Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Kandang dan Kompos terhadap Pertumbuhan Kangkung (Ipomea retans) dan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada sistem Akuaponik Effect of Manure and Compost Treatment to the Growth of Water Spinach (Ipomea retans) and Catfish (Clarias gariepinus) on the Aquaponics System SAYEKTI, R. S.
(1)
, PRAJITNO, D.
(2)
, INDRADEWA, D.
(2)
Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta(1), Staf pengajar Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta(2).
[email protected](1).
ABSTRACT Increase of population resulted an increase of food needs. Limitations of agricultural land is a constraint in the production of foodstuffs. Vertikultur agriculture is one of the solutions to increase agricultural production. Aquaponics is the concept of the development of bio-integrated farming system, which is a series of technologies that combine the techniques of aquaculture and farming techniques. Bucket filled with 60 liters of water was treated with fertilizer of 0 g / 1000 l, manure of 250 g / 1000 l and 500 g / 1000 l, as well as compost of 250 g / l in 1000, and 500 g / 1000 l. Manure and compost improve the growth and yield of water spinach and catfish on the aquaponic system better than that of without organic fertilizer treatment. The dose of 500 g / 1000 l manure improves the best growth and yield of these water spinach and catfish. Key word: aquaponic, water spinach (Ipomea reptans), catfish (Clarias gariepinus), manure, compost
ABSTRAK Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Keterbatasan lahan pertanian menjadi kendala dalam produksi bahan pangan. Pertanian vertikultur merupakan salah satu solusi peningkatan produksi pertanian. Akuaponik adalah konsep pengembangan bio-integrated farming system, yaitu suatu rangkaian teknologi yang memadukan antara teknik budidaya perikanan dan teknik pertanian. Ember yang diisi air 60 liter diberi perlakuan dengan pupuk 0 g/1000 l, pupuk kandang 250 g/ 1000 l dan 500 g/ 1000 l, serta pupuk kompos 250 g/ 1000 l dan 500 g/ 1000 l. Aplikasi pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang dan kompos mampu meningkatkan pertumbuhan hasil dan kualitas dari kangkung akuaponik dibandingkan dengan tanpa aplikasi pupuk organik. Pupuk kandang dengan takaran 500 g/1000 l memberikan hasil dan kualitas kangkung akuaponik yang terbaik.
Kata kunci: akuaponik, kangkung (Ipomea reptans), lele (Clarias gariepinus), pupuk kandang, kompos
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki populasi penduduk besar dengan kecenderungan pertumbuhan penduduk positif setiap tahunnya. Penduduk Indonesia saat ini berjumlah sekitar 250 juta jiwa, dan pertumbuhannya dari tahun ke tahun semakin membuat jumlah penduduk bertambah. Jumlah penduduk Indonesia menuntut konsekuensi dimana Indonesia harus dapat mencukupi
108
(1)
kebutuhan pangan bangsanya . Jumlah penduduk Indonesia yang besar memerlukan pangan dalam jumlah yang besar pula dan pangan yang banyak memerlukan lahan yang luas sebagai tempat budidaya. Terdapat permasalahan penyediaan lahan pertanian nasional antara lain adalah penyusutan lahan. Penyusutan lahan persawahan nasional mencapai 100 ribu hektar setiap tahun. Sedangkan pada tahun 2013 kemampuan (2) mencetak sawah hanya 40 ribu hektar .
Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Kandang… (Sayekti, RS., et al.)
