Warta
BIOGEN
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
BERITA UTAMA
H
ama ulat yang menyerang tanaman bawang, khususnya bawang merah, merupakan salah satu hama yang ditakuti para petani. Bahkan untuk mengendalikannya, petani harus mengeluarkan biaya cukup banyak untuk menyemprotkan insektisida berulang kali. Akibatnya, tidak saja petani harus mengeluarkan biaya ekstra tetapi juga makin lama makin mencemari lingkungan. Oleh karena itu, saat ini sedang diteliti berbagai metode yang bisa mengendalikan ulat bawang yang ramah lingkungan.
Warta
Biogen
Penanggung Jawab Kepala BB-Biogen Sutrisno
ISSN 0216-9045
Temu Wicara Pemanfaatan Feromon-Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang (Spodoptera exigua) di Brebes Pada hari Kamis, 20 Juli 2006, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BBBiogen) bekerjasama dengan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes menyelenggarakan Temu Wicara untuk mengenalkan metode pemanfaatan feromon seks untuk mengendalikan ulat bawang (Spodoptera exigua). Acara ini dibuka oleh Kepala BB-Biogen yang diwakili oleh Kepala Bidang KSPHP dan dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes, Asisten 2 Setda Kabupaten Brebes, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Brebes, wakil dari lembaga penelitian lingkup Badan Litbang Pertanian, Camat, Lurah, Kepala Desa, PPL, PHP, Mantri
Tani, Kelompok Tani, dan petani, khususnya petani Desa Limbangan. Penggunaan feromon serangga merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam program pengelolaan hama terpadu (PHT). Di beberapa negara dan terhadap jenis serangga tertentu, penggunaan feromon berhasil mengendalikan serangga hama. Feromon merupakan senyawa kimia atau campuran dari beberapa senyawa yang dikeluarkan oleh satu individu yang dapat mempengaruhi perilaku individu lain dalam satu spesies. Apabila feromon tersebut mempengaruhi perilaku kawin maka disebut feromon seks. Pada sebagian besar kelompok serangga, feromon seks diproduksi dan dilepaskan oleh serangga betina dewasa untuk menarik serangga jantan sejenis.
Redaksi Karden Mulya Joko Prasetiyono Ika Roostika Tambunan Ida N. Orbani Alamat Redaksi Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian BB-Biogen Jl. Tentara Pelajar 3A Bogor 16111 Tel. (0251) 337975, 339793 Faks. (0251) 338820 E-mail:
[email protected]
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
1
Serangga jantan yang mendapat pesan feromon seks akan terangsang, terbang mencari sasaran serangga betina, dan kemudian kawin. Apabila feromon buatan dioleskan pada seutas tali dan digantung di atas kebun, maka dapat dibayangkan serangga jantan akan mendatangi dan mengawininya. Otomatis serangga betina tidak dikawini, lalu akhirnya mati. Feromon serangga dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan serangga hama baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu digunakan sebagai monitoring serangga hama, perangkap massal, pengganggu perkawinan, dan kombinasi feromon sebagai bahan penarik dengan insektisida atau patogen serangga. Beberapa contoh pengendalian serangga hama dengan menggunakan feromon yang telah dilakukan di beberapa negara antara lain Spodoptera litura (tabacco cutworm), S. exigua (beet armyworm), Plutella xylostella (diamondback moth), Trichoplusia ni (cabbage looper), Helocoverpa armigera (tomato fruit worm), Agrotis ipsilon (black cutworm), H. assluta (oriental tobacco budworm), Chilo suppressalis (rice stem borer), Cylas formicarius (sweetpotato wevil). Hampir semua jenis serangga hama tersebut juga merupakan hama penting pada tanaman pertanian di Indonesia, sehingga ada kemungkinan juga dapat digunakan di Indonesia. Adanya keragaman feromon dan perilaku kawin di dalam satu spesies serangga (intra-species), mengharuskan kita untuk mengkaji secara mendalam tentang identifikasi feromon serangga hama yang ada di Indonesia dan pemanfaatan-
nya dalam pengelolaan serangga hama
P
Ekspose Biogen 2006
emanfaatan produk bioteknologi molekuler tidak saja melibatkan pengembangan teknologi itu sendiri, tetapi kebijakan-kebijakan dalam pengaturan pemanfaatan dan keamanan produk bioteknologi modern menjadi masalah yang perlu ditangani dan diintegrasikan da-
2
Pemanfaatan feromon seks dalam pengendalian hama di lapang sangat aman karena sifat senyawa yang selektif, yaitu hanya menarik spesies hama tertentu, tidak beracun, tidak diaplikasikan langsung ke tanaman atau tanah, dan hanya digunakan dalam jumlah yang relatif sangat kecil (beberapa miligram setiap hektar). Feromon buatan ini sangat mudah pengaplikasiannya dan dapat bertahan sampai tiga bulan. Sayang harganya mahal sekali. Bila diimpor dari luar negeri pasti tidak ada yang beli karena jatuh harganya akan jauh lebih mahal dengan biaya pestisida. Lain dengan di Jepang, karena harganya hampir sama dengan harga pestisida orang sana lebih suka menggunakan hormon feromon buatan ini. Apalagi pasar lebih tertarik pada bahan pangan yang tidak mengandung pestisida. Doktor I Made Samudra, adalah peneliti BB-Biogen yang mengembangkan feromon ini, sebagai lanjutan dari penelitian doktoralnya di Jepang. Penggunaan feromon di luar negeri sudah cukup banyak karena aman dan mudah. Ternyata dengan mengembangkan feromon saja mampu melakukan pengendalian hama tanpa merusak ekosistem lainnya. Kalau kita bisa mengidentifikasi senyawa-senyawa feromon yang dimiliki oleh serangga betina maka kita bisa membuat feromon sintetik untuk menarik serangga jantan. Harganya jauh lebih murah dibandingkan menggunakan pestisida.
