Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA Widya Ningtiyas (21060111120024), Sukiswo, ST. MT. (196907141997021001) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Kode Pos 50275 Telp. (024) 7460053, 7460055 Fax. (024) 746055 Email :
[email protected] ABSTRAK – Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suatu teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik. Salah satu komponen perangkat DWDM yang digunakan oleh PT. Telkom adalah perangkat DWDM ZTE. DWDM ZTE ini dioperasikan sejak bulan Januari 2005 hingga saat ini. Kinerja perangkat tersebut sudah beberapa kali piranti software maupun hardware diupgrade dari tipe M900 ke M920 dan 318 ke 319-R.1, 319-R.2. Kapasitas pada perangkat DWDM ZTE ini adalah 40λ, dimana λ = 10 Ghz dan bekerja pada pita wavelength 1530 nm – 1565 nm (conventional band). Sehubungan pentingnya posisi Transport Jawa Backbone DWDM ZTE untuk layanan pelanggan, maka perlu dijaga kualitas dan kehandalannya. Dengan berpedoman pada metoda formulasi power kalkulasi. Kata Kunci : DWDM, Komponen DWDM, Power Kalkulasi
I. 1.1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu pelayanan yang tinggi, cepat, aman, dan mempunyai kapasitas yang besar dalam menyalurkan informasi. Dampak dari perkembangan teknologi digital adalah perubahan jaringan analog menjadi jaringan digital baik dalam sistem switching maupun dalam sistem transmisinya. Katerpaduan ini akan meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi yang dikirim, serta biaya operasi dan pemeliharaan lebih ekonomis. Teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) memberi terobosan baru dalam sistem transmisi serat optik dimana beberapa panjang gelombang dapat dibawa dalam sehelai serat optik. Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal dan domain optik dan memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan kapasitas transmisi yang besar dalam jaringan. Kemampuan ini diyakini akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin banyaknya jumlah panjang gelombang yang mampu untuk ditransmisikan dalam satu fiber. Dalam penerapannya tidak lepas dari perhitungan power kalkulasi, oleh karena itu dalam pembuatan laporan ini mendorong penulis untuk mengambil judul “Power Kalkulasi Perangkat DWDM ZTE Pada Jaringan Backbone Jawa Link Purwokerto – Yogyakarta”
1.2
Tujuan Tujuan dari Kerja Praktek di INFRATEL Area Semarang adalah : a. Mempelajari penerepan teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) b. Membandingkan antara teori dan praktek yaitu penerapan teori dan mengetahui relevansi materi teknik transmisi DWDM yang diberikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan c. Mengetahui cara mengitung power kalkulasi pada perangkat DWDM 1.3
Batasan Masalah Pada makalah ini pembahasan akan dibatasi pada hal-hal berikut ini : 1. Hanya dijelaskan secara singkat tentang Sistem Komunikasi Kabel Serat Optik. 2. Membahas perhitungan power kalkulasi menggunakan teknik DWDM yang diterapkan pada link Purwokerto – Yogyakarta. 3. Tidak membahas trafik pada ruas Purwokerto – Gombong – Purworejo – Yogyakarta. II. 2.1 2.1.1
DASAR TEORI Serat Optik Pengertian Serat Optik Fiber optic (Serat optik) adalah media saluran transmisi yang terbuat dari kaca yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya
1
dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara. Selain itu, serat optik mentransmisikan berkas cahaya yang ditandai dengan sebuah sinyal dengan memakai total internal reflection. Refleksi jenis ini terjadi pada berbagai media transparan yang memiliki indeks refraksi lebih tinggi dibandingkan media disekelilingnya. Sumber cahaya yang biasa digunakan adalah laser, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit, kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi dengan jarak tempuh sinar atau sinyal mencapai lebih dari 50 km tanpa memerlukan bantuan perangkat repeater (penguat sinyal).
