ROADMAP SEKOLAH/ MADRASAH AMAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI SEKRETARIAT JENDERAL KEMENDIKBUD
DAFTAR ISI Kata Pengantar Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Landasan Hukum 1.3. Maksud dan Tujuan 1.4. Ruang Lingkup 1.5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan BAB II PROFIL SEKOLAH/ MADRASAH AMAN DI INDONESIA 2.1. Gambaran Umum Pendidikan dan Bencana di Indonesia 2.2. Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia 2.3. Tantangan dan Kapasitas Sumber Daya Pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman BAB III TUJUAN DAN SASARAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 3.1. Tujuan Strategis Sekolah/ Madrasah Aman 3.2. Sasaran Strategis Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman BAB IV KERANGKA REGULASI BAB V PENATAAN KELEMBAGAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 5.1. Kerangka Kelembagaan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman 5.2. Kerangka Kerja Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman 5.3. Mekanisme Koordinasi BAB VI KERANGKA PENDANAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 6.1. APBN dan APBD 6.2. Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM, Lembaga-lembaga PBB dan Swasta BAB VII RENCANA AKSI DAN INDIKATOR SEKOLAH/ MADRASAH AMAN BAB VIII SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI 8.1. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi 8.2. Mekanisme Pelaporan LAMPIRAN Lampiran 1 – Lampiran Rencana Aksi dan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman Lampiran 2 – Instrumen Struktural dan Non-Struktural
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
iii iv 1 1 3 4 4 4 6 6 15 24 27 27 29 32 34 34 35 38 39 39 41 43 51 51 53
ii
KATA PENGANTAR Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah yang rentan terhadap bencana termasuk gempa, tsunami dan tanah longsor. Salah satu dampak dari gempa, tsunami dan tanah longsor yang terjadi di Indonesia adalah kerusakan sarana dan prasarana bangunan, termasuk bangunan sekolah, yang mengakibatkan terganggunya proses pembelajaran siswa di sekolah. Lebih dari 7.000 sekolah rusak berat akibat gempa dan tsunami sejak tahun 2004. Dampak tersebut akan lebih parah jika bencana terjadi pada saat proses belajar-mengajar sedang berlangsung di sekolah, karena reruntuhan bangunan dan benda sekitarnya dapat menimpa dan atau menimbun peserta didik, guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan sekolah yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan warga sekolah siaga setiap saat termasuk dari ancaman bencana. Sejalan dengan semangat untuk melindungi hak-hak anak atas perlindungan, keamanan dan kelangsungan hidup dan juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas dan berkesinambungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bermaksud untuk dapat menyebarkan pengetahuan mengenai pengurangan risiko bencana berikut fasilitas sekolah yang aman dan manajemen bencana di sekolah, di mana ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk mewujudkan Sekolah Aman. Penerapan prinsip Sekolah Aman ini dapat memberikan dampak besar bagi upaya pengurangan risiko bencana yang pada akhirnya dapat berdampak pada efisiensi anggaran, dan karenanya diperlukan sebuah roadmap untuk mewujudkan Sekolah Aman yang juga dapat diterapkan bagi madrasah. Dalam dokumen roadmap ini yang dimaksud dengan sekolah adalah sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Penyusunan dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini merupakan hasil kerjasama antara Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri dengan UNICEF Indonesia dalam Program Pengurangan Risiko Bencana yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman bencana melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Dokumen ini juga telah mendapatkan berbagai masukan berharga dari BNPB, Arbeiter-Samariter-Bund Deutschland e.V (ASB), Plan Indonesia, Save the Children, UNESCO dan World Bank. Diharapkan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini menjadi rujukan bagi berbagai pihak dalam pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia. Jakarta, Desember 2015 Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri
Ir. Suharti, MA, Ph.D
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
iii
SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang menekankan bahwa Penanggulangan Bencana tidak hanya terpaku pada tahap tanggap darurat/ respons saja, tetapi juga mencakup tahap pra bencana (kesiapsiagaan) dan pasca bencana (pemulihan), di mana Undang-Undang tersebut secara jelas menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana. Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, misalnya dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler, dll. Kemudian upaya untuk memastikan bahwa lingkungan pendidikan – sekolah dan fasilitas pendidikan – aman dari bencana dan bukan merupakan tempat yang dapat membahayakan kehidupan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini merupakan salah satu wujud komitmen Indonesia dalam mendukung WISS (Worldwide Initiative Safe Schools) sebagaimana telah dideklarasikan di Sendai, Jepang pada saat pelaksanaan UNWCDRR ketiga. Komitmen Indonesia akan diimplementasikan kepada sekolah di Indonesia dan yang lebih utama terhadap sekolah di daerah rawan bencana. Dokumen Roadmap ini disusun dengan pemikiran adanya kebutuhan bagi sebuah rujukan bagi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia sehingga upaya-upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengupayaan fasilitas sekolah aman dan manajemen bencana di sekolah dapat terkoordinasi sehingga kemungkinan duplikasi upaya ataupun ketidakefektifan pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman dapat dihindari. Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyambut baik penyusunan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman yang merupakan kerjasasama antara Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal dengan UNICEF Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah aktif mendukung terselesaikannya dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini. Akhir kata, kami berharap terbitnya dokumen ini benar-benar dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia dalam memastikan bahwa Sekolah/ Madrasah Aman dapat terwujud. Jakarta, Desember 2015 Sekretaris Jenderal Kemendikbud
Dr. Didik Suhardi
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terletak pada persimpangan tiga lempeng bumi yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik yang sangat rentan terhadap gempa bumi hingga tsunami. Indonesia juga berada di antara persilangan dua benua dan dua samudera yang dalam waktu singkat dapat mengubah cuaca dan iklim, sehingga sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi dan timbulnya badai tropis. Curah hujan yang tinggi dapat memicu dan menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor, sementara itu, badai tropis menimbulkan gelombang laut tinggi, air pasang dan gangguan transportasi laut. Selain itu, Indonesia yang merupakan negara maritim dengan ribuan pulau, juga terletak pada garis lengkungan cincin api atau ring of fire yang melingkupi sebagian besar dari wilayah Indonesia mulai bagian barat ke timur. Rangkaian pegunungan yang membentang dari Sumatera hingga ke bagian timur, yakni Nusa Tenggara Timur dan kemudian naik ke Maluku, membentuk barisan gunung berapi yang sangat aktif. Kondisi di atas menyebabkan Indonesia menjadi negara di dunia yang paling rawan terhadap bencana alam, demikian menurut United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR - Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan, rawan terjadi di Indonesia. Bahkan untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam. Oleh karenanya, Indonesia dianggap sebagai negara dengan risiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia. UNISDR memperingkat jumlah korban pada enam jenis bencana alam terbesar di dunia, yang meliputi bencana akibat tsunami, tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan. Dan dari keenam jenis bencana alam tersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi, dan peringkat keenam pada banjir. Untuk bencana alam yakni kekeringan dan angin topan kondisi Indonesia lebih baik dari negara-negara lain. Berikut peringkat negara terdampak bencana alam selengkapnya: 1. Bencana alam tsunami - dari 265 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di peringkat pertama dengan jumlah korban yang terkena dampak lebih banyak dibandingkan dengan Jepang (4.497.645 korban), Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan Filipina (894.848 korban), yakni sebanyak 5.402.239 orang. 2. Bencana alam tanah longsor - dari 162 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di peringkat pertama dengan korban jiwa lebih banyak dibandingkan dengan India (180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704 korban), dan Ethiopia (64.470 korban), yakni sebanyak 197.372 orang terkena dampaknya. 3. Bencana alam gempa bumi - dari 153 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya, setelah Jepang (13.404.870) dan Filipina (12.182.454). Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China (8.139.068) dan Taiwan masing-masing dengan 8.139.068 dan 6.625.479 korban. 4. Bencana alam banjir - dari 162 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di urutan keenam dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat sebelumnya Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
1
berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640), China (3.972.502), Vietnam (3.403.041), dan Kamboja (1.765.674). 5. Bencana alam angin topan - Jepang berada di peringkat pertama dengan 22.548.120 korban, diikuti oleh Filipina, China, India, dan Taiwan. 6. Bencana alam kekeringan - peringkat pertama adalah negara China dengan korban sejumlah 71.297.700 orang, diikuti oleh India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Ethiopia. Berdasarkan jenis ancaman dan kerugian yang sudah dipaparkan, Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana diharapkan dapat menerapkan standar penanganan yang baik terhadap dampak bencana alam sehingga dapat mengurangi kerusakan dan jumlah korban jiwa. Hal lain yang perlu ditindaklanjuti adalah upaya peningkatan pengetahuan kebencanaan bagi bangsa Indonesia, baik bencana yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. Sehingga kebiasaan yang sekiranya merusak alam dan perilaku negatif lain dapat dihindari melalui peningkatan kesadaran manusia dan kearifan terhadap alam. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia memandang perlu untuk menetapkan kebijakan baru dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang lebih serius secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan, yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Berkenaan dengan Penanggulangan Bencana di Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melalui Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang diarusutamakan pada sektorsektor pembangunan, seperti misalnya pada sektor pendidikan. Pada semua peristiwa bencana, Pendidikan merupakan salah satu sektor yang terkena dampaknya, di mana hampir semua murid usia sekolah dari jenjang PAUD, SD/ MI, SMP/ MTs dan SMA/ MA ataupun SMK/ MAK, dan para guru serta tenaga kependidikan lainnya terkena dampaknya. Dampak bencana tersebut menjadi lebih parah jika bencana terjadi pada saat berlangsung kegiatan belajar-mengajar di sekolah, seperti misalnya pada saat terjadi gempa bumi yang dapat meruntuhkan bangunan dan benda sekitarnya, dan dapat menimpa dan/ atau menimbun peserta didik, guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan sekolah yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan warga sekolah serta siaga setiap saat termasuk dari ancaman bencana. Sejalan dengan semangat untuk melindungi hak-hak anak atas perlindungan, keamanan dan kelangsungan hidup dan juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas dan berkesinambungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bermaksud untuk dapat menyebarkan pengetahuan mengenai pengurangan risiko bencana berikut fasilitas sekolah yang aman dan manajemen bencana di sekolah, di mana ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk mewujudkan Sekolah/ Madrasah Aman. Penerapan prinsip sekolah/ madrasah aman ini dapat memberikan dampak besar bagi upaya pengurangan risiko bencana yang pada akhirnya dapat berdampak pada efisiensi anggaran, dan untuk itu, diperlukan sebuah roadmap untuk mewujudkan sekolah/ madrasah aman. Terkait dengan komponen atau pilar Fasilitas Sekolah yang Aman, isu yang menjadi sasaran adalah: 1) Sekolah-sekolah baru adalah sekolah aman, di mana lokasi sekolah relatif aman dari risiko bencana dan sekolah dibangun dengan menerapkan desain dan konstruksi yang aman terhadap bencana; dan 2) Sekolah-sekolah lama dikaji ulang – untuk menetapkan prioritas bagi retrofit dan penggantian.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
2
Untuk komponen atau pilar Manajemen Bencana di Sekolah, isu yang menjadi sasaran adalah memastikan bahwa Prosedur Operasi Standar sekolah dalam kondisi darurat sudah tersedia dan dipahami benar oleh komunitas warga sekolah, baik oleh guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik, maupun oleh warga yang berada di lingkungan sekolah, termasuk oleh orang tua peserta didik maupun walisiswa. Sedangkan komponen atau pilar Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana, isu yang menjadi sasaran adalah melakukan integrasi pencegahan dan pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat meningkatkan ketahanan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap kesiapsiagaan individu maupun masyarakat terhadap bencana. 1.2. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen pasal 28 dan Pasal 31, Pasal 34 ayat 2; 2. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 5. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non pemerintah dalam Penanggulangan Bencana; 10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, tentang peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; 12. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana; 13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana; 14. Surat Edaran Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah; 15. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana; 16. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 72 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
3
1.3. Maksud dan Tujuan a. Maksud Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini dimaksudkan untuk menjadi rujukan bagi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia dan: 1. Memberikan dasar hukum pelaksanaan sekolah aman; 2. Memberikan landasan bagi pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholder atau pemangku kepentingan sekolah aman; 3. Memberikan petunjuk, acuan dan pedoman dalam pelaksanaan sekolah aman berdasarkan pemetaan kebutuhan, ketersediaan anggaran dan ketersediaan sumber daya lainnya. b. Tujuan Tujuan dari Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini adalah sebagai berikut: 1) Memberikan acuan dalam penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana sesuai dengan tiga pilar sekolah aman. 2) Mengefektifkan implementasi penerapan sekolah/ madrasah aman bencana dengan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana; 3) Mendorong efektifitas kemitraan dan sinergitas penyelenggaraan penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana; 4) Mewujudkan penguatan dan pemberdayaan masyarakat sekolah dalam penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana melalui sharing kapasitas antar stakeholder dan pihak lain di luar yang terkait, melalui pelatihan/ workshop/ seminar dan praktik-praktik terbaik; 5) Mengevaluasi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman; 6) Mengidentifikasi lokasi sekolah/ madrasah pada prioritas daerah rawan bencana. 1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini adalah sebagai berikut: 1) Profil Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia yang mencakup Gambaran Umum Pendidikan di Indonesia, Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia, serta Tantangan dan Kapasitas/ Sumber Daya; 2) Tujuan, Sasaran Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi Sekolah/ Madrasah Aman; 3) Kerangka Regulasi, dan Kerangka Pendanaan; 4) Penataan Kelembagaan Sekolah/ Madrasah Aman yang mencakup Kerangka Kelembagaan Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Kemendikbud, Kerangka Kerja Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Kemendikbud dan Mekanisme Koordinasi (internal dan eksternal); 5) Rencana Aksi dan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman; 6) Sistem Pemantauan dan Evaluasi. 1.5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Pencapaian target penerapan Sekolah/ Madrasah Aman sesuai dengan indikatornya yang tertuang dalam Roadmap ini bersifat multi-sektor dan membutuhkan kerjasama berbagai pihak. Prinsipprinsip pokok sekolah/ madrasah aman mendasari kerjasama lintas sektor guna mengupayakan sinergisitas dalam mewujudkan sekolah/ madrasah aman. Prinsip-prinsip pokok tersebut adalah: Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
4
1) Berbasis Pengurangan Risiko Bencana Sekolah/ Madrasah Aman ditujukan untuk mengurangi risiko bencana dan memastikan kenyamanan dan keamanan proses pembelajaran. Dalam hal ini, selain berkontribusi pada pengurangan risiko bencana geologis, misalnya gempa dan tsunami, kegiatan sekolah/ madrasah aman juga ditujukan untuk mengurangi risiko bencana yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan, misalnya banjir dan longsor, yang frekuensi kejadiannya semakin meningkat. 2) Inklusif Penyelenggaran sekolah/ madrasah aman secara aktif melibatkan semua warga sekolah termasuk warga sekolah penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus. 3) Ramah anak Kegiatan terkait penerapan sekolah/ madrasah aman diselenggarakan atas dasar kebutuhan, kemampuan dan partisipasi aktif anak. 4) Pemaduan ke dalam kegiatan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan Keberhasilan penerapan sekolah/ madrasah aman bergantung pada pemahaman, dukungan, dan praktik berkelanjutan oleh siswa, guru, dan tenaga pendidik. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka kegiatan penerapan sekolah/ madrasah aman semestinya dipadukan dalam kegiatan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
