STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. M DENGAN POST OPERASI TRANSURETHRAL RESEKSI PROSTATECTOMY (TURP) DAN VESICOLITHOTOMY HARI KE NOL DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
MAHDA FAUZIA IMNA NIM. P.09029
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. M DENGAN POST OPERASI TRANSURETHRAL RESEKSI PROSTATECTOMY (TURP) DAN VESICOLITHOTOMY HARI KE NOL DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
MAHDA FAUZIA IMNA NIM. P.09029
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012 i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN.
M
DENGAN
POST
OPERASI
TRANSURETHRAL
RESEKSI
PROSTATECTOMY (TURP) DAN VESICOLITHOTOMY HARI KE NOL DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Setiyawan, S.Kep., Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan di STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memotivasi dan mendukung demi kesempurnaan studi kasus ini. 3. Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
4. Mushlihah Muliana, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
yang
telah
memberikan
membimbing
dengan
sabar
dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Almarhum ayah yang menjadi inspirasi penulis untuk melanjutkan studi di keperawatan. 8. Ibu yang memberikan dukungan serta semangat secara lahir dan batin. 9. Kakak, seluruh keluarga dan Armada yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat serta dukungan untuk menyelesaikan pendidikan. 10. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada, teman-teman kos “IKD” dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, April 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .....................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
3
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
5
LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ........................................................................
6
B. Pengkajian ..............................................................................
7
C. Rumusan Masalah ..................................................................
15
D. Perencanaan atau Intervensi ...................................................
15
E. Implementasi ..........................................................................
16
F. Evaluasi ..................................................................................
18
vii
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan ............................................................................
20
B. Simpulan ................................................................................
31
C. Saran.......................................................................................
33
Daftar Pustaka Lampiran
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Lampiran 2 Format Pendelegasian Pasien Lampiran 3 Log Book Lampiran 4 Asuhan Keperawatan Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker. BPH dijumpai pada lebih dari pria berusia diatas 60 tahun. BPH dapat menyebabkan penekanan pada uretra ditempat uretra menembus prostat sehingga berkemih menjadi sulit, mengurangi kekuatan aliran urine, atau menyebabkan urine menetes (Corwin, 2009). Data prevalensi tentang BPH secara mikroskopi dan anatomi sebesar 40% dan 90% terjadi pada rentang usia 50-60 tahun dan 80-90 tahun. (Amalia Riski, 2010). Di Indonesia BPH merupakan kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik Urologi dan diperkirakan 50% pada pria berusia diatas 50 tahun. Angka harapan hidup di Indonesia, rata-rata mencapai 65 tahun sehingga diperkirakan 2,5 juta laki-laki di Indonesia menderita BPH (Pakasi, 2009). Penyebab terjadinya BPH hingga saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) dan proses aging (penuaan) (Purnomo, 2011). Pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih atau vesika, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
1
2
miksi akan ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih atau Vesicolithiasis. (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004). Apabila sumbatan urine parah, dapat dilakukan pembedahan Transurethral Reseksi Prostatectomy atau TURP. (Corwin, 2009). Dalam sebuah studi tahun 2009 oleh Tugcu dkk, 64 klien menjalani TURP bersamaan dengan operasi batu kandung kemih atau Vesicolithotomy. Kelemahan utama prosedur ini yaitu nyeri post operasi. (Basler, 2011) Prevalensi nyeri pasca operasi dalam sampel 1490 klien rawat inap bedah, didapatkan hasil nyeri sedang atau berat dilaporkan oleh 41% klien pada hari 0, 30% pada hari 1 dan 19%, 16% dan 14% pada hari 2, 3 dan 4. Prevalensi nyeri sedang atau berat pada kelompok pembedahan perut adalah tinggi pada hari-hari pasca operasi 0-1 (30-55%). (Eur J, 2008). Kontrol nyeri yang efektif merupakan kebutuhan dasar manusia yang penting pada post operasi. (Gupta A, 2010). Ketidaknyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaannya harus diatasi, karena kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia. Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan istirahatnya. (Potter dan Perry, 2005) Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer & Bare 2002). Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri
3
yang terjadi dalam waktu (durasi) dari 1 detik sampai kurang dari enam bulan, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan, umumnya timbul tidak teratur, intermiten, atau bahkan persisten. Setiap pembedahan akan menimbulkan nyeri akut dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai berat). (Tamsuri, 2006). Nyeri akut sering memiliki penyebab yang jelas, misalnya trauma, operasi, atau terjadinya proses penyakit yang diakui dengan baik (misalnya iskemia pankreatitis, miokard). Intensitas nyeri dapat diukur menggunakan skala numerik dari angka 0-10, dengan kriteria 0 tidak ada nyeri, kriteria 1-3 nyeri ringan, kriteria 4-6 nyeri sedang, kriteria 7-9 nyeri berat dan kriteria 10 nyeri sudah tidak dapat ditoleransi. Nyeri akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya penyembuhan. (Smeltzer, 2002). Berdasarkan data-data diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Tn. M Dengan Post Operasi Transurethral Reseksi Prostatektomy (TURP) dan Vesicolithotomy hari ke nol Di Ruang Mawar II Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta”.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus Nyeri Akut pada Tn. M dengan Post Operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy di Bangsal Mawar II Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
4
2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. M dengan nyeri akut post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. M dengan nyeri akut post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy. c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan nyeri akut post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. M dengan nyeri akut post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. M dengan nyeri akut post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy. f. Penulis mampu menganalisa kondisi nyeri yang terjadi pada Tn. M dengan nyeri akut post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy.
5
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi penulis Untuk memperoleh dan memperluas wawasan serta pengetahuan tentang Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia dan Vesicolithiasis beserta penatalakasanaan secara medis dan konsep keperawatannya, sehingga dapat dijadikan sumber ilmu dan wawasan oleh penulis. 2. Bagi profesi keperawatan Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah khususnya dalam bidang/profesi keperawatan. 3.
Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan berkaitan dengan klien mengenai asuhan keperawatan pada post operasi
Transurethral
Vesicolithotomy,
Reseksi
sehingga
memuaskan, cepat dan optimal.
klien
Prostatectomy mendapatkan
(TURP)
dan
pelayanan
yang
BAB II LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. M dengan Post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 5 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Dengan metode auto anamnesa dan allo anamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat.
