MAKALAH PENYUSUNAN DAN PENGUJIAN INSTRUMEN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF CONCEPT Mata Kuliah: Evaluasi Pembelajaran Matematika Dosen Pengampu: Prof. Dr. Darhim, M.Pd.
Disusun oleh: Kelompok 3 Khotimah
NIM. 1302501
Rahmita Nurbaiti
NIM. 1302602
Ria Sefianti
NIM. 1302406
Sri Mariana
NIM.1302715
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan segala rahmat dan anugerahNya kami dapat menyelesaikan revisi dari makalah “Penyusunan dan Pengujian Instrumen Kemampuan Spasial dan Self Concept”. Makalah ini disusun dan direvisi sebagai tugas pada matakuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah selanjutnya. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat bagi penulis sendiri, teman-teman, dan bagi perkembangan dunia pendidikan. Aamiin. .
Bandung, Mei 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................ ii DAFTAR ISI .............................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4 1.3 Tujuan ................................................................................... 4 1.4 Sistematika Penulisan ........................................................... 5 BAB II MODELPEMBELAJARAN DAN PERANGKAT EVALUASI 7 2.1 Pembelajaran yang Diukur ..................................................... 7 2.2 Kemampuan yang Diukur ....................................................... 8 2.2.1 Jenis Kemampuan yang Diukur .................................... 8 2.2.2 Indikator Kemampuan yang Diukur ............................. 13 2.3 Kisi-kisi Kemampuan yang Diukur ........................................ 2.3.1 Kisi-kisi Kemampuan Spasial ...................................... 2.3.2 Kisi-kisi Self Concept ................................................... 2.4 Instrumen Kemampuan yang Diukur ...................................... 2.4.1 Instrumen Kemampuan Spasial ....................................
15 15 20 21 21
2.4.2 Instrumen Self Concept ................................................ 21 BAB III UJI COBA INSTRUMEN ........................................................... 22 3.1 Uji Keterbacaan ..................................................................... 22 3.2 Uji Coba Instrumen ................................................................ 29 BAB IV ANALISIS INSTRUMEN ............................................................ 4.1 Validitas Instrumen ................................................................. 4.2 Reabilitas Instrumen ............................................................... 4.3 Analisis Instrumen Tes ............................................................ 4.4 Penyempurnaan Instrumen Tes ................................................
31 31 37 42 45
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 46 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 46 5.2 Saran ...................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 48 PEDOMAN REVISI DAN HASIL DISKUSI ............................................ 50 LAMPIRAN ............................................................................................... 75
iii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Geometri merupakan cabang matematika yang menempati posisi khusus
dalam kurikulum matematika karena memainkan peranan utama dalam bidang matematika dan banyaknya konsep yang termuat di dalamnya. Kita menemukan hal-hal yang berkaitan dengan geometri di setiap tempat dan hampir setiap objek visual. Selain itu, geometri merupakan satu-satunya ilmu yang dapat mengaitkan matematika dengan bentuk fisik dunia nyata. Oleh sebab itu, kebutuhan dalam mempelajari geometri merupakan hal yang sangat krusial sehingga kurikulum matematika di Indonesia dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi menekankan pentingnya penguasaan materi geometri bidang dan geometri ruang. Tujuan diberikannya geometri di sekolah menurut Bobango (dalam Abdussakir, 2010, hlm. 2) adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri pada kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan menurut NCTM (2000), salah satu standar diberikannya geometri di sekolah adalah agar anak dapat
menggunakan visualisasi,
mempunyai
kemampuan penalaran spasial dan pemodelan geometri untuk menyelesaikan masalah. Sejalan dengan hal tersebut, Budiarto (dalam Abdussakir, 2010, hlm.2) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa geometri memberikan banyak kontribusi dalam mengembangkan aspek kognisi siswa, salah satunya adalah kemampuan spasial. Kecerdasan spasial merupakan salah satu kecerdasan dari 8 kecerdasan majemuk (multiple intelegency) yang dikemukakan Howard Gardner (Rose, Malcolm J. Nicholl, 2002, hlm.59).
1
Gardner menyatakan bahwa kecerdasan orisinal (bakat) setiap individu itu berbeda-beda, yang dikelompokkan ke dalam 8 jenis kecerdasan: linguistik, logismatematis, visual spasial, musikal, kinestetik tubuh, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Kemampuan spasial merupakan konsep abstrak yang meliputi persepsi spasial yang melibatkan hubungan spasial termasuk orientasi sampai pada kemampuan yang rumit yang melibatkan manipulasi serta rotasi mental. Gardner (dalam Suparyan, 2007, hlm.2) mengemukakan bahwa kemampuan spasial merupakan kemampuan yang sangat penting untuk pemikiran ilmiah yang dapat digunakan
untuk
menggambarkan
dan
memanipulasi
informasi
dalam
pembelajaran dan pemecahan masalah. Dalam kemampuan spasial diperlukan adanya pemahaman perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka dan kemampuan dalam transformasi mental dari bayangan visual. Pemahaman tersebut tentunya diperlukan dalam belajar matematika. Pada anak usia sekolah kemampuan spasial ini sangat penting karena kemampuan spasial erat hubungannya dengan aspek kognitif secara umum. Hal tersebut sesuai dengan temuan yang diperoleh Guay & McDaniel dan Bishop (dalam Tambunan, 2006, hlm.28) bahwa kemampuan spasial mempunyai hubungan positif dengan matematika pada anak usia sekolah. Studi dari Shermann (dalam Tambunan, 2006, hlm.28) juga menemukan bahwa matematika dan berpikir spasial mempunyai korelasi yang positif pada anak usia sekolah, baik pada kemampuan spasial taraf rendah maupun taraf tinggi. Selanjutnya menurut Soemadi (1994), agar dapat belajar geometri dengan baik dan benar, siswa dituntut untuk menguasai kemampuan dasar geometri, keterampilan dalam pembuktian, keterampilan membuat lukisan dasar geometri, dan memiliki kemampuan spasial (keruangan) yang memadai. Penelitian menunjukkan bahwa pemahaman pengetahuan spasial dapat mempengaruhi kinerja yang berhubungan dengan tugas-tugas akademik terutama matematika, membaca dan IPA (dalam Suparyan, 2007, hlm.1). Selain itu, banyak profesiprofesi teknis dan ilmiah yang membutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan spasial di atas 90%, diantaranya adalah arsitek, perancang pesawat,
2
pilot, arsitek, ahli fisika, dokter, dan sebagainya, seperti yang dikemukakan Owens (dalam Suparyan, 2007, hlm.23) sebagai berikut: All students can and should develop spatial abilities. Spatial abilities are not just important part of learning geometry. They are involved in other parts of the mathematic curriculum, in other parts of the school curriculum beyond mathematics, and in any parts of people’s live and career. Pada hakikatnya, geometri memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat dipahami anak dibandingkan cabang matematika yang lain. Hal ini disebabkan karena benda-benda geometris yang memuat ide-ide geometri ada di sekeliling anak jauh sebelum anak memasuki usia sekolah sehingga secara tidak langsung sudah terbentuk pemahaman intuitif tentang ruang dalam diri anak. Akan tetapi, faktanya geometri merupakan sumber ketidakpahaman siswa di samping aritmatika (Van Hiele, 1999). Soedjadi (1991) menemukan bahwa geometri merupakan materi yang tergolong sulit bagi siswa di semua jenjang pendidikan. Hal ini terlihat dari kesulitan siswa saat menentukan suatu sudut siku-siku atau bukan; sukar mengenali dan memahami bangun-bangun geometri, terutama bangun-bangun ruang serta unsur-unsurnya. Suwarsono (dalam Suparyan, 2007, hlm. 7) juga menemukan bahwa banyak guru yang merasa kurang „aman‟ dan kurang „siap‟ jika mengajarkan materi geometri karena merasa penguasaannya dalam materi-materi geometri masih kurang memadai. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami melakukan observasi dan wawancara terhadap salah satu guru matematika di SMP Labolatorium Universitas Pendidikan Indonesia untuk mengetahui bagaimana kegiatan pembelajaran geometri di sekolah. Masalah-masalah yang terjadi di sekolah dalam pembelajaran di sekolah khususnya pada materi geometri diantaranya adalah sulitnya siswa untuk membayangkan bangun-bangun geometri, kurangnya minat siswa terhadap materi bangun ruang. Solusi yang sudah dicoba untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya dengan menggunakan metode yang menarik dan interaktif, salah satunya dengan memanfaatkan media pembelajaran komputer, diantaranya dengan program-program Geometri seperti Cabri dan Sketchpad. Program Geometri ini digunakan untuk membantu siswa memahami konsep geometri dengan mudah.
3
Berbagai pendekatan dan metode pembelajaran dapat dipadankan dengan penggunaan program-program Geometri tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, untuk mengetahui bagaimana kemampuan spasial dan self concept siswa, kami membuat instrumen tes berupa tes kemampuan spasial dan instrumen non-tes berupa angket self concept berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur. Instrumen tes dan non-tes tersebut kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat validitas, reabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda tiap item soal.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut: a) Apakah instrumen tes kemampuan spasial yang diberikan pada siswa valid dan reliabel? b) Bagaimana indeks kesukaran dan daya pembeda masing-masing item soal tes kemampuan spasial yang diberikan pada siswa? c) Apakah angket self concept yang diberikan pada siswa valid dan reliabel?
