahwa itu adalah sifat sempurna. Selanjutnya manusia juga menempatkan sifat-sifat yang berlawanan dengan sifat-sifat diatas sebagai sifat kekurangan. Perlu disadari bahwa manusia paling tinggi hanya bisa memberikan kepada Allah sifat-sifat kesempurnaan seperti yang mereka nilai sebagai kesempurnaan, serta mensucikan Allah dari sifat kekurangan.106 Secara bahasa Ar-Ragib Al-Asfihani mengartikan kata as-sabh (ُ ْ$(%>)ا sebagai “berlari cepat di dalam air (berenang) atau di udara (terbang)”. Secara istilah tasbih bisa dalam wujud perkataan, perbuatan ataupun niat. Makna inilah yang sudah berkembang sampai sekarang.107 Para ulama ahli tafsir berpendapat bahwa tasbih itu ada yang di maknai dengan makna yang hakiki yaitu semua makhluk bertasbih dengan lisanul maqal dan juga ada yang memberi makna majazi yaitu bahwa mereka bertasbih dengan keberadaan mereka atau takdir mereka sendiri sebagai bukti kekuasaan dan keagungan Allah. Akan tetapi semua keberadaan mereka sebagai pengingat manusia yang selalu mengingkarai ke-Esaan tuhan. Dengan adanya fenomena gerak dapat diketahui bahwa alam semesta ini senantiasa berubah. Serta dengan mengetahui adanya waktu yang senantiasa mengalir, dapat diketahui bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini adalah bertasbih dan senantiasa bertasbih karena semuanya bergerak dan menempel dalam 106 107
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, Cet V, 2006, jakarta, juz 6. hlm. 575 Roghib Al-Ashfihani, Mu’jam Mufrodat Alfadzi Al-qur’an, Darul Al-Fikr. hlm.226
67
aliran waktu sehingga setiap saat selalu berubah dan menjauh dari posisinya semula. Karena makna tasbih juga berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan cepat. Alam merupakan satu kesatuan unit yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu, apa-apa yang ada di alam saling membutuhkan satu sama lainnya tidak bisa hidup sendiri seperti halnya manusia dibuat oleh Allah dari berbagai unsur yang berbeda. Untuk kelangsungan hidup manusia juga membutuhkan dari yang lain seperti makanan, air, udara, bumi, panas matahari, rembulan dll. Dilihat dari beberapa ayat yang menunjukkan tasbih kepada Allah dan juga dengan penafsiran ulama tentang ayat tasbih, maka tasbih merupakan memahasucikan Allah Swt dari dzatnya itu sendiri dan sifat-sifat yang tidak berkenan bagi Allah yaitu yang terdapat dalam Alqur’an laisa kamislihi syaiun 108(Allah berbeda dengan makhluk). Dilihat dari dzatNya tuhan berbeda sama sekali dengan alam, melebihi dan mengatasi alam. Karena itu tuhan diluar jangkauan pengetahuan manusia, tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata dan apa pun. Akan tetapi dilihat dari segi namanama dan sifat-sifat-Nya yang termanifestasi dalam alam, tuhan serupa dan mirip dengan alam karena melalui alam tuhan menampakkan diri-Nya. Alam adalah perwujudan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Melalui alam manusia dapat mengetahui Tuhan. Jadi Tuhan mempunyai dua segi: kemisterian dan penampakan diri. Segi yang pertama disebut dengan tanzih109 dan segi yang kedua disebut dengan tasybih.110 Allah menegaskan Maha Besar kesucian-Nya, karena ketunggalan-Nya dengan Uluhiyah, Rububiyah, dan Wahdaniyat-Nya pada Dzat-Nya sifat-sifatNya, nama-nama-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya atas semua makhluk108
Ibnu ‘Arabi menafsiri ayat ini yaitu yang merupakan pembatasan. Jika kita ucapkan kaf (yang serupa – peny) dengan benar-benar tegas, karena orang yang dibedakan dari apa yang dibatasi, dirinya sendiri terbatas karena dia bukan hal itu; untuk mengingkari segala kemungkinan dari pembatasan adalah sebuah pembatasan, wujud mutlak, dalam satu pengertian, yang diabatasi oleh kemutlakan-Nya sendiri. Lihat fususul hikam hlm. 184 109 Tanzih dan tasybih adalah dua istilah kunci yang telah lama dipakai dalam ilmu kalam. Yang satu saling menuding sebagai pelaku bi’ah dan satunya lagi dan begitu juga sebaliknya. Akan tetapi ibnu ‘Arabi berpendapat lain, dia memahi tanzih dan tasybih harus dipadukan sebab keduanya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, apalagi dipertentangkan. Lihat Ibnu ‘Arabi Wahdatul Wujud Dalam Perdebatan. Hlm. 87-88 110 Kautsar Noor. Ibnu ‘Arabi Wahdatul Wujud Dalam Perdebatan.paramadina, Jakarta,cet I 1995. hlm 86-87
68
Nya; pada qadrat-Nya yang mutlak dan di dalam menghimpun segala sifat kesempurnaan yang mutlak; dan suci dari setiap kekurangan. Ayat ini terdapat di dalam 27 ayat yaitu yang telah disebutkan dalam bab II. Karena Allah sebagai tuhan yang Maha Esa, maka supaya ke-Esa-an tuhan terjaga dari orang-orang kafir yang megatakan bahwa tuhan itu ada banyak maka dibantahlah pendapat para kafir itu dalam Al-qur’an (QS al-Isra`: 42-44). dalam ayat 42, ayat ini melanjutkan inti uraian ayat yang lalu tentang kemustahilan adanya sekutu bagi Allah. Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa kaum musyrikin menjauh dari tuntunan Al-qur’an, - ketika itu seakan-akan ada yang bertanya – jika demikian, apa yang harus dilakukan menghadapi mereka? Ayat ini menjawab bahwa buktikan sekali lagi kekeliruan kepercayaan mereka111 yaitu yang berbunyi :
