PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK PADA JERUK BATANG BAWAH UNTUK KETAHANANAN TERHADAP LAHAN MASAM (Genetic Diversity Improvement of Citrus Rootstock for Resistance on Acid Soil) M. Kosmiatin, A. Husni, R. Yunita1 dan C. Martasari2 1
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN 2 BALAI PENELITIAN TANAMAN JERUK DAN BUAH SUBTROPIKA
ABSTRAK Pengalihan fungsi lahan subur pertanian ke sektor lain membuat pengembangan pertanaman jeruk harus diarahkan ke pemanfaatan lahan-lahan marjinal yang banyak tersebar di Sumatra, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Jawa dan Maluku (± 50,94 juta ha). Keadaan ini menuntut para pemulia jeruk untuk menghasilkan varietas atau kultivar baru batang bawah (rootstock) yang toleran dan stabil di lahan masam. Salah satu teknik yang dapat diterapkan untuk mendapatkannya secara efektif dan efisien adalah dengan memanfaatkan teknologi kultur in vitro yang dikombinasikan dengan mutasi. Dengan teknologi ini perubahan sifatnya dapat dilakukan pada tingkat sel sehingga perubahannya dapat terekspresi di seluruh bagian tanaman. Teknik yang dapat diterapkan untuk mendapatkan perubahan sifat secara efektif dan efisien adalah dengan mensimulasi kondisi lahan masam pada media dengan Al dan pH rendah secara in vitro. Sel-sel mutan yang tahan dalam paparan Al dan pH rendah diregenerasikan dengan teknik embriogenesis somatik sampai diperoleh plantlet atau benih somatik. Teknik regenerasi ini dipilih untuk memastikan sifat ketahanannya bersifat genetik dan dapat diturunkan ke progeninya. Penelitian dilakukan di laboratorium kultur in vitro dan rumah kaca kelompok peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dari bulan Mei - September 2007. Induksi kalus embriogenik pada batang bawah JC dilakukan dengan mengkulturkan eksplan nuselus dan embrio muda pada berbagai formulasi media dengan media dasar MT dan MS yang dikombinasikan dengan NAA. Peningkatan keragaman genetik dilakukan dengan radiasi sinar gama cobalt cel 60 dengan dosis mutasi 0-3000 rad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi kalus yang embriogenik berhasil baik pada media MS+vitamin Morel+NAA7,5 mg/l+K0,5 mg/l+sukrosa 3%. Dosis radiasi yang masih memungkinkan untuk diregenerasi adalah 1000 rad sedangkan LD50 diperoleh dari dosis 3000 rad. Kata kunci : Jeruk batang bawah, keragaman genetik, in vitro, radiasi sinar gamma. ABSTRACT The change of function of fertile land for agriculture into other sectors has made citrus planting development directed to marginal lands usage, which were spread out in Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Java and Maluku (± 50,94 billions ha). This condition has Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
219
demanded the citrus breeder to produce new varieties or new cultivar of rootstock which are tolerant and stable in acid land. One technique that can be applied to obtain it effectively and efficiently was culture technology of in vitro which was combined with mutation. By using this technology, the characteristic change can be conducted in cell level so that the changing can be expressed in all parts of the plant. Technique which can be applied to obtain characteristic change effectively and efficiently was by simulating the acid land condition into media with Al and low pH by in vitro. The cells of mutants which were resistant in this Al and low pH then regenerated by somatic embryogenesis technique until planlets or somatic seeds were obtained. This regeneration technique was selected to ensure the vigor has genetical characteristic and can be descended to the progenies. Research was carried out in the laboratory of in vitro culture and greenhouse of researcher group of Biology Cell and Tissue of BB. Biogen from May to September 2007. Induction of embryonic callus on JC rootstock was conducted by culturing nucellus explant and young embryo on all kinds of media formulations while basic media MT and MS combined with NAA. The increase of genetic variation was conducted by gamma radiation of cobalt cell 60 with mutation dosage 0-3000 rad. Research result showed that induction of embryogenic callus was well succeed on media MS + vitamin Morel + NAA 7,5 mg/l + K 0,5 mg/l + sucrose 3%. Radiation dosage that enabled