1.3
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penyusunan makalah ini
diantaranya adalah sebagai berikut: a) Untuk mengetahui bagaimana validitas dan reabilitas instrumen tes kemampuan spasial yang diberikan pada siswa b) Untuk mengetahui bagaimana indeks kesukaran dan daya pembeda masing-masing item soal tes kemampuan spasial yang diberikan pada siswa c) Untuk mengetahui bagaimana validitas dan reabilitas angket self concept siswa
4
1.4
Sistematika Makalah Sistematika penulisan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut: BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sub-bab ini jelaskan mengapa peneliti tertarik untuk menyusun dan melakukan pengujian terhadap kemampuan spasial dan self concept siswa serta masalah-masalah yang berkaitan dengan pembelajaran geometri di sekolah. 1.2 Rumusan Masalah Berisi tentang rumusan masalah berdasarkan latar belakang makalah. 1.3 Tujuan Dalam sub-bab ini dijelaskan tujuan dari penyusunan laporan penelitian/makalah ini. 1.4 Sistematika Masalah Berisi headline atau garis besar isi dari tiap bab secara singkat. BAB II Model Pembelajaran dan Perangkat Evaluasi 2.1 Pembelajaran yang Diukur Berisi
tentang
hasil
wawancara
mengenai
pembelajaran
matematika di kelas, khususnya pada materi geometri. 2.2 Kemampuan yang diukur Berisi
tentang
landasan
teori/kajian
pustaka
mengenai
kemampuan spasial dan self concept siswa. 2.3 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan yang diukur Berisi tentang kisi-kisi instrumen tes kemampuan spasial dan angket self concept siswa berdasarkan aspek dan indikator yang akan diukur.
5
2.4 Instrumen Kemampuan yang diukur Berisi tentang instrumen tes kemampuan spasial dan angket self concept siswa yang telah disusun. BAB III Uji Coba Instrumen 3.1 Uji Keterbacaan Soal (Skala Terbatas) Berisi tentang hasil uji keterbacaan soal dalam skala terbatas pada 5 orang siswa serta hasil uji terhadap 5 orang ahli. 3.2 Uji Coba Instrumen Berisi tentang hasil uji coba instrumen terhadap 25 orang siswa serta hasil uji terhadap 5 orang ahli. BAB IV Analisis Instrumen 4.1 Validitas Instrumen Berisi tentang analisis mengenai validitas instrumen tes maupun non-tes secara keseluruhan dan validitas per item soal. 4.2 Reliabilitas Instrumen Berisi tentang analisis mengenai reliabilitas instrumen tes maupun non-tes. 4.3 Analisis Item Tes Berisi tentang analisis mengenai indeks kesukaran dan daya pembeda per item soal. 4.4 Penyempurnaan Item Tes Berisi tentang perbaikan terhadap soal-soal yang belum memenuhi standar berdasarkan analisis item tes yang telah dilakukan menurut pendapat ahli. Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan dan saran terhadap pengujian instrumen tes dan instrumen non-tes yang telah dilakukanyang menjawab rumusan masalah yang sudah dikemukakan.
6
BAB II MODEL PEMBELAJARAN DAN PERANGKAT EVALUASI
2.1
Pembelajaran yang Diukur Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan dari tingkat dasar
sampai tingkat menengah atas. Termasuk di antaranya yaitu di tingkat menengah pertama atau SMP. Berdasarkan Permendiknas No. 23 Tahun 2006, Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk tingkat SMP meliputi tujuh poin yang memuat materi Bilangan; Aljabar; Geometri dan Pengukuran; serta Statistika dan Peluang. Adapun SKL dalam bidang Geometri yaitu memahami bangun-bangun geometri, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, ukuran dan pengukurannya, meliputi: hubungan antar garis, sudut (melukis sudut dan membagi sudut), segitiga (termasuk melukis segitiga) dan segi empat, teorema Pythagoras, lingkaran (garis singgung sekutu, lingkaran luar dan lingkaran dalam segitiga, dan melukisnya), kubus, balok, prisma, limas dan jaring-jaringnya, kesebangunan dan kongruensi, tabung, kerucut, bola, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Berdasarkan karakteristik tahapan perkembangan kemampuan kognitif menurut Piaget, siswa yang berada pada tingkat SMP berada pada tahap belajar formal operasional.
Tahap operasional
formal
adalah periode terakhir
perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik pada tahap ini yaitu diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif,
penalaran
moral,
perkembangan
psikoseksual,
dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkret. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap pengajar mata pelajaran matematika di SMP Labschool, didapatkan informasi mengenai
7
bagaimana pembelajaran di sekolah tersebut dilaksanakan. Model pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan tujuan materi yang sedang dipelajari. Dalam pembelajaran Geometri, khususnya, Guru memanfaatkan media pembelajaran berupa program-program komputer yang dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam materi geometri bangun ruang. Adapun software yang digunakan yaitu Geometer’s SketchPad dan dilaksanakan di laboratorium komputer sekolah jadi masing-masing siswa menggunakan satu komputer. Selain media software, media lain yang juga digunakan yaitu alat peraga berbentuk model-model 3D yang dapat langsung disentuh dan dieksplorasi oleh siswa. 2.2
Kemampuan yang Diukur Aspek yang diukur dalam evaluasi pembelajaran berdasarkan kurikulum
yang berlaku yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif. Adapun kemampuan dalam pembelajaran geometri yang akan diukur yaitu kemampuan spasial (kognitif) dan self concept (afektif). Dalam bidang matematika, kemampuan spasial sangat penting untuk ditingkatkan. Kemampuan ini akan membantu siswa dalam memahami geometri serta sifat-sifat yang termuat di dalamnya. Selanjutnya kemampuan ini juga bermanfaat bagi siswa untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 2.2.1 Jenis Kemampuan yang Diukur A. Kemampuan Spasial Para ahli memiliki berbagai pendapat mengenai definisi kemampuan spasial. Di antaranya yaitu Colom, dkk. yang menyatakan kemampuan spasial sering kali didefinisikan sebagai generasi, retensi, pengambilan, dan transformasi gambar-gambar visual. Sedangkan Tartre dalam Berna menyebutkan kemampuan spasial sebagai kemampuan mental yang berkaitan dengan memahami, memanipulasi, menyusun kembali, atau menginterpretasikan relasi-relasi secara visual. Mengenai batasan dari kemampuan ini Olkun (2003) mengkhususkan konsep kemampuan spasial digunakan untuk kemampuan yang berkaitan
8
dengan ruang dan dua komponen utama dalam kemampuan ini yaitu relasi spasial dan visualisasi spasial. Lebih lanjut lagi, Gardner dalam Harmony & Theis mengemukakan bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang
secara
tepat
atau
dengan
kata
lain
kemampuan
untuk
memvisualisasikan gambar, yang di dalamnya termasuk kemampuan mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan suatu hal atau benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, mengungkapkan data dalam suatu grafik serta kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang. Piaget & Inhelder dalam Tambunan (2007) menyebutkan bahwa kemampuan spasial sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial (kemampuan untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang). Berdasarkan definisi di atas, kemampuan visual adalah kemampuan yang erat kaitannya dengan visualisasi benda dalam ruang. Kemudian benda tersebut dikenai perubahan yang berkaitan dengan berbagai macam aspek dari spasial. Di antara perubahan tersebut antara lain rotasi, proyeksi, konservasi jarak, dsb. Kemampuan untuk menvisualkan hasil dari perubahan
ini
menunjukkan tingkat
kepekaan
seseorang
terhadap
keseimbangan relasi pada ruang tersebut. Kemampuan spasial berkaitan dengan keberhasilan seseorang baik dari sisi melakukan kegiatan sehari-hari maupun berkaitan dengan studi keilmuan yang lain. Dalam kegiatan sehari-hari misalnya berkaitan dengan
9
bagaimana kita membaca peta, menyetir yang berhubungan dengan bagaimana kita memperkirakan posisi kita di antara pengendara lain, atau tugas seperti menyusun barang-barang dalam satu tempat yang berkaitan dengan bagaimana kita menentukan tempat yang pas untuk suatu barang. Dari segi keilmuan yang terkait, kemampuan visual sangat berpengaruh dalam bidang matematika, teknik, meteorologi, arsitektur, radiologi, dan semua bidang lain lain yang berkaitan dengan konsep “keruangan”. Misalnya dalam bidang radiologi, seorang pengamat harus mampu menginterpretasikan gambar hasil scan dengan x Ray. Kemampuan visual juga semakin penting seiring berkembangnya teknologi seperti komputer grafis. Dalam bidang geometri, kemampuan spasial adalah kemampuan yang amat penting terutama yang berkaitan dengan konsep ruang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pakaya (2013) kemampuan spasial memiliki hubungan positif dengan hasil belajar geometri. Kemampuan spasial mempengaruhi hasil belajar geometri sebesar 10,311% sedangkan 89,689% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Hal ini berati seiring dengan meningkatnya kemampuan spasial siswa, maka hasil belajar atau performance siswa dalam materi geometri juga akan meningkat. Faktor lain yang berpengaruh pada hasil belajar siswa selain kemampuan atau ability adalah bagaimana konsep diri siswa itu sendiri. Konsep diri ini juga dikenal dengan self concept yang terkait dengan bagaimana seseorang melihat dirinya secara utuh, yakni bagaimana ia melihat dirinya (self image), menilai kemampuannya (self esteem), maupun harapan akan dirinya sendiri (self ideal). B. Self Concept Rosenberg dalam Zaharapoulos mendefinisikan self concept sebagai keseluruhan dari pemikiran dan perasaan seseorang yang mereferensikan dirinya sendiri sebagai objek. Dalam konteks pendidikan, self concept dinyatakan sebagai hasil yang diharapkan dari diri sendiri, proses yang
10
mengintervensi hasil dari bidang lain yang diharapkan seperti hasil belajar, atau sebagai faktor utama yang mempengaruhi proses seperti motivasi, ataupun ketekunan. Shavelson dalam Eleni menyatakan self concept pada dasarnya merupakan apa yang seseorang pikirkan tentang dirinya sendiri. Persepsi tersebut terbentuk melalui pengalaman pribadi dengan lingkungan dan dipengaruhi oleh penguatan dan evaluasi oleh orang lain yang signifikan. Selanjutnya Shavelson menambahkan self concept bersifat multidimensi, artinya seseorang memiliki persepsi yang berbeda terhadap diri mereka sendiri untuk aspek-aspek yang berbeda dalam hidup mereka (misalnya persepsi terhadap penampilan fisik, persepsi dari kemampuan akademik), serta konsep diri secara global. Juga disebutkan bahwa self concept terbentuk secara hierarkis dalam hal yang bersifat umum, persepsi global dari diri terbentuk dari persepsi-persepsi diri dalam situasi-situasi yang lebih spesifik. Definisi lainnya yaitu konsep diri atau self concept adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual. Termasuk di dalamnya adalah persepsi individu dengan orang lain maupun lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, serta tujuan, harapan, dan keinginannya (Fitts dalam Herniati, 2011). Malcolm & Sleve dalam Suratman menyebutkan perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh empat faktor yaitu; 1. Reaksi orang lain (signifikan other), yakni bagaimana orang lain memperlakukan kita. 2. Perbandingan
dengan
orang
lain,
individu
sering
kali
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sebaya atau hampir sama dengannya. 3. Peran individu, harapan dan pengalaman individu dalam suatu peran akan turut mempengaruhi konsep dirinya.