5
BAB II PROFIL SEKOLAH/ MADRASAH AMAN DI INDONESIA Pembahasan pada bab ini akan mencakup tiga bagian yaitu gambaran umum pendidikan dan bencana di Indonesia, perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia dan tantangan dan kapasitas sumber daya. 2.1. Gambaran Umum Pendidikan dan Bencana di Indonesia Mengelola pendidikan untuk jumlah penduduk yang besar Indonesia adalah negara dengan penduduk ketiga terbesar di dunia, di mana mengelola penduduk dengan jumlah lebih dari 240 juta jiwa tidaklah mudah. Pendidikan warga negara Indonesia adalah salah satu hal mendasar yang merupakan kewajiban pemerintah di mana Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak. Untuk memenuhi hak terhadap pelayanan pendidikan dasar yang berkualitas, telah ditetapkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa seluruh anak usia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam kenyataannya sampai tahun 2012 masih terdapat sekitar 2.12% anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah, dan demikian pula untuk anak usia 13-15 tahun masih terdapat sekitar 10.48% yang tidak bersekolah. Masih terdapat kesenjangan partisipasi pendidikan antar daerah, antara kota dan desa, juga antara penduduk kaya dan miskin. Dalam rangka peningkatan akses pendidikan menengah yang berkualitas, Pemerintah telah menetapkan pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun, di mana usia antara 7 sampai dengan 18 tahun diharapkan dapat bersekolah dan menyelesaikan pendidikan 12 tahun. Di tingkat usia 16-18 tahun, masih terdapat sekitar 2 juta anak yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun, 100 ribu diantaranya tidak pernah bersekolah, dan terdapat sekitar 1,4 juta lulusan SMP/MTs yang tak melanjutkan pendidikannya (RPJMN 2015-2019). Upaya untuk meningkatkan partisipasi pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain ketersediaan fasilitas pendidikan, daya jangkau terhadap fasilitas pendidikan, keterjangkauan pembiayaan dan kualitas layanan yang disediakan, serta persepsi terhadap nilai tambah pendidikan. Dari data jumlah populasi, peserta didik, pendidik dan sekolah berdasarkan kohort usia sekolah, yaitu pra-sekolah dan TK (0-6 tahun), SD (7-12 tahun), SMP (13-15 tahun), SMA/SMK (16-18 tahun), dan pendidikan tinggi (19-24 tahun), dengan jumlah peserta didik 60,94 Juta, pendidik 3,973, 498 dan 340.535 sekolah (lihat Tabel 2.1) terlihat perlunya dilakukan pemetaan terhadap lokasi keberadaan mereka. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
6
Tabel 2.1 - Kohort Usia dan Jumlah Penduduk, Peserta Didik, Sekolah dan Guru
USIA (TAHUN)
PENDUDUK (JUTA)
PESERTA DIDIK (JUTA)
SEKOLAH
GURU
0 - 6
28,85
4,05
93.644
386.962
7 - 12
26,59
30,66
169.331
1.923.189
13 - 15
12,94
11,93
45.077
837.017
16 - 18
13,09
8,84
26.896
571.591
19 - 24
25,37
5,36
3.794
238.637
Total
106,84
60,94
340.525
3.973.498
Sumber: Paparan mengenai Sekolah Aman Kemendikbud, Turki, 2014 Mengelola bencana di Indonesia Seperti yang telah dijelaskan di Bab I, Indonesia adalah salah satu negara dengan wilayah yang tergolong memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Mulai dari bencana alam hingga bencana sosial berpotensi terjadi di Indonesia. Bencana alam yang berpotensi terjadi di Indonesia mulai dari banjir, angin puting beliung, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, dan gempa bumi, dapat terjadi di sepanjang kepulauan Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke. Perubahan iklim juga dapat menambah frekuensi dan volume bencana selain karena kondisi geografis Indonesia yang rentan terhadap bencana. Demikian juga dengan bencana sosial, dengan kemajemukan bangsa Indonesia – mulai dari suku, agama, sosial, ekonomi, dan politik – juga berpotensi menimbulkan konflik apabila tidak dikelola dengan baik. Dengan tingkat kerawanan bencana yang tergolong tinggi, maka penting bila wacana pendidikan kebencanaan dikemukakan dan segera dilakukan. Berbagai bencana silih berganti menimpa Indonesia, di antaranya gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun 2004 yang telah memakan korban lebih dari 200.000 jiwa – baik karena meninggal ataupun korban cedera. Hal ini telah memacu pemerintah untuk mengelola bencana dengan lebih baik dan dengan persetujuan DPR, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang No. 24/2007 mengenai Penanggulangan Bencana. Bencana alam yang dapat memakan korban yang besar selama ini adalah gempa bumi, tsunami dan longsor1 . Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bank Dunia, 75 persen sekolah-sekolah di Indonesia teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Sehingga dapat dibayangkan bila terjadi bencana, berapa banyak korban jiwa dan kerugian aset sekolah yang dapat diakibatkan oleh bencana tersebut. Oleh karenanya perhatian perlu diberikan terhadap sekolah yang berada di lokasi rawan bencana tersebut, beserta dengan peserta didik dan guru juga tenaga kependidikan yang berada di sekolah tersebut. Diperlukan pemetaan yang lebih rinci per sekolah mengenai jenis bencana yang sering dan dapat
1
Preliminary Electronic Draft “Landslides” bagian dari “Koenig and Schultz’s Disaster Medicine: Comprehensive Principles and Practices”, Iain TR Kennedy, David N Petley, and Virginia Murray, Center for Disaster Medical Sciences, Departments of Emergency Medicine and Public Health, University of California at Irvine, USA – 2015, www.cdms.uci.edu
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
7
menimpa sekolah mereka, dan juga bekal pengetahuan seperti apa yang perlu diberikan, serta bagaimana menangani aset sekolah baik gedung maupun peralatannya agar investasi yang ada ini bisa terselamatkan. Selain itu, berdasarkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2010 sampai 2014, sedikitnya ada 23 provinsi yang masuk dalam kategori risiko tinggi terhadap gempa bumi di Indonesia 2 . Sedangkan berdasarkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2015 sampai 2019, terdapat 30 provinsi di Indonesia yang masuk dalam kategori risiko tinggi terhadap bencana3. Sebagian besar bangunan sekolah di Indonesia belum didesain aman terhadap gempa, tsunami, longsor dan gunung meletus, walaupun standar bangunan (peraturan konstruksi/ building code) untuk membangun sekolah sudah tersedia, sehingga peningkatan kesadaran dan melakukan tindakan kesiapsiagaan perlu dilakukan dengan segera. Data Bank Dunia4 menyebutkan Indonesia masuk dalam empat besar negara dengan jumlah sekolah terbanyak di dunia. Ribuan sekolah di Indonesia berada di wilayah dengan risiko gempa tinggi. Untuk Sekolah Dasar (SD) dari total 144.507, sebanyak 109.401 SD berada di provinsi dengan risiko gempa tinggi; untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), sebanyak 1.147 sekolah dari total 1.455 sekolah berada di lokasi dengan risiko gempa tinggi; untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), sebanyak 18.855 sekolah dari total 26.277 juga berada dalam risiko gempa tinggi; sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), sebanyak 7.237 sekolah dari total 10.239 SMA di Indonesia, juga berada di kawasan dengan risiko gempa yang cukup tinggi5. Dari catatan, bencana yang terjadi dalam kurun waktu dasawarsa terakhir telah memakan korban jiwa dan kerusakan aset sekolah sangat besar. Kualitas proses belajar mengajar di area yang tertimpa bencana juga sangat terganggu dan bila kondisi gangguan terhadap proses belajar ini berlangsung lama, maka akan berdampak jangka panjang terhadap peserta didik. Gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 2004 telah memakan korban jiwa 120.000 meninggal, 93.088 hilang dan 4.632 luka-luka, dan lebih dari 2.000 gedung sekolah hancur dan rusak. Sedangkan gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006 telah menghilangkan 5.558 jiwa, dan 26.013 luka-luka, serta sekitar 2.900 sekolah runtuh. Secara keseluruhan dalam dasawarsa terakhir lebih dari 300.000 jiwa meninggal dan lebih dari 10.000 sekolah terkena dampak bencana, baik itu rusak berat atau runtuh. Dari hasil inventarisasi sekolah rusak yang dilaksanakan tahun 2010-2011, untuk bangunan sekolah menengah terdapat lebih dari 40 ribu ruang kelas rusak berat dan lebih dari 80 ribu rusak sedang/ringan; dan untuk sekolah dasar sekitar 110.598 ruang kelas rusak berat dan 182.500 ruang kelas rusak sedang/ringan. Menurut data BNPB, dalam 30 tahun terakhir rata-rata sebanyak 289 bencana alam terjadi setiap tahun dengan rata-rata angka kematian diperkirakan 8.000 orang per tahun. Beberapa kejadian bencana dengan data korban dan kerusakan pada gedung sekolah terlihat dalam Gambar 2.1 berikut.
2
Renas PB 2010-2014, BNPB, hal. 169, dalam lampiran 4 Renas PB 2015-2019, BNPB, hal. 34-36 4 Data Bank Dunia, melalui dokumen Draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014), hal 2 5 Draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman/Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014) 3
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
8
Gambar 2.1 - Sekolah di Indonesia yang Berisiko terhadap Bencana 2004-2013
Gempa & Tsunami di Aceh Gempa di Sumatera Barat lebih > 2,000 gedung sekolah rusak dari 2,800 sekolah terdampak, berat atau hancur dengan lebih dari 40% rusak berat
2004
2006
2009
2010
2011
Sekolah tk. menengah: Rusak ringan: 82.892 kelas Rusak berat: 42.428 kelas
2012
Gempa & tsunami di Mentawai, 7 sekolah hancur
Gempa di Yogyakarta, 2,900 sekolah hancur
Gempa di Jawa Barat; 2,091 sekolah rusak berat, dengan 35 sekolah hancur/ rubuh
2013 Sekolah dasar: Rusak ringan: 182.500 kelas Rusak berat: 110.598 kelas
Gempa di Aceh Tengah & Bener Meriah, 514 sekolah rusak
Catatan: korban jiwa belum termasuk dalam gambar ini. Oleh karena itu sekolah-sekolah yang terletak di daerah rawan bencana perlu dibekali dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana, baik dari segi pengetahuan bencana dalam mata pelajaran, simulasi evakuasi dan juga dari segi struktur bangunan sekolah untuk mengurangi risiko bencana. Meningkatkan pengetahuan kebencanaan komunitas sekolah dalam rangka pengurangan risiko bencana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 2 telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan di daerah bencana yang dituangkan ke dalam terminologi pendidikan layanan khusus. Pendidikan kebencanaan mencakup banyak aspek yang penting seputar kebencanaan. Misalnya pengenalan tentang potensi bencana yang ada di lingkungan sekitar, sejarah bencana yang pernah terjadi, bentuk antisipasi dalam menghadapi ancaman bencana, meningkatkan kesadaran terhadap tanda-tanda terjadinya sebuah bencana, dampak bencana bagi individu, keluarga, dan komunitas, cara penanganan dalam kondisi bencana, serta cara menyelamatkan diri dari bencana. Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi sebelumnya, baik itu bencana alam ataupun sosial. Juga perlu dipahami bahwa tindakan penanganan dan pengurangan risiko bencana akan berbeda-beda untuk setiap jenis bencana. Melalui pendidikan kebencanaan, tidak berarti risiko dampak bencana dapat ditekan sehingga sama sekali tidak menimbulkan dampak. Tujuan dan harapan yang ingin dicapai melalui pendidikan bencana adalah memperkecil risiko dampak bencana. Pendidikan kebencanaan juga perlu mengantisipasi penanganan bencana yang merupakan tanggungjawab kita bersama, pemerintah, lembaga kemanusiaan, badan penanganan bencana, relawan, dan profesional. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
9
Meningkatkan pengetahuan kebencanaan dilakukan melalui pengembangan pengetahuan guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan lainnya. Peningkatan pengetahuan bencana untuk guru dapat dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan dan/ atau pendampingan dalam kurun waktu tertentu dan dengan menyediakan bahan-bahan ajar mengenai kebencanaan. Selain penyediaan bahan ajar, pengajaran teori dan praktik dalam pengurangan risiko bencana kepada kepala sekolah dan kepada guru perlu diutamakan, sehingga mereka dapat meneruskannya kepada peserta didik. Praktik simulasi evakuasi dapat dilakukan secara berkala di sekolah dengan melibatkan seluruh anggota komunitas sekolah. Pengintegrasian pengetahuan pengurangan risiko bencana (PRB) ke dalam kurikulum sekolah dapat dilakukan melalui 2 pilihan cara, yaitu; 1) integrasi ke dalam kurikulum yang berjalan, dengan mengintegrasikan substansi PRB ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan ekstra kurikuler tertentu, dan 2) membuat kurikulum baru berbasis PRB, yang di dalamnya terdapat mata pelajaran, muatan lokal dan ekstra kurikuler PRB. Namun demikian, melihat beratnya beban kurikulum bagi peserta didik saat ini, serta masih minimnya kapasitas/ kemampuan guru mengenai PRB, maka prioritas pilihan yang lebih memungkinkan adalah: 1) Mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran dari kurikulum yang berjalan (misalnya pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Matematika, atau Agama), 2) Mengintegrasikan PRB ke dalam muatan lokal dari kurikulum yang berjalan, 3) Mengintegrasikan PRB ke dalam kegiatan ekstra kurikuler dari kurikulum yang berjalan, 4) Menyelenggarakan mata pelajaran PRB untuk muatan lokal di bawah kurikulum baru berbasis PRB, dan 5) Membuat kegiatan ekstra kurikuler PRB di bawah kurikulum baru berbasis PRB. Pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah, dalam jangka pendek bertujuan untuk membuat peserta didik merasa aman saat terjadi bencana dan peserta didik dapat menjadi agen perubahan penyebaran pengetahuan terutama bagi keluarga mereka dan masyarakat di sekitarnya. Dalam jangka panjang, pengintegrasian ini bertujuan mempersiapkan anak-anak sebagai generasi mendatang dengan pengetahuan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan terhadap bencana untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang tangguh terhadap bencana. Untuk itulah sekolah selayaknya dapat menjadi tempat yang aman terhadap bencana, sekaligus menjadi tempat di mana peserta didik mempelajari pengetahuan tentang penyelamatan diri dan pengetahuan tentang mengurangi dampak bencana. Faktor penting dan perlu diperhatikan oleh guru adalah langkah proses pembelajaran yang dikembangkan di kelas dari perencanaan, pelaksanaan, sampai penilaian pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan terkait materi pengurangan risiko bencana. Karenanya, dibutuhkan guru yang inovatif, kreatif, aktif, menyenangkan dan tangguh hingga akhirnya membentuk peserta didik yang berkarakter dan juga tangguh. Dalam RPJMN dijelaskan mengenai konsep kebencanaan yang terintegrasi, yaitu mengurangi risiko bencana – menanggulangi bencana secara cepat – membangun kembali masyarakat dan lingkungan terdampak bencana. Dengan landasan konsep penanggulangan bencana tersebut, isu strategis yang terkait dengan kawasan rawan bencana adalah: 1) Kesadaran dan pemahaman terhadap risiko bencana dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana; 2) Sistem peringatan dini di tingkat hulu dan hilir; 3) Pengarusutaman Pengurangan Risiko Bencana (PUPRB) di seluruh sektor pembangunan; 4) Standar Pelayanan Minimum (SPM) penanggulangan bencana; Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
10
5) Koordinasi pelaksanaan penanganan darurat dan pemulihan pasca bencana, termasuk perencanaan, enganggaraan dan monitoring; dan 6) Pedoman Rencana Tata Ruang wilayah yang berbasis pengurangan risiko bencana. Fasilitas sekolah yang aman dari bencana Sekolah merupakan sarana tempat proses belajar mengajar berlangsung di mana jumlah dan kondisi sekolah dapat mempengaruhi aksesibilitas/ keterjangkauan peserta didik untuk bersekolah. Dari tabel 2.2 dapat dilihat gambaran kondisi Sekolah/ Ruang Kelas menurut inventarisasi yang dilakukan Kemendikbud pada tahun 2011-2012. Data kondisi rusak sekolah di bawah ini bukan hanya karena bencana, tapi inventarisasi menyeluruh termasuk sekolah-sekolah yang dibangun pada tahun 1970 sampai dengan 1980 dalam program Sekolah Inpres. Tabel 2.2 – Kondisi ruang kelas sekolah (2012 – 2013) KONDISI RUANG KELAS SD SMP SMA/SMK BAIK
RUSAK RUSAK RINGAN BERAT
BAIK
RUSAK RUSAK RINGAN BERAT
BAIK
RUSAK RUSAK RINGAN BERAT
427,042 188,338 170,083 78,608 21,416 169,465 142,814 13,067 5,000 Sumber: referensi data dari Kemendikbud (Rembuknas 2013) Tabel 2.3 – Rekapitulasi Program Bantuan Rehabilitasi Ruang Belajar SMP tahun anggaran 2012, 2013, dan 2014 Tahun
Rehab Sedang (Ruang)
Rehab Berat (Ruang)
1
2012
13,302
18,390
11,760
2,253,690,000,000
2
2013
1,570
165
793
85,500,000,000
3
2014
2,535
300
994
141,075,000,000
17,407
18,855
13,547
2,480,265,000,000
No
TOTAL
Jumlah Sekolah
Nominal (Rp)
Sumber: Presentasi Kemendikbud dalam Technical Workshop on Safe School, Tokyo, 19-20 Maret 2015 Terlihat dalam dua tabel di atas bahwa ruang kelas SMP dengan kondisi rusak berat yang telah diinventarisasi pada tahun 2012-2013 jauh lebih banyak dari pada jumlah ruang kelas yang dapat diprogramkan untuk direhabilitasi setiap tahunnya antara tahun 2012-2014. Belajar dalam kondisi bangunan sekolah yang rusak sangat membahayakan keselamatan peserta didik dan tenaga kependidikan lainnya selama jam sekolah berlangsung. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
11
Gambar 2.2 – Rehabilitasi ruang kelas rusak berat tingkat SD/ SMP
Rehabilitasi Ruang Kelas Rusak Berat SD/SMP …menjamin pemenuhan standar pelayanan minimal dalam pembelajaran…
Capaian Utama 2012: Merehabilitasi >110 ribu ruang kelas rusak berat SD dan SMP negeri dan swasta Status : 29 Januari 2013
SD: 79.941 Ruang Kelas 1-25 Persen 2,566 3.21% 100 Persen 26,848 33.58%
SMP: 30.287 Ruang Kelas
26-50 Persen
1-25 Persen 26-50 Persen 450 1.48% 175 0.58%
6,257 7.83% 51-75 Persen 9,428 11.79%
Kemajuan Fisik 76-99 Persen 34,842 43.58%
100 Persen 28,100 92.46%
Total Anggaran Rp. 5.544.4 M Terdapat sasaran baru sebanyak 12.000 ruang yang direhabilitasi mulai Oktober 2012 dengan menggunakan anggaran optimalisasi dan efisiensi
Sumber: Presentasi Kemdikbud, Rembuknas 2013.