Wξ‹Î7y™ ĸóUyêø9$# “ÏŒ 4’n<Î) (#öθtótGö/^ω #]ŒÎ) tβθä9θà)tƒ $yϑx. ×πoλÎ;#u ÿ…çµyètΒ tβ%x. θà)tƒ$¬Ηxå ≅è%θ©9 ∩⊆⊂∪ #Z.5Î7x. #vθè=ãæ ötβ θä9 4’n?≈yès?uρ …çµoΨ≈ysö7ß™ ∩⊆⊄∪ Artinya: Katakanlah: "Jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy".Maha suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.112 Maka pada ayat seterusnya ditegaskan kepada kaum musyrikan yang berbunyi:
ßxÎm7|¡ç„ ωÎ) >óx« ÏiΒ βÎ)uρ 4 £ÍκÏù tΒuρ ÞÚö‘F{$#uρ ßìö7¡¡9$# ßN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ã&s! ßxÎm6|¡è@ ∩⊆⊆∪ #Y‘θàxî $¸ϑŠÎ=ym tβ%x. …絯ΡÎ) 3 öΝßγys‹Î6ó¡n@ tβθßγs)øs? ω Å3≈s9uρ Íνω÷Κpt¿2 Artinya: Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.113
111
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah. Op.Cit.Juz 7. hlm. 470 Al-qur’an dan Terjemahnya yang telah ditahsis oleh departemen agama RI, Jakarta QS. Al-Isra’: 42-43. hlm 430 113 Ibid. QS. Al-Isra’: 44. hlm. 430 112
69
Para ulama berbeda dalam menafsirkan ayat di atas yang mana penafsiran itu sudah dijelaskan di bab II tentang padangan ulama tentang tasbih. Terlepas dari perbedaan penafsiran tentang makna tasbih, maka, tujuan bertasbih adalah sebagai pensucian kepada Allah dari sifat-sifat yang tidak berkenan bagi Allah. Maka Allah membantah anggapan orang-orang kafir bahwa Tuhan itu ada banyak, maka tuhan menegaskan bahwa semua alam bertasbih dan meng-Esakan-Nya. Maka dalam Alqur’an juga diberikan beberapa contoh makhluk-makhluk yang selalu bertasbih kepada-Nya. yaitu seperti tasbihnya Alam, Manusia, Jin, Malaikat, Guruh, Halilintar dan juga Bebatuan. Beberapa contoh tadi sudah dapat mewakili bahwa semua makhluk Allah itu, menunjukkan adanya pentasbihan kepada Allah; Yaitu dengan caranya masing-masing. Dalam hal ini jika ada makhluk yang tidak bertasbih maka kehancuranlah yang ada. Karena mereka tidak tunduk dan patuh atas perintah Allah. Memahasucikan Allah Swt dengan pemahasucian yang pasti; menafikan setiap apa yang tidak layak bagi ketinggian dan keagungan-Nya dengan tanpa menyerupakan, tanpa pemisalan, tanpa perbandingan, tanpa pengalihan, tanpa penakwilan dan tanpa pengabaian; dan aku menetapkan pada keagungan-Nya apa saja yang dia jelaskan tentang Dzat-Nya sendiri dan apa saja yang telah ditetapkan Rasulullah Saw dari berbagai sifat kesempurnaan yang mutlak. M. Quraish Shihab mengutip pendapat al-Ghazali yang menggarisbawahi tasbih yaitu bahwa Allah Swt maha suci dari segala sifat yang dapat dijangkau oleh indra, dihayalkan oleh imajinasi, diduga oleh wahm, atau yang terlintas dalam nurani dan pikiran.114 Seperti contoh bahwa Allah mempunyai anak. Maka, jika kita mendengar perkataan yang seperti itu maka kita cepat-cepat memahasucikan Allah dengan mengatakan ”subhanAllah” karena Allah tidak mempunyai anak dan juga tidak diperanakkan. Hal ini didukung oleh firman Allah yang terdapat dalam surat al-Ikhlas lam yalid wa lam yulad walam yakullahu kufuwan ahad.115 Seandainya salah satu dari mereka tidak bertasbih (taat atas perintah Allah), tentu alam semesta ini sudah menjadi hancur; akan tetapi semuanya bertasbih kepada 114 115
M.Quraish Shihab. Juz 6. Op.Cit. hlm 575 Al-qur’an dan Terjemahnya. Op.Cit. QS. Al-ikhlas : 1-5. hlm.1118
70
Allah. Seandainya bumi tidak berputar pada porosnya dan mengelilingi matahari? Seandainya matahari tidak bersinar menyinari bumi? Dan seandainya gunung tidak berfungsi sebagai penyeimbang bumi? maka tentu alam semesta ini akan hancur dan tidak ada kehidupan. Allah Swt berfirman: ”apakah kamu tidak melihat bahwa kepada Allah bersujud segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pepohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar kepada manusia, dan kebanyakan mereka (manusia) telah ditetapkan azab atasnya. Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun dapat memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki”.116 Dengan demikian tujuan bertasbih kepada Allah adalah senantiasa berdzikir dengan mengingat keagungan-Nya dengan setiap nama, sifat dan perbuatan yang di nisbatkan kepada Dzat-Nya yang Mahatinggi, mengagungkan-Nya, memahasucikanNya dan mengikhlaskan ibadah hanya untuk-Nya dalam keyakinan, niat, ucapan dan perbuatan; memahasucikan-Nya dari setiap sifat yang tidak layak dengan ketinggian Rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya dan ke-Esaan-Nya; serta mengakui ketunggalan-Nya dalam kekuasaan di kerajaan-Nya, tanpa ada sekutu, tanpa ada yang menyerupai dan tanpa ada yang menyaingi.
