Makalah Studi Mandiri Kajian Virtual Reality
Program Studi Teknik Arsitektur dan Perencanaan
Oleh Hendro Trieddiantoro Putro – 13/356033/PTK/09150 Pembimbing : Ir. Jatmika Adi Suryabrata., MSc., Ph.D.
Halaman Judul PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK ARSITEKTURUNIVERSITAS GADJAH MADA Januari, 2015
i
Daftar Isi Halaman Judul ............................................................................................................................. i Daftar Isi ..................................................................................................................................... ii Daftar Gambar ........................................................................................................................... iii Daftar Tabel ............................................................................................................................... iii Daftar Diagram........................................................................................................................... iii 1
2
Latar Belakang .................................................................................................................... 1 1.1
Virtual Reality............................................................................................................... 1
1.2
Virtual Reality dalam Arsitektur .................................................................................... 1
1.3
Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 2
Kajian VR (Virtual Reality) ................................................................................................... 3 2.1
Apa itu VR (Virtual Reality)? ........................................................................................ 3
2.2
Sejarah Perkembangan VR ......................................................................................... 9
2.2.1 2.3
3
Sejarah Awal Virtual Reality .................................................................................. 9
Aplikasi VR .................................................................................................................11
2.3.1
Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality ..........................................11
2.3.2
Elemen Virtual Reality..........................................................................................14
2.3.3
Alat alat VR..........................................................................................................17
2.3.4
Konsep dan Pengembangan Virtual Reality. ........................................................18
Virtual Reality dalam Arsitektur ..........................................................................................23 3.1
Penelitian – penelitian yang menggunakan media Virtual Reality dalam Arsitektur .....24
3.1.1
Penelitian Razvan Neagu ....................................................................................27
3.1.2
Penelitian Allison M dan R.A Stamides ................................................................28
3.1.3
Penelitian Hao Wu ...............................................................................................29
3.1.4
Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht ..................................................30
3.1.5
Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan ..................................................31
3.1.6
Penelitian Lei Sun et al ........................................................................................32
Daftar Pustaka ..........................................................................................................................33
ii
Daftar Gambar Gambar 2. 1. Pengguna Simulasi Virtual Reality ........................................................................ 4 Gambar 2. 2. Dua Model Media Komunikasi .............................................................................14 Gambar 2. 3. Contoh alat yang digunakan ki-ka (HMD, glove) ..................................................17 Gambar 2. 4. Glove atau Data Sarung tangan ..........................................................................18 Gambar 2. 5. Head Mounted Display (HMD) .............................................................................19
Daftar Tabel Tabel 2. 1. Tabel Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality ....................................11 Tabel 3. Tabel 3. Tabel 3. Tabel 3. Tabel 3. Tabel 3.
1. Kajian Deskriptif Penelitian Razvan Neagu.............................................................27 2. Kajian Deskriptif Penelitian Allison M dan R. A. Stamides ......................................28 3. Kajian Kajian Deskriptif Penelitian Hao Wu ............................................................29 4. Kajian Deskriptif Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht ..........................30 5. Kajian Deskriptif Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan ..........................31 6. Kajian Deskriptif Penelitian Lei Sun et al ................................................................32
Daftar Diagram
Diagram 2. 1. Indikator dalam Telepresence .............................................................................15
iii
1 Latar Belakang 1.1 Virtual Reality Virtual reality (VR) adalah salah satu aplikasi dari teknologi multimedia memiliki kelebihan dalam mendeskripsikan sebuah keadaan atau sebuah obyek dimana visualisasi yang ditampilkan tidak hanya dapat dilihat dari satu sudut pandang saja namun dapat dilihat dari segala sudut, karena memiliki 3 dimensi visual sehingga pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan oleh komputer (Virtual Environment). Augmented reality merupakan kebalikan dari virtual reality, dimana model atau objek sengaja ditambahkan kedalam dunia nyata.
1.2 Virtual Reality dalam Arsitektur Teknologi komputer terus berkembang dengan pesat dalam era digital ini, dan salah satu bagiannya adalah Virtual Reality dalam komunikasi arsitektur. Teknologi tersebut membuat penyampaian suatu informasi dapat disampaikan dengan lebih interaktif dan efektif karena dapat menjangkau indera manusia. Visualisasi dengan media VR bisa menjadi solusi untuk mendukung sebuah komunikasi arsitektur. Media VR bukan saja berfungsi sebagai alat untuk pemaparan teknis perencanaan di kalangan para ahli saja, namun juga bisa memberi gambaran kepada masyarakat luas sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini diperkuat dengan menjabarkan pembahasan tentang penelitian yang menggunakan media VR dalam arsitektur.
1
1.3 Tujuan Penelitian Makalah ini merupakan penunjang tesis penulis tentang presentasi dalam arsitektur, yaitu kajian Virtual Reality sebagai media komunikasi arsitektur. Penulis akan menjabarkan media Virtual Reality mulai dari apa itu Virtual Reality?, sejarah perkembangan VR, aplikasi VR dan sampai pembahasan penelitian yang menggunakan media VR dalam arsitektur.
2
2 Kajian VR (Virtual Reality) 2.1 Apa itu VR (Virtual Reality)? Virtual Reality dipahami sebagai simulasi komputer interaktif yang dapat mempengaruhi indra pengguna bahkan menggantikan satu atau lebih indra manusia, sehingga pengguna larut kedalam lingkungan simulasi (virtual environment). M. Mihelj et al (2014). Virtual Reality (VR). Secara bahasa berarti keadaan nyata/ide yang “dimasukkan” ke dalam dunia maya atau memvirtualkan objek nyata/ide yang tetap memperhitungakan sifat-sifat fisikanya. Oleh karena itu harus dibedakan dengan animasi 3D, yang terdapat pada film dan game, karena tidak memperhitungkan data dan kondisi fisik dari objek-objek yang berada di dalamnya (lingkungan virtual). Sebuah VR pasti memperhitungkan aspek ergonomis dan antropometri. Ini adalah added value sebuah VR. Ergonomis berarti barang yang divirtualkan harus cocok dengan anatomi barang-barang yang
tubuh manusia ketika digunakan seperti kita menggunakan
biasa berada di sekitar kita, sedangkan antopometri berarti di dalam
virtualisasi tersebut diperhitungkan ukuran fisik dari gerakan manusia terhadap semua objek virtual di sekelilingnya. Dua hal tersebut merupakan aspek analisis yang menjadi pembeda VR terhadap games, aspek lainnya adalah fungsionalitas. Di sisi ini komponennya adalah reachability, touchability, dan accessability. Reachability berarti objek di dalam dunia vitual dapat dijangkau, dipegang, dapat berinteraksi dengan user. Touchability berarti objek dapat dirasakan, objek yang kita pegang atau sentuh memiliki berat ataupun kontur permukaan, dan accessability berarti objek dalam dunia virtual memiliki perilaku sama dengan objek dalam dunia nyata, misalkan bila dalam tubuh manusia terdapat 25 derajat kebebasan maka dalam dunia virtual pun harus sama.
