1 LITERACY LEARNING APPLICATIONS TO INCREASE INTERACTION ABILITY OF ILLITERATE SOCIETY N. Tri Suswanto Saptadi 1, Hans Christian Marwi 2 1,2 Universit...
LITERACY LEARNING APPLICATIONS TO INCREASE INTERACTION ABILITY OF ILLITERATE SOCIETY 1,2
N. Tri Suswanto Saptadi1, Hans Christian Marwi2 Universitas Atma Jaya Makassar; Jalan Tanjung Alang No. 23, 0411 871038/0411 872094 1,2 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi e-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak Kehidupan masyarakat Dusun Pattopakang dan Dusun Batulanteang yang berada di Desa Pattopakang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar masih sangat sederhana dan tradisional dengan taraf hidup yang relatif cukup rendah. Dengan tingkat pengetahuan yang rendah pula maka kemampuan berinteraksi dengan perkembangan dunia modern menjadi terbatas. Sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah dan tidak tamat sekolah dasar sehingga masih banyak warga yang berstatus buta aksara. Untuk meningkatkan taraf hidup sejahtera masyarakat pedesaan maka dibutuhkan pembelajaran aksara. Kebutuhan tersebut diketahui dari hasil survei awal mengenai keadaan dan potensi yang ada. Melalui pembelajaran aksara telah dapat menambah kemampuan berinteraksi terhadap penyerapan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi sehingga akan memberikan kontribusi positif terhadap aktivitas kehidupan masyarakat. Metode pembelajaran aksara dilaksanakan dengan cara survei ke lokasi, sosialisasi program, rancang bangun mencari solusi keaksaraan, penyuluhan dan pembentukan kelompok belajar aksara, pelatihan kemampuan berinteraksi, pendampingan komunikasi interpersonal, dan evaluasi program. Instrumen pengetahuan diperoleh melalui proses pengamatan, wawancara, dan konsultasi kepada kelompok belajar, masyarakat dan pemerintah desa. Instrumen pelatihan kemampuan berinteraksi yang dilaksanakan meliputi kemampuan berpikir, mendengar, mengingat, membaca, menulis, dan menghitung terhadap suatu informasi dengan berinteraksi menggunakan komputer. Hasil pelatihan terhadap 12 responden terdapat 2 orang dengan hasil 5 (Sangat Baik), 7 orang > dari 4 (Baik), 2 orang > 3 (Cukup) dan 1 orang > 2 (Kurang). Melalui kelompok pembelajaran aksara yang terbentuk diharapkan akan meningkat pengetahuan masyarakat dalam membentuk karakter yang sehat, kuat dan sejahtera. Kata kunci— buta aksara, pembelajaran aksara, peningkatan pengetahuan Abstract The life of society in Pattopakang and Batulanteang Villages located in the Pattopakang Country, District of Mangarabombang, Takalar is still very simple and traditional with the standard of living is relatively low. With low knowledge level, the ability to interact with the development of the modern world is limited. Most people have low education and did not complete primary school, thus many residents are illiteracy. To improve the living standards of rural communities then literacy learning is required. The requirement is known from the results of the baseline survey on the situation and the existing potential. By learning the alphabet has increase the ability to interact with the absorption of scientific and technological developments that will make a positive contribution to the activities of community life. Literacy learning methods implemented in several ways such as a survey to the location, programs socialization, designs to seek for literacy solutions, education and literacy learning group formation, training the ability to interact, mentoring interpersonal communication, and evaluation of programs. The instrument of knowledge obtained through observation, interviews, and consultation to the study groups, the public and village officials. Interaction ability training instruments conducted include the ability to think, hear, remember, read, write, and count toward an information by interacting using a computer. The results of the training of 12 respondents, there is two person with the results of 5 (Very Good), 7 people are > 4 (Good), 2 people are > 3 (Enough) and 1 person > 2 (Not Enough). Through the literacy study group formed it is expected to increase the society knowledge in shaping healthy, strong and prosperous characters.