Kemajuan Fisik
51-75 Persen 750 2.47% 76-99 Persen 915 3.01%
Total Anggaran Rp. 2.190.5 M
Pemahaman mengenai ‘building code’ atau standar bangunan (peraturan konstruksi) dan pemahaman mengenai bencana masih kurang, di mana hal ini berakibat pada pemilihan lokasi sekolah yang seadanya (tanpa mempertimbangkan aspek keamanan terhadap risiko bencana) dan kualitas konstruksi yang masih sangat rendah. Dalam periode sampai dengan tahun 2000 situasi ekonomi Indonesia masih kurang kuat, di mana pembiayaan pembangunan sekolah masih ditentukan dari pusat karena masih tersentralisasi dan masih sedikit anggaran yang dialokasikan untuk operasi dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas sekolah, sehingga kondisi sekolah yang sudah kurang baik sering dibiarkan sampai benarbenar rusak berat. Namun demikian akses terhadap pendidikan dasar terus meningkat secara siknifikan dan pendaftar terus bertambah. Pada tahun 1999 sistem pemerintahan melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti peraturan pembagian urusannya pada tahun 2000, memutuskan kewenangan pengelolaan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama diberikan kepada Kabupaten/ Kota, dan kemudian pada tahun 2005 biaya operasional sekolah (BOS) diserahkan ke satuan pendidikan/ sekolah. Beberapa tahun kemudian, kebijakan pengelolaan BOS ini diikuti dengan kebijakan pelaksanaan rehabilitasi sekolah dan pembangunan unit sekolah baru (USB) yang dikelola oleh satuan pendidikan sendiri (swakelola). Terjadi pro dan kontra pada awal pelaksanaannya karena dinilai kepala sekolah tidak mempunyai kemampuan teknis tentang perbaikan/ pembangunan sekolah, namun waktu terus berjalan dan telah membuktikan bahwa banyak bangunan sekolah yang dibangun secara swakelola ternyata memiliki kualitas lebih baik dari pada yang dibangun oleh pihak ketiga dengan sistem pelelangan. Dengan membangun secara swakelola, tingkat partisipasi masyarakat menjadi lebih tinggi dalam membantu pembangunan/ rehabilitasi sekolah, sehingga sering terjadi bahwa anggaran yang tadinya misalkan dialokasikan untuk 2 ruang kelas, ternyata dapat menjadi 3 ruang kelas atau ditambah perbaikan tempat sanitasi. Namun memang tidak semua upaya Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
12
membangun secara swakelola ini berhasil, karena ada sebagian kecil yang juga menghadapi masalah, antara lain karena komitmen yang kurang. Pendataan sekolah rusak di atas telah dilanjutkan dengan kebijakan pemerintah untuk merehabilitasi dan membangun baru sekolah yang rusak total secara bertahap. Program ini dilakukan secara nasional secara menyeluruh antara 2012-2014 secara bertahap dan masih berlanjut sampai sekarang secara terbatas. Program rehabilitasi nasional dan pembangunan unit sekolah baru ini memberi peluang agar pekerjaan rehabilitasi juga menerapkan prinsip-prinsip sekolah aman, terutama untuk daerah yang rawan bencana. Cara pengelolaan baik melalui lelang pihak ketiga atau swakelola dimungkinkan bagi penerapan Sekolah/ Madrasah Aman ini. Untuk itu, pedoman teknis yang sesuai dengan sumber dana yang disediakan perlu memuat cara-cara dan teknik penerapan sekolah aman bencana. Mengikuti cara sosialisasi yang dilakukan, teknis penerapan sekolah aman juga dapat dilakukan melalui pemberian bimbingan teknis yang merupakan bagian dari sosialisasi ataupun pelatihan rutin yang dilakukan setiap tahun oleh Kemendikbud. Selain kondisi rusak ringan, sedang dan berat, juga ada sekolah yang rusak total, oleh karena itu program pembangunan Unit Sekolah Baru juga mencakup sekolah-sekolah yang rusak total. Pembangunan Unit Sekolah Baru untuk meningkatkan akses belajar SMP akan dapat meningkatkan jumlah lulusan SD yang dapat tertampung dalam sekolah lanjutan pertama sehingga program wajib belajar 9 tahun dapat tercapai. Saat ini sudah mulai diterapkan program wajib belajar 12 tahun di mana seluruh lulusan sekolah menengah pertama dapat tertampung semua dalam sekolah lanjutan atas. Pelatihan terhadap konsultan perencana dan pengawas telah dilakukan, atau untuk swakelola biasanya dapat menggunakan fasilitator untuk mendampingi pembangunan. Biasanya sekolah membentuk panitia pembangunan sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah, didampingi guru, orang tua murid (Komite Sekolah) dan/ atau ahli yang kompeten yang dipilih, yang bisa saja berasal dari daerah tersebut atau dari daerah sekitarnya. Pembangunan SMP sudah melakukan pendampingan dengan menggunakan fasilitator. Pada tahun 2015, Direktorat Pembinaan SMP telah melakukan pelatihan sekolah aman terhadap sekitar 100.000 orang (modul pelatihan sudah tersedia). Pada tahun 2015 yang sama, Direktorat Pembinaan SD menargetkan untuk dapat merehabilitasi 9.811 ruang kelas yang masuk dalam kategori rusak sedang dan rusak berat dengan anggaran sebesar Rp 751,2 M. Untuk bangunan SD baru, pada tahun 2014 Direktorat Pembinaan SD telah membangun 15 bangunan SD baru dengan anggaran Rp 17,28 M dan pada tahun 2015 sebanyak 17 bangunan SD baru dengan anggaran Rp 22,84 M. Pelaksanakan percontohan/ uji coba terhadap sekolah aman secara struktural telah dilakukan terhadap 180 sekolah di tiga provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan didampingi oleh fasilitator yang menjadi kunci keberhasilan uji coba sekolah aman pada tahun 2012. Komitmen Kepala Sekolah menjadi kunci utama pelaksanaan Sekolah Aman, di mana mayoritas Kepala Sekolah dan Komite Sekolah dari daerah percontohan tersebut senang mendapat ilmu baru mengenai Sekolah Aman dan dapat menerapkannya dalam pelaksanaan rehabilitasi sekolah (pembangunan rehabilitasi sekolah percontohan dibiayai dengan DAK 2012).
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
13
Pada kegiatan pemetaan risiko bencana sekolah akan dilakukan ‘overlay’ (penumpukan atau pelapisan) peta letak sekolah menurut koordinat letak sekolah dan peta daerah rawan bencana yang terbaru yang dikeluarkan oleh BNPB - di mana kegiatan ini sudah mulai dilakukan per tahun 2015. Pemetaan ini akan mempertimbangkan jumlah peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah karena mereka dapat menjadi potensi risiko bencana. Selain itu informasi mengenai sekolah rusak di peta risiko bencana tersebut akan dapat dipakai untuk menentukan prioritas sekolah mana saja yang perlu direhabilitasi terlebih dahulu, setelah melewati pengkajian dan verifikasi melalui sistem yang perlu diciptakan secara efektif dan efisien. Kegiatan ini merupakan bagian awal dari pekerjaan dalam rangka mewujudkan sekolah aman di masa depan. Menjaga keberlangsungan dan kualitas proses belajar mengajar selama terjadinya bencana – Pendidikan di Masa Darurat Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat sudah dilaksanakan sejak lama oleh Kemendikbud melalui Unit Layanan Khusus tingkat SD, SMP, SMA/ SMK untuk merespon kondisi darurat dengan memberikan pelayanan pendidikan di daerah bencana. Yang sudah berjalan adalah pemindahan tempat belajar, bisa dengan mendirikan tenda, atau memindahkan ke sekolah lain atau ke fasilitas umum lain, menyediakan bahan ajar, dan menyediakan perlengkapan proses belajar mengajar. Yang terpenting adalah untuk menjaga agar proses belajar mengajar tetap dapat berlangsung dengan tetap memprioritaskan keselamatan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lain sehingga mereka tidak terpapar pada risiko dampak bencana lebih lanjut. Harapan di masa mendatang adalah memastikan bahwa kualitas proses belajar mengajar di masa darurat dapat selalu ditingkatkan agar peserta didik tidak kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pendidikan jarak jauh bagi daerah yang terisolasi juga sudah mulai dapat dilakukan. Di samping itu, seringkali dalam kondisi kedaruratan, dibutuhkan bantuan koseling (psikososial) untuk mengatasi guncangan mental peserta didik, guru maupun tenaga kependidikan yang terdampak. Untuk isu ini, Kemendikbud sudah mulai menyediakan pendampingan berupa konseling untuk setiap jenjang pendidikan bekerja sama dengan pihak-pihak lain, misalnya Perguruan Tinggi, NGO/ LSM, dll. Saat ini, BNPB sedang merencanakan “Sister City” untuk bencana, di mana untuk daerah yang terkena bencana, unit pelayanan umum dapat bekerjasama dengan unit pelayanan di kota lain yang telah mempunyai komitmen sebagai sister city, terutama untuk pendidikan. Sekolah di daerah bencana akan diperbolehkan menggunakan fasilitas sekolah yang terdapat di sister city yang ditunjuk, misalnya dengan menggunakan sekolah pada sore hari. Sebagai contoh, kebijakan ini sudah mulai dilakukan terlebih dahulu oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Magelang6.
6
walaupun bukan dengan menggunakan konsep sister city melainkan konsep kerjasama antar sekolah yang berada di kecamatan yang berbeda. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
14
2.2. Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia Berbagai kejadian bencana yang sudah digambarkan pada Gambar 2.1, selain telah menimbulkan korban jiwa, juga telah menghancurkan banyak sekolah dan madrasah (serta fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit). Gempa di Samudera Hindia dan tsunami yang menimpa Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 (dan juga melanda Srilanka, India, Thailand, Maldives, dan Somalia), telah merusak 2.240 sekolah7; kemudian gempa 2006 yang melanda Jawa Tengah dan Yogyakarta telah merusak 3.920 sekolah8; gempa 2009 di Jawa Barat (2 September 2009) telah merusak 981 sekolah9; sementara gempa 2009 di Sumatera Barat (30 September 2009) telah merusak 270.000 bangunan termasuk lebih dari 3.500 ruang kelas, 85 rumah sakit dan fasilitas kesehatan10. Dampak bencana ini akan menjadi lebih besar dan berpotensi untuk menimbulkan lebih banyak korban jiwa jika bencana ini terjadi pada saat jam sekolah, seperti misalnya gempa yang melanda Sumatera Barat pada tahun 2009 yang merengut banyak jiwa peserta didik. Namun, gempa bumi bukan satu-satunya kejadian bencana yang dapat menghancurkan bangunan sekolah, karena ancaman bencana lain seperti tsunami, longsor, banjir, angin kencang (misalnya puting beliung), dan kebakaran juga merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bank Dunia, ternyata 75 persen sekolah-sekolah di Indonesia teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Menurut penelitian ini juga, frekuensi dari terjadinya gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir dan tanah longsor terus meningkat, serta banyak memakan korban dan merusak bangunan termasuk gedung sekolah. Sekolah yang rentan terhadap bencana tidak saja meningkatkan risiko keamanan terhadap peserta didik, para guru dan tenaga kependidikan lain, namun juga dapat mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar di sekolah tersebut. Pada bulan April 2010 di Filipina dilakukan kampanye “Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit Aman” (One Million Safe Schools and Hospital Campaign) secara global yang diprakarsai oleh UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) yang bertujuan untuk membuat agar sekolah dan rumah sakit aman terhadap bencana. Kampanye global ini ditujukan untuk meningkatkan keselamatan dari 1 juta sekolah dan rumah sakit, di mana konstruksi bangunan yang buruk, tidak adanya atau kurangnya pelatihan keselamatan, serta kurangnya peralatan kedaruratan dapat meningkatkan jumlah kematian akibat gempa bumi dan bencana lain. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan memobilisasi sumber daya untuk berbagai tugas, mulai dari memperbaiki dan merenovasi bangunan, hingga pindah ke lokasi yang lebih aman jika diperlukan; untuk membeli perangkat keselamatan seperti alat pemadam kebakaran dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Inisiatif ini merupakan bagian dari Kampanye Global Sekolah Aman 2006-2007 (2006-2007 Global Campaign on Safe Schools) dan juga Kampanye Global Rumah Sakit Aman 2008-2009 (2007-2008 Global Campaign on Safe Hospitals).
7
http://www.disasterwatch.net/TsunamiFacts_archive.html Preliminary Damage and Loss Assessment, Yogyakarta and Central Java Natural Disaster, A joint report BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I. Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 9 Earthquake devastates Indonesia’s West Java province - World Socialist Web Site, 5 September 2009 10 http://www.unisdr.org/archive/14779 8
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
15
Pada bulan Juli 2010, Indonesia – melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (pada waktu itu masih bernama Kementerian Pendidikan Nasional) dan Kementerian Kesehatan – bergabung dalam kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit Aman dan memberikan komitmen untuk meningkatkan keamanan dari 3.156 sekolah dan 105 Rumah Sakit sebagai bagian dari keterlibatan Indonesia terhadap kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit Aman. Para pejabat tinggi dari tiga kementerian – Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – yang juga didampingi oleh Kepala BNPB, meluncurkan Kampanye Nasional Sekolah dan Rumah Sakit Aman, di mana kampanye ini diorganisir bersama antara BNPB dan Platform Nasional bagi Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB). Di acara ini, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berjanji untuk memastikan bahwa ribuan sekolah akan mentaati standar sekolah aman, dan beliau juga mendorong dinas pendidikan di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/ kota untuk berpartisipasi dalam kampanye ini. Inisiatif Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia 1. Juli 2010: Indonesia bergabung dalam kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit Aman dan meluncurkan Kampanye Nasional Sekolah dan Rumah Sakit Aman. Dalam acara ini, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berjanji untuk memastikan bahwa ribuan sekolah akan mentaati standar sekolah aman, dan beliau juga mendorong dinas pendidikan di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/ kota untuk berpartisipasi dalam kampanye ini. 2. Desember 2010: Seminar Nasional Sekolah Aman, yang diselenggarakan oleh Plan International Indonesia bekerjasama dengan Kemendiknas, BNPB dan UNESCO. 3. 2010-2011: Kemendikbud melakukan Pemetaan Sekolah berbasis GIS (geographic information system) dan pemantauan yang dilakukan dengan mengintegrasikan data sekolah dan Sistem Informasi dan Manajemen Pendidikan (EMIS) untuk mengumpulkan data mengenai sekolah, yang kemudian dikategorikan menjadi rusak berat/ hancur, rusak sedang (rusak namun masih bisa diperbaiki), dan rusak ringan (dapat diperbaiki dengan mudah). 4. 2011: BNPB menyusun peta risiko bencana, yang didukung oleh Bank Dunia berdasarkan permintaan dari Kemendikbud, untuk mengidentifikasi sekolah-sekolah yang berlokasi di daerah rawan bencana di mana kemudian sekolah-sekolah ini akan mendapat prioritas untuk direhabilitasi dan/ atau direkonstruksi. Pengkajian ini mengindikasikan bahwa 75% sekolah di Indonesia ternyata berlokasi di daerah rawan bencana (terutama gempa bumi). 5. 18 Februari 2011: BNPB dengan didukung oleh Kemendikbud, Kementerian PU (Cipta Karya), BPPT – Kementerian Negara Riset dan Teknologi, BAPPENAS, Planas PRB, Kerlip, Plan Indonesia, UNESCO Jakarta, dan PPMB ITB menerbitkan “Panduan Teknis Rehabilitasi Sekolah Aman dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun 2011”. 6. 25 Agustus 2011: Sekretariat Nasional Sekolah Aman dibentuk. Sekretariat Nasional ini langsung berada di bawah Wakil Menteri Kemendikbud dan dikelola oleh Perkumpulan Kerlip (sebuah LSM Indonesia), dan didanai oleh Bank Dunia.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
16
Pada tahun 2013, Sekretariat Nasional Sekolah Aman ini diserahterimakan kepada BNPB dan antara tahun 2013-2014 BNPB membuat draft Blue Print Sekretariat Nasional Sekolah Aman. 7. September 2011: Berdasarkan hasil pemetaan, Kemendikbud meluncurkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Sekolah dan kegiatan ini ditargetkan untuk bisa terselesaikan di akhir tahun 2012. Untuk program ini, Kemendikbud telah mengalokasikan Rp 17,4 Triliun11 melalui DAK dan APBN yang dikelola oleh Kemendikbud. Kementerian Agama juga melakukukan kegiatan yang sama bagi rehabilitasi madrasah, dan Kemenag mengalokasikan Rp 3 Triliun untuk kebutuhan ini. Program Rehabilitasi Sekolah ini merupakan amanat yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang dikoordinasikan melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Sejak Gerakan Nasional Rehabilitasi Sekolah ini diluncurkan, Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan DAK sekitar 7,4 Triliun per tahunnya di luar APBN, yang secara khusus dialokasikan bagi rehabilitasi dan konstruksi sekolah. DAK ini ditransfer langsung ke pemerintah daerah. 8. Mei 2012: BNPB mengeluarkan Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman Dari Bencana (Perka 4/2012) dan pedoman ini diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan didampingi BNPB pada peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012. 9. Mei 2012: Kemendikbud dan BNPB melaksanakan percontohan/ uji coba terhadap lebih dari 200 sekolah aman (2012 – 2013), dengan dukungan dari Bank Dunia (GFDRR dan BEC-TF), Plan Indonesia, dan mitra-mitra lainnya di 6 provinsi: Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi NTB dan Provinsi NTT. Proyek percontohan ini dilaksanakan di sekolah-sekolah yang sebelumnya telah menerima DAK Pendidikan di tahun 2012. Selain itu, Kementerian Agama juga mengimplementasikan sekolah/ madrasah aman di 17 provinsi12. 10. Oktober 2012: Indonesia menjadi tuan rumah acara 5th Asian Ministerial Conference for Disaster Risk Reduction (AMCDRR) yang dilaksanakan di Yogyakarta, di mana terdapat tiga kegiatan bertemakan Sekolah Aman, yaitu: • Sesi pre-konferensi “Sharing Experiences of Safe Schools and Hospitals”; • Sesi Khusus “Global Program for Safe Schools and Hospitals” – di mana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama pejabat tinggi UNISDR langsung mengawal dialog ini; • Sesi tambahan (side event) “Children’s Participation on Safe School”. Untuk kedua sesi pertama di atas, Kemendikbud berperan sebagai tuan rumah dengan dukungan dari GFDRR/ Bank Dunia, sementara sesi ketiga didukung oleh Plan Indonesia. Deklarasi Yogyakarta sebagai hasil dari acara 5th AMCDRR dan disetujui oleh Kepala Negara, Menteri, dan Kepala Delegasi dari negara-negara Asia dan Pasifik, menghimbau para pemangku kepentingan PRB untuk:
11
Pada tahun 2011, pemerintah telah menggelontorkan dana senilai Rp 1,597 triliun untuk merehabilitasi 21.500 ruang kelas/belajar rusak berat. Tahun 2012 ini, telah disiapkan dana sebesar Rp 15,822 triliun untuk merehabilitasi 173.344 ruang kelas/belajar rusak berat. Diambil dari http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-rehabilitasi-sekolah 12 Direktori Penerapan Sekolah Aman dari Bencana sampai 2013, BNPB, 2013 Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