3
Gambar 2. 1. Pengguna Simulasi Virtual Reality Sumber : Browsing
Virtual reality is composed of an interactive computer simulation, which senses the user’s state and operation and replaces or augments sensory feedback information to one or more senses in a way that the user gets a sense of being immersed in the simulation (virtual environment).We can thus identify four basic elements of virtual reality: the virtual environment, virtual presence, sensory feedback (as a response to the user’s actions) and interactivity1
Virtual Reality merujuk pada pemakaian komputer untuk mensimulasikan sebuah pengalaman dengan cara yang sama dengan realita. Pada jenis-jenis VR yang paling sering dipakai, seseorang memakai sarung tangan, earphone, dan goggles yang disambungkan dengan komputer. Rangsangan berubah sesuai dengan gerakan orang itu, misalnya menggelenggelengkan kepalaatau gerakan-gerakan lainnya. VR mencakup interaktivitas dan multidimensi yang beroperasi pada level yang sangat tinggi. Sistem VR yang canggih dapat menjadi jawara dalam komunikasi, sebuah format yang di dalamnya kita dapat berbagi pengalaman dengan orang lain. Kejadian ini adalah topik film Strange Days, yang dibintangi Fiennes yang berperan sebagai seorang pemasok klip-klip VR selundupan yang diambil langsung dari otak seseorang dan dapat dimainkan oleh orang lain.2 Secara sederhana, Virtual Reality adalah pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang di bangkitkan komputer, yang terlihat nyata dengan bantuan sejumlah peralatan tertentu. Ciri terpentingnya adalah dengan menggunakan perangkat yang dirancang untuk tujuan tertentu, 1 2
Sherman WR, Craig AB (2003) Understanding virtual reality. Morgen Kaufman Publishers
http://id.wikipedia.org/wiki/Konsep_Dasar_Komunikasi_Digital#Virtual_Reality_.28VR.29
4
teknologi ini mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya tersebut terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata. Sherman dalam Mihelj et al mengatakan bahwa ada 4 elemen dasar dari virtual reality, yaitu : a. Virtual Environment b. Virtual Presence c. Sensory Feedback d. Interactivity 1. Virtual Environment (VE) Definisi dari VR dan VE terus berkembang dan pada saat ini istilah keduanya saling berkaitan. Wilson & D’Cruz (2006) mengatakan bahwa VR mengarah kepada teknik atau sistem berupa perangkat dan software, sedangkan VE merupakan lingkungan yang diciptakan melalui komputer. A computer-generated virtual environment presents descriptions of objects within the simulation and the rules as well as relationships that govern these objects3 Virtual Environment adalah lingkungan yang disimulasikan oleh komputer, berupa lingkungan sebenarnya yang ditiru atau lingkungan yang hanya ada dalam imaginasi. Mihelj et al (2014) 2. Virtual Presence Virtual Presence, yaitu sebuah perasaan keberadaan seseorang dari lingkungan virtual. Pengguna tersebut bereaksi dengan objek virtual selayaknya berinteraksi dengan objek nyata. Pengguna merepresentasikan perasaan dari berada di sebuah lingkungan virtual. Virtual presence is very difficult to evoke with other media, as they do not offer actual sensory and physical immersion into the environment. The notion of absence has even been advanced as a concept analogous to presence, but evoked by other media4 Waterworth mengatakan bahwa virtual presence sulit untuk dimunculkan melalui media selain VR karena media lain tersebut tidak memberikan fasilitas atau kemampuan kepada sensor
3 4
Stanney K (2001) Handbook of virtual environments. Lawrence Earlbaum, Inc Waterworth JA, Waterworth EL (2003) The meaning of presence. Presence-Connect 3(2)
5
aktual dan imersi fisik langsung terhadap lingkungan. Pemahaman dari kehadiran langsung telah ditingkatkan melalui konsep dari kehadiran yang dimunculkan melalui media. In Immersion, a user is surrounded by the environment in a way that ensures a sense of presence or the feeling seen really in the depicted world5 Imersi merupakan keadaan dimana pengguna berada di sebuah lingkungan yang berupaya untuk meningkatkan perasaan ruang atau perasaan seperti berada di keadaan nyata. Virtual presence dapat dikategorikan menjadi physical (sensory) dan mental presence. a. Physical (sensory) Virtual Presence Kehadiran virtual secara fisik mendefinisikan virtual reality dan sekaligus membedakannya dari media lain. Kehadiran virtual secara fisik ini didapat dari memberikan pengguna sebuah lingkungan virtual dengan satu atau lebih sensor yang dapat merubah posisi pengguna dan gerakannya. Pada umumnya sistem virtual reality melakukan render lingkungan virtual melalui penglihatan, pendengaran, dan sentuhan. b. Mental Virtual Presence Tingkatan kemampuan kehadiran virtual secara mental tergantung pada tujuan yang ingin dicapai melalui virtual reality. Jika virtual reality digunakan dengan tujuan hiburan, maka diperlukan kehadiran virtual secara mental dengan tingkat tinggi. Bagaimanapun, kehadiran virtual secara mental kadang tidak begitu dibutuhkan. Tidak adanya kehadiran virtual secara mental tidak mendiskualifikasi media dari menjadi virtual reality. 3. Sensory Feedback Umpan balik sensoris merupakan komponen krusial dari VR. Sistem VR memberikan umpan balik sensoris secara langsung melalui informasi visual. Sistem virtual reality memberikan umpan balik sensoris secara langsung kepada pengguna berdasarkan lokasi fisiknya.