Keywords—illiterate, literacy learning, increased knowledge 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang eadaan warga Dusun Pattopakang yang berada di Desa Pattopakang sebagian besar bekerja sebagai petani di persawahan dan perkebunan. Pekerjaan sebagai petani di daerah tersebut merupakan sumber pendapatan utama masyarakat, meskipun hanya digarap sekali dalam satu tahun yaitu pada saat musim hujan yang mengandalkan tadah hujan. Keadaan Jumlah KK penduduk di Desa Pattopakang adalah 854 dengan distribusi mata pencaharian masyarakat sebagai pekerja petani 604, buruh tani 49, pedagang kecil 26, tukang ojek 33, karyawan 103, bengkel 5, tukang batu 8 dan PNS 26. Kehidupan masyarakat secara umum masih sangat sederhana dengan taraf hidup yang relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat pendidikan dan kemampuan berinteraksi dengan perkembangan dunia modern yang sangat lambat. Sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah dan tidak lulus SD sehingga masih banyak masyarakat yang berstatus buta aksara. Hasil survei menunjukkan bahwa kemampuan berpikir, membaca, menulis, mendengar, dan mengingat masih sangat kurang dan rendah. Dengan upaya interaksi melalui media program pembelajaran diharapkan meningkatkan pengetahuan. Penelitian yang berhubungan dengan masalah buta aksara pernah dilaksanakan dengan judul “Consideration of Cognitive Ability in Designing User Interface for Illiterate Use” [1] dan Model Interaksi Komputer Untuk Masyarakat Buta Aksara Melalui Pembelajaran Aksara [2]. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa terdapat keinginan sebagian warga untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Namun disisi lain, status pendidikan membuat warga tidak berdaya. Keterbatasan dalam mengakses informasi dan kemampuan berinteraksi terhadap perkembangan kehidupan masyarakat modern telah memberikan jarak yang cukup berarti. Peluang terhadap alternatif pekerjaan selain sebagai petani menjadi sangat terbatas. Kemampuan orang buta aksara dalam membaca atau menulis bergantung pada pendidikan orang tua serta pengaruh di lingkungan sekitarnya [3]. Buta aksara merupakan proporsi yang signifikan dari populasi masyarakat desa. Bahasa tertulis tidak hanya berperan sebagai mediasi kognisi, tetapijuga dapat memperluas pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan dunia. Dua alasan utama untuk buta huruf dapat dibedakan dari (a) Aspek sosial seperti tidak adanya sekolah, dan (b) Aspek pribadi seperti kesulitan belajar.Analisis dampak buta aksara pada neuropsikologishasil tes merupakan pendekatan penting untuk memahami kognisi manusia dan organisasi otak di bawah normal dan abnormalkondisi [4]. Berdasarkan data statistik tahun 2011 (www.bps.go.id), keadaan status pendidikan masyarakat di Desa Pattopakang menunjukkan bahwa 864 orang tidak tamat SD, 294 orang tidak tamat SMP, dan 255 orang tidak tamat SMA sehingga potensi masyarakat buta aksara diperkirakan cukup banyak. Potret masyarakat memiliki beberapa kelompok kecil (mitra) sebagai wadah untuk dapat bekerjasama dalam usaha menambah penghasilan hidup selain profesi sebagai petani yang selama ini sudah ada. Keterbatasan dalam hal membaca dan menulis membuat warga tidak dapat mengembangkan diri dan cenderung tertutup terhadap perkembangan dunia luar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada bulan Oktober tahun 2014 [1], Pembelajaran melalui pengalaman hidup seharihari di tengah masyarakat seperti pengalaman komunikasi dalam keluarga dan di tempat kerja dapat diupayakan melalui media yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan menggunakan komputer yang dilengkapi oleh sebuah aplikasi berbentuk perangkat lunak [5].