Permasalahan sempitnya lahan pertanian dapat diselesaikan dengan sistem teknologi yang tepat agar kebutuhan pangan masyarakat tetap tercukupi. Pertanian sistem vertikal dapat dilakukan sebagai solusi sempitnya lahan pertanian. Pertanian vertikal mampu memproduksi tanaman lebih banyak setiap meter perseginya dibandingkan dengan pertanian horisontal. Penggunaan sistem hidroponik dapat mengurangi masalah keterbatasan lahan produktif karena pada sistem ini tidak menggunakan tanah dalam budidaya tanaman. Disatu sisi kompos merupakan salah satu solusi terhadap permasalahn sampah organik yang kian menumpuk sebagai dampak pertumbuhan penduduk. Pengurangan jumlah sampah juga merupakan tanggung jawab kita didalam melestarikan lingkungan untuk kehidupan manusia yang berkelanjutan (sustain) Akuaponik adalah konsep pengembangan bio-integrated farming system, yaitu suatu rangkaian teknologi yang memadukan antara teknik budidaya perikanan dan pertanian. Teknologi akuaponik ini dirancang untuk memanfaatkan air yang mengandung sisa pakan dan kotoran dari ikan sebagai sumber nutrisi tanaman. Pemanfaatan zat sisa ini meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemberian nutrisi tanaman. Perpaduan antara teknologi budidaya perikanan dan hidroponik dipandang sebagai teknik pertanian yang sederhana akan tetapi mampu menghasilkan produk ganda, yaitu ikan dan tanaman dalam satu siklus panen yang (3) bersamaan . Teknologi ini dinilai sangat tepat guna diterapkan oleh masyarakat, baik dalam skala kecil dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang terkadang dianggap tidak produktif maupun marginal. Sistem akuaponik hemat energi, mencegah keluarnya limbah ke lingkungan, menghasilkan pupuk organik untuk tanaman sehingga lebih baik daripada pupuk kimia. Penggunaan kembali air limbah melalui biofiltrasi dan menjamin produksi bahan makanan melalui multi-kultur, membuat akuaponik pantas dikatakan salah satu (4) model panutan untuk green technology . Pemilihan tanaman budidaya dan ikan pada sistem aquaponik harus diperhatikan karena menentukan kualitas produksi yang ingin di capai. Tanaman hortikultura biasanya di pilih karena tingkat ekonomisnya tinggi. Tanaman yang dipilih salah satunya yaitu kangkung. Ikan yang dipilih salah satunya adalah lele karena perawatannya tidak rumit dan tahan pada lingkungan air tergenang. Pada sistem akuaponik, akar tanaman berfungsi sebagai penyaring zat sisa dari kolam ikan. Air yang
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No 2, Juli 2016, 108-117
sudah disaring oleh akar tanaman menjadi lebih bersih sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ikan. Pembudidayaan lele pada umumnya menggunakan pupuk kandang atau kompos pada air kolam untuk menumbuhkan plankton sebagai makanan ikan. Selain baik untuk lele, pupuk juga baik jika dimanfaatkan oleh tanaman pada sistem aquaponik. Selama ikan dipelihara selalu dihasilkan limbah sisa-sisa pakan dan kotoran ikan. Limbah tersebut merupakan limbah organik dan mineralmineral anorganik yang dapat meningkatkan (5) kesuburan air (eutrofikasi) . 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan macam pupuk dan komposisinya yang lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan kangkung dan ikan pada sistem akuaponik. 2.
BAHAN DAN METODE
2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perumahan Dosen Poltekkes, Gamping, Sleman, Yogyakarta pada bulan September hingga Oktober 2015. 2.2 Bahan bahan Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ember volume 70L, pompa aerator, pupuk kandang, kompos, tanamanan kangkung dan ikan lele. 2.3 Parameter yang Diukur Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data pertumbuhan tanaman dan data kualitas air. Data pertumbuhan tanaman kangkung (Ipomea reptans) meliputi tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, panjang akar, dan berat segar tanaman) dan berat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Data kualitas air antara lain, Biochemical Oxsygen Demand (BOD). 2.4 Metode Penelitian Kangkung dibibitkan selama 1 minggu pada media arang sekam. Bak pemeliharaan ikan yang digunakan dalam sistem akuaponik ini yaitu ember berkapasitas tampung 70 liter yang bagian tutup embernya tidak digunakan. Sebagai gantinya digunakan tampah plastik berbentuk lingkaran yang bagian tengannya diberi lubang berdiameter 15 cm tempat merekatkan pipa peralon yang berdiameter 15 cm dan tinggi 3 cm. Ember diisi dengan air yang telah dicampur pupuk kandang, pupuk kompos, dan tanpa pupuk
109
sebanyak 60 L dengan komposisi perlakuan pupuk 0 g/1000 l, pupuk kandang 250 g/ 1000 l, pupuk kandang 500 g/ 1000 l, pupuk kompos 250 g/ 1000 l, dan pupuk kompos 500 g/ 1000 l.
1) Tinggi Tanaman (cm) Pertumbuhan tanaman adalah proses bertambahnya ukuran dari suatu organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma. Penambahan ini disebabkan oleh bertambahnya ukuran organ tanaman seperti tinggi tanaman sebagai akibat dari metabolisme tanaman yang dipengaruhi oleh faktor lingkungann di daerah penanaman seperti air, sinar matahari dan (6) nutrisi . Sebagai gambaran pertumbuhan tanaman kangkung, dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 berikut ini.
Gambar 1. Skema ember akuaponik Air dibiarkan selama 1 minggu dalam keadaan terpapar sinar matahari agar mikroorganisme tumbuh di dalam air. Kangkung ditanam pada media arang sekam dan diletakkan pada gelas plastik. Gelas plastik disusun pada bak akuaponik sebanyak 16 gelas. Kangkung yang berumur 1 minggu dipindahkan ke dalam gelas, setiap gelas terdiri dari 5 tanaman kangkung.