5
Schuemie, MJ, van der Straaten P, Krijn M, van der Mast CAPG. Research on Presence in Virtual Reality: A Survey. Cyberpsychology and Behaviour 2001; 4(2):183-202.
6
4. Interactivity Interaktivitas adalah salah satu fitur media baru yang paling banyak dibicarakan, mendapat tempat khusus di internet. Seperti halnya berbagai istilah dalam dunia cyber baru, kadang sulit memahami arti sebenarnya dari kata itu. Satu masalah dalam mendefinisikan istilah interaktivitas adalah bahwa ia dipakai minimal dalam dua makna berbeda. Orang-orang dengan latar belakang ilmu komputer cenderung memaknainya sebagai interaksi pengguna dengan komputer, sebagaimana permainan-permainan interaktif. Definisi semacam itu menyebutkan bahwa interaktivitas berarti kemampuan pengguna untuk berkomunikasi secara langsung dengan komputer dan memiliki dampak pada pesan apapun yang sedang dibuat. Para sarjana komunikasi cenderung berpikir bahwa interaktivitas merupakan komunikasi antara dua manusia. William, Rice, dan Rogers (1988) mendefinisikan interaktivitas sebagai tingkatan dimana pada proses komunikasi para partisipan memiliki kontrol terhadap peran dan dapat bertukar peran dalam dialog mutual mereka. Satu penelitian yang dilakukan oleh McMillan dan Downes (1998) mengidentifikasi bahwa ada 6 dimensi interaktivitas, yaitu: 1. persuasi – menginformasikan 2. kontrol lemah – kontrol tinggi 3. aktivitas rendah – aktivitas tinggi 4. satu arah – dua arah 5. waktu tertentu – waktu fleksibel 6. kesadaran rendah terhadap tempat – kesadaran tinggi terhadap tempat
7
The concept of interactivity has been variously defined from different perspectives. The first view is that of characteristics of the medium of a website (Jensen, 1998; Lombard and Snyder-Dutch, 2001; McMillan, 2000; Sohn et al., 2003). Definitions that focus on features seek to identify either general characteristics like two-way communication or specific characteristics of websites such as search engines (McMillan and Hwang, 2002). The second approach defines interactivity focusing on process 2320(Ha and James, 1998; Heeter, 2000; Miles, 1992; Pavlik, 1998; Rafaeli, 1988). From the process perspective, definitions focus on activities such as interchange and responsiveness (McMillan and Hwang, 2002). Lee (2000) proposed that interactivity should not be measured by analyzing processes or by counting features. This is the last approach that defines interactivity as a users’ subjective perception (Sohn et al., 2003; Wu, 1999; Wu, 2000). Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksiinteraksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.6 William, Rice dan Rogers dalam Jancowski dan Hanssen (1996, p. 61) mendefinisikan interaktivitas sebagai derajat di mana partisipan dalam proses komunikasi memiliki kontrol, dan dapat bertukar peran dalam mutual discourse. Dengan menggunakan konsep mutual discourse, pertukaran, kontrol dan partisipan tersebut dapat dibedakan tiga level interaktivitas, yaitu: 1. Percakapan tatap muka dengan derajat interaktvitas tertinggi; (user to user) 2. Interaktivitas yang dimungkinkan antara orang dengan medium, atau orang dengan sistem di mana isi dapat dimanipulasi (misalnya videotex); (user to system) 3. Interaktivitas yang diperoleh dalam sistem informasi yang tak memungkinkan adanya intervensi dari pengguna untuk merubah konten (misalnya teletext). (user to document) Louise Ha dan James (1998) menyatakan bahwa aspek interaktifitas terbagi menjadi 5, yaitu : a. Daya Hibur (Playfulness) b. Pilihan (Choice) c. Daya Sambung (Connectedness) d. Koleksi Informasi (Information collection) 6
http://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi
8
e. Komunikasi timbal balik (Reciprocal communication)
1. daya hibur - game dan kuis-kuis yang dapat diikuti partsipan 2. pilihan - memberikan alternatif pada pengguna, termasuk alternatif untuk mengakhiri komunikasi setiap saat 3. daya sambung - memberikan sebuah situs yang lengkap yang melibatkan pengguna (daya sambung ini juga dapat tercipta terus melalui kunjungan berulang ke situs yang ada) 4. koleksi informasi - kumpulan demografik, psikografis pengguna, dan kadang-kadang karakteristik personal oleh website (pengguna dapat mengontrolnya dengan tidak memberikan informasi atau dengan memblokir pemakaian cookies - informasi yang dapat dikumpulkan dari para pengguna komputer ketika mereka mengakses situs) 5. komunikasi timbal balik - komunikasi dua arah, disediakan pada berbagai website oleh email mail-tos, yang di dalamnya para pengunjung situs dapat memasukkan data, dan sebagainya
2.2 Sejarah Perkembangan VR 2.2.1
Sejarah Awal Virtual Reality Pada tahun 1966, Ivan Sutherland menemukan Head Mounted Display yang merupakan
jendela ke dunia virtual. Seorang ilmuwan bernama Myron Krueger (1975) menemukan Videoplace yang memungkinkan penggunanya dapat berinteraksi dengan objek virtual untuk pertama kalinya. Jaron Lanier (1989) memperkenalkan Virtual Reality dan menciptakan bisnis komersial pertama kali di dunia maya. LB Rosenberg (1992) mengembangkan Augmented Reality untuk melakukan perbaikan pada pesawat boeing dan mengembangkan salah satu fungsi sistem AR yang disebut Virtual Fixtures, yang digunakan di Angkatan Udara AS Armstrong Labs dan menunjukan manfaatnya pada manusia. Steven Feiner, Blair Maclntyre dan dorée Seligmann(1992) memperkenalkan untuk pertama kalinya Major Paper untuk
9
perkembangan Prototype AR. Hirokazu Kato (1999) mengembangkan ArToolkit di HITLab dan didemonstrasikan di SIGGRAPH. Bruce.H.Thomas (2000) mengembangkan ARQuake sebuah Mobile Game AR yang ditunjukan di International Symposium on Wearable Computers. Pada tahun 2008 Wikitude AR Travel Guide, memperkenalkan Android G1 Telephone yang berteknologi
AR.
