MAKALAH SISTEM PEMBAYARAN INA CBGS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Kesehatan Dosen pengampu : dr. Intan Zainafree, MH.Kes
1.
Disusun Oleh: Ayu Aulia Septiani
(6411411090)
2.
Oktaviyani
(6411411104)
3.
Diah Ayu Latifah
(6411411119)
4.
Nila Alfiyatul M.
(6411411139)
5.
Ulfa Royanah
(6411411166)
6.
Arin Luhur Prastika
(6411411173)
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014 BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
berbagai upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tujuan dari penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan sesuai peruntukannya untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu Fee for Service (Out of Pocket) dan Health Insurance. Sistem Fee for Service (Out of Pocket) secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yangdiberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Sedangkan sistem Health Insurance diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan sistem Diagnose Related Group (DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan sistem kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yangdialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit.
Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PKK. INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Dalam persiapan penggunaan INA CBG dilakukan pembuatan software entry data dan migrasi data, serta membuat surat edaran mengenai implementasi INA-CBGs. Sistem yang baru ini dijalankan dengan meng-gunakan grouper dari United Nation University Internasional Institute for Global Health (UNU - IIGH). Universal Grouper artinya sudah mencakup seluruh jenis perawatan pasien. Sistem ini bersifat dinamis yang artinya total jumlah CBGs bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan sebuah negara. Selain itu, sistem ini bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam pengkodean diagnosa dan prosedur dengan sistem klasifikasi penyakit baru. Pengelompokan ini dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang terdiri dari 14.500 kode diagnosa (ICD – 10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD – 9 CM). Mengombinasikan ribuan kode diagnosa dan prosedur tersebut, tidak mungkin dilakukan secara manual. Untuk itu diperlukan sebuah perangkat lunak yang disebut grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam banyak kelompok atau group yang terdiri dari 23 MDC (Major Diagnostic Category), terdiri pula dari 1077 kode INA DRG yang terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode untuk rawat jalan. 1.2.
Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan INA CBGs ? b. Bagaiman sejarah INA CBGs di Indonesia? c. Bagaimana penerapan INA CBG di Indonesia ? d. Bagaimana sistem coding dalam INA CBG ? e. Apa saja kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan INA CBG ?
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sistem Pembayaran INA CBGs Sistem pembayaran INA CBG (Indonesia Case Base Groups) merupakan salah satu sistem pembayaran prospektif. Sistem pembayaran prospektif merupakan sistem pembayaran dimana besaran biayanya sudah ditetapkan dari awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Sistem Casemix INA CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien2 dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah rumah sakit diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama. INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Sistem yang dijalankan dalam INA CBG menggunakan sistem casemix dari UNU-IIGH (The United Nations UniversityInternational Institute for Global Health). Dalam pembayaran menggunakan CBG's, baik Rumah Sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG. Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh
pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya. 2.2 Sejarah Sistem Pembayaran INA CBGs 2.2.1
Sejarah INA CBGs di Indonesia Pada awal mulanya, sistem pembayaran di Indonesia menggunakan sistem Fee
For Service, dimana pasien yang melakukan perawatan di pelayanan di rumah sakit harus membayar secara out of pocket dengan besaran tarif yang berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain, walaupun hasil diagnosis dan pelayanan yang didapatkan pasien sama. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya standar baku yang berlaku secara nasional untuk menghitung dan mengevaluasi pelayanan medis yang harus dikenakan pada masyarakat, sehingga banyak institusi pelayanan medis yang mengambil jalan pintas dengan menentukan tarif pelayanan medis secara sembarangan. Ketiadaan standar ini memang sangat merugikan konsumen jasa pelayanan kesehatan, terlebih lagi bagi golongan masyarakat miskin. Dibutuhkan sebuah solusi yang dapat menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai, terjangkau, dan dapat dijadikan sebagai sebuah standar tarif nasional. Sehingga pada saat itu Indonesia menerapkan sistem pembayaran INA DRG (Indonesia Diagnosis Related Group). INA DRG merupakan variasi dari sistem casemix yang diterapkan di Amerika, sebuah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan berbasis kelompok penyakit yang homogen. Sistem ini mulai dikenalkan pada tahun 2005 melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1663/MENKES/SK/XII/2005 tentang ujicoba penerapan Sistem Diagnostic Related Group di 15 Rumah Sakit di Indonesia. kemudian sistem INA DRG mulai diimplementasikan pada pembiayaan jaminan kesehatan masyarakat 2008 melalui SK Menkes nomor 125/MENKES/SK/II/2008. Kemudian penggunaan sistem INA DRG di Indonesia berakhir lisensinya pada tanggal 30 September 2010 dan digantikan dengan penggunaan sistem INA CBG.