ke ujung lainnya. Dengan adanya cladding ini cahaya dapat merambat dalam core serat optik. Cladding terbuat dari bahan yang sama dengan core dengan indeks bias yang lebih kecil dari core. Cladding merupakan sekubung dari core. Diameter cladding berkisar antara 5 μm – 250 μm. 3. Mantel (Coating) Coating merupakan bagian terluar dari suatu serat optik yang terbuat dari bahan plastik yang berfungsi untuk melindungi serat optik dari kerusakan, pada coating juga terdapat warna yang membedakan urutan core. 2.2
Teknologi WDM Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang gelombang (l) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat). WDM sistem dibagi menjadi 2 segmen, dense and coarse WDM. Sistem dengan lebih dari 8 panjang gelombang aktif per fiber dikenal sebagai Dense WDM (DWDM), sedangkan untuk panjang gelombang aktif diklasifikasikan sebagai Coarse WDM (CWDM). Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda pada spasi antar gelombang, jumlah kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik.
2.1.2
Struktur Serat Optik Serat optik merupakan kabel yang digunakan di PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk,. Kelebihan yang dimiliki serat optik, seperti tidak mudah korosi, redaman lebih kecil, dll. Pada setiap tube dapat berisi 2, 4, 6 atau lebih serat optik.
Gambar 2.1 Penampang Tube[7]
Setiap satu serat optik mempunyai struktur yang terdiri dari 3 bagian dasar, yaitu :
2.3 2.3.1
DWDM Pengertian DWDM Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suatu teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik.
Gambar 2.2 Struktur Kabel Serat Optik[3]
Keterangan : 1. Inti (Core) Bagian yang paling utama dinamakan bagian inti (core), dimana gelombang cahaya yang dikirimkan akan merambat dan mempunyai indeks bias lebih besar dari lapis kedua. Inti (core) terbuat dari bahan kuarsa atau silika berkualitas sangat tinggi yang berdiameter 2 μm – 125 μm. 2. Jaket (Cladding) Cladding berfungsi sebagai cermin yaitu memantulkan cahaya agar dapat merambat
2
Gambar 2.3 Prinsip dasar sistem DWDM[6]
Gambar 2.4 Ilustrasi multiplexing pada DWDM[11]
Teknologi DWDM adalah teknologi dengan memanfaatkan sistem SDH (Synchoronous Digital Hierarchy) yang sudah ada (solusi terintegrasi) dengan memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada. Menurut definisi, teknologi DWDM dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transport yang memiliki kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Artinya, apabila dalam satu fiber itu dipakai empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan awal dengan menggunakan teknologi SDH). Pada perkembangan selanjutnya, teknologi DWDM ini tidak saja dipergunakan pada jaringan utama (backbone), melainkan juga pada jaringan akses di kota-kota metropolitan di seluruh dunia, seperti halnya New York yang memiliki distrik bisnis yang terpusat. Alasan utama yang mendorong penggunaan DWDM pada jaringan akses ini tentu saja kemampuan sehelai serat optik yang sudah mampu mengakomodasikan puluhan bahkan ratusan panjang gelombang. Sehingga, setiap perusahaan penyewa dapat memiliki 'jaringan' masing-masing. Inti perbaikan yang dimiliki oleh teknologi DWDM terletak pada jenis filter, serat optik dan amplifier. Serat optik yang digunakan memiliki dispersi yang rendah, dimana karakteristik demikian sangat diperlukan mengingat dispersi secara langsung berkaitan dengan kapasitas transmisi suatu sistem.
Keluaran OMU ini merupakan masukan untuk perangkat selanjutnya yang biasanya berupa modul SEOBA (Smart Enhanced Optical Booster Amplifier). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan OMU, diantaranya adalah power 1 channel ( PS ), power channel dari lambda yang beroperasi ( Pn ), tipe perangkat OMU (N), nilai output power maksimal dari perangkat SEOBA yang dituju ( P max OBA), jumlah lambda yang beroperasi (n), serta power input OMU ( Pi OMU) yang merupakan keluaran dari SOTU ( Smart Optical Transponder Unit ) yang sudah ditetapkan sebesar -3 dBm. Langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui nilai OMU adalah menghitung nilai PS dengan menggunakan rumus : ( PS ) = ( P max SEOBA - 10 log N)…..(2.1) Di mana nilai P max SEOBA didapatkan dari pembacaan modul SEOBA yang dituju. Misalkan tipe perangkat OMU adalah 40 (N=40), channel yang beroperasi sebanyak 25, dan P max adalah 20 dBm. Maka PS = 20 dBm-10 log (40) sehingga didapatkan nilai PS
adalah 4 dBm.