Saqoosha
(2009)
memperkenalkan
FLARToolkit
yang
merupakan
perkembangan dari ArToolkit. FLARToolkit memungkinkan kita memasang teknologi AR di sebuah website, karena output yang dihasilkan berbentuk Flash. Wikitude Drive (2009) meluncurkan sistem navigasi berteknologi AR di
Platform Android. Tahun 2010 Acrossair
menggunakan teknologi AR pada I-Phone 3GS. Bidang-bidang lain juga menerapkan teknologi augmented reality di bidang Kedokteran (Medical) menerapkan augmented reality pada visualisasi penelitian 3 teknologi pencitraan yang sangat dibutuhkan untuk simulasi operasi, dan simulasi pembuatan vaksin virus. Militer juga telah menerapkan augmented reality pada latihan tempur mereka. Sebagai contoh, militer menggunakan augmented reality untuk membuat sebuah permainan perang, dimana prajurit akan masuk kedalam dunia game tersebut, dan seolah-olah seperti melakukan perang sesungguhnya.
10
2.3 Aplikasi VR 2.3.1
Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality
Berikut perbandingan antara Virtual Reality dan Augmented Reality : Tabel 2. 1. Tabel Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality Sumber : Analisis Penulis
Kajian
Virtual Reality
Augmented Reality
Terminologi pemunculan gambar-gambar tiga teknologi dimensi
yang
di
komputer,
yang
dengan
bantuan
peralatan
bangkitkan maya
terlihat
yang
dua
menggabungkan
dimensi
dan
benda
ataupun tiga
nyata dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata
sejumlah tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-
tertentu.
Ciri benda maya tersebut dalam waktu nyata
terpentingnya
adalah
dengan (real time).
menggunakan
perangkat
yang
dirancang untuk tujuan tertentu, teknologi ini mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya (VE) tersebut terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata. Tools
a. Joysticks / gamepad b. Force balls/tracking balls c. Controller wands d. Data gloves e. Voice recognition f. Motion trackers/bodysuits g. Treadmills Membutuhkan
alat
memanipulasi
indra
Membutuhkan real-time input device (misal kamera) untuk mengakuisisi citra dalam mewujudkan “reality” tersebut. Input dapat berupa apa saja, contoh marker, gambar 2D, gambar 3D, sensor
untuk wifi, sensor gerakan, GPS, dan sensormanusia sensor yang lain.
11
seperti
HMD
(head
mounted output
berupa
HMD,
monitor,
seperti
display) untuk mata, headphone monitor TV, LCD, monitor ponsel, dll untuk pendengaran, dan joystick untuk bergerak. Metode
Aplikasi
12
Kajian
Virtual Reality
Augmented Reality
Posisi
Dalam Augmented reality, yang lebih dekat ke sisi kiri atau mendekati arah
dalam
lingkungan nyata, memanipulasi lingkungan nyata, yaitu lingkungan bersifat nyata
lingkungan dan ditambahkan benda bersifat maya. Sementara dalam virtual reality, yang lebih dekat ke sisi kanan atau mendekati kea rah lingkungan maya, lingkungan bersifat maya dan benda bersifat nyata, memanipulasi benda nyata ke dalam lingkungan virtual. AR dan VR dapat digabungkan menjadi mixed reality.
Komponen • penentu
Depth
of
information,
merupakan Kemampuan
banyaknya dan kualitas data yang penentu ditansfer
demi
lingkungan
VR,
dalam
menjadi
keberhasilan
menciptakan penyampaian informasi kepada user. seperti
resolusi, Disamping
ketajaman gambar. •
hardware
mendapatkan
itu
tidak kestabilan
mudahnya marker
Breadth of information, yaitu seberapa sehingga visual hanya didapat pada besar indera pengguna dimanipulasi, sudut tertentu saja. yang
biasanya
terbatas
pada
penglihatan dan pendengaran. Namun saat ini sedang dikembangkan VR yang
bisa
memanipulasi
indera
sentuhan dan pembau.
13
2.3.2
Elemen Virtual Reality Saat berada dalam lingkungan virtual, pengguna akan merasa melebur seolah menyatu
dengan dunianya, dan bisa berinteraksi dengan objek-objek yang ada di sana. Hal ini disebut dengan telepresence.
Gambar 2. 2. Dua Model Media Komunikasi Sumber : (after Krueger, 1991, p. 37)
Media komunikasi adalah perantara yang digunakan dalam penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikate yang bertujuan untuk efisiensi penyebaran informasi atau pesan tersebut. Banyak cara dan media yang digunakan dalam presentasi arsitektur, presentasi arsitektur cenderung menggunakan media berupa gambar dan model. Ketika presentasi, penyampaian informasi tidak hanya melalui bahasa verbal namun juga non verbal. Gambar dan model sebagai media juga dapat menyampaikan informasi secara tidak langsung.
14
Faktor dalam media komunikasi menurut Steuer (1993) : 1.
Presence (Natural perception)
Presence merupakan pengalaman keberadaan seseorang terhadap lingkungan, Gibson (1986) dalam Steuer (1993) menjelaskan bahwa presence mengarah pada persepsi seseorang terhadap apa yang berada disekitarnya dan dikontrol melalui proses mental. 2.