17
(i)
berpartisipasi penuh dalam konsultasi menuju pasca Agenda Pembangunan 2015 dan pasca Kerangka PRB 2015; (ii) mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana (PRB) dan adaptasi perubahan iklim (API) di tingkat lokal ke dalam rencana pembangunan nasional; (iii) melakukan kajian risiko finansial terhadap bencana dan pendanaan terhadap risiko (asuransi) di tingkat lokal; (iv) memperkuat tata kelola risiko dan kemitraan di tingkat lokal; (v) membangun ketangguhan masyarakat/ komunitas lokal; (vi) mengidentifikasikan langkah-langkah akuntabilitas bagi pelaksanaan kerangka PRB pasca 2015 yang lebih efektif, komitmen politis untuk melaksanakannya di semua tingkatan, kesadaran, pendidikan dan akses public terhadap informasi; (vii) membangun dan menjaga kapasitas serta mandat hukum pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan sector swasta untuk mengintegrasikan PRB ke dalam perencanaan penggunaan lahan dan ke dalam pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap bencana; dan (viii) mengimplementasikan isu-isu lintas sektoral, seperti misalnya kerentanan sosialekonomi dan keterpaparannya, jender, disabilitas serta keragaman budaya. 11. 2012-2013: Australia Education Partnership with Indonesia (AEPI) membantu Kemendikbud dalam membuat model konstruksi sekolah berbasis masyarakat dan membangun 764 sekolah aman baru di 28 provinsi. 12. 2013: BNPB menerbitkan Direktori Sekolah Aman dalam kaitannya dengan diterbitkannya Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman Bencana. 13. Oktober 2013: Terdapat dua acara terkait Sekolah Aman yang dilakukan pada Peringatan Bulan PRB di Provinsi NTB: 1) Kunjungan untuk melihat implementasi sekolah aman di SDN 1 Telagawaru, Kabupaten Lombok di mana proyek ini didanai oleh GFDRR/ World Bank; 2) Seminar Sekolah Aman, yang diorganisir oleh Save the Children. 14. 2013-2014: BNPB melakukan beberapa pertemuan/ workshop untuk menyusun dan kemudian untuk memfinalkan Blue Print Sekretariat Sekolah Aman. Namun hingga Oktober 2014, Blue Print ini belum difinalkan. 15. Juni 2014: Kemendikbud membentuk Sekretariat Penanggulangan Bencana bidang Pendidikan (Sekretariat PB Kemendikbud) dengan tujuan: 1) meningkatkan upaya-upaya penanggulangan bencana bidang pendidikan (tahap kesiapsiagaan, tahap tanggap darurat (atau respons), dan tahap pemulihan) untuk periode 2014-2015; 2) untuk menyusun kebijakan, strategi, dan rencana aksi 2015-2019 terkait program penanggulangan bencana bidang pendidikan; dan 3) untuk meningkatkan koordinasi institusi terkait penanggulangan bencana bidang pendidikan, baik koordinasi internal (antara Unit Utama Kemendikbud) maupun koordinasi eksternal (dengan Kementerian/ Lembaga lainnya, NGO/ LSM, Badan PBB, lembaga donor, dll.). Melalui wadah Sekretariat Penanggulangan Bencana Kemendikbud ini, implementasi sekolah aman menjadi lebih kuat. 16. 22-26 Juni 2014: Kemendikbud mengikuti kegiatan 6th AMCDRR di Bangkok. Pada acara ini, Kemendikbud memaparkan pelajaran yang diambil (lessons learned) dari pelaksanaan Pilar 1 Sekolah Aman yaitu Fasilitas Sekolah Aman.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
18
17. Oktober 2014: Saat pelaksanaan kegiatan Peringatan Bulan PRB di Bengkulu, BNPB secara resmi menyerahkan Sekretariat Nasional Sekolah Aman kembali kepada Kemendikbud. 18. 30-31 Oktober 2014: Kemendikbud mengikuti First Meeting of Safe School Country Leaders, yang diadakan di Istanbul, Turki, di mana pada kesempatan ini Kemendikbud memaparkan pencapaian dan kemajuan dari implementasi sekolah aman di Indonesia. 19. 4-7 November 2014: Kemendikbud mengikuti Regional Consultative Meeting on Education and Resilience in East Asia and the Pacific: Programmes and Policies that Promote Social Cohesion and Comprehensive School Safety yang diadakan di Quezon City, Filipina, di mana pada kesempatan ini Kemendikbud memaparkan kebijakan praktik yang baik (good practice) terkait ketahanan/ ketangguhan (resilience) terhadap bencana alam dan perubahan iklim. 20. Januari - Juni 2015: Penyusunan modul standar Sekolah Aman yang Komprehensif yang merefleksikan ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif: 1) Fasilitas Sekolah Aman, 2) Manajemen Bencana di Sekolah, dan 3) Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko. Terdapat beberapa tahapan dalam menyusun modul-modul standar ini: (1) Desk study review atau penelaahan terhadap kebijakan serta materi lain terkait Sekolah Aman yang sudah tersedia, baik yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, Kemenag, BNPB, NGO/ LSM ataupun Badan PBB, dan lembaga donor. Hasil yang diharapkan dari kegiatan desk study review ini adalah tersusunnya sebuah katalog kebijakan dan perangkat bagi ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif. (2) Penyusunan modul standar Sekolah Aman berdasarkan hasil desk study review. Kebijakan, materi dan perangkat yang sudah dikumpulkan tersebut kemudian dikompilasi berdasarkan ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif, yang diharapkan dapat mendukung rencana Kemendikbud untuk membekali fasilitator (Sekolah Aman yang Komprehensif) dengan pengetahuan terkait sumber daya yang tersedia, di mana mereka kemudian akan memfasilitasi pelatihan bagi guru. Kemendikbud berencana untuk mencetak modul standar tadi dan mendistribusikannya kepada fasilitator Sekolah Aman yang Komprehensif. (3) Pemaparan modul standar Sekolah Aman yang Komprehensif kepada Unit Utama Kemendikbud dan juga para pemangku kepentingan bidang pendidikan. Saat sedang penyusunan modul standar Sekolah Aman ini, Plan Indonesia menawarkan Kemendikbud untuk membantu menyusunkan panduan fasilitator Sekolah Aman yang Komprehensif, di mana hal ini akan dilakukan melalui Program ASEAN Safe School Initiative (ASSI) – untuk Indonesia, Program ASSI dilaksanakan bersama oleh Plan Indonesia, Save the Children dan World Vision. Sampai saat ini, panduan fasilitator masih dalam tahap penyempurnakan untuk kemudian rencananya akan diujicobakan. 21. 23-24 Februari 2015: Kemendikbud mengikuti technical meeting on the Istanbul Roadmap for the Worldwide Initiative for Safe Schools (WISS) yang diadakan di Jenewa, Swiss, di mana pada kegiatan ini Kemendikbud memaparkan capaian implementasi Sekolah Aman yang Komprehensif di Indonesia. 22. 14-18 Maret 2015: Kemendikbud mengikuti 3rd UN Conference on Disaster Risk Reduction (WCDRR) yang diselenggarakan di Sendai, Jepang. Di konferensi ini, Pemerintah Indonesia berkomitmen bagi: 1) implementasi Worldwide Initiative on Safe Schools (WISS), terutama melalui penyusunan rencana aksi bagi sekolah aman; dan 2) Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
19
untuk memastikan tercapainya alokasi 20% APBN tahunan bagi pendidikan (dan bagi sekolah aman). 23. 19-20 Maret 2015: Kemendikbud mengikuti Technical Workshop on Safer School Facilities yang diadakan di Tokyo, Jepang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh GFDRR13/ World Bank dan merupakan bagian dari Global Program for Safe School (GPSS) yang diluncurkan oleh GFDRR. Kegiatan ini dihadiri oleh negara-negara yang direncanakan akan terlibat dalam GPSS, termasuk Indonesia yang diwakili Kemendikbud. 24. 19-22 Mei 2015: Kemendikbud mengikuti World Education Forum 2015 di Incheon, Korea Selatan, di mana Kemendikbud memaparkan kemajuan pelaksanaan Sekolah Aman di Indonesia. 25. Mei - September 2015: Penyusunan Roadmap Sekolah Aman. Awalnya, pada bulan Mei dilakukan kegiatan untuk memfinalkan draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman, namun dalam kesempatan ini peserta kegiatan menyadari bahwa diperlukan penyusunan kebijakan dan perencanaan sekolah aman yang lebih luas sehingga akhirnya kegiatan diubah menjadi penyusunan draft 0 dari Roadmap Sekolah Aman di mana di dalamnya terdapat kelembagaan sekolah aman yang membahas mengenai Sekretariat Sekolah Aman. Setelah dokumen Roadmap Sekolah Aman ini difinalkan maka tahap selanjutnya adalah melakukan serah terima Sekretariat Nasional Sekolah Aman secara formal kepada Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 26. 29-30 September 2015: Konferensi Nasional Sekolah Aman 2015 di Jakarta - dengan tema “Mewujudkan Komitmen Sekolah Aman Bencana dalam Pelaksanaan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction”, yang diikuti oleh Kemendikbud, BNPB, Kemenag, KemPPA, Kemdagri, KemPUPR, DPRD, Pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten, Ormas Keagamaan, Konsorsium Pendidikan Bencana, Peserta Didik, Guru dan Tenaga Kependidikan, Perusahaan, Media Massa, Perguruan Tinggi, dan Kwartir Nasional Pramuka. Peserta secara bersama mendeklarasikan untuk: a. Memastikan seluruh pengampu kebijakan, penyelenggara lembaga pendidikan, guru, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik memahami pengurangan risiko bencana; b. Memperkuat manajemen risiko bencana pada lembaga pendidikan; c. Mendorong peningkatan investasi dalam Pengurangan Risiko Bencana untuk Ketangguhan pada Lembaga Pendidikan; d. Meningkatkan kesiapsiagaan bencana di sekolah/ madrasah/ lembaga pendidikan untuk respon yang efektif, dan mengelola proses pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dengan prinsip “membangun kembali dengan lebih baik”; e. Mendorong peran serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Ristek dan Dikti, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, DPR RI, DPRD,
13
GFDRR – Global Facility for Disaster Reduction and Recovery
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
20
Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Penyelenggara Pendidikan, Media Massa dan Lembaga Usaha dalam: 1) Bidang Perencanaan dan Penganggaran: - Menyusun Perencanaan dan Anggaran dalam Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana dalam jangka panjang, menengah, maupun rencana tahunan. - Merumuskan dan mengembangkan kebijakan dan anggaran, program, panduan, strategi dan mekanisme pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana. - Melakukan monitoring dan evaluasi terkait standar pelayanan minimum pendidikan pada masa darurat. - Mengembangkan SNI Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana terintegrasi dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan Bermutu. 2) Bidang Sosialisasi, Advokasi, dan Kerjasama: - Memperkuat koordinasi dan sosialisasi Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota terkait penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana yang terintegrasi dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan Bermutu. - Melakukan koordinasi, sosialisasi, advokasi, dan kerjasama dengan forum anak, asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga masyarakat di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota, dan desa. - Mengupayakan peningkatan keterpaduan dan sinkronisasi pembangunan, retrofitting, rehabilitasi, dan rekonstruksi sekolah/ madrasah sesuai dengan indikator/SNI Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana. 3) Pusat Data dan Informasi, Monev dan Pelaporan: - Menyampaikan data dan informasi tentang Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana yang terintegrasi dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan Bermutu; - Menganalisis data terkait penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana; - Mengkoordinasikan dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi dalam penerapan dan perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana yang terintegrasi dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan Bermutu, termasuk pada masa darurat; - Menyusun Laporan Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana; - Menyusun Sistem Informasi yang dapat memenuhi indikator SNI, akreditasi, dan sertifikasi Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana. 27. 16-18 Oktober 2015: Peringatan Bulan PRB di Solo – dari tiga working session yang terdapat di acara ini, terdapat satu working session (Working Session #2) yang membahas tentang Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana (Safe Schools). Dalam sesi tersebut dikemukakan tantangan penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana yaitu di antaranya: 1) Kondisi geografis yang telah menimbulkan banyak bencana; 2) Realisasi komitmen Pemerintah Indonesia, sebagai safe school leader yang telah disampaikan dalam UNWCDRR 2015; 3) Belum maksimalnya pemerintah dalam mengimplementasikan pelaksanaan penggunaan anggaran pendidikan sebesar 20% untuk memperbaiki sarana dan prasarana sekolah yang rusak, serta belum adanya suatu standar mengenai sekolah aman, sehingga dibutuhkan standar nasional Indonesia [SNI] sehingga setiap pelaku bisa merujuk kepada standar tersebut. Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan seperti: 1) Beratnya beban kurikulum siswa; 2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana; 3) Kurangnya kapasitas dan keahlian Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
21
guru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; 4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; 5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana); 6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada umumnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada analisis masalah dampak lingkungan [AMDAL] dan konstruksi aman; serta 7) Belum tersedianya institusi dan peraturan daerah (perda) mengenai pengelolaan bencana di tingkat kabupaten. Rekomendasi tindak lanjut dalam pertemuan ini antara lain: 1) Penyebarluasan paradigma baru penanggulangan bencana secara umum dan secara khusus tentang konsep dan praktik sekolah/ madrasah aman; 2) Komitmen pemrograman, penganggaran, implementasi/ pelaksanaan, serta monitoring/ pemantauan dan evaluasi yang terstruktur, terukur, dan berdayaguna; 3) Perlunya strategi untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada dalam upaya integrasi pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan; 4) Penyelesaian penyusunan Roadmap Sekolah Aman Nasional 2015-2020 5) Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi Sekolah Aman dengan indikator yang jelas dan dapat diterapkan, termasuk simbol-simbol bencana; 6) Menyempurnakan pusat data dan menyusun sistem informasi dengan mengintegrasikan data terkait sekolah aman; 7) Pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam pendidikan yang dapat memenuhi indikator SNI, sertifikasi dan akreditasi Sekolah Aman Bencana; 8) Pelibatan Pramuka sebagai agen pendidikan pengurangan risiko bencana yang secara aktif melakukan penilaian mandiri terhadap sekolah-sekolah yang terletak di kawasan ancaman bencana. 28.Oktober - Desember 2015: BNPB memfasilitasi Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman Bencana di 10 sekolah pada 10 kabupaten/ kota. Kegiatan ini bertujuan antara lain: 1) membangun budaya siaga, budaya aman dan budaya pengurangan risiko bencana di sekolah, serta membangun ketahanan dalam menghadapi bencana oleh warga sekolah secara terencana, terpadu dan terkoordinasi dengan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dalam rangka memberikan perlindungan kepada peserta didik, guru dan masyarakat sekolah dari ancaman dan dampak bencana 2) Menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan kebencanaan ke masyarakat luas melalui jalur pendidikan sekolah 3) Mengembangkan program Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana. Adapun lokasi penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana meliputi: 1. Kabupaten Aceh Utara 2. Kabupaten Pasaman Barat 3. Kota Bengkulu 4. Kabupaten Bandung 5. Kabupaten Badung 6. Kabupaten Minahasa Selatan 7. Kota Bima 8. Kota Ternate 9. Kota Ambon 10. Kota Gorontalo Aktivitas kunci penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana meliputi: 1) Sosialisasi dan Pelatihan untuk Aparatur dan Legialatif 2) Pelatihan Kepala Sekolah, guru, Komite Sekolah dan pelatihan pemerintah desa Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
22
3) 4) 5) 6)
Pelatihan untuk siswa Workshop Penyusunan Kajian Risiko Bencana Workshop Penyusunan Rencana Aksi dan Tim Siaga Bencana Workshop Penyusunan SOP kedaruratan sekolah, peta jalur evakuasi, rambu evakuasi, titik kumpul 7) Menyusun media publikasi sekolah 8) Pra pelaksanaan dan pelaksanaan gelar dan simulasi 9) Workshop Rencana Tindak Lanjut 29. Oktober - November 2015: BNPB memfasilitasi penerapan Sister-School pada daerah rawan bencana di Kabupaten Sleman. Sister School adalah komitmen bersama antara 2 (dua) sekolah dalam upaya pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan dan kedaruratan di sekolah, serta merupakan pengembangan/ modifikasi dari aktivitas sekolah siaga bencana dan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana. Aktivitas kunci implementrasi Sister School meliputi: 1) Pembentukan tim siaga bencana 2) Melakukan kajian ancaman, kerentanan, kapasitas dan risiko 3) Membuat rencana kontinjensi 4) Sosialisasi dan pelatihan 5) Membuat peta dan papan jalur evakuasi 6) Membuat media komunikasi, edukasi dan informasi tentang PRB 7) Melakukan simulasi bencana 8) Memasukan PRB dalam kegiatan ekstrakulikuler 9) Penandatangan nota kesepahaman anatara sekolah terdampak dan sekolah penyangga Implementasi Sister School adalah keinginan untuk memberikan suasana belajar mengajar yang nyaman dan layak bagi siswa didik yang sekolahnya terkena dampak dari bencana, sehingga proses belajar mengajar dapat tetap berjalan dengan efektif, yakni dengan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lokasi sekolah yang tidak terdampak bencana atau sekolah penyangga. Lokasi antar sekolah diupayakan agar tidak jauh dari tempat pengungsian. Dalam Sister School terdapat beberapa butir kesepakatan antar pihak untuk kerjasama dalam penyelengaraan kegiatan belajar mengajar, kesepakatan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan serta kesepakatan proses evakuasi siswa. Diharapkan melalui penerapan konsep Sister School di daerah rawan bencana dapat mengurangi risiko bencana yang timbul khususnya dalam bidang pendidikan, sehingga para siswa tetap dapat memperoleh haknya untuk mengenyam pendidikan secara baik dan layak walaupun sedang dalam kondisi bencana. 10 pasang sekolah di Kabupaten Sleman, yaitu 10 sekolah terdampak dan 10 sekolah penyangga, telah melakukan penandatanganan nota kesepakatan yang merupakan paseduluran (persaudaraan) sekolah dalam penanggulangan bencana. 30. November 2015: Adaptasi Metodologi Visual Inventory for Surveying and Upgrading Safety (VISUS), yang diujicobakan di 60 sekolah di Indonesia, kerjasama Kemendikbud, UNESCO, dan ITB untuk digunakan sebagai instrumen pilar 1 bagi penilaian struktur, sarana dan prasarana sekolah aman. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
23
