PERAN PENGETAHUAN DEKLARATIF DAN PROSEDURAL REMAJA DALAM MENENTUKAN IDENTITAS VOKASIONAL: TINJAUAN PSIKOLOGI KOGNITIF TENTANG KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII DI BEKASI Lucky Purwantini Universitas Islam “45” Bekasi Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kematangan karir remaja dalam menentukan identitas vokasional ditinjau dari pengetahuan deklaratif dan prosedural. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas XII yang mengalami kebingungan dalam memilih jurusan di perguruan tinggi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Untuk analisis data menggunakan teknik analisis data model interaktif. Penelitian ini menemukan bahwa subjek mengalami kebingungan memilih jurusan karena ketidakseimbangan antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural.
Kata kunci: Kematangan Karir, Pengetahuan Prosedural, Pengetahuan Deklaratif, Identitas Vokasional
Abstract The study aims to determine declarative and procedural knowledge and its roles in adolescence‘s career maturity and vocasional identity. Subject are six high school students who do not take a decision yet about their major in college. The study found that the subjects do not take a decision yet about their major in college because there is imbalance between declarative and prosedural knowledge.
Keyword: career maturity, declarative and prosedural knowledge, vocational identity 387
di bidang lain, yang seringkali tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. Mereka yang masuk dalam fenomena ini pun terkadang tidak menyadarinya. Bagi mereka yang menyadari bahwa mereka salah memilih jurusan, mereka dihadapkan pada kebimbangan: apakah berhenti dari jurusan yang sekarang dijalaninya dan memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan ketertarikan atau melanjutkan kuliah di jurusan tersebut dengan pertimbangan waktu, tenaga, dan biaya yang telah dan akan keluar. Integrity Development Flexibility, salah satu biro psikologi pendidikan di Pekanbaru, mencatat bahwa terdapat 87% mahasiswa di Indonesia yang salah memilih jurusan di perguruan tinggi (Anwar, 2014). Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa banyak mahasiswa yang tidak mengetahui minat, bakat, kemampuan, serta jurusan yang sesuai dengannya. Kesalahan memilih jurusan berimplikasi pada beberapa hal, di antaranya mahasiswa menjadi tidak termotivasi dalam mengikuti kegiatan perkuliahan, yang mengakibatkan indeks prestasi yang diperoleh rendah, sehingga waktu kuliah menjadi lama, sehingga muncul istilah “mahasiswa abadi”. Selain itu, kesalahan memilih jurusan di perguruan tinggi juga mempengaruhi mahasiswa dalam menentukan bidang kerja atau karir setelah lulus kuliah (Hamdani, 2014). McAuliffe, Zagora & Cramer (Khasawneh, Khasawneh, Hailat, & Jawarneh, 2007) menyatakan bahwa individu yang tidak yakin dengan arah karir mereka adalah individu yang tidak memiliki identitas
PENDAHULUAN Kuantitas mata pelajaran SMA yang tidak sebanding dengan kuantitas pilihan jurusan di perguruan tinggi menyebabkan mayoritas siswa Kelas XII mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi. Kebingungan mereka menentukan jurusan di perguruan tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama, mereka tidak mengetahui kemampuan diri sendiri. Ketidaktahuan akan kemampuan diri sendiri, termasuk minat dan bakat, menyebabkan mereka memilih jurusan dengan asal-asalan. Yang seringkali terjadi adalah memilih jurusan karena mengikuti teman, padahal belum tentu jurusan yang dipilih teman tersebut sesuai dengan minat mereka. Faktor kedua penyebab kebingungan mereka dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi adalah mereka tidak mengetahui apa yang dipelajari di jurusan tersebut dan bagaimana prospek kerjanya. Ketidaktahuan mereka menyebabkan mereka mengira-ngira dan seringkali perkiraan mereka meleset jauh. Ketiga, banyak di antara mereka yang memilih jurusan karena mengikuti keinginan orang tua. Orang tua seringkali memaksakan kehendak pada anaknya untuk memilih jurusan tanpa memperhatikan minat dan kemampuan anaknya (Hamdani, 2014). Faktor-faktor tersebut menimbulkan fenomena yang disebut “salah jurusan”, yaitu ketika seseorang memiliki ketertarikan di suatu bidang, tetapi memilih jurusan
388
