5()
.lLMU POLlllK DALAM PENDIDIKAN HUKUM Oleh: Winarno Yudho. SH. MA.
Sejak dulu ilmu polilik dan bukum mempunyai bubungan yang dekal sekali. Seorang ilmuwan polilik perlu memiliki pengetahuan hukum yang memadai dalam rangka pemahamannya yang luas lerbadap kebiduan politik. Demikian pula seorang Sarjana Hukum, ia perlu menambah pengetahuannya di bidang polilik agar memperoleb pemabaman bukum dalam konleksyang lebih luas. Polilik adalah kondisi bagi dijal. ankannya bukum, menurul penulis karangan ini. PenUIis trenghimbau agar ilmu politik diajarkan di fakultas.fakultas hukum, de"l!an per_ __ limbangan-pertimbangan seperli di atas.
Pengantar Sebelum membicarakan secara lebih khusus kaitan antara ilmu politik dengan hukum, terlebih dahulu akan dibicarakan seeara singkat pcrkembangan studi hukum yang ada. Menjelang pertengahan abad keduapuluh. pembicaman tentang hubungan antara hukum dengangejala-gejala sosial yang lain kian mempero1eh perhatian yang lebih besardalam ilmu hukum (J uliun Stone, 1969: 3-24). Perhatian tersebuttertuju pada berbagai akibat yang dapat ditimbulkan oleh hukum terhadap sikap-sikap dan pe,ilaku ""rga masyarakat maupun terhadap organisasi dan lingkungan hidup manusia. Seiring dengan itu perhatian terhadapakibat-akbiat yang ditimbulkan olch gejala-gejala diluar hukum terhadap perkembangan hukum ' memperoleh tempat ya ng !ama pula . Studi hukum telah mengalami pergeseran, dimana hukum tidak lagi hanya dilihat semata-mata sebagai suatu gejala otonom. Hukum disini dilihat sebagai salah satu gcjala sosial yang keberadaannya tidak mung kin terlepas dengan gejala yang lain. Dalam abad ke duapuluh ini telah lahir suatu "mo;ementtowards the sociologically oriented Study or la w" (Alan Hunt, 1978: 1-10), yang dinyatakan oleh Alan Hunt, bahwa : "The study of law c,a n no lo~gcr be rcgarwo as the cxclusivt' preservt' of legal professionals, whether pr.acticioncrs or academics. There has emerged a sociological movcmcntin law which has had as it!, 1.:0ll1m0l1 ano explicit goal the assault on legal exclusivism : ..
lSI Pembicaman mengenai huhungan timbal balik anlam hukum dengan gejala-gejala }'log lain dalam ilmu hukum telah diketengahkan oleh alimn "sociological IjIJris:pnxienc,,". Meskipun dengan perbedaan orienlasi, alimn/madzhab sejamhjuga memberi tekanan bah"" hukum itu bertemali emt dengan llBs}'lmkatn}'l, 'sejamh dan kebuda}'landimana hukum itu berada, Suatu pemikiran mengenai ",ubun![an anlam hukum dengan ilmu-(Imu perilaku sebenam}'l bukanlah merupasua tu gejala )" ng baru, Pemikimn mengenai hal itu sudah ada sejak lama, bahkan li5ud"h seusia dengan ilmu-ilmu perilaku ,itu sendiri (Lawrance M. Friedman and , Macauly, 1977: 1-2), Baru pada pertengahahabad keduapulub pembicaraan lIe:nge:nai' hubungan anlam hukum dengan gejala non hukum memperoleh lempal begitu luas. Perbatian tersebul semakin berkembang anlara lain berupa usahauntuk menyoroti bagaimana hukum ilu bekerja, kekualan-kekuatan apa saja berpengaruh te rhadap hukum serta batas-batas dan kemampuan apa saja }'lng iliki oleh hukum (Philipie Nonel and Philip Selzinck, 1978: I), Perkcmbangan yang pesal dari sludi hukum dan llBs}'lrakal pada tahun-tahun .,"'~"UW'"U dan enampuluhan oleh Professor Sclznick disebut sebagai tahap awal "missionary stage" dari pcrkemb~ngan SlillU bidar~~ slooi. Pada masa it~ . • n,a-usaha }'lng dilakukan mas,h oerupa : ... "communlcating a perspecllve, brmgto'a hitherto isolated area an appreciation of basic and <juite general sociological such as the significance ofgroup membership for individual behavior" (LawM, Friedman and Stuart Macaulay, 1977 : 2), l)erkcrnbang'1n tersebut. pada hekekatnya mcrupakan SWH U pergescran dan s tudl yang tidak lagi han)~ mdihat hukum semata-mata sebagai sualugejala ya ng normalif. Hukum juga dikaji sebagai sualu gejala cmpriris, Dalam Displin pengkajian tersebul'masuk dalam ruang lingkup ilmu ken}'ltaan hukum, Purbacamka dan Soerjono Soekanto, 1982: I 0-11), Berbagai usaha untuk dol
