Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS KONTROL LEVEL PADA ABSORBER (101-C) DI CO2 REMOVAL PLANT SUBANG M Arif Syukur Darmiyanto (L2F008054) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang Jln. Prof. Soedharto, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak PT. PERTAMINA EP Field Subang Region Jawa merupakan salah satu indutstri yang menggunakan sistem kendali otomatis dalam proses produksinya. Sistem kendali otomatis sangat diperlukan dalam operasi -operasi industri misalnya untuk pengontrolan tekanan, temperature, level, kelembaban, viskositas dan laju alir dalam proses produksi. Otomatisasi saat ini tidak hanya diperlukan sebagai pendukung keamanan operasi, fakt or ekonomi maupun mutu produksi, namun telah menjadi suatu kebutuhan pokok bagi proses industri. Absorber Column (101-C) sebagai ruang untuk melakukan penyerapan CO2 dengan cara mengalirkan gas dari bagian bawah dan aMDEA dari atas (countercurrent). Pertukaran massa dan energi terjadi pada bagian packing absorber yang berfungsi memperluas kontak aMDEA dengan gas. Absorber Column (101-C) diharuskan mempunyai fungsi kontrol yang handal agar terjadi penyerapan CO2 secara sempurna sehingga menghasilkan gas dengan konsentrasi CO2 yang diinginkan. Di dalam absorber terjadi proses kontrol yang mengatur level cairan aMDEA. Kontrol level pada Absorber ini dilakukan dengan menggunakan control valve yang di letakkan pada outlet Absorber (101-C). Proses kontrol ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada gas yang ikut terbawa keluar dari bottom absorber, hal ini karena jika ada gas yang sampai ikut terbawa akan mengakibatkan terjadinya aliran gas bertekanan tinggi pada pipa sebesar 35,86 kg/cm2 (tekanan dari absorber) yang akan menghantam semua instrument yang dilewati oleh aliran gas ini. Di dalam laporan ini akan membahas tentang analisis sistem kontrol level pada Absorber Column (101-C). Kata kunci: control valve, sistem kontrol, level
I.
PENDAHULUAN
Sejalan dengan semakin berkembangnya aplikasi teknologi dalam perindustrian di Indonesia, semakin banyak pula energy yang diperlukan sebagai bahan bakarnya. Hingga saat ini, minyak bumi, batu bara dan gas alam masih merupakan sumber energi utama yang diperlukan untuk mendukung aktivitas tersebut. PT. PERTAMINA EP merupakan anak perusahaan dari PT. PERTAMINA yang mengelola usaha eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak dan gas. Untuk mendukung proses tersebut, maka diperlukan peralatan produksi yang beraneka ragam dan menggunakan teknologi tinggi agar target-target produksi yang ditetapkan perusahaan dapat terpenuhi. Saat ini, setiap unit produksi yang terdapat di setiap field dilengkapi dengan instrumentasi dan sistem kendali yang dapat mendukung kualitas dan kuantitas hasil produksi yang diharapkan serta dapat memuaskan keinginan konsumen. Sistem kendali sangat diperlukan dalam dunia industry dan memegang peranan penting untuk mengendalikan proses produksi. Perkembangan
sistem kendali saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Kebutuhan industri akan teknologi yang lebih maju dan bersifat user friendly karena bertambahnya ukuran, kapasitas dan kompleksitas proses produksi. 2. Perkembangan teknologi elektronika dan komputerisasi yang mengarah pada penggunaan teknologi digital. PT. PERTAMINA EP merupakan salah satu industri yang menggunakan sistem kendali otomatis dalam proses produksinya. Sistem kendali otomatis sangat diperlukan dalam operasi-operasi industri misalnya untuk pengontrolan tekanan, suhu, level, kelembaban, viskositas dan flow dalam proses produksi. Otomatisasi saat ini tidak hanya diperlukan sebagai pendukung keamanan operasi, faktor ekonomi maupun mutu produksi namun telah menjadi suatu kebutuhan pokok bagi proses industri. Adapun tujuan khusus dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah 1. Mengenal alat dengan sistem otomatisasi modern yang dipakai di PT. Pertamina EP Region Jawa Field Subang,
M Arif Syukur D – L2F008054 Halaman 1 dari 7
2. Mengetahui sistem process control yang digunakan di PT. Pertamina EP Region Jawa Field Subang, 3. Memahami Standard Operational Prosedure yang diterapkan di PT. Pertamina EP Region Jawa Field Subang, 4. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan mengenai Dasar Sistem Kontrol, Pemodelan dan Identifikasi Sistem, atau pun Sistem Manufacturing dan Proses, 5. Melatih daya analisis dan kepekaan mahasiswa untuk mendapatkan solusi dari suatu masalah yang dihadapi dalam dunia industri, II.