bagaimana”. Tahu tentang disebut juga pengetahuan konseptual atau pengetahuan deklaratif, sedangkan tahu bagaimana disebut juga pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang terdiri dari rangkaian jaringan konsep inti dalam bidang tertentu. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk memecahkan masalah. Terkait dengan pengambilan keputusan karir, pengetahuan deklaratif mencakup pengetahuan tentang kemampuan diri sendiri, termasuk minat, bakat, dan kepribadian. Sedangkan pengetahuan prosedural mencakup perencanaan karir, eksplorasi karir, dan informasi tentang dunia kerja, atau dalam istilah Super (Sharf, 2007) disebut kematangan karir. Menurut Savickas (Powell & Luzzo, 1998), orang yang memiliki tingkat kematangan karir yang tinggi akan memperoleh kesuksesan dan kepuasan dalam karir karena mereka lebih menunjukkan kesadaran pada proses pengambilan keputusan karir, sering berpikir mengenai karir alternatif, menghubungkan perilaku mereka saat ini ke tujuan masa depan, dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk mengambil keputusan karir. Dengan demikian, orang yang memiliki kematangan karir akan memiliki identitas vokasional. Berdasarkan paparan di atas, nampak bahwa permasalahan pemilihan jurusan di perguruan tinggi menjadi hal penting bagi siswa kelas XII karena kesalahan memilih jurusan di perguruan tinggi
vokasional dan mereka tidak memahami dunia kerja. Menurut Holland, dkk (Khaswneh, dkk., 2007), identitas vokasional adalah gambaran jelas yang dimiliki seseorang mengenai tujuan, minat, bakat, dan kepribadiannya yang akan membuatnya mengambil keputusan dengan tepat dan percaya diri. Memperhatikan kondisi yang dikemukakan oleh Hamdani (2014) dan McAuliffe, Zagora & Cramer (Khasawneh, dkk., 2007), menunjukan bahwa terdapat kecenderungan mahasiswa tidak memiliki gambaran tentang apa yang akan dicapai dan dilakukan di masa depan. Terkait dengan pentingnya memilih jurusan pada perguruan tinggi yang menjadi pilihan siswa kelas XII, maka menjadi penting untuk melihat minat, bakat, kemampuan, dan jurusan sebagai awal dari karir siswa. Siswa kelas XII berada pada tahap perkembangan remaja madya (15-18 tahun) yang akan segera memasuki dunia perguruan tinggi. Terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai remaja, salah satunya adalah memilih dan mempersiapkan karir (Havighurst, 1985). Santrock (1996) menyatakan bahwa salah satu hal yang berperan penting dalam pemilihan karir remaja adalah perencanaan dan pengambilan keputusan karir. Pada masa remaja, individu memasuki tahap perkembangan kognitif operasional formal menurut Piaget. Pada tahap operasional formal, individu mulai berpikir abstrak dan logis. Pada tahap ini, remaja mulai mempelajari konsep “tahu tentang” dan “tahu
389
berimplikasi pada motivasi belajar siswa tersebut ketika kuliah hingga dapat mempengaruhinya dalam menentukan bidang kerja atau karir setelah lulus kuliah. Peneliti tertarik meneliti tentang proses pemilihan jurusan di perguruan tinggi dari ranah psikologi kognitif, khususnya pengetahuan deklaratif dan procedural, karena dengan mengetahui kedua jenis pengetahuan itu, dapat membantu mereka untuk memilih jurusan di perguruan tinggi dengan tepat.
Holland, dkk (Khasawneh, dkk., 2007) mendefinisikan identitas vokasional sebagai gambaran jelas yang dimiliki seseorang mengenai tujuan, minat, bakat, dan kepribadiannya yang akan membuatnya mengambil keputusan dengan tepat dan percaya diri. Smitina (2008) menyatakan bahwa kegagalan membentuk identitas vokasional yang stabil sering menimbulkan keraguan karir. Identitas vokasional terjadi ketika individu mencapai kesesuaian antara pengetahuan tentang kepribadiannya dengan lingkungannya. Ia berkembang melalui pengamatan kerja, identifikasi orang dewasa yang bekerja, lingkungan dan pengalaman umum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kematangan karir remaja dalam menentukan identitas vokasional ditinjau dari pengetahuan deklaratif dan prosedural. Identitas Vokasional Identitas vokasional merupakan bagian dari teori pembentukan identitas dari Erik H. Erikson, tokoh perkembangan psikoseksual. Teorinya tersebut berimplikasi kuat pada konsep dan tahap-tahap teori perkembangan karir. Menurut Erikson, identitas merupakan struktur pemahaman individu, mencakup pengendalian diri, kebebasan dan keinginan, konsistensi, koherensi, dan harmoni antara nilai-nilai, keyakinan, dan komitmen. Krisis identitas terjadi ketika seseorang tidak dapat menentukan pilihan apa yang akan dilakukannya di masa depan.