Gambar 2. Kangkung akuaponik 1 minggu setelah tanam
Benih lele yang digunakan berukuran 4-6 cm dan diletakkan pada ember dengan air sebanyak 60 L. Lele diberi makan berupa pelet sehari 2 kali (pagi dan sore). Jumlah pakan pelet yang diberikan pada lele sebanyak 10% dari berat badan lele. Pada penelitian ini, panen dilakukan pada 6 minggu setelah tanam (mst). Data yang diperoleh dianalisis varian dengan taraf kepercayaan 5%, dan apabila terdapat beda nyata antar perlakuan pupuk dilanjutkan dengan uji DMRT. Data yang diperleh dianalisis dengan perangkat SAS system for windows. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok Lengkap Faktorial. Apabila pada analisis varian diperoleh Fhit >Ftab maka terdapat beda nyata antar perlakuan, lalu dilanjutkan dengan uji DMRT dengan taraf 5%. Data diuji lanjut dengan kontras ortgonal taraf 5 % antara perlakuan dan kontrol. 3.
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Tinggi Tanaman Kangkung. Tinggi tanaman (cm) Umur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis pengaruh komposisi pupuk ini mencakup analisis pertumbuhan tanaman dan ikan lele serta kualitas air. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis laboratrium, dapat diuraikan sebagai berikut: 3.1. Pertumbuhan Tanaman Kangkung
110
Gambar 3. Pertumbuhan tanaman kangkung dan ikan lele 5 minggu setelah tanam
2 MST
Perlakuan
Dosis pupuk (g/1000L) 250
500
Kandang
18,21
21,05
19,63a
Kompos
14,84
14,69
14,76b
16,52a
17,86a
17,20(-)
Rerata Kontrol
13,96*
cv 4 MST
Rerata
Kandang
16,51 25,95
31,33
28,64a
Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Kandang… (Sayekti, RS., et al.)
Kompos Rerata
19,51
22,94
21,23b
22,73b
27,13a
24,93(-)
Kontrol
16,56*
cv
6 MST
13,12
Kandang
71,94
104,29
88,12a
Kompos
64,94
69,38
67,16b
68,44a
86,84a
77,64(-)
Rerata Kontrol cv
55,38* 5,17
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman kangkung 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu setelah tanam (mst). Pemberian pupuk organik meningkatkan tinggi tanaman kangkung baik pada 2, 4, maupun 6 mst. Tidak terjadi interaksi antara jenis dengan takaran pupuk organik terhadap tinggi tanaman pada 2, 4 maupun 6 mst. Pupuk kandang menyebabkan tanaman tumbuh lebih tinggi dibanding pupuk kompos baik pada 2, 4 maupun 6 mst. Pada uji kontras antara semua perlakuan dan kontrol menunjukkan adanya beda nyata (*) pada tinggi tanaman kangkung pada 2, 4, dan 6 mst. Tinggi tanaman pada perlakuan pupuk kandang lebih tinggi karena pupuk kandang mengandung lebih banyak unsur hara dari pada pupuk kompos. Unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sapi yakni N = 2,33 %, P2O5 = 0,61 %, K2O = 1,58 %, Ca = 1,04 %, Mg = 0,33 (7) 21). %, Mn = 179 ppm dan Zn = 70,5 ppm . Unsur hara yang terkandung dalam pupuk kompos daun pekarangan yaitu N = 1,62 %, P = (8) 0,32 %, dan K = 1,11 % . Unsur hara yang lebih tinggi mampu meningkatkan tinggi tanaman kangkung lebih baik dari pada perlakuan lainnya. Perlakuan kosentrasi pupuk memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada tanaman hidroponik. Tingginya kandungan nitrogen akan berpengaruh (9) pada tinggi tanaman . Pada penelitian tanaman sayur, rata-rata tinggi tanaman tertinggi terdapat pada tanaman yang mendapatkan nutrisi lebih banyak. Pertumbuhan vegetatif tanaman yang ditunjukkan dengan pertumbuhan tinggi tanaman unsur hara yang berperan adalah nitrogen. Nutrisi yang mengandung nitrogen lebih tinggi (10) akan memacu pertumbuhan vegetatif . 2) Diameter Batang (cm)
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No 2, Juli 2016, 108-117
Batang bawah dapat mempengaruhi pertumbuhan batang atas karena terganggunya aliran zat pengatur tumbuh di dalam tanaman dapat mengakibatkan terganggunya distribusi hasil fotosintesis. Perbedaan pertumbuhan diameter tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor (11) genetik masing-masing jenis tanaman . Diameter batang yang besar akan menentukan jumlah bahan kering vegetatif yang kemudian (12) akan berpengaruh terhadap besarnya hasil . Pada pertumbuhan vegetatif tanaman yang ditunjukkan dengan pertambahan panjang, salah satu unsur hara yang berperan adalah nitrogen (N). Nitrogen memacu pertumbuhan pada vase (13) vegetatif terutama daun dan batang . Tabel 2 menunjukkan diameter batang kangkung 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu setelah tanam (mst). Tidak terjadi interaksi antara jenis dan takaran pupuk organik terhadap diameter batang kangkung pada 2 mst dan 4 mst, namun terjadi interaksi pada 6 mst. Takaran dan jenis pupuk belum memberikan perbedaan pada 2 mst. Jenis pupuk pada 4 mst menunjukkan perlakuan pupuk kandang lebih tinggi dibandingkan perlakuan pupuk kompos. Pada 6 mst terdapat interaksi antara jenis pupuk dan kadar pupuk. Pupuk kandang kadar 500 g/1000 l menghasilkan diameter batang paling tinggi. Pupuk kandang dengan kadar 500 g/1000 l memiliki unsur hara yang paling besar dibandingkan perlakuan lainnya sehingga mampu menghasilkan diameter batang yang paling besar. Tabel 2. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Diameter Batang Kangkung. Diameter batang (cm) Umur
Perlakuan
Dosis pupuk (g/m3) 250
2 MST
Rerata
500
Kandang
2,14
2,25
2,19a
Kompos
1,84
2,00
1,91a
1,98a
2,12a
2,05(-)
Rerata Kontrol
1,62
Cv
4 MST
6 MST
7,11
Kandang
5,79
6,43
6,11a
Kompos
4,84
4,92
4,88b
5,31a
5,68a
5,50(-)
Rerata Kontrol
3,95*
Cv
12,21
Kandang
8,57b
10,6a
9,58
111
Kompos Rerata
8,27b
8,32b
8,29
8,42
9,46
8,94(+)
Kontrol
Cv
7,86*
cv
6,87
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
Pada uji kontras antara semua perlakuan dan kontrol menunjukkan adanya tidak beda nyata pada diameter batang kangkung 2 mst dan terdapat beda nyata (*) pada pada 4 mst dan 6 mst. Perlakuan tanpa pupuk memiliki ukuran diameter batang lebih kecil dibandingkan perlakuan dengan pupuk. Pada 4 mst dan 6 mst terlihat jelas pengaruh perbedaan perlakuan tersebut.
6 MST
13,86
Kandang
38,75
42,13
40,44a
Kompos
31,13
31,75
31,44b
34,94a
36,94a
35,94(-)
Rerata Kontrol
30,25
Cv
16,81
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
3) Jumlah Daun
Tabel 3. menunjukkan jumlah daun kangkung 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu setelah tanam (mst). Pemberian pupuk organik meningkatkan jumlah daun kangkung pada 2 mst. Pemberian pupuk tidak meningkatkan jumlah daun kangkung pada 4 mst dan 6 mst. Tidak terjadi interaksi antara jenis dengan komposisi pupuk organik terhadap jumlah daun pada 2, 4 maupun 6 mst. Jenis pupuk mulai memberikan pengaruh pada 4 mst dan 6 mst. Kadar pupuk belum memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman kangkung. Pupuk kandang memiliki unsur hara lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kompos sehingga rerata jumlah daun dengan perlakuan pupuk kandang lebih tinggi.
Jumlah daun mempengaruhi fotosintat yang terbentuk. Jumlah daun yang banyak akan menghasilkan fotosintat yang banyak pula. Luas daun erat hubunganya dengan kemampuan tumbuhan untuk menghasilkan asimilat yang selanjutnya sangat berpengaruh terhadap (15) pertumbuhan tanaman .
Nitrogen berperan untuk sintesis protein untuk pertumbuhan tanaman termasuk pertumbuhan daun, bila tanaman kekurangan N menyebabkan (16) pertumbuhan terhambat . Peran utama nitrogen bagi tanaman yaitu merangsang pertumbuhan seluruh tanaman terutama batang, (13) 7) cabang, dan daun . .
Peningkatan kadar nutrisi meningkatkan ukuran diameter batang tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa hasil fotosintesis dimanfaatkan untuk pertumbuhan tajuk, batang hingga daun. Ketika hasil fotosintesis didistribusikan ke daerah tajuk saja maka pertambahan diameter batang tanaman (14) terjadi .
Pada uji kontras antara semua perlakuan dan kontrol menunjukkan adanya beda nyata (*) pada jumlah daun kangkung pada 2 mst. Hal ini disebabkan tersedianya nutrisi pada awal pertumbuhan tanaman kangkung dari perlakuan pupuk kandang dan kompos.
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Jumlah Daun Kangkung. Jumlah daun Umur
Perlakuan
Dosis pupuk (g/m3) 250
2 MST
Rerata
500
Kandang
8,25
10,50
9,37a
Kompos
8,25
8,13
8,19a
8,25a
9,31a
8,78(-)
Rerata Kontrol
7,13*
4) Panjang Akar
Cv
15,48
Akar merupakan salah satu organ penting bagi tanaman. Fungsi akar yaitu menyerap air, mineral, dan zat-zat yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyerapan air dan mineral tersebut berlangsung melalui ujung akar dan bulu-bulu akar. Penyerapan air dan mineral akan berlangsung optimal jika ketersediaan oksigen terpenuhi.