Penggantian penggunaan INA DRG menjadi INA CBG dikarenakan ada beberapa kelemahan dai penggunaan sistem INA DRG diantaranya, (1) sistem INA DRG hanya mencakup kasus-kasus penyakit akut saja; (2) tarif tidak adekuat pada beberapa kasus seperti, kasus sub akut dan kronik, prosedur khusus, MRI (Magnetic Resonance Imaging), dan lain sebagainya. Pada masa transisi antara INA DRG dan INA CBG yakni pada tahun 2011, sistem yang digunakan masih menggunakan sistem costing yang sama dengan INA DRG. Namun pada tahun yang sama National Casemix Center Kementerian Kesehatan melihat ketidakcocokan tarif INA CBGs bagi rumah sakit, kemudian dilakukan evaluasi secara berkala dan menghasilkan tarif sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 tahun 2012 tentang Penetapan Tarif Rumah Sakit Berdasarkan Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs). Sampai tahun 2013, sistem INA CBG masih digunakan dalam klaim program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dan pada era Jaminan Kesehatan Nasional, sistem INA CBGs masih digunakan dengan terus dilakukan evaluasi tarif oleh NCC dan yang kemudian ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. 2.3
Manfaat Sistem Pembayaran INA CBGs Sistem Casemix INA CBGs merupakan suatu pengklasifikasian dari episode
perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBGs), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis. Dalam pembayaran menggunakan sistem INA CBGs, baik Rumah Sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan
kode DRG (Disease Related Group). Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuaikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya. Bukan hanya dari segi pembayaran, tentu masih banyak lagi manfaat dengan penggunaan sistem INA CBGs. Bagi pasien, adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan, dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay)pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan, dan mengurangi pemeriksaan serta penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien. Manfaat bagi Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya, dapat meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan Rumah Sakit, dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor dengan cara yang lebih objektif, perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat, dapat mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing klinisi, keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran, dan mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway. Kemudian manfaat bagi penyandang dana Pemerintah (provider) dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan, dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau, secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah, dan penghitungan tarif pelayanan lebih objektif serta berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.
2.4 2.4.1
Penerapan Sistem Pembayaran INA CBGs Di Indonesia Dasar Penerapan INA CBGs Di Indonesia penerapan sistem INA CBGs mempunyai dasar hukum, antara
lain: a. UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) b. UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran c. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan d. UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit e. SK Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.03.05/I/589/2011 Tentang Kelompok Kerja Centre for Casemix tahun 2011. 2.4.2
Tahap Implementasi dan pengembangan INA CBGs Implementasi sistem INA CBG dimulai pada Oktober 2010 yang dimulai
dengan menggunakan UNU Grouper. Setelah itu pada tahun 2011 mulailah disusun tarif INA CBG yang akan digunakan, dimana launching tarifnya sendiri dilaksanakan pada awal Januari 2013. Selama kurun waktu 2013 selalu dilakukan update tarif INACBGs dan persiapan JKN sampai pada awal Januari 2014 barulah implementasi INA CBG dalam program JKN diberlakukan.
