M. Sjabaroeddin Loebis, Lily Irsa, Rita Evalina Allergy Immunology Division Pediatrics Departement Medical Faculty Sumatera Utara University
PENDAHULUAN • Penyakit autoimun sistem imun terganggu sindrom klinis • Ekspresi abnormal dari fungsi sistem imun (Klein-Gitelman 2002) • Sebelumnya dianggap sebagai hilangnya toleransi terhadap antigen sendiri kehilangan kemampuan membedakan antara self dan non self) • Sistemik evolutif, multisistem, mengenai satu / beberapa organ, gejala klinik beragam • Inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat • Inflamasi sistemik kronik, periode eksaserbasi dan remisi, melibatkan banyak organ
PENDAHULUAN…………….. Kriteria berdasarkan ARA • Jarang terjadi pada usia < 5 tahun, ♀ > ♂ • Khas : produksi autoantibodi berlebihan (khususnya antibodi antinuklear thdp DNA, RNA, nukleoprotein, kompleks protein asam nukleat) berikatan dengan autoantigen kompleks imun mengendap berupa depot dalam jaringan aktivasi komplemen reaksi inflamasi lesi tidak selalu berperan dalam patogenesis • Kerusakan jaringan berulang diseluruh tubuh dan bersifat luas • Penyakit aotuimun secara umum dibedakan menjadi 2 jenis : 1. penyakit autoimun organ spesifik :tiroididtis Hashimoto, grave, sindrom myxedema primer (tiroiditis atrofik) 2. penyakit autoimun non organ spesifik : LES, AR •
Epidemiologi • • • • • • • • • •
Dikenal mulai 150 thn yll, berbagai nama sinonim lupus Hipocrates : lupus/herpes esthiomenos Amatus Lusitanus : herper ulcerosus 1825,Hebra : buterfly rash Pada semua umur, paling sering pada usia 15-45 thn 90% wanita, rasio wanita dg pria pada anak2 2:1 dan 9:1 pada dewasa muda Distribusi lebih banyak pada ras negroid (?) Prevalensi 2,9-400/100.000 Indonesia baru berupa laporan kasus Insidensi meningkat sejak thn 1970 karena sarana diagnostik yang lebih baik
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS……………….. • Limfosit B : - jumlah ↑ ,Ab ↑ ,hipergamaglobulinemia - jumlah sel B yang produksi IgG korelasi dgn aktivitas penyakit - aktivasi sel B poliklonal oleh aktivasi sel antigen eksogen rangsang proliferasi sel B / abnormalitas intrinsik sel B pembentukan autoantibodi berlebihan (sistem imun tidak bisa membedakan antara “self” dan non-self”) - antibodi IgG anti ds-DNA dgn afinitas tinggi, karena hipermutasi somatik selama aktivasi sel B poliklonal karakteristik - pengaruhi presentasi antigen & respons diffr sel Th - gangguan fungsi CD8, NK sel & inefisiensi idiotip-antiidiotip gangguan produksi autoantibodi
ETIOLOGI……………………. - persistensi Ag-Ab, krn pembersihan oleh RES kurang optimal - kadar autoantibodi , pengaturan prod. terganggu, pmbrsihan komp. imun terganggu kerusakan jaringan Kompleks imun : - terdapat pada serum dan jaringan yang terkena - aktivasi komplemen oleh kompleks imunhiperkomplemenemia - komponen C1q terikat langsung pada ds-DNA aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi - menyebabkan reaksi inflamasi melalui aktivasi kaskade komplemen faktor kemotaktik (C3a, C5a), granulosit dan makrofag inflamasi • Limfosit T : LES aktif limfositemia khususnya CD4 • Apoptosis : meningkat dan terdapat persistensi