K
1.2 Permasalahan
Masalah yang tengah dihadapi oleh kelompok, yaitu: a) Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap program pemerintah mengenai bebas buta aksara, b) Kurangnya pemahaman potensi dan sumberdaya kehidupan di masyarakat, c) Belum terbentuknya kelompok belajar yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, d) Kemampuan berinteraksi masyarakat yang masih rendah dan kurang memadai, e) Kurangnya kemampuan
berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia yang memadai. Dengan keadaan tersebut, masyarakat desa berharap akan ada suatu perubahan untuk menghadapi tantangan di masa mendatang yaitu melalui program pembelajaran aksara yang dikembangkan secara interaktif berupa aplikasi pembelajaran berbasis multimedia. 2. METODE PENELITIAN Secara umum penelitian dalam pengabdian kepada masyarakat (IbM) dilaksanakan dengan pendekatan pembelajaran aksara yang menggunakan instrumen berupa survei, pengamatan, wawancara dan simulasi (interaksi komputer) terhadap warga masyarakat buta aksara. Tahapan terstruktur dengan cara: a) Sosialisasi program kepada masyarakat, b) Rancang Bangun untuk menggali potensi dan sumber kehidupan, c) Penyuluhan dan Pembentukan kelompok belajar aksara, d) Pelatihan kemampuan berinteraksi berbasis komputer, e) Pendampingan dalam komunikasi interpersonal. Untuk metode penelitian mengacu pada Santoso, yaitu model interaksi komputer dalam membangun antarmuka (interface) untuk keperluan khusus dengan pembelajar yang khusus (special purpose software) berdasarkan pada suatu program aplikasi tertentu [5]. Tahapan penelitiandalam pelaksanaan IbM meliputi: a) Menentukan prinsip dan petunjuk perancangan, b) Melakukan survei, pengamatan, dan wawancara, c) Membuat model interaksi stepwise refinement, d) Menentukan lokasi dan kriteria responden, e) Melakukan simulasi terhadap interaksi komputer, dan f) Membuat kesimpulan berdasarkan hasil interaksi pembelajar dengan komputer.Pengalaman berinteraksi dengan komputer berbasis multimedia diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dalam melakukan pekerjaan sehari-hari [6]. Menurut Aqwam Rosadi Kardian, interaksi manusia dengan komputer dapat digambarkan hubungan antara input, process dan output [7]: 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Menentukan prinsip dan petunjuk perancangan Prinsip yang digunakan dalam perancangan aplikasi multimedia menggunakan antarmuka pembelajar secara alamiah. Perancangan meliputi model pembelajar, bahasa perintah, umpan balik, dan penampilan informasi.Kegiatan dilaksanakan dengan cara penyuluhan bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan pelatihan. Penyuluhan berisi penjelasan program yang berkaitan dengan kategori pembelajaran, yaitu: kemampuan berpikir, membaca, mendengar, menulis, mengingat dan menghitung. a. Model pembelajar Merupakan model secara konseptual yang diinginkan oleh pembelajar dalam memanipulasi informasi dan proses yang diaplikasikan pada suatu informasi. Masyarakat pembelajar (buta aksara) diharapkan dapat mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang apa yang dikerjakan oleh program. Secara konseptual model pembelajar yang dibentuk terdiri dari warga belajar, penerjemah bahasa, instruktur dan kepala dusun. b. Bahasa perintah Merupakan peranti pemanipulasian model yang didasarkan pada hasil perancangan model pembelajar. Model perlu diterjemahkan dalam bentuk bahasa perintah (command language). Berikut kutipan baris program yang dibangun dalam bentuk aplikasi. kata
Warga
Belaja r
jawaban Aplikasi Pembelajaran Aksara
soal data warga Kepala Dusun
Penerjemah Bahasa
terjemahan
memandu
hasil
Info belajar
Instruktur
S O A L
J A W A B A N
