MAKANAN HALALAN TOYYIBBAN PERSPEKTIF ISLAM Tajudin Nur*) Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan Dan Bidang Produk Halal dan Hisab Rukyat (Penyelenggara Syariah)
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( Al Baqarah : 168) Ayat ini merupakan seruan kepada manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halalan toyyiban. Halal dalam pandangan agama sebagaimana dinaskan dalam Al Qur’an, sedangkan makanan yang toyyiban atau yang baik adalah makanan yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan gizi seseorang tentunya tidak
bisa disama ratakan. seperti halnya
kebutuhan gizi atau makanan bagi mereka yang menderita sakit akan berbeda kebutuhan gizinya dengan orang yang sehat. Sebagai contoh, daging yang mengandung banyak vitamin dan lemak akan menjadi berbahaya jika dikonsumsi oleh orang yang menderita darah tinggi, ataupun bahayanya gula jika dikonsumsi mereka yang diabet. Makanan yang baik atau dalam istilah agama toyyiban selain baik dari sudut pemenuhan kebutuhan gizi sesuai dengan kecukupan kebutuhan gizi juga mengandung arti makanan yang diolah secara baik dengan media baik serta dengan bahan campuran yang baik serta menggunakan bahan penolong yang baik juga. Banyak diantara kita semua yang ketika membeli sebuah produk hanya melihat masa kedalaursanya saja dan hanya sebagain kecil yang memperhatikan labelisasi halal yang menjamin bahwa produk makanan atau minuman yang kita beli halal untuk dikonsumsi, Padahal seperti juga batas kedaluarsa, kehalalan makanan menjadi salah satu factor yang sangat penting bagi umat Islam. Labelisasi halal dalam makanan dan minuman adalah hasil prodak hukum yang dikeluarkan oleh Majlis Ulama Indonesia atau MUI sebagai upaya perlindungan konsumen terhadap makanan minuman yang dikonsumsi agar terhindar dari bahan atau zat yang mengandung unsur keharaman, yang hal tersebut menjadi ranahnya LP POM MUI dan BP POM Dinas Kesehatan. Regulasi tentang jaminan produk halal menjadi sangat penting
sebagai jaminan ketentraman umat islam diIndonesia. Dan apabila terjadi pelanggaran atas hukum positif pemerintah tentang pangan halal, maka hal tersebut akan menjadi ranah hukum sebagaimana pelanggaran atas Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Setidaknya ada bebera unsur yang harus diperhatikan dalam kita memilih atau meneliti kehalalan toyyiban sebuah produk yang akan kita konsumsi. PERTAMA adalah kelalalan sutu makanan yang telah dinaskan dalam Al Qur’an. Surat Al Maidaah Ayat 3 yang artinya Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam kata lan, makanan yang diharamkan secara syariat adalah : Pertama, Bangkai yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits. Kedua, Darah, Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya "Atau darah yang mengalir" [QS6:145] Dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat
makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24] Ketiga, Daging Babi, Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama. Keempat, Sembelihan untuk selain Allah, Setiap hewan yg disembelih dgn selain nama Allah hukumnya haram. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama. Kelima, Hewan yang diterkam binatang buas, Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Binatang Buas Bertaring, seperti harimau, singa, anjing, serigala dan binatag buas sejenisnya. Burung Yang Berkuku Tajam, Binatang yang berkuku tajam seperti burung elang dan sejenisnya. Khimar Ahliyyah
yaitu sebangsa keledai Jinak. Serta binatang yang