Telepresence (mediated perception)
Telepresence diartikan sebagai pengalaman keberadaan seseorang terhadap lingkungan melalui sebuah media. Penggunaan istilah telepresence digunakan untuk jenis komunikasi yang menggunakan media dalam tujuannya menghadirkan persepsi. Steuer (1993) menjelaskan dua indikator utama dalam menjabarkan komunikasi melalui media dalam kaitannya terhadap telepresence :
Diagram 2. 1. Indikator dalam Telepresence Sumber : Steuer (Defining Virtual Reality: Dimensions Determining Telepresence, 1993)
15
1. Vividness Vividness merupakan salah satu indikator dari sebuah media yang dapat meningkatkan persepsi (telepresence). Vividness berarti kualitas representasional dari lingkungan yang termediasi diurai dari fitur formalnya, dimana lingkungan tersebut memberikan informasi melalui indra. Vividness means the representational richness of a mediated environment as defined by its formal features, that is, the way in which an environment presents information to the senses. (Steuer, 1993) Menurut Jonathan Stauer, ada dua komponen dalam perasaan telepresence atau “melebur” ini, yang disebut: a. Depth of information, merupakan banyaknya dan kualitas data yang ditansfer demi menciptakan lingkungan VR, seperti resolusi, ketajaman gambar. b. Breadth of information, yaitu seberapa besar indera pengguna dimanipulasi, yang biasanya terbatas pada penglihatan dan pendengaran. Namun saat ini sedang dikembangkan VR yang bisa memanipulasi indera sentuhan dan pembau. 2. Interactivity Interaktifitas didefinisikan sebagai penjelasan tentang pada bagian mana pengguna dapat berpartisipasi untuk merubah bentuk dan isi dari sebuah media. Interaktifitas yang dimaksud adalah stimulus-driven variable, artinya dipengaruhi oleh struktur sebuah media. Tiga faktor yang berkontribusi kepada interaktifitas : a. Speed of interaction, or response time kecepatan, yang mengacu pada tingkat di mana input dapat berasimilasi dengan lingkungan termediasi;
16
b. Range Kisaran, yang mengacu pada jumlah kemungkinan tindakan pada waktu tertentu; c. Mapping pemetaan, yang mengacu pada kemampuan sistem untuk memetakan kontrol untuk perubahan lingkungan yang termediasi secara alami dan dapat diprediksi. 2.3.3
Alat alat VR Untuk memasuki Virtual Environment, pengguna mengenakan joystick, earphone, dan
kacamata khusus (HMD) yang terhubung dengan komputer dan sistem yang di dalamnya. Melalui cara ini, setidaknya tiga indera tubuh kita terkontrol oleh komputer.
Gambar 2. 3. Contoh alat yang digunakan ki-ka (HMD, glove) Sumber : Browsing
Beberapa menggunakan perangkat input yang paling umum adalah: a. Joysticks / gamepad b. Force balls/tracking balls c. Controller wands d. Data gloves e. Voice recognition f.
Motion trackers/bodysuits
g. Treadmills
17
2.3.4
Konsep dan Pengembangan Virtual Reality. Istilah Realitas maya tidak pasti asalnya. Pengembang realitas maya, Jaron Lanier
mengakui bahwa ia menggunakan istilah itu pertama kali dan ada istilah yang terkait digunakan oleh Myron Krueger adalah “kenyataan tiruan“ telah digunakan sejak 1970. Virtual Reality sering digunakan untuk menggambarkan berbagai aplikasi, umumnya terkait dengan visual seperti 3D lingkungan. CAD dalam pengembangan perangkat lunak dan akselerasi perangkat keras grafik, seperti Head-Mounted Display (HMD), sarung tangan database dan miniaturisasi telah membantu mempopulerkan gagasan virtual reality. Dalam buku The Metaphysics of Virtual Reality, Michael R. Heim mengidentifikasi tujuh konsep pada Virtual Reality yaitu : a. Simulasi (simulation) b. Interaksi (interaction) c. Kepalsuan d. Imersi (immersion) e. Telepresen (telepresence) f.
Seluruh Tubuh Imersi (whole body immersion)
g. Jaringan Komunikasi (communication network)
Gambar 2. 4. Glove atau Data Sarung tangan Sumber : Browsing
18
Untuk memasuki Virtual Reality, pengguna mengenakan joystick atau sarung tangan khusus, earphone, dan kacamata khusus yang terhubung dengan komputer dan sistem yang di dalamnya. Melalui cara ini, setidaknya tiga indera tubuh kita terkontrol oleh komputer. Untuk hasil yang lebih baik, biasanya piranti Virtual Reality ini juga memonitor apa yang dilakukan user. Misalnya kacamata yang mengontrol pergerakkan bola mata pengguna dan meresponnya dengan mengirim masukkan video yang baru. Virtual Reality kadang digunakan untuk menyebut dunia virtual yang disajikan ke dalam komputer, seperti pada berbagai macam game permainan komputer yang kini marak perkembangannya, meskipun hanya berbasis representasi teks, suara dan grafis.
Gambar 2. 5. Head Mounted Display (HMD) Sumber : Browsing
Sekarang, istilah Virtual Reality mulai tergantikan dengan Virtual Environment oleh para ahli komputer. Konsepnya tetap sama, yaitu mensimulasikan lingkungan 3D yang bisa dijelajahi oleh pengguna seolah-olah benar-benar bisa dirasakan lewat panca indera. 2 (dua) syarat yang harus ada dalam VR (Virtual Reality) atau VE (Virtual Environment) adalah : a. Gambar atau grafis penglihatan 3D yang nyata menurut perspektif penglihatan pengguna. b. Kemampuan untuk mendeteksi gerakan-gerakan pengguna, seperti gerakan kepala dan arah bola mata, untuk menyesuaikan grafis yang dihasilkan supaya menyesuaikan perubahan dunia 3D atau virtual.