Kandang
23,75
22,25
23,00a
Kompos
19,63
18,88
19,25b
21,68a
20,56a
21,13(-)
4 MST Rerata Kontrol
112
Tanaman pada perlakuan nutrisi dengan kadar nitrogen lebih tinggi memiliki daun relatif lebih banyak. Pemberian nutrisi dengan kadar nitrogen tinggi mempengaruhi tinggi tanaman tetapi juga berpengaruh terhadap banyaknya (17) daun pertanaman .
16,00
Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Kandang… (Sayekti, RS., et al.)
Panjang akar merupakan hasil pemanjangan sel(12) sel yang terletak di belakang meristem ujung .
Rerata Kontrol
23,78
Tabel 4 menunjukkan panjang akar kangkung 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu setelah tanam (mst). Pemberian pupuk organik tidak meningkatkan panjang akar kangkung baik pada 2, 4, maupun 6 mst. Tidak terjadi interaksi antara jenis dengan takaran pupuk organik terhadap panjang akar pada 2, 4 maupun 6 mst. Perlakuan jenis pupuk dan kadar pupuk tidak memberikan pengaruh terhadap panjang akar kangkung. Pertumbuhan panjang akar dipengaruhi oleh sumber air dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Sistem akuaponik dengan model NFT (Nutrient Film Technique) memungkinkan akar mendapat air dan unsur hara dengan mudah.
Cv
13,71
Pada uji kontras antara semua perlakuan dan kontrol menunjukkan tidak adanya beda nyata pada panjang akar kangkung pada 2, 4, dan 6 mst. Perlakuan pupuk dan tanpa pupuk menggunakan sistem akuaponik model NFT sehingga pada perakarannya terkena aliran air. Air dan unsur hara yang mudah dijangkau akar mengakibatkan tidak adanya perbedaan dalam pertumbuhan panjang akar. Ada keadaan stres air tanaman akan membentuk pertumbuhan akar yang lebih besar dibandingkan dengan keadaan tanaman tidak (12) mengalami kekeringan . Keadaan berlebih air di sistem akuaponik ini mengakibatkan pertumbuhan akar kurang maksimal karena suplay air diberikan selama 24 jam menggunakan pompa air.
Dosis pupuk (g/m3) 250
2 MST
5) Berat Segar Tajuk (g) Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran biomasa (berat tanaman) relatif mudah diukur dan merupakan integrasi dari semua peristiwa (18) yang dialami tanaman sebelumnya . Tabel 5 menunjukkan berat segar tajuk kangkung 2 minggu, 4 minggu, dan 6 minggu setelah tanam (mst). Tidak terjadi interaksi antara jenis dan kadar pupuk organik terhadap berat segar tajuk kangkung pada 2 mst dan 4 mst, namun terjadi interaksi pada 6 mst. Jenis pupuk memberikan perbedaan berat segar tajuk pada 2 mst dan 4 mst. Pupuk kandang menghasilkan berat segar tajuk yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kompos.
Tabel 5. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Berat Segar Tajuk Kangkung.
Umur
Rerata 2 MST
3,74
3,57a
Kompos
0,87
1,18
1,03b
2,14a
2,46a
2,30(-)
Rerata
18,03a
Kontrol
Kompos
16,71
16,81
16,76a
cv
17,23a
17,57a
17,40(-)
13,2
4 MST
17,56
16,25a
Kompos
8,77
9,18
8,98b
11,84a
13,37a
12,61(-)
Rerata
26,84
26,56a
Kontrol
Kompos
25,29
25,56
25,43a
cv
26,20a
25,99(-)
Kontrol
20,88
cv
18,23
Kandang
31,96
32,61
29,94
30,14
15,22 75,38b
150,41a
112,90
Kompos
72,09b
86,42b
79,26
72,75
118,42
95,83(+)
Rerata Kontrol
30,04a
cv
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No 2, Juli 2016, 108-117
5,95*
Kandang
32,29a
6 MST Kompos
6 MST
8,06 14,93
26,29
25,78a
0,64*
Kandang
Kandang
Rerata
500
3,40
18,33
16,46
Rerata
Kandang
17,74
cv
Dosis pupuk (g/m3) 250
500
Kontrol
4 MST
Perlakuan
Kandang
Rerata
31,16(-)
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
Panjang akar (cm) Perlakuan
31,38a
Berat segar tajuk (gr)
Tabel 4. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Panjang Akar Kangkung.