Setelah didapat nilai PS kemudian hitung nilai Pn dengan rumus: ( Pn ) = ( PS +10 log n ) …..(2.2) Sehingga Pn = ( 4+10 log 25 ) = 17,9 dBm. Nilai Pn ini dicari terlebih dahulu dengan tujuan sebagai nilai acuan masukan untuk modul SEOBA. Setelah menghitung nilai Pn selanjutnya dapat dihitung ouput power dari OMU ( Pn OMU). Untuk menghitung output power dari OMU ( Pn OMU), dapat digunakan rumus : Pn OMU = Pi OMU +10 log (N) – Insertion Loss…..(2.3) Insertion Loss ( IL ) pada perhitungan DWDM fiber optik sudah ditetapkan yaitu sebesar 6 dB. Sehingga apabila Pi OMU = -3 dBm, N = 25,
2.3.2
Contoh Perhitungan Perangkat DWDM Beberapa contoh pembacaan dan perhitungan adalah sebagai berikut : 1. OMU40 ( Optical Multiplexer Unit (40) ) OMU ( Optical Multiplexer Unit ) merupakan perangkat yang dipasang pertama kali setelah SOTU yang digunakan untuk memutipleksikan channel yang digunakan.
3
dan Insertion Loss = 6 dB maka didapatkan Pn OMU sebesar 4,9 dBm.
digunakan ( Pn ) pada OMU yang bersesuaian dengan perangkat SEOBA. Nilai Pn OMU yang didapatkan ini digunakan sebagai acuan untuk menentukan nilai Pn SEOBA. Sehingga apabila diketahui Pn OMU = 17,9 dBm dan Gain = 25 dB maka akan didapatkan ( Pi SEOBA) = 17,9 – 25 = 7,1 dBm. Setelah didapatkan nilai ( Pi SEOBA) maka selanjutnya adalah melakukan adjustment antara input SEOBA ( Pi SEOBA) hasil perhitungan dengan output ideal OMU ( Pn OMU ), yang mana hasil adjustment ini akan digunakan untuk menentukan perlu tidaknya suatu jaringan dipasang attenuator atau ampifier. Dari hasil perhitungan didapatkan ( Pn OMU) sebesar 4,9 dBm dan ( Pi SEOBA) sebesar -7,1 dBm. Dari data tersebut dapat kita amati bahwa keluaran OMU yang nantinya akan menjadi masukan untuk SEOBA terlalu besar. Hal ini dapat kita lihat bahwa nilai ( Pn OMU) lebih besar dari ( Pi SEOBA) sehingga perlu dipasang suatu attenuator untuk menurunkan nilai ( Pn OMU) sehingga nilainya sama dengan ( Pi SEOBA). Untuk menentukan besarnya nilai attenuator yang perlu dipasang, maka dapat digunakan rumus : Attenuator = ( Pn OMU ) – ( Pi SEOBA ) …..(2.6) Apabila dari perhitungan didapatkan nilai ( Pn OMU ) = 4,9 dBm dan ( Pi SEOBA ) = -7,1 dBm, maka dapat kita hitung nilai attenuator yaitu ( 4,9 dBm – (–7,1 dBm ) sehingga didapatkan nilai 12 dB. 3. EONAD ( Enhanced Optical Amplifier ) EONAD ( Enhanced Optical Amplifier ) merupakan perangkat yang dipasang setelah SEOBA dan keluarannya akan menjadi masukan pada modul EONAD berikutnya.
Gambar 2.5 Modul OMUX DWDM[5]
2.