DASAR TEORI
2.1
Sistem Instrumentasi
Di CO2 Removal Plant milik PT. Pertamina EP Region Jawa Field Subang, parameter utama yang selalu diukur antara lain: suhu (temperature), aliran (flow), tekanan(pressure), tinggi permukaan (level). Gabungan serta kerja alat-alat pengendalian otomatis ini dinamakan sistem pengendalian, sedangkan semua peralatan yang membentuk sistem pengendalian disebut instrumentasi sistem kendali. Kedua hal ini saling berhubungan, tetapi keduanya memiliki hakekat yang berbeda. Pengendalian Parameter proses tersebut biasa berada di dalam sebuah pipa, tangki, vessel, column atau bejana-bejana lainnya. Selain ke-4 parameterparameter proses yang selalu diawasi dan dikendalikan keberadaannya, ada parameter lain, namun tidak banyak jumlahnya, antara lain pengendalian ph cairan, kandungan moisture di dalam tube gas, dsb. Fungsi instrumentasi pada suatu proses industri dapat diklasifikasikan kedalam 4 golongan sebagai berikut : 1. Sebagai Alat Ukur Instrumen mendeteksi dan memberikan informasi tentang besarnya nilai proses variabel yang diukur dari suatu proses industri sehingga dapat dipahami (mempunyai informasi) oleh pengamat. 2. Sebagai Alat Kontrol/Pengendali Sebagai alat kontrol, yaitu berfungsi untuk mengendalikan jalannya operasi agar variabel proses yang diukur dapat diatur dan dikendalikan tetap pada nilai yang ditentukan (set point).
3. Sebagai Alat Safety Instrumen memberikan tanda bahaya atau tanda gangguan apabila terjadi trouble atau kondisi tidak normal yang diakibatkan tidak berfungsinya suatu peralatan pada proses, serta berfungsi untuk menghentikan suatu proses apabila gangguan tersebut tidak teratasi dalam jangka waktu tertentu. 4. Sebagai Alat Analisa Instrumen berfungsi sebagai alat untuk menganalisa produk yang dikelola, apakah sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan sesuai dengan standar mengetahui polusi dari hasil buangan sisa produksi yang diproses agar tidak membahayakan dan merusak lingkungan. 2.2 Pengukuran Level 1.
Pengukuran level ada dua macam : Pengukuran secara langsung, meliputi : Visual : Gauge stick , menggunakan galah yang telah diberi skala untuk pembacaannya. Tape reel, menggunakan pita baja yang telah diberi skala. Pada pita diberi pemberat untuk meluruskan pita pada waktu pengukuran. Sight glass, tinggi permukaan cairan disesuaikan dengan penunjukan mistar skala yang berada disamping tabung kaca. Bola pelampung (Floater), meliputi tank floater, inside floater dan outside floater.
2.