to be regenerated was 1000 rad while LD50 was obtained from dosage 3000 rad. Keywords : JC citrus rootstock, genetic varieties, in vitro, gamma radiation. PENDAHULUAN Produktivitas jeruk nasional dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan lahan marjinal yang banyak tersebar di kepulauan Indonesia. Berdasarkan atlas tataruang pertanian nasional, lahan marginal masam yang dapat digunakan untuk pengembangan tanaman tahunan seperti tanaman jeruk tersedia 50,94 juta ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, Maluku, Jawa dan Sulawesi (Makarim, 2005). Dalam sistem taksonomi tanah, tanah yang termasuk jenis podsolik merah kuning dan terdapat di lahan kering adalah Ultisols, Inceptisols dan Oxisols. Ketiga jenis tanah tersebut memiliki sebaran yang luas di Indonesia masing-masing 41,9 juta ha, 40,9 juta ha dan 14,1 juta ha (Mulyani et al., 2003) yang meliputi 32% dari lahan di Indonesia (Subagyo et al., 2000). Cara okulasi atau penempelan merupakan metode yang sudah baku dilakukan dalam perbanyakan jeruk secara komersial di Indonesia. Cara tersebut terdiri dari dua bagian penting, yaitu batang yang berasal dari kultivar yang bertanggung jawab terhadap produksi dan mutu buah yang dihasilkan sedangkan batang bawah berasal dari kultivar lain yang bertanggung jawab terhadap kemampuan sistem perakarannya dalam mengeksploitasi kondisi lahan dan lingkungan yang tidak menguntungkan. Pemanfaatan lahan marjinal
220
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
menuntut para pemulia tanaman jeruk untuk menghasilan varietas atau kultivar baru batang bawah (rootstock) yang toleran terhadap cekaman abiotik di lahan marginal. Selain mempunyai sifat kompatibilitas genetik yang tinggi dengan batang atas (scion), tahan penyakit serta mempunyai sistem perakaran yang bagus, batang bawah juga harus mempunyai keunggulan lain seperti toleran terhadap lahan marginal (keracunan aluminiumAl dan pH rendah). Keracunan Al terjadi apabila konsenterasi Al dalam tanaman pada fase vegetatif >100 ppm Al, sedangkan normalnya berkisar antara 15-18 ppm Al yang terakumulasi di ujung akar tempat terjadinya pembelahan dan pemanjangan sel. Pada tanah masam oksisol dan Ultisol, memiliki kejenuhan Al >30%, pH tanah <5, konsentrasi Al dalam larutan tanah >12 mg Al L-1. Tanahnya juga memiliki daya ikat kuat terhadap hara P dan ketersediaan P rendah (Makarim, 2005). Untuk memecahkan permasalahan tersebut pada lahan masam secara konvensional biasanya diatasi dengan cara pemberian kapur “CaCO3” (Delhaije dan Ryanm 1995) serta pemberian bahan organic dan pemupukan (Adiningsih dan Sudjadi, 1993). Cara tersebut sulit diadopsi oleh petani kecil karena memerlukan biaya yang mahal, tidak efisien karena harus sering diulang dalam interval waktu tetentu akibat pencucian oleh air hujan (Nirmala, 1999; Mulyani et al., 2003). Dengan demikian, penggunaan jenis atau kultivar tanaman yang toleran terhadap tanah masam untuk batang bawah merupakan cara yang paling efektif dan efisien untuk mengatasi pengembangan pertanian di lahan masam sehingga biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin. Japansche citroen (JC) adalah salah satu jenis batang bawah jeruk yang digunakan di Indonesia. Jenis ini paling banyak digunakan petani sebagai batang bawah karena tingkat kompatibilitasnya dengan batang atas sangat tinggi dan sistem perakarannya juga bagus, tetapi tidak tahan terhadap cekaman Al dan pH rendah. Untuk mendapatkan jenis atau kultivar tanaman jeruk batang bawah yang toleran terhadap keracunan aluminium dan pH rendah secara efisien dan efektif di lahan masam dapat dilakukan melaui kultur in vitro. Kombinasi fisik (irradiasi) dengan kimia (simulasi Al dengan pH rendah) terhadap jutaan populasi sel embriogenik varietas JC dalam media in vitro merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien yang dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman batang bawah jeruk unggul yang toleran terhadap keracunan Al dan pH rendah di lahan masam karena aplikasinya lebih mudah dan merata di seluruh media sehingga terhindar dari escape pada saat penyaringan. Dengan demikian, hanya sel yang benar-benar tahan terhadap deraan Al dan pH masam yang dapat tumbuh dan berkembang membentuk tanaman utuh atau benih somatik/plantlet.
