PERLAKUAN AKUNTANSI DAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA INSPEKTORAT KABUPATEN BOMBANA (SULAWESI TENGGARA) M. TAHIR MATTATA STIE-YPUP Makassar
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan membandingkan perlakuan akuntansi dan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana dengan peraturan perpajakan yang berlaku (UU. Perpajakan No. 36 Tahun 2008). Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan Metode Komparatif untuk menguji dan membuktikan hipotesis yang diajukan. Untuk menyatukan persepsi, Metode Komparatif yaitu membandingkan antara perhitungan dan perlakuan akuntansi PPh Pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana (Sulawesi Tenggara) dengan peraturan perpajakan yang berlaku (UU. Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008). Dari hasil Analisis dan Pembahasan yang telah dikemukakan mengenai Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat kabupaten Bombana, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perlakuan Akuntansi dan Perhitungan pajak panghasilan pasal 21 pada Inspektorat Kabupaten Bombana telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini yaitu Undangundang Nomor 36 Tahun 2008 (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008). Kata Kunci: Perlakuan Akuntansi, Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Negeri Sipil, Undang-Undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan utama yang diperoleh dari sumber dana dalam negeri, merupakan iuran rakyat untuk kas negara yang tidak mendapat balas jasa secara langsung dan digunakan dalam pembiayaan pembangunan Sistem pemotongan dan pemungutan pajak yang mulai diberlakukan oleh pemerintah pada tahun 1984 itu adalah self assessment system. Dalam self assessment system, seluruh proses pelaksanaan kewajiban perpajakan mulai dari menentukan siapa menjadi wajib pajak, menghitung dan menetapkan besarnya pajak terutang, menyetor pajak terutang ke kas negara, melaporkan perhitungan dan penyetoran yang dilakukannya, dan mempertanggungjawabkan semua kewajiban dan dipercayakan kepada masyarakat sebagai wajib pajak itu sendiri. Secara administratif, sistem self assessment system yang disebut sistem pemajakan sendiri (self taxing system),
yaitu pelaksanaan pemajakan dilakukan sendiri oleh masyarakat yang mempunyai utang PPh dengan menghitung dan menentukan sendiri besarnya utang pajak, kemudian menyetorkan sendiri utang PPh-nya ke kas negara. Bukti pelunasan utang PPh tersebut adalah Surat Setoran Pajak (SSP). Pengenaan pajak di indonesia dikelompokkan atas 2 bagian yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pajak negara merupakan pajak yang dipungut berdasarkan undang undang dan penerimaan pajaknya merupakan sumber penerimaan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) misalnya pajak penghasilan (PPh), Pajak pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sementara pajak daerah merupakan pajak yang dipungut berdasarkan undang undang dan penerimaan pajaknya merupakan sumber penerimaan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) misalnya pajak kendaraan bermotor, Pajak hotel dan restoran, pajak hiburan serta reklame. Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi lebih dikenal sebagai PPh pasal 21, yakni pajak penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan orang pribadi. Namun kenyataannya, pada saat Penghitungan pajak sering kali terjadi kesalahan. Yang mana kesalahan itu bisa diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan tentang perpajakan dari pemotong pajak, kurangnya pengetahuan mengenai informasi perpajakan yang up to date, atau bisa karena kurangnya sosialisasi dari direktur jenderal pajak.Berdasar dari statement tersebut, penulis berusaha mengurai kendala tersebut dengan mengangkat judul skripsi “Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana (Sul-tra)”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi masalah pokok adalah : “Apakah Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana telah sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku (UU. Perpajakan No. 36 Tahun 2008)”. Tujuan Penelitian “ Untuk membandingkan perlakuan akuntansi dan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana dengan peraturan perpajakan yang berlaku (UU. Perpajakan No. 36 Tahun 2008) ”. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Menurut Resmi (2008:1) mengatakan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Menurut Mardiasmo (2008:1) mengemukakan definisi pajak sebagai iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat diajukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian Penghasilan Menurut Supramono (2005:42), Penghasilan adalah suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Meliala (2008:49) mengungkapkan bahwa penghasilan berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008, yang dimaksud dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Secara Akuntansi, penghasilan (income) berarti suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (Revenue) dan keuntungan (Gains). . Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Prabowo (2008:31), pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak, untuk kepentingan Negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Ketentuan umum tentang pajak penghasilan menurut Undang-undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-undang ini mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-undang ini disebut wajib pajak. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Menurut Munawir (2008:57), Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Pembayaran pajak penghasilan ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 21 menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2008 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. Jumlah pajak yang telah dipotong dan distorkan dengan benar oleh
pemberi kerja dan pemotong lainnya dapat digunakan oleh wajib pajak untuk dijadikan kerdit pajak atas pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun. Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Untuk menghitung besarnya pajak penghasilan pasal 21 yang terutang, maka terlebih dahulu harus dihitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang menjadi dasar penerapan tarif pajak penghasilan Pasal 21. Besarnya Penghasilan Kena Pajak Bruto dikurangi dengan biaya pengeluaran yang ada hubungannya dengan penghasilan langsung yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, adapun Tarif yang diberlakukan untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah sebagai berikut : Tabel 1, Besarnya Tarif Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 0 sampai dengan Rp 50.000.000 5% Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan 15 % Rp 250.000.000 Diatas Rp 250.000.000 sampai dengan 25 % Rp 500.000.000 Diatas Rp 500.000.000 30 % Sumber : Mienati Somya Lasmana, Budi setiorahardjo, Cara Perhitungan PPh Pasal 21, Edisi 2009 Cara Perhitungan (PPh) Pasal 21 Tabel 2, Cara penghitungan (PPh) Pasal 21 Gaji Sebulan Tunjangan yang terkait Penghasilan bruto
Rp xxx Rp xxx + Rp xxx
Pengurangan : Biaya jabatan (5 % x penghasilan bruto) ( Max Rp 6.000.000/tahun, Max Rp 500.000/bulan ) Rp xx Iuran yang terkait Rp xx + Penghasilan Neto Penghasilan Neto Setahun (dikali 12) PTKP Wajib pajak Rp xx Status kawin Rp xx Tanggungan ( Max 3 orang ) Rp xx +
Rp xx Rp xxx Rp xxx
Rp xx Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahu Rp xxx PPh Pasal 21 terutang = PKP x 5 % = Rp xx PPh Pasal 21 per bulan = Rp xx / 12 = Rp xxx Sumber : Mienati Somya Lasmana dan Budi Setiorahardjo, Cara Perhitungan PPh pasal 21, Edisi 2009
Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 21 Akuntansi sangat penting dipahami oleh wajib pajak untuk dapat mematuhi peraturan dan atau ketentuan Perpajakan. Pemahaman tentang Undang-undang dan peraturan perpajakan mutlak diperlukan untuk bisa membuat kewajiban membayar pajak sekecil mungkin tanpa harus melanggar atau tidak mematuhi Undang-undang dan peraturan perpajakan sehingga dapat memberikan keuntungan yang tinggi kepada para pemodal. Untuk tujuan akuntansinya, pajak atas penghasilan berupa penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan sebagai Penghasilan Objek Pajak (POP) yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori sebagai berikut : 1. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dalam hubungan kerja dengan perusahaan sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan. 2. penghasilan sehubungan dengan pkerjaan bebas yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. Menurut ketentuan pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan di atas, setiap perusahaan badan penyelenggara kegiatan, atau pemberi kerja mempunyai kewajiban untuk menghitung, memotong, menyetor, dan melaporkan pajak atas penghasilan yang diberiakan sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,jasa atau kegiatan yang dilakukan baik oleh para karyawan atau pegawai, dan oleh pihak-pihak lain sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi. Masalah akuntansi yang dihadapi oleh badan atau perusahaan, penyelenggara kegiatan, atau pemberi kerja menjadi relatif lebih rumit karena menyangkut juga pengukuran, pengakuan, dan pelaporannya sebagai beban atau biaya fiskal. Ilustrasi Perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 adalah sebagai berikut : Budianto adalah seorang Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Pekerjaan Umum, pada bulan februari 2010 Budianto memperoleh gaji beserta tunjangan (selain Natura) sebesar Rp 3.000.000 dan membayar iuran Wajib PNS sebesar Rp 50.000 dan Tabungan perumahan sebesar Rp 10.000. Budianto telah Menikah dan punya 1 anak. a) Perhitungan PPh pasal 21 yang terutang Penghasilan bruto Rp 3.000.000 Pengurangan : By.jabatan(5% x Rp 3.000.0000) Rp 150.000 Iuran wajib PNS 50.000 Tabungan perumahan 10.000 + Rp 210.000 Penghasilan Neto sebulan Rp 2.790.000 Penghasilan Neto setahun ( x 12 ) Rp 33.480.000 PTKP ( K/1 ) : Wajib pajak Rp 15.840.000 Status kawin Rp 1.320.000 Tanggungan 1 orang Rp 1.320.000 + Rp 18.480.000 Penghasilan kena pajak (PKP) setahun Rp 15.000.000 PPh Pasal 21 terutang = Rp 15.000.000 x 5 % = Rp 750.000
PPh Pasal 21 Per bulan = Rp 750.000 / 12 = Rp 62.500 b). Besarnya Penghasilan yang diterima Budianto apabila PPh Pasal 21 ditanggung oleh pegawai penghasilan bruto sebulan Rp 3.000.000 pengurangan : iuran wajib PNS Rp 50.000 Tabungan perumahan 10.000 PPh pasal 21 per bulan 62.500 + Rp 122.500 – Besarnya penghasilan yang diterima Rp 2.877.500 c). Besarnya penghasilan yang diterima budianto apabila PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah besarnya penghasilan apabila PPh 21 ditanggung pegawai Rp 2.877.500 ditambah : PPh 21 yang ditanggung pemerintah Rp 62.500 + Besarnya penghasilan yang diterima Rp 2.940.000 Perlakuan Akuntansi terhadap perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut : 1. Jurnal pada saat pembayaran gaji dimana pajak penghasilan ditanggung oleh pegawai, yaitu : Biaya Gaji Rp 3.000.000 Utang Iuran Wajib PNS Rp 50.000 Utang tabungan perumahan Rp 10.000 Utang PPh 21 Rp 62.500 Kas Rp 2.877.500 Jurnal pada saat awal bulan beriktnya PPh pasal 21 disetor ke kas negara, yaitu : PPh pasal 21 Rp 62.500 Kas Rp 62.500 2. Jurnal pada saat pembayaran gaji dimana pajak penghasilan ditanggung oleh Pemerintah, yaitu : Biaya gaji Rp 3.000.000 Biaya PPh 21 Rp 62.500 Utang Iuran Wajib PNS Rp 50.000 Utang tabungan perumahan Rp 10.000 Utang pph 21 Rp 62.500 Kas Rp 2.940.000 Hipotesis Berdasarkan dari masalah pokok yang dikemukakan pada halaman sebelumnya maka dalam penelitian ini peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut : “Diduga bahwa perlakuan Akuntansi dan penghitungan Pajak Penghasilan ( PPh) Pasal 21 pada Inspektorat Kabupaten Bombana, belum sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku ( Undang-undang Perpajakan No. 36 tahun 2008 )”. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Inspektorat Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Yang berlokasi di jalan poros Tompo batu kabupaten Bombana. Metode Analisis Metode penelitian ini menggunakan Metode Komparatif untuk menguji dan membuktikan hipotesis yang diajukan. Untuk menyatukan persepsi, Metode Komparatif yaitu membandingkan antara perhitungan dan perlakuan akuntansi PPh Pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana (Sulawesi Tenggara) dengan peraturan perpajakan yang berlaku (UU. Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana. Pajak merupakan kontributor terbesar APBN, yang berarti perannya sangat besar bagi kelangsungan pembangunan. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, diperlukan perngakat hukum yang mengatur pemajakn terhadap rakyat. Prinsip yang utama adalah adanya keadilan pengenaan pajak. Keadilan akan tercapai jika adanya kepastian lebih mendalam tentang masalah perpajakan, oleh karena itu perlu dipahami apa itu pajak, fungsi, serta aspek-aspek lain yang berkaitan dengan dasa-dasar perpajakan. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang menginginkan pembangunan Nasional harus dibiayai dengan sumber dana yang berasal dari masyarakat. Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan. Penghasilan yang tidak dipotong pajak penghasilan adalah premi asuransi yang dibayar sendiri oleh pegawai, iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun( iuran dibayarkan oleh pemberi kerja), penerimaan dalam bentuk natura, kenikmatan berupa pajak yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pengenaan pajak penghasilan pasal 21 bersifat pemotongan. Pemotongan yang dimaksud adalah ketika pegawai menerima gaji atau upahm, maka gaji atau upah yang diterima tidak lagi utuh tetapi sudah dipotong dengan pajak penghasilan pasal 21. Pemotong pajak untuk pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat kabupaten Bombana adalah Bendahara pemerintah Daerah. Pemotong pajak PPh pasal 21 wajib memberikan bukti pemotongan PPH pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak. Kewajiban penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi subjek pajak dalam negeri sebagai dasar penentu Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) pada saat mulai bekerja. Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka waktu tertentu dapat berubah dalam mengatur Tata cara perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21. Bendahara pemerintah daerah sebagai penghitung dan pemotong pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan
Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kab. Bombana harus cepat dan tanggap mengakses informasi tentang perpajakan yang up to date seperti informasi terbaru tentang keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tgl 31 des 2008 yang mengatur tentang Tata cara perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21. Relevan dengan masalah ini, maka dibutuhkan adanya sistem perhitungan pajak yang akurat dan sesuai dengan peraturan perpajakan terbaru, yakni Undang-undang No. 36 Tahun 2008. Iluatrasi perlakuan akuntansi dan perhitungan pajak penghasilan pasal 21 pada Inspektorat Kabupaten Bombana atas nama: Drs. Mohamad Subur Gaji pokok Tunjangan istri Tunjangan anak Tunjangan Struktural Penghasilan bruto Pengurangan : By.jabatan (5% x P.bruto) Iuran wajib PNS 10 % Tabungan perumahan Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun PTKP (K/2) : Wajib pajak Status kawin Tanggungan 2 anak
Rp 2.400.000 Rp 240.000 Rp 96.000 Rp 1.300.000 + Rp 4.036.000 Rp 201.800 Rp 273.600 Rp 10.000 + Rp 485.400 – Rp 3.550.600 Rp 42.607.200 Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 Rp 2.640.000 +
Rp 19.800.000 – Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 22.807.200 Besarnya PPh 21 setahun = Rp 22.807.200 x 5 % = Rp 1.140.360 Besarnya PPh 21 sebulan = Rp 1.140.360/12 = Rp 95.030 a) Besarnya penghasilan yang diterima apabila PPh pasal 21 ditanggung pegawai. Penghasilan bruto sebulan Rp 4.036.000 Pengurangan : Iuran wajib PNS 10 % Rp 273.600 Tabungan perumahan Rp 10.000 PPh 21 terutang Rp 95.030 + Rp 378.630 – Besarnya penghasilan yang diterima Rp 3.657.370 b) Besarnya penghasilan yang diterima apabila PPh pasal 21 ditanggung pemerintah. Besarnya penghasilan yang diterimaRp 3.657.370 Apabila ditanggung pegawai Ditambah : PPh 21 ditanggung pemerintah Rp 95.030 + Besarnya penghasilan yang diterima Rp 3.752.400 Jurnal pada saat pajak penghasilan pasal 21 ditanggung oleh pemerintah:
Biaya gaji Rp 4.036.000 Biaya PPh 21 Rp 95.030 Utang Iuran wajib PNS 10% Utang tabungan perumahan Utang PPh 21 Kas
Rp 273.600 Rp 10.000 Rp 95.030 Rp 3.752.400
Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut peraturan perpajakan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 . Drs. Mohamad Subur Gaji pokok Tunjangan istri Tunjangan anak Tunjangan Struktural Penghasilan bruto Pengurangan : By.jabatan (5% x P.bruto) Iuran wajib PNS 10 % Tabungan perumahan Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun PTKP (K/2) : Wajib pajak Status kawin Tanggungan 2 anak
Rp 2.400.000 Rp 240.000 Rp 96.000 Rp 1.300.000 + Rp 4.036.000 Rp 201.800 Rp 273.600 Rp 10.000 + Rp 485.400 – Rp 3.550.600 Rp 42.607.200 Rp 15.840.000 Rp 1.320.000 Rp 2.640.000 +
