MODEL PEMBELAJARAN CERITA PENDEK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK CAMPURAN DISKUSI DAN LATIHAN DI KELAS IX SMPN 2 CISURUPAN KABUPATEN GARUT TAHUN AJARAN 2011/2012
MAKALAH Oleh DINI NURHAYATI NPM. 1021.0551
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012
MODEL PEMBELAJARAN CERITA PENDEK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK CAMPURAN DISKUSI DAN LATIHAN DI KELAS IX SMPN 2 CISURUPAN KABUPATEN GARUT TAHUN AJARAN 2011/2012 DINI NURHAYATI NPM. 1021.0551
Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Dan Daerah Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung 2012 ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Model Pembelajaran Cerita Pendek dengan Menggunakan Teknik Campuran Diskusi dan Latihan di Kelas IX SMPN 2 Cisurupan Kabupaten Garut” Tahun Pelajaran 2011/2012. Adapun penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah siswa kelas IX SMPN 2 Cisurupan mampu menulis cerita pendek setelah dilakukan proses belajar mengajar? 2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kemampuan siswa kelas IX SMPN 2 Cisurupan dalam menulis cerita pendek sebelum dan sesudah proses belajar mengajar dilakukan? 3. Apakah model pembelajaran menulis cerita pendek dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan kelas IX SMPN 2 Cisurupan cukup efektif? Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Memperoleh gambaran tentang kemampuan penulis melaksanakan kegiatan belajar mengajar menulis cerita pendek dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan di kelas IX SMPN 2 Cisurupan . 2. Memperoleh gambaran tentang keberhasilan proses belajar mengajar menulis cerita pendek dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan di kelas IX SMPN 2 Cisurupan . 3. Memperoleh gambaran tentang keefektifan pembelajaran menulis cerita pendek siswa kelas IX SMPN 2 Cisurupan setelah belajar dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan. Pengambilan sampel sebanyak 30 orang siswa. Untuk menguji hipotesis digunakan teknik pengamatan, denga criteria jika t hitung > t tabel pada taraf signifikasi 5% dan taraf kepercayaan 95%. Analisis data yang diperoleh dari pretes dan postes pembelajaran menulis cerita pendek yang telah penulis laksanakan, telah berhasil dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari hasil perhitungan statistik yang menunjukan adanya peningkatan hasil belajar siswa, baik hasil belajar dalam bidang pengetahuan, maupun keterampilan menulis cerita pendek. Nilai rata-rata pretes pengetahuan dari 49,5 meningkat menjadi 63,05. Apabila dihitung dengan menggunakan rumus t-score, perbedaan dua mean (pengetahuan) mencapai 5,046. Nilai t-hitung ini lebih besar dari pada t-tabel, yakni 5,046>2,04. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang berarti antara hasil pretes pengetahuan dengan hasil postes pengetahuan pada taraf signifikasi 0,05 (95%). Demikian pula pada tes keterampilan menulis cerita pendek, nilai rata-rata pretes 47,33 meningkat menjadi 69,5 pada postes. Hal ini berarti, dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan, penulis telah berhasil dengan efektif mengajarkan menulis cerita pendek di kelas IX SMPN 2 Cisurupan Kabupaten Garut. Kenyataan ini dapat dibuktikan melalui hasil perhitungan rumus t-score, perbedaan dua mean (keterampilan menulis) mencapai 1 1,608. Nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel, yakni 1 1,608>2,048. Hal ini berarti terbukti adanya peningkatan nilai pretes kepada nilai postes pada taraf signifikasi 0,05 (95%). Hal ini berarti, hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima.