SEOBA ( Smart Enhanced Optical Booster Amplifier ) SEOBA ( Smart Enhanced Optical Booster Amplifier ) merupakan perangkat yang dipasang setelah OMU dan keluarannya akan menjadi masukan pada modul EONAD ( Enhanced Optical Amplifier ). Di mana dengan adanya SEOBA ini dapat diperhitungan perlu tidaknya suatu jaringan dipasang attenuator.
Gambar 2.6 Modul SEOBA DWDM[5]
Cara pembacaan parameter perangkat SEOBA. Apabila pada modul tertulis tipe SEOBA adalah SEOBA 2520 maka ini berarti 25 merupakan gain power maximum dan 20 output power maximum sehingga penguatan maksimal adalah 25 dBm dan keluaran SEOBA maksimal adalah 20 dBm. Apabila parameter ini diabaikan dan nilai power melampaui batas maka modul dapat rusak. Untuk menghitung nilai input SEOBA ( Pi SEOBA) digunakan rumus: Pn SEOBA = Pn dari OMU yang bersesuaian…..(2.4) Setelah itu digunakan rumus : ( Pn SEOBA ) = Pi SEOBA + Gain…..(2.5) Dari persamaan di atas dapat kita lihat bahwa kita harus mengetahui terlebih dahulu nilai power channel dari banyaknya lambda yang
Gambar 2.7 Modul EONAD DWDM[5]
Apabila pada perangkat EONAD tertulis 1412 maka ini berarti perangkat EONAD memiliki gain 14 dBm dan power maksimum 12 dBm. Pada perhitungan power input ( Pi ) maupun power ouput ( Pn ) SEOBA, besarnya Loss FO ( hilangnya daya FO ) pada media fiber optik harus dihitung terlebih dahulu. Rumus untuk menghitung Loss FO adalah sebagai berikut :
4
Loss FO = Jarak media transmisi x FO ratarata per km (0,3) …..(2.7) Selain itu besarnya Pn SEOBA yang dipasang sebelum EONAD juga harus diketahui. Apabila besarnya Pn SEOBA dan Loss FO sudah diketahui maka untuk menghitung power input ( Pi ) dan power output ( Pn ) EONAD digunakan persamaan berikut : ( Pi ) EONAD = ( Pn ) SEOBA – Loss FO…..(2.8) Dan ( Pn ) EONAD = ( Pi ) EONAD + Gain…..(2.9) Misalkan diketahui dari perhitungan ( Pn ) SEOBA sebelumnya didapatkan nilai sebesar 17,9 dBm dan jarak medium yang dilalui adalah 66 Km, maka ( Pi ) EONAD dapat dicari dengan mengurangkan nilai 17,9 dBm dengan ( 66 x 0,3 ) sehingga didapat nilai ( Pi ) EONAD = -1,9 dBm. ( Pi ) EONAD juga bisa dicari dengan cara ( Pn ) EONAD sama dengan ( Pn ) OMU = 17,9 dBm dikurangkan nilai gain EONAD yaitu 14 dBm sehingga didapat nilai ( Pi ) EONAD sebesar 3,9 dBm. Karena masih dalam margin, sehingga tidak dibutuhkan attenuator. 4. ODU40 ( Optical De – Multiplexer Unit (40) ) Modul ODU merupakan masukan untuk modul OTU pada sisi penerima. Pada perhitungan harus disesuaikan dengan type Modul OTU yang digunakan. Best input OTU tipe PIN yaitu antara -6 s/d -9 dBm, sedangkan untuk tipe APD yaitu antara -13 s/d -17 dBm. Untuk perhitungan pada modul ODU40 ini yang digunakan dalam perhitungan adalah Modul OTU tipe APD dan nilai masukan referensi ( Pi ) yang diambil adalah -13 dBm, sehingga untuk mencari ( Pn ) gabungan pada ODU dapat diterapkan pada rumus : ( Pn ) ODU = ( Pi ) + 10 log (N) + IL…..(2.10) Sehingga dengan memasukan nilai yang diketahui kita mendapatkan ( Pn ) ODU = (-13) + 10 log (25) + 6 = 6,9 dBm. III. 3.1
Gambar 3.1 Konfigurasi perangkat DWDM ZTE ruas Purwokerto-Yogyakarta[4]