B. Hikmah Bertasbih dalam Al-qur’an Dilihat dari makna tasbih alam dengan memberikan penafsiran makna majazi yang artinya bahwa tasbih alam adalah tunduk dan patuh atas takdir tuhan. Maka, dengan adanya pentasbihan seluruh alam itu, maka alam ini bisa berjalan dengan kebersamaan bersama-sama yang saling membutuhkan satu sama lainnya, artinya tidak berlawanan dengan hukumnya masing-masing yaitu tidak menyalahi takdir tuhan. Yang pada akhirnya bahwa semua itu berpusat pada satu yaitu pada tuhan yang Maha Esa. Maka kalau dilihat dari konsep ketuhanannya ibnu ’Arabi yaitu wahdatul wujud.117 Yang dapat diartikan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
116
Ibid. QS. Al-Hajj. 18. hlm.514 Semua itu yang wujud hanyalah satu yaitu Allah. Digambarkan oleh ibnu ‘arabi seperti halnya orang bercermin di kaca yang mana Allah dianalogikan manusia dan gambar yang ada 117
71
antara satu sama lainnya, hanya satu yang wujud yaitu Allah Swt. Seperti halnya contoh bumi berputar pada porosnya mengelilingi matahari dan bulan berputar pada porosnya dan mengelilingi bumi bersama-sama untuk mengelilingi matahari yang terjadilah adanya siang dan malam, gerhana matahari dan bulan tanggal dan jam dll. Bertasbih kepada Allah senantiasa dia akan mengetahui dirinya sendiri dengan sedalam-dalamnya118; bahwa dirinya bukanlah apa-apa dan siapa-siapa, dia hanya makhluk yang kerdil dan lemah. Dia hanyalah makhluk tuhan yang selalu di tuntut untuk melakukan sebagai tugasnya di bumi ini yaitu sebagai khalifah yang mengatur dan menjaga bumi dari kehancuran, dan juga sebagai ’abd yang selalu menyembah, dan mensucikan Allah setiap saat dan dimanapun dia berada. Dalam Alqur’an disebutkan :
tΒ $pκÏù ã≅yèøgrBr& (#þθä9$s% ( Zπx‹Î=yz ÇÚö‘F{$# ’Îû ×≅Ïã%y` ’ÎoΤÎ) Ïπs3Íׯ≈n=yϑù=Ï9 š•/u‘ tΑ$s% øŒÎ)uρ ãΝn=ôãr& þ’ÎoΤÎ) tΑ$s% ( y7s9 â¨Ïd‰s)çΡuρ x8ωôϑpt¿2 ßxÎm7|¡çΡ ßøtwΥuρ u!$tΒÏe$!$# à7Ïó¡o„uρ $pκÏù ߉šøム∩⊂⊃∪119 tβθßϑn=÷ès? Ÿω $tΒ Dengan begitu maka manusia sebagai khalifah berjalan beriringan degan makhluk selainnya, yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan menerima secaera ikhlas atas ketetapan tuhan terhadap takdir yang telah diberikan mereka sendiri sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan adanya ketidak patuhan atas taqdir mereka, maka, terjadilah kehancuran bagi mereka. Dengan tingkah manusia yang tidak punya rasa tanggung jawab sebagai khalifah yaitu adanya penggundulan hutan, pembuangan sampah yang sembarangan inilah yang nanti akan terjadi banjir yang besar yang akan yang mengakibatkan
didalam cermin itu di analogikan sebagai alam yaitu seperti apa yang telah kita ketahui sekarang.lihat Ibnu ‘Arabi, Fususul Hikam 118 Dalam hadits nabi yang selalu dikutip oleh para sufi yaitu “siapa benar-benar mengenal dirinya sendiri, maka ia akan mengenal Tuhannya”. maksudnya Dengan menghubungkan sekaligus pengetahuan tentang Allah dengan pengetahuan tentang diri. Allah berfirman: “Kami akan menunjukkan kepada mereka tanda-tanda kami di kaki langit” diri disini berarti esensi batin anda, “hingga menjadi jelas kepada mereka bahwa Dia adalah Realitas”, di mana anda adalah bentuknya, dan Dia adalah Ruh anda. Anda berhubungan dengan-Nya sebagaimana tubuh fisik anda berhubungan dengan anda. 119 Ibid. QS. Al-Baqarah: 30. hlm 13
72
kematian dan kerusakan. Semua ini yang rugi manusia itu sendiri karen semua apaapa yang ada di alam ini diperuntukkan manusia. Allah berfirman dalam Al-qur’an :
ÇÚö‘F{$#uρ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏiΒ ;M≈x.t t/ ΝÍκön=tã $uΖóstGxs9 (#öθs)¨?$#uρ (#θãΖtΒ#u #“t à)ø9$# Ÿ≅÷δr& ¨βr& öθs9uρ ∩∉∪ tβθç7Å¡õ3tƒ (#θçΡ$Ÿ2 $yϑÎ/ Μßγ≈tΡõ‹s{r'sù (#θç/¤‹x. Å3≈s9uρ Artinya: ”Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.120 Pada hakikatnya hikmah tasbihnya alam itu diperuntukkan kepada manusia itu sendiri karena manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Seandainya alam tidak bertasbih maka kehancuranlah bagi manusia itu sendiri. Supaya manusia itu bisa berpikir atas jagat raya yang pada hakikatnya semuanya selalu bertasbih tanpa ada henti-henti. Dengan begitu manusia pun harus bertasbih supaya manusia menjadi sabar, ridha, bertawakkal, menerima ketetapan Allah. Setidaknya dalam hikmah bertasbih yang terdapat dalam Al-qur’an antara lain : •
Dengan bertasbih manusia menjadi sabar dan selalu memohon ampun atas segala cobaan yaitu seperti yang terdapat dalam Al-qur’an QS al-Ghafir:55 dan banyak ayat lain yang menunjukkan hikmah bertasbih berdampak pada kesabaran atas cobaan. Karena tasbih mensucikan Allah dari dosa buruk sangka
•
Menjadikan manusia sebagai orang yang ahli ibadah dan selalu minta ampunan seperti QS. Al-Hajr: 98 dan QS. An-Nashr: 3
•
Bertawaqal kepada Allah yaitu pada QS. Al-Furqan 58
•
Menerima ketetapan tuhan yaitu pada QS. At-Thur: 48-49