lam penyusunan kebijakan pengembangan bioteknologi Indonesia terutama dalam mensikapi lingkungan global. Aksebilitas terhadap sumber daya genetik pertanian, informasi, dan teknologi perlu ditata
Formula feromon seks ini baru diteliti dan dikembangkan oleh BBBiogen dan diberi nama FeromonExi, dicoba digunakan bersama perangkap serangga di lahan petani bawang merah di Desa Limbangan Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes seluas 1 ha. Penggunaan feromon seks ini akan memerangkap serangga jantan sehingga tidak bisa membuahi telur serangga betina. Sebanyak 22 trap dipasang di lahan seluas 5000 m2, pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Hasilnya ternyata cukup bagus, dalam satu hari sekitar 3000 serangga jantan terperangkap. Penggunaan feromon seks ini juga mengurangi frekuensi penyemprotan insektisida. Kalau tidak menggunakan feromon seks, penyemprotan insektisida dilakukan sampai 15 kali tetapi di lahan yang dipasang perangkap hanya dilakukan 3 kali penyemprotan, yaitu untuk mengendalikan ulat pengorok daun yang bukan hama target feromon seks. Dari hasil temu wicara, ternyata respon petani sangat baik terhadap uji coba ini. Selain petani dari Desa Limbangan Kulon, ternyata petani dari desa lain di Kabupaten Brebes juga mengharapkan produk ini dapat segera diedarkan secara resmi dan tersedia setiap saat dibutuhkan. Saat ini sudah banyak permintaan dari petani untuk membeli feromon, tetapi permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara resmi karena sebelum diperdagangkan, feromon harus mendapat persetujuan penggunaan dari Komisi Pestisida. Joko Prasetiyono dan Ida N. Orbani
dalam suatu tatanan yang menempatkan aset nasional sebagai salah satu sumber dalam pembangunan nasional. Dengan demikian, kekayaan sumber daya genetik pertanian yang menjadi salah satu bahan da-
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
lam pengembangan teknologi dan penguasaan teknologi yang merupakan aset nasional harus merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain dalam pengembangan bioteknologi. Keamanan pemanfaatan produk rekayasa genetik tidak saja menjadi jaminan keamanan terhadap pemakai tetapi juga memberikan peluang untuk dikembangkan secara berkelanjutan. Selain itu, keberadaan institusi BB-Biogen serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan bioteknologi dan sumber daya genetik pertanian perlu disosialisasikan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat umum. Promosi harus dilakukan secara terencana, efisien, dan efektif, yaitu dengan membuat berbagai bahan cetakan, membuat visualisasi atau vidio clip unit kerja, siaran di TV atau radio, dan pameran. Pameran merupakan salah satu sarana promosi untuk memperkenalkan keberadaan Badan Litbang Pertanian dan inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh unit kerjanya. Sebagai salah satu unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, BB-Biogen juga turut berpartisipasi dalam pameran yang dikoordinir/diselenggarakan oleh Badan Litbang Pertanian maupun yang diselenggarakan oleh BB-Biogen. Selain berpartisipasi pada pameran yang dikoordinir atau diselenggarakan Badan Litbang Pertanian, BB-Biogen juga menyelenggarakan Ekspose Biogen 2006 di Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu pada tanggal 23-25 Agustus 2006. Kegiatan yang diselenggarakan selama ekspose berlangsung adalah 1. 2. 3. 4.
Seminar Lokakarya Openhouse Lomba.
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
International Seminar on the Status and Prospect of Modern Agricultural Biotechnology: Research and Development, Regulation and Intellectual Property Right Seminar diselenggarakan di Auditorium Dr. M. Ismunadji pada tanggal 23-24 Agustus 2006. Pada seminar dipresentasikan dan didiskusikan 13 kertas kerja berkaitan dengan perkembangan, status pemanfaatan, dan pengaturan pemanfaatan produk bioteknologi modern di bidang pertanian (Tabel 1). Pada pembukaan seminar Kepala Badan Litbang Pertanian menyampaikan bahwa seminar merupakan momen penting untuk mengupdate pengetahuan kita tentang kemajuan bioteknologi yang telah dicapai di dalam dan luar negeri sehingga kita mampu introspeksi diri seberapa jauh kita telah melangkah jauh ke depan atau sebaliknya seberapa jauh kita ketinggalan dari kemajuan negara lain. Hal itu akan
menjadi dasar pijakan kita untuk menyusun strategi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan pertanian ke depan secara lebih realistis, efektif, dan efisien. 1. Prof. Dr. Atsuhiko Shinmyo (Nara University, Jepang) menyampaikan bahwa sampai dengan abad ke-20 minyak bumi merupakan sumber utama energi aktivitas manusia. Persediaan minyak yang semakin menipis dan penurunan kualitas lingkungan (polusi CO dan zat racun lainnya), mendorong untuk mencari sumber alternatif energi. Tanaman merupakan suatu biodegradable factory yang memiliki keuntungan sebagai sumber yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan (memanfaatkan CO2 dalam proses fotosintesis). Teknik rekayasa genetik menawarkan berbagai cara untuk meningkatkan kapasitas tanaman sebagai pabrik antara lain mengarahkan produk metabolit, memperpendek siklus produksi,
Tabel 1. Kertas kerja yang dipresentasikan pada International Seminar on the Status and Prospect of Modern Agricultural Biotechnology: Research, Regulation, and Intelectual Proverty Rights. Enhancement and Control of Transgene Expression in Higher Plants (Prof. Atsuhiko Shinmyo, Dr. Eng.; Nara University Japan) Rice Genomic (Dr. Hei Leung; International Rice Research Institute, Phillipine) The Use of Plants for Molecular Farming (Dr. Arief Witarto; Indonesian Institute of Science) Genetic Engineering for Abiotic and Biotic Stresses at IAARD (Dr. Sutrisno; Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development) Biotechnological Approaches for Developing Improved Rice Varieties for Marginal Lands (Dr. Abdelbagi Ismail; International Rice Research Institute, Phillipine) The Role of Genetic Engineering for Vaccine Production (Dr. Debby Sofie Retnoningrum; Bandung Technology University) Global Status of GM Crops and Networking (Dr. Randy Hautea; International Service for Acquisitional Agrobiotech Application, USA) Biotechnology Development and Regulations in ASEAN (Mr. Kevin Eke; CropLife Regional Asia-Pacific, Singapore) Agricultural Biotechnology Training and Capacity Building Programs at Michigan State University-USA (Prof. Dr. Karim Maredia and Dr. Cholani Weebadde; Michigan State University, USA) Biosafety Regulation in Indonesia (Dr. M. Herman; Indonesian Center for Agricultural Biotechnonology and Genetic Resources Research and Development) Intellectual Property Right in Agricultural Biotechnology (Dr. Sugiono Moeljopawiro; Indonesian Center for Agricultural Biotechnonology and Genetic Resources Research and Development) Assessing the Cost of Biosafety Regulations in Different Countries (Dr. Jose F. Zepeda; International Food Policy Research Institute, USA) The Cost of Research and Development for Producing Transgenic Crop and Its Biosafety Regulation Compliance in Indonesia (Dr. Bahagiawati A.H.; Indonesian Center for Agricultural Biotechnonology and Genetic Resources Research and Development)
3
dan meningkatkan kapasitas produksi. 2. Dr. Hei Leung (IRRI) menyampaikan bahwa perkembangan mutakhir di bidang bioteknologi modern membuka peluang untuk lebih memahami peran gen dalam aktivitas biologi. Penerapan potensi bioteknologi molekuler pada padi melahirkan bidang rice functional genomic. Bidang ini memberikan implikasi luas tidak saja dalam pemahaman fungsi-fungsi gen tetapi secara praktis mempercepat terobosanterobosan dalam perbaikan sifat tanaman. Potensi besar tersebut memerlukan tim peneliti yang kuat, ketersediaan dana, dan prioritas serta arah penelitian yang jelas. 3. Dr. Arif Witarto (LIPI) menawarkan teknologi memanfaatkan tanaman tembakau sebagai pabrik untuk memproduksi senyawasenyawa farmasi. Dari berbagai produk yang dapat diproduksi pada tembakau, LIPI memfokuskan pada upaya memproduksi human soluble albumin, interferon α2, dan M12 antigen. Di samping LIPI, diinformasikan pula bahwa ITB mencoba memanfaatkan tanaman sayuran dan tebu untuk memproduksi senyawa farmasi. 4. Dr. Sutrisno (BB-Biogen) menyampaikan bahwa dalam memecahkan kendala ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah produk pertanian, dan kesejahteraan petani, salah satu kebijakan Badan Litbang Pertanian adalah memanfaatkan bioteknologi modern (termasuk rekayasa genetik). Badan Litbang Pertanian memiliki kapasitas sumber daya manusia dan fasilitas penelitian yang mendukung kegiatan-kegiatan pemanfaatan bioteknologi modern untuk tujuan di atas. Tiga unit kerja di lingkup Badan Litbang Pertanian bekerja pada bidang rekayasa genetik, yaitu BB-Biogen, Balitsa, dan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Enam pene-
4
litian perakitan tanaman transgenik di BB-Biogen, yaitu pada padi, pepaya, tomat, dan kentang masih berlangsung pada tahap pengujian di fasilitas uji terbatas dan di screenhouse. 5. Dr. Abdelbagi Ismail (IRRI) menyampaikan bahwa IRRI memfokuskan perbaikan varietas untuk lahan marjinal pada tiga hal (1) salinitas, (2) kahat unsur P, dan (3) genangan (submergence). Strategi yang ditempuh adalah memanfaatkan teknologi marka molekuler untuk mempelajari dasar-dasar toleransi, mengidentifikasi sumber-sumber gen yang berkaitan dengan sifat yang diinginkan pada plasma nutfah padi, dan memanfaatkan marka molekuler dalam program perbaikan varietas. Tiga wilayah yang berbeda pada kromosom padi diidentifikasi menentukan toleransi padi terhadap salinitas, kahat unsur P, dan penggenangan, yaitu: a. Saltol, satu wilayah pada kromosom 1 yang diperoleh dari persilangan IR29 dengan Pokkali diidentifikasi menentukan toleransi padi terhadap salinitas. b. Pup1, satu wilayah pada kromosom 12 yang diperoleh dari persilangan Nipponbare dengan Kasalath diidentifikasi menentukan toleransi padi terhadap kahat unsur P. c. Sub1, satu wilayah pada kromosom 9 diidentifikasi menentukan sifat toleransi padi terhadap genangan (submergence). Wilayah ini memiliki subwilayah, salah satu di antaranya adalah subwilayah Sub1-A-1, yang spesifik pada padi indica. Salah satu program yang sedang dikembangkan berkaitan dengan pemanfaatan wilayah pup1 untuk Indonesia, adalah penggabungan sifat toleransi kahat unsur P dengan sifat tahan penyakit blas.