Keterlibatan peserta didik dalam kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman Secara khusus keterlibatan peserta didik dalam kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman antara lain: • Peserta didik tingkat SMK terlibat dalam penilaian (atau pengkajian) struktur gedung sekolah, dan kemudian dilakukan pelatihan bagi peserta didik dan guru SMK Bangunan agar dapat menerapkan prinsip-prinsip Sekolah/ Madrasah Aman melalui retrofitting atau perkuatan. Pelatihan juga diberikan bagi peserta didik tingkat SMK yang bukan berasal dari daerah percontohan sebagai bentuk dari diseminasi pengetahuan sekolah aman. • Perencanaan Sekolah/ Madrasah Aman di masa depan dalam bentuk perancangan, pembuatan model dan maket, terutama untuk aspek struktural. • Keterlibatan perwakilan dari Organisasi Sekolah (OSIS) dalam KBKS (Komite Bencana dan Keselamatan Sekolah). • Peserta didik juga dilatih untuk mengenali berbagai bencana melalui pelajaran yang sudah terintegrasi isu-isu pengurangan risiko bencana, melalui buku-buku dan materi bahan ajar, brosur, kompetisi menggambar, kegiatan cerdas cermat dan melalui lagu-lagu • Peserta didik diperkenalkan dengan simbol-simbol evakuasi, jalur evakuasi serta titik kumpul. • Peserta didik terlibat aktif dalam simulasi evakuasi, termasuk mengintegrasikan peran anak pada kegiatan Palang Merah Remaja dan Pramuka. • Beberapa peserta didik tingkat SMK dan guru SMK Bangunan mendapatkan pelatihan dan sertifikasi dari UNESCO terkait dengan penggunaan metodologi VISUS penilaian struktur, sarana dan prasarana sekolah aman. 2.3. Tantangan dan Kapasitas Sumber Daya Pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman Secara umum tantangan pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman adalah: • Mengelola jumlah yang sangat besar karena 45% dari total penduduk Indonesia (240 juta jiwa) berusia antara 0 – 24 tahun, dan Indonesia memiliki 61 juta peserta didik, 3,9 juta guru dan 340.000 bangunan sekolah. • Dalam meningkatkan skala program (scaling up) – desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan bagi pemerintah kabupaten/ kota untuk mengelola dan mengontrol kebijakan dan strategi pendidikan di daerahnya. • 75% sekolah berlokasi di daerah yang rawan bencana – dan mayoritas sekolah dasar dibangun pada tahun 1980-an di mana aspek pengurangan risiko bencana belum diperhatikan sehingga upaya rehabilitasi dan pembangunan sekolah baru perlu diprioritaskan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sekolah aman. • Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota. • Kurangnya upaya pemantauan (monitoring) dan evaluasi, sebagai contoh kepatuhan terhadap kebijakan sekolah aman. (Catatan: kebijakan sudah ada di tingkat nasional). • Terdapat lebih dari 25.620 sekolah percontohan yang sudah melaksanakan upaya-upaya sekolah aman, sebagian besar adalah dalam hal non-struktural. Namun meningkatkan skala program masih menjadi tantangan yang besar. Evaluasi terhadap sekolah percontohan harus dilakukan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi. • Memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait dalam mengarusutamakan inisiatif Sekolah/ Madrasah Aman dalam masa transisi pemerintahan baru. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
24
• Menindaklanjuti komitmen Pemerintah sebagaimana telah disampaikan di acara UNWCDRR di Sendai pada bulan Maret 2015. Di mana upaya melaksanakan komitmen ini merupakan tantangan bersama dalam mewujudkan sekolah aman berikut target-target yang ingin dicapai. • Memasukkan program Sekolah/ Madrasah Aman ke dalam Rencana Strategis Kemendikbud dan Kementerian/ Lembaga terkait lainnya, seperti Kementerian Agama, BNPB, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Dalam Negeri sehingga menjadi referensi dalam perencanaan turunan yang lebih rinci dan terutama agar pemerintah daerah dapat menjadikannya sebagai acuan, serta agar Rencana Strategis ini dapat melengkapi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di daerah. • Mengevaluasi peraturan terkait dengan Sekolah/ Madrasah Aman (Perka BNPB No. 4 Tahun 2012), serta pedoman teknis lainnya yang terkait dengan bangunan sekolah/ bangunan tahan bencana (KemenPUPERA) dan pedoman teknis untuk rehabilitasi sekolah dan pembangunan unit sekolah baru agar selaras dengan sumber pembiayaannya, serta menyempurnakannya bilamana diperlukan agar sesuai dengan perkembangan yang terjadi. • Melembagakan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman secara formal untuk mengkoordinasikan kementerian yang terkait (Kemendikbud, BNPB, Kemenag, Kemendagri, Bappenas) dan seluruh kegiatan pemangku kepentingan terkait Sekolah/ Madrasah Aman, serta menentukan mekanisme kerja antar pemangku kepentingan pusat dan daerah. • Mensinergikan program Sekolah/ Madrasah Aman dengan program rehabilitasi sekolah/ ruang kelas dan program pembangunan unit sekolah baru yang sumber pembiayaannya berasal dari APBN, DAK, Dana LPDP dan APBD, agar pekerjaan rehabilitasi sekolah dan pembangunan unit sekolah baru dipastikan sudah menerapkan prinsip-prinsip Sekolah/ Madrasah Aman dan memberikan prioritas untuk sekolahsekolah yang terletak di daerah rawan bencana. • Meningkatkan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman yang terintegrasi dalam sistem pemantauan/ monitoring di Kemendikbud berikut penyempurnaannya sesuai dengan kebutuhan, serta mekanisme pemberian pengakuan terhadap sekolah yang sudah melaksanakan Sekolah/ Madrasah Aman. • Peningkatan partisipasi masyarakat yang lebih luas, dalam hal ini termasuk juga keterlibatan dunia industri dan peran anak dalam upaya penanggulangan bencana maupun Pengurangan Risiko Bencana di sektor Pendidikan. Tantangan terkait kapasitas dan sumber daya dalam pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman: • Pemahaman Sekolah/ Madrasah Aman antar unit kerja di Kemendikbud masih dapat ditingkatkan (sebagai contoh: seringkali undangan dihadiri oleh orang yang berbeda sehingga kesinambungan tentang pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman tidak terjadi atau belum dipahami secara mendalam). • Koordinasi program Sekolah/ Madrasah Aman dalam rangka pengurangan risiko bencana di sekolah dengan Kementerian/ Lembaga lainnya, yaitu Kemenag, Kemendagri, BNPB, Bappenas dan Kemenkeu masih kurang terjadi dan perlu diperkuat. • Fasilitasi Sekolah/ Madrasah Aman bagi daerah perlu disinergikan ke dalam sosialisasi pedoman teknis rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah, dalam bentuk kunjungan fasilitasi, pemberian pelatihan yang terstruktur, pelaksanaan percontohan/ uji coba, dll. • Melanjutkan acara tahunan Sekolah/ Madrasah Aman (misalnya Jambore Sekolah Aman, lomba-lomba pengurangan risiko bencana seperti melukis, poster) di tingkat nasional.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
25
• Melanjutkan pembentukan dan pengembangan “Sister-School” pada lokasi sekolahsekolah yang rawan bencana. • Melanjutkan dukungan kepada provinsi dan kabupaten/ kota untuk mengembangkan rencana kontinjensi daerah yang sudah memasukkan sektor pendidikan di dalamnya. • Melanjutkan upaya kolaborasi dengan pihak-pihak lain termasuk dengan sektor dunia usaha dan kelompok-kelompok penggalang dana. Rehabilitasi dan/ atau pembangunan gedung sekolah baru yang didukung oleh sektor dunia usaha juga harus memperhatikan prinsip-prinsip Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan pedoman yang ada. • Membuat arah kebijakan yang jelas mengenai dana rehabilitasi ruang kelas yang bersumber dari APBN, DAK, Dana LPDP dan APBD karena keterbatasan dana, sehingga perlu diputuskan apakah sebaiknya rehabilitasi ditujukan bagi perbaikan sekolah secara keseluruhan ataukah perbaikan per ruang kelas secara bertahap.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
26
BAB III TUJUAN DAN SASARAN SEKOLAH AMAN Rumusan tentang tujuan dan sasaran Sekolah/ Madrasah Aman adalah untuk menggambarkan ukuran-ukuran terlaksananya roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini. 3.1. Tujuan Strategis Sekolah/ Madrasah Aman Tujuan strategis Sekolah/ Madrasah Aman tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut: NO TUJUAN STRATEGIS T1 Pelindungan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan dari risiko kematian dan cedera di sekolah. T2 Peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor pendidikan yang aman terhadap bencana. T3 Kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana (fase tanggap darurat hingga fase pemulihan). T4 Penguatan ketangguhan komunitas sekolah dalam menghadapi bencana melalui pendidikan. Penjelasan dari masing-masing tujuan strategis yang akan dicapai dalam periode 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Strategis 1: Pelindungan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan dari risiko kematian dan cedera di sekolah. Dalam rangka membangun bangsa yang tangguh terhadap bencana dan mengambil pelajaran dalam menanggulangi bencana, Pemerintah dengan persetujuan DPR telah menerbitkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini disusun dengan menggunakan paradigma bahwa penanggulangan bencana harus dilakukan secara terencana, terpadu dan terkoordinasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Undangundang ini telah memberi mandat pada pemerintah untuk memberikan perlindungan pada masyarakat dari ancaman bencana, sebagai wujud dari pengejawantahan Pembukaan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Pengurangan risiko bencana merupakan bagian penting dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, sebagai upaya proaktif dalam mengelola bencana. Pada bulan Desember Tahun 2003, Majelis Umum Perserikan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan mulai Tahun 2005-2014, di bawah kordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 2, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi pendidikan layanan khusus, yakni pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/ atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 2. Tujuan Strategis 2: Peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor pendidikan yang aman terhadap bencana. Gedung sekolah dan madrasah adalah salah satu fasilitas umum yang rentan terhadap dampak dari bencana alam dan konflik sosial. Berbagai peristiwa telah menyebabkan banyak sekolah dan madrasah yang rusak atau hancur. Dampak tersebut menjadi lebih parah dan berpotensi memakan banyak korban jika bencana terjadi pada jam sekolah, seperti ketika gempa bumi di Padang pada tahun 2009 yang menelan korban banyak peserta didik. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
27
Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh BNPB dan Bank Dunia, 75% sekolahsekolah di Indonesia teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Menurut penelitian ini juga, frekuensi dari bencana-bencana gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir dan tanah longsor terus meningkat, serta memakan korban yang banyak dan merusakkan gedung-gedung termasuk gedung sekolah. Sekitar 40 juta peserta didik di Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi. Sekolah yang rentan bencana tidak saja meningkatkan risiko keamanan terhadap peserta didik dan para guru, namun juga dapat mempengaruhi kelancaraan proses belajar mengajar di sekolah/ madrasah tersebut. Untuk itu, peningkatan kualitas sarana prasarana sekolah/ madrasah yang aman terhadap bencana menjadi hal yang harus diprioritaskan. 3. Tujuan Strategis 3: Kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana (fase tanggap darurat hingga fase pemulihan). Ketika peserta didik berada di luar sekolah untuk jangka waktu yang lama, maka tingkat putus sekolah meningkat dan memberikan dampak negatif seumur hidup. Dan hal ini juga diikuti oleh angka pengangguran. Diperlukan rencana khusus untuk memastikan agar penyediaan pendidikan bagi peserta didik dapat dilakukan secepat mungkin setelah bencana terjadi. Hal ini terutama berlaku bagi sekolah-sekolah yang menghadapi bahaya berulang seperti banjir tahunan ataupun bencana asap. Kalendar yang fleksibel, lokasi sekolah alternatif, ruang belajar sementara, pengiriman paket tugas pekerjaan rumah, penyampaian bahan pelajaran melalui media radio dan televisi hanyalah beberapa alternatif kreatif untuk memastikan bahwa pendidikan terus berlanjut. Di tahap pasca-bencana, peserta didik juga perlu berpartisipasi dalam upaya pemulihan, dan perlu memiliki waktu untuk mengikuti berbagai kegiatan psikososial untuk membantu proses penyesuaian diri terhadap kehilangan yang terjadi secara mendadak di dalam hidup mereka 4. Tujuan Strategis 4: Penguatan ketangguhan komunitas sekolah dalam menghadapi bencana melalui pendidikan. Penanggulangan bencana bukan lagi ranah negara belaka melainkan telah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan juga individu. Dalam hal ini, komunitas sekolah – baik peserta didik, guru, tenaga kependidikan dan masyarakat di sekitar sekolah – memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga harapan bahwa komunitas sekolah menjadi panutan dalam melakukan pencegahan bencana menjadi tinggi. Keberhasilan mitigasi bencana merupakan salah satu ujian utama terhadap keberhasilan pendidikan yang diberikan dari generasi ke generasi. Ketangguhan sebuah komunitas – baik komunitas sekolah maupun komunitas yang lebih luas – merupakan sebuah proses yang tidak akan berhenti, melainkan akan terus berkembang dan berevolusi untuk memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah. Keterlibatan dalam upaya penanggulangan risiko bencana di lingkungan rumah, sekolah dan di masyarakat merupakan cara terbaik untuk mempelajarinya. Pengurangan risiko bencana merupakan isu lintas-disiplin dan merupakan contoh yang sempurna dari kekuatan pembelajaran tematik untuk segala tingkatan usia dan kemampuan. Tema manajemen bencana sekolah dapat diperkenalkan di kegiatan upacara sekolah. Guru dapat mengintegrasikan tema-tema kebencanaan ke dalam mata pelajaran. Peserta didik dapat terlibat melalui kegiatan ekstrakurikuler, melalui forum perwakilan murid (misalnya OSIS), dll. Pengalaman belajar dan pengalaman untuk terlibat ini dapat menjadi sebuah contoh di lingkungan rumah dan di Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
28
lingkungan masyarakat setempat, dan diharapkan dapat menjangkau anggota masyarakat yang paling rentan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi kepada budaya aman dan sadar bencana yang dapat diteruskan kepada generasi di masa yang akan datang. 3.2. Sasaran Strategis Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman Untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan roadmap Sekolah/ Madrasah Aman, diperlukan sejumlah sasaran strategis yang menggambarkan kondisi yang dicapai pada tahun 2019. Ditetapkan indikator untuk mengukur apakah sasaran strategis dapat mengkonfirmasi tujuan yang akan dicapai di masa depan (2019). Sasaran strategis untuk tingkat ketercapaian masing-masing tujuan adalah sebagai berikut. 1. Terwujudnya tujuan strategis 1 (T1): Pelindungan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan dari risiko kematian dan cedera di sekolah, ditandai dengan tercapainya sasaran strategis dengan arah kebijakan sebagai berikut: NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan SS1 Peserta didik, guru, dan tenaga Pengembangan potensi peserta didik, guru, kependidikan memiliki pengetahuan dan dan tenaga kependidikan yang tangguh mampu mempraktikkan keterampilan dalam menghadapi bencana. terkait kesiapsiagaan bencana Pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam kurikulum dan/ atau proses pembelajaran yang aksesibel dan inklusif bagi semua warga komunitas sekolah. SS1 merupakan sasaran pencapaian tujuan satu (T1) dengan fokus pada peningkatan pengetahuan hingga menjadi budaya sadar bencana. Pencapaian SS1 ini didukung oleh arah kebijakan pengembangan potensi peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan yang tangguh dalam menghadapi bencana serta arah kebijakan pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam kurikulum dan/ atau proses pembelajaran yang aksesibel dan inklusif bagi semua warga komunitas sekolah. Arah kebijakan untuk mengimplementasikan sekolah aman terkait dengan sasaran strategis 1 (SS1) adalah dengan strategi sebagai berikut: 1. Melakukan pemetaan risiko bencana di lingkungan sekolah. 2. Melakukan identifikasi kebutuhan perangkat keselamatan di lingkungan sekolah berdasarkan jenis risiko bencana yang terdapat di lingkungan sekolah. 3. Memanfatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan terhadap bencana. 4. Mengembangkan model integrasi pengurangan risiko bencana (PRB) dalam kurikulum dan/ atau proses pembelajaran yang aksesibel dan inklusif bagi semua warga komunitas sekolah. 5. Meningkatkan kapasitas guru dan tenaga kependidikan terkait integrasi PRB dalam kurikulum dan/ atau proses pembelajaran. 6. Mempraktikkan integrasi pengetahuan dan keterampilan PRB dalam proses pembelajaran di sekolah. 7. Mengidentifikasi warga komunitas sekolah yang memiliki hambatan untuk mengakses pengetahuan dan mempraktikkan keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
29
2. Terwujudnya tujuan strategis 2 (T2): Peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor pendidikan yang aman terhadap bencana, ditandai dengan tercapainya sasaran strategis dengan arah kebijakan sebagai berikut: NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan SS2 Pemenuhan sarana dan prasarana di Penerapan standar dan pengawasan sarana sekolah sesuai kriteria sekolah aman dan prasarana sekolah aman dalam bencana pembangunan, rehabilitasi maupun rekonstruksi sekolah. SS2 merupakan sasaran pencapaian tujuan dua (T2) dengan fokus untuk meningkatkan keselamatan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan saat masih berada di lingkungan sekolah. Pencapaian SS2 ini didukung oleh arah kebijakan penerapan standar dan pengawasan sarana dan prasarana sekolah aman dalam pembangunan, rehabilitasi maupun rekonstruksi sekolah. Arah kebijakan untuk mengimplementasikan sekolah aman terkait dengan sasaran strategis 2 (SS2) adalah dengan strategi sebagai berikut: 1. Melakukan penguatan regulasi terkait pembangunan, rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana yang aman terhadap bencana. 2. Membangun, merehabilitasi dan merekonstruksi sarana dan prasarana pendidikan yang aman terhadap bencana serta melakukan perawatan secara menerus terhadap sarana dan prasarana. 3. Menerapkan sistem penilaian dan pengakuan terhadap pemenuhan sarana dan prasarana sesuai standar bangunan sekolah/ madrasah aman. 4. Melakukan pemantauan dan evaluasi sarana dan prasarana sekolah/ madrasah. 3. Terwujudnya tujuan strategis 3 (T3): Kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana (fase tanggap darurat hingga fase pemulihan), ditandai dengan tercapainya sasaran strategis dengan arah kebijakan sebagai berikut: NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan SS3 Penyelenggaraan pendidikan yang Penguatan kapasitas kelembagaan terkait mendukung proses pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi pemulihan peserta didik, guru dan tenaga bencana. kependidikan dalam situasi bencana. Peningkatan koordinasi dan sinergi Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/ Kota serta pemangku kepentingan kebencanaan untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana. SS3 merupakan sasaran pencapaian tujuan tiga (T3) dengan fokus menjaga agar proses belajar mengajar tidak mengalami hambatan dan agar hak anak untuk mendapatkan pendidikan dapat terlaksana. Pencapaian SS3 ini didukung oleh arah kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan terkait penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana, serta peningkatan koordinasi dan sinergi Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota serta pemangku kepentingan kebencanaan untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