Penyusunan tarif dalam sistem INA CBGs dilakukan oleh National Casemix Center (NCC) yang berada di bawah Kementerian Kesehatan dan dibantu oleh konsultan dari United Nations University (UNU) Malaysia. National Casemix Center (NCC) akan terus mengevaluasi tarif INA CBG, terutama dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014. Tarif yang berlaku merupakan tarif baru yang dimulai pada tanggal 01 Januari 2013 yaitu tarif pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas III rumah sakit yang berlaku untuk rumah sakit umum dan rumah sakit khusus milik Pemerintah dan Swasta yang bekerjasama dengan program Jamkesmas. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 Tahun 2012. Bahwa berdasarkan indeks harga konsumen yang dikeluarkan dari BPS, ada penetapan regionalisasi tarif. Untuk RS Umum dan Khusus kelas A, B Pendidikan, B Non-Pendidikan, C dan D dijabarkan pada empat regional, yaitu regional I daerah Jawa dan Bali, regional II daerah Sumatera, regional III untuk daerah Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dan regional IV daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dengan pertimbangan tertentu, setiap wilayah dapat menambahkan sesuai dengan kemampuan wilayahnya.
Tarif yang akan diberlakukan saat JKN sudah diprogramkan sejak dua tahun yang lalu dan bulan Juli 2013 harus sudah diproduksi tarif baru untuk tahun 2014. Perubahan tarif untuk JKN dilakukan mengingat ada konsekuensi biaya dari aktivitas yang dilakukan. Jadi harus sudah disiapkan tarif untuk JKN, salah satunya tujuh kelompok khusus dengan pembayaran terpisah. Kemudian tahun 2014 akan ada perubahan tarif baru yang akan dibuat oleh NCC dan ditetapkan oleh Kemenkes. Perubahan juga menyangkut pada data costing, jika yang sebelumnya data costing berasal dari 100 rumah sakit. Kemudian untuk persiapan JKN 2014, data costing rumah sakit Pemerintah dan Swasta diperluas menjadi 161 rumah sakit dari berbagai kelas dan wilayah. Dengan perbaikan ini, diharapkan tarif INA CBG akan lebih baik dari sisi metodologi maupun data yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Dari tahun ke tahun jumlah rumah sakit pengguna INA CBGs semaikn meningkat. Hal tersebut terlihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 (Jumlah RS pengguna INA CBGs) RS Swasta RS Pemerintah 2.5
Tahun 2009 310 635
Tahun 2012 426 718
Tahun2013 515 747
Alur Klaim dalam Sistem INA CBG Prinsip klaim dalam sistem INA CBGs antara lain bahwa koding harus
dilakukan oleh petugas ruangan (yang memberikan pelayanan) dan bagian rekam medis. Dimana koding tersebut kemudian diproses dalam grouping INA CBGs oleh koder. Apabila terjadi kesalahan koding, maka grouping juga akan mengalami kesalahan. Jika grouping mengalami kesalahan, maka akan terjadi kesalahan pula dalam proses klaim, dan rumah sakit dapat mengalami kerugian. Oleh karena itu proses koding harus dilakukan secara cermat. Klaim yang akan dilakukan harus dilengkapi dengan tanda tangan dokter dan nama terang dengan lengkap. Dan kemudian diproses ke dalam software INA CBGs, dimana pengisian harus benar-
benar
lengkap
sehingga
klaim
yang
dilakukan
akan
mendapatkan
uang
ganti/reimbursmet sesuai dengan diagnosa dan prosedur yang dilakukan rumah sakit kepada pasien. Besarnya pembayaran dalam INA CBGs ditentukan oleh: (1) Diagnosa Primer; (2) Diagnosa Sekumder; (3) Komplikasi; dan (4) Prosedur. Alur klaim dalam sistem INA CBGs secara singkat dapa digambarkan pada bagan 2.1.