6. Dr. Debby S. Retnoningrum (ITB) menyampaikan bahwa vaksinasi merupakan strategi yang sudah terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit infektif pada manusia. Produksi vaksin dengan metode klasik memiliki beberapa kelemahan. Untuk itu, pendekatan modern melalui teknologi rekayasa genetik memberikan jawaban yang memuaskan. Melalui pendekatan rekayasa genetik, vaksin dapat dibuat di tanaman tembakau, kentang, tomat, kacang-kacangan/sereal, atau alfalfa. 7. Dr. Randy Hautea (ISAAA) menginformasikan bahwa penanaman tanaman transgenik pada tahun 2004-2005 mengalami peningkatan luas areal sebesar 11% yang dibudidayakan di 21 negara. Tanaman transgenik yang paling banyak dibudidayakan adalah kedelai (54,4 juta ha), jagung (21,2 juta ha), kapas (9,8 juta ha), dan canola (4,6 juta ha). Tanaman transgenik yang dibudidayakan memiliki sifat toleran terhadap herbisida (63,7 juta ha), tahan serangga hama (16,2 juta ha), atau keduanya (10,1 juta ha). Pengalaman budi daya kapas Bt di India menunjukkan bahwa kapas transgenik ini kompatibel dengan teknologi pengendalian hama terpadu (PHT), bahkan dapat meningkatkan hasil kapas pada sistem PHT dan mengurangi pemakaian insektisida sebesar 80 kg bahan aktif per ha, sehingga pendapatan petani nyata meningkat. 8. Mr. Kevin Eke (CropLife, Singapura) menyampaikan bahwa keuntungan finansial bagi petani karena adanya kenaikan hasil dan pengurangan biaya usahatani dan keuntungan terhadap lingkungan dari pengurangan pemakaian insektisida diperoleh petani kapas transgenik di USA, China, Argentina, Afrika Selatan, India, Meksiko, dan Australia. Kebijakan yang mendorong tumbuhnya investasi adalah kebijakan yang (1) mendorong adanya
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
kolaborasi antara institusi publik dan swasta dan transfer teknologi lokal, (2) kebijakan yang dapat diprediksi, teratur waktunya, berdasarkan kajian ilmiah, dan dengan biaya efektif berdasarkan standar internasional, dan (3) model bisnis yang efisien yang memungkinkan terjadi pengembalian investasi yang reasonable. Rekayasa genetik menawarkan berbagai kemungkinan dalam meningkatkan hasil pertanian, namun langkah selanjutnya dalam mengimplementasikan manfaatnya membutuhkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Pihak swasta dapat berperan aktif dalam kondisi adanya suatu kebijakan yang menguntungkan semua pihak. 9. Dr. Cholani Weebade (MSU, USA) menjelaskan berbagai fasilitas dan program dari MSU dalam kaitannya dengan pengembangan kapasitas SDM dan litbang bioteknologi modern. MSU melakukan penelitian dasar dalam perakitan tanaman transgenik yang selanjutnya ditransfer ke pihak swasta untuk didistribusikan ke petani. Hal ini ditempuh mengingat investasi untuk komersialisasi tanaman transgenik mahal. MSU menyiapkan program alih teknologi kepada pihak swasta, pendidikan dan pelayanan bagi petani. Di samping itu, MSU memberikan perhatian yang cukup besar pada komoditas minor di mana pihak swasta kurang berminat. MSU juga senantiasa membangun kerja sama baik pada tataran regional maupun internasional. 10. Dr. M. Herman (BB-Biogen) menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemanfaatan produk rekayasa genetik (PRG) baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan bersama antar menteri, ataupun keputusan menteri. Indonesia memiliki Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
21 Tahun 2005 yang mengatur mengenai pengkajian keamanan hayati PRG. PP ini merupakan evolusi dari peraturan-peraturan sebelumnya, yaitu Surat Keputusan bersama 4 Menteri (SKB) tentang keamanan hayati dan keamanan pangan PRG. Pada saat ini, SKB masih digunakan menunggu PP dapat jalan semestinya. Dijelaskan pula mengenai Komisi dan Tim Teknis, mekanisme, metode pengkajian, fasilitas, dan pengalaman dalam pengkajian serta monitoring atas penelitian tanaman transgenik. 11. Dr. Sugiono Moeljopawiro (BBBiogen) menyampaikan tatanan regulasi yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual (HKI) di tingkat global dan di Indonesia. Tantangan-tantangan baru yang muncul sebagai konsekuensi dari teknologi membutuhkan pemikiran-pemikiran baru dalam pengaturan perlindungan kekayaan intelektual. Di masa datang perlu adanya suatu upaya untuk memelihara keseimbangan antara hak swasta dan keuntungan masyarakat. Indonesia perlu meningkatkan penerapan (enforcement) peraturan HKI, lingkungan legal yang terprediksi, menetapkan peraturan perundangan yang dibutuhkan, dan menumbuhkan laboratorium penguji yang independen. 12. Dr. Jose Falk-Zeppeda (IFPRI) menyampaikan bahwa biaya akibat regulasi menjadi konsekuensi yang harus diperhitungkan dalam pemanfaatan PRG. Regulasi pemanfaatan PRG merupakan alat dalam menjamin publik atas keamanan pemanfaatan PRG. Analisis kajian biaya regulasi dapat menjadi alat bantu dalam menentukan regulasi dengan mempertimbangkan antara aspek keuntungan teknologi, sosial, dan ekonomi serta jaminan keamanan secara bijaksana. 13. Dr. Bahagiawati (BB-Biogen) menyampaikan bahwa dari total 31 kegiatan penelitian transgenik
yang dilaksanakan sejak tahun 1996, hanya 16 kegiatan penelitian yang masih jalan dan baru 2 penelitian yang memasuki taraf regulasi. Berhentinya kegiatan penelitian tersebut diakibatkan oleh (1) tidak ada kemajuan, (2) penghentian anggaran, dan (3) perubahan kebijakan prioritas penelitian. Kegagalan litbang tanaman transgenik mendorong menurunnya aktivitas penelitian transgenik akibat turunnya kepercayaan negara donor atas kapasitas Indonesia. Hal ini mengkhawatirkan karena akan menempatkan Indonesia bergantung pada tanaman transgenik yang menjadi milik perusahaan multi nasional. Pada tataran regulasi komersialisasi tanaman transgenik, Indonesia pernah merilis kapas Bt di 7 Kabupaten. Namun, hal ini terhenti karena pasokan benih yang terputus sehingga menyebabkan petani kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan teknologi ini. Beranjak dari pengalaman-pengalaman tersebut, disarankan untuk melakukan focusing dan pemantapan prioritas penelitian tanaman transgenik dan meningkatkan keefektifan regulasi dengan mengadopsi standar-standar internasional. Inisiasi Jejaring Rice Functional Genomic 1. Pada tanggal 23 Agustus 2006 dilakukan pertemuan antara pihak IRRI dengan peneliti Indonesia yang berminat dalam membangun jejaring Rice Functional Genomic. Pertemuan dihadiri oleh peneliti dari LIPI, IPB, BBBiogen, dan BB Padi. 2. Dr. Hei Leung (IRRI) menyampaikan IRRI telah membentuk Rice Functional Genomic Consortium yang beranggotakan Australia, China, Perancis, India, Jepang, Korea, Belanda, Canada, Taiwan, Singapura, Amerika Serikat (universitas), IRRI, dan CIAT. Konsorsium ini mentarget-