11
4. Identifikasi dengan orang lain, yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah orang tua. Seorang anak yang orang tuanya memiliki konsep diri positif cenderung akan merasa bahwa dirinya memiliki konsep diri yang positif pula. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa self concept merupakan bagaimana seorang individu melihat
dirinya sendiri secara utuh,
menyangkut setiap aspek kehidupannya seperti fisik, emosi, intelektual, spiritual, dan sosial. Self concept individu secara global terbentuk secara hierarkis dari hal-hal yang lebih spesifik. Selain itu self concept tidak bersifat statis tetapi dinamis seiring dengan perubahan yang dialami oleh individu tersebut. Perubahan itu dapat berasal dari interaksi individu dengan lingkungan (eksternal) ataupun perubahan dalam diri individu itu sendiri (internal). Menurut Nagy, et al (Yuberta, 2013) dimensi spesifik self concept akademis menunjukkan suatu penilaian individu yang memandang dirinya dikaitkan dengan kemampuannya dalam akademis. Ketika pandangan yang diperoleh memuaskan, maka akan terbentuk konsep diri positif begitu pula sebaliknya. Dilihat dari dimensinya, self concept berarti bagaimana individu melihat, menilai, dan berharap akan dirinya sendiri. Bagaimana self concept seseorang sudah tentu akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Siswa dengan self concept yang rendah cenderung tidak memiliki motivasi yang kuat maupun sikap bersungguh-sungguh dalam pembelajaran sehingga siswa tersebut menjadi mudah frutsasi dan menyerah jika menemui kesulitan. Sebaliknya siswa dengan self concept yang baik cenderung bersemangat dan memiliki motivasi tinggi bahwa dirinya dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Sikap dalam pembelajaran ini selanjutnya berpengaruh terhadap prestasi siswa di sekolah. Self concept yang baik juga berarti bahwa siswa mengenal dengan baik kelebihan dan kelemahannya sehingga ia dapat memaksimalkan usahanya untuk dapat mengembangkan 12
kemampuan yang dimiliki serta menanggulangi kelemahan yang ada pada dirinya. Hal lain yang juga penting yaitu self concept akan berpengaruh besar ketika siswa dihadapkan pada tugas atau ujian. Siswa dengan self concept yang baik akan merasa tertantang dengan ujian tersebut dan ia akan berusaha sekuat
tenaga untuk menjalaninya dengan baik dengan
mengandalkan kemampuannya dirinya sendiri. Hal ini tentu akan menjauhkannya dari tindakan meniru hasil kerja orang lain. Sedangkan siswa dengan self concept yang rendah cenderung “menyerah” di awal dan lebih memilih untuk tidak mempercayai kemampuannya sendiri. Akibatnya ia lebih memilih meniru hasil kerja orang lain dan impact yang lebih parah yaitu ia secara tidak sadar telah “mematikan” kreativitasnya sendiri. 2.2.2 Indikator Kemampuan yang Diukur A. Indikator Kemampuan Spasial Velez, Deborah, dan Marylin (2006) menyatakan kemampuan spasial adalah suatu keterampilan yang meliputi memanggil, mengingat, dan mentransformasi informasi visual dalam konteks keruangan. Kemampuan spasial ini kemudian dibagi menjadi lima aspek, yaitu: Orientasi spasial yaitu kemampuan untuk menduga secara akurat perubahan orientasi suatu objek. Memori lokasi spasial yaitu kemampuan untuk mengingat posisi objek pada suatu urutan. Visualisasi spasial
kemampuan
mengenal dan
menghitung
perubahan orientasi pada suatu adegan. Walaupun kemampuan ini secara definitif mirip dengan rotasi mental, kemampuan ini tidak memerlukan rotasi mental dari objek, tetapi memperkirakan satu posisi dalam hubungannya ke suatu objek statis. Visualisasi spasial didefinisikan juga sebagai kemampuan untuk membayangkan hasil sesudah melipat atau merakit bagian-bagian suatu objek.
13
Disembedding adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan suatu objek sederhana yang dilekatkan dalam gambar yang lebih kompleks. Persepsi spasial mengacu pada kemampuan seseorang untuk menemukan arah horizontal dan vertikal yang paling lazim pada suatu keadaan yang polanya dialihkan. B. Indikator Self Concept Self concept adalah pandangan setiap individu tentang dirinya sendiri. Konsep ini menurut Calhoun dalam Raras, memiliki 3 dimensi, yaitu (1) pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, (2) pengharapan individu terhadap dirinya sendiri, dan (3) penilaian individu tentang dirinya sendiri. Dimensi pertama dari self concept, yaitu pengetahuan individu tentang dirinya. Pengetahuan ini menempatkan setiap individu ke dalam kelompok ataupun kategori-kategori sosial tertentu. Dalam benak setiap individu, terdapat satu daftar identitas yang menggambarkan dirinya. Misalnya berapa usianya, kebangsaannya, sukunya, pekerjaannya, keadaan fisiknya, dan sebagainya. Dengan demikian, self concept setiap individu dapat didasarkan pada
keseluruhan
pengetahuan
daftar
identitas
dirinya
yang
menempatkannya ke dalam kelompok ataupun kategori-kategori sosial tertentu. Misalnya menjadi kelompok usia, kelompok bangsa, kelompok suku, kelompok pekerjaan, kelompok keadaan fisik, dan sebagainya. Dalam pengertian luas, setiap individu juga mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok sosial lainnya, yang akhirnya akan menambah luas pengetahuan tentang daftar identitas dari dirinya. Dimensi kedua dari aspek self concept adalah harapan atau cita-cita diri. Setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri. Pengharapan ini merupakan diri ideal, yaitu cita-cita diri atau suatu anganangan individu tentang apa yang diinginkannya dari dirinya. Diri ideal yang terdapat pada setiap individu adalah berbeda. Pengharapan bagi setiap individu adalah tujuan yang membangkitkan kekuatan serta mendorong
14
setiap individu menuju masa depan dan memandu kegiatan individu dalam perjalanan hidupnya. Satu hal yang pasti, setelah individu mencapai tujuannya, maka akan muncul cita-cita atau pengharapan lain/baru. Dimensi ketiga dari self concept adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Dalam artian, setiap individu adalah berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri setiap hari. Menurut Calhoun dalam Raras, penilaian yang dilakukan setiap individu terhadap dirinya sendiri setiap hari akan diukur dengan mengajukan pertanyaan apakah diri bertentangan dengan (1) "saya dapat menjadi" apa, yaitu pengharapan bagi diri individu itu sendiri (dimensi pengharapan) dan (2) "saya seharusnya menjadi apa", yaitu standar individu bagi dirinya sendiri. Hasil pengukuran dari dua pertanyaan ini disebut dengan rasa. 2.3
Kisi-kisi Instrumen Kemampuan yang diukur 2.3.1 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Spasial Kisi-kisi kemampuan spasial disusun berdasarkan kurikulum yang digunakan saat ini yaitu kurikulum 2013. Adapun materi yang akan diuji yaitu materi geometri di kelas VIII semester 2 dan khususnya dibatasi pada materi bangun ruang. Kompetensi Dasar yang akan diukur yaitu kompetensi 3.9 dan 3.11 (lihat tabel kisi-kisi). Aspek kemampuan spasial yang akan diukur kemudian dihubungkan dengan indikator dalam kurikulum. Dari lima indikator yang telah ditentukan kemudian disusun instrumen soal yang sesuai untuk memenuhi tujuan dari indikator tersebut. Selain itu, ditentukan pula tingkat kognitif dari masing-masing soal berdasarkan taksonomi Bloom. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam menentukan bobot nilai dari masing-masing soal. Semakin tinggi tingkat kognitifnya maka bobot yang diberikan pun semakin tinggi pula dan sebaliknya. Sedangkan pemberian bobot nilai ini disesuaikan dengan jumlah poin pertanyaan pada masing-masing butir soal. Yang perlu diperhatikan di sini adalah kurikulum yang digunakan untuk menyusun instrumen soal adalah kurikulum 2013, sedangkan
15
kurikulum yang digunakan di sekolah yang akan diuji masih menggunakan kurikulum 2006. Untuk hal ini, perbedaan kurikulum yang digunakan tidak menjadi masalah. Hal ini dikarenakan berdasarkan wawancara dengan guru matematika di SMP Laboratorium UPI, guru-guru di sana sudah mulai mendapatkan pelatihan dan bimibingan mengenai kurikulum 2013. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sekolah tersebut sudah tidak asing dengan kurikulum 2013. Selain itu, terdapat alasan lain yang lebih mendasar yaitu aspek yang akan diuji dalam instrumen ini tidak berfokus pada indikator dalam kurikulum yang berlaku. Akan tetapi berfokus pada kemampuan spasial yang akan diukur. Oleh karena itu pula tidak semua indikator dalam kurikulum diuji melalui instrumen ini, tetapi hanya beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan spasial. Dari lima aspek kemampuan spasial yang telah disebutkan sebelumnya, hanya empat aspek yang akan diukur melalui instrumen yang disusun. Aspek yang tidak diukur tersebut adalah memori lokasi yaitu kemampuan untuk mengingat posisi objek pada suatu urutan. Hal ini dikarenakan aspek ini bukan termasuk aspek kognitif sehingga tidak dapat diukur memalui instrumen tes. Aspek ini termasuk dalam ranah psikomotorik sehingga apabila akan diukur maka diperlukan instrumen lain yang lebih sesuai.