Umur
30,95a
49,26* 12,78
113
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras
Rerata
Kandang
6,389
6,129
6,26a
Pupuk kandang kadar 500 g/1000 l menghasilkan berat segar tajuk paling tinggi. Pupuk kandang dengan kadar 500 g/1000 l memiliki unsur hara yang paling besar dibandingkan perlakuan lainnya sehingga mampu menghasilkan berat segar tajuk yang paling tinggi.
Kompos
7,476
6,434
6,96b
Rerata
6,93a
6,28b
6,61(-)
Pada uji kontras antara semua perlakuan dan kontrol menunjukkan adanya beda nyata (*) pada berat segar tajuk kangkung pada 2, 4, dan 6 mst. Hal ini disebabkan tersedianya nutrisi bagi pertumbuhan tanaman kangkung dari perlakuan pupuk kandang dan kompos. N merupakan bahan utama bagi pertumbuhan tanaman, sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama bagian (9) vegetatifnya .
3.2.
Analisis Kualitas Air
1) Daya Hantar Listrik (DHL) Kebutuhan DHL setiap tanaman ditentukan oleh varietas, umur tanaman, dan mikroklimat. Sayuran daun membutuhkan DHL 1,5 – 2,5 dS/m. pH yang sesuai untuk tanaman berkisar 6,0 – 6,5 Dibawah angka 5,5 dan diatas angka 6,5 beberapa unsur mulai mengendap sehingga tidak dapat diserap oleh akar dan akibatnya akar (4) mengalami defisiensi unsur yang dibutuhkan . 20). DHL menggambarkan konsentrasi berbagai zat mineral terlarut pada air dan nilainya bergantung pada gerakan nutrient terlarut yang bermuatan listrik di dalam air. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Kandungan Parameter Daya Hantar Listrik (DHL) DHL Umur
2 MST
Perlakuan
Dosis pupuk (g/1000 l)
Rerata
250
500
Kandang
6,425
6,494
6,46a
Kompos
6,253
6,271
6,26a
Rerata
6,38a
6,34a
6,36(-)
Kontrol
6,04
cv
4,58
Kandang
6,42
6,41
6,41a
Kompos
7,12
6,32
6,71a
4 MST
114
6 MST
6,77a
6,36a
6,57(-)
Kontrol
9,71*
cv
9,59
Kontrol
10,92*
cv
8,91
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
Tabel 6 menunjukkan daya hantar listrik air kolam 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu setelah tanam (mst). Pemberian pupuk organik menurunkan daya hantar listrik air kolam baik pada 4 dan 6 mst. Tidak terjadi interaksi antara jenis dengan takaran pupuk organik daya hantar listrik air kolam pada 2, 4 maupun 6 mst. Pupuk kandang daya hantar listrik air kolam lebih tinggi dibanding pupuk kompos 6 mst. Takaran pupuk belum memberikan perbedaan pengaruh pada 2 dan 4 mst., namun memberikan perbedaan pengaruh 6 mst. Takaran pupuk 250 g/1000 l menyebabkan daya hantar listrik air kolam lebih tinggi dibanding pada takaran 500 g/1000 l air. Pada uji kontras antara semua perlakuan dan kontrol menunjukkan adanya tidak beda nyata pada daya hantar listrik air kolam pada 2 mst dan beda nyata (*) pada 4 dan 6 mst. Perlakuan tanpa pupuk menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang maksimal sehingga penyerapan unsur hara yang tersisa di dalam air tidak maksimal. Sisa [akan dan kotoran lele mencemari air sehingga nilai daya hantar listrik air klam meningkat. Peningkatan daya hantar listrik air kolam menghambat pertumbuhan lele dan menurunkan kadar oksigen air. 2) Kandungan Nitrogen Air Tabel 7 menunjukkan kandungan nitrogen air kolam 0 minggu dan 6 minggu setelah tanam (mst). Pemberian pupuk organik meningkatkan kandungan nitrogen air kolam baik pada 1 mst dan menurunkan 6 mst. Tidak terjadi interaksi antara jenis dengan takaran pupuk organik terhadap tinggi tanaman pada 0 mst dan terjadi interaksi pada 6 mst. Pupuk kandang menyebabkan kandungan nitrogen air kolam lebih tinggi dibanding pupuk kompos pada 0 mst. Takaran pupuk belum memberikan perbedaan pengaruh pada 0 mst. Pada 6 mst, perlakuan pupuk kompos 500 g/1000 l memiliki kandungan nitrogen air kolam lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya.
Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Kandang… (Sayekti, RS., et al.)