Kata kunci : Cerita Pendek/ Campur Diskusi dan Latihan PENDAHULUAN Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. karena fungsi itulah, maka manusia dapat saling mengenal dan bertukar pikiran. Dengan bahasa kita dapat bertukar pikiran. Dengan bahasa kita dapat mengemukakan gagasan. Hal ini dengan jelas dikemukakan oleh Gorys Keraf (1980: 4),
sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita, dan memungkinkan kita melakukan kerja sama merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. la juga memungkinkan manusia menganalisa masa
lampaunya untuk memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa yang akan datang. Ini berarti bahwa bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kelancaran segala kegiatan masyarakat, sehingga tanpa bahasa segala kegiatan masyarakat pasti akan terhambat. Hakikat fungsi bahasa ini dengan tepat dinyatakan Chaedar Alwasilah (1985:9) bahwa apabila tiba-tiba bahasa menghilang dari masyarakat, maka kegunaan bahasa akan terlihat. Mengingat pentingnya fungi bahasa tersebut, maka sudah sewajarnya bila setiap orang dituntut untuk menguasai secara baik bahasanya. Oleh karena itu, di mana pun kita berada, bahasa pasti menjadi mata pelajaran yang selalu hadir pada setiap jenjang pendidikan, karena bahasa, terutama bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan. Dengan kata lain, di negara kita, siswa diharapkan mampu menggunakan bahasa dengan terampil. Hal ini sesuai dengan tujuan pengajaran bahasa yang dikemukakan Yazir Burhan (1971: 63) bahwa Tujuan utama pengajaran bahasa umumnya pada setiap jenis dan tingkatan sekolah itu sama saja, yaitu menumbuhkan keterampilan berbahasa pada murid-murid. Oleh karena itu, pelaksanaan pengajaran bahasa haruslah berisi usaha-usaha yang dapat membawa rangkaian keterampilan berbahasa yang terpisah-pisah itu menjadi suatu kesatuan, yaitu kemampuan berbahasa. Berbicara tentang bahasa, kita tidak akan mampu untuk melepaskan diri dari pembicaraan tentang sastra. Apalagi di negara kita, pengajaran sastra di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah menjadi bagian yang integral dari pengajaran bahasa. Artinya, di negara kita pada jenjang tersebut materi bahasa Indonesia menjadi satu mata pelajaran, yaitu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Hal ini dilakukan barangkali karena sastra adalah suatu karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dengan demikian diharapkan kedua bidang itu akan saling mengisi, yakni kemampuan menggunakan bahasa yang baik dan mampu menunjang dalam pelajaran beroleh pengalaman sastra dan sebaliknya. Karya sastra Indonesia, dewasa ini tumbuh dengan subur. Di antara karya-karya tersebut, yang termasuk tinggi kualitas perkembangannya adalah cerita pendek. Suburnya perkembangan cerita pendek ini barangkali karena bentuknya yang sederhana dan relatif pendek, sehingga dapat difahami dalam waktu yang tidak terlalu lama. Keadaan tersebut barangkali yang menyebabkan dalam waktu singkat cerita pendek dapat menarik minat para penggemar sastra
di Indonesia. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Ajip Rosidi (Tarigan, 1984: 119) mengemukakan “... minat yang berlebih-lebihan terhadap cerpen ini bisalah diartikan sebagai tanda bahwa cerpen adalah bentuk sastra yang paling digemari, lagi pula lapangan pembacanya banyak..”. Pesatnya perkembangan cerpen ini, tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya : media masa, guru, dan yang lainnya. Guru sastra merupakan faktor penentu bagi perkembangan cerpen melalui dunia pendidikan formal, karena ia selalu membina dan mendidik murid-muridnya untuk memperoleh pengalaman sastra sesuai dengan tuntutan kurikulum bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam hal ini, guru dapat berperan sebagai orang pertama yang dapat mengakrabkan murid dengan sastra. KAJIAN TEORI DAN METODE Pengertian Model Model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pengertian model di atas bersifat umum, yaitu suatu bentuk yang dijadikan contoh acuan dan hal apa saja yang akan dikerjakan atau dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang baik (Depdikbud, 2002:589). Sedangkan menurut dahlan (1984:21), Suatu model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Dalam pengertian model pengajaran tersebut, tercakup prosedur pengajaran yang harus dilakukan oleh seorang guru. Jadi pengertian model pembelajaran senada dengan metode pembelajaran, sebab metode pembelajaran juga harus mencakup proses semua pembelajaran yang didalamnya meliputi: (1) pemilihan bahan