5
kan untuk mempelajari fungsifungsi gen pada padi dalam 10 tahun ke depan. Inisiasi pembentukan jejaring ditujukan untuk lebih mengefektifkan pemanfaatan sumber dana, sumber daya genetik, dan informasi dalam mencapai target yang dibutuhkan. 3. Pada pertemuan tersebut ditetapkan Dr. Sugiono Moeljopawiro (BB-Biogen) sebagai chairperson dari jejaring dengan anggota Dr. Utut Suharsono (IPB), Dr. Buang Abdullah (BB Padi), dan Dr. Inez H.S. Loedin (LIPI). Selanjutnya Tim tersebut akan melakukan inventarisasi atas peneliti peminat dan kegiatan yang berkaitan dengan rice functional genomic. Lokakarya Prospek dan Regulasi Produk Bioteknologi Pertanian Lokakarya diselenggarakan pada tanggal 24 Agustus 2006 bertempat di Aula Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Lokakarya dihadiri oleh 32 peserta undangan dari Perguruan Tinggi (Unjem, Unsoed, IPB, dan ITB), Kementerian Lingkungan Hidup, LIPI, BIOTROP, Badan POM, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan, ISAAA, KP KIAT, dan Badan Litbang Pertanian (PSE, BB Pascapanen, Puslitbangbun, BB Padi, dan Balitsa). Pada pembukaan lokakarya, Kepala BB-Biogen menyampaikan harapannya bahwa melalui lokakarya ini dapat dihasilkan saransaran berkaitan dengan tindakan apa yang perlu dilakukan oleh Departemen Pertanian untuk mempromosikan produk bioteknologi modern dalam bidang pertanian secara bertanggung jawab.
na sesuai dengan kebutuhan dan kearifan budaya setempat, tanpa keraguan serta butuh dukungan semua pihak. Tidak dapat dipungkiri bahwa penciptaan varietas unggul baru masih merupakan tujuan utama dalam rekayasa genetik karena pemuliaan konvensional perlu waktu lebih lama, bahkan untuk tanaman tahunan butuh waktu 50 tahun. b. Kemajuan penelitian dan pengembangan rekayasa genetik di beberapa institusi penelitian di
Tabel 2. Penelitian bioteknologi modern bidang pertanian di beberapa institusi. Institusi
Komoditas
Puslitbang Tembakau Bioteknologi-LIPI Ketela pohon Padi
Balit Bioteknologi Kakao Perkebunan
Kopi Sawit Karet Tebu Institut Teknologi Jati Bandung BB-Biogen Padi
Dari Lokakarya ini dirumuskan antara lain: a. Kemajuan ilmu di bidang bioteknologi untuk optimalisasi sumber daya lahan dan sumber daya genetik telah tersedia sehingga Indonesia tidak bisa dipungkiri harus memanfaatkan teknologi rekayasa genetik secara bijaksa-
6
Indonesia, bervariasi sesuai dengan kondisi terutama ketersediaan sumber daya manusia, dana, dan infrastruktur. Umumnya penelitian meliputi komoditas tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan mikroba (Tabel 2). c. Tingkat capaian yang lebih advance, yaitu diperolehnya tanaman transgenik yang teruji di laboratorium maupun di lapang, sebagian input riset atau produk tanaman transgenik masih didominasi oleh hasil penelitian yang
Pepaya Kentang Tomat
Target yang diperbaiki
Partner
Produksi Huma EPO, interferon α2α dan human serum albumin pada tembakau Tepung bebas amilosa/ amilopektin Transgenik Perakitan Padi Bt Perakitan padi toleran kekeringan Perakitan padi tahan blas Pencarian gen Invensi gen pada padi Transgenik Perakitan kakao Bt (tahan PBK) Perakitan kakao produksi tinggi Transgenik Tahan karat daun Transgenik Perakitan sawit rendemen tinggi Transgenik Perakitan karet tahan gugur daun Transgenik Perakitan tebu toleran kekeringan Transgenik Perbaikan kualitas kayu jati Transgenik Perakitan padi Bt Perakitan padi efisien pupuk N Pencarian gen Tahan blas Tahan BLB Toleran kekeringan Kahat P Keracunan Al Transgenik Penundaan matang Transgenik Tahan daun lodoh Transgenik Tahan virus daun (CMV/TolYV) Sedikit Biji
PT. Kalbe Farma Fraunhoffer-Jerman
Institute of Biology-Leiden PRI-Wageningen-Netherlands CSIRO-Australia BB-Biogen BB Padi
Oregon State University, USA Osaka Pref. University, Jepang CIRAD Cornell University (USA), IRRI
Michigan State University, USA AVRDC Michigan State University, USA ISPO, Itali
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
d.
e.
f.
g.
berasal dari luar negeri. Untuk meningkatkan hasil riset rekayasa genetik yang optimum perlu koordinasi yang lebih terstruktur lintas departemen dan institusi. Secara terpisah kegiatan litbang tersebut meliputi: identifikasi dan kloning gen yang terkait dengan sifat unggul komoditas tertentu, pengembangan sistem transformasi genetik dan regenerasi tanaman transgeniknya, pengujian tanaman transgenik di laboratorium, FUT, LUT, dan studi kemanan hayati. Diperlukan adanya suatu regulasi berupa kebijakan yang sangat jelas crystal clear serta operasional dari pemerintah tentang pemanfaatan PRG secara luas untuk penelitian dan komersialisasi. Revisi Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 oleh Komisi Keamanan Hayati perlu dilakukan serta terus disosialisasikan agar diketahui oleh semua lapisan dan segera operasional termasuk untuk membahas kembali pengkajian keamanan pangan PRG yang sudah diusulkan dan belum diputuskan hasilnya oleh KKH (KKHKP) sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam PP No. 21/2005. Pedoman pengkajian keamanan hayati dan keamanan pangan adalah spesifik untuk setiap komoditas, oleh karena itu sangat bervariasi sehingga semua pihak yang terkait perlu bersama-sama merumuskan peraturan yang secara teknis tidak menghambat penelitian tetapi tetap berpedoman kepada prinsip kehati-hatian. Pemanfaatan plasma nutfah untuk pengembangan varietas unggul dengan cara rekayasa genetik masih terbatas dibandingkan dengan pemuliaan konvensional.