Tabel 7. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Kandungan Nitrogen Air Kolam
Dosis pupuk (g/m3) 250
N air Umur
Perlakuan
Dosis pupuk (g/1000 l)
Rerata
2 MST
500
Kandang
8,68d
13,64c
11,16
Kompos
16,72b
19,48a
18,10
12,70
16,56
14,63(+)
Rerata Kontrol
0 MST
6 MST
250
500
Kandang
0,015
0,019
0,017a
Kompos
0,013
0,013
0,012a
Rerata
0,012a
0,017a
0,015(-)
Cv
6 MST
6,56d
11,32c
8,94
Kompos
14,2b
17,36a
15,78
Rerata
10,38
14,34
12,36(+)
0,008*
Kontrol
cv
0,43
cv
Kandang
0,013c
0,017b
0,014
Kompos
0,010c
0,022a
0,016
Rerata
0,011
0,019
0,015(+)
Kontrol
0,024*
cv
11,8
Pada uji kontras antara semua perlakuan dan kontrol menunjukkan adanya beda nyata (*) pada kandungan nitrogen air kolam pada 0 dan 6 mst. Pada 0 mst, kandungan nitrogen air kolam perlakuan kontrol lebih kecil dibandingkan perlakuan pupuk karena penambahan pupuk organik meningkatkan kadar nitrogen yang terkandung di dalam pupuk. Pada 6 mst, perlakuan kontrol memiliki kandungan nitrogen paling tinggi dibandingkan perlakuan pupuk karena terjadi pencemaran sisa pakan yang tidak termakan oleh lele. Pencemaran oleh pakan lele ditunjukkan oleh nilai DHL yang tinggi. 3) Biochemical Oxygen Demand (BOD) Tabel 8 menunjukkan BOD air kolam pada 2 minggu dan 6 minggu setelah tanam (mst). Terjadi interaksi antara jenis dan kadar pupuk organik terhadap Biochemical Oxsygen Demand air kolam pada 2 mst dan 6 mst. BOD pada perlakuan kompos 500 g/1000 l lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya disebabkan oleh kandungan organik pada pupuk belum terurai secara sempurna. Tabel 8. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap BOD Air Sistem Akuaponik Perlakuan
BOD
2,07
Kandang
Kontrol
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
Umur
6,20*
4,68* 2,54
Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
Pada uji kontras terjadi beda nyata (*) antara perlakuan pupuk dan perlakuan tanpa pupuk pada 2 dan 6 mst. BOD pada perlakuan tanpa pupuk paling rendah karena tidak mendapat tambahan pupuk organik sehingga aktifitas penguraian zat organik menjadi rendah.
3.3. Pertumbuhan Ikan Lele Tabel 9 menunjukkan berat lele pada 0 minggu dan 6 minggu setelah tanam (mst). Tidak terjadi interaksi antara jenis dan kadar pupuk terhadap berat lele ada 0 dan 6 mst. Berat lele pada perlakuan pupuk kandang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pupuk kompos. Berat lele pada perlakuan takaran pupuk 500 g/1000 l lebih besar dibandingkan dengan erlakuan 250 g/1000 l. Penambahan pupuk kandang mampu meningkatkan pertumbuhan lele dengan menyediakan akan alami berupa plankton. Tabel 9. Pengaruh Pemberian Kompos dan Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan Berat (gram) Lele. berat lele/30 ekor (gr) Umur
0 MST
Perlakuan
Dosis pupuk (g/m3)
Rerata
250
500
Kandang
181,50
183,75
182,62a
Kompos
181,75
183,25
182,50a
181,63a
183,50a
182,56(-)
Rerata Kontrol
Rerata
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No 2, Juli 2016, 108-117
182,75
Cv
2,16
115
6 MST
Kandang
541,50
577,50
559,50a
Kompos
534,50
538,50
536,50b
538,00b
558,00a
548,00(-)
Rerata Kontrol
517,50*
Cv Ket : angka diikuti dengan huruf sama menandakan tidak terdapat beda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.Tanda negatif (-) menunjukkan tidak ada interaksi yang nyata antar kombinasi jenis pupuk dan takaran pupuk menurut uji varian 5%, dan tanda “*” menunjukkan terdapat beda nyata antara kontrol dengan perlakuan pupuk menurut uji kontras.
Pemupukan tersebut antara lain berguna untuk penyediaan media tumbuh pakan alami (plankton) bagi ikan lele, terutama pada stadia benih Dengan adanya keberadaan fitoplankton dapat mendorong pertumbuhan populasi zooplankton sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pakan alami dimana dengan adanya zooplankton yang merupakan pakan alami yang mengandung protein hewani diharapkan lele akan lebih cepat pertumbuhannya dan mencapai berat yang (19) diinginkan . Pada uji kontras terjadi tidak beda nyata antara perlakuan pupuk dan perlakuan tanpa pupuk pada 0 mst dan beda nyata (*) 6 mst. Perlakuan pupuk mampu menyediakan plankton sebagai pakan alami lele. Pertumbuhan lele pada perlakuan pupuk lebih baik dari pada lele pada perlakuan tanpa pupuk. Berdasarkan hasil analisis data yang didapat dari hasil penelitian tentang adanya pengaruh pemberian pupuk pada media pembesaran ikan lele terhadap penambahan berat badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dapat ditarik kesimpulan dari ke empat perlakuan P0,P1,P2 dan P3 sebagai berikut : Perlakuan P1 (penambahan pupuk organik) paling memacu penambahan berat ikan lele. Perlakuan P2 (penambahan pupuk organik dan anorganik) memacu penambahan berat badan lele tetapi tidak memberikan penambahan berat yang tertinggi Perlakuan P3 (penambahan pupuk anorganik) paling rendah/sedikit memacu (20) penambahan berat badan lele . 4. KESIMPULAN Aplikasi pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang dan kompos mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat segar tajuk, BOD air, dan berat lele dibandingkan dengan tanpa aplikasi pupuk organik. Pupuk kandang dengan takaran 500 g/1000 l memberikan hasil berat segar tajuk kangkung akuaponik yang terbaik.