Brown dan Brooks (Khasawneh, dkk., 2007) menyatakan bahwa terdapat tiga proses dalam pengambilan keputusan karir, yaitu (1) pemahaman yang jelas tentang diri sendiri, mencakup bakat, minat, kemampuan, ambisi, keterbatasan dan penyebabnya; (2) pengetahuan tentang kualifikasi, kondisi kesuksesan, keuntungan dan kerugian, peluang kompensasi, dan prospek pekerjaan; dan (3) penalaran yang benar tentang hubungan keduanya. Ketiga proses terebut dapat membantu individu dalam pengambilan kepurusan karir. Apabila satu dari ketiga proses tersebut tidak dilalui, individu tidak
390
akan memiliki gambaran yang jelas tentang identitas vokasionalnya. Apabila individu tidak mempunyai identitas vokasional yang jelas, ia tidak akan dapat membuat keputusan yang tetap tentang pilihan karirnya (Khasawneh, dkk., 2007).
3.
Berdasarkan paparan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa identitas vokasional adalah gambaran jelas yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri, yang mana gembaran tersebut dapat membantunya untuk mengambil keputusan terkait karir.
4.
Kematangan Karir Crites, King, Ohler, Levinson, dan Hays (Levinson, Ohler, Caswell, & Kiewra, 1998) mendefinisikan kematangan karir sebagai kemampuan individu untuk membuat pilihan karir yang sesuai, termasuk kesadaran atas apa yang diperlukan untuk membuat keputusan karir dan tingkat realistis dan kokonsistenan atas pilihan tersebut dari waktu ke waktu. Super (Sharf, 2007; Levinson, dkk., 1998) menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen kematangan karir, yaitu:
5.
6.
mengeksplorasi atau mencari informasi tentang karir Pengambilan keputusan, yaitu kemampuan untuk menggunakan ppengetahuan yang diperoleh untuk membuat perencanaan karir Informasi tentang dunia kerja, mencakup pengetahuan tentang tugastugas perkembangan yang penting seperti eksplorasi minat dan kemampuan, bagaimana individu mempelajari pekerjaan mereka, serta alasan beberapa orang pindah pekerjaan Pengetahuan tentang kelompok pilihan pekerjaan, yaitu pengetahuan tentang deskripsi pekerjaan mencakup tanggung jawab, wewenang, tugas, kapasitas pendidikan dan kepribadian yang dibutuhkan. Realistis, yaitu kecocokan antara minat, bakat, dan kemampuan individu dengan karir yang dipilih
Menurut Crite (Powell & Luzzo, 1998; Patton & Creed, 2001), terdapat dua dimensi kematangan karir, yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif. Dimensi kognitif direpresentasikan oleh kompetensi pilihan karir seperti kemampuan pengambilan keputusan karir, sedangkan dimensi afektif mencakup sikap yang mengarah pada proses pengambilan keputusan karir.
1. Perencanaan karir, mencakup apa yang telah mereka lakukan dan pikirkan, perencanaan masa depan, pemilihan perguruan tinggi, dan ide tentang jurusan di perguruan tinggi yang potensial 2. Eksplorasi karir, yaitu keinginan untuk
391
Orang yang memiliki tingkat kematangan karir yang tinggi akan memperoleh kesuksesan dan kepuasan dalam karir karena mereka lebih menunjukkan kesadaran pada proses pengambilan keputusan karir, sering berpikir mengenai karir alternatif, menghubungkan perilaku mereka saat ini ke tujuan masa depan, dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk mengambil keputusan karir (Savickas dalam Powell & Luzzo, 1998).