19
2.3.4.1 Simulasi Penerbangan dan Berkendara Simulasi penerbangan merupakan contoh aplikasi penggunaan teknologi Virtual Reality. Aplikasi ini memungkinkan pilot untuk berlatih terbang dengan aman dengan lingkungan yang terkontrol, sehingga dapat mengurangi dampak kesalahan dan kerusakan alat penerbangan. Simulator penerbangan muncul pada tahun 1950an dan simulator sederhana pada saat itu dapat dilakukan oleh satu orang melalui komputer. Begitu juga dengan simulator berkendara dikembangkan dengan tujuan yang sama, yaitu menciptakan pembelajaran berkendara yang aman dalam berbagai kondisi seperti hujan, bersalju, dan berlumpur atau bahkan mencoba kemampuan dari kendaraan baru. Dalam sebuah lingkungan virtual, sangat memungkinkan untuk mengubah fitur dari kendaraan baik estetika maupun fungsinya hingga nanti dibuat prototipenya. 2.3.4.2 Simulasi Operasi Simulasi penerbangan merupakan contoh tipikal dari virtual reality karena membutuhkan peralatan yang rumit pada kondisi nyatanya yang juga dapat berakibat fatal, namun kegiatan tersebut berlangsung antara manusia dengan mesin. Operasi memiliki kemiripan yaitu pada tingkat resikonya yaitu dapat menyebabkan kematian namun pada pasien. Berdasar pada simulasi penerbangan, simulasi operasi menyediakan sebuah lingkungan virtual dimana operasi dapat memunculkan fitur sentuh secara nyata untuk melatih prosedur operasi kepada pasien yang berbeda.7 Pasien virtual juga dapat diubah keadaannya sesuai dengan kasus operasi yang akan dikerjakan. Sehingga pengoperasi dapat melakukan latihan operasi dengan pasien virtual dengan kondisi pasien virtual yang mendekati pasien aslinya. Simulator operasi berkembang
7
Gallagher AG, Ritter EM, Champion H, Higgins G, Fried MP, Moses G, Smith D, Satava RM (2005)Virtual reality simulation for the operating room proficiency-based training as a paradigm shift in surgical skills training. Ann Surgery 241(2):364–372
20
pesat hingga muncul pemanfaatan robot, dimana proses operasi dapat dilakukan melalui fitur layar dan sentuh. 2.3.4.3 Desain dan Visualisasi Aplikasi Virtual Reality dapat digunakan untuk desain dan melakukan tes dengan mesin dan objek. Sejak aplikasi Virtual Reality tergolong mahal, penggunaan aplikasi ini ditujukan pada proyek berskala besar seperti pembangunan pembangkit listrik, roket, hingga pabrik berskala besar. Lingkungan virtual sangat kompleks karena membutuhkan kombinasi visual yang baik dan model atau objek yang detil. Abdelhameed (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Virtual reality merupakan media desain yang efektif dan menguntungkan menggunakan aplikasi Virtual Reality dalam fase desain sistem struktur karena virtual reality memfasilitasi reinterpretasi dan evaluasi mendadak. Virtual reality juga memberikan kemudahan desainer untuk mengolah antara desain dengan struktur. Visualisasi objek dengan aplikasi virtual reality tidak memiliki batasan konsep. Prosesnya pun dapat berbalik, yaitu objek pada dunia nyata dapat dimunculkan pada lingkungan virtual. Salah satu contohnya adalah bangunan terkenal yang dimunculkan pada lingkungan virtual.8 Pengguna dapat memasuki dunia virtual dan mengitari bangunan bersejarah tersebut, bermain dengan objek, serta belajar sejarah tanpa harus datang langsung. Lingkungan virtual dapat juga memiliki objek manusia secara virtual yang menjadi guide sejarah pada bangunan, memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengannya dan mendapatkan informasi tambahan. 2.3.4.4 Telepresence dan Teleoperation Telepresence diartikan sebagai pengalaman keberadaan seseorang terhadap lingkungan melalui sebuah media. Penggunaan istilah telepresence digunakan untuk jenis komunikasi yang
8
Anderson EF,McLoughlin L, Liarokapis F, Peters C, Petridis P, de Freitas S (2010) Developing serious games for cultural heritage: a state-of-the-art review. Virtual Reality 14:255–275
21
menggunakan media dalam tujuannya menghadirkan persepsi. Dimana pengguna dengan lingkungannya terpisah namun disatukan melalui sebuah medium. Teleoperation berbeda dengan telepresence, yaitu pengguna tidak berinteraksi dengan lingkungan yang terpisah, namun berinteraksi dengan mesin atau objek yang berbeda lokasi. Teleoperation utamanya dilakukan untuk mengoperasikan robot dengan jarak tertentu. Contoh yang paling simpel adalah robot yang digunakan untuk mengeksplorasi atau menjelajahi lingkungan yang terindikasi racun atau berbahaya seperti planet bulan, Mars, Bahkan lokasi – lokasi berbahaya di bumi. Robot tersebut memiliki kamera yang terpasang dan dapat dikontrol oleh operator dari tempat yang aman, bahkan hingga beribu kilometer jauhnya. Teknologi yang serupa juga digunakan untuk mengontrol robot militer dan pesawat tidak berawak. Robot dan pesawat tidak berawak tersebut biasanya memiliki beberapa tingkatan level autonomy, memungkinkan mereka untuk bereaksi pada permasalahan yang mereka hadapi. 2.3.4.5 Psychotherapy Virtual Reality dapat memicu munculnya Virtual Presence, yaitu sebuah perasaan keberadaan seseorang dari lingkungan virtual. Pengguna tersebut bereaksi dengan objek virtual selayaknya berinteraksi dengan objek nyata. Banyak pakar terapi menggunakan aplikasi Virtual Reality sebagai terapi phobia dan trauma akan objek maupun hewan. Ilmu psikologi mengatakan bahwa seseorang tidak akan kehilangan rasa takutnya sampai dia berada pada posisi itu, dengan kata lain mereka harus menghadapinya dalam upaya menghilangkan rasa takut. Semenjak melakukan atau memposisikan seseorang pada keadaan atau kondisi takutnya merupakan hal yang mahal, berbahaya, dan tidak mudah bahkan tidak mungkin seperti penyakit stress pasca perang, maka muncullah pemanfaatan aplikasi virtual reality ini sebagai fasilitas penyembuhan. Virtual Reality telah digunakan sebagai fasilitas
22
penyembuhan akan ketakutan terhadap ketinggian, laba – laba, terbang, tempat terbuka, dan berbicara di depan publik.
3 Virtual Reality dalam Arsitektur A physical model is another approach to architectural communication, but it is difficult to realize a 1:1 scale of representation with physical models. The rise of virtual reality changes everything, offering architects a virtual design environment. “Within this immersive design environment the creation of form in space becomes possible for the first time, without any intermediation. Like a magician, the architect’s gesture can raise walls, cut openings, and adjust the slope of roofs. Floors and stairs can be added and subtracted according to the reaction and judgment provoked by the perceptual impact. If the design is based on volumes, Boolean operations of addition or subtraction can be utilized, allowing the molding of virtual space similar to the creation of a sculpture by a molding and carving motion.”9
Penggalan paragraf diatas menjelaskan bahwa model fisik adalah sebuah bentuk pendekatan dalam komunikasi arsitektur, akan tetapi masih mengalami kesulitan yaitu pada fase membuat atau membangun dengan skala 1:1. Pemunculan virtual reality merubah segalanya, menawarkan arsitek cara untuk mendesain sebuah lingkungan secara virtual. Desain lingkungan virtual imersif ini memungkinkan untuk menciptakan bentuk dalam ruang bahkan untuk pertama kalinya tanpa ada intermdiasi. Seperti seorang pesulap, gesture atau gerakan seorang arsitek dapat menciptakan dinding, melubangi, dan menentukan kemiringan atap. Lantai dan tangga dapat ditambahkan dan dikurangi sesuai dengan reaksi dan keinginan. Jika desain berbasis pada volume, kegiatan Boolean seperti menambah atau mengurangi volume benda pun dapat dilakukan.