ETIOLOGI………………….. • Ekspresi abnormal dari fungsi sistem imun • Gangguan sel B dan sel T atau pada interaksi keduanya • Aktivasi sel B poliklonal antibodi (patologik) >>>, yang tidak bisa membedakan “self” dan “non self” • Faktor lain : genetik, def. komplemen, hormon, lingkungan, stress, obat-obatan dan faktor lain 1. Genetik: - sering pada anggota keluarga & saudara kembar monozigot, berkaitan dgn HLA spt DR2,DR3 dari MHC kelas II - Individu dg HLA DR2 dan DR3 risiko 2-3 x dibanding dgn HLA DR4 dan HLA DR5 - Gen HLA diperlukan untuk proses pengikatan dan presentasi antigen,serta aktivasi sel T - Haploptip (pasangan gen yang terletak dalam sepasang kromosom yang menetukan ciri seseorang), HLA menggangu fungsi sistem imun peningkatan autoimunitas
ETIOLOGI …………… 2. Defisiensi komplemen - sering defisiensi C3 dan atau C4 (dengan manifestasi ginjal) - def. C3 / C4 jarang pd yang manifestasi kulit dan SSP - defisiensi C2 pada LES dengan predisposisi genetik - 80% penderita def. komplemen herediter cenderung LES - defek pada komponen komplemen (C1q, C1r, C1s ) predisposisi LES dan lupus nefritis - defisisensi C3 kepekaan tehadap infeksi meningkat predisposisi penyakit kompleks imun - def. C2 dan C4 yang terletak pada MHC kelas II (tugas awasi interaksi sel2 imunokompeten yaitu sel Th dan sel B) penyakit kompleks imun
ETIOLOGI …………… - komplemen dlm sistem pertahanan tubuh : proses opsonisasi memudahkan eliminasi kompleks imun oleh sel karier / makrofag kompleks imun diikat oleh reseptor komplemen (complement receptor = C-R) yang terdapat pada permukaan sel karier atau makrofag - defisiensi komplemen eliminasi kompleks imun terhambat jumlah kompleks imun >> dalam sirkulasi lebih lama mengendap di jaringan berbagai macam manifestasi LES 3. Hormon - sering pada ♀, pubertas, hamil, post partum, kontrasepsi dgn estrogen estrogen : imunomodulator thd fungsi sistem imun humoral menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor peningkatan produksi antibodi
ETIOLOGI …………… - Imunomodulator zat yang berpengaruh thd keseimbangan sistem imun - 3 jenis imunomodulator : - imunorestorasi - imunostimulasi - imunosupresi - androgen induksi sel Ts dan menekan deferensiasi sel B (imunosupresor) - estrogen meningkatkan progresifitas penyakit autoimun dgn mengikat reseptor Ts menekan fungsi Ts antibodi meningkat (imunostimulator)
ETIOLOGI …………… 4. Lingkungan fisis ( matahari), infeksi (bakteri, virus, protozoa), obat2an.
- bakteri / virus antigen mirip autoantigen atau berubah menjadi neoantigen - Mekanisme dg aktivasi sel B poliklonal / meningkatkan ekspresi MHC kelas I atau II. - UV menyebabkan efek apoptosis - Sinar UV berikatan dengan DNA kulit akan kompleks UV-DNA kulit bersifat lebih imunogenik dibanding DNA kulit UV-DNA masuk sirkulasi rangsang pembentukan anti DNA bereaksi dengan DNA epidermal kompleks imun difusi keluar pembuluh darah masuk membran basal nempel pada membran basal aktivasi komplemen respons inflamasi.