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
221
Regenerasi sel-sel mutan yang toleran terhadap Al dalam media dengan pH rendah melalui jalur embriogenesis somatik memberikan peluang yang tinggi untuk mendapatkan mutan tanpa kimera karena berasal dari sel tunggal sehingga sifat ketahanannya lebih pasti (Witjaksono dan Litz, 2003). Toleransi yang diperoleh dari seleksi in vitro dengan embriogenesis dapat dipertahankan pada tanaman regenerannya di lapang (Jayasankar et al., 2001). Toleransi tersebut berkaitan dengan kemampuan individu tersebut mengeluarkan senyawa tertentu dalam proses fisiologis. Tingkat toleransi tersebut juga dapat dibuktikan dengan adanya polimorfisme antara yang toleran dan yang peka (Jayasankar et al., 1998). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan regenerasi sel embriogenik dan dosis radiasi untuk mendapatkan populasi sel embriogenik mutan yang dapat beregenerasi untuk peningkatan keragaman pada jeruk batang bawah jenis JC untuk ketahanan di lahan masam. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium kultur in vitro dan rumah kaca kelompok peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dari bulan Mei - September 2007. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah muda jeruk batang bawah jenis JC ukuran 1,5-2 cm yang berasal dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (BALITJESTRO). Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu Induksi kalus embriogenik dan regenerasinya serta peningkatan keragaman genetik dengan mutasi radiasi sinar gamma. Induksi Kalus Embriogenik dan Regenerasinya Buah muda JC dengan diameter 1,5-2,5 cm, dicuci dengan detergen, kemudian direndam dalam alkohol 96%. Buah kemudian disterilkan dengan cara dibakar pada lampu bunsen sebanyak 2-3 kali. Buah steril kemudian di kupas untuk mengisolasi biji. Isoalasi embrio dan nuselus dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 30-40x. Embrio dan nuselus muda yang berasal dari 100 buah muda JC dikulturkan pada formulasi media untuk menginduksi pembentukan kalus embriogenik. Pada seri pertama induksi kalus dilakukan pada formulasi media: MT+ NAA 10mg/l+Kinetin 0,5mg/l+Ekstrak malt 500mg/l+Sukrosa3%; MS+ vitamin Morrel+NAA 10 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+ Sukrosa 3%; MS+vitamin Morrel + Sukrosa 3%.
222
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
Optimasi pembentukan kalus embriogenik dilakukan pada seri kedua induksi kalus embriogenik. Formulasi media yang dicoba adalah : MT+NAA 7,5 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+Sukrosa 3%; MT+NAA 10 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+Sukrosa 3%; MT+NAA 12,5 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+Sukrosa 3%; MS+vit Morrel+NAA 7,5 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+Sukrosa 3% ; MS+vit Morrel+NAA 10 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+Sukrosa 3%; MS+vit Morrel+NAA 12,5 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+Sukrosa 3%. Kalus yang terbentuk disubkultur pada media terbaik induksi kalus, untuk perbanyakannya. Pengamatan dilakukan terhadap persentase keberhasilan pembentukan kalus dan tipe kalus yang terbentuk (visual). Peningkatan Keragaman Genetik Dengan Mutasi Radiasi Sinar Gamma Kalus embriogenik yang terbentuk disubkultur pada media MS ½ kemudian diradiasi dengan radiasi sinar gamma cobalt 60 di PAIR, BATAN. Kalus kemudian di subkultur kembali ke media pemulihan yaitu media MS+vit Morrel+NAA 7,5 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l+Sukrosa 3%. Pengamatan dilakukan terhadap persentase kalus yang hidup dan mampu beregenerasi setelah diradiasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Induksi Kalus Embriogenik dan Regenerasinya Pada awal penelitian embrio dan nuselus jeruk dikulturkan pada media MS dengan penambahan BA seperti yang biasa dilakukan pada berbagai jenis jeruk batang atas dalam menginduksi pembentukan kalus embriogenik (Mendez-da-Gloria et al., 2000). Eksplan batang bawah ternyata tidak respon terhadap formulasi media dengan penambahan BA, eksplan tidak mati (ditandai dengan hijaunya jaringan eksplan) tetapi tidak ada satupun yang membentuk kalus. Untuk itu eksplan tersebut disubkultur pada beberapa formulasi media seri pertama induksi kalus. Setrelah 8 minggu terlihat respon dari beberapa eksplan dalam pembentukan kalus (tabel 1). Pada media dengan penambahan NAA kalus berhasil diinduksi sedangkan pada media tanpa penambahan NAA tidak berhasil menginduksi pembentukan kalus.