30
Arah kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan terkait penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana, adalah dengan strategi sebagai berikut: 1. Menyusun SOP/ Prosedur Tetap (Protap) penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana di tingkat dinas pendidikan provinsi, kabupaten/ kota dan satuan pendidikan. 2. Melakukan penganggaran sektor pendidikan berperspektif kebencanaan. 3. Menyusun model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam situasi bencana. Arah kebijakan peningkatan koordinasi dan sinergi Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/ Kota serta pemangku kepentingan kebencanaan untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana, adalah dengan strategi sebagai berikut: 1. Melakukan penguatan mekanisme koordinasi Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman dengan lembaga terkait kebencanaan di pusat dan daerah. 2. Melakukan penguatan tatakelola, transparansi, akuntabilitas penyelenggaraan penanggulangan bencana di sektor pendidikan. 3. Melaksanakan Penilaian Mandiri Sekolah/ Madrasah Aman. 4. Terwujudnya tujuan strategis 4 (T4): Penguatan ketangguhan komunitas sekolah dalam menghadapi bencana melalui pendidikan, ditandai dengan tercapainya sasaran strategis dengan arah kebijakan sebagai berikut: NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan SS4 Pendidik dan tenaga kependidikan, serta Pengarusutamaan informasi dan peserta didik yang mampu mengelola pengetahuan pengurangan risiko bencana risiko dan beradaptasi dalam menghadapi dalam penyelenggaraan pendidikan. ancaman bencana. Pengupayaan penurunan tingkat risiko bencana di tingkat satuan pendidikan. SS4 merupakan sasaran pencapaian tujuan empat (T4) dengan fokus menjaga agar proses belajar mengajar tidak mengalami hambatan dan agar hak anak untuk mendapatkan pendidikan dapat terlaksana. Pencapaian SS4 ini didukung oleh arah kebijakan pengarusutamaan informasi dan pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam penyelenggaraan pendidikan, serta pengupayaan penurunan tingkat risiko bencana di tingkat satuan pendidikan. Arah kebijakan pengarusutamaan informasi dan pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam penyelenggaraan pendidikan, adalah dengan strategi sebagai berikut: 1. Memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan dalam mendiseminasikan kemampuan penanggulangan bencana kepada komunitas sekolah. 2. Melakukan penguatan regulasi dan pengawasan integrasi pengurangan risiko bencana dalam penyelenggaraan pendidikan. 3. Menggiatkan simulasi Protap penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana. Arah kebijakan pengupayaan penurunan tingkat risiko bencana di tingkat satuan pendidikan, adalah dengan strategi sebagai berikut: 1. Mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana di tingkat komunitas sekolah. 2. Menyediakan dan memperluas akses informasi kebencanaan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan warga komunitas sekolah. 3. Melakukan penataan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah aman bencana.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
31
BAB IV KERANGKA REGULASI Dalam rangka membangun bangsa yang tangguh terhadap bencana dan mengambil pelajaran dalam menanggulangi bencana, Pemerintah dengan persetujuan DPR telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini disusun dengan menggunakan paradigma bahwa penanggulangan bencana harus dilakukan secara terencana, terpadu dan terkordinasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Undang-undang ini telah memberi mandat pada pemerintah untuk memberikan perlindungan pada masyarakat dari ancaman bencana, sebagai wujud dari pengejawantahan Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Pengurangan risiko bencana merupakan bagian penting dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, sebagai upaya proaktif dalam mengelola bencana. Pada bulan Desember 2003, Majelis Umum Perserikan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan yang dimulai pada tahun 2005 hingga 2014, di bawah kordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 2, juga telah diakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi pendidikan layanan khusus, yakni pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/ atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Untuk menghadapi peningkatan ancaman bencana dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap komunitas warga sekolah serta sarana dan prasarana sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan Surat Edaran Mendiknas Nomor 70a/MPN/SE/2010 yang ditujukan kepada Gubernur, Walikota/ Bupati di seluruh Indonesia yang berisi permohonan untuk memperhatikan penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui pelaksanaan strategi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah. Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana adalah sekolah/ madrasah yang menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya bencana. Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana terutama didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: (1) Mengurangi gangguan terhadap kegiatan pendidikan, sehingga memberikan jaminan kesehatan, keselamatan, kelayakan termasuk bagi anak berkebutuhan khusus, kenyamanan dan keamanan di sekolah dan madrasah setiap saat; (2) Tempat belajar yang lebih aman memungkinkan identifikasi dan dukungan terhadap bantuan kemanusiaan lainnya untuk anak dalam situasi darurat sampai pemulihan pasca bencana; (3) Dapat dijadikan pusat kegiatan masyarakat dan merupakan sarana sosial yang sangat penting dalam memerangi kemiskinan, buta huruf dan gangguan kesehatan; (4) Dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat dalam mengkoordinasi tanggap dan pemulihan setelah terjadi bencana; (5) Dapat menjadi rumah darurat untuk melindungi bukan saja populasi sekolah/ madrasah tapi juga komunitas di mana sekolah itu berada.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
32
Pada periode 2015—2019, Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman akan memiliki target untuk merevisi dan menyusun regulasi baru. Berikut adalah beberapa regulasi/ petunjuk teknis yang sudah teridentifikasi untuk direvisi atau disusun. NO
Arah Kerangka Regulasi dan/ atau Kebutuhan Regulasi
Urgensi Pembentukkan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian, dan Penelitian
1
Mendorong penyempurnaan/ revisi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Isu Sekolah/ Madrasah Aman belum masuk di dalam UU
2
Perka BNPB No. 4 tahun 2012
Hanya mencakup bencana gempa dan tsunami, sehingga perlu memasukkan jenis bencana yang lain.
3
Menyusun Permendikbud Sekolah/ Madrasah Aman berikut instrumennya
Belum adanya payung hukum serta pedoman bagi penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah Aman.
4
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman
Belum adanya Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman.
5
Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kepada Kepala Daerah terkait pembentukan Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat Propinsi/ Kabupaten/ Kota
Diharapkan agar Dinas Pendidikan tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/ kota dapat memiliki Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman.
6
Penyusunan Juknis BOS dan DAK yang mendukung Sekolah/ Madrasah Aman
Juknis BOS dan DAK ini akan menjadi acuan bagi penyelenggaraan kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman.
7
Permendikbud tentang pengalokasian anggaran Sekolah/ Madrasah Aman
Diharapkan Permendikbud ini bisa menjadi acuan bagi pengalokasian anggaran terkait implementasi kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
33
BAB V PENATAAN KELEMBAGAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 5.1. Kerangka Kelembagaan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman Kerangka kelembagaan adalah perangkat kementerian yang meliputi struktur organisasi, ketatalaksanaan, dan pengelolaan aparatur sipil negara. Kerangka kelembagaan disusun dengan tujuan antara lain: 1) meningkatkan koordinasi pelaksanaan bidang-bidang pembangunan sebagaimana terdapat dalam RPJMN sesuai dengan fungsi dan visi/ misi Kemendikbud; 2) membangun struktur kelembagaan yang tepat fungsi dan ukuran untuk menghindari duplikasi fungsi dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dalam melaksanakan program-programnya; dan 3) memperjelas ketatalaksanaan dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia. Struktur Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman Tahun 2015—2019 ditunjukkan pada gambar 5.1. seperti pada gambar di bawah ini.
DEWAN PENASIHAT BNPB
BAPPENAS
Kemenag
KemPUPERA
Kemendagri
Kemenkeu
Kemenko PMK
Mendikbud (Pengarah)
SesJen (Penanggung Jawab)
Dirjen Dikdasmen (Ketua)
Kabagrengar Dikdasmen (Sekretaris)
Dir. Pembinaan SD (Penanggung Jawab Pilar I)
Sesditjen Dikdasmen (Penanggung Jawab Pilar II)
Dir. Pembinaan PKLK (Penanggung Jawab Pilar III)
UNIT UTAMA (Ditjen PAUD dan Dikmas, Ditjen Dikdasmen, Ditjen GTK, Ditjen Kebudayaan, Puskurbuk)
Catatan: Kabagrengar : Kepala Bagian Rencana Program dan Anggaran. Puskurbuk : Pusat Kurikulum dan perbukuan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
34
5.2. Kerangka Kerja Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman 1. Konsep dan Prinsip Konsep pembentukan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dilandaskan pada prinsipprinsip pedoman penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana. Secara khusus, Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman lebih mempertimbangkan pada tiga prinsip utama, sebagai berikut: a. Berbasis Hak. Penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana harus didasari sebagai pemenuhan hak pendidikan anak; b. Interdisiplin dan Menyeluruh. Penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana terintegrasi dalam standar pelayanan minimum pendidikan dan dilaksanakan secara terpadu untuk mencapai standar nasional pendidikan; c. Komunikasi Antar-Budaya (Intercultural Approach). Pendekatan penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana harus mengutamakan komunikasi antar-pribadi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda (ras, etnik, atau sosioekonomi) sesuai dengan jati diri bangsa dan nilai–nilai luhur kemanusiaan. 2. Bentuk dan Sifat Lembaga Sekretariat Nasional ini bersifat ad-hoc, kerja tim, dinamis, fleksibel, serta sebagai pemegang mandat fasilitasi operasionalisasi kebijakan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana. Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman terdiri dari lintas sektoral (Kementerian/ Lembaga/ Instansi) dengan melibatkan secara langsung maupun tidak langsung dan secara fungsional dari jabatan yang melekat dalam rangka menyukseskan program dan target penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana. 3. Strategi Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman Dalam meningkatkan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana, melalui: a. Terciptanya koordinasi, kerjasama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan (pemerintah, masyarakat dan sektor swasta); b. Tersedianya akses informasi yang berkualitas; c. Tersedianya dan terintegrasinya data, informasi sekolah/ madrasah aman bencana; d. Terwujudnya penguatan dan pemberdayaan masyarakat sekolah/ madrasah dalam penerapan sekolah/ madrasah aman bencana yang berkelanjutan. 4. Komponen Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman Untuk mendukung penerapan sekolah/ madrasah aman bencana, Sekretariat Nasional melaksanakan peran dan fungsinya, dengan menetapkan 3 komponen kegiatan, meliputi: a. Perencanaan, pemantauan/ monitoring dan evaluasi, serta kerjasama; b. Pusat Data dan Informasi; c. Percepatan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana 5. Tugas dan Fungsi a. Dewan Penasehat 1) Memberikan petunjuk, arahan dan masukan kepada sekretariat secara berkala; 2) Melakukan pertemuan secara berkala; 3) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan sekolah/ madrasah aman di Indonesia. b. Penanggung Jawab Mengkoordinasi kementerian, lembaga, dan instansi terkait serta mengkoordinasi pertemuan berkala bulanan, kegiatan monitoring dan evaluasi antar instansi. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
35
c. Ketua Mempunyai peran dan tanggung jawab untuk mengkoordinasikan perlaksanaan penerapan sekolah/ madrasah aman di kementerian/ lembaga terkait serta memastikan terlaksananya proses monitoring, evaluasi, dan pelaporan. d. Sekretaris Memimpin kegiatan-kegiatan harian di Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman meliputi pendokumentasian dan pelaporan proses koordinasi, perencanaan, penerapan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan penerapan sekolah/madrasah aman di masing-masing kementerian/ lembaga/ daerah/ institusi. e. Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman menjalankan fungsi-fungsi, sebagai berikut: 1) Sebagai wadah/ organisasi yang dapat menggerakkan dan mendorong percepatan pencapaian sasaran dan target penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana; 2) Secara khusus, sekretariat berfungsi sebagai wadah koordinasi dan komunikasi untuk perencanaan, penerapan, dan monitoring serta evaluasi terhadap pengembangan sekolah berdasarkan prinsip-prinsip sekolah/ madrasah aman. Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman mempunyai tugas, sebagai berikut: 1) Menyusun rencana penerapan sekolah/ madrasah aman baik rencana jangka panjang, rencana jangka menengah setiap lima tahun, dan rencana jangka pendek yang disusun setiap tahun; 2) Merumuskan program, strategi dan tata-cara pelaksanaan dan pengembangan program dan kegiatan penerapan sekolah/ madrasah aman; 3) Melakukan koordinasi, konsolidasi, sosialisasi, diseminasi, dan advokasi kepada seluruh komponen masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rangka memperkuat dan memperluas jaringan kerja program penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana; 4) Melakukan pemetaan potensi sekolah/ madrasah di daerah rawan bencana dan permasalahan dari setiap kabupaten/ kota dalam strategi penerapan sekolah/ madrasah aman bencana; 5) Melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dan pengembangan sumber daya manusia khususnya terkait dengan kerangka kerja penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana; 6) Melakukan penyebarluasan informasi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kepedulian pihak sekolah terhadap pentingnya penerapan sekolah/ madrasah aman bencana; 7) Memberikan bantuan teknis terhadap multi-pihak terkait dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, penyusunan petunjuk dan bantuan lainnya; 8) Membantu mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawab dari masing-masing instansi terkait; 9) Menyusun laporan kemajuan pelaksanaan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana. f. Bidang 1 (Pilar 1 – Fasilitas Sekolah Aman) mempunyai tugas: 1) Memilih lokasi sekolah/ madrasah yang aman dan mengimplementasikan desain dan konstruksi yang aman terhadap bencana untuk memastikan agar setiap sekolah baru adalah sekolah/ madrasah yang aman; 2) Mengimplementasikan skema prioritas untuk memperbaiki (retrofit) dan mengganti (termasuk merelokasi) sekolah-sekolah yang tidak aman; Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
36
3) Meminimalisir semua sumber risiko non-struktural dan infrastruktural pada bangunan dan fasilitas, termasuk desain dan tata ruang serta perabot yang aman untuk keselamatan bersama dan evakuasi. Akses bagi penyandang kebutuhan khusus harus dijadikan pertimbangan; 4) Jika sekolah/ madrasah direncanakan sebagai tempat pengungsian sementara, sekolah/ madrasah harus dirancang sesuai kebutuhan ini; 5) Memastikan bahwa akses anak ke sekolah/ madrasah bebas dari risiko fisik (adanya jalur pejalan kaki, penyeberangan jalan dan sungai); 6) Fasilitas air dan sanitasi diadaptasi untuk menghadapi risiko potensial (kakus tadah air hujan dan kakus berderet/ rain-fed and lined latrines); 7) Mengimplementasikan intervensi-intervensi cerdas-iklim seperti memanen air hujan, menggunakan panel surya, energi yang terbarukan, membuat taman sekolah; 8) Rencana untuk pembiayaan dan pengawasan bagi perawatan fasilitas. g. Bidang 2 (Pilar 2 – Manajemen Bencana di Sekolah) mempunyai tugas: 1) Menyediakan kebijakan, acuan pada tingkat provinsi, tingkat kabupaten/ kota dan tingkat sekolah/ madrasah lokal untuk pengkajian dan perencanaan di lokasi, pengurangan risiko, dan persiapan tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen dan perbaikan rutin sekolah/ madrasah; 2) Mengembangkan, memperkenalkan, melembagakan, memonitor dan mengevaluasi pembentukan atau pemberdayaan komite manajemen risiko bencana berbasis sekolah/ madrasah yang melibatkan staf, siswa, orangtua dan pemangku kepentingan di komunitas; 3) Mengadaptasi prosedur standar sesuai kebutuhan, untuk ancaman yang datang dengan maupun tanpa peringatan, termasuk: berlutut-berlindung-bertahan sambil berpegangan, evakuasi (dari) bangunan, evakuasi ke tempat aman, berlindung di tempat (shelter-in-place and lockdown), dan reunifikasi keluarga yang aman; 4) Berlatih dan memperbaiki persiapan tanggap darurat dengan simulasi rutin tingkat sekolah/ madrasah yang terhubung dengan komunitas; 5) Menyusun rencana kontinjensi tingkat nasional, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/ kota untuk mendukung keberlangsungan pendidikan, termasuk rencana dan kriteria untuk membatasi penggunaan sekolah/ madrasah sebagai tempat pengungsian sementara; 6) Memadukan kebutuhan anak-anak usia pra-sekolah dan anak. h. Bidang 3 (Pendidikan Pegurangan Risiko Bencana) mempunyai tugas: 1) Mengembangkan pesan-pesan kunci yang dibuat berdasarkan konsensus untuk mengurangi kerentanan rumah tangga dan komunitas, dan untuk mempersiapkan dan merespon dampak bahaya sebagai dasar dari pendidikan formal dan non-formal; 2) Mengembangkan cakupan dan langkah-langkah untuk pengajaran tentang bahaya, bencana dan pemecahan masalah untuk pengurangan risiko; 3) Menanamkan pengurangan risiko melalui kurikulum dan menyediakan acuan untuk mengintegrasikan PRB ke mata pelajaran tertentu; 4) Menyediakan pelatihan mengajar bagi para guru dan calon guru tentang materi kurikulum pengurangan risiko; 5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keterlibatan para guru untuk mencapai integrasi yang efektif akan topik-topik ini ke dalam kurikulum formal dan non-formal serta pendekatan ekstrakurikuler dengan komunitas lokal. 6. Kedudukan dan Struktur Organisasi Untuk mendukung kerjasama antar lembaga, Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman diperlukan keterlibatan kementerian yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