ETIOLOGI…………… - penyinaran UV pada membran sel kerusakan sel epidermis pelepasan antigen inti yang tidak terikat histon (antigen Ro/SS-A, Sm dan RNP) stimulasi pembentukan antibodi determinandifusi kebasal berikatan dengan antigen kompleks imun - Selanjutnya limfosit sitotoksik, sel natural killer(NK) mengikat antibodi dgn kontak langsung menghancurkan keratinosit melalui proses Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC) proses degenerasi vakuoler dan infiltrasi limfosit pada membran basal epidermis - Sinar UV berikatan dengan obatpercepat proses transkripsi dg hambat prosesmetilasi desregulasi fungsi sistem imun
Presentation 90% tired, arthritis, arthralgia 80% fever 70% hair loss, anemia, swollen lymph nodes 60% weight loss, malar rash 50% pleuritis, pericarditis, nephritis 40% sun light sensitivity SLE : 4 out of 11 ARA criteria (1982 / 1997) 1. Malar rash 2. Discoid lupus 3. Photosensitivity 4. Oral ulcers 5. Arthritis 6. Serositis (pleuritis or pericarditis) 7. Renal disorders (proteinuria or cellular casts) 8. Seizures or psychosis 9. Hemolytic anemia, leukopenia, lymphopenia or thrombocytopenia 10. Anti-DNA antibody, anti-Sm antibody or antiphospholipid antibody positive 11. Positive antinuclear antibody test (positive ANA)
13
Type III hypersensitivity reactions (Arthus Reaction) Antibody-Antigen Complexes
Critical mediators appear to be C5a-receptor and FcγγRIII--probably present on mast cells
PATOGENESIS………………. Faktor2 pencetus LES
Predisposisi genetik
Regulasi imun abnormal Hiperaktivitas limfosit B dan Th
Pembentukan autoantibodi Kompleks imun
SLE : kegagalan membersihkan sel apoptosis
Early apoptotic cell
Secondary necrotic cell In SLE
clearance by phagocytes no necrosis no danger signals no immune response
impaired clearance secondary necrotic cells danger signals inflammation exposure of autoantigens autoimmune reaction > ANA
MANIFESTASI KLINIS Kelelahan : 90% Demam : tanpa lekositosis, tidak menggigil Penurunan BB : akibat demam dan nafsu makan (-) Kulit : ruam kupu-kupu, lupus diskoid, eritema periungual, fotosensitivitas, alopesia, ulserasi mukosa Muskuloskletal : > 90%, poliartralgia dan artritis,tenosinovitis, miopati, nekrosis aseptik. Beda dgn AR : deformitas (-) Vaskular : fenomena Raynaud, retikularis livedo, trombosis, eritromilalgia, lupus profundus
MANIFESTASI KLINIS………… Jantung : perikarditis dan efusi, miokarditis, endokarditis Libman-Sacks Paru : pleuritis, pneumonitis basilar, atelektasis, perdarahan GI : biasanya akibat terapi KS, peritonitis, disfungsi esofagus, kolitis Hati, limpa, kelenjar : hepatomegali, splenomegali, limfadenopati sistemik / lokal Neurologi : seizure, psikosis, polineuritis, neuropati perifer Mata : eksudat, papiledema, retinopati Renal : GN, SN, hipertensi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM • Bervariasi , indikator inflamasi • Hematologi : - anemia sesuai dengan penyakit kronik (normositik, hipokrom), perdarahan GI dan hemolitik akibat pengobatan atau autoantibodi terhadap eritrosit - penurunan serum besi dan iron-binding capacity - hemolosis autoimun (karena ikatan antibodi IgG dan komplemen pada eritrosit uji Coombs) - lekopenia, limfositemia, neutropenia, trombositopenia, pemanjangan waktu aPTT dan protrombin - LED (non spesifik untuk proses inflamasi), meningkat - Sel LE dapat ditemukan