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
223
Tabel 1. Persentase Pembentukan Kalus Embriogenik dari Eksplan Jeruk JC Pada Formulasi Media Dengan Penambahan NAA dan Kinetin, 8 Minggu Setelah Sub Kultur. (Percentage of Embryonic Cally Formation from JC Explants on Media Formulation by NAA and Kinetin Added 8 Weeks After Subculture) Formulasi Media
% Pembentukan Kalus
MT+NAA 10 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l
35,14
MS+vitamin Morrel+NAA 10 mg/l+Kinetin 0,5 mg/l
76,47
%: MS+vitamin Morrel
0
Berdasarkan hasil tersebut, maka induksi kalus dilakukan kembali dengan menggunakan sumber eksplan embrio dan nuselus yang dikulturkan pada media dengan kobinasi NAA pada berbagai konsentrasi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penggunaan NAA dan penggunaan vitamin morrel berhasil menginduksi kalus dengan hasil yang lebih baik dibanding induksi kalus I. Hasil induksi kalus II disajikan pada tabel 2. Gambar 1 menampilkan perkembangan eksplant nuselus (kiri) dan embrio muda (kanan) pada media MS+vit morrel+N7,5+K0,5. Tabel 2. Persentase Pembentukan Kalus Jeruk Batang Bawah Dengan Eksplan Nuselus dan Emdrio Muda Pada Berbagai Formulasi Media. (Percentage of JC Cally Formation from Nucellus and Young Embryo Explants on Various Media) Formulasi Media (mg/l) MT+N7,5+K0,5
Eksplan
% Pembentukan Kalus
Visual Biakan
embrio
29,41
Kalus putih hijau, remah
MT+N10+K0,5
73,33
Kalus putih, remah
MT+N12,5+K0,5
100,00
Kaluscoklat kompak
MS+vit morrel+N7,5+K0,5
61,54
Kalus putih hijau,remah
MS+vit morrel+N10+K0,5
73,68
Kalus putih, remah
MS+vit morrel+N12,5+K0,5
85,71
Kalus coklat kompak
78,26
Kalus putih, remah
MT+N10+K0,5
35,29
Kalus putih, remah
MT+N12,5+K0,5
60,0
Kalus putih,kompak
MS+vit morrel+N7,5+K0,5
80,00
Kalus putih hijau, remah
MS+vit morrel+N10+K0,5
70,00
Kalus putih, remah
MS+vit morrel+N12,5+K0,5
56,52
Kalus putih, kompak
MT+N7,5+K0,5
nuselus
Keterangan: N = NAA; K = Kinetin; vit = vitamin
224
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
Gambar 1. Perkembangan Eksplan Nuselus (kiri) dan Embrio Muda (kanan) Pada Media MS + vit morrel + N7,5 + K0,5.. (Developing of Nucellus Explant (left) and Young Embryo (right) on MS + vit morrel + N7,5 + K0,5 Media)
Dari tabel 2 terlihat bahwa penggunaan eksplan embrio memberikan persentase induksi kalus tertinggi pada media dengan penambahan NAA 12,5 mg/l tetapi kalus yang dihasilkan tipenya kompak dan berwarna kecoklatan, sedangkan kalus dengan penambahan NAA dengan konsentrasi lebih rendah menghasilkan kalus dengan tipe lebih remah (friable) dengan warna putih kehijauan, umumnya tipe kalus seperti ini lebih mudah diregenerasikan dibandingkan tipe kompak dengan warna kecoklatan. Kalus dari eksplan nuselus menghasilkan tipe kalus yang relatif sama, kalus putih remah, kecuali pada media dengan penambahan vitamin morel dan NAA 7,5 mg/l dimana kalusnya berwarna potih kehijauan. Peningkatan Keragaman Genetik dengan Mutasi dan Regenerasinya Kalus embrionik yang terbentuk disubkultur ke media terbaik induksi kalus kemudian kalus diradiasi dengan dosis 0, 1000, 2000 dan 3000 rad. Radiasi dilakukan dengan radiasi sinar gamma cobalt 60 di Pusat Aplikasi iiradiasi dan radiasi BATAN Jakarta. Kalus yang sudah diradiasi di subkutur ke media pemulihan untuk melihat pengaruh dosis radiasi pada kalus. Pertumbuhan kalus setelah 4 minggu setelah diradiasi pada media pemulihan disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Radiasi Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Jeruk Batang Bawah. (Effect of Gamma Irradiation Treatment on Developing and Growing of JC Cally) Perlakuan Radiasi (Krad)
% Kalus Putih
% Kalus Coklat
Σ Tunas
R0
86,67
13,33
0
R1
57,45
42,55
4
R2
53,85
46,15
0
R3
42,31
57,69
0
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
225
Dari tabel 3 terlihat bahwa radiasi hingga dosis 3000 rad pada kalus JC dengan tipe remah yang berwarna putih kehijauan dapat tetap hidup hingga 40%. Kalus yang mencoklat tertinggi diperoleh dari dosis 3000 rad. Pada kalus yang diradiasi pada dosis 1000 rad meskipun 42,55% kalus mencoklat tetapi dari kalus yang bertahan hidup justru tumbuh bakal tunas, sementara pada kalus yang tidak diradiasi, bakal tunas belum terinduksi (Gambar 1). KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : -
Induksi kalus pada jeruk JC dapat dilakukan dengan eksplan embrio dan nuselus muda dengan hasil yang relatif sama.