•
Tidak takabbur yaitu pada surat al-’Araf: 206, QS, Fushilat: 38
•
Menambah keimanan QS. As-Sajadah: 15
•
Ridha Qs. Thaha : 130 Adapun cara yang bertasbih bagi manusia yang telah disebutkan dalam Al-
qur’an yaitu bertasbih dengan nama-nama tuhan yang maha besar yaitu yang terdapat 120
Ibid. . QS. Al-A’raf: 96. hlm. 237
73
dalam Al-qur’an QS. Al-Waqi’ah: 74 dan 96 dan juga dengan asmaul husna yaitu pada QS. Al-A’raf: 180
4 ϵÍׯ≈yϑó™r& þ’Îû šχρ߉Åsù=ムtÏ%©!$# (#ρâ‘sŒuρ ( $pκÍ5 çνθãã÷Š$$sù 4o_ó¡çtø:$# â!$oÿôœF{$# ¬!uρ ∩⊇∇⊃∪ tβθè=yϑ÷ètƒ (#θçΡ%x. $tΒ tβ÷ρt“ôfã‹y™ Artinya: ”Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. 121 Semua makhluk selain manusia berpotensi selalu bertasbih kepada Allah dan tidak pernah mendurhakai-Nya. Akan tetapi bagi manusia yang diberi akal, ada yang bertasbih dan ada yang menyekutukannya dan tidak tunduk atas perintah tuhan maka kehancuranlah yang akan menimpa pada manusia itu sendiri. Jika seandainya semua manusia itu mau tunduk dan patuh atas perintah dan larangan dan selalu bertasbih kepada Allah niscaya tidak ada musibah atau bencana dimuka bumi ini. Akan tetapi tuhan tidak berkehendak seperti itu. Seandainya tuhan mau menjadikan manusia sebagai manusia yang islam dan bertaqwa dan selalu tunduk patuh atas perintah dan larangan-Nya tentu Tuhan bisa menjadikan seperti itu. Tetapi tuhan tidak berkehendak seperti itu, karena dalam Al-qur’an diterangkan bahwa dunia adalah permainan dan senda gurau. Maka hanya orang-orang yang bertaqwalah yang akan selamat dalam permainan di dunia ini. Adapun waktu yang ditentukan untuk bertasbih kepada Allah yang terdapat dalam Al-qur’an yaitu siang dan malam dan pagi dan sore. Akan tetapi ulama ahli tafsir menafsirkan ayat tersebut kabanyakan mereka memaknai dengan waktu yang begitu panjang dan lama terus menerus tiada henti-hentinya.
C. Penyembunyian Tasbih Ghairu Mukallaf adalah Rahmat Bagi Manusia Sungguh merupakan rahmat Allah Swt bahwa Dia menghalangi suara-suara itu dari kita, yang telah membuat kemampuan-kemampuan pendengaran kita tidak mampu menjangkaunya. Jika tidak demikian, tentu kehidupan ini akan berubah 121
Ibid. QS. Al-‘Araf : 180. hlm. 252
74
menjadi sebuah ”neraka” yang tidak tertahankan, karena begitu banyaknya suarasuara di sekitar kita tanpa henti-henti; niscaya manusia tidak mampu bekerja, berpikir, atau merenung, beristirahat dan berkreasi dan menyegarkan tubuh. Bahkan peran akal akan hilang dan menjadi gila ketika ia menjumpai setiap entitas semesta di sekelilingnya berbicara secara bersamaan pada satu waktu. Ini berarti akan mengganggu peran manusia yang dijadikan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Maka inilah rahmat Allah Swt kepada kita. Oleh karena itu sekelompok ahli tafsir membatasi pengertian tasbih bendabenda tak bernyawa sebagai tasbih hening, yang disimpulkan sebagai petandapetandanya yang jelas terhadap kesempurnaan mutlak Qodrat Illahi yang telah menciptakan dan mengkreasikan alam ini, dari unit terkecil yang paling rumit hingga unit yang paling besar dengan bentuk yang indah dan mengagumkan. Hal itu disimpulkan dari ketundukan yang sempurna dari benda-benda itu dan hukum alam. Dan dengan ketundukan kepada kekuasaan Allah dan kepatuhannya terhadap perintah-perintah Allah, semua itu berdasarkan pada prinsip bahwa tasbih yang dikenal manusia tidak muncul kecuali dari orang yang berakal dan mengenal Allah.122 Akan tetapi nash-nash Al-qur’an dan hadits-hadits nabi menegaskan bahwa tasbih seluruh entitas alam semesta, dari materi-materi tak bernyawa hingga makhluk hidup yang tidak mukallaf, benar-benar terjadi nyata dan hakiki. Namun ia hakikat dan fakta yang tidak dapat dijangkau oleh semua manusia, karena ia terdinding dari mereka sebagai rahmat Allah bagi mereka; karena semua itu di luar bentuk normal mereka, di atas kemampuan dan daya indra mereka. Merupakan rahmat Allah terhadap manusia bahwa dia menetapkan batas isolasi di antara manusia dengan penuturan makhluk-makhluk dan segala entitas semesta yang bertasbih kepada Allah. Seandainya tidak demikian, kehidupan ini akan terhenti dan dunia kehilangan perannya sebagai negeri ujian dan cobaan bagi semua makhluk yang berakal, mukallaf dan pengemban amanah. Akan tetapi ketika roh/jiwa semakin halus dan hati menjadi jernih, manusia dapat menangkap dan menjangkau hakikat kosmos yang 122
Zaglulu an-Najjar, Shu’arun Min Tasbih al-Kaa’inaat Lillah, diterj: Faisal Saleh, Ketika Alam Bertasbih, Pustaka al-Kautsar, Jakarta.Hlm.127
75