Pengukuran secara tidak langsung Untuk pengukuran tidak langsung menggunakan prinsip pengukuran tekanan absolute, diafragma, sistem purge, tekanan differensial, dan manometer raksa. Kedua metode diatas pada hakekatnya berdasarkan prinsip : Hidrostatic Gerakan pelampung Perpindahan benda apung (Floating) Konduktivitas listrik. 2.3
Transmitter
Transmitter adalah individual instrument yang berfungsi mengukur nilai flow, level, pressure untuk selanjutnya mengubah sinyal pengukuran standar yang sebanding dengan arus listrik searah 420 mA, tegangan 1-5 V atau sinyal pneumatic 3-15 psi atau 0,2-1 kg/cm².
M Arif Syukur D – L2F008054 Halaman 2 dari 7
4. Merubah/memindahkan aliran pada line pipa yang berbeda (switching) 5. Melepas aliran dari system ke atmosfer (discharging)
Gambar 2.1 D/P Cell
Pada Absorber 101-C digunakan Differensial Pressure Transmitter (D/P Cell). Prinsip kerjanya bedasarkan perbedaan tekanan antar sisi high chamber dengan low chamber. Perbedaan tekanan yang mengakibatkan perubahan kapasitansi pada level transmitter. Perubahan kapasitansi tersebut menghasilkan sinyal elektronik sebesar 4-20 mA DC. Perbedaan tekanan tersebut mengikuti persamaan berikut:
Control valve adalah jenis final control element yang paling umum dipakai untuk sistem pengendalian proses, sehingga orang cenderung mengartikan final control element sebagai control valve. Aksi kontrol pada control valve ini dibedakan menjadi 2, yaitu : Air To Close / ATC: apabila mendapat signal input, maka control valve akan menutup. Semakin besar signalinput yang diterima maka semakin besar pula gerakan stem kebawah. Air To Open / ATO: apabila mendapat signal input, maka controlvalve akan membuka. Semakin besar signal input yang diterima maka semakin besar pula gerakan stem keatas.
HP : A . SGx mmH2O LP : B. SGy mmH2O ∆P : HP-LP mmH2O Dimana: HP : high pressure LP : low pressure A : ketinggian level di HP B : ketinggian level di LP SG : berat jenis fluida ∆P : perubahan tekanan
(a)
Gambar 2.2 (a) Control Valve aksi ATO (b) Control Valve aksi ATC
Dan proses tekanan tersebut mengikuti persamaan perbedaan kapasitansi P
K
C1
C2
C1
C2
Dengan P : proses tekanan K : konstanta C1 : kapasitansi antara high pressure dengan diagram sensor C2 : kapasitansi antara low pressure dengan diagram sensor 2.4
(b)
2.5
Singgle Control
Singlecontrol adalah loop instrumen yang terdiri dari suatu satu transmitter, satu controller, dan sebuah final control element. Tujuannya adalah untuk mendapatkan stabilitas dari output proses yang dikontrol.