untuK
~" U,,"U
sludi masalah,' hukum dengan, melakukan penelilian lapangan, menggunakan berbagai leori lingkah laku yang dikenal dalam psikologi, pula Colombia Law School telah melakukan sualU penyusunan kembali n}'l dengan lebih meml"rhalikan perkembangan yang ada pada ilmu~~U"'", Disamping ilu,sejumlah fakuitas hukum terkenaldi Amerika, Yale Law The Uni\ersily of Chicago Law School, dan bahkan The American Bar malicm telah menunjukkan minal dan orientasi !erius }'lng !erupa dalam berbannya mosing-Inasing, , hukum }'lng tidak ~i hanya bersifal normalif semata-mata mulai nampak aanb•• ng di Indonesia pacta awallahun tujuhpuluhan, Perkembangan lersebul ~U"' ""' dari mulai didirikann}'l pusal-pusal sludi hukum dan mas}'lrakat atau !JIlIlIlguru,n, di berbagai fakultas hukum, Demikian pula dengan dita'warkann}'l
}'t'bruari 1989
Hllkwn dan PemhangimGJI
matakuliah seperti Sosiologi Hukum, Anthropologi Hukum pada berbagai t.kultas hukum y.!ng ada merupakan suatu tanda dari perkembangan y.!ng ada. Di kalangan para sarjana huku·m, tanpi mengurangi arti dan peranan yang lain, nama-nama seperti SoeIjono Soekanto, Satjipto Rahardjodan Soetandyo Wignjosoebrotoadalah merupakan tokoh-tokoh pengerak untuk menggalakkan stud i hukum 'secara empiris. Kalau saja tahun 1970 dapat dianggap sebagai awal. dari kebangkitan studi hukum dan masy.!rakat di Indonesia, nampakny.! perkembangan yang teIjadi belumlah eukup menggembirakanjika dibandingkan dengan y.!ng terjadi d'i Amerika Serikat dalam kurun w.lktu yang sarna. Nampaknya kita di Indonesia memang harus mengalami lahap "missionary" yang lebih lama.
Drnu Politik dan Hukum Menurut Oxford English Dictionary, politics berarti : "The science and art of government; the science dealing with the form organi:rntion. and administration of a state. or part of one, and with the regultion of its relations with others state".
Disarnping pengertian terse but diatas, akan banyak dijumpai berbagai difinisi tentang politik yang diajukan oleh para sarjana. Berbagai perbedaan difinisi itu disebabkan oleh karena masing-masing pihak telah"meneropong aspek atau unsur tertentu saja. Dari un sur yang disoroti tersebut kemudian dipakai sebagai titik tolak untuk meneropong Wlsur-unsur yang lain. Berbagai unsur yang kemudian dijadikan konsep-kon,.,p pembahasan adalah : (Meriam Budiardjo, 1985: 9) I. negam (Sla te) 2. kekuasaan (power) 3. pengambilan keputwan .(deeisionmaking) 4. kebijakan (policy, bcleid). 5. pembagian (distribution) atau alokasi (alleoation). fara sarjana yang menekankan negara sebagai inti dari politik memusatkan perhatiannya pacta lembaga-Iembaga kenegaraan serta bentuk formalnya. Mereka itu antara lain adalah Roger F. Soltau yang menyatakan bahwa : Political science is the study ofthe state, its aims and purposes .. , the institutions by wich these are going to be realized, its it!lations with its individual members, and other states" (Roger F. Soltau, 1961: 4). Sela in Soh!!u, .1. Barentsjuga memberi tekanan pada negara d"lam studi tentang politik. Dikatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu ying mempclajari kehidupan negam ... ya ng merupakan bagiand~ri kehidupan masyarakat: ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasny.! (.1. Barents, 19~1: 17). Para sarjana yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik, beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan perebutan dan mempertahankan kekuasaan. Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, ilmu politik adalah ilmu yang mempclajari pcmbentukan dan pembagian kekuasan. Di samping negara dan kekuasaan, pcngambilan keputusan yang mengikat seluruh masyarakatj uga merupakan pokok perhatian dari ilmu politik. Pengambilan kcputusan yang diambil-:eara kolektif dan y.!ng mcngikat umum. Keputusan tcrsebut dapat berupa sesuatu yang menyangkut tujuan maupun eara-cara untuk meneapai tuiuan.