37
Keuangan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk duduk sebagai Tim Penasihat, Tim Pelaksana, dan Tim Harian. 5.3. Mekanisme Koordinasi Koordinasi secara nasional secara umum dilakukan melalui berbagai forum, di antaranya: Forum Rembuk Nasional, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pusat, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, rapat kerja perencanaan nasional, dan perencanaan pendidikan dan kebudayaan lintas kementerian. Pihak yang dilibatkan dalam forum koordinasi perencanaan pendidikan dan kebudayaan antara lain adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Bappenas, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupatan/ Kota serta pihak lain seperti dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF, UN-OCHA, UNESCO), Lembaga Non Pemerintah (Arbeiter-Samariter-Bund Deutschland e.V/ ASB, KPB, MPBI, Plan Indonesia, Platform Nasional PB, Save the Children, World Vision, dll.). Koordinasi khusus untuk Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dilakukan secara berkala yang dipimpin oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan melibatkan berbagai pihak yang dianggap perlu. Koordinasi juga bisa dilakukan secara berjenjang. Jadwal kordinasi umum dan khusus akan ditentukan kemudian oleh tim Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman, dengan bagan koordinasi seperti di bawah ini: Menteri Dikbud
Dirjen Dikdasmen
Sesjen
Unit Utama Kemendikbud
Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman
Pemerintah Daerah (Provinsi, Kab dan Kota)
Kementerian/ Lembaga terkait, Kluster Pendidikan (LSM, lembaga PBB, sektor swasta)
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
38
BAB VI KERANGKA PENDANAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 6.1. APBN dan APBD Salah satu sumber pendanaan yang dapat digunakan dalam implementasi Sekolah/ Madrasah Aman di lingkungan Kemendikbud berasal dari anggaran fungsi pendidikan dalam APBN. Anggaran Pendidikan dalam APBN dipisahkan menjadi 2 bagian besar, yakni melalui belanja transfer daerah dan melalui belanja kementerian dan lembaga. Selama tahun 2010-2015 proporsi anggaran pendidikan yang disalurkan melalui belanja kementerian dan lembaga serta transfer daerah perbandingannya adalah 40% dan 60%. Artinya sebagian besar anggaran pendidikan langsung ditransfer ke daerah dan menjadi bagian dari APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Sementara itu, belanja pemerintah pusat melalui Kemendikbud merupakan alokasi APBN yang dialokasikan dalam DIPA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dilaksanakan oleh masing-masing Unit Utama di lingkungan Kemendikbud. a. Transfer Daerah Anggaran pendidikan yang disalurkan melalui Transfer Daerah sesuai dengan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terbagi lagi menjadi beberapa jenis anggaran yaitu: 1. Dana Bagi Hasil (DBH) Pendidikan 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan 3. Dana Alokasi Umum (DAU) Pendidikan a. Non Gaji b. Gaji 4. Dana Otonomi Khusus Pendidikan 5. Dana Insentif Daerah 6. Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan (DPPIP) 7. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dari beberapa opsi anggaran yang merupakan anggaran transfer daerah, terdapat anggaran yang sudah spesifik penggunannya seperti DAU Pendidikan yang di dalamnya termasuk gaji guru dan tenaga kependidikan. Sementara beberapa anggaran seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penggunannya akan mengikuti petunjuk teknis dari Kemendikbud dan masih dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (Pasal 1 UU No 33 Tahun 2004). DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah (Pasal 20 UU No 33 Tahun 2004). Besaran Alokasi DAK memperhatikan kriteria DAK yang meliputi: a. Kriteria umum yang mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. b. Kriteria khusus yang memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik Daerah. c. Kriteria teknis yang ditetapkan oleh kementerian negara/ departemen teknis. d. Peruntukan DAK bagian Pendidikan adalah untuk peningkatan mutu dan fisik (sarana dan prasarana) Pendidikan Dasar dan Menengah.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
39
Mulai tahun anggaran tahun 2016, Dana Alokasi Khusus akan memiliki mekanisme baru dalam proses pengusulannya. Jika sebelumnya daerah tidak mengusulkan kebutuhannya dan alokasi anggaran diputuskan berdasarkan data teknis yang disampaikan oleh Kementerian Teknis, maka di tahun anggaran 2016 daerah (kabupaten/ kota) diminta mengusulkan kebutuhannya khususnya untuk bidang pendidikan. Usulan tersebut berbasiskan pada menu DAK yang ada dalam petunjuk teknis DAK yang dikeluarkan oleh kementerian teknis. DAK digunakan untuk pembangunan sarana prasarana, antara lain bagi rehabilitasi sekolah, pembangunan sekolah, pembangunan laboratorium, pembangunan perpustakaan, kesemuanya dengan mengintegrasikan kaidah sekolah aman. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah penyediaan pendanaan biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Menurut Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dll. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan. Jika dikaitkan dengan implementasi Sekolah Aman, maka dana BOS dapat diposisikan sebagai pendukung bagi kegiatan-kegiatan yang menunjang pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman, namun dengan syarat petunjuk teknis yang ada saat ini harus disesuaikan. Selain DAK dan BOS yang merupakan anggaran transfer daerah, masih terbuka peluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan APBD Provinsi, Kabupaten/ Kota dalam mendukung pelaksanaan implementasi Sekolah/ Madrasah Aman. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maka nantinya akan terjadi pemindahan kewenangan pengelolaan Pendidikan Menengah kepada Pemerintah Provinsi dari sebelumnya berada di bawah kewenangan Kabupaten/ Kota. Dengan pelimpahan kewenangan ini, provinsi dapat mengalokasikan sendiri APBD-nya untuk pembiayaan Pendidikan Menengah. Sementara itu, beban Kabupaten/ Kota yang sebelumnya harus menanggung pengelolaan Pendidikan Menengah dapat terkurangi dan difokuskan untuk pembiayaan Pendidikan Dasar. Peluang ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong provinsi dan kabupaten/ kota untuk dapat memberikan dukungan anggaran pada implementasi Sekolah/ Madrasah Aman. b. Belanja Kementerian dan Lembaga Merupakan anggaran belanja yang dialokasikan melalui kementerian negara/ lembaga untuk membiayai urusan tertentu dalam pemerintahan. Pada tingkat Kemendikbud, anggaran ini dialokasikan pada setiap program yang ada, dan untuk tahun 2015 Kemendikbud memiliki 8 program yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2. Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 3. Pendidikan Dasar dan Menengah 4. Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat 5. Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 6. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Sastra 7. Pelestarian Budaya 8. Guru dan Tenaga Kependidikan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
40
Dalam kurun waktu 2011-2014 anggaran Kemendikbud yang dialokasikan untuk mendukung kegiatan pengurangan risiko bencana di mana sekolah/ madrasah aman termasuk di dalamnya rata-rata adalah sebesar Rp 142,2 miliar. Namun jika dilihat kecenderungan per tahun, maka persentase anggaran terkait kebencanaan ini semakin lama semakin menurun. Hal ini tidak terlepas dari regulasi yang mempersepsikan bahwa urusan kebencanaan adalah wilayah BNPB sehingga Kemendikbud menghadapi kendala jika akan mengalokasikan anggaran terkait dengan kebencanaan. Alokasi anggaran yang berpotensi digunakan untuk mendukung kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman adalah anggaran yang berada pada Direktorat Jenderal yang mengampu persekolahan seperti pada Ditjen Dikdasmen untuk Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA dan Direktorat Pembinaan SMK. Sementara itu, untuk pelatihan dan pengembangan guru terkait dengan implementasi Sekolah/ Madrasah Aman, potensi anggaran pada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dapat diarahkan untuk mendukung pelaksanannya. 6.2. Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM (Non-Government Organization/ NGO), Lembagalembaga PBB (UN Agencies) dan Swasta Pengimplementasian sekolah/ madrasah aman sebagai bentuk dukungan pembangunan nasional dapat dilakukan dengan bantuan dari pihak eksternal. Pihak yang dimungkinkan untuk bekerja sama dalam pendanaan dari luar dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Government Organization/ NGO), Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies) dan pihak swasta. A. LSM (NGO) dan Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies) Terdapat 2 jenis pendanaan dari luar yaitu pinjaman luar negeri dan hibah. a. Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui hutang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. b. Hibah Pemerintah, yang selanjutnya disebut Hibah, adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/ atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri. UU No 10 tahun 2011 pasal 51 mengenai Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah yang berbunyi “Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 digunakan untuk: a. mendukung program pembangunan nasional; dan/atau b. mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan.”. Berdasarkan tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah, LSM (NGO), Lembaga PBB (UN Agency), dan pihak swasta tidak dapat langsung memberikan hibah langsung kepada kabupaten/ kota. Sehingga LSM (NGO), dan Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies) diwajibkan melakukan kemitraan dengan Kementerian/Lembaga. Peluang ini yang ditangkap oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuka kemitraan dengan LSM dan Lembagalembaga PBB untuk melakukan pengimplementasian sekolah/ madrasah aman. Pengimplementasian sekolah/ madrasah aman di berbagai daerah di Indonesia dikendalikan oleh pemerintah pusat.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
41
Pinjaman Luar Negeri dan Hibah adalah bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Guna menjamin terwujudnya penerimaan hibah yang transparan dan akuntabel, maka penerimaan hibah tersebut perlu ditatausahakan dengan baik, serta perlu dilakukan monitoring dan evaluasi penyaluran dana hibah dan pinjaman luar negeri. B. Pihak Swasta Selain bekerja sama dengan LSM dan Lembaga-lembaga PBB dalam pendanaan implementasi sekolah/ madrasah aman, pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak swasta dalam kegiatan tanggung jawab social perusahaan (Corporate Social Responsibility/ CSR). Pemerintah dengan swasta dapat memfokuskan pengimplementasian sekolah/ madrasah aman di lokasi sekitar perusahaan, sehingga kegiatan CSR pihak swasta menjadi lebih tepat sasaran.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
42
BAB VII RENCANA AKSI DAN INDIKATOR SEKOLAH/ MADRASAH AMAN Dalam menjalankan roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini, disusun beberapa rencana aksi berikut indikator yang terkait dengan strategi yang akan diambil. Rincian Rencana Aksi dan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman dapat dilihat pada lampiran 1. Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 1 – Peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan memiliki pengetahuan dan mampu mempraktikkan keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana, yaitu 1) Pengembangan potensi peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan yang tangguh dalam menghadapi bencana, serta 2) Pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam kurikulum dan/ atau proses pembelajaran yang aksesibel dan inklusif bagi semua warga komunitas sekolah, memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut: Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output Penyusunan formulir/ checklist untuk Tersedianya perangkat pemetaan risiko bencana melakukan pemetaan risiko berikut pedoman untuk sekolah. penggunaannya. Output: • Formulir/ checklist pemetaan risiko • Dokumen pedoman penggunaan formulir/ checklist pemetaan risiko Penyusunan formulir/ checklist untuk Tersedianya perangkat identifikasi kebutuhan melakukan identifikasi kebutuhan perangkat perangkat keselamatan berikut gambar dan foto. keselamatan berikut gambar dan foto. Output: • Formulir/ checklist untuk identifikasi kebutuhan perangkat keselamatan • Dokumen pedoman penggunaan formulir/ checklist berikut gambar dan foto Simulasi penanggulangan bencana bagi warga Pelatihan penanggulangan bencana di lingkungan sekolah. sekolah secara berkala minimal tiap 3 bulan. Output: • Tersedianya laporan kegiatan pelatihan. Dilakukan mitigasi terhadap risiko bencana di Teridentifikasinya risiko bencana di lingkungan lingkungan sekolah yang sudah teridentifikasi. sekolah dengan menggunakan formulir/ checklist pemetaan risiko. Output: • Tersedianya laporan penyelesaian pekerjaan mitigasi. Penyusunan modul implementasi bagi para Tersedianya bahan dukung kurikulum yang terkait guru berikut materi pembelajaran yang dengan materi PRB di pendidikan. mudah diaplikasikan di sekolah Output: • Contoh bahan ajar, modul bahan ajar yang sudah terintegrasi dengan materi PRB. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
43
Rencana Aksi Penyusunan buku pelajaran peserta didik yang sudah terintegrasi dengan materi PRB.
Penyusunan modul pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan mengenai penyusunan bahan ajar yang mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran.
Pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan mengenai penyusunan bahan ajar yang mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran.
Proses belajar mengajar dengan menggunakan materi yang sudah terintegrasi antara PRB dengan mata pelajaran.
Penyusunan formulir/ checklist untuk melakukan identifikasi warga komunitas sekolah yang memiliki hambatan untuk mengakses pengetahuan dan mempraktikkan keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana.
Indikator Terukur dan Output Tersedianya bahan dukung kurikulum yang terkait dengan materi PRB di pendidikan. Output: • Buku-buku pelajaran yang sudah terintegrasi dengan materi PRB. Tersedianya pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan mengenai penyusunan bahan ajar dengan mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran. Output: • Modul pelatihan berikut materi paparan siap pakai bagi pelatih Tersedianya pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan mengenai penyusunan bahan ajar dengan mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran. Output: • Laporan pelatihan guru dan tenaga kependidikan. • Database guru dan tenaga kependidikan yang sudah mendapat pelatihan. • Pelatihan master trainer penyusunan bahan ajar dengan mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran (maks. @ 30 peserta per pelatihan, per tahun min. 10 pelatihan per tahun) yang berjenjang. Pengetahuan dan keterampilan PRB sudah terintegrasi ke dalam proses belajar mengajar. Output: • Laporan Satgas penanggulangan bencana mengenai pemberian mata pelajaran yang sudah memasukkan pengetahuan dan keterampilan PRB. Tersedianya perangkat untuk mengidentifikasi warga komunitas sekolah yang memiliki hambatan untuk mengakses pengetahuan dan mempraktikkan keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana. Output: • Formulir/ checklist identifikasi warga komunitas sekolah • Dokumen pedoman penggunaan formulir/ checklist
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
44
Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 2 – Pemenuhan sarana dan prasarana di sekolah sesuai kriteria sekolah/ madrasah aman bencana, yaitu penerapan standar dan pengawasan sarana dan prasarana sekolah aman dalam pembangunan, rehabilitasi maupun rekonstruksi sekolah, memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut: Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output Penyusunan peta risiko sekolah untuk Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan, pemeringkatan prioritas. rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana yang aman terhadap bencana yang belum dicakup dalam regulasi yang sudah ada. Output: • Peta risiko sekolah Perlaksanaan survei tipologi bangunan Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan, sekolah. rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana yang aman terhadap bencana yang belum dicakup dalam regulasi yang sudah ada. Output: • Hasil survey tipologi bangunan sekolah berdasarkan observasi secara visual dan kajian konstruksi Pembuatan perangkat untuk menyusun Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan, baseline dan verifikasi. rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana yang aman terhadap bencana yang belum dicakup dalam regulasi yang sudah ada. Output: • Tersedia perangkat penyusunan baseline dan verifikasinya untuk melengkapi DAPODIK. Penyusunan hasil penelaahan/ pemetaan isu- Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan, isu terkait pembangunan, rehabilitasi dan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana rekonstruksi sarana dan prasarana yang aman yang aman terhadap bencana yang belum dicakup terhadap regulasi yang sudah ada. dalam regulasi yang sudah ada. Output: • Hasil penelaahan/ pemetaan isu-isu terkait pembangunan, rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana yang aman terhadap regulasi yang sudah ada. Pengintegrasian prinsip-prinsip sekolah/ Tersedianya petunjuk teknis pembangunan, madrasah aman ke dalam petunjuk teknis rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana pembangunan sarana dan prasarana sekolah sekolah/ madrasah aman yang berkesinambungan. (termasuk untuk rekonstruksi). Output: • Petunjuk teknis pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah/ madrasah aman Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
45
Rencana Aksi Pelaksanaan pembangunan, rehab dan rekonstruksi sesuai petunjuk teknis.