Kontrol Valve
Valve adalah suatu peralatan mekanis yang melaksanakan suatu akasi untuk mengontrol atau memberikan efek terhadap suatu aliran fluida di dalam suatu sistem perpipaan atau peralatan. Fungsi valve dapat dibedakan menjadi : 1. Mengalirkan atau menghentikan aliran (on-off) 2. Mengatur variasi kecepatan aliran (regulating) 3. Mengatur aliran hanya pada suatu aliran saja (checking)
Gambar 2.3 Struktur SingleLoopControl
Pada pengukuran level dilakukan oleh transmitter (LT), selanjutnya output LT dikirim ke level indicator controller (LIC) sebagai measured variable. Harga level yang dikehendaki dinyatakan sebagai set point pada kontroler LIC. Dari
M Arif Syukur D – L2F008054 Halaman 3 dari 7
perbandingan kedua harga tersebut, LIC mengeluarkan sinyal output untuk mengatur bukaan control valve sehingga didapatkan level yang diinginkan. 2.6
Aksi Kontroller
Aksi kontroler yang terjadi adalah reverse dan aksi direct. Hubungan antara set point, variabel yang di ukur (measurable variable) dengan output controller untuk aksi reverse dan aksi direct dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Hubungan Input-Output Kontroler
Set Point Konstant Konstant Naik Turun
Variabel yang diukur Naik Turun Konstant Konstant
Output Direct Reverse Naik Turun Turun Naik Turun Naik Naik Turun
III. ANALISIS LEVEL CONTROL DALAM PROSES CO2 REMOVAL PADA ABSORBER COLUMN 101-C 3.1
Deskripsi Umum Proses pada Absorber Column (101-C)
Absorber berfungsi sebagai tempat untuk melakukan penyerapan CO2 dengan cara mengalirkan gas dari bagian bawah dan aMDEA dari atas (countercurrent). Pertukaran massa dan energi terjadi pada bagian packing absorber yang berfungsi memperluas kontak aMDEA dengan gas. Gas keluaran absorber (treated gas) meninggalkan absorber dengan konsentrasi CO2 yang diinginkan. Penyerapan akan optimal jika tekanan setinggi-tingginya (+ 36 kg) dan suhu serendahrendahnya (+ 60°C) karena pada kondisi ini kelarutan karbondioksida cukup tinggi. Pada saat penyerapan CO2 terjadi proses exothermis yaitu proses mengeluarkan energi/panas yang mengakibatkan temperatur pada absorber akan naik. Parameter absorbsi dalam proses CO 2 Removal adalah : Strength amine 50% - 55% Pressure setinggi mungkin (sesuai design) dan kondisi operasi Temperatur inlet amine sesuai dengan design dari produk amine sendiri Rate sirkulasi amine solution. Rich solution (larutan aMDEA yang banyak mengandung CO2 ) keluar absorber dari bagian bawah absorber menuju heat exchanger.
Di dalam absorber terjadi proses kontrol yang mengatur level cairan aMDEA. Proses kontrol ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada gas yang ikut terbawa keluar dari bottom absorber, hal ini karena jika ada gas yang sampai ikut terbawa akan mengakibatkan terjadinya aliran gas bertekanan tinggi pada pipa sebesar 35,86 kg/cm2 (tekanan dari absorber) yang akan menghantam semua instrument yang dilewati oleh aliran gas ini, sehingga hal ini akan mengakibatkan kerusakan yang fatal pada instrument-instrument tersebut, terutama pada LP Flash Column yang pada spesifikasinya hanya mampu menerima tekanan maksimum sebesar 1,75 kg/cm2 . Level aMDEA di dalam absorber di atur pada kisaran 70% dengan menggunakan control valve yang diletakkan diletakkan sebelum LP Flash Column. Pada absorber juga terpasang level switch LS-1103/1203. Pemasangan ini bertujuan jika terjadi keadaan dimana level aMDEA turun dalam kisaran 10%, maka level switch akan memberikan sinyal inputan pada sistem ESD (emergency shut down) yang akan menghentikan proses di dalam absorber atau menghentikan proses CO2 Removal. 3.2
Analisa Sistem Kontrol Level pada Absorber Column 101C1
Absorber Column 101C1 sebagai CO2 Removal yang di dalamnya terjadi proses Absorbsi, berfungsi memisahkan gas bumi (CH4 -C2 H6 ) dengan CO2 atau tepatnya mengurangi persentasi kadar CO2 pada gas bumi dari kadar 23% menjadi 5% dengan membuat ruang kontak antara gas dengan solvent (aMDEA) di dalam Absorber, yang kemudian gas dengan kadar CO2 sebesar 5% dialirkan ke konsumen. Dari reaksi Absorbsi yang terjadi dalam Absorber, selain dihasilkan gas juga di hasilkan cairan aMDEA yang banyak mengandung CO2 , yang disebut Rich Amine. Di dalam absorber, gas di alirkan melalui atas absorber, sedangkan rich amine melalui bottom absorber. Agar gas tidak ikut mengalir melalui bottom absorber, maka level rich amine/rich aMDEA di dalam absorber harus dijaga pada kisaran optimum sebesar 70%, agar tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Maka perlu pengaplikasian sistem kontrol level pada absorber. Level dari rich aMDEA perlu dikontrol karena bila level terlalu rendah maka dapat merusak instrument-instrument yang tidak kuat menahan gas bertekanan tinggi. Dan bila level terlalu tinggi, maka cairan akan menutupi jalan pipa gas masuk ke absorber dan mengganggu proses.