A. Identitas Klien Klien bernama Tn. M, umur 82 tahun, alamat Pacitan, Jawa Timur, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan petani, pendidikan terakhir tidak bersekolah, yang pada tanggal 12 Maret 2012 periksa di poli rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi, kemudian atas saran dokter klien dikehendaki opname pada tanggal itu juga untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pembedahan, karena klien didiagnosa mempunyai penyakit Benigna Prostat Hiperplasia dan Vesikolithiasis, nomer registrasi klien 01117408, dokter yang menangani klien yaitu Dr. S , Spesialis Urology. Adapun yang bertanggung jawab kepada klien adalah Ny. S, umur 51 tahun, pendidikan terakhir SD, alamat Pacitan, Jawa Timur dan hubungan dengan klien sebagai anak.
6
7
B. Pengkajian 1. Pengkajian Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan sekarang, ketika dilakukan pengkajian pada tanggal 3 April 2012, keluhan yang dirasakan klien saat dikaji yaitu merasakan nyeri dengan Provocate (P) atau penyebabnya post operasi TURP dan Vesicolithotomy, Quality (Q) yaitu tertusuk-tusuk, Region (R) yaitu ujung penis dan luka post operasi, Severe (S) atau skala 7, Time (T) setiap saat pada post operasi. Pada riwayat kesehatan sekarang, klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh tidak bisa buang air kecil dengan lancar kurang lebih 4 bulan yang lalu. Saat ingin buang air kecil klien harus mengejan dan sedikit nyeri. Sehingga pada tanggal 12 Maret 2012 klien periksa di poli rawat jalan dan akhirnya memutuskan untuk opname , dan dirawat diruang Mawar II Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Pada tanggal 3 April 2012 dilakukan operasi dengan metode Transurethral Reseksi prostatektomy atau TURP dan Vesicolithotomy untuk menangani kasus Benigna Prostat Hiperplasia dan Vesicolithiasis. Riwayat kesehatan dahulu, klien mengatakan mempunyai penyakit hipertensi, klien pernah opname di Puskesmas karena hipertensi. Tidak pernah mengalami kecelakaan, tidak mempunyai riwayat pembedahan sebelumnya dan klien tidak mempunyai riwayat terhadap alergi makanan dan obat.
8
Pada riwayat kesehatan keluarga, klien dan keluarga mengatakan tidak ada penyakit keturunan seperti asma, diabetes militus, hipertensi dan lain-lain. Pada riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan bahwa lingkungan tempat tinggalnya bersih, tidak ada penyakit menular dan lainlain. Genogram, klien merupakan anak laki-laki ke tiga dari empat bersaudara, kedua orang tua klien sudah meninggal. Istri klien adalah anak pertama dari lima bersaudara, kedua orang tua istrinya juga sudah meninggal. Klien menikah dengan istrinya mendapatkan 4 orang anak. Saat ini klien tinggal serumah dengan anak ketiga dan keempat.
2. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Pada pengkajian pola kesehatan fungsional menurut Gordon, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, klien mengatakan bahwa kesehatan itu penting dan sakit membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti biasanya, keluarga klien juga mengatakan bahwa klien pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang cara menurunkan hipertensi dengan minum air belimbing wuluh, klien juga mengatakan bahwa tidak ada sumbersumber potensial yang menimbulkan cidera fisik, penyakit menular dan lain-lain. Pola nutrisi dan metabolik, sebelum sakit klien mengatakan makan 3 kali sehari (nasi, sayur dan lain-lain) dalam porsi sedang. Minum air putih kurang lebih 8 gelas setara dengan 1600 cc dan minum teh kurang lebih 150 cc. Klien tidak melakukan diet khusus. Sedangkan selama sakit, klien makan menu dari rumah sakit (bubur, sayur dan lain-lain), minum air
9
putih kurang lebih 8 gelas setara dengan 1600 cc. Kulit elastis, integritas jaringan kulit luar baik, thermoregulasi klien ditandai dengan suhu 37,5o C. Pada pola eliminasi, sebelum sakit klien mengatakan sehari buang air besar 1 kali, dengan konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, dan berbau khas. Buang air kecil kurang lebih 3 kali sehari atau sekitar 700 cc dengan warna urine keruh dan berbau khas. Sedangkan selama sakit, klien terpasang kateter dengan di irigasi cairan NaCl 0,9%, klien merasa kesakitan saat urine terasa akan mengalir, warna urine masih bercampur dengan darah, klien belum buang air besar setelah operasi, fungsi ekskresi baik ditandai klien berkeringat. Pola aktivitas dan latihan ditemukan hasil bahwa sebelum sakit aktivitas harian klien dilakukan secara mandiri, tidak menggunakan bantuan alat, aktivitas sehari-hari klien yaitu bertani. Sedangkan selama sakit aktivitas klien seperti makan/minum diberi nilai 2 (dibantu orang lain), toileting diberi nilai 3 (dibantu orang lain dan alat), berpakaian diberi nilai 2 (dibantu orang lain), mobilisasi ditempat tidur diberi nilai 2 (dibantu orang lain), berpindah diberi nilai 2 (dibantu orang lain), ambulasi/ROM (Range Of Motion) diberi nilai 2 (dibantu orang lain). Pola istirahat tidur, sebelum sakit klien mengatakan dalam sehari tidur kurang lebih 8 jam dengan frekuensi tidur 2 kali yaitu siang dan malam, tidak menggunakan obat tidur, kondisi saat tidur nyaman dan aman. Selama sakit klien mengatakan tidur kurang lebih 7 jam dengan
10