menjijikan lainnya. Al-Jallalah Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. [Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648] KEDUA Proses pengolahan atau pembuatan (penyembelihan, cara mengolah, media yang digunakan, cara pembuatan) Selain binatang yang dinaskan diatas, kita juga patut mengetahui unsur-unsur lain dalam makanan yang hendak dikonsumsi apakah tercampur dengan unsur yang diharamkan, Tapi apakah kita sudah tau unsur-unsur yang terkandung dalam makanan tersebut? Apakah makanan yang dikonsumsi benar-benar makana yang tidak tercampur dengan barang yang bernajis atau diharamkan, dan apakan kita sudah yakin kalau daging atau makanan yang kita konsumsi telah disembelih sesuai dengan yang disyariatkan
oleh agama Islam? Kehalalan makanan modern saat ini sebenarnya memiliki tingkat kerawanan yang sangat tinggi oleh karena diproduksi secara masal. Karena dalam penyembelihan hewan pun Allah SWT telah mensyariatka dalam Al Qur’an Surat Al Hajj ayat 34. Yang artinya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). Selain dalam hal penyembelihan binatang perlu juga diperhatikan apakah bakan makanan yang akan diolah itu masih layak dikonsumsi atau masih layak menjadi bahan pembuatan makanan, jangan sampai bahan dasar yang hendak dijadikan bahan makanan adalah bahan yang sudah rusak, busuk ataupun sudah kedaluarsa. Dan yang KETIGA adalah bersih dan bebasnya suatu produk makanan dan minuman dari bahan yang mengandung zat yang membahayakan tubuh, karena Makanan toyyib dapat diartikan sebagai makanan yang mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak mengandung zat yang membahayakan tubuh dan pikiran. Dalam bahasa sederhana adalah makanan yang bergizi, higienis, dan tidak beracun. Karena definisi ini isederhanakan, boleh jadi artinya masih terlalu dangkal, tidak mencakup semua aspek seperti yang dimaksud oleh Al Qur’an. Dalam proses pembuatan makanan setidaknya ada istilah-istilah yang bisa digunakan dalam produksi, antara lain Bahan Inti (bahan dasar) sebagai bahan utama pembuatan makanan seperti contohnya tepung, gula, telur dalam pembuatan roti. Selanjutnya Bahan tambahan yaitu bahan yang sengaja ditambahkan untuk menjadikan hasil produksi lebih banyak atau lebih tahan lama, jika bahan ini diambil dari bahan yang berbahaya tentunya akan menjadi berbahaya juga bagi yang mengkonsumsi, seperti pengawet makanan menggunakan formalin dan sejenisnya. Bahan penolong ( bahan yang dugunakan untuk membantu proses pembuatan produk) contoh pewarna, pengembang, aroma dll. Bila diteliti, antara makanan haram dan halal sebenarnya banyaklah makanan yang halal, oleh karenanya tidak ada alasan untuk kita mengkonsumsi makanan yang diharamkan
oleh Islam karena didalam larangan itu pastilah ada rahasia Allah yang sudah barang tentu akan memberikan kebaikan kepada umat manusia seluruh alam. Peran Pemerintah Ketersediaan makanan yang halal dan baik tentunya menjadi pekerjaan pemerintah untuk memberikan jaminan ketersediaan produk yang sudah pasti halal. Oleh karenanya penting juga adanya undang-undang yang mengatur produk halal dari sisi pembuatannya, pemasarannya serta pengawasan dari pemerintah. Sangat penting untuk dilakukan oleh seluruh unsur dari Keluarga Besar Kementerian Agama Republik Indonesia dalam upayanya mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri lahir batin, melalui peningkatan kualitas produk halal dan kepastian hukum di Indonesia. Selaian itu sangat perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya Produk Halal baik yang dilakukan oleh Kementerian Agama, LP-POM MUI, BPPOM Dinas kesehatan, dinas Koperasi dan UMKM dan lembaga terkait. Selian itu penting untuk melakukan pengawasan terhadap produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran. Dan kita sebagai konsumen hendaknya jangan hanya memperhatikan tanggal kedaluarsa dari produk yang kita beli akan tetapi lebih teliti lagi pada produk yang telah mendapat label halal. Wallahu’alam bisshoab.
Nama NIP HP Pekerjaan
: Tajudin Nur, S.Sos.I : 19791107 201101 1003 : 0812 725 55227 : PNS Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan Penyuluh Agama Islam