Tanda yang diberikan hanya akan mengarah pada sebagian kecil informasi yang tersedia. Pengetahuan deklaratif membutuhkan atensi langsung (Berge & Hezewijk, 1999). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang kita sadari dan kita ketahui. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk memecahkan masalah. Jenis pengetahuan ini mengarah pada kegiatan fisik seperti berenang dan (sebagian) keterampilan kognitif seperti bermain catur. Pengetahuan ini sangat sulit ditunjukkan secara verbal. Satu-satunya cara untuk menunjukkan keberadaannya adalah melalui performa (Berge & Hezewijk, 1999). Pengetahuan prosedural memiliki peran yang signifikan dalam membuat struktur konsep dan mendapatkan pengetahuan deklaratif. Ia berhubungan dengan perubahan performa dalam pengetahuan, keahlian, dan tugas-tugas. Pengetahuan prosedural menjelaskan bagaimana sebuah tindakan dilakukan dengan kerangka prosedur yang jelas (Yilmaz & Yalcin, 2012).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan karir adalah kemampuan individu untuk mengambil keputusan terkait karir yang disesuaikan dengan identitas vokasionalnya. Pengetahuan Prosedural
Deklaratif
dan
Dalam ranah psikologi kognitif, pengetahuan deklaratif dan prosedural menjadi bagian dari ingatan. Menurut Atkinson dan Shiffrin (dalam Solso, Maclin, & Maclin, 2007), ingatan memiliki tiga area penyimpanan, yaitu ingatan sensori, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang. Pengetahuan deklaratif dan produral berada dalam ingatan jangka panjang. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang terdiri dari rangkaian jaringan konsep inti dalam bidang tertentu. Pengetahuan ini tidak disadari hingga terjadi pengambilan kembali informasi dengan tanda seperti pertanyaan.
Pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif saling berhubungan (Yilmaz & Yalcin, 2012). Penggunaan kedua jenis pengetahuan ini secara bersamaan dapat meningkatkan pendidikan
392
(Willingham, Nissen & Bullemer dalam Yilmaz & Yalcin, 2012).
data), dan kesimpulan/verifikasi (Miles & Huberman, 1994).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan prosedural dan deklaratif adalah bagian dari proses kognitif individu yang dapat membantunya untuk mengambil keputusan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa keenam subjek memiliki kebingungan dalam menentukan jurusan kendati mereka sudah memiliki ketertarikan pada jurusan tertentu. Salah satu faktor yang menyebabkan mereka mengalami kebingungan tersebut adalah karena tidak adanya kesepakatan dengan orang tua tentang jurusan yang ingin dipilihnya, kendati ada subjek yang orang tuanya mendukung apapun pilihannya. Walau demikian, subjek tersebut masih mengalami kebingungan.
METODE Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dalam pengambilan sampel, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan karena pemilihan subjek dan informan penelitian didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat populasi yang memenuhi tujuantujuan yang telah ditetapkan (Azwar dalam Herdiansyah, 2007). Adapun ciri-ciri subjek penelitian ini adalah siswa Kelas XII yang mengalami kebingungan dalam menentukan identitas vokasionalnya. Subjek berjumlah enam orang yang berasal dari beberapa SMA di Bekasi.
Penelitian juga menemukan bahwa keenam subjek memiliki prestasi non akademik, yang mana prestasi tersebut lebih terkait dengan kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya di sekolah. Perolehan prestasi di bidang tertentu dapat membuat individu mengetahui kemampuan dirinya. Pada subjek, prestasi yang diraihnya, baik secara akademis maupun non akademis membuat mereka mengetahui potensi apa yang dimilikinya. Pengetahuan tentang kemampuan diri tersebut menggambarkan bahwa subjek memiliki pengetahuan deklaratif.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Untuk menganalisis data yang didapat, digunakan teknik analisa data model interaktif dari Miles & Huberman (1994). Analisis model ini terdiri dari reduksi data, penyajian data (display
Menurut Berg & Hezewijk (1999), pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang terdiri dari 393
rangkaian jaringan konsep inti dalam bidang tertentu. Pengetahuan ini tidak disadari hingga terjadi pengambilan kembali informasi dengan tanda seperti pertanyaan. Tanda yang diberikan hanya akan mengarah pada sebagian kecil informasi yang tersedia. Pengetahuan deklaratif membutuhkan atensi langsung. Pada subjek, pengetahuan deklaratif diantaranya diperoleh melalui kegiatan ekstrakurikuler yang dipilihnya sendiri. Walaupun ada orang tua subjek yang menyarankan subjek untuk mengambil ekstrakurikuler lain, tetapi subjek tidak mengikuti pilihan orang tuanya tersebut karena subjek tidak memiliki minat dalam ekstrakurikuler tersebut. subjek tidak menyadari apa yang menjadi minatnya hingga disodori daftar kegiatan ekstrakurikuler. Ketika memilih kegiatan ekstrakurikuler, subjek akan bertanya pada diri sendiri apa yang menjadi minatnya. Minat adalah sesuatu yang membuat individu tertarik. Dari ketertarikan itu, subjek memilih ekstrakurikuler yang diikutinya.