Rp 19.800.000 – Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 22.807.200 Besarnya PPh 21 setahun = Rp 22.807.200 x 5 % = Rp 1.140.360 Besarnya PPh 21 sebulan = Rp 1.140.360/12 = Rp 95.030
a) Besarnya penghasilan yang diterima apabila PPh pasal 21 ditanggung pegawai. Penghasilan bruto sebulan Rp 4.036.000 Pengurangan : Iuran wajib PNS 10 % Rp 273.600 Tabungan perumahan Rp 10.000 PPh 21 terutang Rp 95.030 + Rp 378.630 – Besarnya penghasilan yang diterima Rp 3.657.370 b) Besarnya penghasilan yang diterima apabila PPh pasal 21 ditanggung pemerintah. Besarnya penghasilan yang diterimaRp 3.657.370 Apabila ditanggung pegawai Ditambah : PPh 21 ditanggung pemerintah Rp 95.030 +
Besarnya penghasilan yang diterima Rp 3.752.400 Jurnal pada saat pajak penghasilan pasal 21 ditanggung oleh pemerintah: Biaya gaji Rp 4.036.000 Biaya PPh 21 Rp 95.030 Utang Iuran wajib PNS 10% Rp 273.600 Utang tabungan perumahan Rp 10.000 Utang PPh 21 Rp 95.030 Kas Rp 3.752.400 Besarnya pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong oleh Bendahara Pemerintah daerah (selaku pemotong pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Kabupaten Bombana) sesuai dengan Peraturan Perpajakan No. 36 Tahun 2008, yaitu besarnya biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan maksimal diperkenankan setinggi tingginya Rp 6.000.000 Setahun atau Rp 500.000 Sebulan, dan besarnya PTKP untuk diri wajib pajak sebesar Rp 15.840.000, Untuk status kawin sebesar Rp 1.320.000, Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung sebesar Rp 15.840.000, untuk 1 orang tanggungan sebesar Rp 1.320.000, serta Tarif untuk lapisan penghasilan 0 s/d Rp 50.000 sebesar 5%, di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 sebesar 15%, di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 sebesar 25%, di atas Rp 500.000.000 sebesar 30%. Maka diketahui bahwa hipotesis yang diangkat pada awal penelitian ini tidak terbukti, karena bendahara pemerintah daerah sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat kabupaten Bombana telah menerapkan perlakuan Akuntansi dan perhitungan yang sesuai dengan Peraturan Perpajakan Yang Terbaru, yaitu peraturan perpajakan No. 36 Tahun 2008 (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil Analisis dan Pembahasan yang telah dikemukakan mengenai Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat kabupaten Bombana, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perlakuan Akuntansi dan Perhitungan pajak panghasilan pasal 21 pada Inspektorat Kabupaten Bombana telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008). Saran Berdasarkan Kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka Saran dari penulis adalah a. Sebaiknya Bendahara Pemerintah Daerah selaku pemotong pajak penghasilan pada Inspektorat kabupaten Bombana selalu mengikuti perkembangan aturan perpajakan karena peraturan perpajakan selalu berubah mengikuti keadaan perekonomian di Indonesia dengan mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh kantor perpajakan.
b. Sebaiknya pada Inspektorat dilakukan pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/ atau kejadian keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkenaan dengan penerimaan kas dan pengeluaran kas.
DAFTAR PUSTAKA Adriani, 2008, Seri Praktis Perpajakan : Solusi Masalah Pajak Penghasilan, Penerbit : PT. Gramedia, Jakarta. Markus, Muda dan Yujana, Hendry, 2008. Pajak Penghasilan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mardiasmo. 2008, Perpajakan Edisi Revisi 2008, Penerbit : Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Meliala S. Tulis. 2008. Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta. Mienati Somya Lasmana, Budi Setiohardjo. 2009. Cara Perhitungan PPh Pasal 21, Graha Ilmu, Jakarta. Munawir. 2008, Akuntansi Pajak, Edisi Pertama, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Prabowo, Yusdianto. 2008, Edisi Pertama, Akuntansi Perpajakan Terapan, Jakarta. Garasindo. Supramono dan Theresia Woro Damayanti. 2005, Perpajakan Indonesia, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Resmi, Siti. 2008, Perpajakan, Teori dan Kasus, Edisi Pertama, Salemba Empat. Jakarta. Surantono, 2009, Dasar-dasar Akuntansi Perpajakan, Edisi Kedua, Penerbit Salemba Empat. Jakarta.