9
Daniela Bertol, 1997, “Designing Digital Space: An Architect’s Guide to Virtual Reality”, John Wiley & Sons, INC. U.S, pp. 139.
23
3.1 Penelitian – penelitian yang menggunakan media Virtual Reality dalam Arsitektur No.
1.
Penulis
Judul
Fokus
Lokus
Software
(tujuan penelitian)
(objek penelitian)
(alat penelitian ) 3ds max
Razvan
(Architectural
Pengujian
Analisis
Neagu
Experience and
visualisasi
hardware dan
Motion: a Design
arsitektur, diukur
software sebagai
Tool Based on
dari feedback yang
studi
Simulation and
didapat
implementasi
Immersing
visualisasi desain
Technologies,
arsitektur
Responden
Metode
Mahasiswa
Eksperimen
arsitektur
dan kuesioner
1993) 2.
Allison M dan
(Developing
Pengembangan
Lingkungan
R.A Stamides
Architectural
visualisasi dalam
virtual dan
Visualization using
kajian pengalaman
skenario dibuat
Virtual
ruang
untuk menguji
Environment,
menggunakan
pengalaman
1996)
lingkungan virtual
user.
3ds max
Arsitek dan
Eksperimen
pengguna
dan kuesioner
24
3.
Hao Wu
(Virtual Reality -
Membandingkan
The church of
sketchup dan
28
Eksperimen
Improving The
persepsi ketepatan
light
EON
mahasiswa
dan
Fidelity Of
ukuran objek
arsitektur
kuesioner
Architectural
melalui media dijital
Simulasi
Visualization, 2006) 4.
Dirk Donath
(Using Immersive
Mengkaji Virtual
100 desain
PlaneDesign
100
dan Holger
Virtual Reality For
reality sebagai
mahasiswa
dan Voxdesain
mahasiswa
Regenbrecht
Spatial Design In
media digital dalam
Architecture, 1999)
merasakan ruang 1
arsitektur
:1 5.
Marc A.
(Spatial
menguji persepsi
membandingkan
Schnabel dan
Understanding in
dan pemahaman
rekonstruksi
Thomas Kvan
Immersive Virtual
arsitek akan volume
bentuk
Environments,
benda
sederhana
2004)
3ds max
Kalangan
Simulasi
arsitektur
dan survey
secara 2 dimensi dan 3 dimensi secara virtual.
25
6.
Lei Sun
(Differences in
Kemampuan
Tomohiro
Spatial
Fukuda
Desain kawasan
3ds max
24
Eksperimen
memahami ruang
mahasiswa
dan
Understanding
melalui objek fisik
arsitektur
kuesioner
Toshiki
Between Physical
dan objek dijital
Tokuhara
and Virtual Models,
Nobuyoshi
2013)
Yabuki
26
3.1.1
Penelitian Razvan Neagu
Tabel 3. 1. Kajian Deskriptif Penelitian Razvan Neagu Sumber : Analisis penulis
Judul
Penulis
Fokus
Metode
Kesimpulan
(Architectural
Razvan
Pengujian
Simulasi
Experience and Motion:
Neagu
visualisasi
dan
berkembang
survey
mendorong
yang
a Design Tool Based on
arsitektur,
Simulation
dari feedback yang
simulasi ruang dalam
didapat
arsitektur
and
Immersing
diukur
Teknologi
Technologies, 1993)
kemajuan
untuk
pengguna lebih dapat merasakan pengalaman ruang (immerse).
Jenis MSc in architecture, Thesis at MIT. 1993 Latar Belakang Visualisasi
Lokus
merupakan
aspek Analisis
hardware
penting dari desain arsitektural. dan Fenomena teknologi menunjang
software
perkembangan sebagai multimedia arsitektur
pengalaman ruang.
studi
semakin implementasi dari
segi visualisasi
desain
arsitektur
27
3.1.2
Penelitian Allison M dan R.A Stamides Tabel 3. 2. Kajian Deskriptif Penelitian Allison M dan R. A. Stamides Sumber : Analisis penulis
Judul
Penulis
Developing
Allison
Architectural
dan
Visualization Using
Fokus
Metode
Kesimpulan
M Pengembangan
Simulasi,
Dari
R.A visualisasi dalam
3 sudut
presentasi
yang
pandang dan
dilakukan,
non
Stamides
Virtual Environment.
arsitektur menggunakan
studi
cara
cara presentasi desainer
lingkungan virtual
lebih
sebagai studi
mudah memahami
Jenis
yang diujikan
presentasi
MSc in architecture, Thesis at MIT.
kepada
1996
responder
Latar Belakang
untuk
Lokus
kemudian
Seorang desainer telah dibekali Lingkungan kemampuan untuk menterjemahkan virtual gambar
2d
menjadi
3d
dalam scenario
bayangannya namun tidak dengan untuk user.
Teknologi
VR
dan dibuat
menggunakan lingkungan
virtual
daripada gambar 2 dimensi
dimintai tanggapan.
menguji
diantisipasi pengalaman user.
sebagai salah satu alternatif efektif dalam presentasi arsitektur yang dapat
menambah
keberhasilan
komunikasi desainer dengan user, sehingga
dapat
mengurangi
kesalahan yang mungkin terjadi.
28
3.1.3
Penelitian Hao Wu Tabel 3. 3. Kajian Kajian Deskriptif Penelitian Hao Wu Sumber : Analisis penulis
Judul
Penulis
Fokus
Metode
Kesimpulan
Virtual Reality - Hao
Ketepatan ukuran Metode
Improving
dalam visualisasi komparasi
bahwa
arsitektur
dengan
mendukung
Architectureal
responden,
desain
Visualization
menggunakan
mendapatkan
The Wu
Fidelity
Of B.Arch
simulasi
Jenis
survey Hao
melalui lebih
Wu
mengatakan
software
visualisasi
lebih
tinggi
Master of Science Thesis
software sketchup respondernya,
dari
dan eon
Texas
Tech
Latar Belakang
arsitektur
yang
Lokus
dalam menguji yang
virtual
respon dari namun pula
kasus,
pertama
melalui
karya
desain
penulis
lebih terkini dan
waktu yang lebih banyak dalam
sarat environment
dengan ketepatan ukuran, dengan dua studi material, skala
itu
baik,
membutuhkan perangkat
University, 2006.