pembelajaran, (2) urutan bahan pembelajaran, (3) penyajian bahan pembelajaran, dan (4) pengulangan bahan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut, ponulis memilih model pembelajaran membaca cerita pendek dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan. Pengertian Cerita Pendek Menurut B. Mathews : “bukan cerita pendek jika tidak ada sesuatu yang akan diceritakan ...... suatu cerita pendek dalam mana terjadi apa-apa adalah suatu ketidak mungkinan sama sekali”. (Lubis, 1960 : 11). Selanjutnya Stewart Beach berkata bahwa “mengingat batasan-batasannya maka cerita yang paling sederhana dari fiction. Tetapi berbeda dengan buku roman, cerita pendek kurang tepat untuk memecahkan suatu keadaan yang ruwet”. (Lubis, 1960 : 12). Henry Scidel Camby, antara lain mengatakan bahwa “kesan yang satu dan hidup,
itulah seharusnya hasil dari cerita pendek” (Lubis, 1960 : 12). Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah cerita yang berbentuk narasi fiktif dari sekelumit lelakon kehidupan sehari-hari yang relatif pendek dan hanya berkonsentrasi pada satu peristiwa. Selanjutnya, pengertian cerpen yang penulis gunakan adalah pengertian yang merupakan kesimpulan tersebut. Teknik Diskusi Salah satu dari teknik penyajian bahan yang ada adalah teknik diskusi. Menurut Suryobroto (1986: 31) teknik diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pengajaran dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau beberapa alternatif pemecahan atas suatu masalah. Dalam teknik ini semakin banyak pendapat akan semakin baik, asal semua pendapat tersebut digunakan untuk mencari titik temu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ali (1984: 61) bahwa diskusi pada dasarnya merupakan musyawarah untuk mencari titik penemuan tentang suatu masalah. Sementara itu, Roestiyah (1985: 5) berpendapat bahwa Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Didalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Dengan teknik ini, guru memberi kesempatan kepada siswa agar aktif belajar, berani mengemukakan pendapat, dan membuat suatu kesimpulan. Teknik Latihan Telah diterangkan dimuka bahwa salah satu teknik penyajian yang penulis gunakan adalah tenik latihan. Teknik latihan atau drill menurut Roestiyah (1985: 125) adalah suatu teknik yang mengajak siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan teknik ini diharapkan siswa mampu mengaplikasikan teori-teori yang telah didapatnya sehingga akhirnya ia akan mengkondisi dirinya dalam latihan yang rutin. Dalam uji coba ini penulis juga berharap siswa dapat terampil menulis cerita pendek. Oleh karena itu, penulis memilih teknik latihan ini untuk mengajarkan cerita pendek karena teknik latihan ini sangat bermanfaat bagi pembinaan siswa agar memiliki keterampilan dan ketangkasan yang baik.
Dengan begitu teknik ini akan sangat berpengaruh bagi keberhasilan uji coba ini. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Metode eksperimental adalah suatu metode dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat sesuatu hasil tersebut akan mcnegaskan bagaimana kedudukan hubungan kausal dari masing-masing variabel yang diselidiki (Surakhmad, 1980: 148). Teknik Penelitian Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Teknik Studi Kepustakaan Dengan teknik ini penulis menelaah bukubuku yang berkaitan dengan masalah penelitian. 2. Teknik Uji Coba Teknik ini digunakan penulis ketika mengadakan kegiatan belajar mengajar Menulis cerita pendek dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan. 3. Analisis Hasil Uji Coba Teknik ini digunakan setelah penulis mengadakan uji coba. Dengan teknik ini, penulis mengadakan hasil uji coba untuk membuktikan hipotesa yang telah ditentukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis menyajikan analisis hasil uji coha mengajarkan menulis cerita pendek dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan di kelas IX SMPN 2 Cisurupan Garut. Adapun analisis ponulis meliputi hasil pretes pengetahuan, meliputi hasil pretes keterampilan menulis cerita pendek, hasil postes pengetahuan dan hasil postes keterampilan menulis cerita pendek. Untuk memudahkan penulis dalam menganalisis hasil uji coba ini, maka penulis mengelompokan menjadi dua kelompok tes, yakni kelompok tes pengetahuan (pretes dan postes) dan kelompok tes keterampilan (pretes dan postes). Dalam kelompok tes pengetahuan (pretes dan postes) penulis menggunakan soal tes yang sama dengan jenis objektif sebanyak 15 soal, begitu pula untuk kelompok tes keterampilan (pretes dan postes) menggunakan tes yang sama, yakni tes esai sebanyak satu soal. Hasil akhir dari analisis ini merupakan jawaban dari pernyataan-pernyataan yang telah penulis susun pada rumusan masalah dan pembuktian hipotesis. Pretes