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
h. Penyadartahuan publik (public awareness) mengenai pemanfaatan produk bioteknologi telah dilakukan antara lain melalui media-scientists dialogue dan workshop para multipihak namun upaya lain yang lebih efektif perlu terus diintensifkan agar dapat memberikan informasi berimbang serta membangun pemahaman tentang PRG yang lebih benar. Openhouse Openhouse terbuka untuk umum dari tanggal 23-25 Agustus 2006, bertujuan untuk membuka laboratorium yang ada di BB-Biogen kepada masyarakat umum, agar mereka mengenal secara langsung kegiatan yang dilakukan oleh BBBiogen Lomba Lomba Pidato Bahasa Inggris tingkat SMP diselenggarakan pada tanggal 23 Agustus 2006 di arena lomba BB-Biogen. Lomba ini diikuti oleh 27 peserta dari 9 SMP di Kota Bogor, yaitu SMP Mardi Yuana, SMP YZA 2, SMP Negeri 2, SMP Kesatuan, SMP Negeri 11, SMP Negeri 1, SMP Negeri 13, SMP Negeri 3, dan SMP Regina Pacis. Lima topik pidato yang dilombakan adalah (1) If I were an agriculturist, (2) The benefit of food crops diversity, (3) How should we conserve our natural resources, (4) Why do we have to be proud of our local fruit?, dan (5) What is the best way to handle household waste?. Pidato disampaikan selama 5-7 menit dan 11 peserta memilih topik nomor 3, 7 peserta memilih topik nomor 5, 5 peserta memilih topik nomor 4, 3 peserta memilih topik nomor 1, dan 1 peserta memilih topik nomor 2. Dari 27 peserta, yang berhasil menjadi Juara I adalah Andrea C.P. Lokollo dari SMP Negeri 1, Fidina D. Ambadar dari SMP Mardi Yuana sebagai Juara II, Kandela dari SMP Regina Pacis sebagai Juara III, Kania Novita dari SMP Negeri 2 sebagai
Juara Harapan I, dan Olivia Lorraine dari SMP Kesatuan sebagai Juara Harapan II. Lomba mewarnai tingkat TK diselenggarakan pada tanggal 24 Agustus 2006, diikuti oleh 65 peserta dari 14 TK di Kota Bogor. Dari hasil penilaian dewan juri, yang menjadi Juara I adalah Debby Cyntia Chandra dari TK Ananda, Juara II Gabriella dari TK Hosana, Juara III Dinda Bunga dari TK Dirgahayu, Juara Harapan I Nurlia dari TK Pakuan, Juara Harapan II Rizka Dania dari TK Pakuan, dan Juara Harapan III Sabrina Nuri Cahyani dari TK Kuncup Harapan. Lomba Mengenal Tanaman dan Buah diselenggarakan pada tanggal 24 Agustus 2006 untuk siswa-siswi Sekolah Dasar kelas 3 dan 4. Lomba ini diikuti 26 tim (satu tim terdiri dari 3 siswa). Dari babak final yang menjadi Juara I adalah SD Sukadamai 3, Juara II dari SD Budi Mulia, SD Polisi 4 sebagai Juara III, SD Budi Mulia sebagai Juara Harapan I, dan SD Sukadamai 3 sebagai Juara Harapan II. Lomba Karya Ilmiah tingkat SMA diselenggarakan pada tanggal 25 Agustus 2006 di Auditorium Dr. M. Ismunadji. Peserta lomba terdiri dari 6 tim, yaitu dari SMA Negeri 3, SMA Negeri 4, dan SMA Negeri 6. Setelah masing-masing tim mempresentasikan dan memperagakan karya ilmiahnya, yang berhasil menjadi Juara I adalah tim dari SMA Negeri 6 dengan judul “Pengaruh Jawer Kotok terhadap Penyembuhan Luka”, Juara II tim dari SMA Negeri 6 dengan judul ”Penyedap Rasa Alami dari Karapaks Udang”, Juara III tim dari SMA Negeri 6 dengan judul ” Pemanfaatan Tembakau dalam Puntung Rokok untuk Pembasmi Hama Belalang”, Juara Harapan I tim dari SMA Negeri 3 dengan judul Minuman dengan Nilai Tambah Isotonik”, Juara Harapan II tim dari SMA Negeri 4 dengan judul “Pemanfaatan Tumbuhan Mindi sebagai Bahan Pem-
7
buatan Biosistesa”, dan Juara Harapan III dari SMA Negeri 5 dengan
judul “Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk NPK sebagai Pupuk Dasar
terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau”.
Vegetatif
Karden Mulya dan Ida N. Orbani
S
alah satu kegiatan Ekspose BBBiogen tanggal 23-25 Agustus 2006 adalah openhouse BB-Biogen. Openhouse ini diikuti oleh 4 Kelti, yakni PSDG, BSJ, BM, Biokimia dan berlangsung setiap hari mulai tanggal 23-25 Agustus 2006. Openhouse ini diselenggarakan untuk mengenalkan lebih dekat aktivitas di laboratorium yang ada di lingkungan BB-Biogen. Dengan didampingi
Dari Openhouse 2006: Kelti BSJ Layak mendapat Piala Kepala BB-Biogen oleh seorang pemandu peserta dibawa berkeliling ke masing-masing Kelti/Laboratorium dan di masingmasing Kelti/Laboratorium dijelaskan berbagai hal mengenai kegiatan lab. yang bersangkutan. Rute
Tabel 1. Tabulasi peserta openhouse berdasarkan absensi. No. Asal Sekolah
Jumlah (orang)
SD 1. SD Penabur Bogor 2. SD Cimanggu 4 Bogor (jumlah tidak diketahui karena tidak mengisi absensi) 1. 2. 3. 4. 5. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
SMP SMPN 5 SMPN 8 SMPN 9 SMPN 11 SMP Kesatuan SMP PGRI 9 SMP Regina Pacis SMP Insan Kamil SMP Mardi Waluyo SMP Rimba Taruna SMP At-Thoyyibah Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
SMA SMAN 2 SMAN 3 SMAN 6 SMAN 1 Leuwiliang SMAKBO (Sekolah Menengah Analisis Kimia Bogor) SMA Insan Kamil SMA Kornita SMA Tamansiswa SMA Kesatuan Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6.