Keterangan : 1. SOTU (Smart Optical Tranponder Unit) SOTU merupakan perangkat yang mengkonversi sinyal elektrik menjadi sinyal optik dalam panjang gelombang tertentu. 2. OMU (Optical Multiplexer Unit) OMU merupakan perangkat yang menggabungkan sinyal optik pada setiap channel menjadi satu berkas gelombang optik. 3. SEOBA (Smart Enhanced Optical Booster Amplifier) SEOBA merupakan jenis penguat yang dipasang pada sisi pemancar. SEOBA digunakan untuk menguatkan sinyal yang dipancarkan dengan tujuan agar bisa menempuh jarak yang jauh. 4. EONAD (Enhanced Optical Amplifier) EONAD merupakan penguat yang digunakan untuk menguatkan kembali sinyal yang diterima. Sinyal yang melalui sebuah saluran akan mengalami pelemahan seiring dengan meningkatnya jarak, oleh karena itu sinyal perlu dikuatkan dan diregenerasi kembali. 5. ODU (Optical Demultiplexer Unit) ODU merupakan perangkat yang bekerja berkebalikan dengan OMU. ODU berfungsi memecah kembali sinyal yang telah dimultiplex.
PEMBAHASAN
3.2
Perhitungan Power Kalkulasi Link Purwokerto – Yogyakarta 3.2.1 Perhitungan Lokasi Purwokerto Untuk lokasi Purwokerto yang dihitung adalah power ideal modul SEOBA 2220 (artinya adalah gain power max adalah 22 dB dan output power max adalah 20 dBm).
Power Kalkulasi Perangkat DWDM
Pada kesempatan ini, penulis akan mensimulasikan perhitungan power kalkulasi untuk link Purwokerto ke Yogyakarta.
5
Langkah – langkahnya : 1. Mencari daya untuk satu channel Ps = Pmax – 10 log (N), N = Tipe OMU yang dipasang yaitu 40 = 20 – 10 log 40 = 20 – 16 Ps = 4 dBm 2. Mencari daya untuk 25 channel Pn = Ps + 10 log (N), dengan N = Jumlah lambda yang operasi (25 lambda) = 4 + 10 log 25 = 4 + 13,979 Pn = 17,979 dBm 3. Mencari masukan SEOBA2220 Pn SEOBA = Pi + gain 17,979 = Pi + 22 Pi = 17,979 – 22 Pi SEOBA = -4,021 dBm 4. Mencari daya keluaran OMU Pn OMU = Pi OMU + 10 log N – IL , (dengan N = 25, IL OMU = 6 dB, Pi OMU = Pout OTU = -3 dBm) = -3 + 10 log 25 – 6 = -3 + 13,979 – 6 Pn OMU= 4,979 dBm 5. Mencari nilai attenuator Dikarenakan daya dari keluaran OMU lebih besar dibanding daya masukan ideal yang dibutuhkan modul SEOBA 2220 maka perlu dipasang attenuator yang berfungsi melemahkan amplitudo daya yang masuk sehingga daya keluaran attenuator mempunyai nilai yang lebih kecil dari daya masukan tergantung level atenuasi dari attenuator. Untuk mencari level atenuasi adalah sebagai berikut: Att = Pn OMU – Pi SEOBA = 4,979 – (– 4,021) Att = 9 dB Dari hasil perhitungan dapat dilakukan analisis perancangan perangkat melalui gambar berikut :
3.2.2
Perhitungan Lokasi Gombong Perhitungan berikutnya adalah mengitung power ideal untuk modul EONAD di lokasi Gombong. Lokasi Gombong ini hanya sebagai repeater jalur Purwokerto – Yogyakarta sehingga di Gombong tidak ada modul OMU maupun ODU. Langkah – langkahnya : 1. Mencari Loss Fiber Optik Purwokerto Gombong Total loss FO antara Purwokerto – Gombong adalah Loss FO = jarak x loss FO per km = 87 km x 0,3 dB/km Loss FO = 27 dB 2. Mencari daya masukan dan keluaran pada EONAD 2520 Daya masukan dan keluaran yang ideal untuk lambda yang beroperasi 25 lambda adalah sebagai berikut : Perhitungan daya untuk 1 channel Ps = Pmax – 10 log (N), N = Tipe OMU yang dipasang yaitu 40 = 20 – 10 log 40 = 20 – 16 Ps = 4 dBm Mencari daya untuk 25 channel Pn = Ps + 10 log (N), dengan N = 25 lambda = 4 + 10 log 25 = 4 + 13,979 Pn = 17,979 dBm Perhitungan daya masukan EONAD 2520 Pi EONAD = Pn SEOBA Purwokerto Loss FO = 17,979 – 27 Pi EONAD = -9,021 dBm Pn EONAD = Pi EONAD + gain EONAD 17,979 = Pi EONAD + 25 Pi EONAD = 17,979 – 25 Pi EONAD = -7,021 dBm Dari hasil perhitungan dapat dilakukan analisis perancangan perangkat melalui gambar berikut :