Bagan 2.1. Alur Klaim INA CBGs di Rumah Sakit 2.6
Sistem Coding dalam Sistem INA CBGs Dalam pelaksanaan Case Mix INA CBGs, peran koding sangat menentukan,
dimana logic software yang digunakan untuk menetukan tarif adalah dengan pedoman ICD 10 untuk menentukan diagnois dan ICD 9 CM untuk tindakan atau prosedur. Besar kecilnya tarif yang muncul dalam software INA CBGs ditentukan
oleh Diagnosis dan Prosedur. Kesalahan penulisan diagnosis akan mempengaruhi tarif. Tarif bisa menjadi lebih besar atau lebih kecil. Diagnosis dalam kaidah CBGs, harus ditentukan diagnosa utama dan diagnosa penyerta. Diagnosa penyerta terdiri dari Komplikasi dan Komorbiditas. Diagnosis penyerta juga dapat mempengaruhi besar kecilnya tarif, karena akan mempengaruhi level severity (tingkat keparahan) yang diderita oleh pasien. Logikanya pasien yang dirawat terjadi komplikasi, maka akan mempengaruhi lama perawatan di rumah sakit. Jika lama perawatan bertambah lama dibanding tidak terjadi komplikasi, maka akan menambah jumlah pembiayaan dalam perawatan. Dalam logic software INA-CBGs penambahan tarif dari paket yang sebenarnya, jika terjadi level severity tingkat 2 dan level severity tingkat 3. Jika dalam akhir masa perawatan terjadi lebih dari satu diagnosis, koder harus bisa menetukan mana yang menjdi diagnosa utama maupun sekunder. Kode yang digunakan dalam INA CBGs terdiri dari 4 sub groups kode. Contoh kode INA CBGs seperti I-4-10-I, kode tersebut mengandung makna bahwa pasien terdiagnosa Infark Miocard Akut Ringan. a. Sub Grup ke 1 menunjukkan CMGs ( Casemix Main Groups). CMGs dalam INA CBGs terdiri dari 31 kode. Berikut ini beberapa contoh kode CMGs yang digunakan dala INA CBGs: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Casemix Main Groups (CMG) CMG Codes Central Nervous System Groups G Eye and Adnexa Groups H Ear, Nose, Mouth, & Throat Groups U Respiratory System Groups J Cardiovascular System Groups I Digestive System Groups K Hepatobiliary & Pancreatic System Groups B Musculoskeletal System & Connective Tissue M Groups Skin, Subcutaneous Tissue & Breast Groups L Endocrine System, Nutrition & Metabolisme E System
b. Sub Grup ke 2 menunjukkan tipe kasus, dimana tipe kasus yang ada dalam sistem INA CBGs terdiri dari 1- 9 group kasus dan group 10 akan muncul jika terjadi error. Secara rinci kode tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1.
Prosedur Rawat Inap
2.
Prosedur Besar Rawat Jalan
3.
Prosedur Signifikan Rawat Jalan
4. Rawat Inap Bukan Prosedur 5.
Rawat Jalan Bukan Prosedur
6. Rawat Inap Kebidanan 7.
Rawat Jalan Kebidanan
8. Rawat Inap Neonatal 9. Rawat Jalan Neonatal 10. Error c. Sub Group ke 3 menunjukkan spesifik CBGs (Kode CBGs). Kode INA CBGs terdiri dari 1077 kode yang terdiri dari 789 kode untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan. d. Sub Group ke 4 menunjukkan severity level (tingkat keparahan). Tingkat keparahan terdiri dari 3 level, Severity level 1 (ringan), Severity Level II (Sedang), dan Severity Level III (Berat). 2.7 Aplikasi Software INA CBGs Program INA-CBG’s merupakan program software keluaran kementrian kesehatan yang pada prinsipnya digunakan sebagai memasukan entry data base peserta jamkesmas atau jamkesda. Program ina cbg’s sudah mengalami beberapa pengembangan dilihat dari serikeluarannya, yang dalam hal ini kita memakai keluaran pengembangan terakhir yaitu versi 3.1. Program INA cbg’s berbasis web
browser sehingga dalam pengoperasiannya memakai webbrowser seperti Mozila Firefox.