frekuensi tidur tidak bisa dihitung karena sering terbangun, kondisi lingkungan kurang kondusif karena banyaknya pengunjung dan tindakan yang tidak terduga seperti injeksi, merapikan tempat tidur, dan lain-lain. Pola kognitif perceptual, sebelum sakit klien mengatakan tidak mengalami gangguan, fungsi sensoris (pendengaran, penglihatan, perasa, pembau, perabaan) juga tidak ada masalah pada fungsi kognitif (bahasa, memori dan lain-lain). Sedangkan selama sakit, ada masalah pada fungsi sensoris, yaitu merasakan nyeri diluka post operasi dengan Provocate (P) atau penyebabnya post operasi TURP dan Vesicolithotomy, Quality (Q) yaitu tertusuk-tusuk, Region (R) yaitu ujung penis dan luka post operasi, Severe (S) atau skala 7, Time (T) setiap saat pada post operasi, tidak ada kelainan fungsi kognitif seperti bahasa, memori dan lain-lain. Pola persepsi konsep diri meliputi, harga diri, klien mengatakan bahwa ia tetap percaya diri, tidak malu dengan orang lain karena penyakitnya. Ideal diri, klien mengatakan ingin cepat sembuh dan beraktivitas seperti biasa. Identitas diri, klien adalah seorang laki-laki dan mengatakan seorang kepala rumah tangga. Gambaran diri, klien terlihat menerima kondisi sakit saat ini. Peran diri, klien mengatakan setiap hari bekerja sebagai petani, dan melakukan aktivitas sesuai perannya. Pola peran-hubungan, sebelum sakit didalam keluarga klien berperan sebagai kepala keluarga dan pengambil keputusan dalam keluarga, dalam hubungan di masyarakat tidak ada masalah. Sedangkan
11
selama sakit, peran sebagai pengambil keputusan diserahkan kepada istri dan anak pertamanya, keluarga mendukung. Pola seksual-reproduksi, klien mempunyai 4 orang anak, hubungan dengan istri harmonis, walaupun usia klien sudah 82 tahun. Pola mekanisme koping stess, setiap ia mendapatkan masalah, mekanisme koping stess klien yaitu berdiskusi dengan anak dan istrinya. Pola nilai dan keyakinan, klien beragama Islam. Sebelum sakit, klien melaksanakan ibadah sholat 5 waktu kadang-kadang di mushola dan kadang-kadang di rumah. Sedangkan selama sakit, klien tetap melakukan sholat 5 waktu walaupun di tempat tidur yang kebetulan tempat tidur klien menghadap Kiblat. Klien tetap menerima penyakitnya, dan ia tetap pasrah dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
3. Hasil pemeriksaan fisik dan penilaian Dalam pengkajian khususnya pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran compos mentis dengan penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) adalah E4 M6 V5. Dengan ketentuan mata membuka spontan, verbal berorientasi baik atau dapat berkomunikasi dengan baik, motorik dengan perintah. Dari hasil pengukuran tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,8oC. Kepala berbentuk mesosepal, tidak ada benjolan, rambut beruban, kulit kepala sedikit kotor dan berminyak, tidak terdapat benjolan pada muka, pada mata tidak ada udem palpebra, konjungtiva tidak anemis,
12
sclera mata tidak ikterik, tidak merah, pupil isokor, hidung simetris tidak ada sekret, mukosa pada bibir klien lembab, gigi sudah berwarna coklat kehitaman dan jumlah gigi sudah tidak lengkap atau ompong, pada leher tidak ada benjolan, tidak ada gangguan menelan dan tidak ada pembesaran tyroid. Pada pemeriksaan dada (paru-paru), inspeksi bentuk dada datar, simetris kanan sama dengan kiri, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, palpasi vocal fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi sonor, dan auskultasi vesikuler. Pada jantung, inspeksi ictus cordis tampak di sub intra costa (SIC) V, Palpasi ictus cordis teraba kuat angkat, perkusi pekak batas bawah jantung kesan melebar pada sub intra costa (SIC) V, auskultasi bunyi jantung I, II murni, tidak ada bising. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi warna kulit sama dengan yang lainnya, terdapat balutan operasi di bagian bawah pusat atau supra simpisis, auskultasi bising usus 10 kali per menit, perkusi tympani, palpasi tidak teraba massa di kuadran kanan dan kiri atas. Pada genetalia, terpasang selang kateter no 24 dan teririgasi dengan cairan NaCl 0.9 %. Post operasi TURP dan Vesicolithotomy. Pada ekstremitas kekuatan otot tangan dan kaki kanan kiri yaitu 5, capilerry refill tangan dan kaki kanan kiri kurang 3 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, tidak ada perabaan akral dingin di tangan dan kaki.
13
4. Pemeriksaan penunjang Pada tanggal 12 Maret 2012 dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan kimia urine: berat jenis 1015, PH 8,0, leukosit 500 u/L normalnya negatif, protein hasilnya positif, yang normalnya negatif, glukosa 75 mg/dl normalnya negatif, keton negatif. Pemeriksaan epitel squamosa hasilnya 0-1/Lpk normalnya negatif. Pemeriksaan mikroskopik eritrosit 63,8/uL. Pemeriksaan silinder granulated 0-1 /Lpk normalnya negatif, bakteri 37578,1/uL normalnya 0,0-2150,0 /uL, kristal 917,2/uL normalnya 0,0. Pada
tanggal
13
Maret
2012,
dilakukan
pemeriksaan
ultrasonography (USG) Abdomen didapatkan hasil suspect vesicolithiasis. USG urology didapatkan hasil kedua ren dalam batas normal, vesica urinaria terdapat batu multiple diameter 3-7 mm, dinding reguler, prostat volume 82mm3, tepi reguler, echohomogen, kesan hiperplasia prostat dan vesicolithiasis. Pada pemeriksaan thorak posterior anterior didapatkan hasil pulmo dan sistem tulang baik, cardiomegaly. Pada tanggal 17 Maret 2012 dilakukan pemeriksaan Pyelografi Intravena atau IVP dan Blass Nier Oversich atau BNO (foto polos abdomen) didapatkan hasil dengan kesan double sistem SPC (sistem pyelocalices) dan ureter kiri, divertikel buli, multiple vesicolithiasis, indentasi dasar buli karena BPH, fungsi ginjal dan ureter kanan kiri normal, spondylosis lumbalis.