376 37 33 72 26 57 39 87 68 37 456
Universitas Institut Pertanian Bogor Universitas Indonesia Universitas Lampung Universitas Pakuan Universitas Pancasila Akademi Perawat
1 2 1 1 1 2
Jumlah
8
Lain-lain 1. Balitpa Sukamandi 2. Umum/swasta Jumlah Total
8
15 52 46 1 37 1 41 74 48 37 24
4 5 9 849
yang dilalui oleh tiap peserta openhouse adalah BSJ-Biokimia-BMPSDG. Berdasarkan absensi acara pengunjung openhouse ini dihadiri oleh siswa yang berasal dari 2 SD, 12 SMP, 9 SMA, 6 perguruan tinggi, dan peserta umum. Jumlah seluruh peserta openhouse berdasarkan absensi adalah sekitar 849 orang. Namun dari sekian banyak peserta yang telah mengisi daftar hadir ternyata hanya 770 orang yang mengembalikan angket, atau 90,6%. Berarti hanya 9,4% orang (79 orang) yang tidak mengembalikan atau tidak mengisi kuisioner. Hal ini mungkin dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang keharusan mengembalikan angket setelah berkeliling di arena openhouse atau tidak sempat mengisi karena waktu yang sangat pendek. Berdasarkan kuisioner, dari 770 yang mengembalikan kuisioner sebanyak 367 adalah lakilaki (47,66%) dan 403 perempuan (52,34%). Mayoritas pengunjung openhouse adalah pelajar, yakni 95,45%, sedangkan sisanya adalah guru, peneliti, dan swasta. Hal ini menunjukkan acara openhouse ini kurang diminati masyarakat awam, terutama di sekitar kantor. Misal tanpa undangan resmi dapat dipastikan peserta openhouse mungkin hanya sedikit saja. Informasi openhouse yang didapatkan oleh peserta umumnya sangat minim. Sebanyak 83,73% peserta openhouse mendapatkan informasi dari pengumuman sekolah. Sedangkan sisanya dari spanduk 3,28%, website 1,77%, teman 26,48%, dan lainnya 8,58%. Hal yang patut disyukuri pengumuman openhouse ternyata masih ada yang
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
Tidak tahu (52%)
Barangkali untuk masa yang akan datang perlu pengemasan yang lebih bagus agar tanpa diberi penjelasan pun orang awam sudah bisa mengerti apa yang dimaksud. Prestasi Kelti BSJ ini sebaiknya mendapat penghargaan dari Kepala BBBiogen. Prestasi sebagai openhouse terbaik selama 4 tahun berturutturut membuktikan Kelti BSJ mampu menarik perhatian para peserta openhouse. Sebaiknya ada piala dan hadiah yang diperuntukkan bagi Kelti BSJ.
Tahu (48%)
a. Openhouse 2004
Tidak tahu (57%)
Tahu (43%)
b. Openhouse 2006 Gambar 1. Perbandingan yang tahu dan tidak tahu lokasi BB-Biogen pada openhouse 2004 dan openhouse 2006. 220 190 160 130 100 70 40 10 PSDG
BSJ
Biokimia
BM
Gambar 2. Peringkat stand openhouse berdasarkan kuisioner.
mendapatkan dari website. Walaupun persentasenya paling kecil setidaknya website BB-Biogen sudah mulai dikenal masyarakat luar. Hal yang memprihatinkan adalah ketika responden ditanya apakah mereka sudah tahu lokasi atau keberadaan BB-Biogen ternyata 57,14% peserta menyatakan tidak tahu, sedangkan 42,86% menyatakan tahu. Berdasarkan hal ini institusi BB-Biogen merupakan “institusi yang tidak dikenal” oleh dunia luar. Padahal ketika ada acara openhouse tahun 2004 hasilnya juga sama saja (Gambar 1). Berarti promosi di lingkup kota Bogor kurang berhasil. Bandingkan saja dengan institusi lain misalnya IPB barangkali 90% penduduk kota Bogor akan tahu di mana lokasi
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
IPB. Ini membuktikan BB-Biogen hanya dikenal oleh orang-orang tertentu saja, atau memang sumbangan BB-Biogen yang menyentuh secara langsung kepada orang awam masih sangat kecil. Berdasarkan survei pilihan pengunjung openhouse Kelti Biologi Sel dan Jaringan masih diminati sebagian besar pengunjung. Peringkat selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 2. Beberapa orang pengunjung menuturkan penampilan kelti ini sangat menarik, sederhana, dan mudah dipahami. Kondisi serupa juga terjadi pada acara openhouse 2003 dan openhouse 2004 yang lalu. Laboratorium yang paling sulit dipahami adalah Kelti Biologi Molekuler.
Dalam kesempatan ini panitia openhouse juga meminta saransaran tentang penyajian di tiap-tiap Kelti manakah yang jelek, ternyata hampir semua peserta tidak mengisi. Namun dalam bagian saran sebagian peserta mengkritik pemberi penjelasan di masing-masing Kelti banyak yang tidak menguasai materi, sulit berkomunikasi, dan sulit dipahami untuk anak seusia mereka. Memang hal ini menyulitkan bagi pemberi penjelasan mengingat waktu kunjungan yang terbatas dan peserta yang datang boleh dikatakan awam. Jadi, barangkali perlu ada jalan tengah untuk menjembatani kekosongan komunikasi tersebut. Leaflet dan alat peraga (tanaman dan hewan) mungkin akan lebih banyak berbicara dibandingkan dengan penjelasan secara langsung. Walaupun sebagian besar peserta openhouse menyatakan puas dengan acara tersebut tetapi menurut mereka fasilitas pendukung perlu dibenahi untuk meningkatkan kenyamanan peserta openhouse di masa mendatang. Tong sampah yang jumlahnya sedikit juga menjadi sorotan mereka. Demikian pula kebersihan kamar mandi. Yang menjadi ketidaknyamanan peserta openhouse adalah ruang pamer yang terlalu sempit (terutama Kelti Biokimia dan BSJ) sehingga kapasitas pendingin tidak bisa memadai untuk orang banyak. Peserta openhouse juga mengharapkan adanya makanan kecil dan minuman yang cukup mengingat peserta openhouse harus berjalan jauh. Setidak-
9
tidaknya ada dua kali pemberian minuman bagi mereka, sekali ketika berangkat dan sekali ketika pulang. Minuman bisa bervariasi. Makanan kecil pun tidak perlu yang mahal-mahal, cukup dengan makanan khas Indonesia, misalnya ubi rebus, jagung, dll. Sebetulnya pem-
T