16
ANALISIS BUTIR SOAL TES KEMAMPUAN SPASIAL (RANAH KOGNITIF) Mata Pelajaran : Matematika Kelas : VIII (Delapan) Semester : II (dua) GEOMETRI DAN PENGUKURAN Kompetensi Inti : 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata
Kompetensi Dasar
3.9 Menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas
Aspek Kemampuan
Indikator Kemampuan Spasial
No. Soal
Ranah Kognitif
Tingkat Kesukaran
Orientasi spasial (kemampuan untuk menduga secara akurat perubahan orientasi suatu objek)
Mengidentifikasi bentuk atau posisi suatu objek geometri yang dipandang dari sudut pandang tertentu
4
Mengenali/ Mengidentifikasi (C1)
Mudah
Visualisasi spasial (kemampuan mengenal dan menghitung perubahan orientasi pada suatu adegan)
Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan gambar geometri Mengkonstruksi dan merepresentasikan model-model geometri yang digambar pada bidang datar
3,5
Mengklasifikasikan/ Mengelompokkan (C2) Memproduksi/ Mengkontruksi (C6)
Daya Pembeda
1 Soal Sedang dan 1 Soal Sulit
17
Kunci Jawaban/ Bobot Nilai
Kompetensi Dasar
3.11 Menaksir dan menghitung volume permukaan bangun ruang yang tidak beraturan dengan menerapkan geometri dasarnya
Indikator Kemampuan Spasial
No. Soal
Persepsi spasial (kemampuan seseorang mengingat arah vertical dan horizontal yang paling lazim pada suatu keadaan yang polanya dialihkan
Dapat menyatakan kedudukan antar unsurunsur dalam bangun ruang pada sudut pandang tertentu
1
Disembedding (kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan suatu objek sederhana yang dilekatkan pada objek yang lebih kompleks)
Menginvestigasi suatu objek geometri
2
Aspek Kemampuan
Ranah Kognitif Menafsirkan/ Merepresentasi
Tingkat Kesukaran
Daya Pembeda
Sedang
(C2)
Menganalisis/ Memeriksa
Sedang
(C4)
18
Kunci Jawaban/ Bobot Nilai
Berdasarkan kisi-kisi instrument kemampuan spasial tersebut terlihat bahwa ada satu aspek kemampuan spasial yang diukur oleh dua soal. Hal ini bertujuan agar soal yang diujikan tidak terlalu sedikit. Jika hanya 1 soal untuk 1 aspek, karena aspek kemampuan spasial yang diujikan pada isntrumen ini hanya 4 aspek. Dengan demikian, artinya soal yang diujikan hanya 4 soal dengan waktu yang disediakan adalah 50 menit. Sedangkan, alasan tim penyusun memilih hanya pada aspek “visualisasi spasial” saja yang terdiri atas dua soal disebabkan oleh judgment penyususun instrument setelah studi literatur bahwa diantara keempat aspek kemampuan spasial tersebut yang paling essensial adalah pada aspek “visualisasi spasial”. Hal ini, diperkuat oleh banyaknya hasil penelitian Benbow dan Mc Ginness (dalam Geary, 1996) yang menemukan adanya hubungan antara pemecahan masalah matematika dengan kemampuan visual spasial. 2.3.2 Kisi-kisi Instrumen Self Concept Kemampuan self concept terdiri dari tiga dimensi yang akan diukur yakni pengetahuan, harapan, dan penilaian. Setiap dimensi memiliki masing-masing dua indikator yang dijabarkan dalam pernyataan positif dan negatif.
19
KISI-KISI SKALA SIKAP SELF CONCEPT
NO
1
2
DIMENSI YANG DIUKUR
PENGETAHUAN
HARAPAN
INDIKATOR Partisipasi siswa dalam pelajaran matematika Pandangan siswa tentang kemampuan matematika yang dimiliki Tujuan siswa dalam belajar matematika untuk masa yang akan dating Pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan suatu model Peran aktif siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika
3
PENILAIAN
Ketertarikan siswa terhadap soal-soal kemampuan spasial dalam kehidupan sehari-hari
NOMOR PERNYATAAN POSITIF NEGATIF 4, 5
14, 2
15,6
1,18
13, 20
17
3
12, 19
8
16
10,9
7,11
2.4 Instrumen Kemampuan yang diukur 2.4.1 Instrumen Kemampuan Spasial Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan spasial yaitu berupa tes esai yang terdiri dari 5 butir soal. Butir soal pertama memiliki 3 poin pertanyaan yang masing-masing memiliki bobot nilai 2. Butir soal kedua
20
merupakan pertanyaan yang meminta siswa menyatakan strategi penyelesaian soal bangun ruang dan memiliki bobot nilai 4. Butir soal ketiga berisi pertanyaan tentang jaring-jaring bangun ruang prisma dan limas, terdiri dari 2 poin pertanyaan dengan masing-masing berbobot nilai 2. Butir soal keempat masih terkait dengan jaring-jaring yang dihubungkan dengan bangunnya, memiliki bobot nilai 7 karena siswa diminta menyebutkan tujuh titik yang sesuai dengan bangun yang diberikan. Butir soal kelima terdiri dari 3 poin pertanyaan dengan masing-masing berbobot nilai 3. Ringkasan instrumen kemampuan spasial dapat dilihat dalam tabel berikut. Soal Jumlah Poin Bobot Nilai 1 3 2 6 2 1 4 4 3 2 2 4 4 7 1 7 5 3 3 9 Total 30 2.4.2 Instrumen Self Concept Instrumen kemampuan self concept terdiri dari 20 butir pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan pada kolom berikutnya disediakan lima pilihan sikap untuk siswa. Pilihan sikap siswa ini didasarkan pada konsep skala likert yaitu STS (sangat tidak setuju); TS (tidak setuju); N (Netral); S (setuju); dan SS (sangat setuju). Siswa kemudian diminta untuk membaca pernyataan yang diberikan dan memberikan tanda ceklis (√) atau silang (x) pada kolom yang menurut mereka sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Lembar instrumen self concept dapat dilihat pada lampiran.