mengagungkan itu, sehingga ia dapat mendengar alam semesta bertasbih kepada Allah dan dapat memahami rahasia-rahasia wujud apa yang tidak dapat dijangkau dan dipahami oleh orang-orang yang lalai. D. Relevansi Anjuran Bertasbih dalam Kehidupan Dalam surat an-Nasr : 3 dapat di baca bahwa nabi Muhammad Saw di perintahkan untuk bertasbih dengan memuji nama tuhannya.123 Memuji tuhan adalah formula kesyukuran yang sangat penting yang dalam Al-qur’an kata tasbih banyak diungkapkan dengan kata perintah (amar) yaitu ”fasabbih bihamdi rabbika” membaca tasbih ”SubhanAllah” dapat dipandang sebagai pendahuluan logis bagi Tahmid (yaitu memabaca hamdalah/memuji Allah). Sebab tasbih sendiri mengandung makna pembebasan diri dari buruk sangka kepada Allah, atau ”pembebasan” Allah dari buruk sangka kita. Jadi tasbih adalah sesungguhnya permohonan ampun kepada Allah atas dosa buruk sangka kita kepada-Nya.124 Khususnya pada manusia, yang merupakan makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, yang akan selalu membutuhkan makhluk yang lain. Bertasbih kepada Allah bukan berarti memutuskan diri dari kehidupan dunia. Pada hakikatnya, dengan bertasbih kepada Allah dengan memuji atau memahasucikan dari sifat yang berlawanan dengan sifart wajib Allah dan selalu mengikuti perintah dan larangan Allah yang telah termaktub dalam Al-qur’an maka, dengan sendirinya manusia hidup di dunia akan selalu berbuat kebajikan kepada sesamanya (hablum minannas) dan juga kepada penciptanya (Hablum Min Allah). Begitu juga halnya dengan nabi Muhammad yang pertama kali menyiarkan agama Islam dengan mengajak kepada kafir Quraish Makkah untuk meng-Esa-kan Tuhan. Malaikat Jibril pertama kali mengajarkan kepada Nabi Muhammad yaitu mengenalkan nama Tuhan yang Maha Pencipta dan manusia juga merupakan ciptaan-Nya. Karena manusia adalah hamba yang tugas dan takdirnya mengabdi kepada Ilahi dan memenuhi kehendaknya. Kehendak kehidupan tersebut merupakan sebuah ”amanat”125 dari Tuhan, yang 123 124
Al-qur’an dan Terjemahnya. Op.Cit. QS. An-Nasr: 3. hlm. 1114 Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, Paramadina, Jakarta, 2000, cet II. Hlm
166 125
Amanat yakni kemerdekaan dan kebebasan untuk mematuhi atau tidak mematuhi kehendak/perintah Tuhan yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya melalui potensi kekuatan, kemampuan, dan kebebasan yang dianugrahkan Tuhan kepadanya, seorang
76
merupakan hukum moral bagi para pengembannya.126 Akan tetapi manusia tidak luput dari kekurang-kekuragan karena manusia diciptakan dari dua unsur yaitu jasmani dan rahani. Dalam unsur jasmani manusia mempunyai ketebatasan baik eksistensial maupun esensil. Namun secara rohani manusia mempunyai kebebasan.127 Walaupun manusia itu mempunyai kebebsasan akan tetapi kebebasan tersebut tidak lepas dari norma-norma baik dan buruk. Al-Faruqi mendasarkan tentang baik dan buruk dengan pemenuhan terhadap kehendak Ilahi. Tidak melaksanakan kehendak Ilahi berarti tidak baik/buruk.128 Maka sudah sepantasnya lah jika kita disuruh bertasbih dan berdzikir yang nantinya akan berdampak pada kehendak Ilahi pada kehidupan manusia sendiri. Manusia yang bertaqwa merupakan manusia yang bisa menyikapi dua hal yaitu hablum minannas wa hablum min Allah. Artinya manusia sebagai khalifah fil ardl (yang mengatur keseimbangan kosmos dan sesamanya) dan sebagai ’Abd (yang selalu menyembah dan mensucikannya dari segala sifat yang tidak berkenan dengan sifat uluhiyyah dan rububiyyah-Nya. maka Jika kedua-keduanya dilaksanakan maka manusia akan menjadi manusia yang sempurna (insan kamil). Dalam Al-qur’an, fitrah manusia diciptakan di dunia ini sebagai khalifah129 di muka bumi. Allah berfirman dalam Al-qur’an inni jaailun fil ardhi khalifah. Sebagai khalifah di bumi, manusia mempunyai kedudukan sebagai wakil Allah. Ia memiliki tugas kosmik yaitu: mengadakan observasi, eksperimen, dan eksplorasi terhadap segala sumber daya yang disediakan Allah untuknya. Guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu untuk tujuan tersebut, Tuhan menganugrahi dirinya berbagai potensi atau bakat alami yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan kemauan dan kebutuhannya. Namun implementasi fungsi khalifah fi al-Ardl tersebut tidak muslim menyadari tugas dan tujuan penciptaannya, yaitu mengaktualisasikan kehendak Tuhan dalam tata kosmik dalam ciptaan Tuhan sesuai dengan pola-pola-Nya atau sesuai dengan Khalifah Fil Ardl dan mengabdi kepadan-Nya atau sebagai ‘Abdullah. Lihat moralitas Al-qur’an dan tantangan modernitas hlm. 224-225 126 Tafsir, Zainul Arifin, Komarudin. Moralitas Al-qur’an dan Tantangan Modernitas, Gama Media, Yogyakarta, 2002, cet I.hlm. 214-215 127 Ibid. hlm. 228 128 Ibid. hlm. 216 129 Khalifah bisa diartikan sebgai pengganti atau wakil Allah untuk mengatur kehidupan di bumi atau juga sebagi Tangan ketiga Allah untuk menciptakan sesuatu. Dalam Al-qur’an jika Allah menciptakan/berbuat sesuatu dengan menggunkana kata Mutakallim Ma’al Ghair itu artinya Allah menciptakan makhluk tidak sendirian akan tetapi dengan makhluk-Nya.