M Arif Syukur D – L2F008054 Halaman 4 dari 7
Pada Sistem Kontrol Level pada Absorber Column 101C1, digunakan konfigurasi kontrol single control. Single control adalah loop instrumen yang terdiri dari satu transmitter, satu controller, dan sebuah final control element. Tujuannya adalah untuk mendapatkan stabilitas dari output proses yang dikontrol. Contoh dari Single control dapat dilihat pada gambar 3.1.
transducer untuk diubah menjadi sinyal pneumatic. Sinyal pneumatic inilah yang berfungsi untuk mengatur perubahan bukaan valve 1101.
Gambar 3.1 Struktur Single Loop Control
Pada pengukuran level dilakukan oleh transmitter (LT), selnjutnya output LT dikirim ke level indicator controller (LIC) sebagai measured variable. Harga level yang dikehendaki dinyatakan sebagai set point pada kontroler LIC. Dari perbandingan kedua harga tersebut, LIC mengeluarkan sinyal output untuk mengatur bukaan control valve sehingga didapatkan level yang diinginkan. Pada Absorber Column 101 C1 terdapat sebuah loop sistem kontrol pada gambar 4.5 untuk mengontrol level dari aMDEA. Pada sistem pengontrolan level tersebut terdapat beberapa instrument yaitu sebuah level transmitter LT-1101 sebagai input dan sebuah indikator LIC-1101. Level kontrol LIC-1101 memberikan sinyal analog (420mA) yang nantinya akan diubah menjadi sinyal pneumatic (0.2-1.0 kg/cm2 ) oleh LY-1101, sinyal inilah yang akan mengatur seberapa besar valve1101 akan terbuka dan mengalirkan aMDEA ke LP Flash Column. Pada gambar 3.2, pengontrolan level pada Absorber column 101C1 memiliki masukan dari 101-P1A-C. Output dari 101-P1A-C ini tidak dikontrol flow nya sehingga jika terjadi perubahan pada output dari 101-P1A-C, hanya bisa di kontrol level nya melalui output dari Absorber column 101C1. Pada saat terjadi perubahan level maka level transmitter (LT-1101) akan memberikan sinyal perbedaan pressure yang kemudian di ubah oleh transducer menjadi sinyal elektrik. Sinyal elektrik ini menjadi inputan dari controller LIC-1101. Kontroler LIC-1101 ini kemudian diteruskan ke
Gambar 3.2 Tampilan Loop Control Level Absorber Column 101C pada P&ID
Misalnya level dari aMDEA kurang dari set point yang telah ditentukan maka LT-1101 akan memberikan sinyal turun yang sebelumnya sinyal akan diubah dari sinyal fisis menjadi sinyal elektrik. Valve yang digunakan bertipe ATC (air to close) atau FO (Failure Open), sehingga proses yang dikontrol memiliki sifat derect (semakin besar sinyal kontrol, bukaan valve output semakin kecil sehingga level cairan pada absorber column semakin naik, begitu pula sebaliknya). Karena proses yang dikontrol memiliki sifat derect, maka mode aksi kontroler yang digunakan adalah mode reverse ( e = SP - PV ). Dengan aksi control reverse pada LIC-1101, jika transmitter LT-1101 memberi sinyal turun (PV) maka output dari LIC-1101 akan naik. Perubahan output akan merubah bukaan valve, sehingga bukaan akan menjadi lebih kecil dari posisi normal dan aliran cairan lebih sedikit dari kondisi normal, sehingga level pada absorber akan naik. Gambar 3.3 merupakan diagram blok sistem kontrol level pada Absorber column 101C1.