21
BAB III UJI COBA INSTRUMEN
Untuk memperoleh data dan informasi mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam makalah
ini,
maka
setelah disusun seperangkat instrumen, perlu
dilakukan uji coba terhadap instrumen tersebut. Adapun uji coba yang dilakukan meliputi dua tahapan uji coba, yaitu uji keterbacaan dan uji coba ke sekolah. Uji keterbacaan dilakukan dengan dua jenis pengujian yang berbeda, yaitu melalui validator ahli dan uji keterbacaan terbatas. Sedangkan uji coba ke sekolah dilakukan setelah dua pengujian tersebut dilakukan dan dianalisa. Uji keterbacaan dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai validitas teoritik tes soal kemampuan spasial dan self concept. Validitas teoritik yang dimaksud adalah validitas muka (konstruk), isi, dan bahasa. Uji coba ke sekolah dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai validitas empirik, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran instrumen kemampuan spasial dan self concept. 3.1 Uji Keterbacaan Instrumen yang baik dan dapat dipercaya adalah yang memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, sebelum instrumen tersebut dianalisis lebih lanjut, maka terlebih dahulu dilakukan uji coba keterbacaan yang diberikan bukan pada siswa yang akan menjadi testi pengujian instrumen secara empirik. Uji keterbacaan soal ini diberikan kepada lima siswa yang berasal kelas IX SMP Negeri 29 Bandung yang juga telah mendapatkan materi mengenai bangun ruang sisi datar. Lima orang siswa kelas IX tersebut dipilih berdasarkan tingkat kemampuan menurut guru bidang studi matematika kelas IX di sekolah tersebut, yaitu satu siswa berkemampuan tinggi, tiga siswa berkemampuan sedang, dan satu siswa lainnya berkemampuan rendah. Selain dilakukan uji keterbacaan soal pada siswa, kami juga meminta bantuan kepada lima orang orang validator ahli untuk mengetahui validitas instrumen secara teoritik. Lima orang ahli yang menjadi validator instrumen
22
dipilih berdasarkan latar belakang keahlian yang berbeda, yaitu guru matematika, guru bahasa, ahli pembelajaran matematika, ahli bidang matematika, dan ahli evaluasi atau pengajaran. Penilaian oleh validator ahli dan uji keterbacaan dilakukan pada waktu yang sedikit berbeda. Hal ini dilakukan agar soal yang diberikan pada saat uji coba terbatas adalah soal yang dinilai telah memiliki kevalidan yang tinggi dari segi validitas isi dan bahasa instrumen. Penilaian oleh validator ahli dilakukan terlebih dahulu yaitu pada tanggal 14-18 Maret 2014, dilanjutkan dengan konsultasi perbaikan instrumen tes kemampuan spasial dan self concept. A. Validator Ahli Kualitas soal secara teoritik, yaitu validitas isi dan bahasa diketahui berdasarkan penilaian oleh lima orang validator. Validitas isi adalah derajat dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang akan diukur (Sukardi, 2003:123). Validitas ini berkenaan dengan kesahihan instrumen, dengan materi yang akan ditanyakan, baik menurut per butir soal maupun menurut soalnya secara menyeluruh (Ruseffendi, 1998:133). Erman (2003: 105) menyatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan agar suatu intrumen memiliki validitas isi yang baik adalah: a) Bahan instrumen merupakan sampel representatif untuk mengukur seberapa jauh tujuan (indikator pembelajaran dan kompetensi dasar) dapat tercapai, baik ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari segi tingkat proses belajar. b) Titik berat bahan yang diujikan harus berimbang dengan titik berat bahan dalam kurikulum, sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan untuk menyajikannya dalam kegiatan belajar-mengajar. c) Untuk mengerjakan evaluasi tersebut tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak relevan atau bahan yang belum diajarkan. Setelah mempertimbangkan tiga hal di atas, disusunlah instrumen dan lembar validatornya. Penilaian oleh validator dilakukan dengan cara yang sama yaitu dengan mengisi lembar validator yang akan diisi oleh para ahli dan
23
konsultasi terhadap perbaikan instrumen. Selain untuk menilai validitas isi, lembar validator yang diisi oleh para ahli tersebut juga disusun untuk mengetahui validitas bahasa dari instrumen yang telah disusun. Validitas bahasa suatu instrumen disebut pula sebagai validitas bentuk instrumen (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Erman, 2003: 106). Apabila suatu instrumen tidak dapat atau sulit dipahami maksudnya sehingga testi tidak bisa menjawabnya dengan baik, kemudian jika soal tes kurang bersih, tulisan terlalu berdesakan, tanda baca atau notasi lain mengenai bahan uji yang kurang jelas atau salah, ini berarti akan mengurangi validitas bahasanya hingga memasuki kategori tidak baik. Jadi validitas muka bahasa instrumen hanya menyangkut keabsahan penyajian instrumen tersebut berkenaan dengan tampilan luarnya saja, belum menyangkut materi bahan uji instrumen itu sendiri. Pada umumnya alat evaluasi yang mempunyai validitas isi yang baik, validitas bahasanya juga baik, tetapi tidak sebaliknya. Oleh karena itu, validitas muka ini dapat ditentukan berdasarkan pendapat para ahli yang kompeten bersamaan dengan validitas isi. Namun, aspek yang dinilai oleh tiap validator tidak sama, karena berdasarkan pada aspek latar belakang keahlian tiap validator. Komentar, penilaian, dan saran validator selanjutnya dijadikan dasar untuk memperbaiki soal tes spasial dan pernyataan self concept. Berikut adalah rekapitulasi hasil validasi dari validator ahli:
No 1
2
Validator Ahli Guru Matematika: Dwi Haryanto, M.Pd Guru Bahasa Indonesia:
Komentar Cek kembali redaksi kata pada angket pernyataan self concept Penggunaan bahasa sudah sesuai dengan
Hasil Penilaian Validitas Tinggi
Tinggi
Perbaikan Memberikan revisi redaksi pernyataan self concept no 4, 5, 7, 8 Menyederhanakan pertanyaan pada
24
Dessy D, S.Pd.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), namun apabila kalimat soal tidak terlalu panjang/disederhana kan kembali maka akan dapat memudahkan siswa dalam memahami isi soal
soal no 4 pada tes kemampuan spasial
3
Ahli Tinggi Perlu diperhatikan Pembelajaran kembali antara Matematika: indicator dengan Kartono, kompetensi yang M.Pd akan diukur (tidak koheren) Pada instrumen sikap terdapat dua pertanyaan/pernyata an serupa namun berbeda arah (positif dan negatif), maka sebaiknya digunakan untuk salah satu indikator
Memperbaiki redaksi soal no 2 sehingga sesuai dengan kategori C4 pada ranah kognitif Bloom Memperbaiki item pernyataan angket self concept no 6,13,17
4
Ahli Bidang Terlalu banyak yang Matematika: diketahui dari soal Dr. Stanley kemampuan spasial Dewanto, M. yang no 1, jika pada Pd gambar telah ada suatu simbol kesamaan panjang segmen maka tidak perlu lagi diberikan keterangannya pada soal Pada soal kemampuan spasial
Memperbaiki soal no 1
Tinggi
Memperbaiki soal no 2
25
no 2, jika pertanyaannya adalah “Hitung Volum” maka bukanlah merupakan soal menganalisis/ memeriksa dengan kategori C4 pada ranah kognitif Bloom Pernyataan self concept no 1 dan no 6, no 13, 17, dan 20 merupakan duplikasi sehingga perlu dipilih salah satu 5
Ahli Tinggi Pertanyaan dan Evaluasi/ gambar pada soal no Pengajaran: 2 pada tes Dr. H. Tatang kemampuan spasial Mulyana, kurang jelas M.Pd Pernyataan no 4, 5, 7, 12, dan 19 pada angket self concept harus berhubungan dengan matematika
Memperbaiki item pernyataan angket self concept no 6, 13, dan 17
Memperbaiki soal no 2 Mengaitkan pernyataan no 4, 5, 7, 12, dan 19 pada angket self concept dengan matematika
Berdasarkan hasil pengujian validitas teoritik oleh para ahli di atas, diperoleh kesimpulan bahwa instrumen kemampuan spasial dan self concept memiliki tingkat validitas yang tinggi. Meskipun demikian, terdapat beberapa poin yang harus direvisi dari segi penyusunan kalimat, penggunaan simbol dan keterangan gambar yang kurang jelas. Instrumen kemudian direvisi berdasarkan masukan dari para ahli.
26
B. Uji Keterbacaan pada Siswa Uji keterbacaan terbatas dilakukan juga untuk melihat kualitas secara teoritik yaitu dari segi validitas konstruk. Validitas konstruk adalah derajat dari suatu instrumen dalam mengukur konstruk yang diduga, yaitu perilaku yang tidak bisa diamati yang kita duga ada (Ruseffendi, 1998:133). Validitas konstruk ini dilakukan dengan memberikan soal kemampuan spasial dan angket self concept kepada lima orang siswa yang berasal dari kelas IX yang dianggap memiliki kemampuan setara dengan kelas VIII.E berdasarkan judgement guru bidang studi matematika di sekolah tersebut. Pengujian validitas konstruk ini dilakukan untuk memperoleh informasi keterbacaan siswa terhadap instrumen yang diberikan. Pada bagian ini, penguji tidak memberikan lembar validasi terstruktur yang harus diisi oleh testi. Namun dilakukan dengan memberikan instrumen kepada siswa dan mereka diminta untuk menuliskan komentar pada instrumen tersebut yang berkaitan dengan kejelasan soal, kejelasan maksud soal, kejelasan gambar, gambaran kemampuan mereka dalam menyelesaikan instrumen yang diberikan. Komentar pada testi tersebut, dianalisa dan dijadikan patokan untuk melakukan revisi instrumen sebelum dilakukan uji coba ke sekolah. Berikut adalah rekapitulasi komentar yang diberikan oleh siswa pada saat dilakukan uji keterbacaan: Testi
Komentar
Testi-1
Soalnya jelas Saya mengerti maksud soal Gambar jelas Saya masih bingung mengenai kesamaan antara volum udara dan volum ruangan Saya masih bingung mengenai titik sudut yang bersesuaian Pernyataan angket self concept dapat saya pahami maknanya
Testi-2
Kalimat soal yang diberikan mudah untuk dipahami sehingga saya dapat mengetahui maksud dan tujuannya Gambar yang diberikan jelas, namun ada beberapa gambar
27
yang tidak saya mengerti pada soal no. 3 Pernyataan angket self concept dapat saya pahami maknanya Testi-3
Secara umum maksud soalnya dapat saya pahami, namun saya sedikit ragu pada soal no 2 dan no 4 karena saya sudah lupa dengan materi yang ditanyakan pada soal tersebut Gambar jelas, namun saya bingung pada gambar pada soal no.5 Pernyataan angket self concept dapat saya pahami maknanya
Testi-4
Secara keseluruhan soal dan gambar terbaca dengan jelas, namun saya tidak mengerti dengan maksud “berpotongan” pada soal no. 1 Pernyataan angket self concept dapat saya pahami maknanya
Testi-5
Soal dan gambar terbaca dengan jelas, namun saya merasa gambar pada soal no.5 rumit Pernyataan angket self concept dapat saya pahami maknanya
Setelah perbaikan instrumen berdasarkan bimbingan dan masukan yang diberikan oleh para ahli, pada tanggal 17 maret 2014 dilakukan uji keterbacaan yang diberikan kepada lima orang siswa, kemudian dianalisa. Setelah instrumen valid dan direvisi berdasarkan penilaian ahli, serta memiliki tingkat keterbacaan yang baik menurut hasil analisis uji keterbacaan terbatas maka pada tanggal 20 Maret 2014 soal tes kemampuan spasial dan angket self concept diujicobakan pada kelas VIII.E dengan jumlah siswa sebanyak 25 orang. 3.2 Uji Coba ke Sekolah Instrumen yang disusun dengan maksud dan tujuan tertentu biasanya tidak didapat secara langsung pada saat penyusunan instrumen, melainkan harus memenuhi syarat dan ketentuan yang baku. Instrumen yang digunakan oleh peneliti memiliki dua syarat penting, yaitu harus valid dan reliabel, selain itu untuk instrumen tertentu seperti tes hasil belajar ditambahkan persyaratan daya
28
pembeda dan tingkat kesukaran instrumen. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui keampuhan dan keabsahan instrumen untuk mengungkapkan data yang diperluka agar berkualitas tinggi. Oleh karena itu, uji yang selanjutnya dilakukan setelah uji keterbacaan terbatas adalah uji coba instrumen ke sekolah. Uji ini dilakukan setelah merevisi instrumen berdasarkan data yang telah diperoleh pada saat uji keterbacaan terbatas. Uji coba ke sekolah ini, diberikan pada satu kelas siswa kelas VIII. Siswa yang dijadikan testi adalah siswa yang telah mempelajari materi yang akan diujikan. Sebelum dilakukan uji coba ke sekolah, terlebih dahulu diadakan wawancara dan konsultasi dengan guru bidang studi matematika pada kelas tersebut untuk mengetahui pembelajaran yang telah dilakukan selama ini di sekolah tersebut, kemampuan siswa, materi pembelajaran, dan hal lain yang dianggap perlu. Uji coba ini dilakukan selama 60 menit, dengan 50 menit siswa menjawab soal tes kemampuan spasial dan 10 menit kemudian mengisi angket self concept.