eknologi hasil penelitian BBBiogen dapat berbentuk produk seperti galur/varietas tanaman atau formulasi pupuk dan pestisida hayati. Produk yang berupa input pertanian akan lebih dikenal dan dipahami oleh pengguna apabila ditampilkan dalam bentuk aplikasi dalam bentuk demonstrasi plot (demplot). Dalam rangka memperkenalkan pupuk hayati dan bioinsektisida NPS khususnya kepada petani kedelai di lahan kering masam, maka dilakukan kegiatan demplot pupuk hayati dan bioinsektisida NPS pada kedelai di Desa Buminabung Ilir pada lahan seluas 6,5 ha. Sedangkan gelar teknologi pupuk hayati dan bioinsektisida NPS pada kedelai juga dilaksanakan di lahan yang sama pada tanggal 31 Mei 2006. Kedelai salah satu komoditas pertanian yang menjanjikan di Lampung dan petani membudidayakan hasil pertanian ini. Salah satunya di Kecamatan Buminabung, Lampung Tengah di mana kualitas kedelai Buminabung tak kalah dengan kedelai impor. Acara gelar teknologi diawali dengan kunjungan undangan ke lapang untuk melihat pertanaman kedelai yang diberi pupuk hayati dan bioinsektisida NPS. Petani kedelai di Buminabung dikenalkan dengan pupuk hayati yang terdiri dari mikroba atau mikrofauna hidup yang bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas lahan seperti Rhizobium, Azospirilium, mikroba pelarut fosfat, mikoriza, dan cacing. Dr. Rasti Saraswati menjelaskan banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan pupuk hayati, yakni menyediakan sumber hara buat ta-
10
berian makanan ini sudah dilakukan oleh Kelti PSDG tapi karena dana operasional sangat kecil tidak semua peserta mendapat makanan ini. Openhouse di tahun mendatang sebaiknya ada dana khusus dari balai yang dikelola Kelti PSDG untuk menyediakan makanan kecil bagi
peserta openhouse. Minuman dapat diberikan dua kali, ketika akan berangkat dan saat peserta sudah pulang. Semoga openhouse di tahun 2007 akan semakin baik. Joko Prasetiyono dan Yadi Rusyadi
Gelar Teknologi Pupuk Hayati dan Bioinsektisida NPS pada Kedelai naman, melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, memacu pertumbuhan tanaman dengan menstimulasi sistem perakaran dan mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh pucuk, kuncup bunga, penawar racun beberapa logam berat, dan menjadi bioaktivator perombak bahan organik. Selain itu, Dr. I Made Samudra juga menjelaskan kepada petani bahwa hama masih menjadi salah satu kendala utama dalam usaha budi daya tanaman. Steinernema dan Heterorhabditis adalah 2 jenis nematoda patogen serangga (NPS) yang mempunyai beberapa keunggulan sebagai agensia pengendalian biologi serangga hama dibandingkan dengan musuh alami lainnya karena daya bunuhnya sangat cepat, kisaran inangnya luas, aktif mencari inang sehingga efektif untuk mengendalikan serangga dalam jaringan, tidak menimbulkan resistensi dan mudah diperbanyak. Bioinsektisida NPS telah terbukti efektif mengendalikan penggerek polong kedelai (Etiela zinckenella). Setelah melakukan kunjungan yang dipandu langsung oleh Kepala BPTP Lampung, acara dilanjutkan dengan temu wicara antara petani dengan beberapa peneliti senior seperti, Prof. Dr. Subandi dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Jawa Timur, Dr. Syaiful Bahrein dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) Bogor, Dr. I Made Samudra dari Balai Besar Penelitian dan Pengembang-
an Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Bogor, serta penemu Rizhoplus, Dr. Rasti Saraswati dari Balai Penelitian Tanah Bogor. Dari hasil diskusi, petani mengeluh kesulitan memasarkan kedelai hasil panennya dan daya serap hasil kedelai yang sangat rendah. Untuk itu, mereka membutuhkan kepastian pasar dan harga kedelai. Ratno, salah seorang petani kedelai di Desa Buminabung Ilir, Kecamatan Buminabung, Lampung Tengah, mengatakan bahwa sekitar tahun 90-an budi daya kedelai di Lampung Tengah cukup luas dengan kebutuhan tiap tahun terhadap kedelai terus meningkat, tapi seiring masuknya kedelai impor dengan harga yang lebih bersaing, lambat laun produktivitas kedelai lokal terus menurun hingga akhirnya sangat sulit menjumpai tanaman kedelai. "Dibandingkan dengan kedelai, penghasilan singkong jauh lebih besar, jika dalam satu hektar tanaman kedelai hanya menghasilkan Rp 3,5 juta, singkong bisa Rp 8 juta per hektar. Karena jenis singkong yang ditanam berumur genjah, maka banyak petani yang beralih menanam singkong. Menanggapi hal ini, Prof. Dr Subandi mengatakan agak sulit mengatasi permasalahan harga kedelai terlebih lagi komoditi kedelai tidak memberlakukan harga dasar seperti gabah. Di sisi lain kedelai impor terus menjejali kebutuhan nasional. Menurut Prof. Dr. Subandi
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
kemungkinan kedelai lokal bisa ikut bersaing apabila diberlakukan bea tarif terhadap kedelai impor sebesar 10 persen. Terlebih lagi, pemerintah berencana tahun 2015 adalah tahun swasembada kedelai sehingga kita
ARTIKEL
D
ewasa ini, Litbang Pertanian diharapkan dapat menghasilkan produk (keluaran) yang nyata dari penelitian yang dilakukannya. Keluaran yang dimaksud bukan hanya berupa tumpukan tulisan hasil-hasil penelitian atau suatu teknologi proses sekalipun, melainkan produk nyata yang langsung dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas khususnya masyarakat petani. Kalau begitu, adakah resep khusus untuk menentukan prioritas penelitian?. Untuk menghasilkan keluaran yang diharapkan maka dibutuhkan suatu kepekaan sebelum melakukan penelitian. Sayangnya, tidak semua kalangan mempunyai kepekaan dalam menangkap apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Bahkan, kebanyakan orang terpesona dengan kemajuan teknologi tanpa memperhatikan sisi kepraktisan dan aplikasinya. Sebagai contoh, suatu produk yang sebetulnya dapat dicapai melalui aplikasi teknologi biasa (low tech/medium tech), namun dilakukan melalui teknologi kelas tinggi (high tech) yang jauh lebih sulit sehingga belum tentu menghasilkan produk yang diharapkan, apalagi jika penelitian itu tidak dilakukan secara intensif dan sinambung. Selain itu, kita lalai untuk melihat status penelitian yang serupa di negara-negara lain. Jangan-jangan, apa yang kita lakukan sudah ditinggalkan oleh ”kalangan luar” karena ternyata terbukti kurang prospektif.