77
mungkin terealisasi secara sembarangan dan semuanya walaupun sebenarnya sangatlah mungkin hal itu terjadi. Setiap manusia pada dasarnya mempunyai memiliki kewenangan untuk melaksanakan fungsi khalifah secara bebas, tetapi secara de facto dia juga dihadapkan kepada kebebasan orang lain atau makhluk-makhluk tuhan yang lain. Ia tidak dapat melepaskan diri dari rasa tanggung jawab ketika sedang merealisasikan fungsi kosmiknya.130 Oleh karena itu pengaktualisasian fungsi khalifah fi al-Ardl tersebut harus berpedoman pada norma-norma yang dapat menjaga keseimbangan pemenuhan hakhak dirinya dan orang lain. Untuk itu, Tuhan dan ajaran tauhid disamping telah memberikan daya atau kemampuan untuk memahami iradat-Nya juga menurunkan wahyu melalui para rasul-Nya. Petunjuk-petunjuk Tuhan tersebut merupakan normanorma yang harus diikuti ketika manusia hendak menjalankan fungsi Khalifah Fi AlArdlnya. Inilah bentuk eksistensi Tuhan sebagai inti kenormativan. Dengan demikian, ia harus menata niat, tindakan, dan tujuan yang dikehendaki agar sejalan dengan kehendak dan pola-pola Ilahi. Menyimpang dari norma-norma yang dikehendaki Tuhan beserta pola-pola-Nya berarti menyimpang dari prinsip tauhid.131 Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk para rasul dan kemampuan memahami iradat Tuhan maka bumi ini akan menjadi selaras dan seimbang. Akan tetapi, bagi manusia yang tidak bertasbih (tunduk patuh atas perintahnya) maka dia akan membuat kerusakan di muka bumi. Seperti halnya zaman sekarang, dengan adanya Banjir, Tsunami, Gunung meletus dll. Itu semua ada campur tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Seperti firman Allah: ”Ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".132 Manusia
diciptakan
sebaik-baik
kejadian
dengan
sifat-sifat
kemalaikatan ( dijadikan tanpa nafsu ) dan kebinatangan ( dijadikan tanpa akal ) menyatu dalam diri setiap insan. Gabungan unsur-unsur inilah yang menjadikan manusia berpotensi untuk menjadi Khalifatu fi’i Ardh dan 130
Tafsir, Zainul Arifin, Komarudin. Moralitas Al-qur’an dan Tantangan Modernitas, Gama Media, Yogyakarta, 2002, cet I.hlm. 8 131 Ibid. hlm. 8-9 132 Al-qur’an dan Terjemahnya. Op.Cit. QS. Al-baqarah: 30. hlm. 13
78
membawa misi rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi alam semesta). Dalam firman Allah yang lain dikatan bahwa: “ Dan hendaklah ada di antara kamu puak yang menyeru ( berdakwah ) kepada kebajikan ( mengembangkan Islam ), dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, serta melarang daripada segala yang mungkar ( buruk dan keji ). Dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang yang berjaya. (Ali Imran : 104 ) dan juga dikuatkan lagi dengan firman Allah yang berbunyi : “Dan tidak ada yang lebih baik perbuatannya daripada orang yang menyeru kepada ( menggesakan dan mematuhi perintah Allah ), “ serta ia sendiri mengerjakan amal yang soleh, sambil berkata : “ Sesungguhnya aku adalah daripada orang-orang Islam( yang berserah bulat-bulat kepada Allah)!”133 Di
sini
kita
boleh
menggunakan
perumpamaan
kereta
dan
penumpangnya di mana fungsi kereta adalah sebagai kenderaan yang akan menghantar seluruh isinya ke tujuan. Perumpamaan kereta di atas terlihat bahawa : ibarat dari Nafs, ibarat dari jasad, (bahan bakar) ibarat dari nafas roh. Ibarat perjalanan panjang dan berat yang harus ditempuh serta mempunyai tujuan. Misi perjalanan ini dapat dicapai hasil kerjasama 3 unsur di atas. Nafs sebagai pengemudi kerana hanya dia yang dapat membaca kehendak Allah yang merupakan peta di jalan. Seterusnya jasad menjadi kereta dialah yang memiliki mesin dan roda. Kemudian roh menjadi bahan bakar dan sumber tenaga. Maka dengan itu relevansi tasbih terhadap kehidupan masyarakat, untuk menjaga satu sama lainnya agar dalam kehidupan bermasyarakat menjadi harmonis. Selaras dan seimbang. Karena mereka tahu fungsi dirinya sebagai khalifah fil ardl dan juga sebagai hamba tuhan yang selalu menyembah dan bertasbih memujinya dengan pujian yang baik yaitu menggunakan Asmaul Husna. Dengan bertasbih dengan sendirinya dia akan mengetahui hakikatnya sebagai manusia yaitu bahwa dirinya bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa, dirinya hanyalah manusia yang lemah. Dan yang membedakan dari manusia lainnya hanyalah ketaqwaan saja bukan yang lain. Maka dalam firman Allah 133
Ibid. QS. Fussilat: 33. hlm. 778
79
ª!$# ãΝä3Î/ ÏNù'tƒ (#θçΡθä3s? $tΒ tør& 4 ÏN≡u.ö5y‚ø9$# (#θà)Î7tFó™$$sù ( $pκÏj9uθãΒ uθèδ îπyγô_Íρ 9e≅ä3Ï9uρ ∩⊇⊆∇∪ Ö ƒÏ‰s% &óx« Èe≅ä. 4’n?tã ©!$# ¨βÎ) 4 $·èŠÏϑy_ Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Karena manusia makhluk yang mukallaf maka tentulah dia harus membawa amanah dengan sebaik-baiknya. Dan setiap perbuatannya akan selalu dapat balasan yang setimpal. Seperti hadits: Kullukum Raain Wa Kullukun Daain Masuulun ’An Ra’iyatih. Hanya orang-orang yang selalu bertasbihlah yang dapat membawa amanah tuhan dengan sebaik-baiknya. Dalam kehidupan bermasyarakat dia akan selalu berbuat kebajikan dan hidupnya bermanfaat bagi sesama dan lingkungannya. Karena orang yang bertasbih mengenal jati dirinya sendiri dan juga mengenal Tuhannya. Seperti hadits yang sering dibuat landasan orang-orang sufi yaitu: Man ’Arafa Nafsah Faqad ’Arafa Rabbah (barang siapa mengenal dirinya sendiri tentu dia akan mengenal tuhannya). Karena tidak lain hanyalah sebagai hamba. Tidak ada tempat kesombongan bagi dirinya makanya sering dalam satu ayat Al-qur’an kata tasbih diakhiri dengan mustakbirun.