Langkah-langkah pengoperasian Software INA CBGs 3.1 antara lain: 1. Menyiapkan surat atau berkas berkas syarat peserta 2. Membuka software INA Cbg 3.1 3. Pencarian pasien didasarkan pada NO.RM pada blangko monitoring kegiatan. 4. Blangko data base diisikan secara rinci seperti No.Rekam Medis dengan melihat blanko monitoring kegiatan rajal dan ranap. Kemudian untuk pengisian Nama Lengkap, Jenis Kelamin, dan Tanggal Lahir dengan melihat dari Foto Copy Kartu Keluarga. Kemudian simpan. 5. Setelah itu klik klaim grouping baru. 6. Setelah entry data sudah diisikan kemudian klik simpan. 7. Setelah disimpan dilanjutkan pengisian jenis diagnosa dengan melihat blangko monitoring rawat jalan dan rawat inap. 8. Kolom ICD-10 ditulis code diagnosis dengan melihat blangko monitoring rawat jalan dan rawatinap, Kemudian simpan atau jika ada diagnosa tambahan maka klik tambah dengan cara yang sama. 9. Kemudian simpan.
2.8
Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Pembayaran INA CBGs Dalam penguunaan sistem pembayaran INA CBGs terdapat kelebihan dan
kekurangan dalam penerapannya. Kelebihan dari penggunaan sistem pembayaran INA CBGs antara lain: a. Bagi provider - Pembayaran lebih adil sesuai dengan kompleksitas pelayanan - Proses klaim lebih cepat b.Bagi pasien - Kualitas pelayanan cukup baik - Dapat memilih provider dengan pelayanan terbaik c. Bagi pembayar - Terdapat pembagian risiko keuangan dengan provider - Biaya administrasi lebih rendah - Mendorong peningkatan sistem informasi Sedangkan kekurangan dari penggunaan sistem pembayaran INA CBGs antara lain: a. Provider - Kurang kualitas koding akan menyebabkan kurangnya besaran penggantian yang seharusnya dibayar b.Pasien - Pengurangan kuantitas pelayanan - Referral out c. Pembayaran - Memerlukan pemahaman implementasi konsep prospektif - Diperlukan monitoring pasca klaim
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related
Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs
menggantikan fungsi dari
aplikasi INA DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Dalam persiapan penggunaan INA CBG dilakukan pembuatan software entry data dan migrasi data, serta membuat surat edaran mengenai implementasi INA-CBGs. Sistem yang baru ini dijalankan dengan meng-gunakan grouper dari United Nation University Internasional Institute for Global Health (UNU - IIGH). Sistem Casemix INA CBGs merupakan suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. Penyusunan tarif dalam sistem INA CBGs dilakukan oleh National Casemix Center (NCC) yang berada di bawah Kementerian Kesehatan dan dibantu oleh konsultan dari United Nations University (UNU) Malaysia. National Casemix Center (NCC) akan terus mengevaluasi tarif INA CBG, terutama dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014. Diharapkan tarif INA CBG akan lebih baik dari sisi metodologi maupun data yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. 3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI, 2009, Sistem Kesehatan Nasional, Depkes RI, Jakarta. Bagian Hukormas Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013, Buletin BUK Mei 2013, Kemenkes RI, Jakarta. Wibowo B, Pelaksanaan INA-CBG dI RSUP Dr. Kariadi, RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Maghfirah I, Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia. http://www.scribd.com/doc/124740114/Sistem-Pembiayaan-Kesehatan-Indonesia Hastomo, Buku Panduan software ina cbg 3.1. http://www.scribd.com/doc/177137821/Buku-Panduan-software-ina-cbgs-3-1