/53
m halpcngambilan kcputusan ini banyak menyangkut soal di stribuSi yang oleh Laswell dirumuskan: " Who gets what, when, how" (Harold Laswell,-1968), sarjana la ng menekankan aspek kebijakan (public policyrmenganggap bahwa mas)a rakat mempWlyai beberapa tujuan bersama. Kebijakan (policy) adalah k]Dutusan yang diambil untuk memilih tujuan-tu)uan dan cara-cara mencapai Menurut David Easton, ilmu politik adalah study ofmaking ofpublic policy. . . seulDJ,"tnya mengatakan bahwa "Politicllilifeconcerns all those varieties ofacAvity'
influence significantly the kind of autfzotita!ive policy adopted for a sociatyimd way it is put into practice 'We are said to be participating in politjcallife when our reiatesjn some JVIly to the making and execution ofpolicy fora society" (David 1971 : 128). Kemudian para Sarjana yangmenekankan distribusi dan alokasi "".ng;gaIJan bahwa politik adaJah meruJl!lkari pembagian dan pengalokasian nilai: D!lam hal pembagian-pembagian ini seringkali tidak merata dan menyebabadanya konflik. Pengertian 'nilai disini adalah sesuatu yang mempunyai barga, dapat bersifat abstrak maup~ konkrit. Jadi dalam hal ini menyangkut mengenai mendapat apa, kapan dan bagaimana memperolehnya. Studi politik selanjutnya dibagi dalam berbagai bidang. Menurut terbitan Unesco 1950 yang berjudul Contemporary Political Science, ilmu politik dapat dalam bidang-bidang sebagai berikut (Merianl Budiardjo, 1985 : 4). Teon 'politik yang me ncakup teori politik dan se)arah perkembangan idee-idee politik. Lembaga-Iembaga politik yang mencakup UUD, Pemerintah National, Pemerinla h Daerah, Fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah, dan perbandingan iembaga-Iembaga politik: Partai-partai politik, golongan-golongan dan pendapat umum. Hubungan Internati onal yangmencakup Politik Internasional, Organisasiorga nisa si dan Administra~i lnternational, dan Hukum International. DaJa m ilmu politik dikenal ada berbagai pendekatan, antara lain adalah (R. Surba~ti , 1984) : Pendekata n klasik/ traditional. Pend ekatan kelembagaan. Pende katan budaya politik. Pende katari slruktuml-fungsional. Pe ndekaian sistem. Pendekatan konOik. hda tlnd ekatan klasik ditandai oleh penekanan mengenai ada yang sebaiknya ya ng seharusnjll dicapai demi kebaikan bersama dalam kehidupan ber.negara . ...aelalta.n ini lebih menekankan aspek moral danetikdandidominasi oleh filsafat , dan hukum (AJan R. Ball, 1~71: 4-9). Untuk mencaJl(i i kebaikan bersama
Pebruan· 1989
54
Hukwn"dan Ppmh"".,m,,.