80
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang telah penulis kemukakan mulai dari bab I sampai dengan bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengertian Kata tasbih ( ْ"ِ$ْ%َ') secara etimologi adalah bentuk masdar dari sabbaha–yusabbihu–tasbihan (.ً0ْ"ِ$ْ%َ' -ُ ,$َ%ُ- -َ ($َ)), yang berasal dari kata sabh ( ْ$َ)). Asal makna kata sabh ada dua. Pertama, sejenis ibadah. Kedua, sejenis perjalanan cepat. Pengertian kata tasbih ( ْ"ِ$ْ%َ') berasal dari pengertian pertama, yaitu menyucikan Allah Swt Jadi,secara terminologi makna tasbih adalah mensucikan Allah SWT dari segala keburukan dan dari segala perbuatan ataupun sifat yang tidak sesuai dengan keagungan, kemuliaan, kasih sayang, dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Adapun pengertian tasbih menurut Al-qur’an adalah: 1. Mensucikan Allah SWT dari segala keburukan dan dari segala perbuatan ataupun sifat yang tidak sesuai dengan keagungan, kemuliaan, kasih sayang, dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu 2. Memuji Allah dari kebesaran-Nya 3. Do’a 4. Dzikir 5. Menjalankan perintah, meninggalkan larangannya. Dengan demikian yang dimaksud dengan bertasbih adalah berdzikir secara berulang-ulang kepada Allah Swt disetiap waktu dan keadaan. Sekalipun makna tasbih bermakna umum mencakup seluruh ibadah, baik ucapan, perbuatan, dan niat. Dan juga tasbih bermakna khusus yaitu dzikir lafazh dengan menyebut Asma’ul Husna, dan sifatsifat-Nya yang tinggi sebagaimana yang telah diturunkan-Nya dalam Al-qur’an atau apa yang diberitahukan oleh rasulullah Saw.
81
Jadi, makna tasbih merupakan pemahasucian kepada Allah dari sifat Uluhiyyah maupun Rububiyyah. Supaya Allah terbebas dari sifat yang tidak berkenan bagi sifat-Nya atau Dzat-Nya. Bahwa Allah itu beda dengan makhluk-Nya. Yaitu yang dalam Alqur’an Laisa Kamitslihi Syaiun. 2. Gambaran tasbih dan cara bertasbih makhluk yaitu dalam Al-qur’an telah memberikan beberapa contoh tentang makhluk yang bertasbih. yaitu: 1. Manusia dan Jin 2. Malaikat 3. Binatang 4. Gunung 5. Guruh adapun cara makhluk bertasbih itu ada dua macam yaitu: 1. Tasbihnya makhluk yang mukallaf dengan menggunakan ucapan perbuatan dan disertai dengan niat. Adapun bertasbih kepada Allah yang lebih baik itu dengan kata “Subhanallah” dan menggunakan “As’maul Husna”
$pκÏù …çµs9 ßxÎm7|¡ç„ …çµßϑó™$# $pκÏù t Ÿ2õ‹ãƒuρ yìsùö è? βr& ª!$# tβÏŒr& BNθã‹ç/ ’Îû ∩⊂∉∪ ÉΑ$|¹Fψ$#uρ Íiρ߉äóø9$$Î/ 2. Makhluk Ghairu Mukallaf selain Malaikat itu ada dua cara yaitu pertama dengan tunduk dan patuh atas perintah Allah dengan menerima taqdir kejadiannya. Akan tetapi, yang kedua berpendapat tasbihnya Ghairu Mukallaf menggunakan lisan seperti halnya manusia
yaitu
dengan
mengucapkan
al-Hamdulillahi
Robbil’alamin. tetapi manusia tidak mengetahui tasbihnya.
82
ωÎ) >óx« ÏiΒ βÎ)uρ 4 £ÍκÏù tΒuρ ÞÚö‘F{$#uρ ßìö7¡¡9$# ßN≡uθ≈uΚ¡¡9$# ã&s! ßxÎm6|¡è@ $¸ϑŠÎ=ym tβ%x. …絯ΡÎ) 3 öΝßγys‹Î6ó¡n@ tβθßγs)øs? ω Å3≈s9uρ Íνω÷Κpt¿2 ßxÎm7|¡ç„ ∩⊆⊆∪ #Y‘θàxî Adapun tasbihnya Malaikat dengan mengucapkan “AlHamdulillhi Rabbil ’Alamiin”
( öΝÍκÍh5u‘ ωôϑpt¿2 tβθßsÎm7|¡ç„ ĸö yèø9$# ÉΑöθym ôÏΒ šÏjù!%tn sπx6Íׯ≈n=yϑø9$# “t s?uρ ∩∠∈∪ tÏΗs>≈yèø9$# Éb>u‘ ¬! ߉ôϑptø:$# Ÿ≅ŠÏ%uρ Èd,ptø:$$Î/ ΝæηuΖ÷ot/ zÅÓè%uρ Maka tasbih beberapa makhluk di atas bisa menggunakan ucapan dan juga bisa menggunakan perbuatan. akan tetapi kedua perbedaan dalam pemberian makna diatas dapat dikompromikan yaitu bahwa semua makhluk bertasbih dengan menggunakan kedua-duanya yaitu ucapan dan perbuatan. 3. Relevansi anjuran bertasbih dalam kehidupan yaitu Pada hakikatnya dengan bertasbih kepada Allah dengan memuji atau memahasucikan dari sifat yang berlawanan dengan sifat wajib Allah dan selalu mengikuti perintah dan larangan Allah yang telah termaktub dalam Al-qur’an maka, dengan sendirinya kehiduapan yang ada di dunia ini bisa seimbang karena yang satu sama lainnya saling terkait. Dengan tasbihnya alam maka disini yang paling diberuntungkan adalah manusia karena manusia khalifatullah. Maka manusia yang senantiasa bertasbih maka dengan sendirinya akan selalu berbuat kebajikan kepada lingkungan/alam, sesamanya (hablum minannas) dan juga kepada penciptanya (Hablum Min Allah). Karena mengetahui hakikatnya sebagai makhluk (’Abd).