14
Pada tanggal 2 April 2012 dilakukan pemeriksaan laboratorium kimia klinis albumin 3,5 g/dl, elektolit natrium 134 mmol/L, kalium 4,2 mmol/L, klorida 102 mmol/L. Hematologi, hemoglobin 11,9 g/dl, hematokrit 37%, leukosit 5,5 ribu/uL, trombosit 235 ribu/uL, eritrosit 4,23 juta/Ul, golongan darah O, gula darah sewaktu 159 mg/dl, kreatinin 1,1 mg/dl, ureum 17 mg/dl. Semua hasil pemeriksaan ini masih dalam batas normal. Pada tanggal 3 April 2012 dilakukan operasi dengan metode operasi
Transurethral
Reseksi
Prostatektomy
atau
TURP
dan
Vesicolithotomy. Operasi dimulai pukul 10.15 WIB dan selesai pukul 13.15 WIB. Terdapat laporan operasi yaitu posisi klien litotomy, dilakukan sistoskopi terdapat hasil batu 4 buah, ukuran kurang lebih 1 cm, prostat kissing kurang lebih 1,5 cm, divertikulasi (-), trabekulasi (-), penyulit saat operasi yaitu hipertensi, prostat tidak habis hasil kerokan kurang lebih 20 gr, dilanjutkan Vesicolitothomy. Terapi yang diberikan pada klien analgesik Antrain 1 gr/2ml setiap 8 jam yang merupakan analgesik non narkotik dengan indikasi meredakan nyeri pasca operasi, injeksi Asam Traneksamat/Kalnex 1 gr setiap 8 jam yang merupakan golongan obat hemostatik yang mempengaruhi darah, dengan indikasi untuk perdarahan abnormal pada post operasi dan prostatektomy, antibiotik Ceftriaxone 1 gr setiap 12 jam merupakan golongan sefalosporin..
15
C. Rumusan Masalah Dari data hasil pengkajian dan observasi, penulis melakukan analisa data dan kemudian memprioritaskan masalah keperawatan yaitu nyeri akut. Kemudian menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi tindakan. Prioritas diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy). Ditandai dengan data subyektif (DS) bahwa klien mengatakan nyeri Provocate (P) atau penyebabnya post operasi TURP dan Vesicolithotomy, Quality (Q) yaitu tertusuk-tusuk, Region (R) yaitu ujung penis dan luka post operasi, Severe (S) atau skala 7, Time (T) setiap saat pada post operasi. Dan data obyektif (DO) yaitu wajah klien tampak meringis, tampak kesakitan, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,8oC.
D. Perencanaan atau Intervensi Tujuan yang dibuat penulis adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, menurut NOC (Nursing Outcome Classification) dalam buku saku diagnosa keperawatan (Wilkinson, 2006) diharapkan nyeri akut dapat berkurang, dengan kriteria hasil: ekspresi wajah tidak meringis, tidak kesakitan, skala nyeri menjadi 3, tanda-tanda vital dalam batas normal pada usia 65 tahun keatas, yaitu tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 70-75 kali per menit, pernafasan 15-20 kali permenit, suhu 36 0C. (Hidayat, 2005).
16
Intervensi atau NIC (Nursing Intervention Classification) yang akan dilakukan yaitu secara ONEC (Observation, Nursing intervensi, Education, Colaboration), dengan rasional (Doenges, 2000) yaitu: kaji karakteristik nyeri dengan P, Q, R, S, T (Provocate, Quality, Regio, Severe, Time), dengan rasional untuk mengetahui seberapa berat nyeri yang dirasakan, ukur tandatanda vital dengan rasional untuk mengetahui kondisi fisiologis tubuh, nursing intervensi dengan berikan posisi yang nyaman yaitu semi fowler atau setengah duduk, dengan rasional menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri, edukasi dengan ajari tehnik relaksasi, dengan rasional dapat merelaksasi otototot tubuh. Kolaborasi dengan pemberian analgetik, dengan rasional dapat menghilangkan rasa nyeri.
E. Implementasi Tindakan keperawatan atau implementasi yang diberikan tanggal 3 April 2012, Pukul 14.00 WIB, yaitu mengkaji karakteristik nyeri dan mengukur tanda-tanda vital, didapatkan respon subyektif klien yaitu P: post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: tertusuk-tusuk, R: ujung penis dan luka post operasi, S: skala 7, T: Setiap saat sedangkan respon obyektifnya klien tampak kesakitan, ekspresi wajah meringis, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,8oC. Memberikan posisi yang nyaman yaitu semi fowler, respon subyektif klien yaitu ia mengatakan bersedia diberikan posisi semi fowler, sedangkan respon obyektif klien merasa nyaman dengan posisi tersebut. Mengajarkan tehnik relaksasi, respon subyektifnya klien mengatakan
17
masih bingung dan belum bisa, respon obyektifnya klien tampak bingung dan tehnik relaksasi belum berhasil. Memberikan analgesik yaitu Antrain 1 gr/2ml diberikan lewat selang intra vena, respon subyektif klien, ia mengatakan bersedia untuk disuntik, sedangkan respon obyektifnya yaitu obat masuk lewat selang intra vena, tidak ada tanda-tanda plebitis (kemerahan, bengkak). Tanggal 4 April 2012, pengelolaan dan implementasi dimulai dari pukul 08.30 WIB, mengkaji karakteristik nyeri. Respon subyektif klien mengeluh nyeri, dengan P: luka post op Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: tertusuk-tusuk, R: luka post op, S: skala 6, dan T: hilang timbul, sedangkan respon obyektifnya yaitu klien masih tampak kesakitan, wajah masih sedikit meringis. Pukul 08.35 WIB mengajarkan tehnik relaksasi, respon subyektif klien yaitu klien mengatakan bersedia diajari lagi tehnik relaksasi, sedangkan respon obyektifnya yaitu klien mencoba melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Pukul 08.45 WIB memberikan analgesik Antrain 1 gr/2ml, respon subyektifnya yaitu klien mengatakan bersedia untuk disuntik, sedangkan respon obyektifnya yaitu obat masuk lewat selang intra vena tidak ada tanda plebitis, alergi dan lain-lain. Pemberian posisi semi fowler tetap diberikan pada klien. pukul 10.30 WIB mengukur tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,5oC. Tanggal 5 April 2012, implementasi dimulai dari pukul 08.30, menanyakan keluhan klien, didapatkan hasil nyeri sudah berkurang tidak terlalu hebat, P: post op Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan
18
Vesicolithotomy, Q: cekit-cekit, R: luka post op, S: skala 3, T : hilang timbul, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37oC, pukul 09.00 WIB, memberikan injeksi Ceftriaxone 1gr sebagai antibiotik, karena analgesik sudah dihentikan, respon subyektifnya yaitu klien mengatakan bersedia untuk disuntik, sedangkan respon obyektifnya yaitu obat masuk lewat selang intra vena tidak ada tanda plebitis, mengevaluasi tehnik relaksasi yang dilakukan dan klien mengatakan bahwa jika nyeri datang ia melakukan relaksasi. Masih mempertahankan posisi semi fowler dan range of motion atau ROM.