Gambar 3.3 Diagram Blok Sistem Kontrol Level
M Arif Syukur D – L2F008054 Halaman 5 dari 7
Pada intinya kontrol level ini bertujuan untuk menjaga level aMDEA pada kisaran 70% dengan loop sistem kontrol sehingga diperoleh level aMDEA sesuai dengan set point yang diinginkan. Level aMDEA pada Absorber Column 101 C1 akan dikontrol dengan beberapa macam kondisi. Pada kondisi di atas set point (>70%) maka level transmitter LT-1101 akan memberikan sinyal yang menjadi inputan dari LIC-1101 yang kemudian diteruskan ke valve-1101 atau dengan kata lain LT1101 mengontrol level dengan mengatur seberapa besar bukaan pada valve-1101. Misalkan level dari aMDEA melebihi batas tertinggi yang diperbolehkan (dari controlroom adalah 70%) maka LT-1101 akan memberikan inputan naik pada LIC1101 yang akan diproses. Karena menggunakan proses control reverse, maka sinyal yang diberikan negatif/kecil. Sinyal ini diteruskan ke valve yang terlebih dahulu diubah oleh LY-1101 dari sinyal analog (elektrik) menjadi sinyal pneumatic. Sinyal pneumatic ini akan membuat bukaan valve-1101 semakin besar karena valve yang digunakan adalah jenis ATC (air to close).
akhirnya menyebabkan kenaikan level dari aMDEA dalam absorber. Pada saat demikian, maka LT-1101 akan mengirimkan sinyal naik pada LIC-1101 yang terlebih dahulu sinyal diubah menjadi sinyal elektrik. Karena aksi kontrol LIC-1101 adalah reverse, maka sinyal output akan negatif/kecil yang kemudian sinyal output ini akan diteruskan ke LY1101 untuk diubah menjadi sinyal pneumatic untuk merubah bukaan valve-1101. Pada kondisi ini valve akan membuka sehingga level aMDEA tidak akan melampaui batas maksimum. Sistem kontrol ini bisa dikatakan sistem kontrol yang handal. Hal ini dapat dilihat saat terjadi disturbance (gangguan) missal terjadi perubahan prosess value, sistem kontrol ini dapat memberikan respon dengan cepat. Hal ini dapat dilihat pada grafik tampilan DCS pada gambar 3.4 dan gambar 3.5.
Misalkan dalam perhitungan : SP = 70% PV = >70% e = SP – PV = 70% - (>70%) = negatitif (sinyal kecil) Sedangkan bila level kembali di bawah angka 70% namun masih di atas angka 10% maka LT-1101 akan memberikan sinyal turun dan hasilnya merupakan kebalikan dari saat diberikan inputan naik. Input dari LT-1101 untuk LIC-1101 akan menunjukan sinyal turun dan karena aksi dari kontroler adalah reverse, maka outputnya akan positif/besar. Sinyal output kemudian diubah menjadi sinyal pneumatic oleh LY-1101. Perubahan output akan merubah bukaan valve110,1 sehingga bukaan menjadi semakin kecil karena jenis valve ATC. Misalkan dalam perhitungan SP = 70% PV = <70% e = SP – PV =70% - (<70%) = positif (sinyal besar)
3.3
Pada saat kondisi normal (tanpa gangguan) sistem kontrol ini akan berjalan dengan baik namun bila terjadi gangguan misalnya pada saat terjadi badai angin maka akan terjadi perubahan tekanan, yang akibatnya mengganggu sensor tekanan pada absorber. Bukaan valve akan semakin kecil dan level aMDEA semakin naik. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh tekanan luar yang pada
Pada DCS untuk mengontrol level di absorber, modul kontrol yang digunakan adalah PID, namun unit Derivative hanya digunakan pada waktu starting awal. Dan yang digunakan pada waktu proses sudah berlangsung adalah unit P dan I. hal ini terlihat pada pengaturan nilai unit PID dalam DCS pada gambar 3.6.