PEMERIKSAAN LAB………………… • Serologis : VDRL (+) palsu, CRP meningkat (menunjukkan proses inflamasi), CH50 (komplemen hemolitik total), C3, C4 menurun memantau aktivitas penyakit - ANA : Sensitivitas 95%, spesifisitas 50% - spesifik thdp Ag determinan yg berasal dari inti sel jaringan yang rusak - umumnya ditemukan 3 jenis ANA (ds-DNA, ss-DNA, RNA) - antigen RNA inti : Sm, RNP, Ro/SS-A, La/SS-B - ANA(+), anti ds-DNA(+), hipokomplemenemia:100% LES (Wallach,2000) - Ada pasien dgn ANA (-) lupus
PEMERIKSAAN LAB………………… • Sel LE : - sel netrofil yang masih berfungsi baik - menfagosit ekstraseluler LE body yang berasal dari materi inti sel netropil yang rusak - pemeriksaan sederhana, tapi sangat subjektif • Anti-dsDNA : - Ig spesifik thdp Ag dsDNA, spesifisitas tinggi, ditemukan pada 60-70% penderita - titer berhubungan dengan beratnya penyakit - berhubungan dengan GN • Anti-ssDNA : 70% penderita, tidak spesifik, dapat ditemukan pada LN dengan anti-dsDNA (-)
ANJURAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK LES
• • • • • • • • • • • • • • • •
Analisis darah tepi lengkap (darah besar dan LED) Sel LE Antibodi anti nuklear (ANA) Anti-dsDNA Autoantibodi lain (anti Sm, RF, antifosfolipid, antihiston dll) Titer komplemen C3, C4 dan CH50 Titer IgM, IgG, IgA Krioglobulin Masa pembekuan Serologi sifilis (VDRL) Uji Coombs Elektroforesis protein Kreatinin dan ureum darah Protein urin (protein total dalam 24 jam) Biakan kuman, terutama dalam urin Foto Rontgen dada
FREKUENSI DAN SPESIFISITAS ANA PADA LES Autoantibodi
Frekuensi (%)
Spesifisitas untuk LES
> 96 (*)
Rendah
ds-DNA
60-90
Sangat tinggi
ss-DNA
90
Rendah
Histon
50-70
Tinggi (**)
Sm (***)
10-30
Tinggi
Total RNP (***)
10-30
Rendah
UI RNP
10-30
Rendah
SS-A
25-60
Rendah
SS-B
15-30
Rendah
Protein P
10-35
Tinggi
Kardioloipin
20-30
Rendah
Antigen neural
35
Tinggi
RF
18
Rendah
ANA
•*Tergantung metode pemeriksaan dan populasi penelitian •**Terutama spesifik untuk drug-induced lupus •***Tumpang tindih antara LES, skleroderma, poliomielitis frekuensi meningkat pada LES dgn antibodi Sm dan RNP
Zolg, 1997
Significance and Frequency of Autoantibodies in SLE Antibody
Prevalence
Association
anti-ds DNA
73%
SLE (especially when disease is severe or involves the kidney or central nervous system)
anti-SSA (Ro)
40%
SLE(especially with cutaneous manifestations), Sjögren syndrome, neonatal lupus
anti-SSB (La)
10% to 15%
SLE, Sjögren syndrome, neonatal lupus
anti-Sm
20% to 30%
SLE
anti-RNP
15%
SLE, mixed connective tissue disease
Anti-cardiolipin
37%
anti-phospholipid antibody syndrome
PENATALAKSANAAN • Non farmakologis : edukasi, dukungan, istirahat, tabir surya, monitor ketat • Farmakologis : - Kortikosteroid - Imunomodulator (CPA, MMF, AZT, MTX, CYC) - Agen biologis : anti CD 20, LJP 394, anti B lymphocyte stimulator, blokade costimulator - Inhibisi Cytokine, anti malaria, Sex hormon, Estrogen - NSAID - Plasmapheresis - IVIG - Dialisis dan transplantasi ginjal
Initial management of SLE
Gottlieb, B. S. et al. Pediatrics in Review 2006;27:323-330 Copyright ©2006 American Academy of Pediatrics
PALATAL ERYTHEMA, ORAL ULCER
LUPUS NEONATAL • Neonatal lupus like skin lesion maternal auto AB dari ibu SLE • Klinis paralel dengan hilangnya maternal anti-Ro (SS-A) dari sirkulasi neonatus • Anti-Ro (SS-A) hemolytic anemia, trombocytopenia, dan congenital complete heart block (CCHB). • Anti-Ro (SS-A) dan anti-La (SS-B) pada ibu dg bayi CCHB dan 100 % pada neonatus dengan CCHB.