Penyusunan sistem penilaian dan pengakuan terhadap pemenuhan sarana dan prasarana sesuai standar bangunan sekolah/ madrasah aman.
Penyusunan metodologi, sistem dan mekanisme pemantauan dan evaluasi struktur, sarana dan prasarana sekolah yang terintegrasi dengan sistem yang sudah ada.
Indikator Terukur dan Output Tersedianya petunjuk teknis pembangunan, rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana sekolah/ madrasah aman yang berkesinambungan. Output: • Jumlah sekolah yang dibangun, direhabilitasi, maupun direkonstruksi sesuai standar sekolah/ madrasah aman. Tersedianya perangkat pemeriksaan sarana dan prasarana untuk memastikan terpenuhinya standar bangunan sekolah/ madrasah aman yang terintegrasi dengan perangkat yang sudah ada; dan Tersedianya perangkat pengakuan (sertifikasi) terhadap pelaksanaan pemenuhan sarana dan prasarana sesuai standar bangunan sekolah/ madrasah aman dengan mengacu pada komponen struktural, non-struktural, fungsional, dan kondisi wilayah dan ancaman. Output: • Formulir/ checklist untuk melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana berikut pedoman standarnya (termasuk gambar dan foto). • Sketsa Observasi Visual dalam pemeriksaan kondisi bangunan sekolah (sampling). • Sertifikat pengakuan terhadap penenuhan standar sekolah/ madrasah aman. • Jumlah sekolah yang sudah tersertifikasi sebagai sekolah/ madrasah aman. Tersedianya metodologi, sistem dan mekanisme pemantauan dan evaluasi sarana dan prasarana sekolah yang terintegrasi dengan perangkat yang sudah ada. Output: • Instrumen pemantauan dan evaluasi sarana dan prasarana sekolah yang dapat diakses oleh publik dan dapat diperbaharui. • Jumlah sekolah aman yang terpantau dan terevaluasi.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
46
Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 3 – Penyelenggaraan pendidikan yang mendukung proses pembelajaran dan pemulihan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan dalam situasi bencana, yaitu penguatan kepasitas kelembagaan terkait penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana (arah kebijakan 1), memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut: Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output Pembuatan petunjuk teknis penyusunan SOP/ Tersedianya petunjuk teknis penyusunan SOP/ Prosedur Tetap penyelenggaraan pendidikan Prosedur Tetap penyelenggaraan pendidikan dalam dalam situasi bencana. situasi bencana. Output: • Petunjuk teknis penyusunan SOP/ Prosedur Tetap penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana. • Jumlah Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang sudah memiliki SOP/ Protap penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana. Penyusunan pedoman perencanaan dan Tersedianya anggaran kegiatan sektor pendidikan penganggaran yang memasukkan komponen yang berperspektif kebencanaan. kebencanaan dalam pertimbangan penyusunan anggaran. Output: • Pedoman perencanaan dan penganggaran yang memasukkan komponen kebencanaan dalam pertimbangan penyusunan anggaran. • Anggaran kegiatan berperspektif kebencanaan. Penyusunan model Rencana Pelaksanaan Tersedianya model RPP dalam situasi bencana. Pembelajaran (RPP) dalam situasi bencana. Output: • Model RPP dalam situasi bencana. Adapun arah kebijakan kedua dari Sasaran Strategis 3, yaitu peningkatan koordinasi dan sinergi Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/ Kota serta pemangku kepentingan kebencanaan untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana, memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut: Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output Penyusunan Surat Keputusan Menteri Tersedianya sesi pembahasan terkait sekolah/ Pendidikan terkait Sekretariat Nasional/ madrasah aman dan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Sekolah Aman. Madrasah Aman dalam rembuk nasional pendidikan. Output: • SK Mendikbud terkait Sekretariat Sekolah Aman. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
47
Rencana Aksi Penyelenggaraan sesi pembahasan Sekolah/ Madrasah Aman dalam rembuk nasional pendidikan terkait kemajuannya.
Penyusunan sistem pemantauan dan evaluasi terkait tatakelola, transparansi, akuntabilitas penanggulangan bencana di sektor pendidikan.
Penyusunan mekanisme penilaian mandiri sekolah/ madrasah aman bencana.
Penyelenggaraan penilaian mandiri sekolah/ madrasah aman bencana secara berjenjang dan terbatas.
Penyusunan roadmap penyelenggaraan penilaian mandiri Sekolah/ Madrasah Aman secara berjenjang dan terbatas.
Indikator Terukur dan Output Tersedianya sesi pembahasan terkait sekolah/ madrasah aman dan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dalam rembuk nasional pendidikan. Output: • Laporan tahunan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman. Tersedianya perangkat pemantauan dan evaluasi terkait tatakelola, transparansi, akuntabilitas penanggulangan bencana di sektor pendidikan. Output: • Perangkat pemantauan dan evaluasi terkait tatakelola, transparansi, akuntabilisasi penanggulangan bencana di sektor pendidikan. • Laporan tahunan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman. Tersedianya perangkat penilaian mandiri sekolah/ madrasah aman bencana. Output: • Hasil penyesuaian perangkat penilaian mandiri sekolah/ madrasah aman bencana (SMAB) Terlaksananya penilaian mandiri sekolah/ madrasah aman bencana. Output: • Verifikasi sekolah aman • Pengesahan sekolah aman Tersusunnya dokumen roadmap penyelenggaraan penilaian mandiri Sekolah/ Madrasah Aman. Output: • Dokumen roadmap penyelenggaraan penilaian mandiri Sekolah/ Madrasah Aman secara berjenjang
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
48
Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 4 – Pendidik dan tenaga kependidikan, serta peserta didik yang mampu mengelola risiko dan beradaptasi dalam menghadapi ancaman bencana, yaitu pengarusutamaan informasi dan pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam penyelenggaraan pendidikan (arah kebijakan 1), memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut: Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output Pelaksanaan pelatihan bagi komunitas Tersedianya pelatihan bagi komunitas sekolah sekolah mengenai isu-isu penanggulangan mengenai isu-isu penanggulangan bencana. bencana. Output: • Laporan pelatihan. • Jumlah sekolah yang sudah melaksanakan kegiatan terkait penanggulangan bencana. Penelaahan/ pemetaan isu-isu terkait PRB Teridentifikasinya isu-isu terkait PRB bidang bidang pendidikan terhadap regulasi yang pendidikan. yang belum dicakup dalam regulasi sudah ada. yang sudah ada. Output: • Hasil penelaahan/ pemetaan isu-isu terkait PRB bidang pendidikan terhadap regulasi yang sudah ada. Penyusunan regulasi mengenai PRB bidang Teridentifikasinya isu-isu terkait PRB bidang pendidikan yang belum tercakup dalam pendidikan. yang belum dicakup dalam regulasi regulasi yang sudah ada berikut sistem dan yang sudah ada. mekanisme pengawasannya. Output: • Regulasi mengenai PRB bidang pendidikan berikut sistem dan mekanisme pengawasannya. Terfasilitasinya simulasi Protap Terlaksananya simulasi Protap penyelenggaraan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi pendidikan dalam situasi bencana secara reguler. bencana di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/ kota Output: • Tersedianya laporan kegiatan simulasi Protap.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
49
Adapun arah kebijakan kedua dari Sasaran Strategis 4, yaitu pengupayaan penurunan tingkat risiko bencana di tingkat satuan pendidikan, memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut: Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Terbentuknya Satgas penanggulangan bencana di terhadap seluruh sekolah di wilayahnya tingkat komunitas sekolah (dapat dimasukkan ke terkait dengan pembentukan Satgas dalam OSIS, ke dalam kegiatan ekstrakurikuler, penanggulangan bencana di setiap komunitas Komite Bencana dan Keselamatan Sekolah, dsb.). sekolah (berikut tanggung jawab yang melekat kepada Satgas) Output: • Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan • Adanya Satgas penanggulangan bencana di tingkat komunitas sekolah. Tersedianya media informasi terkait kebencanaan di setiap komunitas sekolah. Output: • Media informasi komunitas sekolah (perpustakaan, majalah dinding, dll.) Tersedianya perangkat pemeriksaan sarana dan prasarana sekolah aman bencana. Output: • Formulir/ checklist pemeriksaan sarana dan prasarana sekolah aman bencana.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
50
BAB VIII SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI 8.1.
Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rencana merupakan bagian bagian dari fungsi manajemen, yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keempatnya saling melengkapi dan masing-masing memberi umpan balik serta masukan kepada yang lainnya. Sejalan dengan itu, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas alokasi sumber daya, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan program pembangunan, perlu dilakukan upaya pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman. Pemantauan adalah kegiatan pengumpulan informasi yang dilakukan secara periodik untuk memastikan suatu kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pemantauan adalah proses yang terus menerus dilakukan di sepanjang siklus program, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penerapan berkelanjutan. Hasil kegiatan pemantauan digunakan untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan dan penyesuaian terhadap perencanaan. Pemantauan dilakukan untuk: • Memastikan kemajuan pelaksanaan kegiatan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman • Memastikan proses fasilitasi kegiatan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman di daerah Evaluasi adalah melihat aspek-aspek penerapan sekolah/ madrasah aman sesuai dengan indikator terkait pilar 1, pilar 2 dan pilar 3 dari konsep Sekolah Aman yang Komprehensif, dengan maksud untuk dapat mengetahui apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman di masa yang akan datang. Pemantauan dan Evaluasi dilakukan oleh multipihak baik pemerintah dengan lintas Kementerian, LSM/ NGO, Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies) dan partisipasi masyarakat. Pemantauan ini juga dilakukan oleh pemerintah provinsi, dan kabupaten/ kota. Metode pemantauan oleh pemerintah ini dapat juga dilakukan melalui kunjungan lapangan. Mekanisme pengelolaan data dan informasi dilakukan secara terpadu dan terbuka. Keluaran data dan informasi yang dihasilkan akan dimanfaatkan dalam kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan penerapan sekolah/ madrasah aman. Pemantauan ini akan melihat perubahan yang terjadi di daerah terkait perubahan-perubahan pada indikator pada pilar 1 (Fasilitas Sekolah Aman), pilar 2 (Manajemen Bencana di Sekolah), dan pilar 3 (Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana). Sumber data dari pemantauan ini berasal dari hasil pencatatan informasi tentang kemajuan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program serta sistim pelaporan secara berkala dan sistematis. Metode Pemantauan dan Evaluasi di daerah, merupakan data pemantauan yang diperoleh dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh Tim Sekretariat Kabupaten/ Kota dan Provinsi terhadap capaian pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman. Pemantauan dan Evaluasi dilakukan oleh semua pelaku yang terlibat dalam program dan dilakukan secara berjenjang sesuai dengan peran dan fungsinya. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
51
1. Pemantauan dan Evaluasi oleh Pemerintah Pusat Sekretariat Nasional berhak dan bertanggung jawab melakukan pemantauan terhadap proses dan pelaksanaan penerapan sekolah/ madrasah aman. Dalam pelaksanaan pemantauan, Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dibantu/ didukung oleh Tim Teknis. Pemantauan Sekretariat Nasional dilakukan melalui laporan Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat Provinsi dan Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat Kabupaten/ Kota dan juga melalui kunjungan lapangan. Hal-hal yang termasuk lingkup pemantauan pelaksanaan oleh Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman adalah: a) Memantau pelaksanakan Rencana Aksi Sekolah/ Madrasah Aman dengan menggunakan Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Rencana Aksi. b) Melakukan analisis perkembangan dan pencapaian penerapan Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan laporan Sekretariat Provinsi dan Sekretariat Kabupaten/ Kota. 2. Pemantauan dan Evaluasi oleh Pemerintah Provinsi Pemerintah Provinsi melalui Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Provinsi berhak dan bertanggung jawab melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman di kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan pemantauan, Sekretariat Provinsi dapat dibantu/ didukung oleh SKPD Provinsi masing-masing. Pemantauan dilakukan pada tahap: a) Tahap proses seleksi Kabupaten/ Kota, di mana pemantauan ini dilakukan dalam bentuk daftar kabupaten/ kota yang berada daerah rawan. b) Tahap pelaksanaan pemantauan, di mana pada tahap ini dilakukan melalui laporan Sekretariat Kabupaten/ Kota tentang pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman di wilayah kerjanya. Hal-hal yang termasuk lingkup pemantauan pelaksanaan oleh Pemerintah Provinsi adalah: • Memantau kesesuaian data dan informasi sekolah terkait dengan kebencanaan. • Memantau progres dan pencapaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah Aman. • Memantau penerapan Sekolah/ Madrasah Aman terkait dengan tanggung jawab di tingkat provinsi. Hasil pemantauan dilaporkan setiap tiga bulan kepada Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman. 3. Pemantauan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Kabupaten/ Kota bertanggung jawab dalam pemantauan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman. Dalam pemantauan, Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman dapat dibantu/ didukung oleh SKPD Kabupaten/ Kota. Hal-hal yang termasuk lingkup pemantauan oleh kabupaten/ kota adalah: • Memantau kesesuaian data dan informasi sekolah terkait dengan kebencanaan. • Memantau progres dan pencapaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah Aman sesuai pilar 1, pilar 2, dan pilar 3 Sekolah Aman yang Komprehensif. • Memantau penerapan roadmap Sekolah/ Madrasah Aman nasional. Hasil pemantauan dilaporkan setiap tiga bulan kepada Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Provinsi. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
52
Alur Pemantauan dan Pelaporan
ü Setiap sekolah melakukan penilaian mandiri terhadap penerapan Sekolah/ Madrasah Aman sesuai dengan format penilaian yang telah ditentukan. ü Hasil penilaian mandiri tesebut diserahkan ke Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat kabupaten/ kota untuk selanjutnya dilakukan kompilasi, verifikasi dan pengecekan sebelum disampaikan ke tingkat provinsi dan tingkat pusat. ü Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat provinsi melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman di kabupaten/ kota yang berada di wilayah provinsi serta melakukan verifikasi terhadap laporan yang diberikan oleh Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat kabupaten/ kota. ü Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat pusat melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman yang ada di Indonesia dengan mengambil beberapa sample sekolah di beberapa Kabupaten/Kota untuk melakukan verifikasi dan melihat sejauh mana penerapan Sekolah/ Madrasah Aman serta untuk memberikan advokasi dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman. 8.2. Mekanisme Pelaporan Pelaporan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman merupakan proses penyampaian data dan/ atau informasi mengenai perkembangan atau kemajuan setiap pelaksanaan, kendala atau permasalahan yang terjadi, penerapan dan pencapaian dari sasaran Sekolah/ Madrasah Aman. Semua pelaku pelaksanaan kegiatan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman, mulai dari tingkat kabupaten/ kota sampai dengan tingkat pusat bertanggungjawab untuk menyusun laporan atas pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman sesuai tingkatannya. Hal ini untuk membantu dalam evaluasi kinerja pelaku program Sekolah/Madrasah Aman. Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
53
1. Pelaporan Tingkat Pusat Pelaporan bertujuan sebagai pertanggungjawaban dari kegiatan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman baik secara formal struktural maupun sebagai pertanggungjawaban kepada publik. Pelaporan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana di tingkat pusat dikoordinasikan oleh Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman sesuai dengan perannya sebagai koordinator utama Tim Pemantauan dan Evaluasi Sekolah/ Madrasah Aman. Laporan Pemantauan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman yaitu dokumen analisis hasil pemantauan pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman yang diperoleh dari Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Rencana Aksi Sekolah/ Madrasah Aman (Lampiran 2). Laporan Pencapaian Penerapan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman yaitu dokumen analisis penerapan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman yang merupakan kompilasi dari laporan Sekretariat Provinsi dan Sekretariat Kabupaten/ Kota berdasarkan Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan Pilar 1, Pilar 2, dan Pilar 3 Sekolah Aman yang Komprehensif (Lampiran 2). Selanjutnya Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman merangkum seluruh laporan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan data tersebut di atas dan melaporkannya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Pelaporan Tingkat Provinsi Di daerah, pelaporan penerapan sekolah/ madrasah aman mengikuti sistem pelaporan yang ada sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dalam bentuk laporan cetak dan/ atau elektronik. Laporan berupa dokumen yang memuat data dan informasi sekolah terkait dengan kebencanaan dan capaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan laporan Sekretarian Sekolah/ Madrasah tingkat kabupaten/ kota dan berkoordinasi dengan SKPD. Selanjutnya Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat provinsi melaporkan kepada Seknas Sekolah/ Madrasah Aman, Gubernur, Kementerian Dalam Negeri, SKPD, dan pihak terkait lainnya. 3. Pelaporan Tingkat Kabupaten/ Kota Laporan berupa dokumen yang memuat data dan informasi sekolah terkait dengan kebencanaan dan capaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah Aman yang diperoleh dari Laporan Mandiri Sekolah dan/ atau kunjungan lapangan dengan menggunakan Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Sekolah/Madrasah Aman berdasarkan Pilar 1, Pilar 2, dan Pilar 3 (Lampiran 2). Laporan disampaikan kepada Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Provinsi, Bupati/ Walikota, SKPD, dan pihak terkait lainnya.
Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015
54