B. Saran-saran a. Kepada para pemikir dan ilmuwan, khususnya para ahli dan peneliti ilmu tafsir, hendaklah tetap mempunyai semangat yang besar dalam
83
menjalankan tugasnya, karena masyarakat sangat membutuhkan buah pikiran kita semua, diharapkan dengan itu semua masyarakat tidak lagi mempunyai kebimbangan dalam memahami maksud dan tujuan Alqur’an. Dengan buah pikiran yang dapat dipahami oleh masyarakat dengan mudah diharapkan tentang isi dan kandungan Al-qur’an sebagai pedoman dalam rangka menghadapi hidup di dunia. b. Kepada masyarakat luas, hendaknya dalam memahami isi Al-qur’an tidak hanya secara tekstual belaka, karena dengan pemahaman Alqur’an yang demikian terkadang dapat menjerumuskan kita dalam salah persepsi tentang arah dan tujuan yang dikehendaki oleh Alqur’an yang semestinya. C. Penutup Alhamdulillah dan segala puji penulis kumandangkan sebagai konsekuensi logis atas curah nikmat yang penulis terima dari Allah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tanpa kekurangan suatu apa mulai dari awal hingga akhir. Tanpa hidayah dan inayah-Nya, penulis tidak akan mampu melaksanakan tugas akhir ini dengan biak. Semoga kelak di kemudian hari, skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga penulis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya mendapat syafa'at dari beliau kelak di hari kiamat. Terakhir penulis berharap saran dan kritik kepada para pembaca sekalian demi terciptanya sebuah skripsi yang lebih baik dan sempurna, karena penulis menyadari bahwa dengan sedikit pengetahuan. Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, maka tentunya banyak kekurangan disana sini, sehingga kritik dan saran tersebut sangatlah berguna bagi kami. Akhirnya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan kami ucapkan terima kasih.
84
DAFTAR PUSTAKA ….Al-Munjid, Bairut Lebanon, 1960, cet 39. Ahmad Warson al-Munawir, al-Munawwir Pustaka Progresif, Surabaya, 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya yang telah ditahsis oleh departemen agama RI, Jakarta, 1990 Baidi Bukhori, Dzikir Al-Asmaul Husna Solusi Atas Problem Agresivitasis Remaja, Rasail media group Semarang . Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, Jilid 10, Dar al Kutub al-Ilmiah, Beirut, t.th. H.R. Muslim. Terj: Hadist Shahih Muslim, Klang Book Centre, Malaysia, Cet V, 1997, Juz 4. Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwiny, Ibnu Majah, Thoha Putra Semarang, Juz I no hadits 1351. Hlm 429 Hamka, Tafsir al-Azhar, Pustaka Panji Mas, Jakarta Juz XV. Harifudin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur’an suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) HR. Muslim, Terjemahan Hadist Shahih Muslim, jilid IV, Klang book Centre, Malaysia, cet II, 1995. http://3lvin.wordpress.com/2008/03/21/definisi-gunung-kegunaannya/ accessed on 8 September 2009 http://3lvin.wordpress.com/2008/03/21/definisi-gunung-kegunaannya/ accessed on 8 September 2009 http://id.wikipedia.org/wiki/Hewan accessed on 8 September 2009 http://ms.wikipedia.org/wiki/Burung accessed on 8 September 2009 Ibn ‘Arabi, Tafsir Al-Qur’an al-Karim (Beirut: Dar Yaqzah al-Arabiyah, 1968) Vol. 1, Ibnu ‘Arabi,Fususul Hikam, diterjemahkan dari judul, The Bezels Of Wisdom penerj: Ahmad Sahidah dan Nurjannah Arianti, Islamaika, Yogyakarta, 2004. 1
Ibnu Katsir Softwer Kautsar Azhari Noor, Ibnu ‘Arabi Wahdatul Wujud dalam Perdebatan, Jakarta, Paramadina, 1995, cet I. M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, Teras, Yogyakarta, 2005. M. Fuad Abdul Al-Baqi, Mu'jam Al-Mufahras li Al-Fad Al-Qur'an Alkarim, (Beirut : Daral Fikr, 1981). M. Ishom El-Saha, M.A., Saiful Hadi, S.Ag., Sketsa Al-Qur’an Tempat, Tokoh, Nama, dan Istilah dalam Al-Qur’an. Lista Fariska Putra, 2005. M. Quraish Shihab, “Menyingkap Tabir Ilahi” Lentera Hati, Jakarta, cet IV,2001. M. Quraish Shihab, Logika Agama, Lentera Hati, Jakarta, 2005, Cet II. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, Cet V, 2006, jakarta,. Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, PT Hidakarya Agung, Jakarta, Cet 19. Muhamad Nur Ichwan, Memasuki Dunia al-Qur’an, (Semarang: Lubuk Raya, 2001). Muhammad Gaib M. Ahl Kitab makna dan cakupannya, Paramadina, Jakarta, 1998. Muhammad Jamaluddin El-Fandy, Al-Qur’an tentang Alam Semesta, Jakarta,AMZAH, 2008. Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Ringkasan Ibnu Katsir, Gema Insani, Jakarta, 2000, Juz 3. Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarif an-Nawawi ad-Dimsyiqy, alAdzkar, Toha Putra, Semarang. Nasruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, Cet I Nisywah Al-Ulwani, Rahasia Istighfar dan Tasbih (Jakarta: Pustaka AlMawardi, 2008)
2
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, Paramadina, Jakarta, 2000, cet II. Roghib Al-Ashfihani, Mu’jam Mufrodat li Al-fadzi al-Qur’an, Darul AlFikr. Tengkeu Muhammad Hasby as-Shiddiqy, Tafsir al-Quran al-Majid anNur, juz I, Pustaka Rizqi Putra Semarang, Cet II, 1995, Umar Sulaiman al-Asyqar, ‘Alam al-Jinn Wa al-Syayathin, terjm, Abdul Muid Daiman, Misteri Alam Jin Dan Setan, Pustaka Nuun, Semarang, 2006, Yusuf Al-Hajj Ahmad, Seri Kemukjizatan Al-Qur’an dan Sunnah (Kemukjizatan Bumi dalam Al-Qur’an dan Sunnah, Yogyakarta, Sajadah_press, 2008. Zaglul an-Najjar, Shuarun Min Tasbih al-Kauniaat Lillah , diterj: Faisal Saleh, Ketika Alam Bertasbih, Jakarta, 2008
3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Miftakhul Alif
Tempat & Tgl. Lahir : Jepara, 19 Agustus 1980 NIM
: 4104035
Alamat
: Desa Daren RT 01 RW 06 Kec. Nalumsari Kab. Jepara
E-mail
:
[email protected]
Pendidikan : 1. MI An-Nur Daren Nalumsari Jepara (1992) 2. MTs TBS Kudus (1997) 3. MA Tribakti Kediri Jawa Timur (2001) 4. Fakultas Ushuluddin (Tafsir and Hadits) IAIN Walisongo Semarang (2010)
Semarang, May 30, 2010
Miftakhul Alif
4