tusi itu terdiri dari tiga komponen uta.ma yakni : (I) organisasi jabatan-jabatan; penetapan kewenangan tertinggi (kedaulatan); (3) tujuan yang hendak dicapai masyarakat yang bersangkulan. Selanjutnya dalam rangka uotuk mengadakan perbandingan sistem politik, teles mengadakan klasifikasi atas berbagai bentukkonstitusi. Ada tiga kriteria diajukannya yakni: (.1) Berapa banyak orang yang berpartisipasidalamperlgalmbilaD keputusan politik; (2) Ada tidaknya pembatasan~pembatasan kewenangan hukum; (3) Untuk siapa kewenangan itu dilaksanakan. Pada pendekatan kelembagaan yang memperoleh tekanan adalah lembagapolitik yang ",carajuridis formal mempunyai kewenangan untuk m.e:mtlUat dan melaksanakan keputusan politik. Lembaga-Iembaga tersebut antara lain
parlemen, mahkamah agung, kepresidenari, kabinet, birokmsi, partai politik, rintah lokal,dan sistem pemilihan umum. Pada studi politik yang mr~ln¥~~~:~i~~ pendekatan kele"'bagaan ini berusaha untuk menggambarkan secara . struktur konkrit, tugas dan kewenangan lembaga-lembaga politik yang ' ada. perkembangan selanjutnya dari pendekatan kelembagaan ini lahir pelldekata, kelembagaan yang bersifat analistis yang berusaha menjelaskan hubungan variabel-variabellembaga politik. Pelopordari pendekatan kelembagaan yang fat analitis ini adalah Samuel P. Huntington. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan budaya politik. Pendekatan ini ha ~ntuk mengungkapkan hubungan antara sikap dan motivasi i·lldividu-ilndivid. yang memainkan peranan dalam sistem p6litik dengan karakter dan peilanlplila. sistem politik. Untuk keperluan tersebut, Almond dan Verba menggunakan budaya politik sebagaijembatan (Gabriel Almond and Sidney Verba, 1965: Asumsi yang dipakai oleh pendekatan ini adalah banwa sikap seseorang mempen!~. rubi apa yang aJs:an dia lakUkan, dengan demikian budaya pOlitik statu bangsa mempengarubi tingJs:ah laku warga dan pemimpinqya dalam sistepl politik. dim~ksud dengan li~ruiya politik ituadalah pola -sikapdan orientasi i.ndividual terdiri atas tiga komponen, yakni :(1) orientasi Kogllisi, yaitu yang m':ny.an!~ku pengetahuan dan kepercayaan mengenai sistem politlk, peranan-peranan dan gang peranan-peranan, dan input-otput sistern politik; (2) orientasi efeksi, yaitu menyangkut perasaan katerikatan, keterlibatan, penolakan, alienasi, dan "'b'again~ mengenai sistem politik, peranan-peranan, personal dsan penampilan sistem (3) orientasi evaltasi, yiitu penilaian dan pendapat mengenai obyek politik. Dengan demikian yang dimaksud dengan budaya politik Statu bangsa itu frekuensi berbagaijenisorientasi kognisi, efeksl dan evaluasi terhadap sistem input-output sistem politik, dan terhadap diri sendir;' SO!bagai aktor politik. l\A"nnn Almond dan V.erba, budaya politik itu dapa! dlklasifikasi ke dalilm riga tipe, (I) parochial; (2) subject; (3) participant (Almond and Verba, 1965: 16-18). masyarakat bertipe budaya politik parochial bilamana tidakada sarna sekali terhadap siste'm' politik, input-output sistem politik; dan diri sendiri sebagai ·politik. Dalam Statu masyarakat yang frekuensi orienlasinya terhadap sistem dan outputnya sangat tinggi tetapi orientasi terhadap obyek input dan diri sebagai aktor politik sangat rendah, maka masyarakat demikian-.jtu ,m.emlpun)"
1I111111'olilik
55
budaya politik l"ng disebut subject. Sedangkan yang disebut sebagai budaya politik participant adalah pola sikap dan orientasi anggota masyarakat yang cenderung secara eksplisit bcrorienta si terhadap sistem politik, obyek dan prose input, obyek dan proses output, dan terhada p diri scndiri scbagai aktivis dalam proses politik. Pendekatan struk.wrdl-fungsional dalam swdi politik mempunyai tiga asumsi ulama, yakni : ( I) mdihat masYdrakat scbagai sistcm dan mcnekankan keseluruhan sistern itu sebag," unit analisis; (2) menetapkan fungsi-fungsi tertentu sebagai pers~- ' ratan agar sistem sebagai keseluruhan da~t terus berlangsung; (3) menekankan adanyJ. hubungan saling tergantung sccara ·fungsional untar berbagai struktur di dalam keseluruhan sistcm. Menurut Almond ada tiga pcringkat atau jenis fungsi politik dala m setiap sistem politik. Fungsi-rungsi terscbut adalah :