29
BAB IV ANALISIS INSTRUMEN
4.1
Validitas Instrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu
instrumen (Arikunto, 2006:168). Suatu instrumen yang valid berarti instrumen penelitian tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012:121). Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang didapat dan digunakan sesuai dengan variabel yang dimaksud. Instrumen memiliki validitas tinggi jika derajat ketepatan mengukurnya benar (Russefendi, 1998:132). Sukmadinata (2011: 228) menyatakan bahwa ada beberapa karakteristik dari validitas, yaitu: a) Instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang akan diukur, misalnya suatu tes benar-benar menggukur sikap siswa terhadap matematika bukan pengetahuan matematika siswa. b) Validitas menunjukkan derajat atau tingkatan, validitasnya tinggi, sedang, dan rendah. c) Validitas instrumen juga memiliki spesifikasi tidak berlaku umum. Misalnya suatu tes matematika menunjukkan validitas yang tinggi dalam mengukur keterampilan menghitung siswa tapi rendah dalam mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa. Validitas analisis instrumen yang akan dijelaskan pada bagian ini adalah validitas empirik. Sukmadinata (2011: 228) menyatakan validitas empirik berkenaan dengan tingkat ketepatan instrumen mengukur segi yang akan diukur dibandingkan dengan hasil pengukuran dari instrumen lain yang menjadi kriteria. Instrumen yang menjadi kriteria adalah instrumen yang sudah standar. Erman (2003: 109) menjelaskan bahwa validitas ini diperoleh melalui observasi atau pengalaman yang bersifat empirik, kriteria itu digunakan untuk menentukan tinggui-rendahnya koefisien validitas yang dibuat melalui perhitungan korelasi,
30
yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrument dengan rumus Pearson Product Moment memakai angka kasar (raw score). Kriteria yang digunakan untuk menentukan validitas instrumen adalah: Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen, Arikunto (1995: 63-69) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (Construct Validity). Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir, dengan rumus Pearson Product Moment yaitu: 𝑟
𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 . ∑ 𝑌 𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
𝑛. ∑ 𝑋 2 − ∑ 𝑋 2
𝑛. ∑ 𝑌 2 − ∑ 𝑌 2
Dimana: = Koefisien korelasi ∑
= jumlah skor item
∑
= jumlah skor total (seluruh item) = jumlah sampel
Selanjutnya dihitung dengan uji – t dengan rumus: 𝑡
𝑟 𝑛−2 𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
1 − 𝑟2
Dimana : t
= Nilai
r
= koefisien korelasi hasil
n
= jumlah responden 5 dan derajat kebebasan (dk = n-2)
Distribusi (tabel t) untuk
Kriteria untuk pengambilan keputusan adalah : Jika
𝑡
𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
> 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti valid sebaliknya
𝑡
𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
< 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti tidak valid
31
Nilai
tersebut dapat juga langsung dibandingkan dengan nilai
dengan kriteria sebagai berikut: Jika
𝑟
𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
> 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka instrumen atau item soal berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid) 𝑟
𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
< 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka instrumen atau item soal tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid)
Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut: TABEL KRITERIA VALIDITAS ITEM INSTRUMEN Besarnya r
Interpretasi
0,80 < r < 1,00
Sangat tinggi
0,60 < r < 0,79
Tinggi
0,40 < r < 0,59
Cukup Tinggi
0,20 < r < 0,39
Rendah
0,00 < r < 0,19
Sangat rendah (Tidak Valid)
A. Validitas Instrumen Angket Self Concept Dalam makalah ini, instrumen self concept yang digunakan berbentuk angket. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi aspek, aspek dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikatorindikator yang terukur ini berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut:
32
Pernyataan Positif
Pernyataan Negatif
Sangat Setuju
(SS) = 5
Sangat Setuju
(SS) = 1
Setuju
(S) = 4
Setuju
(S) = 2
Ragu-ragu
(R) = 3
Ragu-ragu
(R) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Tidak Setuju
(TS) = 4
Sangat Tidak Setuju
(STS) = 1
Sangat Tidak Setuju
(STS) = 5
Berikut ini adalah hasil pengujian validitas terhadap instrumen self concept: NO
KOEFISIEN KORELASI
Harga
Harga
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0,365 0,332 0,003 0,795 0,635 0,258 0,416 0,610 0,354 0,677 0,481 0,080 0,474 0,531 0,551 0,661 0,741 0,505 0,343 0,578
1,88 1,69 0,01 6,29 3,94 1,28 2,19 3,69 1,81 4,41 2,63 0,38 2,58 3,00 3,16 4,22 5,30 2,80 1,75 3,39
2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069 2.069
KEPUTUSAN
Kategori
Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid
Rendah Rendah Sangat Rendah Tinggi Tinggi Rendah Cukup Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Cukup Tinggi Sangat Rendah Cukup Tinggi Cukup Tinggi Cukup Tinggi Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Cukup Tinggi
Instrumen tes yang telah dinyatakan valid, dipakai untuk uji reliabilitas lebih lanjut, sedangkan instrumen tes yang tidak valid boleh dibuang atau diperbaiki dan diuji kembali validitasnya. Oleh karena itu, instrumen tes yang dibuat harus memenuhi ketercakupan variabel penelitian, bahkan dibuat harus melebihi kriteria
33
tersebut dalam rangka mengantisipasi adanya tes yang terbuang dan tidak terpakai nantinya. Berdasarkan hasil uji validitas terhadap angket self concept, diperoleh bahwa soal yang dinyatakan valid sebanyak tiga belas item soal yaitu soal nomor 4, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, dan 18, sedangkan tujuh item soal lainnya dinyatakan tidak valid. Jika item soal dinyatakan valid, artinya soal-soal tersebut sudah dapat mengukur apa yang hendak diukur, sebaliknya jika item soal dinyatakan tidak valid, artinya soal tersebut belum dapat mengukur apa yang hendak diukur. Meskipun demikian instrumen soal tetap perlu dilakukan uji reabilitas secara empirik untuk melihat koefisien reabilitasnya. Item-item soal yang dinyatakan tidak valid dapat diperbaiki atau dibuang. Hal ini disebabkan validitas instrumen dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan objek yang akan diteliti. Berikut ini adalah item pernyataan angket self concept yang perlu diperbaiki atau dibuang: Item No. 1 2 3 6 9 12 19
PERNYATAAN
SS
S
N
TS
STS
Saya merasa kurang percaya diri saat menghadapi pelajaran matematika Saya mengabaikan tugas/ pekerjaan rumah yang diberikan guru matematika Saya lebih mudah memahami matematika melalui diskusi kelompok Menurut saya soal-soal matematika sangat mudah untuk diselesaikan Saya suka mencari sumber belajar matematika lainnya Guru adalah satu-satunya sumber belajar dalam belajar matematika Saya senang jika guru tidak mengoreksi tugas/pekerjaan rumah yang diberikan Guru matematika
34
B. Validitas Instrumen Kemampuan Spasial Berdasarkan hasil uji coba instrumen kemampuan spasial yang telah dilakukan terhadap 25 siswa SMP Laboratorium UPI, hasil uji validitas instrumen kemampuan spasial secara keseluruhan, yaitu
5643 dengan
396, artinya instrumen dapat dikatakan valid, dengan dengan tingkat validitas sedang/cukup tinggi. Berikut ini adalah hasil pengujian validitas per item soal tes kemampuan spasial: Item Soal 𝒓
No. 1
No. 2
No.3
No.4
No.5
0,540
0,717
0,322
0,720
0,671
Valid
Valid
Tinggi
Tinggi
𝒓 Kesimpulan
Valid
Valid
0,396 Tidak Valid
Kategori
Cukup
Tinggi
Rendah
Hasil uji validitas per item soal tes kemampuan spasial yang diperoleh adalah sebagai berikut: 4 soal dinyatakan valid, sedangkan 1 soal dinyatakan tidak valid.
Berdasarkan tabel hasil pengujian di atas, diperoleh bahwa soal yang
dinyatakan valid yaitu soal nomor 1, 2, 4, dan 5, sedangkan satu item soal lainnya dinyatakan tidak valid. Jika item soal dinyatakan valid, artinya soal-soal tersebut sudah dapat mengukur apa yang hendak diukur, sebaliknya jika item soal dinyatakan tidak valid, artinya soal tersebut belum dapat mengukur apa yang hendak diukur. Dengan demikian, item soal yang dinyatakan tidak valid tidak perlu dilakukan uji reliabilitas karena soal yang valid sudah tentu reliabel, tetapi soal yang reliabel belum tentu valid. Meskipun demikian instrumen soal tetap perlu dilakukan uji reabilitas secara empirik untuk melihat koefisien reabilitasnya. Item-item soal yang dinyatakan tidak valid dapat diperbaiki atau dibuang. Hal ini disebabkan validitas instrumen dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan objek yang akan diteliti.