Visualisasi
seiring
yang
menyelesaikan
model (VE).
pada semester 3 dan church of the light karya Tadao Ando
29
3.1.4
Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht Tabel 3. 4. Kajian Deskriptif Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht Sumber : Analisa Penulis
Judul
Penulis
Fokus
Metode
Using Immersive
Dirk
Donath Pembelajaran Simulasi
Virtual Reality
dan
Holger pattern
Systems For
Regenbrecht
penggunaan media
menggunakan 2 virtual
language
software
Spatial Design In
pada
Architecture.
virtual
dan
dengan
yang
Jenis
Kesimpulan
sebagai salah satu
ruang (PlaneDesign
cara
dapat ruang arsitektur dan mendapatkan
desain 3 dimensi, respon timbal balik
media digital
kemudian
dari
mengumpulkan
secara langsung.
Lokus
orang informasi
dari
arsitektur, dimana sebelumnya telah siswa
kuesioner
dan
ada
komunikasi
pembelajaran tentang desain ruang 100
pembelajaran
di arsitektur
Bauhaus University Weimar, namun mendesain program
tersebut
desain
sebagai
Latar Belakang
program
pembelajaran
Voxdesain) tentang
Penelitian dari Bauhaus University Virtual reality menciptakan Weimar, 1999.
reality
pengguna
verbal
memiliki kemudian
kekurangan terhadap pemahaman merasakan dalam ruang.
merasakan
pengalaman ruang dengan skala
1:1
secara virtual
30
3.1.5
Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan Tabel 3. 5. Kajian Deskriptif Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan Sumber : Analisis Penulis
Judul
Penulis
Spatial
Marc
Fokus
Metode
A. menguji
Simulasi dan survey
Understanding Schnabel persepsi in Immersive Virtual Environments
Virtual
reality
meningkatkan
dan
pemahaman
pemahaman
Thomas
arsitek
akan
rekonstruksi bentuk
Kvan
volume
benda
sederhana secara 3
dengan bantuan
Jenis Penelitian
dan
Kesimpulan
akan
dimensi.
The immersive
dari
University of Hong Kong, virtual environment
Hong Kong, China Latar Belakang
Lokus
Pemahaman yang masih membandingkan kurang
tentang
benda
sederhana
arsitek
volume rekonstruksi oleh bentuk sederhana secara
2
dimensi dan 3 dimensi secara virtual.
31
3.1.6
Penelitian Lei Sun et al Tabel 3. 6. Kajian Deskriptif Penelitian Lei Sun et al Sumber : Analisis Penulis
Judul
Penulis
(Differences in Lei Sun, Spatial
Tomohiro
Physical and Virtual Models, 2013)
Metode
Kemampuan
Simulasi dan survey
Kesimpulan Hasil
analisis
memahami
menunjukkan bahwa
volume
objek
model
fisik
Toshiki
melalui
objek
memudahkan
dan
Tokuhara,
fisik dan objek
Understanding Fukuda, Between
Fokus
lebih akurat dalam
Nobuyoshi dijital
memahami
Yabuki
bangunan
tinggi
dibandingkan
Jenis
dengan Latar Belakang
Mahasiswa
untuk
mampu arsitek
mengidentifikasi
ukuran sedang
dan volume sebuah benda.
virtual
Lokus
Kalangan Arsitek dituntut 24
model
yang belajar
ukuran
dan
ketinggian benda
32
Daftar Pustaka Abdelhameed, W. A. (2013). Virtual Reality Use in Architectural Design Studios: A case of studying structure and construction. International Conference on Virtual and Augmented Reality in Education. Donath, D., & Regenbrecht, H. (1999). Using Immersive Virtual Reality For Spatial Design In Architecture. Research, Bauhaus University, Department of Architecture, Weimar. Fafrin. (2013). Persepsi Masyarakat Terhadap Hasil Simulasi Program Dialux dan 3Ds Max Dalam Memproduksi Cahaya Studi Kasus Galeri Furniture D-Bodhi. MSc Thesis, Universitas Atma Jaya, Magister Teknik Arsitektur, Yogyakarta. Gross, M. (1985). Design as exploring constraints. Cambridge: MIT. Ha, L., & James, L. (1998). Interactivity Re-Examined: A Baseline Analysis of Early Business Web. Journal of Broadcasting and Electronic Media. Hubers, J. (2007). COLlaborative Architectural Design. PhD Thesis, Delft University of Technology, Faculty of Architecture, Netherlands. Jankowski, N., & Hanssen, L. (1996). Interactivity from perspective of communication studies, the contour of multimedia. Khairi, Z. (2012). Efektivitas Media maket Sebagai Representasi Karya Perancangan Arsitektur di Era Digital. Jakarta: Universitas Indonesia. M, A., & Stamides, R. (1996). Developing Architectural Visualization using Virtual Environment. MSc Thesis, Massachusetts Institute of Technology, Department of Architecture. Mihelj, M., Novak, D., & Beguš, S. (2014). Virtual Reality Technology and Applications (Vol. 68). (S. G. Tzafestas, Ed.) New York, London: Springer. Neagu, R. (1993). Architectural Experience and Motion: a Design Tool Based on Simulation and Immersing Technologies. Massachusetts Institute of Technology, Department of Architecture.
33
Schnabel, M. A., & Kvan, T. (2004). Spatial Understanding in Immersive Virtual Environments. International Journal of Architectural Computing, 01(04). Steuer, J. (1993). Defining Virtual Reality: Dimensions Determining Telepresence. Social Responses to Communication Technologies(104). Sun, L., Fukuda, T., Tokuhara, T., & Yabuki, N. (2013, November). Differences in Spatial Understanding Between Physical and Virtual Models. Frointiers of Architectural Research (2014) 3, 28-35. Wu, H. (2006). Virtual Reality - Improving The Fidelity Of Architectural Visualization. MSc Thesis, Texas Tech University, Texas.
34