I'ebruari 1989
56
Hukwl1 dUll I'emballgwlal/
warga negara dan sial>' yang bukan warga negara: (b) role atau 'peranan dari subyek / pribadi dalam hukum negara. Dalam Undang-undang Dasar, ketentuanketentuan tentang hal status dan peranan dari subyek hukum negara secara urn urn dal>'t ditemukan. Dalam UUD itulah dal>'t ditemukan pula ketentuan-ketentuan bagaimana kekuasaan politik diatur atau dibagi, al>' fungsi lembaga-Iembaga tertentu, al>' saja hak dan kewajiban palitik dari warga negara, bagaimana peraturan permainan politik yang sebenarnya berlaku (Alfian, 1976). Sejak dari dulu ilmu politik dan hukum mempunyai hubungan yang dekat sekali, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang (law enforcement) adalah salah satu kewajiban yang penting. Pendekatan ' klasik yang aotara lain didomlnasl oleh I>'noangan antara. hukum can politik. Kekuasaan sebagai pU5:\t perhatiandari politik diperlukandalam pencgakan hukum. Hukum tanl>' .kekuasaan akan lumpuh dan hanya merul>'kan khayalan belaka. ~edangkan kekll'lsaan tanl>' hukum akan menjurus pada suasana penekanan dan kelainan. Pengetahuan yang cukup mengenai hukum merupakan syarat bagi ilmuwan politi k ctalam rangka pembahamannya yang luas terhadap kehidul>'n politik. Seperti yang dinyatakan oleh Jacobsen dan Lipman bahwa : "To mainlain a full underSfanding of the facts of political life, the political scientist has to combine the legal with the extralegal viewpoints. A genuine comprehention of common law (and of statutes enacted by legislatures) is indispensable to the political theorist. He should, however, be cautioned against overemphasizing the 'juristic" approach as many aUI~oritjes do when they regard the slate purely as a "legal person" and the political :society merely as a collection of legal rights and obligations' (G.A Jacobsen and M.H. Lipman, 1955: 4-5) Demikian pula halnya, banwa Dag! para sar]ana hukum yang iogin memperoleh pemahaman 'hukum dalam konteks yang lebih luas, perlu menambah pengetahuan~ nya di bidang paliiik. Palitik merupakan kandisi bagi dijalankannya hukum. Seperti yang dikemukakan oleh Daniel S. Lev. bah\~": "Untuk memal;ami sistem-sistem hukum di tengah-tengah transformasi politik, kita harus mengamatinya mulai dari bawah, untuk mengetahui macam peran sasial dan politik al>'kah yang diberikan orang kel>'danya, fungsi-fungsi apakah yang baleh dilakukannya , yang didorong untuk dilakukannya , dan yang dilarang untuk dilakukannya (~atjirt" Rahaidjo. 1985: 71). Keterlibatan politik terhadap hukum memang sudah naml>'k' sejak awal. Hal tersebut akan namp,k jelas jika yang kita bicarakan adalah hukum dalam pengertian hukum perundang-undangan. Dalam hal ini hukum adalah merul>'kan suatu hasil dari proses politik, atau dengan kata lain hukum itu adalah merupakan outpu t penting dari sistem politik. Seperti yang dikemukakan oleh Easton, suatu keputusan yang mengikat (authoritative decision) itu merul>'kan pusat perhatian dari studi palitik, karena keputusan itu dapat mempunyai akibat yang penting terhadap masyarakat. Lagi pula, dari putusan tersebutjuga dapat dikaji sial>' dan memperolehal>' (who gets what), bilamana dan bagaimana (when, and how) dalam rangka distribusi dan alakasi. Dalam era pembantunan, hukum tidakjarang telah berhasil menjadi alat untuk melakukan berbagai
JlmuPolirik
,57