menunjukkan keberadaannya adalah melalui performa (Berg & Hezewijk, 1999). Terkait dengan pengambilan keputusan karir, pengetahuan prosedural mencakup perencanaan karir, eksplorasi karir, dan informasi tentang dunia kerja, atau dalam istilah Super (Sharf, 2007) disebut kematangan karir. Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa mayoritas subjek mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan dan ketidaksamaan pilihan jurusan antara subjek dan orang tua menjadi penyebab terbanyak. Menurut Hartaji (2010), terdapat beberapa faktor yang membuat anak mengikuti pilihan orang tua, yaitu pertama, adanya penyesuaian sehingga subjek menyesuaikan dengan keinginan dari luar untuk membahagiakan orang tuanya. Kedua, karena merupakan pilihan orang tua. Ketiga, adanya pengetahuan dari lingkungan sekitar mengenai sisi positif perkuliahan subjek seperti kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan dan masa depan yang terjamin. Namun demikian, subjek masih memiliki kebingungan karena jurusan yang diinginkan orang tuanya tidak sesuai dengan minatnya kendati ada informasi tentang prospek kerja jurusan yang diinginkan orang tuanya. Penyebab kebingungan selanjutnya adalah subjek tidak memiliki gambaran tentang jurusan yang ingin dimasukinya.
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk memecahkan masalah. Jenis pengetahuan ini mengarah pada kegiatan fisik seperti berenang dan (sebagian) keterampilan kognitif seperti bermain catur. Pengetahuan ini sangat sulit ditunjukkan secara verbal. Satu-satunya cara untuk 394
Pada dua faktor penyebab tersebut, beberapa subjek tidak mencari informasi tentang prospek kerja jurusan yang ingin dipilihnya. Mereka tidak bertanya pada guru Bimbingan dan Konseling dikarenakan merasa tidak dekat dengan guru BK dan guru tersebut sering tidak ada di ruangan.
Hamdani, R.U. (2014). Salah jurusan: Tentukan pilihan, temukan tujuan. Jakarta: TransMedia Pustaka.
Berdasarkan temuan penelitian dan diskusi, dapat disimpulkan bahwa subjek memiliki pengetahuan deklaratif, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan prosedural. Ketidakseimbangan pengetahuan tersebut menyebabkan subjek mengalami kebingungan dalam memilih jurusan. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian tentang pemilihan jurusan dan mekanisme kognitif, hendaknya menambahkan instrumen penelitian seperti tes minat dan bakat agar didapatkan hasil yang lebih komprehensif.
Havighurst, R. J. (1985). Human development & education. Surabaya: Sinar Jaya.
Hartaji, R.D.A. (2010). Motivasi berprestasi pada mahasiswa yang berkuliah dengan jurusan pilihan orang tua. Jurnal Ilmiah Psikologi 7(2): 1-17
Herdiansyah, H. (2007). Kecemasan dan strategi coping wanita dan waria pelacur. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (tidak diterbitkan). Khasawneh, S., Khasawneh, L., Hailat, S., & Jawarneh, M. (2007). University students‟ readiness for the national workforce: A study of vocational identity and career decision-making. Mediteranian Journal of Educational Studies 121(1): 27-42.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, C. (2014). Kampus-kampus pilihan yang memudahkanmu dapat kerja. Yogyakarta: Laksana.
Levinson, E.M., Ohler, D.L., Caswell, S., Kiewra, K. (1998). Six approaches to the assessment of career maturity. Journal of Counseling and Development 76(4): 475-482.
Berge, T. T & Hezewijk, V. R. (1999). Procedural and declarative knowledge: An evolutionary perspective. Theory & Psychology 9(5): 605-624.
Miles, M. B & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded sourcebook. Thousand Oaks: Sage Publication. 395
Patton, W. Creed, P.A. (2001). Developmental issue in career maturaty and career decision status. The Career Development Quarterly 49(4): 336-352.
Smitina, A. (2008). Student‟s Risk to Drop Out and Relation to Vocational Identity. Journal of Management Education 1(1): 17-27.
Powell, D.F., Luzzo, D.A. (1998). Evaluating factors associated with the ccareer maturity of high school students. The Career Development Quarterly 47(2): 145-159.
Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin, M.K. (2007). Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga. Yilmaz, I., Yalcin, N. (2012). The relationship of procedural and declarative knowledge of science teacher candidates in Newton‟s Laws of Motion to underrstanding. American International Journal of Contempory Research 2(3): 5057
Sharf, R. S. (2007). Applying Career Development theory to counseling. New Zealand: Thomson Wadsworth. Santrock, J.W. (1996). Adolescence: Perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.
396