F. Evaluasi Tindakan keperawatan pada klien dilakukan pada tanggal 3 April sampai 5 April 2012 dan evaluasi dengan metode SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planning) Evaluasi tanggal 3 April 2012 pukul 14.30 WIB didapatkan data Subyektif (S), klien mengatakan nyeri dengan P: post op Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: tertusuk-tusuk, R: ujung penis dan luka post op, S: skala 7, T: setiap saat. Obyektif (O), ekspresi wajah meringis, klien tampak kesakitan, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,8oC, terdapat luka post operasi hari ke nol diatas pubis, terpasang drain yang dialirkan, terpasang kateter no 24 yang diirigasi dengan cairan NaCl 0.9%, teknik relaksasi belum berhasil, posisi tidur klien semi fowler. Assesment (A), masalah belum
19
teratasi. Planning (P), lanjutkan intervensi yaitu kaji karakteristik nyeri, ukur tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi, kolaborasi pemberian analgetik. Evaluasi tanggal 4 April 2012 pukul 13.00 WIB didapatkan hasil Subyektif (S), klien mengatakan nyeri dengan P: post op Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: tertusuk-tusuk, R: luka post op, S: skala 6, T: hilang timbul. Obyektif (O), ekspresi wajah meringis, masih tampak kesakitan, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,5oC, irigasi sudah di hentikan, terdapat luka post operasi hari ke satu, tehnik relaksasi sudah berhasil dilakukan, posisi semi fowler tetap dipertahankan, masih terpasang kateter no 24. Assesment (A), masalah belum teratasi. Planning (P), lanjutkan intervensi yaitu kaji karakteristik nyeri, ukur tanda-tanda vital dan kolaborasi pemberian Analgesik. Evaluasi tanggal 5 April 2012 pukul 13.30 WIB didapatkan hasil Subyektif (S), klien mengatakan nyeri sudah berkurang bahkan hilang dengan P: post op Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: cekit-cekit, R: luka post op, S: skala 3, T: hilang timbul. Obyektif (O), ekspresi wajah rileks, tidak tampak kesakitan, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37oC, terdapat luka post operasi hari ke dua, tehnik relaksasi sudah berhasil dilakukan oleh klien ketika rasa nyeri timbul, posisi semi fowler tetap dipertahankan, masih terpasang kateter no 24. Assesment (A), masalah teratasi. Planning (P), intervensi dihentikan.
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas apakah ada kesenjangan antara teori dengan kasus yang dikelola pada Tn. M dengan post operasi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) dan Vesicolithiasis. Asuhan Keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi dilakukan pada tanggal 3-5 April 2012 di Ruang Mawar II Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, validasi data dan identifikasi pola atau masalah. (Hidayat, 2008). Proses pengkajian yaitu melakukan pengumpulan riwayat kesehatan, melakukan pengkajian kesehatan, wawancara dengan klien (auto anamnesis) dan orang terdekat klien (allo anamnesis), meneliti catatan kesehatan. (Smeltzer, 2002). Dalam asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. M dengan post
operasi
Transurethral
Reseksi
Prostatectomy
(TURP)
dan
Vesicolithotomy yang dilakukan pada tanggal 3-5 April 2012, didapatkan
20
21
data bahwa kurang lebih selama 4 bulan klien mengeluh saat ingin buang air kecil harus mengejan dan sedikit nyeri, usia klien saat ini 82 tahun. Dalam teori menyebutkan bahwa pada usia lanjut beberapa pria mengalami benigna prostat hiperplasia. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria berusia 80 tahun. Pembesaran prostat menyebabkan terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan gangguan miksi atau buang air kecil. (Purnomo, 2011). Batu kandung kemih atau Vesicolithiasis dapat terbentuk karena selalu terdapat sisa urine dalam kandung kemih akibat terdapat gangguan aliran urine. (Syamsuhidajat dan Jong, 2004). Dalam hal ini tidak ada kesenjangan antara teori dengan keadaan klien. Pada tanggal 3 April 2012 dilakukan operasi pada klien dengan metode operasi Transurethral Reseksi Prostatektomy atau TURP dan Vesicolithotomy. Apabila sumbatan urine parah, dapat dilakukan pembedahan Transurethral Reseksi Prostatectomy atau TURP. (Corwin, 2009). Dalam sebuah jurnal berjudul “Bladder stone” yang diterbitkan medscape tahun 2011, menyebutkan bahwa dalam sebuah studi tahun 2009 oleh Tugcu dkk, 64 klien menjalani TURP bersamaan dengan operasi batu kandung kemih atau Vesicolithotomy. Kelemahan utama prosedur ini yaitu nyeri post operasi (Basler, 2011). Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan keadaan klien. Setelah mengalami pembedahan klien mengatakan nyeri pada ujung penis dan luka post operasi dengan skala nyeri 7, nyeri seperti
22
ditusuk-tusuk, ekspresi wajah klien meringis, kesakitan. Hal ini sama dengan konsep teori yaitu setiap pembedahan akan menimbulkan nyeri akut dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai berat). (Tamsuri, 2006). Macam-macam kualitas nyeri adalah seperti ditusuk-tusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti di gencet. (Judha dkk, 2012). Prevalensi nyeri sedang atau berat pada kelompok pembedahan perut adalah tinggi pada hari-hari pasca operasi 0-1 (30-55%). (Eur J. 2008). Nyeri neuropatik adalah nyeri yang sebagian besar dialami klien usia lanjut yang disebabkan karena inkontinensia atau BPH. (Szallasi A, 2001). Jika sudah mengalami pembedahan karakteristik nyeri BPH adalah nyeri somatik superfisial akibat stimulasi terhadap kulit seperti laserasi, luka bakar dan sebagainya. Nyeri ini memiliki durasi yang pendek, terlokalisi, dan sensasi yang tajam. Sedangkan nyeri pada Vesicolithiasis bersifat nyeri viseral karena reseptor ini meliputi organ dada dan abdomen termasuk kandung kemih, mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera yaitu salah satunya adalah peregangan atau distensi dari organ tersebut. (Tamsuri, 2006). Setelah tindakan Transurethral Reseksi Prostatectomy atau TURP klien dipasang kateter ukuran 24 dengan 3 lubang. Pada post TURP urin bercampur dengan bekuan darah. Hal ini perlu dilakukan irigasi dengan normal salin sampai urine berwarna jernih. (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012). Sedangkan pada pola eliminasi selama sakit, klien terpasang kateter