Gambar 3.2 Konfigurasi Perangkat DWDM Hasil Perhitungan Ruas Purwokerto[4]
6
Pi EONAD = 17,979 – 25 Pi EONAD = -7,021 dBm Setelah mengetahui daya masukan EONAD, maka dapat diketahui berapa attenuator yang harus dipasang sebelum masukan EONAD Att = (Pn EONAD Gombong Loss FO ) – Pi EONAD Att = -3,021 – (-7,021) Att = 4 dB Gambar 3.3 Konfigurasi Perangkat DWDM Hasil Perhitungan Ruas Purwokerto dan Gombong[4]
Dari hasil perhitungan dapat dilakukan analisis perancangan perangkat melalui gambar berikut :
3.2.3
Perhitungan Lokasi Purworejo Perhitungan berikutnya adalah menghitung power ideal untuk modul EONAD di lokasi Purworejo. Lokasi Purworejo ini hanya sebagai repeater jalur Purwokerto – Yogyakarta sehingga di Purworejo tidak ada modul OMU maupun ODU. Langkah – langkahnya : 1. Mencari Loss Fiber Optik Gombong – Purworejo Total loss FO antara Gombong – Purworejo adalah Loss FO = jarak x loss FO per km = 70 km x 0,3 dB/km Loss FO = 21 dB 2. Mencari daya masukan dan keluaran pada EONAD 2520 Daya masukan dan keluaran yang ideal untuk lambda yang beroperasi 25 lambda adalah sebagai berikut : Perhitungan daya untuk 1 channel Ps = Pmax – 10 log (N), N = Tipe OMU yang dipasang yaitu 40 = 20 – 10 log 40 = 20 – 16 Ps = 4 dBm Mencari daya untuk 25 channel Pn = Ps + 10 log (N), dengan N = 25 lambda = 4 + 10 log 25 Pn = 17,979 dBm Perhitungan daya masukan EONAD 2520 Pi EONAD = Pn EONAD Gombong Loss FO = 17,979 – 21 Pi EONAD = -3,021 dBm Pn EONAD = Pi EONAD + gain EONAD 17,979 = Pi EONAD + 25
Gambar 3.4 Konfigurasi Perangkat DWDM Hasil Perhitungan Ruas Gombong dan Purworejo[4]
3.2.4
Perhitungan Lokasi Yogyakarta Perhitungan berikutnya adalah mengitung power ideal untuk modul EONAD di lokasi Yogyakarta. Lokasi Yogyakarta merupakan sebuah terminal sehingga terdapat modul OMU dan ODU. Langkah – langkahnya : 1. Mencari Loss Fiber Optik Purworejo – Yogyakarta Total Loss FO dari Purworejo ke Yogyakarta adalah : Total loss FO = jarak x loss FO per km = 80 km x 0,3 dB/km Total loss FO = 24 dB 2. Mencari daya masukan dan keluaran EONAD 2520 Daya masukan dan keluaran yang ideal untuk lambda yang beroperasi 25 lambda adalah sebagai berikut : Perhitungan daya untuk 1 channel Ps = Pmax – 10 log (N), N = Tipe OMU yang dipasang yaitu 40 = 20 – 10 log 40 = 20 – 16 Ps = 4 dBm
7
Dari hasil perhitungan dapat dilakukan analisis perancangan perangkat melalui gambar berikut :
Mencari daya untuk 25 channel Pn = Ps + 10 log (N), dengan N = 25 lambda = 4 + 10 log 25 = 4 + 13,979 Pn = 17,979 dBm Perhitungan daya masukan EONAD 2520 Pi EONAD = Pn EONAD Purworejo – loss FO = 17,979 – 24 Pi EONAD = -6,021 dBm Pn EONAD = Pi EONAD + gain EONAD 17,979 = Pi EONAD + 25 Pi EONAD = 17,979 – 25 Pi EONAD = -7,021 dBm Setelah mengetahui daya masukan EONAD, maka dapat diketahui berapa attenuator yang harus dipasang sebelum masukan EONAD Att = (Pn EONAD Purworejo – loss FO) – Pi EONAD = -6,021 – (-7,021) Att = 1 dB Tujuan mendapatkan nilai attenuator adalah untuk mempertahankan power input/output ideal EONAD 2520 tetap -7,021 dBm dan +17,979 dBm