macam pembangunan negara. Dilihal dari sudUl pandang polilik, hukum tidak pemah menampakkan dirin}ll sebagai sesuatu gejala }Ilng nelral sifanya. Hukum .. Ialu mencerminkan suaLU kepentiogan-kepenlingan tertentu. Perlu memperoleh penekanandisini bahwa, kepemingan-kepentingan Lersebul tidak selalu harusdikaitka n dengan kepentingan pemerinlah / peoguasa seperli pandangan kaum marxis, sebab ban)llk kelentuan-kelentuan hukum yang sifatoya membatasi peng""sa. Sudah tentu kelentuan-ketentuan semacam itu lebih mudan ditemukan 'dalam aegara-negara yang 'menganul sistem demokrasi daripada menearinya di nega raaegara totiiliter. Sudah tidak diragukan lagi bahwa antara hukum dengalT politik ~,e mpurlyai' hubungan yang eral. Hubungan Lersebut tidak hanya tercermin daslam , h mt" ks disiplin keilmuan masing:,!!asing namun juga dalam kehiduP'!n nyala. '....'ne''';· yang dikatakan oleb Seidman b~bwa :."To promote economic development, must rely upon the law,jor /he /ega) order isthejilter through wichpolicy . ,:om,es practice" (Satjipto Rabardjo, 1977 : 65). ·Pembangunan pada dasarnya suatu usaha manusta untuk melakukan peningkatan taraF ilidup- me lalui ..tes"ma.n dan pembaharuan. Usaha pelestarian dan pembaharuan yang ditempuh melakukan pembangunan itu sebenamya merupakan sualu bentuk pili han bersifat politik. Sering dikatakan bahwa politik adalab merupakan seni untuk kebijakan. Kebijakan pemerintah (policy, beleid) itu selalu merupakan .... nglkai,IO pilihan-pilihan. Dengan derriikian, dapat dikatakan bahwa suatu renpembangunan itu adalah pilihan atau keputusan politik, dan untuk melaksanakeputusa n lersebul banyak yang harus dibuat dalam bentuk perundang-.Lang;an. Sudah seharusnya bahwa dalam melakukan pilihan dan membuat ~utusan tersebut selalu memperhati'kan nilai-nilai antinomi yang ada. Dengan Iom,iki,," usaha'perumuSln kebijakan dalam bent uk peraturan perundang-undangan adalah merupakan suatu.uSlha penyerasian nilai-nilai tersebu!. Dalam membicarakan negara dan hukum. Jonathan H. Turner meneatakan : "Legal system delf!lopment is intimately connected to political development undarstlnd the strl£ture ant function of /egal system therefore fon:us us to the im[Xl ctto the polity on law. Additionally many of the trends.tollClrd _'a"~lIlnZJ.w'm, centlllliZJ.1tion, and syst!matiZJ.1tion in legal system are often and " rtm,entto political in a society" (Jonathan H. Turner, 1972 : 246-247). rangka pendidikan hukumdiIndonesia melalui fakulias-faku)ta s hukum yang perlu kita lebih dipikirkan kembali peranan ilmu-ilmu sosial dalam menunjang _idilkan hukum. Mell1(lng dalam hal in; belum ada kesepakatan yang bulat hadirn ya ilmu-ilmu sosial dalam kurikulum fakultas hukum. Masih sering dengan adan}ll suara -suara yang menanya kan bahkan meraguka~ manfaat " ,dirnlO dari ilmu-ilmu tersebul. Sebagian dari mereka itu nienyatakan bahwa .-'lmIUtersebut tidak menunjang untuk menghasilkan sarjana-sarjana siap pakai mereka menye lesaikan studinya di fakultas hukum. Adanya pikiran-pikiran selal u mempermasalahkan sa rjana hukum siap pakai setelah lulus dari fakultas sebenarn ya meogandung kesalahan konsepsi terhadap fungsi oendirlikan. _alum tersebut sebag"n disebabkan oleh berkemoaogn}il·ni!i.i-nilai komemal~m masyarakat, Nampakn~. perlu kita renungkan sejenak peringatan dari
""''''U'''II
Pebruari 1989
58
/llIkum dall
1 ,<,,,' ,I,,,,w ""~
seorang Professor dan Ohio State University yang menyatakan bahwa :, "Because