23
dengan di irigasi cairan NaCl 0,9%, klien merasa kesakitan saat urine terasa akan mengalir, warna urine masih bercampur dengan darah. Dari data tersebut tidak ditemui kesenjangan antara teori dan keadaan klien. Pada riwayat kesehatan dahulu, klien mengatakan mempunyai hipertensi, klien pernah opname di puskesmas. Dalam hal ini penulis belum mengkaji tentang kapan hipertensi itu muncul, dan penulis juga belum mengetahui hubungan antara hipertensi dengan pembesaran prostat. Jika dikaitkan dengan teori penuaan dalam jurnal “Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia” tahun 2009, hipertensi sistolik terisolasi (HST) Prevalensi HST adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur 60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. Pada riwayat kesehatan keluarga dan lingkungan tidak ada data yang mendukung berkaitan dengan etiologi penyakit. Pemeriksaan penunjang laboratorium kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor prostate specific antigen (PSA). (Purnomo, 2011). Pada tanggal 12 Maret 2012 dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan kimia urine antara lain PH 8,0, leukosit 500 u/L normalnya negatif, protein hasilnya positif, yang normalnya negatif, glukosa 75 mg/dl normalnya negatif, keton negatif. Pemeriksaan epitel squamosa hasilnya 01/Lpk normalnya negatif. Pemeriksaan silinder granulated 0-1 /Lpk
24
normalnya negatif, bakteri 37578,1/uL normalnya 0,0-2150,0 /uL, kristal 917,2/uL normalnya 0,0. Pada klien belum dilakukan pemeriksaan prostate specific antigen (PSA), penulis belum mengetahui alasan mengapa tidak dilakukan pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan pencitraan, pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal atau trans abdominal ultrasonography (TAUS), dari TAUS diharapkan mendapat informasi mengenai perkiraan volume prostat, panjang protrusi prostat ke vesika, untuk mengetahui adanya kelainan pada vesika (adanya massa, batu, dan bekuan darah), mengetahui hidronefrosis atau kerusakan ginjal. (Purnomo, 2011). Pada tanggal 13 maret 2012, dilakukan pemeriksaan ultrasonography (USG) Abdomen didapatkan hasil suspect Vesicolithiasis. USG urology didapatkan hasil kedua ren dalam batas normal, vesica urinaria terdapat batu multiple diameter 3-7 mm, dinding reguler, prostat volume 82mm3, tepi reguler, echohomogen, kesan hiperplasia prostat dan vesicolithiasis. Pada pemeriksaan pyelografi Intravena atau IVP dan Blass Nier Oversich atau BNO (foto polos abdomen) berguna untuk mencari adanya batu di saluran kemih, untuk memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat), mengetahui divertikel, trabekulasi buli-buli. Pada tanggal 17 Maret 2012 dilakukan pemeriksaan pyelografi Intravena atau IVP dan Blass Nier Oversich atau BNO (foto polos abdomen) didapatkan hasil dengan kesan antara lain divertikel buli, multiple vesicolithiasis, indentasi dasar buli karena BPH. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
25
tidak ada kesenjangan teori dengan pemeriksaan yang dilakukan pada klien.
2. Diagnosa keperawatan Diagnosa
keperawatan
adalah
sebuah
label
singkat
menggambarkan kondisi klien yang diobservasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa masalah-masalah aktual atau potensial. (Wilkinson, 2006). Pada kasus ini penulis mengangkat diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi benigna prostat hiperplasia dan vesikolithotomy). Setiap pembedahan akan menimbulkan nyeri akut dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai berat). (Tamsuri, 2006). Prevalensi nyeri sedang atau berat pada kelompok pembedahan perut adalah tinggi pada hari-hari pasca operasi 0-1 (30-55%). (Eur J, 2008). Nyeri Akut memiliki awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang 6 bulan. (NANDA, 2009). Hal ini dibuktikan dengan adanya keluhan utama klien (subyektif) nyeri yang diungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat. (Wilkinson, 2006). Data subyektif (DS) bahwa klien mengatakan nyeri Provocate (P) atau penyebabnya post operasi TURP dan Vesicolithotomy, Quality (Q) yaitu tertusuk-tusuk, Region (R) yaitu ujung penis dan luka post operasi, Severe (S) atau skala 7, Time (T) setiap saat pada post operasi. Dan data obyektif (DO) yaitu wajah klien tampak meringis, tampak kesakitan,
26
tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,8oC.
3. Perencanaan Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. (Potter dan Perry, 2005). Dalam kasus ini penulis merencanakan tindakan selama 3 x 24 jam, dengan alasan setiap pernyataan tujuan dan hasil yang diharapkan harus mempunyai batasan waktu untuk evaluasi. Tujuan tidak hanya memenuhi kebutuhan klien tetapi juga harus mencakup pencegahan dan rehabilitatif. Ada dua tipe tujuan yang dikembangkan untuk klien yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. (Potter dan Perry, 2005). Karena penulis merencanakan tindakan selama 3 hari, maka termasuk dalam tujuan jangka pendek dengan definisi sasaran yang diharapkan tercapai dalam periode waktu yang singkat, biasanya kurang dari satu minggu, tujuan ini diarahkan untuk rencana perawatan mendesak. (Capernito, 1995 dalam buku ajar fundamental keperawatan karangan Potter dan Perry, 2005). Menurut NOC (Nursing Outcome Classification) dalam buku saku diagnosa keperawatan (Wilkinson, 2006) diharapkan nyeri akut dapat berkurang, dengan kriteria hasil: ekspresi wajah tidak meringis, tidak kesakitan, skala nyeri menjadi 3, tanda-tanda vital dalam batas normal.