35
Item soal yang perlu diperbaiki adalah soal nomor 3, yaitu: 1. Perhatikan gambar di bawah ini! a) Gambar manakah yang merupakan jaring-jaring suatu bangun ruang? b) Bangun ruang apakah yang terbentuk?
(1 )
(2 )
(4 )
(3 )
(5 )
4.2 Reliabilitas Instrumen Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari asal kata reliabel yang artinya dapat dipercaya. Instrumen tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Jika kepada siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan yang sama atau ajeg dalam kelompoknya. Uno, dkk. memberikan penekanan pada pengertian reliabilitas sebagai konsistensi tes yaitu, seberapa konsisten skor tes dari satu pengukuran
ke
pengukuran
berikutnya.
Reliabilitas
merujuk
pada
ketetapan/keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang diinginkan, artinya kemampuan alat tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Keandalan adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang
36
lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Jadi jelas bahwa, reliabilitas diartikan dengan keajegan (konsistensi) bila mana tes tersebut diuji berkali-kali hasilnya relatif sama, artinya setelah hasil tes yang pertama dengan tes yang berikutnya dikorelasikan terdapat hasil korelasi yang signifikan. Derajat hubungan ini ditunjukkan dengan koefesien reliabilitas yang bergerak dari 0 sampai dengan 1. Jika koefesiennya semakin mendekati 1 maka semakin reliabel dan sebaliknya. Umumnya para pakar memberikan standar minimal koefesien reliabilitas sama atau lebih besar dari 0.6. Dalam pendidikan, kegiatan pengukuran tentunya tidak berhubungan dengan objek fisik seperti ukuran gedung, meja, tinggi badan, dan lain-lain. Kegiatan pengukuran yang lebih sering dilakukan lebih bersifat non fisik, seperti intelegensi, bakat dan minat, perilaku, persepsi siswa, atau hasil belajar siswa. Dan untuk mengukur dimensi tersebut kita memerlukan instrumen tes yang benarbenar reliabel karena item intrumen yang valid sudah tentu reliabel. Namun reliabilitas instrumen yang sudah diketahui harus terlebih dahulu diuji secara empiris, agar diketahui besarnya koefisien reliabilitas. Berikut ini adalah hasil pengujian reabilitas terhadap instrumen self concept dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu: 𝑟
𝑛 𝑛−1
𝜎𝑡2 − ∑ 𝑝𝑞 𝜎𝑡2
Dimana: = indeks reliabilitas tes secara keseluruhan = banyak item soal 2
= variansi total skor
= proporsi subyek yang menjawab item dengan benar = 1–p Nilai
tersebut dapat langsung dibandingkan dengan nilai
dk= N-1, dan taraf signifikasi 5%, diperoleh
dengan
= 0,40 kriteria sebagai berikut:
37
Jika
𝑟
𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
> 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka instrumen atau item soal berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan reliabel)
𝑟
𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
< 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka instrumen atau item soal tidak berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak reliabel)
Sebagai patokan menginterprestasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003:139). Dalam hal ini
diartikan sebagai
koefisien reliabilitas. Kriteria tingkat reliabilitasnya adalah sebagai berikut: Kriteria 0,8 ≤
Reliabilitas
≤1
Sangat tinggi
0,6 ≤
< 0,8
Tinggi
0,4 ≤
< 0,6
Cukup
0,2 ≤
< 0,4
Rendah
0,00 ≤
< 0,2
Sangat rendah
A. Reliabilitas Instrumen Self Concept Hasil uji reabilitas angket self concept secara keseluruhan, diperoleh koefisien reabilitas yaitu
798. Bila diinterpretasikan dalam kriteria
Guilford, instrumen angket self concept tersebut memiliki reliabilitas tinggi. Dengan kata lain, instrument tersebut memiliki kekonsistenan yang tinggi atau akan memberikan hasil yang relatif sama bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun pada waktu, tempat, dan kondisi yang berbeda. Hasil uji reliabilitas instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
38
Subjek
Skor Perolehan Siswa Soal Soal Soal 10 11 12
Soal 1
Soal 2
Soal 3
Soal 4
Soal 5
Soal 6
Soal 7
Soal 8
Soal 9
S-1
2
5
3
4
4
1
3
3
3
2
3
S-2 S-3 S-4 S-5
4 3
5 3
3 3
5 4
5 5
3 3
4 3
3 3
2 3
4 2
3 3
5 4
5 3
4 5
4 5
3 3
3 1
4 4
3 3
S-6 S-7 S-8 S-9
3 2 3 3
5 4 4 4
3 4 4 3
3 4 3 4
4 4 3 3
3 3 3 3
1 2 3 3
3 3 3 3
S-10 S-11 S-12 S-13
4 4 3 3
3 3 4 4
3 3 3 3
4 3 4 3
4 3 3 4
4 3 4 2
3 2 4 2
S-14 S-15 S-16 S-17
3 4 3 4
4 3 5 5
3 3 2 5
4 3 4 4
4 4 4 4
3 3 3 3
S-18 S-19 S-20 S-21
3 3 3 3
1 3 3 5
3 3 3 2
4 3 4 4
5 4 4 5
S-22 S-23
3 4
4 1
3 3
4 5
4 4
Soal 20
Skor Tota l 66
Soal 13
Soal 14
Soal 15
Soal 16
Soal 17
Soal 18
Soal 19
3
2
3
3
4
3
5
5
5
5 3
3 4
4 2
5 2
5 3
5 2
5 4
4 4
5 4
5 5
84
3 3
3 3
2 4
3 3
5 3
3 3
4 5
5 5
5 4
5 3
5 5
77
4 3 2 4
3 2 3 4
4 3 4 4
4 4 4 3
4 3 3 3
4 4 3 4
2 4 3 3
3 3 3 3
5 4 4 4
3 3 4 4
5 4 3 3
3 4 4 4
69
4 3 3 2
3 2 3 2
3 2 3 2
3 4 4 3
2 2 4 4
4 3 2 2
3 4 5 4
4 3 1 3
3 3 3 3
3 3 4 4
3 4 4 3
3 4 3 4
4 3 3 4
67
4 3 4 1
4 3 2 4
4 2 3 1
4 2 2 1
3 3 3 1
3 3 5 2
3 2 3 3
4 4 2 3
3 3 4 3
5 3 3 3
4 4 5 4
4 4 4 3
4 4 3 5
5 3 5 5
75
3 3 3 3
3 3 2 4
3 3 3 3
4 3 4 3
3 2 3 3
3 3 4 4
4 3 4 4
4 2 3 3
3 3 3 4
3 3 3 3
3 3 2 4
4 4 4 4
3 4 3 4
4 3 4 4
4 3 5 4
67
3 3
3 1
3 4
2 2
2 2
4 5
4 1
3 3
4 4
3 5
4 5
4 4
4 4
4 5
5 5
70
65 72 67 66 69 61 67 61 63 69 64 61 67 73 70
39
S-24 S-25
∑
4 2
4 3
3 3
5 2
5 2
4 3
4 2
5 2
4 2
0,39
1,27
0,47
0,56
0,58
0,33
1,04
0,50
0,72
3 1
0,67
5 3
0,76
4 3
0,89
4 3
0,46
4 2
0,76
5 2
0,83
5 3
0,84
5 2
0,54
4 2
0,46
4 3
0,58
5 3
0,69
86 48
57,14
13,4 57,1
𝒓
0,798
40
B. Reliabilitas Instrumen Kemampuan Spasial Hasil uji reabilitas instrumen kemampuan spasial secara keseluruhan, yaitu 438.
Bila
diinterpretasikan dalam kriteria
Guilford,
instrumen
kemampuan spasial tersebut memiliki reliabilitas sedang/cukup tinggi. Dengan kata lain, instrumen tersebut memiliki kekonsistenan yang tinggi atau akan memberikan hasil yang relatif sama bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun pada waktu, tempat, dan kondisi yang berbeda. Hasil uji reliabilitas instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.
4.3 Analisis Instrumen Tes Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
Soal yang dianggap baik berdasarkan PAN (Patokan Acuan Normal) adalah soal yang tingkat kesukarannya sedang, sebab bila tingkat kesukaran soal itu sedang maka dapat memberikan informasi mengenai perbedaan individual yang paling besar (Ruseffendi, 1998:160-161). Tingkat kesukaran instrumen adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan apakah suatu soal termasuk ke dalam kategori mudah, sedang, atau sukar. Tingkat kesukaran instrumen dapat diperoleh dengan mencari indeks kesukaran, rumusan untuk menentukan tingkat kesukaran (TK) adalah: TK = Rata-rata : Skor Maksimum Dengan kriteria : Tabel Klasifikasi Indeks Kesukaran Instrumen Indeks Kesukaran
Kriteria
IK 0,00
Terlalu Sukar
0,00 IK 0,30
Sukar
0,30 IK 0,70
Sedang
0,70 IK 1,00
Mudah
IK 1,00
Terlalu Mudah
(Erman, 2003:171)
41
Sedangkan daya pembeda (Discriminating Power) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara jumlah responden yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan jumlah responden yang tidak dapat menjawab soal tersebut. Galton (dalam Erman) berasumsi bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Erman, 2003: 159). Daya pembeda (DP) soal dapat ditentukan dengan rumus: DP = (rata-rata KA – Rata-rata KB) : Skor Maksimum Dimana; KA = Kemampuan Atas KB = Kemampuan Bawah Dengan kriteria : Tabel Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda Daya Pembeda DP 0,00 0,00 DP 0,20 0,20 DP 0,40 0,40 DP 0,70 0,70 DP 0,10 (Erman, 2003:160-161)
Kriteria Sangat Jelek Jelek Cukup Baik Sangat Baik
Sebelum menentukan tingkat kesukaran dan daya pembeda item tes, data skor hasil uji coba diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil kemudian data dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok data pertama (dua belas siswa dengan skor tertinggi) dikategorikan sebagai kelompok tinggi, sedangkan kelompok data kedua (tiga belas siswa dengan skor yang lebih rendah) dikategorikan sebagai kelompok rendah.