Hasil analisis pretes keterampilan menulis cerpen sebanyak 30 siswa di atas, penulis mendeskripsikan tiga hasil pretes keterampilan menulis cerpen diantaranya : 1. Maya NuruI Anggara, judul cerpen “Pengalaman Yang Menyenangkan ke Kebun Bintang” mendapat sekor 45. unsur kebahsaan: Ejaan = 3 (skala nilai) x (bobot nilai), terdapat sedikit kesalahan ejaan dan bersifat konsisten. Diksi = 2 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), ada sejumlah penggunaan kata atau istilah yang kurang tepat. Logika = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), ada sedikit jalan cerita yang sulit dicerna oleh pembaca dan mempengaruhi alur cerita tersebut. Unsur intrinsik Alur = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), isi cerita kurang berkesinambungan Tokoh = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), gambaran tokoh kurang jelas namun dikembangkan Latar = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pelukisan jelas tapi kurang sesuai. Penceritaan = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), judul ccrita tidak sesuai dengan isi dan kurang mengundang rasa ingin tahu. 2. Maman Mulyana, judul cerpen “Tahun Baru yang Berkesan” mendapat sekor 49. Unsur Kebahasaan: Ejaan = 3 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), mendapat sedikit kesalahan ejaan Diksi = 2 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), ada penggunaan kata yang kurang tepat 45 Logika = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), jalan cerita kurang dipahami oleh pembaca. Unsur Intrinsik; Alur = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), kurang logis tapi mengundang kejutan Tokoh = 4 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pelukisan tokoh jelas namun tidak dikembangkan Latar = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pelukisannya jelas tapi membosankan. Penceritaan = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), judul kurang sesuai dengan isi cerita 3. Selly Susanti, judul cerpen “Berlibur ke Cibolang” mendapat sekor 23 Unsur kebahasaan: Ejaan = 1 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), banyak terdapat kesalahan ejaan Diksi = 2 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), ada beberapa penggunaan kata kurang tepat.
Logika = 2 (skala nilai) x 2 (bobot nilai). isi cerita kurang dipahami maksuddan tujuannya. Unsur Intrinsik; Alur = 2 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), kurang berhubungan dan tidak mengundang rasa ingin tahu. Tokoh = 1 (skal nilai) x 2 (bobot nilai), tidak ada pengembangan tokoh Latar = 1 (skal nilai) x 2 (bobot nilai), sangat kurang pelukisan latar dari cerita tersebut. Penceritaan = 1 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), tidak menarik dan kurang mengundang rasa ingin tahu. Postes Hasil analisis postes keterampilan menulis cerpen sebanyak 30 siswa, penulis mendeskripsikan tiga hasil postes keterampilan menulis cerpen diantaranya : 1. Maya Nur Anggara, judul cerpen “Pengalaman yang Menyenangkan ke Kebun Binatang”, mendapat sekor 60. Unsur Kebahasaan: Ejaan = 4 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), terdapat sedikit kesalahan ejaan yang disebabkan kurang hati-hati dalam menulis. Diksi = 3 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), terdapat beberapa kata yang kurang tepat tapi tidak mengganggu pemahaman. Logika = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), jalan cerita sedikit kurang dipahami oleh pembaca dan mempengaruhi alur cerita tersebut Unsur Intrinsik: Alur = 4 (skala nilai) X 2 (bobot nilai), logis tapi tidak mengundang kejutan Tokoh - 4 (skala nilai) 2 (bobot nilai), pelukisan tokoh jelas namun tidak dikembangkan. Latar = 4 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pclukisannya jelas namun tidak sesuai dan tidak membosankan. Penceritaan = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), konsekuensi tapi kurang menarik. 2. Maman Mulyana, judul cerpen “Tahun Baru yang Berkesan”, mendapat sekor 65. Unsur Kebahasaan : Ejaan = 4 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), ada sedikit kesalahan ejaan karena kurang hatihati dalam menulis. Diksi = 3 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), ada beberapa kata yang kurang tepat tapi tidak menggangggu pemahaman. Logika = 4 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), ada sedikit jalan cerita yang kurang