Gambar 3.4 Grafik perbandingan perubahan Process Value, Set Point, dan Respon Control Valve
Gambar 3.5 Grafik perbandingan perubahan Process Value, Set Point, dan Respon Control Valve
Kontrol PID dalam Level Control pada Absorber
M Arif Syukur D – L2F008054 Halaman 6 dari 7
Daftar Pustaka
Gambar 3.6 Detail PID pada LIC-1101
Gambar 3.6 memperlihatkan bahwa unit kontrol PID yang digunakan hanyalah unit Proposional dan Integral. Hal ini ditunjukan pada pengisian Tuning, yaitu unit Proposional yang ditunjukan dengan pengisian nilai Gain dan unit Integral yang ditunjukan dengan pengisian nilai Reset. Sedangkan nilai unit Derivative yang ditunjukan oleh pengisian Rate di isi nilai nol. Hal ini menunjukan bahwa kontrol yang dipakai dalam LIC-1101 adalah kontrol Proposional dan Integral (PI). IV. KESIMPULAN 1.
Fungsi dari pengontrolan level aMDEA di dalam Absorber pada CO2 Removal ini yaitu
untuk memastikan bahwa tidak ada gas bertekanan tinggi yang ikut terbawa keluar dari bottom absorber yang dapat merusak 2.
3.
4.
5.
sistem. Control level pada Absorber 101 C1 mempunyai satu loop pengontrolan yaitu pengontrolan level fluida. Singgle control system dengan control PI pada Absorber 101 C1 mempunyai tujuan untuk menghasilkan unjuk kerja yang memuaskan dalam pengontrolan level aMDEA. Aksi dari pengontrolan level aMDEA berupa pengaturan persentase bukaan valve yang ada di pipa dekat LP Flash Column. Sistem kontrol yang digunakan dalam mengatur level aMDEA merupakan sistem kontrol yang handal karena respon sistem yang cepat dan dapat mempertahankan kondisi level dengan baik sebagaimana ditunjukan grafik tampilan DCS.
Fisher. 2005. Control Valve Handbook. Emerson Process Management Handbook Pertamina. 2007. Dasar Instrumentasi dan Proses Kontrol. Pertamina Kustaman, Iman. 2008. Basic Instrumentation. Presentasi Modul BKOPM. 2008. CO2 Removal Plant Subang. Pertamina EP Ogata, Katsuhiko, TeknikKontrolAutomatikJilid 1, Erlangga, Bandung, 1994 Pertamina EP Field Subang. 2011. Profile Field Subang. Presentasi Pertamina EP Field Subang. 2011. Control Valve. Presentasi Setiawan, Iwan. 2008.Kontrol PID untuk Proses Industri. Elex Media Computindo : Jakarta Sumardi, ST. MT. 2007. Pengantral Dasar Sistem Kontrol. Presentasi http://www.pertamina-ep.com BIOGRAFI M Arif Syukur DarmiyantoL2F008054, dilahirkan di Demak, 14 Juni 1990. Jenjang edukasi ditempuh dari SD N 01 Ngaluran Demak, SLTP Negeri 37 Semarang, SMA Negeri 2 Semarang dan sekarang sedang menempuh studi S1 di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Konsentrasi Kontrol. Semarang, Oktober 2011 Mengetahui dan mengesahkan, Dosen Pembimbing
Budi Setiyono, ST. MT NIP. 197005212000121001
M Arif Syukur D – L2F008054 Halaman 7 dari 7