42
Hasil uji tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini: No Item 1 2 3 4 5
IK 0,673333 0,74 0,55 0,794286 0,946667
Kesimpulan Analisa Kategori DP sedang mudah sedang mudah mudah
0,307692 0,419872 0,104167 0,235348 0,066952
Kategori Terima & Perbaiki Baik Ditolak Diperbaiki Ditolak
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran dan daya pembeda pada tabel di atas, diketahui bahwa butir soal nomor 1 dan 3 termasuk kategori soal sedang dan soal nomor 2, 4, dan 5. Sedangkan untuk berdasarkan analisis daya pembedanya diperoleh 2 soal yang ditolak yaitu soal nomor 3 dan 5, 3 soal diterima dengan dua soal diantaranya harus diperbaiki yaitu soal nomor 1 dan 4. Hal ini berarti butir-butir soal yang diterima tersebut cukup mampu membedakan siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dan mana siswa berkemampuan rendah (tidak pandai). Prediksi kami terhadap faktor penyebab ditolaknya beberapa soal di atas berdasarkan hasil analisis terhadap lembar jawaban siswa yaitu sebagian besar siswa yang menjawab soal kemampuan spasial dengan benar namun kurang lengkap. Misalnya pada soal tiga sebagian siswa hanya mampu mengidentifikasi salah satu bentuk jaring-jaring saja, siswa hanya menyebutkan bahwa hanya jaring nomor 1 yang dapat dibentuk menjadi bangun ruang dan tidak menyebutkan bahwa jaring-jaring nomor 2 dan nomor 4 juga dapat dibentuk menjadi bangun ruang. Hal ini berimplikasi pada skor yang diberikan sehingga mereka tidak mendapat nilai penuh. Penyebab lainnya yaitu mereka keliru menyebutkan nama bangun dari jaring-jaring yang diberikan. Dengan demikian siswa akan fokus pada satu bentuk bangun ruang kemudian menganalisa jaring-jaring mana yang dapat membentuk bangun yang diharapkan.
43
4.4 Penyempurnaan Instrumen Tes A. Penyempurnaan item tes kemampuan spasial Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisa validitas, reliabilitas,tingkat kesukaran dan daya pembeda, terdapat beberapa item soal yang harus disempurnakan. Penyempurnaan item soal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan daya pembeda. Soal-soal yang harus disempurnakan kesukarannya akan disesuaikan dengan sebaran normal, yakni satu item mudah; tiga item sedang; dan satu item sukar. Soal yang disempurnakan tersebut tidak diujikan lagi secara empirik, tetapi secara teoritik saja yaitu dengan mengkonsultasikan nya kembali dengan para ahli. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu. Dari hasil analisa daya pembeda, terdapat dua item soal yang ditolak dan dua item soal yang diperbaiki. Untuk item soal yang ditolak, maka akan dirancang item soal yang baru untuk mengganti soal tersebut. Sedangkan untuk item soal yang diperbaiki maka item soal tersebut akan dimodifikasi agar memenuhi kriteria yang diharapkan. Misalkan pada item soal yang nomor tiga, dapat diperbaiki dengan memberikan satu jenis jaring-jaring saja, misalnya prisma segitiga. Kemudian siswa diminta menentukan jaring-jaring mana saja yang dapat dibentuk menjadi bangun ruang. Opsi perbaikan yang lain yaitu, memberikan beberapa jenis jaring-jaring yang berbeda-beda, misalnya diberikan lima jaring-jaring, yaitu prisma segitiga, limas segitiga, balok, kubus, dan prisma segienam. Perbaikan seperti ini akan meningkatkan tingkat analisa jawaban, sehingga tidak seluruh siswa mampu menjawab soal tersebut dengan benar. B. Penyempurnaan item instrumen Self Concept Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisa validitas dan reliabilitas, terdapat beberapa item pernyataan yang harus disempurnakan. Penyempurnaan item pernyataan tersebut dilakukan dengan pertimbangan keterwakilan pernyataan terhadap indikator
self concept. Item-item pernyataan
yang disempurnakan
tersebut tidak diujikan lagi secara empirik, tetapi secara teoritik saja yaitu dengan mengkonsultasikan nya kembali dengan para ahli. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu.
44
Contohnya item pernyataan pada nomor 1 dan 18 yang merupakan pernyataan negatif untuk indikator “ pandangan siswa tentang kemampuan matematika yang dimiliki”. Pernyataan nomor 1 tidak valid sedangkan pernyataan nomor 18 valid, sehingga pernyataan nomor 18 sudah dapat mewakili indikator tersebut. Dengan demikian item pernyataan nomor 1 boleh dibuang dan tidak perlu dilakukan penyempurnaan terhadap tersebut.
Sedangkan pernyataan-
pernyataan yang tidak valid dalam satu indikator perlu dilakukan revisi. Contohnya item pernyataan nomor 12 dan 19 yang merupakan pernyataan negatif untuk indikator “ pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan suatu model”.
45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil uji teoritik oleh para ahli dan uji keterbacaan oleh siswa adalah sebagai berikut: Para ahli dari masing-masing bidang memberikan masukan untuk perbaikan item-item tes dalam instrumen yang telah disusun. Berdasarkan poin-poin revisi dari ahli, instrumen tersebut kemudian diperbaiki untuk kemudian maju pada tahap selanjutnya. Siswa tidak mengalami masalah dengan konstruk soal serta siswa mengerti maksud dari pertanyaan yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis uji coba instrumen, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Instumen tes kemampuan spasial dinyatakan valid dengan tingkat validitas sedang/cukup dengan validitas per-item: 4 soal valid dan 1 soal tidak valid. Sedangkan tingkat reliabilitasnya sedang/cukup. b. Tingkat kesukaran Instumen tes kemampuan spasial terdiri dari 3 soal mudah dan 2 soal sedang. Sedangkan daya pembeda instumen tes kemampuan spasial terdiri dari 1 soal dengan kategori baik, 2 soal dengan kategori terima dan perbaiki, dan 2 soal ditolak. c. Instrumen angket Self Concept yang dinyatakan valid sebanyak 13 soal dan yang dinyatakan tidak valid sebanyak 7 soal. Sedangkan tingkat reliabilitasnya tinggi.
46
5.2 Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan pada makalah ini adalah sebagai berikut: a. Sebelum melakukan uji coba instrumen sebaiknya dilihat terlebih dahulu kondisi testi, fasilitas sekolah, dan pembelajaran yang biasa diterapkan di sekolah yang akan dijadikan obyek pengujian instrumen. b. Dalam membuat angket sebaiknya satu indikator memuat lebih dari satu pernyataan. c. Dalam merumuskan pernyataan angket sebaiknya menggunakan kalimat yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan kebingungan siswa dan dapat menghindari ketidakvalidan angket.
47
DAFTAR PUSTAKA Abdussakir. (2010). Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hiele. El-Hikmah: Jurnal Kependidikan dan Keagamaan, VII (2), hlm.21-27. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Colom, Roberto., Ma Jose´ Contreras, and Juan Botella. 2001. Vehicles of Spatial Ability. Fakultas Psikologi. Universitas Auto´noma de Madrid. 28049 Madrid, Spain. Erman. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika untuk Guru dan Mahasiswa Calon Guru Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Harmony, Junsella. 2012. Pengaruh Kemampuan Spasial Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Kota Jambi. Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA FKIP. Edumatica (2). NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: The NCTM, Inc. Olkun, Sinan. Making Connections: Improving Spatial Abilities with Engineering Drawing Activities. International Journal of Mathematics Teaching and Learning April... Abant Izzet Baysal University.
[email protected] Pakaya, Multinas. 2013. Hubungan Antara Kemampuan Spasial Siswa Dengan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Geometri. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo: Tidak diterbitkan. Rose, Collin & Nicholl, M.J. (2002). Accelerated Learning For The 21st Century: Cara Belajar Cepat Abad XXI. Bandung: Nuansa. Ruseffendi. 1998. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabetha. Sukmadinata, N.S. 2011, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
48
Suparyan. (2007). Kajian Kemampuan Keruangan (Spatial Abilities) dan Kemampuan Penguasaan Materi Geometri Ruang Mahasiswa Progam Studi Pendidikan Matematika FMIPA (Universitas Negeri Semarang). (Tesis). Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Semarang. Suratman, Aditiyo. 2013. Hubungan Kualitas Peer Attachment dengan Konsep Diri pada Remaja Depok. Tambunan, Siti M. (2007). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar Matematika. Makara: Sosial Humaniora, X(1), hlm. 27-32. Tambunan, Siti Marliah. 2006. Hubungan antara Kemampuan Spasial Dengan Prestasi Belajar Matematika. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Makara (10). Velez, Maria C., Deborah Silver, and Marilyn Tremaine. Understanding Visualization through Spatial Ability Differences. Center for Advanced Information Processing. Rutgers, the State University of New Jersey Yuberta, Fauzi. 2013. Penerapan Strategi Every One is A Teacher Here dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self Concept Siswa MTsN. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Zaharopoulos, Eleni and Ken P. Hodge. Self Concept and Self Participation. New Zealand Journal of Psychology. 1991. University of Otago.
49