Gambar 1.Diagram konteks hubungan antar entitas dan script program c. Umpan balik Merupakan kemampuan sebuah aplikasi untuk membantu pembelajar dalam mengoperasikan program itu sendiri. Dalam interaksi komputer yang dibangun diperlukan navigasi yang bertujuan untun memudahkan pembelajar aksara dapat memahami dan menggunakan aplikasi dengan benar dan sesuai dengan panduan. Hubungan yang baik antara pembelajar aksara dengan instruktur yang memandu akan banyak berpengaruh pada proses pembelajaran. Umpan balik tersebut berupa pesan penjelasan, pesan penerima perintah, indikasi adanya obyek terpilih, dan penampilan karaker yang diketikkan lewat papan ketik. Login
Index
Dasar
Kata
Kuis
Simbol Huruf Ahjad
Soal A Huruf Besar
Sound
Suku Kata
Soal B
Soal C
Soal A
Soal B
Soal C
Huruf Kecil
Gambar 2. Struktur Navigasi interaksi komputer dalam umpan balik pembelajar d. Penampilan informasi Komponen ini digunakan untuk menampilkan status informasi ketika pembelajar melakukan suatu tindakan. Pada aplikasi yang dirancang, terdapat soal dan jawaban untuk pembelajar aksara. Setelah menjawab soal maka akan diperoleh informasi mengenai nilai (score). 3.2 Melakukan survei, pengamatan, dan wawancara Tahapan ini merupakan bagian yang penting dimana informasi pengenai pembelajar aksara akan diperoleh. Informasi berasal dari survei di lokasi dan berkomunikasi dengan pemerintah desa yang dalam hal ini berasal dari kepala dusun. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan penerjemah bahasa kepada pembelajar aksara, maka dapat diperoleh informasi mengenai tidak mampu membaca dan menulis dengan baik karena tidak tuntasnya pendidikan dasar pembelajar. 3.3 Membuat model interaksi stepwise refinement a. Pemilihan ragam dialog Pemilihan ragam dialog dipengaruhi oleh karakteristik populasi pembelajar yaitu masyarakat dusun. Tipe dialog menggunakan tampilan struktur linier dimana pemahaman pembelajar dibangun dari mulai cara melihat aplikasi hingga menjawab setiap pertanyaan. Kendala teknologi yang ada adalah belum tersedianya peralatan komputer yang memadai sebagai alat peraga dalam pembelajaran aksara. b. Perancangan struktur dialog Analisis tugas dan penentuan model pembelajar terhadap masyarakat pembelajar diharapkan mendapat feedback dalam bentuk diskusi permbelajaran. Tahap kedua ini ialah melakukan analisis tugas dan menentukan model pembelajar. Dari tugas tersebut membentuk suatu struktur dialog yang sesuai agar user langsung mendapatkan feedback dalam bentuk diskusi informal.
Gambar 3. Model struktur linier dalam pemahaman logika dan Hasil Tes c. Perancangan format pesan Kebutuhan data masukan yang mengharuskan pembelajar untuk memasukkan data ke dalam komputer juga harus dipertimbangkan dari segi efisiensinya. Salah satu contohnya ialah dengan mengurangi pengertian yang tidak perlu dengan mengefektifkan penggunaan tombol.
Gambar 4. Data masukan dalam bentuk option dan tindak lanjut penanganan kesalahan d. Perancangan penanganan kesalahan Dalam merancang penanganaan suatu kesalahan yang dapat terjadi maka dapat dibagi dalam beberapa bentuk, bentuk-bentuk kesalahan yang dapat dilakukan berikut antara lain: 1) Validasi pemasukan data, seperti pembelajar harus memasukkan angka positif, sementara pembelajar memasukkan angka negative atau nol, maka harus ada mekanisme untuk mengulang pemasukan data tersebut. 2) Proteksi pembelajar, seperti program dapat memberi peringatan ketika pembelajar melakukan suatu tindakan secara tidak disengaja. 3) Pemulihan dari kesalahan, seperti tersedianya mekanisme untuk membatalkan tindakan yang baru saja dilakukan untuk diperbaiki berdasarkan hasil. Penampilan pesan salah yang tepat dan sesuai dengan kesalahan yang terjadi pada waktu itu. Hasil ujian menjadi indikator apakah langkah pembelajaran sudah sesuai. e. Perancangan struktur data Setelah mempertimbangkan seluruh aspek antarmuka, maka pada tahap ini berfokus kepada struktur internalnya, yaitu dalam menentukan struktur data yang dapat digunakan untuk menyajikan dan mendukung secara fungsionalitas komponen-komponen antarmuka yang diperlukan. Struktur yang dibuat juga harus langsung kedalam model pembelajar yang telah dibuat walaupun tingkat kompleksitas antara satu aplikasi dengan aplikasi lainnya dapat saja berbeda. Seperti halnya struktur data yang juga diperlukan untuk mengimplementasikan dialog berbasis grafis akan jauh lebih rumit dibandingkan dengan struktur data yang diperlukan pada dialog berbasis tekstual. 