27
Intervensi atau NIC (Nursing Intervention Classification) yang akan dilakukan yaitu secara ONEC (Observation, Nursing intervensi, Education, Colaboration), dengan rasional (Doenges, 2000) yaitu: kaji karakteristik nyeri dengan P, Q, R, S, T (Provocate, Quality, Regio, Severe, Time), dengan rasional untuk mengetahui seberapa berat nyeri yang dirasakan, ukur tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui kondisi fisiologis tubuh, nursing intervensi dengan berikan posisi yang nyaman yaitu semi fowler, dengan rasional menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri, edukasi dengan ajari tehnik relaksasi, dengan rasional dapat merelaksasi otot-otot tubuh. Kolaborasi dengan pemberian analgetik, dengan rasional dapat menghilangkan rasa nyeri.
4. Implementasi Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. (Potter dan Perry, 2005). Implementasi pada tanggal 3 April 2012, Pukul 14.00 WIB, yaitu mengkaji karakteristik nyeri, karakteristik nyeri dapat dilihat berdasarkan metode PQRST. (Judha dkk, 2012), didapatkan respon subyektif klien yaitu P: post operasi benigna prostate hiperplasia dan vesicolitithomy, Q: tertusuk-tusuk, R: ujung penis dan luka post operasi, S: skala 7, T: setiap saat sedangkan respon obyektifnya klien tampak kesakitan, ekspresi wajah meringis. Mengukur tanda-tanda vital, didapatkan hasil tekanan darah
28
150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,8oC. Sebagian besar proses tubuh involunter misalnya denyut jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan, dan pengaturan suhu, serta respon otomatis dapat terjadi gangguan atau sentakan akibat suatu stimuli nyeri. (Syaifuddin, 2009), perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibandingkan dengan laporan verbal klien. (Tamsuri, 2006), pada klien Tn. M mengalami peningkatan tekanan darah, hal ini bisa juga dikaitkan dengan proses penuaan. Memberikan posisi yang nyaman yaitu semi fowler, Mengajarkan tehnik relaksasi, bahwa tehnik ini efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (menurut Lorenzi, Miller & Perry tahun 1990 dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Smeltzer, 2002). Menangani nyeri yang dialami klien melalui intervensi farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter. Rute intravena adalah rute pemberian medikasi analgesik yang lebih dipilih. (Smeltzer, 2002). Memberikan analgesik yaitu Antrain 1 gr/2ml yang merupakan analgesik non narkotik dengan indikasi meredakan nyeri pasca operasi. (ISFI, 2009-2010), selain itu klien juga diprogramkan mendapatkan injeksi Kalnex 50 mg/ml yang merupakan golongan obat hemostatik yang mempengaruhi darah, dengan indikasi untuk perdarahan abnormal pada post operasi dan prostatektomy. (ISFI, 2009-2010) diberikan lewat selang intra vena, Tanggal 4 April 2012, implementasi dengan kajian teori yang sama yaitu mengkaji karakteristik nyeri, dengan P: luka post op Transurethral
29
Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: tertusuk-tusuk, R: luka post op, S: skala 6, dan T: hilang timbul, mengukur tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,5oC. Mengajarkan tehnik relaksasi, memberikan analgesik Antrain 1 gr/2ml yang merupakan analgesik non narkotik dengan indikasi meredakan nyeri pasca operasi. (ISFI, 2009-2010), klien juga masih diprogramkan mendapat injeksi Asam Traneksamat/Kalnex 1 gr yang merupakan golongan obat hemostatik yang mempengaruhi darah, dengan indikasi untuk perdarahan abnormal pada post operasi dan prostatektomy. (ISFI, 2009-2010). Ceftriaxone 1 gr, yang merupakan antibiotik golongan Sefalosporin profilaksis. Pemberian posisi semi fowler tetap diberikan pada klien. Tanggal 5 April 2012, didapatkan hasil nyeri sudah berkurang tidak terlalu hebat, terdapat penghentian tindakan yaitu mengurangi nyeri dengan farmakologi, karena menurut advis dokter rentang nyeri sudah dapat ditoleransi oleh klien dan terdapat kesan penurunan intensitas nyeri, sehingga penanganan nyeri secara farmakologis dihentikan untuk mengembalikan kembali fisiologis fungsi saraf reseptor nyeri agar tidak terjadi ketergantungan (American Association of Nurse Anesthetists, 2012), memberikan injeksi Ceftriaxone 1g untuk pencegahan infeksi, mengevaluasi tehnik relaksasi yang dilakukan dan Masih mempertahankan posisi semi fowler dan range of motion atau ROM.
30
5. Evaluasi Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian. (Potter&Perry, 2005). Tanggal 3 April sampai 5 April 2012 dilakukan evaluasi dengan metode SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planning) Evaluasi tanggal 3 April 2012 pukul 14.30 WIB didapatkan data Subyektif, bahwa klien mengatakan nyeri dengan P: post op Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: tertusuk-tusuk, R: ujung penis dan luka post op, S: skala 7, T: setiap saat. Obyektif, bahwa ekspresi wajah meringis, klien tampak kesakitan, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,8oC, terdapat luka post operasi hari ke nol diatas pubis, terpasang drain yang dialirkan, terpasang kateter no 24 yang diirigasi dengan cairan NaCl 0.9%, teknik relaksasi belum berhasil, posisi tidur klien semi fowler. Assesment masalah belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi yaitu kaji karakteristik nyeri, ukur tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi, kolaborasi pemberian analgetik. Secara umum belum ada kemajuan hasil yang akan dicapai pada evaluasi hari pertama Evaluasi tanggal 4 April 2012 pukul 13.00 WIB didapatkan hasil Subyektif, klien mengatakan nyeri dengan P: post op Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, Q: tertusuk-tusuk, R: luka post op, S: skala 6, T: hilang timbul. Obyektif, ekspresi wajah meringis,
31
masih tampak kesakitan, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, dan suhu 37,5oC. irigasi sudah dihentikan, terdapat luka post operasi hari ke satu, tehnik relaksasi sudah berhasil dilakukan, posisi semi fowler tetap dipertahankan, masih terpasang kateter no 24. Assesment, masalah belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi yaitu kaji karakteristik nyeri, ukur tanda-tanda vital dan kolaborasi pemberian analgesik. Terdapat perubahan hasil evaluasi yang dibandingkan dengan hari pertama yaitu penurunan skala nyeri yang menjadi 6, tekanan darah yang menjadi 140/80 mmHg, suhu 37,5oC, Evaluasi tanggal 5 April 2012 pukul 13.30 WIB didapatkan hasil Subyektif, klien mengatakan nyeri sudah berkurang bahkan hilang. Obyektif, ekspresi wajah rileks, tidak tampak kesakitan, terdapat luka post operasi hari ke dua, tehnik relaksasi sudah berhasil dilakukan ketika rasa nyeri timbul, posisi semi fowler tetap dipertahankan, masih terpasang kateter no 24. Assesment masalah teratasi. Planning, intervensi dihentikan. Pada akhir evaluasi hari terakhir dapat dinyatakan bahwa masalah nyeri akut teratasi ditandai dengan skala nyeri 3, wajah tidak tampak kesakitan, ekspresi wajah rileks.