the commercialization of values in our'society. it is necessary to remind ou"selvesi,'(I time to time that there is difference between education andjob training. J:;aiuc,.ti<ms concerned whit the development of ourcapacitiesforcreatives participation in life training is concerned with preparation for some particular kind and emph,!,,,,e" (William H. Halverson). Saya berpendapat, bahwa fakultas hukum bukanlah lembaga job training, tetapi merupakan lembaga ,pendidikan tinggi, mengembangkan kernampuan berfikir secara kreatif dan bukan sekedar menci,pI kan tukang-tukang saja. Untuk memberi wawasan yang lebih luas pada para mahasiswa lakultas pemberian mata kuliah (Pengantar) Ilmu Politik merupakan suatu hal yang bermanfaat. Usaha urrtuk memasukkan mata kuliah Pengantas lImu Politik Fakultas Hukum pemah dicoba oleh Prof. Abdoel Ganidi Fakultas Hukum sitas Airlangga di awal tahun 1970 an. Meskipun usaha te'rsebut pada saat itu memperoleh langgapan, kiranya kini perlu direnungkan dan difikirkan kembali. saat ini berbagai fakultas hukum di Indonesia sudah banyak yang menawarkan kuliah Teknik Perundang-undangan atau Dmu Perundangan-udangan, pernb<:ri rnata.!'uliah atau rnaten Ilmu Politik akan san,gatbennanfaat. Dengan para mahasiswa tidakhanya dikenalkan bagaimana cara merencanakan dan sun suatu perundang-undangan saja, tetapi juga memahami berbagai kekuatan berpengaruh te rhadap lahirnya berbagai undang-undang. Untuk mengerti memahami sua tu undang-undang seringkali harus menengok pada masa ketika undang-undang tersebut dibuat. Hal ini diakui dalam ilmu hukum, seperti ya ng kenai dengan adanya penafsiran secara historis untuk memperoieh pengertian makna dari bunyi suatu pasal undang-undang. Pengakuan tersebut sebenaro ya . dapat kita baca ",cara jelas pula dalam Penjelasan Undang-undang Dasar I Dalam penjelasan ter",but dikatakan bahwa : "Undang-undang Dasar manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. UntUK , mellg~ sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita mempelajari juga bagairnana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangann)ll dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. demikian kita dapa t mengerti apa maksudnya undang-undang yang kita aliran pikiran apa )Ilng menjadi dasar undang-undang itu."
Dartar Kepus13 kaan Alfian
"Hubungan Tibal Balik antara Hukum dan Publik". Fakultas Hukum Universitas Indonesia, No. 5 lh. ke IV 1976. Almond and Verba: The Civic Culture. Boston: Litle, Brown and Company, I A1mdon, Gabriel and Powell, Bingham: System, Process and Policy: '-U""lJilU tive Politics, Boston: Lillie, Brown and Company, R. Ramlan Surbakli: Perbandingan Sistem Politik. Surabaya : Mecphiso 1984. Ball, Alan R. : Modern Politics and Goverment. London: Macmillan,
IlmuPo/ifik
59
Barents,.1. : Easton, David.: - - -- -- -
Penganlllr IImu Politik. Jakarlll : Erlangga, 1981. . The Political System. New Yolk: Alfred A. ·Knof.lnc., i971. A System Analysis of Political ~ife. Chicago: the University of · Chicago Press, 1,979. Friedman, lawrence and Macaulay, Stewart. : La~ and the Uehavi"rnl Science. Nev,: Y,ork : The Bobbs-Me'rill Complny, Inc., 1977. The Sociological Movement in Law: Philadelphia: Temple Hunt, Aland: University Press, 1978. Lasswell; Harold.: Politics: Who get What, When How. New York: Meridian Books, 1968. Miriam Budiardjo.: Dasar-dasar Dmi Politik. Jakarlll: Gamedia, 1985. onet, Philipe and Selznick, Philipe. : Law al)d Society in Transition: Toward Responsive Law. New York ' : Harper & Row, 11)78, Purnadi Purbacarakadan Soerjono Soekanto. ' Perihal Kaedah Hukum. Bandung : 1982, Satjipto Rahardjo. : Pemanfaatiin . lImu-ilmu Sosial bag! Pen~embangan 'llmu Hukum. Bandung : Alumni, 1977. Bebernpa Pemikirnn tenlang Ancangan Aular Disiplin Oaiant PembiJ1"an Hukum NasionaL Bandurig :' Sinar Bartl; 1985. . ' Soltau, Roger H.: An lnitoduction to Politics, London: Longmans, Green & Co" 1961. Stone, Julius.: law and the Social Sciences. Minneapolis: University of Min-. nesotaPress, 1969. Turner, Jonathan.H: Patterns of Social Organization, New York: MacGraw-HiIi Inc., 1972.
PebtuaI