3.4 Menentukan lokasi dan kriteria responden Pemilihan lokasi didasarkan pada informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai keadaan penduduk yang memiliki masyarakat buta aksara lebih dari 10%. Kriteria pembelajar aksara adalah masyarakat yang berusia produktif yaitu 20-40 tahun namun putus, berhenti atau tidak sekolah. Pekerjaan sehari-hari pembelajar aksara adalah sebagai petani di sawah dan perkebunan. Pendataan calon pembelajar (responden) meliputi nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan pendidikan terakhir. Setelah itu dibentuk kelompok pembelajaran. 3.5 Melakukan simulasi terhadap interaksi komputer Dalam simulasi program aplikasi, setiap peserta mendapat pelatihan mengenai pengenalan dan penggunaan aksara, kemudian diberi pula latihan menulis dan membaca. Setelah itu instruktur memandu dengan cara memberikan soal melalui komputer berupa pertanyaan mengenai aksara dan peserta diberi kesempatan untuk membaca dan menjawab. 3.6 Membuat kesimpulan berdasarkan hasil interaksi pembelajar dengan komputer. Dari 12pembelajar yang mengikuti pembelajaran aksara, terdapat 2 orang dengan hasil 5 (Sangat Baik), 7 orang > dari 4 (Baik), 2 orang > 3 (Cukup) dan 1 orang > 2 (Kurang). Pengujian aplikasi dilakukan dengan metode whitebox dimana beberapa fitur yang telah
dirancang dianalisa hingga dapat dimengerti oleh pembelajar aksara.Kegiatan pendampingan dilaksanakan dengan cara menunjuk ketua setiap kelompok yang terbentuk dan akan dimonitoring secara berkala. Hasil pelaksanaan pembelajaran kepada masyarakat buta aksara, yaitu: Tabel 1. Hasil pembelajaran interaktif multimedia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
4. KESIMPULAN Hasil pelaksanaan kegiatan telah dapat memperoleh suatu alternatif pemecahan masalah aksara yang dapat membantu pengurus dusun untuk melakukan langkah lebih nyata dalam menghadapi permasalahan buta aksara.Hasil pembelajaran interaktif berbasis multimediaterhadap 12 responden terdapat 2 orang dengan hasil 5 (Sangat Baik), 7 orang > dari 4 (Baik), 2 orang > 3 (Cukup) dan 1 orang > 2 (Kurang). 5. SARAN Untuk dapat menyempurnakan kegiatan diperlukan kesadaran dan upaya perbaikan secara berkelanjutan dan terprogram. Pemerintah diharapkan proaktif dalam mendukung program. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat(DRPM) yang telah memberikan dukungan finansial melalui skema IPTEK bagi Masyarakat (IbM) tahun 2016 serta Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar yang telah memberikan kesempatan untuk pengambilan data dan berkoordinasi dalam berinteraksi kepada masyarakat buta aksara. DAFTAR PUSTAKA [1] Restyandito, Alan H.S. Chan, Aditya Wikan Mahastama, N. Tri S, Saptadi, 2013.Consideration of Cognitive Ability in Designing User Interface for Illiterate Use, IEEE International Conference on Human Computer Interactions (ICHCI'13), India. [2] Saptadi, N. Tri S. Model Interaksi Komputer Untuk Masyarakat Buta Aksara Melalui Pembelajaran Aksara. Universitas Hasanuddin. ISBN 078-602-73589-0-4. Edisi 5 Desember 2015. [3] Solvieg dan Alma H. Lyster. 2002.Bahasa dan Membaca: Perkembangan dan Kesulitannya. [4] Ardila, Alfredo et al. 2010. Illiteracy: The Neuropsychology of Cognition Without Reading, Oxford Jounarls. Archives of Clinical Neuropsychology 25 (2010) 689–712. 17 September. [5] Santoso, Insap. 2009. Interaksi Manusia dan Komputer, Edisi Kedua. Andi Offset. Yogyakarta.
[6]
Sutopo, Hadi. 2003.Metode pengembangan multimedia. (Online), (http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/20017/multimediaDevelopment1.pdf., diakses 10 Mei 2014). [7] Rosadi A. K. Pengantar Interaksi Manusia dan Komputer. (Online),(http://aqwam.staff.jakstik.ac.id/files/11.-interaksi-manusia-dan-komputer.doc,diakses tanggal 23 September 2016).