dipahami oleh pembaca, tapi tidak mempengaruhi alur cerita. Unsur Intrinsik Alur = 5 (skal nilai) x 2 (bobot nilai), bcrhubungan, logis dan mengundang kejutan. Tokoh = 5 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pelukisan jelas, wajar dan dikembangkan. Latar = 4 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pelukisan jelas tapi kurang sesuai namun tidak membosankan. Penceritaan = 4 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), judul sesuai dengan isj tapi kurang menarik. 3. Selly Susanti, judul cerpen “Berlibur ke Cibolang” mendapat sekor 63. Unsur Kebahasaan : Ejaan = 4 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), terdapat sedikit ejaan yang disebabkan kurang hati-hati. Diksi = 3 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), ada beberapa kala yang kurang tepat tapi tidak mempengaruhi pemahaman. Logika = 4 (skala nilai) x 3 (bobot nilai), ada jalan cerita yang sedikit kurang dipahami tapi tidak mempengaruhi pada alur cerita tersebut. Unsur Intrinsik: Alur = 5 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), berhubungan, logis dan mengundang kejutan. Tokoh = 5 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pelukisan tokoh jelas, wajar dan dikembangkan. Latar = 4 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), pelukisan jelas dan tidak membosankan. Penceritaan = 3 (skala nilai) x 2 (bobot nilai), konsekuensi namun kurang mengundang rasa ingin tahu. Hasil nilai-nilai pretes keterampilan menulis cerita pendek yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut: 1 orang siswa (3,33%) mendapat nilai antara 2327 6 orang siswa (20,00%) mendapat nilai antara 33-37 4 orang siswa (13,33%) merndapat nilai antara 38-42 4 orang siswa (13,33%) mendapat nilai antara 48-52 2 orang siswa (6,67%) mendapat nilai antara 5357 3 orang siswa (10,00%) mendapat nilai antara 58-62 5 orang siswa (16,67%) mendapat nilai antara 53-67 Hasil nilai-nilai postes keterampilan menulis cerita pendek yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut:
1 orang siswa (3,33%) mendapat nilai antara 5553 2 orang siswa (6,67%) mendapat nilai antara 5456 2 orang siswa (6,67%) mendapat nilai antara 6062 5 orang siswa (16,67%) mendapat nilai antara 63-65 4 orang siswa (13,33%) mendapat nilai antara 66-68 5 orang siswa (16,67%) mendapat nilai antara 69-71 1 orang siswa (3,33%) mendapat nilai antara 7274 2 orang siswa (6,67%) mendapat nilai antara 7577 7 orang siswa (23,33%) Mendapat nilai antara 78-80 1 orang siswa (3,33%) mendapat nilai antara 8486 Dari data di atas, dapat diketahui bahwa ada peningkatan antara nilai pretes dan nilai postes. Untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajar, nilai 60 penulis tetapkan sebagai batas keberhasilan. Siswa yang memperoleh nilai minimal 60 berarti 1 orang siswa (3,33%) mendapat nilai antara 28-3258 Telah berhasil mencapai tujuan atau telah memiliki pengetahuan yang diharapkan. Sebaliknya siswa yang memperoleh nilai kurang dari 60 berarti belum berhasil mencapai tujuan. KESIMPULAN Pengajaran sastra di sekolah-sekolah lanjutan belum menunjukan hasil yang menggembirakan, pengajaran sastra masih belum mampu mendekatkan siswa pada sastra, sehingga kemampuan siswa baik dalam berapresiasi, maupun berekspresi masih terasa kurang. Pengajaran sastra masih cenderung mengarah pada materi yang bersifat teoritis tanpa membawa siswa kearah apresiatif. Sifat pengajaran yang demikian ini menimbulkan kebosanan terhadap siswa, sehingga siswa kurang menyukai pelajaran sastra yang diberikan gurunya. Salah satu bentuk pengajaran yang kurang disukai oleh siswa adalah keterampilan menulis. Hal ini dianggap sebagai suatu pekerjaan yang menyita waktu. Untuk mengantisipasi masalah ini, maka penulis mencoba mengadakan pengajaran menulis cerita pendek dengan cara berdiskusi, menganalisis sebuah cerita pendek kemudian mengaplikasikannya dalam cerita tertulis sesuai dengan sistematika penulisan cerita pendek yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang berbunyi “Dengan menggunakan teknik campuran diskusi dan latihan, pengajaran
menulis cerita pendek di kelas IX SMPN 2 Cisurupan Garut akan berhasil.” DAFTAR PUSTAKA Ali, M, 1997. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Srategi. Bandung : Angkasa. Burhan, j. Alim, j. ( 1971 ), Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung : Ganaco N.V.
Dahlan, M. 1990. Model-Model Mengajar. Jakarta: Dipenogoro Depdikbud. 2006. Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta. Depdikbud Keraf. Gorys. 1983. argumentasi dan Narasi Jakarta; PT Gramedia