Gambar 3.5 Konfigurasi Perangkat DWDM Hasil Perhitungan Ruas Yogyakarta[4]
IV. 4.1 1.
2.
3. Mencari daya total masukan ODU Pada perhitungan ini disesuaikan dengan tipe modul SOTU yang digunakan. Best input SOTU (Pi) tipe PIN adalah -6 dBm sampai dengan -9 dBm, sedangakan untuk best input SOTU tipe APD -13 dBm samapai dengan -16 dBm. Pada kali ini sebagai referensi hitungan adalah modul SOTU tipe APD dan nilai input referensi adalah -13 dBm. Pn = Pi + 10 log 25 + IL, dengan Inserten Loss ODU = 6 dB = -13 + 13,979 + 6 Pn = 6,979 dBm Karena input ODU = 6,979 dBm dan output EONAD 2520 = 17,979 dBm maka perlu dipasang attenuator, untuk nilai attenuator adalah sebagai berikut : Att = Pn EONAD – Pi ODU = 17,979 – 6,979 Att = 11 dB
3.
4.
5.
8
PENUTUP Kesimpulan Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) adalah suatu teknologi jaringan transport yang memiliki kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Perkembangan teknologi DWDM tidak hanya dipergunakan pada jaringan utama (backbone), melainkan juga pada jaringan akses di kota-kota metropolitan di seluruh dunia, Alasan utama yang mendorong penggunaan DWDM pada jaringan akses ini adalah kemampuan sehelai serat optik yang mampu mengakomodasikan puluhan bahkan ratusan panjang gelombang. Sehingga, setiap perusahaan penyewa dapat memiliki 'jaringan' masing-masing. Keunggulan teknologi DWDM adalah tepat untuk komunikasi long haul, flexible, transparan terhadap berbagai bit rate dan tepat diterapkan pada daerah dengan perkembangan kebutuhan bandwidth sangat cepat. Komponen DWDM terdiri dari Transmitter, Receiver, DWDM terminal multiplexer, Intermediate optical terminal ( amplifier ), DWDM terminal demux, Optikal supervisory channel. Parameter yang perlu diperhatikan pada DWDM adalah Nilai output / input power ideal pada masing-masing modul OMU ( Optical Multiplexer Unit ), SEOBA ( Smart Enhanced Optical Booster Amplifier ),
EONAD ( Enhanced Optical Amplifier ), dan ODU ( Optical De-Multiplexer Unit ) dan Nilai dispersi fiber optik yang digunakan. 6. Berikut adalah langkah-langkah dalam perhitungan power kalkulasi perangkat DWDM secara singkat: 1. Power kalkulasi pada modul SEOBA di stasiun A Menghitung daya untuk satu channel Menghitung daya untuk nchannel (daya keluaran SEOBA) Menghitung daya masukan pada modul SEOBA 2. Power kalkulasi pada modul OMU Mencari daya keluaran OMU Mencari nilai attenuator yang terpasang diantara modul OMU dan SEOBA 3. Mencari loss fiber optic antara stasiun A dan stasuin B 4. Power kalkulasi pada modul EONAD di stasiun B Menghitung daya untuk satu channel Menghitung daya untuk nchannel (daya keluaran EONAD) Menghitung daya masukan pada modul EONAD 5. Mencari nilai attenuator yang terletak sebelum modul EONAD 6. Mencari daya total masukkan ODU 7. Mencari nilai attenuator yang terletak antara modul EONAD dan modul ODU 7. Power kalkulasi pada suatu jaringan DWDM bertujuan untuk mengetahui power ideal dari suatu perangkat DWDM. 8. Pada jaringan DWDM ruas Purwokerto – Gombong – Purworejo – Yogyakarta, modul yang terpasang adalah SEOBA2220 dan EONAD2520. 4.2
(Reconfigurable Optical Add / Drop Multiplexing). 3. Keaktifan mahasiswa dalam melaksanakan kerja praktek untuk menanyakan materi / ilmu tentang Telkom kepada pembimbing lapangan. V.