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
perlu melakukan pendekatan pada pihak swasta yang lebih besar untuk membeli hasil kedelai lokal karena jika mengandalkan UKM rasanya tidak mungkin. Untuk mengatasi permasalahan penghasilan,
beberapa peneliti sedang mengembangkan pola integrasi tanaman kedelai dan singkong sehingga petani akan memperoleh dua keuntungan. Ida N. Orbani
Sekedar Opini tentang Strategi Perencanaan Penelitian Suatu penelitian akan terarah dan dapat menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat luas seandainya direncanakan dengan baik dan disusun berdasarkan strategi yang jitu. Penelitian yang dilakukan dengan sekedarnya hanya akan membuang dana, tenaga, dan waktu dengan sia-sia. Pembicaraan tentang strategi penelitian adalah suatu hal yang menarik. Setiap orang bisa mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan beberapa peneliti di BB-Biogen mengenai pendapatnya tentang strategi perencanaan dalam menetukan prioritas penelitian. Salah satu peneliti di Kelti Biologi Sel dan Jaringan yang lekat dengan jiwa keibuannya, menyampaikan opininya (setelah beliau mengikuti workshop penelitian berorientasi paten dan tren teknologi) agar kita mulai mempertimbangkan patent mapping dalam merencanakan penelitiannya. Tujuan penggunaan informasi paten tersebut adalah untuk menghindari adanya investasi yang percuma untuk suatu penciptaan teknologi dan untuk mengetahui perkembangan teknologi yang telah ada (tren teknologi) melalui visualisasi peta paten. Peta tersebut menggambarkan bagaimana status suatu teknologi di dunia internasional, yaitu siapa pemiliknya, siapa pengguna lisensinya, dan sampai kapan teknologi itu dikuasai hak patennya. Suatu hak paten menggambarkan seberapa jauh suatu produk atau suatu proses teknologi tertentu diminati oleh konsumen. Manfaat
peta paten adalah untuk mengetahui tren teknologi, perkembangan, dan problemnya serta memberikan informasi teknis, dan merupakan gambaran teknologi saat ini dan yang akan datang. Peta paten dapat ditelusuri melalui kantor yang mengelola database informasi paten seperti pemerintahan internasional (USPTO, EPO, JPO, IP-Australia, dll.), perusahaan swasta penjual informasi paten (Thomson-Derwent), LSM (Cambia Biotech), dan lembaga PBB WIPO. Cara penggunaannya adalah dengan melihat keseluruhan bidang teknologi, menggambar ekspansi aplikasi bidang teknologi, melihat hubungan antar klasifikasi paten (untuk memahami latar belakang teknik dari bidang teknologi yang merupakan indikator untuk pengembangan teknologi baru), dan melihat pemetaan dari kemajuan teknologi. Sebagai contoh adalah industri parfum. Dokumen paten menyediakan informasi teknis yang sangat banyak tentang parfum. Dengan menggunakan teknik pemetaan paten, dokumen tersebut dapat dimanfaatan untuk membantu industri dalam melanjutkan risetnya dan dalam pengembangan produknya yang difokuskan pada teknik dan metodologi pembuatan parfum yang spesifik. Analisis paten juga memberikan petunjuk tentang para pemain pasar yang memiliki teknologi dan pengaruh dalam bisnis pemasaran parfum. Lain halnya dengan pendapat dari salah satu peneliti di Kelti Biologi Molekuler yang selalu bersemangat ini. Menurut beliau, Indonesia
11
bukanlah suatu negara yang membudayakan paten dalam kehidupan sehari-harinya. Beberapa peneliti yang telah mematenkan penemuannya mengakui bahwa paten yang sudah dikeluarkan tidak dapat lagi dikembangkan untuk dapat digunakan oleh petani padahal di lain pihak, untuk keperluan paten tersebut sudah dikeluarkan dana untuk pematenan dan pemeliharaannya. Salah satu peneliti yunior yang smart tetapi cenderung pendiam bahkan menambahkan bahwa tidak semua hasil penelitian di Indonesia layak untuk dipatenkan karena tujuan dari paten adalah untuk mendapatkan nilai ekonomi dari hasil penelitian. Jadi, produk penelitian yang dipatenkan harus bernilai ekonomi sehingga paten tersebut dapat dijual kepada industri. Sayangnya, hasil-hasil penelitian yang punya nilai ekonomi tidak seluruhnya dipatenkan, sebaliknya hasil penelitian yang belum layak secara ekonomi justru didanai untuk dipatenkan. Akibatnya, teknologi yang sudah dipatenkan belum tentu diadopsi oleh masyarakat. Lebih fatalnya lagi, teknologi tersebut bahkan tidak dikembangkan lebih lanjut oleh penelitinya sendiri. Begitu proyek bubar maka pekerjaan penelitian tentang hal itu juga berhenti begitu saja. Oleh karena itu, pemetaan paten saja tidak cukup sebagai landasan untuk membuat strategi penelitian di tempat kita. Penelitian sebaiknya jangan didasarkan pada patent oriented saja karena pematenan suatu produk itu sangat mahal. Apabila produk tersebut tidak diadopsi secara luas oleh masyarakat maka kita tidak dapat menutupi biaya penelitian, pematenan, dan pemeliharaan patennya. Jangan-jangan, kita hanya menjadi pangsa pasar dunia luar untuk membeli sistemnya (pendaftaran paten). Selain melihat pemetaan paten maka yang tidak kalah pentingnya adalah mempertimbangkan seberapa besar nilai tambah yang akan diperoleh stakeholders dalam penelitian
12
yang diajukan atau seberapa besar dampaknya akan berpengaruh pada seluruh lapisan masyarakat. Sebagai contoh, Marker Asisted Selection (MAS) hasil penelitian di BBBiogen dapat dimanfaatkan oleh balai penelitian lain maupun pihak swasta (dengan mengikuti etika yang berlaku) untuk membantu dalam perakitan tanaman unggul. Dari berbagai pendapat yang terlontar, terkadang terpikir mana yang lebih diutamakan: penelitian yang akan berdampak luas tetapi dalam jangka panjang atau penelitian yang berdampak tidak terlalu luas tetapi dapat dicapai dalam jangka waktu yang lebih singkat? Bagaimanakah solusinya ketika dua-duanya dipandang perlu? Dan bagaimana dengan penelitian yang keluarannya berupa informasi? Kita cukup prihatin dengan segala keterbatasan data karakterisasi plasma nutfah yang ada, terutama plasma nutfah yang bukan tanaman pangan utama. Bagaimana dengan penelitian untuk komoditi yang non prioritas? Sudah barang tentu, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidaklah mudah untuk dijawab. Namun tidak ada salahnya seandainya kita mencoba memberikan alternatif solusinya. Ada tawaran solusi bahwa sebaiknya kita memilah-milah mana penelitian yang product oriented dan mana yang technology oriented serta mana yang mampu menghasilkan produk dalam waktu yang relatif singkat dan mana yang jangka waktu panjang. Untuk penelitian yang berjangka panjang maka sebaiknya disediakan dana yang memadai sehingga penelitian dapat dilakukan hingga tuntas (menghasilkan produk/teknologi). Akan tetapi, jika kita tidak mampu melakukan penelitian jangka panjang secara sinambung karena keterbatasan dana maka sebaiknya dipilih penelitian yang berjangka waktu singkat karena penelitian yang tidak tuntas tidak akan memberikan hasil yang bermanfaat. Untuk produk yang berupa informasi, penelitian seperti ini
sebaiknya juga didukung sepenuhnya karena lengkapnya informasi akan mendukung keberhasilan penelitian yang lainnya. Mengenai peta paten, kita bisa hanya memanfaatkannya untuk menyusun rencana penelitian tanpa harus mematenkan hasil penelitian kita. Dengan demikian, penelitian tidak perlu dimulai dari awal tetapi cukup dengan memahami status teknologi yang ada (yang telah dikerjakan orang/pihak lain) dan memodifikasinya sesuai dengan permintaan konsumen. Penelitian memang sebaiknya diutamakan pada komoditi yang prioritas (padi, kedelai, dan jagung) karena pangan sangat penting apalagi dalam situasi darurat yang tidak kita harapkan (seperti perang dan embargo ekonomi). Dalam situasi demikian, kita harus dapat menyediakan logistik secara mandiri terutama ketika kita tidak dapat impor dari dunia luar. Namun demikian, penelitian padi, kedelai, dan jagung saat ini sudah banyak dilakukan secara konvensional dan bioteknologi oleh berbagai institusi. Bahkan, penelitian tersebut cenderung jenuh (terlalu banyak) dan overlapping. Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak terpancang pada komoditi itu-itu saja. Komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif sangat baik untuk dikembangkan terutama apabila negara lain tidak mempunyai komiditi tersebut. Dengan kesinambungan penelitian maka tidaklah mustahil jika keunggulan komparatif tersebut menjadi keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan untuk menambah devisa negara. Bagaimana dengan pendapat anda? Resep apakah yang anda tawarkan dalam menyusun strategi penelitian? Yang pasti, sejitu apapun strategi kita akan menjadi sia-sia belaka apabila tanpa diiringi dengan tindakan yang nyata dan kebijakan yang berpihak. Maka berpikir dan beraksilah, atau nanti kita jadi ”dipateni”. Ika Roostika
Warta Biogen Vol. 2, No. 2, Agustus 2006