116
0,62
UCAPAN TERIMA KASIH. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Djoko Prajitno, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Didik Indradewa, Dip. Agr. St selaku pembimbing, Dr.Joko Prayitno Susanto, M.Eng dan Drh. Wage Komarawidjaja, M.Si selaku editor, seluruh keluarga besar Isnapsiran, serta teman sejawat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan mendukung proses penelitian, penulisan, dan penyempurnaan hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ardina, P., (2014),
. Diakses tanggal 21 Januari 2014. 2. Rivan, (2013),
. Diakses tanggal 21 Januari 2014. 3. Kurniawan, A., (2013), Akuaponik Sederhana Berhasil Ganda. UBB press. 4. Wahab, M. A., Jellali, S., and Jedidi, N., (2010), Ammonium biosorption onto sawdust: FTIR analysis, kinetics and adsorption isotherms modeling, Bioresource Technology, 101(14): 5070-5075. 5. Yusdiana, Dedik H., Syamsuri Heri M., Galuh Kanastri B., dan Dyah Anita P., (2000), Pemanfaatan Campuran Lumpur Selokan dan Lumpur Kolam Sebagai Media Tumbuh Tanaman Hortikultura Secara Vertikal untuk Pertanian Kota. Buletin Penalaran UGM. 7 (1): 25 – 28. 6. Irdiani, I., Y. Sugito., dan A. Soegianto.,, (2002), Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair dan Dosis Urea Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis. Agrivita. Universitas Brawijaya. Malang. 7. Wiryanta. W dan Bernardinus .T., (2002), Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Agromedia Pustaka. Jakarta. 8. Marsetyo, M. Dan Putranti, M., (2010), Pengaruh Jenis Starter, Volume Pelarut, dan Aditif terhadap Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Pupuk Kompos secara Anaerob. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta. 9. Bambang, P., (2001), Pengaruh Media dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada
Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Kandang… (Sayekti, RS., et al.)
(Lactuva sativa,L) Agrosains 3: 65-69.
Secara
hidroponik.
esculentum Mill.). Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
10. Perwitasari, B., Tripatmasari, M., dan Wasonowati, C., (2012), Pengaruh Tanaman dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoi (Brassica juncea L) dengan Sistem Hidroponik. Agrovigor 5 : 1425.
15. Krishnamoorthy, H.N., (1981). Plant growth subtances including applications in agriculture. Tata Mc. Graw Hill, Publishing Co. Ltd., New York.
11. Samad, A., D.L. McNeil dan Z.U. Khan., (1999), Effect of interstock bridge grafting (M9 dwarfing rootstock and same cultivar cutting) on vegetative growth, reproductive growth and carbohydrate composition of mature apple trees. Sci. Hort. 79:23-28. 12. Gardner FP, Pearce RB, and Mitchell RL., (1991), Physiology of Crop Plants. Diterjemahkan oleh H.Susilo. Jakarta. Universitas Indonesia Press. 13. Lingga dan Penggunaan Agromedia.
Marsono, (2004), Pupuk. Jakarta:
Petunjuk Redaksi
14. Ratna, I., Indradewa, D., dan Utami, S.N.H., (2012). Pengaruh Komposisi Media dan Kadar Nutrisi Hidroponik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat (Lycopersicon
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No 2, Juli 2016, 108-117
16. Poerwowidodo., (1992). Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa Bandung. 17. Siregar, J., Triyono, S., Suhandy, D., (2015), Pengujian Beberaa Nutrisi Hidroponik Pada Selada (Lactuca sativa L.) Dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) Termodifikasi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung. 18. Sitompul dan Guritno. (1995), Analisa Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 19. Mahyudin, K., (2008), Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar swadaya. Jakarta 20. Solikin, N., (2009). Penambahan Unsur Hara Makro Dan Mikro Pada Media Pembesaran (Kolam) Terhadap Penambahan Berat Lele Dumbo (Clarias Gariepinus). Fakultas peternakan UNP. Kediri
117