DAFTAR PUSTAKA
[1] www.scribd.com/doc/19770017/Modul-9613-SKSO dalam artikel “Modul SKSO” [2] www.telkom.co.id [3] --, Tranmisi Kabel Fiber Optic, PT TELKOM [4] Dwi, Agus Mulyono, Formula Power Kalkulasi Pada Perangkat DWDM ZTE, PT TELKOM [5] http://wwwen.zte.com.cn [6] Loehakim, DWDM, loehakim.blogspot.com/2009/03/pengantardwdm.html, Maret 2014 [7] --, Dasar-dasar dan Spesifikasi Fiber Optic, Jenis Kabel, Pewarnaan dan Penggunaan, http://benimsan.blogspot.com/2012_02_01_ archive.html, Maret 2014 [8] Nurman Fauzi, Sistem Komunikasi Serat / Fiber Optik, http://zethcorner.wordpress.com/2008/07/2 2/sistem-komunikasi-serat-fiber-optik/, Maret 2014 [9] Firman Al-Hadiansyah, Faktor yang Mempengaruhi Performa dan Kinerja Fiber Optik, http://icehealer.wordpress.com/tag/faktoryang-mempengaruhi-performa-dan-kinerjafiber-optik/, Maret 2014 [10] --, Teknologi WDM pada Serat Optik, https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q =&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&v ed=0CDcQFjAC&url=http%3A%2F%2Fhe lpmeups.files.wordpress.com%2F2012%2F 08%2Fmodul-dewa89s-paper-jsokel6.pdf&ei=vJhHUqW6EYP49gSOw4Gw BQ&usg=AFQjCNH6r2JlplOlLWVCI5CC 6Mu87Lc2dQ&bvm=bv.53217764,d.eWU, Maret 2014 [11] Tri Wahyuni E.S, Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM), http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?view =article&catid=23%3Asistem-komunikasioptik&id=421%3Adense-wavelengthdivision-multiplexing-
Saran 1. Menghitung power input / power output pada setiap modul secara teliti, karena adanya nilai yang saling keterkaitan. 2. Sebaiknya mahasiswa membekali diri dengan pengetahuan mengenai ROADM
9
dwdm&tmpl=component&print=1&page= &option=com_content&Itemid=14, Maret 2014 [12] Iman Ahmad Setyawan, Sistem Transmisi Serat Optik, http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?optio n=com_content&view=article&id=681:siste m-transmisi-serat-optik&catid=11:sistemkomunikasi&Itemid=14, Maret 2014 VI.
BIODATA Widya Ningtiyas (21060111120024), lahir di Grobogan, 30 Januari 1995. Menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Ngombak, SMP Negeri 1 Kedungjati, SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto, dan saat ini sedang menempuh S1 di Teknik Elektro Universitas Diponegoro Konsentrasi Telekomunikasi. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Sukiswo, ST. MT. NIP. 196907141997021001
10