B. Simpulan dan Saran Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,
perencanaan,
implementasi,
dan
evaluasi
tentang
asuhan
keperawatan nyeri akut Pada Tn. M dengan post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy di ruang Mawar II Rumah Sakit
32
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta secara metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengkajian terdiri dari pengumpulan data, validasi data dan identifikasi pola atau masalah. Menggunakan metode auto anamnesis dan allo anamnesis. Pengkajian pada kasus ini berfokus pada karakteristik nyeri, klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri 7 pada ujung penis dan luka post operasi, wajah tampak meringis dan kesakitan. 2. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy). 3. Intervensi atau perencanaan menggunakan metode ONEC (observasi, nursing intervensi, edukasi, kolaborasi), dengan perencanaan waktu selama 3x24 jam diharapkan hasil dapat tercapai. Adapun kriteria hasil yang diharapkan pada kasus ini yaitu ekspresi wajah tidak meringis, tidak kesakitan, skala nyeri 3, tanda-tanda vital dalam batas normal. 4. Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan hasil. Didapatkan respon subyektif dan obyektif klien, hal ini sebagai indikator pencapaian dari tujuan dan hasil yang diharapkan. 5. Evaluasi merupakan proses akhir dari proses keperawatan, digunakan metode SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planning). Evaluasi hari terakhir pada kasus ini didapatkan hasil bahwa skala nyeri 3, ekspresi wajah rileks, tidak tampak kesakitan.
33
6. Analisa tentang nyeri pada penyakit BPH yaitu bersifat nyeri neuropatik, sedangkan pada post operasi, karakteristik nyeri ini berubah menjadi nyeri somatik superfisial akibat dari stimulasi terhadap laserasi kulit. Nyeri ini memiliki durasi yang pendek, terlokalisasi, dan sensasi yang tajam. Sedangkan pada Vesicolithiasis, bersifat nyeri viseral karena reseptor ini meliputi organ dada, abdomen termasuk kandung kemih.
C. Saran Setelah penulis melakukan studi kasus tentang gangguan rasa nyaman nyeri akut pada post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy, penulis menemukan berbagai saran yaitu: 1. Bagi rumah sakit Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pada klien post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) dan Vesicolithotomy khususnya. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada klien dengan post operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy
(TURP)
dan
Vesicolithotomy
khususnya.
Perawat
diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan komprehensif.
34
3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Riski. (2010). Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak (Studi Kasus di RS Dr. Kariadi, RSI Sultan Agung, RS. Roemani Semarang). http://jurnal.unimus.ac.id diakses tanggal 11 April 2012. American Associationt of Nurse Anesthetistics. (2012). Journal Course: New Technologies in Anesthesis: Update for Nurse Anesthetist-Alternatives for Post Operative Pain Management. http://www.aana.com diakses tanggl 18 April 2012. Basler, Joseph. (2011). Bladder Stone. Medscape Reference. Error! Hyperlink reference not valid. diakses tanggal 12 April 2012. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Doengoes, M.E., Moorhouse dan M.F., Geisster A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Eur J. Anaesthesiol. (2008). The Prevalence of Post Operative Pain in a Sample of 1490 Surgial in Patients. Pubmed.gov. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/18053314 diakses tanggal 10 April 2012. Gupta A., Kaur K, Sharma S, Goyal S, Arora S, Murthy RS. (2010). Clinical Aspects of Acute Post Operative Pain Management & Its Assessment. Pubmed.gov. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed diakses tanggal 13 April 2012. Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A dan Uliyah, M. (2005). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. (2009). Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia. Jakarta: PT. ISFI. Jitowiyono S, W Kristiyanasi. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi dengan Pendekatan Nanda NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
Judha, Mohamad dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika. Muttaqin Arif, Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Periopertif Konsep, Proses dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. NANDA International. (2009). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta; EGC. Pakasi, Ruland DN. (2009). Total Prostate Specific Antigen, Prostate Specifik Antigen Density and Histophatologic Analysis on Binign Enlargrent of Prostate. The Indonesian Journal of Medical Science Volume I No. 5. http://med.unhas.ac.id diakses tanggal 11 April 2012. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume I. Edisi 4. Jakarta: EGC. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: EGC. Purnomo, Basuki. (2011). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto. Rigand AS, Forette B. (2001). Hypertension in Older Adults. Jurnal Penyakit dalam Volume 7: Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia tahun 2009. http://e.journal.unud.ac.id diakses tanggal 18 April 2012. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Smeltzer, C. Suzanne. (2002). Brunner & Suddarth: Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa: Waluyo Agung, Yasmin Asih, Juli, Kuncara, I Made Karyasa. Jakarta: EGC. Syaifuddin. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:Salemba Medika Szallasi A. (2001). Vanilloid receptor ligands: hopes and realities for the future. Pubmed.gov. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11587243 diakses tanggal 19 April 2012 Tamsuri, Anas. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Mahda Fauzia Imna
Tempat, tanggal lahir : Grobogan, 19 Mei 1990 Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat Rumah
: Wates RT 01 RW 04 Desa Kradenan Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan : - TK Tunas Rimba Kradenan lulus tahun 1996 Ͳ SD Islam Al-Fiqiyah Wates Kradenan lulus tahun 2002 Ͳ SMP Negeri 1 Kradenan lulus tahun 2005 Ͳ SMA Negeri 1 Kradenan lulus tahun 2008 Ͳ DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Riwayat Pekerjaan
: -
Riwayat Organisasi
: -