-
Media terbaik untuk menginduksi kalus adalah media MS + vitamin MW + NAA 7,5 mg/l + Kinetin 0,5 mg/l.
-
Dosis radiasi 3000 rad menghasilkan 50% kematian pada eksplan, sementara dosis 1000 rad justru meningkatkan kemampuan eksplan untuk beregenerasi. DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J dan M Sudjadi. 1993. Peranan Sistem bertanam lorong (Alley Cropping) dalam meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering masam. Pp. 33-40. Risalah Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor Delhaize. 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant Physiology. 107:315-321 Delhaize, E, P R Ryan and P J Randal. 1993. Aluminum tolerance in Wheat (Triticum aestivum L.): Aluminum-stimulated excretion of malic acid from roots apices. Plant Physiology 10:695-702 Jayasankar S, Z Li and D J Gray. 2001. In vitro selection of Vitis vinifera “Chardonay” with Elsinoe anapelina Culture filtrate is accompanied by fungal resistance enhanced secretion of chitinase. Planta 211: 200-208 Jayasankar, S, R E Lietz, R J Schenell, A Cruz and Z Hernandez. 1998. Embryogenic mango cultur selected for resistance to colletotrichum gloeosoorides cultur filtrate show variation in random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers. In vitro cell. Dev Biol Plant. 34:112-116 Kasim, N, D Sopandie, M Jusuf dan S Harran. 2000. Eksudasi asam organik sebagai salah satu mekanissme toleransi tanaman kedelai yang dicekam aluminum. Pp. 309-315 Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Bioteknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
226
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
Kollmeier, M, P Dietrich, C S Bauer, W J Horst and R Hedrich. 2001. Aluminum activates a citratepermeable anion channel in the aluminum-sensitive zone of the maize root apex. A comparison between an Aluminum sensitive and an Aluminum-resistant cultivar. Plant Physiology, 126:397410 Makarim, A K. 2005. Cekaman abiotik utama dalam peningkatan produktivitas tanaman. Makalah dalam Seminar Nasional Pemanfaatan Bioteknologi untuk mengatasi cekaman abiotik pada tanaman.15 hal. BB BIOGEN, Bogor, 22 September Martias, 2004. Respon pertumbuhan bibit jeruk JC terhadap pemberian CaCO3 dan pupuk P pada tanah Ultisol. J. Hort. 14 (1):33-40. Mendez-da-Gloria, F J, F d A A M Filho, L E A Camargo and B M J Mendez. 2003. Caipira sweet orange + Rangpur lime: a somatic hybrid with potential for use as rootstock in the brazillian citrus industry. Genet. Mol. Biol 23(3):2000-2009 Miyasaka, S C, J G Buta, R K Howell and C D Foy. 1991. Mechanism of Aluminum tolerance in Snapbeans: Root exudation of citric acid. Plant Physiology, 96: 737-743 Mulyani, A, Hikmatullah dan H Subagyo. 2003. Karakteristik dan Potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. Pp. 1-23. Makalah dalam Simposium Nasional Penggunaan Tanah masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor Nirmala, R. 1999. Evaluasi variasi somaklonal tomat toleran Alumunium dalam kultur in vitro dan in vivo. Disertasi program Doktor. ITB. Bandung Puslitbanghor. 2003. Tata cara produksi benih inti dan benih penjenis jeruk. Badan Litbang Pertanian. Puslitbanghor. 11 hal Samac, D A and M Tesfaye. 2003. Plant Improvement for tolerance to aluminumin acid soils-A review. Plant Physiology, 75: 189-207.
Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
227